Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah di...

6
AbstrakRusunawa Tanah Merah II dibangun pada tahun 2009 dengan total 2 blok dan 192 unit satuan rumah termasuk instalasi pengolahan air limbahnya (IPAL). IPAL pada Rusunawa Tanah Merah II terdiri dari unit anaerobic baffled reactor (ABR) dan biofilter anaerobik bermedia batu koral. Kedua unit pengolahan terdapat pada setiap blok rusunawa. Selama 5 tahun beroperasi, kajian khusus untuk mengevaluasi kinerja IPAL belum pernah dilaksanakan sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi untuk menganalisis proses pengolahan air limbah beserta kendalanya. Analisis diawali dengan menguji sampel air limbah yang diambil di IPAL kedua blok. Selanjutnya hasil uji dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 tahun 2013. Parameter kualitas air limbah pada analisis tediri dari BOD, COD, TSS, serta Minyak dan Lemak. Efisiensi removal pada kedua unit ABR untuk parameter BOD mencapai 40-86%, COD 41-86%, TSS 11- 90%, serta minyak dan lemak 69-98%. Sedangkan efisiensi removal pada kedua unit biofilter anaerobik untuk parameter BOD mencapai 11-57%, COD 10-57%, TSS 21-73%, serta minyak dan lemak hingga 100%. Kata Kunci—Evaluasi Kinerja, ABR, Biofilter Ananerobik, Rusunawa Tanah Merah II Surabaya. I. PENDAHULUAN EMBANGUNAN Rumah Susun Sewa (Rusunawa) merupakan alternatif pembangunan rumah secara vertikal yang bertujuan menghemat luas lahan, mengingat harga lahan di perkotaan sangat mahal. Hal ini juga dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dengan membangun Rusunawa Tanah Merah II. Rusunawa ini terdiri dari 2 twin blok dengan jumlah satuan rumah 24 unit pada tiap lantai. Untuk menjaga kualitas lingkungan, maka pada Rusunawa Tanah Merah II dilengkapi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pembangunan IPAL pada umumnya bertujuan untuk mengolah air limbah agar tidak mencemari lingkungan, termasuk pembangunan IPAL pada Rusunawa Tanah Merah II. Hasil pengolahan air limbah (efluen) sebelum dibuang ke badan air harus memenuhi syarat Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 tahun 2013. IPAL pada Rusunawa Tanah Merah II digunakan untuk mengolah limbah domestik, baik limbah tinja (blackwater) maupun limbah buangan dari kamar mandi dan dapur (greywater). Unit IPAL yang ada meliputi unit Anaerobic Baffled Reactor dan unit Biofilter Anaerobik. Proses pengolahan limbah tinja dan limbah yang berasal dari kamar mandi serta dapur pada Rusunawa Tanah Merah II disalurkan melalui perpipaan menuju unit ABR yang terdiri dari 5 kompartemen. Setelah mengalami pengolahan di unit ABR selama waktu tertentu, selanjutnya dialirkan menuju ke unit Biofilter Anaerobik. Efluen dari unit Biofilter Anaerobik selanjutnya dibuang langsung ke saluran drainase di kawasan sekitar Rusunawa Tanah Merah II. Kinerja suatu IPAL akan bekerja secara efektif (efisiensi tinggi) dalam mengolah air limbah jika efluen memenuhi syarat baku mutu yang ditetapkan peraturan. Oleh karena itu, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya yang berkompeten di bidang lingkungan telah melakukan uji kualitas efluen IPAL Rusunawa Tanah Merah II. Hasil uji kualitas efluen menunjukkan konsentrasi BOD dan TSS masing-masing mencapai 157 mg/L dan 66 mg/L, sedangkan baku mutu konsentrasi BOD dan TSS menurut KepMen LH No. 112 tahun 2003 masing-masing mencapai 30 mg/L dan 50 mg/L. Maka dapat dikatakan bahwa kualitas efluen air limbah Rusunawa Tanah Merah II belum memenuhi syarat baku mutu, sehingga belum layak untuk dibuang ke badan air. Evaluasi terhadap kinerja IPAL Rusunawa Tanah Merah II belum pernah dilaksanakan sejak IPAL dioperasikan pada tahun 2009. Oleh karena itu, studi terkait kinerja IPAL Rusunawa Tanah Merah II perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar efektifitas kinerja IPAL beserta alternatif solusinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penyebab kinerja IPAL Rusunawa Tanah Merah II belum bekerja secara efektif. II. METODE PENELITIAN Metodologi dalam evaluasi kinerja IPAL Rusunawa Tanah Merah II Surabaya dirinci sebagai berikut: 1. Permohonan surat izin pada instansi terkait. 2. Survei lapangan dan wawancara dengan pengelola rusunawa tentang: lokasi IPAL, jumlah blok, jumlah penghuni, dan jumlah kebutuhan air bersih. 3. Melakukan pengukuran dimensi (panjang, lebar, kedalaman) unit ABR dan unit Biofilter Anaerobik. Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah di Rusunawa Tanah Merah II Surabaya Endah Septyani Hari Saputri dan Didik Bambang S. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] P

Transcript of Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah di...

