EVALUASI PENERAPAN TARIF PAKET PELAYANAN · PDF fileJurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol....

5
42 z Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 EVALUASI PENERAPAN TARIF PAKET PELAYANAN ESENSIAL PADA PELAYANAN KESEHATAN BAGI KELUARGA MISKIN EVALUATION OF ESSENTIAL SERVICE PACKAGE TARIFF IMPLEMENTATION ON POOR PEOPLE HEALTH SERVICE Sri Budi Utami 1 , Julita Hendrartini 2 1 Rumah Sakit Umum Daerah Wates, Kulonprogo, Yogyakarta 2 Magister Manajemen Rumahsakit, UGM, Yogyakarta ABSTRACT Background: In order to control service cost for poor patient, on July 2004 Wates District Hospital implemented essential service package tariff. This was essential service package tariff that implemented in Yogyakarta province based on the agreement of 5 district hospitals in Yogyakarta Province and service institution on social and health assurance, especially for 14 disease diagnoses of 4 basic specializations: pediatric, internal, obstetrics-gynecology, and surgery. Purpose : The study aimed to find out the impact of hospital implemented essential service package tariff toward specialist phycisian’s behavior in controlling service cost, specialist’s perception toward hospital implemented essential service package tariff, and environtment factor that influenced. Method: This was descriptive case study method. Analysis unit of the study was Wates District Hospital at Kulonprogo. Subject of the study was medical record of poor patient in Wates District Hospital since July-Desember 2004 wih patient who returned home as a diagnosis in essential service package tariff and all specialist physicians that involved on the implementation of that tariff. Data of service cost were analyzed quatitatively, while the result of in depth interview with specialist physicians was analyzed qualitatively. Results: Most of total service cost in Wates District Hospital was higher than total cost of essential service package tariff. It was caused by the high drug cost as a result of the high consumtion of patent drug than generic one. Specialist phycisian’s perception toward the implementation of essential service package tariff tends to vary depend on individual factors and environment factors that influenced. Environment factor that influenced specialist phycisian’s behavior in controlling cost, i.e. essential service package tariff that did not comply with the compiling standard, hospital management function that was not working well (Management Information System, and Medical Committee), and the influence of pharmacy factory. Conclutions: The implementation of essential service package tariff in Wates District Hospital is not influence on some specialist phycisian’s behavior in controlling cost. Specialis phycisian’s perception toward essential service package tariff tends to vary depends on individual and environment factor that influenced. Keywords : package tariff, service cost, poor people. ABSTRAK Latar Belakang: Untuk mengendalikan baiaya pelayanan bagi pasien Gakin, mulai juli 2004 di RSUD Wates diterapkan Tarif Paket Pelayanan Esensial (PPE). Tarif PPE ini merupakan tarif PPE Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Provinsi DIY) yang merupakan hasil kesepakatan 5 RSUD di Provinsi DIY dengan Bapel Jamkesos khusus untuk 14 diagnosa penyakit dari 4 spesialisasi dasar: anak, penyakit dalam, kebidanan-penyakit kandungan dan bedah. Tujuan: Untuk mengetahui dampak penerapan tarif PPE terhadap perilaku dokter spesialis dalam pengendalian biaya pelayanan, mengetahui persepsi dokter spesialis terhadap penerapan tarif PPE, serta mengetahui faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku dokter spesialis dalam pengendalian biaya pelayanan. Metode: penelitian ini merupakan studi kasus yang bersifat deskriptif. Unit analisis adalah RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo. Subjek penelitian: berkas rekam medis penderita Gakin yang dirawat di RSUD Wates sejak bulan Juli – Desember 2004 dengan diagnosa pulang merupakan diagnosa yang termasuk dalam. Tarif PPE serta seluruh dokter spesialis yang terkait dengan penerapan tarif PPE tersebut. data biaya pelayanan dianalisis secara kuantitatif, analisis data ini untuk mengetahui dampak penerapan tariff PPE terhadap pengendalian biaya pelayanan di RSUD Wates, sedangkan hasil wawancara mendalam dengan dokter spesialis dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui persepsi dokter spesialis terhadap tarif PPE, serta faktor lingkungan yang mempengaruhi. Hasil: Total biaya pelayanan di RSUD Wates sebagian besar masih melebihi total biaya dalam tarif PPE, yang disebabkan tingginya biaya obat akibat tingginya pemakaian obat paten dibanding obat generik. Persepsi dokter spesialis terhadap penerapan tarif PPE cenderung bervariasi, tergantung faktor individu dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku dokter spesialis dalam pengendalian biaya diantaranya: lemahnya mekanisme pengendalian pihak pembayar, tarif PPE yang belum memenuhi standar penyusunan, fungsi-fungsi manajemen rumah sakit yangelum berjalan dengan baik (SIM, Komite Medik), ketersediaan obat generic serta pengaruh pabrik farmasi. Kesimpulan: Penerapan tarif PPE di RSUD Wates tidak erdampak pada perilaku sebagian dokter spesialis dalam pengendalian bisaya. Persepsi dokter spesialis terhadap tarif PPE cendurung bervariasi, tergantung faktor individu dan faktor lingkungan yang mem-pengaruhinya. Kata kunci : tarif paket, biaya pelayanan, keluarga miskin PENGANTAR Untuk membantu meringankan beban keluarga miskin (Gakin) terutama di masa krisis ekonomi ini pemerintah telah mencanangkan Program Jaring Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan VOLUME 09 No. 01 Maret z 2006 Halaman 42 - 46 Artikel Penelitian

