Etika Profesi Hakim

24
ETIKA PROFESI HAKIM LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang menganut sitem hukum civil law. Salah satu yang menjadi ciri civil law ialah bahwa peraturan negaranya harus tertulis. Dengan peraturan tertulis tersebut, maka setiap tata tertib yang diatur dalam negara tersebut harus tercantum dalam kodifikasi hukum. Kodifikasi hukum tersebut menjadi pedoman dalam mencari keadilan dalam sistem peradilan negara tersebut. Sebagai sebuah negara yang berkembang, peraturan tata tertib indonesia juga sudah cukup berkembang. Indonesia mempunyai kitab undang-undang hukum pidana, kitab undang-undang hukum perdata, kitab undang-undang hukum dagang, dan sebagainya. Bahkan sebagai negara yang menganut sistem civil law, Indonesia bahkan tidak hanya menganut kodifikasi hukum, namun karena banyaknya sistem adat di indonesia yang berbeda, indonesia masih mengakui peraturan tidak tertulis lainnya. Banyaknya peraturan tersebut sangat membantu sistem peradilan di indonesia. Namun dengan banyaknya peraturan tersebut tidak menjamin bahwa keadilan yang dicari dalam peradilan indonesia dapat dicapai dengan mudah. Hal ini disebabkan pencapaian rasa keadilan tidak hanya bergantung pada faktor peraturan atau perundang-undangan yang berlaku di satu negara. Faktor-faktor lain juga sangat berpengaruh dalam mencapai keadilan dalam sistem peradilan. Misalnya saja, faktor profesionalitas setiap elemen yang berwenang dalam mencari keadilan tersebut. Meskipun sebuah peraturan dalam negara tertentu sudah sangat lengkap, namun jika elemen yang bertugas dan berwenang tidak bekerja dengan profesionalitas, maka dapat dijamin peraturan tersebut hanya akan menjadi hiasan permata negara semata. Kendala profesionalitas ini merupakan kendala yang dihadapi setiap negara hukum. Bahkan negara maju seperti Amerika Serikat dengan common law-nya sekalipun, sedang menghadapi masalah profesionalitas

description

makalah etika profesi hakim

Transcript of Etika Profesi Hakim

Page 1: Etika Profesi Hakim

ETIKA PROFESI HAKIM

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang menganut sitem hukum civil law. Salah satu yang menjadi ciri civil law ialah bahwa peraturan negaranya harus tertulis. Dengan peraturan tertulis tersebut, maka setiap tata tertib yang diatur dalam negara tersebut harus tercantum dalam kodifikasi hukum. Kodifikasi hukum tersebut menjadi pedoman dalam mencari keadilan dalam sistem peradilan negara tersebut.

Sebagai sebuah negara yang berkembang, peraturan tata tertib indonesia juga sudah cukup berkembang. Indonesia mempunyai kitab undang-undang hukum pidana, kitab undang-undang hukum perdata, kitab undang-undang hukum dagang, dan sebagainya. Bahkan sebagai negara yang menganut sistem civil law, Indonesia bahkan tidak hanya menganut kodifikasi hukum, namun karena banyaknya sistem adat di indonesia yang berbeda, indonesia masih mengakui peraturan tidak tertulis lainnya. Banyaknya peraturan tersebut sangat membantu sistem peradilan di indonesia. Namun dengan banyaknya peraturan tersebut tidak menjamin bahwa keadilan yang dicari dalam peradilan indonesia dapat dicapai dengan mudah. Hal ini disebabkan pencapaian rasa keadilan tidak hanya bergantung pada faktor peraturan atau perundang-undangan yang berlaku di satu negara.

Faktor-faktor lain juga sangat berpengaruh dalam mencapai keadilan dalam sistem peradilan. Misalnya saja, faktor profesionalitas setiap elemen yang berwenang dalam mencari keadilan tersebut. Meskipun sebuah peraturan dalam negara tertentu sudah sangat lengkap, namun jika elemen yang bertugas dan berwenang tidak bekerja dengan profesionalitas, maka dapat dijamin peraturan tersebut hanya akan menjadi hiasan permata negara semata.

Kendala profesionalitas ini merupakan kendala yang dihadapi setiap negara hukum. Bahkan negara maju seperti Amerika Serikat dengan common law-nya sekalipun, sedang menghadapi masalah profesionalitas para penegak hukumnya. Masalah ini seakan tak ada habisnya untuk dihadapi. Setiap negara dituntut untuk mempunyai penegak hukum yang profesional dan mempunyai naluri yang bersih dalam mengambil keputusan.

