Euthanasia (1)

25
OLEH KELOMPOK TUTORIAL 1 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIBA EUTHANASIA 61112001 M.AGUNG PUTRA 61112002 FIKRIANSYAH SIREGAR 61112003 RIOS STEVEN 61112005 RAHAYU 61112006 ELGI RACHMADINA 61112007 NURFIKA MALINDA 61112008 VANESSA PARADISE 61112009 AL RAYZIQ NADRA PUTRA 61112010 ANGELA CHANDRINOVA 61112011 MULAN 61112012 CANDA NUR CAHYA 61112013 DYAS AYU NASTITI 61112014 RISMAWATI

Transcript of Euthanasia (1)

Page 1: Euthanasia (1)

OLEH KELOMPOK TUTORIAL 1FAKULTAS KEDOKTERAN UNIBA

EUTHANASIA

61112001 M.AGUNG PUTRA 61112002 FIKRIANSYAH SIREGAR 61112003 RIOS STEVEN 61112005 RAHAYU 61112006 ELGI RACHMADINA 61112007 NURFIKA MALINDA 61112008 VANESSA PARADISE 61112009 AL RAYZIQ NADRA PUTRA 61112010 ANGELA CHANDRINOVA 61112011 MULAN 61112012 CANDA NUR CAHYA 61112013 DYAS AYU NASTITI 61112014 RISMAWATI 61112015 SHERA AMELIA R 61112016 FAUZIAH ANWAR

Page 2: Euthanasia (1)

PENDAHULUAN

Sudah merupakan fitrah manusia selalu ingin hidup sehat, baik fisik maupun mental. Namun keinginan itu tidak selalu terpenuhi, karena dalam hidupnya, manusia terkadang sakit atau menderita suatu penyakit. Ada yang menderita penyakit yang ringan dan mudah disembuhkan,  dan ada yang menderita penyakit yang berat dan sukar disembuhkan. Dari penyakit ini, dianjurkan oleh agama untuk mengobatinya, Nabi Saw bersabda: “tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan ia menurunkan pula obatnya”.

Orang-orang yang menderita suatu penyakit yang berat, ada yang sabar dan tabah serta tidak berputus asa dalam menghadapinya dan disertai pula dengan usaha untuk menyembuhkannya. Namun tidak sedikit pula yang tidak sabar dan tabah, bahkan ada yang berputus asa dalam

menghadapi penyakitnya. (1)

A. Pengertian Euthanasia

Euthanasia secara etimologi berasal dari bahasa yunani “eu” yang berarti normal atau baik, dan

“thanatos” yang artinya mati.(2) Berdasarkan penggalan katanya, euthanasia berarti kematian secara baik atau mudah tanpa penderitaan. Secara bahasa kata euthanasia kemudian dikenal dalam dunia kedokteran dan hukum,  karena pada perkembangannya istilah ini banyak digunakan dalam istilah-istilah hukum, terutama pada hukum pidana yang menyangkut delik pembunuhan.

Dalam kamus kedokteran dinyatakan bahwa euthanasia adalah mengakhiri dengan sengaja kehidupan seseorang dengan cara kematian atau menghilangkan nyawa secara tenang dan mudah

untuk menamatkan penderitaan.(3) Dalam ensiklopedi nasional, Euthanaisa berarti suatu tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan seseorang agar terbebas dari kesengsaraan yang

dideritanya. (4)

B. Sejarah perkembangan Euthanasia

Eutahanasia sebenarnya bukan masalah baru tetapi sudah lama dikenal orang bahkan sudah sering dilaksanakan. Pada zaman romawi dan mesir kuno euthanasia pernah dilakukan oleh dokter Olympus terhadap diri ratu Cleopatra dari mesir atas permintaan sang ratu, walaupun sebenarnya ia tidak sakit. Cleopatra (60-30 SM) yang seksi dengan kecantikannya yang fantastis dapat menundukkan dua orang pria perkasa pada zamannya yaitu Yulius Caesar dan Markus Antonius penguasa Imperium Romawi. Cleoptara mempunyai ambisi yang sangat besar untuk menaklukkan dan menguasai dunia. Tetapi ambisinya itu tidak tercapai karena orang yang diharapkan akan memperjuangkannya melalui senat yaitu Yulius Caesar mati sebelum sidang dimulai oleh kelompok yang antara lain terdiri dari anak angkatnya sendiri yaitu Brutus. Dan orang kedua yang menggantikan Yulius Caesar yaitu Markus Antonius yang juga bertekuk lutut kepada sang ratu ia gagal pula meraih kemenangan dalam pertempuran melawan bala tentara Oktavianus. Cleopatra yang merasa kecewa dan putus asa karena ambisi dan impiannya tidak terlaksana, akhirnya ia meminta kepada dokter Olympus untuk melakukan eutahanisa terhadap