Transcript of EVALUASI PENERAPAN TARIF PAKET PELAYANAN · PDF fileJurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol....

Page 1: EVALUASI PENERAPAN TARIF PAKET PELAYANAN · PDF fileJurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 z 43 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Pengaman Sosial Bidang

42 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006

Sri Budi Utami dkk.: Evaluasi Penerapan Tarif Paket Pelayanan Esensial

EVALUASI PENERAPAN TARIF PAKET PELAYANAN ESENSIALPADA PELAYANAN KESEHATAN BAGI KELUARGA MISKIN

EVALUATION OF ESSENTIAL SERVICE PACKAGE TARIFF IMPLEMENTATIONON POOR PEOPLE HEALTH SERVICE

Sri Budi Utami1, Julita Hendrartini2

1Rumah Sakit Umum Daerah Wates, Kulonprogo, Yogyakarta2Magister Manajemen Rumahsakit, UGM, Yogyakarta

ABSTRACTBackground: In order to control service cost for poor patient,on July 2004 Wates District Hospital implemented essentialservice package tariff. This was essential service packagetariff that implemented in Yogyakarta province based on theagreement of 5 district hospitals in Yogyakarta Province andservice institution on social and health assurance, especiallyfor 14 disease diagnoses of 4 basic specializations: pediatric,internal, obstetrics-gynecology, and surgery.Purpose : The study aimed to find out the impact of hospitalimplemented essential service package tariff toward specialistphycisian’s behavior in controlling service cost, specialist’sperception toward hospital implemented essential servicepackage tariff, and environtment factor that influenced.Method: This was descriptive case study method. Analysisunit of the study was Wates District Hospital at Kulonprogo.Subject of the study was medical record of poor patient inWates District Hospital since July-Desember 2004 wih patientwho returned home as a diagnosis in essential service packagetariff and all specialist physicians that involved on theimplementation of that tariff. Data of service cost were analyzedquatitatively, while the result of in depth interview with specialistphysicians was analyzed qualitatively.Results: Most of total service cost in Wates District Hospitalwas higher than total cost of essential service package tariff.It was caused by the high drug cost as a result of the highconsumtion of patent drug than generic one. Specialistphycisian’s perception toward the implementation of essentialservice package tariff tends to vary depend on individualfactors and environment factors that influenced. Environmentfactor that influenced specialist phycisian’s behavior incontrolling cost, i.e. essential service package tariff that didnot comply with the compiling standard, hospital managementfunction that was not working well (Management InformationSystem, and Medical Committee), and the influence of pharmacyfactory.Conclutions: The implementation of essential service packagetariff in Wates District Hospital is not influence on somespecialist phycisian’s behavior in controlling cost. Specialisphycisian’s perception toward essential service package tarifftends to vary depends on individual and environment factorthat influenced.