Masalah penegak hukum inipun menjadi masalah yang mendasar bagi setiap negara hukum. Setiap negara berusaha untuk mencari jalan keluar terhadap masalah ini. Demikian pula dengan indonesia sebagai negara hukum. Indonesia telah banyak membahas tentang masalah profesionalitas dan etika para penegak hukumnya. Sehingga seorang penegak hukum di indonesia tidak dapat mengambil keputusan hanya untuk kepentingan-kepentingan di luar rasa keadilan.

Page 2: Etika Profesi Hakim

Salah satu usaha yang telah dilakukan oleh indonesia ialah dengan mengatur kode etik bagi para penegak hukum. Kode etik tersebut mencakup kode etik polisi, hakim, dan penegak hukum lainnya.

Dalam paper ini, permasalahan kode etik ini akan dibahas lebih khusus tentang kode etik profesi hakim. Sebab sebagai seorang penegak hukum, seorang hakim dituntut untuk bertindak mengambil putusan berdasarkan rasa keadilan dan memperjuangkannya. Jika seorang hakim melanggar kode etiknya, maka meskipun aparat keamanan negara bekerja secara profesional dengan peraturan yang lengkap, semuanya akan tetap sia-sia.

Selain itu, masyarakat indonesia yang rata-rata masih buta huruf, masih belum menyadari bahwa seorang hakim juga sudah mempunyai kode etik yang harus ditaati. Selama ini, rata-rata masyarakat indonesia yang belum mengerti hukum hanya menempatkan rasa percaya terhadap hakim sebagai satu-satunya dasar untuk membawa kasusnya ke pengadilan dan bahkan mereka hanya menyadari pengadilan sebagai sistem hukum yang wajib untuk dihadapi dengan kasus yang ada. Padahal seharusnya mereka juga harus menyadari bahwa seorang penegak hukum dengan status yang begitu dihormati di dalam masyarakat juga terikat dengan kode etiknya sendiri. Sehingga jika mereka merasa keadilan itu belum tercapai, mereka bisa mengawasi hakim tersebut dengan kode etik tersebut dan melaporkannya ke lembaga yang berwenang.

Apalagi banyak perkara-perkara yang dirasakan belum terselesaiakan secara tuntas di indonesia ini. Penilaian terhadap ketuntasan tersebut bukan karena belum adanya putusan dari pengadilan, namun karena kurang puasnya masyarakat terhadap putusan tersebut. Hal ini juga menjadi tanda bahwa kepercayaan masyarakat indonesia terhadap hakim sudah mulai berkurang. Kepercayaan ini akan terus berkurang jika malasah ini tidak segera dibenahi. Sebab jika tidak segera dibenahi, maka lembaga peradilan di indonesia tidak akan menjadi sarana untuk mengadili perkara lagi, melainkan sarana untuk menimbulkan perkara baru.

Permasalahan-permasalahan kode etik hakim sebenarnya cukup banyak, namun cenderung ditutup-tutupi atau bahkan dianggap tidak pernah ada. Status hakim yang begitu tinggi dan dihormati di dalam masyarakat indonesia inilah yang menjadi malasah yang cukup berpengaruh terhadap pelaksanaan kode etik hakim. Pola pikir masyarakat indonesia yang masih membedakan status yang lebih tinggi dengan masyarakat biasa dalam pandangan hukum ini seharusnya sudah bisa diubah. Masyarakat seharunya bisa membantu mengawasi kelakuan-kelakuan hakim yang tidak benar. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk membahas tentang masalah kode etik hakim ini.

2. POKOK PERMASALAHAN

Page 3: Etika Profesi Hakim

Ada beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam paper ini, antara lain, yakni:

Bagaimanakah kode etik profesi hakim di indonesia ?

Bagaimanakah pelaksanaan terhadap kode etik hakim tersebut di indonesia?

Bagaimanakah pengawasan terhadap pelanggaran kode etik tersebut di indonesia?

Persoalan-persoalan tersebut di atas akan dibahas dalam paper ini dengan harapan kita akan lebih mengerti tentang kode etik hakim dan nasib kita tidak akan dipermainkan oleh putusan hakim jika suatu saat kita harus menghadapi persoalan-persoalan dalam pengadilan. Oleh karena itu, sebaiknya kita sedia payung sebelum hujan.

3. PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini, perlu dibahas tentang teori kode etik hakim sebagai usaha untuk menjawab pokok permasalahan tentang bagaimana kode etik profesi hakim di indonesia. Selain itu perlu diberikan contoh kasus dan analisis terhadap kasus tersebut untuk melihat bagaimana pelaksanaannya dan pengawasan terhadap kode etik profesi hakim tersebut.

