etno1

10
Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Adat Kampung Dukuh, Garut, Jawa Barat Santhyami, Dr.Endah Sulistyawati School of Life Science & Technology, Bandung Institute of Technology, Indonesia Jl. Ganesa No. 10 Bandung, Indonesia 40132 Phone: +62 22 251 1575, 250 0258 Fax: +62 22 253 4107 Email: santhyami @yahoo.com or [email protected] Abstract This study aims to document the medicinal plants and their use for traditional healing by the people of Kampung Dukuh, Garut, West Java, Indonesia. The method used was a combination between the qualitative and quantitative approach. Qualitative approach was conducted at the beginning to observe the knowledge of the indigenous peoples about traditional healing in general. Quantitative approach was done to collect data particularly on the medicinal plant species, location where the plants were obtained and the usage. Data were collected by using semi-structured interview. Specimens were collected from the growing sites with the help of key informants. Analysis was done by two main approaches: medicinal anthropology and medicinal ethnobotany. They classified diseases into three types: common disease, illness by magic and disease caused by food. 137 species from 52 families of plants were reported to be used by them as medicines. Most of species used for medicines was for birth curing. They obtained plants from five locations; kebon (garden), leuweung (forest), buruan (home yard), side of road, and huma (dry farm). This research indicates that they have a specific system of using medicinal plants. They can integrate the culture of using plant medicine with the conservation effort of local biodiversity. Keywords: Medicinal plants; Ethnobotany; Kampung Dukuh Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat kampung Dukuh dan cara pemanfaatannya. Metoda yang dilakukan pada penelitian ini adalah kombinasi antara metoda penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan pada saat observasi awal untuk menggali pengetahuan umum penduduk kampung Dukuh tentang pengobatan tradisional. Setelah observasi awal, dilakukan penelitian kuantitatif yaitu pengumpulan data tentang tumbuhan obat kepada penduduk dengan cara wawancara semi terstruktur. Setelah pengumpulan data, dilakukan pengumpulan spesimen tumbuhan yang diambil langsung dari lokasi tumbuhnya

Transcript of etno1

Page 1: etno1

Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Adat Kampung Dukuh, Garut, Jawa Barat Santhyami, Dr.Endah Sulistyawati

School of Life Science & Technology, Bandung Institute of Technology, Indonesia

Jl. Ganesa No. 10 Bandung, Indonesia 40132 Phone: +62 22 251 1575, 250 0258 Fax: +62 22 253 4107

Email: santhyami @yahoo.com or [email protected]

Abstract This study aims to document the medicinal plants and their use for traditional healing

by the people of Kampung Dukuh, Garut, West Java, Indonesia. The method used was a

combination between the qualitative and quantitative approach. Qualitative approach was

conducted at the beginning to observe the knowledge of the indigenous peoples about

traditional healing in general. Quantitative approach was done to collect data particularly on

the medicinal plant species, location where the plants were obtained and the usage. Data

were collected by using semi-structured interview. Specimens were collected from the

growing sites with the help of key informants. Analysis was done by two main approaches:

medicinal anthropology and medicinal ethnobotany. They classified diseases into three types:

common disease, illness by magic and disease caused by food. 137 species from 52 families

of plants were reported to be used by them as medicines. Most of species used for medicines

was for birth curing. They obtained plants from five locations; kebon (garden), leuweung

(forest), buruan (home yard), side of road, and huma (dry farm). This research indicates that

they have a specific system of using medicinal plants. They can integrate the culture of using

plant medicine with the conservation effort of local biodiversity.

Keywords: Medicinal plants; Ethnobotany; Kampung Dukuh

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan jenis-jenis tumbuhan obat yang

digunakan sehari-hari oleh masyarakat kampung Dukuh dan cara pemanfaatannya. Metoda

yang dilakukan pada penelitian ini adalah kombinasi antara metoda penelitian kualitatif dan

penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan pada saat observasi awal untuk menggali

pengetahuan umum penduduk kampung Dukuh tentang pengobatan tradisional. Setelah

observasi awal, dilakukan penelitian kuantitatif yaitu pengumpulan data tentang tumbuhan

obat kepada penduduk dengan cara wawancara semi terstruktur. Setelah pengumpulan data,

dilakukan pengumpulan spesimen tumbuhan yang diambil langsung dari lokasi tumbuhnya

Page 2: etno1

tumbuhan didampingi oleh informan kunci. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium

Bandungense SITH-ITB. Analisis dilakukan dengan dua pendekatan utama yaitu pendekatan

antropologi obat dan etnobotani obat. Penduduk kampung Dukuh mengklasifikasikan

penyakit menjadi tiga jenis, yaitu penyakit biasa, penyakit karena magis dan penyakit karena

makanan. Tercatat 137 jenis tumbuhan dari 52 suku yang digunakan oleh penduduk

kampung Dukuh sebagai obat. Tumbuhan obat paling banyak digunakan untuk perawatan

ibu melahirkan. Penduduk mendapatkan 137 jenis tumbuhan obat tersebut dari lima lokasi

yaitu kebon, leuweung (hutan), buruan (pekarangan rumah), pinggir jalan, dan huma.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penduduk kampung Dukuh memiliki kekhasan dalam

sistem pemanfaatan tumbuhan obat dimana mereka mampu mengintegrasikan budaya

pemanfaatan tumbuhan sebagai obat dengan upaya konservasi terhadap keanekaragaman

hayati setempat.

1. Pendahuluan Di negara Indonesia, sekalipun pelayanan kesehatan modern telah berkembang,

jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut Survei

Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001, 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan

sendiri tanpa bantuan medis, 31,7% diantaranya menggunakan tumbuhan obat tradisional,

dan 9,8% memilih cara pengobatan tradisional lainnya.

Indonesia memiliki budaya pengobatan tradisional termasuk penggunaan tumbuhan

obat sejak dulu dan dilestarikan secara turun-temurun. Namun adanya modernisasi budaya

dapat menyebabkan hilangnya pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat

(Bodeker, 2000). Kecenderungan ini juga terjadi pada komunitas tradisional di Indonesia.

Salah satu komunitas yang telah menunjukkan gejala degradasi pengetahuan tradisional

antar generasi ini adalah masyarakat kampung Kuta, Ciamis, Jawa Barat. Menurut penelitian

Dwiartama (2005), pengetahuan tradisional masyarakat kampung Kuta tentang tumbuhan

obat dalam kondisi terancam punah.

Di Indonesia khususnya propinsi Jawa Barat, salah satu daerah yang masih menjaga

tradisi leluhur atau karuhun adalah penduduk kampung Dukuh, Kabupaten Garut. Selain

menjaga tradisi, penduduk kampung Dukuh juga sangat menghargai sekaligus berguru pada

alam sehingga mereka memiliki potensi pengetahuan yang besar tentang tumbuhan obat.

Penelitian tentang pemanfaatan tumbuhan obat di kampung Dukuh ini belum pernah

dilakukan sebelumnya, sehingga sangat berpotensi untuk menemukan jenis tumbuhan obat

Page 3: etno1

baru yang diharapkan dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli farmasi dalam rangka peningkatan

kesehatan masyarakat luas.

2. Metode Penelitian 2.1 Studi Area

Penelitian dilakukan di kampung Dukuh, yang secara administratif termasuk dalam

kawasan Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Jarak kampung Dukuh dari

pusat pemerintahan Kabupaten Garut sekitar 100 km. Ketinggian kampung Dukuh adalah

sekitar 390 m di atas permukaan laut. Kampung Dukuh berada di tanah miring, di lereng

Gunung Dukuh. Secara georafis kampung Dukuh terletak pada 7° - 8° LS dan 70 - 108° BT

(Lubis, 2006).

Luas keseluruhan Kampung Dukuh adalah 10 hektar yang tediri dari 7 hektar bagian

dari kampung Dukuh Landeuh, 1 hektar bagian dari kampung Dukuh Tonggoh dan sisanya

merupakan lahan kosong atau lahan produksi. Di dalam kampung Dukuh juga terdapat area

yang disebut dengan wilayah Karomah yang merupakan area pemakaman. Penduduk

kampung Dukuh terdiri dari 108 kepala keluarga dengan 520 jumlah jiwa. Mata pencaharian

penduduk kampung Dukuh adalah bertani, beternak ayam dan memelihara ikan.