Keywords : package tariff, service cost, poor people.

ABSTRAKLatar Belakang: Untuk mengendalikan baiaya pelayanan bagipasien Gakin, mulai juli 2004 di RSUD Wates diterapkan TarifPaket Pelayanan Esensial (PPE). Tarif PPE ini merupakan tarif

PPE Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Provinsi DIY) yangmerupakan hasil kesepakatan 5 RSUD di Provinsi DIY denganBapel Jamkesos khusus untuk 14 diagnosa penyakit dari 4spesialisasi dasar: anak, penyakit dalam, kebidanan-penyakitkandungan dan bedah.Tujuan: Untuk mengetahui dampak penerapan tarif PPEterhadap perilaku dokter spesialis dalam pengendalian biayapelayanan, mengetahui persepsi dokter spesialis terhadappenerapan tarif PPE, serta mengetahui faktor lingkungan yangberpengaruh terhadap perilaku dokter spesialis dalampengendalian biaya pelayanan.Metode: penelitian ini merupakan studi kasus yang bersifatdeskriptif. Unit analisis adalah RSUD Wates KabupatenKulonprogo. Subjek penelitian: berkas rekam medis penderitaGakin yang dirawat di RSUD Wates sejak bulan Juli – Desember2004 dengan diagnosa pulang merupakan diagnosa yangtermasuk dalam. Tarif PPE serta seluruh dokter spesialis yangterkait dengan penerapan tarif PPE tersebut. data biayapelayanan dianalisis secara kuantitatif, analisis data ini untukmengetahui dampak penerapan tariff PPE terhadappengendalian biaya pelayanan di RSUD Wates, sedangkanhasil wawancara mendalam dengan dokter spesialis dianalisissecara kualitatif untuk mengetahui persepsi dokter spesialisterhadap tarif PPE, serta faktor lingkungan yang mempengaruhi.Hasil: Total biaya pelayanan di RSUD Wates sebagian besarmasih melebihi total biaya dalam tarif PPE, yang disebabkantingginya biaya obat akibat tingginya pemakaian obat patendibanding obat generik. Persepsi dokter spesialis terhadappenerapan tarif PPE cenderung bervariasi, tergantung faktorindividu dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Faktorlingkungan yang mempengaruhi perilaku dokter spesialis dalampengendalian biaya diantaranya: lemahnya mekanismepengendalian pihak pembayar, tarif PPE yang belum memenuhistandar penyusunan, fungsi-fungsi manajemen rumah sakityangelum berjalan dengan baik (SIM, Komite Medik),ketersediaan obat generic serta pengaruh pabrik farmasi.Kesimpulan: Penerapan tarif PPE di RSUD Wates tidakerdampak pada perilaku sebagian dokter spesialis dalampengendalian bisaya. Persepsi dokter spesialis terhadap tarifPPE cendurung bervariasi, tergantung faktor individu dan faktorlingkungan yang mem-pengaruhinya.