Ad. 1. Teori Kode Etik Profesi Hakim

Sebagai seorang hakim, maka ia dianggap sudah mengetahui hukum. Inilah yang dimaksud dari asas hukum Ius curia novit. Seorang hakim dituntut untuk dapat menerima dan mengadili berbagai perkara yang diajukan kepadanya. Bahkan seorang hakim dapat dituntut jika menolak sebuah perkara yang diajukan kepadanya. Hal ini juga diatur dalam Algemene Bepalingen van Wetgeving, pasal 22 dan pasal 14 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi :

Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Ketentuan dalam ayat (1) tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan perkara perdata secara perdamaian.

Page 4: Etika Profesi Hakim

Jika seorang hakim tidak dapat menolak sebuah perkara yang belum ada hukumnya atau karena hukumnya yang tidak/kurang jelas, bagaimanakah dia akan mengadili kasus tersebut? Apakah yang menjadi dasar bagi seorang hakim untuk mengadili perkara tersebut? Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang akan coba dijawab dalam pembahasan ini.

Hal pertama yang perlu kita ketahui ialah bahwa sebagai seorang penegak hukum , maka seorang hakim mempunyai fungsi yang penting dalam menyelesaikan sebuah perkara, yakni memberikan putusan terhadap perkara tersebut. Namun dalam memberikan putusan tersebut, hakim itu harus berada dalam keadaan yang bebas. Bebas maksudnya ialah hakim bebas mengadili, tidak dipengaruhi oleh apapun atau siapapun.hal ini menjadi penting karena jika hakim memberikan putusan karena dipengaruhi oleh suatu hal lain diluar konteks perkara maka putusan tersebut tida mencapai rasa keadilan yang diinginkan,.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang hakim, terdapat beberapa sayarat yang harus dipenuhi oleh sorang hakim. Syarat-syarat tersbut ialah tangguh, terampil dan tanggap. Tangguh artinya tabah dalam menghadapi segala keadaan dan kuat mental, terampil artinya mengetahui dan menguasai segala peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan masih berlaku, dan tanggap artinya dalam melakukan pemeriksaan perkara harus dilakukan dengan cepat, benar serta menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat.

Atas dasar persyaratan-persyaratan tersebut, pada tahun 1986 diadakan Rapat Kerja Para Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dibawah pimpinan Mahkamah Agung. Hasil dari rapat tersebut ialah kode kehormatan hakim. Kode kehormatan hakim inilah yang menjadi kode etik bagi setiap hakim yang ada di Indonesia. Kemudian pada tanggal 23 bulan maret tahun 1988, IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) menyetujui kode kehormatan hakim tersebut. Persetujuan ini menjadi pengokohan terhadap kode kehormatan hakim tersebut.

Kode kehormatan hakim tersebut berisi sikap batin dan lahiriah yang harus ditaati oleh seorang hakim atau biasa disebut dengan tri prasetya hakim. Tri prasetya hakim inilah yang menjadi dasar bagi seorang hakim dalam memberikan sebuah putusan terhadap sebuah perkara.

Isi dari tri prasetya hakim tersebut ialah :

1. Janji Hakim.

“Saya berjanji :

Page 5: Etika Profesi Hakim

a. Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi citra, wibawa dan martabat hakim Indonesia;

b. Bahwa saya dalam menjalankan jabatan akan berpegang teguh pada Kode Kehormatan Hakim Indonesia;

c. Bahwa saya bersedia menerima sanksi, apabila saya mencemarkan citra, wibawa dan martabat hakim Indonesia.

Pelambang atau Sifat Hakim.

a. Kartika = Percaya (Bintang yang melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa), artinya percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

b. Cakra = Adil (Senjata ampuh dari Dewan Keadilan yang mampu memusnahkan segala kebatilan, kezaliman dan ketidakadilan). Jadi didalam kedinasan seorang hakim harus :

1). Adil.

2). Tidak berprasangka atau berat sebelah (memihak).

3). Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.

4). Memutus berdasarkan keyakinan hati nurani.

5). Sanggup mempertanggung jawabkan kepada Tuhan.

Sedangkan di Luar Kedinasan seorang hakim harus :

Page 6: Etika Profesi Hakim

1). Saling harga menghargai.

2). Tertib dan Lugas.

3). Berpandangan luas.

4). Mencari saling pengertian.

Candra (Bulan yang menerangi segala tempat yang gelap, sinar penerangan dalam kegelapan) berarti Bijaksana atau Berwibawa.

Didalam Kedinasan :

1). Berkepribadian.

2). Bijaksana.

3). Berilmu.

4). Sabar.

5). Tegas.

6). Disiplin.

7). Penuh pengabdian pada pekerjaan.

Diluar kedinasan.

Page 7: Etika Profesi Hakim

1). Dapat dipercaya.

2). Penuh rasa tanggung jawab.

