LAPORAN DELEGASI DPR RI MENGHADIRI SIDANG ANNUAL ... · depan multilateralisme untuk memperbarui...
Transcript of LAPORAN DELEGASI DPR RI MENGHADIRI SIDANG ANNUAL ... · depan multilateralisme untuk memperbarui...
1
LAPORAN DELEGASI DPR RI
MENGHADIRI SIDANG ANNUAL PARLIAMENTARY HEARING
AT THE UNITED NATIONS
21 - 22 FEBRUARI 2019 DI NEW YORK – AMERIKA SERIKAT
I. PENDAHULUAN
Badan Kerjasama Antar-Parlemen (BKSAP) menerima undangan dari Inter Parliamentary
Union (IPU) untuk menghadiri Annual Parliamentary Hearing at The United Nations
dengan tema "Emerging challenges to multilateralism: A parliamentary response" di New
York, Amerika Serikat pada tanggal 21 – 22 Februari 2019.
Melalui kegiatan ini, pembahasan mengenai perdebatan antara komunitas internasional dan
pemerintah nasional dalam pembahasan isu-isu global seperti perubahan iklim, migran dan
pengungsi, pembangunan berkelanjutan, dan perlucutan senjata nuklir, di mana tidak ada
satu negara pun yang dapat melakukannya sendiri. Komitmen politik terhadap perjanjian
internasional terbukti lebih sulit untuk dicapai dan dipertahankan. Memperkuat
multilateralisme adalah tema yang banyak dibahas dalam pernyataan yang dibuat oleh
Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan selama Debat Umum Majelis Umum PBB
September lalu.
Karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk melibatkan parlemen dalam diskusi tentang masa
depan multilateralisme untuk memperbarui kepercayaan dan kepercayaan dalam sistem
multilateral, dengan PBB sebagai pusatnya.
Sidang tahun ini akan meninjau sistem multilateral untuk memastikan bahwa semua negara
dapat berkontribusi pada keputusan yang memengaruhi seluruh komunitas global. Dalam
konteks ini, sidang akan membahas bagaimana politik dan institusi nasional dapat
memperkuat sistem multilateral dalam semua aspeknya.
A. DASAR PENGIRIMAN DELEGASI
Partisipasi Delegasi DPR-RI dalam Annual Parliamentary Hearing at The United
Nations didasarkan pada Surat Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor:
72/PIMP/III/2018-2019 tanggal 30 Januari 2019 tentang Penugasan Delegasi DPR RI
untuk menghadiri The 2019 Parliamentary Hearing at The United Nations di New York,
Amerika Serikat.
2
B. SUSUNAN DELEGASI
Nama-nama anggota Delegasi DPR-RI ke Sidang Annual Parliamentary Hearing at The
United Nations adalah sebagai berikut:
1. Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si. - Ketua Delegasi/Ketua BKSAP/F-PD/A-432
2. Dave Akbarshah Fikarno - Anggota Delegasi/Wakil Ketua BKSAP/
F-PG/A-246
3. Sarwo Budi Wiryanti Sukamdani - Anggota Delegasi/Anggota BKSAP/F-PDI
Perjuangan/A-144
4. Hj. Melani Leimena Suharli - Anggota Delegasi/Anggota BKSAP/F-PD/A-413
Selama mengikuti persidangan, Delegasi didampingi oleh 1 (satu) orang Sekretaris
Delegasi dan 1 (satu) orang Tenaga Ahli BKSAP dari Sekretariat Jenderal dan Badan
Keahlian DPR RI.
C. VISI DAN MISI
Partisipasi Delegasi DPR RI dalam acara Annual Parliamentary Hearing at The United
Nations mengemban visi dan misi sebagai berikut:
Visi
1. Memperkuat peran diplomasi DPR RI pada level multilateral;
2. Mewujudkan peran aktif DPR RI dalam mendorong kerjasama antara Indonesia dengan
negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Misi
1. Mendukung kerja sama bilateral yang lebih erat antara Indonesia dengan negara-negara
Anggota PBB dalam mendorong pembangunan berkelanjutan;
2. Mempererat hubungan bilateral antara DPR RI dan Parlemen Dunia;
3. Bertukar pengalaman dan informasi serta menjalin komunikasi yang efektif dengan
parlemen negara lain;
4. Anggota DPR sebagai wakil rakyat perlu memahami proses di PBB dan memastikan
suara parlemen didengar pada komitmen global.