Kata kunci : tarif paket, biaya pelayanan, keluarga miskin

PENGANTARUntuk membantu meringankan beban keluarga

miskin (Gakin) terutama di masa krisis ekonomi inipemerintah telah mencanangkan Program Jaring

Jurnal Manajemen Pelayanan KesehatanVOLUME 09 No. 01 Maret 2006 Halaman 42 - 46

Artikel Penelitian

Page 2: EVALUASI PENERAPAN TARIF PAKET PELAYANAN · PDF fileJurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 z 43 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Pengaman Sosial Bidang

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 43

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK).Seiring dengan kebijakan pemerintah menaikkan hargaBahan Bakar Minyak (BBM), maka program ini padatahun 2001 disebut Program Penanggulangan DampakPengurangan Subsidi Energi Bidang Kesehatan danKesejahteraan Sosial (PPDPSE-BK dan KS). Padatahun 2002 dilanjutkan dengan Program KompensasiPengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak BidangKesehatan (PKPS-BBM BidKes).1

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Watesadalah Rumah Sakit Umum (RSU) milik pemerintahdaerah Kabupaten Kulonprogo yang termasuk dalamkategori tipe C dengan kapasitas 138 tempat tidurdan didukung tenaga sejumlah 331 orang. Sebagairumah sakit yang mengemban misi sosial, sejaktahun 1999 RSUD Wates telah memberikan bantuanpelayanan kesehatan bagi keluarga miskin yaitudengan melaksanakan program JPS-BK, PPDPSEBK dan KS hingga PKPS-BBM BidKes. Data hasilpelayanan yang ada di RSUD Wates menunjukkanbahwa jumlah pasien keluarga miskin cukup tinggidan selalu meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun.

Untuk melaksanakan kegiatan pelayanan Gakin,RSUD Wates memperoleh dana yang berasal dariAPBN, APBD I Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta(DIY), serta APBD II Kabupaten Kulonprogo. Mulaitahun 1999 sampai dengan tahun 2004 untuk danaAPBD I dan APBD II dikelola langsung oleh rumahsakit untuk operasional pelayanan Gakin. Dana dariAPBN, mulai tahun 1999 sampai pertengahan tahun2003 dikelola langsung oleh rumah sakit, tetapi mulaipertengahan tahun 2003 dalam rangka pelaksanaanuji coba Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagikeluarga miskin (JPK-Gakin) dana tersebut dikelolaoleh Badan Pengelola Jaminan Kesehatan Sosial(Bapel Jamkesos) Provinsi DIY.

Dengan dialihkannya pengelolaan dana pelayananGakin ke Bapel Jamkesos, maka selanjutnya RSUDWates mengajukan penggantian biaya (klaim) kepadaBapel Jamkesos. Sistem yang disepakati adalahsecara fee for service. Dari pengamatan, sistem inidinilai sering mengakibatkan kenaikan biaya yangcukup tajam yang akhirnya untuk mengendalikan biayapelayanan ditetapkan dengan sistem Tarif PaketPelayanan Esensial (tarif PPE). Tarif PPE inimerupakan tarif PPE Provinsi DIY hasil kesepakatandari lima RSUD dengan Bapel Jamkesos yangdiberlakukan khusus bagi 14 diagnosis penyakit rawatinap khusus empat spesialisasi klinik yaitu: anak,penyakit dalam, kebidanan dan bedah, sedangkanselain diagnosis yang termasuk dalam tarif PPEtersebut masih menggunakan cara fee for service.

Sebelum diterapkan tarif PPE bagi pelayanankeluarga miskin di RSUD Wates dari pengamatan

yang dilakukan Tim Pelayanan Gakin RS, tampakbeberapa kasus mengarah ke “over utilization” bahkanada yang “unnecessary utilization” sehingga terjadipembengkakan biaya pelayanan yang cukup tajam.Hal ini dapat dilihat dari selisih biaya yang cukupbesar antara jumlah klaim yang diajukan RSUDWates dengan jumlah klaim yang disetujui setelahdilakukan verifikasi oleh Bapel Jamkesos yaituberkisar Rp20.000.000,00 – Rp25.000.000,00 perbulan. Pembengkakan biaya ini juga diperkuat olehLaporan Hasil Audit BPKP terhadap pelaksanaanprogram JPS-BK, PPDPSE dan KS, serta PKPSBBM Bidkes sejak tahun 1998 sampai dengan 2002di RSUD Wates yang menyatakan ada temuan-temuan berupa ketidaksesuaian pelaksanaan dengantata laksana yang sudah ditetapkan diantaranyaketidakpatuhan terhadap aturan kewajibanpemakaian obat generik yang mengakibatkankenaikan biaya obat naik menjadi empat kali lipat.2

