EVALUASI KINERJA DPR MASA SIDANG III TS 2020-2021

163
EVALUASI KINERJA DPR MASA SIDANG III TS 2020-2021 (11 Januari – 10 Februari 2021) “PERENCANAAN BURUK, KINERJA TERPURUK” Jakarta, 7 Maret 2021 FORUM MASYARAKAT PEDULI PARLEMEN INDONESIA FORMAPPI JL. Matraman Raya No. 32 B, Jakarta Timur 13150, Indonesia. T: 021-8193324; F; 021-85912938; E: [email protected]; W : www.parlemenindonesia.org. Rekening Giro Bank BRI KCP Menteng No. 0502-01-000229-30-7 a/n YAYASAN FORMAPPI INDONESIA. NPWP: 72.066.244.7.001.000

Transcript of EVALUASI KINERJA DPR MASA SIDANG III TS 2020-2021

EVALUASI KINERJA DPR MASA SIDANG III TS 2020-2021 (11 Januari – 10 Februari 2021)

“PERENCANAAN BURUK, KINERJA TERPURUK”

Jakarta, 7 Maret 2021

FORUM MASYARAKAT PEDULI PARLEMEN INDONESIA

FORMAPPI

JL. Matraman Raya No. 32 B, Jakarta Timur 13150, Indonesia.

T: 021-8193324; F; 021-85912938; E: [email protected];

W : www.parlemenindonesia.org.

Rekening Giro Bank BRI KCP Menteng No. 0502-01-000229-30-7

a/n YAYASAN FORMAPPI INDONESIA.

NPWP: 72.066.244.7.001.000

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN EKSEKUTIF/RILIS ……………………………………………………... 1

PENGANTAR ………….……………………………...………………………………….. 6

EVALUASI FUNGSI LEGISLASI ..…………………...……………………..…………. 8

EVALUASI FUNGSI ANGGARAN ...…………….………………..…………..…..……. 12

EVALUASI FUNGSI PENGAWASAN…………..………………….……..…………….. 26

EVALUASI KINERJA KELEMBAGAAN …………...…...…………...…..……………. 42

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …..…………………………..…………………. 49

LAMPIRAN

1. Tabel 4: Komisi yang Mengawasi Pelaksanaan Undang-undang Selama

MS III TS 2020-2021 …………………………………………………………….. 51

2. Tabel 5. Sikap Komisi-Komisi DPR Terhadap Realisasi Anggaran TA 2020

oleh K/L Selama MS III TS 2020-2021……………………….…………………. 58

3. Tabel 6. Rapat-rapat Pengawasan Kebijakan Pemerintah Selama MS III

TS 2020-2021 ………………………………………………………………….….. 69

LIPUTAN MEDIA ………………………………………………………………...……..... 146

1

RINGKASAN EKSEKUTIF/RILIS

EVALUASI KINERJA (EVAKIN) DPR MASA SIDANG (MS) III TAHUN SIDANG (TS) 2020-2021

“Perencanaan Buruk, Hasil Terpuruk”

PENGANTAR

Menurut keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) tanggal 3 Desember

2020, Masa Sidang (MS) III Tahun Sidang (TS) 2020-2021 berlangsung dari tanggal 11 Januari sampai

dengan 7 Maret 2021. Rapat-rapat dijadwalkan dari tanggal 11 Januari s/d 10 Februari 2021 (31 hari

kalender atau 23 hari kerja), sementara masa reses diagendakan dari tanggal 11 Februari s/d 7 Maret

2021 (25 hari kalender atau 17 hari kerja). Jadi MS III ini sebetulnya relatif pendek. Selain itu, rencana

kegiatan fungsi Pengawasan (P) dialokasikan 50%, fungsi Legislasi (L) dialokasikan 35%, dan fungsi

Anggaran (A) 15% dari waktu yang tersedia. Meski demikian, setiap fungsi tersebut akan disesuaikan

dengan perkembangan dan kebutuhan 3 (tiga) fungsi Dewan.

FUNGSI LEGISLASI: “Perencanaan Legislasi Yang Buruk Karena DPR Lemah”

Kinerja legislasi MS III masih melanjutkan tradisi kinerja DPR yang buruk dari masa sidang-masa sidang di

tahun sebelumnya. DPR gagal menjadikan MS III sebagai momentum untuk membangkitkan optimisme

dalam meningkatkan kinerja legislasi. MS III justru memunculkan pesimisme sejak awal bahwa kinerja

DPR di tahun 2021 tak akan lebih baik dari tahun sebelumnya.

Ada banyak alasan yang menyebabkan buruknya kinerja legislasi DPR di MS III. Mulai dari tata kelola

perencanaan yang buruk hingga sabotase kepentingan politik yang menghambat laju pengesahan

Prolegnas Prioritas. Kepatuhan DPR pada Presiden juga menambah runyamnya pelaksanaan fungsi

legislasi DPR. DPR seolah-olah tanpa wibawa di hadapan keinginan Presiden atas beberapa RUU.

Perencanaan yang buruk di bidang legislasi ditandai oleh belum rampungnya DPR menyusun Program

Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas yang seharusnya sudah disahkan pada MS I TS 2020-2021.

Bagaimana mungkin DPR dapat langsung membahas suatu RUU sementara yang harus dibahas belum

ditetapkan. Oleh karena itu, rencana DPR membahas 4 RUU pada MS III ini menjadi utopis karena tidak

memiliki dasar yang jelas dan kuat.

Sesungguhnya Prolegnas Prioritas 2021 sudah ditetapkan oleh Badan Legislasi pada 14 Januari 2021.

Mestinya Bamus langsung mengagendakan pengambilan keputusan di tingkat paripurna, tetapi tiba-tiba

muncul pro kontra antara fraksi-fraksi dan juga Pemerintah terkait revisi UU Pemilu. Kemunculan pro

kontra terkait apa yang mau diatur dalam UU Pemilu lebih didorong oleh kalkulasi politik sempit masing-

masing fraksi, yang ujung-ujungnya berpengaruh pada perlu atau tidaknya RUU Pemilu masuk dalam

Prolegnas Prioritas. Inilah yang kami sebut dengan “sabotase” kepentingan politik yang menghambat

penetapan Prolegnas RUU Prioritas.

Ke depan, DPR sebaiknya secara konsisten menetapkan Prolegnas Protitas pada akhir tahun sebelumnya.

Perencanaan itu jangan berdasarkan kepentingan pragmatis sempit tetapi untuk kebutuhan prioritas

2

hukum nasional. Selain itu, pemerintah itu bermitra dengan DPR, karena itu DPR jangan tunduk kepada

pemerintah dalam penyusunan legislasi.

FUNGSI ANGGARAN: “Perencanaan Pemerintah Buruk Tapi DPR Manut”

Rencana DPR dalam bidang anggaran juga kacau, dimana menurut Rapat Bamus: pada MS III TS 2020-

2021, DPR akan melakukan evaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran (TA) 2020. Sedangkan dalam

Pidato Pembukaan MS III, Ketua DPR Puan Maharani menyatakan bahwa DPR melalui alat kelengkapan

Dewan akan terus memperkuat pelaksanaan APBN 2021 sebagai stimulus pemulihan ekonomi nasional,

pemulihan kesejahteraan rakyat, dan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, termasuk

mendukung upaya terbaik Pemerintah dalam menyediakan vaksin Covid-19. Namun demikian, masih

beruntung keduanya dapat terlaksana.

Pelaksanaan fungsi anggaran DPR menurut Rapat Bamus yakni evaluasi atas pelaksanaan APBN TA 2020

adalah sebagai berikut:

Pertama, dari 11 (sebelas) Komisi DPR, hanya 8 Komisi yang ditemukan melakukan rapat untuk

mengevaluasi pelaksanaan APBN TA 2020 oleh Kementerian dan Lembaga Negara Non Kementerian

(K/L). Ini berarti ada 3 Komisi DPR yang tidak melakukan evaluasi pelaksanaan anggaran TA 2020

terhadap K/L mitra kerjanya. Komisi DPR yang melakukan evaluasi pelaksanaan APBN TA 2020 anggaran

K/L selama MS III adalah: Komisi I dengan 11 K/L, Komisi III dengan 2 K/L, Komisi IV dengan 3

Kementerian, Komisi V dengan 5 K/L, Komisi VI dengan 9 K/L, Komisi VII dengan 2 Kementerian, Komisi

VIII dengan 4 K/L, dan Komisi X dengan 4 K/L. Sedangkan 3 Komisi yang tidak ditemukan melakukan

evaluasi pelaksanaan APBN TA 2020 dengan K/L mitra kerjanya adalah Komisi II, IX dan XI. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi pelaksanaan anggaran oleh K/L pada TA 2020 belum

seluruhnya dilaksanakan oleh DPR.

Kedua, meski terdapat K/L yang realisasi anggarannya pada TA 2020 sangat rendah, yaitu Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) hanya sebesar

77,04% dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BP Sabang)

yang hanya mencapai 65,12%, DPR memberikan apresiasi dan dapat menerima penjelasan kedua

lembaga tersebut. Berdasarkan evaluasi di atas dapat disimpulkan bahwa DPR tidak kritis dalam

mengevaluasi pelaksanaan anggaran K/L pada TA 2020.

Sementara itu, pelaksanaan rencana kerja berdasarkan Pidato Ketua DPR pada Pembukaan MS III adalah

sebagai berikut:

Pertama, DPR tidak tegas terhadap Pemerintah yang seenaknya mengubah struktur anggaran yang sudah

ditetapkan dalam APBN 2021. Pada 25 November 2020 Presiden Joko Widodo telah menyerahkan Daftar

Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) TA 2021

kepada K/L dan Pemda. Pada penyerahan DIPA dan TKDD tersebut Presiden menegaskan bahwa

kecepatan, ketepatan, dan akurasi merupakan karakter dalam pelaksanaan kebijakan, baik di bidang

kesehatan maupun di bidang ekonomi. Namun beberapa hari kemudian, yakni pada 18 Desember 2020,

Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan No. 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran

Tahun Anggaran 2021. PMK tersebut ditindaklanjuti lagi dengan penerbitan Surat

3

Edaran (SE) Menteri Keuangan No. S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan Realokasi Belanja K/L

TA 2021. SE tersebut ditujukan kepada: (1) Para Menteri Kabinet Kerja; (2) Jaksa Agung RI; (3) Kepala

Kepolisian RI; (4) Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian; dan (5) Para Pimpinan

Kesekretariatan Lembaga Negara. Perubahan semena-mena terhadap APBN 2021 oleh Pemerintah c/q

Menteri Keuangan tidak direspon oleh DPR secara kritis meski hak konstitusionalnya telah dilanggar,

bahkan nampak nurut saja.

Kedua, terhadap pemotongan anggaran pada TA 2021 dalam rangka refocusing, realokasi dan

penghematan, Komisi-komisi DPR pada umumnya hanya menyatakan sikap: telah mendengarkan

penjelasan K/L yang bersangkutan, bahkan menyetujui. Sikap paling kritis hanya dirumuskan

dengan kata prihatin, atau menyesalkan atas pemotongan anggaran tersebut dan meminta anggota

Komisi yang ada di Badan Anggaran untuk membicarakan kembali dengan Kementerian Keuangan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sikap Komisi seperti itu menunjukkan

bahwa Komisi-komisi DPR tidak berdaya ketika berhadapan dengan kebijakan Menteri Keuangan

terkait penganggaran untuk K/L mitra kerjanya. Sekalipun menurut peraturan perundangan DPR

memiliki hak untuk mengubah maupun menolak anggaran yang diajukan oleh Pemerintah, tetapi tidak

ada satu Komisipun yang menggunakan hak tersebut. Demikian juga halnya dalam pembahasan

anggaran PEN Tahun 2021 yang dilakukan oleh Komisi XI dengan Menteri Keuangan hanya sekedar

menyetujui apa yang disampaikan oleh Menteri Keuangan.

Ke depan, DPR seharusnya menggunakan hak budget-nya secara kritis, dan harus berani menolak

anggaran mitra kerja yang dikurangi seenaknya sendiri oleh Menteri Keuangan. Amputansi terhadap

kekuasaan konstitusional dalam bidang anggaran harus dipulihkan, sebab kalau tidak, DPR akan makin

tidak berdaya.

FUNGSI PENGAWASAN: “DPR Lakukan Pengawasan Ala Kadarnya”

Menurut UU MD3 dan Peraturan Tata Tertib DPR, aspek-aspek yang harus diawasi DPR mencakup

pelaksanaan atas: Undang-undang (UU), APBN dan menelaah/menindaklanjuti temuan-temuan BPK

atas pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), serta kebijakan Pemerintah. Selama MS

III, Formappi menemukan kegiatan pelaksanaan pengawasan seperti berikut:

Pertama, pengawasan terhadap pelaksanaan UU paling banyak dilakukan terhadap UU No. 11/2020

tentang Cipta Kerja (Ciptaker), terutama pengawalan penyusunan aturan turunan UU tersebut berupa

Peraturan Pemerintah (PP). FORMAPPI menemukan setidaknya ada 4 (empat) Komisi (IV, VII, IX, dan

XI) yang mengawal penyusunan PP dimaksud. Sekalipun begitu, ada 4 (empat) PP turunan UU Citaker

yang menyangkut pekerja, oleh Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dimintakan

kepada Presiden untuk ditunda pelaksanannya karena buruh sudah mengalami tekanan dan kesulitan

akibat pandemi covid-19 seperti mengalami PHK atau kehilangan mata pencahariannya dan tertular

covid-19 sehingga tidak bisa bekerja. Keempat PP yang diminta ditunda pelaksanaannya terdiri

atas PP No. 34/2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), PP No. 35/2021 tentang

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, PP No.

36/2021 tentang Pengupahan dan PP No. 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan

Kehilangan Pekerjaan (JKP). Padahal tanggal 18 Januari 2021, Komisi IX sudah mengadakan Raker

dengan Menteri Ketenagakerjaan untuk mendapatkan laporan Progres Peraturan Turunan UU No.

4

11/2020 dan meminta agar mengakomodir masukan-masukan dari Komisi IX DPR dalam penyusunan

PP pelaksanaan UU Cipta Kerja. Dengan adanya permintaan dari KSPSI itu maka dapat disimpulkan

bahwa Komisi IX gagal memperjuangkan aspirasi dan kepentingan tenaga kerja kepada Pemerintah.

Kedua, evaluasi terhadap realisasi serapan anggaran TA 2020 oleh K/L tidak dilakukan oleh semua

Komisi. Dari 11 Komisi di DPR, FORMAPPI tidak menemukan kegiatan 3 Komisi melakukan evaluasi

serap anggaran oleh K/L yang menjadi mitra kerja Komisinya. Ketiga Komisi tersebut adalah Komisi II, IX

dan XI. Selain itu, pendapat Komisi DPR yang melakukan evaluasi serap anggaran K/L mitra kerjanya

juga tidak kritis atas rendahnya serap anggaran TA 2020 oleh K/L tertentu dan bahkan memberi

apresiasi. Hal itu misalnya serap anggaran oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), yang hanya mencapai 77,04%, dan Badan Pengusahaan Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BP Sabang) yang hanya mencapai 65,12%.

Ketiga, Pasal 112D UU MD3 dan Pasal 76 Peraturan DPR No. 1/2020 tentang Tata Tertib, Badan

Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) secara khusus ditugasi melakukan telaahan atas temuan-

temuan BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga Negara non Kementerian (LKKL)

yang sudah dilaporkan ke DPR. Namun dalam kenyataannya hal itu tidak dilakukan secara serius. BAKN

justru lebih banyak melakukan kunker untuk memantau realisasi subsidi energi, misalnya ke Banten

(Tangerang), Cilegon, Cirebon, dan Sumedang. Memusatkan kegiatan BAKN yang hanya menyangkut

subsidi energi menunjukkan bahwa BAKN gagap tugas. Sebab temuan-temuan BPK diluar masalah

subsidi energi yang menimbulkan kerugian Negara triliunan Rupiah justru luput dari penelaahan

oleh BAKN, karena itu badan ini layak dibubarkan.

Keempat, selama MS III TS 2020-2021, semua Komisi melakukan pengawasan terhadap kebijakan

pemerintah oleh K/L mitra kerjanya. Lebih dari itu, pengawasan bahkan dilakukan bukan saja pada

tingkat pengambil keputusan dan kebijakan (Menteri maupun Kepala Lembaga Pemerintah non

Kementerian) tetapi juga sampai pada tingkat pelaksana, yaitu para pejabat Eselon I K/L. Salah satu hal

yang menarik atas pelaksanaan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah ini adalah munculnya

rekomendasi/permintaan yang berulang-ulang oleh Komisi tertentu pada mitra kerjanya. Hal ini

menunjukkan bahwa K/L yang bersangkutan mengabaikan rekomendasi DPR, tetapi DPR tidak

menggunakan “kesaktian” hak-hak konstitusionalnya seperti menggunakan hak interpelasi, hak angket

maupun hak menyatakan pendapat. Kecuali itu, masih saja ada Komisi yang melakukan rapat tertutup

dengan mitra kerjanya.

Kelima, dari sekian banyak Tim bentukan DPR, selama MS III ini hanya ada satu Tim yang

terlihat bekerja, yaitu Tim penanganan bencana, itupun hanya berupa pemberian bantuan kepada

korban bencana di Sukabumi. Timwas dan Tim Pemantau ataupun Tim-tim yang lain, termasuk Timwas

Penanganan Pandemi Covid-19 tidak ditemukan kegiatannya. Karena itu Timwas maupun Tim

Pemantau yang tidak jelas hasil kerjanya seyogyanya dievaluasi atau dibubarkan saja.

Keenam, uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon-calon pejabat publik tidak

semuanya dilakukan secara kritis. Selain itu, sebagian fit and proper test dilakukan secara tertutup,

sehingga dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan liar atau dugaan-dugaan negatif dari masyarakat.

Untuk menghindarkan munculnya dugaan-dugaan negatif tersebut, seyogianya seluruh tahapan fit and

proper test dilaksanakan secara terbuka.

5

Berdasarkan uraian dan evaluasi di atas dapatlah disimpulkan bahwa pengawasan yang

dilaksanakan DPR selama MS III hanyalah dilakukan secara ala kadarnya alias tidak tajam dan tidak

menggigit sehingga rekomendasinya kurang/tidak diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap K/L mitra

kerja masing-masing Komisi.

EVALUASI KELEMBAGAAN: “Perencanaan Buruk, Kinerja Terpuruk”

Pertama, perencanaan DPR (baik untuk fungsi legislasi, anggaran, maupun pengawasan) kacau karena

antara substansi Pidato Ketua DPR dalam Pembukaan MS dan Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti

Bamus masih berbeda. Selain itu, Keputusan Bamus tidak lengkap dan akurat, juga hanya merupakan

copy paste dari keputusan Bamus MS yang lalu, Ketua DPR juga sering berimprovisasi atau tidak

konsisten bahkan keluar konteks dari rencana kerja yang ditetapkan Rapat Bamus. Perencanaan yang

tidak jelas dapat berdampak buruk pada capaian target atau hasil kinerja DPR.

Kedua, meskipun sudah sering dikritik Pimpinan DPR tetap tak bergeming. Mereka sering berbicara ke

publik tanpa membedakan apakah waktu berbicara itu dalam kapasitas sebagai apa, Pimpinan atau

pribadi. Hal ini tentu membuat bingung publik atau publik bisa berpikir bahwa semuanya adalah sikap

DPR. Pada kenyataannya tidak demikian, ada juga pendapat pribadi atau kelompok yang disampaikan.

Jadi ke depan, Pimpinan DPR harus membedakan ketika berbicara atas nama DPR dan pribadi atau

kelompok.

Ketiga, terdapat gap yang signifikan dalam kegiatan rapat antar Komisi. Komisi paling sedikit

melakukan rapat adalah Komisi VI (8 kali) dan paling banyak adalah Komisi X (19 kali). Meski memiliki

tugas dan fungsi yang sama tetapi ada Komisi yang sering rapat dan ada yang jarang rapat.

Kemungkinan faktor sektor dan isu yang menjadi penyebabnya.

Keempat, pada MS III ini DPR sesungguhnya fokus mengevaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran

2020 dan refocusing, realokasi maupun penghematan APBN TA 2021, tetapi justru Banggar tidak

tampak mengadakan rapat.

Kelima, kehadiran anggota DPR pada Rapur dalam MS III lumayan membaik dibandingkan dengan MS

II. Namun demikian patut disayangkan ketika anggota yang ijin dianggap hadir sehingga menciptakan

kehadiran dan tunjangan fiktif. Demikian pula soal kepastian kehadiran anggota DPR dalam rapat

secara virtual, mungkin juga ada yang fiktif. Di MS-MS yang akan datang kehadiran anggota DPR pada

Rapur diharapkan lebih baik lagi.

Selain itu, lemahnya sikap DPR terhadap Pemerintah baik di bidang legislasi, anggaran, dan

pengawasan membuat checks and balances antar keduanya menjadi tidak balance lagi. Kelemahan

demikian bila ditimpali dengan perencanaan buruk maka kinerja DPR pasti semakin terpuruk.

Jakarta, 7 Maret 2021

FORMAPPI

Bidang Legislasi: Lucius Karus (0813 9936 7707)

Bidang Anggaran: Y. Taryono (0823 1015 8289)

Bidang Pengawasan: M. Djadijono (0813 1733 4457) dan Albert Purwa (0857 1796 6766)

Bidang Kelembagaan: I Made Leo Wiratma (0813 1686 0458)

6

EVALUASI KINERJA (EVAKIN) DPR

MASA SIDANG (MS) III TAHUN SIDANG (TS) 2020-2021

“Perencanaan Buruk, Kinerja Terpuruk”

I. PENGANTAR

Menurut keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) tanggal 3

Desember 2020, Masa Sidang (MS) III Tahun Sidang (TS) 2020-2021 berlangsung dari tanggal 11

Januari sampai dengan 7 Maret 2021. Alokasi waktu untuk rapat-rapat dijadwalkan dari tanggal 11

Januari s/d 10 Februari 2021 (31 hari kalender atau 23 hari kerja), sementara masa reses

diagendakan dari tanggal 11 Februari s/d 7 Maret 2021 (25 hari kalender atau 17 hari kerja). Selain

itu, rencana kegiatan fungsi Pengawasan (P) dialokasikan 50%, fungsi Legislasi (L) dialokasikan 35%,

dan fungsi Anggaran (A) 15% dari waktu yang tersedia. Meski demikian, setiap fungsi tersebut akan

disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan 3 (tiga) fungsi Dewan.

Adapun agenda setiap fungsi direncanakan sebagai berikut: bidang Legislasi: (a) Komisi/Pansus

membahas RUU sesuai hasil evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas Tahun

2021; (b) Baleg melaksanakan tugas di Bidang Legislasi; (c) AKD yang lain melaksanakan tugas sesuai

dengan bidangnya. Sedangkan bidang Anggaran: mengevaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran

2020. Sementara bidang Pengawasan: (a) Komisi membahas hal-hal yang terkait dengan Bidang

Pengawasan; (b) Tindaklanjut terhadap hasil kunjungan kerja perseorangan maupun kunjungan

kerja Tim pada saat Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang 2020-2021; (c) memberikan

pertimbangan untuk mengisi suatu jabatan: Calon Duta Besar Negara Sahabat, Pejabat Publik, dan

Pewarganegaraan; (d) melanjutkan tugas Tim seperti Tim Pemantau DPR terhadap Pelaksanaan

Undang-Undang terkait Otonomi Daerah Khusus Aceh, Papua, Papua Barat, Keistimewaan Daerah

Istimewa Yogyakarta, dan DKI Jakarta; Tim Pengawas DPR RI tentang Pembangunan Daerah

Perbatasan; Tim Penguatan Diplomasi Parlemen; Tim Pemantau dan Evaluasi Usulan Program

Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP); Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia; Tim Pengawas DPR RI terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana; Tim Open

Parliament Indonesia (OPI); Tim Implementasi Reformasi DPR RI; dan Tim Pengawas

Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Agak berbeda dengan keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus tanggal 3 Desember

2020, Ketua DPR RI Puan Maharani1 menyebutkan bahwa dalam MS III TS 2020-2021, DPR akan

melakukan hal-hal sebagai berikut. Fungsi legislasi: segera menetapkan Program Legislasi Nasional

(Prolegnas) Prioritas Tahun 2021 dan membahas sejumlah RUU bersama Pemerintah, yaitu RUU

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; RUU

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia;

RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi

Provinsi Papua; dan RUU tentang Pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement

1 Pidato Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Pembukaan MS III TS 2020-2021 pada 11 Januari 2021 di Gedung DPR RI, Senayan,

Jakarta. https://www.idntimes.com/news/indonesia/aldzah-fatimah-aditya/pidato-lengkap-puan-maharani-saat-pembukaan-

masa-sidang-iii-2020/7

7

between the Republic of Indonesia and the EFTA States (Persetujuan Kemitraan Ekonomi

Komprehensif antara Republik Indonesia dengan Negara-Negara EFTA).

Dalam pelaksanaan fungsi anggaran, DPR melalui alat kelengkapan Dewan akan terus memperkuat

pelaksanaan APBN 2021 sebagai stimulus pemulihan ekonomi nasional, pemulihan kesejahteraan

rakyat, dan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, termasuk mendukung upaya terbaik

Pemerintah dalam menyediakan vaksin Covid-19. Pemerintah dan DPR telah menetapkan target

pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen. Pencapaian target tersebut akan sangat

ditentukan oleh ketersediaan dan efektivitas vaksinasi, konsistensi berbagai upaya pengendalian

pandemi, kecepatan dan efektivitas berbagai kebijakan pemulihan ekonomi, serta berbagai agenda

reformasi.

Sementara pelaksanaan fungsi pengawasan DPR akan diarahkan pada penyelenggaraan

pemerintahan di berbagai bidang yang tetap harus dapat terselenggara dengan baik sesuai dengan

amanat Undang-Undang. Hal itu antara lain: pertama, mengawasi pengelolaan keuangan negara

tahun 2021 agar dilaksanakan dengan memenuhi prinsip tata kelola yang baik, transparan,

akuntabel, tepat nilai, tepat guna dan tepat sasaran. Kedua, mengawasi persiapan dan pengadaan

vaksin yang aman, teruji dan jika telah memiliki ijin dari BPOM serta sertifikasi halal dari MUI.

Pemberian vaksin harus berjalan secara efektif, menyeluruh dan menjangkau seluruh lapisan

masyarakat. Ketiga, melakukan proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap 7 (tujuh) Calon Hakim

Agung yang telah diusulkan oleh Komisi Yudisial, yakni 1 (satu) orang calon Hakim Agung dan 6

(enam) orang calon Hakim Ad Hoc; 18 (delapan belas) Calon Anggota Ombudsman Republik

Indonesia Masa Jabatan 2021-2026 yang telah diusulkan oleh Presiden, dan memberi pertimbangan

terhadap Calon Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Negara-Negara Sahabat. Keempat,

melanjutkan tugas Tim Pemantau dan Tim Pengawas, serta Panja yang dibentuk melalui Alat

Kelengkapan Dewan.

Selain itu Puan Maharani juga menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi diplomasi parlemen,

pada masa sidang ini, DPR akan mengirimkan delegasi untuk menghadiri sejumlah pertemuan kerja

sama antarparlemen, baik bilateral, regional, maupun internasional, antara lain menghadiri secara

virtual pertemuan OECD Global Parliamentary Network yang akan dilaksanakan pada 9-10 Februari

2021 di Paris. DPR RI juga akan terus berupaya meningkatkan kerja sama internasional, menjaga

kewaspadaan dan kesiapan Indonesia dalam merespons dinamika politik dan keamanan

internasional.

Meski antara Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus tanggal 3 Desember 2020 dan

Pidato Ketua DPR RI Puan Maharani) terdapat perbedaan, tetapi evaluasi kinerja ini tetap akan

meninjaunya dari pencapaian target-target setiap fungsi yang sudah diagendakan. Bahkan mungkin

baik untuk dijadikan komparasi, yang mana dari keduanya lebih menentukan arah dan hasil kinerja

DPR RI pada MS III TS 2020-2021 ini. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi mengenai kelembagaan

serta ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi.

8

II. BIDANG LEGISLASI: “Perencanaan Legislasi Yang Buruk Karena DPR Lemah”

A. Pengantar

Masa Sidang (MS) III merupakan masa sidang pertama tahun 2021. Memasukki MS III DPR tak

bisa langsung memulai proses penyusunan dan pembahasan RUU karena Prolegnas Prioritas

2021 belum disahkan DPR pada masa sidang terakhir di tahun sebelumnya. Oleh karena itu

hanya Badan Legislasi yang terlihat menjalankan fungsi legislasi di MS III karena merekalah yang

menjadi penanggungjawab penyusunan Prolegnas Prioritas di DPR. AKD lainnya tak bisa

melakukan apa-apa karena menunggu sampai Prolegnas Prioritas disahkan terlebih dahulu

sebagai rujukan resmi pembentukan legislasi.

Badan Legislasi sesungguhnya sudah menetapkan Prolegnas Prioritas di awal MS III yakni pada

14 Januari, tiga hari setelah MS III dibuka. Setelah ditetapkan oleh Baleg, Prolegnas Prioritas

tersebut tidak juga diagendakan oleh Bamus untuk diputuskan secara resmi di Rapat Paripurna.

Bahkan sampai berakhirnya MS III, pengesahan tersebut tidak pernah terlaksana. Akibatnya

tanpa Prolegnas Prioritas, tak ada proses penyusunan dan pembahasan RUU selama MS III.

Catatan berikut ini bermaksud memberikan catatan kritis dan evaluatif atas pelaksanaan fungsi

legislasi DPR yang mandeg sepanjang MS III akibat Prolegnas Prioritas yang belum juga disahkan.

B. Rencana Pelaksanaan Fungsi Legislasi MS III

Ketua DPR dalam pidato pembukaan MS III sesungguhnya sudah memberikan penegasan terkait

mendesaknya pengesahan Prolegnas Prioritas dalam rangka memenuhi kebutuhan hukum

nasional dan meningkatkan kinerja legislasi DPR. Selain menetapkan Prolegnas Prioritas, Ketua

DPR bahkan sudah menentukan RUU Prioritas lain yang ingin segera dibahas pada MS III.

Sebagaimana diberitahukan di atas, hingga berakhirnya MS III, tak satupun target yang

disampaikan Ketua DPR selesai dikerjakan.

Rencana pelaksanaan fungsi legislasi sebagaimana disampaikan Ketua DPR pada Pidato

Paripurna Pembukaan MS III adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan Prolegnas Prioritas 2021. Penetapan Prolegnas Prioritas ini penting fungsinya

sebagai skala prioritas pada tahapan penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-

Undang (RUU) pada Pembicaraan Tingkat I. Penetapan daftar RUU ini merupakan bagian

dari pemenuhan kebutuhan hukum nasional yang dinilai dapat mempercepat terwujudnya

tujuan bernegara.

2. DPR akan membahas bersama Pemerintah beberapa RUU sebagai berikut: (a) RUU tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, (b)

RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas

Kontinen Indonesia, (c) RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001

tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dan (d) RUU tentang Pengesahan

Comprehensive Economic Partnership Agreement between the Republic of Indonesia and

the EFTA States (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia

dengan Negara-Negara EFTA).

9

C. Kinerja Legislasi MS III: Rencana saja Ngga Punya, Bagaimana Bisa Ada Hasil?

Sebagaimana disampaikan oleh Ketua DPR pada pidato Pembukaan MS III, target paling

mendesak sekaligus menentukan dalam konteks pelaksanaan fungsi legislasi adalah penetapan

Prolegnas Prioritas. Hanya dengan itu DPR bisa memulai proses penyusunan hingga pembahasan

legislasi mereka di tahun 2021 ini. Ngga akan ada proses penyunan dan pembahasan legislasi

jika Prolegnas Prioritasnya saja belum disahkan. Prolegnas Prioritas itu merupakan instrumen

perencanaan legislasi nasional yang menjadi rujukan resmi bagi DPR bersama Pemerintah dalam

menyusun dan membahas RUU. Jika rencananya saja belum selesai, bagaimana bisa

melaksanakan proses-proses penyunanan hingga pembahasan RUU?

Ketakjelasan nasib Prolegnas Prioritas 2021 sepanjang MS III merupakan awal yang sangat buruk

bagi DPR dalam konteks mendorong peningkatan kinerja legislasi. Bagaimana bisa hanya untuk

menyelesaikan perencanaan legislasi saja DPR menghabiskan waktu hingga dua sampai tiga

masa sidang atau kurang lebih 6 bulan? Prolegnas Prioritas sudah mulai dibicarakan pada Bulan

November 2020 lalu namun sampai sekarang belum juga disahkan. Bayangkan, dua sampai tiga

masa sidang dihabiskan untuk membuat rencana. Jika untuk sekedar menyusun dan

menetapkan rencana saja perlu waktu selama itu, kapan DPR benar-benar mulai mengerjakan

penyusunan dan pembahasan RUU-RUU tersebut? Tata kelola perencanaan legislasi seperti ini

jelas sangat tidak efektif dan tidak efisien. DPR membuang begitu banyak waktu, juga anggaran

untuk merencanakan pelaksanaan fungsi legislasi. Tak mengherankan jika di akhir tahun RUU

yang dihasilkan sangat sedikit karena waktu tersisa untuk proses pembahasan RUU menjadi

sangat pendek.

Perencanaan legislasi seharusnya sudah beres sebelum DPR memulai masa sidang pertama di

tahun yang baru. DPR dan Pemerintah bisa langsung memulai proses penyunan hingga

pembahasan RUU-RUU yang direncanakan sejak hari pertama DPR memulai persidangan di

tahun yang baru. Maka 5 kali masa sidang dalam setahun akan bisa sangat bermakna untuk

menyelesaikan RUU-RUU yang ditargetkan selama setahun. Hasil kerja yang maksimal selalu

mulai dari perencanaan yang baik. Perencanaan yang baik mesti realistis dengan

memperhitungkan ketersediaan waktu sidang selama setahun juga kebutuhan hukum nasional

yang mendesak.

D. Sabotase Kepentingan Dibalik Molornya Pengesahan Prolegnas Prioritas

Kegamangan DPR untuk segera mengesahkan Prolegnas Prioritas 2021 pada MS III lalu tak hanya

membuat perencanaan legislasi menjadi semakin molor, tetapi juga mengorbankan prinsip

prioritas legislasi untuk memenuhi kebutuhan hukum publik. Sebagaimana diketahui bahwa

Prolegnas Prioritas 2021 sudah ditetapkan oleh Badan Legislasi pada 14 Januari lalu. Pasca

penetapan itu, mestinya Bamus langsung mengagendakan pengambilan keputusan di tingkat

paripurna agar RUU-RUU yang masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas segera mulai disusun dan

dibahas oleh masing-masing AKD yang ditugasi.

10

Faktanya setelah penetapan di Badan Legislasi, Prolegnas Prioritas 2021 belum juga

diagendakan untuk diputuskan pada Rapat Paripurna. Yang terbaca sebagai pemicu molornya

proses pengesahan Prolegnas Prioritas itu adalah munculnya pro kontra antara fraksi-fraksi dan

juga Pemerintah terkait revisi UU Pemilu. Alasan ini tentu saja sangat mengecewakan karena

mestinya perbedaan sikap soal norma-norma yang mau diatur dalam RUU Pemilu mestinya akan

menjadi bagian dari proses pembahasan substansi nanti. Pada tahapan perencanaan,

pertimbangan soal urgensi RUU yang menjadi dasar penentuan RUU-RUU yang diakomodasi

dalam daftar Prolegnas Prioritas. Yang terjadi, DPR dan Pemerintah sudah mendiskusikan norma

baru RUU Pemilu, padahal pembahasannya saja belum dimulai. Mestinya jika sejak awal DPR

dan Pemerintah tak menganggap penting revisi UU Pemilu, maka mereka tak perlu

memasukkannya dalam daftar RUU Prioritas 2021 yang dibahas bersama antara Baleg,

Pemerintah dan DPD.

Kemunculan pro kontra terkait apa yang mau diatur dalam UU Pemilu lebih didorong oleh

kalkulasi politik, termasuk soal perlu atau tidaknya memasukkan RUU Pemilu dalam daftar

Prolegnas Prioritas 2021. Semula ketika pembicaraan soal Prolegnas Prioritas, kalkulasi politik

yang muncul jika revisi UU Pemilu dilakukan pada 2021 mungkin tidak muncul. Semua partai,

Pemerintah, dan DPD hanya fokus pada bagaimana membenahi tata kelola pemilu melalui revisi

UU Pemilu.

Sayangnya rencana untuk memenahi tata kelola pemilu di atas mulai dikacaukan oleh kalkulasi

politik praktis khususnya terkait waktu pelaksanaan Pilkada yang di UU Pilkada sudah ditentukan

akan berlangsung serentak pada tahun 2024. Hitung-hitungan parpol mulai membayang-bayangi

revisi UU Pemilu hingga menggantung agenda pengesahan Prolegnas Prioritas 2021.

Nampak bahwa hampir semua fraksi, pun pemerintah tetap berkeinginan merevisi UU Pemilu,

akan tetapi di sisi lain potensi kegaduhan yang dipicu oleh keinginan mendorong perubahan

jadwal pelaksanaan Pilkada juga tak bisa disepelekan. Hitung-hitungan itu yang nampaknya

belum tuntas dipertimbangkan hingga saat ini.

Terkait revisi UU Pemilu memang kepentingan parpol sangat kental harus kita akui, tetapi

dengan alasan itu agenda prioritas legislasi lain menjadi tak jelas tentu hal yang mengecewakan.

Prolegnas Prioritas tak melulu bicara soal kepentingan parpol semata atau kepentingan

penguasa. Prolegnas Prioritas itu dibuat untuk menjawab kebutuhan hukum nasional.

Kepentingan nasional itu yang mestinya tak bisa disabotase oleh kepentingan pragmatis parpol

dalam mengesahkan Prolegnas Prioritas 2021.

E. Peran Pimpinan DPR sekaligus Pimpinan Badan Musyawarah

Molornya pengesahan Prolegnas Prioritas 2021 tak terelakkan juga disumbangkan oleh peran

Pimpinan DPR yang sekaligus menjadi Pimpinan Badan Musyawarah yang gagal mendukung

upaya peningkatan kinerja legislasi DPR dengan menghambat penetapan agenda pengesahan

Prolegnas Prioritas. Sikap Pimpinan DPR bertolak belakang dengan pernyataan mereka yang

selalu menginginkan pelaksanaan fungsi legislasi DPR terus diperkuat sehingga bisa

meningkatkan kinerja.

11

Molornya pengesahan Prolegnas Prioritas 2021 nampaknya karena Pimpinan DPR harus

mengikuti perintah partai masing-masing yang tiba-tiba menyatakan sikap tak ingin melanjutkan

pembahasan RUU Pemilu. Tentu saja sikap partai itu penting untuk diperjuangkan tetapi medan

untuk memperjuangkan itu jangan sampai menghambat misi utama legislasi untuk memenuhi

kebutuhan hukum nasional. Pimpinan DPR mesti berdiri di atas kepentingan nasional ketimbang

menjadi algojo parpol masing-masing. Dan urusan memperjuangkan kepentingan parpol melalui

UU itu seharusnya menjadi bagian dari proses pembahasan, bukan pada saat perencanaan.

F. Kepatuhan pada Presiden Mengalahkan Peran dan Fungsi DPR

Kontroversi RUU Pemilu yang menghambat pengesahan Prolegnas Prioritas dipicu oleh

kemunculan perubahan sikap parpol dari yang semula mendukung revisi UU Pemilu menjadi

menolak revisi tersebut. Perubahan sikap itu muncul setelah elit parpol diajak bicara oleh

Presiden. Penyampaian sikap Presiden yang cenderung menolak revisi UU Pemilu dalam waktu

sekejap merubah peta dukungan terhadap revisi UU Pemilu. Parpol koalisi tak bisa

mempertahankan argumentasi soal urgensi revisi UU Pemilu sebagaimana yang sudah mereka

bicarakan sejak tahun lalu di DPR. Parpol koalisi nampak begitu tunduk pada presiden sehingga

sikap presiden dengan mudah diterima dan didukung walaupun mungkin saja tak

menguntungkan secara politik bagi parpol di masa yang akan datang.

Persoalan yang sama juga terjadi dalam wacana revisi UU ITE. Ketika Presiden mulai

menyuarakan keinginan untuk merevisi UU ITE, DPR yang sebelumnya bahkan tak pernah

membicarakannya sepanjang penyusunan Prolegnas Prioritas kembali seperti “dipaksa” untuk

mengikuti Presiden dengan mengupayakan revisi UU ITE masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.

Jika pola pembentukan legislasi lebih banyak dikendalikan oleh Presiden, lalu apa artinya

kekuasaan DPR sebagai pembentuk legislasi sesuai dengan amanat konstitusi?

G. Kesimpulan

Kinerja legislasi MS III masih melanjutkan tradisi kinerja DPR yang buruk dari masa sidang-masa

sidang di tahun sebelumnya. DPR gagal menjadikan MS III sebagai momentum untuk

membangkitkan optimisme dalam meningkatkan kinerja legislasi. MS III justru memunculkan

pesimisme sejak awal bahwa kinerja DPR di tahun 2021 tak akan lebih baik dari tahun

sebelumnya.

Ada banyak alasan yang menyebabkan buruknya kinerja legislasi DPR di MS III. Mulai dari tata

kelola perencanaan yang buruk hingga sabotase kepentingan politik yang menghambat laju

pengesahan Prolegnas Prioritas. Kepatuhan DPR pada Presiden juga menambah runyamnya

pelaksanaan fungsi legislasi DPR. DPR seolah-olah tanpa wibawa di hadapan keinginan Presiden

atas beberapa RUU.

12

III. BIDANG ANGGARAN: “Perencanaan Pemerintah Buruk Tapi DPR Manut”

A. Pengantar

MS III TS 2020-2021 merupakan awal kinerja DPR di tahun 2021, tahun yang masih dibayangi

oleh bencana non alam yakni pandemi Covid-19. Meskipun demikian, DPR tidak boleh

mengendorkan tapi justru lebih memacu kinerjanya bersama-sama pemerintah agar pandemic

cepat berlalu dan memperbaiki ekonomi rakyat yang semakin terpuruk. DPR harus tetap

menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan

protokol kesehatan. Terkait dengan fungsi anggaran, tugas pokok dan fungsi DPR diatur dalam

Undang-Undang No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sebagaimana telah

diubah tiga kali (terakhir dengan UU No. 13/2019) maupun Peraturan DPR No.1/2020 tentang

Tata Tertib.

Menurut Pasal 69 UU MD3, DPR mempunyai fungsi: (a) legislasi; (b) anggaran; dan (c)

pengawasan. Ketiga fungsi (legislasi, pengawasan, dan anggaran) itu dijalankan dalam kerangka

representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik

luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara Pasal 70 Ayat

(2) menentukan bahwa fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b

dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan

persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.

Selanjutnya Pasal 71 huruf e mengatur: DPR berwenang membahas bersama Presiden dengan

memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-

undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.

Senada dengan itu, Peraturan DPR No.1/2020 tentang Tata Tertib Pasal 4 juga menyatakan

bahwa DPR mempunyai fungsi: (a) legislasi; (b) anggaran; dan (c) pengawasan. Ketiga fungsi

(legislasi, pengawasan, dan anggaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam

kerangka representasi rakyat, dan juga untuk mendukung upaya Pemerintah dalam

melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudin Pasal 5 Ayat (2) menyebutkan: fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak

memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh

Presiden.

Rencana pelaksanaan fungsi anggaran dalam Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat

Badan Musyawarah (Bamus) DPR tanggal 3 Desember 2020 tentang Jadwal Acara Rapat DPR

selama MS III TS 2020-2021, yaitu melakukan Evaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020.

Porsi alokasi waktu yang diberikan bagi pelaksanaan fungsi anggaran MS III sama dengan MS II

(kurang lebih 15 persen) atau lebih rendah dibandingkan dengan MS I (kurang lebih 40 persen). 2

Rencana kerja menurut Rapat Bamus tersebut berbeda dengan rencana kerja DPR berdasarkan

Pidato Pembukaan MS III TS 2020-2021 yang disampaikan oleh Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan

Maharani. Dalam pidato tersebut disebutkan, pelaksanaan fungsi anggaran, DPR melalui alat

2 https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BAMUS-10-54fcf69e1c18cc68ba74edea55b7859c.pdf

13

kelengkapan Dewan akan terus memperkuat pelaksanaan APBN 2021 sebagai stimulus

pemulihan ekonomi nasional, pemulihan kesejahteraan rakyat, dan pelaksanaan prioritas

pembangunan nasional, termasuk mendukung upaya terbaik Pemerintah dalam menyediakan

vaksin Covid-19. Pemerintah dan DPR telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi

Indonesia sebesar 5 persen. Pencapaian target tersebut akan sangat ditentukan oleh

ketersediaan dan efektivitas vaksinasi, konsistensi berbagai upaya pengendalian pandemi,

kecepatan dan efektivitas berbagai kebijakan pemulihan ekonomi, serta berbagai agenda

reformasi. Meski ada perbedaan, Formappi akan melakukan evaluasi terhadap keduanya.

B. Evaluasi Serap Anggaran K/L TA 2020.

Pelaksanaan rencana kerja DPR berdasarkan Rapat Bamus sebagaimana disebutkan diatas, yakni

evaluasi pelaksanaan APBN TA 2020, dalam MS III ini Komisi DPR melakukan rapat dengan mitra

kerja (Kementerian dan Lembaga Negara non kementerian atau K/L) masing-masing.

Berdasarkan penelusuran Formappi pada laman resmi www.dpr.go.id, live streaming youtube

dan facebook, tidak semua Komisi DPR melakukan rapat membahas serap anggaran K/L TA

2020. Dari sebelas Komisi (I-XI) hanya 8 Komisi yang ditemukan melakukan rapat membahas

serap anggaran K/L, yaitu Komisi I dengan 11 K/L, Komisi III dengan 2 K/L, Komisi IV dengan 3

Kementerian, Komisi V dengan 5 K/L, Komisi VI dengan 9 K/L, Komisi VII dengan 2 Kementerian,

Komisi VIII dengan 4 K/L, dan Komisi X dengan 4 K/L. Sementara 3 Komisi tidak ditemukan hasil

rapat dengan mitra kerja membahas serap anggaran K/L TA 2020. MS III kali ini mengalami

peningkatan kinerja jika dibandingkan dengan MS sebelumnya, dimana MS I (4 Komisi dengan

18 K/L) dan MS II (3 Komisi dengan 10 K/L). Meskipun kinerja DPR dalam MS III mengalami

peningkatan dari MS sebelumnya, namun tetap saja masih ada Komisi yang absen melakukan

rapat, sehingga pembahasan serap anggaran K/L tahun 2020 tidak tuntas dilaksanakan.

Apalagi terdapat 2 Komisi yang baru memulai melakukan pembahasan serap anggaran K/L TA

2020 pada MS III ini, yaitu Komisi I dan VII. Sementara itu, sampai dengan MS III TS 2020-2021

berakhir, Komisi II, IX dan XI tidak ditemukan melakukan pembahasan serap anggaran TA 2020

(lihat Tabel 1).

Tabel 1: Realisasi Serap Anggaran K/L Atas APBN TA 2020 Pada MS I, II dan III TS 2020-2021

Komisi

Kementerian/Lembaga Negara

MS I

Realisasi (%)

MS II

Realisasi (%)

MS III

Realisasi (%)

I

Kementerian Luar Negeri - - 95,35

Lembaga Ketahanan Nasional - - 93,05

Dewan Ketahanan Nasional - - 93,45

Kementerian Komunikasi dan

Informatika3

- - 98,2

Badan Keamanan Laut RI - - 96,39

Lembaga Penyiaran Publik TVRI 93,52

Lembaga Penyiaran Publik RRI - - 87,92

Komisi Penyiaran Indonesia Pusat - - 96,23

3 https://www.merdeka.com/uang/penyerapan-anggaran-2020-kominfo-982-persen-tertinggi-dalam-3-tahun-terakhir.html

14

Komisi Informasi Pusat (KIP) - - 95,40

Dewan Pers 95,17

Badan Siber dan Sandi Negara - - 96,47

III Kementerian Hukum dan HAM - Tertutup -

Jaksa Agung RI4 - - 98,34

IV

Kementerian Pertanian5 60,43 - 95,61

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan6

47,49 - 93,94

Kementerian Kelautan dan

Perikanan

54,44 - 91,27

V

Kementerian PUPR 48,13 73,05 93,97

Kementerian Perhubungan 45,27 70,72 95,58

Kementerian Desa, PDT dan

Transmigrasi

55,55 78,23 95,57

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan

Geofisika

41,52 63,10 92,60

Badan Nasional Pencarian dan

Pertolongan

59,51 80,42 94,59

VI

Kementerian Perdagangan 53,82 - 93,31

Komisi Pengawas Persaingan Usaha 65,55 - 99,33

Badan Standarisasi Nasional 46,22 - 99,37

Badan Pengusahaan Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas Batam

26,00 - 77,04

Badan Pengusahaan Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas Sabang

29,58 - 65,12

Badan Kordinasi Penanaman Modal 47,87 - 97,65

Kementerian Perindustrian 47,19 - 93,73

Kementerian Koperasi dan UMKM 46,13 - 99,23

Kementerian BUMN 38,18 - 97,65

VII Kementerian Ristek/BRIN RI7 - - 89,32

Kementerian ESDM RI - - 93,80

VIII

Badan Nasional Penanggulangan

Bencana

50,62 - 92,97

Kementerian PPPA - - 98,03

Kementerian Sosial RI - - 97,11

Kementerian Agama RI - - 96,07

X

Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan

- 62,21 91,61

Perpustakaan Nasional - 83,71 96,62

Kementerian Pemuda dan Olahraga - 73,00 95,14

4 https://www.merdeka.com/peristiwa/kemenkeu-alokasikan-rp350-miliar-untuk-bangun-gedung-kejagung-yang-terbakar.html 5 https://economy.okezone.com/read/2021/01/25/320/2350325/serapan-anggaran-kementan-2020-capai-95-ini-rinciannya 6 http://www.menlhk.go.id/site/single_post/3526 7 https://www.ristekbrin.go.id/komisi-vii-dpr-dukung-kemenristek-brin-dalam-penguatan-ekosistem-inovasi-dan-riset-nasional-

di-tahun-2021/

15

Kemenparekraf/Baparekraf RI - 59,91 92,56

Sumber: Data diolah dari laman resmi www.dpr.go.id , live streaming youtube, facebook DPR RI

dan berbagai sumber pemberitaan media.

Selain itu, Formappi mencatat bahwa masih banyak pula K/L yang serap anggarannya masih

rendah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258 tahun 2015 (PMK 258/2015) tentang Tata Cara

Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi Atas Pelaksanaan Anggaran Belanja

Kementerian/Lembaga (Reward and Punisment) dalam Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa

penghargaan diberikan dengan ketentuan capaian serapan anggaran K/L tahun anggaran

sebelumnya paling sedikit 95 persen. Namun sebaliknya, terhadap serap anggaran K/L yang

masih dibawah 95 persen akan diberikan punishment. Terkait dengan K/L yang serapan

anggarannya rendah, sikap Komisi justru sangat lemah bahkan ada yang memberi apresiasi.

Komisi I DPR RI misalnya, menyatakan bahwa dapat memahami serap anggaran Lemhannas dan

Wantannas, bahkan memberi apresiasi dan mendorong LPP TVRI dan LPP RRI untuk terus

meningkatkan kinerjanya agar menjadikan Lembaga Penyiaran Publik yang mandiri, kuat,

handal, profesional serta terdepan.

Komisi IV DPR RI: (a) menerima penjelasan Kementerian Kelautan dan Perikanan; (b)

memberikan apresiasi kepada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terhadap

pendanaan program/kegiatan di TA 2020 yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

(PHLN), yang tidak terealisasi; (c) meminta Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi agar hal ini

tidak terulang kembali; (d) meminta Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi untuk

berkoordinasi dengan pihak donor dan Bappenas mengenai prediksi kendala teknis pelaksanaan

pada program/kegiatan TA 2021 sehingga tidak mengganggu kinerja tahun berjalan, dan

hasilnya dilaporkan kepada Komisi V DPR RI; (e) terhadap pendanaan program/kegiatan pada TA

2020 yang tidak terealisasi sebesar Rp6,36 triliun (6,75%) dari pagu anggaran TA 2020 antara

lain dari dana blokir, sisa lelang serta kegiatan PHLN, dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN),

meminta Kementerian PUPR untuk mengambil langkah strategis untuk mengatasinya sehingga

ke depannya tidak terulang kembali; (f) terhadap pendanaan program/kegiatan di TA 2020 yang

tidak terealisasi sebesar Rp1,6 triliun (4,42% dari pagu anggaran), meminta Kementerian

Perhubungan agar mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi hal ini sehingga ke

depannya tidak terulang kembali; (g) terhadap anggaran program/kegiatan BMKG di TA 2020

yang tidak terealisasi sebesar Rp165,95 Miliar (7,4% dari pagu anggaran) dan BNPP/Basarnas

sebesar Rp85,84 Miliar (5,41% dari pagu anggaran), meminta BMKG dan BNPP/Basarnas agar

mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi hal ini sehingga ke depannya tidak

terulang kembali.