3
II. ISI LAPORAN
A. AGENDA SIDANG
Agenda Sidang Annual Parliamentary Hearing at The United Nations adalah sebagai
berikut:
Kamis, 21 Februari 2019
1. Pembukaan (Opening session)
Oleh: - Presiden Sidang Umum ke-73 PBB, Ms. Maria Fernanda Espinosa Garces
- Presiden IPU, Ms. Gabriela Cuevas Barron
2. Multilateralisme di persimpangan jalan: penilaian menyeluruh dan tantangan
yang muncul (Multilateralism at a crossroads: overall assessment and emerging
challenges)
Pembicara :
- Ms. Ravza Kavakci Kan, Anggora Parlemen Turki
- Mr. Peter Beyer, Anggota Parlemen Jerman
- Ambassador Luis Gallegos, Wakil Tetap Ekuador untuk PBB
- Ambassador Elizabeth Cousens, Wakil CEO Yayasan PBB
Sesi pengantar ini akan memberikan penilaian luas tentang bagaimana multilateralisme
telah berhasil dan terkadang gagal dalam menjaga perdamaian dan dalam membangun
kemakmuran global sejak periode pasca-perang. Isu-isu utama yang akan dibahas
termasuk keadaan demokrasi saat ini, tantangan ekonomi dan tuntutan kontemporer
lainnya yang mendesak.
3. Dimensi nasional multilateralisme: reformasi kelembagaan untuk politik yang
lebih baik (The national dimension of multilateralism: institutional reforms for
better politics)
Pembicara :
- Ms. Hege Liadal, Anggora Parlemen Norwegia
- Ambassador Milica Pejanovic-Durisic, Wakil Tetap Montenegro untuk PBB
- Mr. Charles Chauvel, Ketua Tim Proses Politik Inklusif, Tata Kelola dan
Pembangunan Perdamaia, UNDP
- Mr. Richard Gowan, Peneliti Senior pada Pusat Penelitian Kebijakan, Universitas
PBB
Saat ini banyak negara menghadapi ketegangan yang meningkat antara komitmen
internasional dan wacana politik yang menempatkan kedaulatan nasional pada jalur
yang bertabrakan dengan lembaga multilateral, karena itu semakin penting untuk
4
memahami faktor-faktor yang mendasari proses ini guna mempertimbangkan
tanggapan yang tepat dan waktu yang sesuai.
4. Kesetaraan gender di dalam dan luar PBB (Gender equality at the United Nations
and Beyond)
Pembicara :
- Senator Susan Kihika, Senat Kenya, Presiden Biro Parlemen Perempuan IPU
- Ms. Asa Regner, Wakil Direktur Eksekutif Perempuan PBB
- Ms. Ana Maria Menendez, Penasehat Senior Sekretaris Jenderal untuk Kebijakan
- Mr. Brian Heilman, Peneliti Senior, Promundo
Sesi ini akan menyoroti upaya berkelanjutan untuk mencapai kesetaraan gender di
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan, secara lebih luas, mencatat kemajuan menuju
representasi, partisipasi, dan pengaruh yang lebih setara jender dalam proses politik
maupun lembaga dan organisasi pembuat keputusan.