Dari pengamatan yang dilakukan Tim PelayananGakin RSUD Wates selama kurang lebih tiga bulanpelaksanaan uji coba PPE ini kelihatan upayaefisiensi belum sepenuhnya dilakukan oleh sebagianpetugas pelayanan, diantaranya tetap dipakainyaobat nongenerik walaupun di RSUD Wates sudahtersedia obat generik yang sesuai dengan obatnongenerik tersebut. Selain itu, juga terlihatkecenderungan beberapa diagnosis penyakit denganbiaya yang cukup tinggi dan menurut diagnosa utamamestinya diajukan klaim secara tarif PPE tetapiuntuk kasus ini klaim diajukan secara fee for ser-vice dengan catatan ada komplikasi. Semua initentunya tidak lepas dari perilaku PPK yang memangakan bereaksi terhadap sistem pembayaran yangditerapkan. Bila sistem yang diterapkan adalah feefor servis maka akan ada kecenderungan PPK untukmemaksimalkan pelayanan dengan tujuan untukmendapatkan penggantian biaya yang maksimalpula, sedangkan bila sistem pembayarannya adalahpra bayar (misalnya tarif paket), maka akan adakecenderungan PPK untuk meminimalkan pelayanandengan harapan mendapat keuntungan yangmaksimal dari tarif yang sudah ditetapkan semula.3,4,5

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilakuPPK adalah bagaimana persepsi PPK terhadapsistem pembayaran yang diterapkan tersebut sertafaktor lingkungan yang mempengaruhinya.6,7

Dengan melihat latar belakang permasalahantersebut maka diperlukan penelitian untukmengevaluasi pelaksanaan uji coba penerapan tarifPPE di RSUD Wates. Tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui hasil penerapan tarif PPE diRSUD Wates khususnya untuk mengetahui dampakpenerapan tarif PPE terhadap perilaku PPK (dokter

Page 3: EVALUASI PENERAPAN TARIF PAKET PELAYANAN · PDF fileJurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 z 43 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Pengaman Sosial Bidang

44 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006

Sri Budi Utami dkk.: Evaluasi Penerapan Tarif Paket Pelayanan Esensial

spesialis) dalam pengendalian biaya, mengetahuipersepsi PPK terhadap tarif PPE serta faktorlingkungan yang mempengaruhinya.

BAHAN DAN CARA PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian studi kasus

yang bersifat deskriptif. Unit analisis adalah RSUDWates kabupaten Kulonprogo. Subjek penelitianadalah: 1) semua berkas rekam medis pasien Gakinyang masuk dan dirawat di instalasi rawat inapRSUD Wates selama bulan Juli - Desember 2004dengan kriteria diagnosa akhir (saat pulang)merupakan diagnosa penyakit yang termasuk dalamtarif PPE, serta 2) semua dokter spesialis yangterkait dengan penerapan tarif PPE, sejumlah enamorang meliputi: spesialis anak, spesialis penyakitdalam, spesialis kebidanan serta spesialis bedah.Sumber data diperoleh dari studi dokumen sertawawancara mendalam. Untuk melihat dampakpenerapan tarif PPE terhadap pengendalian biayapelayanan, maka data-data biaya pelayanan di RSUDWates yang meliputi total biaya pelayanan besertakomponen biayanya dianalisis secara kuantitatifkemudian dibandingkan dengan total biaya besertakomponen biaya pelayanan yang ditetapkan dalamtarif PPE. Untuk mengetahui persepsi PPK terhadaptarif PPE serta faktor lingkungan yang mempe-ngaruhinya, maka data yang merupakan hasilwawancara mendalam dengan para dokter spesialisdianalisis secara kualitatif dengan cara melakukantahap-tahap koding.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANSelama enam bulan masa penerapan tarif PPE

