Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

31
TAKE HOME TUGAS KELOMPOK ETNISITAS DAYAK DI KALIMANTAN BARAT DAN INTEGRASI NASIONAL DALAM PERSPEKTIF EKONOMI Take Home Tugas Kelompok ini Disusun Dalam Rangka Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester II GENAP Mata Kuliah ETNISITAS, INTEGRASI SOSIAL, DAN NASIONALISME Dosen Pembina : Prof. Dr. Suyahmo, M.Si Oleh : 1. NUGROHO EKO PUTRO (0301615007) 2. BASUKI WIBOWO (0301615006)

Transcript of Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

Page 1: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

TAKE HOME TUGAS KELOMPOK

ETNISITAS DAYAK DI KALIMANTAN BARAT

DAN INTEGRASI NASIONAL DALAM PERSPEKTIF EKONOMI

Take Home Tugas Kelompok ini Disusun Dalam Rangka Untuk Memenuhi Ujian

Tengah Semester II GENAP Mata Kuliah ETNISITAS, INTEGRASI SOSIAL, DAN

NASIONALISME

Dosen Pembina : Prof. Dr. Suyahmo, M.Si

Oleh :

1. NUGROHO EKO PUTRO (0301615007)2. BASUKI WIBOWO (0301615006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS S-3

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

Page 2: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

Etnisitas Dayak di Kalimantan Barat dan Integrasi Nasional Dalam Perspektif Ekonomi

Oleh :NUGROHO EKO PUTRO, BASUKI WIBOWO

A. PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia yang merupakan bangsa yang terdiri dari pulau-pulau,

memiiliki beragam adat istiadat, etnis, bahasa dan beragam agamanya. Masing-

masing etnis yang ada memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakannya dengan

etnis yang lain. Berdasarkan jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia, dapat

dijadikan indikator pluralisme yang menjadikan masyarakat Indonesia yang

majemuk. Dalam perjalanan sejarah yang telah melampaui beberapa fase,

sehingga sampai waktunya menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari

penjajahan. Diawali dari satu tekad yang bulat dari seluruh komponen bangsa,

berbagai elemen yang sadar pada diri dan situasi penjajahan, maka pada tanggal

28 Oktober 1928 lahirlah suatu sumpah, deklarasi yaitu Sumpah Pemuda. Di

mana dalam peristiwa ini, berbagai komponen bangsa yang pada intinya bersatu

tanpa membedakan etnis, agama dan budaya yang berbeda (Paramartha,

2007:1-3).

Sementara orang berpendapat bahwa etnisitas merupakan sesuatu yang

"klasik", soal yang sudah usang. Seperti diyakini kaum modernis, dalam dunia

modern etnisitas akan hilang atau paling tidak surut diganti dengan entitas sosial

berbasis pada ekonomi, kelas, partai atau kelompok kepentingan (interestgroup)

yang lain. Sentimen etnisitas digeser oleh kesadaran kelas, politik etnis diganti

dengan politik kelas, nasionalisme digeser oleh globalisme.

Modernisasi dan kapitalisme tidak bisa menghancurkannya, sebaliknya

justru membangkitkannya dalam bentuknya yang baru. Cara produksi

kapitalisme justru menghasilkan pengelompokan dan mobilisasi etnis tersendiri

(Pieterse, 1996). Bahkan telah mendorong munculnya radikalisme politik etnis-

agama sebagai bentuk perlawanan terhadap modernisasi dan kapitalisme,

Page 3: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

seperti terjadi dalam kasus munculnya fundamentalisme tradisi-agama dimana-

mana sekarang ini (Gidden, 1994).

Konstelasi hubungan antar kelompok etnis itu bisa menghasilkan

integrasi atau justru menimbulkan konflik yang sangat dipengaruhi oleh kekuatan

dari luar, terutama Negara. Oleh karena itu kehadiran negara menjadi sebuah

keniscayaan sebagai faktor penentu dalam menyatukan semua etnis yang ada di

Indonesia. Kehadiran Negara ini bisa menghasilkan integrasi ketika asimilasi baik

karena dipaksakan dalam bentuk inkorporasi maupun secara sukarela melalui

proses amalgamasi (Horowitz, 1985).

Bahar (1998) dalam Syahrial (2014:52) menyatakan bahwa Integrasi

nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan

pemerintah dan wilayahnya. Mengintegrasikan berarti membuat untuk atau

menyempurnakan dengan jalan menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah-

pisah. Menurut Howard Wrigins (1996) dalam Syahrial (2014:52), integrasi

berarti penyatuan bangsa-banga yang bebbeda dari suatu masyarakat menjadi

suatu keseluruhan yang lebih utuh dan memadukan masyarakat-masyarakat kecil

yang banyak menjadi satu bangsa. Jadi menurutnya, integrasi bangsa dipandang

sebagai peralihan dari banyak masyarakat kecil menjadi satu masyrakat besar.