5. Investasi dalam multilateralisme: kesenjangan pendanaan PBB (Investing in
multilateralism: the UN funding gap)
Pembicara :
- Ms. Cecilia Widegren, Anggota Parlemen Swedia
- Ambassador Gillian Bird, Perwakilan Tetap Australia untuk PBB, Ketua Komite
ke-5 Majelis Umum (Anggaran)
- Mr. Miroslav Jenca, Asisten Sekjen untuk Eropa, Asia Tengah dan Amerika,
Departemen Politik PBB
- Mr. Peter Yeo. Presiden Kampanye Dunia yang Lebih Baik
Anggota parlemen, berdasarkan sifat politik dan plural dari parlemen, memiliki peran
kunci dan tanggung jawab untuk dimainkan dalam pencegahan dan penyelesaian
konflik. Tanggung jawab ini tumbuh dan harus mengarah pada hasil yang lebih banyak
bila memungkinkan, sehingga pandangan mereka dapat diterjemahkan dengan baik ke
dalam perubahan nyata di lembaga internasional. Mengingat bahwa parlemen
menyetujui anggaran nasional yang mencakup semua alokasi untuk Sistem PBB,
parlemen memiliki peran kunci untuk memastikan bahwa PBB didanai dengan tepat.
Namun, sebagaimana disorot oleh debat baru-baru ini dari Komite Tetap IPU tentang
Urusan PBB, sebagian besar parlemen tidak menyadari banyak masalah pendanaan
yang memengaruhi kapasitas PBB untuk memenuhi mandatnya.
5
Jum’at, 22 Februari 2019
6. Menuju tata kelola global yang lebih responsif: revitalisasi Majelis Umum
(Towards more responsive global governance: the revitalization of the General
Assembly)
Pembicara :
- Senator Farooq Hamid Naek, Senat Pakistan
- Ambassador Sima Sami Bahous, Perwakilan Tetap Jordan untuk PBB, Wakil
Ketua Kelompok Kerja Ad-Hoc tentang Revitalisasi Pekerjaan Majelis Umum
- Ambassador Michal Mlynar, Perwakilan Tetap Slovakia untuk PBB, Wakil Ketua
Kelompok Kerja Ad-Hoc tentang Revitalisasi Kerja Majelis Umum
Selama bertahun-tahun, sejumlah langkah telah diambil untuk meningkatkan peran
Majelis Umum melalui proses "revitalisasi", termasuk dengan memperkuat kantor
Presiden, menjadikan pemilihan Sekretaris Jenderal PBB lebih demokratis, dan
merampingkan program kerjanya. Namun, anggota parlemen jarang dimasukkan
dalam delegasi nasional atau dalam proses negosiasi di tingkat multilateral.
7. Menjadikan pencegahan konflik, resolusi konflik dan pemeliharaan perdamaian
lebih efektif (Making conflict prevention, conflict resolution and peacekeeping
more effective)
Pembicara :
- Mr. Jose Ignacio Echaniz, Anggota Parlemen Spanyol
- Ms. Safa Al-Hashim, Anggota Parlemen Kuwait
- Mr. Marc Andre Franche, Kepala Bidang Pendanaan Pembangunan Perdamaian
PBB
- Ms. Karin Landgren, Direktur Eksekutif Laporan Dewan Keamanan
- Dr. Palge Arthur, Wakil Direktur Pusat Kerjasama Internasional, Universitas New
York
Dalam tugasnya, Dewan Keamanan membuat keputusan yang mengikat secara hukum
bagi seluruh komunitas internasional, hal tersebut tidak selalu memenuhi harapan baik
karena gagal mengambil tindakan yang dibutuhkan atau karena pengambilan
keputusan yang tidak efektif. Upaya untuk membuat Dewan Keamanan lebih mewakili
lanskap geopolitik abad ke-21 dan metode kerja yang lebih transparan dan demokratis
yang belum membuahkan hasil.
6
8. Sistem multilateral di mata publik: dampak komunikasi massa (The multilateral
system in the public eye: the impact of mass communications)
Pembicara :
- Senator Scott Ryan, Ketua Senat Australia
- Mr. Stephane Dujarric, Juru Bicara UNSG
- Ms. Elmira Bayrasli, Editor Kebijakan Gangguan Luar Negeri, Bard College
- Mr. David Bollier, Direktur Pemberdayaan Program Bersama, Schumacher Center
untuk Ekonomi Baru.