2.2 Survey Etnobotani

Secara garis besar metoda yang dilakukan pada penelitian ini merupakan gabungan

metoda penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dengan

cara observasi. Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi partisipatif moderat dimana

peneliti terlibat dalam beberapa kegiatan sehari-hari informan seperti berkebun dan ikut serta

dalam rapat adat, namun tidak mengikuti seluruh kegiatan penduduk seharian (Sugiyono,

2007). Pada tahap ini juga dilakukan wawancara terbuka. Teknik pemilihan informan yang

digunakan dalam observasi awal ini adalah metoda purposive sampling yaitu teknik pemilihan

informan dengan pertimbangan tertentu, dalam hal ini orang yang dianggap paling tahu

tentang tumbuhan obat (Sugiyono, 2007). Tokoh yang dipilih melalui metoda ini untuk

diwawancarai adalah kuncen (kepala adat kampung Dukuh) dan paraji (dukun beranak). Dari

observasi awal ini diketahui data-data calon informan untuk tahap selanjutnya yang layak

diwawancarai berdasarkan rekomendasi kuncen dan paraji.

Setelah observasi awal, dilakukan penelitian kuantitatif yaitu pengumpulan data

tentang tumbuhan obat kepada penduduk dengan cara wawancara semi terstruktur (Martin,

Page 4: etno1

1995). Pemilihan informan pada tahap wawancara ini dilakukan dengan metoda snowball

sampling yaitu teknik pemilihan informan berdasarkan rekomendasi informan kunci dalam hal

ini kuncen dan paraji. Informasi tentang calon informan berikutnya didapat dari informan

sebelumnya (Sugiyono, 2007). Sesudah pengumpulan data, dilakukan pengumpulan

spesimen tumbuhan yang diambil langsung di lokasi tumbuhnya dengan dibantu oleh

seorang informan kunci. Spesimen dikoleksi, difoto dan diidentifikasi. Analisis dilakukan

dalam dua bentuk pendekatan yaitu pendekatan antropologi medikal dan pendekatan

etnobotani medikal.

3. Hasil 3.1 Pendekatan Antropologi Medikal

Penduduk kampung Dukuh mengklasifikasikan penyakit menjadi tiga jenis, yaitu

penyakit biasa, penyakit karena magis dan penyakit karena makanan. Penyakit biasa adalah

penyakit yang umum diderita oleh penduduk seperti demam, batuk, sakit badan dan sakit

kepala yang timbul akibat perubahan cuaca atau kuman penyakit. Penyakit karena magis

diyakini oleh penduduk timbul akibat pelanggaran tata cara hidup di alam seperti halnya

penyakit gila, ayan atau lumpuh. Penyakit selanjutnya menurut penduduk kampung Dukuh

disebabkan karena makanan yang tidak sehat.

Terdapat tiga bentuk pengobatan yang digunakan oleh penduduk untuk mengobati

penyakit yaitu tatangkalan atau pengobatan dengan tumbuhan, obat warung, dan jampe.

Untuk mengobati penyakit biasa, sebagian penduduk masih menggunakan tumbuhan obat

walaupun sebagian sudah beralih pada penggunaan obat warung. Namun demikian

penduduk masih mengetahui berbagai macam tumbuhan untuk pengobatan.

Tokoh yang dianggap memiliki pengetahuan yang paling baik tentang tumbuhan obat

di kampung Dukuh adalah paraji. Peran paraji di kampung Dukuh bukan hanya menolong

kelahiran bayi tetapi juga melayani pengobatan penyakit-penyakit yang biasa diderita oleh

penduduk. Dalam pengobatannnya, paraji memberikan resep berupa komposisi ramuan

tumbuhan untuk mengobati penyakit. Paraji juga sengaja menanami pekarangan rumahnya

dengan tumbuhan obat untuk dimanfaatkan oleh penduduk. Penyakit karena pengaruh magis

diobati penduduk dengan bantuan kuncen. Dalam melakukan penyembuhan, kuncen berdoa

dan membacakan jampi-jampi. Khusus untuk kampung Dukuh, kuncen tidak menggunakan

tumbuhan obat yang spesifik dalam penyembuhan penyakit. Kuncen hanya mengunakan

media cai (air) dan biji beras yang telah didoakan.

Page 5: etno1

3.2 Pendekatan Etnobotani Medikal

3.2.1 Tumbuhan dan Kegunaannya sebagai Obat

Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk kampung Dukuh mengenal 137 jenis

tumbuhan obat dari 52 suku. Jenis tumbuhan terbanyak adalah dari suku Zingiberaceae (14

jenis) dan selanjutnya dari suku Poaceae (11 jenis), suku Asteraceae (6 jenis), suku Suku

Euphorbiaceae (6 jenis) dan suku Solanaceae (6 jenis). Dari 137 jenis tumbuhan total yang

digunakan untuk pengobatan, proporsi jumlah jenis tumbuhan terbesar dimanfaatkan untuk

perawatan kesehatan ibu melahirkan yaitu sebanyak 41 jenis tumbuhan.