Komisi VI DPR RI mengapresiasi realisasi anggaran Kementerian Perdagangan dan Kementerian

Perindustrian, bahkan mengapresiasi realisasi anggaran Badan Pengusahaan Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) yang serap anggarannya hanya

77,04 persen, dan menerima penjelasan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas Sabang (BP Sabang) yang serap anggarannya hanya mencapai 65,12 persen;

16

Komisi VIII meminta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk

memjelaskan secara rinci dan detail penggunaan Anggaran BNPB TA 2020 termasuk capaian

prioritas nasional Tahun 2020 yang dilengkapi dengan besaran program dan anggaran, lokasi

dan bentuk kegiatannya. Komisi VIII juga meminta penjelasan secara detail penggunaan Dana

Siap Pakai (DSP) tahun 2020;

Komisi X DPR RI mencatat daya serap anggaran Kemendikbud RI dan memahami daya serap

anggaran Kemenparekraf/Baparekraf RI pada TA 2020.

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa DPR tampak sangat lemah dan masih bersikap datar-

datar saja kepada 17 K/L meskipun realisasi serap anggaran K/L TA 2020 masih di bawah 95

persen. Bahkan DPR memberikan apresiasi dan dapat menerima penjelasan kepada BP Batam

dan BP Sabang yang serap anggarannya masih sangat rendah. Oleh karena itu, dapat dipahami

jika mitra kerja (K/L) akan acuh tak acuh atas rekomendasi yang diberikan oleh Komisi DPR.

Reward dan punishment yang seharusnya dijalankan DPR dalam memberikan anggaran kepada

K/L juga tidak dijalankan sebagaimana mestinya. K/L tidak akan pernah merasa terpacu untuk

memperbaiki serap anggarannya jika tidak ada sikap kritis dan keras dari DPR.

C. Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021

Agenda kerja anggaran DPR lainnya seperti yang disampaikan dalam pidato Ketua DPR pada

Pembukaan MS III TS 2020-2021 adalah DPR melalui alat kelengkapan Dewan akan terus

memperkuat pelaksanaan APBN 2021 sebagai stimulus pemulihan ekonomi nasional, pemulihan

kesejahteraan rakyat, dan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, termasuk mendukung

upaya terbaik Pemerintah dalam menyediakan vaksin Covid-19. Untuk itu, pada tanggal 12

Januari 2021 Menteri Keuangan menerbitkan Surat Edaran No.S-30/MK.02/2021 tentang

Refocusing dan Realokasi Belanja K/L Tahun Anggaran (TA) 2021. Surat edaran Menteri

Keuangan ini ditujukan kepada: (1) Para Menteri Kabinet Kerja; (2) Jaksa Agung RI; (3) Kepala

Kepolisian RI; (4) Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian; dan (5) Para Pimpinan

Kesekretariatan Lembaga Negara.

Beberapa poin penting yang disampaikan oleh Menteri Keuangan pada Surat Edaran tersebut,

adalah: (1) K/L diminta untuk segera menyampaikan usul revisi anggaran dalam rangka

penghematan belanja TA 2021 kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran

(DJA), sesuai ketentuan dalam PMK Nomor: 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi

Anggaran TA 2021, paling lambat tanggal 12 Februari 2021; (2) dalam hal sampai dengan tanggal

12 Februari 2021, usul revisi anggaran tidak disampaikan, maka akan dilakukan pemblokiran

anggaran oleh Kementerian Keuangan; dan (3) seluruh proses revisi anggaran dalam rangka

penghematan belanja K/L TA 2021 dilaksanakan secara transparan, akuntabel dan bertanggung

jawab, serta terhindar dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sesuai ketentuan yang berlaku.

Tata cara refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021 diatur pada Peraturan Menteri Keuangan

(PMK) RI Nomor 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021.

17

Pasal 2 angka (1) Revisi Anggaran terdiri atas: (a) Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran

berubah; (b) Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap; dan (c) Revisi

administrasi.

Pasal 3 Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 juga berlaku dalam hal terdapat:

(a) perubahan atas Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2021; dan/atau

(b) perubahan atas kebijakan prioritas Pemerintah yang telah ditetapkan dalam

Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2021 dan/atau Undang-Undang

mengenai perubahan atas Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2021,

termasuk kebijakan pemotongan, penghematan anggaran, dan/atau self blocking.

Pasal 10:

ayat (1) Kementerian/Lembaga menyampaikan usul revisi pergeseran anggaran antar-Program

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf (c) butir 1 ke Direktorat Jenderal

Anggaran;

ayat (2) Revisi Anggaran berupa pergeseran anggaran antar-Program untuk: (a)

penanggulangan bencana; (b) pergeseran anggaran belanja yang dibiayai dari PNBP

sepanjang dalam 1 (satu) bagian anggaran yang sama; (c) memenuhi kebutuhan

Belanja Operasional sepanjang dalam bagian anggaran yang sama; (d) memenuhi

kebutuhan Pengeluaran yang tidak diperkenankan (Ineligible Expenditure) atas

kegiatan/proyek yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri sepanjang

dalam 1 (satu) bagian anggaran yang sama; (e) penyelesaian restrukturisasi

Kementerian/Lembaga dalam hal pergeseran anggaran antar-Program dan/atau antar

bagian anggaran sebagai akibat dari perubahan kabinet; dan/atau (f) pergeseran

anggaran antar-Program dalam unit eselon I yang sama, disampaikan ke Direktorat

Jenderal Anggaran tanpa memerlukan dokumen persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat;

ayat (3) Revisi pergeseran substansi selain anggaran antar-Program untuk yang disebutkan

pada ayat (2) disampaikan ke Direktorat Jenderal Anggaran setelah mendapat

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Atas dasar Surat Edaran Menteri Keuangan tersebut diatas, Komisi DPR melakukan rapat kerja

dan rapat dengar pendapat dengan mitra kerja K/L terkait. Selama MS III terdapat 6 Komisi

dengan 24 K/L mitra kerja yang melakukan pembahasan. Komisi I dengan 7 K/L (Kementerian

Luar Negeri dilakukan secara tertutup), Komisi IV dengan 3 Kementerian, Komisi V dengan 3 K/L

(BMKG dan BNPP/Basarnas tidak ditemukan data refocusing), Komisi VI dengan 7 K/L, Komisi VII

dengan 2 Kementerian, dan Komisi X dengan 2 K/L (Perpusnas RI tidak ditemukan data).

Tabel 2 menggambarkan beberapa K/L telah melakukan refocusing dan realokasi belanja tahun

2021 sebagaimana tampak dari kesimpulan hasil rapat Komisi DPR. Besaran refocusing dan

realokasi belanja K/L bervariasi. Misalnya jumlah refocusing dan realokasi belanja yang paling

kecil dilakukan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan dari pagu anggaran semula sebesar

Rp6.652,14 miliar menjadi sebesar Rp6.494,47 miliar atau 2,37 persen. Sementara jumlah

refocusing dan realokasi yang paling tinggi dilakukan pada Kementerian Pertanian dari pagu

18

anggaran semula sebesar Rp21.838,98 miliar menjadi sebesar Rp15.512,07 miliar atau 28,97

persen.

Tabel 2: Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021 yang dibahas DPR

Dalam Miliar Rupiah

Ko-

misi

K/L

Semula

Menjadi

Pemo-

tongan

(%)

Sikap Komisi

I

Kementeri

an Luar

Negeri

8.205,3 Tidak

ditemuka

n data.

Tertutup -

Lembaga

Ketahana

n Nasional

182,37 168,55 7,58 Komisi I DPR RI prihatin pagu alokasi anggaran

TA 2021 Lemhannas semula sebesar

Rp182.375.470.000,- mengalami perubahan

menjadi Rp168.554.503.000,- Selanjutnya

Komisi I DPR RI mengharapkan program-

program prioritas nasional dapat terlaksana

sebagaimana yang telah direncanakan pada

RKP.

Kementeri

an

Komunika

si dan

Informatik

a

16.958,78 16.098,45 5,07 Komisi I DPR RI telah mendengarkan

penjelasan perubahan alokasi pagu anggaran

Kemkominfo TA 2021 berdasarkan Refocusing

APBN Surat Menkeu No.S-30/MK.02/2021,

yang semula sebesar Rp16.958.777.950.000

menjadi Rp16.098.451.886.000. Untuk

selanjutnya, Komisi I DPR RI mendorong

Kemkominfo untuk mengemplementasikan

APBN TA 2021 secara efektif, efesien,

transparan dan akuntabel sesuai dengan RKP.

Badan

Keamanan

Laut RI

515,5 478,13 7,25 Komisi I DPR RI prihatin pagu alokasi anggaran

TA 2021 Bakamla semula sebesar

Rp515.500.587.000 mengalami penurunan

menjadi Rp478.135.631.000. Untuk itu

selanjutnya Komisi I DPR RI mengharapkan

program-program prioritas nasional dapat

terlaksana sebagaimana yang telah

direncanakan pada RKP secara efektif, efesien,

transparan, dan akuntabel.

Lembaga

Penyiaran

Publik

TVRI

1.458,21 1.375,8 5,65 Komisi I DPR RI telah mendengarkan

penjelasan Dewas dan Dirut LPP TVRI dan LPP

RRI tentang perubahan alokasi Pagu Anggran

LPP TVRI dan LPP RRI TA 2021 sebagai dampak

refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021

berdasarkan Surat Menteri Keuangan No.S-

30/MK.02/2021 tanggal 12 Januari 2021.

Sehubungan dengan perubahan tersebut

Komisi I DPR RI meminta LPP TVRI dan LPP RRI

untuk tetap melaksanakan program prioritas

nasional sesuai dengan target dan sasaran

Lembaga

Penyiaran

Publik RRI

1.684,13 1.577,93 6,31

19

yang sudah ditetapkan di dalam RKP secara

efektif, efesien, transparan, dan akuntabel.

Badan

Siber dan

Sandi

Negara

1.716,61 1.527,85 10,99 Komisi I DPR RI telah mendengarkan

penjelasan BSSN bahwa pagu alokasi anggaran

TA 2021 BSSN semula sebesar

Rp1.716.608.435.000 mengalami penurunan

menjadi Rp1.527.848.887.000. Untuk

selanjutnya Komisi I DPR RI mengharapkan

program-program prioritas nasional yang

antara lain penguatan Nasional Security

Operation Centre-Security Operation Centre

(NSOC-SOC) dan pembentukan Computer

Security Incident Response Team (CSIRT) dapat

terlaksana sebagaimana yang telah

direncanakan pada RKP secara efektif, efesien,

transparan, dan akuntabel.

II Tidak ditemukan data.

III Tidak ditemukan data.

IV

Kementeri

an

Pertanian

21.838,98

15.512,07

28,97

Komisi IV DPR RI menyetujui usulan

penghematan belanja Kementerian Pertanian

TA 2021 dalam rangka mengamankan

pelaksanaan pengadaan vaksin dan program

vaksinasi nasional, penanganan pandemi

COVID-19, dukungan anggaran perlindungan

sosial kepada masyarakat, serta percepatan

pemulihan ekonomi nasional.

Kementeri

an

Lingkunga

n Hidup

dan

Kehutana

n

7.957,11 7.437,74 6,53 Komisi IV DPR RI menyetujui usulan

penghematan belanja Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan TA 2021

dalam rangka mengamankan pelaksanaan

pengadaan vaksin dan program vaksinasi

nasional, penanganan pandemi COVID-19,

dukungan anggaran perlindungan sosial

kepada masyarakat, serta percepatan

pemulihan ekonomi.

Kementeri

an

Kelautan

dan

Perikanan

6.652,14 6.494,47 2,37 Komisi IV DPR RI menerima penjelasan

penghematan belanja Kementerian Kelautan

dan Perikanan TA 2021 dalam rangka

mendukung pelaksanaan program vaksinasi

nasional di masa pandemi COVID-19.

Kementeri

an

Perhubun

gan

45.664,0 33.234,26 27,22 Komisi V DPR RI prihatin terhadap besarnya

pemotongan dan refocusing/realokasi APBN

TA 2021 berdasarkan Surat Menteri Keuangan

No S-30/MK.02/2021 tanggal 12 Januari 2021

sebesar Rp.12,44 Trilliun (27,22% dari total

pagu anggaran Rp.45,66 Triliun) yang dapat

mengganggu program/kegiatan dalam target

Renstra/RPJMN. Selanjutnya Komisi V DPR RI

20

V

melalui Anggota Komisi V DPR RI yang ada di

Sadan Anggaran DPR RI untuk membicarakan

kembali dengan Kementerian Keuangan

terkait besaran pemotongan anggaran

Kementerian Perhubungan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Badan

Meteorol

ogi

Klimatolo

gi dan

Geofisika

(BMKG)

3.274,2

Tidak ditemukan

data.

Komisi V DPR RI sepakat dengan BMKG dan

BNPP/Basarnas agar dalam melakukan

refocusing dan realokasi belanja program/

kegiatan TA 2021 tetap mengutamakan

kegiatan berbasis kerakyatan yang memberi

manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat

sesuai saran dan masukan Komisi V DPR RI.

Komisi V DPR RI mendesak BMKG dan

BNPP/Basarnas agar meningkatkan koordinasi

dengan Kementerian Keuangan sehingga tidak

terjadi refocusing pada TA 2021.

Badan

Nasional

Pencarian

dan

Pertolong

an

(Basarnas)

2.267,5

VI

Kementeri

an

Perdagang

an

3.028,95 2.937,39 3,02 Komisi VI DPR RI menerima penjelasan alokasi

Anggaran Kementerian Perdagangan RI TA

2021 sesuai dengan Surat Menteri Keuangan

S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan

Realokasi Belanja K/L TA 2021 untuk

melakukan penghematan/ realokasi anggaran

sebesar Rp91.577.906.000 dari Pagu Anggaran

sebesar Rp3.028.964.712.000 sehingga Pagu

Anggaran Kementerian Perdagangan RI Tahun

Anggaran 2021 menjadi sebesar

Rp2.937.386.806.000.

Komisi

Pengawas

Persainga

n Usaha

118,49 95,64 19,28 Komisi VI DPR RI menerima Pagu Anggaran

Komisi Pengawas Persaingan Usaha TA 2021

sesuai dengan Surat Menteri Keuangan S-

30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan

Realokasi Belanja K/L TA 2021 untuk

melakukan penghematan/realokasi anggaran

sebesar Rp22.843.718.000 dari Pagu Anggaran

sebesar Rp118.485.015.000 sehingga Pagu

Anggaran Komisi Pengawas Persaingan Usaha

TA 2021 menjadi sebesar Rp95.641.297.000.

Badan

Standarisa

si

Nasional

265,99 228,80 13,98 Komisi VI DPR RI menerima Pagu Anggaran

Badan Standardisasi Nasional TA 2021 sesuai

dengan Surat Menteri Keuangan S-

30/MK.02/2021 tentang refocusing dan

realokasi anggaran untuk melakukan

penghematan/realokasi anggaran sebesar

Rp37.192.199.000 atau sebesar 14%, sehingga

Pagu Anggaran Badan Standardisasi Nasional

21

TA 2021 menjadi sebesar Rp228.803.934.000,-

Badan

Kordinasi

Penanama

n Modal

1.089,50 930,92 14,55 Komisi VI DPR RI menerima penjelasan Pagu

Anggaran Badan Koordinasi Penanaman

Modal TA 2021 sesuai dengan Surat Menteri

Keuangan S-30/MK.02/2021 tentang

Refocusing dan Realokasi Belanja K/L TA 2021

untuk melakukan penghematan/realokasi

anggaran sebesar Rp158.574.714.000 dari

Pagu Anggaran sebesar Rp1.089.500.127.000,-

sehingga Pagu Anggaran Badan Koordinasi

Penanaman Modal TA 2021 menjadi sebesar

Rp930.925.413.000,-

Kementeri

an

Perindustr

ian

3.181,38 2.879,46 9,50 Komisi VI DPR RI menerima penjelasan alokasi

anggaran Kementerian Perindustrian RI TA

2021 sesuai dengan Surat Menteri Keuangan

S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan

Realokasi Belanja K/L TA 2021 untuk

melakukan penghematan/ realokasi anggaran

sebesar Rp301.921.038.000 dari Pagu

Anggaran sebesar Rp3.181.384.901.000

sehingga Pagu Anggaran Kementerian

Perindustrian RI TA 2021 menjadi sebesar

Rp2.879.463.863.000.

Kementeri

an

Koperasi

dan

UMKM

978,29 890,06 9,02 Komisi VI DPR RI menerima penjelasan Pagu

Anggaran Kementerian Koperasi dan UKM TA

2021 sesuai dengan Surat Menteri Keuangan

S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan

Realokasi Belanja K/L TA 2021 untuk

melakukan penghematan/ realokasi anggaran

sebesar Rp88.228.724.000,- dari Pagu

Anggaran sebesar Rp978.289.099.000,-

sehingga Pagu Anggaran Kementerian

Koperasi dan UKM TA 2021 menjadi

Rp890.060.375.000,-

Kementeri

an BUMN

244,83 228,59 6,63 Komisi VI DPR RI menerima penjelasan sesuai

dengan DIPA Kementerian BUMN nomor SP

DIPA-041.01.1.606538/2021 tanggal 23

November 2020 dan sebagaimana diubah

dengan Surat Menteri Keuangan nomor S-

30/MK.02/2021 tanggal 12 Januari 2020

perihal Refocusing dan Realokasi Belanja K/L

TA 2021, terhadap Anggaran awal

Kementerian BUMN Tahun 2021 sebesar

Rp244.827.483.000 dilakukan penghematan

menjadi Rp228.591.256.000.

Kementeri

an

Ristek/BRI

N RI

2.787,2 2.696,15 3,27 Komisi VII DPR RI sepakat dengan Menteri

Riset dan Teknologi/Kepala BRIN agar rencana

program anggaran untuk kegiatan aspirasi

masyarakat TA. 2021 dapat dikoordinasikan

22

VII

dengan Komisi VII DPR RI untuk menyusun

matriks pelaksanaan Program Aspirasi

Masyarakat tersebut, untuk pelaksanaan

program yang akan dimulai pada tanggal 15

Februari 2021.

Kementeri

an ESDM

RI

7.003,1 5.898,4 15,77 Komisi VII DPR RI mendesak Menteri ESDM RI

untuk menyampaikan data secara detail

terkait penghematan belanja pada refocusing

dan realokasi belanja TA 2021 sebesar

Rp1.104.718.442.

VIII Tidak ditemukan data.

IX Tidak ditemukan data.

X

Perpusnas

RI

675,5 Tidak ditemukan

data.

Terkait rencana refocusing anggaran TA 2021,

Komisi X DPR RI menekankan Perpustakaan RI

untuk melakukan kajian dan berkoordinasi

dengan Kemenkeu RI, agar capaian target

program prioritas nasional dan Perpusnas RI

dapat tetap terwujud.

Kemenpar

ekraf/Bap

arekraf RI

4.907,1 4.565,0 6,97 Terkait rencana pemotongan anggaran

Kemenparekraf/Baparekraf RI TA 2021 sebesar

Rp342.145.794.000, Komisi X DPR RI

mendorong Kemenparekraf/Baparekraf RI

untuk: (a) melakukan simulasi anggaran yang

ada secara cermat dan teliti agar capaian

target program prioritas Kemenparekraf/

Baparekraf RI dan prioritas nasional dapat

tetap terwujud; (b) melakukan koordinasi dan

komunikasi dengan Kemenkeu RI, agar

penggunaan anggaran tersebut tetap

diarahkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi

pariwisata dan ekonomi kreatif.

XI Tidak ditemukan data.

Jumlah

Refocusing

128.232,7 105.255,7 22.977

*

Keterangan: * Jumlah anggaran PEN mengalami kenaikan sebesar Rp70,6 triliun diambil

dari refocusing dan realokasi belanja K/L 2021.

Sumber: Data diolah dari laman resmi www.dpr.go.id , live streaming youtube, facebook DPR RI.

Sikap Komisi DPR bervariasi terhadap perubahan pagu anggaran mitra kerja berdasarkan

refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021. Misalnya Komisi I DPR menyampaikan sikap

prihatin dan menyesalkan terhadap refocusing dan realokasi belanja kepada Lemhanas dan

Bakamla, serta Komisi V DPR prihatin terhadap besarnya pemotongan dan refocusing/realokasi

belanja Kementerian Perhubungan. Selebihnya sikap Komisi DPR, yakni hanya mendengarkan

penjelasan dan menyetujui besaran refocusing dan realokasi belanja K/L mitra kerja (Lihat Tabel

2). Meskipun DPR menyampaikan bermacam-macam sikap namun tetap saja tak mempengaruhi

perubahan anggaran yang disampaikan oleh mitra kerja K/L. Begitu juga DPR dalam membahas

penentuan alokasi pagu anggaran K/L TA 2021 menjadi terkecualikan. Hal ini diatur dalam PMK

23

Nomor 208/PMK.02/2020 disebutkan pada Pasal 2 angka (1) Revisi Anggaran terdiri atas: huruf

(a) Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah, yang kemudian dijelaskan pada Pasal 10

ayat (3) Revisi pergeseran substansi selain anggaran antar-Program untuk yang disebutkan pada

ayat (2) disampaikan ke Direktorat Jenderal Anggaran setelah mendapat persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat. Artinya DPR hanya dapat menyetujui revisi pergeseran subtansi selain

anggaran antar-Program dalam hal Pagu Anggaran berubah. Jadi dalam hal pembahasan

refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021 yang dilakukan selama MS III oleh Komisi dengan

mitra kerja menjadi tak bermakna atau sandiwara karena DPR tinggal memberi stempel belaka.

Selain itu, Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran TA 2021 dapat dilakukan sendiri oleh

Menteri Keuangan dengan kewenangan yang tertuang pada PMK Nomor 208/PMK.02/2020.

Menteri Keuangan dapat memberikan perintah kepada K/L untuk mengubah pagu anggaran

belanja TA 2021. Hal ini dapat dilihat dari Surat No.S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan

Realokasi Belanja K/L TA 2021 yang menunjukkan bahwa perubahan pagu belanja K/L berada

dibawah kendali Menteri Keuangan. Dengan demikian pembahasan anggaran oleh DPR dengan

mitra kerja K/L nampaknya akan menjadi sia-sia belaka ketika kewenangan untuk mengatur

semua belanja K/L berada di bawah satu tangan, yakni Menteri Keuangan. Dengan demikian

persetujuan dari DPR atas perubahan belanja K/L TA 2021 hanyalah formalitas.

Berbeda dengan keadaan normal sebelum pandemi Covid-19, dalam melaksanakan wewenang

dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 UU MD3 huruf (e) DPR berwenang membahas

bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan

atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden; Pasal 177 huruf (c)

angka (2) menyebutkan, DPR menyelenggarakan kegiatan pembahasan bila terjadi penyesuaian

APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan perkiraan

perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Selain itu, berdasarkan Pasal 180

Ayat (6), DPR juga berwenang melakukan pembahasan apabila terjadi keadaan yang

menyebabkan harus dilakukannya pergeseran anggaran antar-unit organisasi. Sementara Pasal

182 mengatur bahwa APBN yang disetujui oleh DPR terperinci sampai dengan unit organisasi,

fungsi, dan program. Selain itu pembahasan dan penetapan rancangan undang-undang tentang

perubahan APBN sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran dan

komisi terkait dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan dalam masa sidang setelah rancangan

undang-undang tentang perubahan APBN diajukan oleh Pemerintah kepada DPR8

Dari uraian diatas yang menjadi catatan pertama, pelaksanaan fungsi anggaran DPR dalam

membahas refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021 tidak dapat berjalan signifikan. Hal ini

8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun

2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19

dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas

Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang Pasal 28 Ayat (10) Pasal 177 huruf c angka 2, Pasal 180 ayat (6), dan

Pasal 182 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2014 tentang MD3, dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk

penanganan penyebaran COVID-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan

perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

24

176.3

157.4

186.8

53.9

125.1

133.07

148.66

157.57

47.27

141.36

0 50 100 150 200

Kesehatan

Perlindungan Sosial

Dukungan UMKM dan Pembiayaan

Korporasi

Insentif Usaha dan Pajak

Program Prioritas

Tabel 3: Anggaran PEN 2021 dan Perubahan (dalam triliun rupiah)

PEN 2021 Perubahan

dikarenakan kewenangan penentuan alokasi pagu anggaran K/L berada di bawah kendali

Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 angka (1) huruf (a) dan Pasal 10 ayat (3)

PMK Nomor 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021. Kedua,

sikap DPR dalam membahas refocusing dan realokasi belanja K/L cenderung biasa-biasa saja. Hal

ini menambah dugaaan bahwa DPR sudah tak berdaya dihadapan pemerintah. Dengan demikian

rencana DPR akan memperkuat pelaksanaan prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang

disampaikan oleh Ketua DPR dalam Pidato Pembukaan MS III hanya mimpi belaka.

D. Perubahan Anggaran PEN Tahun 2021

Pada 27 Januari 2021 Komisi XI melakukan rapat kerja dengan Menteri Keuangan dengan

agenda membahas pelaksanaan APBN 2021 dan keberlanjutan Pemulihan Ekonomi Nasional

(PEN) 2021. Dalam

rapat kerja Menteri

Keuangan

menyampaikan

upaya keberlanjutan

PEN tahun 2021

terus dilakukan oleh

pemerintah.

Anggaran PEN

difokuskan pada lima

sektor yakni

kesehatan,

perlindungan sosial,

dukungan UMKM

dan pembiayaan korporasi, insentif usaha dan pajak, serta program prioritas dengan masing-

masing tambahan alokasi anggaran (Lihat Tabel 3). Anggaran PEN mengalami kenaikkan sebesar

Rp70,6 triliun dari semula sebesar Rp627,9 triliun menjadi Rp699,5 triliun.9

Kesimpulan hasil rapat Komisi XI DPR mendukung upaya Menteri Keuangan dalam

mengendalikan kebijakan fiskal APBN tahun 2021 untuk memperkuat penanganan Covid-19 dan

dampaknya. Menteri Keuangan dalam melaksanakan kebijakan fiskal untuk refocusing anggaran

belanja APBN tahun 2021 agar diarahkan untuk penanganan vaksin, memperkuat UMKM,

mempercepat pemulihan sosial dan ekonomi, serta mempertajam alokasi anggaran untuk

program prioritas nasional.10

Yang menjadi catatan adalah sikap DPR seharusnya tidak hanya sekedar menyetujui dan

mendukung upaya yang dilakukan pemerintah. Dalam situasi darurat seperti saat ini perubahan

kebijakan anggaran dalam penanganan pandemi Covid-19 tidak harus menunggu inisiatif datang

dari pemerintah. DPR juga seyogyanya pro-aktif dengan menemukan permasalahan di lapangan

9 Sumber: https://www.instagram.com/smindrawati/ 10 https://www.facebook.com/komisi11dprri/videos/311359597072717/

25

ketika reses atau kunjungan kerja sehingga kemudian dapat dibahas dalam MS selanjutnya

dengan pemerintah untuk dicarikan solusinya.

E. Kesimpulan

Berdasarkan uraian atau telaah di depan maka dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Meskipun ada peningkatan kinerja DPR pada MS III dibandingkan dengan MS I dan II TS

2020-2021 dalam membahas serap anggaran K/L tahun 2020, namun masih ada Komisi DPR

yang malas melakukan rapat yakni Komisi II, IX dan XI. Terhadap serapan anggaran K/L tahun

2020 yang masih rendah nampaknya DPR tidak tegas dan bahkan mengabaikan pakem

reward dan punishment.

2. Pembahasan refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021 menjadi tak memiliki makna,

sebab kewenangan penentuan alokasi pagu anggaran K/L berada di bawah kendali Menteri

Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 angka (1) huruf (a) dan Pasal 10 ayat (3) PMK

Nomor 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021. Sikap

DPR yang cenderung tidak kritis menambah dugaaan bahwa DPR sudah tak berdaya

dihadapan pemerintah.

3. Dalam pembahasan perubahan anggaran PEN tahun 2021 sikap DPR hanya mengikuti

keinginan pemerintah.

26

IV. BIDANG PENGAWASAN: “Pengawasan DPR Ala Kadarnya”

A. Pengantar

Menurut Keputusan Rapat Konsultasi pengganti Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR tanggal

3 Desember 2020 tentang Jadwal Acara Rapat DPR, Masa Sidang (MS) III Tahun Sidang (TS)

2020-2021, untuk selanjutnya disebut MS III, berlangsung dari 11 Januari 2021 s/d 10 Februari

2021 (23 hari kerja). Waktu yang dialokasikan untuk melaksanakan fungsi pengawasan

disediakan sebanyak 50% dari waktu yang tersedia.

Selama MS III, DPR merencanakan pelaksanaan fungsi pengawasan seperti berikut: (a) Komisi

membahas hal-hal yang terkait dengan Bidang Pengawasan; (b) tindaklanjut terhadap hasil

kunjungan kerja perseorangan maupun kunjungan kerja Tim pada saat Reses MS II TS 2020-

2021; (c) memberikan pertimbangan untuk mengisi suatu jabatan: Calon Duta Besar Negara

Sahabat, Pejabat Publik dan Pewarganegaraan.11

Seperti halnya pada masa masa sidang sebelumnya, dalam MS III ini disebutkan adanya Tim

Pemantau Pelaksanaan Undang-Undang terkait Otonomi Daerah Khusus Aceh, Papua, Papua

Barat, Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan DKI Jakarta; Tim Pemantau dan Evaluasi

Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP), maupun Tim Pengawas/Timwas

tentang: Pembangunan Daerah Perbatasan; Perlindungan Pekerja Migran Indonesia;

Pelaksanaan Penanganan Bencana; dan Timwas Penyelenggaraan Ibadah Haji. Kecuali itu

terdapat pula Tim Penguatan Diplomasi Parlemen, Tim Open Parliament Indonesia (OPI) dan Tim

Implementasi Reformasi DPR RI. Sekalipun begitu apa saja yang akan dilakukan oleh Tim-tim

tersebut selama MS III tidak dicantumkan dalam Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat

Bamus Tanggal 3 Desember 2020. Pencantuman tim-tim tersebut terkesan bagaikan copy paste

dari jadwal kegiatan rapat-rapat DPR pada masa-masa sidang sebelumnya. Kecuali itu,

Sekretariat Jenderal DPR juga tampak tidak cermat dalam mencantumkan tahun yang diunggah

di laman https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BAMUS-10-

54fcf69e1c18cc68ba74edea55b7859c.pdf tertulis tahun 2020, padahal semestinya tahun 2021.

Copy paste akan menjadi bahan kelembagaan.

Terkait rencana kerja Timwas maupun Tim Pemantau DPR disampaikan oleh Ketua DPR Puan

Maharani dalam Pidato Pembukaan MS III pada 11 Januari 2021 yaitu bahwa dalam rangka

mengoptimalkan tugas-tugas pengawasan, DPR RI juga akan melanjutkan tugas Tim Pemantau

dan Tim Pengawas, serta Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk melalui Alat Kelengkapan Dewan.

Kecuali itu dikemukakan pula bahwa fungsi pengawasan DPR diarahkan pada penyelenggaraan

pemerintahan diberbagai bidang yang tetap harus dapat terselenggara dengan baik sesuai

dengan amanat Undang-Undang; terus mengawasi persiapan dan pengadaan vaksin yang aman,

teruji dan jika telah memiliki ijin dari BPOM serta sertifikasi halal dari MUI; pemberian vaksin

harus berjalan secara efektif, menyeluruh dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Pada MS III ini, DPR melakukan proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap: 7 (tujuh) Calon

Hakim Agung yang telah diusulkan oleh Komisi Yudisial, yakni 1 (satu) orang calon Hakim Agung

dan 6 (enam) orang calon Hakim Ad Hoc; 18 (delapan belas) Calon Anggota Ombudsman

Republik Indonesia (ORI) Masa Jabatan 2021-2026 yang telah diusulkan oleh Presiden. Selain itu,

11Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 8 Januari 2021 (tertulis di laman dpr.go.id 8 Januari 2020,

lihat https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BAMUS-10-54fcf69e1c18cc68ba74edea55b7859c.pdf.

27

DPR RI juga akan memberi pertimbangan terhadap Calon Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa

Penuh Negara-Negara Sahabat.12

Sebagaimana kebiasaan selama ini, pada setiap akhir Masa Sidang, FORMAPPI selalu melakukan

evaluasi terhadap kinerja DPR. Seturut peraturan perundangan yang berlaku (UU tentang MPR,

DPR, DPD dan DPRD/MD3 serta Peraturan DPR tentang Tata Tertib/Tatib), aspek-aspek yang

diawasi oleh DPR mencakup: (1) pelaksanaan Undang-undang; (2) pelaksanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) atas pelaksanaan APBN; serta (3) kebijakan-kebijakan Pemerintah. Kecuali itu juga

pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon-calon pejabat

publik yang disampaikan kepada DPR oleh Presiden maupun oleh Kementerian dan Lembaga

Negara non Kementerian (K/L). Pertanyaannya adalah seperti apakah realisasi rencana kerja

pengawasan tersebut. Jawaban atas pertanyaan itu akan diuraikan dalam evaluasi seperti di

bawah ini.

B. Realisasi Pengawasan

Sesuai dengan ruang lingkup pengawasan seperti tersebut di atas, evaluasi ini mencakup aspek-

aspek seperti berikut:

1. Pelaksanaan Undang-undang;

2. Pelaksanaan APBN dan Tindak Lanjut Temuan BPK;

3. Kebijakan Pemerintah;

4. Realisasi tugas Tim Pemantau dan Tim Pengawas bentukan DPR; dan

5. Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Pejabat Publik.

1. Pengawasan Atas Pelaksanaan Undang-undang

Melalui penelusuran pada media resmi DPR maupun media-media lain ditemukan data-data

ada 5 Komisi yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang (UU).

Komisi-komisi tersebut adalah sebagai berikut: Komisi II terhadap Perubahan UU No.

5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN); Komisi IV terhadap UU No. 11/2020 tentang

Cipta Kerja (khususnya penyusunan aturan pelaksanaannya); UU No. 5/1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; UU No. 21/2019 tentang Karantina

Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; Komisi VII atas Skenario SKK Migas dengan berlakunya UU No.

11/2020 tentang Cipta Kerja; Komisi IX mengadakan Raker dengan Kementerian

Ketenagakerjaan untuk mengetahui Progres Peraturan Turunan dari UU No. 11/2020

tentang Cipta Kerja; Komisi X atas pelaksanaan UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas dan

keterkaitannya dengan UU No. 23/2014 tentang Pemda maupun ketentuan Peraturan

perundangan lain yang terkait dengan pendidikan; Komisi XI melakukan Konsultasi

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlakuan Perpajakan dalam UU Cipta Kerja

(selengkapnya lihat Lampiran Tabel 4).

UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja menjadi perhatian utama DPR pada MS III TS 2020-2021

ini. Formappi menemukan empat Komisi yang membahas UU tersebut, yaitu Komisi I, IV, IX

12 Pasal 253 ayat (1) Peraturan DPR No. 1 Tahun 2020 tentang Peraturan Tata Tertib menyatakan bahwa Pimpinan DPR

menyampaikan Pidato Pembukaan yang terutama menguraikan rencana kegiatan DPR dalam Masa Sidang yang bersangkutan

dan masalah yang perlu disampaikan dalam rapat paripurna DPR pertama dari suatu masa sidang. Sedangkan ayat (2)

menyatakan bahwa Pimpinan DPR menyampaikan pidato penutupan yang menguraikan hasil kegiatan dalam Masa Reses

sebelumnya, hasil kegiatan selama Masa Sidang yang bersangkutan, rencana kegiatan dalam masa reses berikutnya, dan

masalah yang perlu disampaikan dalam rapat paripurna terakhir dari suatu Masa Sidang.

28

dan XI. Komisi I misalnya, mengadakan tiga kali Raker/RDP dengan Menteri Komunikasi dan

Informatika (Menkominfo), Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPIP), Komisi Informasi Pusat

(KIP), Direktur Utama dan Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik (Dirut dan Dewas

LPP) TVRI dan RRI mengenai persiapan menuju digitalisasi penyiaran atau migrasi penyiaran

analog (Analog Switch Off) tahun 2022 sesuai amanat UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Kesimpulannya antara lain Komisi I mendorong Kemkominfo, KPI Pusat, KIP, LPP TVRI, dan

LPP RRI melakukan langkah strategis dan menyiapkan berbagai instrumen yang dibutuhkan

agar dapat berjalan dengan baik.

Selanjutnya Komisi IV DPR mengadakan Raker dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan, dalam kesimpulannya Komisi IV meminta agar Rancangan Peraturan Pemerintah

(RPP) sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja di

sektor Kehutanan dapat diatur bahwa tanggung jawab pengelolaan kawasan hutan serta

pemulihan lingkungan dalam rangka kecukupan kawasan hutan dan penutupan lahan

menjadi tanggung jawab sepenuhnya Pemerintah Pusat, melalui kewenangan Menteri yang

membidangi Kehutanan. Selanjutnya, Komisi IV DPR mendorong Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan percepatan pengukuhan

kawasan hutan, mulai dari proses penunjukan, penataan batas, pemetaan, dan penetapan

kawasan hutan.

Komisi IX mengadakan Raker dengan Kementerian Ketenagakerjaan dengan kesimpulan

Komisi IX DPR meminta Kementerian Ketenagakerjaan RI agar mengakomodir masukan-

masukan dari Komisi IX DPR RI dalam penyusunan RPP tentang: Penggunaan TKA;

Hubungan Kerja, Waktu Kerja dan Waktu lstirahat serta PHK; Pengupahan (Revisi PP 78

Tahun 2015); dan Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) serta

menyampaikan perkembangannya kepada Komisi IX DPR RI.

Komisi XI DPR mengadakan Raker dengan Menteri Keuangan (Menkeu) terkait dengan

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlakuan Perpajakan dalam UU Cipta Kerja.

Kesimpulannya antara lain: Komisi XI telah memperoleh penjelasan dari Menkeu mengenai

RPP tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi yang melibatkan Lembaga Pengelola

Investasi (LPI) dan/atau entitas yang dimilikinya; Komisi XI mendukung upaya Menkeu

untuk mengatur perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan LPI dan/atau entitas

yang dimilikinya, dengan pengaturan yang memiliki kejelasan maksud dan tujuan serta

dampak yang efektif dalam mencapai tujuan pembentukan LPI, mengutamakan kepentingan

perekonomian nasional, melaksanakan prinsip tata kelola perpajakan yang adil dan

transparan; dalam melakukan upaya, kebijakan, dan pengaturan perpajakan atas transaksi

LPI, Menkeu agar tetap mengutamakan manfaat bagi optimalisasi aset negara yang dikelola

dan penerimaan negara dan perekonomian nasional.

Dalam acara konferensi pers secara virtual pada 9 Oktober 2020, Presiden Joko Widodo

(Jokowi) memberikan target untuk menyelesaikan aturan turunan dari UU Ciptaker ini

selesai dalam tiga bulan. Dalam penyusunan aturan turunan ini, pemerintah akan menerima

masukan dari berbagai pihak. Termasuk juga dari masyarakat serta pemerintah daerah

(Pemda).13

13https://economy.okezone.com/read/2020/10/09/320/2291310/jokowi-targetkan-pp-perpres-uu-ciptaker-rampung-3-bulan.

Akhirnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Kamis (18/2/2021). Menkumham Yasona Laoly menyatakan bahwa

Pemerintah resmi menndatangani 49 aturan turunan UU Cipta Kerja terdiri atas 45 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan

Presiden (https://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-resmi-teken-49-aturan-turunan-uu-cipta-kerja-berikut-

daftarnya?page=3)

29

Kecuali itu, undang-undang ini memang mencakup banyak sektor dan melibatkan banyak

K/L yang menjadi mitra kerja masing-masing Komisi, maka menjadi tugas komisi untuk

memastikan turunan dari UU Ciptaker ini dapat segera diselesaikan dengan tepat sasaran

dan melibatkan banyak pihak terutama buruh yang berdampak langsung atas adanya UU ini.

Disisi lain, turunan dari UU Ciptaker ini mendapat kritikan dari masyarakat, antara lain:

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta Presiden Jokowi menunda

implementasi empat peraturan pemerintah (PP) yang merupakan aturan turunan dari UU

Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Keempat PP yang menyangkut pekerja tersebut

yaitu: PP No. 34/2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA); PP No. 35/2021

tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan

Waktu Istirahat; PP No. 36/2021 tentang Pengupahan; dan PP No. 37/2021 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Alasannya, menurut

Presiden KSPI, Said Iqbal, karena buruh sudah mengalami tekanan dan kesulitan akibat

pandemi covid-19. Banyak buruh mengalami PHK sehingga kehilangan mata pencahariannya

dan tertular covid-19 sehingga tidak bisa bekerja. Ia berharap kepala negara bisa

mempertimbangkan kesulitan yang dialami oleh buruh serta tidak menambah bebannya

dengan implementasi aturan baru itu. Disamping meminta Presiden Jokowi untuk menunda

pemberlakuan peraturan turunan UU Ciptaker yang terkait dengan ketenagakerjaan, KSPSI

juga meminta DPR memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga

Hartarto dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah guna meminta keterangan mereka

mengenai empat PP tersebut. Sebab aturan pelaksana itu justru lebih membebani pekerja

dibandingkan aturan dalam UU Cipta Kerja.14

Dengan adanya permintaan penundaan pemberlakuan aturan pelaksanaan UU Ciptaker

bidang ketenagakerjaan dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia tersebut patut

diduga bahwa DPR gagal memperjuangkan aspirasi para buruh.

2. Pengawasan Atas Pelaksanaan APBN 2020

a. Evaluasi Realisasi Anggaran K/L TA 2020 oleh Komisi

Salah satu wujud pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah

realisasi penggunaan APBN Tahun Anggaran (TA) 2020 yang telah dialokasikan kepada

Kementerian dan Lembaga Negara Non Kementerian (K/L) atas pagu anggaran yang

telah ditetapkan untuk K/L yang bersangkutan. Terkait serapan anggaran TA 2020, pada

1 Desember 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan hanya akan

mentok di angka 96,4%.15

Pertanyaannya adalah seberapa besarkah realisasi serap anggaran TA 2020 oleh K/L dan

seperti apakah sikap Komisi-komisi DPR dalam mengevaluasi mitra kerja mereka?

Kritiskah mereka atau hanya datar-datar saja?

Melalui penelurusan Lapsing rapat-rapat Komisi dengan K/L mitra kerjanya yang

diunggah pada laman www.dpr.go.id maupun media lainnya selama MS III ditemukan

bahwa tidak semua Komisi melakukan evaluasi serapan anggaran TA 2020 oleh K/L mitra

kerjanya (selengkapnya lihat Lampiran Tabel 5).

14 https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210225134929-92-610812/buruh-minta-jokowi-tunda-implementasi-pp-

turunan-uu-ciptaker 15https://tirto.id/sri-mulyani-perkirakan-realisasi-belanja-apbn-2020-mentok-964-f7Ct

30

Berdasarkan data-data pada Tabel 5 dapat disimpulkan hal-hal seperti berikut: pertama,

selama MS III, dari 11 Komisi yang dimiliki DPR, hanya 8 Komisi melakukan evaluasi atas

realisasi anggaran TA 2020. Ke-8 Komisi itupun tidak melakukan pengawasan terhadap

seluruh mitranya.

Kedua, terhadap realisasi anggaran K/L TA 2020 ada Komisi-komisi yang tidak serius

melakukan pengawasan. Misalnya Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan Bebas Batam yang serap anggarannya relative rendah yaitu hanya

77,04% justru diapresiasi oleh Komisi V. Demikian juga dengan Badan Pengusahaan

Pelabuhan Sabang yang serap anggarannya hanya 65,12%, Komisi V menerima begitu

saja penjelasannya.

Ketiga, pada Pidato Penutupan MS III TS 2020/2021 tanggal 10 Februari 2021, Ketua

DPR, Puan Maharani menyatakan bahwa DPR dapat memahami capaian realisasi

anggaran K/L TA 2020 yang sangat dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 dan dampaknya.

Puan juga menyatakan bahwa pemerintah perlu melakukan refocusing dan

penghematan untuk memenuhi kebutuhan APBN dalam penanganan vaksin, di mana

anggaran vaksin sendiri saat ini ditaksir mencapai Rp70 triliun. Selain itu, refocusing dan

penghematan juga dilakukan guna mengakselerasi pemulihan sosial dan ekonomi

nasional dengan melanjutkan program prioritas nasional serta pemulihan pertumbuhan

ekonomi nasional.

Pernyataan Puan terkait Pemerintah perlu melakukan penghematan ternyata tidak

sejalan dengan rapat-rapat komisi dengan K/L mitra kerjanya, dimana beberapa komisi

prihatin dan menyesalkan atas terjadinya penurunan pagu alokasi anggaran pada TA

2021. Hal itu misalnya sikap Komisi I terhadap penurunan pagu anggaran TA 2021 untuk

Lemhannas dan Bakamla,16 Komisi IV juga menyesalkan pemotongan anggaran belanja

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan TA 2021, Komisi IV meminta Pemerintah

c.q. Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi rencana penghematan sebesar

Rp519.378.525.000,00 (lima ratus sembilan belas miliar tiga ratus tujuh puluh delapan

juta lima ratus dua puluh dua lima ribu rupiah),17 Komisi V terhadap pemotongan

anggaran TA 2021 pada Kementerian Perhubungan.18 Hal seperti inilah yang sering

terjadi di DPR, apa yang dikatakan Pimpinan berbeda dengan pelaksanaannnya di

tingkat Komisi maupun para anggota.

b. Tindak Lanjut Temuan-temuan BPK

Menurut Pasal 112D ayat (1) UU No. 2/2018 tentang MD3, dan Pasal 76 Peraturan DPR

No. 1/2020 tentang Tata Tertib, alat kelengkapan DPR yang secara khusus ditugasi untuk

menelaah temuan-temuan BPK adalah Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN).

Dalam kedua peraturan perundangan tersebut ditegaskan bahwa tugas Badan

Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI adalah:

16 https://www.facebook.com/komisi1dprri/videos/1071083056648637/

https://www.youtube.com/watch?v=rooDoLtxcrg&feature=youtu.be 17 https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K4-14-16bf0d225edc7fb68c05524244ea10d1.pdf 18 https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K5-14-2cc3a402adaad8624be405d787a46bff.pdf

31

a). melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan

kepada DPR;

b). menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada

komisi;

c). menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK

atas permintaan komisi; dan

d). memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan,

hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.

Disamping BAKN, menurut Pasal 59 ayat (4) huruf b Peraturan DPR No. 1/2020 tentang

Tata Tertib, Komisi-komisi juga bertugas membahas dan menindaklanjuti hasil

pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya.

Sebagai bahan telaahan oleh BAKN maupun pembahasan oleh Komisi-komisi DPR sesuai

dengan ruang lingkup tugasnya, pada 9 November 2020, Ketua Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna sudah menyerahkan Ikhtisar Hasil

Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2020 kepada Ketua DPR RI Puan Maharani dalam

rapat paripurna DPR.

Dalam IHPS tersebut BPK menemukan 6.702 permasalahan ketidakpatuhan terhadap

ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari 6.702 permasalahan ketidakpatuhan

terdapat 4.051 permasalahan yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp 1,79 triliun, 433

permasalan potensi kerugian sebesar Rp3,30 triliun, serta kekurangan penerimaan

sebanyak 925 permasalahan sebesar Rp3,19 triliun.19

Terkait Pendapatan, Biaya, dan Investasi BUMN hasil pemeriksaan menyimpulkan

bahwa 14 objek pemeriksaan pada 14 BUMN/anak perusahaan ditemukan

permasalahan-permasalahan yang perlu mendapat perhatian, antara lain: (1) Terdapat

inefisiensi harga pokok produksi kapal keruk dan kapal isap produksi PT Timah Tbk

selama tahun 2017 - Semester I tahun 2019 sebesar Rp426,50 miliar, karena biaya

penyusutan yang tinggi dan armada laut yang tidak beroperasi; dan (2) Terdapat piutang

pendapatan PT Perusahaan Gas Negara Tbk yang belum disepakati perhitungannya oleh

PT PLN sebesar Rp214,78 miliar, dari penyaluran gas ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas

dan Uap Muara Tawar dan denda keterlambatan pembayaran, serta piutang pelanggan

sebesar Rp3,04 miliar dan US$2,31 juta yang macet serta nilai jaminannya tidak

mencukupi.20

Sedangkan hasil pemeriksaan terhadap Pengelolaan Subsidi/Kewajiban Pelayanan Publik

atas 13 objek pemeriksaan di 14 entitas untuk subsidi energi, subsidi pupuk, subsidi

bunga kredit, dan Kewajiban Pelayanan Publik (KPP) di bidang angkutan umum, BPK

telah membantu menghemat pengeluaran negara sebesar Rp 2,27 triliun, karena jumlah

subsidi/KPP tahun 2019 yang harus dibayar pemerintah menjadi lebih kecil. BPK juga

melakukan perhitungan atas dana kompensasi yang diajukan oleh PT PLN dan PT

Pertamina, BPK membantu menghemat pengeluaran negara sebesar Rp 2,50 triliun.

Secara keseluruhan BPK telah membantu pemerintah untuk menghemat pengeluaran

negara sebesar Rp 4,77 triliun dengan cara koreksi nilai subsidi dan dana kompensasi

yang harus dibayar pemerintah kepada badan usaha. Selain itu hasil pemeriksaan

menyimpulkan bahwa pengelolaan subsidi/KPP telah dilaksanakan sesuai kriteria

19IHPS I Tahun 2020, Ringkasan Eksekutif, hlm. 3. 20 IHPS I Tahun 2020, Rngkasan Eksekutif, hlm. 12.

32

dengan pengecualian atas beberapa permasalahan pada 13 objek pemeriksaan.

Permasalahan yang perlu mendapat perhatian yaitu: (1) PT PLN belum optimal

melakukan pemeliharaan jaringan transmisi 500 kilovolt (kV) sehingga memicu

padam/blackout; (2) Kekurangan penerimaan PT Pertamina sebesar Rp31,38 triliun dan

PT AKR sebesar Rp52,85 miliar atas selisih harga jual eceran (HJE) formula dengan HJE

penetapan Pemerintah dalam penyaluran jenis bahan bakar tertentu (JBT) Minyak Solar

dan jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) tahun 2019.21

Pertanyaannya adalah seperti apakah kinerja BAKN maupun Komisi-komisi menelaah

dan membahas serta menindaklanjuti temuan-temuan BPK pada IHPS I 2020 yang telah

disampaikan oleh BPK kepada DPR tersebut selama MS III?

Melalui penelusuran Lapsing rapat-rapat BAKN selama MS III yang diunggah pada laman

dpr.go.id, maupun media lainnya, FORMAPPI menemukan bahwa mengawali tugasnya

pada MS III TS 2020-2021, BAKN justru melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke berbagai

daerah22 tetapi fokusnya hanya terkait pelaksanaan subsidi energi.

Kegiatan BAKN lainnya adalah melakukan rotasi Pimpinan. Pada 28 Januari 2021, Wakil

Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menetapkan Wahyu Sanjaya dari Fraksi Partai

Demokrat sebagai Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI

menggantikan Marwan Cik Asan. Penetapan Ketua BAKN tersebut berdasarkan atas

surat dari Fraksi Demokrat tertanggal 20 Januari 2021 perihal Penyampaian Kebutuhan

Penugasan dalam Alat Kelengkapan Dewan dan surat dari BAKN tanggal 26 Januari 2021

perihal Permohonan Penetapan Ketua BAKN DPR RI. Kecuali itu, pada rapat BAKN

tanggal 3 Februari 2021, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memimpin rapat

penetapan Hendrawan Supratikno sebagai Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan

Negara (BAKN) DPR RI menggantikan I Gusti Agung Rai Wirajaya. Penetapan Hendrawan

Supratikno sebagai Wakil Ketua BAKN DPR RI ini berdasarkan atas surat dari Fraksi Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan tertanggal 1 Februari 2021 perihal Permohonan

Penetapan Wakil Ketua BAKN DPR RI.

Penelaahan oleh BAKN atas temuan-temuan BPK baru dilakukan pada 4 Februari 2021

dalam Rapat Kerja Penelaahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan

Keuangan (BPK) dengan jajaran Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan

Kementerian BUMN. Namun yang ditelaah hanya khusus berkaitan dengan Kebijakan

Pengelolaan Subsidi Energi.23

Kegiatan BAKN selanjutnya adalah melakukan rapat konsultasi dengan BPK pada 9

Februari 2021. Kegiatan ini dilakukan di ruang Auditorium Gedung BPK untuk Rapat

Konsultasi terkait hasil pemeriksaan BPK atas Subsidi Energi. Pada rapat konsultasi

tersebut, Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, menjelaskan bahwa subsidi energi

merupakan nilai yang sangat signifikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) dan pertanggungjawabannya dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

Selama 2015-2020 APBN dan LKPP secara umum mengalami penurunan sangat

21 IHPS I TAHUN 2020, Ringkasan Eksekutif, hlm. 12-13. 22 Kunker BAKN selama MS III dilakukan ke Kabupaten Tangerang, Banten (15/1/2021); ke

Pemkab Sumedang (19/1/2021); ke Pemerintah Kota Cilegon, Banten (25/1/2021); ke jajaran Pemerintah Kota Cirebon, Jawa

Barat (1/2/2021, lihat https://www.dpr.go.id/berita/index/category/bakn ) 23https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31683/t/Perbaikan+Tata+Kelola+dan+Sistem+Subsidi+Energi+Dinilai+Lebih+Penting+D

ibandingkan+Pengurangan+Subsidi.

33

signifikan dari tahun 2014. Dalam tahun 2017-2019, anggaran belanja subsidi energi

relatif mengalami kenaikan kembali karena kenaikan volume konsumsi LPG dan

kebijakan penyesuaian subsidi tetap solar tahun 2018.