Tulisan ini ini ingin mengungkap; bagaimana etnisitas dayak di

Kalimantan Barat? Bagaimana Strategi Pemerintah melihat etnisitas dayak untuk

membangun Integrasi Nasional? dan bagaimana Etnisitas dayak dan Integrasi

nasional dalam perspektif ekonomi Indonesia?

B. METODOLOGI

Dasar dari penulisan artikel ini lebih bersifat deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data-data dan

fakta-fakta dalam rangka pembahasan masalah dalam tulisan ini adalah

menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yang berupa buku-buku,

literature, kamus, artikel-artikel dalam majalah, jurnal ilmiah, bulletin dan juga

dokumentasi atas Etnisitas Masyarakat Dayak Di Kalimantan Barat Dan Integrasi

Page 4: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

Nasional Dalam Perspektif Ekonomi yang didapat dari akses internet. Untuk

teknik analisis data digunakan teknik analisis data kualitatif yaitu sebuah analisa

yang menggambarkan sebuah persoalan berdasarkan fakta-fakta yang ada.

Untuk kemudian di susun ke dalam satuan-satuan kategori dan langkah terakhir

adalah menafsirkan atau memberikan makna terhadap data-data yang peneliti

sedang teliti. Dalam artikel ini penulis berusaha menggambarkan “Etnisitas

Dayak di Kalimantan Barat Dan Integrasi Nasional Dalam Perspektif Ekonomi”

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bangsa Dayak

Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli

non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu. Ini terutama berlaku di

Malaysia, karena di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap

termasuk kategori Dayak walaupun beberapa di antaranya disebut dengan Suku

Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini.

Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah, yang

berarti hulu sungai atau pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa

Dayak mungkin juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang

berarti asli atau pribumi. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari

sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau

yang tak pada tempatnya.

Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah

Daya (Kanayatn: orang daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin disebut

Biaju (bi= dari; aju= hulu). Jadi semula istilah orang Daya (orang darat) ditujukan

untuk penduduk asli Kalimantan Barat yakni rumpun Bidayuh yang selanjutnya

dinamakan Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun Iban). Di

Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar

dengan Hindia Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar

(daerah sungai Kahayan) dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang

masing-masing diganti menjadi Dayak Besar dan Dayak Kecil, selanjutnya oleh

Page 5: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

pihak kolonial Belanda hanya kedua daerah inilah yang kemudian secara

administratif disebutTanah Dayak. Sejak masa itulah istilah Dayak juga ditujukan

untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak”

dipakai meluas yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli

setempat yang berbeda-beda bahasanya, khususnya non-Muslim atau non-

Melayu. Pada akhir abad ke-19 (pasca Perdamaian Tumbang Anoi) istilah Dayak

dipakai dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih

kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan.

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan

Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr. August Kaderland, seorang

ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama kali mempergunakan istilah Dayak

dalam pengertian di atas pada tahun 1895.

Arti dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans

(1987), misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti

manusia, sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti

pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang

yang tinggal di hulu sungai. Dengan nama serupa, Lahajir et al. melaporkan

bahwa orang-orang Iban menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia,

sementara orang-orang Tunjung dan Benuaq mengartikannya sebagai hulu

sungai. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa

istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh

orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet. Lahajir et al.

mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan

dalam literatur, yaitu Daya, Dyak, Daya, dan Dayak. Penduduk asli itu sendiri

pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di luar

lingkup merekalah yang menyebut mereka sebagai ‘Dayak’.

Asal Usul Orang Dayak

Secara umum kebanyakan penduduk kepulauan Nusantara adalah

penutur bahasa Austronesia. Saat ini teori dominan adalah yang dikemukakan

Page 6: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

linguis seperti Peter Bellwood dan Blust, yaitu bahwa tempat asal bahasa

Austronesia adalah Taiwan. Sekitar 4 000 tahun lalu, sekelompok orang

Austronesia mulai bermigrasi ke Filipina. Kira-kira 500 tahun kemudian, ada

kelompok yang mulai bermigrasi ke selatan menuju kepulauan Indonesia

sekarang, dan ke timur menuju Pasifik.

Namun orang Austronesia ini bukan penghuni pertama pulau Borneo.

Antara 60.000 dan 70.000 tahun lalu, waktu permukaan laut 120 atau 150 meter

lebih rendah dari sekarang dan kepulauan Indonesia berupa daratan

(para geolog menyebut daratan ini "Sunda"), manusia sempat bermigrasi dari

benua Asia menuju ke selatan dan sempat mencapai benua Australia yang saat

itu tidak terlalu jauh dari daratan Asia.

Dari pegunungan itulah berasal sungai-sungai besar seluruh Kalimantan.

Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar

menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau

Kalimantan. Tetek Tahtummenceritakan migrasi suku Dayak Ngaju dari daerah

perhuluan sungai-sungai menuju daerah hilir sungai-sungai.

Di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah

kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai Usak

Jawa yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh

Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389. Kejadian tersebut

mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar, sebagian masuk

daerah pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya

terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama

masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1520).

Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang

memeluk Islam keluar dari suku Dayak dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai

orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar dan Suku Kutai.

Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai,

masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai,

Page 7: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

Margasari, Batang Amandit, Batang Labuan Amas dan Batang Balangan. Sebagian

lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada

di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar

Hindu yang terkenal adalah Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah

seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum). Di Kalimantan Timur, orang Suku

Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya sebagai Suku

Kutai.Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke

Kalimantan. BangsaTionghoa tercatat mulai datang ke Kalimantan pada masa

Dinasti Ming yang tercatat dalam buku 323 Sejarah Dinasti Ming (1368-1643).

Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi

adalah Banjarmasin dan disebutkan bahwa seorang Pangeran yang

berdarah Biaju menjadi pengganti Sultan Hidayatullah I. Kunjungan tersebut

pada masa Sultan Hidayatullah I dan penggantinya yaitu Sultan Mustain Billah.

Hikayat Banjar memberitakan kunjungan tetapi tidak menetap oleh pedagang

jung bangsa Tionghoa dan Eropa (disebut Walanda) di Kalimantan Selatan telah

terjadi pada masa Kerajaan Banjar Hindu (abad XIV). Pedagang Tionghoa mulai

menetap di kota Banjarmasin pada suatu tempat dekat pantai pada tahun 1736.

Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan Kalimantan tidak mengakibatkan

perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena

mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin.

Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa

Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen,

belanga (guci) dan peralatan keramik. Tidak hanya itu, sebagian dari mereka juga

ada bangsa Eropa.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada

abad XV Kaisar Yongle mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan

(termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Cheng Ho, dan kembali ke Tiongkok

pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka,

Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang

Page 8: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa

tersebut membawa juga barang dagangan di antaranya candu, sutera, barang

pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci. Kerajaan Kutai

Kartanegara yang berada di Kalimantan Timur dulunya adalah kerajaan Suku

Dayak.

Etnisitas Dayak di Kalimantan Barat

Bangsa Dayak di Kalimantan Barat terbagi berdasarkan sub-sub ethnik

yang tersebar diseluruh kabupaten di Kalimantan Barat. Berdasarkan Ethno

Linguistik dan cirri cultural gerak tari Dayak di Kalimantan Barat menjadi 4

kelompok besar, 1 kelompok kecil yakni:

Kendayan / Kanayatn Grop : Dayak Bukit (ahe), Banyuke, Lara, Darit, Belangin,

Bakati” dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Pontianak, Kabupaten

Landak, Kabupaten Bengkayang, dan sekitarnya. Mempunyai gerak tari,

enerjik, stakato, keras.

Ribunic / Jangkang Grop/ Bidoih / Bidayuh : Dayak Ribun, Pandu, Pompakng,

Lintang, Pangkodatn, Jangkang, Kembayan, Simpakng, dll. Wilayah

penyebarannya di Kabupaten Sanggau Kapuas, mempunyai ciri gerak tangan

membuka, tidak kasar dan halus.

Iban / Ibanic : Dayak Iban dan sub-sub kecil lainnya, Mualang, Ketungau,

Kantuk, Sebaruk, Banyur, Tabun, Bugau, Undup, Saribas, Desa, Seberuang, dan

sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sambas (perbatasan),

Kabupaten Sanggau / malenggang dan sekitarnya (perbatasan) Kabupaten

Sekadau (Belitang Hilir, Tengah, Hulu) Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas

Hulu, Serawak, Sabah dan Brunai Darusalam. mempunyai ciri gerak pinggul

yang dominan, tidak keras dan tidak terlalu halus.

Banuaka" Grop : Taman, Tamambaloh dan sub nya, Kalis, dan sebagainya.

Wilayah penyebarannya di Kabupaten Kapuas Hulu.ciri gerak mirip kelompok

ibanic, tetapi sedikit lebih halus.

Kayaanik, punan, bukat dll.

Page 9: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

Selain terbagi menurut ethno linguistik yang terdata menurut jumlah

besar groupnya, masih banyak lagi yang belum teridentifikasikan gerak tarinya,

karena menyebar dan berpencar dan terbagi menjadi suku yang kecil-kecil.

Misalnya Dayak Mali / ayek-ayek, terdapat dialur jalan tayan kearah kab.

ketapang. kemudian Dayak Kabupaten Ketapang,Daerah simpakng seperti Dayak

Samanakng dan Dayak Kualan, daerah Persaguan, Kendawangan, daerah Kayong,

Sandai, daerah Krio, Aur kuning. Daerah Manjau dsb.