Page 3: Euthanasia (1)

dirinya. Dengan patukan ular beracun dari padang pasir yang disiapkan oleh Olympus, Cleopatra

akhirnya pada usia ke 30 tahun menghembuskan nafasnya yang terakhir. (5)

Kasus Oskar Aged, seorang wanita yang sudah berusia lanjut, ia berada dalam keadaan tersiksa akibat penyakitnya yang sulit disembuhkan. Para dokter menyatakan bahwa Oskar Aged akan menemui ajalnya akibat penyakit yang dideritanya. Dan iapun sadar bahwa dirinya akan menjadi jasad yang terbaring terus menerus dengan tiada berdaya. Sebelum maut merenggut nyawanya ia akan terus menerus merasakan sakit yang tiada terhingga. Sedangkan semua pengobatan yang dilakukan oleh dokter hanya untuk meringankan rasa sakit dalam waktu tertentu. Saat kematian sudah diambang pintu ia sadar dan mengajukan permohonan kepada dokter yang merawatnya yaitu Dr. E.M. Fathy supaya mengakhiri hidupnya melalui suntikkan. Melalui permohonan yang mengharukan ini, Dr.E.M. Fathy mengabulkan permohonan tersebut.

Kasus ini terjadi di Manilla dan telah disidangkan pada tanggal 22-23 Agustus 1977. Sidang tersebut dihadiri oleh para hakim dari berbagai Negara. Dalam siding tersebut ditetapkan bahwa hokum tidak mengenal hak manusia untuk mati. Baik perbuatan Oskar Aget yang meminta hidupnya diakhiri digolongkan sebagai tindak pidana bunuh diri. Dan sikap Dr.E.M. Fathy yang mengakhiri hidup pasiennya tergolong tindakkan pembunuhan sekalipun dilakukan atas

permintaan pasiennya sendiri. (6)

C. Faktor-faktor penyebab terjadinya Euthanasia

1. Faktor kemanusiaan

Faktor ini dilakukan oleh seorang dokter baik atas permintaan pasien atau keluarganya atau kehendak dokter itu sendiri. Hal ini dilakukan oleh seorang dokter karena merasa kasihan terhadap penderitaan pasiennya yang berkepanjangan yang secara medis sulit untuk

dismebuhkan. Dengan demikian seorang dokter mengabulkan permintaan pasiennya.(7)

2. Faktor Ekonomi

Faktor yang kedua ini diakui oleh wakil ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr.Kartono Muhammad bahwa mengenai Euthanasia pasif banyak dilakukan atas permintaan keluarga penderita yang tidak sampai hati melihat keluarganya terbaring berlama-lama di rumah sakit. Oleh karena itu mereka memilih membawa pulang pasien dengan harapan

biarlah ia meninggal di tengah familinya. (8)

D. Klasifikasi Euthanasia

Pada umumnya eutahansia dikalsifikasikan dalam dua jenis. Yaitu: Euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Menurut prof Suparovic mengungkapkan klasifikasi euthanasia sebagai berikut:

1. Euthanasia pasif. Yakni mempercepat kematian dengan cara menolak memberikan pertolongan medis atau menghentikan proses perawatan medis yang sedang berlangsung.

Page 4: Euthanasia (1)

Misalnya dengan memberikan antobiotik pada penderita radang paru-paru berat, pemberian obat-obatan dengan dosis tinggi dilakukan untuk mempercepat proses penghentian fungsi anatomi tubuh yang mendukung kehidupan manusia.