di RSUD Wates ini dari 14 diagnosa penyakit yangtermasuk dalam tarif PPE, didapatkan 331 kasusdengan jumlah kasus yang bervariasi. Jumlahtertinggi terdapat pada diagnosa Partus denganpenyulit (tingkat ringan, sedang, berat) sejumlah 95kasus atau 28,7% dari seluruh kasus, disusulkemudian oleh Sectio Caesaria (SC) sejumlah 56kasus (16,9%), serta Gastro Enteritis Akut (GEA)pada pasien anak sejumlah 39 kasus (11,8%). Hasilini hampir sama dengan penelitian yang dilakukanMufianto8, yang mengevaluasi tentang pelaksanaanPKPS - BBM Bidkes di RS Arga Makmur kabupatenBengkulu Utara yang menyebutkan dari 10 besarpenyakit, diagnosa GEA menduduki urutan kedua,sedangkan SC menduduki ranking pertama dalam 10besar tindakan dalam pelayanan Gakin kemudiandisusul kemudian oleh Partus dengan penyulit.8

Selanjutnya ada 2 diagnosa penyakit yang tidakditemukan kasusnya selama penerapan tarif PPE diRSUD Wates yaitu Hypertensi Nonkomplikasi Urgensi

dan dengue haemorhagic fever (DHF) grade III-IV. Untukvariasi biaya, yang terbesar terdapat pada diagnosapenyakit BBLR, sedangkan yang terkecil terdapat padadiagnosa penyakit resusitasi bayi baru lahir pada partusdengan penyulit.

Total biaya pelayanan pasien rawat inap di RSterdiri dari komponen biaya jasa sarana RS, obat danalat habis pakai serta jasa medis atau jasa pelayananbagi petugas. Selain itu, total biaya pelayanan jugadipengaruhi oleh lama hari rawat atau length of stay(LOS) dari pasien tersebut, makin lama LOS akanmakin besar pula biaya yang diperlukan.9

Bila biaya pelayanan di RSUD Wates inidibandingkan dengan biaya pelayanan yang sudahditetapkan dalam tarif PPE maka akan tampak bahwatotal biaya pelayanan untuk kelompok diagnosapenyakit anak dan penyakit dalam di RSUD Watessemuanya lebih kecil dibanding total biaya pelayanandalam tarif PPE, sedangkan total biaya pelayananuntuk kelompok diagnosa kebidanan dan bedahcenderung jauh lebih besar dibanding total biaya dalamtarif PPE.

Selanjutnya untuk mengetahui komponen biayayang paling berpengaruh terhadap perbedaan totalbiaya pelayanan ini maka dibandingkan semuakomponen biaya antara RSUD Wates dengan tarifPPE meliputi: biaya jasa sarana RS, biaya obat danalat habis pakai, biaya jasa pelayanan bagi petugasserta membandingkan LOS dari keduanya. Dari analisismasing-masing komponen biaya pelayanan, terlihatbahwa komponen biaya pelayanan yang palingberpengaruh terhadap perbedaan total biaya di atasadalah biaya obat dan alat habis pakai.

Dari analisis biaya obat, terlihat bahwa untukdiagnosis penyakit anak dan sebagian penyakitdalam menunjukkan jumlah biaya yang lebih kecil.Hal ini karena pada penyusunan tarif PPE semuakebutuhan obat sudah dihitung dan cenderungmaksimal, sementara dalam praktiknya tidaksemuanya terpakai. Untuk kasus-kasus penyakitdalam, kebidanan, serta bedah terlihat bahwa biayariil untuk obat dan alat habis pakai di RSUD Wateslebih besar dibanding tarif PPE, khususnya untukkasus-kasus bedah melonjak lebih dari dua kali lipat.Hal ini karena dokter yang merawat pasien lebihbanyak menggunakan obat paten dibanding generik,sedangkan tarif PPE disusun dengan menggunakanobat generik. Sebagai contoh di bagian kebidananatau bedah sering digunakan obat injeksi Bactesyninjeksi yang isinya ampicillin dan sulbaktam denganharga per flaconnya saat itu hampir mencapaiRp150.000,00 sedangkan obat dari generik denganisi ampicillin (tanpa sulbaktam, di obat generikbelum ada sediaan kombinasi ampicillin +

