Kajian Pengelolaan Persampahan Dklh
-
Upload
bennysihaloho -
Category
Documents
-
view
79 -
download
2
Transcript of Kajian Pengelolaan Persampahan Dklh
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-1
RINGKASAN EKSEKUTIF
KAJIAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA DEPOK BAB I. PENDAHULUAN
1.1. MAKSUD DAN TUJUAN PEKERJAAN Maksud kegiatan ini adalah :
1. Memudahkan Pemerintah Kota Depok dalam mengelola persampahan di
wilayah Kota Depok.
2. Membantu perencanaan dan pelaksanaan dalam pembangunan Unit-Unit
Pengolahan Sampah di Kota Depok.
Tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan ini adalah membuat analisa
dan rencana pengelolaan sampah di Kota Depok terkait dengan upaya-upaya
untuk menciptakan kondisi yang ditandai dengan :
1. Meningkatnya kebersihan lingkungan yang sehat dan bersih.
2. Berkurangnya konflik sosial masyarakat dalam operasional pengelolaan
sampah, terutama di TPA.
3. Terbentuk pengolahan sampah dengan sistem 3R di sumber sampah.
4. Berkurangnya beban operasional truk sampah dan TPA Cipayung.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-2
1.2. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pekerjaan untuk melakukan kegiatan ini adalah :
pembuatan analisa dan rencana Pengelolaan Sampah di kota Depok dilihat dari
aspek / sudut bidang antara lain lingkungan hidup, efisiensi ekonomi, dampak
sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Ruang lingkup kegiatan ini meliputi :
a. Pekerjaan persiapan yang meliputi perencanaan kegiatan, pentahapan
kegiatan dan penyusunan jadual kerja yang rinci.
b. Pengumpulan data yang meliputi data primer dan data sekunder
c. Observasi lapangan.
d. Kunjungan ke instansi terkait.
e. Pembahasan substansi pengolahan dan pengelolaan sampah dalam rangka
pengggalian opini dan pencapaian kesepakatan stakeholders
f. Analisa sistem pengolahan sampah berdasarkan data/informasi yang telah
diperoleh dari aspek-aspek teknis, ekonomi, sosial dan budaya, lingkungkan
hidup, legal dan kelembagaan, serta keuangan dan investasi
g. Analisa kelayakan, penyusunan kesimpulan, usulan dan rekomendasi yang
merupakan hasil kegiatan kajian yang diharapkan dapat menjadi masukan
bagi kegiatan merancang dan membangun infrastruktur unit pengolahan sampah ( UPS ) beserta analisa dampak sosial dan ekonomi.
1.3. KELUARAN Sedangkan keluaran yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :
a. Alternatif-alternatif pengelolaan sampah di Kota Depok yang dianggap paling
sesuai dengan kondisi geografis, ekonomi, sosial-budaya dan kemampuan
pendanaan Pemerintah Kota Depok selain Unit Pengolahan Sampah dan
pengelolaan konvensional yang sedang dilaksanakan serta bentuk integrasi
yang dapat terjadi dan dilakukan oleh alternatif-alternatif pengelolaan sampah
tersebut.
b. Analisa perbandingan biaya (cost constraint) dan efisien antara pembangunan
Unit Pengolahan Sampah dibandingkan dengan penanganan sampah
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-3
konvensional yang sedang dilakukan saat ini serta analisa jika kedua langkah
tersebut diatas dilakukan secara terintegrasi.
c. Hasil survey atau jejak pendapat dari masyarakat Kota Depok dalam
pembangunan dan pelaksanaan operasional Unit Pengolahan Sampah dan
pengelolaan persampahan di Kota Depok.
d. Alternatif-alternatif lokasi yang dimungkinkan dilihat dari semua faktor dalam
pembangunan Unit Pengolahan Sampah di Kota Depok , direncanakan akan
dibangun sebanyak 63 unit.
e. Studi Kelayakan Lokasi Unit Pengolahan Sampah yang akan dibangun oleh
Pemerintah Kota Depok dianalisa dari semua faktor yang memungkinkan.
f. Alternatif-alternatif sumber dana yang dapat dijaring selain APBD Kota Depok
dalam pembangunan unit-unit penngolahan sampah yang akan dilaksanakan,
baik itu sumber-sumber pendanaan dari Luar Negeri, Pemerintah Pusat,
Pemerintah Propinsi atau daerah lainnya serta pihak swasta.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-4
BAB II. GAMBARAN UMUM KOTA DEPOK Kota Depok sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat,
mempunyai luas wilayah sekitar 20.029 ha. Peta administrasi kota Depok dapat
dilihat pada gambar 2.1.
Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu
Propinsi. Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang
dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi
dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan
Bojonggede Kabupaten Bogor.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan
Gunungsindur Kabupaten Bogor.
Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota
Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring
dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi
secara regional dengan kota-kota lainnya
Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2006 mencapai 1.420.480 jiwa,
yang terdiri dari laki-laki 719.969 jiwa dan penduduk perempuan 700.511 jiwa.
Dengan demikian , sedangkan rasio jenis kelamin di Kota Depok adalah 102.
Kecamatan Cimanggis paling banyak penduduknya dibandingkan
Kecamatan lain di Kota Depok, yaitu 392.512 jiwa, kemudian Kecamatan
Sukmajaya dengan penduduk 314.147 jiwa. Sedangkan Kecamatan Beji,
penduduknya paling sedikit yaitu 143.592 jiwa( lihat tabel 2.1).
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-5
Tabel 2.1.
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan
Di Kota Depok Tahun 2002 – 2006
(Laki-laki + Perempuan)
No
Kode Kecamatan 2002 2003 2004 2005 2006
(1) (2) (3) (4) (5) ('6) (7)
010 Sawangan 143,211 149,039 153,245 159,543 166,276
020 Pancoran Mas 226,405 235,790 240,904 247,622 254,797
030 Sukmajaya 285,928 296,636 301,809 307,753 314,147
040 Cimanggis 343,399 357,546 367,283 379,487 392,512
050 Beji 120,462 126,653 130,656 136,899 143,592
060 Limo 127,828 123,633 137,662 143,218 149,156
Kota Depok 1,247,233 1,289,297 1,331,559 1,374,522 1,420,480
Sumber : Kota Depok dalam Angka 2006
Selama kurun waktu 2000 – 2006, laju pertumbuhan penduduk Kota
Depok per tahun rata- rata adalah 3,44 persen. Meningkatnya jumlah penduduk
di Kota Depok ini terjadi akibat tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok akibat
pesatnya pengembangan kota dan meningkatnya pengembangan kawasan
perumahan.Di tahun 2006, kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 7.092,12
orang per kilo meter persegi. Kecamatan Beji merupakan Kecamatan terpadat di
Kota Depok, yaitu sebesar 10.041,40 orang per kilo meter persegi, sedangkan
Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan
Sawangan yaitu sebesar 3.639,22 orang per kilo meter persegi.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-6
BAB III. KONDISI EKSISTING PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA DEPOK
3.1. UMUM Kondisi pengelolaan persampahan di Kota Depok akan dijelaskan secara
rinci di bawah ini dengan melihat komponen-komponen/subsistem pada masing-
masing sistem, yaitu:
1. Subsistem kelembagaan dan organisasi
2. Sub sistem teknik operasional
3. Sub sistem pembiayaan
4. Sub sistem peraturan
5. Komponen peran serta masyarakat
3.2. SUBSISTEM KELEMBAGAAN dan ORGANISASI Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok No. 16 Tahun 2003 tentang
Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah, instansi yang
berwenang dalam pengelolaan kebersihan adalah Dinas Kebersihan dan
Lingkungan Hidup (KLH). Struktur organisasi Dinas KLH ini terdiri dari Kepala
Dinas dengan dibantu empat Kepala Bidang, satu Bagian Tata Usaha dan dua
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
Dinas KLH Kota Depok merupakan unsur pelaksana pemerintah kota
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui
Sekretaris Daerah dan mempunyai tugas melaksanakan kewenangan
desentralisasi di bidang kebersihan dan lingkungan hidup. Untuk
menyelenggarakan tugas tersebut, Dinas KLH mempunyai fungsi:
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang kebersihan dan lingkungan hidup.
2. Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum di bidang
kebersihan dan lingkungn hidup.
3. Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas (UPTD) di bidang
kebersihan dan lingkungan hidup.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-7
4. Pengelolaan urusan ketatausahaan
Sejak tahun 2003, Dinas KLH Kota Depok telah menerapkan pola pelayanan
dengan sistem pembagian wilayah kecamatan. Dalam sistem pembagian wilayah
berdasarkan kecamatan ini, di tiap-tiap kecamatan telah dibentuk koordinator
lapangan (Korcam). Korcam-korcam ini bertugas melaksanakan kegiatan teknis
operasional pengelolaan persampahan di tingkat kecamatan.
3.3. SUBSISTEM TEKNIS OPERASIONAL
Berdasarkan timbulan sampah 2,65 lt/org/hari, maka jumlah timbulan
sampah yang dihasilkan 3.764 m3/hari dengan jumlah penduduk 1.420.480 jiwa,
sedangkan sampah yang terangkut 1281 m3/hari, sampah yang tidak terangkut
2.483 m3/hari. Tingkat pelayanan persampahan saatini tahun 2006 sebesar
34.03% .
Pola Pelayanan Pada saat ini, ada tiga pola pelayanan persampahan yang diberlakukan untuk
melayani daerah permukiman, komersil, perkantoran, jalan dan pasar yaitu pola
individual langsung, pola komunal langsung dan pola penyapuan. Siklus/pola
pelayanan pengelolaan sampah dapat dilihat pada gambar 3.1.