Kemudian Dayak daerah Kabupaten Sambas, yaitu Dameo/Damea,

Sungkung daerah Sambas dan Kabupaten Bengkayang dan sebagainya. Kemudian

daerah Kabupaten Sekadau kearah Nanga Mahap dan Nanga Taman, Jawan,

Jawai, Benawas, Kematu dan lain-lain. Kemudian Kabupaten Melawi, yaitu: dayak

Keninjal(mayoritas tanah pinoh;antara lain desa ribang rabing, ribang semalan,

madya raya, rompam, ulakmuid, maris dll)dayak Kebahan (antara lain

desa:poring,nusa kenyikap, Kayu Bunga, dll yang memiliki tari alu dan tari

belonok kelenang yang hampir punah), dayak Linoh (antara lain desa:Nanga

taum,sebagian ulak muid, mahikam dll), dayak pangen (Jongkong, sebagian desa

balaiagas dll), dayak kubing (antara lain desa sungai bakah/sungai mangat

nyanggai nanga raya, dll), dayak limai (antara lain desa tanjung beringin,tain,

menukung, ela dll), dayak undau, dayak punan, dayak ranokh/anokh (antara lain

sebagian di desa batu buil, sungai raya dll), dayak sebruang (antara lain didesa

tanjung rimba, piawas dll),dayak Ot Danum (masuk kelompok kal-teng), Leboyan.

Integrasi Nasional

Integrasi nasional, jika tidak disebut membangun bangsa, Kesatuan

nasional, kohesi kebangsaan, kesetiaan negara, atau pertanyaan nasional

"menyangkut konsensus tentang batas-batas masyarakat politik serta tentang

hakikat rezim politik" (Liddle, 1970: 205 dikutip dalam Otite 2000: 188). Ini

berarti sebagai perwujudan dalam perjanjian antar warga negara mengenai

tingkat keutuhan mereka untuk memiliki jenis struktur politik dan lembaga-

Page 10: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

lembaga yang mereka inginkan. Ini juga merupakan "proses penyatuan

masyarakat yang cenderung menjadikannya masyarakat yang harmonis,

berdasarkan ketaatan para anggota dalam menganut keadilan yang harmonis"

(Duverger, 1976: 177). Ini berarti bahwa integrasi meningkatkan kesatuan yang

mendorong terjadinya interaksi yang baik antara para anggota masyarakat

sesuai dengan prinsip yang ditetapkan berdasarkan keadilan.

Integrasi nasional juga didefiniskan sebagai "hubungan masyarakat antara

orang-orang dalam entitas politik yang sama ... kondisi pikiran atau disposisi

untuk menjadi kohesif, untuk bertindak bersama-sama, untuk berkomitmen

dalam tujuan bersama." (Yakub dan Tenue dalam Enaruna Edosa, 2014: 63).

Dengan demikian berpedoman pada kesatuan masyarakat dimana anggotanya

bersedia untuk hidup dan bekerja bersama secara harmonis dan berbagi nasib

bersama. Ini juga telah dilihat sebagai suatu proses dimana anggota suatu sistem

sosial mengembangkan hubungan agar batas-batas sistem tetap terjaga (sic) dari

waktu ke waktu dan batas-batas sub-sistem menjadi berkurang akibat dari

pengaruh perilaku yang sudah menjadi kebiasaan. Dalam proses tersebut,

anggota dari sebuah sistem sosial mengembangkan tingkat hubungan, kerja

sama, kesepakatan dalam masyarakat (Morrison et al, 1972: 385 dikutip dalam

Ojo, 2009: 51).

Ernst B. Haas (dalam Sitepu, 2008) memberi batasan konsep integarsi

sebagai "a process for the creation of piolitical communities defined institutional

or attitudinal terms.” Joseph Nye memberi batasan konsep integrasi sebagai

upaya pembentukan bagian-bagian menjadi kesatuan. Integrasi dapat dipilah-

pilah menjadi integrasi ekonomi, integrasi sosial, serta integrasi politik, dan

ketiga tipe integrasi ini dapat dibagi ke dalam beberapa sub-tipe, yang masing-

masing memiliki indikator pengukuran atau bukti yang jelas.

Deutsch dan Joseph Nye (dalam Mas’oed, 1990) mengembangkan konsep

integrasi dengan indikator-indikator yang dapat diukur atau dianalisis. Deutsch

mengartikan konsep integrasi dengan konsep security-community, yaitu

Page 11: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

penciptaan lembaga-lembaga dan praktik-praktik yang cukup kuat dan cukup

meluas sehingga bisa menjamin, untuk waktu yang lama, harapan di antara

penduduknya akan adanya perubahan secara damai. Lebih lanjut ditegaskan,

komunitas-keamanan (security-community) adalah komunitas politik yang ada di

dalamnya mendapat jaminan nyata bahwa anggota komunitas itu tidak akan

saling berperang satu sama lain atau melakukan tindakan konfrontatif, tetapi

menyelesaikan pertikaian yang terjadi dengan cara-cara lain.

