EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN SAPI PERAH PADA MUSIM … · Koperasi Peternak Sapi ... Pengamatan...

31
EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN SAPI PERAH PADA MUSIM YANG BERBEDA DI KOPERASI PETERNAK SAPI BANDUNG UTARA (KPSBU) LEMBANG AYU LESTARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN SAPI PERAH PADA MUSIM … · Koperasi Peternak Sapi ... Pengamatan...

EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN SAPI PERAH PADA

MUSIM YANG BERBEDA DI KOPERASI PETERNAK

SAPI BANDUNG UTARA (KPSBU) LEMBANG

AYU LESTARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kecukupan

Nutrien Sapi Perah pada Musim yang Berbeda di Koperasi Peternak Sapi

Bandung Utara (KPSBU) Lembang adalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Ayu Lestari

NIM D24090099

ABSTRAK

AYU LESTARI. Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah pada Musim yang

Berbeda di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang.

Dibimbing oleh DESPAL dan LUKI ABDULLAH.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kecukupan nutrien sapi

perah dan mengamati dampaknya terhadap produksi dan kualitas susu serta

membandingkan pengaruh curah hujan yang berbeda terhadap aspek kecukupan

nutrien. Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2012 sampai Juni 2013

melalui survei lapang dan analisis laboratorium. Peubah yang diamati adalah

bobot badan, pemberian pakan, komposisi nutrisi, produksi susu, dan kualitas

susu. Data dianalisis menggunakan uji T, korelasi, dan regresi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa sapi perah di KPSBU Lembang telah terpenuhi kebutuhan

nutrien, kecuali mineral Ca. Pada akhir musim hujan, produksi susu, laktosa,

protein, dan SNF susu cenderung lebih rendah, tetapi kadar lemak susu lebih

tinggi dibandingkan dengan awal musim hujan. Tidak terdapat model pendugaan

produksi dan kualitas susu memuaskan dapat dibuat dari informasi yang ada yang

menggambarkan kurangnya pertimbangan performa ternak dalam pola pemberian

pakan.

Kata kunci: kecukupan nutrien, kualitas susu, produksi susu, sapi perah

ABSTRACT

AYU LESTARI. Seasonal Nutritional Status of Dairy Cattle Kept by Small

Holder Farmer Under KPSBU Lembang Administration. Supervised by DESPAL

and LUKI ABDULLAH.

This research was aimed at evaluating dairy cows nutritional status on milk

production and quality in different rainfall. The research was done from

September 2012 until June 2013 for field survey and laboratory analysis. Body

weight, feed intake, nutrient contents, milk production, and milk quality have been

measured and analyzed. The data were analyzed using T-test to compare the

differences rainfall effect, correlation between all parameters heve been tested and

regression model of milk production and quality have been made based on the

correlation test. The results showed that in average dairy cows kept by small

holder famer under KPSBU administration has been offered feed to fulfilled their

nutrients requirement,except for mineral Ca. During early rainy, milk production,

lactose, protein, and solid non fat (SNF) tends to be lower, but milk quality

especially fat content of milk were higher. No satisfaction regression of milk

production and quality model could be made from the parameters used which

show that farmers did not consider cow performance in feeding their cattle.

Keywords: dairy cows, milk production, milk quality, nutrient adequacy

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN SAPI PERAH PADA

MUSIM YANG BERBEDA DI KOPERASI PETERNAK

SAPI BANDUNG UTARA (KPSBU) LEMBANG

AYU LESTARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah pada Musim yang Berbeda

di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang

Nama : Ayu Lestari

NIM : D24090099

Disetujui oleh

Dr Despal, SPt, MScAgr

Pembimbing I

Prof Dr Ir Luki Abdullah, MscAgr

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah pada Musim yang Berbeda di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang

Nama : A yu Lestari NIM : D24090099

Disetujui oleh

Dr Despal, SPt, MScAgr Prof Dr Ir Luki Abdullah, MscAgr Pembimbing I Pembimbing II

Tanggal Lulus: 0 7 JAN 2014

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Tema yang dipilih dalam penulisan skripsi ini adalah nutrisi ternak dengan

judul Evaluasi Kecukupan Nutrien Sapi Perah pada Musim yang Berbeda di

Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang. Skripsi ini ditulis

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan September 2012 sampai

Juni 2013. Ketersediaan pakan merupakan faktor penting dalam usaha peternakan

sapi perah. Namun, penyediaan pakan masih menjadi faktor pembatas pada curah

hujan 259 mm bulan dimana hijauan tumbuh lambat. Hal ini akan berpengaruh

terhadap performa sapi dan produksi susu. Perhatian khusus perlu diberikan pada

ketersediaan pakan agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang menunjang

produksi. Salah satu cara untuk mengetahui apakah manajemen pemberian pakan

sudah tepat adalah dengan melakukan evaluasi kecukupan nutrisi.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran

dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

penyempurnaan pada masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

Ayu Lestari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 METODE PENELITIAN 2

Bahan 2 Alat 2 Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Prosedur Penelitian 3

Survei dan Observasi Lapang 3 Teknik Pengambilan Data 3 Analisis Laboratorium 3

Analisis Data 4 Data yang diambil 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Kondisi Umum Lokasi 6 Karakteristik Peternak 7 Pemberian Pakan 8 Kebutuhan Nutrien 9 Kecukupan Nutrien 10 Bobot Badan,Body Condition Score (BCS),Produksi Susu,dan Kualitas Susu 11 Hubungan Pakan dengan Produksi Susu dan Kualitas Susu 12

SIMPULAN DAN SARAN 13 Simpulan 13 Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

RIWAYAT HIDUP 18 UCAPAN TERIMA KASIH 18

DAFTAR TABEL

1 Umur, pendidikan, dan pengalaman beternak responden 7 2 Pemberian pakan sapi perah 8 3 Imbangan hijauan dan konsentrat 8 4 Kebutuhan nutrien sapi perah berdasarkan NRC 1989 9

5 Pemberian nutrien pakan sapi perah 10 6 Evaluasi kecukupan nutrien sapi perah 10 7 Rata-rata kecukupan nutrien sapi perah 11

8 Persentase sapi yang memenuhi kebutuhan nutrien 11 9 Bobot badan, body condition score (BCS), dan produksi susu 12 10 Rata-rata komposisi susu 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis korelasi antara pemberian pakan dengan produksi-kualitas susu

pada awal musim hujan 16 2 Analisis korelasi antara pemberian pakan dengan produksi-kualitas susu

pada akhir musim hujan 17

PENDAHULUAN

Peternakan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat membantu

menopang pembangunan ekonomi nasional. Berdasarkan data Badan Pusat

Statistik, produk domestik bruto (PDB) sektor peternakan menyumbang lebih dari

12% produk domestik bruto (PDB) pertanian selama periode 2005 sampai 2010

(BPS 2012). Sementara dari aspek penyerapan tenaga kerja, kontribusi sub sektor

peternakan lebih dari 11% terhadap sektor pertanian pada periode 2009 sampai

2011 (Pusdatin 2012). Peternakan sapi perah merupakan salah satu sub sektor

peternakan yang cukup mendapat perhatian dimana peternakan sapi perah

dikembangkan untuk memenuhi permintaan susu yang semakin meningkat dari

tahun ke tahun dan juga melihat peningkatan jumlah penduduk, pendapatan, dan

kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya gizi.