Page 4: EVALUASI PENERAPAN TARIF PAKET PELAYANAN · PDF fileJurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 z 43 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Pengaman Sosial Bidang

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 45

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

sulbaktam) seharga kurang lebih Rp3.000,00 perflaconnya. Contoh lain obat paten yang seringdipakai adalah Broadced dengan isi Ceftriaxone,harga obat saat itu hampir mencapai Rp150.000,00,sedangkan obat generik dengan isi yang samaseharga kurang lebih Rp10.000,00 per flaconnya,padahal dalam perawatan pre ataupun post operasiini dibutuhkan rata-rata dua flacon per harinyasehingga selisih biaya yang terjadi sangat besar.Hal inilah yang menyebabkan mengapa biaya obatdi RSUD Wates khususnya untuk kasus-kasuskebidanan dan bedah melonjak sangat tinggidibandingkan dengan biaya yang sudah ditetapkandalam tarif PPE.

Dengan uraian di atas dapat dikatakan bahwapenerapan tarif PPE tidak berdampak pada perilakusebagian dokter spesialis, yang ditunjukkan dengantingginya biaya obat akibat pemakaian obat paten.

Hasil wawancara mendalam kepada PPK(dokter spesialis) tentang persepsi mereka terhadappenerapan tarif PPE pada pelayanan Gakin di RSUDWates, dianalisis dengan cara mengkoding masing-masing pernyataan yang kemudian dibagi menjaditujuh kategori, yaitu : 1) tanggapan respondententang tarif PPE, 2) tanggapan responden tentangkewajiban pemakaian obat generik, 3) tanggapanresponden tentang kasus-kasus yang biayanyamelebihi tarif PPE, 4) tanggapan responden tentangsistem pembayaran, 5) tanggapan responden tentangrencana pengembangan penyusunan tarif PPE, 6)tanggapan responden tentang hambatan selamapenerapan tarif PPE, 7) harapan responden untukpelayanan gakin di RSUD Wates. Hasil wawancaramendalam kepada para responden tentang persepsimereka terhadap tarif PPE terlihat sangat bervariasi,tergantung pada kepentingan dan faktor lingkunganyang mempengaruhinya. Untuk sebagian respondenyang setuju, beralasan bahwa untuk pelayanan gakinperlu pengendalian biaya dan sistem pembayaran yangpaling tepat untuk hal itu adalah sistem tarif paket,tetapi tarif paket ini harus disusun dengan cermat ,dengan mematuhi pedoman yang ada sertamempertimbangkan perkembangan ilmu kedokterandan tingkat inflasi rupiah. Untuk kelompok yang tidaksetuju dengan penerapan tarif PPE mengatakan bahwatarif PPE sangat sulit diterapkan karenapenyusunannya kurang sesuai dengan kondisipenyakit pasien, baik tentang pengelompokannya,standar terapi yang telah ditetapkan serta besarnyajasa pelayanan untuk petugas. Berbagai faktorlingkungan yang mempengaruhi perilaku dokterspesialis dalam penerapan tarif PPE ini adalahlemahnya manajemen pihak pembayar, lemahnya

fungsi-fungsi manajemen rumah sakit (SIM danKomite Medik), proses penyusunan tarif PPE yangbelum sempurna, tidak lengkapnya ketersediaanobat generik, serta pengaruh pabrik farmasi.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