3.4. SUBSISTEM PERATURAN
Terdapat dua produk hukum terkait dengan pengelolaan persampahan di
Kota Depok yang dihasilkan oleh Pemda Kota Depok, yaitu:
1. Produk hukum yang mendasari kewenangan institusi formal pengelola
persampahan di Kota Depok adalah Peraturan Daerah Kota Depok No. 16
Tahun 2003 Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah dan
Keputusan Walikota Depok No. 30 Tahun 2005 tentang Uraian Tugas
Jabatan Struktural di Lingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup
Kota Depok.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-8
2. Produk hukum yang terkait dengan retribusi persampahan di kota Depok
adalah Peraturan Daerah Kota Depok No. 41 Tahun 2000 tentang Retribusi
Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
3.5. SUBSISTEM PEMBIAYAAN Sumber Dana Sumber utama pembiayaan pengelolaan kebersihan/persampahan kota Depok
adalah APBD kota Depok, sebagai berikut :
Anggaran pengelolaan kebersihan kota Depok tahun 2006 sebesar Rp.
7.232.329.000.- sedangkan pada tahun 2007 sebesar Rp. 8.001.948.500.-
Retribusi Tarif retribusi persampahan di kota Depok telah diatur dalam Peraturan Daerah
Kota Depok nomor 22 tahun 2004 tentang retribusi pelayanan persampahan,
besar tarif retribusi sampah antara lain sebagai berikut : a. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah rumah
non real estate berdasarkan luas bangunan :Rp. 2.000,-s/d Rp. 8.500,-/bulan.
1. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah
rumah Real Estate ditetapkan berdasarkan luas bangunan : Rp. 7000,-
s/d Rp. 17.500,-/bulan.
b. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah di
pasar, berdasarkan kegiatan usaha pedagang, ditetapkan dengan system
pengambilan harian : Rp. 1.000,-/hari s/d Rp. 2.500,-/hari.
c. Bilamana pengambilan, pengangkutan tidak dapat memberlakukan tariff
seperti pada point-point tersebut diatas, maka untuk menentukan Retribusi
pelayanan dimaksud dapat ditaksir dengan perhitungan rit, yang ditetapkan
sebesar Rp. 85.000,-/rit.
Hasil retribusi pelayanan kebersihan kota Depok yang dapat ditagih pada tahun
2006 sebesar Rp. 1.677.063.000,- memenuhi target tetapi hanya 23,18 % dari
anggaran rutin persampahan/biaya operasional sebesar Rp.7.232.329.000,-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-9
Biaya Satuan Pengelolaan Perhitungan biaya satuan pengelolaan sampah tahun 2006 sebagai berikut :
• Jumlah sampah yang terangkut khusus permukimanan per hari = 1085 m3
• Biaya total pengelolaan tahun 2006 = Rp. 7.232.329.000,-
• Sampah yang di kelola 1 tahun = 338.520 m3
• Biaya satuan sampah per m3 = Rp 21.365,-
3.6. SUBSISTEM PERAN SERTA MASYARAKAT 1. Peran serta pada pembiayaaan
Peran serta masyarakat pada pembiayaan yang diwujudkan dengan
membayar retribusi kebersihan. tampaknya cukup baik. Hal ini dapat dilihat
dari realisasi pemungutan retribusi dari tahun 2001 sampai 2005 yang rata-
rata hampir mencapai 100%.
2. Peran serta pada teknis operasional
Peran serta masyarakat pada teknis operasional pengelolaan persampahan
diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan seperti keikutsertaan pada
sebagian tahap pengelolaan persampahan, seperti pengumpulan sampah di
kontainer/bak sampah dan menyediakan sendiri pewadahan, serta kegiatan
pengolahan sampah skala rumah tangga.
Hasil survey rumah tangga yang dilaksanakan pada bulan November 2007
memperlihatkan bahwa sejumlah sampel rumah tangga yang mendapatkan
pelayanan pengangkutan sampah di Kota Depok, hampir seluruhnya (98%)
tidak menerapkan pola 3 R, 28% di antaranya masih membuang sampah ke
jalan atau ke sungai/selokan. 68% membuangnya ke tanah/lahan kosong.
3.7. UNIT PENGOLAHAN SAMPAH ( UPS) Pada tahun 2006, Pemerintah Kota Depok mencanangkan penerapan
sistem pengolahan dan pengelolaan sampah terapdu yang dikenal dengan
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-10
SIPESAT/UPS . Inti dari SIPESAT/UPS adalah pendekatan pengelolaan sampah
dengan skala kawasan melalui pembangunan dan pengoperasian unit
pengolahan sampah (UPS) yang menerapkan prinsip-prinsip 4R-P yaitu reduce
(mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), replace
(mengganti), participation (pelibatan masyarakat).
Saat ini pelaksanaan sistem tersebut masih merupakan pilot project yang
berlokasi di Perumahan Griya Tugu Asri, Kecamatan Cimanggis, yang
beroperasi dari jam 07.00 s/d 11.00 setiap hari. Pada tahun 2008, sistem ini
direncanakan akan dilaksanakan di 20 kelurahan atau 20 UPS.
3.8. PERMASALAHAN 1. Subsistem Teknis Operasional
* Pewadahan, seperti bak sampah ( TPS ) dari batubata perlu diperbanyak
ketersediaannya dengan lokasi yang layak .
* Belum optimalnya pemanfaatan sarana dan prasarana persampahan.
* Sarana dan prasarana yang dimiliki tidak memadai dengan jumlah
penduduk kota Depok yang mencapai 1,4 juta jiwa.
2. Susbsistem Kelembagaan dan Organisasi * Rasio antara jumlah petugas pengumpul dan pengangkut dan penduduk
yang dilayani adalah 1:1.757 berarti masih dapat meningkatkan cakupan
pelayanan.
3. Subsistem Pembiayaan * Sumber pembiayaan dari APBD Kota Depok sudah cukup baik, tetapi
perlu ditingkatkan saat ini baru mencapai 1,3 % dari APBD kota Depok,
4. Subsistem Peran Serta Masyarakat
* Kebiasaan untuk menerapkan prinsip 3R dalam pengolahan sampah
sejak dari rumah tangga belum terbangun. * Kebiasaan untuk membuang sampah sembarangan (bukan ke TPS atau
ke Transfer Depo juga masih tinggi.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-11
BAB IV. ANALISIS 4.1. ANALISIS PEMBUANGAN SAMPAH KONVENSIONAL 4.1.1. Sub Sistem Kelembagaan Dan Organisasi * Berdasarkan klsasifikasi kota yang menempatkan Kota Depok sebagai kota
berukuran besar (dengan penduduk 1.420.480 jiwa) dan kriteria umum sistem
pengelolaan persampahan, bentuk lembaga yang ada saat ini dinilai sudah
sesuai yaitu Dinas dan membawahi bidang dan UPTD. * Untuk mengakomodir kebutuhan program peningkatan partisipasi masyarakat
dalam pengolahan sampah, maka pada tahap pengembangan ke depan,
struktur organisasi yang ada harus ditambahkan satu seksi yaitu penyuluhan.
* Rasio antara jumlah petugas pengangkutan yang berjumlah 223 orang dan
jumlah penduduk yang dilayani masih rendah * Dari tingkat pendidikan PNS dan tenaga kontrak, kualitas SDM di lingkungan
Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup cukup baik 4.1.2. Subsistem Teknik Operasional a. Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan saat ini ( tahun 2006 ) baru mencapai 34% dari jumlah
sampah yang dan belum mencapai 75 % (Target Nasional pada tahun 2009 ).
Dengan tingkat pelayanan saat ini sebesar 34 %, maka sasaran tingkat
pelayanan minimum pada tahun 2015 adalah 67 % ( berdasarkan MDGs).
Peningkatan pelayanan dapat dilakukan dengan pengembangan pola
konvensional antara lain melalui pengelolaan dengan :
1). Skala Rumah Tangga dengan menitik beratkan pengolahan sampah organik
menjadi kompos, dengan beberapa opsi teknologi misalnya dengan gentong
komposter, keranjang Takakura dan Biopori,
2) Skala Kawasan/Lingkungan, yaitu pengelolaan yang dilakukan untuk
melayani suatu kelompok masyarakat yang terdiri atas sekurang-kurangnya
100 Kepala Keluarga.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-12
a. Pewadahan, Disarankan untuk mempergunakan pewadahan sifatnya:
tertutup, mudah dikosongkan, murah dan pengadaannya mudah,
Misalnya: bin plastik atau kantong plastik.
b. Pengumpulan, Pengumpulan dilakukan dengan pola komunal dan
individual (untuk penghasil sampah besar), semua sampah dikumpulkan
ke TPS oleh penghasil sampah.
c. Pengangkutan, Pengangkutan sampah ke TPA disarankan perlu
optimalisasi pengangkutan pada sore hari, sehingga ritasi dapat
mencapai 3-4 rit/dump truck. Setiap truk harus dilengkapi dengan jaring
plastik dan pada sisi-sisi dump truk harus diberi triplek sehingga kapasitas
dump truck lebih besar
d. Pembuangan Akhir
• Sistem yang digunakan adalah controlled landfill, dimana dasar dari TPA
telah diberi lapisan kedap air sehingga air lindi yang dihasilkan tidak akan
mencemari air tanah dan sungai yang terdekat.
• Ditinjau dari kapasitas TPA sampah, menurut studi WJMP kapasitas
TPA Cipayung hanya mampu menampung sampai tahun 2009, sehingga
perlu meminalisasi atau membatasi sampah yang masuk ke TPA
Cipayung, antara lain dengan mereduksi sampah pada sumbernya dan
mengaktifkan kembali pengolahan sampah menjadi kompos di TPA serta
pengolahan sampah secara kawasan.