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat

dengan jumlah rumah tangga peternak sebanyak 192 ribu RTP (rumah tangga

peternak) serta skala kepemilikan ternak 3 sampai 4 ekor per peternak dan rata-

rata produksi 11.51 liter ekor-1

hari-1

(Ditjennak 2010; BPS 2011). Berdasarkan

data Dirjen Peternakan, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebesar 5 125

ton, Indonesia masih mengimpor dari luar negeri sebanyak 4 150 ton (80%) sebab

kebutuhan dalam negeri hanya bisa memenuhi 975 ton (20%) (Ditjennak 2012).

Kebutuhan susu yang meningkat merupakan salah satu faktor pendorong bagi

perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia. Perkembangan peternakan

yang semakin meningkat membutuhkan manajemen yang baik. Manajemen pakan

merupakan hal paling penting dalam usaha peternakan sapi perah.

Pakan yang diberikan pada ternak akan mempengaruhi performa ternak itu

sendiri (Toharmat 2003). Jika produksi susu dari ternak itu baik, maka pakan yang

diberikan diperkirakan telah mencukupi kebutuhan nutrisi dari ternak tersebut.

Sebaliknya, jika performa dari ternak tidak seperti yang diharapkan, maka

diperkirakan terdapat kesalahan yang terjadi dalam manajemen pemberian pakan

tersebut. Pemberian pakan harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu,

dan produksi susu, terutama bagi beberapa sapi yang telah berproduksi (Sudono et al.

2003). Produksi optimal dapat tercapai dengan cara menyediakan cukup pakan,

baik kualitas maupun kuantitasnya, serta terpenuhinya kecukupan gizi sesuai

dengan kebutuhan ternak, tidak kekurangan maupun kelebihan (Santosa et al.

2009). Sudono (1999) menyatakan pakan yang diberikan pada sapi perah minimal

harus memenuhi tiga macam kebutuhan nutrisi pakan yaitu bahan kering, protein

kasar, dan total digestible nutrient (TDN).

Tujuan utama dari usaha beternak sapi perah adalah menghasilkan sapi-sapi

laktasi dalam kondisi yang baik agar dapat berproduksi secara optimal. Perhatian

khusus perlu diberikan pada ketersediaan pakan agar dapat memenuhi kebutuhan

nutrisi yang menunjang produksi. Salah satu cara untuk mengetahui apakah

manajemen pemberian pakan sudah tepat adalah dengan melakukan evaluasi

kecukupan nutrien.

Kawasan peternakan KPSBU Lembang merupakan salah satu daerah sentra

peternakan sapi perah di Jawa Barat. Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara

2

(KPSBU) terletak di Kecamatan Lembang, 15 km sebelah utara kota Bandung.

KPSBU berdiri pada tanggal 8 Agustus 1971 dan memiliki jumlah anggotanya

sekitar 8 509 orang. Kegiatan usaha KPSBU Lembang meliputi usaha simpan

pinjam, perdagangan susu, penyediaan makanan ternak atau biasa disebut MAKO

(Makanan Konsentrat), pembibitan dan kesehatan hewan, dan usaha perdagangan.

Kawasan peternakan anggota KPSBU Lembang berada di daerah padat

penduduk yang terus berkembang. Potensi pariwisata yang tinggi menyebabkan

persaingan peruntukan lahan semakin tinggi. Hal tersebut menyebabkan

penyediaan pakan terutama hijauan untuk sapi perah semakin terbatas.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kecukupan nutrien sapi perah dan

mengamati dampak kecukupan nutrien terhadap produksi dan kualitas susu.

Penelitian ini juga ditujukan untuk membandingkan pengaruh curah hujan yang

berbeda terhadap aspek kecukupan nutrien. Hasil penelitian ini diharapkan

memberikan kontribusi dalam dunia peternakan, khususnya dalam manajemen

pemberian pakan sehingga dapat diaplikasikan oleh peternak.

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan yang digunakan, meliputi ternak dan pakan. Ternak yang diamati,

yaitu sebanyak 113 ekor sapi laktasi peranakan Fries Holstein (FH) yang terdapat

pada peternakan sapi perah rakyat aggota KPSBU Lembang dengan jumlah

peternak sebanyak 30 peternak. Pakan yang diberikan di peternakan sapi perah

rakyat anggota KPSBU Lembang, antara lain hijauan dan konsentrat.

Alat

Peralatan yang digunakan, antara lain kuisioner untuk peternak, timbangan,

gelas takar, botol sampel susu, plastik, label, pita ukur, alat tulis, dan alat analisis

susu Lactoscan type S_L.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu pengambilan data di lapang

selama 4 bulan dari September sampai November 2012 dan Februari 2013 di

peternakan sapi perah rakyat anggota KPSBU Lembang dan pengujian sampel

selama 5 bulan dari November sampai Desember 2012 dan April sampai Juni

2013 di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB,

Laboratorium Kimia Fakultas MIPA IPB, dan Laboratorium PAU IPB.

3

Prosedur Penelitian

Survei dan Observasi Lapang

Survei dilakukan di peternakan sapi perah rakyat anggota KPSBU

Lembang. Pengamatan dilakukan bersamaan dengan wawancara kepada setiap

responden. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas

mengenai keterampilan teknis peternak. Pengamatan juga dilakukan sebagai

konfirmasi terhadap hasil wawancara.

Teknik Pengambilan Data

Penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan dari pengukuran

dan wawancara di lapang yang disertai pengisian kuesioner. Responden diambil

secara random, yaitu sebanyak 6 responden masing-masing dari 5 daerah yang

berbeda. Berdasarkan data BMKG, curah hujan bulan Oktober-November 2012

sebesar 438 mm bulan-1

yang disebut sebagai periode awal musim hujan,

sedangkan curah hujan bulan Pebruari-Maret 2013 sebesar 259 mm bulan-1

yang

disebut sebagai akhir musim hujan (BMKG 2012 dan 2013).