Page 1: Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah di ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-41035-3310100100-Paper.pdf · instalasi pengolahan air limbahnya ... pengolahan limbah tinja

Abstrak— Rusunawa Tanah Merah II dibangun pada tahun 2009 dengan total 2 blok dan 192 unit satuan rumah termasuk instalasi pengolahan air limbahnya (IPAL). IPAL pada Rusunawa Tanah Merah II terdiri dari unit anaerobic baffled reactor (ABR) dan biofilter anaerobik bermedia batu koral. Kedua unit pengolahan terdapat pada setiap blok rusunawa. Selama 5 tahun beroperasi, kajian khusus untuk mengevaluasi kinerja IPAL belum pernah dilaksanakan sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi untuk menganalisis proses pengolahan air limbah beserta kendalanya. Analisis diawali dengan menguji sampel air limbah yang diambil di IPAL kedua blok. Selanjutnya hasil uji dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 tahun 2013. Parameter kualitas air limbah pada analisis tediri dari BOD, COD, TSS, serta Minyak dan Lemak. Efisiensi removal pada kedua unit ABR untuk parameter BOD mencapai 40-86%, COD 41-86%, TSS 11-90%, serta minyak dan lemak 69-98%. Sedangkan efisiensi removal pada kedua unit biofilter anaerobik untuk parameter BOD mencapai 11-57%, COD 10-57%, TSS 21-73%, serta minyak dan lemak hingga 100%.

Kata Kunci—Evaluasi Kinerja, ABR, Biofilter Ananerobik,

Rusunawa Tanah Merah II Surabaya.

I. PENDAHULUAN EMBANGUNAN Rumah Susun Sewa (Rusunawa) merupakan alternatif pembangunan rumah secara vertikal

yang bertujuan menghemat luas lahan, mengingat harga lahan di perkotaan sangat mahal. Hal ini juga dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dengan membangun Rusunawa Tanah Merah II. Rusunawa ini terdiri dari 2 twin blok dengan jumlah satuan rumah 24 unit pada tiap lantai. Untuk menjaga kualitas lingkungan, maka pada Rusunawa Tanah Merah II dilengkapi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pembangunan IPAL pada umumnya bertujuan untuk mengolah air limbah agar tidak mencemari lingkungan, termasuk pembangunan IPAL pada Rusunawa Tanah Merah II. Hasil pengolahan air limbah (efluen) sebelum dibuang ke badan air harus memenuhi syarat Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 tahun 2013.

IPAL pada Rusunawa Tanah Merah II digunakan untuk mengolah limbah domestik, baik limbah tinja (blackwater) maupun limbah buangan dari kamar mandi dan dapur

(greywater). Unit IPAL yang ada meliputi unit Anaerobic Baffled Reactor dan unit Biofilter Anaerobik. Proses pengolahan limbah tinja dan limbah yang berasal dari kamar mandi serta dapur pada Rusunawa Tanah Merah II disalurkan melalui perpipaan menuju unit ABR yang terdiri dari 5 kompartemen. Setelah mengalami pengolahan di unit ABR selama waktu tertentu, selanjutnya dialirkan menuju ke unit Biofilter Anaerobik. Efluen dari unit Biofilter Anaerobik selanjutnya dibuang langsung ke saluran drainase di kawasan sekitar Rusunawa Tanah Merah II. Kinerja suatu IPAL akan bekerja secara efektif (efisiensi tinggi) dalam mengolah air limbah jika efluen memenuhi syarat baku mutu yang ditetapkan peraturan. Oleh karena itu, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya yang berkompeten di bidang lingkungan telah melakukan uji kualitas efluen IPAL Rusunawa Tanah Merah II. Hasil uji kualitas efluen menunjukkan konsentrasi BOD dan TSS masing-masing mencapai 157 mg/L dan 66 mg/L, sedangkan baku mutu konsentrasi BOD dan TSS menurut KepMen LH No. 112 tahun 2003 masing-masing mencapai 30 mg/L dan 50 mg/L. Maka dapat dikatakan bahwa kualitas efluen air limbah Rusunawa Tanah Merah II belum memenuhi syarat baku mutu, sehingga belum layak untuk dibuang ke badan air.

