Etika Profesi Akuntansi

21
MAKALAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, Wajah dunia seakan mendapatkan pukulan berat dari banyaknya tragedi- tragedi kemanusiaan, bisnis dan politik yang akhirnya bermuara pada derita krisis global saat ini. Banyaknya kejadian memilukan didunia ini cenderung disebabkan oleh banyaknya pengabaian etika dalam berbagai lini kehidupan masyarakat dunia. Salah satu lini kehidupan masyarakat dunia ini adalah kegiatan Bisnis. Kebutuhan hidup masyarakat dunia tidak mungkin terpenuhi tanpa adanya Kegiatan bisnis. Dalam sepuluh tahun terakhir, cukup banyak tragedi kehancuran bisnis yang terjadi di dunia, tragedy ini memberi dampak penderitaan yang cukup signifikan pada kehidupan masyarakat luas dan tak sedikit korban yang berjatuhan karenanya. Sebagian besar Tragedi ini dipicu oleh adanya pengabaian etika dalam setiap kegiatan bisnis. Secara singkat, Pengabaian etika adalah dilakukannya suatu kegiatan yang dianggap benar oleh para pengambil keputusan, namun membawa dampak merugikan atau dianggap salah oleh pihak lain . Contoh pengabaian etika itu sendiri antara lain adalah, praktek kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan, penyuapan, window dressing, dan lain sebagainya. Dinamika pengabaian etika yang seperti inilah yang akhirnya memunculkan skandal korporasi Enron dan Arthur Andersen, WorldCom, Tragedi Lumpur Lapindo, Kematian

description

etika profesi akuntansi

Transcript of Etika Profesi Akuntansi

Page 1: Etika Profesi Akuntansi

MAKALAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir, Wajah dunia seakan mendapatkan pukulan berat

dari banyaknya tragedi-tragedi kemanusiaan, bisnis dan politik yang akhirnya

bermuara pada derita krisis global saat ini. Banyaknya kejadian memilukan didunia

ini cenderung disebabkan oleh banyaknya pengabaian etika dalam berbagai lini

kehidupan masyarakat dunia. Salah satu lini kehidupan masyarakat dunia ini adalah

kegiatan Bisnis. Kebutuhan hidup masyarakat dunia tidak mungkin terpenuhi tanpa

adanya Kegiatan bisnis.  Dalam sepuluh tahun terakhir, cukup banyak tragedi

kehancuran bisnis yang terjadi di dunia, tragedy ini memberi dampak penderitaan

yang cukup signifikan pada kehidupan masyarakat luas dan tak sedikit korban yang

berjatuhan karenanya. Sebagian besar Tragedi ini dipicu oleh adanya pengabaian

etika dalam setiap kegiatan bisnis. Secara singkat, Pengabaian etika adalah

dilakukannya suatu kegiatan yang dianggap benar oleh para pengambil keputusan,

namun membawa dampak merugikan atau dianggap salah oleh pihak lain . Contoh

pengabaian etika itu sendiri antara lain adalah, praktek kecurangan dalam

pembuatan laporan keuangan, penyuapan, window dressing, dan lain sebagainya.

Dinamika pengabaian etika yang seperti inilah yang akhirnya memunculkan

skandal korporasi Enron dan Arthur Andersen, WorldCom, Tragedi Lumpur

Lapindo, Kematian bayi-bayi di China akibat dicampurnya melamin dalam susu

bayi,kasus obat nyamuk HIT  dan lain sebagainya.

Berkaca dari beberapa kejadian yang memilukan tesebut, para praktisi

bisnis dan keuangan dunia mulai memperluas area manajemen resiko mereka. Dari

yang awalnya hanya berfokus pada area manajemen resiko bisnis, mereka mulai

menyadari bahwa mereka perlu menerapkan manajemen dalam lingkup etika.

Dalam literature, manajemen di lingkup etika ini disebut manajemen resiko etika.