4.1.3. Subsistem Pembiayaan a. Sumber Dana
Anggaran kebersihan jika dibandingkan dengan anggaran belanja dan
pendapatan daerah kota Depok pada tahun 2006 (Rp 561.467.156.530,-)
maka persentase anggaran kebersihan adalah sekitar 1,3 % dari APBD
kota Depok. Dan angka ini masih kecil bila dibandingkan dengan standar
perencanaan yang besarnya antara 5 % dari APBD kota Depok.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-13
b. Biaya satuan pengelolaan sampah tahun 2006
Biaya satuan pengelolaan sampah (operasi + BBM ) kota Depok pada tahun
2006 adalah Rp 21.365 ,- per m3
c. Retribusi yang ditagih ( yang dapat ditarik dari masyarakat ) pada tahun 2006
sebesar Rp. 1.677.063.000,- atau sekitar 23.18 % dari anggaran rutin ( Rp. 7.232.329.000,-) . Pemasukan hasil retribusi dapat ditingkatkan dengan cara
peningkatan daerah pelayanan terutama dengan pelayanan komunal dengan
menyediakan TPS-TPS.
d. Struktur tarif retribusi sampah berdasarkan Perda kota Depok nomor 18 tahun
2002, cukup menggambarkan prinsip Cross Subsidi antar tingkat
pendapatan penduduk dan antar jenis pelanggan sampah, besarnya tarif
retribusi sampah perlu disesuaikan lagi.
4.1.4. Subsistem Peraturan
Saat ini Pemerintah kota Depok belum mempunyai peraturan daerah tentang
Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Kota, untuk masa ke depan harus sudah
dibuat peraturan daerah tentang K3 .
4.1.5. Subsistem Peran Serta Masyarakat Kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan masih rendahn.
Indikasinya dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain:
a.Rendahnya kesadatan untuk melaksanakan metode 3 R
b.Masih adanya kebiasaan membuang sampah sembarangan
c.Masih tingginya kebiasaan memakai barang yang sulit terurai
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-14
4.2. ANALISIS SISTEM PENANGANAN SAMPAH SKALA KAWASAN DENGAN UPS ( UNIT PENGOLAHAN SAMPAH )
4.2.1. Aspek Teknik Operasional
Pola Pelayanan :
Sumber sampah Gerobak TPST 1. Kompos
2. Non Kompos
Pengumpulan/Pengangkutan
Pengumpulan/pengangkutan sampah dilakukan dengan cara individual
yaitu pengumpulan sampah langsung dengan gerobak menuju Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu ( TPST), setiap gerobak akan dilayani oleh 2
petugas. Pengumpulan dengan cara individual akan dilakukan dengan
gerobak, setiap gerobak dilayani oleh 2 petugas.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu ( TPST)
Semua sampah atau pendorong gerobak di daerah pelayanan akan
berakhir di TPST dimana semua sampah akan diolah secara terpadu
dengan Unit Pengolahan Sampah ( UPS ) ini. Di TPST akan dilaksanakan
kegiatan pemilahan, packing ( pembungkusan ) dan pembuatan Kompos.
4.2.2. Aspek Pembiayaan
• Biaya Investasi, terdiri :
1. Gerobak 15 unit @ Rp. 2.250.000,- = Rp. 33.750.000,-
2. Bangunan UPS 1 unit = Rp. 571.500.000,-
• Biaya Operasi dan Pemeliharaan
Biaya O & M dalam setahun sebesar Rp. 224.282.400,-
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-15
Biaya pengelolaan sampah dengan sistem UPS adalah Rp. 20.797/m3
4.2.3. Aspek Kelembagaan * Keberadaan UPS di tingkat kelurahan mengisyaratkan adanya tanggung jawab
baru bagi Dinas KLH Kota Depok dalam pengelolaan persampahan. Karena itu,
Dinas KLH Depok perlu merancang skema pengorganisasian baru yang terkait
dengan pengelolaan UPS.
* Untuk tahap awal, mengingat kebutuhan tenaga kerja di bidang teknis dan
pengoperasian serta bidang manajerial yang mendesak, Dinas KLH dapat
bekerja sama dengan pihak swasta untuk pengadaan tenaga kerja tersebut
4.2.4. Aspek Peraturan * Terkait dengan kebutuhan akan lahan bagi UPS, Pemerintah Kota Depok perlu
mengeluarkan peraturan atau instruksi tertentu yang mendukung proses
pengadaan tanah untuk UPS
* Mengingat penggunaan teknologi tertentu, betapa pun sederhananya teknologi
itu, Dinas KLH perlu menyiapkan terlbih dulu prosedur pengoperasian baku
(SOP) UPS sebelum UPS ini dioperasikan.
4.2.5. Aspek Partisipasi Masyarakat * Berdasarkan hasil survey rumah tangga yang dilaksanakan pada bulan
November 2007, hampir seluruh rumah tangga sampel (96%) menyetujui
dibangunnya UPS di kelurahan masing-masing.
* Persetujuan ini merupakan modal awal bagi Pemda Kota Depok untuk
mengembangkan dukungan dan partsipasi masyarakat dalam pengelolaan dan
pengoperasianUPS, baik di tingkat bawah maupun di tingkat atas.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-16
4.3. ALTERNATIF PENGOLAHAN SAMPAH Implementasi pengelolaan dan pengolahan sampah dapat dilakukan
dengan 3 ( tiga ) pendekatan yang aakan dilakukan secara bersamaan. Pada
butir 4.1. dan butir 4.2 telah dijelaskan : 1). Pendekatan pada skala
TPA/Konvensional dan 2). Pendekatan skala kawasan dengan UPS, alternatif
lain pengolahan adalah dengan pengolahan sampah skala rumah tangga.
Program yang sangat penting dalam pengelolaan persampahan adalah
menyadarkan dan melibatkan masyarakat terutama pada tingkat rumah tangga
untuk melakukan pemilahan sampah. Walaupun upaya-upaya penyadaran
masyarakat tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, karena berkaitan dengan
perubahan kultur dan cara pandang. Tetapi, dengan melibatkan segenap
potensi yang ada di masyarakat seperti kader Dasawisma, PKK, Karang Taruna,
Lembaga Swadaya Masyarakat, Universitas, kelompok pengajian, ulama dan
tokoh-tokoh masyarakat, yang bekerja secara terkoordinasi, terencana, dan
berkesinambungan maka diharapkan perubahan kultur dan cara pandang
tersebut dapat terwujud. Salah satu program yang tidak kalah pentingnya terkait
dengan penyadaran masyarakat adalah memasukkan materi-materi mengenai
pengolahan sampah pada setiap jenjang pendidikan di Kota Depok. Diharapkan
anak-anak bangsa tersebut dapat memiliki cara pandang dan budaya yang lebih
ramah lingkungan.
Ada tiga jenis upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah
sampah yang harus dibuang di TPA sampah. Upaya tersebut dikenal dengan
istilah 3 R, yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan
Recycle (mendaur ulang) sampah yang dihasilkan oleh masyarakat.
Reduce (mengurangi) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
secara langsung jumlah sampah yang dihasilkan oleh penghasil sampah. Hal-hal
yang dapat dilakukan oleh masyarakat antara lain: mengurangi penggunaan
barang sekali pakai, memperkecil volume sampah misalnya meremas sisa
minuman kaleng & dus.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-17
Reuse (mengunakan kembali) adalah upaya yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah sampah dengan cara mengunakan kembali bahan-bahan
yang selama ini dianggap sampah, contohnya: pengunaan botol bekas,
penggunaan plastik bekas sebagai wadah, pengunaan kotak karton sebagai
wadah, bekas kalender harian menjadi buku catatan, mempergunakan produk
yang bisa diisi ulang.
Recycle (mendaur ulang sampah) adalah upaya yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah sampah dengan cara mengolah sampah (bahan-bahan
bekas) menjadi bentuk baru yang dapat mempunyui fungsi sama atau berbeda
dengan fungsi awal. Contoh recycle, pembuatan kertas daur ulang, pembuatan
kompos dari bahan sampah organic.
4.3.1. Konsepsi Penanganan Sampah di Sumber
- Penanganan sampah hendaknya tidak lagi hanya bertumpu pada aktivitas
pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah.
- Penanganan sampah di sumber diharapkan dapat menerapkan upaya
minimisasi yaitu dengan cara mengurangi, memanfaatkan kembali , dan
mendaur ulang sampah yang dihasilkan
- Minimasi sampah hendaknya dilakukan sejak sampah belum terbentuk yaitu
dengan menghemat penggunaan bahan, membatasi konsumsi sesuai
kebutuhan, memilih bahan yang mengandung sedikit sampah, dsb
- Upaya memanfaatkan sampah dilakukan dengan menggunakan kembali
sampah sesuai fungsinya seperti halnya pada penggunaan botol minuman
atau kemasan lainnya
- Upaya mendaur ulang sampah dapat dilakukan dengan memilah sampah
menurut jenisnya baik yang memiliki nilai ekonomi sebagai material daur
ulang (kertas, plastik, gelas/ logam, dll) maupun sampah B3 Rumah tangga yang memerlukan penanganan khusus (baterei, lampu neon, kaleng sisa
baygon dll) dan sampah kemasan (bungkus mie instan, plastik kemasan
minyak, dll)
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-18
- Pengomposan sampah diharapkan dapat diterapkan di sumber (rumah
tangga, kantor, sekolah, dll) yang akan secara signifikan megurangi sampah
pada tahap berikutnya.