Evaluasi terhadap kinerja IPAL Rusunawa Tanah Merah II belum pernah dilaksanakan sejak IPAL dioperasikan pada tahun 2009. Oleh karena itu, studi terkait kinerja IPAL Rusunawa Tanah Merah II perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar efektifitas kinerja IPAL beserta alternatif solusinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penyebab kinerja IPAL Rusunawa Tanah Merah II belum bekerja secara efektif.

II. METODE PENELITIAN Metodologi dalam evaluasi kinerja IPAL Rusunawa Tanah

Merah II Surabaya dirinci sebagai berikut: 1. Permohonan surat izin pada instansi terkait. 2. Survei lapangan dan wawancara dengan pengelola

rusunawa tentang: lokasi IPAL, jumlah blok, jumlah penghuni, dan jumlah kebutuhan air bersih.

3. Melakukan pengukuran dimensi (panjang, lebar, kedalaman) unit ABR dan unit Biofilter Anaerobik.

Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah di Rusunawa Tanah Merah II Surabaya

Endah Septyani Hari Saputri dan Didik Bambang S. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

P

Page 2: Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah di ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-41035-3310100100-Paper.pdf · instalasi pengolahan air limbahnya ... pengolahan limbah tinja

4. Melakukan sampling air limbah pada inlet dan outlet ABR dan outlet Biofilter Anaerobik dengan rincian sebagai berikut: • Kode A pada inlet ABR blok 1 • Kode B pada outlet ABR blok 1 • Kode C pada outlet Biofilter Anaerobik blok 1 • Kode D pada inlet ABR blok 2 • Kode E pada outlet ABR blok 2 • Kode F pada outlet Biofilter Anaerobik blok 2

Adapun jumlah sampling masing-masing sebanyak 4 kali dengan jadwal berikut: • Pengukuran ke-I pada 15 April 2014 • Pengukuran ke-II pada 22 April 2014 • Pengukuran ke-III pada 29 April 2014 • Pengukuran ke-IV pada 6 Mei 2014

5. Menghitung debit air limbah. 6. Membandingkan parameter-parameter hasil sampling

(BOD, COD, TSS, Minyak dan Lemak) dengan baku mutu dari peraturan.

7. Menghitung efisiensi removal unit ABR dan unit Biofilter Anaerobik.

8. Membandingkan parameter kinerja unit ABR dan unit Biofilter Anaerobik dengan kriteria desain. Parameter kinerja yang digunakan meliputi efisiensi removal, beban organik (OLR), hydraulic retention time (HRT), dan kecepatan up flow (V-up).

Prosedur analisis kualitas sampel pada penelitian ini disesuaikan dengan metode standar seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Metode Analisis Parameter Uji

No. Parameter Metode Instrumen 1 BOD Winkler Winkler 2 COD Refluks tertutup Buret 3 TSS Gravimetri Neraca analitik 4 Minyak dan Lemak Soxhlet Labu soxhlet

ABR merupakan salah satu unit pengolahan limbah yang menggunakan prinsip pengolahan biologis sistem tersuspensi. Setiap kompartemen ABR, dibatasi oleh dinding sekat (baffle) yang menggantung secara vertikal [1]. Pola letak baffle ini berfungsi menciptakan aliran ke atas (upflow), sehingga air limbah mengalir dari bawah ke atas pada setiap kompartemen [2]. Parameter kinerja unit ABR dapat diketahui secara keseluruhan melalui kriteria desain pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria desain unit ABR

No. Parameter Nilai Satuan 1 Removal BOD [3] 70-95

% 2 Removal COD [3] 65-90 3 Removal TSS [4] 40-70 4 OLR [3] < 3 kg COD/m3.hari 5 HRT [3] > 8 jam 6 V-up [3] < 2 m/jam

Unit Biofilter Anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tumbuh terlekat pada media tertentu dan membentuk lapisan biofilm [5]. Mekanisme kerja unit Biofilter Anaerobik diawali dengan mengalirkan air limbah melewati celah media, sehingga terjadi kontak langsung dengan lapisan biofilm [6].