3). Menimbulkan rasa hormat.

4). Anggun dan berwibawa.

Sari (Bunga yang semerbak wangi mengharumi kehidupan masyarakat) berarti budi luhur atau berkelakuan tidak tercela.

Didalam Kedinasan :

1). Tawakal

2). Sopan

3). Ingin meningkatkan pengabdian dalam tugas.

4). Bersemangat ingin maju (meningkatkan nilai peradilan).

5). Tenggang rasa.

Diluar Kedinasan :

1). Berhati-hati dalam pergaulan hidup

2). Sopan dan susila

Page 8: Etika Profesi Hakim

3). Menyenangkan dalam pergaulan

4). Tenggang rasa

5). Berusaha menjadi tauladan bagi masyarakat sekelilingnya.

Tirta = air (yang membersihkan segala kotoran didunia) yang mensyaratkan hakim harus jujur.

Didalam kedinasan :

1). Jujur

2). Merdeka = berdiri diatas semua pihak yang kepentingannya bertentangan, tidak membeda-bedakan orang.

3). Bebas dari pengaruh siapapun juga.

4). Sepi ing pamrih.

5).Tabah.

Diluar Kedinasan :

1). Tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukan

2). Tidak boleh berjiwa mumpung

3). Waspada.

Page 9: Etika Profesi Hakim

Sikap Hakim.

Pegangan mengenai sikap hakim dibedakan dalam 2 (dua) bidang yaitu :

Dalam Kedinasan, dibagi dalam 6 bagian :

1). Sikap hakim dalam persidangan;

(a). Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum acara yang berlaku.

(b). Tidak dibenarkan bersikap yang menunjukkan memihak atau bersimpati atau anti pati terhadap pihak-pihak yang berperkara.

(c). Harus bersikap sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun perbuatan.

(d). Harus menjaga kewibawaan dan kenikmatan persidangan.

2). Sikap hakim terhadap sesama rekan;

(a). Memelihara dan memupuk hubungan kerja sama yang baik antara sesama rekan.

(b). Memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa dan saling menghargai antara sesama rekan.

(c). Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korps hakim.

(d). Menjaga nama baik dan martabat rekan-rekan, baik didalam maupun diluar kedinasan.

3). Sikap hakim terhadap bawahan/pegawai;

Page 10: Etika Profesi Hakim

(a). Harus mempunyai sifat kepemimpinan terhadap bawahan.

(b). Membimbing bawahan untuk mempertinggi kecakapan.

(c). Harus mempunyai sifat sebagai seorang bapak/Ibu yang baik terhadap bawahan.

(d). Memelihara kekeluargaan antara bawahan dengan hakim.

(e). Memberi contoh kedisiplinan terhadap bawahan.

4). Sikap hakim terhadap atasan;

(a). Taat kepada pimpinan atasan.

(b). Menjalankan tugas-tugas yang telah digariskan oleh atasan dengan jujur dan iklas.

(c). Berusaha memberi saran-saran yang membangun kepada atasan.

(d). Mempunyai kesanggupan untuk mengeluarkan / mengemukakan pandapat kepada atasan tanpa meninggalkan norma-norma kedinasan.

(e). Tidak dibenarkan mengadakan resolusi terhadap atasan dalam bentuk apapun.

5). Sikap Pimpinan terhadap sesama rekan hakim;

(a). Harus memelihara hubungan baik dengan hakim bawahannya.

(b). Membimbing bawahan dalam pekerjaan untuk memperoleh kemajuan.

Page 11: Etika Profesi Hakim

(c). Harus bersikap tegas, adil serta tidak memihak.

(d). Memberi contoh yang baik dalam perikehidupan, didalam maupun diluar dinas.

6). Sikap hakim keluar/terhadap instansi lain.

(a). Harus memelihara kerjasama dan hubungan yang baik dengan instansi-instansi lain.

(b). Tidak boleh menonjolkan kedudukannya.

(c). Menjaga wibawa dan martabat hakim dalam hubungan kedinasan.

(d). Tidak menyalahgunakan wewenang dan kedudukan terhadap instansi lain.

Diluar Kedinasan, dibagi dalam 3 bagian :

1). Sikap pribadi hakim sendiri;

(a). Harus memiliki kesehatan rohani dan jasmani.

(b). Berkelakuan baik dan tidak tercela.

(c). Tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi maupun golongan.

(d). Menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan dursila dan kelakuan yang dicela oleh masyarakat.

(e). Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merendahkan martabat hakim.

Page 12: Etika Profesi Hakim

2). Sikap dalam rumah tangga;

(a). Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan yang tercela, baik menurut norma-norma hukum kesusilaan.

(b). Menjaga ketentraman dan keutuhan rumah tangga.