Lebih lanjut Ketua BPK mengungkapkan beberapa temuan terkait dengan subsidi, di

antaranya anggaran subsidi yang fleksibel atau dapat melebihi anggaran yang

ditetapkan dan masalah penghitungan beban, kewajiban, serta tagihan subsidi antara

Pemerintah dan badan usaha operator. Selain itu, sesuai dengan Pasal 11 huruf a. UU

No. 15/2006 tentang BPK, BPK menyampaikan pendapat kepada Pemerintah. Pada

bulan Desember 2019, BPK telah menyampaikan pendapatnya mengenai Penetapan

Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Bersubsidi dan Tidak Bersubsidi serta

Pertanggungjawabannya oleh Pemerintah, di antaranya menyusun perangkat aturan

yang jelas terkait dengan Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) Minyak Solar dan Menyusun

kebijakan khusus terkait dengan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Premium dengan

memperhatikan UU No. 19/2003 tentang BUMN, antara lain dengan membuat bentuk-

bentuk alternatif pemberian kompensasi termasuk perhitungan biaya dan HJE BBM yang

diketahui lebih awal selama tahun berjalan dan berdampak terhadap kekurangan

penerimaan Badan Usaha.24

Catatan Kritis:

Berdasarkan temuan data-data kegiatan BAKN selama MS III tersebut di atas dapatlah

dikatakan bahwa penelahaan temuan-temuan BPK oleh BAKN hanya difokuskan pada

masalah subsidi energi. Padahal BPK sudah memberikan saran kepada Pemerintah dan

sudah ada yang diaksanakan, sehingga kegiatan BAKN yang focus kepada masalah subsidi

energi adalah kegiatan yang mubasir. Sebaliknya, temuan-temuan lainnya, termasuk

kerugian Negara atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan oleh K/L

maupun BUMN luput dari perhatian. Kecuali itu, tidak semua Komisi melakukan penelaahan

melalui Raker/RDP atas temuan BPK yang menjadi ruang lingkup tugasnya.

Berdasarkan penelusuran terhadap laporan singkat rapat-rapat Komisi, Formappi hanya

menemukan dua Komisi yang memberikan perhatian terhadap temuan-temuan BPK, yaitu:

pertama, Komisi I mengapresiasi capaian kinerja Lemhanas, Wantannas, LPP TVRI dan LPP

RRI TA 2020 terhadap hasil pemeriksaan BPK dengan opini WTP. Sedangkan terhadap

Bakamla dan BSSN yang belum kunjung mendapatkan opini WTP dari BPK, Komisi I

mendorong agar terus berupaya untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka

mendapatkan opini WTP dari BKP tahun 2021; kedua, Komisi IV meminta Kementerian

Pertanian untuk meniadakan kegiatan-kegiatan yang tidak berdampak langsung pada

peningkatan produksi, dan kegiatan yang selalu menimbulkan masalah atau menjadi temuan

BPK menjadi kegiatan yang lebih baik dan bermanfaat untuk masyarakat. Terhadap Komisi I,

Formappi menyesalkan bahwa upaya yang dilakukan hanyalah sekedar mendorong K/L

untuk mendapatkan opini WTP dari BPK, lalu mau sampai mana dan kapan Komisi I terus

mendorong. Sikap seperti itu menimbulkan tanda tanya: tidakkah ada cara lain yang dapat

dilakukan Komisi agar K/L tersebut dapat lebih serius mengupayakan perolehan predikat

WTP dari BPK.

Yang juga menarik adalah saat Komisi V melakukan rapat koordinasi dengan Badan Keahlian

DPR RI (BKD), Komisi V meminta kepada Kepala BKD beserta jajaran untuk dapat

24 https://www.bpk.go.id/news/bpk-terima-kunjungan-bakn-untuk-bahas-hasil-pemeriksaan-bpk-atas-subsidi-energi

34

memberikan dukungan lebih optimal kepada Komisi V antara lain dengan memberikan

kajian secara lebih detail terhadap bahan-bahan rapat yang disampaikan oleh Mitra

Kerja Komisi V dan juga kajian mengenai Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap Mitra Kerja

Komisi V. Dengan adanya supporting system tersebut, Komisi-Komisi masih saja minim

menindaklanjuti hasil temuan-temuan BPK. Selain itu, Pemfokusan kegiatan BAKN pada

kegiatan subsidi energy menunjukkan BAKN gagap tugas, oleh karena itu BAKN patut

dibubarkan.

3. Pengawasan Terhadap Kebijakan Pemerintah

MS III berlangsung pada awal tahun kalendar dan tahun anggaran 2021. Kecuali itu juga

terjadinya pelantikan 6 menteri baru maupun 5 Wakil Menteri oleh Presiden Joko Widodo

pada 23 Desember 2020, yaitu: (1) Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menggantikan

Letjen TNI Purn, Terawan Agus Putranto; (2) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Sandiaga Uno menggantikan Wisnutama; (3) Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas

menggantikan Jenderal TNI Purn. Fachrul Rozi; (4) Menteri Perdagangan M. Luthfi

menggantikan Agus Suparmanto; (5) Menteri Sosial Tri Rismaharini menggantikan Juliari

Peter Batubara yang terlibat korupsi Bansos 2020 di wilayah Jabodetabek; (6) Menteri

Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, menggantikan Eddy Prabowo yang terlibat

korupsi ekspor benih lobster. Kecuali itu dilantik pula para Wakil Menteri, yaitu: (1)

Muhammad Herindra sebagai Wakil Menteri Pertahanan; (2) Edward Omar Sharif Hiariej

sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; (3) Dante Saksono Harbuwono

sebagai Wakil Menteri Kesehatan; (4) Harvick Hasnul Qolbi sebagai Wakil Menteri Pertanian;

dan (5) Pahala Nugraha Mansury sebagai Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara.25

Sebagai masa sidang pembuka tahun kalendar dan awal tahun anggaran serta adanya 6

menteri dan 5 Wakil Menteri baru, sudah barang tentu terdapat kebijakan-kebijakan baru

pemerintah yang memerlukan pengawasan oleh DPR.

Berdasarkan lapsing rapat-rapat Komisi dengan mitra kerjanya, selama MS III, semua Komisi

(I s/d XI) ditemukan melakukan rapat-rapat pengawasan atas kebijakan pemerintah dengan

K/L mitra kerjanya melalui Rapat Kerja (Raker), Rapat Dengar Pendapat (RDP) maupun Rapat

Dengar Pendapat Umum (RDPU).

Kebijakan Pemerintah yang diawasi DPR selama MS III TS 2020-2021 ini lebih banyak

membahas tentang evaluasi kinerja K/L TA 2020 dan rencana program K/L TA 2021 yang

harus disesuaikan dengan adanya refocusing anggaran. Dengan adanya refocusing anggaran,

tentu diharapkan program dan kegiatan yang direncanakan Pemerintah dapat disesuaikan

dengan skala prioritas nasional terutama dalam penanganan pandemic Covid-19.

Terhadap program K/L tahun 2021, sikap DPR pun beragam. Berdasarkan penelusuran

laporan singkat, Formappi melihat sikap DPR terhadap program K/L tahun 2021 lebih banyak

bersifat formalitas. Hal itu misalnya DPR hanya mengatakan agar K/L meningkatkan

kinerjanya di tahun 2021 dan terhadap program K/L di tahun 2020 yang berjalan kurang baik

atau bermasalah agar tidak dilanjutkan di tahun 2021. Jika DPR melakukan pengawasan

terhadap program K/L dengan serius dari awal perencanaan hingga pelaksanaannya, maka

seharusnya program dan kegiatan K/L dapat berjalan dengan baik. Keseriusan DPR dalam

melakukan pengawasan sangat penting untuk memastikan program Pemerintah dapat

memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat.

25https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-jokowi-lantik-enam-menteri-baru-kabinet-indonesia-maju/

35

Program K/L di tahun 2021 juga terkait dengan penanganan Covid-19, seperti pelaksanaan

program Vaksinasi Nasional dan pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Kecuali itu, DPR juga harus tetap fokus dalam melakukan pengawasan terkait pembayaran

insentif tenaga kesehatan dan perselisihan klaim penanganan Covid-19 rumah sakit tahun

2020. Hal ini diperlukan agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama dalam

menangani pasien Covid-19 dapat berjalan dengan baik. Dengan dilantiknya Menteri

Kesehatan yang baru, DPR juga perlu memastikan semua kebijakan yang sudah berjalan

dengan baik tetap dipertahankan, sementara untuk kebijakan yang kurang baik sebaiknya

segera dicarikan solusi. Pandemi yang belum berakhir ini memerlukan kebijakan-kebijakan

yang tepat, maka pengawasan yang ekstra juga perlu dilakukan DPR agar dapat mencegah

terjadi penyimpangan atau pelanggaran terhadap kebijakan tersebut.

Masih terkait dengan pandemic Covid-19, pada masa reses di MS III TS 2020-2021 Formappi

menemukan adanya rencana Komisi I untuk melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Qatar.

Kunjungan tersebut dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan terkait pelaksanaan

kebijakan Pemerintah dan APBN, termasuk mengetahui pelaksanaan tugas Duta Besar dan

perwakilan RI serta mengetahui pelaksanaan tugas perlindungan dan pelayanan terhadap

warga negara Indonesia dan badan hukum di Indonesia.26 Kunker ke luar negeri ditengah

pandemic ini pun menuai kritik, Formappi menilai kunker ke luar negeri di tengah pandemic

ini sangat sulit dipahami. Seharusnya DPR lebih fokus melakukan pengawasan di dalam

negeri yang masih banyak terdapat permasalahan yang perlu perhatian khusus. Pada

akhirnya rencana kunker Komisi I ke Qatar pun dibatalkan, dikarenakan protokol kesehatan

di negara yang akan dituju itu sangat ketat.27 Hal ini menggambarkan kacaunya

perencanaan kerja DPR, melakukan pengawasan di dalam negeri saja masih belum

maksimal malah tanpa beban ingin ke luar negeri.

Kebijakan Pemerintah berikutnya terkait dengan ekspor benih lobster yang masih dibahas

DPR hingga saat ini. Sebelumnya pada MS II TS 2020-2021 lalu kebijakan ini sudah dibahas.

Saat itu Komisi IV memberikan rekomendasi agar Kementerian Kelautan dan Perikanan

menghentikan kebijakan ekspor Benih Bening Lobster (BBL) ke luar negeri karena hingga

saat ini belum diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) sehingga hal tersebut membuka peluang terjadinya penyimpangan dan

pelanggaran. Benar saja, saat itu justru Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang

menjadi tersangka kasus tindak pidana korupsi terkait ekspor benih lobster ini. Maka

Formappi merasa heran jika rekomendasi DPR untuk menghentikan dan mencabut izin

ekspor benih lobster ini belum dilakukan oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan, apakah

DPR tidak bisa lebih keras lagi agar rekomendasinya benar-benar dilaksanakan oleh

Kementerian tersebut dengan menggunakan hak-haknya seperti hak interpelasi, hak angket

dan hak menyatakan pendapat. Upaya DPR dalam mencegah terjadinya penyimpangan dan

pelanggaran terhadap kebijakan pemerintah patut dipertanyakan.

Rapat-rapat Komisi dengan agenda pengawasan atas kebijakan pemerintah selama MS III

selengkapnya dapat disimak pada Lampiran Tabel 6.

26 https://nasional.kompas.com/read/2021/02/22/10583171/komisi-i-dpr-rencanakan-kunjungan-kerja-ke-qatar-di-tengah-

pandemi 27 https://nasional.tempo.co/read/1435630/komisi-i-dpr-batalkan-rencana-kunjungan-kerja-ke-qatar-ini-alasannya

36

4. Kinerja Timwas dan Tim Pemantau Bentukan DPR

Sebagaimana disampaikan oleh Ketua DPR, Puan Maharani pada Pidato Pembukaan MS III

TS 2020-2021 tanggal 11 Januari 2021, dalam rangka mengoptimalkan tugas-tugas

pengawasan, DPR RI juga akan melanjutkan tugas Tim Pemantau dan Tim Pengawas, serta

Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk melalui Alat Kelengkapan Dewan. Pertanyaannya ialah

seperti apakah realisasi dari rencana kerja tersebut selama MS III ini? Melalui penelusuran

kegiatan DPR selama MS III, FORMAPPI justru menemukan penilaian salah satu anggota DPR

dari Fraksi Partai Demokrat, Nanang Samodra dalam interupsi pada Rapat Paripurna DPR

tanggal 11 Januari 2021. Dikatakannya bahwa Tim Pengawas Pelaksanaan Penanganan

Bencana yang dibentuk DPR tidak berjalan dengan baik selama pandemi Covid-19 dan

bencana alam lainnya berlangsung di Indonesia. DPR telah membentuk Timwas pelaksanaan

penanganan bencana pada tanggal 27 Februari 2020 yang beranggotakan 31 orang berasal

dari berbagai fraksi dan komisi, namun, pada kenyataannya Timwas ini seolah mati suri.

Sudah hampir satu tahun Timwas tersebut dibentuk DPR, semestinya pimpinan DPR dapat

menggalakkan kembali kegiatan Timwas tersebut. Oleh karena itu, melalui pimpinan

sekiranya Timwas ini bisa digalakkan kembali terlebih situasi negara membutuhkan kegiatan

itu.28 Atau jika memang Timwas tersebut tidak bisa bekerja dan memboroskan anggaran

maka selayaknya dibubarkan.

Terkait dengan pembangunan daerah perbatasan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) antara

lain telah mengeluarkan Inpres No. 1/2021 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi

pada Kawasan Perbatasan Negara di Aruk, Motaain, dan Skouw provinsi Papua. Sehubungan

dengan program tersebut, Menteri Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung telah

melakukan pertemuan virtual dengan kementerian/lembaga/terkait pada 19 Januari 2021.

Dalam pertemuan tersebut, Seskab menjelaskan tentang 19 Program kegiatan yang harus

dilakukan oleh Kementerian PUPR (6 Program Kegiatan), Kementerian Pertanian (5 Program

Kegiatan), Kementerian Kelautan dan Perikanan (3 Program Kegiatan), Kementerian Energi

dan Sumber Daya Mineral (3 Program Kegiatan), Kementerian Koperasi dan UKM (1 program

kegiatan), Kementerian Perhubungan (1 Program Kegiatan), serta Kementerian Komunikasi

dan Informatika (1 Program Kegiatan). Sehubungan dengan program-program

pembangunan daerah perbatasan di Provinsi Papua tersebut, Pramono Anung

menyampaikan bahwa Presiden mengharapkan serta meminta kepada

kementerian/lembaga (K/L) dan pemda yang diberikan tugas khusus tersebut untuk

melaksanakan instruksi Presiden tersebut selama 2 tahun.29

Terhadap program Pemerintah tentang pembangunan daerah perbatasan di provinsi Papua

ini, pada MS III, Timwas DPR tidak nampak merespon, apalagi mengawasinya.

Selama MS III ini, Formappi hanya menemukan Timwas Penanganan Bencana yang

melakukan kegiatan. Sedangkan Timwas yang lain maupun Tim Pemantau tidak ditemukan

data. Kegiatan Timwas Penanganan bencana tampak pada pemberian bantuan berupa

selimut, masker, alat swab antigen dan berbagai jenis bantuan lainnya ke Kabupaten

Sukabumi pada 19 Februari 2021. Pada kesempatan tersebut, Ketua Timwas Pelaksanaan

Penanganan Bencana DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar, meminta pemerintah dan pihak

terkait memberikan perhatian serius ke Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang kerap

28 https://nasional.kompas.com/read/2021/01/11/14213461/di-rapat-paripurna-timwas-penanganan-bencana-dpr-dikritik-

seperti-mati-suri 29 https://setkab.go.id/inilah-program-kegiatan-percepatan-pembangunan-ekonomi-pada-kawasan-perbatasan-negara-di-

skouw-sesuai-inpres-1-2021/

37

dilanda bencana. Ia meminta perhatian serius terutama kepada Menteri PUPR, dan kepada

teman-teman Komisi, baik itu Komisi V, Komisi IX, Banggar untuk memperhatikan secara

khusus emergency ini, terutama Huntara (Hunian Sementara) maupun hunian tetap sebagai

sarana relokasi korban musibah itu.30

Terkait Timwas maupun Tim Pemantau bentukan DPR yang oleh Ketua DPR dalam Pidato

Pembukaan MS III dijanjikan melakukan tugasnya dalam realitasnya hanya ada satu Tim

yang terberitakan melakukan kegiatan. Selebihnya tidak ditemukan data. Artinya janji Ketua

DPR tidak menjadi kenyataan atau tidak terbukti.

5. Uji Kelayakan dan Kepatutan Terhadap Calon Pejabat Publik

Selama MS III, DPR telah melakukan uji kelayakan dan kepatutan serta menetapkan calon-

calon pejabat publik sbb: (a) Proses Seleksi Calon Anggota Dewas LPP RRI oleh Pansel; (b)

Sembilan orang calon Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI); (c) Hakim Agung

dan Hakim adhoc; (d) calon tunggal Kapolri atas nama Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo;

(e) Uji Kelayakan dan Kepatutan Dewas BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

a. Proses Seleksi Calon Anggota Dewas LPP RRI oleh Pansel

Pada 18 Januari 2021, Komisi I DPR mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan

Sekjen Kemenkominfo. Dalam RDP ini disimpulkan hal-hal berikut:

Pertama, Komisi I DPR telah mendengarkan penjelasan Sekjen Kemenkominfo RI

tentang Pansel Calon Anggota (Dewas) LPP RRI Periode 2021-2026 yang dibentuk atas

dasar Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 424 Tahun 2020 yang

memiliki reputasi, kapasitas, dan kompetensi di bidangnya masing-masing sebagai

berikut: (1) Prof. Dr. H. Ahmad M. Ramli S.H., M.H., FCBARB, Ketua merangkap Anggota,

dari unsur Pemerintah; (2) J.H. Philip M. Gobang, M.Si. Sekretaris merangkap Anggota,

dari unsur Pemerintah; (3) Zulfan Lindan, S.I.Pol., Anggota dari unsur Pemerintah; (4)

Prof. Dr. Henri Subiakto, S.H., M.A., Anggota dari unsur Pemerintah; (5) Ir. Kristiono,

Anggota dari unsur Masyarakat; (6) Raden Muhamad Samsudin Dajat Hardjakusumah

S.Sn., Anggota dari unsur Masyarakat; (7) Dr. Dadang Rahmat Hidayat, S.Sos., S.H., M.Si.,

Anggota dari unsur Universitas; (8) Prof. Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, M.Si., Anggota

dari unsur Universitas; (9) Prof. Dr. Arif Satria, S.P., MSi., Anggota dari unsur Universitas.

Kedua, Komisi I telah mendengarkan penjelasan Pansel Calon Dewas LPP RRI periode

2021-2026 dan seluruh rangkaian proses tahapan seleksi sebagai berikut: (a)

Persyaratan Pendaftaran Seleksi; (b) Timeline Pelaksanaan Seleksi; (c) Sampai dengan

penutupan pendaftaran seleksi Calon Anggota Dewas LPP RRI pada tanggal 12 Oktober

2020 terdapat total 672 Pendaftar, menghasilkan: (1) Lulus seleksi administrasi

sebanyak 184 peserta; (2) Lulus penilaian makalah sebanyak 45 peserta; (3) Seleksi

Asesmen Psikologis hanya dihadiri 44 dari 45 orang peserta; (4) Pelaksanaan Tes

Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) direncanakan akan dilaksanakan

pada tanggal 26 Januari 2021; (5) Permohonan rekam jejak kepada PPATK, KPK, BIN,

dan BNPT dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2020, serta masukan masyarakat

melalui email dari tanggal 2–19 Desember 2020.

30 https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31890/t/javascript;

38

Ketiga, Komisi I meminta kepada Pansel Calon Dewas LPP RRI Periode 2021-2026 agar

dalam rangkaian proses tahapan seleksi dilakukan secara ketat, cermat, independen,

adil, serta membuka ruang partisipasi publik, untuk menghasilkan Calon Dewas LPP RRI

yang berkualitas, berintegritas, tidak terpapar oleh ideologi yang bertentangan dengan

Pancasila, serta professional hingga nantinya dapat menjadikan LPP RRI sebagai

Lembaga Penyiaran Publik yang kuat, mandiri, dan professional.

Keempat, Komisi I juga meminta Pansel menyertakan track record atau rekam jejak

dari 15 nama Calon Anggota Dewas LPP RRI Periode 2021-2026 yang diserahkan oleh

Menteri Kominfo RI kepada Presiden sesuai peraturan perundang-undangan.

b. Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Anggota Ombudsman RI

Pada 19 Januari 2021, Badan Musyawarah (Bamus) DPR menyerahkan pelaksanaan uji

kelayakan dan kepatutan terhadap 18 Nama Calon Komisioner Ombudsman RI (ORI)

periode 2021-2026 kepada Komisi II DPR. Ke-18 nama calon Komisioner ORI tersebut

diajukan oleh Presiden Joko Widodo kepada DPR melalui Surat Presiden bernomor

R/46/Presiden/12 Tahun 2020 pada tanggal 2 Desember 2020 dengan permintaan

dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR.

Atas dasar tersebut, antara tanggal 21-25 Januari 2021, Komisi II kemudian melakukan

RDPU dengan Ketua YLKI dan Ketua LSM Pemerhati Pelayanan Publik guna

mendapatkan masukan terkait calon anggota Ombudsman. Selanjutnya pada 26-27

Januari 2021, Komisi II melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon ORI

dengan hasil 9 nama yang lolos. Ke-9 nama calon Komisioner ORI tersebut selengkapnya

seperti berikut: (1) Mokh Najih, dosen Universitas Muhammadiyah Malang (ketua);

(2) Bobby Hamzar Rafinus, ASN Kemenko Perekonomian (wakil ketua); (3) Dadan

Suparjo, Anggota Ombudsman; (4) Hery Susanto, Direktur Operasi PT Grage

Nusantara Global; (5) Indraza Marzuki Rais, Kepala SPI PT Perikanan Nusantara

Persero; (6) Jemsly Modouw, dosen ISI Denpasar; (7) Johanes Widijantoro, dosen

Universitas Atmajaya Yogyakarta; (8) Robertus Na Endi Jaweng, peneliti dan

Pimpinan Komite Pemantauan Pelaksana Otonomi Daerah; dan (9) Yeka Hendra

Fatika, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi.31

Kesembilan nama calon Anggota ORI hasil uji kelayakan dan kepatutan tersebut

kemudian diputuskan dan disetujui oleh Rapat Paripurna DPR pada 10 Februari

2021.

c. Calon Hakim Agung dan Hakim Adhoc Mahkamah Agung

Pada 16 Desember 2020, Ketua Komisi Yudisial (KY), Jaja Ahmad Jayus menyerahkan

nama-nama calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi

(Tipikor) serta Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) di Mahkamah Agung ke DPR untuk

mendapatkan persetujuan. Penyerahan para calon hakim di MA itu diterima oleh

Pimpinan DPR Aziz Syamsudin dan Sufmi Dasco Achmad.32 Atas dasar penyerahan para

CHA tersebut maka pada 27 dan 28 Januari 2021, Komisi III DPR melakukan uji kelayakan

dan kepatutan terhadap CHA dimaksud.

31https://www.suara.com/news/2021/01/28/183100/komisi-ii-dpr-tetapkan-9-komisioner-baru-ombudsman-ri-ini-

daftarnya?page=2). 32 https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/1387/ky-sampaiakan-hasil-seleksi-tahap-akhir-cha-dan-ch-ad-hoc-

tipikor-dan-phi-di-ma-ke-dpr

39

Pada saat memimpin rapat uji kelayakan dan kepatutan terhadap para CHA tanggal 27

Januari 2021, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond J Mahesa menegaskan bahwa

Komisi III sangat hati-hati dalam memilih calon hakim dan tidak akan main-main.

Pihaknya tidak menginginkan keadilan dipermainkan dan negara dirugikan karena

putusan hakim yang tidak adil.

Di sesi pertama uji kelayakan dan kepatutan calon hakim dilakukan kepada dua orang

calon hakim, pertama Calon Hakim Industrial Andari Yuriko Sari dari latar belakang

akademisi, dan yang kedua Calon Hakim Pengadilan Pajak Triono Martanto, Desmon

menyampaikan, Hakim Pajak jangan sampai merugikan Negara dan mewanti-wanti agar

para hakim tidak main kongkalikong dengan pengemplang pajak.

Pada peradilan Hakim Industrial, Desmond menilai peradilan Mahkamah Agung tidak

bisa dikatakan bersih. Menurutnya para hakim cenderung memenangkan perkara para

pengusaha, dan para buruh yang lemah modal selalu dikalahkan.

Uji kelayakan dan kepatutan terhadap CHA tersebut Komisi III DPR memutuskan tiga

calon hakim ad hoc, yaitu: (1) Sinintha Yuliansih Sibarani sebagai calon hakim ad hoc

tindak pidana korupsi (sebelumya sebagai hakim ad hoc tindak pidana korupsi

Pengadilan Negeri Semarang); (2) Achmad Jaka Mirdinata sebagai Calon Hakim Ad Hoc

Hubungan Industrial (calon ini dari Unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia/APINDO yang

bekerja sebagai Staf Hubungan Industrial Bagian SDM PT Perkebunan Nusantara VII; (3)

Andari Yuriko Sari dari latar belakang Ketua Pusat Studi Hubungan Industrial dan

Perlindungan Tenaga Kerja Fakultas Hukum Universitas Trisakti, sebagai calon hakim ad

hoc hubungan industrial.33 Sebaliknya calon tunggal Hakim Agung Ad Hoc Perpajakan

yang diusulkan KY atas nama Triyono Martanto ditolak Komisi III karena yang

bersangkutan patut diduga melakukan plagiat dalam penyusunan makalah.34

Keputusan hasil uji kelayakan dan kepatutan para CHA oleh Komisi III tersebut kemudian

dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 10 Februari 2021 dan disetujui secara

aklamasi.35

d. Calon Kapolri

Pada 13 Januari 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan surat Presiden

kepada DPR Nomor R-02/Pres/01/2021 perihal Pemberhentian Jenderal Pol. Idham

Azis dan Pengangkatan Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo Dalam Jabatan Kapolri. Atas

dasar itu kemudian pada 20 Januari 2021 Komisi III melakukan uji kelayakan dan

kepatutan terhadap Komjen Listyo Sigit Prabowo. Dalam makalah berjudul

“Transformasi Menuju Polri yang Presisi” yang disampaikan dalam uji kepatutan di

Komisi III DPR, Listyo Sigit, akan memfokuskan transformasi Polri ke dalam 4 bagian:

33 Lihat Tsarina Maharani, "Komisi III DPR Setujui 3 Calon Hakim Ad Hoc MA Usulan KY" dalam

https://nasional.kompas.com/read/2021/01/28/17022041/komisi-iii-dpr-setujui-3-calon-hakim-ad-hoc-ma-usulan-ky’ Lihat

pula Sania Mashabi,

https://nasional.kompas.com/read/2020/11/26/19015251/13-calon-hakim-agung-dan-hakim-ad-hoc-di-ma-maju-ke-tahapan-

wawancara-di-ky?page=all#page2 34 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210127143107-32-599064/dpr-setop-tes-calon-hakim-agung-triyono-karena-

diduga-plagiat 35 https://nasional.kompas.com/read/2021/02/10/16075431/dpr-setujui-3-hakim-ad-hoc-mahkamah-agung

40

Pertama, transformasi di bidang organisasi; Kedua, transformasi di bidang

operasional; Ketiga, transformasi di bidang pelayanan publik; Keempat, transformasi

di bidang pengawasan. Pada pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan tersebut

Sembilan fraksi menyetujunya, dan pada 21 Januari 2021 diputuskan dalam Rapat

Paripurna hingga akhirnya pada 27 Januari 2021 dilantik dan diambil sumpahnya

sebagai Kapolri oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta.

e. Uji Kelayakan dan Kepatutan Dewas BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan

Di tengah ramainya pemberitaan tentang terjadinya korupsi di Badan Pengelola

Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) sebesar Rp.43 triliun, pada

bulan Januari 2021, Komisi IX DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan tehadap

para calon anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan Dewas BPJS

Kesehatan. Hasil dan putusan rapat Komisi IX atas uji kelayakan dan kepatutan

tersebut kemudian dilaporkan dalam rapat paripurma DPR tanggal 10 Februari 2021.

Lima (5) orang yang terpilih menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan 2021-2026 terdiri

atas: Unsur pekerja: Yayat Syariful Hidayat dan Agung Nugroho; Unsur pemberi kerja

terdiri atas: Subchan Gatot dan Muhammad Adityawarman; serta unsur tokoh

masyarakat adalah Muhammad Iman Nuril Hidayat Budi Pinuji.

Sedangkan 5 (lima) orang yang terpilih sebagai anggota Dewas BPJS Kesehatan

periode 2021-2026 terdiri atas: Unsur pekerja: Indra Yana dan

Siruaya Utamawan; Unsur pemberi kerja terdiri atas: Iftida Yasar dan Inda Deryanne

Hasman (sebelumnya anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan); serta Unsur tokoh

masyarakat: Ibnu Naser Arrohimi.36

Catatan Kritis:

Terkait pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan calon-calon pejabat publik tersebut di atas

terdapat beberapa hal yang menarik untuk dicatat, antara lain seperti berikut: pertama,

ketika melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap CHA, Komisi III sangat kritis menguji

para calon yang diajukan oleh KY. Saking kritisnya, calon tunggal Hakim Agung atas nama

Triyono Martanto ditolak karena patut diduga melakukan plagiat dalam penyusunan

makalah. Sebaliknya terhadap calon tunggal Kapolri yang diajukan Presiden, makalahnya

dipuji-puji oleh Komisi III DPR; kedua, dalam uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon

Dewas BPJS Kesehatan yang berasal dari Dewas BPJS Ketenagakerjaan atas nama Inda D

Hasman, diloloskan, padahal ketika terjadi dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan calon

yang disetujui menjadi anggota Dewas BPJS Kesehatan tersebut merupakan salah satu

anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan; Ini justru tidak ditolak oleh Komisi IX. Ketiga, dalam

pelaksanaaan uji kelayakan dan kepatutan ada yang dilakukan secara terbuka dan tertutup.

Keempat, melihat semua proses uji kelayakan dan kepatutan tersebut tampak tidak terjadi

konsistensi kekritisan antar Komisi-komisi di DPR.

C. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapatlah diambil beberapa kesimpulan seperti berikut:

pertama, terkait pelaksanaan Undang-undang, aturan turunan UU No. 11/2020 tentang Cipta

Kerja paling banyak diawasi oleh Komisi-komisi DPR pada MS III, tetapi dikritik oleh KSPI. Ini

36 https://nasional.kontan.co.id/news/dpr-setujui-anggota-dewas-bpjs-kesehatan-dan-bpjs-ketenagakerjaan?page=2

41

menunjukkan DPR gagal memperjuangkan aspirasi buruh dalam penyusunan PP turunan UU

Ciptaker.

Kedua, evaluasi terhadap realisasi serapan anggaran TA 2020 oleh K/L tidak semua Komisi

melakukannya. Selain itu, DPR juga tidak kritis atas rendahnya daya serap K/L tertentu dan

bahkan memberi apresiasi.

Ketiga, BAKN yang oleh UU MD3 secara khusus ditugasi melakukan telaahan atas temuan-

temuan BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga Negara non Kementerian

(LKKL) yang sudah dilaporkan ke DPR tidak secara serius dilakukan. Sebaliknya BAKN hanya

melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) memantau pelaksanaan subsidi energi. Pemfokusan

kegiatan BAKN yang hanya khusus menyangkut subsidi energy menunjukkan bahwa BAKN gagap

tugas, karena itu layak dibubarkan.

Keempat, selama MS III TS 2020-2021 semua Komisi melakukan pengawasan terhadap kebijakan

pemerintah oleh K/L mitra kerjanya, Lebih dari itu, pengawasan bahkan dilakukan bukan saja

pada tingkat pengambil putusan dan kebijakan (Menteri maupun Kepala Lembaga Pemerintah

non Kementerian) tetapi juga pada tingkat pelaksana, yaitu para pejabat Eselon I K/L. Selain itu,

rekomendasi/permintaan yang berulang-ulang oleh Komisi tertentu pada mitra kerjanya

menunjukkan bahwa K/L yang bersangkutan mengabaikan rekomendasi DPR tetapi DPR tidak

menggunakan hak-hak konstitusionalnya seperti menggunakan hak interpelasi maupun hak

angket. Kecuali itu, masih saja ada Komisi yang melakukan rapat tertutup dengan mitra

kerjanya.

Kelima, dari sekian banyak Tim yang dibentuk DPR hanya ada satu Tim yang terlihat bekerja,

yaitu Timwas Penanganan Bencana. Itupun hanya berupa pemberian bantuan.

Keenam, fit and proper test terhadap calon-calon pejabat publik tidak semuanya kritis. Selain itu,

sebagian fit and proper test dilakukan secara tertutup, sehingga dapat menimbulkan

pertanyaan-pertanyaan liar atau dugaan-dugaan negatif dari masyarakat. Untuk menghindarkan

munculnya hal-hal tersebut, seyogyanya semua proses fit and proper test dilaksanakan secara

terbuka.

42

V. BIDANG KELEMBAGAAN: “Perencanaan Buruk, Kinerja Buruk”

A. Pengantar

Pelaksanaan fungsi-fungsi DPR sebagai diuraikan di atas, dimana fungsi legislasi belum juga

berhasil menyusun dan menetapkan Prolegnas RUU Prioritas, fungsi anggaran tampak “sepi”,

dan pengawasan yang asal jalan, menggambarkan DPR belum menunjukkan greget dalam

bekerja. Padahal dalam ketiga fungsi itulah letak keutamaan DPR dalam menjalankan tugas-

tugas konstitusionalnya dalam kehidupan bernegara. Fungsi penting dan strategis DPR hingga

kini belum mampu membawa Indonesia ke arah yang jelas sebagaimana tujuan Negara yang

termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai lembaga yang ikut menentukan kebijakan

melalui legislasi dan anggaran seharusnya DPR sungguh-sungguh bekerja sehingga kepenuhan

akan aturan-aturan hukum dan perundangan lainnya, serta pengalokasian anggaran yang tepat

dapat mendorong kemajuan Indonesia lebih cepat. Namun sering DPR justru berkutat di tempat

yang sama, karena terikat oleh kepentingan pribadi dan kelompoknya masing-masing. Misalnya,

untuk menentukan masuk tidaknya RUU Pemilu dalam Prolegnas menjadi penghambat

pengesahan daftar Prolegnas RUU Prioritas 2021. DPR masih belum mampu beranjak dengan

melepaskan kepentingan sendiri dan beralih mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara.

Sudah waktunya DPR secara sungguh-sungguh memiliki visi dan misi yang ideal hanya untuk

kemajuan Indonesia.

Demikian juga dalam bidang kelembagaan belum terjadi perubahan yang signifikan dalam

berkinerja. Dalam menyusun rencana kerja misalnya, DPR masih belum mampu secara jelas

menentukan arah atau apa yang akan dilakukan dalam suatu masa sidang sebagai guidance

dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Sementara itu, Pimpinan DPR belum mampu

memisahkan antara pendapat pribadi dan menjadi jurubicara DPR meski sudah sering dikritik.

Komisi-Komisi DPR juga memiliki semangat yang berbeda antara yang satu dengan yang lain,

dimana ada kelompok Komisi yang rajin melakukan rapat namun ada juga yang kurang rajin.

Demikian juga dengan Badan-badan DPR, ternyata hanya dua badan DPR yakni Baleg dan BKSAP

yang terpantau melakukan rapat-rapat dalam melaksanakan tugasnya. Evaluasi bidang

kelembagaan akan diakhiri dengan evaluasi kehadiran anggota DPR dalam Rapat Paripurna

sebelum ditutup dengan kesimpulan.

B. Perencanaan DPR

Rencana kerja DPR biasanya dirumuskan dan dituangkan dalam Keputusan Rapat Badan

Musyawarah (Bamus) DPR atau Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus, yang selanjutnya

disebut Rapat Bamus. Kemudian Ketua DPR akan menyampaikan pokok-pokok rencana kerja

tersebut dalam setiap Pidato Pembukaan MS. Namun seringkali terjadi perbedaan antara

rencana kerja yang dirumuskan dalam Keputusan Rapat Bamus atau Rapat Konsultasi Pengganti

Rapat Bamus dan rencana kerja yang disampaikan oleh Ketua DPR dalam Pidato Pembukaan MS.

Perbedaan rencana keduanya seyogyanya tidak perlu terjadi karena Ketua Bamus dan Ketua

DPR adalah orang yang sama karena Ketua DPR secara ex-officio menjadi Ketua Bamus. Pidato

Ketua DPR mestinya berpedoman pada Keputusan Bamus sehingga secara substansial pokok-

pokok rencana kerja tidak terjadi perbedaan. Kalaupun terdapat perbedaan hanya menyangkut

43

rincian lebih lanjut dari substansi pokok-pokok rencana kerja dalam Keputusan Bamus yang

disesuaikan dengan dinamika kepentingan nasional.

Bila berkaca pada MS III ini, Keputusan Rapat Bamus tidak mencantumkan rencana kerja untuk

menyusun dan menetapkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas sebagaimana

yang disebut dalam Pidato Ketua DPR dalam Pembukaan MS. Padahal penetapan Prolegnas RUU

Prioritas tahun 2021 sangat penting karena tanpa Prolegnas RUU Prioritas akan berakibat tidak

jalannya fungsi legislasi. Mengapa Rapat Bamus sampai lalai mencantumkan rencana kerja

penyusunan dan penetapan Prolegnas RUU Prioritas itu, yang sampai MS III belum juga berhasil

ditetapkan DPR. Yang juga tidak masuk akal adalah ketika Prolegnas RUU Prioritas 2021 belum

ditetapkan, Bamus dan Pidato Ketua DPR pada Pembukaan MS sidang sudah menetapkan

rencana pembahasan RUU. Lalu pembahasan RUU-RUU tersebut mengacu pada apa, sebab

Prolegnas RUU Prioritas sendiri belum ditetapkan DPR.

Demikian juga dengan bidang anggaran, Rapat Bamus menentukan bahwa rencana kerja bidang

anggaran dalam MS III adalah mengevaluasi pelaksanaan APBN Tahun 2020, sedangkan Pidato

Ketua DPR menyebutkan bahwa alat kelengkapan Dewan akan terus memperkuat pelaksanaan

APBN Tahun 2021. Meskipun keduanya berbeda tetapi secara ajaib keduanya dilaksanakan oleh

alat kelengkapan Dewan. Entah kebetulan atau karena sudah terlanjur disampaikan ke publik

maka mau gak mau harus dilaksanakan.

Dalam bidang pengawasan juga ada perbedaan antara keduanya. Rapat Bamus menyebutkan

bahwa DPR akan menindaklanjuti hasil kunjungan kerja perseorangan maupun kunjungan kerja

Tim pada saat Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang 2020-2021, tetapi rencana ini tidak

disebutkan dalam Pidato Ketua DPR dalam Pembukaan MS. Padahal setiap hasil kunjungan pada

saat reses suatu MS (serap aspirasi) harus dilaporkan pada Pembukaan MS berikutnya. Ini

penting, bukan saja karena untuk memenuhi ketentuan UU tetapi juga sebagai

pertanggungjawaban anggota DPR kepada konstituennya.

Perbedaan-perbedaan tersebut diatas menunjukkan perencanaan DPR yang tidak matang dan

asal-asalan. Apa yang dirumuskan dalam Rapat Bamus terkesan copy paste karena isinya

cenderung sama dari MS ke MS. Bahkan sampai lupa mengganti tahun, yang seharusnya 2021

ternyata masih tercantum 2020. Untuk melengkapi hal-hal yang seharusnya masuk dalam

rencana Bamus tapi belum diatur, akhirnya Ketua DPR berimprovisasi dengan menambah hal-hal

yang seharusnya dilakukan pada MS III. Namun seringkali improvisasinya berlebihan sehingga

keluar dari konteks yang telah dirumuskan Rapat Bamus. Di masa mendatang, DPR harus

menghentikan kekacauan perencanaan ini, dan mulai merumuskan rencana yang terstruktur

sehingga arah kinerja DPR menjadi jelas dan goal atau target dapat dicapai.

C. Pimpinan

Pimpinan DPR merupakan orang-orang yang terpilih untuk jabatannya, karenanya semestinya

mereka yang duduk disini memiliki kapabilitas, akuntabilitas, dan integritas yang sudah teruji.

44

Dan yang terpenting adalah kemampuan menjadi jurubicara DPR sebagai lembaga yang

berhadapan dengan Pemerintah. Sebagai jurubicara DPR, Pimpinan harus mampu mewakili

semua suara dan sikap anggota DPR yang berasal dari berbagai fraksi (partai politik) dan resmi

berdasarkan hasil keputusan Rapat DPR baik secara musyawarah maupun pemungutan suara

(voting). Jadi Pimpinan DPR tidak boleh sembarangan bicara dalam keadaan jabatan itu masih

disandangnya ketika menyampaikan pendapat. Bila itu pendapat pribadi atau mewakili fraksi

atau partainya, semestinya jabatan sebagai pimpinan tidak disebutkan. Ini untuk menghindari

kerancuan dan bias pendapat antara sebagai Pimpinan DPR dan pribadi (termasuk sebagai wakil

fraksi atau partai).

Semua pihak pasti bisa memaklumi jika Pimpinan DPR menyampaikan rasa dukacita, simpati,

dan empati terhadap korban dalam berbagai peristiwa dan bencana akhir-akhir ini, seperti

jatuhnya pesawat Sriwijaya Air di Kepulauan Seribu, gempa di Sulawesi Barat, banjir bandang di

Kalimantan Selatan, tanah longsor di Sumedang, dan banyak peristiwa lainnya. Misalnya ucapan

dukacita mendalam yang disampaikan Ketua DPR RI Puan Maharani terhadap keluarga korban

jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 Jakarta-Pontianak.37 Demikian juga ungkapan dukacita

yang disampaikan Wakil Ketua DPR RI Korbid Polkam M. Azis Syamsuddin38 dan Wakil Ketua DPR

RI Rachmat Gobel.39 Baik secara pribadi maupun atas nama lembaga DPR, ucapan Pimpinan DPR

dapat diterima secara manusiawi.

Namun dalam hal lain tentu harus dibedakan. Mengenai isu revisi UU Pemilu misalnya, dalam

pernyataan pertama Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang (Korbid) Politik dan Keamanan

(Polkam) M. Azis Syamsuddin menyebutkan pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting

dilakukan dalam rangka menyempurnakan sistem demokrasi dan politik Indonesia.40 Namun

belakangan M. Azis Syamsuddin menyatakan bahwa usai melakukan konsolidasi dan menyerap

aspirasi, Golkar lebih mengutamakan untuk menarik dan mengikuti amanah Undang-Undang

mengenai Pilkada secara serentak dilaksanakan di tahun 2024. Hal itu guna mengedepankan

kepentingan bangsa dan negara yang saat ini sedang melakukan pemulihan ekonomi di masa

pandemi.41

Terhadap hal ini dapat diberi catatan sebagai berikut. Pertama, dalam kedua pernyataan itu

disebutkan M. Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR RI Korbid Polkam, artinya

mengatasnamakan Pimpinan DPR sehingga apa yang disampaikan seharusnya “pendapat” DPR.

Namun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Kedua, secara substansi kedua

pernyataannya berbeda bahkan saling bertentangan sehingga membingungkan dan publik akan

menilai DPR tidak konsisten. Ketiga, dalam pernyataan pertama tidak mengatasnamakan partai

manapun, tetapi pernyataan kedua secara jelas menyatakan bahwa itu adalah sikap Golkar.

Kesimpangsiuran informasi yang disampaikan ke publik dengan mengatasnamakan lembaga DPR

seperti itu dapat menggerus kepercayaan publik terhadap DPR sekaligus tidak baik untuk

37 https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31243/t/Puan+Maharani+Berduka+Atas+Hilangnya+Pesawat+Sriwijaya 38 https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31273/t/Pimpinan+DPR+Apresiasi+Kinerja+Tim+Pencarian+dan+Evakuasi+Sriwijaya+Air 39 https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31279/t/Jatuhnya+Sriwijaya+Air+adalah+Duka+Bagi+Seluruh+Masyarakat 40 https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31732/t/Azis+Syamsuddin%3A+Revisi+UU+Pemilu+Perkuat+Kualitas+Demokrasi 41 https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/31763/t/Baleg+Berwenang+Tarik+Draf+RUU+Pemilu+dari+Prolegnas

45

pendidikan politik bagi rakyat. Jadi ke depan Pimpinan DPR mesti bijak kapan harus

menempelkan predikat sebagai Pimpinan DPR, atau melepaskan predikat itu semisal ketika

menjadi wakil fraksi/partai, maupun secara pribadi sebagai anggota DPR.

D. Komisi

Kinerja Komisi dan Badan yang dimiliki oleh DPR secara substansial sudah dijelaskan didepan

dalam masing-masing pelaksanaan fungsinya, yakni fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.

Dari sudut pandang kelembagaan, Komisi dan Badan DPR akan dijelaskan secara kuantitas

mengenai apa saja yang telah dilakukan. Sejauh hasil penelusuran Formappi terhadap lapsing,

secara keseluruhan terdapat 153 rapat yang dilakukan Komisi dan Badan DPR selama MS III TS

2020-2021. Semua Komisi DPR (I s/d XI) ditemukan melakukan rapat-rapat, sementara hanya

dua Badan DPR (BKSAP dan Baleg) yang ditemukan melakukan rapat. Sementara BAKN, MKD,

dan Banggar sama sekali tidak ditemukan kegiatan rapatnya.

Dari keseluruhan rapat-rapat (153 rapat), ada 20 (13,07%) rapat yang sifatnya tertutup dan 133

lainnya (86,93%) bersifat terbuka (Lihat Tabel 7). Memang tidak bisa dipungkiri masih terjadi

rapat-rapat tertutup dan itu dapat dipahami bila masih dalam batas kewajaran karena

menyangkut masalah internal dan rahasia negara. Namun adanya rapat tertutup mengenai

kebijakan bagi rakyat, seperti yang dilakukan Komisi II, III dan VIII, tentunya susah diterima.

Adalah hal yang aneh, mengapa pihak yang dibahas kepentingannya justru tidak boleh

mengetahuinya. Misalnya Komisi II, dari 11 (sebelas) rapat yang dilakukan ternyata 6 (enam)

diantaranya dilakukan secara tertutup atau lebih banyak dari rapat terbuka yang hanya 5 (lima)

kali rapat. Dari enam kali rapat tertutup itu antara lain membicarakan uji kelayakan dan

kepatutan terhadap 18 calon anggota ORI 2021-2026, pembahasan RUU tentang Perubahan atas

UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, dan penjelasan atau penyampaian perkembangan

penyesuaian 13 RUU tentang Provinsi. Bahkan Komisi III mengadakan Rapat Dengar Pendapat

(RDP) tertutup untuk mendapat masukan terkait dengan uji kelayakan calon Kapolri. Sementara

Komisi VIII melakukan rapat tertutup untuk membahas DIM RUU tentang Penanggulangan

Bencana.

Tabel 7. Rapat-rapat Komisi dan Badan DPR MS III TS 2020-2021

Komisi

Jenis Rapat Sifat Rapat Jumlah

Rapat Raker RDP RDPU Rakor Rapim Internal Pleno Fit&proper

test Panja Tertutup Terbuka

I 2 6 1 0 1 1 0 0 5 3 13 16

II 2 1 2 0 0 4 0 2 0 6 5 11

III 1 3 0 0 0 0 2 3 0 2 7 9

IV 6 10 1 0 0 0 0 0 0 0 17 17

V 4 8 0 1 0 0 0 0 0 0 13 13

VI 5 2 1 0 0 0 0 0 0 0 8 8

VII 2 10 0 0 0 0 0 0 0 3 9 12

VIII 5 0 0 1 1 3 0 0 1 4 7 11

IX 10 0 1 0 0 1 0 5 0 1 16 17

X 4 8 6 1 0 0 0 0 0 0 19 19

XI 5 5 1 0 0 0 0 0 0 1 10 11

Baleg 1 0 4 0 0 2 0 0 0 0 7 7

BKSAP 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2 2

Total 47 53 19 3 2 11 2 10 6 20 133 153

46

Sumber: Laporan singkat (Lapsing) rapat-rapat yang dilakukan Komisi dan Badan DPR

sebagaimana ditemukan dalam laman www.dpr.go.id

Masih terkait rapat-rapat Komisi DPR, Komisi X paling banyak melakukan rapat yakni 19

(sembilan belas) kali rapat dan semuanya bersifat terbuka. Untuk itu kita perlu memberi

apresiasi kepada Komisi X yang menjadi Komisi terajin dalam MS III ini sekaligus contoh

penerapan transparansi. Sementara Komisi VI adalah Komisi yang paling sedikit melakukan rapat

yakni hanya 8 (delapan) kali rapat tetapi semuanya terbuka. Yang menjadi persoalan adalah

mengapa terjadi perbedaan jumlah rapat yang signifikan, dimana Komisi VI melakukan rapat

kurang dari setengah yang dilakukan Komisi X. Padahal keduanya memiliki fungsi dan tugas yang

sama, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan meski sektor mereka berbeda. Apakah

perbedaan sektor itu (tergantung isu yang sedang berkembang) yang menyebabkan terjadinya

perbedaan atau memang kemampuan Komisi yang tidak berimbang.

E. Badan-badan

Badan-badan DPR lain lagi, jika Komisi semuanya melakukan rapat maka berdasarkan laporang

singkat (lapsing) yang dimuat dalam dpr.go.id tidak semua Badan DPR ditemukan melakukan

rapat. Badan Legislasi (Baleg) menjadi Badan DPR yang terbanyak melakukan rapat yakni

sebanyak 7 (tujuh) kali. Meski demikian, Baleg belum mampu menuntaskan penyusunan

Prolegnas RUU Prioritas 2021 hingga kini. Banyaknya rapat juga ternyata tidak menjamin

produktivitas tinggi. Sementara itu, BKSAP (Badan Kerja Sama Antar Parlemen) hanya melakukan

2 (dua) kali rapat. Yang membuat kita bertanya-tanya adalah tidak ditemukannya BAKN (Badan

Akuntabilitas Keuangan Negara) dan Banggar (Badan Anggaran) dalam lapsing melakukan rapat-

rapat. Padahal salah satu agenda DPR dalam MS III ini adalah mengevaluasi pelaksanaan APBN

Tahun Anggaran 2020. Kegiatan BAKN baru ditemukan dalam berita (bukan lapsing), dimana

kegiatan itupun hanya menyangkut pelantikan Pimpinan BAKN dan kegiatan melakukan

kunjungan kerja (lihat evaluasi bidang pengawasan). Tugas utama BAKN yakni menelaah Ikhtisar

Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) dan temuan-temuan BPK ternyata terabaikan.

F. Kehadiran Anggota DPR Dalam Rapur

Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Bamus tanggal 3 Desember 2020 mengagendakan

5 (lima) rapat paripurna (Rapur) tetapi DPR hanya menggunakan 3 (tiga) Rapur saja. Dari 3 (tiga)

Rapur yang terlaksana tersebut, terjadi kenaikan kehadiran anggota DPR yang cukup lumayan.

Kehadiran rata-rata anggota DPR pada setiap Rapur sepanjang MS III TS 2020-2021 sebanyak

367 anggota atau 63,83% dari seluruh jumlah anggota DPR (lihat Tabel 8). Artinya ada kenaikan

sekitar 11,89 % dari kehadiran rata-rata anggota DPR pada MS II TS 2020-2021 yang hanya

sebesar 51,94%. Tentu ini menjadi pertanda baik dimana anggota DPR semakin menganggap

penting kehadirannya dalam setiap Rapur. Semoga kehadiran itu semakin meningkat di MS-MS

yang akan datang sehingga tidak ada lagi anggapan bahwa anggota DPR malas bersidang.

47

Tabel 8. Kehadiran Anggota DPR pada Rapur

No. RAPUR JUMLAH

ANGGOTA

HADIR %

Fisik Virtual Ijin**) Total

1. Pembukaan MS III 11

Januari 2021

575 73 310 0 383 66,61

2. Rapur 21 Januari 2021 575 91 204 47 342 59,48

3. Penutupan MS III 10

Februari 2021

575 105 260 12 377 65,56

Rata-rata 575 367 63,83

Keterangan: *) diolah dari berbagai sumber

**) Ijin dianggap hadir

Namun demikian kehadiran anggota DPR dalam Rapur itu bukan tanpa masalah. Pertama,

anggota DPR yang ijin dimasukkan atau dianggap mengikuti Rapur. Anggapan angota DPR yang

ijin tetapi dihitung hadir menjadikan jumlah kehadiran anggota DPR menjadi semu. Selain itu,

anggota DPR yang ijin tersebut akan tetap mendapatkan uang atau tunjangan rapat sehingga

menjadikannya kehadiran dan tunjangan fiktif. Kedua, persoalan kehadiran anggota DPR secara

virtual dalam rapat, karena bisa saja anggota hanya memperlihatkan gambar sementara dirinya

entah ada dimana. Jadi untuk memastikan bahwa anggota DPR itu benar-benar hadir meski

secara virtual, harus join dengan video.

G. Kesimpulan dan Rekomendasi

Pertama, perencanaan DPR kacau karena antara substansi Pidato Ketua DPR dalam Pembukaan

MS dan Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Bamus masih berbeda. Selain Keputusan Bamus

tidak lengkap dan bahkan hanya merupakan copy paste dari keputusan Bamus MS yang lalu,

Ketua DPR juga sering berimprovisasi bahkan agak lebay sehingga keluar konteks dari rencana

kerja yang ditetapkan Rapat Bamus. Perencanaan yang tidak jelas dapat berdampak buruk pada

capaian target atau hasil kinerja DPR.