Parameter kinerja unit Biofilter Anaerobik dapat diketahui secara keseluruhan melalui kriteria desain pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria desain unit biofilter anaerobik

No. Parameter Nilai Satuan 1 Removal BOD [3] 50-90 % 2 Removal TSS [3] 50-80 3 OLR [3] 4-5 kg COD/m3.hari 4 HRT [7] 0,7-1,5 hari

Baku mutu parameter pencemar disesuaikan dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 tahun 2013 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Baku Mutu Air Limbah Domestik

No. Parameter Konsentrasi Maksimum Satuan

1 BOD 30 mg/L 2 COD 50 mg/L 3 TSS 50 mg/L

4 Minyak dan Lemak (oil and grease) 10 mg/L

5 pH 6-9 -

Mengacu pada kriteria desain unit pengolahan, rumus perhitungan parameter kinerja yang ditinjau meliputi:

1. Efisiensi removal (%) =

2. OLR (kg COD/m3.hari) =

3. HRT (jam) =

4. V-up (m/jam) =

dengan keterangan: a = konsentrasi pencemar saat (mg/L) b = konsentrasi pencemar akhir (mg/L) Qave = debit air limbah rata-rata (m3/detik) So = konsentrasi COD influen (mg/L) As kompartemen = luas alas kompartemen

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan Debit Air Limbah Berdasarkan analisis kebutuhan air bersih penghuni

rusunawa, maka didapatkan volume limbah cair harian mencapai 97 L/orang.hari. Berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari pihak rusunawa, jumlah total penghuni rusunawa pada setiap blok mencapai 384 orang. Dengan demikian, hasil perhitungan debit air limbah tiap blok rusunawa meliputi: 1. Debit rata-rata (Qave) = 0,00043 m3/detik 2. Debit hari maksimum (Qhm) = 0,00056 m3/detik 3. Debit jam puncak (Qjp) = 0,00073 m3/detik

B. Analisis Parameter Pencemar

Hasil analisis parameter pencemar meliputi BOD, COD, TSS, serta Minyak dan Lemak. Data hasil analisis parameter BOD pada unit ABR dan unit Biofilter Anaerobik di kedua

Page 3: Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah di ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-41035-3310100100-Paper.pdf · instalasi pengolahan air limbahnya ... pengolahan limbah tinja

blok ditunjukkan dengan Tabel 5. Tabel 5.

Data Hasil Analisis Parameter BOD (mg/L) Blok Titik Uji Pengukuran Baku

Mutu I II III IV

1 A 266 274 286 240

30

B 160 314 150 136 C 142 135 180 120

2 D 342 960 430 310 E 126 134 152 112 F 132 142 134 98

Sedangkan hasil analisis parameter COD pada unit ABR dan unit Biofilter Anaerobik di kedua blok ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Data Hasil Analisis Parameter COD (mg/L)

Blok Titik Uji Pengukuran Baku Mutu I II III IV

1 A 375 386 397 342

50

B 221 442 210 188 C 199 188 254 166

2 D 475 1352 596 430 E 177 188 210 155 F 188 198 188 138

Selanjutnya hasil analisis parameter TSS pada unit ABR dan unit Biofilter Anaerobik di kedua blok ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Hasil Analisis Parameter TSS (mg/L)

Blok Titik Uji Pengukuran Baku Mutu I II III IV

1 A 352 346 354 462

50

B 124 308 110 132 C 174 84 160 60

2 D 588 846 878 570 E 120 90 124 58 F 178 60 58 46

Untuk hasil analisis parameter Minyak dan Lemak pada unit ABR dan unit Biofilter Anaerobik di kedua blok ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Data Hasil Analisis Parameter Minyak dan Lemak (mg/L)

Titik Uji Pengukuran Baku Mutu I II III IV

A 7060 10000 14540 176

10

B 17636 304 252 14388 C 10732 300 8448 232 D 15620 9980 12016 13916 E 17340 14816 16652 4352 F 3116 392 60 56

Berdasarkan analisis keempat parameter pencemar di atas, disimpulkan bahwa sebagian besar kualitas efluen pada keempat pengukuran tidak memenuhi baku mutu yang disyaratkan. Kondisi ini diduga karena tingginya konsentrasi minyak dan lemak yang cenderung fluktuatif. Sebesar 25-40% dari total COD pada air limbah terukur sebagai senyawa minyak dan lemak [8]. Fraksi terbesar senyawa lipid pada air

limbah terdapat dalam bentuk long chain fatty acid (LCFA) dan trigliserida [9]. Trigliserida akan terhidrolisis menjadi LCFA dan gliserol. Gliserol terdegradasi menjadi asetat, sedangkan LCFA terdegradasi menjadi asetat maupun propionat, hidrogen, dan karbondioksida.