Analisis Laboratorium

1. Analisis Proksimat (Metode AOAC 1988)

Sampel pakan yang sudah dikoleksi untuk analisis kandungan nutrisi,

diambil sebanyak 1 kg (hijauan) dan 500 g (pakan penguat). Sampel hijauan

dikeringkan di bawah sinar matahari selama 15 jam intensitas matahari (Asti et al.

2010). Hijauan kering dan pakan penguat digiling hingga melewati saringan 0.5

mm. Sebanyak 50 g dari sampel hasil gilingan dipisahkan untuk analisis

proksimat. Analisis bahan kering (BK) dilakukan dengan mengeringkan ±4 g

sampel dalam wadah cawan porselin yang sudah diketahui beratnya menggunakan

oven 105 ºC selama 24 jam (hingga berat konstan). Persentase bahan kering (BK)

dihitung sebagai persentase dari berat sampel setelah oven dan sebelum oven.

Kandungan abu diperoleh setelah sampel yang sama diinsinerasi (dibakar) pada

oven (tanur) bersuhu 600 ºC selama 6 jam (hingga bahan organik hilang). Kadar

lemak ditentukan dengan ekstraksi petroleum benzene, sedangkan protein

dianalisis menggunakan metode Kjeldahl. Kandungan serat kasar diperoleh dari

sisa penyaringan setelah dilarutkan pada pelarut asam dan basa.

2. Analisis Mineral

Preparasi Sampel (Metode Reitz et al. 1987)

Sebanyak ±1 g sampel pakan/rumput dimasukkan ke dalam erlenmeyer

ukuran 125 ml/100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 (p) dan didiamkan

selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Selanjutnya, erlenmeyer dipanaskan

di atas hot plate dengan temperatur rendah selama 4 sampai 6 jam (dalam ruang

asam), kemudian didiamkan semalam dalam keadaan sampel ditutup. Setelah itu,

ke dalam erlenmeyer ditambahkan 0.4 ml H2SO4 (p) dan dipanaskan di atas hot

plate hingga larutan berkurang (lebih pekat) ±1 jam. Selanjutnya, ke dalam

erlenmeyer ditambahkan 2 sampai 3 tetes larutan campuran HClO4 : HNO3 (2 : 1).

Sampel masih tetap di atas hot plate dengan pemanasan sampai terjadi perubahan

4

warna dari coklat kuning tua menjadi kuning muda (±1 jam). Setelah ada

perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10 sampai 15 menit,

kemudian sampel dipindahkan lalu didinginkan dan ditambahkan 2 ml aquadest

dan 0.6 ml HCl (p). Selanjutnya, erlenmeyer dipanaskan kembali sampai sampel

larut (±15 menit) kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml.

Apabila ada endapan disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah dianalisa

menggunakan AAS atau spektrofotometer untuk analisa berbagai mineral.

Namun, sebelumnya sampel dipreparasi terlebih dahulu dengan faktor

pengenceran yang dibutuhkan dan penambahan bahan kimia untuk

menghilangkan ion-ion pengganggu (Cl3La.7H2O).

Preparasi Larutan

Larutan yang diperlukan untuk analisis mineral, yaitu larutan A yang dibuat

dengan melarutkan sebanyak 17 g TCA dengan aquadest sampai 100 ml, larutan B

yang dibuat dengan melarutkan 10 g (NH4)6Mo7O24.4H2O dengan 60 ml aquadest

dan ditambahkan 28 ml H2SO4 pekat secara bertahap dimana larutan tersebut

dibuat sampai 100 ml dengan menambah aquadest, kemudian didinginkan dalam

suhu kamar, larutan C yang dibuat dengan melarutkan 10 ml larutan B, 60 ml

aquadest, dan 5 g FeSO4.7H2O dalam 100 ml dengan menambah aquadest, larutan

standar untuk P yang dibuat dengan melarutkan 4.394 g KH2PO4 dalam aquadest

sampai 1000 ml, larutan pengikat anion-anion pengganggu (Cl3La.7H2O) yang

dibuat dengan melarutkan 6.6838 g Cl3La.7H2O dalam aquadest sampai 25 ml.

Analisis Mineral Phospor (P) (Metode Taussky dan Shorr 1953)

Konsentrasi larutan standar P = 2,3,4 dan 5 ppm dibuat dengan melarutkan

0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml KH2PO4 dalam 5 ml pengencer. Masing-masing volume

tersebut ditambahkan 2 ml larutan C dan aquadest sampai volume akhir 5 ml.

Selajutnya, filtrat sampel dipipet ke dalam tabung (ukuran volume sampel yang

dipipet tergantung kadar P pada sampel), kemudian ditambahkan 2 ml larutan C.

Setelah itu, untuk mengetahui nilai absorbansi digunakan spektrofotometer

dengan panjang gelombang 660 nm.

Analisis Mineral Calcium (Ca) (Metode AOAC 2003)

Konsentrasi larutan standar Ca : 2,4 dan 6 ppm dibuat dengan memipet

sebanyak 0.25 ml filtrat ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0.05 ml

Cl3La.7H2O. Selanjutnya, ke dalam tabung reaksi ditambahkan aquadest sampai

volume larutan 5 ml dan disentrifuge 3000 rpm selama 10 menit. Setelah itu,

untuk mengetahui nilai absorbansi digunakan AAS (Spektrofotometer Serapan

Atom).

Analisis Data

Data yang diambil

1. Bobot Badan

Pendugaan bobot badan dilakukan dengan mengukur lingkar dada (LD)

setiap ternak yang dijadikan sampel. Pendugaan bobot badan dapat dihitung

dengan menggunakan rumus Schoorl (Sudono 2003) yaitu :

5

BB = (LD + 22)2/100

Keterangan :

BB : bobot badan (kg)

LD : lingkar dada (cm)

2. Body Condition Score (BCS)

Penilaian kondisi tubuh dilakukan dengan cara pengamatan dan perabaan

terhadap deposit lemak pada bagian tubuh ternak, yaitu pada bagian

punggung dan seperempat bagian belakang, seperti pada bagian processus

spinosus, processus spinosus ke processus transversus, processus

transversus, legok lapar, tuber coxae (hooks), antara tuber coxae dan tuber

ischiadicus (pins), antara tuber coxae kanan dan kiri, dan pangkal ekor ke

tuber ischiadicus dengan skor 1-5 (skor 1 = sangat kurus, skor 3 = sedang,

dan skor 5 = sangat gemuk) skala 0.25 (Edmonson et al. 1989).