3.2.2 Bagian Tumbuhan yang Digunakan dan Cara Pengolahannya

Bagian-bagian tumbuhan digunakan oleh penduduk kampung Dukuh sebagai obat

adalah akar, batang, biji, buah, bunga, daun, rimpang dan umbi (Gambar 1). Bagian yang

paling banyak digunakan penduduk kampung Dukuh sebagai obat adalah bagian daun.

01020304050607080

Akar

Batang Biji

Buah

Bunga

Daun

Rimpa

ng

Semua

bagian Umbi

Bagian tumbuhan yang digunakan

Jum

lah

jeni

s tu

mbu

han

(Gambar 1. Proporsi penggunaan bagian tumbuhan)

Sebagian besar pengobatan tradisional dengan tumbuhan di kampung Dukuh hanya

menggunakan satu bagian dari suatu tumbuhan, misalnya bagian daunnya saja atau bagian

umbinya saja, sedangkan bagian-bagian lain dari tumbuhan tersebut tidak digunakan. Contoh

tumbuhan yang hanya dimanfaatkan satu bagian tersebut antara lain seperti Ageratum

conyzoides L. (daun), Physalis angulata L. (daun), Kaempferia galanga L. (rimpang), Oryza

sativa L. (var.) formaglutinosa (buah) dan Alstonia scholaris (L.)R.Br. (batang). Walaupun

demikian terdapat beberapa jenis tumbuhan yang hampir semua bagian dari tumbuhan

tersebut dapat digunakan untuk pengobatan beberapa jenis penyakit. Tumbuhan-tumbuhan

tersebut antara lain seperti Imperata cylindrica (Ness)C.E.Hubb. yang akar dan batangnya

digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit seperti kencing manis, maag, nyeri pinggang,

sakit badan dan tonikum. Selain itu juga dikenal Carica papaya L. yang hampir semua bagian

tumbuhan ini dapat digunakan mulai dari akar, daun, getah daun, batang, buah, bahkan biji

Page 6: etno1

untuk pengobatan penyakit-penyakit seperti hipotensi, malaria, perawatan setelah melahirkan,

melancarkan ASI, sakit badan, sakit gigi, sakit kepala dan berkhasiat sebagai tonikum.

Secara umum bentuk pengobatan di kampung Dukuh dapat dikategorikan menjadi 2

jenis yaitu jenis pengobatan luar dan jenis pengobatan dalam. Jenis-jenis penyakit dengan

menggunakan pengobatan luar adalah seperti sakit kulit, sakit gigi, permasalahan telinga dan

sakit mata. Pengobatan dalam adalah jenis pengobatan dengan memakan atau meminum

olahan dari tumbuh-tumbuhan obat. Penyakit dengan pengobatan dalam ini antara lain

seperti penyakit demam dan masalah pencernaan.

Cara pengobatan luar bervariasi berdasarkan jenis penyakitnya. Umumnya jenis

pengobatan luar ini menggunakan komposisi tumbuhan tunggal. Untuk luka dan sakit kulit,

bagian tumbuhan yang banyak digunakan adalah daun dan dari satu jenis tumbuhan.

Sebagian besar cara pengolahan tumbuhannya hanya ditumbuk dan kemudian dilulurkan

pada bagian yang sakit. Contohnya untuk penyembuhan luka karena penyakit diabetes akut.

Penduduk menyembuhkan luka tersebut dengan tumbuhan Dysoxylum decandrum Merr.

Beberapa orang penduduk kampung Dukuh sudah membudidayakannya di kebon dan

leuweng karena mereka percaya bahwa tumbuhan ini sangat ampuh untuk mengobati

penyakit luka karena diabetes.

Untuk pengobatan dalam, penduduk kampung Dukuh mengolah tumbuhan tersebut

dengan dua cara, yaitu direbus atau diparut untuk kemudian diambil sari tumbuhannya. Pada

umumnya, komposisi tumbuhan dalam pengobatan dalam ini lebih dari satu jenis tumbuhan.