Penerapan tarif PPE di RSUD Wates tidakberdampak pada perilaku sebagian dokter spesialisdalam pengendalian biaya, yang terlihat dari sebagianbiaya pelayanan yang melebihi tarif PPE, disebabkanoleh tingginya biaya obat akibat pemakaian obatpaten. Persepsi dokter spesialis terhadap penerapantarif PPE terlihat bervariasi sangat tergantung darikepentingan individu dan faktor lingkungan yangmempengaruhinya. Berbagai faktor lingkungan yangmempengaruhi perilaku dokter spesialis dalampenerapan tarif PPE ini yaitu lemahnya manajemenpengendalian pihak pembayar, lemahnya fungsi-fungsi manajemen rumah sakit (SIM dan KomiteMedik), proses penyusunan tarif PPE yang belumsempurna, tidak lengkapnya ketersediaan obatgenerik, serta pengaruh pabrik farmasi.

SaranPerlunya meningkatkan kesiapan SIM-RS bagi

manajemen RSUD Wates untuk mendukungpelayanan gakin khususnya informasi pelayanan danbiayanya dan meningkatkan peran Komite Medikdalam hal mengendalikan mutu pelayanan termasukmengontrol kepatuhan dokter terhadap standarpelayanan.

Kepada Pihak Pembayar (Pemda Kulonprogodan Jamkesos): fungsi manajemen terutama fungsipengendalian perlu perbaikan terutama timverivikator.

Kepada Dinas Kesehatan Provinsi DIY.Mengevaluasi penyusunan tarif PPE denganmempertimbangkan pedoman-pedoman penyusunantarif paket, perkembangan ilmu kedokteran sertatingkat inflasi keuangan dan memberikanpemahaman konsep managed care kepada dokterspesialis.

Dirjen POM dan Makanan perlu melakukanevaluasi kembali ketersediaan obat generik danmengatur distribusi obat agar lebih terkendaliperedarannya, sehingga dapat meminimalkanpengaruh pabrik farmasi terhadap perilaku dokter.

KEPUSTAKAAN1. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pelaksana-

an Program Kompensasi Pengurangan BahanBakar Minyak Bidang Kesehatan (PKPS-BBMBidang Kesehatan). Jakarta. 2002.

Page 5: EVALUASI PENERAPAN TARIF PAKET PELAYANAN · PDF fileJurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 z 43 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Pengaman Sosial Bidang

46 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006

Sri Budi Utami dkk.: Evaluasi Penerapan Tarif Paket Pelayanan Esensial

2. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangun-an Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta.Laporan Hasil Audit Kinerja Pada DinasKesehatan Kabupaten Kulonprogo AtasPelaksanaan Program Penanggulangan DampakPengurangan Subsidi Energi (PPD-PSE) PadaBidang Kesehatan dan Kesejahteraan SosialTahun Anggaran 2001. Yogyakarta. 2002.

3. Sulastomo. Pembiayaan Kesehatan. DariAsuransi Ke “Managed Care Concept”. PT(Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia,Jakarta. 2000.

4. Kongsvelt, P.R. Essentials of Managed HealthCare Handbook. Aspen Publisher. Inc. Maryland.1997.

5. Smith, H.L. & Fotter, M.D. Prospective Payment,Managing for Operational Effectiveness. An AspenPublication, Rockville, Maryland, USA. 1985.

6. Muchlas, M. Perilaku Organisasi I. ProgramPendidikan Pascasarjana Magister ManajemenRumah Sakit Universitas Gadjah MadaYogyakarta. 1999.

7. Gibson, J.L. Organisasi dan Manajemen:Perilaku, Struktur, Proses. Terjemahan Djarkasih,jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta. 1987.

8. Mufianto. Evaluasi Pelaksanaan ProgramKompensasi Pengurangan Subsidi BahanBakar Minyak Bidang Kesehatan di RSUD ArgaMakmur.Tesis. Program PascasarjanaUniversitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 2003.

9. Raymond, T. Pendekatan “Real Cost” dalamMenghitung Biaya Perpelayanan di RumahSakit. Workshop Analisis Biaya PelayananRumah Sakit Untuk Perancangan SistemPembiayaan. Yogyakarta. 2001.