Tingginya akumulasi senyawa tersebut akan menurunkan nilai pH dan menghambat fase metanogenesis. Sebagai akibatnya, konsentrasi pencemar ikut terbawa menuju outlet unit pengolahan dan ikut teruji dalam analisis, sehingga meningkatkan nilai konsentrasi pencemar pada efluen air limbah. Selain itu, maintenance (perawatan) terhadap unit ABR maupun unit Biofilter Anaerobik yang tidak dilakukan secara rutin (misalnya pengurasan lumpur) juga diduga mempengaruhi kinerja kedua unit IPAL rusunawa. Lumpur yang seharusnya dikuras secara rutin akan terakumulasi di dalam reaktor dan memperkecil volume unit pengolahan. Hasil perhitungan efisiensi removal parameter pencemar air limbah untuk unit ABR di kedua blok rusunawa ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Perhitungan Efisiensi Removal pada Unit ABR

Blok Pengukuran Efisiensi Removal (%) BOD COD TSS OG

1

I 40 41 65 0 II 0 0 11 97 III 48 47 69 98 IV 43 45 71 0

2

I 63 63 80 0 II 86 86 89 0 III 65 65 86 0 IV 64 64 90 69

Efisiensi removal terbesar pada blok 1 terjadi pada pengukuran III untuk BOD mencapai 48%, COD 47%, TSS 69%, serta OG 98%. Selanjutnya efisiensi removal terbesar pada blok 2 untuk parameter BOD dan COD terjadi pada pengukuran ke II sebesar 86%, sedangkan untuk parameter TSS dan OG terjadi pada pengukuran IV sebesar 90% dan 69%. Lalu hasil perhitungan efisiensi removal parameter pencemar air limbah untuk unit Biofilter Anaerobik di kedua blok ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Perhitungan Efisiensi Removal pada Unit Biofilter

Anaerobik Blok Pengukuran Efisiensi Removal (%)

BOD COD TSS OG

1

I 11 10 0 39 II 57 57 73 1 III 0 0 0 0 IV 12 12 55 98

2

I 0 0 0 82 II 0 0 33 97 III 12 10 53 100 IV 13 11 21 99

Page 4: Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah di ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-41035-3310100100-Paper.pdf · instalasi pengolahan air limbahnya ... pengolahan limbah tinja

Berdasarkan perhitungan efisiensi removal pada kedua unit IPAL didapatkan bahwa capaian persentase removal terbilang cukup tinggi.

C. Analisis Parameter Kerja 1. Unit Anaerobic Baffled Reactor

Hasil perhitungan beban organik pada unit ABR ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Perhitungan Beban Organik

Blok Pengukuran So Qave Vol. unit OLR

mg/L m3/hari m3 kg COD/m3.hari

1

I 375 37,20 28,8 0,48 II 386 37,20 28,8 0,50 III 397 37,20 28,8 0,51 IV 342 37,20 28,8 0,44

2

I 475 37,20 28,8 0,61 II 1352 37,20 28,8 1,75 III 596 37,20 28,8 0,77 IV 430 37,20 28,8 0,56

Berdasarkan Tabel 10 didapatkan nilai beban organik unit ABR pada kedua blok telah memenuhi kriteria desain yaitu < 3 kg COD/m3.hari. Selanjutnya perhitungan nilai HRT unit ABR ditunjukkan sebagai berikut: HRT (jam) = 28,80 m3 : 37,20 m3/hari = 18,58 jam

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai HRT unit ABR pada kedua blok pun telah memenuhi kriteria desain yaitu > 8 jam. Selanjutnya hasil perhitungan kecepatan up flow air limbah pada unit ABR ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Perhitungan Kecepatan Up flow

Kompartemen p l As Komp. Qave V-up

m m2 m3/hari m/jam Settler 1,80 1,60 2,88 37,20 0,54

1 1,08 1,60 1,73 37,20 0,90 2 1,22 1,60 1,95 37,20 0,79 3 1,09 1,60 1,74 37,20 0,89 4 1,22 1,60 1,95 37,20 0,79 5 0,99 1,60 1,58 37,20 0,98

Berdasarkan Tabel 11 didapatkan nilai kecepatan aliran up flow pada setiap kompartemen telah memenuhi kriteria desain yaitu < 2 m/jam. Kecepatan aliran yang sesuai dengan kriteria desain diharapkan tidak membuat mikroorganisme ikut hanyut terbawa aliran air limbah menuju pipa outlet. Hasil analisis parameter kinerja unit ABR selanjutnya disimpulkan. Resume perhitungan analisis parameter kinerja unit ABR terdapat pada Tabel 13.