Misalnya untuk minuman tonikum, penduduk merebus berbagai jenis tumbuhan seperti

rimpang empat jenis koneng yaitu Curcuma xanthorriza Roxb., Curcuma zedoaria (Berg.)

Roscoe, Curcuma aeruginosa Roxb. dan Curcuma domestica Vahl, daun Physalis angulata

L., Blumea balsamifera (L.)D.C., Orthosiphon aristatus (BI.) Miq., Eupatorium odoratum, akar

Carica papaya L., Imperata cylindrica, Areca catechu L., kulit batang Allamanda cathartica L.

dan batang Tinospora tubreculata Beumee.

3.2.3 Tata Cara Perawatan Kesehatan Melahirkan

Di kampung Dukuh, seorang ibu hamil akan mendatangi paraji pada masa kehamilan

empat bulan. Pada masa ini, paraji menyarankan ibu hamil untuk meminum ramuan

penambah stamina seperti air parutan rimpang Curcuma domestica Vahl. yang dicampur

dengan madu atau telur ayam kampung. Pada masa kehamilan tujuh bulan, ibu hamil

mendatangi paraji secara berkala, karena pada masa ini paraji mulai melakukan pemijatan

Page 7: etno1

untuk memperbaiki posisi bayi dalam rahim. Sebelum melahirkan, pasien dianjurkan untuk

meminum air rebusan Ceiba petandra (L.) Gaertn.yang berkhasiat melancarkan kelahiran.

Paraji kemudian membalurkan minyak klentik serta Alium cepa L. dan Zingiber purpureum

Roxb. yang telah ditumbuk ke perut pasien. Efeknya, pasien akan merasakan mulas

sehingga proses kelahiran akan berlangsung lebih cepat.

Satu hari setelah melahirkan, pasien diberi ramuan olahan paraji yang dikenal dengan

sebutan ramuan opat puluh rupi yang terdiri dari 40 jenis tumbuhan yang telah dikeringkan

dan ditumbuk halus. Ramuan ini diseduh dengan air hangat dan diminum oleh pasien

sebanyak satu sendok tiga kali sehari. Tumbuhan penyusun ramuan opat puluh rupi terdiri

dari berbagai jenis rimpang: Kaempferia galanga L, Zingiber officinale Roxb., Curcuma

zedoaria (Berg.) Roscoe, Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht., dan Zingiber zerumbet

(L.)J.E.Smith; berbagai jenis akar: Cocos nucifera L, Areca catechu L, Physalis angulata L.,

Stachytarpheta indica (L.) Vahl., Imperata cylindrica (Ness)C.E.Hubb. dan Arenga pinnata

(Wurmb.) Merr; kulit batang: Alstonia scholaris (L.)R.Br.dan Allamanda cathartica L.; serta

sejumlah jenis daun: Blumea balsamifera (L.)D.C., Dolichandrone spathecea (L.f.)K. Schum.,

Musaenda frondosa L., Erythrina subumbrans (Hassk.)Merr. dan Cymbopogon citratus

(DC.)Stapf.. Pendarahan setelah melahirkan diatasi dengan meminum air rebusan Piper

betle dan Euphorbia hirta L. atau air bekas cucian ketan hideung Oryza sativa L. var

formaglutinosa.

Ibu-ibu setelah melahirkan melakukan perawatan tubuh untuk menghindari infeksi dan

merapatkan vagina dengan memanfaatkan abu bekas perapian tungku yang dibungkus daun

Ricinus communis kemudian diduduki selagi hangat. Perawatan ini rutin dilakukan sampai 40

hari setelah melahirkan. Agar kulit perut kembali seperti semula, ibu melahirkan

menggunakan ramuan rimpang Zingiber zerumbet (L.)J.E.Smith dan daun Eleusine indica

Gaertn. yang ditumbuk dengan kapur sirih. Ramuan ini kemudian dioleskan ke kulit perut

secara teratur setiap hari. Para ibu di kampung Dukuh mengenal bakal buah (jantung)

tumbuhan Musa paradisiaca L, bunga Rosa hibrida dan bunga Impatiens balsamina L.

sebagai tumbuhan yang bermanfaat untuk kontrasepsi.