Dalam Brooks (2004) dinyatakan, Para praktisi bisnis kini mulai menyadari bahwa

meskipun manajemen risiko cenderung berfokus kepada masalah-masalah non-etis,

bukti yang ada menunjukkan bahwa penghindaran bencana dan kegagalan juga

memerlukan perhatian kepada masalah risiko etika.  Terjadinya perbuatan tercela

dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya,

makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak

mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam

Page 2: Etika Profesi Akuntansi

maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para

pengusaha terhadap etika bisnis.

Melihat raelita yang demikian kritisnya kondisi dari berbagai lapisan

kehidupan yang ada, maka salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan

mempelajari adanya kode etik asing-masing lini dan dijalankan  sesuai ketentuan

masing  yang diharapkan semua aspek kehidupan dapat berjaalan seimbang dengan

tujuan bersama tanpa merugikan di salah satu pihak.

Page 3: Etika Profesi Akuntansi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian profesi akuntan

Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar,2003) yang

dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang

mempergunakan keahlian  di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan

publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang,

akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.

Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan

oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit,

akuntansi, pajak dan konsultan  manajemen.

Profesi Akuntan biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi

lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia(IDI). Supaya dikatakan profesi  ia harus memiliki

beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang memerlukan

profesi, mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi menurut Harahap (1991) adalah

sebagai berikut:

1.      Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam

melaksanakan keprofesiannya.

2.      Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku anggotanya

dalam profesi itu.

3.        Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh masyarakat atau

pemerintah.

4.       Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.

5.       Bekerja bukan dengan motif  komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai

kepercayaan masyarakat.

Persyaratan ini semua harus dimiliki oleh  profesi Akuntan sehingga berhak

disebut sebagai salah satu profesi.

Kode Etik Profesi Akuntansi (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen

Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut

Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia –

Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota

IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik

(KAP). Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar

profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada

Page 4: Etika Profesi Akuntansi

kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar

yang harus dipenuhi:

1.       Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem

informasi.

2.      Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan

oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.

3.       Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari

akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.

4.      Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat

kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

2.2 Jenis-jenis Akuntan Di Indonesia

a.       Akuntan Publik

Akuntan Publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan

kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan

RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit

kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa

konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan

akuntansi dan keuangan.Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur

dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar

akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya

dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen keuanganR.I.

Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia,

seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi

Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan

“Bersertifikat Akuntan Publik” (BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh Ikatan

Akuntan Indonesia. Sertifikat Akuntan Publik tersebut merupakan salah satu

persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik sebagai Akuntan Publik dari

Departemen Keuangan.

Profesi ini dilaksanakan dengan standar yang telah baku yang merujuk kepada

praktek akuntansi di Amerika Serikat sebagai ncgara maju tempat profesi ini

berkembang. Rujukan utama adalah US GAAP (United States Generally Accepted

Accounting Principle’s) dalam melaksanakan praktek akuntansi. Sedangkan untuk

praktek auditing digunakan US GAAS (United States Generally Accepted Auditing

Standard), Berdasarkan prinsip-prinsip ini para Akuntan Publik melaksanakan tugas

mereka, antara lain mengaudit Laporan Keuangan para pelanggan.

Kerangka standar dari USGAAP telah ditetapkan oleh SEC (Securities and

Exchange Commission) sebuah badan pemerintah quasijudisial independen di

Amerika Serikat yang didirikan tahun 1934. Selain SEC, tcrdapat pula AICPA

(American Institute of Certified Public Accountants) yang bcrdiri sejak tahun 1945.

Sejak tahun 1973, pengembangan standar diambil alih oleh FASB (Financial

Page 5: Etika Profesi Akuntansi

Accominting Standard Board) yang anggota-angotanya terdiri dari wakil-wakil

profesi akuntansi dan pengusaha.

b.      Akuntan Pemerintah

Akuntan Pemerintah, adalah akuntan yang bekerja pada badan-badan

pemerintah seperti di departemen, BPKP dan BPK, Direktorat Jenderal Pajak dan

lain-lain.

c.       Akuntan Pendidik

Akuntan Pendidik, adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi

yatu mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi dan melakukan enelitian

di bidang akuntansi.

d.       Akuntan Manajemen/Perusahaan

Akuntan Manajemen, adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau

organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah penyusunan sistem akuntansi, penyusunan

laporan akuntansi kepada pihak intern maupun ekstern perusahaan, penyusunan

anggaran, menangani masalah perpajakan dan melakukan pemeriksaan intern.