3. Produksi Susu

Pengukuran produksi susu dilakukan dengan cara mengukur susu yang

dihasilkan oleh setiap sapi laktasi pada saat pemerahan pagi dan sore hari.

Pengukuran susu dilakukan pada saat memindahkan susu dari ember perah

ke milk can dengan menggunakan gelas ukur 2000 ml. Jumlah produksi

susu yang telah diukur dicatat dalam satuan liter.

4. Pemberian Pakan

Pakan hijauan dan konsentrat diukur dengan menggunakan timbangan pada

saat peternak akan memberi makan ternak dan mengambil sampel pakan

yang diberikan. Jumlah pakan yang diberikan dicatat dalam satuan kg.

Sampel yang diambil sebanyak 1-2 kg untuk hijauan dan 0.5-1 kg untuk

konsentrat. Sampel dianalisis untuk kandungan proksimat dan mineral

pakan.

5. Komposisi Susu

Sampel susu hasil pemerahan pagi dan sore tiap ekor sapi laktasi diambil

sebanyak ±20 ml. Sampel diambil segera setelah selesai pemerahan dan

dimasukkan ke dalam botol sampel susu. Komposisi susu diuji dengan

menggunakan lactoscan type S_L.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi

peternakan di kawasan peternakan sapi perah rakyat anggota KPSBU

Lembang, karakteristik peternak, mendeskripsikan bobot badan, produksi susu,

body condition score (BCS), pemberian pakan, analisis pakan, dan analisis

kualitas susu.

2. Uji T

Uji-T digunakan untuk membandingkan variabel antar musim. Persamaan uji T

adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1995) :

6

Keterangan :

t : koefisien t-student

xi : rata-rata kelompok ke-i

ni : jumlah data kelompok sampel ke-i

s : standar deviasi sampel

3. Analisis korelasi dan regresi

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

pemberian pakan dengan produksi dan kualitas susu. Apabila terdapat korelasi

nyata maka dilanjutkan dengan mencari persamaan regresinya. Koefisien

korelasi dihitung dengan menggunakan rumus Walpole (1982) sebagai berikut

:

Regresi linear pendugaan produksi dan kualitas susu mengikuti persamaan

sebagai berikut :

y = a + b1x1 + b2x2 + .... + bnxn

Keterangan :

y : produksi dan kualitas susu

xi : komposisi nutrien

a : intersep

b : koefisien komposisi nutrien

n : jumlah sampel yang digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi

Kecamatan Lembang merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Bandung Barat yang berjarak 15 km sebelah utara kota Bandung dan merupakan

salah satu kawasan yang cocok dalam pengembangan sapi perah. Kecamatan

Lembang berbatasan dengan : Kabupaten Subang di sebelah Utara, Kabupaten

Sumedang dan Kecamatan Cimenyan di sebelah Timur, Kota Bandung di sebelah

Selatan, dan Kecamatan Parompong di sebelah Barat.

Luas total wilayah Kecamatan Lembang adalah 8952.48 ha yang terdiri dari

16 desa dan 43 dusun. Berdasarkan topografinya, Kecamatan Lembang memiliki

ketinggian tempat 1200 sampai 1257 m dpl. Temperaturnya berkisar antara 15.6

sampai 16.8 ºC pada musim hujan dan 30.5 sampai 32.7 ºC pada curah hujan 259

mm bulan. Keadaan lingkungan tersebut sangat sesuai untuk usaha peternakan

sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi (1981) bahwa daerah sejuk dan

kering yang sesuai untuk sapi perah adalah pegunungan dengan ketinggian

minimal 800 m dpl dan bersuhu 18.3 ºC.

7

Karakteristik Peternak

Hasil pengukuran karakteristik peternak responden meliputi umur,

pendidikan, dan pengalaman beternak.

Tabel 1 Umur, pendidikan, dan pengalaman beternak responden

No. Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1 Umur (tahun)

24 – 39 (muda) 17 57

40 – 55 (sedang) 10 33

56 -70 (tua) 3 10

2 Pendidikan

SD 20 67

SMP 3 10

SMA 5 17

Universitas 2 6

3 Pengalaman beternak (tahun)

1 - 12 (baru) 10 33

13 – 26 (berpengalaman) 15 50

27 – 39 (sangat berpengalaman) 5 17

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa peternak responden yang

melakukan usaha sapi perah mempunyai umur terendah 24 tahun dan tertinggi 70

tahun. Sebagian besar peternak (90%) berada pada usia kerja produktif (24-55

tahun). Hal tersebut merupakan potensi tenaga kerja yang sangat besar. Menurut

Rasyaf (1995) dalam Nuraeni dan Purwanta (2006) bahwa umur 25-55 tahun

merupakan umur produktif, sedangkan umur di atas 55 tahun tingkat produksinya

telah melewati titik optimal dan akan menurun sejalan dengan pertambahan umur.

Pendidikan formal secara langsung maupun tidak langsung sangat

mempengaruhi pola pikir peternak dan kinerja peternak dalam mengelola usaha

sapi perah. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa 67% peternak

berpendidikan sekolah dasar, 27% berpendidikan sekolah menengah dan sebanyak

6% sudah mengenyam pendidikan di universitas. Komposisi pendidikan yang

demikian cukup ideal untuk pelaksanaan suatu peternakan dimana terdapat

peternak yang memiliki latar belakang pendidikan lebih tinggi dapat memberikan

contoh kepada peternak lainnya yang memiliki latar belakang pendidikan lebih

rendah namun berpengalaman dalam beternak.

Pengalaman beternak adalah lamanya seseorang menekuni usaha

peternakan sapi perah yang dinyatakan dalam tahun. Berdasarkan Tabel 1 dapat

diketahui bahwa sebagian besar (67%) peternak sudah memiliki pengalaman lebih

dari 12 tahun dan 17% peternak berpengalaman 1-12 tahun. Pengalaman beternak

sapi perah yang demikian dapat menjadi modal yang sangat penting dalam

keberhasilan usaha sapi perah.