(c). Menyesuaikan kehidupan runah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.

(d). Tidak dibenarkan hidup berlebih-lebihan dan mencolok.

3). Sikap dalam Masyarakat.

(a). Selaku anggota masyarakat tidak boleh mengisolasi diri dari pergaulan masyarakat.

(b). Dalam hidup bermasyarakat harus mempunyai rasa gotong royong.

(c). Harus menjaga nama baik dan martabat hakim.

Sedangkan sikap-sikap lahiriah dari hakim sebagai seorang pemimpin persidangan, yaitu :

Ing Ngarso Sung Tulodo.

Ing Madyo Bangun Karso.

Tut Wuri Handayani.

Agar sifat-sifat dan sikap-sikap hakim sebagaimana dikemukakan diatas dapat terwujud, diperlukan pembinaan jiwa korps hakim, yang meliputi :

Page 13: Etika Profesi Hakim

Hakim harus memegang teguh rahasia jabatan korps;

Dilarang memakai nama korps untuk kepentingan pribadi atau golongannya;

Hakim harus memupuk rasa setiakawan dan kekeluargaan.

Hal-hal tersebut menjadi kode etik profesi hakim yang harus ditaati. Namun ada pertanyaan lain yang muncul setelah kita membahas tentang kode etik tersebut. Pertanyaan itu ialah siapakh yang mengawasi pelaksaan kode etik tersebut? Apakah tindakan yang akan dilakukan jika ada pelanggaran terhadap kode etik tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga akan coba dijawab dalam pembahasan ini. Sebab sebagai sebuah pembahasan kode etik hakim, sangat penting juga untuk membahas pengawasan terhadap kode etik hakim tersebut.

Dalam melaksanakan kode etik profesi hakim, dibentuklah majelis kehormatan hakim. Majelis kehormatan hakim ini diadakan pada tingkat mahkamah agung dan pengadilan tinggi. Tugasnya ialah:

Menegakkan ketentuan-ketentuan dalam Kode Kehormatan Hakim baik secara preventif, maupun secara Represif. Keputusan di dalam Majelis berdasarkan kebijaksanaan dengan mengutamakan cara musyawarah. Diupayakan jangan sampai terjadi suatu pelanggaran terhadap kode kehormatan (lebih baik pencegahan), jika terjadi pelanggaran dilakukan tindakan rehabilitasi dan usaha-usaha perlindungan.

Majelis Kehormatan Hakim pada Mahkamah Agung menyelesaikan soal-soal yang menyangkut seorang hakim agung atau hakim tinggi.

Majelis Kehormatan Hakim pada Pengadilan Tinggi menyelesaikan soal-soal yang menyangkut seorang hakim pengadilan negeri.

Dalam menjalankan pengawasan terhadap hakim sebenarnya terdapat lembaga-lembaga lainnya, yakni lembaga pengawasan internal dan lembaga pengawasan eksternal. Lembaga internal terdiri dari, WASKAT, WASNAL, dan Majelis kehormatan hakim. Sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh dewan kehormatan hakim.

Sedangkan sanksi bagi hakim yang melanggar kode etiknya ialah sebagai berikut :

Memberikan rekomendasi jika ada laporan hakim tersebut melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar kode etik, adalah dengan melakukan Mutasi terhadap hakim tersebut ke daerah yang

Page 14: Etika Profesi Hakim

sangat terpencil, dengan harapan hakim tersebut akan mengambil pelajaran dari perbuatan yang telah dilakukan.

2. Bahkan ada yang dibebas-tugaskan sebagai hakim jika terlibat kasus atau perkara dan perkara tersebut diajukan di Pengadilan, biasanya hakim tersebut dibebas tugaskan terlebih dahulu oleh Ketua Pengadilan Tinggi atau Ketua Mahkamah Agung sampai perkara atau kasus yang ditangani selesai diputus di Pengadilan. Jika hakim tersebut terbukti bersalah maka akan dicopot atau dipecat dari jabatannya, tapi kalau tidak terbutki bersalah maka biasannya dilakukan rehabilitasi dan hakim tersebut akan menjalankan tugasnya sebagai hakim seperti semula.

Melakukan pemecatan atau pencopotan jabatan sebagai hakim jika ternyata menyalahgunakan jabatannya yang diberikan kepadanya.