Kedua, meskipun sudah sering dikritik Pimpinan DPR tetap tak bergeming. Mereka sering

berbicara ke publik tanpa membedakan apakah waktu berbicara itu dalam kapasitas sebagai

apa, Pimpinan atau pribadi.

Ketiga, terdapat gap yang signifikan dalam kegiatan rapat antar Komisi. Meski memiliki tugas

dan fungsi yang sama tetapi ada Komisi yang sering rapat dan ada yang jarang rapat.

Kemungkinan faktor sektor dan isu yang menjadi penyebabnya.

Keempat, dari semua badan DPR hanya Banggar yang tidak tampak mengadakan rapat, padahal

focus kinerja DPR pada MS III ini adalah mengevaluasi pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020.

Kelima, kehadiran anggota DPR pada Rapur dalam MS III lumayan membaik dibandingkan

dengan MS II. Namun demikian patut disayangkan ketika anggota yang ijin dianggap hadir

48

sehingga menciptakan kehadiran dan tunjangan fiktif. Demikian pula soal kepastian kehadiran

anggota DPR dalam rapat secara virtual, mungkin juga ada yang fiktif. Di MS-MS yang akan

datang kehadiran anggota DPR pada Rapur diharapkan lebih baik lagi.

49

VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pertama, kinerja legislasi MS III masih melanjutkan tradisi kinerja DPR yang buruk dari masa

sidang-masa sidang di tahun sebelumnya. DPR gagal menjadikan MS III sebagai momentum

untuk membangkitkan optimisme dalam meningkatkan kinerja legislasi. MS III justru

memunculkan pesimisme sejak awal bahwa kinerja DPR di tahun 2021 tak akan lebih baik dari

tahun sebelumnya. Ada banyak alasan yang menyebabkan buruknya kinerja legislasi DPR di MS

III. Mulai dari tata kelola perencanaan yang buruk hingga sabotase kepentingan politik yang

menghambat laju pengesahan Prolegnas Prioritas. Kepatuhan DPR pada Presiden juga

menambah runyamnya pelaksanaan fungsi legislasi DPR. DPR seolah-olah tanpa wibawa di

hadapan keinginan Presiden atas beberapa RUU.

Kedua, kinerja anggaran MS III ada peningkatan dibandingkan MS I dan MS II TS 2020-2021

dalam membahas serap anggaran K/L tahun 2020, namun masih ada Komisi DPR yang malas

melakukan rapat yakni Komisi II, IX dan XI. Terhadap serapan anggaran K/L tahun 2020 yang

masih rendah nampaknya DPR tidak tegas dan bahkan mengabaikan pakem reward dan

punishment. Demikian juga pembahasan refocusing dan realokasi belanja K/L TA 2021 menjadi

tak memiliki makna, sebab kewenangan penentuan alokasi pagu anggaran K/L berada di bawah

kendali Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 angka (1) huruf (a) dan Pasal 10

ayat (3) PMK Nomor 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran

2021. Sikap DPR yang cenderung tidak kritis menambah dugaaan bahwa DPR sudah tak berdaya

dihadapan pemerintah. Bukan hanya itu, dalam pembahasan perubahan anggaran PEN tahun

2021 sikap DPR hanya mengikuti keinginan pemerintah.

Ketiga, kinerja bidang pengawasan terkait pelaksanaan Undang-undang, aturan turunan UU No.

11/2020 tentang Cipta Kerja paling banyak mendapat perhatian Komisi-komisi DPR. Meski

demikian, KSPI mengkritiknya karena DPR dianggap gagal memperjuangkan aspirasi buruh

dalam penyusunan PP turunan UU Ciptaker. Kemudian, pengawasan terhadap realisasi serapan

anggaran TA 2020 oleh K/L tidak semua Komisi melakukannya. Selain itu, DPR juga tidak kritis

atas rendahnya daya serap K/L tertentu dan bahkan memberi apresiasi. BAKN yang oleh UU

MD3 secara khusus ditugasi melakukan telaahan atas temuan-temuan BPK terhadap Laporan

Keuangan Kementerian dan Lembaga Negara non Kementerian (LKKL) yang sudah dilaporkan ke

DPR tidak secara serius dilakukan. Sebaliknya BAKN hanya melakukan Kunjungan Kerja (Kunker)

memantau pelaksanaan subsidi energi. Pemfokusan kegiatan BAKN yang hanya khusus

menyangkut subsidi energy menunjukkan bahwa BAKN gagap tugas, karena itu layak

dibubarkan.

Sementara itu, selama MS III TS 2020-2021 semua Komisi melakukan pengawasan terhadap

kebijakan pemerintah oleh K/L mitra kerjanya, bahkan ada pengawasan yang dilakukan bukan

saja pada tingkat pengambil putusan dan kebijakan (Menteri maupun Kepala Lembaga

Pemerintah non Kementerian) tetapi juga pada tingkat pelaksana, yaitu para pejabat Eselon I

K/L. Selain itu, rekomendasi/permintaan yang berulang-ulang oleh Komisi tertentu pada mitra

kerjanya menunjukkan bahwa K/L yang bersangkutan mengabaikan rekomendasi DPR tetapi

DPR tidak menggunakan hak-hak konstitusionalnya seperti menggunakan hak interpelasi

50

maupun hak angket. Yang juga patut disayangkan, masih saja ada Komisi yang melakukan rapat

tertutup dengan mitra kerjanya.

Selain itu, dari sekian banyak Tim yang dibentuk DPR hanya ada satu Tim yang terlihat bekerja,

yaitu Timwas Penanganan Bencana. Itupun hanya berupa pemberian bantuan. Kemudian terkait

fit and proper test terhadap calon-calon pejabat publik tidak semuanya kritis. Bahkan sebagian

fit and proper test dilakukan secara tertutup, sehingga dapat menimbulkan pertanyaan-

pertanyaan liar atau dugaan-dugaan negatif dari masyarakat. Untuk menghindarkan munculnya

hal-hal tersebut, seyogyanya semua proses fit and proper test dilaksanakan secara terbuka.

Keempat, secara kelembagaan perencanaan DPR kacau karena antara substansi Pidato Ketua

DPR dalam Pembukaan MS dan Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Bamus masih berbeda.

Selain Keputusan Bamus tidak lengkap dan bahkan hanya merupakan copy paste dari keputusan

Bamus MS yang lalu, Ketua DPR juga sering berimprovisasi bahkan agak lebay sehingga keluar

konteks dari rencana kerja yang ditetapkan Rapat Bamus. Perencanaan yang tidak jelas dapat

berdampak buruk pada capaian target atau hasil kinerja DPR. Sementara itu, meskipun sudah

sering dikritik Pimpinan DPR tetap tak bergeming. Mereka sering berbicara ke publik tanpa

membedakan apakah waktu berbicara itu dalam kapasitas sebagai apa, Pimpinan atau pribadi.

Selain itu, terdapat gap yang signifikan dalam kegiatan rapat antar Komisi. Meski memiliki tugas

dan fungsi yang sama tetapi ada Komisi yang sering rapat dan ada yang jarang rapat.

Kemungkinan faktor sektor dan isu yang menjadi penyebabnya. Demikian juga dengan Badan-

badan DPR, dari semua badan DPR hanya Banggar yang tidak tampak mengadakan rapat,

padahal focus kinerja DPR pada MS III ini adalah mengevaluasi pelaksanaan APBN Tahun

Anggaran 2020. Terkait kehadiran anggota DPR pada Rapur dalam MS III lumayan membaik

dibandingkan dengan MS II TS 2020-2021. Namun demikian patut disayangkan ketika anggota

yang ijin dianggap hadir sehingga menciptakan kehadiran dan tunjangan fiktif. Demikian pula

soal kepastian kehadiran anggota DPR dalam rapat secara virtual, mungkin juga ada yang fiktif.

Di MS-MS yang akan datang kehadiran anggota DPR pada Rapur diharapkan lebih baik lagi.

51

LAMPIRAN

1. Lampiran Tabel 4:

Tabel 4: Komisi Yang Mengawasi Pelaksanaan Undang-undang Selama

MS III TS 2020-2021

Tanggal Komisi UU Yang Diawasi Sikap Komisi

3-2-2021 I RDP dengan Dirut dan Dewas

LPP TVRI dan RRI untuk

mengawasi pelaksanaan UU

No. 11/2020 tentang Cipta

Kerja.

Komisi I DPR meminta LPP TVRI dan RRI

untuk memperhatikan dan

menindaklanjuti pandangan Komisi I

sebagai berikut:

a. Kesungguhan LPP TVRI dan LPP RRI

dalam menyiapkan berbagai instrumen

yang dibutuhkan dalam rangka

persiapan menuju digitalisasi penyiaran

atau migrasi penyiaran analog (Analog

Switch Off) tahun 2022 sesuai amanat

UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.

b. Mendorong percepatan penyelesaian

RPP Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran

sebagai turunan dari UU No. 11/2020

serta memperhatikan dengan cermat,

teliti, hati-hati dan memberikan

keterlibatan publik atas substansi materi

muatannya apakah sudah sinkron serta

mengakomodir kepentingan berbagai

pihak yang terkait.

e. Mempercepat pembahasan revisi PP

No. 12/2005 tentang LPP RRI dan PP

No.13/2005 tentang LPP TVRI sebagai

tindaklanjut rekomendasi/ hasil

pemeriksaan BPK RI tentang penerapan

regulasi terkait tugas dan fungsi

organisasi, kepegawaian, serta

pelaksanaan anggaran.

14-1-2021 IV UU No. 11/2020 tentang Cipta

Kerja.

• Peraturan pelaksana UU No. 11/2020

di sektor Kehutanan agar mengatur

tanggung jawab pengelolaan kawasan

hutan serta pemulihan lingkungan

dalam rangka kecukupan kawasan

hutan dan penutupan lahan menjadi

tanggung jawab sepenuhnya

Pemerintah Pusat, melalui

kewenangan Menteri yang

membidangi Kehutanan;

• Dalam penyusunan rancangan

peraturan pelaksanaan Undang-

undang hingga peraturan pelaksana

teknis ke bawahnya di bidang

52

Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

mempergunakan data dan informasi

yang akurat serta melibatkan seluruh

pemangku kepentingan, terutama

masyarakat di dalam dan di sekitar

kawasan hutan agar regulasi yang

dihasilkan komprehensif, berkeadilan,

serta tetap menjaga kelestarian hutan

dan lingkungan hidup;

• Komisi IV mendorong KLHK untuk

melakukan penyederhanaan proses

penerbitan izin usaha di bidang

kehutanan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku,

dalam rangka memberikan dukungan

pada pelaku usaha serta

meningkatkan iklim usaha sektor

kehutanan;

melakukan penegakan hukum atas

penggunaan kawasan hutan untuk

kegiatan di luar sektor kehutanan,

yang terbukti melanggar ketentuan

dalam UU No. 11/2020 dan

selanjutnya dikenakan sanksi sesuai

ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

menindak tegas dan memberikan

sanksi administrasi dengan mencabut

izin usaha serta memberikan sanksi

pidana sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku terhadap

perusahaan pemegang Izin Usaha

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

(IUPHHK) di Provinsi Papua yang

terbukti melakukan pembalakan liar

dan perdagangan kayu ilegal.

14-1-2021 IV UU No. 5/1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya

Meminta Kementerian LHK dapat

bersama-sama dengan Komisi IV

melakukan penyusunan RUU atas

Perubahan UU No. 5/1990.

19-1-2021 IV UU No. 21/2019 tentang

Karantina Hewan, Ikan, dan

Tumbuhan.

Komisi IV meminta Badan Karantina

Pertanian untuk kembali fokus ke Tugas

dan Fungsi utamanya sesuai amanat UU

No. 21/2019 yaitu mencegah tangkal

pemasukan dan penyebaran hama dan

penyakit, sedangkan fasilitasi ekspor

produk pertanian merupakan tugas

tambahan.

53

18-1-2021 IX Raker dengan Menteri

Ketenagakerjaan untuk

membahas Progres Peraturan

Turunan dari UU No.

11/2020 tentang Cipta Kerja

Komisi IX meminta Kementerian

Ketenagakerjaan agar mengakomodir

masukan-masukan dari dalam

penyusunan RPP tentang:

a. Penggunaan TKA

b. Hubungan Kerja, Waktu Kerja dan

Waktu lstirahat serta PHK

c. Pengupahan (Revisi PP 78 Tahun

2015)

12-1-2021 X UU No. 20/2003 tentang

Sisdiknas dan UU No. 23/2014

tentang Pemda

Panitia Kerja Peta Jalan Pendidikan

(Panja PJP) bentukan Komisi X

Mendorong Kemendikbud untuk

melakukan penyesuaian UU No. 20/2003

tentang Sisdiknas dengan UU No.

23/2014 tentang Pemda dan ketentuan

Peraturan perundangan lain yang terkait

dengan pendidikan.

13-1-2021 X RDPU dengan Komite Nasional

ASN (Non-ASN); Pengurus

Pusat dan Perwakilan Wilayah

Forum Guru dan

Tenaga Kependidikan Honorer

Non-Kategori Umur 35 Tahun

ke Atas (GTKHNK35+); dan

Solidaritas Nasional

Wiyatabakti Indonesia (SNWI)

membahas aspirasi terkait

keberadaan Guru dan Tenaga

Kependidikan Honorer; dan

Peninjauan kembali regulasi

rekruitmen Pegawai

Pemerintah dengan Perjanjian

Kerja (PPPK) PPPK Tahun 2021.

Mengharapkan Pemerintah dan DPR

RI untuk segera menyelesaikan revisi

UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur

Sipil Negara, terutama mengenai Pasal

131 A.

Mengharapkan Pemerintah menerbitkan

peraturan perundang-undangan dalam

bentuk Keputusan Presiden mengenai

pengangkatan menjadi PNS tanpa tes

bagi GTKHNK35+.

Menolak skema pengangkatan melalui

rekrutmen PPPK bagi Pendidik dan

Tenaga Kependidikan khususnya

Honorer Non Kategori umur 35 tahun ke

atas.

20-1-2021 X Raker dengan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia untuk

membahas perkembangan

Penyusunan Revisi UU

Sisdiknas.

Komisi X mendorong Kemendikbud RI

untuk melibatkan Badan Standar

Nasional Pendidikan (BSNP) dan

Pemerintah daerah dalam persiapan

pelaksanaan asesmen Nasional, sesuai

dengan amanat UU No.20 Tahun 2003

tentang Sisdiknas khususnya Pasal 57,

Pasal 58, dan Pasal 59.

Komisi X mendorong Kemendikbud

dalam penyusunan Revisi UU No.20

Tahun 2003 tentang Sisdiknas, kebijakan

Merdeka Belajar dan Peta Jalan

Pendidikan, agar memperhatikan:

54

a. Pelibatan seluruh pemangku

kepentingan pedidikan, pakar

pendidikan dan pegiat pendidikan serta

kebudayaan termasuk organisasi

keagamaan yang telah memiliki

kontribusi terhadap pembangunan

pendidikan sejak sebelum Indonesia

Merdeka.

b. Pasal 31 dan Pasal 32 UUD NRI 1945

dan TAP MPR yang masih berlaku, sesuai

tata urutan perundang-undangan dalam

UU No.12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan jo UU No.15 Tahun 2019.

c. Komisi X mendorong Kemendikbud

RI mempersiapkan naskah akademik

dan RUU Revisi UUU Nomor 20/2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional

secara komprehensif sehingga mampu

menjawab kebutuhan dan tantangan

pendidikan ke depan.

Komisi X DPR RI rnenekankan

Kemendikbud RI untuk menambahkan

jam tayang materi pembelajaran di

Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yang

bermanfaat bagi kegiatan belajar

mengajar yang tidak terjangkau

layanan jaringan internet.

Kornisi X DPR RI mendesak

Kemendikbud RI segera berkoordinasi

dengan K/L terkait untuk menyusun

skema kebijakan afirmatif dan opsi lain

yang mernungkinkan sesuai ketentuan

perundang-undangan, bagi guru dan

tenaga kependidikan honorer dengan

mempertimbangkan lama pengabdian

dalarn proses perencanaan dan

pengadaan ASN baik dalam formasi

CPNS maupun PPPK. Dan melaporkan

kepada Komisi X DPR RI paling lambat

tanggal 21 Maret 2021.

Komisi X DPR RI mendorong

Kemendikbud RI untuk memberikan

penjelasan tertulis mengenai realisasi

kegiatan yang capaiannya melebihi

target, klarifikasi data per jalur, jenjang

55

dan jenis pendidikan, khususnya

penjelasan dari sisi anggaran, dan

penjelasan tertulis terhadap pertanyaan

dan catatan anggota disampaikan paling

lambat tanggal 5 Februari 2021.

28-1-2021 X RDP Panja PJP dengan Eselon I

Kemendibud, Bappenas dan

BPIP untuk Membahas Konsep

Peta Jalan Pedidikan 2020-2035

Kemendikbud RI, Pendidikan

Agama, Kebuadayaan dan

Pancasila.

Panja Peta Jalan Pendidikan Komisi X

DPR menyampaikan apresiasi dan

terima kasih kepada para nara sumber

yang telah menyampaikan paparan,

masukan, dan saran mengenai PJP

dengan beberapa poin, antara lain:

1. Kemendikbud RI menyusun PJP 2020-

2035 sebagai penyempurnaan dari

Konsep Generasi Emas 2045, dan

penyusunannya tetap mengacu pada UU

N0. 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dan UU N0. 5/2017 tentang

Pemajuan Kebudayaan;

2. Kemenag RI memandang penyusunan

PJP memiliki tingkat urgensi yang tinggi

dengan catatan tetap memperhatikan

keunikan dan karakteristik pendidikan di

lembaga-lembaga Pendidikan Islam

(Pesentren dan Madrasah) dan dalam

perumusan dan implementasinya

melibatkan Kemenag RI;

3. Kemenag RI memandang PJP perlu

mengakomodir perubahan paradigma

memandang sekolah swasta terutama

madrasah bukan sebagai kompetitor

sekolah negeri, namun merupakan

komplementor dalam pemajuan

pendidikan;

4. BPIP menyampaikan penyusunan PJP

harus dirancang sesuai dengan visi

negara dalam membangun manusia

Indonesia, dimana pendidikan karakter

sebagai dasar dari proses pendidikan

dan mengacu pada nilai-nilai Pancasila.

Untuk itu Pancasila perlu menjadi mata

pelajaran tersendiri dalam kurikulum

nasional pendidikan dasar, menengah

dan tinggi;

BPIP berpendapat bahwa komponen

karakter yang terdapat dalam Profil

56

Pelajar Pancasila perlu disempurnakan

dengan memperkuat karakteristik

pelajar Pancasila sesuai dengan nilai-

nilai Pncasila seperti memasukkan poin-

poin yang terkait dengan memegang

teguh dan mengamalkan sila-sila

Pancasila, Konsensus terhadap UUD NRI

1945 dan komitmen menjaga keutuhan

NKRI;

Kementerian PPN/Bappenas RI

memandang pendidikan karakter

merupakan inti proses pendidikan yang

akan membangun pranata pendidikan,

pranata kebudayaan yang pada akhirnya

membangun pranata sosial;

Kementerian PPN/Bapppenas RI

memandang pendidikan karakter perlu

ditanamkan sejak usis dini dengan

melibatkan peran orang tua dan

menjadikan agama, tradisi budaya

nusantara serta pemikiran-pemikiran

tokoh pendidikan dan agama bangsa

menjadi dasar pemikiran pendidikan

karakter.

Terhadap pandangan, penjelasan dan

masukan yang disampaikan para

narasumber, Panja PJP Komisi X DPR RI

menyampaikan pandangan sbb:

1. Panja PJP Komisi X DPR mendorong

Kemendikbud RI meningkatkan

komunikasi dan kerja sama dengan

seluruh pemangku kepentingan

pendidikan, pakar pendidikan dan

penggiat pendidikan keagamaan dan

budaya untuk perbaikan konsep PJP agar

sejalan dimensi sejarah, ideologi,

kebudayaan dan teknologi;

2. Panja PJP Komisi X mendesak

Kemendikbud RI untuk merevisi Konsep

Profil Pelajar Pancasila pada PJP dengan

menambahkan penekanan komitmen

kebangsaan dan memegang teguh untuk

mengamalkan Pancasila dan UU NRI

1945;

3. Panja PJP Komisi X mendorong

Kemendikbud RI dalam menyusun

57

konsep pendidikan karakter pada PJP

yang didalamnya mencakup nilai agama,

Pancasila dan keteladanan sebagai

upaya mencegah masuknya budaya dan

pemikiran yang tidak sesuai dengan

nilai-nilai Pancasila dan budaya bangsa.

4. Panja PJP Komisi X mendorong

Kemendikbud RI untuk menambahkan

unsur orang tua dalam komponen

pendidikan karakter pada PJP;

5. Panja PJP Komisi X mendorong

Kemendikbud RI mengadopsi nilai-nilai

pemikiran tokoh pendidikan dan agama

bangsa untuk penyempurnaan PJP;

6. Panja PJP Komisi X menekankan agar

pendidikan karakter memuat strategi

yang meliputi profil pelajar dan guru

Pancasila, sehingga internalisasi nilai-

nilai Pancasila kepada peserta didik

dapat secara mudah terwujud.

7. Panja PJP Komisi X mendorong

Kemendikbud RI untuk mengoptimalkan

penggunaan media sebagai instrumen

strategis menanamkan nilai-nilai

Pancasila, di luar metode secara formal

melalui pelajaran di sekolah.

1-2-2021 XI Konsultasi RPP Perlakuan

Perpajakan dalam UU Cipta

Kerja.

• Komisi XI telah memperoleh

penjelasan dari Menteri Keuangan

mengenai RPP tentang Perlakuan

Perpajakan atas Transaksi yang

melibatkan Lembaga Pengelola

Investasi dan/atau Entitas yang

dimilikinya.

• Komisi XI mendukung upaya Menteri

Keuangan untuk mengatur perlakuan

perpajakan atas transaksi yang

melibatkan LPI dan/atau entitas yang

dimilikinya, dengan pengaturan yang

memiliki kejelasan maksud dan

tujuan, memiliki dampak yang efektif

dalam mencapai tujuan

pembentukan LPI, mengutamakan

kepentingan perekonomian nasional,

melaksanakan prinsip tata kelola

perpajakan yang adil dan transparan.

• Dalam melakukan upaya, kebijakan,

dan pengaturan perpajakan atas

transaksi LPI, Menteri Keuangan agar

58

tetap mengutamakan manfaat bagi

optimalisasi aset negara yang dikelola

dan penerimaan negara dan

perekonomian nasional.

Keterangan: Data-data dikompilasi oleh FORMAPPI dari Lapsing rapat-rapat Alat Kelengkapan DPR RI

sebagaimana diunggah di laman: https://www.dpr.go.id;

https://twitter.com/DPR_RI;

https://www.facebook.com;

https://www.youtube.com.

2. Lampiran Tabel 5:

Tabel 5. Sikap Komisi-Komisi DPR Terhadap Realisasi Anggaran TA 2020 oleh K/L Selama

MS III TS 2020-2021

Tgl. Komisi Nama K/L Mitra %

Realiasi

Sikap Komisi

26-1-2021 I

(Mitra

kerja: 16

K/L)

Kemenlu 95,35 Rapat dilanjutkan secara tertutup

27-1-2021 I Gubernur Lemhanas 93,05 Komisi I mengapresiasi capaian kinerja

Lemhanas TA 2020 Komisi I DPR RI

memahami realisasi Lemhanas TA 2020

RP.176.265.110.244 atau sebesar 93,05%

dari pagu anggaran RP.189.431.030.000.

27-1-2021 I Sesjen Wantannas 93,45 Komisi I DPR memahami realisasi

anggaran TA 2020 sebesar

Rp.45.884.008.145 atau 93,45% dari pagu

anggaran 2020 sebesar

Rp.49.051.252.000.

1-2-2021 I Raker dengan

Menteri Komunikasi

dan Informatika

(Kominfo)

98,2 Komisi I telah mendengarkan penjelasan

Menkominfo terkait realisasi anggaran TA

2020, serta rencana program kerja

Kemkominfo TA 2021;

Komisi I mengapresiasi capaian kinerja

Kemkominfo TA 2020 dan mendorong

agar pencapaian kinerja Kemkominfo

terus ditingkatkan di tahun 2021.

1-2-2021 I RDP dengan Ketua

Komisi Penyiaran

Indonesia Pusat

(KPIP), Ketua Komisi

Informasi Pusat

? Komisi I telah mendengarkan penjelasan

Ketua KPI Pusat, Ketua KI Pusat dan Wakil

Ketua Dewan Pers terkait:

a. Realisasi anggaran TA 2020;

b. Evaluasi pencapaian program kerja TA

59

(KIP) dan Wakil

Ketua Dewan Pers.

2020

b. Rencana Program kerja.

Sehubungan dengan penjelasan tersebut,

Komisi I mengapresiasi capaian kinerja

KPI Pusat, KI Pusat dan Dewan Pers TA

2020 dan mendorong agar pencapaian

kinerja tersebut terus ditingkatkan di

Tahun 2021.

2-2-2021 I Bakamla 96,39 Komisi I memahami capaian kinerja

Bakamla TA 2020 dan realisasi anggaran

tahun 2020 sebesar Rp545.083.545.217

atau sebesar 96,39% dari pagu TA 2020

sebesar Rp565.473.073.000.

Komisi I mendorong Bakamla untuk terus

berupaya meningkatkan kinerjanya

dalam rangka mewujudkan komitmen

dan integritas Bakamla, termasuk

mengupayakan laporan keuangan

mendapatkan opini WTP dari BPK.

3-2-2021 I

Kepala Badan Siber

dan Sandi Negara

(BSSN)

96,47 Komisi I DPR:

• Cukup memahami capaian kinerja

BSSN TA 2020 dan realisasi anggaran

tahun 2020;

• Mendorong BSSN agar meningkatkan

kinerjanya dalam mewujudkan

keamanan siber dan mendapatkan

opini WTP dari BPK tahun 2021.

3-2-2021 I RDP dengan Dirut

dan Dewas LPP TVRI

93,52 Komisi I telah mendengarkan penjelasan

Dewas dan Dirut LPP TVRI berkaitan

dengan Relisasi anggaran LPP TVRI

sebesar Rp1.201.203.306.533 atau

sebesar 93,52% dari pagu anggaran LPP

TVRI TA 2020 sebesar

Rp1.284.385.142.000.

Komisi I telah mendengarkan penjelasan

Dewas dan Dirut LPP TVRI tentang

pencapaian kinerja Tahun 2020.

Komisi I meminta LPP TVRI untuk dapat

mempertahankan hasil opini WTP dari

BPK RI pada TA 2020.

60

Komisi I Meminta LPP TVRI memberikan

laporan tertulis terkait Barang Milik

Negara/Aset Negara kepada Komisi I DPR

RI selama 5 (lima) tahun terakhir dan

proyeksi 5 (lima) tahun ke depan sebagai

bagian pengawasan legislatif selambat-

lambatnya dua pekan setelah RDP pada

hari ini.

3-2-2021 I RDP dengan LPP RRI

dengan agenda

Evaluasi Kinerja dan

Realisasi Anggaran

LPP RRI

87,92 Realisasi anggaran LPP RRI sebesar

Rp946.139.242.824 atau sebesar 87,92%

dari pagu anggaran LPP RRI TA 2020

sebesar Rp1.076.120.781.000.

Komisi I meminta LPP RRI untuk:

• dapat mempertahankan hasil opini

WTP dari BPK RI pada TA 2020;

• memberikan laporan tertulis terkait

Barang Milik Negara/Aset Negara

kepada Komisi I DPR RI selama 5 (lima)

tahun terakhir dan proyeksi 5 (lima)

tahun ke depan sebagai bagian

pengawasan legislatif selambat-

lambatnya dua pekan setelah RDP

pada hari ini.

II

(mitra

kerja 12

K/L)

Tidak ditemukan data

III

(mitra

kerja 12

K/L)

Tidak ditemukan data

25-1-

2021

IV

(mitra

kerja 5

K/L)

Raker dengan

Menteri Pertanian

untuk membahas

Realisasi Kegiatan

Tahun 2020;

Refocusing dan

Realokasi Belanja

Kementerian

Pertanian TA 2021

sesuai Surat

Menkeu Nomor S-

30/MK.02/2021

tanggal 12 Januari

2021; Strategi

Pelaksanaan

Kegiatan Tahun

Tidak

ditemu

kan

data

tentang

realisasi

kegiata

n tahun

2020.

Komisi IV meminta Kementerian

Pertanian untuk melakukan evaluasi

program dan kegiatan tahun 2020 serta

meminta untuk tidak melanjutkan

program dan kegiatan yang berjalan

tidak sesuai harapan atau bermasalah.

61

2021; dan

Isu-isu Aktual

Lainnya.

27-1-2021 IV Raker dengan

Kementerian

Kelautan dan

Perikanan

91,27 Komisi IV DPR menerima penjelasan

Kementerian Kelautan dan Perikanan

terkait realisasi penyerapan anggaran

tahun 2020 sebesar 91,27% atau sebesar

Rp4.809.642.208.000,00 (empat trilliun

delapan ratus sembilan milliar enam

ratus empat puluh dua juta dua ratus

delapan ribu rupiah) dari pagu anggaran

sebesar Rp5.269.641.991.000,00 (lima

trilliun dua ratus enam puluh sembilan

milliar enam ratus empat puluh satu juta

sembilan ratus sembilan puluh satu ribu

rupiah).

1-2-2021 IV Raker dengan

Kementerian

Kehutanan dan

Lingkungan Hidup

untuk membahas

1. Realisasi Kegiatan

Tahun 2020;

2. Refocusing dan

Realokasi Belanja

Kementerian

Lingkungan Hidup

dan Kehutanan TA

2021 sesuai Surat

Menkeu Nomor S-

30/MK.02/2021

tanggal 12 Januari

2021;

3. Strategi

Pelaksanaan

Kegiatan Tahun

2021 dan;

4. Isu-isu Aktual

Lainnya

Tidak

ditemuk

an data

tentang

realisasi

kegiata

n Tahun

2020.

Komisi IV DPR justru hanya menyesalkan

pemotongan anggaran belanja

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan TA 2021.

18-1-2021 V

(mitra

kerja 4

Raker dengan

Kementerian Desa,

Pembangunan

95,57 Mengapresiasi realiasi anggaran TA

2020. Terhadap pendanaan

program/kegiatan yang bersumber dari

62

K/L Daerah Tertinggal

dan Transmigrasi

(PDTT).

Pinjaman dan Hibah Luar Negeri PHLN

yang tidak terealisasi, Komisi V meminta

tidak terulang kembali; meminta

Kemendes dan PDTT untuk berkoordinasi

dengan pihak donor dan Bappenas

mengenai prediksi kendala teknis

pelaksanaan pada program/kegiatan TA

2021 sehingga tidak mengganggu kinerja

tahun berjalan. Komisi V juga mendesak

Kemendes dan PDTT agar melakukan

refocusing dan realokasi belanja program

dan kegiatan TA 2021 untuk tetap

memperhatikan capaian output peioritas

TA 2021, utamanya program/kegiatan

yang sangat dibutukan oleh masyarakat.

21-1-2021 V Menteri PUPR 93,87 Mengapresiasi realisasi anggaran TA

2020; Terhadap pendanaan program/

kegiatan pada TA 2020 yang tidak

terealisasi sebesar Rp. 6,36 triliun (6,75%)

dari pagu anggaran TA 2020 antara lain

dari dana blokir, sisa lelang serta

kegiatan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

(PHLN), dan Surat Berharharga Syariah

Negara (SBSN), Komisi V meminta

Kementerian PUPR untuk mengambil

langkah strategis untuk mengatasinya

sehingga ke depannya tidak terulang

kembali.

25-1-2021 V Kemenhub 95,58 Komisi V DPR memberikan apresiasi

atas capaian realisasi dalam TA 2020

Realisasi Keuangan 95,58% dan Realisasi

Fisik 96,9%.

Komisi meminta Kementerian

Perhubungan untuk tetap meningkatkan

penyerapan anggaran di tahun-tahun

mendatang.

Terhadap pendanaan program/ kegiatan

di TA 2020 yang tidak terealisasi

sebesar Rp. 1,6 Triliun (4,42% dari

pagu anggaran), Komisi V DPR RI

meminta Kementerian Perhubungan agar

mengambil langkah-langkah strategis

untuk mengatasi hal ini sehingga ke

depannya tidak terulang kembali.

9-2-2021 V RDP dengan BMKG: Komisi V DPR memberikan apresiasi

63

Kepala Badan

Meteorologi

Klimatologi dan

Geofisika (BMKG)

dan Kepala Badan

Nasional Pencarian

dan Pertolongan

(Basarnas) untuk

mengevaluasi

pelaksanaan

anggaran tahun

2020.

92,6:

BNPB/Ba

sarnas:

94,59;

:

kepada BMKG dan BNPP/Basarnas atas

capaian realisasi keuangan dan realisasi

fisik dalam TA 2020.

Terhadap anggaran program/kegiatan

BMKG di TA 2020 yang tidak terealisasi

sebesar Rp 165, 95 Miliar (7,4% dari pagu

anggaran) dan BNPP/Basarnas sebesar

Rp. 85,84 Miliar (5,41 % dari pagu

anggaran), Komisi V DPR RI meminta

BMKG dan BNPP/Basarnas agar

mengambil langkah-langkah strategis

untuk mengatasi hal ini sehingga ke

depannya tidak terulang kembali.

19-1-2021 VI

(mitra

kerja 10

K/L)

RDP dengan: Ketua

Komisi Pengawas

Persaingan Usaha

(KPPU); Kepala

Badan Standarisasi

Nasional (BSN);

Kepala Badan

Pengusahaan

Kawasan

Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan

Bebas Batam (BP

Batam), dan

Kepala Badan

Pengusahaan

Kawasan

Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan

Bebas Sabang (BP

Sabang). Dengan

Agenda:

1. Pelaksanaan

Kegiatan dan

Realisasi Anggaran

Tahun 2020 dan;

2. Rencana

Pelaksanaan

Kegiatan dan

Anggaran Tahun

2021

BSN :

99,37;

BPBatam:

77,04;

BPKS:

65,12;

KPPU:

99,33.

Komisi VI DPR RI mengapresiasi realisasi

anggaran BSN sebesar

Rp245.297.832.349 (Dua Ratus Empat

Puluh Lima Miliar Dua Ratus Sembilan

Puluh Tujuh Juta Delapan Ratus Tiga

Puluh Dua Ribu Tiga Ratus Empat Puluh

Sembilan Rupiah) atau 99,37% dari pagu

anggaran BSN T.A. 2020 sebesar

Rp246.863.909.000 (Dua Ratus Empat

Puluh Enam Miliar Delapan Ratus Enam

Puluh Tiga Juta Sembilan Ratus Sembilan

Ribu Rupiah) dan mendorong BSN untuk

meningkatkan kinerjanya agar anggaran

pada tahun berikutnya dapat terserap

dengan maksimal.

Komisi VI DPR mengapresiasi BP Batam

terkait realisasi anggaran sebesar

Rp1.693.496.603.568 (Satu Triliun Enam

Ratus Sembilan Puluh Tiga Miliar Empat

Ratus Sembilan Puluh Enam Juta Enam

Ratus Tiga Ribu Lima Ratus Enam Puluh

Delapan Rupiah) atau 77,04% dari pagu

anggaran BP Batam T.A. 2020 sebesar

Rp2.198.101.902.000 (Dua Triliun Seratus

Sembilan Puluh Delapan Miliar Seratus

Satu Juta Sembilan Ratus Dua Ribu

Rupiah),:

Komisi VI DPR menerima penjelasan

64

Badan Pengusahaan Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Sabang (BPKS) terkait realisasi anggaran

sebesar Rp71.730.783.000 (Tujuh Puluh

Satu Miliar Tujuh Ratus Tiga Puluh Juta

Tujuh Ratus delapan Puluh Tiga Ribu

Rupiah) atau 65,12% dari pagu Anggaran

BPKS T.A. 2020 sebesar

Rp110.143.715.000 (Seratus Sepuluh

Miliar Seratus Empat Puluh Tiga Juta

Tujuh Ratus Lima Belas Ribu Rupiah).

Komisi VI DPR RI mengapresiasi KPPU

terkait realisasi anggaran sebesar

Rp113.294.248.713 (Seratus Tiga Belas

Miliar Dua Ratus Sembilan Puluh Empat

Juta Dua Ratus Empat Puluh Delapan

Ribu Tujuh Ratus Tiga Belas Rupiah) atau

sebesar 99,33% dari pagu anggaran KPPU

T.A. 2020 sebesar Rp114.053.530.000

(Seratus Empat Belas Miliar Lima Puluh

Tiga Juta Lima Ratus Tiga Puluh Ribu

Rupiah).

3-2-2021 VI Raker dengan

Menteri

Perdagangan

(Mendag) dan

Kepala Badan

Koordinasi

Penanaman Modal

(BKPM) untuk

membahas realisasi

anggaran TA 2020

Kemen

dag:

93,31;

BKPM:

97,65

Komisi VI mengapresiasi realisasi

anggaran Kementerian Perdagangan

Tahun Anggaran 2020 sebesar

Rp3.244.519.263.966 (Tiga Triliun Dua

Ratus Empat Puluh Empat Miliar Lima

Ratus Sembilan Belas Juta Dua Ratus

Enam Puluh Tiga Ribu Sembilan Ratus

Enam Puluh Enam Rupiah) atau sebesar

93,31% dari Pagu Anggaran Tahun 2020

sebesar Rp3.477.064.284.000 (Tiga

Triliun Empat Ratus Tujuh Puluh Tujuh

Miliar Enam Puluh Empat Juta Dua Ratus

Delapan Puluh Empat Ribu Rupiah).

Komisi VI DPR mengapresiasi realisasi

anggaran BKPM per 31 Desember 2020

sebesar Rp512.081.055.659 (Lima Ratus

Dua Belas Miliar Delapan Puluh Satu Juta

Lima Puluh Lima Ribu Enam Ratus Lima

65

Puluh Sembilan Rupiah) atau sebesar

97,65% dari Pagu Anggaran Tahun 2020

sebesar Rp524.406.706.000 (Lima Ratus

Dua Puluh Empat Miliar Empat Ratus

Enam Juta Tujuh Ratus Enam Ribu

Rupiah).

9-2-2021 VI Raker dengan

Menteri

Perindustrian untuk

evaluasi Kegiatan

dan Realisasi

Anggaran Tahun

Anggaran 2020.

98,73 Komisi VI DPR mengapresiasi realisasi

angaran Kementerian Perindustrian RI TA

2020 sebesar Rp1.975.655.914.000 atau

sebesar 98,73% dari Pagu Anggaran

Tahun 2020.

18-1-2021 VII

(mitra

kerja 10

K/L)

Raker/RDP dengan

Menteri

Ristek/Kepala BRIN

RI dan LBM Eijkman,

serta Kepala LPNK

untuk Evaluasi

Kinerja Tahun 2020.

Tidak

ditemuk

an data

Tidak ditemukan pembahasan Evaluasi

Kinerja Tahun 2020.

13-1-2021 VIII

bermitra

dengan 7

K/L

Kementerian Sosial 97,11 Komisi VIII DPR dapat memahami

realisasi Anggaran Kementerian Sosial RI

Tahun 2020 sebesar

Rp130.300.865.759.231,- (Seratus Tiga

Puluh Triliun Tiga Ratus Miliar Delapan

Ratus Enam Puluh Lima Juta Tujuh

Ratus Lima Puluh Sembilan Ribu Dua

Ratus Tiga Puluh Satu Rupiah) atau 97,

11 persen dari Pagu Anggaran sebesar

Rp134.171.839.274.000,- (Seratus Tiga

Puluh Empat Triliun Seratus Tujuh

Puluh Satu Miliar Delapan Ratus Tiga

Puluh Sembilan Juta Dua Ratus Tujuh

Puluh Empat Ribu Rupiah).

13-1-2021 VIII Kementerian

Pemberdayaan

Perempuan dan

Perlindungan Anak

(PPPA)

98,03 Komisi VIII dapat memahami penjelasan

tentang evaluasi pelaksanaan APBN

Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak RI

Tahun 2020 dengan realisasi anggaran

sebesar Rp.199.480.957.716,- (seratus

sembilan puluh Sembilan miliar empat

ratus delapan puluh juta sembilan ratus

66

lima puluh tujuh ribu tujuh ratus

enambelas rupiah) sama dengan 98,03

persen, dari pagu anggaran sebesar

Rp.203.487.939.000,- (dua ratus tiga

miliar empat ratus delapan puluh tujuh

juta sembilan ratus tiga puluh sembilan

ribu rupiah), selanjutnya Komisi VIII

meminta agar Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak RI menyampaikan

laporan program dan anggaran Tahun

2020 secara lebih rinci.

Komisi VIII mengapresiasi Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak RI terhadap

capaian strategis Tahun 2020 dan

harus dipertahankan serta disesuaikan

dengan situasi pandemi Covid-19 pada

tahun berikutnya.

14-1-2021 VIII Kepala BNPB 92,97 Komisi VIII DPR RI memberi catatan

atas realisasi Anggaran BNPB Tahun

2020 sebesar Rp11.818.453.584.665,-

(Sebelas Triliun Delapan Ratus Delapan

Belas Miliar Empat Ratus Lima Puluh

Tiga Juta Lima Ratus Delapan Puluh

Empat Ribu Enam Ratus Enam Puluh Lima

Rupiah) atau 92,97 persen dari Pagu

Anggaran BNPB Tahun 2020 sebesar

Rp12.712.583.693.000,- (Dua Belas

Triliun Tujuh Ratus Dua Belas Miliar Lima

Ratus Delapan Puluh Tiga Juta Enam

Ratus Sembilan Puluh Tiga Ribu

Rupiah). Komisi VIII meminta kepada

Kepala BNPB untuk menjelaskan secara

rinci mengenai detail penggunaan

Anggaran BNPB Tahun 2020, termasuk

capaian prioritas nasional Tahun 2020

yang dilengkapi dengan besaran

program dan anggaran, lokasi, dan

bentuk kegiatannya.

Komisi VIII juga meminta penjelasan

secara detail mengenai penggunaan

Dana Siap Pakai (DSP) Tahun 2020.

67

18-1-2021 VIII Raker dengan

Menteri Agama

untuk mengevaluasi

pelaksanaan APBN

TA 2020.

96,07 Komisi VIII dapat memahami realisasi

anggaran Kementerian Agama RI Tahun

2020 sebesar Rp67.796.736.807.669

(enam puluh tujuh triliun tujuh ratus

sembilan puluh enam miliar tujuh ratus

tiga puluh enam juta delapan ratus

tujuh ribu enam ratus enam puluh

sembilan rupiah) atau 96,07% dari

total anggaran sebesar

Rp70.569.369.214.000,- (tujuh puluh

triliun lima ratus enam puluh

sembilan miliar tiga ratus enam puluh

sembilan juta dua ratus empat betas

ribu rupiah).

Selanjutnya, Komisi VIII akan

melakukan pembahasan lebih lanjut

mengenai realisasi anggaran di tiap Unit

Kerja bersama Pejabat Eselon I.

IX

(mitra

kerja 8

K/L)

Tidak ditemukan

data

Tidak

ditemu

kan

data

Tidak ditemukan informasi tentang

kegiatan Komisi dalam mengevaluasi

pelaksanaan APBN 2020. Komisi IX sibuk

dengan fit and proper test Calon Anggota

Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan

dan BPJS Kesehatan.

14-1-2021 X

(mitra

kerja 4 K/L

Kementerian

Pemuda dan Olah

Raga

95,14 Komisi X mengapresiasi realisasi daya

serap APBN TA 2020

Kementerian Pemuda dan Olahraga RI

sebesar 95, 14% atau sebesar

Rp1.118.698.066.160,- (satu triliun

seratus delapan belas miliar enam ratus

sembilan puluh delapan juta enam

puluh enam ribu seratus enam puluh

rupiah) dari pagu sebesar Rp1

.175.868.688.000 (satu triliun seratus

tujuh puluh lima miliar delapan ratus

enam puluh delapan juta enam ratus

delapan puluh delapan ribu rupiah)

dan mendorong Kementerian Pemuda

dan Olahraga RI agar dapat

mempertahankan opini WTP dari Badan

Pemeriksa Keuangan RI atas realisasi

APBN TA 2020 dan tahun-tahun

68

berikutnya.

20-1-2021 X Raker dengan

Mendikbud

membahas realisasi

APBN TA 2020

91,61 Komisi X DPR mencatat bahwa daya

serap anggaran Kemendikbud RI pada

tahun anggaran 2020 mencapai 91,61%

(belum teraudit) atau sebesar

Rp.79.003.802.736.000 di bawah rata-

rata daya serap nasional 94,60% dan

target awal yang dintentukan

Kemendikbud RI yaitu 97,21%.

25-1-2021 X RDP dengan Kepala

Perpustakaan

Nasional untuk

membahas realisasi

APBN 2020

95 Komisi X DPR RI mengapresiasi daya

serap anggaran Perpusnas RI pada TA

2020 mencapai 96,62% atau sebesar

Rp439.399.016.449 di atas serap rata-

rata daya serap nasional 95% namun

masih dibawah target awal yang

ditentukan Perpusnas RI yaitu 97,62%.

26-1-2021 X Raker dengan

Menparekraf untuk

membahas realisasi

APBN 2020

94,60 Komisi X DPR RI memahami bahwa daya

serap anggaran Kemenparekraf/

Baparekraf RI pada TA 2020 mencapai

92,56% atau sebesar

Rp3.410.271.576.026 dari total pagu

sebesar Rp3.684.440.605.000,

realisasinya di bawah rata-rata daya

serap nasional 94,60% dan target awal

yang ditentukan

Kemenparekraf/Baparekraf RI yaitu

93,91%, karena sektor parekraf

merupakan sektor paling terdampak

pandemi Covid-19.

27-1-2021 XI

(mitra

kerja 11

K/L)

Raker dengan

Menteri Keuangan

Tidak

ditemuk

an data

Komisi XI telah menerima penjelasan dari

Menteri Keuangan mengenai realisasi

APBN tahun 2020 dan pelaksanaan

Program PEN tahun 2020, serta rencana

pelaksanaan APBN tahun 2021 dan

keberlanjutan PEN tahun 2021.

Keterangan: Data-data dikompilasi oleh FORMAPPI dari Lapsing rapat-rapat Komisi

sebagaimana diunggah pada laman https://www.dpr.go.id;

https://twitter.com/DPR_RI;

https://www.facebook.com;

https://www.youtube.com.

69

3. Lampiran Tabel 6:

Tabel 6. Rapat-rapat Pengawasan Kebijakan Pemerintah Selama MS III TS 2020-2021

Tanggal Komisi Mitra Kerja Sikap DPR

18-1-2021 I RDP dengan

Sekjen Kemkominfo dan

Pansel Calon Anggota

Dewas LPP RRI Periode

2021-2026

Komisi I DPR RI telah mendengarkan penjelasan Sekjen

Kemkominfo RI tentang Panitia Seleksi Calon Anggota

Dewan Pengawas LPP RRI Periode 2021-2026 yang

dibentuk atas dasar Keputusan Menteri Komunikasi dan

Informatika Nomor 424 Tahun 2020 yang memiliki

reputasi, kapasitas, dan kompetensi di bidangnya, yaitu

(1). Prof. Dr. H. Ahmad M. Ramli S.H., M.H., FCBARB :

Ketua merangkap Anggota (Pemerintah); (2). J. H. Philip

M. Gobang, M.Si. : Sekretaris merangkap Anggota

(Pemerintah); (3) Zulfan Lindan, S.I.Pol. : Anggota

(Pemerintah); (4). Prof. Dr. Henri Subiakto, S.H., M.A. :

Anggota (Pemerintah); (5). Ir. Kristiono : Anggota

(Masyarakat); (6) Raden Muhamad Samsudin Dajat

Hardjakusumah S.Sn. : Anggota (Masyarakat); (7). Dr.

Dadang Rahmat Hidayat, S.Sos.,S.H., M.Si. : Anggota

(Universitas); (8). Prof. Dr.Phil. Hermin Indah

Wahyuni,M.Si. : Anggota (Universitas)l (9). Prof. Dr. Arif

Satria, S.P., MSi. : Anggota (Universitas).

Komisi I telah mendengarkan Penjelasan Panitia Seleksi

Calon Dewas LPP RRI Periode 2021-2026 dan seluruh

rangkaian proses tahapan seleksi Dewas LPP RRI Periode

2021-2026 sebagai berikut:

a. Persyaratan Pendaftaran Seleksi

b. Timeline Pelaksanaan Seleksi.

c. Sampai dengan penutupan pendaftaran seleksi Calon

Anggota Dewas LPP RRI Tahun 2021-2026 pada tanggal

12 Oktober 2020 terdapat total 672 Pendaftar.

Selanjutnya hasil seleksi peserta dalam setiap tahapan

sebagai berikut:

1) Lulus seleksi administrasi sebanyak 184 peserta.

2) Lulus penilaian makalah sebanyak 45 peserta.

3) Seleksi Asesmen Psikologis hanya dihadiri 44 dari 45

orang peserta.

4) Pelaksanaan Tes Minnesota Multiphasic Personality

Inventory (MMPI) direncanakan akan dilaksanakan pada

tanggal 26 Januari 2021.

5) Permohonan rekam jejak kepada PPATK, KPK, BIN,

dan BNPT dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2020,

serta masukan masyarakat melalui email dari tanggal 2–

19 Desember 2020.

Komisi I meminta kepada Pansel Calon Dewas LPP RRI

Periode 2021-2026 dalam rangkaian proses tahapan

seleksi dilakukan secara ketat, cermat, independen, adil,

serta membuka ruang partisipasi publik, untuk

menghasilkan Calon Dewas LPP RRI Periode 2021-2026

70

yang berkualitas, berintegritas, tidak terpapar oleh

ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, serta

professional sehingga nantinya dapat menjadikan LPP

RRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik yang kuat,

mandiri, dan professional.

Komisi I DPR juga meminta Pansel menyertakan track

record atau rekam jejak dari 15 nama Calon Anggota

Dewas LPP RRI Periode 2021-2026 yang diserahkan oleh

Menteri Kominfo RI kepada Presiden RI sesuai peraturan

perundang-undangan.

25-1-2021 I RDPU dengan Organisasi

Amatir Radio Indonesia

(ORARI)

Komisi I DPR RI telah mendengarkan penjelasan yang

disampaikan oleh ORARI terkait beberapa

permasalahan ORARI yakni:

a. Dukungan/bantuan Pemerintah terhadap ORARI yang

belum memadai;

b. Belum maksimalnya kerja sama antara ORARI dengan

TNI, khususnya dalam kegiatan IOTA DXP edition di

wilayah 3T;

c. Masukan ORARI bahwa Rancangan Peraturan

Menkominfo pengganti Permen Kominfo Nomor 17

Tahun 2018 tentang Kegiatan Amatir Radio dan

Komunikasi Radio Antar Penduduk, yang belum

sepenuhnya sejalan dengan aspirasi ORARI.

d. Selanjutnya, Komisi I DPR RI akan mendorong

Kemkominfo untuk melibatkan ORARI dan RAPI dalam

pembahasan Rancangan Peraturan Menkominfo

pengganti Permen Kominfo Nomor 17 tahun 2018

tentang Kegiatan Amatir Radio dan Komunikasi Radio

Antar Penduduk.

3. Sehubungan dengan poin 2 (dua), Komisi I DPR RI

akan meneruskannya dalam Rapat Kerja/Rapat Dengar

Pendapat dengan Mitra terkait.

26-1-2021 I Menteri Luar Negeri

Sifat Rapat : 1. Dibuka

dengan Rapat bersifat

terbuka untuk umum

2. Dilanjutkan dan

ditutup dengan Rapat

bersifat tertutup untuk

umum.

Rapat dilanjutkan secara tertutup.

71

27 -1- 2021 I Gubernur Lemhannas

dan Sesjen Wantannas

Komisi I DPR mendorong Lemhanas Lemhannas terus

melakukan kajian strategis yang diperuntukkan sebagai

bahan masukan kepada pemerintah dalam rangka

menuju pencapaian sasaran pembangunan nasional.

Komisi I DPR mendorong Wantannas untuk terus

meningkatkan tugas dan fungsi seiring dengan

perkembangan jaman yang semakin terbuka dengan

adanya perkembagan teknologi informasi komunukasi

dan media sosial yang akan dijadikan rujukan dalam

pengambilan kebijakan.

1-2-2021 I Menteri Komunikasi dan

Informatika

3. Komisi I DPR RI mendorong Kemkominfo untuk

melaksanakan program-program strategis di TA 2020,

sebagai berikut:

b. Pembangunan Infrastruktur TIK khususnya di wilyah

3T termasuk di lokasi satuan tugas pengamanan

perbatasan NKRI.

c. Penyelenggaraan komunikasi publik yang lebih

optimal terkait program vaksinasi Covid-19 dengan

melibatkan pemangku kepentingan terkait, sehingga

meminimalkan penyebaran berita hoaks terkait

perogram tersebut.

e. Pembangunan Pusat Data Nasional sesuai dengan

target waktu yang telah ditetapkan dengan

memperhatikan kedaulatan dan keamanan data serta

memastikan tidak adanya intervensi dari negara asing.

f. Pelibatan ORARI dalam mendiskusikan rancangan

pengganti Permenkominfo No.17 Tahun 2018 tentang

Kegiatan Amatir Radio dan Komunikasi Radio Antar

Penduduk.