Tabel 13. Resume Hasil Analisis Kinerja Unit ABR

No. Parameter Kondisi Eksisting

Kriteria Desain Ket.

1 Removal COD

ABR blok 1 41-47% 65-90%

Belum sesuai

ABR blok2 63-86% Sesuai

2 Removal BOD

ABR blok 1 40-48% 70-95%

Belum sesuai

ABR blok 2 63-86% Sesuai

3 Removal TSS

ABR blok 1 11-71% 40-70%

Sesuai

ABR blok 2 80-90% Sesuai

4 Removal Minyak dan Lemak

ABR blok 1 mencapai 98% -

-

ABR blok 2 mencapai 69% -

5 Beban organik

ABR blok 1 0,44-0,51 kg COD/m3.hari < 3 kg

COD/m3.hari

Sesuai

ABR blok 2 0,56-1,75 kg COD/m3.hari

Sesuai

6 HRT 18,58 jam > 8 jam Sesuai

7 Kecepatan upflow 0,79-0,98 m/jam < 2 m/jam Sesuai

Hasil analisis parameter kinerja pada kondisi eksisting unit ABR secara umum telah memenuhi kriteria desain. Hanya saja ketidaksesuaian terjadi pada removal COD dan BOD di blok 1. Kecilnya efisiensi removal dapat disebabkan oleh kurang sempurnanya proses pengolahan biologis anaerobik. Beberapa faktor yang mempengaruhi unit proses meliputi pH, suhu, nutrien, dan kontaminan. Pencapaian kondisi yang kurang bahkan tidak menguntungkan mikroorganisme dapat mempengaruhi proses degradasi biologis dan mengurangi efisiensi removal.

Air limbah greywater dari kegiatan dapur menyumbang kadar minyak dan lemak terbesar dibandingkan dengan kegiatan rumah tangga lainnya [10]. Sama halnya pada Rusunawa Tanah Merah II, sisa makanan dan minyak penggorengan diduga ikut terbuang pada bak cuci piring. Kondisi inilah yang menyebabkan tingginya konsentrasi minyak dan lemak pada unit pengolahan yang mana justru berperan sebagai kontaminan bagi mikroorganisme [11].

Aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi polutan organik akan terhambat, sehingga mengurangi efisiensi removal. Oleh karena itu, upaya pencegahan yang dapat dilakukan penghuni rusunawa adalah memastikan bahwa tidak ada sisa minyak dan makanan yang ikut terbuang pada saluran bak cuci piring. Pihak pengelola rusunawa juga dapat mengupayakan hal serupa dengan membangun unit penangkap minyak dan lemak (grease trap) untuk air limbah greywater pada setiap blok rusunawa.

Page 5: Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah di ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-41035-3310100100-Paper.pdf · instalasi pengolahan air limbahnya ... pengolahan limbah tinja

2. Unit Biofilter Anaerobik

Hasil perhitungan beban organik pada unit ABR ditunjukkan pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Perhitungan Efisiensi Removal

Blok Pengukuran

So Qave Vol. Unit OLR

mg COD/L m3/hari m3

kg COD/m3.har

i

1

I 221 36,5 2,60 3,10 II 442 37,0 2,60 6,29 III 210 36,5 2,60 2,95 IV 188 36,2 2,60 2,62

2

I 177 35,9 2,60 2,44 II 188 35,1 2,60 2,54 III 210 35,1 2,60 2,84 IV 155 35,7 2,60 2,13

Berdasarkan Tabel 13 didapatkan nilai beban organik pada unit biofilter anaerobik di kedua blok belum memenuhi kriteria desain antara 4-5 kg COD/m3.hari. Nilai beban organik yang terlalu rendah hanya menghasilkan sedikit lumpur bakteri [3]. Akibatnya, pencemar organik pada influen selanjutnya tidak akan terdegradasi dengan baik, sehingga mengurangi efektifitas proses secara keseluruhan. Selanjutnya perhitungan nilai HRT unit Biofilter Anaerobik ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil Perhitungan HRT Unit Biofilter Anaerobik

Blok Pengukuran Vol. unit Qave HRT m3 m3/hari hari

1

I 2,60 36,5 0,82 II 2,60 37,0 0,81 III 2,60 36,5 0,82 IV 2,60 36,2 0,83

2

I 2,60 35,9 0,84 II 2,60 35,1 0,86 III 2,60 35,1 0,86 IV 2,60 35,7 0,84

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai HRT unit Biofilter Anaerobik pada kedua blok pun telah memenuhi kriteria desain yaitu 0,7-1,5 hari. Resume perhitungan analisis parameter kinerja unit Biofilter Anaerobik terdapat pada Tabel 16.