3.2.4 Distribusi Lokasi Tumbuhan Obat

Berdasarkan lokasi diperolehnya tumbuhan obat, penduduk kampung Dukuh

memperolehnya dari lima lokasi yaitu buruan (37 jenis), huma (enam jenis), kebon (72 jenis),

Page 8: etno1

leuweng (42 jenis), dan pinggiran jalan (25 jenis). Distribusi persebaran lokasi tumbuhan ini

dapat dilihat pada gambar 2.

20%

3%

42%

22%

13%

Buruan Huma Kebon Leuw eng Pinggir jalan

(Gambar 2. Distribusi tumbuhan obat berdasarkan lokasi tumbuh)

Buruan adalah lahan halaman di sekitar tempat tinggal. Leuweng adalah daerah

hutan di sekitar kampung Dukuh yang dikeramatkan, karena di lokasi tersebut dimakamkan

tokoh-tokoh masyarakat tertentu yang sangat dihormati. Tumbuhan obat yang diambil dari

hutan umumnya juga berupa tumbuhan kayu (pohon dan perdu) seperti Alstonia scholaris

(L.)R.Br., Allamanda cathartica L., Melochia umbellata O.Stapf., dan Cardiospermum

halicacabum L. Huma adalah lahan pertanian penduduk yang khusus ditanami dengan

tanaman konsumsi utama seperti Oryza sativa L. Berbeda dengan kebon yang ditanami

dengan berbagai jenis tanaman, lahan huma hanya ditanami satu jenis tanaman. Selain itu,

huma tidak ditanami dengan tanaman berkayu seperti pada kebon. Kebon sendiri merupakan

lahan pertanian penduduk yang ditanami berbagai jenis tumbuhan pertanian. Di kampung

Dukuh, kebon berlokasi di atas perbukitan jauh dari pemukiman. Tumbuhan yang ditanam di

kebon adalah berupa tanaman konsumsi dan tanaman kayu. Selain tanaman budidaya, di

kebon juga terdapat banyak jenis tumbuhan liar yang bermanfaat sebagai tumbuhan obat

antara lain Ageratum conyzoides L., Mikania scandens Willd. dan Euphorbia hirta L.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, sekitar 59% tumbuhan obat di

kampung Dukuh merupakan tumbuhan liar dan 41% sisanya merupakan tanaman budidaya.

Sebagian tumbuhan sengaja ditanam oleh penduduk. Tumbuhan obat umumnya ditanam

penduduk di buruan dan kebon. Tumbuhan obat liar banyak ditemukan di kebon, pinggir jalan

dan leuweung.

4. Diskusi dan Kesimpulan Setiap daerah memiliki sistem pemanfaatan tumbuhan yang khas dan berbeda

dengan daerah lainnya. Sistem pemanfaatan ini berkaitan dengan keanekaragaman

tumbuhan di masing-masing daerah. Pendekatan penduduk lokal terhadap manajemen

Page 9: etno1

pemanfaatan ekosistem alam merupakan model jangka panjang dalam menopang kebutuhan

hidup manusia (Redford dan Padoch, 1992 dalam Swanson, 1995). Selain itu, manajemen

sumber daya alam tradisional mampu mempertegas hubungan antara sistem konservasi

dengan pemanfaatan keanekaragaman hayati (Alcorn, 1994 dalam Swanson, 1995).

Penduduk kampung Dukuh memiliki kekhasan dalam sistem pemanfaatan tumbuhan obat.

Kekhasan tersebut dilihat dari 3 aspek yaitu: (1) sumber lokasi didapatnya tumbuhan obat,

(2) status budidaya tumbuhan dan (3) bagian yang digunakan sebagai obat.

Di kampung Dukuh, tumbuhan obat paling banyak didapatkan dari kebon (lihat

gambar 2). Kebon merupakan lahan terpisah dari pemukiman penduduk yang sengaja

ditanami berbagai jenis macam tanaman. Tumbuhan liar yang dianggap memiliki fungsi

sebagai obat dibiarkan tumbuh di kebon sehingga sebagian besar tumbuhan obat dapat

diperoleh dari lokasi ini. Konsep kebon menurut penduduk kampung Dukuh ini berbeda

dengan konsep kebun masyarakat daerah lainnya. Suku Menyah di Pegunungan Arfak

mengenal kebun dengan sebutan Mekeni. Mekeni merupakan kebun monokultur yang

umumnya ditanami dengan pohon coklat. Suku Menyah memanfaatkan sebagian besar

tumbuhan obat dari hutan primer atau Merenda (Moeljono, 1998). Penduduk kampung Dukuh

juga memanfaatkan tumbuhan obat dari hutan, namun tidak dalam proporsi terbesar.