Multilateralisme ditandai dengan dialog antar pemerintah yang bergerak lambat yang
jauh dari jangkauan mata publik. Selama beberapa dekade, dengan munculnya
globalisasi dan alat komunikasi modern seperti Internet, saluran berita 24 jam
seminggu, media social yang sama kemunculannya sejauh perjalanan jarak jauh,
dimana orang dapat berbicara satu sama lain dan mengatur aksi lintas batas pada
frekuensi dan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Akibatnya, lembaga
multilateral dan perwakilan mereka berada di bawah pengawasan publik yang lebih
intens terhadap tindak tanduk mereka, dan sekaligus menekan untuk menyampaikan
atau tidak menyampaikan informasi. Ada keterputusan yang tumbuh antara cara dan
sarana sistem multilateral dan orang-orang dari dunia luar yang implikasinya belum
sepenuhnya dipahami.
9. Penutupan (Closing session)
Foto Delegasi DPR RI ke Parliamentary Hearing at The United Nations
7
B. JALANNYA PERSIDANGAN
1. Opening Session
Acara ini dibuka oleh President General Assembly Maria Fernanda Espinosa, mantan
Duta Besar Ekuador untuk PBB. Ia menekankan bahwa multilateralisme bukanlah
suatu pilihan, melainkan satu-satunya cara yang paling memungkinkan untuk
membangun dan menjaga stabilitas global.
Presiden IPU, Gabriela Cuevas Barron dalam sambutannya menyatakan bahwa
kepentingan nasional dapat berjalan searah dengan kepentingan global. Berbagai
kesepakatan yang dilakukan di tingkat internasional juga memberikan manfaat positif
bagi masyarakat. Parlemen maupun pemerintah sama-sama memiliki peranan penting
dalam menghadapi berbagai tantangan globalisasi. Untuk mereformasi dan
membangun akuntabilitas PBB sebagai institusi multilateral yang mengatur tata kelola
sistem internasional, parlemen dan pemerintah juga harus lebih mempererat kerja sama
di segala bidang.
Foto bersama peserta Parliamentary Hearing at The United Nations
2. Sesi I: Multilateralism at a crossroads: overall assessment and emerging challenges
Pembicara pertama dalam sesi ini, Ms. Ravza Kavakci Kan, Anggota Parlemen Turki.
Kavakci menyatakan bahwa untuk menyelesaikan persoalan global, dibutuhkan solusi
berskala global. Ia mengkritik sistem multilateral di bawah kepemimpinan PBB yang
pada praktiknya ditentukan/disetir oleh lima anggota Dewan Keamanan PBB. Oleh
8
karena itu, Dewan Keamanan PBB harus lebih inklusif karena setiap negara anggota
PBB berhak mendapatkan perlakuan yang sama.
Mr. Peter Beyer (Anggota Parlemen Jerman) selaku pembicara kedua dalam sesi ini
menyampaikan bahwa ada isu-isu global seperti migrasi, perubahan iklim, dan
terorisme yang hanya dapat diatasi melalui forum multilateral. Diperlukan peraturan
yang lebih baik untuk mendukung jalannya rules-based international order. Oleh
karena itu, pilar keparlemenan dalam sistem PBB perlu diperkuat.
Ambassador Luis Gallegos (Wakil Tetap Ekuador untuk PBB) menyatakan bahwa
PBB adalah legitimate forum yang dapat mengatasi berbagai persoalan global.
Sedangkan, Ambassador Elilzabeth Cousens yang merupakan wakil CEO Yayasan
PBB menyampaikan bahwa secara historis, sistem multilateral dibangun dengan tujuan
untuk menjaga perdamaian global. Melalui sistem multilateral, berbagai pencapaian
telah diraih, misalnya dalam isu HAM, hak-hak perempuan, teknologi, dan
lingkungan. Namun demikian, dalam menjawab tantangan globalisasi yang semakin
kompleks, diperlukan institusi global yang lebih kuat, transparan dan akuntabel.