4.3.2. Skenario Pemilahan Sampah Non Organik
- Skenario pemilahan sampah non organik di kawasan permukiman dilakukan
memisahkan sampah kertas, plastik dan logam/kaca di masing-masing
sumber menggunakan kantong plastik besar atau karung kecil. Untuk daerah
perkantoran dapat digunakan Bin berwarna kapasitas 120 lt.
- Khusus untuk sampah B3 Rumah tangga, diperlukan wadah khusus yang
pengumpulannya dapat dilakukan sebulan sekali atau sesuai kebutuhan
4.3.3. Skenario Pembuatan Kompos - Skenario pembuatan kompos didasarkan praktek-praktek yang berhasil
dilaksanakan oleh masyarakat, misalnya di kawasan Cilandak di Jakarta
Selatan.
- Pembuatan kompos di sumber dapat dilakukan dengan Gentong atau Bin Takakura sebagai komposter,
- Pembuatan kompos dengan gentong (alasnya dilubangi dan diisi kerikil serta
sekam), merupakan cara sederhana karena seluruh sampah organik dapat
dimasukkan dalam gentong). Diperlukan 2 gentong untuk setiap rumah yang
dapat diletakkan dihalaman rumah.
- Pembuatan kompos dengan Bin Takakura (keranjang yang dilapisi kertas
karton, sekam padi dan kompos matang), memerlukan sedikit kesabaran
karena dibutuhkan sampah organik terseleksi dan pencacahan untuk
mempercepat proses pematangan kompos. Komposter Takakura dapat
tempatkan di dalam rumah (tidak menimbulkan bau)
- Produk kompos dapat digunakan untuk program penghijauan dan
penanaman bibit
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-19
4.3.3. Metode Pembuatan Kompos Takakura Cara pengomposan dengan Metode Takakura : 1. Sampah-sampah rumah tangga sisa makanan atau sisa dapur ditiriskan agar
bebas dari air/cairan dan bila ada bekas sayuran yang masih panjang,
dirajang terlebih dahulu.
2. Setelah dikumpulkan, sampah rumah tangga tadi dimasukkan ke dalam
keranjang Takakura yang telah disiapkan dicampur dalam kompos jadi,
dalam keranjang diaduk menggunakan cetok sampai rata. Letakkan kembali
bantal gabah II di atasnya dan tutup kembali keranjang Takakura tersebut.
3. Sampah-sampah rumah tangga sisa makanan dapur/sampah organik
dibuang setiap hari ke dalam keranjang Takakura.
4. Setelah penuh dan cukup umur, kompos yang sudah matang dari Takakura
dikeluarkan untuk kemudian dijemur sampai kering dan diayak menjadi
kompos jadi. Untuk calon kompos yang belum matang dikembalikan ke
keranjang takakura. Kompos tersebut dapat digunakan untuk keperluan
pemupukan tanaman di halaman rumah sendiri.
4.3.5. Komponen prasarana/Sarana 3R di Sumber Komponen prasarana/sarana 3R di sumber, meliputi :
- Kantong Plastik atau karung kecil (40 - 60 lt), 3 unit/rumah
- Gentong (60 – 100 lt), 2 unit/rumah atau
- Takakura (60 lt), 1 unit/rumah
Komposter Aerobik
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-20
4.3.6. Proses Sosialisasi
Sosialisasi program 3R kepada masyarakat dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti: 1). Melalui forum ibu-ibu arisan, 2).Pertemuan
warga,3).Lomba memilah sampah sebagai ganti permainan membawa kelereng,
bendera dll 4).Lomba melukis dengan tema-tema kebersihan lingkungan,
5).Sosialisasi Kepada Masyarakat (Ibu Rumah Tangga, Pemuda dan Anak-
anak).
4.3.7. Pembiayaan & Insentif
Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan 3R di sumber, meliputi
antara lain : a). Biaya pembelian karung/kantong plastik, b). pembelian gentong,
c). pembelian Takakura, d). pembelian perlengkapan pembuatan kompos
(saringan, sekop, sekam, karton, dll)
4.4. PERBANDINGAN KONVENSIONAL DAN UPS Biaya satuan pengelolaan sampah dengan pola konvesional sebesar Rp. 21.365/m3 , sedangkan biaya pengelolaan dengan mempergunakan sistem
pemilahan dengan Unit Pengolahan Sampah ( UPS ) sebesar Rp. 20.797,-/m3.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-21
Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Konvensional , UPS dan Konvensional + UPS sebagai berikut :
SISTEMKELEBIHAN/KEKURANGAN SISTEM Konvensional UPS Konv. + UPS
Kelebihan Konvensional1. Daerah pelayanan lebih luas Sesuai Tidak sesuai Sesuai2.Tidak membutuhkan partisipasi masyarakat Sesuai Tidak sesuai Sesuai3. Tidak memerlukan lahan yang tersebar Sesuai Tidak sesuai Sesuai4. Volume sampah yang dikelola besar Sesuai Tidak sesuai Sesuai5. Mengunakan teknologi sederhana Sesuai Tidak sesuai Sesuai
Kekurangan Konvensional1. Perlu lahan TPA Ya 2. Pengumpulan sampah kurang efektif Ya3. Dapat menimbulkan pencemaran Ya4. Menimbulkan dampak sosial yang tinggi Ya5. Kurangnya manfaat sosial ekonomi Ya6. Biaya pengolahan Tinggi Ya
Kelebihan UPS1. Memerlukan Lahan TPA rendah Tidak sesuai Sesuai Sesuai2.Pencamaran lingkungan rendah Tidak sesuai Sesuai Sesuai3. Dampak sosial rendah Tidak sesuai Sesuai Sesuai4. Manfaat sosial ekonomi tinggi Tidak sesuai Sesuai Sesuai5. Manfaat sosial budaya tinggi Tidak sesuai Sesuai Sesuai
Kekurangan UPS1. Memerlukan lahan tersebar Ya2. Volume sampah besar tidak sesuai Ya3. Kawasan dengan bergelombang tidak sesuai Ya4. Memerlukan Partisipasi masyarakat Ya5. Perlu koordinasi dengan instansi lain dalam Ya penjualan kompos
Kelebihan Dan Kekurangan Konvensional + UPS Kelebihan model gabungan ( konvensional + UPS ) adalah kombinasi kelebihan
dari kedua model konvensional ditambah dengan kelebihan model UPS, sedang
kekurangannya hampir tidak ada karena masing-masing kelemahan model
konvensional dapat ditutupi oleh kelebihan model UPS dan sebaliknya.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-22
4.5. METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) 1. Langkah-langkah penentuan hirarchy memilih pengelolaan sampah
dengan AHP, sebagai berikut :
a) Penentuan Goal/Tujuan penggunaan Metode Analytical Hierarchy
Process dalam kebijakan pengambilan keputusan => Memilih Model
Pengelolaan Sampah di kota Depok
b) Penentuan Kriteria-Kriteria Goal/Tujuan Pemilihan Model Pengelolaan
Sampah di kota Depok => Keterbatasan Lahan TPA (KLT), Pencemaran
Lingkungan (PL), Dampak Sosial (DS ), Manfaat Sosial Ekonomi (MSE),
Kesesuaian Geografis (KG) , Manfaat Sosial Budaya (MSB), Pendanaan
(P)
c) Penentuan Tingkat Kriteria tujuan memilih model pengelolaan sampah
di kota Depok=> Tinggi , Sedang, Rendah Keterbatasan Lahan TPA,
Pencemaran Lingkungan, Dampak Sosial, Manfaat Sosial Ekonomi,
Kesesuaian Geografis, Manfaat Sosial Budaya, Pendanaan
d) Penentuan Alternativ-Alternativ tujuan memilih model pengelolaan
sampah kota Depok => Model Pengelolaan Sampah Konvensional,
Gabungan (Konvensional dan UPS) , UPS.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-23
G ra fik 4 .6 .1 T u ju a n K re te ria T in g k a t k re te ria a l te rn a ti f K e te ra n g a n : K L T = K e te rb a ta n L a h a n T P A P L = P e n c e m a ra n L in g ku n g a n D S = D a m p a k S o s ia l M S E = M a n fa a t S o s ia l E k o n o m i K G = K e s e s u a ia n G e o g ra fis M S B = M a n fa a t S o s ia l B u d a ya P = P e n d a n a a n
M e m ilih M o d e l P e n g e lo la a n S a m p a h D i K o ta D e p o k
K L T D S M S E P L P M S B K G
S E D A N G R E N D A H
K O N V E N . + U P S
T IN G G I
U P S K O N V E N S IO N A L
2. Penetapan Skala Kepentingan/Preference Dalam Matrik Perbandingan,
sebagai berikut :
a) Penetapan skala kepentingan matrik perbandingan antar kriteria beserta
matrik normalisasinya guna menghitung bobot perioritas kriteria pemilihan
model pengelolaan sampah kota Depok ( tabel matrik 4.5.1. dan 4.5.2. )
b) Penetapan skala kepentingan matrik perbandingan antar tingkat kriteria
beserta matrik normalisasinya guna menghitung bobot perioritas tingkat
kriteria pemilihan model pengelolaan sampah kota Depok.