2.3  Pengertian Kode Etik

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara

tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik

bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan

apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.

Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai

atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut :

(Mulyadi, 2001: 53)

a.       Tanggung Jawab profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota

harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua

kegiatan yang dilakukannya.

Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.

Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua

pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab

untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi

akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab

profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan

untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

Page 6: Etika Profesi Akuntansi

b.      Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka

pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan

komitmen atas profesionalisme.

Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada

publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana

publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah,

pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya

bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara

berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung

jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan

sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara

keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan

dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan

negara.

Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa

akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi

sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi

tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan

publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara

terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang

tinggi.

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus

memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

c.       Integritas

Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan

profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan

merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang

diambilnya.

Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan

berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan

kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas

dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur,

tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

d.      Obyektivitas

Page 7: Etika Profesi Akuntansi

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan

kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang

diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak

memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari

benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.

Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan

obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik

memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang

lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit

internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,

pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang

ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus

melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

e.       Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,

kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan

pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk

memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa

profesional dan teknik yang paling mutakhir.

Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk

melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan

kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung

jawab profesi kepada publik.

Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya

tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak

mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan

suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota

untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan

profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib

melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih

kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi

masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang

diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.

f.       Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh

selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan

informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban

profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

Page 8: Etika Profesi Akuntansi

Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan

dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan

luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi

yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.

Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang

klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.

Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien

atau pemberi jasa berakhir.

g.      Perilaku profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang

baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus

dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima

jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

h.      Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar

teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan

berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari

penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan

obyektivitas.Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota

adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional

Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan

yang relevan.

2.4 Perumusan Dan Kode Etik Profesi Akuntan di Indonesia

           Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia.

Draft Kode Etik Akuntan Indonesia sudah disusun jauh sebelum kongres IAI yang

pertama, namun baru disahkan untuk pertama kalinya pada kongres IAI yang kedua

dalam bulan Januari 1972 dan mengalami perubahan dan penyesuaian dalam setiap

kongres. Sampai dengan tahun 1998, di Indonesia telah diadakan beberapa kali

pergantian Kode Etik. Kode Etik Akuntan Indonesia yang pertama lahir dari konggres

IAI III pada tanggal 2 Desember 1973. Kode Etik ini 90 % merupakan Kode Etik

AICPA yang berlaku di Amerika Serikat saat itu. Kode Etik yang ke dua sebenarnya

belum pernah disahkan oleh IAI karena sangat kontroversial. Ciri khusus dari Kode

Etik ini adalah Kode Etik ini bukan saja untuk Akuntan Publik tetapi juga untuk

Akuntan Manajemen, Akuntan Pemerintah dan Akuntan Pendidik. Kode Etik yang ke

tiga disahkan dalam konggres IAI  V  di Surabaya pada tanggal 20-30 Agustus

1986. Menurut Harahap (1991), Kode Etik ini lahir antara dua kutub ide yang

berkembang. Kutub pertama menghendaki agar Kode Etik hanya mengatur profesi

Page 9: Etika Profesi Akuntansi

Akuntan Publik saja, sedangkan kutub yang lain menghendaki agar Kode Etik

mengatur semua akuntan berregister tanpa kecuali di manapun ia berkiprah. Hal ini

sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam konggres IAI VIII bahwa Kode Etik IAI

dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota baik yang berpraktik

sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,

maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab

profesionalnya. Keempat kalinya, Kode Etik IAI dirumuskan dalam kongres IAI VI

ditambah dengan masukan-masukan yang diperoleh dari seminar sehari.