2. Eutahanasia aktif. Yakni mempercepat kematian dengan mengambil tindakan yang baik secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan kematian, misalnya dengan memberikan tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan kepada tubuh pasien. Tindakan ini langsung ditujukan untuk membunuh pasien, sepertinya halnya pada hokum suntik mati, tindakan ini terkesan memperlakukan pasien sebagai pelaku tindak criminal.

3. Euthanasia sukarela. Yakni mempercepat kematia atas persetujuan atau permintaan pasien.

4. Eutahanasia tidak suka rela. Yakni mempercepat kematian tanpa persetujuan atau permintaan pasien.

5. Eutahanasia non voluntary yakni mempercepat kematian atas sesuai dengan keinginan pasien yang disampaikan melalui pihak ketiga misalnya keluarga atau keputusan

pemerintah. Biasanya terjadi pada kasus penderita penyakit yang menular. (9)

Masing-masing ad sumbernya.sumber ada 9,lihat paling bawah sumbernya

sumbernya

[1] Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, (Bandung: Angkasa, 2009), H. 103

[2] Waluyadi, Ilmu Kedokteran Kehakiman, (Jakarta: Djambatan, 2005), cet ke-2, H. 135

[3] J.Gunawandi, Hukum Medik, (Jakarta: Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia, 2007), H. 246

[4] Ensikolpedi Nasional Indonesia, H. 226

[5] Ilyas Efendi, Euthanaisa Ratu Cleopatra dua puluh abad lalu, Kartini, 369 (Januari, 1989), hal. 94

[6] Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto, Euthanasia hak asasi manusia dan hokum pidana, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984), cet ke-1, h. 60

[7] Kartono Muhammad, Euthanasia dipandang dari etika kedokteran, (Jakarta: SInar Harapan, 1984), hal. 6

[8] Kartono Muhammad, h. 6

Page 5: Euthanasia (1)

[9] Crisdiono M. Achadiat, Dinamika Etika dan HUkum Kedokteran dalam tantangan zaman, (Jakarta: EGC, 2007), h. 184-185

Beda sumber

eutanasia

Latar  Belakang

Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang sulit

untuk disembuhkan. Di sisi lain, pasien sudah dalam keadaan kritis sehingga takjarang pasien

atau keluarganya meminta dokter untuk menghentikan pengobatan terhadap yang bersangkutan.

Dari sinilah dilema muncul dan menempatkan dokter atau perawat pada posisi yang serba sulit.

Dokter dan perawat merupakan suatu profesi yang mempunyai kode etik sendiri sehingga

mereka dituntut untuk bertindak secara profesional. Pada satu pihak ilmu dan teknologi

kedokteran telah sedemikian maju sehingga mampu mempertahankan hidup seseorang

(walaupun istilahnya hidup secara vegetatif).

Dokter dan perawar merasa mempunyai tanggung jawab untuk membantu menyembuhkan

penyakit pasien, sedangkan di pihak lain pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hak-

hak individu juga sudah sangat berubah. Masyarakat mempunyai hak untuk memilih yang harus

dihormati, dan saat ini masyarakat sadar bahwa mereka mempunyai hak untuk memilih hidup

atau mati. Dengan demikian, konsep kematian dalam dunia kedokteran masa kini dihadapkan

pada kontradiksi antara etika, moral, hukum dan kemampuan serta teknologi kedokteran yang

sedemikian maju.

Page 6: Euthanasia (1)

1.2.            Identifikasi Masalah

1)      Apa Definisi Euthanasia

2)      Apa Hak Pasien dalam kasus Euthanasia

3)      Apa Kewajiban Perawat dalam kasus Euthanasia

4)      Bagaimana Euthanasia Di Pandang dari Etik Dan Hukum

1.3.            Tujuan Penyusunan Makalah

Adapun maksud dari penyusunan makalah ini untuk memperoleh informasi tentang

Euthanasia

1.4.            Kegunaan Makalah

Adapun kegunaan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1)      Diharapkan dapat berguna bagi penulis sendiri dan bermanfaat serta menjadi pedoman bagi

penulis lain yang berminat menyusun makalah dengan tema yang sama.

2)      Sebagai sumbangan pemikiran atau bahan masukan khususnya bagi mata kuliah terkait.