8

Pemberian Pakan

Rata-rata pemberian hijauan dan konsentrat relatif sama pada kedua kondisi

curah hujan, yaitu secara berurutan 13.65 (kg BK ekor-1

hari-1

) dan 10.78 (kg BK

ekor-1

hari-1

) pada awal musim hujan serta 13.71 (kg BK ekor-1

hari-1

) dan 10.78

(kg BK ekor-1

hari-1

) pada akhir musim hujan. Pemberian hijauan berdasarkan

bahan segar (BS) sudah memenuhi patokan pemberian hijauan, yaitu 10% dari

bobot badan (Sudono 2003). Data pemberian pakan sapi perah dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2 Pemberian pakan sapi perah

Jenis pakan Curah hujan Uji T

Awal musim hujan

Akhir musim hujan

Hijauan

BS kg e-1

hari-1

60.22±32.80 61.94±30.18 0.688

BK kg e-1

hari-1

13.65±7.19 13.71±7.07 0.454

% BB dari BS 14.03±7.98 14.10±7.27 0.469

% BB dari BK 3.18±1.75 3.14±1.71 0.510

Konsentrat

BS kg e-1

hari-1

24.71±10.11 23.88±9.39 0.249

BK kg e-1

hari-1

10.78±3.82 10.78±3.51 0.459

% BB dari BS 5.72±2.37 5.45±2.21 0.150

% BB dari BK 2.48±0.86 2.46±0.84 0.265 BS : bahan segar; BK : bahan kering; BB : bobot badan

Imbangan hijauan dan konsentrat berdasarkan bahan kering pada akhir

musim hujan lebih tingggi dibandingkan dengan awal musim hujan, yaitu 56:44

pada akhir musim hujan dan 55:45 pada awal musim hujan. Hal ini disebabkan

bervariasinya jenis hijauan yang diberikan pada akhir musim hujan.

Tabel 3 Imbangan hijauan dan konsentrat

Musim Jenis pakan

Imbangan Hijauan Konsentrat

Awal musim

hujan

BS kg e-1

hari-1

60.22±32.80 24.71±10.11 71 : 29

BK kg e-1

hari-1

13.65±7.19 10.78±3.82 55 : 45

% BB dari BS 14.03±7.98 5.72±2.37

% BB dari BK 3.18±1.75 2.48±0.86

Akhir musim

hujan

BS kg e-1

hari-1

61.94±30.18 23.88±9.39 72 : 28

BK kg e-1

hari-1

13.71±7.07 10.78±3.51 56 : 44

% BB dari BS 14.10±7.27 5.45±2.21

% BB dari BK 3.14±1.71 2.46±0.84 BS : bahan segar; BK : bahan kering; BB : bobot badan

9

Menurut Siregar (1992), untuk mencapai produksi susu yang tinggi dengan

tetap mempertahankan kadar lemak susu dan memenuhi persyaratan kualitas,

perbandingan antara bahan kering hijauan dan konsentrat adalah 60:40. Namun,

apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah, perbandingan bergeser menjadi

55:45, sedangkan apabila hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai

tinggi, perbandingan dapat berubah menjadi 64:36. Selain itu, Musnandar (2011)

menyatakan bahwa imbangan hijauan dan konsentrat 50% lebih baik karena

memberikan keseimbangan gizi yang lebih baik dan saluran pencernaan relatif

sehat.

Kebutuhan Nutrien

Dalam penyusunan ransum sapi perah khususnya periode laktasi dibutuhkan

informasi dari bobot badan, kadar lemak, dan produksi susu (NRC 1989).

Semakin tinggi bobot badan, kadar lemak, dan produksi susu maka kebutuhan

nutrien semakin tinggi pula. Sudono (1999) menyatakan pakan yang diberikan

pada sapi perah minimal harus memenuhi tiga macam kebutuhan nutrisi pakan

yaitu bahan kering, protein kasar, dan total digestible nutrient (TDN). Pakan yang

dikonsumsi oleh sapi perah pada dasarnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup

pokok dan kebutuhan untuk berproduksi.

Rata-rata kebutuhan BK, PK, Ca, P, dan TDN sapi pada awal musim hujan

dan akhir musim hujan tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini disebabkan bobot

badan dan produksi susu sapi tidak jauh berbeda selama periode tersebut sehingga

kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu relatif sama. Data kebutuhan

nutrien sapi perah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kebutuhan nutrien sapi perah berdasarkan NRC 1989

Kebutuhan

nutrien

(kg)

Awal musim hujan

Akhir musim hujan

Uji T µ±std min-maks µ±std min-maks

BK 14.53±2.15 10.99-21.99 14.54±2.06 10.80-22.83 0.496

PK 2.03±0.49 1.15-3.68 2.06±0.54 0.83-3.72 0.316

Ca 0.07±0.01 0.05-0.14 0.08±0.02 0.04-0.14 0.213

P 0.05±0.01 0.03-0.08 0.05±0.01 0.02-0.09 0.206

TDN 9.40±1.81 6.09-15.31 9.56±1.93 5.30-15.70 0.257 BK : bahan kering; PK : protein kasar; Ca : calcium; P : phospor; TDN : total digestible nutrient

Kebutuhan bahan kering (BK) untuk sapi perah adalah sekitar 2.5 sampai

3% dari bobot badannya (NRC 1989). Kebutuhan energi (TDN) untuk sapi perah

adalah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok, produksi susu, kadar lemak

susu dan, kebutuhan untuk reproduksi (Schmidt et al. 1988). Disamping energi,

protein merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh

(Sudono 1999). Jumlah protein yang dibutuhkan sapi laktasi tergantung pada berat

badan, jumlah susu yang dihasilkan dan kadar lemak susu yang dihasilkan

(Siregar 1972). Mineral di dalam ransum sapi perah digunakan untuk efisiensi

produksi susu, memelihara kesehatan dan reproduksi (Mc Dowell 1985).

10

Kecukupan Nutrien

Jumlah pemberian BK, LK, PK, SK, Ca, P, dan TDN pakan dapat dilihat

pada Tabel 5. Pemberian BK, SK, Ca, P, dan TDN tidak berbeda nyata antara

awal musim hujan dan akhir musim hujan. Rata-rata pemberian bahan kering

(BK) pada awal musim hujan adalah sebesar 24.43±8.09 (kg ekor-1

hari-1

),

sedangkan pada akhir musim hujan adalah 24.48±7.70 (kg ekor-1

hari-1

).