            Pemutakhiran Kode Etik Akuntan Indonesia dilaksanakan tanggal 15 Juni 1994

di hotel Daichi Jakarta serta hasil pembahasan sidang Komisi Kode Etik dalam kongres

IAI VII di Bandung. Kongres menghasilkan ketetapan bahwa Kode Etik Akuntan

Indonesia terdiri atas:

1.      Kode Etik Akuntan Indonesia yang disahkan dalam kongres VI IAI di Jakarta

terdiri atas 8 BAB dan 11 pasal ditambah dengan 2.

2.      Pernyataan Etika Profesi No.1 sampai dengan 6 yang disahkan dalam kongres IAI

VII di Bandung tahun 1994.

            Dalam rangka meningkatkan kualitas profesi akuntan, IAI dalam kongres VIII

telah merumuskan Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru. Kode Etik ini mengikat

para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan

atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Akuntan Indonesia yang

baru tersebut terdiri dari tiga bagian (Prosiding kongres VIII, 1998), yaitu :

1.      Kode Etik Umum

a.       Terdiri dari prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika

profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, dan mengatur

pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.                                            

b.      Prinsip Etika disahkan oleh konggres dan berlaku bagi seluruh anggota.

.

2.5  Penegakan  Etika  Profesi  Akuntan  di  Indonesia.

      Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang–kurangnya

enam unit organisasi, yaitu : (Prosiding Kongres VIII, 1998)

1.    Kantor Akuntan Publik. 

            Ketaatan terhadap kode etik adalah tanggung jawab pimpinan KAP

dimana anggota itu bekerja. Managing partner dan partner serta manager KAP

melaksanakan pengawasan terhadap ditaatinya perilaku ini.

2.         Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik – IAI.

Di lingkungan Kompartemen Akuntan Publik, usaha pengawasan ini

diwujudkan dalam bentuk "Peer Review" yang penyelenggaraannya

dilaksanakan oleh Seksi Pengendalian Mutu di lingkungan kepengurusan IAI di

Kompartemen tersebut. Pengawasan oleh Unit Peer Reviewyang khusus

dibentuk untuk mengawasi sesama KAP sampai saat ini belum pernah

terlaksana. 

Page 10: Etika Profesi Akuntansi

3.         Badan  Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik – IAI.

Badan ini merupakan unit organisasi yang melaksanakan peradilan pada tingkat

pertama terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggota IAI

kompartemen akuntan pendidik.

4.          Dewan Pertimbangan Profesi IAI.

Dewan ini berfungsi sebagai peradilan tingkat banding untuk kasus-kasus yang

telah diputuskan hukumnya berdasar keputusan pada tingkat Badan Pengawas

Profesi. Dewan ini melaksanakan peradilan untuk kasus-kasus pelanggaran

lainnya yang tidak berkaitan dengan akuntan publik.

5.         Departemen Keuangan RI.

yaitu: Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, misalnya Direktorat Pembinaan

Akuntan dan Jasa Penilai. Ia sebagai pemberi ijin praktek Akuntan Publik.

Pengawasan yang dilakukannya pada umumnya untuk menilai apakah KAP

yang diberi ijin telah melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berhubungan

dengan keputusan Menteri Keuangan tentang perijinan pembukaan KAP (SK

Menkeu 43/KMK 017/1997) tanggal 27 Januari 1997 tentang jasa akuntan

publik.

6.         BPKP.

Berdasarkan  Keppres  31/th  1983,  wewenangnya  adalah  melaksanakan  peng

awasan  terhadap KAP. Dalam melaksanakan tugasnya, BPKP melakukan

evaluasi tentang kepatuhan KAP terhadap perizinan yang diberikan dan

terhadap pelaksanaan tugas profesional akuntan publik.

Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat

dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam

rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi :

2.      Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan etika profesi

serta   hukum negara di mana ia melaksanakan tugasnya.

3.      Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektifitas dalam

melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak

jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan obyektifitas, ia akan

bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan / permintaan pihak tertentu / kepentingan

pribadinya.