c) Penetapan skala kepentingan matrik perbandingan antar alternativ-
alternativ berdasarkan kepentingan/preferensi tingkat kriteria-tingkat
kriteria pemilihan model pengelolaan sampah di kota Depok, beserta
matrik normalisasinya.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-24
Tabel 4.5.1. Matrik Perbandingan Kepentingan/Preferensi Kriteria KeterbatasanLahan T PA , Pencem aran Lingkungan ( PL ), Dam pak Sosial ( DS ), Manfaat Sosial Ekonomi ( MSE ) , Kesesuaian Geografis ( KG ), M anfaat Sosial Budaya ( MSB ), Pendanaan ( P )Kreteria Penentu TPA KLT PL DS MSE KG MSB P Bobot PrioritasKLT 1 0.5 2 7 5 4 3 0.28075PL 2 1 1 4 3 4 3 0.26279DS 0.5 1 1 2 3 2 2 0.16676MSE 0.1429 0.25 0.5 1 2 2 1 0.08372KG 0.2 0.33333 0.3333 0.5 1 2 1 0.07105MSB 0.25 0.25 0.5 0.5 0.5 1 1 0.05996P 0.3333 0.33333 0.5 1 1 1 1 0.07497Tabel 4.5.2 M atrik Normalisasi Perbandingan Kepentingan/Preferensi Kriteria KeterbatasanLahan T PA , Pencem aran Lingkungan ( PL ), Dam pak Sosial ( DS ), Manfaat Sosial Ekonomi ( MSE ) , Kesesuaian Geografis ( KG ), M anfaat Sosial Budaya ( MSB ), Pendanaan ( P )Faktor Penentu TPA KLT PL DS MSE KG MSB P Bobot PrioritasKLT 0.2259 0.13636 0.3429 0.4375 0.3226 0.25 0.25 0.28075PL 0.4519 0.27273 0.1714 0.25 0.1935 0.25 0.25 0.26279DS 0.113 0.27273 0.1714 0.125 0.1935 0.125 0.1667 0.16676MSE 0.0323 0.06818 0.0857 0.0625 0.129 0.125 0.0833 0.08372KG 0.0452 0.09091 0.0571 0.0313 0.0645 0.125 0.0833 0.07105MSB 0.0565 0.06818 0.0857 0.0313 0.0323 0.0625 0.0833 0.05996P 0.0753 0.09091 0.0857 0.0625 0.0645 0.0625 0.0833 0.07497Jum lah 4.4262 3.66667 5.8333 16 15.5 16 12
3. Penyusunan Matrik Bobot Perioritas dan Matrik Bobot Global Pemilihan Model Pengelolaan Sampah Kota Depok
a) Penyusunan matrik vector baris bobot perioritas kriteria-kriteria pemilihan
model pengelolaan sampah kota Depok ( tabel matrik 4.5.1.)
b) Penyusunan matrik persegi bobot perioritas antara tingkat ( Tinggi,
Sedang, Rendah ) dengan kriteria KLT, PL , DS , MSE, KG , MSB,
Pendanaan. ( tabel matrik 4.5.17. )
Tabel 4.5.17 Matrik bobot perioritas kreteria KLT, PL, DS, MSE, KG, MSB, KP terhadap bobot perioritas tingkat (tinggi, sedang, rendah ) kreteria KLT, PL, DS, MSE, KG, MSB, P
KLT(0,275709) PL (0,2585185) DS (0,16424311) MSE(0,082586) KG(0,07017) MSB(0,05870) P(0,090074)Tinggi 0.76984127 0.585024155 0.076572104 0.75037563 0.685982906 0.759517994 0.15950716Sedang 0.78968254 0.530676329 0.214089835 0.189736201 0.199188034 0.18105086 0.263070263Rendah 0.69047619 0.823188406 0.709338061 0.059888169 0.11482906 0.059431146 0.577422577
kriteriatingkat
c) Penyusunan matrik persegi bobot perioritas perkalian antara elemen
matrik vector baris bobot perioritas kriteria-kriteria per kolom setiap
elemen matrik persegi bobot perioritas antara tingkat dengan kriteria
(tabel matrik 4.5.18. )
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-25
Tabel 4.5.18 Matrik perkalian bobot perioritas kreteria KLT, PL, DS, MSE, KG, MSB, KP dengan masing-masing bobot perioritas tingkat (tinggi, sedang, rendah ) kreteria KLT, PL, DS, MSE, KG, MSB, P
KLT PL DS MSE KG MSB PTinggi 0.212252183 0.15123954 0.01257644 0.061970198 0.04813503 0.044584024 0.014367448Sedang 0.2177226 0.137189624 0.03516278 0.015669472 0.013976911 0.010627761 0.02369579Rendah 0.190370515 0.212809395 0.116503888 0.004945898 0.00805749 0.003488633 0.05201076
kriteriatingkat
d) Penyusunan matrik vector baris bobot perioritas tertinggi (yang diinginkan)
dari matrik persegi point 3.c. ( tabel matrik 4.5.19. )
Matrik 4.5.19 vektor baris bobot prioritas tingkat kreteria KTL, PL, DS, MSE, KG, MSB, KP yang diinginkan ( bobot perioritas tertinggi per kolom kreteria )KTL sedang PL rendah DS rendah MSE tinggi KG tinggi MSB tinggi P rendah Jumlah
0.2177226 0.212809395 0.116503888 0.061970198 0.04813503 0.044584024 0.05201076 0.753735895
e) Penyusunan matrik vector baris bobot perioritas tertinggi yang
dinormalisasi per jumlah elemen baris point 3.d. ( tabel 4.5.20 )
Matrik 4.5.20 Normalisasi baris bobot perioritas tingkat kreteria KTL, PL, DS, MSE, KG, MSB, KP yang diinginkanKTL sedang PL rendah DS rendah MSE tinggi KG tinggi MSB tinggi P rendah
0.288857943 0.282339472 0.154568582 0.08221739 0.063861931 0.059150725 0.069003958
f) Penyusunan matrik persegi bobot perioritas alternative-alternativ
(Konvensional, Konvensional dan UPS, UPS) terhadap tingkat kriteria-
tingkat kriteria yang diinginkan.
g) Penggabungan penyusunan matrik vector baris bobot perioritas tertinggi
yang dinormalisasi ( point 3.e. ) kemudian dijadikan matrik vektor kolom
bobot perioritas tertinggi yang dinormalisasi dengan matrik persegi bobot
perioritas alternativ-alternativ ( Konvensional, Konvensional dan UPS ,
UPS ) terhadap tingkat kriteria-tingkat kriteria yang diinginkan ( point 3.f.)
=> ( tabel matrik 4.5.35 )
h) Perhitungan dan penyusunan matrik vektor kolom bobot global alternativ-
alternativ yang merupakan hasil perkalian antara matrik persegi bobot
perioritas alternatif-alternatif terhadap tingkat kriteria-tingkat kriteria yang
diinginkan dengan matrik vektor kolom tingkat kriteria –tingkat kriteria
yang tertinggi ( diinginkan ) ( tabel matrik 4.5.35 )
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-26
4. Penentuan Pilihan Alternatif
Penentuan Pilihan Alternatif-Alternatif Model Pengelolaan Sampah di kota
Depok, dengan memilih bobot global maksimum ( terbesar ) di antara bobot
global-bobot global alternativ-alternativ model pengelolaan sampah
konvensional, konvensional dan UPS, UPS di kota Depok. Ternyata model
pengelolaan sampah gabungan (Konvensional + UPS ) yang terpilih karena
bobot globalnya 0,473095 paling tinggi diantara model lainnya ( tabel matrik
4.5.35 )
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-27
5. Analisa Sensitivitas Metode AHP Pemilihan Model Pengelolaan
Sampah di Kota Depok Pemilihan model pengelolaan sampah di kota Depok antara model
konvensional, konvensional dan UPS, UPS yang terpilih adalah model
konvensional dan UPS karena memiliki bobot global maksimum sebesar
0,47362 berdasarkan pertimbangan bobot perioritas tingkat kriteria yang
diinginkan yaitu keterbatasan lahan TPA sedang = 0,29298 , pencemaran
lingkungan rendah = 0,285882 , dampak sosial rendah = 0,1563223, manfaat
sosial ekonomi tinggi = 0,083019, kesesuaian geografis sedang = 0,0644076 ,
manfaat sosial budaya tinggi =0,0601825 , pendanaan rendah 0,057207.( tabel
4.5.35 ).
Apabila dimasa datang pertimbangan diantara tingkat kriteria-tingkat
kriteria dianggap kurang penting atau lebih penting dari sekarang, maka skala
kepentingan tingkat kriteria-tingkat kriteria yang diinginkan akan berubah dan
bobot perioritas masing-masing tingkat kriteria yang diinginkan juga akan
berubah, yang dapat menyebabkan bobot global alternativ-alternativ model
pengelolaan konvensional, konvensional + UPS , UPS naik atau turun atau
pilihan model pengelolaan sampah akan berubah yang semula model gabungan
(konvensional + UPS ) yang terpilih dapat menjadi model UPS atau
Konvensional yang terpilih.