Tabel 5 Pemberian nutrien pakan sapi perah

Pemberian

nutrien

(kg)

Awal musim hujan

Akhir musim hujan

Uji T µ±std min-maks µ±std min-maks

BK 24.43±8.09 12.34-43.24 24.48±7.70 12.24-43.24 0.458

LK 0.85±0.29 0.37-1.51 0.87±0.26 0.39-1.43 0.069

PK 2.98±1.13 1.43-6.10 2.99±0.93 1.46-4.94 0.343

SK 5.41±2.15 2.41-10.53 5.34±2.12 2.41-11.56 0.475

Ca 0.05±0.02 0.03-0.12 0.04±0.01 0.02-0.08 1.000

P 0.07±0.02 0.04-0.11 0.06±0.02 0.03-0.11 1.000

TDN 15.21±4.76 7.56-24.11 15.31±4.34 7.52-23.54 0.400 BK : bahan kering; LK : lemak kasar; PK : protein kasar; SK : serat kasar; Ca : calcium; P :

phospor; TDN : total digestible nutrient

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pemberian pakan

telah memenuhi bahkan melebihi kebutuhan. Namun, masih terdapat kekurangan

Ca, baik pada awal musim hujan maupun akhir musim hujan. Hal ini disebabkan

rendahnya kandungan mineral dalam pakan.

Tabel 6 Evaluasi kecukupan nutrien sapi perah

Rata-rata Awal musim hujan

Akhir musim hujan

BK PK Ca P TDN BK PK Ca P TDN

Pemberian

(kg) 24.43 2.98 0.05 0.07 15.21 24.48 2.99 0.04 0.06 15.31

Kebutuhan

(kg) 14.53 2.03 0.08 0.05 9.40 14.54 2.07 0.08 0.05 9.56

Nutrient

balance

(kg)

+9.90 +0.95 -0.03 +0.02 +5.81 +9.94 +0.92 -0.04 +0.01 +5.75

BK : bahan kering; PK : protein kasar; Ca : calcium; P : phospor; TDN : total digestible nutrient

Rata-rata kecukupan nutrien sapi perah dapat dilihat pada Tabel 7. Pada

Tabel 7 terlihat bahwa persentase kecukupan nutrien sapi perah telah memenuhi

bahkan melebihi kebutuhan sapi perah, kecuali pemenuhan mineral Ca yang

kurang dari 100%.

11

Tabel 7 Rata-rata kecukupan nutrien sapi perah

Kebutuhan nutrien Awal musim hujan

(%)

Akhir musim hujan

(%)

Bahan Kering 171.83 172.51

Protein Kasar 155.63 156.33

Calcium 69.08 57.94

Phospor 140.04 134.10

Total Digestible Nutrient 167.34 167.44

Rata-rata jumlah sapi yang telah memenuhi kebutuhan BK, PK, Ca, P, dan

TDN pada awal musim hujan dan akhir musim hujan dapat dilihat pada Tabel 8.

Bervariasinya persentase sapi yang memenuhi kebutuhan nutrien diduga

disebabkan kualitas pakan yang beragam, efisiensi pakan, dan tingkat kecernaan

pakan. Kecernaan bahan pakan tergantung dari keseimbangan nutrisi pakannnya,

semakin seimbang nutrisi pakan semakin baik koefisien cernanya (McDonald et

al. 1992). Pada akhir musim hujan lebih banyak sapi yang terpenuhi kebutuhan

BK dan TDN, namun PK, Ca, dan P lebih sedikit terpenuhi. Hal tersebut

disebabkan kandungan BK bahan pakan yang lebih tinggi pada akhir musim

hujan, namun kualitas protein menurun.

Tabel 8 Persentase sapi yang memenuhi kebutuhan nutrien

Kebutuhan nutrien Awal musim hujan

(%)

Akhir musim hujan

(%)

Bahan Kering 84.35 91.30

Protein Kasar 77.39 73.91

Calcium 15.65 5.22

Phospor 70.43 66.09

Total Digestible Nutrient 82.61 88.69

Bobot Badan,Body Condition Score (BCS),Produksi Susu,dan Kualitas Susu

Rata-rata bobot badan, body condition score (BCS) dan produksi susu sapi

pada awal musim hujan tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan akhir

musim hujan. Body Condition Score (BCS) sepanjang laktasi minimum dan

maksimum masing-masing adalah 2.25 dan 3.25. Hasil ini sesuai penelitian

Sukandar et al. (2008) yang menyatakan bahwa Body Condition Score (BCS)

sepanjang laktasi minimum dan maksimum masing-masing adalah 2.00 dan 3.75.

Namun, nilai BCS tersebut masih di bawah rekomendasi Penn State (2004) yang

menyatakan bahwa nilai BCS sepanjang laktasi minimum dan maksimum adalah

3.00 dan 3.25. Kondisi tubuh sapi dewasa yang ideal berkaitan erat dengan

produksi susu optimal. Sapi dewasa yang berada pada kondisi tubuh terlalu gemuk

atau terlalu kurus akan menurunkan produksi susu. Hal ini sesuai dengan

pernyatan Taylor dan Field (2004), yang menyatakan bahwa setelah beranak sapi

perah akan mengalami kesulitan menyediakan nutrisi untuk produksi susu karena

konsumsi pakan terbatas, sehingga cadangan lemak tubuh digunakan untuk

12

memenuhi kebutuhan. Oleh karenanya, sapi perah akan mengalami kehilangan

bobot tubuh selama peningkatan produksi susu sehingga BCS menurun. Data

bobot badan, body condition score (BCS), dan produksi susu dapat dilihat pada

Tabel 9.

Tabel 9 Bobot badan, body condition score (BCS), dan produksi susu

Peubah Awal musim

hujan

Akhir musim

hujan

Uji T

Bobot badan (kg) 434.42±35.85 441.90±35.10 0.052

Body Condition Score 2.65±0.19 2.66±0.22 0.912

Produksi susu (kg e-1

h-1

) 18.73±6.07 18.31±6.05 0.324

Rataan kandungan lemak, laktosa, protein, dan solid non fat (SNF) masing-

masing sebesar 4.17%, 4.28%, 2.93%, dan 7.75% pada awal musim hujan,

sedangkan rataan kandungan lemak, laktosa, protein, dan solid non fat (SNF) pada

akhir musim hujan sebesar 4.55%, 4.17%, 2.91%, dan 7.53%. Kadar lemak dan

protein telah memenuhi syarat mutu susu segar Badan Standarisasi Indonesia

(2011), yaitu minimum kadar protein susu sebesar 2.8% dan kadar lemak susu

3%. Namun, untuk kadar solid non fat (SNF) masih di bawah syarat minimum

susu segar, yaitu 7.8%.