72

1-2-2021 I 1. Komisi Penyiaran

Indonesia Pusat (KPI

Pusat),

2. Komisi Informasi Pusat

(K.l.Pusat), dan

3. Dewan Pers

3. Komisi I DPR RI mendorong KPI Pusat, KI Pusat dan

Dewan Pers untuk melakukan hal-hal berikut:

a. KPI Pusat

1) Menuntaskan revisi P3SPS, paling lambat

pertengahan tahun 2021;

2) Memaksimalkan pengawasan pelaksanaan protokol

kesehatan di masa pandemi Covid-19 pada lembaga

penyiaran;, dan

3) Melakukan langkah strategis secara

berkesinambungan agar Analog Swicth Off (ASO) pasca

UU Tentang Cipta Kerja dapat berjalan dengan baik.

b. KI Pusat

1) Menerapkan Standar Layanan Informasi Publik (SLIP)

sebagai upaya peningkatan kualitas layanan informasi

pada masyarakat;

2) Meningkatkan penyelesaian sengketa informasi

publik secara lebih optimal; dan

3) Melakukan langkah strategis terkait keterbukaan

informasi publik sebagai modal pemerintahan digital

Indonesia.

c. Dewan Pers.

1) Melakukan upaya perlindungan tugas pers dan

penguatan kualitas Perusahaan Pers secara lebih

optimal; dan

2) Melakukan langkah strategis terkait pengautan Pers

Nasional untuk tetap bertahan menghadapi krisis di

masa pandemi Covid-19.

4. Komisi I DPR RI mendukung langkah KPI Pusat, KI

Pusat dan Dewan Pers agar dapat melaksanakan tugas

sesuai dengan tupoksi masing-masing secara optimal,

optimis, dan berkelanjutan pada TA 2021.

73

3-2- 2021 I Dirut dan Dewas LPP

TVRI dan LPP RRI

1. Komisi I DPR RI telah mendengarkan penjelasan

Dewas dan Dirut LPP TVRI dan LPP RRI tentang

pencapaian kinerja LPP TVRI dan LPP RRI Tahun 2020.

Selanjutnya Komisi I DPR RI memberi apresiasi dan

mendorong LPP TVRI dan LPP RRI untuk terus

meningkatkan kinerjanya agar menjadikan Lembaga

Penyiaran Publik yang mandiri, kuat, handal,

profesional serta terdepan.

2. Komisi I DPR RI meminta LPP TVRI dan LPP RRI untuk

memperhatikan dan menindaklanjuti pandangan Komisi

I DPR RI sebagai berikut:

a. Meningkatkan optimalisasi koordinasi kerja dan

kolaborasi Dewas dan Direksi dalam rangka penguatan

pengawasan, konsolidasi kerja dan peningkatan kinerja

LPP TVRI dan LPP RRI.

b. Meningkatkan peran LPP TVRI dan LPP RRI dalam

upaya diseminasi informasi, dukungan terhadap

pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh melalui berbagai

program belajar, program vaksinasi Covid-19,

penengakan protokol kesehatan Covid-19, pencerdasan

publik terkait informasi kebencanaan, bahaya

radikalisme dan program penguatan rasa nasionalisme

yang menjangkau seluruh wilayah NKRI.

c. Meminta LPP TVRI dan LPP RRI memberikan laporan

tertulis terkait Barang Milik Negara/Aset Negara kepada

Komisi I DPR RI selama 5 (lima) tahun terakhir dan

proyeksi 5 (lima) tahun ke depan sebagai bagian

pengawasan legislatif selambat-lambatnya dua pekan

setelah RDP pada hari ini.

3-2- 2021 I Kepala Badan Siber dan

Sandi Negara (BSSN)

Komisi I DPR RI mengingatkan BSSN atas salah satu

kesimpulan Raker 25 Juni 2020 yang pada intinya

Komisi I DPR RI mendorong BSSN agar terus

meningkatkan upaya pengamanan dan meminimalisir

resiko ancaman informasi di ruang siber dengan

memanfaatkan hasil karya sendiri dan atau

berkolaborasi dengan berbagai K/L negara dalam

mewujudakan aplikasi yang relatif aman dari berbagai

jenis ancaman serangan peluang dan tantangan

perkembangan ruang siber.

74

19-1-2021 II 1. Menteri Dalam Negeri

RI

2. Plt. Ketua Komisi

Pemilihan Umum RI,

3. Ketua Badan Pengawas

Pemilihan Umum RI,

serta

3. Ketua Dewan

Kehormatan

Penyelenggara Pemilihan

Umum RI,

1. Komisi II DPR RI menyampaikan ucapan terima

kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada

Pemerintah khususnya Kementerian Dalam Negeri,

KPU RI, Bawaslu RI, DKPP RI, Partai Politik, Pasangan

Caton, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan RI,

Tentara Nasional Indonesia, Satgas Penanganan

Covid-19 dan seluruh masyarakat Indonesia yang

telah ikut berperan dan berpartisipasi dalam

mendukung terselenggaranya Pemilihan

Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan

Walikota/Wakil Walikota Serentak tanggal 9 Desember

2020 yang dapat dinilai sukses.

2. Mencermati pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah

(Pilkada) Serentak Tahun 2020, Komisi II DPR RI

menilai masih perlu dilakukan evaluasi, diantaranya:

a. Masih' terdapat pelanggaran dan sengketa Pilkada.

b. Masih adanya indikasi praktik Politik Uang (Money

Politic).

c. Masih ditemukan permasalahan dalam Daftar

Pemilih Tetap. d. Pelanggaran Netralitas ASN,

Polri/TNI.

e. Lemahnya komunikasi dan koordinasi antar

Penyelenggara Pemilu. Untuk menindak lanjuti

permasalahan Pilkada Serentak Tahun 2020 diatas,

Komisi II DPR RI membentuk Panitia Kerja (Panja)

Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020.

21-1-2021 II Internal 1. Membahas Hasil Fit and Proper Test terhadap

Calon Anggota Ombudsman RI Masa Jabatan

2021-2026.

2. Pengambilan Keputusan terhadap Calon Anggota

Ombudsman RI Masa Jabatan 2021-2026.

(tertutup)

25-1- 2021 II RDPU dengan

1. Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia

(YLKI) dan

2. Pemerhati Pelayanan

Publik

Untuk mendapatkan

masukan terhadap para

calon ORI

Catatan Rapat pada Rapat Dengar Pendapat Umum

Komisi II DPR RI dengan Ketua Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI) dan Ketua LSM Pemerhati

Pelayanan Publik, dengan agenda meminta masukan

terhadap Calon Anggota Ombudsman RI (ORI)

Periode 2021-2026, sebagai berikut:

1. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

dan Ketua LSM Pemerhati Pelayanan Publik (MPPP)

memberikan saran dan masukan terhadap

Ombudsman RI (ORI) secara kelembagaan serta

masukan kepada para Calon Anggota ORI 2021-

2026 yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas

SDM dan kinerja ORI ke depan dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya.

2. Saran dan masukan dari YLKI dan MPPP

dijadikan bahan pertimbangan dalam proses

pemilihan Calon Anggota ORI 2021-2026.

75

25-1- 2021 II 1. Tim Pemekaran Papua

(Se-Tanah Tabi & Saireri)

2. Badan Persiapan

Pembentukan Prov Kep

Nias

Catatan Rapat pada Rapat Dengar Pendapat Umum

Komisi II DPR RI dengan Tim Pemekaran Papua (Se-

Tanah Tabi & Saireri) dan Badan Persiapan

Pembentukan Provinsi Kepulauan Nias, dengan agenda

mendapatkan masukan tentang pemekaran, sebagai

berikut:

1. Terdapat 9 daerah di Wilayah Tabi dan Saireri, yaitu:

- Kota Jayapura - Kab. Jayapura - Kab. Keerom -

Kab. Mamberamo Raya - Kab. Sarmi

- Kab. Biak Numfor - Kab. Supiori - Kab. Yapen

- Kab. Waropen

2. Wilayah Tabi dan Saireri meminta untuk tetap

dalam Provinsi Papua lnduk.

3. Terkait penggunaan dana otsus, secara

regulasi 80% untuk Kabupaten/Kota dan 20% untuk

Provinsi.

4. Tetapi terjadi ketidakadilan karena dalam

pelaksanaan Kabupaten Kota lebih kecil, seperti Kota

Jayapura hanya 46 M dan Kabupaten Yapen hanya 35

M dari dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua

sebesar 5.8 T. Dan mengharapkan Komisi II DPR RI

dan aparat penegak hukum menelelusuri hal tersebut.

5. Kepulauan Nias meminta untuk pemekaran

otonomi asimetris karena berada di perbatasan

negara dan pertimbangan kepentingan strategis

nasional (top down). Kepulauan Nias hampir jadi

Provinsi pada tahun 2014, tapi gagal. Untuk itu

jangan dilihat hanya sekarang tapi dulu sudah

memenuhi syarat sebagai Provinsi. Kepulauan Nias

harus dilihat sebagai mana pembentukan Provinsi

Kepulauan Riau.

26-1-2021 II Fit and Proper Test Calon

Anggota Ombudsman RI

Masa Jabatan 2021-2026

Tertutup

27-1-2021 II Calon Anggota

Ombudsman RI Masa

Jabatan 2021-2026

Tertutup

14-1 2021 III Kepala Pusat Pelaporan

dan Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK)

Tertutup

18-1- 2021 III KOMPOLNAS Tertutup

20-1-i 2021 III Calon Kapolri Komjen.

Pol. Drs. Listyo Sigit

P0wo, M.Si.

Komisi III DPR RI telah Menyelenggarakan Uji Kelayakan

dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Calon Kapolri

Komjen. Pol. Drs. Listyo Sigit P0wo, M.Si.

76

20-1-2021 III Calon Kapolri Komjen.

Pol. Drs. Listyo Sigit

P0wo, M.Si.

1. Berdasarkan pandangan dan catatan-catatan yang

disampaikan oleh Fraksi-Fraksi Pimpinan dan Anggota

Komisi III DPR RI secara mufakat menyetujui

pemberhetian dengan hormat dari jabatan Kapolri atas

nama Jenderal Polsi Drs Idham azis M.Si, dan

menyetujui pengangkatan Komjen Polisi Drs. Listyo Sigit

P0wo, M.Si, sebagai Kapolri, yang selanjutnya

ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI terdekat dan

akan diproses sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

2. Komisi III DPR RI pada hari ini juga akan bersurat

kepada Pimpinan DPR RI agar bisa secepatnya

melaksanakan Rapat Paripurna, guna DPR bisa

menyetujui dan Presiden Joko Widodo bisa melakukan

pelantikan Kapolri yang baru.

3. Komisi III DPR RI pemaparan makalah Listyo Sigit

tentang 'Transformasi Menuju Polri yang Presisi'

menjadi alasan Komisi III DPR RI yang secara mufakat

menyetujui pengangkatannya menjadi Kapolri. Fraksi-

fraksi sepakat menyetujui dengan catatan-catatan

presisi ini bisa dijalankan secara benar, sesuai dengan

apa yang hari ini dipresentasikan.

25-1- 2021 III Ketua Komisi Yudisial Tidak ditemukan kesimpulan. (Fit & Propertest)

26-1- 2021 III Jaksa Agung 1. Komisi III DPR meminta Jaksa Agung untuk

meningkatkan kulitas penanganan perkara secara

cermat dan teliti dengan menerapkan prinsip kehati-

hatian, transparan, dan berkeadilan serta memastikan

penetapan tersangka kasusu korupsi dilakukan setelah

adanya kerugian negara terlebih dahulu dengan tetap

memastikan penegakan hukum yang dilakukan mampu

secara seimbang membantu dalam pengembalian

kerugian negara.

2. Komisi III DPR RI mendukung upaya digitalisasi yang

sedang dilakukan oleh kejaksaan dan mendukung Jaksa

Agung untuk mengoptimalkan pelaksanaannya dengan

mekanisme pengawasan yang dilakukan secara

transparan dan akuntabel sehingga memudahkan

pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan.

27-1- 2021 III Calon Hakim Agung dan

Hakim Ad Hoc Pada

Mahkamah Agung

Komisi III DPR RI Menyelenggarakan Uji Kelayakan

Calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Pada Mahkamah

Agung atas nama:

1. Andari Yuriko Sari sebagai Calon Hakim Ad Hoc

Hubungan Industrial.

2. Triono Martanto sebagai Calon Hakim Agung Ad Hoc

Pajak.

3. Achmad Jaka Mirdinata sebagai Calon Hakim Ad Hoc

Hubungan Industrial.

4. Banalaus Naipospos sebagai Calon Hakim Ad Hoc

77

Tipikor.

28-1- 2021 III Calon Hakim Agung dan

Hakim Ad Hoc Pada

Mahkamah Agung

Komisi III DPR RI Menyelenggarakan Uji Kelayakan

Calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Pada Mahkamah

Agung atas nama:

5. Dr. Petrus Paulus Maturbongs, S.H., M.H. sebagai

Calon Hakim Ad Hoc Tipikor.

6. Dr. Shinitha Yuliansih Sibarani, S.H., M.H. sebagai

Calon Hakim Ad Hoc Tipikor.

7. Yama Dewita sebagai Calon Hakim Ad Hoc Tipikor.

28-1- 2021 III Internal Komisi III DPR RI memberikan persetujuan nama calon

Hakim Agung dan nama calon Hakim Ad Hoc pada

Mahkamah Agung yaitu;

1. Dr. Sinintha Yuliansih Sibarani, S.H., M.H. sebagai

Calon Hakim Ad Hoc Tipikor pada Mahkamah Agung;

2. Achmad Jaka Mirdinata, S.H., M.H. sebagai Calon

Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial pada Mahkamah

Agung; dan

3. Dr. Andari Yuriko Sari, S.H., M.H. sebagai Calon

Hakim Ad Hoc Hubungan Industrial pada Mahkamah

Agung.

13-1- 2021 IV 1. Direktur Jenderal

Tanaman Pangan;

2. Direktur Jenderal

Hortikultura;

3. Direktur Jenderal

Peternakan dan

Kesehatan Hewan;

4. Direktur Jenderal

Perkebunan;

5. Direktur Jenderal

Prasarana dan Sarana

Pertanian; dan

6. Kepala Badan

Ketahanan Pangan.

1. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk membatalkan rencana penerapan pola tanam

IP=400 tanaman padi, jagung, dan kedelai, serta

mengusulkan untuk menghitung ulang target produksi

komoditas strategis sesuai dengan daya dukung lahan

serta sarana prasarana pertanian.

2. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian agar

dalam rangka peningkatan produksi padi tidak

mengganggu target pelaksanaan tanaman komoditas

jagung dan kedelai. Selanjutnya, Komisi IV DPR RI

mengusulkan kepada Pemerintah untuk melakukan tata

kelola komoditas kedelai, termasuk di dalamnya

mewajibkan importir untuk menyediakan bibit kedelai

bagi pengembangan kedelai dalam negeri dan menyerap

produksi kedelai petani nasional.

3. Dengan jumlah anggaran yang cukup besar, Komisi IV

DPR RI meminta Kementerian Pertanian c.q. Direktorat

Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk

meningkatkan produksi ternak strategis, dalam rangka

pemenuhan kebutuhan protein bagi masyarakat.

4. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah untuk

melakukan pemisahan wilayah penanaman bawang

putih, yaitu lokasi kegiatan APBN kawasan bawang putih

78

intensifikasi dan lokasi wajib tanam importir penerima

Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).

5. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah agar dalam

menjalankan program Kartu Tani memprioritaskan

daerah yang sudah memiliki sarana teknologi memadai

dan tetap menyalurkan pupuk bersubsidi secara manual

di daerah yang belum cukup memiliki sarana teknologi

yang memadai.

6. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk mengubah ketentuan Calon Penerima Calon

Lokasi (CPCL) penerima bantuan Pemerintah dalam

Peraturan Menteri Pertanian menjadi lebih fleksibel,

tidak hanya diberikan kepada Gapoktan/Poktan tetapi

juga diberikan kepada lembaga sosial kemasyarakatan,

organisasi/lembaga keagamaan dan pendidikan yang

berbadan hukum.

7. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk menyampaikan data dan laporan tertulis

perkembangan kegiatan food estate secara berkala,

dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR RI.

8. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah untuk

melakukan kajian terhadap alternatif pola penyaluran

pupuk bersubsidi dan pengawasannya, untuk mencari

solusi terhadap mekanisme penyaluran yang setiap

tahunnya selalu mengalami permasalahan.

9. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

memperhatikan aspirasi masyarakat dan regulasi

pendukungnya dalam pengembangan komoditas

pertanian. Selanjutnya, Komisi IV DPR RI meminta

Kementerian Pertanian agar bantuan yang diberikan

kepada masyarakat harus berkualitas, sesuai dengan

standar dan spesifikasi teknis yang telah disepakati, serta

sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah.

10.Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk menyampaikan data jumlah petani dan jumlah

luas lahan seluruh komoditas pertanian, dan

disampaikan kepada Komisi IV DPR RI sebelum Rapat

Kerja dengan Menteri Pertanian.

79

14-1- 2021 IV 1. Direktur Jenderal

Planologi Kehutanan dan

Tata

Lingkungan (PKTL);

2. Direktur Jenderal

Konservasi Sumber Daya

Alam dan

Ekosistem (KSDAE);

3. Direktur Jenderal

Pengendalian Daerah

Aliran Sungai dan

Rehabilitasi Hutan

(PDASRH);

4. Direktur Jenderal

Pengelolaan Hutan

Lestari (PHL); dan

5. Direktur Jenderal

Penegakan Hukum

Lingkungan Hidup

dan Kehutanan

(GAKKUM).

1. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan untuk menyampaikan data:

a. penggunaan kawasan hutan dan penutupan lahan

pada kawasan hutan di masing-masing provinsi di

Indonesia; serta b. kewajiban Penerimaan Negara Bukan

Pajak Penggunaan Kawasan Hutan (PNBP-PKH)

tertunggak dari masing-masing perusahaan Pemegang

Izin, baik Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan, Izin Usaha

Pemanfaatan Jasa Lingkungan, maupun Izin Pinjam Pakai

Kawasan Hutan (IPPKH) pada masing-masing provinsi di

seluruh Indonesia, selambat-lambatnya 1 (satu) minggu

sejak Rapat Dengar Pendapat hari ini.

4. Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

lebih aktif melakukan sosialisasi dan komunikasi dengan

seluruh pemangku kepentingan, terutama masyarakat di

dalam dan di sekitar kawasan hutan, untuk

meminimalisir terjadinya permasalahan dalam

pengelolaan kawasan hutan serta pemanfaatan hasil

hutan dan jasa lingkungan.

5. Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

melakukan monitoring, evaluasi, dan pengawasan atas

pelaksanaan:

a. kegiatan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang

menjadi kewajiban perusahaan pemegang Izin Pinjam

Pakai Kawasan Hutan (IPPKH); serta

b. pembayaran kewajiban Penerimaan Negara Bukan

Pajak Penggunaan Kawasan Hutan (PNBP-PKH)

tertunggak yang menjadi kewajiban Pemegang Izin, baik

Izin Usaha pemanfaatan Hasil Hutan, Izin Usaha

Pemanfaatan Jasa Lingkungan, maupun Izin Pinjam Pakai

Kawasan Hutan (IPPKH).

Selanjutnya, Komisi IV DPR RI mendukung dilakukannya

pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang tidak

memenuhi kewajiban yang harus dilakukan.

8. Pembangunan sarana dan prasarana serta

pengelolaan Wisata Alam Loh Buaya di Pulau Rinca,

Provinsi Nusa Tenggara Timur, agar memperhatikan

prinsip-prinsip dasar konservasi, serasi dengan

keseluruhan lanskap, meningkatkan keamanan dan

kenyamanan pengunjung, serta mengatur

(membatasi) interaksi pengunjung dengan komodo atau

satwa liar lainnya (as wild as possible).

9. Komsi IV DPR RI mendorong Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

melaksanakan program pemberdayaan serta

peningkatan kapasitas sumber daya manusia di dalam

dan di sekitar kawasan Taman Nasional di seluruh

80

Indonesia sehingga dapat berperan serta dalam kegiatan

operasional wisata alam, termasuk di dalamnya sebagai

operator wisata alam dan pengembangan kerajinan

tangan berbasis kearifan lokal.

10.Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan untuk menindak tegas dan

memberikan sanksi administrasi dengan mencabut izin

usaha serta memberikan sanksi pidana sesuai peraturan

perundangundangan yang berlaku terhadap perusahaan

pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

(IUPHHK) di Provinsi Papua yang terbukti melakukan

pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal.

Selanjutnya, Komisi IV DPR RI meminta Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk terus

meningkatkan pengawasan dan pembinaan kepada

perusahaan pemegang IUPHHK.

12.Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan

koordinasi dengan kementerian dan lembaga negara

terkait dalam mengatur kebijakan perimbangan yang

adil dalam pembagian manfaat (Penerimaan Negara

Bukan Pajak – PNBP) atas pengelolaan wisata alam di

dalam kawasan Taman Nasional, yang diatur melalui

peraturan pelaksana dalam rangka memberikan rasa

keadilan bagi masyarakat di dalam dan di sekitar

kawasan Taman Nasional.

18-1-i 2021 IV 1. Direktur Jenderal

Prasarana dan Sarana

Pertanian, Direktur

Jenderal Tanaman

Pangan, serta Kepala

Badan Penyuluhan dan

Pengembangan SDM

Pertanian Kementerian

Pertanian;

2. Deputi II Bidang

Koordinasi Pangan dan

Agribisnis Kementerian

Koordinator Bidang

Perekonomian;

3. Direktur Utama PT

Pupuk Indonesia Holding

Company; dan

4. Ketua Umum

Himpunan Bank Milik

Negara (HIMBARA).

1. Komisi IV DPR RI menerima penjelasan yang

disampaikan oleh Direktur Jenderal Prasarana dan

Sarana Pertanian bahwa penebusan pupuk bersubsidi

dapat dilakukan secara manual dengan memperlihatkan

KTP bagi petani yang sudah terdaftar di E-RDKK namun

belum mendapatkan Kartu Tani.

2. Komisi IV DPR RI mendukung kebijakan kenaikan

Harga Eceran Tertinggi (HET) dengan syarat tidak terjadi

penyimpangan HET, ketersediaan pupuk bersubsidi

mencukupi, mudah diakses oleh petani, penyaluran

pupuk bersubsidi sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat,

dan peningkatan pengawasan secara lebih efektif.

3. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah untuk mengkaji

ulang perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) pupuk

bersubsidi agar benar-benar efisien dan tidak ada

penyimpangan mulai pengadaan bahan baku hingga

biaya distribusi kepada petani.

4. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah melibatkan

peran serta masyarakat untuk meningkatkan

pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi oleh PT

Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), yang

81

didukung dengan penegakan hukum yang diberlakukan

kepada para pihak yang terkait.

5. Komisi IV DPR RI menilai terdapat kelemahan dalam

pelaksanaan kebijakan pupuk bersubsidi. Untuk itu,

Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah untuk

mengevaluasi kebijakan operasional penyaluran yang

mampu mengatasi masalah klasik distribusi, mulai dari

perencanaan sampai dengan mekanisme distribusi.

6. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah segera

melaporkan perhitungan kurang bayar pupuk bersubsidi

Periode 2017-2020 dan penyebabnya, disertai dengan

data dukung terkait.

7. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah untuk mengkaji

ulang komposisi pemberian pupuk bersubsidi dengan

diimbangi pemberian pupuk organic yang lebih ramah

lingkungan dan memperbaiki struktur tanah akibat

penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus.

8. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah c.q.

Kementerian Pertanian dan PIHC untuk menyampaikan

data/laporan, antara lain:

a. Time line/jadwal dalam penyelesaian pembagian

Kartu Tani termasuk dengan penyelesaian

pengadaan/pengoperasian infrastruktur pendukungnya

sampai pada tingkat Lini IV;

b. Laporan penyaluran tambahan pupuk bersubsidi

Tahun 2020 senilai Rp3,1 triliun yang tidak mampu

mengatasi kelangkaan pupuk di daerahdaerah; dan

c. Data stok pupuk dari Lini I (pabrik) hingga Lini IV (kios

pengecer).

9. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah menyampaikan

hasil kajian kebijakan alternatif lain pemberian subsidi

petani yang lebih berdampak langsung terhadap

kesejahteraan petani, selambat-lambatnya 6 (enam)

bulan sejak RDP hari ini.

82

19-1- 2021 IV 1. Direktur Jenderal

Hortikultura dan Kepala

Badan Karantina

Pertanian Kementerian

Pertanian;

2. Deputi II Bidang

Koordinasi Pangan dan

Agribisnis

Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian;

dan

3. Direktur Jenderal Bea

dan Cukai Kementerian

Keuangan.

2. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk meninjau Permentan mengenai Rekomendasi

Impor Produk Hortikultura dan melakukan perbaikan

dengan mengatur kewajiban importir produk

hortikultura untuk memiliki gudang sendiri/sewa,

bangunan pendingin untuk produk hortikultura yang

diimpor.

3. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk mengkaji mekanisme penetapan lokasi wajib

tanam bawang putih maksimal 3 (tiga) hamparan dan

tidak tersebar.

4. Komisi IV DPR RI meminta kepada Pemerintah untuk

mengkaji kebijakan pengembangan bawang putih

melalui mekanisme yang mewajibkan

perusahan importir bawang putih untuk menanam

bawang putih yang sulit pengawasannya dengan

menyediakan benih bawang putih bagi petani

sebagai kompensasi dari ijin RIPH yg diperolehnya.

5. Komisi IV DPR RI mendukung upaya Pemerintah

dalam pengembangan hortikultura yang dilakukan

melalui berbagai skema maupun program yang

lebih masif dengan tujuan penerima manfaat terbesar

adalah petani.

6. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah c.q.

Kementerian Pertanian untuk

menyusun peta pengembangan produk hortikultura

nasional yang mengacu,

antara lain sesuai agroekosistem dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan

petani.

7. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk melaporkan rencana pengembangan sentra

hortikultura yang mencakup rencana kebijakan

operasional, tahapan/jadwal pembangunan

infrastruktur; pelaksanaan budidaya sampai dengan

pemasaran; pola pengembangan; sarana dan prasarana

pendukung dan anggaran yang bersumber dari

pemerintah, swasta, dan petani.

83

20-1- 2021 IV 1. Direktur Jenderal

Perkebunan Kementerian

Pertanian;

2. Direktur Jenderal

Perbendaharaan

Kementerian Keuangan;

dan

3. Direktur Utama Badan

Pengelola Dana

Perkebunan

Kelapa Sawit.

1. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah untuk

meningkatkan alokasi penyaluran dana yang dihimpun

untuk peremajaan kelapa sawit. Selanjutnya Komisi IV

DPR RI meminta Pemerintah untuk menyesuaikan

besaran bantuan dana peremajaan sebesar

Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), sehubungan

dengan dana hanya cukup membiayai kegiatan

peremajaan sampai tahun pertama saja.

2. Komisi IV DPR RI memahami penggunaan dana

BPDPKS untuk hilirisasi biodiesel, namun Komisi IV DPR

RI meminta agar penggunaan dana BPDPKS lebih

berpihak kepada peningkatan kesejahteraan petani

kelapa sawit.

3. Komisi IV DPR RI menilai penyederhanaan

persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah tidak

memberikan dampak yang signifikan dalam pencapaian

kinerja Peremajaan Sawit Rakyat. Untuk itu, Komisi IV

DPR RI meminta Pemerintah untuk memperbaiki

persyaratan dalam penyaluran Peremajaan Sawit

Rakyat sehingga tercapai target sasaran Peremajaan

Sawit Rakyat dengan melibatkan stakeholder terkait

dalam waktu 1 (satu) bulan.

4. Komisi IV DPR RI meminta kepada Pemerintah

menjamin benih sawit yang dipergunakan untuk

peremajaan sesuai dengan syarat teknisnya.

Selanjutnya, Komisi IV DPR RI meminta agar anggaran

peningkatan jaminan kualitas benih sawit tersebut agar

dibebankan kepada BPDPKS di luar dari anggaran

Peremajaan Sawit Rakyat yang ditransfer kepada

petani.

5. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah untuk segera

menyelesaikan permasalahan terkait data luasan

perkebunan kelapa sawit, data produksi, serta

permasalahan legalitas lahan terutama lahan yang

menjadi prioritas program Peremajaan Sawit Rakyat,

agar program Peremajaan Sawit Rakyat dapat segera

dipercepat dan dana yang berasal dari Badan Pengelola

Dana Perkebunan Kelapa Sawit digunakan dengan

prioritas untuk Peremajaan Sawit Rakyat.

6. Komisi IV DPR RI meminta kepada Pemerintah untuk

menyelesaikan legalitas lahan petani peserta

peremajaan yang berasal dari kawasan hutan dan

kegiatan program Pemerintah seperti PIR-BUN, PIR-

Trans, PIR-KKPA serta petani plasma dan swadaya

dengan program khusus yang pendanaannya diusulkan

dari dana BPDPKS.

7. Komisi IV DPR RI mengusulkan kepada Pemerintah

untuk me-redesign kelembagaan BPDPKS, yang

transparan dan akuntabel, dengan struktur

84

kelembagaan yang lebih membawa manfaat bagi petani

sawit rakyat.

8. Komisi IV DPR RI meminta kepada Pemerintah untuk

melakukan pembinaan kepada petani sawit yang belum

tergabung dalam kelembagaan petani, sehingga

terbentuk kelembagaan petani yang kuat dan mampu

mengadopsi berbagai program pembangunan yang

dilakukan Pemerintah termasuk peremajaan tanaman

secara optimum.

9. Komisi IV DPR RI meminta kepada Pemerintah agar

secara progresif menyusun grand design pemanfaatan

dana perkebunan yang peruntukannya digunakan untuk

pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan

pengembangan, promosi perkebunan, peremajaan

tanaman perkebunan, dan/atau sarana dan prasarana

perkebunan, agar program kelapa sawit berkelanjutan

dapat dinikmati oleh petani kelapa sawit.

10. Komisi IV DPR RI meminta kepada BPDPKS agar

menjamin ketersediaan dana sesuai dengan target

alokasi peremajaan yang sudah ditetapkan dan

mentransfernya dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan

setelah rekomendasi teknis disetujui dan diajukan oleh

Direktorat Jenderal Perkebunan.

11. Komisi IV DPR meminta kepada Pemerintah untuk

melaporkan kemajuan Peremajaan Sawit Rakyat dan

permasalahan yang dihadapinya secara berkala kepada

Komisi IV DPR RI.

20-1-2021 IV 1. Ketua Umum Asosiasi

Kedelai Indonesia,

2. Ketua Umum Koperasi

Produsen Tahu Tempe

Indonesia, dan

3. para Dirut 10

Perusahaan terkait impor

kedela.

Tidak ditemukan kesimpulan.

21-1- 2021 IV Eselon I KKP:

1. Dirjen Perikanan

Tangkap;

2. Dirjen Perikanan

Budidaya;

3. Dirjen Penguatan daya

Saing;

4. Dirjen Pengelolaan

Ruang Laut;

5. Irjen Kementerian

Kelautan Perikanan;

Rapat ditunda.

85

6. Ka. Badan Riset SDM

Kelautan

25-1- 2021 IV Menteri Pertanian 5. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk melakukan evaluasi program dan kegiatan tahun

2020 serta meminta untuk tidak melanjutkan program

dan kegiatan yang berjalan tidak sesuai harapan atau

bermasalah. Selanjutnya, Komisi IV DPR RI meminta

kepada Pemerintah menunda kegiatan yang tidak

prioritas, kegiatan yang tingkat resiko kegagalannya

tinggi atau bermasalah, serta kegiatan yang tidak

berdampak secara signifikan dalam pencapaian target

produksi nasional.

6. Komisi IV DPR RI meminta kepada Kementerian

Pertanian dan PT Pupuk Indonesia Holding Company

(PIHC) untuk memastikan SK Dinas Kabupaten/Kota

mengenai Penetapan Pupuk Bersubsidi telah disahkan

oleh Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, agar tidak

terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi dan melarang

distributor/kios menjual pupuk dalam bentuk paket

penjualan subsidi dan subsidi lain (saprodi) maupun

subsidi dan non subsidi, sesuai dengan E-RDKK. Apabila

masih terjadi pelanggaran maka PIHC akan mencabut

izin serta melanjutkan proses hukum.

7. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah untuk

meningkatkan pengawasan penyaluran Pupuk

Bersubsidi oleh PIHC, yang didukung dengan penegakan

hukum yang diberlakukan kepada para pihak yang

terkait.

8. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk melakukan perencanaan dan mitigasi dengan

baik seluruh upaya penyediaan pangan kebutuhan

pokok masyarakat, terutama menghadapi hari-hari

besar keagamaan melalui suplai utama dari produksi

dalam negeri dan melalui sumber-sumber lainnya

dengan tetap memperhatikan daya beli masyarakat dan

pendapatan petaninya. Selanjutnya Komisi IV DPR RI

akan melakukan rapat dengan Perusahaan holding

BUMN Pangan.

9. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk melakukan evaluasi menyeluruh kegiatan food

estate tahun 2020 dan melakukan perencanaan ulang

kegiatan food estate tahun 2021 dengan cermat agar

tidak terjadi kegagalan dan hasilnya berdampak

signifikan terhadap produksi nasional.

10. Komisi IV DPR RI bersepakat dengan Kementerian

Pertanian untuk mengubah ketentuan Calon Penerima

Calon Lokasi (CPCL) penerima bantuan Pemerintah

86

dalam Peraturan Menteri Pertanian menjadi lebih

fleksibel, tidak hanya diberikan kepada

Gapoktan/Poktan tetapi juga diberikan kepada lembaga

sosial kemasyarakatan, organisasi/lembaga keagamaan

dan pendidikan yang berbadan hukum.

11. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah c.q

Kementerian Pertanian untuk menyusun kebijakan dan

grand design pengembangan Kedelai nasional secara

komprehensif dari mulai budi daya sampai dengan

industri dan agribisnis hilirnya. Selanjutnya, Komisi IV

DPR RI mengusulkan kepada Pemerintah untuk

mengatur tata kelola dan importasi komoditas kedelai

yang memotivasi petani untuk menanam komoditas

kedelai.

12. Komisi IV DPR RI meminta kepada Kementerian

Pertanian untuk meningkatkan peran dan fungsi Badan

Ketahanan Pangan dengan memberikan tambahan

tugas dalam penanganan pengolahan dan pemasaran

hasil pertanian.

13. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah c.q.

Kementerian Pertanian untuk merekomendasikan

BumDes/Koperasi sebagai penyalur Pupuk Bersubsidi.

27-1- 2021 IV Menteri Kelautan dan

Perikanan

7. Komisi IV DPR RI mendesak Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk mencabut perizinan kebijakan ekspor

Benih Bening Lobster (BBL) ke luar negeri sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan karena hingga saat ini

belum diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang

Penetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

sehingga hal tersebut menjadikan adanya peluang

terjadinya penyimpangan dan pelanggaran, sebaiknya

Kementerian Kelautan dan Perikanan fokus melakukan

budidaya lobster agar nilai jualnya lebih bagus/tinggi dan

ekosistem dapat lestari serta mampu meningkatkan

ekonomi pembudidaya ikan.

8. Komisi IV DRP RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk meningkatkan pengawasan patroli

secara optimal di daerah-daerah yang mempunyai

potensi jalur penyelundupan lalu-lintas Benih Bening

Lobster (BBL) secara illegal.

9. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk memberikan kemudahan dan tidak

mempersulit segala persyaratan program dan kegiatan

bantuan pemerintah di Peraturan Menteri atau Petunjuk

Teknis/Petunjuk Pelaksanaan kepada kelompok nelayan,

kelompok pembudidaya ikan, kelompok pengolah dan

pemasar, kelompok petambak garam, organisasi sosial

keagamaan kemasyarakatan/organisasi kepemudaan,

87

lembaga pendidikan (pondok pesantren) yang berbadan

hukum dan lain-lainnya sehingga akan mempercepat

proses verifikasi dan validasi yang memerlukan cukup

waktu, mengingat lokasi kelompok-kelompok calon

penerima bantuan pemerintah jaraknya cukup jauh di

setiap daerah.

10. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk mensosialisasikan program dan

kegiatan yang berhubungan dengan bantuan

masyarakat secara transparan, jelas dan komitmen di

awal tahun 2021 sebagaimana evaluasi dalam Rapat

Dengar Pendapat tanggal 21 Januari 2021, agar

masyarakat yang berminat terhadap bantuan

pemerintah kelautan perikanan dapat segera

mengusulkan, melengkapi dan melakukan persiapan

secara dini agar waktunya luas tidak mepet/sempit

sehingga program dan kegiatan yang dituju/disasar

dapat terealisasi dengan baik, aman, tepat sasaran, serta

dapat membahagiakan seluruh rakyat Indonesia.

11. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk mengkaji ulang kebijakan tata kelola

daerah penangkapan ikan oleh kapal cantrang dan alat

penangkapan ikan (API) yang termasuk pukat hela dan

pukat tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)

secara adil, tegas dan tuntas paling lama 1 (satu) bulan

untuk dilaporkan kepada Komisi IV DPR RI, terutama

kapal yang berukuran di bawah 30GT dan yang

berukuran di atas 30GT, mengingat saat ini ada konflik

horizontal/gejolak di lapangan karena belum ada

pengaturan secara jelas.

1-2- 2021 IV Menteri Lingkungan

Hidup dan Kehutanan

3. Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah untuk

melaksanakan pengembangan pemanfaatan sampah

menjadi bahan baku energi RefuseDerived Fuel (RDF)

dalam rangka menyelesaikan permasalahan

pengelolaan sampah di Indonesia. Selanjutnya Komisi IV

DPR RI meminta Pemerintah c.q. Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan

kajian lebih lanjut mengenai kelayakan usaha

pengembangan RDF sebagai bahan pertimbangan

dalam pengambilan kebijakan pemanfaatan sampah

perkotaan sebagai bahan baku energi.

4. Komisi IV DPR RI kembali mendorong Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

melakukan penegakan hukum atas kasus penggunaan

kawasan hutan non prosedural, khususnya untuk

kegiatan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan.

Selanjutnya Komisi IV DPR RI meminta Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meningkatkan

koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait,

88

termasuk aparat penegak hukum, dalam rangka

meningkatkan target penyelesaian proses penegakan

hukum atas kasus kejahatan lingkungan hidup dan

kehutanan, yang berdasarkan informasi yang

disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan terdapat sekitar Rp19,3 Triliun dari 28 kasus

gugatan selama tahun 2015-2020, yang belum

tereksekusi. Dalam hal ini Komisi IV DPR RI meminta

kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

untuk menyampaikan data mengenai nama-nama

perusahaan yang melakukan tindak pidana

sebagaimana kasus gugatan perdata dimaksud, dan

diserahkan selambatnya 1 (satu) minggu setelah Rapat

Kerja hari ini.

5. Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove untuk

melaksanakan percepatan pelaksanaan kegiatan

Rehabilitasi Hutan dan Lahan, termasuk di dalamnya

rehabilitasi ekosistem gambut dan mangrove, dengan

terus meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/

Lembaga terkait, diantaranya dengan Kementerian

Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, dan

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta

Pemerintah Daerah (baik Pemerintah Provinsi maupun

Pemerintah Kabupaten/Kota).

6. Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

melakukan monitoring, evaluasi, dan pengawasan atas

pelaksanaan:

a. Kegiatan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang

menjadi kewajiban perusahaan pemegang Izin Pinjam

Pakai Kawasan Hutan (IPPKH); serta

b. Pembayaran kewajiban Penerimaan Negara Bukan

Pajak Penggunaan Kawasan Hutan (PNBP-PKH)

tertunggak yang menjadi kewajiban Pemegang Izin, baik

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan, Izin Usaha

Pemanfaatan Jasa Lingkungan, maupun Izin Pinjam

Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Selanjutnya, Komisi IV

DPR RI mendukung dilakukannya pencabutan izin usaha

bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban yang

harus dilakukan.

7. Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

memprioritaskan program dan kegiatan dalam

rangka menjaga kawasan hutan serta menjaga hutan

yang saat ini masih tersisa. Hal ini menjadi concern

Komisi IV DPR RI mengingat kondisi (baik kualitas

maupun kuantitas) hutan Indonesia yang semakin

89

turun.

8. Komisi IV DPR RI mendukung Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

melaksanakan program pengembangan tanaman

bambu, dan mendorong pengalokasian anggaran dalam

rangka penyiapan bibit jenis bambu pada wilayah yang

memiliki kesesuaian lahan untuk tanaman bambu,

seperti kanan kiri sungai, daerah dengan kelerengan

curam, serta daerah rawan longsor. Selanjutnya Komisi

IV DPR RI meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan untuk melakukan kajian atas potensi

pengembangan hutan bambu di Indonesia, mengingat

manfaat dari pengembangan hutan bambu berupa

restorasi ekosistem dan peningkatan ekonomi bagi

masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan.

9. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan c.q. Direktorat Jenderal

Pengolahan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun

Berbahaya untuk meningkatkan alokasi anggaran dalam

rangka memberikan bantuan untuk pengolahan

sampah organik dan anorganik kepada Pemerintah

Daerah, sesuai mekanisme dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

10. Komisi IV DPR RI meminta kepada Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan

Kajian Lingkungan Hidup Strategis atas kebijakan

pengelolaan kawasan hutan (baik penggunaan maupun

pelepasan kawasan hutan) yang mengakibatkan

penurunan luas kawasan hutan, yang menjadi salah

satu penyebab kerusakan lingkungan hidup dan

kehutanan. Kajian ini agar dapat disampaikan dalam

waktu 2 (dua) bulan sejak Rapat Kerja hari ini, bersama-

sama dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang

diminta oleh Komisi IV DPR RI sebagaimana kesimpulan

Rapat Kerja yang dilaksanakan pada tanggal 19 Februari

2020 yang lalu.

90

2-2- 2021 IV 1. Sekretaris Jenderal;

2. Direktur Jenderal

Tanaman Pangan;

3. Direktur Jenderal

Hortikultura;

4. Direktur Jenderal

Prasarana dan Sarana

Pertanian;

5. Kepala Badan

Ketahanan Pangan;

Kementerian Pertanian.

2. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

agar kegiatan yang dirancang berdasarkan tupoksi,

skala prioritas, dan sesuai kebutuhan di daerah

sehingga berdampak langsung kepada petani serta

kegiatan memberikan kontribusi yang besar terhadap

produksi pangan nasional.

4. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk memberi jaminan kepada petani mengenai aspek

After Sales Service dalam kegiatan

pembangunan pertanian yang menggunakan alat dan

mesin pertanian, baik prapanen maupun pascapanen.

5. Komisi IV DPR RI mengusulkan kepada Pemerintah

melalui Kementerian Pertanian agar melakukan kajian

revisi kriteria petani penerima Pupuk bersubsidi dari

Petani yang memiliki lahan 2 Ha menjadi Petani dengan

lahan kurang dari 1 Ha, sehingga seluruh petani miskin

di Indonesia wajib menerima Pupuk bersubsidi.

6. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah c.q.

Kementerian Pertanian untuk berkoordinasi dengan

Kementerian/Lembaga terkait pelaksanaan kegiatan

Food Estate dan meninjau kembali kegiatan/anggaran

Food Estate yang terdapat di seluruh Eselon I

Kementerian Pertanian.

3-2- 2021 IV 1. Sekretaris Jenderal;

2. Inspektur Jenderal;

3. Direktur Jenderal

Perkebunan;

4. Direktur Jenderal

Peternakan dan

Kesehatan Hewan;

5. Kepala Badan

Penelitian dan

Pengembangan

Pertanian;

6. Kepala Badan

Penyuluhan dan

Pengembangan SDM

Pertanian; serta

7. Kepala Badan

Karantina Pertanian

Kementerian Pertanian.

3. Komisi IV DPR RI mengusulkan Kementerian

Pertanian untuk melakukan inovasi dalam

menghasilkan benih unggul yang dibutuhkan petani.

Selanjutnya, Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian

Pertanian agar dalam penyediaan benih

memperioritaskan benih unggul produksi dalam

negeri.

4. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

agar kegiatan penumbuhan usaha bersama petani

direncanakan dengan cermat sehingga tidak

menimbulkan permasalahan dan tidak terjadi kasus

seperti pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis

Pedesaan (PUAP) yang mengalami kegagalan dalam

pelaksanaannya.

5. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

agar melakukan evaluasi seluruh kegiatan yang selalu

menimbulkan masalah atau menjadi temuan BPK, dan

meminta Kementerian Pertanian tidak mengusulkan

kembali kegiatan yang bermasalah/temuan BPK serta

direalokasi pada kegiatan baru atau kegiatan lain yang

lebih baik dan bermanfaat untuk masyarakat.

Selanjutnya Komisi IV DPR RI meminta Kementerian

Pertanian untuk tidak melaksanakan kegiatan dan

program yang tidak disepakati dalam rapat ini.

6. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk menyampaikan kepada Komisi IV DPR RI semua

91

Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis

(Juknis) terkait dengan pemberian bantuan kepada

petani Tahun 2021.

7. Komisi IV DPR RI menerima penjelasan Direktur

Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, mengenai

standar dan spesifikasi teknis bantuan ternak

sapi, yaitu:

a. Indukan umur 18-36 bulan, dilengkapi dengan surat

keterangan kelahiran dari farm asal atau hasil

pemeriksaaan gigi maksimal poel 2 pasang oleh

tim teknis, pengadaan ternak jantan dapat dilakukan

sesuai dengan kebutuhan;

b. Sesuai dengan standar daerah/standar dari sumber

lainnya;

c. Dilengkapi dengan Surat Keterangan Status

Reproduksi (SKSR) dari dokter hewan berwenang;

d. Bebas cacat fisik dan dinyatakan sehat yang

dibuktikan dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan

(SKKH) dari dokter hewan berwenang; dan

e. Mempertimbangkan status penyakit dan situasi

wilayah asal ternak, dan tujuan distribusi ternak.

Selanjutnya Komisi IV DPR RI meminta Kementerian

Pertanian agar bantuan ternak sapi yang diberikan

kepada masyarakat sesuai dengan standar dan

spesifikasi teknis tersebut.

8. Komisi IV DPR RI meminta kepada Pemerintah dalam

rangka meningkatkan pembangunan subsektor

Perkebunan dan mendorong pertumbuhan ekspor

komoditi perkebunan untuk memanfaatkan skema

pembiayaan/kredit yang berbunga rendah, antara lain

melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang

bunganya di bawah 6 persen.

9. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk mengoptimalkan kegiatan pengendalian dan

penanggulangan penyakit hewan, khususnya penyakit

hewan yang bersifat Zoonosis dan penyakit lainnya,

antara lain penyakit African Swine Fever (ASF), sehingga

perkembangannya dapat terkendali dan tidak

mengancam pada kesehatan manusia.

4-2- Februari

2021

IV Eselon I Kementerian

Kelautan dan Perikanan

2. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan dalam melakukan Refocusing dan realokasi

anggaran Tahun 2021 akibat pemotongan belanja,

wajib mengikuti saran dan masukan Komisi IV DPR RI

pada Rapat Dengar Pendapat ini, antara lain:

c. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk berkomitmen dalam menjalankan/

melaksanakan Program dan Kegiatan tahun 2021 sesuai

dengan target dan sasaran yang sudah disepakati di

dalam Rapat Dengar Pendapat hari ini agar pelaksanaan

92

dan implementasinya dilakukan dengan cepat, tepat

dan fokus, sesuai dengan waktu yang tersedia dan

sesuai dengan kebutuhan masyarakat kelautan

perikanan.

d. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk berkomitmen menyelesaikan

peraturan Juklak/Juknis/Pedoman Program dan

Kegiatan tahun 2021 yang belum selesai dengan

memperhatikan kepada kelompok nelayan, kelompok

pembudidaya ikan, kelompok pengolah dan pemasar,

kelompok petambak garam, sosial keagamaan

(pondok pesantren), kepemudaan dan lain-lainnya,

selanjutnya segera melakukan sosialisasi kepada

masyarakat kelautan perikanan secara luas agar

bantuan pemerintah dapat dengan cepat dipublikasi,

divalidasi dan diakses di awal tahun.

e. Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian Kelautan

dan Perikanan untuk menggunakan sistem database

kekinian atau web dalam rangka menampung usulan

aspirasi masyarakat, guna memudahkan monitoring

dan pelaksanaan bantuan pemerintah di daerah

masing-masing.

f. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan mendorong peningkatan dan pengembangan

Progam dan Kegiatan tahun 2021 di Sekolah Usaha

Perikanan Menengah (SUPM) dan Politeknik Kelautan

Perikanan terutama bagi anak-anak pelaku utama

kelautan perikanan agar mendapatkan pendidikan, dan

pembinaan setelah lulus, seperti pendampingan modal

usaha, ketrampilan (skill), pengolahan dan pemasaran

hasil perikanan.

8-2- 2021 IV Menteri Pertanian 3. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

agar meningkatkan volume kegiatan pengembangan

dan intensifikasi komoditas pertanian yang

dilaksanakan dengan pola padat karya, sehingga

meningkatkan partisipasi petani dalam menjaga

kualitas kegiatan sekaligus memberikan tambahan

penghasilan langsung petani pelaksana kegiatan.

4. Komisi IV DPR RI meminta kepada Pemerintah untuk

memperhatikan Petani yang mengalami gagal panen

secara cermat akibat dampak bencana alam banjir atau

kekeringan agar mereka tetap memiliki penghasilan dan

dapat tetap berproduksi, antara lain; melalui bantuan

kegiatan padat karya, bantuan sarana produksi, serta

program asuransi pertanian guna mengurangi resiko

kerugian.

5. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk lebih meningkatkan peran tenaga Penyuluh

dalam melakukan pendampingan, penyuluhan serta

93

menyebarluaskan program Kementerian Pertanian.

Selanjutnya Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian

Pertanian untuk melibatkan lulusan SMK Pembangunan

Pertanian dan Politeknik Pembangunan Pertanian

dalam upaya mengatasi kekurangan tenaga penyuluh

pertanian.

6. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk meniadakan kegiatan-kegiatan yang tidak

berdampak langsung pada peningkatan produksi, dan

kegiatan yang selalu menimbulkan masalah atau

menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

menjadi kegiatan yang lebih baik dan bermanfaat untuk

masyarakat. Selanjutnya Komisi IV DPR RI meminta

Kementerian Pertanian untuk tidak melaksanakan

kegiatan dan program yang tidak disepakati dalam

rapat ini, antara lain rencana penerapan pola tanam IP

400 padi dan pengembangan jagung dengan pola

Penanaman Areal Tanam Baru (PATB).

7. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

agar dalam pendistribusian/pembagian Bantuan

Pangan, Bantuan Benih, Bantuan Alat dan Mesin

Pertanian, serta bantuan lain dilakukan secara adil

merata, transparan, dan akuntabel; dengan kriteria

penerima yang lebih fleksibel sehingga dapat

menjangkau petani di daerah sesuai prosedur-aturan

yang berlaku.

8. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

untuk mensosialisasikan Program dan Kegiatan yang

berhubungan dengan bantuan masyarakat secara

transparan, jelas, dan sesuai dengan keputusan Rapat

Dengar Pendapat tanggal 2 dan 3 Februari 2021, agar

calon penerima dapat segera mengusulkan,

melengkapi, serta melakukan persiapan sejak awal

sehingga program dan kegiatan dapat terlaksana

dengan baik.

9. Komisi IV DPR RI meminta agar ada Norma Standar

Prosedur dan Kriteria baku yang dapat dijadikan

indikator keberhasilan dalam memutuskan

pengembangan kawasan food estate di satu daerah.

Selanjutnya Komisi IV DPR RI meminta Kementerian

Pertanian untuk melakukan evaluasi sampai akhir April

Tahun 2021 dan segera dilaporkan ke Komisi IV DPR RI.

10. Komisi IV DPR RI meminta kepada pemerintah

untuk segera menyelesaikan permasalahan pupuk

besubsidi utamanya terkait dengan ketersediaan dan

penyaluran sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat.

Selanjutnya Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah

segera untuk mengkaji luasan maksimum setiap petani

yang mendapat alokasi bantuan pupuk bersubsidi,

94

dengan harapan sebaran petani penerima pupuk

bersubsidi semakin meningkat.

11. Komisi IV DPR RI akan melaksanakan Rapat Kerja

khusus untuk membahas distribusi Pupuk bersubsidi

dalam rangka mencari solusi guna memperbaiki

permasalahan terkait penyaluran pupuk bersubsidi.

12. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Pertanian

segera menyelesaikan dokumen perincian program

kerja dan anggaran, untuk kemudian diserahkan ke

Komisi IV DPR RI paling lambat 2 (dua) hari setelah

Rapat Kerja hari ini.

13. Komisi IV DPR RI meminta kepada Himpunan Bank

Milik Negara (HIMBARA) untuk segera memberikan

Time line/jadwal dalam penyelesaian pembagian Kartu

Tani termasuk dengan penyelesaian pengadaan/

pengoperasian infrastruktur Tahun 2021. Selanjutnya,

Komisi IV DPR RI meminta kepada HIMBARA untuk

melaporkan secara berkala per-3 bulan progres

pembagian Kartu Tani beserta penggunaannya.

14. Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian Pertanian

untuk meningkatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang

Pertanian di Tahun 2022 untuk mendukung program

Ketahanan Pangan nasional dengan kriteria yang

disusun kemudian.

9-2- 2021 IV Menteri Lingkungan

Hidup dan

Kehutanan

3. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

meningkatkan pengawasan dan pembinaan kepada

seluruh Lembaga Konservasi di Indonesia. Selanjutnya

Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

memberikan sanksi yang tegas kepada Lembaga

Konservasi yang terbukti melakukan kesalahan dan

kelalaian.