a) Apabila tingkat kriteria keterbatasan lahan TPA sedang yang diinginkan
turun skala kepentingannya, dan juga terjadi penurunan bobot perioritas tingkat
kriteria keterbatasan lahan TPA sedang misal menjadi 0,05, maka bobot global
alternativ model gabungan ( konvensional + UPS ) akan turun menjadi 0, 325899
dan bobot global alternativ model UPS akan menjadi 0,3366669, yang
mengakibatkan bobot global model UPS menjadi lebih besar dari bobot global
gabungan ( konvensional + UPS ), maka model pengelolaan sampah UPS yang
terpilih dan bukan model gabungan ( konvensional + UPS ) yang terpilih seperti
grafik 4.6.2.1. dan tabel 4.6.2.1.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-28
b) Apabila tingkat kriteria pencemaran lingkungan rendah yang diinginkan
naik skala kepentingannya dan juga terjadi kenaikan bobot perioritas tingkat
kriteria pencemaran lingkungan rendah misal menjadi 0,85, maka bobot global
alternativ model gabungan ( konvensional + UPS ) akan naik menjadi 0,6619058
namun bobot global alternativ model UPS juga naik menjadi lebih tinggi yaitu
0,69876, maka alternativ model UPS yang terpilih karena bobot globalnya lebih
tinggi dari bobot global gabungan ( konvensional + UPS ) seperti grafik 4.6.2.2
dan tabel 4.6.2.2.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-29
c) Apabila tingkat kriteria dampak sosial rendah yang diinginkan naik skala
kepentingannya dan juga terjadi kenaikan pada bobot perioritas tingkat kriteria
dampak sosial rendah yang diinginkan, misal menjadi 0,80 maka bobot global
alternativ model gabungan ( konvensional + UPS ) naik menjadi 0,674388 namun
bobot global alternativ model UPS juga naik dan menjadi lebih besar dari bobot
global alternatif model gabungan ( konvensional + UPS ) yaitu 0,71848996, maka
alternativ model UPS yang terpilih karena bobot globalnya lebih besar dari bobot
global gabungan ( konvensional + UPS ) seperti grafik 4.6.2.3 dan tabel 4.6.2.3.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-30
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-31
4.6. HASIL SURVEI RUMAH TANGGA
1. Perilaku Pengolahan Sampah di Rumah Tangga
Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa dari 217 sampel rumah
tangga yang mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah di Kota Depok,
hampir seluruhnya (98%) tidak menerapkan pola 3 R.
Sementara itu, dari sampel rumah tangga yang tidak mendapat pelayanan
pengangkutan sampah, hanya sebagian kecil (3%) rumah tangga yang
mengolah sampahnya, yaitu dengan cara dibakar. Sedangkan sisanya masih
membuang sampah ke jalan atau ke sungai/selokan (28%), atau
membuangnya ke tanah/lahan kosong (68%).
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-32
2. Tanggapan masyarakat terhadap Pembangunan UPS
Dari hasil pengolahan data yang dilakukan, diketahui bahwa hampir seluruh
rumah tangga sampel (96%) menyetujui dibangunnya UPS di kelurahan
masing-masing. Hanya 4% yang tidak menyetujui pembangunan UPS
tersebut.
4.7. ALTERNATIF LOKASI UPS 4.7.1. Dasar Pemilihan Lokasi UPS Dasar pemilihan lokasi Unit Pengolahan Sampah (UPS) didasarkan pada
kriteria perencanaan antara lain meliputi :
- Kawasan Komplek Perumahan, biasanya merupakan daerah teratur yang
memiliki jumlah rumah yang cukup banyak (rata-rata 1000-2500 unit dengan
berbagai tipe rumah) serta memiliki fasum dan fasos atau tanah kosong.
- Kawasan Perumahan Non Komplek, merupakan daerah teratur maupun tidak
teratur. Satuan skala kawasan yang paling mudah dikenali adalah RT atau
RW dengan jumlah rumah 300 – 500 unit
- Kawasan Perumahan Kumuh / Bantaran Sungai, merupakan daerah spesifik
yang umumnya tidak dilengkapi dengan infrastuktur formal sehingga
cenderung menjadi daerah rawan penyakit dan rawan sanitasi. Bahkan untuk
permukiman di kawasan bantaran sungai, dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran sungai. Satuan skala kawasan yang lebih mudah dikenali juga
adalah RT/RW 4.7.2. Penempatan UPS Lokasi pengolahan sampah dengan UPS berbasis masyarakat dapat
dilihat pada gambar 4.1 s/d 4.6 yang meliputi Kecamatan Limo, Kecamatan
Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Beji,
Kecamatan Pancoran Mas.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-33
4.8. STUDI KELAYAKAN LOKASI UPS 4.8.1. Kriteria Kelayakan Lokasi UPS Studi Kelayakan Lokasi UPS didasarkan atas beberapa kriteria analisa
diantaranya :
a. Status kepemilikan lahan
b. Luas Lahan yang tersedia,
c. Kondisi Fisik Lingkungan Perumahan termasuk akses / jalan menuju lokasi
UPS dapat dilalui minimal kendaraan dengan lebar jalan minimal 2 m.
d. Adanya kelompok swadaya masyarakat yang sudah eksis atau kegiatan
serupa yang berbasis masyarakat,
e. Kondisi sosial ekonomi masyarakat,
4.8.2. Analisa Kelayakan Lokasi UPS
Berdasarkan studi kelayakan lokasi UPS berdasarkan kriteria diatas
ditambah dengan hasil wawancara maka dilakukan analisa atas lokasi-lokasi
UPS yang telah ditentukan, sehingga didapatkan daftar kelayakan lokasi UPS
yang dikelompokan dalam rangking / prioritas 1 sampai 6 dimana prioritas
tersebut digunakan sebagai tahapan pelaksanaaan pembangunan UPS.
Adapun daftar kelayakan lokasi UPS tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7,
DAFTAR LOKASI UPS HASIL ANALISA dilengkapi dengan Analisa Lokasi UPS
untuk tiap-tiap lokasi yang telah ditentukan.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-34
TABEL ..........................DAFTAR LOKASI UPS HASIL ANALISA
NO KELURAHAN Lokasi UPS LUAS (M2)
RANGKING 11 Meruyung Jl. Meruyung Raya ± 3502 Grogol Sepanjang Kalo Grogol ± 2503 Mekarjaya / Abadi Jay Jl. Merdeka Raya Samping LAKA POLRI Samsat 4004 Bojong Sari ± 3605 Sukamaju Baru Jl. Kenari RW 11/2 Sebelah Perumahan TNI AD ± 20006 Sukatani Komp. Kopassus ± 3007 Tugu Gunadarma Rw 09/10, Komp Timah ± 5008 Depok Jaya Jl. Mawar Perumnas Depok I ± 5009 Beji Timur Rt/Rw 04/2 (menyatu dg makam belakang SMPN 5) ± 500
10 B.Pondok Terong Kp. Lio Rt/Rw 003/07 ± 700RANGKING 2
1 Mekarsari Jl. Matahari Raya RT 5/16 Perumahan Mekarsari Permai ± 500
2 Harjamukti ± 500
3 Sawangan Villa Melati ± 3004 Sukmajaya Komplek Perum Sukmajaya Samping Kelurahan ± 3005 Tapos Jl. Makam Blok Bayun Tapos 5006 Cipayung Samping TPA ± 3007 Pondok Jaya Jl. Padat Karya ± 3008 Cilodong Jl. Raya Bogor RT 02/02 Cilodong 3009 Pengasinan Jl. Pengasinan ± 450
10 Beji Jl. Jawa (menyatu dengan makam) ± 300RANGKING 3
1 Cisalak Jl. Kemuning I RT 5/7 ± 40002 Rangkapan Jaya Baru Jl. Keadilan ± 3003 Tanah Baru Beji Permai ± 3004 Jatijajar RW7/02 (TPU) ± 300
5 Tirtajaya ± 500
6 Cipayung Jaya Komplek Alam Pabuaran Indah ± 3007 Kalimulya Jl. Kedung Jeruk Rt05/01 Kalimulya 6008 Ratu Jaya Jl. Gandaria ± 3009 Curug Rawa Kalong 02/01,Raja Brana 02/10 ± 400 & ± 350
10 Lewinanggung Jl. Lewinanggung Raya RT02/01 Leuwinanggung 500RANGKING 4
1 Kukusan Jl. H. Amat ± 3002 Limo Jl. Rajawali ± 4503 Cinere Sepanjang Kali Pesanggrahan ± 5004 Gandul Jl. Sawo, Gandul ± 5505 Kemiri Muka Jl. Juanda Rt/Rw 003/14 ± 3006 Sawangan Baru Jl. Muhtar Raya ± 3007 Rangkapan Jaya Jl. Maharaja ± 3008 Mampang Mampang Indah ± 3009 Cilangkap Jl. Cilangkap I Sungai Sunter ± 300
10 Bedahan Jl. Dulmanih Kali Angsana ± 400
Kp. Pedurenan 04/03, Pd. Ranggon Vila Cibubur 2 02/10, Kp. Kalimanggis Cibubur Garden 02/04
Kp. Parung Serab RT 06/03 & RT 03/02, GDC Sekt Anggrek RT03/06
4.7
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-35
RANGKING 51 Pondok Cina Sepanjang Kali Ciliwung ± 3002 Pangkalanjati Baru Jl. Haji Terin ± 2003 Pangkalanjati Lama Jl. Madrasah ± 3004 Duren Seribu Kp. Bulak, Kali Angke ± 2505 Pasir Putih Gang Alir ± 5006 Jatimulya Daerah permukiman/bantaran sungai 6007 Kalibaru Daerah permukiman/bantaran sungai 6008 Sukamaju Jl. Tole Iskandar Raya ± 3009 Pancoran Mas Jl. Raya Vitara ± 300
10 Curug Sepanjang Kali Gede ± 500RANGKING 6
1 Krukut Sepanjang Kali Krukut ± 2002 Baktijaya Jl. Cidurian Kali Cijantung ± 3505 Duren Mekar Bukit Sawangan Indah ± 3504 Cimpaeun Sepanjang Kali Cikeas ± 4005 Depok Jl. Dewi Sartika ± 3006 Pasirgunung Selatan Bantaran Sungai7 Bojong Sari Baru Jl. Parung Raya, Pinggir Kali Gede ± 4008 Pondok Petir Jl. Bima Reuni Jaya Baru ± 6009 Serua Jl. Surya Kencana ± 650
10 Kedaung Jl. Ketapang Kedaung ± 25011 Cinangka Jl. Kemandoran Cinangka ± 30012 Cisalak Pasar Jl. H. Sofyan ± 300
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-36
BAB V. REKOMENDASI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA DEPOK
Dari uraian diatas, untuk kota Depok dapat direkomendasikan
pengelolaan sampah dengan Sistem Konvensional dan Pengolahan sampah
skala Kawasan dengan UPS dan Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga.