Ahli integrasi, Myron Meiner (dalam Fithriani, 2008) menyatakan,

integrasi nasional mencakup nilai-nilai masyarakat yang luas dengan 5 (lima)

aspek persoalan pokok dalam negara, yaitu integrasi bangsa, integrasi wilayah,

integrasi elit-massa, integrasi nilai, dan perilaku integratif. Sedangkan William

Liddle (1970) melihat persoalan integrasi nasional sebagai masalah integrasi

horizontal dan integrasi vertikal elit massa. Pada integrasi horizontal mencakup

integrasi perbedaan yang berakar pada masalah heterogenitas etnik, ras,

geografi dan agama, sedangkan integrasi vertikal mencakup integrasi perbedaan

yang berakar pada masalah politik, sosial budaya, dan ekonomi.

Lemhannas (dalam Sunardi, 2004) merumuskan konsep integrasi nasional

berdasarkan konstelasi geografi, geopolitik, dan geostrategi Indonesia. Integrasi

nasional merupakan satu kesatuan yang utuh, bulat, dan menyeluruh (integral

komprehensif) di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan

pertahanan keamanan.

Koentjaraningrat menggunakan istilah integrasi nasional untuk

menunjukkan usaha membangun interdependensi yang lebih kuat antar bagian

dari organisme hidup antar anggota-anggotanya yang dianggap sama

harmonisnya. Sedangkan istilah integrasi nasional menurut Coleman dan Rosberg

seperti yang dikutip oleh Sjamsuddin memiliki dua dimensi, yaitu vertikal (elite

massa) dan horizontal (teritorial). Integrasi vertikal disebut juga integrasi politik,

tujuannya untuk menjembatani celah perbedaan yang mungkin ada antara elite

dan massa dalam rangka pengembangan suatu proses politik terpadu dan

Page 12: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

masyarakat politik yang berpartisipasi. Yang dimaksudkan dengan integrasi

teritorial adalah integrasi dalam bidang horizontal yang bertujuan mengurangi

diskontinuitas dan ketegangan kultur kedarahan dalam rangka proses penciptaan

suatu masyarakat politik yang homogen.

Menurut Weiner, integrasi bangsa sebagai bagian dari integrasi politik

berarti bahwa bagi masyarakat majemuk yang meliputi berbagai suku bangsa, ras

dan agama, integrasi bangsa dirasakan sangat penting untuk mengarahkan rasa

kesetiaan masyarakat kepada bangsanya yang menyatukan berbagai kelompok

sosial budaya dalam satu kesatuan wilayah dan satu identitas nasional.

Strategi Pemerintah melihat etnisitas dayak Kalimantan Barat untuk

membangun Integrasi Nasional

Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami oleh

semua negara terutama adalah negara-negara berkembang. Dalam usianya yang

masih relatif muda dalam membangun negara bangsa (nation state), ikatan

antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam negara masih rentan dan

mudah tersulut untuk terjadinya pertentangan antar kelompok. Disamping itu,

masyarakat du negara berkembang umumnya memiliki ikatan primodial yang

masih kuat. (Panggabean, 2012) Kuatnya ikatan primordial menjadikan

masyarakat lebih terpancang pada ikatan-ikatan primer yang lebih sempit seperti

ikatan keluarga, ikatan kesukuan, ikatan sesama pemeluk agama, dan

sebagainya. Dengan demikian upaya mewujudkan integrasi nasional yang

berdasarkan pada ikatan yang lebih luas dan melewati batas-batas kekeluargaan,

kesuksuan, dan keagamaan menjadi sulit untuk diwujudkan.

Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi nasional Setiap

etnik seharusnya tidak tampil atau mengelompokan diri secara eksklusif.

Mengutif pendapat Liddle (1970:16), Schefold menyatakan, dalam kaitannya

dengan kompleksitas hubungan antar daerah, suku, keragaman etnik dengan

budaya yang berbeda bisa menjadi kekuatan sosial. Perbedaan agama atau

Page 13: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

pandangan hidup misalnya, menjadi ikatan etnik yang kuat dan mempengaruhi

suatu negara secara nasional. Karena itulah, dalam era global saat ini, perlu

digalang sikap loyalitas dan menjaga hubungan harmonis antar etnik. Terlebih di

Indonesia yang multietnik dan memiliki struktur yang kuat, sehingga setiap

daerah semestinya mendukung keberadaan etnik tersebut untuk menjaga

keutuhan negara itu sendiri. Sebaliknya, setiap etnik juga harus aktif dan

berpartisipasi penuh membangun sikap nasionalisme. Selain itu, Pemerintah juga

harus memiliki sikap dan strategi yang kuat dalam membangun kekuatan

integrasi nasional, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Strategi asimilasi

Asimilasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau

lebih menjadi satu kebudayaan yang baru, dimana dengan percampuran

tersebut maka msing-masing unsur budaya melebur menjadi satu sehingga

dalam kebudayaan yang baru ini tidak tampak lagi identitas masing-masing

budaya pembentuknya. Ketika asimilasi ini menjadi sebuah strategi integrasi

nasional, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan

mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang ada dalam negara itu benar-

benar melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan identitas budaya

kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi demikian, tampak bahwa upaya

mewujudkan integrasi nasional dilakukan tanpa menghargai unsur-unsur

budaya kelompok atau budaya lokal dalam masyarakat negara yang

bersangkutan. Dalam konteks perubahan budaya, asimilasi memang bisa saja

terjadi dengan sendirinya oleh adanya kondisi tertentu dalam masyarakat.