Selanjutnya dalam pasal 2 ayat (1) b disebutkan bahwa: "Jika seorang anggota

mempekerjakan staf dan ahlinya untuk pelaksanaan tugas profesionalnya, ia harus

menjelaskan kepada mereka keterikatan akuntan pada Kode Etik. Dan ia tetap

bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban

untuk bertindak sesuai Kode Etik. Jika ia memiliki ahli lain untuk memberi saran /

bila merekomendasikan ahli lain itu kepada kliennya”.

2.6  Beberapa Pelanggaran Kode Etik Akuntan di Indonesia.

Page 11: Etika Profesi Akuntansi

      Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana

disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada.

Berdasarkan Laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI dalam kongres

IAI, pelanggaran terhadap Kode Etik dan sengketa secara umum meliputi sebagai

berikut  :

1.      Kongres V (1982-1986), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (penawaran

jasa tanpa permintaan, iklan, pengedaran buletin KAP). 2) Pelanggaran

Obyektifitas (mengecilkan penghasilan, memperbesar biaya suatu laporan

keuangan). 3) Isu pengawas intern Holding mempunyai KAP yang memeriksa

perusahaan anak Holding tersebut). 4) Pelanggaran hubungan dengan rekan

seprofesi. Dan 5) Isu menerima klien yang ditolak KAP lain dalam perang tarif.

2.      Kongres VI (1986-1990), meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (ucapan

selamat hari Natal, Tahun Baru, Merger pada perusahaan  bukan klien,

selebaran, iklan). 2) Perubahan opini akuntan tanpa bukti pendukung yang kuat.

3) WTP tanpa kertas kerja memadahi. 4) Surat akuntan pengganti. 5) Sengketa

membawa kertas kerja keluar KAP. 6) Wan Prestasi pembayaran fee. Dan 7)

Pengaduan pemegang saham minoritas tentang Laporan Keuangan, KAP

dituduh memihak.

3.       Kongres VII (1990-1994), jumlah kasus 21 buah melibatkan 53 KAP,

pengaduan terutama berasal dari instansi pemerintah dan BUMN pemakai

Laporan (50 % pengaduan), perusahaan klien (30 %), sisanya oleh KAP dan

pengurus IAI (20 %). (Hoesada, 1996)

            Pengaduan meliputi : 1) Dua pengaduan Bappepam tentang kualitas

kerja. 2) Sebuah pengaduan Bapeksta tentang cap dan tanda tangan tanpa opini

dan tentang pernyataan akuntan terkait pasal 47 KUHD (35 KAP). 3)

Pengaduan Direktor Asuransi Ditjen Lembaga Keuangan tentang penyimpangan

Laporan AT dan PAI. 4) Pengaduan Deputi BPKP atas audit perusahaan daerah

sesuai NPA. 5) Pengaduan Deputi BPKP tentang penawaran atas kerja sama

dalam rangka pemberian jasa akuntan. 6) Pengaduan PT Taspen tentang audit

tidak sesuai NPA. 7) Pengaduan klien KAP tentang audit tidak sesuai NPA,

laporan audit terlambat, tidak sesuai PAI, dua opini berbeda dua KAP untuk

klien periode sama, tugas tidak selesai dan berkas hilang. 8) Pengaduan antar

KAP tentang komunikasi akuntan pengganti dan akuntan terdahulu. Dan

9) Pengaduan iklan oleh pengurus IAI.

4.      Konggres VIII (1994-1998), meliputi: objektivitas, komunikasi, standart teknis

dan kerahasiaan (Riyanti,1999).

            Adanya kesalahan sama, yang terulang dari tahun ke tahun tersebut

disebabkan karena pengurus lini pertama sampai tingkat atas yaitu Dewan

Kehormatan bersifat tertutup. Hal ini menunjukkan kekurangseriusan IAI dalam

menyelesaikan masalah secara tuntas.   