5.1. STRATEGI PENGEMBANGAN
Pengembangan daerah pelayanannya akan dilakukan berdasarkan urutan
prioritas kebutuhan mendapat pelayanan kebersihan. Prioritas ini ditetapkan
berdasarkan beberapa kriteria yaitu:
1. Kepadatan Daerah Terbangun
2. Potensi Ekonomi
3. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Kota
Rencana Daerah dan Tingkat Pelayanan
Karena keterbatasan pengelola maka untuk mencapai sasaran daerah
urban dapat terlayani dilakukan dengan pentahapan wilayah pelayanan. Prinsip
dasar dalam pengembangan wilayah pelayanan adalah mengembangkan
wilayah pelayanan baru dari wilayah pelayanan yang eksisting.
Berdasarkan skenario pengembangan tersebut, maka pada tahun 2009
(tahap mendesak ) akan terjadi peningkatan pelayanan menjadi 58,6 % dan 75
% pada tahap PJM (tahun 2012) dari jumlah penduduk. Rencana
pengembangan daerah pelayanan persampahan di wilayah perencanaan untuk
tahap jangka mendesak dan jangka menengah dapat dilaksanakan dengan sistem konvensional dan pola memilah sampah ( UPS ) dan penanganan sampah skala rumah tangga.
Tingkat pelayanan dengan metoda UPS direncanakan setiap tahun
mencapai 7,5 % dari jumlah penduduk ( tahun 2008 ) dan meningkat menjadi
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-37
41,4 % pada tahun 2012, sedangkan pengelolaan dengan skala rumah tangga
akan mencapai 1 % pada tahun 2008 dan akan meningkat 5 % pada tahun 2012
sedangkan pelayanan dengan pola konvensionalakan menurun yaitu sekitar
32,2 % pada tahun 2012. Tingkat pelayanan dengan metoda UPS ,
konvensional dan Rumah Tangga dapat dilihat pada grafik 5.1. berikut :
Grafik 5.1. Perbandingan Pengelolaan Persampahan dengan Konvensional,
UPS dan Rumah Tangga ( Mandiri )
Grafik 5.1. Perbandingan Pengelolaan Persampahan dengan Konvensional dan UPS, Mandiri
8075 Tingkat
Pelayanan70
60
50
41.4 Pelayanan 40 UPS
3430
28.6 Pelayanan Konvensional
20
10 Pelayanan 5 Mandiri
Keterangan :
Tingkat Pelayanan
Pelayanan Konvensional
Pelayanan Dengan UPS
Pelayanan Mandiri
Tahun2009 2010 2011 2012
%
2006 2007 2008
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-38
City
Public house
5.2. POLA PEMBUANGAN SAMPAH KONVENSIONAL
Secara umum pola pembuangan sampah konvensional dapat dijelaskan
seperti pada gambar berikut :
Bak Sampah Bak Sampah Bak Sampah
Tong
Sampah
1. Pola pelayanan untuk Tahap Mendesak (tahun 2008 – 2009)
Pola pelayanan yang akan digunakan untuk Tahap Mendesak sama dengan
pola pelayanan pelayanan saat ini (tahun 2007) dan ditambah dengan UPS (Unit
Pengolahan Sampah).
2. Pola pelayanan untuk Tahap Jangka Menengah (tahun 2010-2012)
Pola pelayanan yang digunakan pada tahap PJM ini merupakan
pelengkapan terhadap pola pelayanan yang digunakan pada tahap Mendesak
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-39
(tahun 2008-2009) pelengkapan tersebut terdapat pada penggunaan UPS lebih
banyak. Jumlah lokasi UPS pada tahah ini menjadi 63 lokasi.
5.3. UNIT PENGOLAHAN SAMPAH (UPS) SKALA KAWASAN
Pengurangan sampah dengan program 3R dan replikasi best practice
memang bukan hal mudah untuk dilakukan karena akan sangat tergantung pada
kemauan masyarakat dalam merubah perilaku, yaitu dari pola pembuangan sampah konvensional menjadi pola memilah sampah. Untuk itu diperlukan
berbagai upaya baik langsung maupun tidak langsung, seperti antara lain :
1. Percontohan program 3 R
2. Penyuluhan
3. Pemberdayaan dan pendampingan masyarakat
4. Pengawasan atau monitoring terus menerus
5. Pendidikan
A. Pengumpulan Sampah Skala Kawasan
- Metode pengumpulan sampah dapat dilakukan secara individual (door to
door) maupun komunal.
- Peralatan pengumpulan sampah di kawasan perumahan baru (cakupan
luas dan jalan lebar) dapat dilakukan dengan menggunakan motor
sampah (kapasitas 1,2 m3), sedangkan untuk kawasan perumahan non
komplek dan perumahan kumuh/bantaran sungai cukup dilakukan
dengan menggunakan gerobak (1 m3).
- Motor/Gerobak sampah yang mengumpulkan sampah terpilah dapat
dimodifikasi dengan sekat atau dilengkapi karung-karung besar (3 uni
atau sesuai dengan jenis sampah).
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-40
B. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Skala Kawasan Lokasi - Luas TPST bervariasi, tergantung kapasitas pelayanan dan tipe kawasan.
- Untuk kawasan perumahan baru (cakupan pelayanan 2000 rumah)
diperlukan TPST dengan luas 1000 m2. Sedangkan untuk cakupan
pelayanan skala RW (200 rumah), diperlukan TPST dengan luas 200 –
500 m2
- TPST dengan luas 1000 m2 dapat menampung sampah dengan atau
tanpa proses pemilahan sampah di sumber
- TPST dengan luas < 500 m2 hanya dapat menampung sampah dalam
keadaan terpilah (50%) dan sampah campur 50 %
Motor Sampah
Gerobak Sampah Tercampur Gerobak Sampah untuk Sampah Terpilah
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-41
- TPST dengan luas < 200 m2 sebaiknya hanya menampung sampah
tercampur 20 %, sedangkan sampah yang sudah terpilah 80 %
Composting - Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah
dapur (terseleksi) dan daun-daun potongan tanaman
- Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain dengan windrow system dan penggunaan media EM-4.
- Metode windrow system dengan masa proses 2 bulan dapat dilakukan
dengan cara menumpuk sampah setinggi minimal 1 m, panjang 2m dan
lebar 1m yang dilanjutkan dengan proses pembalikan dan penyiraman
(untuk menjaga kelembaban dan temperatur optimal)
- Metode dengan penggunaan EM-4 dalam proses pembuatan kompos
dapat mempercepat proses fermentasi, sehingga hanya membutuhkan
waktu 5 – 6 hari
Komposting Skala Kawasan
5.4. UNIT PENGOLAHAN SAMPAH SKALA RUMAH TANGGA
Diharapkan pelayanan dengan mempergunakan UPS skala rumah tangga
( seperti komposter , takakura dll )ini mencapai 5 % dalam 5 tahun ke depan,
dengan demikian pada tahun 2008 diharapkan yang mempergunakan UPS skala
rumah tangga 1 % dari jumlah penduduk dan meningkat menjadi 5 % pada tahun
2012.
Pelaksanaan UPS skala rumah tangga dapat dilaksanakan secara
individual maupun secara wilayah yang lebih luas seperti perumahan, untuk
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-42
individual lebih sesuai untuk masyarakat yang mempunyai kesadaran yang tinggi
dimana tidak diperlukan monitoring khusus.
5.5. TEMPAT PEMROSESAN/PEMBUANGAN AKHIR ( TPA )
Ada beberapa skenario yang diajukan dalam aktivitas penanganan
sampah di TPA , yaitu :
a. Pengurugan/penimbunan sampah
b. Pengomposan sampah hayati (organik)
c. Daur-ulang sampah non-hayati (an-organik)
d. Residu dari (b) dan (c) kemudian ditimbun di TPA.
Pengomposan dan daur-ulang diharapkan ke depan akan merupakan kegiatan
utama, khususnya guna menunjang usaha pertanian di sekitar kawasan ini.
Kegiatan tersebut juga harus siap untuk tidak difungsikan bila ternyata pasar
untuk menerima hasil produksinya mengalami hambatan.
ASPEK KELEMBAGAAN DAN ORGANISASI
Permasalahan kelembagaan dalam penanganan persampahan dalam skala kota
di Kota Depok terkait dengan perlunya menyempurnakan struktur organisasi
Dinas KLH dan penambahan jumlah personalia agar sesuai dengan upaya
peningkatan partisipasi masyarakat dan peningkatan pelayanan.
Untuk itu Pemerintah Kota Depok perlu melakukan langkah-langkah kegiatan
sebagai berikut:
1. Pembuatan kajian mengenai perlu tidaknya dilakukan reorganisasi Dinas
Kebersihan dan Lingkungan Hidup, untuk mengantisipasi kebutuhan akan
kelancaran program penyuluhan yang dinilai sangat mendesak mengingat
masih rendahnya kesadaran masyarakat mengenai perlunya pengolahan
sampah dengan metode 3R mulai dari rumah tangga.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-43
2. Pembentukan Kordinator UPS di Dingkat Kelurahan dalam rangka
pengoprasian UPS-UPS di sejumlah kelurahan yang akan menjadi lokasi
UPS sampai 2009.