Tabel 16. Resume Hasil Analisis Kinerja Unit Biofilter Anaerobik

No. Parameter Kondisi Eksisting

Kriteria Desain Ket.

1 Removal BOD

Biofilter Anaerobik blok 1 11-57% 50-90%

Sesuai

Biofilter Anaerobik blok2 12-13%

Belum sesuai

2 Removal TSS

Biofilter Anaerobik blok 1 55-73% 50-80%

Sesuai

Biofilter Anaerobik blok2 21-53%

Sesuai

3 Beban organik

Biofilter Anaerobik blok 1 2,62-6,29 kg COD/m3.hari

4-5 kg COD/m3.har

i

Belum sesuai

No. Parameter Kondisi Eksisting

Kriteria Desain Ket.

Biofilter Anaerobik blok 2 2,13-2,84 kg COD/m3.hari

Belum sesuai

4 HRT

Biofilter Anaerobik blok 1 0,81-0,83 hari 0,7-1,5 hari

Sesuai

Biofilter Anaerobik blok2 0,84-0,86 hari

Sesuai

Hasil analisis parameter kinerja pada kondisi eksisting unit biofilter anaerobik secara umum telah memenuhi kriteria desain. Hanya saja ketidaksesuaian terhadap kriteria desain terjadi pada removal BOD di blok 2 dan beban organik di kedua blok. Nilai efisiensi removal yang tidak sesuai dengan kriteria desain diduga karena menurunnya kemampuan biofilm dalam mendegradasi pencemar organik. Sedangkan beban organik pada kedua blok cenderung under design. Pembangunan unit biofilter anaerobik dapat dipastikan telah memenuhi kriteria desain. Adapun ketidaksesuaian beban organik diduga karena pencemar organik sebagian besar telah terurai sebelumnya di unit ABR. Sebanyak 25-40% dari total COD pada air limbah terukur sebagai senyawa minyak dan lemak [8]. Dengan demikian, keberadaan konsentrasi minyak dan lemak sebagaimana mestinya ikut berkontribusi terhadap jumlah konsentrasi COD total.

Efisiensi removal pencemar organik dapat ditingkatkan dengan memperbesar volume media biofilter, sehingga beban organik mengalami penurunan. Peningkatan volume media biofilter dapat dilakukan dengan menambah area pelekatan mikroorganisme. Dengan demikian, mikroorganisme yang melekat pada media filter akan bertambah dan meningkatkan efektifitas proses degradasi. Kondisi anaerobik di dalam reaktor akan menghasilkan gas CH4 dan H2S sebagai hasil samping proses pengolahan. Oleh karena itu, pemasangan pipa vent pada reaktor perlu dilakukan untuk menyalurkan gas yang terbentuk keluar dari reaktor.

Kinerja biofilter anaerobik tergantung pada biomassa yang melekat di permukaan media filter [12]. Perbedaan jenis media filter akan menghasilkan perbedaan laju pertumbuhan biomassa dan kapasitas biomassa yang tertinggal pula. Dalam proses filtrasi, efek penyumbatan yang disebabkan oleh penumpukan lumpur organik lambat laun pasti terjadi. Sebagai akibatnya, aliran singkat (short pass) di dalam reaktor akan menurunkan efektifitas kinerja mikroorganisme. Selanjutnya jumlah aliran akan menurun, sehingga kapasitas pengolahan pun menjadi berkurang secara drastis. Oleh karena itu, proses pencucian media filter perlu dilakukan secara rutin sekalipun secara manual. Apabila penggantian media filter tidak dapat dilaksanakan, maka langkah pemeliharaan secara rutin dapat dipilih oleh pihak pengelola IPAL rusunawa. Peningkatan efisiensi removal dapat dilakukan dengan menambah tinggi tumpukan media filter, sehingga aliran air limbah menjadi lebih lambat dan memperpanjang proses degradasi pencemar organik. Tinggi bed media filter dapat dicapai pada kisaran 0,9-1,5 m [13]. Penggunaan media filter berlapis dapat

Page 6: Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah di ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-41035-3310100100-Paper.pdf · instalasi pengolahan air limbahnya ... pengolahan limbah tinja

meningkatkan efisiensi removal dengan kedalaman susunan minimum 0,8-1,2 m [14].