Naumn, bisa juga hal itu merupakan bagian dari strategi pemerintah negara

dalam mengintegrasikan masyarakatnya, yaitu dengan cara melalukan

rekayasa budaya agar integrasi nasional dapat diwujudkan. Dilihat dari

perspektif demokrasi, apabila upaya yang demikian itu dilakukan, dapat

dikatakan sebagai cara yang kurang demokratis dalam mewujudkan integrasi

nasional.

Page 14: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

2. Strategi akulturasi

Akulturasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau

lebih sehingga memunculkan kebudayaan baru, dimana ciri-ciri budaya asli

pembentuknya masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut. Dengan

demikian, berarti bahwa kebudayaan baru yang terbentuk tidak “melumat”

semua unsur budaya pembentuknya.. apabila akulturasi ini menjadi strategi

menjadi strategi yang diterapkan oleh pemerintah suatu negara, berarti

bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan

adanya identitas budaya bersama namun tidak menghilangkan seluruh unsur

budaya kelompok atau budaya lokal.

Dengan strategi yang demikian, tampak bahwa upaya mewujudkan

integrasi nasional dilakukan dengan tetap menghargai unsur-unsur budaya

kelompok atau budaya lokal, mapun penghargaan tersebut dalam kadar yang

tidak terlalu besar. Sebagaimana asimilasi, proses akulturasi juga bia terjadi

dengan sendirinya tanpa sengaja dikendalikan oleh negara. Namun, bisa juga

akultuasi menjadi bagian dari strategi pemerintah negara dalam

mengintegrasikan masyarakatnya. Dilihat dari perspektif demokrasi, strategi

integrasi nasional melalui upaya akulturasi dapat dikatakan sebagai cara yang

cukup demokratis dalam mewujudkan integrasi nasional, karena masih

menunjukkan penghargaan terhadap unsur-unsur budaya kelompok atau

budaya lokal.

3. Strategi pluralis

Paham pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya

perbedaan dalam masyarakat. Paham pluralis pada prinsipnya mewujudkan

integrasi nasional dengan memberi kesempatan pada segala unsur perbedaan

yang ada dalam masyarakat untuk tumbuh dan berkembang. Ini berarti bahwa

dengan strategi pluralis, dalam mewujudkan integrasi nasional negara

memberi kesempatan kepada semua unsur keragaman dalam negara baik

Page 15: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

suku, agama, budaya, daerah, dan perbedaan-perbedaan lainnya untuk

tumbuh dan berkembang, serta hidup berdampingan secara damai. Jadi,

integrasi nasional diwujudkan dengan tetap menghargai terdapatnya

perbedaan-perbedaan dalam masyarakat.

Hal ini sejalan dengan pandangan multikulturalisme, bahwa setiap

unsur perbedaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama, sehingga masing-

masing berhak mendapatkan kesempatan untuk berkembang.

Karena pada etnis yang berbeda, dan dengan unsur budayanya yang

ada, baik berupa agama, kebiasaan, adat-istiadat, bahasa, teknologi dan lain

sebagainya memiliki nilai positif tersendiri untuk terus menjaga adanya

solidaritas sosial pada masyarakat yang ada, dengan begitu pada setiap etnis

yang ada memiliki nilai budaya tersendiri yang akan mampu di jadikan sebagai

wahana integrasi sosial baik bagi masyarakat di dalam lingkungan etnis

tersebut maupun di luar etnis masyarakat dimana budaya tersebut berada.

Namun satu hal yang sangat penting untuk dapat menciptakan

integrasi yang kuat antara etnis yang berbeda adalah melalui pembelajaran

multikultural, dimana kita dianjurkan untuk bukan hanya tau namun juga

bagaimana bersikap, bagaimana menghormati budaya orang lain pada etnis

yang berbeda. Karena itu pada bagian ini beberapa contoh dari budaya etnis

yang berbeda tersebut perlu kita ketahui.

Etnisitas Dalam Perspektif Ekonomi

Theories of Ethnicity atau Teori Etnik (Schefold, 1998:259), menggariskan

bahwa keberadaan etnis-etnis di dunia memiliki perjalanan sejarah yang panjang

berkaitan dengan penjajahan. Etnis-etnis di negara kawasan Asia Tenggara

termasuk Indonesia yang merupakan negara bekas dijajah misalnya, dalam

perjalanan sejarah, keberadaan etnik yang beragam itu pada zaman penjajahan

sering dijadikan isu dan alat untuk memecah belah persatuan. Politik kolonial

yang terkenal dengan istilah politik memecah belah atau politik adu domba

Page 16: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

merupakan senjata ampuh untuk menaklukkan etnis yang memberontak kepada

penjajah. (Koentjaraninggrat 1993:3 dalam Schefold, 1998:259-260). Boleh jadi,

pemahaman estetika sengaja disumbat agar terjadi pengaburan atau

pemusnahan ciri-ciri harmoni, selaras dan kebersamaan dalam estetika.