Ad. 2. Kasus Kode Etik Hakim

A. Kasus Hakim Syarifudin Umar

Hakim Syarifuddin Umar tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap dalam proses kepailitan perusahaan garmen, PT Skycamping Indonesia (SCI Syarifuddin Umar). Kasus ini memperlihatkan masih lemahnya pengawasan pada hakim. Hal ini menjadi salah satu tumpukan pekerjaan rumah (PR) Mahkamah Agung (MA). “Menurut saya ini terkait dengan isu pengawasan. Yang bersangkutan ini merupakan hakim karir lama, angkatan tua. Jangan-jangan ini ada keliru dalam rekrutmen dulu. Ini menjadi hal-hal yang dibenahi, khususnya oleh MA,” ujar peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil Alim, dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (3/6/2011). Pengawasan, imbuh Hifdzil, tidak hanya dilakukan saat hakim sudah menjalankan tugasnya, namun juga kala rekrutmen dilakukan. Untuk itu, perlu juga peran dari Komisi Yudisial untuk mengawasi.

“Pengawasan pada hakim seolah menurun, baik internal maupun eksternal. Saya sungguh mengapresiasi KPK yang telah menangkap tangan. Dan saya berharap pengawasan KPK dimaksimalkan,” sambungnya.Hifdzil mengingatkan, tidak semua hakim berlaku sama dengan Syarifuddin. Menurutnya, Syarifuddin hanyalah oknum. Kendati tidak semua hakim berperilaku demikian, namun hal ini juga tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. “Ini menjadi catatan bagi MA untuk memperbaiki kinerja. Kalau dibiarkan akan menimbulkan ketidakpercayaan. Kalau tidak percaya lagi pada institusi hukum kita, maka rakyat akan main hakim sendiri,” tambahnya. Jika masyarakat sudah semakin sering main hakim sendiri, maka berita terkait anarkis akan semakin sering didengar. Hal ini tentunya akan merugikan negara.”Pengawasan pada hakim, kewajiban

Page 15: Etika Profesi Hakim

pertama ada di MA. Lalu juga menjadi tanggung jawab KY dan juga masyarakat untuk mengawasi,” ucap Hifdzil.

KPK telah resmi menetapkan Syarifuddin dan kurator berinisial PW sebagai tersangka dugaan suap dalam proses kepailitan perusahaan garmen, PT Skycamping Indonesia (SCI). Keduanya dijerat pasal berlapis UU Tipikor. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, selain menyita uang Rp 250 juta dan mata uang asing, KPK juga menyita ponsel dari tangan Syarifuddin. “Penyidik menemukan 2 barang bukti baru 2 buah ponsel yang didapat di tas S,” jelasnya, saat jumpa pers di Gedung KPK, Jl Rasuna Said, Jaksel, Kamis (2/6).

(http://www.detiknews.com/read/2011/06/03/181457/1652805/10/kasus-hakim-syarifuddin-salah-satu-tumpukan-pr-ma diakses 6 Juni 2011)

B. Analisis Kasus Hakim Syarifudin Umar

Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak sederhana, bukan saja kompleksitas sistem hukum itu sendiri, tetapi juga rumitnya jalinan hubungan antara sistem hukum dengan sistem social, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat. Sebagai suatu proses, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan variable yang mempunyai korelasi dan interpendensi dengan factor-faktor yang lain. Ada beberapa factor terkait yang menentukan proses penegakan hukum sebagaimana diungkapkan oleh Lawrence M Friedman, yaitu komponen substansi, struktur, dan cultural. Beberapa komponen tersebut termasuk ruang lingkup bekerjanya hukum sebagai suatu sistem. Kesemua factor tersebut akan sangat menentukan proses penegakan hukum dalam masyarakat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kegagalan pada salah satu komponen akan berimbas pada factor yang lainnya . Dalam komponen tersebut hakim termasuk komponen “ Structur”

Hakim dimana dan kapan saja diikat oleh aturan etik disamping aturan hukum. Aturan etik adalah aturan mengenai moral atau atau berkaitan dengan sikap moral. Filsafat etika adalah filsafat tentang moral. Moral menyangkut nilai mengenai baik dan buruk, layak dan tidak layak, pantas dan tidak pantas.

Sehubungan teori tentang etika, Darji Darmodiharjo dan Sidharta dalam bukunya berjudul Pokok-Pokok Filsafat Hukum menulis: “Etika berurusan dengan orthopraxis, yakni tindakan yang benar (right action). Kapan suatu tindakan itu dipandang benar ditafsirkan secara berbeda oleh berbagai teori (aliran) etika yang secara global bias dibagi menjadi dua, yaitu aliran deontologist (etika kewajiban) dan aliran telelogis (etika tujuan atau manfaat).”

Page 16: Etika Profesi Hakim

Di sisi lain, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika khusus selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Pembedaan etika menjadi etika umum dan etika khusus ini dipopulerkan oleh Magnis Suseno dengan istilah etika deskriptif.Lebih lanjut Magnis Suseno menjelaskan bahwa etika umum membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari moral, seperti tentang pengertian etika, fungsi etika, masalah kebebasan, tanggung jawab, dan peranan suara hati. Di lain pihak, etika khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar dari moral itu pada masing-masing bidang kehidupan manusia. Adapun etika khusus yang individual memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri sedangkan etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia.