Penduduk diperbolehkan untuk mengambil hasil alam dari leuweung namun dengan kontrol

dan pengawasan dari kuncen. Manajemen pengontrolan pemanfaatan alam oleh kuncen ini

mampu menjaga stabilitas keanekaragaman hayati yang ada di leuweung.

Salah satu penelitian yang dilakukan di daerah Dheeraa, Ethiopia, menunjukkan

bahwa 92% tumbuhan obat di sana didapatkan dari daerah vegetasi alami yang

mengindikasikan bahwa penduduk lokal di sana kurang mempraktekkan penanaman

tumbuhan obat di area kultivasi seperti pekarangan rumah dan kebun (Wondimu et al., 2007).

Menurut penelitian Falconer et al. (1992 dalam Swanson, 1998), mayoritas ahli pengobatan

tradisional di seluruh dunia tidak mempercayai bahwa ketersediaan tumbuhan obat di alam

sudah menurun. Namun di kampung Dukuh, prinsip pemaanfaatan tumbuhan obat yang

dilakukan penduduk sangat khas dan berbeda dengan daerah lainnya. Lebih dari 40%

tumbuhan obat sudah mulai dibudidayakan sendiri oleh penduduk. Penduduk tidak hanya

menggantungkan keperluan tumbuhan sepenuhnya dari apa yang ada di alam. Upaya

pembudidayaan obat untuk keperluan sehari-hari ini menunjukkan bahwa penduduk

kampung Dukuh masih sangat peduli dengan upaya konservasi alam.

Page 10: etno1

Upaya konservasi terhadap tumbuhan obat erat kaitannya dengan penggunaan

bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat. Bagian yang paling banyak digunakan

penduduk kampung Dukuh sebagai obat adalah bagian daun. Menurut Cunningham (1991

dalam Swanson, 1998), bagian tumbuhan yang perlu dibatasi penggunaannya dalam

pengobatan adalah bagian akar, batang, kulit kayu dan umbi, karena penggunaan bagian-

bagian tumbuhan ini dapat langsung mematikan tumbuhan. Penggunaan daun sebagai obat

tidak berdampak buruk bagi kelangsungan hidup tumbuhan.

Berdasarkan semua paparan tentang pemanfaatan tumbuhan obat di kampung

Dukuh, terlihat bahwa sistem pemanfaatan tumbuhan obat di kampung Dukuh bersifat khas

dan berbeda dengan daerah lainnya. Melihat ketiga aspek yang telah dipaparkan dapat

diindikasikan bahwa penduduk kampung Dukuh mampu mengintegrasikan budaya

pemanfaatan tumbuhan sebagai obat dengan upaya konservasi terhadap keanekaragaman

hayati setempat.

References Bodeker, G., 2000. Indigenous Medical Knowledge: The Law and Politics of Protection:

Oxford Intellectual Property Research Centre Seminar in St. Peter’s College, 25th

January 2000, Oxford

Dwiartama, A., 2005. Analisis Pengetahuan Tradisional Masyarakat Adat Kampung Kuta,

Kabupaten Ciamis, mengenai Pemanfaatan Tumbuhan untuk Pengobatan. Skripsi

Sarjana Biologi Departemen Biologi ITB, Bandung

Lubis, N.H. 2006., Uga Kampung Dukuh. Pikiran Rakyat 24 Maret 2006

Martin, G.J., 1995., Ethnobotany : A ‘People and Plant’ Conservation Manual. Chapman and

Hall, London

Moeljono, S.,1998. Suatu Telaah tentang Pemanfaatan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan

oleh Masyarakat Suku Menyah Di Daerah Pegunungan Arfak Kabupaten Manokwari:

Prosiding Seminar Nasional Etnobotani III 5-6 Mei 1998. LIPI, Denpasar-Bali

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung

Swanson, T. M. 1995. Intellectual Property Rights and Biodiversity Conservation ‘An

Interdisciplinary Analysis of the Values of Medicinal Plants. Cambridge University

Press, Cambridge

Wondimu, T., Asfaw, Z., Kelbessa, E., Ethnobotanical Study of Medicinal Plants around

Dheeraa Town, Arsi Zone, Ethiopia. Journal of Ethnopharmacology