3. Sesi II: The national dimension of multilateralism: institutional reforms for better
politics
Pada sesi ini Ms. Hege Liadal (Anggota Parlemen Norwegia) menyampaikan bahwa
globalisasi memberikan dampak berbeda bagi masyarakat. Sementara sebagian
masyarakat memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidupnya, sebagian
lainnya justru merasakan penurunan tingkat kesejahteraan akibat globalisasi. Ada
banyak pendekatan politik yang berbeda dalam upaya menyelesaikan persoalan global.
Polarisasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi sistem multilateral.
Pembicara kedua sesi ini yaitu Ambassador Milica Pejanovic Durisic (Wakil Tetap
Montenegro untuk PBB) menyampaikan bahwa penguatan institusi internasional
merupakan langkah utama dalam menghadapi berbagai tantangan global. IPU dan
PBB dapat memainkan peranan penting dalam membawa dan mempromosikan agenda
pembangunan global ke tengah masyarakat.
Mr. Charles Chauvel (Ketua Tim Proses Politik Inklusif, Tata Kelola dan
Pembangunan Perdamaian UNDP), pembicara ketiga dalam sesi ini mengungkapkan
bahwa kesenjangan ekonomi merupakan isu utama bagi masyarakat. Ada dukungan
yang luar biasa besar terhadap keberlangsungan sistem demokrasi, namun kekecewaan
terhadap demokrasi juga semakin besar.
Mr. Richard Gowan, peneliti senior pada Pusat Penelitian Kebijakan UN University
menyampaikan bahwa secara umum, ada rasa ketidakpuasan terhadap sistem
9
multilateral yang berlaku saat ini. Serangan para populis terhadap sistem multilateral
masih sulit untuk diatasi karena: 1) Mereka bergerak di tingkat lokal; 2) Mereka
menggunakan bahasa yang sederhana dan humanis; 3) Para pendukung sistem
multilateral cenderung defensif terhadap kritik.
Sekjen PBB Antonio Guteres menyampaikan bahwa melalui sistem multilateral,
negara-negara di dunia telah mencapai kesepakatan global dalam berbagai isu,
terutama migrasi dan perubahan iklim. Sekjen PBB mengakui bahwa PBB harus
memperbaiki kinerjanya dan berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang
aman, bebas dari diskriminasi dan pelecehan. Selanjutnya, Sekjen PBB menyuarakan
pentingnya memerangi xenophobia dan hate speech, serta meminta dukungan
parlemen untuk mencapai agenda pembangunan global.
4. Sesi III: Gender equality at the United Nations and beyond
Pembahasan mengenai kesetaraan gender diawali dengan pemaparan yang
disampaikan oleh Senator Susan Kihika dari Kenya. Susan menyampaikan bahwa IPU
telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong partisipasi perempuan di politik. Di
berbagai negara di dunia, budaya patriarki masih menjadi salah satu penghambat
dalam mendorong emansipasi wanita.
Ms. Ana Maria Menendez (Penasehat Senior Sekjen untuk Kebijakan)
menggarisbawahi kurangnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.
Saat ini, hanya 19 negara di dunia yang menempatkan perempuan di posisi/jabatan
tertinggi pemerintahan.
Pembicara lainnya, yaitu Ms. Asa Regner yang merupakan Wakil Direktur Eksekutif
Perempuan PBB, menyampaikan bahwa keterlibatan perempuan dalam pengambilan
keputusan akan memberikan hasil yang lebih inklusif. Regner menambahkan bahwa
politisi perempuan masih rentan mengalami kekerasan dalam politik.
Selanjutnya Mr. Brian Heilman, peneliti senior Promundo, menegaskan perlunya
keterlibatan laki-laki dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Kebijakan yang
tepat dapat mengubah norma sosial yang ada, yang selama ini menempatkan
perempuan sebagai kelompok sekunder dalam masyarakat. Heilman menyampaikan
pula bahwa betapa pentingnya pembagian peran yang lebih berimbang antara laki-laki
dan perempuan, termasuk dalam pekerjaan rumah tangga.