Telah jelas, etika yang berlandaskan pada nilai-nilai moral kehidupan manusia, sangat berbeda dengan hukum yang bertolak dari salah benar, adil atau tidak adil. Hukum merupakan instrumen eksternal sementara moral adalah instrumen internal yang menyangkut sikap pribadi, disiplin pribadi yang oleh karena itu etika disebut juga “disciplinary rules.” Sementara itu, dalam ranah etika, kode etik hakim yang dimaksudkan untuk memelihara, menegakkan dan mempertahankan disiplin profesi. Ada beberapa unsur disiplin yang diatur, dipelihara, dan ditegakkan atas dasar kode etik adalah sebagai berikut:

Menjaga, memelihara agar tidak terjadi tindakan atau kelalaian profesional.

Menjaga dan memelihara integritas profesi.

Menjaga dan memelihara disiplin, yang terdiri dari beberapa unsur yaitu: :

Taat pada ketentuan atau aturan hukum.

Konsisten.

Selalu bertindak sebagai manajer yang baik dalam mengelola perkara, mulai dari pemeriksaan berkas sampai pembacaan putusan.

Loyalitas.

Lebih jauh dalam kode etik hakim atau biasa juga disebut dengan Kode Kehormatan Hakim disebutkan, bahwa hakim mempunyai 5 (lima) sifat, baik di dalam maupun di luar kedinasan. Adapun yang dimaksud dengan dalam kedinasan meliputi sifat hakim dalam persidangan, terhadap sesama rekan, bawahan, atasan, sikap pimpinan terhadap sesama rekan hakim, dan sikap terhadap instansi lain. Di luar kedinasan mencakup sikap hakim sebagai pribadi, dalam rumah tangga, dan dalam masyarakat. Adapun lima perlambang sifat hakim tersebut tercakup di dalam logo hakim sebagai berikut:

Page 17: Etika Profesi Hakim

1. Sifat Kartika (bintang) melambangkan ketakwaan hakim pada Tuhan Yang Maha Esa dengan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang beradab.

2. Sifat Cakra (senjata ampuh penegak keadilan) melambangkan sifat adil, baik di dalam maupun di luar kedinasan. Dalam kedinasan, hakim bersikap adil, tidak berprasangka atau memihak, bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan, memutuskan berdasarkan keyakinan hati nurani, dan sanggup mempertanggung jawabkan kepada Tuhan. Di luar kedinasan hakim bersifat saling menghargai, tertib dan lugas, berpandangan luas dan mencari saling pengertian.

3. Candra (bulan) melambangkan kebijaksanaan dan kewibawaan. Dalam kedinasan, hakim harus memiliki kepribadian, bijaksana, berilmu, sabar, tegas, disiplin dan penuh pengabdian pada profesinya. Di luar kedinasan, hakim harus dapat dipercaya, penuh rasa tanggung jawab, menimbulkan rasa hormat, anggun, dan berwibawa.

4. Sari (bunga yang harum) menggambarkan hakim yang berbudi luhur dan berperilaku tanpa cela. Dalam kedinasannya ia selalu tawakal, sopan, bermotivasi meningkatkan pengabdiannya, ingin maju, dan bertenggang rasa. Di luar kedinasannya, ia selalu berhati-hati, sopan dan susila, menyenangkan dalam pergaulan, bertenggang rasa, dan berusaha menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya.

5. Tirta (air) melukiskan sifat hakim yang penuh kejujuran (bersih), berdiri di atas semua kepentingan, bebas dari pengaruh siapapun, tanpa pamrih, dan tabah. Sedangkan di luar kedinasan, ia tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukannya, tidak berjiwa aji mumpung dan senantiasa waspada.

Berdasarkan uraian diatas perbuatan hakim Syarifudin Umar yang menerima sejumlah uang sebesar Rp 250 juta dan mata uang asing dari kurator pada kasus niaga yang dia tangani menunjukan moralitas hakim tersebut sangat buruk dan bertentangan dengan sifat air yang melukiskan sifat hakim yang harus jujur dan bersih dan bertentangan dengan sikap haki, meliputi: berkelakuan baik dan tidak tercela, tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi, tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat hakim.