1.5.            Metode Penulisan

Menggunakan metode pustaka

BAB II

KAJIAN TEORI

I.       Pengertian

-          Euthanasia (eu = baik, thanatos = mati) atau good death / easy death sering pula disebut “mercy

killing” pada hakekatnya pembunuhan atas dasar perasaan kasihan, sebenarnya tidak lepas dari

apa yang disebut hak untuk menentukan nasib sendiri (the right self of determination) pada diri

pasien. Hak ini menjadi unsur utama hak asasi manusia dan seiring dengan kesadaran baru

mengenai hak-hak tersebut. Demikian pula dengan berbagai perkembangan ilmu dan teknologi

(khususnya dalam bidang kedokteran), telah mengakibatkan perubahan yang dramatis atas

pemahaman mengenai euthanasia. Namun, uniknya, kemajuan dan perkembangan yang pesat ini

rupanya tidak diikuti oleh perkembangan di bidang hukum dan etika. Pakar hukum kedokteran

Page 7: Euthanasia (1)

Prof. Separovic menyatakan bahwa konsep kematian dalam dunia kedokteran masa kini

dihadapkan pada kontradiksi antara etika, moral, dan hukum di satu pihak, dengan kemampuan

serta teknologi kedokteran yang sedemikian maju di pihak lain.

-          Menurut Hilman (2001), euthanasia berarti “pembunuhan tanpa penderitaan” (mercy killing).

Tindakan ini biasanya dilakukan terhadap penderita penyakit yang secara medis sudah tidak

mungkin lagi untuk bisa sembuh.

-          Di dunia etik kedokteran kata euthanasia diartikan secara harfiah akan memiliki arti “mati baik”.

Di dalam bukunya seorang penulis Yunani bernama Suetonius menjelaskan arti euthanasia

sebagai “mati cepat tanpa derita”. Euthanasia Studi Grup dari KNMG Holland (Ikatan Dokter

Belanda) menyatakan: “Euthanasia adalah perbuatan dengan sengaja untuk tidak melakukan

sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk

memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan semua ini dilakukan khusus untuk

kepentingan pasien itu sendiri”.

           Dilihat dari cara melakukannya dikenal dua macam, yaitu euthanasia aktif jika dokter

melakukan positive act yang secara langsung menyebabkan kematian dan euthanasia pasif jika

dokter melakukan negative act tidak melakukan tindakan apa-apa yang secara tidak langsung

menyebabkan kematian.

II.    Klasifikasi euthanasia

a.    Dilihat dari orang yang membuat keputusan euthanasia dibagi menjadi:

         Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit dan

         Involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain seperti pihak keluarga

atau dokter karena pasien mengalami koma medis.

b.   Menurut Dr. Veronica Komalawati, S.H., M.H., ahli hukum kedokteran dan staf pengajar

pada Fakultas Hukum UNPAD dalam artikel harian Pikiran Rakyat mengatakan bahwa

euthanasia dapat dibedakan menjadi:

Euthanasia aktif, yaitu tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau tenaga kesehatan lain

untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya, memberi tablet sianida atau

menyuntikkan zat-zat berbahaya ke tubuh pasien.

Page 8: Euthanasia (1)

Euthanasia pasif. Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan

bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan

oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan

antibiotika kepada penderita pneumonia berat, dan melakukan kasus malpraktik. Disebabkan

ketidaktahuan pasien dan keluarga pasien, secara tidak langsung medis melakukan euthanasia

dengan mencabut peralatan yang membantunya untuk bertahan hidup.

Autoeuthanasia. Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan

medis dan ia mengetahui bahwa itu akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan

penolakan tersebut, ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Autoeuthanasia pada

dasarnya adalah euthanasia atas permintaas sendiri (APS).

c.       Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya

Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori:

Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang

dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri

hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang

mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan

tersebut adalah tablet sianida.

Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan

sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan

sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan

memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan

membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya

adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.

Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak

menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien.

Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat

Page 9: Euthanasia (1)

memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak

memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak

memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang

seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang

rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia

pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.

Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga

yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena

ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien

yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit

untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan

meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.

d.   Eutanasia ditinjau dari sudut pemberian izin

Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

  Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan

keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan

pembunuhan.

  Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan

perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi

apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan

misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo).

Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk

mengambil keputusan bagi si pasien.

  Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih

merupakan hal controversial

e.    Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan

Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :

Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)

Eutanasia hewan

Page 10: Euthanasia (1)

Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara

sukarela

f.    Frans Magnis Suseno membedakan 4 arti euthanasia mengikuti J.Wundeli yaitu:

  Euthanasia murni : usaha untuk memperingan kematian seseorang tanpa memperpendek

kehidupannya.Kedalamnya termasuk semua usaha perawatan dan pastoral agar yang

bersangkutan dapat mati dengan baik.Euthanasia ini tidak menimbulkan masalah apapun

   Euthanasia pasif :tidak dipergunakannya semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebenarnya

tersedia untuk memperpanjang kehidupan

  Euthanasia tidak langsung:usaha memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien

mungkin mati dengan lebih cepat.Di sini kedalamnya termasuk pemberian segala macam obat

narkotik,hipnotik dan analgetika yang mungkin de facto dapat memperpendek kehidupan

walaupun hal itu tidak disengaja.

   Euthanasia aktif: proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah

dan langsung.Ini yang disebut sebagai “mercy killing”.Dalam euthanasia aktif masih perlu

dibedakan pasien menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan dimana keinginanya dapat

di ketahui.

III.  Hak pasien dan pembatasannya

Penghormatan hak pasien untuk penentuan nasib sendiri masih memerlukan

pertimbangan dari seorang dokter terhadap pengobatannya.Hal ini berarti para dokter harus

mendahulukan proses pembuatan keputusan yang normal dan berusaha bertindak sesuai dengan

kemauan pasien sehingga keputusan dapat diambil berdasarkan pertimbangan yang

matang.Pasien harus diberi kesempatan yang luas untuk memutuskan nasibnya tanpa adanya

tekanan dari pihak manapun setelah diberikan informasi yang cukup sehingga keputusannya

diambil melalui pertimbangan yang jelas.Beberapa pasien tidak dapat menentukan pilihan

pengobatan sehingga harus orang lain yang memutuskan apa tindakan yang terbaik bagi pasien

itu.Orang lain disni tentu dimaksudkan orang yang paling dekat dengan pasien dan dokter harus

menghargai pendapat-pendapat tersebut.

Page 11: Euthanasia (1)

IV.       Kewajiban perawat dalam kasus euthanasia

a.       memfasilitasi klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya

b.      membantu proses adaptasi klien terhadap penyakit / masalah yang sedang dihadapinya

c.       mengoptimalkan system dukungan

d.      membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang telah

dihadapi

e.       membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhan yang maha esa sesuai dengan

keyakinannya.

V. Beberapa aspek euthanasia.

A.  Aspek Hukum.

Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai

pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan

berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum,

dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar

belakang dilakukannya euthanasia tersebut. Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas

permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam

keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain

pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang

tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat

menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang terdapat dalam

KUHP Pidana.

B. Aspek Hak Asasi.

Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak

tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan

dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia, yang

cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk

hidup layak dan sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati,

apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegas lagi dari

segala penderitaan yang hebat.

Page 12: Euthanasia (1)

C. Aspek Ilmu Pengetahuan.

Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya

tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila

secara ilmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun

pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak

diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia sia, bahkan sebaliknya dapat

dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada kesembuhan, keluarga

yang lain akan terseret dalam pengurasan dana.

D. Aspek Agama.

Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di

dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri.

Pernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun

alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan yaitu

memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan

bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak

berkenan dihadapan Tuhan. Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar

bugar, dan tentunya sangat tidak ingin mati, dan tidak dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak

pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini. Aspek lain dari pernyataan

memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha medis bisa menimbulkan masalah

lain. Mengapa orang harus kedokter dan berobat untuk mengatasi penyakitnya, kalau memang

umur mutlak di tangan Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang

berupaya mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur

atau menunda proses kematian. Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagai melawan

kehendak Tuhan. Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakan standar ganda. Hal hal

yang menurutnya baik, tidak perlu melihat pada hukum hukum yang ada, atau bahkan

mencarikan dalil lain yang bisa mendukung pendapatnya, tapi pada saat manusia merasa bahwa

hal tersebut kurang cocok dengan hatinya, maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk

menopangnya.