10
5. Sesi IV: Investing in multilateralism: the UN funding gap
Pembicara pertama pada sesi ini adalah Ms. Cecilia Widegren, Anggota Parlemen
Swedia. Menurut Widegren, kontribusi dari para anggota merupakan satu-satunya opsi
bagi PBB agar dapat terus menjalankan misinya. Widegren mendorong negara-negara
anggota PBB untuk meningkatkan kontribusinya masing-masing (dalam bentuk core
funding).
Ambassador Gillian Bird yang merupakan Wakil Tetap Australia untuk PBB
menyampaikan bahwa kurangnya pendanaan merupakan tantangan utama bagi PBB.
Earmark funding yang bersifat sukarela dinilai kurang sustainable karena tidak
memberikan ruang bagi PBB untuk mengelola dana yang ada secara fleksibel.
Mr. Miroslav Jenca, Asisten Sekjen untuk Eropa, Asia Tengah dan Amerika pada
Departemen Politik PBB menyampaikan bahwa pencegahan konflik merupakan
mandat utama PBB yang sayangnya belum mendapatkan perhatian penuh. Anggaran
yang dialokasikan untuk misi ini juga sangat terbatas.
6. Sesi V: Towards more responsive global governance: the revitalization of the
General Assembly
Senator Farooq Hamid Naek yang bersal dari Pakistan menyampaikan bahwa peran
UNGA perlu ditingkatkan karena banyak isu-isu non security yang ditangani langsung
oleh UNGA, seperti perubahan iklim. Parlemen memiliki peran penting dalam
mengimplementasikan resolusi-resolusi UNGA di tingkat nasional. Parlemen juga
merupakan ujung tombak pencapaian SDGs, oleh karena itu diperlukan mekanisme
khusus yang mengatur keterlibatan parlemen di PBB.
Ambassador Sima Sami Bahous, Wakil Tetap Jordania untuk PBB menyampaikan
bahwa untuk mendukung revitalisasi UNGA, kemitraan antara pemerintah dan
parlemen harus ditingkatkan. Negara-negara anggota PBB bertanggung jawab untuk
meningkatkan peran UNGA.
Ambassador Michal Mlynar, Wakil Tetap Slowakia untuk PBB, menyampaikan bahwa
UNGA harus mempromosikan keterbukaan dan inclusiveness kepada seluruh negara
anggota. Reformasi UNGA akan mempengaruhi reformasi PBB secara keseluruhan.
Sedangkan L. Rurup menyampaikan bahwa multilateralisme melalui UNGA
memberikan dampak yang signifikan terhadap stabilitas global.
11
Foto Parisipasi Delegasi Indonesia dalam sidang
7. Sesi VI: Making conflict
prevention, conflict resolution and
peacekeeping more effective
Anggota Parlemen Kuwait, Ms. Safa
Al-Hashim selaku pembicara dalam
sesi ini menyampaikan bahwa untuk
meningkatkan legitimasi dan
kredibilitasnya, sistem keanggotaan
dalam Dewan Keamanan PBB harus
merepresentasikan setiap wilayah.
Reformasi PBB harus dimulai dari
reformasi Dewan Keamanan.
Selanjutnya Mr. Jose Ignacio
Echaniz, Anggota Parlemen
Spanyol, menyampaikan bahwa IPU
telah memiliki sistem yang sangat
demokratis, di mana semua negara
memiliki hak yang sama, termasuk
negara-negara miskin. PBB juga
seharusnya bisa lebih demokratis
dalam pengambilan keputusan.
8. Sesi VII: The multilateral system in the public eye: the impact of mass
communications
Senator Australia, Mr. Scott Ryan menyampaikan bahwa media memiliki peranan
besar dalam membentuk opini publik. Oleh karena itu, kita harus lebih berhati-hati
dalam menggambarkan sistem multilateral. Jangan sampai kita memberikan image
negatif mengenai multilateralisme, karena dapat mempengaruhi kepercayaan
masyarakat terhadap institusi internasional.