4. Komisi IV DPR RI mendorong Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

melakukan pembinaan kepada seluruh pemegang izin

industri agar terus melakukan upaya pengendalian

pencemaran lingkungan akibat operasional industri

yang dilakukannya. Selanjutnya Komisi IV DPR RI

meminta Pemerintah c.q. Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan untuk mendorong seluruh

pemegang izin industri untuk melakukan pembinaan,

pemberdayaan dan peningkatan kapasitas sumber daya

manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di sekitar lokasi industri.

6. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

menyusun strategi dalam rangka percepatan target

pelaksanaan pengembangan pemanfaatan

95

keanekaragaman hayati dan ekosistem, termasuk di

dalamnya pengembangan wisata alam di dalam

kawasan konservasi, dengan catatan tidak merusak

bentang alam, yang berpotensi meningkatkan

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sector

lingkungan hidup dan kehutanan.

7. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan untuk melakukan kajian atas

urgensi peningkatan kualitas dan kuantitas sumber

daya manusia di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan dalam rangka pelaksanaan tugas

penjagaan kawasan hutan serta pendampingan dalam

pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar

kawasan hutan. Selanjutnya, Komisi IV DPR mendukung

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

mengajukan penambahan jumlah Polisi Hutan (Polhut)

kepada Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

8. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan meningkatkan koordinasi dengan

Kementerian/ Lembaga terkait serta Pemerintah

Daerah (baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah

Kabupaten/Kota) dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsi terkait pencegahan dan pemberantasan

perdagangan Ilegal tumbuhan dan satwa liar.

9. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan

Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang telah

dilaksanakan sejak tahun 2004. Selanjutnya Komisi IV

DPR RI meminta Pemerintah c.q. Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyampaikan

data (baik data tabulasi maupun data spasial) atas

realisasi penanaman dan potensi tegakan yang

dihasilkan dari kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

dimaksud, dan diserahkan kepada Komisi IV DPR RI

dalam waktu 2 (dua) minggu sejak Rapat Kerja hari ini.

10. Komisi IV DPR RI meminta Pemerintah c.q.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk

menyampaikan data penggunaan dan pelepasan

kawasan hutan prosedural dan non prosedural selama

periode tahun 2004 s.d 2020, dan diserahkan kepada

Komisi IV DPR RI dalam waktu 2 (dua) minggu sejak

Rapat Kerja hari ini.

96

9-2- 2021 IV Menteri Kelautan dan

Perikanan

3. Komisi IV DPR RI mendukung Kementerian Kelautan

dan Perikanan untuk meningkatkan nilai Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP) dan volume ekspor hasil

kelautan perikanan secara bertahap hingga tahun 2024

melalui komoditas unggulan.

6. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk melaksanakan pendampingan dan

supervisi/pengawasan secara internal yang intensif oleh

Inspektorat Jenderal terhadap setiap program dan

kegiatan tahun 2021, guna peningkatan penyerapan

anggaran dan peningkatan bantuan pemerintah yang

tepat sasaran sebagaimana usulan dan kebutuhan

aspirasi masyarakat kelautan perikanan agar lebih

sejahtera/makmur.

7. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk meningkatkan penyerapan realisasi

anggaran bantuan pembiayaan

permodalan dan membuat formulasi model sistem

penyaluran dana kelola BLU-LPMUKP dan KUR sektor

kelautan perikanan sehingga pelaku usaha kecil

menengah dapat meningkatkan kualitasnya melalui

pendampingan usaha budi daya, penangkapan,

pengolahan dan pemasaran, jasa perikanan dan

pergaraman serta masyarakat pesisir yang berdaya

saing.

8. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas,

mutu dan kemasan produk hasil perikanan dalam

penyaluran bantuan pemerintah, seperti kegiatan

gemarikan, bakti nelayan, bakti mutu karantina dalam

rangka meningkatkan kesehatan dan imun tubuh

masyarakat kelautan perikanan.

9. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan dan

Perikanan untuk mengevaluasi Sentra Kelautan dan

Perikanan Terpadu (SKPT) di pulau-pulau

terluar Indonesia agar pembangunannya tidak

mangkrak dan menjadi monumen sehingga perlu upaya

memfokuskan beberapa SKPT saja yang menjadi

prioritas untuk dikembangkan, mengingat anggarannya

terbatas.

10. Komisi IV DPR RI mendorong Kementerian Kelautan

dan Perikanan untuk menjalankan/operasional

Integrated Aquarium and Marine Research Institute

(IAMARI) di Kab. Pengandaran dan Pulau Morotai

Maluku Utara guna optimalisasi pemanfaatan

pembangunan yang sudah dilaksanakan.

11. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan

dan Perikanan untuk menyusun perencanaan Lumbung

Ikan Nasional (LIN) di Provinsi Maluku dan Provinsi

97

Maluku Utara yang sesuai dengan potensi, karakteristik

dan peruntukan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

12. Komisi IV DPR RI mendukung Kementerian Kelautan

dan Perikanan untuk terus menjaga ekosistem sumber

daya ikan (SDI) di seluruh wilayah perairan Indonesia

melalui peningkatan operasi kapal pengawas di

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan

dan Perikanan, terutama di perairan yang berpotensi

terjadinya Ilegal Unreported and Unregulated Fishing

(IUU Fishing).

13. Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Kelautan

dan Perikanan berkewajiban dan berkomitmen untuk

melaksanakan setiap program dan kegiatan tahun 2021

sesuai dengan saran dan masukan dari anggota Komisi

IV DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat dan Rapat

Kerja.

18-1- 2021 V Menteri Desa, PDT dan

Transmigrasi

Komisi V DPR RI meminta agar Kementerian

Desa, PDT dan Transmigrasi memperjelas locus dan

fokus di setiap jenis kegiatan, dan lebih transparan

dalam pengelolaan anggaran, termasuk perhitungan

besarnya honor tenaga pendamping desa, serta

ketentuan dan/atau tata cara penentuan daerah yang

akan diintervensi program/kegiatan pada tahun 2021.

4. Komisi V DPR RI meminta Kementerian Desa, PDT

dan Transmigrasi agar prioritas penggunaan Dana Desa

fokus pada kegiatan pembangunan desa dalam rangka

pengembangan ekonomi, ketahanan pangan dan SDM

di desa. Selanjutnya Komisi V DPR RI meminta agar

dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap rekruitmen

dan kinerja tenaga pendamping desa demi pengelolaan

Dana Desa yang bermanfaat bagi masyarakat.

5. Untuk mewujudkan program/ kegiatan berbasis

data yang presisi, Komisi V DPR RI mendesak

Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi untuk

meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/

Lembaga terkait antara lain mengenai Data Terpadu

Kesejahteraan Sosial (DTKS), Data lndeks Desa

Membangun (IDM), dan lain-lain.

6. Komisi V DPR RI mendesak Kementerian Desa,

PDT dan Transmigrasi untuk melakukan pembinaan

agar pemanfaatan Dana Desa tidak diserahkan

pengerjaannya kepada penyedia jasa.

98

21-1- 2021 V Kementerian PUPR Terkait dengan bencana alam beruntun yang·terjadi di

berbagai daerah, Komisi V DPR meminta Kementerian

PUPR agar meningkatkan dukungan program/kegiatan

baik pada saat tanggap darurat, rekonstruksi maupun

rehabilitasi terhadap daerah-daerah tersebut dan

menyiapkan langkah-langkah strategis dalam

mengantisipasi longsor di Jalan Nasional serta Jalan Tol.

Komisi V mendorong Kementerian PUPR untuk

berkoordinasi dengan Lembaga terkait dalam rangka

mengembalikan fungsi hutan sebagai daerah konservasi

air.

Komisi V mendesak Kementerian PUPR agar

segera menyelesaikan pembayaran ganti rugi di peta

area terdampak lumpur Sidoarjo sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

25-1- 2021 V Menteri Perhubungan Komisi V mendesak Kementerian Perhubungan

untuk melakukan tindakan preventif/mitigasi di

tengah ancaman bencana alam akhir-akhir ini

terhadap aset strategis Kementerian Perhubungan

seperti bandara, pelabuhan, jalur kereta api dan

terminal.

Komisi V meminta Kementerian Perhubungan untuk

mendukung kegiatan dan program yang terkait

dengan konektivitas dan aksesibilitas, misalnya

reaktivasi rel kereta api, menambah jumlah

rambu-rambu dan Penerangan Jalan Umum,

peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan serta

pengawasan yang ketat terhadap kendaraan Over

Dimension Over Load (ODOL).

Dalam rangka peningkatan ekonomi kerakyatan,

Komisi V mendesak Kementerian Perhubungan

untuk mengutamakan penggunaan produk dalam

negeri dalam pelaksanaan program/kegiatan di sektor

perhubungan.

26 -1-2021 V Dirjen Cipta Karya dan

Kepala Badan

Pengembangan

lnfrasfruktur Wilayah-

(BPIW) Kementerian

PUPR.

Komisi V sepakat dengan Ditjen Cipta Karya untuk

meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi terkait

Program Prioritas Nasional serta menambah alokasi

Program Padat Karya Tunai yang memberi manfaat

sebesar-besarnya kepada masyarakat sesuai saran dan

masukan Komisi V DPR RI.

Komisi V sepakat dengan Ditjen Cipta Karya agar dalam

setiap penjelasan atau pemaparan materi Rapat Dengar

Pendapat (RDP) terkait pembahasan/evaluasi RKA-K/L

tahun anggaran sebelumnya dan tahun anggaran

berjalan agar sesuai dengan ketentuan, utamanya jenis

kegiatan dan lokus serta besaran anggarannya

dengan output dan outcome yang jelas.

Komisi V meminta BPIW untuk memaksimalkan

99

perannya dalam keterpaduan perencanaan

pembangunan infrastruktur dan pengembangan

wilayah untuk meningkatkan daya saing dan

mengurangi disparitas wilayah.

27-1- 2021 V Dirjen Bina Marga dan

Dirjen Bina Konstruksi

Kementerian PUPR

Komisi V mendorong Ditjen Bina Marga dan Ditjen Bina

Konstruksi untuk meningkatkan sinkronisasi dan

koordinasi dalam pelaksanaan pelelangan barang dan

jasa.

Komisi V sepakat dengan Ditjen Bina Marga untuk

mengutamakan alokasi Program Padat Karya Tunai

yang memberi manfaat sebesar-besamya kepada

masyarakat sesuai saran dan masukan Komisi V DPR RI.

Komisi V meminta Ditjen Bina Marga untuk melakukan

penelitian umur jalan pasca konstruksi.

Komisi V meminta Ditjen Bina Marga untuk

mengkoordinasikan dengan BPJT agar seqera

melakukan perbaikan kerusakan pada Jalan Tol yang

sudah operasional dalam rangka meningkatkan faktor

keamanan, keselamatan dan kenyamanan pengguna

jalan.

Komisi V meminta Ditjen Bina Konstruksi dalam

melakukan lelang pengadaan barang dan jasa untuk

selalu melakukan koordinasi dengan unit organisasi

terkait dalam rangka mencermati track record peserta

lelang.

Komisi V meminta Ditjen Bina Konstruksi untuk

mengutamakan Penyedia Jasa Konstruksi lokal dalam

program/kegiatan PUPR sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Komisi V meminta Ditjen Bina Konstruksi untuk

melakukan evaluasi terhadap proses lelang yang

dilakukan oleh Balai Pelaksana Pemilihan Jasa

Konstruksi (BP2JK) agar pelaksanaannya menjadi lebih

transparan dan akuntabel utamanya dengan

mencermati nilai penawaran di bawah 80%, namun

Udak memenuhi kesiapan peralatan dan material,

selanjutnya melaporkan hasilnya kepada Komisi V DPR

RI.

100

28-1- 2021 V Dirjen Perhubungan

Darat dan Dirjen

Perkeretaapian

Kementerian

Perhubungan

Komisi V meminta Ditjen Perhubungan Darat dan

Ditjen Perkeretaapian untuk meningkatkan sinkronisasi

dan koordinasi dengan Anggota Komisi V DPR RI dalam

pelaksanaan program/kegiatan Padat Karya.

Komisi V sepakat dengan Ditjen Perhubungan Darat

dan Ditjen Perkeretaapian agar sisa lelang dalam

anggaran tahun 2021 dipergunakan kembali untuk

pelaksanaan program/ kegiatan yang tertunda akibat

refocussing di kabupaten/ provinsi tersebut.

Komisi V meminta Ditjen Perhubungan Darat

untuk melanjutkan program pengadaan bus yang

jumlahnya setidaknya sesuai dengan tahun

sebelumnya.

Komisi V mendorong Ditjen Perhubungan Darat

untuk melakukan koordinasi dengan Korlantas Polri

dalam mengatasi ketidakpatutan lalu lintas di semua

ruas Jalan dan Jalan Tol.

Komisi V mendorong Ditjen Perkeretaapian untuk

melakukan koordinasi dengan Ditjen Bina Marga

Kementerian PUPR dalam menylapkan infrastruktur

transportasi untuk mendukung Kawasan Strategis

Pariwisata Nasional (KSPN).

1-2- 2021 V Dirjen Perumahan dan

Dirjen Pembiayaan

Infrastruktur Pekerjaan

Umum dan Perumahan

Kementerian PUPR.

Komisi V sepakat dengan Ditjen Perumahan agar

dalam melakukan refocusing dan realokasi belanja

program/kegiatan TA 2021 tetap mengutamakan

alokasi Program Padat Karya Tunai (Rumah Swadaya)

yang memberi manfaat sebesar-besarnya kepada

masyarakat sesuai saran dan masukan Komisi V DPR RI.

Komisi V mendorong Ditjen Pembiayaan

lnfrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan untuk

memprioritaskan Masyarakat Berpenghasilan Rendah

(MBR) dalam program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan

Perumahan (FLPP) sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

2-2- 2021 V Dirjen Sumber Daya Air

Kementerian PUPR

beserta jajaran.

Komisi V meminta Ditjen Sumber Daya Air untuk

berkoordinasi dengan Ditjen Bina Konstruksi agar Balai

Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) dalam

melakukan lelang pengadaan barang dan jasa untuk

lebih teliti dalam rangka mencermati track record

peserta lelang dan melakukan evaluasi terhadap proses

lelang yang dilakukan agar pelaksanaannya menjadi

lebih transparan, berkualitas, dan akuntabel utamanya

untuk nilai penawaran di bawah 80%.

Komisi V meminta Ditjen Sumber Daya Air untuk

meningkatkan koordinasi lintas sektor terkait upaya

preventif/mitigasi di tengah ancaman bencana alam.

101

3 -2- 2021 V 1. Menteri

Perhubungan,

2. Kepala BMKG,

3. Kepala Badan Nasional

Pencarian dan

Pertolongan (Basarnas),

4. Ketua KNKT,

5. Dirut LPPNPI,

6. Dirut PT. Jasa Raharja,

7. Kepala RS Polri dan

8. Dirut Maskapai

Penerbangan lndonesia

beserta jajaran.

Komisi V DPR RI prihatin dan menyatakan turut

berduka cita yang mendalam atas kecelakaan

Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di perairan

Kepulauan Seribu tanggal 9 Januari 2021 yang

mengakibatkan korban jiwa.

Komisi V memberikan apresiasi kepada Kementerian

Perhubungan, Badan Nasional Pencarian dan

Pertolongan (Basarnas), BMKG, TNI/Polri dan pihak-

pihak yang telah membantu atas kecepatan waktu

tanggap (response time) serta upaya pencarian dan

pertolongan korban kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air

SJ-182.

Komisi V mendesak Kementerian Perhubungan untuk

meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap

operator maskapai penerbangan demi

mengedepankan aspek keselamatan, keamanan dan

kualitas pelayanan dalam penyelenggaraan

transportasi.

Komisi V meminta KNKT untuk tetap menjaga

independensi dan integritas dalam investigasi

kecelakaan transportasi terkait jatuhnya Pesawat

Sriwijaya Air SJ-182 dan menyampaikan hasil

laporannya kepada Komisi V DPR RI.

4-2- 2021 V Dirjen Perhubungan Laut

Kementerian

Perhubungan RI

3. Komisi V DPR RI meminta Ditjen Perhubungan Laut

agar meningkatkan manajemen dan pengelolaan di

jalur laut yang bisa menjadi potensi Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP).

4. Komisi V DPR RI meminta Ditjen Perhubungan Laut

untuk meningkatkan konektivitas antar pulau, terutama

pulau di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan

belum berkembang dengan menggunakan kapal

perintis.

8-2- 2021 V Dirjen Perhubungan

Udara Kementerian

Perhubungan

3. Terhadap bandara yang sedang dibangun, Komisi

V DPR RI meminta Ditjen Perhubungan Udara untuk

memprioritaskan percepatan penyelesaiannya.

Sedangkan untuk bandara yang sudah dibangun namun

belum optimal pemanfaatannya, Komisi V DPR RI

mendesak Ditjen Perhubungan Udara untuk melakukan

evaluasi terhadap bandara tersebut.

4. Komisi V DPR RI mendesak Ditjen

Perhubungan Udara untuk segera menetapkan

penentuan lokasi (penlok) terhadap bandara-bandara

yang sudah direncanakan untuk dibangun.

102

9-2- 2021 V Kepala Badan

Meteorologi Klimatologi

dan Geofisika (BMKG)

dan Kepala Badan

Nasional Pencarian dan

Pertolongan (Basarnas)

3. Komisi V DPR RI sepakat dengan BNPP/Basarnas

agar memprioritaskan asuransi dan jaminan

keselamatan lainnya bagi tim operasi pencarian dan

pertolongan dalam menjalankan kegiatannya.

4. Komisi V DPR RI meminta BMKG untuk

meningkatkan pemantauan terhadap fenomena iklim

global seperti El Nino dan La Nina; curah hujan ekstrim;

peningkatan pemantauan kejadian gempa bumi dan

peringatan dini tsunami serta menginformasikannya

kepada publik.

20-1- 2021 VI Menteri BUMN RI dan

Dirut PT Bio Farma

(Persero)

4. Komisi VI DPR RI meminta kepada Menteri BUMN

untuk memberi arahan dan kebijakan kepada

perusahaan-perusahaan BUMN yang masih memiliki

cashflow yang baik agar menyelesaikan kewajibannya

kepada pihak swasta sehingga dapat mengurangi

dampak ekonomi akibat Pandemi Covid-19.

5. Komisi VI DPR RI meminta Kementerian BUMN dan

PT. Biofarma (Persero) untuk melaksanakan proses

pendistribusian vaksin Covid-19 dengan tetap menjaga

mutu dan keamanan berdasarkan standar protokol

yang berlaku.

6. Komisi VI DPR RI meminta kepada Kementerian

BUMN berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan

dan berbagai pihak lain agar memiliki data yang akurat

terkait Covid-19 sehingga proses vaksinasi dapat

berjalan secara efektif, tepat sasaran dan

meminimalisasi risiko penyebaran maupun imunitas

penduduk seluruh warga Indonesia, termasuk

mengupayakan percepatan vaksinasi bagi jamaah haji

dan lingkungan yang beresiko tinggi sebagai langkah

menekan penyebaran virus.

7. Untuk mengakselerasi cakupan jumlah orang yang

diberikan vaksin, Komisi VI DPR RI mendukung adanya

opsi untuk dilakukan vaksin mandiri, dengan catatan di

bawah pengawasan Pemerintah, terkait data, harga dan

pelaksanaan.

8. Komisi VI DPR RI meminta Kementerian BUMN dan

PT. Biofarma (Persero) untuk bekerjasama dengan

Kementerian dan stakeholder terkait untuk

mempercepat riset dan produksi Vaksin Merah Putih.

9. Komisi VI DPR RI meminta Kementerian BUMN untuk

segera menyelesaikan roadmap BUMN 2021-2024 dan

pembagian kluster BUMN.

10. Komisi VI DPR RI meminta Kementerian BUMN dan

PT. Biofarma (Persero) untuk memberikan jawaban

secara tertulis dalam waktu paling lama 10 (sepuluh)

hari kerja atas pertanyaan Anggota Komisi VI DPR RI.

103

21-1- 2021 VI Menteri Koperasi dan

UMKM RI

5. Komisi VI DPR RI mendorong kepada Kementerian

Koperasi dan UKM agar melakukan

sinergitas/kolaborasi dengan instansi atau lembaga

terkait untuk memberi arahan dan kebijakan yang

berpihak kepada pelaku usaha mikro, kecil dan

menengah dalam menghadapi dampak Pandemi Covid-

19.

3-2- 2021 VI Menteri Perdagangan RI 1. Komisi VI DPR RI menyetujui Protocol to Implement

The Tenth Package of Commitments under the ASEAN

Framework Agreement on Services (Pengesahan

Protokol untuk melaksanakan Komitmen paket ke 10

(Sepuluh) dalam Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN di

Bidang Jasa) melalui mekanisme Peraturan Presiden.

2. Komisi VI DPR RI meminta Menteri Perdagangan

untuk menyampaikan rencana aksi tindak lanjut dari

Peraturan Presiden tentang Pengesahan Protokol untuk

melaksanakan Komitmen paket ke-10 dalam

persetujuan Kerangka Kerja ASEAN di Bidang Jasa.

3. Komisi VI DPR RI meminta kepada Kementerian

Perdagangan RI untuk mengkoordinasikan dengan

Kementerian dan lembaga pemerintah lainnya, terkait

peningkatan kapasitas dan kapabilitas industri jasa

Indonesia agar dapat berkompetisi dengan negara lain

akibat disetujuinya perjanjian ini.

4. Komisi VI DPR RI meminta kepada Kementerian

Perdagangan RI agar bersinergi dengan asosiasi-asosiasi

jasa lainnya untuk meningkatkan kompetensi produk

jasa di Indonesia sehingga mampu bersaing di pasar

global dan membawa dampak pada penguatan

ekonomi nasional serta meningkatkan kesejahteraan

rakyat.

104

8-2- 2021 VI 1. Direktur Utama PT

Pegadaian (Persero),

2. Direktur Utama PT

Permodalan Nasional

Madani (Persero) dan

3. PT Bahana Pembinaan

Usaha Indonesia

(Persero)

1. Komisi VI DPR RI menerima paparan dan penjelasan

dari PT Pegadaian (Persero), PT Permodalan Nasional

Madani (Persero), PT Bahana Pembinaan Usaha

Indonesia (Persero) terkait rencana strategis dan

berperan secara aktif mendukung investasi pemerintah

dalam pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi

Nasional (PEN) yang terdampak berat oleh pandemi

Covid-19.

2. Komisi VI DPR RI meminta PT Pegadaian (Persero)

dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) untuk

melengkapi data lebih detail terkait restrukturisasi

pinjaman, pemberian subsidi bunga pinjaman dan

Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM).

3. Komisi VI DPR RI meminta PT Pegadaian (Persero), PT

Permodalan Nasional Madani (Persero), dan PT Bahana

Pembinaan Usaha Indonesia (Persero), khususnya

Jamkrindo dan Askrindo untuk menerapkan

pelaksanaan anggaran Program Pemulihan Ekonomi

Nasional (PEN) secara transparan sesuai dengan prinsip

Good Corporate Governance (GCG) dan peraturan

perundangundangan yang berlaku.

4. Komisi VI DPR RI meminta PT Pegadaian (Persero), PT

Permodalan Nasional Madani (Persero), dan PT Bahana

Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) untuk

memastikan bahwa tidak terjadi tumpang tindih

penerima restrukturisasi pinjaman, pemberian subsidi

bunga pinjaman dan Banpres Produktif Usaha Mikro

(BPUM) sesuai peraturan dan perundang-undangan

yang berlaku.

5. Komisi VI DPR RI meminta PT Pegadaian (Persero), PT

Permodalan Nasional Madani (Persero), PT Bahana

Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) untuk

menyampaikan Laporan Keuangan tahun 2020 yang

telah diaudit kepada Komisi VI DPR RI.

9-2- 2021 VI Menteri Perindustrian RI 3. Komisi VI DPR RI akan melakukan pendalaman dan

pembahasan bersama dengan Eselon I Kementerian

Perindustrian dalam pelaksanaan Kegiatan Prioritas

Kementerian Perindustrian RI Anggaran 2021, yang

akan difokuskan untuk peningkatan kesejahteraan

rakyat pada masa pandemi Covid-19, antara lain:

a. Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi

b. Program Riset dan Inovasi Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi

c. Program dukungan manajemen.

4. Komisi VI DPR RI meminta Kementerian Perindustrian

RI untuk melaksanakan Program Subtansi Impor guna

peningkatan akselerasi pertumbuhan industri tahun

2021, antara lain:

a. Program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam

105

Negeri (P3DN)

b. Program Penurunan Harga Gas

c. Program Hilirisasi Mineral

d. Program Bangga Buatan Indonesia.

18-1- 2021 VII Menteri Ristek/Kepala

BRIN RI dan RDP dengan

LBM Eijkman,

serta Kepala LPNK

1. Komisi VII DPR RI mendorong Menteri Riset dan

Teknologi/Kepala BRIN, para Kepala LPNK, serta LBM

Eijkman untuk meningkatkan penguatan ekosistem

inovasi dan riset nasional di Tahun 2021.

2 Komisi VIll DPR RI mendukung Lembaga Riset, LPNK,

LBM Eijkman, dan Perguruan Tinggi untuk

mempercepat penyelesaian pembuatan bibit

Vaksin Merah-Putih agar dapat segera dilanjutkan

dengan uji preklinis dan uji klinisnya, dalam rangka

mewujudkan kemandirian vaksin di Indonesia.

3. Komisi VIl DPR RI sepakat dengan Menteri Riset dan

Teknologi/Kepala BRIN untuk mengagendakan rapat

gabungan antara Menteri Ristek/Kepala BRIN dengan

Menteri Kesehatan RI, Direktur LBM Eijkman, Kepala

Badan POM dan Direktur Biofarma terkait koordinasi

percepatan vaksin Merah Putih buatan Indonesia.

4. Komisi VIl DPR RI sepakat dengan Menteri Riset dan

Teknologi/Kepala BRIN dan para Kepala LPNK agar

rencana program anggaran untuk kegiatan aspirasi

masyarakat TA. 2021 dapat dikoordinasikan dengan

Komisi VIl DPR RI untuk menyusun matriks pelaksanaan

Program Aspirasi Masyarakat tersebut, untuk

pelaksanaan program yang akan dimulai pada tanggal

15 Februari 2021.

Komisi Vll meminta kepada Menteri Riset dan

Teknologi/Kepala BRIN untuk menyampaikan roadmap

penggunaan dana abadi penelitian.

Untuk Koordinasi pelaksanaan penyusunan matriks

Program Aspirasi Masyarkat agar Staf Senior setiap

Eselon I dan LPNK berkoordinasi dengan Kepala bagian

Sekretariat dan TA Komisi VII DPR RI yang ditunjuk.

106

19-1- 2021 VII Menteri ESDM RI 1. Komisi VII DPR RI mendorong Menteri ESDM RI untuk

berkoordinasi rutin dengan Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan RI, dan Pemerintah Daerah

terkait pengawasan pertambangan illegal mining dan

dampaknya terhadap lingkungan.

4. Komisi VII DPR RI mendesak Menteri ESDM RI utnuk

mengevaluasi izin usaha pertambangan khususnya

untuk pertambangan yang sudah lama tidak beroperasi.

5. Komisi VII DPR RI mendesak Menteri ESDM RI untuk

mengupayakan mempercepat implementasi program

EBTKE dalam mencapai target bauran energi tahun

2025.

6. Komisi VII DPR RI mendesak Menteri ESDM RI untuk

menugaskan Litbang ESDM RI dalam mengembangkan

program pompa air bertenaga surya.

7. Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM RI untuk

menyampaikan data secara detail terkait pengadaan

FAME dengan badan usaha untuk diperdalam pada RDP

Panja Migas selanjutnya.

9. Komisi VII DPR RI mendesak Menteri ESDM RI untuk

membuat keputusan yang dapat memperlancar

pelaksanaan pembangunan pabrik EV battery serta

kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.

10. Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM RI untuk

melakukan sosialisasi alat teknologi terkait program PJU

TS dan Konverter Kit.

20-1- 2021 VII 1. Dirjen

Ketenagakerjaan

Kementerian ESDM RI

dan

2. Dirut PT PLN (Persero)

Tertutup

21-1- 2021 VII Dirjen Minerba

Kementerian ESDM RI

dan Ketua Tim Kerja

Pengawasan Pelaksanaan

Harga Patokan

Mineral Nikel

Tertutup

107

27-1- 2021 VII Kepala BPH Migas 1. Komisi VII DPR RI mendesak Kepala BPH Migas agar

meningkatkan koordinasi dengan Dirut PT Pertamina

(Persero) untuk segera melakukan penyelesaian

program digitalisasi SPBU dalam rangka pengawasan

dan pengendalian BBM bersubsidi, termasuk

pemasangan Automatic Tank Gauge (ATG), Electronic

Data Capture (EDC), serta CCTV analitik.

2. Komisi VII DPR RI mendesak Kepala BPH Migas

untuk meningkatkan kegiatan sosialisasi Hilir Migas

kepada masyarakat, dan untuk kelancaran pelaksanaan

sosialisasi di daerah-daerah agar berkoordinasi dan

bersinergi dengan anggota Komisi VII DPR RI dan agar

untuk pelaksanaannya menyesuaikan pada waktu-

waktu reses.

3. Komisi VI I DPR RI mendesak Kepala BPH Mlgas

untuk menambah jumlah lokasi BBM 1 harga di

wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) agar

percepatan ketersediaan dan distribusi BBM di

masyarakat secara menyeluruh dapat terpenuhi dan

untuk meningkatkan pengawasan dalam proses

pelaksanaan penyalur BBM satu harga.

4. Komisi VII DPR RI mendesak Kepala BPH Migas untuk

meningkatkan pengawasan kepada PT. Pertamina

(Persero) agar meminimalisir losses di setiap SPBU.

5. Komisi VII DPR RI mendukung Kepala BPH Migas

untuk segera memiliki Bagian Anggaran yang terpisah

dengan Kementerian ESDM dan berkoordinasi dengan

Menteri Keuangan RI, dalam rangka meningkatkan

profesionalisme, independensi, dan efektifitas kinerja

BPH Migas.

6. Komisi VII DPR RI akan mengajukan surat resmi

kepada Menteri Keuangan RI sesuai dengan

mekanisme yang ada, agar rencana Bagian Anggaran

terpisah tersebut dapat direalisasikan

7. Komisi VII DPR RI akan mengadakan Rapat Dengar

Pendapat bersama dengan Kepala BPH Migas, Dirut PT.

Pertamina (Persero), dan Dirut PT. Telkom Indonesia

(Persero) Tbk, terkait progres kerjasama program

Digitalisasi SPBU.

108

27 -1-2021 VII Direktur Utamna PT PGN

Tbk

1. Komisi VII DPR RI mendesak Direktur Utama

PT PGN Tbk untuk meningkatkan kinerja operasional

perusahaan pada Tahun 2021 agar target menjadi

perusahaan kelas dunia dapat tercapai.

2. Komisi VII DPR RI mendukung Direktur Utama

PT PGN Tbk untuk mememenuhi kebutuhan gas

masyarakat khususnya di daerah-daerah yang tidak

terjangkau infrastruktur gas pipa dengan menggunakan

CNG/LNG.

3. Komisi VII DPR RI sepakat dengan Direktur

Utama PT PGN Tbk agar pengelolaan dan distribusi

gas melalui pipa maupun non pipa dilakukan secara

terintegrasi oleh subholding gas agar tercipta efisiensi

yang tinggi.

4. Komisi VII DPR RI meminta Direktur Utama PT PGN

Tbk untuk menginisiasi agar dilibatkan oleh

Kementerian ESDM RI dalam penyusunan data supply

demand gas sehingga tercipta sinkronisasi data gas

bumi nasional.

5. Komisi VII DPR RI akan mengadakan Rapat Dengar

Pendapat bersama dengan Dirjen Migas Kementerian

ESDM RI dan Dirut PT PGN Tbk terkait pembangunan

infrastruktur jaringan gas pipa.

1-2-2021 VII 1. Ketua Tim Percepatan

Proyek Electric Vehicle

Battery Nasional,

2. Dirut PT Pertamina,

3. Dirut MIND-ID,

4. Dirut PT PLN,

5. Dirut PT Antam Tbk,

6. Dirut PT LEN Industri,

7. Kepala BPPT dan

8. Kepala LIPI

1. Komisi VII DPR RI mendesak Ketua Tim

Percepatan Proyek Electric Vehicle (EV) Battery

Nasional dan konsorsium BUMN agar mempersiapkan

Time Schedule yang terukur untuk pembangunan

lndustri Baterai Kendaraan Bermotor Listrik (Electric

Vehicle Battery), dengan target waktu produksi

perdana yang jelas.

2. Komisi VII DPR RI mendesak Ketua Tim

Percepatan Proyek Electric Vehicle (EV) Battery

Nasional dan konsorsium BUMN menyusun bentuk

formula kerjasama dengan BPPT dan LIPI untuk divisi

riset dan pengembangan secara konkrit dan terukur.

3. Komisi VI I DPR RI mendesak Ketua Tim

Percepatan Proyek Electric Vehicle (EV) Battery

Nasional dan konsorsium BUMN serta Kepala BPPT dan

Kepala LIPI agar dalam proses pembangunan lndustri

Electric Vehicle

(EV) Battery oleh konsorsium BUMN, Kepala BPPT, dan

Kepala UPI dalam melakukan kegiatan riset dan

pengembangan untuk desain produk dan komponen

disesuaikan dengan aspek-aspek kepentingan bisnis

sehingga Electric Vehicle (EV) Battery yang dihasilkan

juga mempunyai keunggulan komparatif dan

memperhitungkan sistem pemasaran yang efektif.

4. Komisi VII DPR RI mendesak Ketua Tim

Percepatan Proyek Electric Vehicle (EV) Battery

109

Nasional untuk mengusulkan kepada Menteri BUMN

agar PT LEN lndustri (Persero) diikutsertakan ke dalam

Konsorsium BUMN untuk pembangunan lndustri

Baterai Kendaraan Bermotor Listrik (Electric Vehicle

Battery) untuk memberikan dukungan mengenai

Battery Management System (BMS).

5. Komisi VII DPR RI meminta Ketua Tim Percepatan

Proyek Electric Vehicle (EV) Battery Nasional dan

konsorsium BUMN, Kepala BPPT, dan Kepala UPI untuk

menyampaikan usulan regulasi I kebijakan dalam RUU

Energi Baru dan Terbarukan dalam upaya mendukung

proyek Electric Vehicle (EV) Battery Nasional.

6. Komisi VII DPR RI mendukung sepenuhnya rencana,

program, dan pelaksanaan percepatan pembangunan

dan pengembangan lndustri Kendaraan Bermotor

Listrik serta lndustri Baterai Kendaraan Bermotor

Listrik (Electric Vehicle Battery) di Indonesia.

7. Komisi VII DPR RI mendesak Ketua Tim

Percepatan Proyek Electric Vehicle (EV) Battery

Nasional dan konsorsium BUMN, Kepala BPPT, dan

Kepala UPI agar segala kebijakan yang terkait dengan

percepatan pembangunan dan pengembangan lndustri

Baterai Kendaraan Bermotor Listrik (Electric Vehicle

Battery) harus memperhatikan isu kelestarian

lingkungan.

3 - 2- 2021 VII SKK Migas 1. Komisi VII DPR RI mendesak Kepala SKK

Migas untuk membuat perencanaan yang realistis

terkait visi 1 juta BOPD dan 12 ribu MMSCFD di Tahun

2030, kemudian perencanaan tersebut dipaparkan

pada Rapat Dengar Pendapat berikutnya dengan

Komisi VII DPR RI.

2. Komisi VII DPR RI meminta Kepala SKK Migas untuk

melakukan penguatan dan penyegaran tim

perencanaan SKK Migas sehingga rencana target lifting

migas 1 juta BOPD pada Tahun 2030 dapat tercapal.

3. Komisi VII DPR RI sepakat dengan Kepala SKK Migas

agar Pemerintah berupaya melaksanakan kebijakan

pemberian insentif fiskal dan non-fiskal yang fleksibel

dan kompetitif untuk meningkatkan daya tarik investasi

hulu migas.

4. Komisi VII DPR RI meminta Kepala SKK Migas untuk

menyampaikan data secara detail mengenai target

lifting migas 1 juta BOPD, EOR, dan cost recovery

per wilayah kerja dan KKKS.

5. Komisi VII DPR RI meminta Kepala SKK Migas untuk

menyampaikan strategi dalam mengatasi penurunan

produksi migas secara alamiah di Blok Cepu, Mahakam,

dan Blok lainnya, kemudian melaporkan hasilnya secara

periodik per triwulan kepada Komisi VII DPR RI.

110

6. Komisi VII DPR RI mendesak Kepala SKK Migas

untuk menyelesaikan proses peralihan operator

Chevron Indonesia Company sesuai target sehingga

terdapat kepastian pengembangan proyek strategis

nasional Indonesia Deepwater Development.

Rabu, 3

Februari

2021

VII Dirjen EBTKE

Kementerian ESDM dan

menghadirkan Dirut PT

Sorik Marapi Geothermal

Power (SMGP)

1. Komisi VII DPR RI mendesak Dirjen EBTKE

Kementerian ESDM RI untuk melakukan evaluasi dan

meningkatkan pengawasan terhadap seluruh kegiatan

usaha pemanfaatan energi baru dan terbarukan

termasuk panas burni, sehingga ada langkah

preventif untuk mencegah terjadinya kecelakaan

kerja.

2. Komisi VII DPR RI merekomendasikan Dirjen EBTKE

Kementerian ESDM RI untuk memberikan sanksi

kepada PT Sorik Marapi Geothermal Power sebagai

pemegang izin pengusahaan panas bumi dan untuk

menyelesaikan seluruh tanggungjawab perusahaan

terkait kejadian kecelakaan panas bumi yang terjadi.

3. Komisi VII DPR RI meminta Dirjen EBTKE

Kementerian ESDM RI untuk kembali melakukan

investigasi secara menyeluruh, komprehensif, dan

memberikan rekomendasi terkait kejadian kecelakaan

panas bumi tersebut. PT Sorik Marapi Geothermal

Power baru boleh melakukan kegiatan operasional

kembali setelah investigasi selesai dilakukan oleh Dirjen

EBTKE Kementerian ESDM RI.

4. Komisi VII DPR RI merekomendasikan agar

kejadian kecelakaan panas bumi di PT Sorik Marapi

Geothermal Power diselesaikan secara tuntas

berdasarkan hukum yang berlaku.

5. Komisi VII DPR RI akan mengagendakan kunjungan

spesifik ke lapangan panas bumi PT Sorik Marapi

Geothermal Power guna meninjau secara langsung

kondisi lingkungan sekitar tempat kejadian kecelakaan

panas bumi di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera

Utara.

8 -2- 2021 VII Dirjen Ketenagalistrikan

Kementerian ESDM RI

dan Direktur Utama PT

PLN (Persero)

Tertutup

111

9-2- 2021 VII Dirut PT Pertamina

(Persero)

1. Komisi VII DPR RI mendesak Direktur Utama PT

Pertamina (Persero) untuk meningkatkan kinerja

perusahaan dalam mencapai semua target prioritas

kerja di Tahun 2021 dan menyampaikan progres secara

berkala kepada Komisi VII DPR RI.

2. Komisi VII DPR RI mendesak Direktur Utama PT

Pertamina (Persero) untuk segera melaksanakan

strategi dan solusi dari berbagai kendala yang dihadapi

PT Pertamina (Persero) dalam proyek RDMP agar

pembangunannya dapat sesuai dengan rencana.

3. Komisi VII DPR RI mendukung Direktur Utama PT

Pertamina (Persero) dalam menyediakan small scale

gas/ LNG sebagai pengganti BBM di pembangkit-

pembangkit listrik yang dikelola PT PLN (Persero) di

pulau-pulau kecil dan daerah-daerah tertentu.

4. Komisi VII DPR RI mendesak Direktur Utama PT

Pertamina (Persero) untuk berkoordinasi dengan PT

PLN (Persero) pada saat realisasi import LNG dari

Mozambique pada tahun 2025 demi terjamin

ketersediaan energi premier gas untuk pembangkitan

listrik yang dikelola oleh PT PLN (Persero).

5. Komisi VII DPR RI memberikan apresiasi kepada PT

Pertamina (Peserro) dalam penyaluran LPG 3Kg kepada

masyarakat kecil melalui agen-agen dan pangkalan PSO.

Meskipun demikian, Komisi VII DPR RI terus mendesak

agar penyaluran dan supplay chain LPG bersubsidi

dapat terus ditingkatkan agar lebih efektif tersalur ke

masyarakat yang miskin dan menengah kebawah.

6. Komisi VII DPR RI mendesak Direktur Utama PT

Pertamina (Persero) untuk segera menyiapkan dan

melaksanakan grand design transisi energi yang sesuai

dengan Rencana Umum Energi Nasional.

112

9-2- 2021 VII 1. Gubernur Provinsi

Riau,

2.Tokoh Masyarakat

Riau,

3. Tetua LAMR dan

terkait lainnya,

4. Kepala SKK Migas,

5. Direktur Utama PT

Pertamina (Persero),

6. Direktur Utama PT

PGN Tbk dan

7. Presiden Direktur PT

Chevron Pacific

Indonesia.

1. mendesak CEO Sub Holding Hulu PT Pertamina

(Persero) dan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan

untuk memfasilitasi diskusi Business to Business (B2B)

dengan Badan Usaha di Daerah diantaranya Badan

Usaha Milik Adat dari Lembaga Adat Melayu Riau untuk

berpeluang berpartisipasi ikut investasi dan mengelola

ladang minyak Blok Rokan yang beralih dari PT Chevron

Pacific Indonesia ke PT Pertamina Hulu Rokan.

2. mendesak Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan

dan PT Chevron Pacific indonesia untuk segera

menindaklanjuti aspirasi dari berbagai lapisan

masyarakat Riau terkait manfaat pengelolaan Blok

Rokan.

3. Panja Migas Komisi VII DPR RI akan mengagendakan

kunjungan kerja ke Blok Rokan dan rapat teknis

lanjutan pada Masa Sidang IV Tahun 2020- 2021

dengan jajaran teknis dari SKK Migas, PT Pertamina

Hulu Rokan, PT PGN Tbk dan PT Chevron Pacific

Indonesia terkait peralihan pengelolaan Blok Rokan.

4. mendesak Presiden Direktur PT Chevron Pacific

Indonesia dan yang terkait untuk segera menuntaskan

kewajiban lingkungan perusahaan diantaranya

pembayaran biaya pemulihan Tanah Terkontaminasi

Minyak (TTM).

5. Panja Migas Komisi VII DPR RI mendesak Direktur

Utama PT Pertamina Hulu Rokan untuk

memprioritaskan tenaga kerja dari putra daerah Riau

yang tadinya bekerja di PT Chevron Pacific Indonesia.

113

13-1- 2021 VIII Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan

Perlindungan Anak

2. Komisi VIII DPR RI mengapresiasi Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

RI terhadap capaian strategis Tahun 2020 dan

harus dipertahankan serta disesuaikan dengan situasi

pandemi Covid-19 pada tahun berikutnya.

3. Komisi VIII DPR RI meminta Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

RI untuk memperhatikan dan menindaklanjuti

pandangan dan pendapat Pimpinan serta Anggota

Komisi VIII DPR RI sebagai berikut:

a. Peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan

Kementerian/Lembaga terkait yang berdampak

langsung dalam pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak

b. Mendorong Kementerian untuk melakukan

kajian terhadap formasi kelembagaan pada

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak agar lebih efektif dan efisien dalam

penyelenggaraan tupoksinya terutama dalam

memprioritaskan anggaran kedeputian

c. Memperkuat prioritas program berbasis anggaran

yang berdampak signifikan bagi peningkatan lndeks

Pembangunan Manusia (IPM) perempuan

d. Mendorong peningkatan pelaksanaan program

Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) di setiap

Kabupaten/Kota.

e. Memperkuat kerjasama dengan lnstansi/Lembaga

terkait dalam upaya pencegahan untuk penurunan

angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

13-1- 2021 VIII Menteri Sosial RI 2. Komisi VIII DPR RI meminta Menteri Sosial RI

agar memperhatikan pandangan dan pendapat

Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR RI sebagai

berikut:

a. Pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial

(DTKS) agar benar- benar valid dengan melakukan

koordinasi dan mengintegrasikan data bersama

Kementerian/Lembaga dengan mengoptimalkan

SDM Pilar- pilar Sosial dan Pemerintah Daerah untuk

mendapatkan data yang lebih tepat dan akurat.

b. Mendukung penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST)

agar bisa diterima langsung oleh Keluarga Penerima

Manfaat (KPM).

c. Mendorong reformasi birokrasi di jajaran internal

Kementerian Sosial RI untuk mencegah terjadinya

kasus-kasus penyalahgunaan dalam penyaluran

bantuan sosial.

d. Mendorong Kementerian Sosial untuk

mengoptimalkan pemberdayaan lembaga ekonomi

bagi masyarakat di level terbawah dalam rangka

114

mengentaskan kemiskinan.

e. Mengoptimalkan Balai-balai Rehabilitasi Sosial dan

Balai Besar Diklat untuk penyelenggaraan

kesejahteraan sosial.

14-1- 2021 VIII Badan Nasional

Penanggulangan Bencana

(BNBP)

2. Komisi VIII DPR RI meminta Kepala BNPB untuk

memperhatikan dan menindaklanjuti pandangan dan

pendapat Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR RI

sebagai berikut:

a. Mendukung Kepala BNPB selaku Ketua Satgas

Penanganan Covid-19 untuk terus berupaya

meningkatkan dan melakukan langkah cepat dan

strategis dalam menanggulangi serta mengatasi

penyebaran Covid-19 yang cenderung terus meningkat.

b. Memperkuat koordinasi dengan Kementerian

terkait dan Pemerintah Daerah dalam penyelesaian

pandemi Covid-19 secara tuntas dan terpadu,

termasuk warga negara Indonesia di luar negeri.

c. Memberikan keyakinan kepada seluruh

komponen masyarakat untuk mengikuti proses

vaksinasi nasional dengan menjawab keraguan

publik atas penggunaan vaksin tertentu.

d. Mendorong BNPB untuk aktif menanggulangi

bencana yang diakibatkan oleh faktor hidrologi

seperti banjir dan longsor, termasuk mendistribusikan

bantuan untuk pengadaan air bersih, tenda, perahu

karet dan peralatan lainnya.

e. Memberikan perhatian dan dukungan anggaran

kepada lembaga-lembaga pendidikan keagamaan yang

terdampak Covid-19.

18-1- 2021 VIII Menteri Agama RI 2. Komisi VIII DPR RI meminta Menteri Agama RI

untuk menindaklanjuti masukan Pimpinan dan Anggota

Komisi VIII DPR RI sebagai berikut:

e. Meningkatkan peran penyuluh agama di

tengah masyarakat untuk mengkomunikasikan

kebijakan dan program Kementerian Agama RI.

f. Mendukung penambahan kuota untuk formasi

rekrutmen Pegawai Pemerintah melalui Perjanjian

Kerja (PPPK) tahun 2021 dalam memenuhi kebutuhan

guru dan dosen di lingkungan Kementerian Agama RI.

g. Mendukung penambahan kuota Program

Indonesia Pintar (PIP) dan KIP Kuliah bagi

pendidikan di lingkungan Kementerian Agama RI.

h. Mengalokasikan anggaran bantuan sarana dan

prasarana serta bantuan operasional bagi madrasah

swasta di tahun 2021.

3. Komisi VIII DPR RI mendorong adanya pembicaraan

lebih lanjut antara Menteri Agama RI dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk membahas

115

anggaran pendidikan yang berkeadilan.

19-1- 2021 VIII Menteri Agama RI 1. Komisi VIII DPR RI telah mendapatkan penjelasan

dari Menteri Agama RI mengenai opsi kebijakan

Penyelenggaraan lbadah Haji tahun 1442 H/2021 M

akibat masih adanya pandemi Covid-19 sebagai bahan

awal pembahasan lebih lanjut dalam rapat-rapat Panja

BPIH.

2. Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama RI

sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) BPIH tahun

1442 H/2021 M serta secepatnya dapat memulai

pembahasan mengenai asumsi dasar dan rincian

komponen BPIH.

12-1- 2021 IX Menteri Kesehatan RI

dan Kepala Badan POM,

dan Direktur Utama PT.

Bio Farma

Rapat kerja dengan Menteri Kesehatan RI dan rapat

dengar pendapat dengan Kepala Badan POM serta

Direktur Utama PT. Bio Farma pada hari ini, akan

dilanjutkan pada hari Rabu, 13 Januari 2021 Pukul 13.00

WIB dengan jawaban atas pertanyaan Anggota dan

Pimpinan Komisi IX DPR RI.

13-1- 2021 IX Menteri Kesehatan RI

dan Kepala Badan POM,

dan Direktur Utama PT.

Bio Farma

Rapat kerja dengan Menteri Kesehatan RI dan rapat

dengar pendapat dengan Kepala Badan POM serta

Direktur Utama PT. Bio Farma pada hari ini, akan

dilanjutkan pada hari 0, 14 Januari 2021 Pukul 10.00

WIB dengan jawaban atas pertanyaan Anggota dan

Pimpinan Komisi IX DPR RI.

14-1- 2021 IX Menteri Kesehatan RI

dan Kepala Badan POM,

dan Direktur Utama PT.

Bio Farma

1. Komisi IX DPR RI meminta Kementerian Kesehatan

RI untuk memastikan pelaksanaan vaksinasi COVID-

19 berjalan dengan baik diantaranya sebagai

berikut:

a. Memastikan ketersediaan vaksin yang memenuhi

aspek keamanan, khasiat mutu, sesuai perhitungan

kebutuhan, sarana prasarana pendukung dan logistik

vaksinasi lainnya, termasuk memiliki rencana

cadangan (back up plan) dalam hal terjadi hal yang

tidak terduga ;

b. Memastikan pendanaan pelaksanaan kegiatan

vaksinasi COVID-19 tahun 2021 dengan tidak

mengganggu anggaran program prioritas nasional di

bidang kesehatan dalam tahun anggaran berjalan;

c. Memastikan kesiapan mekanisme distribusi dan

manajemen vaksin termasuk sarana prasarana dan

logistik rantai dingin sesuai standar;

d. Menjamin kesiapan baik dari sisi kuantitas dan

kualitas dari fasilitas pelayanan kesehatan pelaksana

pelayanan vaksinasi;

e. Memastikan kapasitas vaksinator terlatih secara

kuantitas dan kualitas serta tenaga kesehatan lain yang

terlibat dalam program vaksinasi;

116

f. Segera memastikan validitas dan reliabilitas data

sasaran penerima vaksin;

g. Tidak mengedepankan ketentuan dan/atau

peraturan denda dan/atau pidana untuk menerima

Vaksin COVID-19;

h. Mempersiapkan sarana prasarana termasuk

pembiayaannya untuk mendukung pemantauan dan

penanggulangan Kejadian lkutan Paska lmunisasi (KIPI)

termasuk monitoring dan evaluasinya; dan

i. Mengintensifkan advokasi dan sosialisasi kampanye

vaksinasi dengan melibatkan pemerintah daerah,

pejabat publik, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan

pemangku kepentingan lainnya.

2. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Kesehatan RI dan Badan POM RI berkoordinasi dengan

Kemenristek/BRIN untuk terus melakukan percepatan

pengembangan kandidat vaksin Merah Putih dan

kandidat vaksin produk dalam negeri lainnya dengan

tetap mempertimbangkan protokol wajib dalam proses

pengembangan vaksin serta memastikan khasiat,

mutu, dan keamanannya.

3. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

RI untuk mengutamakan satu skema kerjasama pada

setiap kandidat vaksin COVID-19 yang dibiayai oleh

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

4. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Kesehatan RI untuk meningkatkan upaya penanganan

COVID-19 dengan mengambil kebijakan khusus terkait:

a. Mengedepankan upaya promotif dan preventif

melalui penguatan pelaksanaan protokol kesehatan;

b. Peningkatan kuantitas tempat tidur (TT) bagi

pasien COVID-19 di seluruh rumah sakit baik vertikal

maupun non-vertikal;

c. Memastikan peningkatan sarana prasarana dan

kesiapan seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

(FKTP) sebagai garda terdepan untuk mampu

menangani penyakit katastropik yang membutuhkan

pemantauan pasien secara rutin sehingga

meminimalisir rujukan pasien ke rumah sakit di masa

pandemi ini;

d. Berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan RI dan pemangku kepentingan

Jainnya untuk mempertimbangkan kebijakan

pemberian relaksasi Uji Kompetensi Dokter Indonesia

(UKDI) di masa pandemi dengan tetap memperhatikan

kualitas, demi peningkatan kapasitas tenaga kesehatan

baik dari segi jumlah, jenis maupun distribusi guna

menyikapi kekurangan tenaga kesehatan di setiap

fasilitas pelayanan kesehatan; dan

117

e. Bekerjasama dengan kementerian/lembaga lainnya

melakukan hilirisasi inovasi alat kesehatan produksi

dalam negeri khususnya Genose guna mempercepat

proses tracing, testing, treatment (3T) COVID-19.

f. Bersama-sama dengan pemangku kepentingan

lainnya melibatkan partisipasi aktif masyarakat. tokoh

masyarakat, tokoh agama, dan penggerak masyarakat

guna upaya penanggulangan pandemi COVID-19.