Setelah zaman kolonial, keberadaan etnik di seluruh dunia, termasuk di

Indonesia memang tidak lagi berurusan dengan penjajah, tetapi justru masalah

muncul kerena tekanan politik penguasa, ekonomi dan pengaruh

modernisasi/globalisasi yang merangsek dengan teknologi canggih. Mengutif

pendapat Glazer dan Moynihan (1963), Clifford Geertz (1973), Schefold

menyatakan bahwa masalah etnik secara psikologis menjadi sangat kuat

mempengaruhi seseorang karena munculnya kesadaran akan persamaan asal-

usul, tempat kelahiran, bahasa, dan pandangan hidup. Munculnya kesadaran

etnik ini di mata para penguasa secara politis bisa dimanfaatkan sebagai

kekuatan untuk menekan sikap primodial dan dijadikan wahana pemersatu

dalam proses modernisasi, serta meningkatkan kualitas hubungan sosial. Di

Negara-negara Dunia ke-Tiga, termasuk Indonesia, kesadaran menumbuhkan

sikap solidaritas antar etnik yang berbeda ini terus dipelihara demi

memperkukuh persatuan nasional. Seperti pendapat Geertz, keunggulan

domestik dari etnik harus mampu memberi kontribusi terhadap negara, bukan

sebaliknya malah menimbulkan sikap primordial berlebihan.

Dalam perekonomian, perbedaan identitas dan kebiasaan antar etnis

menimbulkan tindakan-tindakan ekonomi untuk memenuhi kekurangan masing-

masing etnis. Pertemuan antar etnis inilah yang menyebabkan hubungan

komplementer antar keduanya. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan

kelompok etnis yang lain menyebabkan adanya hubungan antara kelompok etnis

yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat perkotaan

yang cenderung telah menghilangkan ide-ide konstruksi etnis yang memisahkan

antara ‘saya’ dan ‘mereka’.

Page 17: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

Dalam masyarakat tradisional yang masih memegang batasan etnis dan

budaya, ketika satu etnis bertemu dengan etnis yang lain dan melakukan aktifitas

ekonomi diantara mereka, maka mereka akan membentuk suatu peraturan yang

dianggap lazim oleh kedua belah pihak tanpa meninggalkan ciri masing-masing

etnis dalam berinteraksi. Sedangkan dalam masyarakat yang terbuka, mereka

akan menanggalkan ciri etnis masing-masing dan membaur dalam peraturan

yang disepakati bersama.

Hal inilah yang dapat mendorong pembangunan kearah yang lebih baik,

yaitu setiap kelompok etnis bebas untuk melakukan adat istiadat yang

diyakininya tanpa merasa terancam oleh kelompok etnis lain tetapi juga bersikap

toleran terhadap kelompok etnis lain sehingga tiap-tiap orang tidak perlu

meninggalkan ciri etnis dan budayanya untuk berinteraksi dengan kelompok

etnis lain untuk menyesuaikan diri terhadap hubungan-hubungan dan institusi

pasar. Kepatuhan akan keputusan bersama yang timbul baik secara konstitusi

kenegaraan maupun hukum adat, tertulis ataupun tidak tertulis karena

berdasarkan pada kebiasaan harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran bahwa

tiap-tiap orang meskipun berasal dari etnis dan budaya yang berbeda

mempunyai hak-hak dan kewajiban sipil sebagai warga Negara yang harus

mendukung pembangunan Indonesia kearah yang lebih baik.

Seiring dengan berkembangnya ekonomi dan ideologi kapitalisme, maka

dunia juga semakin berkembang secara dinamis, terus berubah tanpa ada yang

bisa mengontrol gerak lajunya. Perkembangan yang dimaksud kini memasuki era

di mana dunia terasa menjadi semakin kecil, dunia menjadi sebuah desa global,

di mana segala macam informasi, modal, dan kebudayaan bergerak secara cepat,

tanpa halangan batas-batas kedaulatan. Kemajuan tersebut dinamakan sebagai

globalisasi. Banyak orang melihat secara optimis kapitalisme global yang

bernaung di bawah panji globalisasi, menganggapnya sebagai sebuah tatanan

yang menyatukan segala masyarakat dalam berperang melawan kemiskinan dan

kemelaratan. Dunia yang semakin disatukan oleh berbagai kemajuan teknologi

Page 18: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

dan pasar bebas, terdapat kecenderungan berkembangnya masyarakat

konsumen.

Dengan berbekal sistem ekonomi Pancasila, maka semua potensi dan

sumber daya alam yang ada di wilayah bumi nusantara ini dimiliki oleh negara

untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Meskipun dari berbagai etnis yang ada

di belahan bumi nusantara ini memiliki hak ulayat untuk mengelola kekayaannya,

mereka tetap memiliki kesadaran, juga demi kepentingan nasional, integrasi

nasional, mereka rela untuk menyerahkan kekayaan daerahnya kepada Negara

untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat.