Pada kesempatan yang sama, Ms. Elmira Bayrasli, Editor Foregin Policy Interrupted
Bard College, menyampaikan bahwa ada dua fenomena yang mengubah dinamika
opini publik dan multilateralisme, yaitu globalisasi dan mobile technology.
Mr. Stephane Dujarric, Juru bicara UNSG, menyampaikan bahwa persoalan yang
dihadapi PBB adalah kurangnya branding management. Ada banyak pemberitaan
negatif mengenai kegagalan PBB, namun kontribusi positif PBB dalam menjaga
perdamaian dunia tidak terlalu banyak diberitakan oleh media.
Annual Parliamentary Hearing ditutup oleh Presiden IPU dan Presiden UNGA pada
tanggal 22 Februari 2019.
12
C. PARTISIPASI DELEGASI DPR RI
Delegasi DPR RI berperan aktif dalam setiap sesi kegiatan ini. Anggota BKSAP Sarwo
Budi Wiryanti Sukamdani menyampaikan intervensi pada sesi Multilateralism at a
crossroads: overall assessment and emerging challenges dengan menegaskan bahwa
manfaat multilateralisme tidak terdistribusi secara merata, terutama dalam sistem
perdagangan global. Kunci kesuksesan sistem multilateral adalah demokrasi dalam
pengambilan keputusan. Demokrasi dalam hal ini adalah keterlibatan semua pihak,
termasuk perempuan dan generasi muda.
Anggota BKSAP Melani Leimena Suharli menyampaikan intervensi dengan menekankan
pentingnya konsensus dalam pengambilan keputusan dan oleh karena itu, negara-negara
anggota harus lebih fleksibel dalam menghadapi perbedaan. Melani juga mengajukan dua
pertanyaan mengenai revitalisasi UNGA. Pertama, apa konsekuensi revitalisasi UNGA
bagi negara-negara anggota? Apa yang harus dipersiapkan oleh negara-negara anggota
untuk mendukung proses reformasi tersebut? Kedua, apakah reformasi UNGA dapat
mendorong reformasi di Dewan Keamanan? Seorang panelis menjelaskan bahwa
reformasi DK PBB termasuk dalam rangkaian revitalisasi UNGA. Pertanyaan pertama
tidak disampaikan oleh moderator kepada panelis.
Foto: Hj. Melani Leimena Suharli saat menyampaikan intervensi
13
Anggota BKSAP Sarwo Budi Wiryanti Sukamdani menyampaikan intervensi mengenai
pentingnya meningkatkan keterlibatan perempuan dalam misi-misi perdamaian PBB.
Kehadiran perempuan dalam pasukan perdamaian PBB dapat meningkatkan rasa
kepercayaan masyarakat setempat dan mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual
terhadap perempuan. Selanjutnya, Wiryanti juga mengajukan pertanyaan mengenai
dampak reformasi PBB terhadap kondisi keuangan institusi tersebut.
Pada sesi The multilateral system in the public eye: the impact of mass communications,
Anggota BKSAP Sarwo Budi Wiryanti Sukamdani menyampaikan pula bahwa PBB
harus lebih menjangkau masyarakat di pedesaan dan kota-kota kecil, misalnya dengan
mempromosikan pemilu damai dan gerakan anti politik uang. Momen-momen inilah
yang harus dimanfaatkan oleh PBB agar lebih dekat dengan masyarakat.
Foto: Delegasi DPR RI saat pelaksanaan sidang (kiri-kanan : Hj. Melani Leimena Suharli, Dr. Nurhayati Ali Assegaf,
M.Si. Sarwo Budi Wiryanti Sukamdani, dan Dave Akbarshah Fikarno, ME)
D. PERTEMUAN LAINNYA
1) Delegasi DPR RI menghadiri side event "Briefing for Parliamentarians on Universal
Health Coverage (UHC)". UHC 2030 merupakan gerakan global untuk membangun
sistem kesehatan yang lebih memadai dan menjangkau semua pihak secara
menyeluruh. PBB mengundang para anggota parlemen untuk bergabung dalam
gerakan tersebut.