            Sidang Komisi Kongres IAI  VIII bagian Pendahuluan Kode Etik IAI

menyatakan bahwa: “Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua

Page 12: Etika Profesi Akuntansi

standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman

dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga

ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik,

dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik

oleh organisasi, apabila diperlukan terhadap anggota yang tidak menaatinya.

Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh

badan pemerintah yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya

untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan

yang berlaku.“

  

Page 13: Etika Profesi Akuntansi

               Menurut Yani (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran kode etik,

meliputi:

1.      Faktor ekstern (uncontrollable), yaitu : 1) Kurangnya kesadaran anggota

masyarakat (termasuk anggota KAP) akan kepatuhan terhadap hukum. 2)

Honorarium yang relatif rendah untuk pekerjaan audit yang ditawarkan klien–

klien tingkat menengah dan kecil. 3) Praktek-praktek yang tidak benar dari

sebagian usahawan yang menyulitkan independensi akuntan publik. Dan 4)

Masih sedikitnya Badan Usaha yang membutuhkan jasa akuntan publik,

khususnya dibidang audit.

2.      Faktor intern (controllable), yaitu : 1) Tidak adanya perhatian yang sungguh–

sungguh dari sebagian pimpinan KAP akan mutu pekerjaan audit mereka. 2)

Orientasi yang lebih mementingkan keuntungan Finansial dari pada menjaga

nama baik KAP yang bersangkutan. 3) Pendapat bahwa perbuatan–perbuatan

yang melanggar etik ini tidak atau kecil kemungkinannya diketahui pihak lain.

4) Kurangnya kesadaran untuk mengutamakan etik dalam menjalankan profesi

oleh sebagian anggota IAI-KAP. Dan 5) Mutu pekerjaan audit yang ada kalanya

tidak dapat dipertanggungjawabkan karena penggunaan tenaga yang berkualitas

kurang baik.

            Menurut Agoes (1996), beberapa hambatan dalam penegakan kode etik

antara lain :

1.      Sikap anggota profesi yang mendua, pada satau sisi menolak setiap pelanggaran

terhadap kode etik tetapi pada sisi lain memberikan pembenaran atas

pelanggaran tersebut.

2.      Adanya sifat sungkan dari sesama anggota profesi untuk saling mengadukan

pelanggaran kode etik. 3) Belum jelasnya aturan tentang mekanisme pemberian

sanksi dan proses peradilan atas kasus-kasus pelanggaran baik dalam Anggaran

Dasar maupun dalam Anggaran Rumah Tangga. Dan 4) Belum dapat

berfungsinya secara efektif BPP dan DPP sebagai akibat dari belum jelasnya

peraturan dalam AD/ART.

Page 14: Etika Profesi Akuntansi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Persamaan dari kode etik adalah sama-sama suatu sistem norma, nilai dan

aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik

dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan

perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa

yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-

baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi

perbuatan yang tidak profesional. Dan perbedaan dari setiap kode etik suatu profesi

setiap etika profesi mempunyai kode etik masing-masing dan tersendiri yang dibuat

oleh badan yang mengatur etika profesi tersebut. Pelanggaran kode etik tidak diadili

oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum,

tapi pelanggaran kode etik akan diperiksa oleh majelis kode etik dari setiap profesi

tersebut.

 3.2 Saran

Harus ada lembaga yang berbeda-beda dalam menaungi berbagai profesi yang

ada, dimana lembaga tersebut merupakan sekumpulan orang yang memiliki profesi

yang sama dengan tujuan dapat menciptakan tatanan etik dalam pekerjaan. Dan semua

lembaga-lembaga profesi tersebut harus memiliki tujuan yang satu yaitu

mengutamakan profesionalitias dalam bekerja yang dilihat dari kepatuhan menjadikan

kode etik profesi sebagai pedoman. Etika profesi akuntansi diatur oleh suatu badan atau

organisasi yang bertanggung jawab di lingkup akuuntansi seperti Ikatan Akuntansi

Indonesia (IAI),Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sedangkan untuk etika profesi

yang lain diatur oleh organisasi yang berbeda sesuai dengan profesinya masing-masing.