IV. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 1. Penyebab kinerja IPAL Rusunawa Tanah Merah II

Surabaya belum bekerja efektif adalah tingginya konsentrasi minyak dan lemak dalam air limbah yang mempengaruhi proses pengolahan. Hal ini ditandai dengan rendahnya efisiensi removal pada unit ABR maupun unit biofilter anaerobik. Efisiensi removal pada unit ABR di kedua blok mencapai kisaran 41-86% untuk parameter COD, 40-86% untuk parameter BOD, 11-90% untuk parameter TSS, dan 69-98% untuk parameter OG, sedangkan efisiensi removal pada unit Biofilter Anaerobik di kedua blok mencapai kisaran 10-57% untuk parameter COD, 11-57% untuk parameter BOD, 21-73% untuk parameter TSS, dan mencapai 100% untuk parameter OG.

2. Untuk meningkatkan efisiensi pengolahan dan kinerja IPAL maka dapat dilakukan dengan cara: mengurangi konsentrasi minyak dan lemak yang terkandung dalam air limbah, pembuatan unit penangkap minyak dan lemak, pembuatan SOP pemeliharaan pada unit ABR dan Biofilter Anaerobik, pemeriksaan secara berkala dan pencucian/penggantian media filter pada unit Biofilter Anaerobik.

DAFTAR PUSTAKA [1] Nguyen, H., Turgeon, S., dan Matte, J. (2010). The Anaerobic Baffled

Reactor: A Study of The Wastewater Treatment Process Using The Anaerobic Baffled Reactor. Borchester Polytechnic Institute, USA.

[2] Dama, P., Bell, J., Foxon, K. M., Brouckaert, C. J., Huang, T., Buckley, C. A., Naidoo, V., dan Stuckey, D. C. (2002). Pilot Scale Study of An Anaerobic Baffled Reactor for The Treatment of Domestic Wastewater. Water Science & Technology, 46 (9), pp. 263-270.

[3] Sasse, L. (1998). Dewats: Decantralised Wastewater Treatment in Developing Countries. Borda. Delhi.

[4] Purwanto, B. (2004). Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga di Kota Tangerang. Percik, Vol. 5 tahun 1.

[5] Herlambang, A., dan Said, N. I. (2002). Penurunan Kadar Zat Organik dalam Air Sungai dengan Biofilter Tercelup Struktur Sarang Tawon. BPPT.

[6] Polprasert, C. (1989). Organic Waste Recycling. Asian Institute of Technology. Bangkok.

[7] Morel, A., dan Diener, S. (2006). Greywater Management in Low and Middle-Income Countries, Review of Different Treatment Systems for Households or Neighboorhoods. Duebendorf: Swiss Federal Institute of Aquatic Science (EAWAG). Department of Water and Sanitation in Developing Countries (SANDEC).

[8] Quemeneur, M., dan Marty, Y. (1994). Fatty Acids and Sterols in Domestic Wastewater. Water Res. 28 (5), 1217-1226.

[9] Noutsopoulos, C., Mamais, D., Antoniou, K., Avramides, C., Oikonomopoulos, P., Fountoulakis, I. (2013). Anaerobic Co-Digestion of Grease Sludge and Sewage Sludge: The Effect of Organic Loading and Grease Sludge Content. Bioresource Technology. 131, 452-459.

[10] Ledin, A., Eriksson, E., dan Henze, M. (2001). Aspects of Groundwater Recharge Using Grey Wastewater. In: P. Lens, G. Zeemann and G. Lettinga (Editors). Decentralized Sanitation and Reuse. London. 650 pp.

[11] Aymong, G. G. (2007). Controlling FOG with Automatic Electrical/ Mechanical Grease Removal Devices. Water online. The Waste Water Solutions Update 7/11/2007.

[12] Chaudhary, D. S., Vigneswaran, S., Ngo, H., Shim, W. G., dan Moon, H. (2003). Biofilter in Water and Wastewater Treatment. Korean Journal of Chemistry Engineering, 20 (6), 1054-1065.

[13] Said, N. (2000). Teknologi Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biofilm Tercelup. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1 No.2: 101-113.

[14] Sperling, M. von, dan Chernicharo, L. C. A. de. (2005). Biological Wastewater Treatment in Warm Climate Regions Volume 1. London: International Water Association (IWA) Publishing.