5. Demi melindungi kesehatan dan keselamatan

masyarakat Indonesia, Komisi IX DPR RI mendesak

BPOM RI, untuk:

a. Mengawal dan mengevaluasi proses uji klinik fase 3

untuk memastikan efikasi dan keamanan vaksin

CoronaVac sampai dengan pengamatan 6 (enam) bu Ian

yaitu bulan Maret 2021;

b. Melakukan evaluasi terhadap kandidat vaksin sesuai

dengan standar dan ketentuan yang berlaku dalam

rangka memberikan persetujuan penggunaan saat

darurat (Emergency Use Authorization) secara mandiri

dan transparan;

c. Bersama Kementerian Kesehatan RI, Komnas dan

Kopda KIPI secara intensif melakukan pemantauan

kejadian ikutan paska imunitas (KIPI).

6. Komisi IX DPR RI mendesak PT Bio Farma (Persero)

untuk bertanggungjawab penuh menjaga mutu,

keamanan dan waktu produksi CoronaVac yang

diproduksi oleh Sinovac Biotech Ltd. dan PT Bio Farma

(Persero) yang didistribusikan ke seluruh Indonesia.

18-1- 2021 IX Menteri Ketenagakerjaan

RI

1. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Ketenagakerjaan RI untuk melakukan evaluasi kinerja

pengelolaan program BSU Tahun 2020 untuk menjadi

bahan rujukan program BSU di tahun berikutnya.

2. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Ketenagakerjaan RI untuk melakukan perbaikan

terkait program - program ketenagakerjaan seperti

program padat karya, tenaga kerja mandiri, BLK

Komunitas dan program lainnya.

3. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Ketenagakerjaan RI untuk meningkatkan sosialisasi

jaminan sosial termasuk jaminan kecelakaan kerja bagi

pekerja yang tidak menerima manfaat sesuai

gaji/upah dan dalam rangka meningkatkan

kepesertaan yang masih belum optimal dibandingkan

dengan jumlah pekerja yang seharusnya menjadi

peserta.

4. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Ketenagakerjaan RI untuk meningkatkan koodinasi

dengan Lembaga/Kementerian terkait penyelesaian

transformasi program jaminan sosial PT. TASPEN

118

(Persero) dan PT. ASABRI (Persero) ke BPJS

Ketenagakerjaan dan perlindungan jaminan sosial

kepada Pekerja termasuk pelaut dan ABK.

5. Komisi IX DPR RI meminta Kementerian

Ketenagakerjaan RI agar mengakomodir masukan-

masukan dari Komisi IX DPR RI dalam penyusunan RPP

tentang:

a. Penggunaan TKA

b. Hubungan Kerja, Waktu Kerja dan Waktu lstirahat

serta PHK

c. Pengupahan (Revisi PP 78 Tahun 2015)

d. Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan

Pekerjaan (JKP)

dan menyampaikan perkembangannya kepada Komisi

IX DPR RI.

6. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Ketenagakerjaan RI untuk melakukan pengendalian

penggunaan TKA termasuk klasifikasi jenis pekerjaan

yang dilakukan TKA, sehingga tidak mengambil alih

posisi pekerja Indonesia.

7. Komisi IX DPR RI mendorong Kementerian

Ketenagakerjaan RI untuk memperketat pengawasan

pelaksanaan protokol kesehatan pada perusahaan

terutama perusahaan berskala kecil sehingga tidak

menjadi klaster baru di perusahaan.

19-1- 2021 IX 1. IDI,

2. Ketua Tim Riset Uji

Klinis Vaksin Covid-19 FK

Universitas Padjajaran

Bandung,

3. Representative to

Indonesia WHO,

4. Komnas KIPI, dan

5. Pengurus ITAGI

1. Komisi IX DPR RI mengapresiasi penjelasan dari

Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ketua Tim Riset Uji Klinis

Vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran terkait vaksinasi Covid-19.

2. Komisi IX DPR RI mendorong Tim Riset Uji Klinis

Vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran secara transparan menyampaikan

pemantauan perkembangan uji klinis Fase 3 vaksin

Sinovac ke publik guna menghindari kesimpangsiuran

informasi terkait hasil uji klinis vaksin Sinovac.

3. Komisi IX DPR RI meminta Komnas KIPI, ITAGI dan IDI

untuk terus memberikan masukan dan dukungan

kepada Komisi IX DPR RI dan pemerintah dalam

pelaksanaan vaksin covid 19 termasuk pemantauan dan

penaganan kejadian paska imunisasi, penguatan

peningkatan serta mensosialisasikan kepada

masyarakat.

21-1- 2021 IX 1. Calon Anggota Dewan

Pengawas BPJS

Ketenagakerjaan dan

2. Calon Anggota Dewan

Pengawas BPJS

Kesehatan

Tidak ditemukan kesimpulan.

119

25-1- 2021 IX Calon Anggota Dewan

Pengawas BPJS

Kesehatan

1. Komisi IX DPR RI telah melaksanakan Rapat Uji

Kelayakan dan Kepatutan terhadap Calon Anggota

Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan (Dewas BPJS Kesehatan) dengan

nomor urut 1 s.d 5 :

1) Inda Deryanne Hasman

2) H. Ibnu Naser Arrohimi

3) Siruaya Utamawan

4) Indra Yana

5) HM Zulfikar

Dan Calon Anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan

telah menandatangani surat pernyataan.

2. Komisi IX DPR RI akan melanjutkan Rapat Uji

Kelayakan dan Kepatutan terhdap Calon Anggota

Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dengan nomor urut 6

s/d 10 pada hari 0, 26 Januari 2021 Pukul 10.00 WIB.

26-1-2021 IX Calon Anggota Dewan

Pengawas BPJS

Kesehatan

1. Komisi IX DPR RI telah melaksanakan Rapat Uji

Kelayakan dan Kepatutan terhadap Calon Anggota

Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan (Dewas BPJS Kesehatan) dengan

nomor urut 6 s.d 10 :

6) Misbahul Munir

7) Eduard Parsaulian Marpaung

8) James Sagala

9) Iftida Yasar

10) Tri Andhi Suprihartono.

Dan Calon Anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan

telah menandatangani surat pernyataan.

2. Komisi IX DPR RI akan melanjutkan Rapat Uji

Kelayakan dan Kepatutan terhdap Calon Anggota

Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dengan nomor

urut 1 s/d 5 pada hari Rabu, 27 Januari 2021 Pukul

10.00 WIB.

27-1- 2021 IX Calon Anggota Dewan

Pengawas BPJS

Ketenagakerjaan

1. Komisi IX DPR RI telah melaksanakan Rapat Uji

Kelayakan dan Kepatutan terhadap Calon Anggota

Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Ketenagakerjaan (Dewas BPJS Ketenagakerjaan)

dengan nomor urut 1 s.d 5 :

1) H. Yayat Syariful Hidayat

2) Muhamad Aditya Warman

3) Soeharjono

4) Subchan Gatot

5) Elias Hamonangan

Dan Calon Anggota Dewan Pengawas BPJS

Ketenagakerjaan telah menandatangani surat

pernyataan.

120

28-1- 2021 IX Calon Anggota Dewan

Pengawas BPJS

Ketenagakerjaan

1. Komisi IX DPR RI telah melaksanakan Rapat Uji

Kelayakan dan Kepatutan terhadap Calon Anggota

Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Ketenagakerjaan (Dewas BPJS Ketenagakerjaan)

dengan nomor urut 6 s.d 10 :

6) Yanuar Rizky Nuh

7) Agus Dwiyanto

8) Muhammad Iman Nuril Hidayat Budi Panuji

9) Sumarjono Saragih

10) Agung Nugroho

Dan Calon Dewas BPJS Ketenagakerjaan telah

mendatangani surat pernyataan.

1-2- 2021 IX Menteri Kesehatan RI Rapat diskors dilanjutkan pada 2 Februari 2021 Pukul

10.00 WIB.

2-2-2021 IX Menteri Kesehatan RI Tertutup

3-2- 2021 IX 1. Menteri Kesehatan RI,

2. Menteri Riset dan

Teknologi RI/Kepala

Badan Riset dan Inovasi

Nasional.

3. Direktur Lembaga

Biologi Molekuler (LBM)

Eijkman dan

4. Rektor Universitas

Gadjah Mada

Yogyakarta.

1. Komisi IX DPR RI mengapresiasi dan mendukung

penuh hasil riset dan inovasi dalam penangangan

Covid-19 di bawah koordinasi Konsorsium Riset dan

Inovasi Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset

dan Inovasi Nasional (BRIN).

2. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

RI untuk melakukan terobosan kebijakan agar hasil riset

dan inovasi dapat segera digunakan dalam pelayanan

kesehatan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan

melalui E-katalog.

3. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

RI mengakselerasi perluasan penggunaan GeNose C-19

dalam testing dan tracing Covid-19 dengan dukungan

Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN dan Universitas

Gadjah Mada untuk peningkatan produksi massal.

4. Komisi IX DPR RI mendukung penuh pengembangan

Vaksin Merah Putih dan mendesak Kementerian Riset

dan Teknologi/BRIN bersama Kementerian Kesehatan

RI berkoordinasi dengan seluruh pemangku

kepentingan terkait percepatan proses pengembangan

Vaksin Merah Putih sesuai dengan Inpres No.6 Tahun

2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri

Farmasi dan Alat Kesehatan dan Kepres No.18 Tahun

2020 tentang Tim Nasional Percepatan Pengembangan

Vaksin Corona Virus.

5. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Riset dan

Teknologi/BRIN bersama Kementerian Kesehatan RI

meningkatkan Kerjasam Pemerintah dengan Badan

Usaha (KPBU) di bidang penelitian dan pengembangan

termasuk dengan lembaga riset, universitas dan juga

industri farmasi dan alat kesehatan baik lokal maupun

multinasional.

6. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

121

RI berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk

tidak melakukan pemotongan insentif tenaga

kesehatan yang tercantum pada Surat Keputusan

Menteri Keuangan Nomor S-65/MK.02/2021 yang

menindaklanjuti surat Menteri Kesehatan Nomor

KU.01.01/Menkes/62/2021 tanggal 21 Januari 2021

tentang Permohonan Perpanjangan Pembayaran

Insentif Bulanan dan Santunan Kematian Bagi Tenaga

Kesehatan dan Peserta PPDS (Program Pendidikan

Dokter Spesialis) yang menangani Covid-19.

7. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

RI untuk berkoordinasi dengan Kementerian Dalam

Negeri RI dalam rangka mencari solusi agar insentif bagi

Tenaga Kesehatan di seluruh wilayah Indonesia dapat

segera dibayarkan.

8. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

RI untuk segera meyelesaikan pembayaran klaim

Rumah Sakit di seluruh Indonesia yang merawat dan

menangani pasien Covid-19.

9 -2-2021 IX Menteri Kesehatan RI 1. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

RI berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan RI dan

Kementerian Dalam Negeri RI dalam rangka percepatan

pembayaran insentif Tenaga Kesehatan Pusat dan

Daerah Tahun 2020.

2. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

RI untuk segera menyelesaikan perselisihan (dispute)

klaim penanganan Covid-19 rumah sakit tahun 2020

bersama BPJS Kesehatan dengan melibatkan

perwakilan asosiasi rumah sakit baik rumah sakit

vertikal, rumah sakit daerah, rumah sakit BUMN, rumah

sakit TNI/POLRI dan rumah sakit swasta.

3. Dalam rangka meningkatkan ketahanan sistem

kesehatan nasional, Komisi IX DPR RI mendesak

Kementerian Kesehatan RI untuk mengoptimalisasikan

alokasi anggaran untuk program/kegiatan di APBN 2021

dengan memperhatikan usulan serta masukan yang

diberikan oleh Komisi IX DPR RI, antara lain:

a. Revitalisasi fungsi dan peningkatan mutu FKTP dalam

pengendalian beban penyakit menular dan penyakit

tidak menular seperti jantung, hipertensi, dan diabetes.

b. Pemenuhan standar sarana prasarana, alat dan SDM

Kesehatan di Puskesmas sebagai gate keeper pelayanan

kesehatan di masyarakat.

c. Peningkatan program pencegahan dan pengendalian

kanker di Indonesia seperti kanker payudara, kanker

leher rahim dan kanker paru mulai dari deteksi dini

sampai pembangunan rumah sakit rujukan nasional

untuk kanker.

d. Peningkatan cakupan imunisasi dasar dan lanjutan

122

pada anak.

e. Peningkatan dukungan pengembangan Obat Modern

Asli Indonesia (OMAI) sebagai alternatif pemenuhan

kebutuhan obat.

5. Guna peningkatan derajat kesehatan pada anak

Indonesia, Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Kesehatan RI untuk segera melakukan peningkatan

cakupan imunisasi dasar dan lanjutan anak dengan

memperhatikan protokol kesehatan.

6. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

RI untuk memperbaiki usulan penambahan anggaran

penanganan Covid-19 Tahun 2021 bidang kesehatan

dengan memperhatikan ususlan serta masukan yang

diberikan oleh anggota Komisi IX DPR RI, antara lain:

a. peningkatan testing dan tracing dengan memperbaiki

tata kelolanya serta memperhatikan kecukupan tenaga

tracing dan tenaga penyelidikan epidemiologi di

Puskesmas.

b. mengoptimalkan penghitungan kebutuhan

terapeutik penanganan Covid-19, termasuk klaim,

insentif, sarana prasarana, isolasi dan obat penanganan

Covid-19 berdasarkan data epidemiologi pandemi.

c. meningkatkan usulan anggaran untuk penelitian

laboratorium Covid-19 termasuk riset vaksin, uji klinis

obat dan penambahan tenaga laboratorium.

7. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

RI untuk berkoordinasi dengan K/L terkait alokasi

insentif kepada tenaga non-kesehatan yang terlibat

dalam penanganan Covid-19 di fasilitas pelayanan

kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta, dan

tempat isolasi terpusat.

8. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan

agar anggaran penanganan Covid-19 tahun 2021 bidang

kesehatan dikoordinasikan oleh Kementerian

Kesehatan RI sebagai leading sector penanganan Covid-

19.

123

9-2-2021 IX 1. Menteri

Ketenagakerjaan RI

2. Kepala Badan

Pelindungan Pekerja

Migran Indonesia

(BP2MI)

3. Direktur Utama Badan

Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS)

Ketenagakerjaan

1. Komisi IX DPR RI memberikan aprseiasi pada

Kementerian Ketenagakerjaan RI terhadap proyek

percontohan sistem penempatan satu kanal (SPSK) PMI

ke Arab Saudi.

2. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Ketenagakerjaan RI untuk meningkatkan program

Sistem Penempatan satu Kanal (SPSK) tidak hanya

kepada Negara Arab Saudi tetapi juga ke negara-negara

penempatan lainnya.

3. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Ketenagakerjaan RI, BP2MI, dan BPJS Ketenagakerjaan

untuk meningkatkan perlindungan Pekerja Migran

Indonesia melalui:

a. Penguatan diplomatik dan peran atase

ketenagakerjaan dalam verifikasi pemberi kerja PMI di

Arab Saudi

b. Memprioritaskan Penempatan calon PMI yang

memiliki keahlian

c. Peningkatan efektifitas satuan tugas perlindungan

PMI yang keanggotaannya lintas sektor.

4. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Ketenagakerjaan RI untuk meingkatkan pelatihan calon

PMI melalui Balai Latihan Kerja yang ada di daerah-

daerah basis rekruitmen PMI.

5. Komisi IX DPR RI mendesak BPJS Ketenagakerjaan

untuk memberikan perlindungan jaminan sosial yang

menjamin hak-hak PMI yang akan bekerja, sedang

bekerja dan setelah bekerja di luar negeri sehingga

pada saat PMI mengalami permasalahan tidak

lolos/gagal berangkat atau permasalahan kepulangan di

luar negeri dapat di selesaikan secara optimal.

6. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Ketenagakerjaan RI, BP2MI, dan BPJS Ketenagakerjaan

untuk menjamin pelaksanaan program SPSK berjalam

dengan mekanisme penempatan yang optimal melalui

edukasi dan sosialisasi yang massif bersama seluruh

pemangku kepentingan.

7. Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian

Ketenagakerjaan RI untuk memberikan peningkatan

perlindungan pada 6 jabatan, yaitu pengurus rumah

tangga, pengasuh bayi/balita, pengasuh lansia, juru

masak, supir keluarga dan pengasuh anah diatas 5

tahun yang diberikan kepada PMI di Arab saudi,

mengingat permasalahan penempatan pekerja sektor

rumah tangga yang terjadi sebelum moratorium

penempatan.

8. Komisi IX DPR RI meminta Kementerian

Ketenagakerjaan RI, BP2MI dan BPJS Ketenagakerjaan

untuk melakukan pengkajian secara komprehensif

124

mengenai manfaat jaminan sosial bagi PMI.

9. Komisi IX DPR RI mendorong Kementerian

Ketenagakerjaan RI untuk berkoordinasi dengan

instansi terkait dalam pemberian vaksin Covid-19 bagi

calon PMI sebelum ditempatkan ke Arab Saudi.

12-1- 2021 X 1. Ketua Majelis Ulama

Indonesia (MUI)

2. Ketua Pengurus Besar

Nahdhatul Ulama

(PBNU)

3. Ketua PP

Muhammadiyah

4. Ketua Konferensi Wali

Gereja Indonesia (KWI)

5. Ketua Persekutuan

Gereja-Gereja di

Indonesia (PGI)

6. Ketua Parisada Hindu

Dharma Indonesia (PHDI)

7. Ketua Perwakilan

Umat Budha Indonesia

(WALUBI)

8. Ketua Majelis Tinggi

Agama Khonghucu

Indonesia (MATAKIN

B. Terhadap pandangan, penjelasan dan masukan

yang disampaikan para narasumber, Panja Peta Jalan

Pendidikan Komisi X DPR RI menyampaikan pandangan

antara lain:

1. Mendorong Kemendikbud RI meningkatkan

komunikasi dan kerja sama dengan seluruh pemangku

kepentingan pendidikan, pakar pendidikan dan pegiat

pendidikan keagamaan untuk perbaikan Konsep Peta

Jalan Pendidikan yang sejalan dengan Visi Negara yang

tertuang dalam RPJP sampai tahun 2045 (100 Tahun

Indonesia Merdeka) dan memperhatikan dimensi

sejarah dan kebudayaan Indonesia.

2. Mendorong Kemendikbud RI untuk konsisten

membangun kerja sama dengan institusi keagamaan

dalam menyusun Peta Jalan Pendidikan dan

membuat skema kerjasamanya.

3. Mendorong Kemendikbud RI untuk membuat

skema pendidikan karakter dalam Peta Jalan Pendidikan

yang di dalamnya ada nilai agama, Pancasila dan

keteladanan sebagai upaya mencegah ideologi

transnasional yang tidak sesuai dengan nilai-nilai

Pancasila.

4. Mendorong Kemendikbud RI untuk menambahkan

unsur keluarga dan rumah ibadah dalam kompenen

pendidikan dalam Peta Jalan Pendidikan. Mengingat

unsur keluarga dan rumah ibadah merupakan

komponen penting sebagai pusat pembentukan akhlak,

rohani dan kepribadian yang sangat penting dalam

pembentukan karakter anak.

5. Mendorong Kemendikbud RI mengadopsi nilai-

nilai filosofi pendidikan yang disampaikan ormas

125

keagamaan untuk memperkaya Peta Jalan Pendidikan

sehingga bisa menjadi grand design pendidikan

yang dapat dilaksanakan secara holistik.

6. Mendorong Kemendikbud RI untuk membangun

kesadaran tanggap bencana dan pentingnya

pendidikan keluarga dengan menyusun kurikulum

yang lebih kaya dengan memperhatikan keragaman

geografis, sehingga dalam pembelajaran terdapat

mata pelajaran tanggap bencana dan pendidikan

keorangtuaan (parenting).

7. Mendorong Kemendikbud RI untuk menyediakan

kurikulum yang disesuaikan dengan lingkungan tempat

tinggal peserta didik, antara lain kurikulum untuk

anak perkotaan dan pedesaan (3T, pesisir dan

pedalaman).

C. Bahan paparan dan masukan yang disampaikan para

narasumber menjadi bagian tidak terpisahkan dari

RDPU hari ini, dan substansinya akan menjadi rujukan

dalam penyusunan rekomendasi Panitia Kerja Peta

Jalan Pendidikan Komisi X DPR RI kepada Pemerintah.

13-1- 2021 X 1. Komite Nasional ASN

(Non-ASN);

2. Pengurus Pusat dan

Perwakilan Wilayah

Forum Guru dan

Tenaga Kependidikan

Honorer Non-Kategori

Umur 35

Tahun ke Atas

(GTKHNK35+);

3. Solidaritas Nasional

Wiyatabakti Indonesia

(SNWI).

Terhadap aspirasi yang disampaikan para

narasumber, Komisi X DPR menyampaikan pandangan

antara lain:

1. menerima semua masukan dan aspirasi yang telah

disampaikan.

2. akan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan

Komite Nusantara-ASN, GTKHNK35+ dan SNWI baik

kepada Pemerintah (Kemendikbud RI, Kemenag RI,

Kemenpan RB RI, Kemendagri RI, Kemenkeu RI, dan

BKN RI) maupun Komisi terkait lainnya.

3. Komisi X DPR RI mendukung aspirasi para Guru

Tenaga Honorer Non Kategori Umur 35 Tahun ke Atas

(GTKHNK35+) untuk diangkat sebagai PNS tanpa tes

melalui Kepres PNS atau opsi lain yang

memungkinkan, dengan mempertimbangkan

pengabdian, keadilan dan menghindari diskriminasi

pendidik dan tenaga kependidikan.

C. Bahan paparan dan masukan yang disampaikan

para narasumber menjadi bagian tidak terpisahkan

dari RDPU ini, dan substansinya akan menjadi bahan

rapat Komisi X DPR RI dengan Pemerintah.

126

0, 14 Januari

2021

X Menteri Pemuda dan

Olahraga Republik

Indonesia

3. Komisi X DPR RI mendorong Kementerian Pemuda

dan Olahraga RI agar Program Kegiatan Kepemudaan

dan Keolahragaan yang ditunda/direvisi akibat

Pandemi Covid-19 di tahun 2020 dapat dilaksanakan

pada tahun 2021.

4. Komisi X DPR RI dan Kementerian Pemuda dan

Olahraga RI bersepakat untuk melakukan koordinasi

dengan pihak-pihak terkait, supaya ada kepastian

terhadap pelaksanaan berbagai Kompetisi Liga

Olahraga Nasional.

5. Komisi X DPR RI mendorong Kementerian Pemuda

dan Olahraga RI agar persiapan sebagai Tuan Rumah

Piala Asia FIBA (Asian FIBA Cup) Tahun

2021 dan Piala Dunia FIBA (FIBA Basketball World

Cup) Tahun 2023 dilaksanakan lebih maksimal supaya

tercapai sukses pelaksanaan dan sukses prestasi.

7. Komisi X DPR RI mendorong Kementerian

Pemuda dan Olahraga RI menyusun Desain Besar

(Grand Design) Kepemudaan Nasional dalam rangka

mengawal Bonus Demografi pada tahun 2030.

14-1- 2021 X Menteri Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif/Badan

Pariwisata dan Ekonomi

Kreatif Republik

Indonesia

1. Komisi X DPR RI mengapresiasi paparan dan

penjelasan Menparekraf/Kepala Baparekraf RI yang

telah melakukan perkenalan dan menyampaikan 3

(tiga) Platform Program, strategi program

pengembangan Desa Wisata, serta program-program

unggulan tahun 2021.

2. Komisi X DPR mendorong

Kemenparekraf/Baparekraf RI agar 3 (tiga) Platform

Program dalam bentuk lnovasi, Adaptasi dan

Kolaborasi, dapat diwujudkan secara optimal dalam

bentuk program dan kegiatan untuk memajukan

dan mengembangkan sektor pariwisata serta

ekonomi kreatif, khususnya di tengah pandemi

Covid-19.

3. Komisi X DPR mendukung strategi program

pengembangan Desa Wisata Tahun 2021-2024,

khususnya dalam hal kerjasama dengan K/L terkait,

perguruan tinggi, komunitas (dalam dan luar negeri),

dan organisasi/lembaga parekraf, dengan tetap

dilakukan monitoring dan evaluasi secara intensif.

4. Komisi X mendorong Kemenparekraf/Baparekraf

RI untuk melakukan kajian secara komprehensif

(perencanaan sampai implementasi) mengenai

program-program unggulan yang telah disampaikan,

dengan memperhatikan dan menekankan peraturan

perundang-undangan, implementasi yang terukur,

serta dampak positif bagi pelaku pariwisata dan

ekonomi kreatif.

5. Komisi X DPR mendorong Kemenparekraf/

127

Baparekraf RI untuk menyelesaikan atau

mengkoordinasikan beberapa hal krusial bidang

pariwisata dan ekonomi kreatif, antara lain; data besar

(Big Data) Parekraf, SOM Parekraf di daerah, tata

kelola kelembagaan pariwisata (antara lain:

Pendidikan pariwisata dan Sadan Otorita),

mewujudkan ekosistem ekonomi kreatif, dan

penerapan Kebersihan, Kesehatan, Keamanan dan

Kelestarian Lingkungan (K4 atau CHSE).

6. Komisi X DPR menekankan kembali agar

pengembangan lima destinasi superprioritas tidak

mengabaikan pengembangan destinasi pariwisata

potensial di daerah, terrnasuk eko-wisata dan

destinasi wisata sejarah.

7. Komisi X DPR mendorong Kemenparekraf/

Baparekraf RI untuk mengkoordinasikan dan

memastikan anggaran yang terkait pariwisata di K/L

lainnya, dapat digunakan untuk pengembangan

pariwisata.

8. Komisi X DPR mengharapkan Kemenparekraf/

Baparekraf RI untuk memberikan penjelasan

dalam raker yang akan datang, antara lain mengenai:

a. Dengan adanya dukungan alokasi anggaran

pada 5 destinasi superpriotitas dan 5 destinasi

prioritas, agar dihitung potensi pendapatan negara

dan potensi dampak terhadap masyarakat.

b. Simulasi dampak pertumbuhan ekonomi jika desa

wisata mendapatkan dukungan dan alokasi anggaran

yang sama dengan anggaran yang diberikan kepada

5 destinasi superprioritas dan 5 destinasi prioritas.

c. Guna memberikan kepastian perkembangan desa

wisata, Kemenparekraf/Baparekraf RI diharapkan

memberikan data rincian jumlah desa wisata

(eksisting) dengan kategori rintisan, berkembang,

maju dan mandiri, serta pendampingan yang dilakukan

K/L lainnya.

128

18-1- 2021 X 1. Dirjen Guru dan

Tenaga Pendidikan

Kemendikbud,

2. Dirjen Anggaran

Kemenkeu,

3. Dirjen Bina Keuangan

Daerah Kemendagri,

4. Dep Bid. SDM Aparatur

KemenPAN RB, dan

5. Kepala Badan

Kepegawain Negara

C. Terhadap paparan dan penjelasan dari

Kemendikbud RI, Kemendagri RI, Kemenkeu RI,

KemenPAN RB RI dan Sadan Kepegawaian Negara

(BKN), Komisi X DPR RI memberikan catatan dan

masukan sebagai berikut:

1. Hasil seleksi PPPK untuk THK-2 tahun 2019 untuk

formasi guru sejumlah 34.954 lulus passing grade dan

yang selanjutnya ditetapkan formasinya sejumlah

34.317. Sampai saat ini SK PPPK yang sudah ditetapkan

oleh instansi Pemerintah Daerah baru sejumlah 865

orang (2,47%). Terhadap hal ini, Komisi X DPR

mendesak Kemendikbud RI, Kemendagri RI, KemenPAN

RB RI dan Sadan Kepegawaian Negara (BKN)

segera membuat formulasi percepatan terhadap sisa

guru PPPK sejumlah 34.317 untuk mendapatkan

mendapatkan SK dan penggajiannya sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan, paling lambat Maret

2021;

2. Komisi X DPR mendesak Pemerintah c.q

Kemendagri RI dan Pemerintah Daerah untuk

menindaklanjuti guru PPPK yang tidak dapat

melanjutkan proses pengangkatan karena tidak

memenuhi syarat sejumlah 120 orang dan tidak

diusulkan instansi Pemda sejumlah 541 orang, agar

tetap terpenuhi mendekati jumlah 34.954 orang guru

PPPK;

3. Mendorong Kemendikbud RI dalam agenda Seleksi

Guru Honorer 1 juta menjadi Guru PPPK,

berkoordinasi dengan Kemenkeu RI, Kemendagri RI,

KemenPANRB RI, Kemenag RI, BKN serta Pemerintah

Daerah untuk memastikan kebutuhan formasi guru di

daerah dan kesediaan anggaran dengan tetap

memperhatikan perlunya evaluasi secara terus

menerus dalam implementasinya sesuai dengan

perundang-undangan yang berlaku;

4. Komisi X DPR mendukung proses seleksi dan

pembinaan 1 juta guru PPPK yang akan diangkat

pada tahun 2021 yang anggarannya bersumber

dari bagian dari 25% Dana Transfer Umum/DTU (DAU +

DBH) sebagaimana tertuang dalam UU APBN 2021;

5. Komisi X DPR mendesak Pemerintah c.q

KemenPAN RB RI untuk melengkapi data dari 5

Provinsi dan Kabupaten/Kota yang belum

menyampaikan usulan formasi PPPK untuk seleksi 1

(satu) juta guru PPPK secara tertulis dan disampaikan

paling lambat Rabu, 20 Januari 2021;

6. Komisi X DPR mendesak Kemendikbud RI,

Kemendagri RI, KemenPAN-RB RI, Kemenkeu RI dan

BKN RI untuk tidak menutup jalur CPNS bagi guru dan

129

tetap membuka jalur CPNS bagi guru pada tahun 2021

dan tahun seterusnya sebagai upaya percepatan

pemenuhan kebutuhan guru yang selalu ada setiap

tahun;

7. Terkait aspirasi Guru dan Tenaga Kependidikan

Honorer Non Kategori Usia di atas 35 tahun

(GTKHNK35+) untuk diangkat PNS, Komisi X DPR RI

mendorong Kemendikbud RI, KemenPAN-RB RI,

Kemendagri RI, Kemenkeu RI dan BKN RI membuat

skema kebijakan afirmatif melalui penerbitan

peraturan perundang-undangan disertai pelatihan

peningkatan kompetensi guru sebelum melakukan

asesmen dengan mempertimbangkan lama

pengabdian, keadilan dan menghindari diskriminasi

pendidik dan tenaga kependidikan atau opsi lain

yang memungkinkan;

8. Komisi X DPR mendorong Kemendikbud RI,

Kernen PAN-RB RI, Kemendagri RI, Kemenkeu RI dan

BKN RI untuk membuat kebijakan yang lebih

komprehensif bagi pendidik dan tenaga kependidikan

honorer yang mengajar di daerah 3T dan di sekolah

swasta ke dalam proses perencananaan dan

pengadaan ASN baik dalam formasi CPNS maupun

PPPK;

9. Komisi X DPR mendorong Kemendikbud RI

membuat skema pemenuhan kebutuhan guru agama,

guru ekstrakurikuler, guru olahraga guru pembimbing

khusus (inklusi), dan kebutuhan guru bidang lainnya

untuk sekolah negeri dan swasta.

130

19-1 2021 X 1. Ketua Umum

Persatuan Guru Republik

Indonesai (PGRI)

2. Ketua Umum Forum

Pengelola Lembaga

Kursus dan Pelatihan

(PLKP)

3. Ketua Umum

Himpunan Pendidikan

dan Tenaga

Kependidikan Anak Usia

Dini (HIMPAUDI)

4. Ketua Umum

Perkumpulan

Penyandang Disabilitas

Indonesia (PPDI)

5. Bendahara Umum

Perkumpulan Orangtua

Anak Disabilitas

Indonesia (PORTADIN)

6. Ketua Himpunan

Penyelenggara Pelatihan

dan Kursus Indonesia

(HPPKI)

7. Sekjen Asosiasi

Sekolah Rumah dan

Pendidikan Alternatif

Indonesia (ASAH PENA).

Terhadap pandangan, penjelasan, dan masukan yang

disampaikan para narasumber, Panja PJP Komisi X DPR

RI meyampaikan pandangan antara lain:

b. Mendesak Kemedikbud RI untuk segera melengkapi

dokumen PJP dengan naskah akademik agar konsep

pembangunan pendidikan dalam PJP tidak multitafsir.

d. Mendesak Kemendikbud RI untuk melibatkan banyak

komponen masyarakat dalam penyusunan PJP,

khususnya untuk Lembaga non formal/informal, dan

pendidikan inklusi, terutama pendidikan PAUD serta

penyelenggaraan PAUN dan Pedidikan

Informal/Nonformal sebagai bagaian yang terintegrasi

dengan sistem pendidikan nasional.

131

20-1-2021 X Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik

Indonesia

2. Komisi X DPR RI mendorong Kemndikbud RI

mengupayakan adanya BOPTS sebagai bentuk

kebijakan pendidikan yang memperhatikan

keseimbangan penyelenggaraan pendidikan oleh

masyarakat (swasta) dan pemerintah (negeri).

3. Komisi X DPR mendorong Kemendikbud Ri untuk

menyususn konsep Asesmen Nasional secara

komprehensif, termasuk subtansi mengenai pemetaan

potensi timbulnya learning loss yang mengurangi

kemampuan numerasi dan literasi, termasuk pemetaan

capaian efektif dan spiritualitas peserta didik sesuai

Profil Pelajar Pancasila melalui kerja sama LPTK di

daerah.

6. Komisi X DPR menekankan Kemendikbud RI

untuk secara sungguh-sungguh memperhatikan dan

melaksanakan rekornendasi Panja Pendidikan Jarak

Jauh sebagai upaya percepatan digitalisasi pendidikan

dan pemerataan akses pendidikan. Untuk itu, perlu

penjelasan tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan PJJ

sampai dengan Desember 2020.

7. Komisi X DPR rnenekankan Kemendikbud RI untuk

menambahkan jam tayang materi pembelajaran di

Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yang bermanfaat bagi

kegiatan belajar mengajar yang tidak terjangkau

layanan jaringan internet.

9. Kornisi X DPR mendesak Kemendikbud RI segera

berkoordinasi dengan K/L terkait untuk menyusun

skema kebijakan afirmatif dan opsi lain yang

mernungkinkan sesuai ketentuan perundang-undangan,

bagi guru dan tenaga kependidikan honorer dengan

mempertimbangkan lama pengabdian dalarn proses

perencanaan dan pengadaan ASN baik dalam formasi

CPNS maupun PPPK. Dan melaporkan kepada Komisi X

DPR paling lambat tanggal 21 Maret 2021.

132

21-1- 2021 X 1. Sdr. RM. Prof. Dr. B. S.

Mardiatmadja SJ (Guru

Besar Sekolah Tinggi

Filsafat Driyakara),

2. Sdr. Dr. Susaningtyas

Nevo Handayani

Kertopati, Msi (Pengamat

Pertahanan),

3. Sdr. K.H. Agus Sunyoto

(Budawan),

4. Sdr. Mohammad

Sobari (Budawan), dan

5. PB AMAN (Aliansi

Masyarakat Adat

Nusantara).

B. Terhadap pandangan, penjelasan dan masukan yang

disampaikan para narasumber, Panja PJP Komisi X DPR

RI menyampaikan pandangan antara lain:

1. Mendorong Kemendikbud RI mengadopsi nilai-nilai

filosofi hasil pemikiran tokoh-tokoh pendidikan bangsa

untuk memperkaya PJP.

3. Mendorong Kemendikbud RI untuk melakukan

penyusunan dan perbaikan Konsep PJP yang sejalan

dimensi sejarah dan kebudayaan asli nusantara.

4. Mendorong Kemendikbud RI untuk menambahkan

unsur keluarga sebagai komponen pendidikan dalam

PJP. Mengingat unsur keluarga merupakan komponen

penting sebagai pusat pengembangan keilmuan,

pembentukan karakter dan kepribadian anak.

5. Meminta Kemendikbud RI untuk mempersiapkan

kurikulum pembelajaran yang berorientasi

keberlangsungan hidup dalam upaya penyelamatan

lingkungan dan bumi.

6. Mendorong Kemendikbud RI untuk menyediakan

akses pendidikan dan kurikulum yang disesuaikan

dengan lingkungan tempat tinggal peserta didik,

khususnya untuk masyarakat adat di pedalaman.

7. Panja PJP Komisi X DPR RI mendesak Kemendikbud RI

untuk segera melaksanakan kegiatan ilmiah, antara lain

seminar atau Diskusi Kelompok Terpumpun, dengan

mengundang budayawan dan ahli filsafat untuk

memberikan masukan subtansi filsafat pendidikan dan

kebudayaan dalam PJP Indonesia 2020-2035.

21-1- 2021 X 1. Badan Penelitian dan

Pengembangan dan

Perbukuan

Kemendikbud RI

2. Komisi Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI)

3. Arus Survei Indonesia

(ASI)

4. Himpunan Pendidik

dan Tenaga

Kependidikan Anak Usia

Dini (HIMPAUDI)

5. Saiful Mujani Research

& Consulting (SMRC)

Panja Peta Jalan Pendidikan (PJP) Komisi X DPR RI

menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada

Balitbangbuk Kemendikbud, KPAI, HIMPAUDI, SMRC,

dan Arus Survei Indonesia yang telah menyampaikan

paparan, masukan, dan saran mengenai hasil

penelitian pelaksanaan PJJ untuk Peta Jalan

Pendidikan Indonesia (bahan terlampir), antara lain:

1. Balitbangbuk menyampaikan diantaranya bahwa:

Kurikulum darurat telah banyak digunakan di masa

pandemi, sebagian besar guru telah melakukan

asesmen diagnostik, bantuan kuota internet telah

diterima oleh sebagian besar guru dan siswa, perlunya

dukungan peningkatan kompetensi melalui pelatihan

guru, dan meskipun orang tua telah mendampingi

siswa dengan penuh dedikasi selama BDR, 53% siswa

SD mengeluhkan kemampuan orang tua mereka;

2. KPAI menyampaikan diantaranya bahwa, terjadi

disparitas digital yang lebar, hanya anak keluarga kaya

yg terlayani PJJ, banyak siswa tidak dapat mengikuti

PJJ karena tidak memiliki alat daring dan tidak sanggup

membeli kuota internet, kuota Pendidikan

133

Kemendikbud belum tepat sasaran/ banyak terjadi

kemubadziran, para guru masih berfokus pada K13

yang sarat materi sehingga terus memberikan tugas

dan minim interaksi terhadap siswa;

3. Arus Survei Indonesia menyampaikan diantaranya

bahwa, kualitas internet Indonesia masih menjadi

masalah besar dalam membangun ekosistem

pembelajaran daring, lebih dari 47.000 satuan

pendidikan tidak memiliki akses listrik serta internet,

gawai, kebutuhan internet sehat merupakan

kebutuhan mendesak karena adanya sisi negatif

internet.

4. SMRC menyampaikan diantaranya bahwa, siswa

mengaku banyak masalah terkait PJJ, akses internet

dari segi demografi sangat rendah, ketimpangan

pembelajaran makin melebar, rendahnya akses

internet untuk lokasi pedesaan, dan ketersediaan

akses internet secara konsisten dinyatakan sebagai

masalah, beban biaya untuk melakukan PJJ, dan

dampak negatif psikologis pada siswa selama PJJ,

mulai dari rasa kesepian hingga keterlambatan

keterampilan sosial 'socialization delays.'

5. HIMPAUDI menyampaikan diantaranya bahwa,

tidak semua tempat dapat mengakses jaringan

internet, tidak semua guru dan orang tua mempunyai

HP, kompetensi dan kesadaran orang tua/ masyarakat

tentang pentingnya PAUD masih rendah, 52,3 % anak

menginginkan pembelajaran tatap muka, anak

mengalami depresi, anak menginginkan banyak

berkomunikasi dengan guru, terjadi kekerasan psikis

sampai fisik, pemberian kuota Pendidikan belum

merata dan efektif.

B. Bahan paparan dan masukan yang disampaikan para

narasumber menjadi bagian tidak terpisahkan dari RDP/

RDPU hari ini, dan substansinya akan menjadi rujukan

dalam penyusunan rekomendasi Panitia Kerja Peta

Jalan Pendidikan Komisi X DPR RI kepada Pemerintah.

134

25-1- 2021 X Perpusnas RI 4. Komisi X DPR RI mendorong Perpusnas RI untuk:

b. mengoptimalkan data hasil riset yang disampaikan

Perpusnas RI, untuk membangun sistem layanan

perpustakaan yang terintegrasi antara Perpusnas RI,

Perpusda, dan Perpustakaan Desa berbasis data

perpustakaan daerah.

c. bekerja sama dengan lembaga penelitian yang

kredibel melakukan kajian terhadap biaya dan manfaat

layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial.

e. menyusun roadmap pengembangan perpustakaan

(termasuk pemenuhan koleksi pustaka, SDM

perpustakaan dan gedung layanan perpustakaan),

dengan bekerja sama dengan K/L terkait sebagai upaya

untuk meningkatkan literasi dan numerasi serta alokasi

anggaran Perpustakaan RI pada tahun-tahun

mendatang.

f. dalam rangka mengejar ketertinggalan pendidikan

selama masa pandemi Covid-19, Komisi X DPR RI

mendorong Perpusnas RI untuk menjadi bagian dalam

transformasi pendidikan nasional, dengan menjadikan

perpustakaan sebagai wahana pendidikan alternatif

selain sekolah.

g. Perpustakaan tidak hanya adaptif terhadap

perkembangan teknologi informasi tapi antisipatif

menyiapkan SDM maupun kelembagaan yang semakin

mapan, termasuk sinergitas dengan Arsip Nasional RI.

26 – 1- 2021 X Menparekraf/Baparekraf 3. Mengenai persiapan program dan kegiatan TA 2021,

Komisi X DPR RI menyampaikan sikap dan pandangan:

a. Mendorong Kemenparekraf/Baparekraf RI agar

program-program prioritas di masing-masing deputi

dilengkapi dengan sasaran dan target, serta dapat

diimplementasikan secara terukur dan memiliki

dampak yang signifikan terhadap pengembangan

parekraf.

b. Menekankan Kemenparekraf/Baparekraf RI untuk

mengembangkan destinasi wisata terintegrasi dengan

melukan koordinasi dan kolaborasi dengan Pemda serta

para pemangku kepentingan pariwisata disekitar

destinasi prioritas dan superprioritas, antara lain dalam

wujud adanya anggaran melalui dan alokasi khusus

(DAK).

c. Mendorong Kemenparekraf/Baparekraf RI untuk

mengalokasikan anggaran dalam bentuk DAK fisik

reguler dan penugasan, termasuk DAK sektor ekraf ke

daerah-daerah sekitar destinasi wisata selain destinasi

wisata prioritas dan superprioritas.

d. Menekankan Kemenparekraf/Baparekraf RI untuk

menggali dan mengembangkan destinasi wisata potensi

di daerah, wisata sejarah, wisata religi, wisata

135

pendidikan, wisata olahraga dan mengembangkan

konsep pariwisata berkelanjutan.

e. Mendorong Kemenparekraf/Baparekraf RI untuk

melakukan kajian mengenai perlunya realokasi

anggaran dan program yang berorientasi kepada

wisman dialihkan ke wisnus.

f. Mendorong Kemenparekraf/Baparekraf RI untuk

membantu ketersediaan bahan baku ekraf secara

terjangkau dan penetrasi pasar, serta memberikan

insentif yang mudah diakses oleh para pelaku ekraf.

5. Dalam upaya pengembangan desa wisata, Komisi X

DPR RI menyampaikan pandangan:

a. mendesak Kemenparekraf/Baparekraf RI untuk

segera melakukan dan menyelesaikan kajian secara

komprehensif mengenai proyeksi pembangunan desa

wisata, termasuk di dalamnya kajian mengenai

perlunya keseimbangan pengembangan destinasi

prioritas, superprioritas, destinasi wisata potensial di

daerah, dan desa wisata.

b. mendorong Kemenparekraf/Baparekraf RI untuk

meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan kolaborasi

dengan komunitas serta perguruna tinggi.

c. mendukung program pendampingan 244 Desa

Wisata menjadi desa wisata mandiri, dan melakukan

kajian untuk menmbah jumlah desa wisata yang

dilakukan pendampingan, seperti desa wisata religi

makam Presiden Soekarno di Blitar, Presiden Soeharto

di Karangayar, dan Presiden Abdurrahman Wahid di

Jombang.

d. adanya alokasi anggaran dalam bentuk DAK secara

berkala untuk setiap tahunnya.

136

27-1- 2021 X 1. Dirjen GTK, Dirjen

Dikti, Kabalitbangbuk

Kemendikbud RI,

2. Dirjen Otda dan Ditjen

Pembangunan Daerah

Kemendagri RI,

3. Deputi Bidang SDM

Aparatur KemenPAN RB ,

dan

4. Budaya BAPPENAS RI

B. Terhadap pandangan, penjelasan dan masukan yang

disampaikan para narasumber, Panja PJP Komisi X DPR

RI menyampaikan pandangan antara lain:

1. Medorong Kemendikbud RI untuk melakukan

keseimbangan kebijakan antara pendidikan formal dan

informal, optimalisasi dan revitalisasi LPTK, penguatan

karakter, dan peningkatan APK.

2. Mendorong Kemendikbud RI, Kemendagri RI,

Kemenpan RB RI dan Bappenas RI untuk melakukan

kajian terhadap pemerataan distribusi dan kualitas guru

terutama di daerah 3T dan antisipasi tumpang tindih

tata kelola pendidikan antara pusat dan daerah.

3. Mendorong Kemendikbud RI untuk melakukan

koordinasi dengan Kemenpan RB RI dan Kemendari RI

(Pemerintah Daerah) dalam penyelesaian

pengangkatan guru honorer menjadi ASN.

4. Mendesak Kemendikbud RI untuk memperkuat

filosofis Pendidikan yan berakar dari potensi dan

budaya Indonesia dalam subtansi PJP.

5. Mendesak Kemendikbud RI agar menyusun PJP yang

menjadi pijakan dalam melakukan reformasi pendidikan

calon guru dan dosen dalam penuntasan persoalan

kualitas dan kesejahteraan guru dan dosen.

6. Mendesak Kemendikbud RI untuk mengintegrasikan

data dan masukan dari Bappenas RI, uatamnya dalam

hal dua isu sentral pembangunan pendidikan (akses dan

kualitas).

27-1- 2021 X Aliansi Sound System

Organizer dan Pekerja

Seni Indonesia (ASSOPSI)

2. Komisi X DPR RI akan menindaklanjuti masukan dan

aspirasi dari ASSOPSI kepada Pemerintah

(Kemenparekraf/Baparekraf RI, Kemendikbud RI,

Kemendagri RI, Kemensos RI, POLRI dan Gugus

Tugas Covid-19) dan instansi terkait lainnya agar para

pekerja di sektor seni dan hiburan dapat berkreasi,

berkarya dan beraktivitas sesuai profesi dan pekerjaan,

sehingga mampu bertahan di masa pandemi Covid-19.

137

28-1- 2021 X 1. Himar Farid, Ph.D -

Dirjen Kebudayaan

Kemendikbud RI.

2. Jumeri, S.TP., M.Si -

Dirjen Pendidikan Anak

Usia Dini, Pendidikan

Dasar dan Pendidikan

Menengah.

3. Totok Suprayitno, Ph.D

- Kabalitbangbuk

Kemendikbud RI.

4. Prof. Dr. Muhammad

Ali Ramdhani - Dirjen

Pendidikan Islam

Kemenag RI.

5. Amich Alhumami -

Direktur Agama,

Pendidikan dan Budaya

BAPPENAS RI.

6. Prof. Adjie samektho,

Sh., M.Hum - Deputi

Pengkajian dan Materi

BPIP.

B. Terhadap pandangan, penjelasan dan masukan yang

disampaikan para narasumber, Panja Peta Jalan

Pendidikan Komisi X DPR RI menyampaikan pandangan

antara lain:

1. Panja PJP Komisi X DPR RI mendorong Kemendikbud

RI meningkatkan komunikasi dan kerja sama dengan

seluruh pemangku kepentingan pendidikan, pakar

pendidikan dan penggiat pendidikan keagamaan dan

budaya untuk perbaikan konsep PJP agar sejalan

dimensi sejarah, ideologi, kebudayaan dan teknologi;

2. Panja PJP Komisi X DPR RI mendesak Kemendikbud RI

untuk merevisi Konsep Profil Pelajar Pancasila pada PJP

dengan menambahkan penekanan komitmen

kebangsaan dan memegang tegus untuk mengamalkan

Pancasila dan UU NRI 1945;

3. Panja PJP Komisi X DPR RI mendorong Kemendikbud

RI dalam menyusun konsep pendidikan karakter pada

PJP di dalamnya mencakup nilai agama, Pancasila dan

keteladanan sebagai upaya mencegah masuknya

budaya dan pemikiran yang tidak sesuai dengan nilai-

nilai Pancasila dan budaya bangsa.

4. Panja PJP Komisi X DPR RI mendorong Kemendikbud

RI untuk menambahkan unsur orang tua dalam

komponen pendidikan karakter pada PJP;

5. Panja PJP Komisi X DPR RImendorong Kemendikbud

RI mengadopsi nilai-nilai pemikiran tokoh pendidikan

dan agama bangsa untuk penyempurnaan PJP;

6. Panja PJP Komisi X DPR RI menekankan agar

pendidikan karakter memuat strategi yang meliputi

profil pelajar dan guru pancasila, sehingga internalisasi

nilai-nilai Pancasila kepada peserta didik dapat secara

mudah terwujud.

7. Panja PJP Komisi X DPR RI mendorong Kemendikbud

RI untuk mengoptimalkan penggunaan media sebagai

instrumen strategis menanamkan nilai-nilai Pancasila,

di luar metode secara formal melalui pelajaran di

sekolah.

138

28-1- 2021 X 1. PPI Dunia

2. PB HMI

3. DPP IMM

4. PP KAMMI

5. PP PMKRI

6. DPP GMNI

7. DPP IMAKIPSI

8. PP GMKI

9. DPP HIKMAHBUDHI

10. KMHDI

11. PB PMII

B. Terhadap pandangan, penjelasan dan masukan

yang disampaikan para narasumber, Panja Peta

Jalan Pendidikan Komisi X DPR RI menyampaikan

pandangan antara lain:

1. Organisasi kemahasiswaan agar secara aktif

memberikan masukan kepada Pemerintah untuk

menyempurnakan konsep Peta Jalan Pendidikan

dan memberikan kontribusi pemikiran secara kritis

terhadap pembangunan Pendidikan di Indonesia;

2. Mendorong Kemendikbud RI agar dalam

penyusunan Peta Jalan Pendidikan memberikan ruang

peran kepada organisasi kemahasiswaan untuk

terlibat dalam pengembangan kapasitas

kemahasiswaan berupa ruang aktualisasi, aspirasi dan

gagasan-gagasan positif dan kreatif tidak hanya

dalam penyusunan Peta Jalan Pendidikan tetapi juga

melalui berbagai kegiatan yang relevan dengan tujuan

pendidikan nasional;

2-2- 2021 X Eselon I:

1. Kemendikbud RI

2. Kemendagri RI

3. Kemendes, PDT dan

Transmigrasi RI

4. Kemenkominfo RI

5. Perpusnas RI

2. Komisi X DPR RI memberikan catatan dan pandangan

terhadap penjelasan mengenai perkembangan

dukungan K/L dalam meningkatkan literasi, sebagai

berikut:

a. Komisi X DPR RI mendorong K/L terkait, sesuai

tugas, fungsi dan kewenangannya bersama

Perpusnas RI untuk membuat indikator capaian literasi

yang terintegrasi sehingga peningkatan literasi dapat

terukur dari semua K/L.

b. Komisi X DPR RI mendorong K/L terkait bersama

Perpusnas RI untuk membuat peta kebutuhan bahan

pustaka dan skema akselerasi pengadaan serta

pendistribusian bahan pustaka ke perpustakaan di

daerah dengan mempertimbangkan hasil kajian

Balitbangbuk Kemendikbud RI.

c. Komisi X DPR RI mendorong K/L terkait yang belum

melakukan kerjasama dengan Perpusnas RI untuk

segera melakukan kerja sama dalam bentuk MoU

untuk peningkatan literasi di daerah.

d. Komisi X DPR RI menekankan K/L terkait dan

Perpusnas RI menjadi teladan dengan mengembangkan

pola perilaku literasi melalui kegemaran membaca di

lingkungan kerjanya masing-masing.

e. Komisi X DPR RI mengusulkan adanya hari

membaca nasional secara berkala, yang dilaksanakan

oleh semua instansi Pusat dan Daerah.

f. Komisi X DPR RI mendorong Kemendikbud RI

berkoordinasi dengan Kemenkominfo RI untuk

memastikan penambahan dan penguatan jaringan

internet sampai ke daerah 3T.

g. Komisi X DPR RI mendorong K/L terkait dan

139

Perpusnas RI untuk lebih meningkatkan koordinasi

dengan pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan

literasi dan memberdayakan komunitas-komunitas

literasi di daerah.

h. Komisi X DPR RI mendorong Kemendikbud RI untuk

bersinergi dengan K/L terkait dan Perpusnas RI agar

kebijakan program Merdeka Belajar selaras dengan

peningkatan literasi, antara lain: (1) mulai dari jenjang

PAUD, (2) peningkatan literasi di desa melalui kerja

sama Perguruan Tinggi dengan desa tertinggal.

3. Komisi X DPR RI menekankan KIL terkait dan

Perpusnas RI untuk sungguh-sungguh memperhatikan

catatan dan masukan yang disampaikan Anggota

Komisi X DPR RI guna meningkatkan program dan

kegiatan literasi sehingga memberikan hasil nyata di

masyarakat.