2) Pada tanggal 21 February 2019, Ketua BKSAP mengadakan pertemuan dengan
UNEP Director New York Office, Mr. Jamil Ahmad, salah satu kesepakatan yang
dihasilan adalah DPR RI dan UNEP akan menyelenggarakan side event mengenai
peran parlemen dalam pencapaian SDGs di sela-sela pertemuan HLPF pada bulan Juli
2019 di New York.
14
Foto : Ketua Delegasi DPR RI, Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si bersama dengan UNEP Director New York Office
Jamil Ahmad
3) Pertemuan Bilateral dengan Delegasi Parlemen Serbia pada 21 Februari 2019, tentang
peningkatan hubungan Bilateral dua negara. Pada kesempatan tersebut Delegasi
Serbia mengundang Indonesia untuk hadir di sidang IPU di Serbia Oktober
mendatang.
4) Pada 22 Februari 2019, Ketua BKSAP mengadakan pertemuan dengan policy advisor
UN Women, Julie Balington yang mengusulkan agar salah satu tema WPFSD ke-3
membahas komitmen terhadap agenda Beijing +25.
Foto : Ketua Delegasi DPR RI, Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si bersama dengan UN Women
15
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan partisipasi Delegasi DPR RI dalam Sidang Annual Parliamentary Hearing
at The United Nations pada tanggal 21 – 22 Februari 2019, dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Delegasi DPR RI telah berpartisipasi aktif dalam berbagai diskusi yang
diselenggarakan selama rangkaian Parliamentary Hearing at The United Nations
Delegasi DPR RI juga telah memberikan kontribusi dan memperkaya jalannya diskusi
dengan menyampaikan sejumlah intervensi.
2. Pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh IPU adan PBB telah mempererat
hubungan antara DPR RI dengan IPU dan sebagai organisasi internasional yang kerap
bekerjasama dengan pemerintah dan parlemen Indonesia.
B. Saran
Pertemuan Parlemen Tahunan yang diadakan di PBB di New York merupakan forum
untuk debat substantif mengenai isu-isu global antara anggota parlemen, PBB dan para
pemangku kepentingan lainnya. Kesimpulan dan rekomendasi pertemuan ini selanjutnya
dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi PBB dalam meenghasilkan keputusan yang
berpengaruh secara global. Karena itu, kehadiran delegasi DPR ke sidang ini perlu
dilanjutkan sebagai upaya memberikan kesempatan kepada anggota DPR RI untuk lebih
memahami proses pengambilan keputusan dan negosiasi di PBB, serta memberi ruang
untuk membawa perspektif nasional ke PBB.
IV. ANGGARAN DAN PENUTUP
A. Anggaran
Biaya yang digunakan untuk kegiatan pengiriman Delegasi DPR RI ke Sidang Annual
Parliamentary Hearing at the United Nations tanggal 21 - 22 Februari 2019 adalah sebesar
Rp.886.475.000,- (Delapan Ratus Delapan Puluh Enam Juta Empat Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu
Rupiah).
Partisipasi Delegasi DPR RI dalam sidang ini diharapkan dapat mengoptimalkan peran
DPR RI dan mendukung kerja sama yang lebih erat antara Indonesia dengan negara-
negara Anggota PBB dan Parlemen anggota IPU. Sebagai tindak lanjut dari kunjungan
Delegasi DPR RI, BKSAP juga diharapkan untuk dapat memaksimalkan perannya
sebagai Alat Kelengkapan Dewan yang memiliki fungsi untuk membina, menjalin, dan
mengembangkan hubungan kerja sama dengan Parlemen negara lain maupun dengan
organisasi internasional.
16
B. Penutup
Demikian pokok-pokok laporan Delegasi DPR RI ke Annual Parliamentary Hearing at
The United Nations pada tanggal 21 – 22 Februari 2019 di New York – Amerika Serikat.
Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, 28 Februari 2019