Tabel 10 Rata-rata komposisi susu

Komposisi susu Rata-rata (%)

Uji T Awal musim hujan Akhir musim hujan

Lemak 4.17 4.55 0.034*

Laktosa 4.28 4.17 0.000*

Protein 2.93 2.91 0.304

Solid Non Fat 7.75 7.53 0.000*

** sangat berbeda nyata (P<0.001); * berbeda nyata (P<0.05)

Rata-rata kadar lemak susu pada awal musim hujan nyata (P<0.05) lebih

rendah dibandingkan dengan akhir musim hujan. Namun, untuk kadar laktosa,

solid non fat (SNF) pada awal musim hujan sangat nyata (P<0.001) lebih tinggi

dibandingkan dengan akhir musim hujan, sedangkan untuk kadar protein tidak

berbeda nyata (P>0.05) antara kedua kondisi curah hujan. Kadar bahan kering

tanpa lemak (SNF) juga dipengaruhi kadar lemak susu dan kadar lemak susu

rendah maka kadar bahan kering tanpa lemak susu (SNF) cenderung lebih tinggi

(Sembiring 2002). Hal ini dikarenakan solid non fat (SNF) merupakan

pengurangan total solid (TS) dengan lemak. Data komposisi susu dapat dilihat

pada Tabel 10.

Hubungan Pakan dengan Produksi Susu dan Kualitas Susu

Hubungan antara pemberian pakan dengan produksi susu dan kualitas susu

pada awal musim hujan didapatkan persamaan sebagai berikut :

Produksi susu (%) = 35.014 – 0.748 SK

(R = 0.335, R2

= 10.4%)

13

Lemak susu (%) = -0.283 + 0.0193 BK - 0.704 LK + 0.103 SK + 8.278 P +

0.030 TDN

(R = 0.421, R2

= 17.7%)

Laktosa susu (%) = 3.374 + 0.033 PK + 1.833 P

(R = 0.330, R2

= 10.9%)

Solid Non Fat susu (%) = 6.100 + 0.064 PK + 3.204 P

(R = 0.338, R2

= 11.4%)

Hubungan antara pemberian pakan dengan produksi susu dan kualitas susu

pada akhir musim hujan didapatkan persamaan sebagai berikut :

Produksi susu (%) = 9.415 + 1.552 LK – 0.060 SK + 24.700 Ca

(R = 0.299, R2

= 8.9%)

Protein susu (%) = 7.547 – 0.293 LK – 0.067 PK – 2.194 P - 0.034 TDN

(R = 0.294, R2

= 8.7%)

Laktosa susu (%) = 3.620 + 0.045 PK

(R = 0.184, R2

= 3.4%)

Lemak susu (%) = 5.920 - 7.372 Ca

(R = 0.246, R2

= 6.0%)

Koefisien determinasi (R2) yang kecil pada persamaan pendugaan produksi

dan kualitas susu dari pemberian pakan menunjukkkan bahwa peternak belum

mempertimbangkan produksi dan kualitas susu dalam pemberian pakan. Oleh

karena itu, dibutuhkan informasi lain untuk dapat meningkatkan akurasi

pendugaan seperti kandungan serat atau fraksi serat dari analisisis Van Soest.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sapi perah di KPSBU Lembang telah terpenuhi kebutuhan nutrisi, kecuali

mineral Ca. Pada akhir musim hujan, produksi susu, laktosa, protein, dan SNF

susu cenderung lebih rendah, tetapi kadar lemak susu lebih tinggi dibandingkan

dengan awal musim hujan.

Saran

Pemberian pakan pada ternak sapi perah sebaiknya memperhatikan

kebutuhan nutrisi, meliputi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi agar

sapi perah dapat berproduksi optimal. Selain itu, dapat digunakan legum sebagai

hijauan tambahan dan ditambahakan mineral mix dalam pakan untuk memenuhi

kebutuhan mineral Ca. Diperlukan informasi tambahan seperti fraksi serat untuk

meningkatkan akurasi pendugaan produksi dan kualitas susu.

14

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 1988. Official Method of

Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Virginia (US):

AOAC Inc.

[AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 2003. Official Method of

Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Virginia (US):

AOAC Inc.

Asti ND, Permana IG, Suryahadi, Despal. 2010. Technical effect and drying time

on the quality of ramie (Boehmeria nivea, L. GAUD) leaves hay.

Proceeding Seminar Empowerment of Local Feeds to Support Feed

Security" The 1st International Seminar and The 7

th Biennial Meeting of

Indonesian Nutrition and Feed Science Association (AINI); 2009 July18-19;

Purwokerto, Indonesia. Purwokerto (ID): Unsoed Pr. Hlm 68-72.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan

Kerbau 2011. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan

Usaha [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [diunduh 4 Oktober

2013]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/pdb.php

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Definisi Susu Segar (SNI 01-3141-

2011). Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan dan

Kesehatan Hewan 2010. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan

Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Peternakan dan

Kesehatan Hewan 2012. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan

Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI.

Edmonson AJ, Lean IJ, Weaver LD, Farver T, Webster G. 1989. A body

condition scoring chart for Holstein dairy cows. J Dairy Sci. 72: 68 – 70.

McDonald P, Edward RA, Grenhalg JFD. 1992. Animal Nutrition. 4th

Ed. London

(GB): Longman.

McDowell M. 1985. Mineral Nutrition of Animals. Connecticut (US): AVI

Publishing Company Inc,

Musnandar E. 2011. Efisiensi energi pada sapi perah holstein yang diberi berbagai

imbangan rumput dan konsentrat. J Penelitian Universitas Jambi Seri Sains.

13(2): 53-58.

[NRC] National Research Council. 1989. Nutrient Requirement of Dairy Cattle.

6th

Revised Edition. Washinhton DC (US): National Academy Pr.

Nuraeni, Purwanta. 2006. Potensi sumber daya dan analisis pendapatan usaha

peternakan sapi perah di Kabupaten Sinjai. J Agrisistem 2 (1): 8-17.

Penn State. 2004. Begginer’s Guide to Body Condition Scoring: ATool for Dairy

Herd Management.Revised Edition. Washington DC (US): National

Academy Pr.

[Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Tenaga Kerja

Pertanian [Internet]. Jakarta (ID): Kementan RI [diunduh 4 Oktober 2013].

Tersedia pada http://pusdatin.deptan.go.id/admin/satlak/Tenaga-Kerja-

Pertanian.pdf

15

Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1987. A Simple Wet Oxidation Procedure for

Biological Material. West Lafayee (US) : Purdue University. Santosa KA, Dwiyanto K, Toharmat T. 2009. Profil Usaha Peternakan Sapi

Perah di Indonesia. Jakarta (ID): LIPI Pr.

Schmidt GH, Van Vleck LD, Hutgens MF. 1988. Principles of Dairy Science. 2nd

Edition. New Jersey (US): Prenttice Hall.

Sembiring SBR. 2002. Pengaruh pemberian kultur Bacillus sp. terhadap produksi

dan kualitas susu sapi perah fries holland [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Siregar SB. 1972. Berbagai faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu sapi

perah. Wartazoa. (2): 13-15.