ASPEK PEMBIAYAAN
Analisa Pembiayaan Dalam analisa pembiayaan dikemukakan berbagai sumber pembiayaan
dan pola pembiayaan proyek pengadaan mesin pengolah sampah dan
komposting, bangunan pendukung 1 (satu ) unit UPS di kota Depok, dengan
sumber pembiayaan : Typping Fee, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kota Depok, Bank Komersial, Masyarakat/Swasta
Tiga Pola Pembiayaan yang direkomendasikan :
1) Pola pembiayaan antara pemerintah kota Depok + Badan Pengelola UPS
dengan Pemerintah Provinsi Jabar + Bank Jabar seperti tabel 5.7.1. 2) Pola pembiayaan antara pemerintah kota Depok + Badan Pengelola UPS
dengan Bank Komersial seperti tabel 5.7.2. 3) Pola pembiayaan antara pemerintah kota Depok + Badan Pengelola UPS
dengan pihak swasta seperti tabel 5.7.3.
.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-44
Typping Fee
Dari sumber rencana anggaran biaya ( RAB ) dan observasi serta survai di
kota depok typping fee proyek pengadaan mesin pengolahan sampah dan
komposting,serta bangunan pendukung 1 (satu ) unit UPS di kota Depok tanpa
investasi lahan dan dengan dana investasi peralatan mesin serta bangunan
pendukung bekerja sama dengan pihak swasta ( sumber dana sendiri) sebesar
Rp. 28.043,- seperti tabel 5.7.5.a.
Typping fee proyek pengadaan mesin pengolahan sampah dan
komposting, serta bangunan pendukung 1 (satu) unit UPS di kota Depok tanpa
investasi lahan dan dengan dana investasi peralatan mesin serta bangunan
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-45
pendukung dari kredit Bank Jabar atau Bank Komersial lainnya (sumber dana
kredit/pinjaman dari bank) sebesar Rp.38.520,- seperti tabel 5.7.5.b.
Analisa Keuangan
Analisa keuangan terhadap proyek pengadaan mesin pengolahan
sampah dan komposting, serta bangunan pendukung 1 (satu ) unit UPS di kota
Depok menggunakan alat analisa kriteria investasi Pay Back Period, Gross
Benefit Cost Ratio ( GBCR ), Net Present Value ( NPV ) dan Internal Rate of
Return ( IRR ).
1) Pay Back Period Pay Back Period proyek pengadaan mesin pengolah sampah dan komposting,
serta bangunan pendukung 1(satu ) unit UPS di kota Depok selama 4,80294
tahun untuk sumber dana sendiri, dan 5, 3887 tahun untuk sumber dana
kredit/pinjaman dari bank, yang bersumber dari tabel 5.7.8 dan 5.7.9. Dari pay
back period dari sumber dana sendiri berarti setelah 4,80294 tahun proyek
berjalan semua dana ( total investasi ) yang telah ditanamkan diperoleh kembali
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-46
dan selama 3,197 tahun sisanya akan diperoleh keuntungan/profit proyek
pengadaan mesin pengolah sampah dan komposting,serta bangunan pendukung
1 (satu ) unit UPS di kota Depok sampai dengan proyek berakhir.
2) Gross Benefit Cost Ratio Gross Benefit Cost Ratio (GBCR) proyek pengadaan mesin pengolah sampah
dan komposting, serta bangunan pendukung 1 (satu) unit UPS di kota Depok
sebesar 1, 3134 (131,34 % ) untuk sumber dana sendiri dan 1, 3788 (137,88%)
untuk sumber dana pinjaman/kredit dari bank seperti tabel 5.7.6 dan 5.7.7. Dari
kriteria Gross Benefit Cost Ratio (GBCR) yang lebih dari 1 (satu) dengan tingkat
bunga discount factor 18%, berarti proyek tersebut sangat layak/feasible untuk
dilaksanakan baik dengan sumber dana sendiri maupun dengan sumber dana
pinjaman/kredit dari bank.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-47
3) Net Present Value ( NPV ) Net Present Value ( NPV ) proyek pengadaan mesin pengolah sampah dan
komposting, serta bangunan pendukung 1 ( satu ) unit UPS di kota Depok Rp.
449.603.355,87 untuk sumber dana sendiri Rp.611.963.095,02 untuk sumber
dana kredit/pinjaman dari bank. Net Present Value ( NPV ) proyek tersebut positif
( > 0 ) yang berarti sangat feasible/layak untuk dilaksanakan dengan tingkat
bunga discount factor 18% seperti tabel 5.7.8. dan 5.7.9 4) Internal Rate of Return ( IRR ) Internal Rate of Return ( IRR ) proyek pengadaan mesin pengolah sampah dan
komposting, serta bangunan pendukung 1 (satu ) unit UPS di kota Depok
sebesar 42% untuk sumber dana sendiri dan 105% untuk sumber dana
kredit/pinjaman dari bank. Dari Internal Rate of Return ( IRR ) diatas tingkat
bunga yang disyaratkan 20%, maka proyek tersebut sangat layak/feasible untuk
dilaksanakan seperti tabel 5.7.8 dan 5.7.9
Keseluruhan analisa keuangan kriteria investasi proyek pengadaan
mesin pengolah sampah dan komposting, serta bangunan pendukung 1 (satu )
unit UPS di kota Depok diatas tanpa kenaikan typping fee yang merupakan hak
dan wewenang pemerintah kota Depok bersama Badan Pengelola UPS kota
Depok, dan apabila kenaikan typping fee pertahun yang berarti juga retribusi
per kepala keluarga diberlakukan kenaikan setiap 2 tahun, maka proyek
pengadaan unit UPS di kota Depok sangat feasible/layak untuk dilaksanakan.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-48
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-49
ASPEK PERATURAN
Dalam hal yang menyangkut aspek peraturan, perencanaan penanganan
sampah di Kota Depok harus diarahkan untuk mengatasi permasalahan
mengenai munculnya timbulan-timbulan sampah liar karena masih adanya
kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya yang saat ini pada
sebagian masyarakat Kota Depok.
Untuk itu, Pemeritah Kota Depok perlu menyusun/meningkatkan Peraturan
Daerah tentang Kebersihan, Keindahan dan Keteriban Kota (K3).
Untuk penanangan masalah persampahan pada skala kawasan yang akan
dilaksanakan melalui pembangunan dan pengoperasian UPS, Pemerintah Kota
Depok perlu segera mengambil langkah-langkah strategis yaitu dengan:
1. Mengeluarkan instruksi Walikota tentang kelancaran pengadaan lahan bagi
lokasi UPS di setiap kelurahan
2. Menyusun SOP Pengolahan dan Pengelolaan UPS
ASPEK PERAN SERTA MASYARAKAT
Perencanaan program-program yang menyangkut peningkatan peran
serta masyarakat dalam penanganan persampahan di Kota Depok sebaiknya
disesuaikan dengan perencanaan pola pelayanan yang terdiri dari (1) pola
penanganan skala kota. (2) pola penanganan skala rumah tangga, dan (3) pola
penanganan skala kawasan.
1. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Penanganan Persampahan Skala Kota Program-program peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanganan
persampahan skala kota bertujuan:
1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran serta
mayarakat dalam penanganan persampahan sejak tahap pengumpulan,
tahap pembuangan, tahap pengangkutan, sampai tahap pengolahan.
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-50
2. Mengubah perilaku masyarakat dalam penanganan persampahan dengan
menanamkan kebiasaan untuk menerapkan metode 3R mulai dari
sumbernya (rumah tangga).
Program yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah
Sosialisasi penanganan sampah dengan metode 3R melalui:
1. Penyuluhan penanganan sampah dengan metode 3R melalui forum-forum
dan pertemuan warga
2. Percontohan penerapan pengolahan sampah dengan metode 3R mulai dari
sumbernya (rumah tangga)
3. Penyebaran media kits (brosur, leaflet, poster, spanduk/banner, dsb.)
4. Pemasangan/penayangan iklan layanan masyarakat melalui surat kabar, radi
dan TV
2. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Penanganan Persampahan Skala Kawasan Program-program peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanganan
persampahan skala kawasan bertujuan:
1. Mensosialisasikan rencana sistem penanganan persampahan dengan skala
kawasan.
2. Meningkatakan kemampuan dan ketrampilan masyarakat di itngkat
kelurahan dalam pengolahan dan pengelolaan UPS.
Program-program yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut di
atas adalah:
1. Sosialisasi Sistem Penanganan Sampah dengan Skala Kawasan
2. Pelatihan Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Skala Kawasan
3. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Penanganan Persampahan
Skala Rumah Tangga Program-program peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanganan
persampahan skala kawasan bertujuan:
1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kegiatan pengolahan
sampah rumah tangga secara mandiri dalam rangka menciptakan lingkungan
yang bersih dan sehat
Ringkasan Eksekutif : Kajian Pengelolaan Persampahan Kota Depok R-51
2. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat untuk mengolah
sampah rumah tangga secara mandiri
Program-program yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut di
atas adalah:
1. Penyuluhan penanganan sampah dengan metode 3 R
2. Pelatihan pembuatan kompos skala rumah tangga
3. Percontohan pembuatan kompos skala rumah tangga
4. Sosialisasi Sistem Penanganan Sampah dengan Skala Kawasan
5. Pelatihan Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Skala Kawasan dengan
sasaran masyarakat yang diharapkan akan dilibatkan dalam pengelolaan
UPS di tingkat kelurahan sampai tahun 2009