4. PENUTUP

Page 18: Etika Profesi Hakim

Ad. 1. Kesimpulan

Dengan banyaknya kasus pelanggaran pada kode etik hakim di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa pada kenyataannya kode kehormatan hakim sudah tidak dianggap sebagai pedoman lagi. Kode kehormatan hakim hanya ada sebagai perhiasan teori untuk menarik kepercayaan masyarakat dan kemudian menjebak masyarakat sendiri demi kepentingan pribadi hakim-hakim kotor itu.

Masyarakat indonesia yang mayoritas buta huruf dan ekonomi rendah malah dimanfaatkan oleh hakim-hakim kotor. Nilai moral tampaknya sudah tidak lagi berpengaruh terhadap pribadi-pribadi keji yang menggunakan jubah kehormatannya untuk bersembunyi di balik keserakahan mereka. Norma agama dan bahkan kata etika tampak sudah jauh ditinggalkan hanya untuk mengejar kepentingan pribadi.

Ironis bagi seorang mahasiswa hukum untuk melihat kenyataan bahwa pendahulu atau senior-seniornya yang sedang bertugas malah melakukan hal yang bertolak belakang dengan teori yang dipelajari di universitas. Teriakan “Indonesia Maju” di media-media hanya menjadi teriakan hambar tanpa usaha dan tindakan nyata. Dominasi politik tampak lebih kuat hingga hukum tertinggal jauh di belakang.

Banyaknya kasuspelanggaran kode etik hakim ini menjelaskan bahwa lembaga-lembaga pengawas tampak bekerja namun tidak maksimal.

Ad. 2. Saran

Tidak layak bagi seorang mahasiswa hukum untuk menyerah pada kenyataan kotor ini. Masih ada harapan bagi masyarakat indonesia. Harapan itu terlihat jelas dari penangkapan hakim-hakim kotor itu. Tetapi harapan itu hanya akan menjadi harapan yang sebenarnya bila integritas dan profesionalitas pejabat negara lebih ditingkatkan.

Sanksi-sanksi yang sudah tidak menyeramkan bagi hakim-hakim seharusnya lebih diperhatikan untuk mencegah pelanggaran ini. Kerja yang sebelumnya belum maksimal seharusnya bisa lebih maksimal. Dana yang biasanya menjadi alasan para pejabat negara seharunya bisa lebih mudah didapatkan , mengingat pengawasan terhadap hakim merupakan hal yang sangat penting dalam menemukan keadilan. Terima kasih.

Page 19: Etika Profesi Hakim

KRIMINAL

Terbukti Selingkuh Dan Berzina, Hakim Elsadela Dipecat!

By desyanggra / Published on Thursday, 06 Mar 2014

hakim elsa2

Selasa (3/3/2014) lalu, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial melalui Majelis Kehormatan Hakim telah menjatuhkan hukuman berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun terhadap Hakim Elsadela, seorang hakim asal PN Tebo, Jambi.

Elsadela dihukum karena ia terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH). Ia melanggar dengan melakukan perbuatan tidak terpuji, yakni berselingkuh dan berzina berulang kali di ruang kerja Hakim Mastuhi yang merupakan hakim di Pengadilan Negeri Agama Tebo, Jambi.

Perbuatan kedua hakim tersebut diketahui oleh Herman yang tidak lain adalah suami dari hakim Elsadela. Herman memergoki istrinya telah berselingkuh dengan Mastuhi, hakim Pengadilan Agama Tebo pada Sabtu 30 November 2013 lalu.

Pada saat itu, Herman mengejar istrinya yang sedang berboncengan dengan hakim Mastuhi . Sepeda motor yang dinaiki oleh hakim Matsuhi dan Elsadela sempat terjatuh. Herman curiga karena istrinya membawa kantong plastik. Setelah diketahui, isi dari kantong plastik ada pasta gigi, sabun cair, kardus ponsel, sandal laki-laki dan perempuan. Yang bikin suami hakim Elsadela terkejut lantaran di dalam kantong plastik itu juga terdapat tisu yang tedapat bercak sperma.

Dari kejadian tersebut, Herman melaporkan tindakan istri dan hakim Mastuhi ke Pengadilan Jambi. Pihak dari pengadilan langsung menindaklanjuti laporan tersebut kemudia meneruskan kasus itu ke Badan Pengawas MA. Hingga akhirnya mereka dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim dengan rekomendasi sanksi berat pemecatan.

Menurut majelis, perbuatan hakim Elsadela telah mencedarai pengadilan, bertentangan dengan KEPPH, perbuatan tercela sehingga tidak menjunjung tinggi harga diri, martabat dan keluhuran seorang hakim. Sayangnya, hakim Elsadela sempat mendapat keringan hukuman atas perbuatannya itu.

Page 20: Etika Profesi Hakim

“Yang meringankan terlapor (Elsadela) adalah ia telah menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi,” ujar hakim anggota, Desnayati.