.

D. SIMPULAN

Etnis dayak di Kalimantan sebagai salah satu dari keberagaman bumi

pertiwi memiliki beberapa suku yang beragam. Meskipun demikian dalam

perjalanan sejarahnya, mereka menyatakan sebagai bagian dari kesejarahan

Indonesia. Walaupun pernah ada upaya dari para penjajah untuk memisahkan

dayak dari Indonesia.

Integrasi nasional merupakan proses penyatuan dengan

menghubungkan berbagai kelompok budaya dan sosial yang beragam dalam satu

wilayah, kemudian dibentuk suatu wewenang kekuasaan nasional pusat yang

kemudian bertujuan untuk membangun rasa kebangsaan dengan cara

menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang lebih sempit. Masyarakat yang

terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara, sebab integrasi

masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi negara untuk membangun

kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Integrasi masyarakat

merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa

dan negara, oleh karena itu, perlu senantiasa diupayakan.

Dalam perspektif ekonomi, keberagaman etnis memiliki nilai tambah

tersendiri. Apalagi didukung dengan keadaan alam yang dimiliki di wilayahnya.

Apabila Pemerintah bisa berfikir lebih cerdas dan mampu mengelola dengan

Page 19: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

baik, maka keberagaman etnis yang ada di Indonesia khususnya orang dayak di

Kalimantan Barat akan menjadi perekat bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonisia. Sekaligus menjadi potensi ekonomi tersendiri.

Page 20: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, Kusnanto. 2008. Mao Zedong: Desa mengepung Kota dan Kerusuhan Sosial : http://www.tempointeraktif.com/ang /min/01/48/kolom.htm. down load tanggal 13 Mei 2008.

Duverger, Maurice. 1976. The Study of Politics. Hong Kong: Nelson Political Science Library.

Edosa, Enaruna. 2014. National Integration, Citizenship, Political Participation And Democratic Stability In Nigeria. An International Journal Of Arts And Humanities (IJAH) Bahir Dar, Ethiopia Vol. 3 (3), S/No 11, July, 2014:61-82 ISSN: 2225-8590 (Print). ISSN 2227-5452 (Online). DOI: http://dx.doi.org/10.4314/ijah.v3i3.6

Fithriani, Arin. 2008. Kelompok Sosial Dalam Integrasi Nasional: Suatu Kajian Psikologi Sosial Dalam Nation Building Indonesia: http://chiron.valdosta.edu/ whuitt/col/regsys/ maslow.html. download tanggal 13 Mei 2008.

Geerzt, Clifford, The Integrative Revolutions: Primordial Sentiments and Civil Politics in The New States, New York, 1973

Giddens, Anthony, Beyond Left and Right, The Future of Radical Politics, Polity Press, 1994

Horowitz, Donald L.,Ehnic Group in Conflict, University of California Press, 1985

Liddle, William. 1970. Ethnicity, Party, and National Integration: An Indonesian Case Study. New Haven: Yale University Press.

Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi, Cet. Pertama, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.

Morrison, Donald G. et al. 1972. Black Africa: A Comparative Handbook. New York: The Free Press.

Ojo, Emmanuel O. 2009. Federalism and the search for national integration in Nigeria. African Journal of Political Science and International Relations Vol. 3 (9), pp. 384-395, September, 2009 Available online at http://www.academicjournals. org/ AJPSIR ISSN 1996-0832 © 2009 Academic Journals.

Otite, Onigu (1990). Ethnic Pluralism and Ethnicity in Nigeria. Ibadan: Shaneson C.I. Ltd.

Page 21: Etnisitas dan Integrasi Dalam Perspektif Ekonomi.docx

Panggabean, Vincent Asido. 2012. Isu Primordialisme, bahan ampuh cagub jaring suara. Harian Merdeka, 2012. Online.http://www.merdeka.com /jakarta/isu-primordialisme-bahan-ampuh-cagub-jaring-suara. (diakses pada tanggal 10 Mei 2016)

Pieterse, J. N. 1996. Globalisation and Culture: Three Paradigms, Economic and Political Weekly, 31 (23):1389-1393.

Sitepu, Anthonius P. 2008. Konsep Integrasi Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional, http://library.usu.ac.id/modules, diakses 13 Mei 2008

Sunardi, R.M, .2004. Pem binaan Ketahanan B an gsa: Dalam Rengka M em perkokoh Keutuhan Negara Kesatuan R epublik Indonesia, Jakarta : PT Kustemita Adidarma.

Syarbaini, Syahrial. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Bogor. Ghalia Indonesia.

Yakubu, J. Ademola. 2003. Managing Ethnic Pluralism through the Constitution in Nigeria. PEFS Monograph New Series No. 7. Ibadan: John Archers (Publishers) Ltd. for Programme on Ethnic and Federal Studies (PEFS), Dept. of Political Science, University of Ibadan, Ibadan, Nigeria.