Page 13: Euthanasia (1)

VI.             Euthanasia dipandang dari aspek hukum di Indonesia

Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang

melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada

Pasal 344, 338, 340, 345, dan 359Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dari ketentuan tersebut,

ketentuan yang berkaitna langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP.

  Pasal 344 KUHP

barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya

dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu

diketahui oleh dokter.

  Pasal 338 KUHP        

barang siapa dngan sengaja menhilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan

penjara selama-lamanya lima belas tahun.

  Pasal 340 KUHP

Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang

lain, di            hukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau

pejara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

  Pasal 359

Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya

lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

Selanjutnya juga dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan

untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia.

  Pasal 345

Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam

perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya

empat tahun penjara.

Berdasarkan penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan euthanasia dalam skenario ini,

maka dokter dan keluarga yang memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat

dijeratkan dengan pasal 345 KUHP dengan acaman penjara selama-lamanya empat tahun

penjara.

Page 14: Euthanasia (1)

VII.          KODE ETIK INDONESIA

1. Berpindah ke alam baka dengan tenang daN aman tanpa penderitaan dan bagi  Mereka yang

beriman dengan menyebutkan nama Allah di bibir.

2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberinya obat

penenang

3. Mengakhiri penderitaan hidup orang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan

keluarganya

Euthanasia Menurut Hukum Diberbagai Negara

Sejauh ini euthanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta ditoleransi di

Negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss dan dibeberapa Negara dinyatakan

sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman dan Denmark termasuk di Indonesia.

  Euthanasia di Belanda

Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan euthanasia,

undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang menjadikan

Belanda menjadi Negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik euthanasia. Pasien-pasien

yang mengalami sakit menahun dan tidak dapat disembuhkan lagi, diberi hak untuk mengakhiri

penderitaannya.

Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam KItab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia

dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.

Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor

semua kasus euthanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul

tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002,sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi

oleh undang-undang Belanda, dimana seorang dokter yang melakukan euthanasia pada suatu

kasus tertentu tidak akan dihukum.

  Euthanasia di Australia

Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang

mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada

tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut “Right of the terminally ill bill” (UU

Page 15: Euthanasia (1)

tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan

maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali. Dengan

demikian menurut aturan hukum di Australia, tindakan euthanasia tidak dibenarkan.

  Euthanasia di Belgia

Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para

pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah

dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia dinegara ini, namun mereka juga

mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya

untuk menciptakan “birokrasi kematian”.

Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan

negara bagian Oregon di Amerika ).

Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun

rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara

jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan

kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya.

  Euthanasia di Amerika

Eutanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-

satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal

( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian

Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan

memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act)[8]. Tetapi

undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia.

Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke

atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam

enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara

lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi

dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua

harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien

dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga

Page 16: Euthanasia (1)

mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh

berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun

kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.

Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab

dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti

nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi

terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.

  Euthanasia di Swiss

Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun

orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115 dari Kitab

Undang-undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan dipergunakan sejak

tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa “membantu suatu pelaksanaan bunuh diri

adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila motivasinya semata untuk

kepentingan diri sendiri.”

Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk melakukan

pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan

seseorang.

  Euthanasia di Inggris

Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan Britania Raya

(Britain’s Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal

kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin

untuk melakukan eutanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns). Proposal

tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di Inggris melainkan semata guna

memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor “kemungkinan hidup si bayi”

sebagai suatu legitimasi praktek kedokteran.

Namun hingga saat ini eutanasia masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di

kerajaan Inggris demikian juga di Eropa (selain daripada Belanda).

Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical

Association-BMA) yang secara tegas menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga.

Page 17: Euthanasia (1)

sumber :Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J, (2004), Fundamentals of Nursing Concepts,

Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education Line

Taylor C., Lilies C., & Lemone P. (1997), Fundamentals of Nursing, Philadelphia : Lippincott