3 -1- 2021 X 1. Prof. Dr. Ainun

Na'im Pit. Sekretaris

Jenderal Kemendikbud RI

2. Totok Suprayitno,

Ph.D Pit.

Kabalitbangbuk

Kemendikbud RI

3. Dr.Mochamad Ardian

Noervianto, M.Si. Dirjen

Bina Keuangan Daerah

Kemendagri RI

4. Purwanto Direktur

Anggaran Bid.

Pembangunan Manusia

dan Kebudayaan

Kemenkeu RI

5. Andin Hadiyanto

Dirjen Perbendaharaan

Kemenkeu RI

6. Sudarso Direktur

Pelaksanaan Anggaran

Ditjen Perbendaharaan

Kemenkeu RI

7. Putut Hari Satyaka

Direktur Pembinaan

Pengelolaan Keuangan

BLU

8. Dr.Subandi Sarjoko

Deputi Bid.

Pembangunan Manusia,

Masyarakat dan

B. Terhadap pandangan, penjelasan dan masukan

yang disampaikan para narasumber, Panja Peta

Jalan Pendidikan (PJP) Komisi X DPR RI

menyampaikan pandangan antara lain:

5. Panja Peta Jalan Pendidikan (PJP) Komisi X DPR RI

menekankan Kemendikbud RI untuk meletakkan Peta

Jalan Pendidikan (PJP) diselaraskan dengan visi negara

yang tertuang dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945.

6. Panja Peta Jalan Pendidikan (PJP) Komisi X

DPR RI mendorong Pemerintah untuk memperhatikan

satuan pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan

di daerah 3T.

7. Panja Peta Jalan Pendidikan (PJP) Komisi X

DPR RI mendorong Pemerintah membuat formulasi

kontribusi dana dari dunia usaha dan dunia industri

atau swasta yang dipergunakan untuk bidang

pendidikan.

8. Panja Peta Jalan Pendidikan (PJP) Komisi X

DPR RI mendorong Pemerintah untuk

memanfaatkan teknologi dalam memperkuat

akuntabilitas, melalui pemanfaatan Big Data dalam

mengumpulkan, mengintegrasi, dan menganalisis data

keuangan, administrasi, dan hasil belajar siswa dapat

digunakan untuk pengambilan keputusan bidang

Pendidikan yang lebih baik.

140

Kebudayaan BAPPENAS

RI

9. Dr. Amich

Alhumamih Direktur

Pendidikan Agama dan

Kebudayaan BAPPENAS

RI

10. Dr. Tatamg

Muttaqin Direktur

Pendidikan Tinggi dan

IPTEK BAPPENAS RI

11. Andi Sudirman

Sulaiman Wakil

Gubernur Sulawesi

Selatan

12. Prof. Muhammad

Jufri, M.Si. M.Psi.

Kepala Dinas Pendidikan

Sulsel

13. Ir. Benediktus Polo

Maing Sekretaris Daerah

Provinsi NTT

14. Linus Lusi, S.Pd.

M.Pd. Kepala Dinas

Pendidikan dan

Kebudayaan NTT

15. H. Aminullah Usman,

SE., Ak., MM .. ,

Walikota Banda Aceh

16.Faisal, S.STP Asisten

Pemerintahan dan

Keistimewaan

17. Ors. Saminan, M.Pd

Kepala Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Kata

banda Aceh

18. Salman Ishak Kepala

Majelis Pendidikan

Daerah.

4-2- 2021 X 1. Wikan Sakarinto, S.T.,

M.Sc., Ph.D (Dirjen

Pendidikan

Vokasi Kemendikbud RI)

2. Prof. Ir. Nizam,

M.Sc., DIC, Ph.D

(Dirjen DIKTI

Kemendikbud RI)

3. Totok Suprayitno,

Ph.D. (Pit.

Terhadap pandangan, penjelasan dan masukan

yang disampaikan para narasumber, Panja Peta

Jalan Pendidikan (PJP) Komisi X DPR menyampaikan

pandangan antara lain:

1. Penyusunan Peta Jalan Pendidikan perlu

menekankan pada pembentukan ekosistem

pendidikan dimulai dari Pendidikan Usia Dini,

Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan

Pendidikan Tinggi dengan melibatkan Dunia Usaha-

Dunia lndustri (DUDI), komunitas agama, budaya

141

Kabalitbangbuk

Kemendikbud RI)

4. Dr. Muhammad

Dimyati (Pit. Deputi

Bidang Penguatan Riset

dan Pengembangan

Kemenristek RI)

5. Ir. Prakoso, M.M.

(Sekretaris Deputi

Penguatan Risbang

Kemenristek/BRIN RI)

6. Prof. Heri

Hemansyah (Direktur

Pengelolaan Kekayaan

lntelektual

Kemenristek/BRIN RI)

7. Surya Lukita

Warman, M.Sc.

(Sekretaris Direktorat

Jenderal Pembinaan

Pelatihan dan

Produktivitas Dirjen

Sinalattas Kemenaker RI)

8. M. Arifin (Sekretaris

Sadan Standarisasi dan

Kebijakan Jasa lndustri

Kemenperin RI)

9. Arus Gunawan

(Kepala Sadan

Pengembangan Sumber

Daya Manusia lndustri

Kemenperin RI)

10. Yulia Astuti

(Sekretaris Badan

Pengembangan Sumber

Daya Manusia lndustri)

11. Tatang Muttaqin,

S.Sos., M.Ed., Ph.D

(Direktur Pendidikan

Tinggi, llmu

Pengetahuan dan

Teknologi Bappenas RI.

untuk pembentukan karakter yang menggambarkan

visi pendidikan Indonesia secara komprehensif.

2. Mendorong Kemendikbud RI agar Peta Jalan

Pendidikan menekankan pentingnya peran keluarga

dan pendidikan keluarga untuk membimbing dan

mengarahkan peserta didik sesuai dengan minat dan

bakat.

3. Mendorong Kemendikbud RI agar Peta Jalan

Pendidikan menghasilkan keluaran pendidikan yang

memiliki kepemimpinan (leadership), mandiri, kreatif

dan literasi yang baik serta berdaya saing.

4. Mendorong Kemendikbud RI agar substansi Peta

Jalan Pendidikan menekankan adanya keluaran

(output) yang memiliki kompetensi sesuai jenjang

Pendidikan, termasuk kualitas kemampuan peserta

didik membuat keputusan terbaik dalam kehidupannya.

5. Mendesak Kemendikbud RI agar subtansi

Peta Jalan Pendidikan memasukkan urgensi kerja

sama dengan Kementerian/Lembaga lain, seperti

Kemenristek/BRIN RI dalam hal penelitian, dan

kolaborasi dengan komunitas dan pihak swasta.

14-1- 2021 XI Asosiasi Fintech

Pendanaan Bersama

Indonesia (AFPI)

Tidak ditemukan kesimpulan.

142

25-1- 2021 XI Menteri Keuangan 1. Menteri Keuangan agar menyampaikan road map

atau business plan Lembaga Pengelola Investasi (LPI).

2. Komisi XI DPR RI mendukung upaya Menteri

Keuangan membangun LPI untuk memenuhi prinsip-

prinsip tata kelola lembaga yang profesional, good

governance, memiliki kinerja komersial dan manfaat

pelayanan publik yang seimbang, serta berkontribusi

dalam pembangunan nasional.

3. Menteri Keuangan selaku Pembina dan Ketua Dewan

Pengawas LPI menyampaikan aset-aset yang

merupakan pengelolaan cabng-cabang produksi yang

penting dan menguasai hajat hisup orang banyak dan

aset-aset pengelolaan bumi, air, dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya untuk dibahas bersama

Komisi XI DPR RI.

4. Kementerin Keuangan agar segera membuat syarat

dan ketentuan mengenai:

a. Kerjasam LPI dan Pemerintah untuk mengoptimalkan

aset negara melalui kuasa kelola dan/atau bentuk

kerjasama lainnya tanpa melalui pemindahtanganan

aset, agar tetap menempatkan kekuasaan Pemerintah

dalam melakukan fungsi pengelolaan, pengurusan,

pengaturan, dan pengawasan, serta memenuhi

ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Kriteria sektor dan jenis usaha perusahaan patungan

tertentu, yang mensyaratkan agar LPI memiliki porsi

kepemilikan mayoritas, menjadi penentu utama

kebijakan usaha dan penentu dalam pengambilan

keputusan.

c. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) berkaitan

dengan perlakuan perpajakan dalam transaksi LPI.

untuk dikonsultasikan dengan Komisi XI DPR RI.

26-1-2021 XI Pusat Investasi

Pemerintah (PIP)

1. Menerima penjelasan Pusat Investasi Pemerintah

(PIP) atas Penyaluran Kredit Ultra Mikro (UMI) di tahun

2020.

2. PIP membuat dan memberikan road map terkait

penyaluran Kredit UMi dan PMN. Road map tersebut

diserahkan kepada Komisi XI DPR RI.

3. PIP meningkatkan meningkatkan sosialisasi bekerja

sama dengan Komisi XI DPR RI.

4. PIP dalam mengelola Dana Bergulir, sebagai Investasi

Pemerintah, agar mengoptimalkan pengembalian nilai

pokok investasi dan mengefektifkan manfaat ekonomi,

sosial dan manfaat lainnya.

5. Pelaksanaan Dana Bergulir PIP untuk pengembangan

dan pemberdayaan UMKM sektor UMi agar

meningkatkan penyeluran untuk sektor perikanan,

pertanian, dan perkebunan.

6. PIP agar meningkatkan kualitas pendampingan dan

143

pelatihan penerima manfaat Kredit UMi di seluruh

wilayah Indonesia serta menjaga kinerja keuangan PIP.

27-1- 2021 XI Menteri Keuangan 4. Manteri Keuangan agar terus mengupayakan

konsolidasi fiskal, sehingga pengelolaan keuangan

negara memiliki ketahanan fiskal yang kuat,

pengelolaan utang yang tetap menjaga kemampuan

keuangan negara dimasa yang akan datang, serta

pengelolaan belanja negara yang efektif.

5. Menteri Keuangan agar memastikan bahwa

kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) tidak berdampak

buruk kepada kepentingan oetani tembakau, tenaga

kerja industri tembakau nasional, mencegah dan

mengendalikan rokok ilegal, dan mengendalikan impor

tembakau untuk melindungi kepentingan tembakau.

28-1- 2021 XI Askrindo dan Jamkrindo Komisi XI DPR RI dan Direktur Utama PT Askrindo dan

Direktur Utama PT Jamkrindo menyepakati hal-hal

sebagai berikut:

1. Komisi XI DPR telah menerima laporan PT Askrindo

dan PT Jamkrindo mengenai kinerja Penjaminan Kredit

UMKM Tahun 2020 dan Keberlanjutan Penjaminan

Kredit Tahun 2021. Laporan tersebut digunakan Komisi

XI DPR RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan.

2. PT Askrindo dan PT Jamkrindo berkomitmen menjaga

kinerjanya sehingga berperan dalam Program

Pemulihan Ekonomi Nasional dan membantu UMKM

khususnya selama masa pandemi Covid-19.

4. PT Askrindo dan PT Jamkrindo berkomitmen untuk

menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance

dan good corporate management serta mengelola

penempatan investasi dengan memperhatikan risk

management dan prinsip kehati-hatian.

1-2- 2021 XI Menteri Keuangan 1. Komisi XI DPR telah memperoleh penjelasan dari

Menteri Keuangan mengenai Rancangan Peraturan

Pemerintah tentang Perlakuan Perpajakan atas

Transaksi yang melibatkan Lembaga Pengelola Investasi

dan/atau Entitas yang dimilikinya.

2. Komisi XI DPR mendukung upaya Menteri Keuangan

untuk mengatur perlakuan perpajakan atas transaksi

yang melibatkan LPI dan/atau entitas yang dimilikinya,

dengan pengaturan yang memiliki kejelasan maksud

dan tujuan, memiliki dampak yang efektif dalam

mencapai tujuan pembentukan LPI, mengutamakan

kepentingan perekonomian nasional, melaksanakan

prinsip tata kelola perpajakan yang adil dan transparan.

3. Menteri Keuangan dalam melakukan upaya,

kebijakan, dan pengaturan perpajakan atas transaksi

LPI, agar tetap mengutamakan manfaat bagi

144

optimalisasi aset negara yang dikelola dan penerimaan

negara dan perekonomian nasional.

2-2-021 XI Direktur Utama PT. BRI

Tbk dan Direktur Utama

PT. BTN Tbk

2. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk dan Bank

Tabungan Negara (Persero) Tbk berkomitmen untuk

terus meningkatkan kinerja keuangan Perusahaannya

untuk lebih baik agar bisa lebih kompetetif dalam

memajukan Perbankan Nasional.

3. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk berkomitmen

untuk menggerakkan sektor rill melalui fokus

pembiayaan pada UMKM, pangan, kesehatan, dan

infrastruktur padat karya dengan tetap memperhatikan

prinsip kehati-hatian.

4. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berkomitmen

untuk menggerakkan sektor rill melalui fokus pada

pembiayaan perumahan, kontruksi perumahan, dan

industri turunan perumahan serta perluasan kredit

perumahan bagi pelaku UMKM dan pekerja mandiri.

5. Komisi XI DPR RI mendorong Pemerintah agar

program subsidi perumahan lebih difokuskan pada

Bank BTN.

4-2- 2021 XI Direktur Utama PT. Bank

Mandiri Tbk dan Direktur

Utama PT. BNI Tbk

1. Komisi XI DPR telah memperoleh penjelasan PT Bank

Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia

(Persero) Tbk mengenai kondisi sektor perbankan tahun

2020 dan keberlanjutan program Pemulihan Ekonomi

Nasional di sektor perbankan.

2. Komisi XI DPR RI mendukung upaya PT Bank Mandiri

(Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero)

Tbk dalam menjalankan program restrukturisasi dan

relaksasi kredit dan program PEN yang dilaksanakan

dengan profesional dan tetap menjaga kinerja

keuangan yang sehat.

3. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara

Indonesia (Persero) Tbk agar tetap memperhatikan dan

mempersiapkan langkah-langkah miitigasi resiko dalam

menjalankan program restrukturisasi dan dampak

kedepannya di tengah ketidakpastian situasi pandemi

Covid-19 serta program PEN.

4. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara

Indonesia (Persero) Tbk dalam menjalankan program

pemulihan ekonomi nasional agar memperkuat

pertumbuhan ekonomi sektor produktif rakyat, sektor

golongan ekonomi lemah dan sektor padat karya.

5. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara

Indonesia (Persero) Tbk agar memaksimalkan

kinerjanya sehingga memberikan sumbangan yang

optimal bagi penerimaan negara, memberikan

kemanfaatan umum bagi nasabah, mengembangkan

145

inovasi digital perbankan, memperkuat kegiatan-

kegiatan usaha perintis, dan membantu usaha golongan

ekonomi lemah.

9-2- 2021 XI Gubernur BI 1. Komisi XI DPR RI telah memperoleh penjelasan dari

Bank Indonesia mengenai bauran kebijakan BI Tahun

2021 dalam sinergi pemulihan ekonomi nasional.

2. Komisi XI mendukung upaya BI dalam mengarahkan

instrumen kebijakan BI untuk menjaga stabilitas

ekonomi dan mendorong pemulihan ekonomi nasional

pada tahun 2021.

3. BI agar terus memperkuat sinergi kebijakan antar

otoritas dalam menjaga stabilitas makro ekonomi dan

sistem keuangan serta dalam mendorong pemulihan

ekonomi nasional dan mengarahkan kebijakan

makroprudensial untuk dapat mendorong penyaluran

kredit dan pembiayaan perbankan ke dunia usaha serta

penurunan suku bunga kredit perbankan.

4. BI dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai

rupiah agar mengoptimalkan momentum saat ini,

penguatan nilai tukar rupiah, net inflow modal asing,

dan cadangan devisa meningkat untuk dapat menjaga

stabilitas nilai rupiah yang berkelanjutan sesuai dengan

nilai fundamentalnya.

5. BI dalam mengatur digitalisasi sistem pembayaran

agar mendorong ekonomi dan keuangan digital sebagai

sumber pertumbuhan ekonomi, memastikan bahwa

pelayanan berbagai transaksi pembayaran yang

diberikan oleh digital banking maupun fintech dapat

dilakukan secara aman, murah, bermitigasi resiko, dan

melindungi data pribadi, serta membangun iklim

industri yang sehat.

6. Komisi XI DPR mendukung upaya BI agar terus

mendorong pengembangan UMKM yang dapat

meningkatkan skala ekonomi UMKM pada sektor-

sektor prioritas dan/atau potensi unggulan di daerah,

memperkuat gerakan bangga buatan Indonesia,

percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan,

mempercepat reformasi pasar uang , dan

pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.

Keterangan: Data-data dikompilasi oleh FORMAPPI dari Lapsing rapat-rapat Komisi sebagaimana

diunggah pada laman https://www.dpr.go.id;

https://twitter.com/DPR_RI;

https://www.facebook.com;

https://www.youtube.com.

146

LIPUTAN MEDIA

Formappi Nilai Perencanaan Legislasi DPR Buruk Ahad 07 Mar 2021 15:43 WIB

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyerahkan materi penyusunan dan perubahan Prolegnas, di Ruang Rapat Baleg, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/11). (ilustrasi) Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar

Prolegnas Prioritas 2021 hingga kini belum disahkan oleh DPR.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)

melakukan evaluasi terhadap kinerja DPR pada Masa Sidang III Tahun Sidang 2020-2021 yang

telah berlangsung sejak 11 Januari - 10 Februari 2021 lalu. Peneliti Formappi, I Made Leo

Wiratma, menilai perencanaan legislasi DPR sangatlah buruk.

Hal tersebut dibuktikan dengan belum rampungnya DPR menyusun Program Legislasi Nasional

(Prolegnas) RUU Prioritas yang seharusnya sudah disahkan pada Masa Sidang I Tahun Sidang

2020-2021.

"Bagaimana mungkin DPR dapat langsung membahas suatu RUU sementara yang harus

dibahas belum ditetapkan. Oleh karena itu, rencana DPR membahas empat RUU pada Masa

Sidang III ini menjadi utopis karena tidak memiliki dasar yang jelas dan kuat," kata Made dalam

konferensi pers Formappi, Ahad (7/3).

Made menjelaskan, Prolegnas Prioritas 2021 mestinya sudah ditetapkan oleh Badan Legislasi

pada 14 Januari 2021. Namun, kemudian tertunda usai muncul pro dan kontra antara fraksi-

fraksi dan juga Pemerintah terkait revisi UU Pemilu.

Made menilai, munculnya pro dan kontra terkait apa yang mau diatur dalam UU Pemilu lebih

didorong oleh kalkulasi politik masing-masing fraksi semata, yang ujung-ujungnya berpengaruh

147

pada perlu atau tidaknya RUU Pemilu masuk dalam Prolegnas Prioritas. "Inilah yang kami

sebut dengan 'sabotase' kepentingan politik yang menghambat penetapan Prolegnas RUU

Prioritas," ujarnya.

Ia berharap, ke depan DPR secara konsisten menetapkan Prolegnas Protitas pada akhir tahun

sebelumnya. Penting juga bagi DPR untuk tidak membuat rencanaan itu berdasarkan

kepentingan pragmatis sempit, tetapi untuk kebutuhan prioritas hukum nasional.

"Pemerintah itu bermitra dengan DPR, karena itu DPR jangan tunduk kepada pemerintah dalam

penyusunan legislasi," tegasnya. https://www.republika.co.id/berita/qplc8x409/formappi-nilai-

perencanaan-legislasi-dpr-buruk

Diduga Ada Sabotase Politik yang Hambat Penetapan RUU

Prolegnas Prioritas 2021 Minggu, 7 Maret 2021 15:44 WIB

Tribunnews.com/ Chaerul Umam

Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (18/6/2020).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menyoroti

belum ditetapkannya RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Masa Persidangan III Tahun Sidang

2020-2021.

Direktur Eksekutif Formappi, I Made Leo Wiratma menilai adanya sabotase kepentingan politik

menjadi faktor terhambatnya DPR RI belum menetapkan RUU Prolegnas Prioritas 2021.

Sabotase yang dimaksud yakni munculnya pro kontra RUU Pemilu yang berujung pada balik

badannya partai koalisi pemerintah menolak pembahasan RUU tersebut.

Padahal, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menetapkan 38 RUU masuk dalam Prolegnas

Prioritas 2021 dan tinggal disahkan melalui Rapat Paripurna.

148

“Mestinya Bamus (Badan Musyawarah) langsung mengagendakan pengambilan keputusan di

tingkat paripurna, tetapi tiba-tiba muncul pro kontra antara fraksi-fraksi dan juga Pemerintah

terkait revisi UU Pemilu,” kata Made Leo dalam konferensi pers daring bertajuk ‘Perencanaan

Buruk, Hasil Terpuruk: Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang III, Tahun Sidang 2020-2021’,

Minggu (7/3/2021).

Made menilai, RUU Pemilu menjadi kalkulasi politik sempit para fraksi politik di DPR.

Sehingga penetapan RUU Prolegnas Prioritas hingga memasuki bulan Maret 2021 belum juga

disahkan.

“Kemunculan pro kontra terkait apa yang mau diatur dalam UU Pemilu lebih didorong oleh

kalkulasi politik sempit masing-masing fraksi, yang ujung-ujungnya berpengaruh pada perlu

atau tidaknya RUU Pemilu masuk dalam Prolegnas Prioritas. Inilah yang kami sebut dengan

sabotase kepentingan politik yang menghambat penetapan Prolegnas RUU Prioritas,” ucapnya.

Lebih lanjut, Formappi menyarankan agar penetapan RUU Prolegnas Prioritas bisa ditetapkan

pada akhir tahun sebelumnya.

Perencanaan itu jangan berdasarkan kepentingan pragmatis sempit tetapi untuk kebutuhan

prioritas hukum nasional.

“Selain itu, pemerintah itu bermitra dengan DPR, karena itu DPR jangan tunduk kepada

pemerintah dalam penyusunan legislasi,” pungkasnya. Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Diduga Ada Sabotase Politik yang Hambat Penetapan RUU Prolegnas Prioritas 2021, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/03/07/diduga-ada-sabotase-politik-yang-hambat-penetapan-ruu-prolegnas-prioritas-2021. Penulis: chaerul umam Editor: Hasanudin Aco

Formappi: Kinerja DPR Buruk Cahya Mulyana | Politik dan Hukum

Minggu 07 Maret 2021, 17:33 WIB

KINERJA DPR RI selama masa sidang III dinilai buruk dengan dasar rendahnya

produktifitas di bidang legislasi, pengawasan maupun budgeting. Kondisi serupa bisa

berlanjut karena perencanaan legislasi sebagai acuan tugas legislatif tidak kunjung tuntas.

"Selama masa sidang III, kinerja wakil rakyat sangat buruk karena dari rencana membahas

empat RUU, faktanya hanya dua yang selesai yaitu Cipta Kerja dan Bea Materi," ujar

Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) I Made Leo

149

Wiratma saat memberikan keterangan resmi bertajuk Perencanaan Buruk Hasil Terpuruk,

Jakarta, Minggu (7/3).

Menurut dia, masa sidang III relatif pendek, 11 Januari sampai dengan 7 Maret 2021 atau

23 hari kerja. Selain itu, rencana kegiatan fungsi pengawasan dialokasikan 50%, legislasi

hanya 35%, dan anggaran 15% dari waktu yang tersedia.

Hasilnya pun, kata dia, kinerja legislasi pada masa sidang III masih melanjutkan tradisi

lama yakni di bawah harapan. DPR gagal menjadikan periode kerja itu sebagai momentum

untuk membangkitkan optimisme dalam meningkatkan kinerja legislasi.

"Masa sidang III justru memunculkan pesimisme sejak awal bahwa kinerja DPR di tahun

2021 tak akan lebih baik dari tahun sebelumnya," ujarnya.

Ada banyak alasan yang menyebabkan buruknya kinerja legislasi, mulai dari tata kelola

perencanaan yang buruk hingga sabotase kepentingan politik yang menghambat laju

pengesahan program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas.

Kepatuhan DPR pada presiden juga menambah runyamnya pelaksanaan fungsi legislasi

DPR. DPR seolah-olah tanpa wibawa di hadapan keinginan presiden atas beberapa RUU.

Perencanaan yang buruk di bidang legislasi ditandai oleh belum rampungnya penyusunan

prolegnas prioritas yang seharusnya sudah disahkan pada masa sidang I 2020-2021.

"Bagaimana mungkin DPR dapat langsung membahas suatu RUU sementara yang harus

dibahas belum ditetapkan. Oleh karena itu, rencana DPR membahas empat RUU pada

masa sidang III ini menjadi utopis karena tidak memiliki dasar yang jelas dan kuat,"

paparnya.

Ia mengatakan prolegnas prioritas 2021 sudah ditetapkan oleh Badan Legislasi pada 14

Januari 2021. Mestinya Bamus langsung mengagendakan pengambilan keputusan di

tingkat paripurna, tetapi tiba-tiba muncul pro kontra antara fraksi-fraksi dan juga pemerintah

yang ingin mencabut salah satu RUU yaitu tentang Pemilu.

Kemunculan pro kontra terkait apa yang mau diatur dalam UU Pemilu lebih didorong oleh

kalkulasi politik sempit masing-masing fraksi, yang ujung-ujungnya berpengaruh pada perlu

atau tidaknya RUU Pemilu masuk dalam Prolegnas Prioritas. Inilah yang kami sebut

dengan sabotase kepentingan politik yang menghambat penetapan Prolegnas RUU

Prioritas.

Ke depan, DPR sebaiknya secara konsisten menetapkan Prolegnas Protitas pada akhir

tahun sebelumnya. "Perencanaan itu jangan berdasarkan kepentingan pragmatis sempit

tetapi untuk kebutuhan prioritas hukum nasional. Selain itu, pemerintah itu bermitra dengan

DPR, karena itu DPR jangan tunduk kepada pemerintah dalam penyusunan legislasi,"

ujarnya.

150

DPR Bebas Sanksi

Ia juga mengatakan DPR sulit diberikan sanksi meskipun kinerjanya buruk. Pasalnya tidak

ada institusi di atasnya.

"Hanya rakyat yang bisa memberikan sanksi dengan tidak kembali memilih mereka di

pemilihan legislatif. Tapi itu pun kalau masih ingat dan kebanyakan lupa sehingga banyak

yang kembali terpilih," pungkasnya.

Pada kesempatan sama, Peneliti Formappi Lucius Karus menjelaskan pihak yang paling

mungkin memberikan sanksi terhadap kinerja DPR yakni fraksi dan partai. Pasalnya

keduanya memiliki kekuasaan terhadap anggota DPR namun tidak pernah berjalan.

"Sanksi seperti pergantian antar waktu (PAW) atau lainnya hanya dilakukan ketika anggota

DPR yang membangkang terhadap keinginan fraksi dan partai," ujarnya.

Misalnya, kata dia, terhadap beberapa anggota DPR asal Partai Demokrat. Mereka dipecat

dengan alasan membantu Kongres Luar Biasa (KLB).

"Jadi partai politik sangat sensitif terhadap kepentingan partainya saja namun tidak

terhadap kepentingan rakyat. Jadi tak ada harapan kepada partai atau fraksi memberi

sanksi terhadap anggotanya yang kinerjanya buruk," pungkasnya. (OL-2)

Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/389110/formappi-kinerja-dpr-buruk

Tidak Kritis, Formappi: Fungsi Pengawasan Anggaran DPR jadi Kacau 07 Mar 2021 18:59 | Tim Redaksi

Suasana sidang paripurna di DPR-RI (Foto: Diah Ayu/VOI)

JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) mengevaluasi kinerja DPR RI

dalam hal fungsi pengawasan. Menurut Formappi, selain fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan

anggaran DPR pun kacau balau.

Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma menuturkan, rencana DPR dalam bidang

anggaran terlihat kacau, dimana menurut Rapat Bamus pada masa sidang III Tahun 2020-2021

DPR akan melakukan evaluasi pelaksanaa APBN Tahun Anggaran (TA) 2020.

151

Sedangkan dalam pembukaan masa sidang Ketua DPR Puan Maharani menyatakan DPR melalui

alat kelengkapan Dewan akan terus memperkuat pelaksanaan APBN 2021 sebagai stimulus

pemulihan ekonomi nasional.

Formappi mencatat dari 11 Komisi di DPR hanya 8 komisi yang melakukan rapat untuk

mengevaluasi pelaksanaa APBN TA 2020 oleh kementerian dan lembaga negara non

kementerian. Yakni komisi I, komisi III, komisi IV, komisi V, komisi VI, komisi VII, komisi

VIII dan komisi X.

"Ini berarti ada 3 komisi yang tidak melakukan evaluasi terhadap mitra kerjanya. Itu komisi II,

IX dan XI," ujar Made dalam konferensi pers melalui daring, Minggu, 7 Maret.

Selain itu, DPR juga tidak kritis dalam mengevaluasi pelaksanaan anggaran

kementerian/lembaga pada Tahun Anggaran 2020 meski terdapat realisasi anggaran yang sangat

rendah.Mar 2021 14:53

Badan Pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan Batam (BP Batam) hanya

sebesar 77,04% dan Pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang (BP

Sabang) hanya mencapai 65,12%.

"Anehnya, DPR justru memberikan apresiasi dan menerima penjelasan dua lembaga tersebut.

Seharusnya DPR menekan supaya serapan meningkat," tegas Made.

DPR, lanjutnya, juga tidak tegas terhadap pemerintah yang seenaknya mengubah struktur

anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBN 2021.

Pada 25 November 2020 Presiden Joko Widodo telah menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan

Anggara (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Desa (TKDD) TA 2021 kepada

kementerian lembaga dan Pemda.

Pada penyerahan DIPA dan TKDD tersebut Presiden menegaskan bahwa kecepatan, ketepatan,

dan akurasi merupakan karakter dalam pelaksanaan kebijakan, baik bidang kesehatan maupun

ekonomi.

Namun beberapa hari kemudian, yakni pada 18 Desember 2020, Menteri keuangan

mengeluarkan Peraturan No. 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun

Anggaran 2021. PMK tersebut ditindaklanjuti lagi dengan penerbitan Surat Edaran (SE) Menteri

Keuangan No. S-30/MK.02/2021 tentang Refocusing dan Realokasi Belanja

Kementerian/Lembaga TA 2021.

"Perubahan semena-mena terhadap APBN 2021 oleh pemerintah dalam hal Kemenkeu tidak

direspon oleh DPR secara kritis meski hak konstitusionalnya telah dilanggar, mereka diam

bahkan nampak nurut saja pada keinginan pemerintah," kata Made.

Kemudian, terhadap pemotongan anggaran TA 2021 demi penghematan, komisi-komisi DPR

hanya menyatakan telah mendengarkan penjelasan dan menyetujui.

152

"Sikap komisi ini menunjukkan DPR tidak berdaya ketika berhadapan dengan kebijakan Menteri

Keuangan," ucap Made. https://voi.id/berita/37657/tidak-kritis-formappi-fungsi-pengawasan-

anggaran-dpr-jadi-kacau

Formappi Notes Regarding The Legislative Performance Of The

Indonesian House Of Representatives (DPR) 07 Mar 2021 17:59 | Editorial Team

Illustration-DPR-RI Building (Photo: Irfan Meidianto / VOI)

JAKARTA - The Parliament Concerned Community Forum (Formappi) evaluates the

performance of the DPR during the III Session Period of Session Year 2020-2021. Formappi

assessed that the DPR failed to make the 3rd Session Period as a momentum to raise optimism in

improving the performance of legislation.

In fact, Formappi is pessimistic that its performance is better than the previous year. According

to Formappi executive director I Made Leo Wiratma, it is difficult to expect the results of the

DPR's work in the field of legislation.

There are many reasons for the poor performance of DPR legislation. Starting from bad planning

governance to the sabotage of political interests, hampering the legalization of priority Prolegnas.

The DPR's compliance with the president also adds to the complexity of the implementation of

the DPR's legislative function. The DPR seemed without authority in the face of the president's

wishes for several bills.

Bad planning in the field of legislation is marked by the incompleteness of the DPR in drafting

the Priority Bill Prolegnas which should be ratified during the first session of 2020-2021. There

are 4 bills planned by the DPR during this session.

"How can the DPR be able to discuss a temporary bill that has to be discussed has not yet been

decided," said I Made.

153

Made said that the 2021 priority prolegnas should have been set on January 14, 2021. Bamus

should have scheduled decision-making at the plenary level, but suddenly pros and cons emerged

between the factions and the government regarding the revision of the Election Law.

The pros and cons that want to be regulated in the Election Law are driven by political

calculations which ultimately affect whether or not the Election Bill should be included in the

priority Prolegnas.

"This is what we call the sabotage of political interests that hinders the determination of the

Priority Bill Prolegnas," he said.

For that in the future, Formappi hopes that the DPR can discuss bills according to the plan

without having to deposit the discussion of other bills.

"Hopefully in the future the DPR will consistently put the Prolegnas priority at the end of the

previous year so that in the following year the DPR has started working on a bill that is difficult

to plan. Do not be hampered by narrow pragmatic interests," said Made.

https://voi.id/en/news/37653/formappi-notes-regarding-the-legislative-performance-of-the-

indonesian-house-of-representatives-dpr

Kritisi Kinerja DPR, Formappi: Tiga Komisi Tidak

Melakukan Evaluasi Pelaksanaan APBN 2020 Minggu, 7 Maret 2021 19:49 WIB

Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menyebut

realisasi Bidang Anggaran DPR RI kacau.

Penilaian itu didasari adanya tiga (3) komisi di DPR RI yang tidak melakukan evaluasi

pelaksanaan APBN Tahun Anggaran (TA) 2020.

"Rencana DPR bidang anggaran juga kacau," kata Direktur Eksekutif Formappi, I Made Leo

Wiratma dalam konferensi pers daring bertajuk ‘Perencanaan Buruk, Hasil Terpuruk: Evaluasi

Kinerja DPR Masa Sidang III, Tahun Sidang 2020-2021’, Minggu (7/3/2021).

"Dari 11 komisi di DPR, hanya 8 yang ditemukan melakukan rapat untuk melakukan evaluasi

pelaksanaan APBN TA 2020. Jadi ada 3 komisi di DPR yang tidak melakukannya," sambung

Made.

Pelaksanaan fungsi anggaran DPR menurut (Badan Musyawarah) Bamus atas pelaksanaan

APBN TA 2020 mencatat hanya ada delapan (8) Komisi di DPR yang melakukan evaluasi.

154

Di antaranya Komisi I DPR dengan 11 kementerian/lembaga (K/L); Komisi III dengan dua K/L;

Komisi IV dengan tiga kementerian; Komisi V dengan 5 K/L, Komisi VI dengan sembilan K/L;

Komisi VII dengan dua kementerian; Komisi VIII dengan empat K/L; dan Komisi X dengan

empat K/L.

"Sedangkan tiga komisi yang tidak melakukan evaluasi pelaksanaan APBN TA 2020 adalah

komisi II, IX dan XI," ujar Made.

Dengan demikian, kata Made, dapat disimpulkan bahwa evaluasi pelaksanaan APBN TA 2020

belum sepenuhnya dilaksanakan oleh DPR RI.

"Kita dapat menyimpulkan bahwa evaluasi pelaksanaan APBN TA 2020 belum seluruhnya

dilaksanakan oleh DPR," ujar Made. Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kritisi Kinerja DPR, Formappi: Tiga Komisi Tidak Melakukan Evaluasi Pelaksanaan APBN 2020, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/03/07/kritisi-kinerja-dpr-formappi-tiga-komisi-tidak-melakukan-evaluasi-pelaksanaan-apbn-2020. Penulis: Lusius Genik Ndau Lendong Editor: Adi Suhendi

DPR Tak Serius Evaluasi Serapan Anggaran K/L

Senin, 08 Maret 2021, 11:39 WIB Penulis: Maryono Editor: Jimmy Radjah

Infoanggaran.com, Jakarta – Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menilai DPR RI tidak serius melakukan evaluasi serapan anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) tahun anggaran 2020.

Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma mengatakan, ketidakseriusan itu terlihat dari sikap DPR terhadap beberapa K/L yang mempunyai kinerja serapan anggaran rendah.

“Misalnya, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) sebesar 77,4 persen dan BP Sabang yang hanya mencapai 65,12 persen, tapi DPR justru memberikan apresiasi dan menerima penjelasan kedua lembaga tersebut,” ujar Leo saat melaporkan hasil “Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang III 2020/2021” periode 11 Januari-7 Maret 2021, Minggu (7/3/2021).

Menurut Leo, seharusnya DPR menekan K/L yang mempunyai serapan rendah ketimbang memberi apresiasi. “Supaya serapannya lebih meningkat dan sesuai batas yang diberikan peraturan menteri keuangan yang menetapkan minimal 95 persen.”

Parahnya lagi, tidak semua komisi di DPR melakukan rapat evaluasi serapan anggaran K/L. Dari 11 komisi DPR, menurut catatan Formappi, hanya delapan komisi yang mengevaluasi kinerja anggaran mitra kerjanya.

155

“Ada tiga komisi yang tidak ditemukan melakukan rapat pelaksanaan APBN 2020 dengan K/L mitra kerjanya, yaitu Komisi II, Komisi IX, dan Komisi XI,” beber Leo.

Tidak Berdaya

Di samping itu, Leo menjelaskan DPR juga tidak tegas terhadap pemerintah yang mengubah struktur APBN 2021 yang sudah ditetapkan lembaga legislatif pada 2020 lalu.

“Perubahan semena-mena terhadap APBN 2021 oleh pemerintah tidak direspons oleh DPR secara kritis meski hak konstitusionalnya telah dilanggar,” tegas Leo.

Menurut dia, hal tersebut terlihat dari sikap komisi-komisi di DPR yang kebanyakan sekadar mendengarkan penjelasan K/L terkait refocusing dan realokasi anggaran yang “diperintahkan” Sri Mulyani melalui Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S.30 Tahun 2021.

Kalaupun kritis, paling komisi-komisi di DPR hanya menyesalkan atas pemotongan anggaran dan meminta anggota komisi yang ada di Badan Anggaran (Banggar) untuk membicaran kembali dengan Kementerian Keuangan.

“Sikap seperti itu menunjukkan bahwa komisi-komisi DPR tidak berdaya ketika berhadapan dengan kebijakan Menteri Keuangan terkait penganggaran untuk K/L mitra kerjanya,” tegas Leo.

Atas dasar itu, dia meminta DPR agar bisa menggunakan hak bujetnya secara lebih kritis dan berani menolak anggaran K/L yang dikurangi seenaknya oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

“Amputasi terhadap kekuasaan dalam bidang anggaran harus dipulihkan. Sebab kalau tidak, DPR akan makin tidak berdaya,” tandas Leo. https://infoanggaran.com/detail/dpr-tak-serius-evaluasi-serapan-anggaran-kl

Fungsi Pengawasan DPR Dinilai Hanya Ala Kadarnya, Ini Catatan

Formappi

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai

bahwa DPR melakukan fungsi pengawasan ala kadarnya selama Masa Sidang III Tahun Sidang

2020/2021 atau 11 Januari-7 Maret 2021.

Padahal, sebagaimana bunyi peraturan perundang-undangan, DPR punya fungsi strategis untuk

mengawasi pelaksanaan UU, APBN, hingga kebijakan pemerintah.

"Pengawasan yang dilaksanakan DPR selama MS (Masa Sidang) III hanyalah dilakukan secara ala

kadarnya alias tidak tajam dan tidak menggigit," kata Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo

Wiratma dalam diskusi virtual, Minggu (7/3/2021).

"Sehingga rekomendasinya kurang/tidak diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap K/L

(kementerian/lembaga) mitra kerja masing-masing komisi," ujar dia.

156

Berdasarkan catatan Formappi, selama masa sidang ke-III DPR paling banyak melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,

utamnya yang terkait penyusunan aturan turunan UU tersebut.

Namun, DPR gagal mengakomodasi aspirasi rakyat khususnya yang berkaitan dengan aturan

turunan terkait buruh dan tenaga kerja.

Aturan turunan tersebut sempat mendapat penolakan dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia (KSPSI) lantaran dinilai memperberat kondisi buruh selama pandemi Covid-19. Tetapi,

pada akhirnya aturan ini tetap berlaku juga.

"Dengan adanya permintaan dari KSPSI itu maka dapat disimpulkan bahwa Komisi IX gagal

memperjuangkan aspirasi dan kepentingan tenaga kerja kepada pemerintah," ujar Made.

Selain itu, Formappi mencatat, evaluasi terhadap realisasi serapan anggaran Tahun Anggaran (TA)

2020 oleh kementerian/lembaga tidak dilakukan oleh semua komisi.

Dari 11 komisi di DPR, 3 komisi yakni Komisi II, IX, dan XI tidak melakukan evaluasi serap

anggaran kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja mereka.

Selain itu, Komisi DPR yang melakukan evaluasi dinilai tidak kritis terhadap rendahnya serap

anggaran TA 2020 oleh kementerian/lembaga tertentu dan justru memberi apresiasi.

"Hal itu misalnya serap anggaran oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), yang hanya mencapai 77,04 persen, dan Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BP Sabang) yang

hanya mencapai 65,12 persen," kata Made.

Catatan ketiga, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR dinilai tak serius menjalankan

tugasnya. Padahal, mereka bertugas melakukan telaah atas temuan-temuan BPK (Badan

Pemeriksa Keuangan) terhadap Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga Negara non

Kementerian (LKKL) yang sudah dilaporkan ke DPR.

BAKN justru lebih banyak melakukan kunjungan kerja untuk memantau realisasi subsidi energi,

misalnya ke Banten, Cilegon, Cirebon, dan Sumedang.

"Memusatkan kegiatan BAKN yang hanya menyangkut subsidi energi menunjukkan bahwa BAKN

gagap tugas. Sebab temuan-temuan BPK di luar masalah subsidi energi yang menimbulkan

kerugian negara triliunan rupiah justru luput dari penelaahan oleh BAKN, karena itu badan ini layak

dibubarkan," ucap Made.

Catatan keempat, DPR tak mengambil sikap tegas atas rekomendasi berulang yang mereka berikan

terhadap kementerian/lembaga.

157

Padahal, DPR dapat menggunakan “kesaktian” hak-hak konstitusional mereka seperti hak

interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat untuk meminta kementerian/lembaga

menjalankan rekomendasi mereka.

Tak hanya itu, Formappi menilai, dari sekian banyak tim bentukan DPR, selama masa sidang ketiga

ini hanya tim penanganan bencana yang kinerjanya terlihat.

Namun, kinerja yang ditunjukkan hanya berupa pemberian bantuan kepada korban bencana di

Sukabumi.

Sementara, tim pengawas dan tim pemantau atau tim-tim yang lain termasuk tim pengawas

penanganan pandemi Covid-19 tidak ditemukan kegiatannya.

"Karena itu timwas maupun tim pemantau yang tidak jelas hasil kerjanya seyogianya dievaluasi atau

dibubarkan saja," kata Made.

Catatan terakhir, Formappi menemukan bahwa uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test)

terhadap calon-calon pejabat publik tidak semuanya dilakukan secara kritis.

Selain itu, sebagian fit and proper test dilakukan secara tertutup sehingga dapat menimbulkan

pertanyaan-pertanyaan liar atau dugaan-dugaan negatif dari masyarakat.

"Untuk menghindarkan munculnya dugaan-dugaan negatif tersebut, seyogianya seluruh tahapan fit

and proper test dilaksanakan secara terbuka," kata Made.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fungsi Pengawasan DPR Dinilai Hanya Ala

Kadarnya, Ini Catatan Formappi", Klik untuk

baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/03/07/17165161/fungsi-pengawasan-dpr-dinilai-

hanya-ala-kadarnya-ini-catatan-formappi?page=all.

Penulis : Fitria Chusna Farisa

Editor : Bayu Galih

Gagap tugas, Formappi: BAKN DPR layak dibubarkan

BAKN DPR lebih sering kunker memantau realisasi subsidi energi dibandingkan

menelaah temuan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah.

Achmad Al Fiqri

Minggu, 07 Mar 2021 16:23 WIB

Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menilai, DPR tidak kritis terhadap realisasi

penyerapan anggaran oleh mitranya. Ini merujuk respons parlemen terhadap pelaksanaan Badan

Pengusahaan (BP) Batam dan BP Sabang tahun anggaran (TA) 2020 yang tergolong rendah, masing-

masing 77,04% dan 65,12%.

158

"DPR memberikan apresiasi dan dapat menerima penjelasan kedua lembaga tersebut. Berdasarkan

evaluasi di atas dapat disimpulkan, bahwa DPR tidak kritis dalam mengevaluasi pelaksanaan

anggaran K/L (kementerian/lembaga) pada TA 2020," kata Direktur Eksekutif Formappi, I Made Leo Wiratma, dalam telekonfresi, Minggu (7/3).

Formappi juga mencatat tumpulnya sikap kritis DPR atas perubahan kebijakan pemerintah terhadap

struktur anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBN 2021. Perubahan itu terlihat ketika Presiden

Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan daftar alokasi

transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) TA 2021 kepada K/L dan pemerintah daerah (pemda), 25 November 2020.

Menteri keuangan (menkeu) mengubah mekanisme anggaran tersebut melalui Peraturan Nomor 208/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021.

"Perubahan semena-mena terhadap APBN 2021 oleh pemerintah melalui menteri keuangan tidak

direspons oleh DPR secara kritis meski hak konstitusionalnya telah dilanggar, bahkan nampak nurut saja," terangnya.

Selain itu, menurut Leo, sikap mayoritas Komisi DPR menunjukkan setuju terhadap pemotongan

anggaran pada TA 2021 dalam rangka pemfokusan ulang, realokasi, dan penghematan. Sikap paling

kritis hanya dirumuskan dengan kata prihatin atau menyesalkan terjadinya pemotongan dan meminta Badan Anggaran (Banggar) membicarakan kembali dengan Kemenkeu sesuai dengan regulasi.

"Sikap Komisi seperti itu menunjukkan, bahwa Komisi-Komisi DPR tidak berdaya ketika

berhadapan dengan kebijakan menkeu terkait penganggaran untuk K/L mitra kerjanya. Sekalipun

menurut peraturan perundangan DPR memiliki hak untuk mengubah maupun menolak anggaran

yang diajukan oleh pemerintah, tetapi tidak ada satu komisi pun yang menggunakan hak tersebut,"

tegas Leo.

Karenanya, Formappi menilai, DPR tidak menjalankan fungsi pengawasan dalam penggunaan

anggaran mitranya. Setidaknya terdapat delapan komisi yang melakukan pengawasan terhadap

realisasi anggaran mitranya, seperti Komisi I dengan 11 K/L, Komisi III dengan 2 K/L, Komisi IV

dengan 3 kementerian, Komisi V dengan 5 K/L, Komisi VI dengan 9 K/L, Komisi VII dengan 2 Kementerian, Komisi VIII dengan 4 K/L, dan Komisi X dengan 4 K/L.

"Sedangkan tiga Komisi yang tidak ditemukan melakukan evaluasi pelaksanaan APBN TA 2020

dengan K/L mitra kerjanya adalah Komisi II, IX, dan XI. Dengan demikian dapat disimpulkan,

bahwa evaluasi pelaksanaan anggaran oleh K/L pada TA 2020 belum seluruhnya dilaksanakan oleh DPR," terang Leo.

Selain itu, Formappi juga berpendapat, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR tidak

menjalankan tugas sebagaimana tercantum dalam Pasal 112D UU MD3 dan Pasal 76 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib BAKN.

Padahal, terang Leo, BAKN DPR bertugas melakukan menelaah temuan-temuan Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan K/L negara nonkementerian (LKKL) yang sudah

dilaporkan ke DPR.

"BAKN justru lebih banyak melakukan kunker (kunjungan kerja) untuk memantau realisasi subsidi

energi, misalnya ke Banten (Tangerang), Cilegon, Cirebon, dan Sumedang. Memusatkan kegiatan

159

BAKN yang hanya menyangkut subsidi energi menunjukkan bahwa BAKN gagap tugas," terang Leo.

"Sebab temuan-temuan BPK di luar masalah subsidi energi yang menimbulkan kerugian negara

triliunan rupiah justru luput dari penelaahan oleh BAKN. Karena itu, badan ini layak dibubarkan,"

imbuh Leo.https://www.alinea.id/politik/gagap-tugas-formappi-bakn-dpr-layak-dibubarkan-

b2cz5917A

Formappi Saran BAKN DPR Dibubarkan

Karena Dianggap Gagap Tugas Minggu, 7 Maret 2021 21:25 WIB

Tribunnews.com/ Chaerul Umam

Direktur Eksekutif Formappi, I Made Leo Wiratma.

Laporan Wartawan Tribunews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menilai

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) gagap dalam menjalankan tugas sebagai satu

di antara alat kelengkapan dewan.

Formappi beralasan, BAKN telah lari dari tugasnya untuk melakukan penelaahan atas temuan-

temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Kementerian dan

Lembaga Negara non Kementerian (LKKL) yang sudah dilaporkan ke DPR.

Atas dasar itu, Formappi menyarankan agar BAKN dibubarkan karena tidak efektifnya lembaga

tersebut.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Formappi, I Made Leo Wiratma dalam konferensi pers

daring bertajuk ‘Perencanaan Buruk, Hasil Terpuruk: Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang III,

Tahun Sidang 2020-2021’, Minggu (7/3/2021).

“Namun dalam kenyataannya hal itu tidak dilakukan secara serius. BAKN justru lebih banyak

melakukan kunker untuk memantau realisasi subsidi energi, misalnya ke Tangerang, Cilegon,

Cirebon, dan Sumedang,” kata Made.

160

Bagi Formappi, kata Made, memusatkan kegiatan BAKN yang hanya menyangkut subsidi

energi menunjukkan bahwa BAKN gagap tugas.

Karena itu diia menilai BAKN layak dibubarkan.

“Sebab temuan-temuan BPK diluar masalah subsidi energi yang menimbulkan kerugian Negara

triliunan Rupiah justru luput dari penelaahan oleh BAKN, karena itu badan ini layak dibubarkan,”

katanya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Formappi Saran BAKN DPR Dibubarkan Karena Dianggap Gagap Tugas, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/03/07/formappi-saran-bakn-dpr-dibubarkan-karena-dianggap-gagap-tugas. Penulis: chaerul umam Editor: Adi Suhendi

DPR RI Tanggapi Kritikan Formappi

Ahad 07 Mar 2021 18:40 WIB REP: FEBRIANTO ADI SAPUTRO/ RED: RATNA PUSPITA

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar

Dasco mengatakan DPR berdasarkan musyawarah dan mufakat dalam mengambil

keputusan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjawab kritikan

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) terkait kinerja DPR pada Masa

Sidang III Tahun Sidang 2020-2021 lalu. Dasco mengatakan DPR merupakan lembaga yang

terdiri dari fraksi yang beragam dan berbeda dengan kementerian atau institusi seperti Polri dan

TNI yang pengambilan keputusannya secara top-down.

"Di DPR RI ini harus berdasarkan musyawarah dan mufakat karena kita menghindarkan voting,"

kata Dasco kepada Republika, Ahad (7/3).

161

Terkait kritikan Formappi bahwa perencanaan legislasi DPR buruk lantaran sampai masa

sidang III belum juga mengesahkan Prolegnas Prioritas, Dasco mengakui memang sempat

terjadi tarik menarik antarfraksi terkait penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

Prioritas 2021. Namun, ia mengatakan, hal tersebut sudah selesai dan akan diputuskan dalam

masa sidang mendatang.

"Dalam program legislasi memang ada sedikit tarik menarik antara fraksi-fraksi yang kemudian

kita sudah bersepakat bahwa kita akan tetapkan Prolegnas Prioritas 2021 pada bulan Maret ini

di awal masa sidang," ucapnya.

Ketua harian Partai Gerindra itu juga menanggapi kritikan Formappi terkait sikap DPR yang

tidak tegas terhadap perubahan struktur anggaran yang ditetapkan APBN 2021 oleh

Kementerian Keuangan. Dasco mengatakan, pimpinan DPR bersama dengan Banggar dan

Komisi XI akan mengadakan rapat konsultasi terkait hal itu.

Formappi juga mengkritisi sikap DPR di bidang pengawasan yang melakukan fit and proper

test secara tertutup. Dasco pun mempertanyakan kritikan tersebut.

"Fit and proper test yang digelar tertutup itu yang bagaimana ya? Karena memang yang

pertama, pada masa pandemi ini memang dibatasi. Jangankan orang luar, untuk anggota

komisi tersebut juga dibatasi baik jumlah dan waktu, karena protokol kesehatan. Jadi, saya

belum bisa paham yang mana fit and proper test yang tertutup," kata dia.

Kendati demikian ia berterima kasih kepada Formappi yang kerap menyampaikan kritikannya

kepada DPR. Menurutnya, kritikan dari Formappi merupakan masukan agar DPR kedepan lebih

baik.

Sebelumnya, Formappi mengkritisi kinerja DPR baik dari fungsi legislasi, anggaran, maupun

pengawasan pada Masa Sidang III Tahun Sidang 2020-2021 lalu. Peneliti Formappi I Made Leo

Wiratma mengatakan kinerja DPR pada masa sidang III kemarin masih sama dengan kinerja

DPR pada masa sidang tahun sebelumnya yang kerap dinilai buruk.

"DPR gagal menjadikan Masa Sidang III sebagai momentum untuk membangkitkan optimisme

dalam meningkatkan kinerja legislasi," kata dia dalam konferensi pers, Ahad (7/3).

https://republika.co.id/berita/qplkg4428/dpr-ri-tanggapi-kritikan-formappi