Siregar SB. 1992. Sistem pemberian pakan dalam upaya meningkatkan produksi

susu sapi perah. Wartazoa. 2(3-4) : 23-27.

Sudono A. 1999. Ilmu Produksi & Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak.

Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara

Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Sukandar A, Purwanto BP, Anggraeni A. 2008. Keragaan body condition score

dan produksi susu sapi perah friesian-holstein di peternakan rakyat KPSBU

Lembang, Bandung. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner

[Waktu tidak diketahui]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sutardi T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Jurusan Ilmu Nutrisi

dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Steel RGD,Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan

Biometrik. Diterjemahkan : Bambang Sumantri. Jakarta (ID) : Gramedia

Pustaka Utama.

Taussky HH, Shorr E. 1953. A micro colorimetric method for the determination

of inorganic phosphorus. J BiolChem (202):675-685.

Taylor RE, Field TG. 2004. Scientific Farm Animal Production : An Introduction

to Animal Science. New Jersey (US): Perason Prentice Hall.

Toharmat T. 2003. Nutrisi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak.

Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.

Walpole RE. 1982. Ilmu Peluang dan Statistik untuk Insinyur dan Ilmuwan.

Bandung (ID): ITB Pr.

16

Lampiran 1 Analisis korelasi antara pemberian pakan dengan produksi-kualitas susu pada awal musim hujan

** sangat berbeda nyata (P<0.001); * berbeda nyata (P<0.05); BK : bahan kering, LK : lemak kasar, PK : protein kasar, SK : serat kasar, Ca : calcium, P : phosphor,

TDN : total digestible nutreint, F : lemak, L : laktosa, PR : protein, SNF : solid non fat

BK LK PK SK Ca P TDN

Prod.

Susu F L PR SNF

BK 1 0.713**

0.170 -0.607**

0.095 0.438**

0.305**

0.117 0.064 -0,159 -0.101 -0.109

LK 1 0.473**

-0.678**

0.368**

0.506**

0.506**

0.235* 0.011 -0.004 -0.261

** 0.010

PK 1 -0.145 -0.100 0.465**

0.422**

0.074 0.126 0.184* -0.204

* 0.178

SK 1 -0.510**

-0.173 -0.635**

-0.224* 0.180 0.091 0.176 0.037

Ca 1 -0.252**

0.464**

0.257**

-0.246**

0.032 -0.134 0.054

P 1 0.172 -0.097 0.143 0.075 -0.194* 0.054

TDN 1 0.84 0.046 0.006 -0.216* -0,011

Prod.

Susu 1 -0.295**

-0.329**

-0.146 -0.246**

F 1 0.289* 0.071 0.199

*

L 1 0.130 0.848**

PR 1 0.117

SNF 1

17

Lampiran 2 Analisis korelasi antara pemberian pakan dengan produksi-kualitas susu pada akhir musim hujan

** sangat berbeda nyata (P<0.001); * berbeda nyata (P<0.05); BK : bahan kering, LK : lemak kasar, PK : protein kasar, SK : serat kasar, Ca : calcium, P : phosphor,

TDN : total digestible nutreint, F : lemak, L : laktosa, PR : protein, SNF : solid non fat

BK LK PK SK Ca P TDN

Prod.

Susu F L PR SNF

BK 1 0.501**

-0.055

-0.613**

-0.106

0.103 0.413**

0.044 -0.197*

0.001 -0.078 0.003

LK

1 0.601**

-0.312**

-0.193* -0.166 0.649

** 0.137 -0.351

** 0.049 -0.055 0.062

PK

1 0.366**

-0.236*

-0.033 0.135 0.055 -0.176 0.226* -0.037 0.244

**

SK

1 -0.057 0.075 -0.569**

-0.335**

0.255**

0.164 -0.022 0.166

Ca

1 -0.468**

-0.203* -0.026 0.038 -0.146 0.132 -0.156

P

1 -0.165 -0.177 0.225*

0.233*

-0.024 0.226*

TDN

1 0.143 -0.272**

-0.095 0.005 -0.088

Prod.

Susu

1 -0.327**

-0.400**

-0.159 -0.395**

F

1 0.433**

0.086 0.376*

L

1 0.231*

0.987**

PR

1 0.224*

SNF

1

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bapak

Purwono dan Ibu Emy Setyaningsih yang dilahirkan di Jember,

18 Desember 1989. Penulis menempuh pendidikan di SDN

Jember Lor 1. dilanjutkan di SMP Negeri 2 Jember dan

dilanjutkan di SMA Negeri 1 Jember. Penulis lulus pada tahun

2009 dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu

Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Ujian

Talenta Mandiri IPB. Selama mengikuti studi. penulis aktif

sebagai staf Leadership and Enterpreneurship School (LES) BEM KM IPB pada

tahun 2010 sampai 2011. Penulis juga aktif sebagai staf Biro Kewirausahaan

BEM Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2011 sampai 2012. Prestasi yang

dicapai penulis yaitu penerima dana penelitian untuk program kreatifitas

mahasiswa (PKM-K dengan judul “Depot Silase Ransum Komplit Berbasis

Limbah Pasar Pilihan”) pada tahun 2011. Selain itu, penulis merupakan penerima

beasiswa BBM mulai tahun 2010 sampai 2013.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Despal, SPt, MScAgr dan

Prof Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr selaku dosen pembimbing akademik serta

dosen pembimbing skripsi penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan

kepada Dr Ir Dwierra Evvyernie Amirroenas, MSMSc selaku dosen penguji

seminar hasil penelitian penulis pada tanggal 25 Juli 2013, Ir Sudarsono Jayadi,

MSc dan Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen penguji sidang ujian akhir

sarjana, serta panitia sidang Dr Ir Widya Hermana, MSi pada tanggal 28

November 2013. Ungkapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada pihak

KPSBU Lembang dan peternak atas segala bantuan selama penelitian. Disamping

itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Nutisi Ternak

Perah Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB

yang telah membantu selama penelitian dilaksanakan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dari penulis

(Bapak Purwono dan Ibu Emy Setyaningsih), kakak dan adik dari penulis (Mbak

Endah dan Bagus), teman–teman tim penelitian Kunak-Lembang (Yesi, Jazmi,

dan Hari) atas bantuan, suka duka. Selain itu, penulis juga berterima kasih kepada

Jubed, Fitri, Vinsen, Debo, Reisha, Fichar, Noval, Acho, Haman, dan Fadil serta

teman-teman tercinta Nutritiousz 46. Semoga Allah membalas kebaikan kalian

dengan yang lebih baik.