Etika Pergaulan Menurut Islam

29
Kata Pengantar Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-NYA kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selalu umatnya. Aamiin. Makalah ini menyajikan tentang pengertian bergaul menurut islam, serta adab dan tatacara dalam islam. Seiring dengan berakhirnya penyusunan makalah ini, sepantasnyalah kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah turut membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun. Kami berharap kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami maupun pembaca dan mudah- mudahan makalah ini dijadikan ibadah di sisi Allah Swt. Aamiin. Malang, Maret 2013 Penulis i

description

islam

Transcript of Etika Pergaulan Menurut Islam

Page 1: Etika Pergaulan Menurut Islam

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik

dan hidayah-NYA kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah

ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarganya, para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selalu umatnya.

Aamiin.

Makalah ini menyajikan tentang pengertian bergaul menurut islam, serta adab dan

tatacara dalam islam.

Seiring dengan berakhirnya penyusunan makalah ini, sepantasnyalah kami

mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah turut membantu kami dalam

penyusunan makalah ini.

Kami menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh

karena itu kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun. Kami berharap kiranya

makalah ini dapat bermanfaat bagi kami maupun pembaca dan mudah-mudahan makalah ini

dijadikan ibadah di sisi Allah Swt. Aamiin.

Malang, Maret 2013

Penulis

i

Page 2: Etika Pergaulan Menurut Islam

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I..........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Tujuan...........................................................................................................................1

BAB II.........................................................................................................................................2

ISI MAKALAH..........................................................................................................................2

2.1. Definisi Pergaulan........................................................................................................2

2.2. Etika Pergaulan Dalam Islam.......................................................................................3

2.3. Pergaulan dalam Islam.................................................................................................6

2.4. Adab Pergaulan Dalam Islam.......................................................................................7

2.5. Ayat dan Hadist Tentang Pergaulan.............................................................................9

BAB III.....................................................................................................................................16

KESIMPULAN.........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................17

ii

Page 3: Etika Pergaulan Menurut Islam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa lepas dari yang namanya

masyarakat. Yang perlu dicermati adalah bagaimana seorang manusia itu bergaul,

dengan siapa, dan apa saja dampak pergaulannya itu bagi dirinya, orang lain, dan

lingkungannya. Pergaulan itu sendiri maksudnya kehidupan sehari-hari dalam

persahabatan ataupun masyarakat. Namun tidak demikian dikalangan kebanyakan

masyarakat saat ini. Gaul yang katanya modern itu adalah ikut dalam trend, mode,

dan hal lain yang behubungan dengan keglamoran hidup. Harus masuk kedalam

geng-geng, sering nongkrong dan berpergian diberbagai tempat seperti mall, tempat

wisata, game center dan lain-lain. Yang mana pada akhirnya, gaul akan

menimbulkan budaya konsumtif.

Yang patut disayangkan pula dari “gaul” kebanyakan saat ini adalah standar

nilainya diambil dari tradisi budaya ataupun cara hidup masyarakat nonmuslim.

Contoh, baju yang dipakai itu modelnya harus sesuai dengan mode-mode yang

berkembang di dunia internasional saat ini. Dan bisa kita lihat pakaian-pakaian

tersebut jarang sekali ada yang cocok dengan kriteria pakaian yang pantas secara

Islam.

Jika ditinjau lebih dalam “gaul” tidak akan menimbulkan banyak dampak

negatif jika standar nilai yang dipakai untuk mendefinisikan gaul itu, standar nilai

yang sesuai dengan syariat islam dan juga budaya timur yang penuh dengan tata

karma dan kesopanan. Hanya saja, mengubah sesuatu yang sudah mendarah daging

disebagian masyarakat saat ini tidaklah mudah. Semua itu memerlukan sinergi dari

semua pihak, baik orang tua, keluarga, pemuka masyarakat, pemerintah, dan diri

sendiri yang akan menjalani kehidupan dalam bingkai kata “gaul” itu sendiri.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami pengertian pergaulan dalam Islam.

2. Mengetahui, memahami dan mengaplikasikan adab dan tata cara bergaul dalam

Islam di kehidupan sehari-hari.

3. Mengetahui dan memahami hikmah bergaul dengan tata cara Islam.

1

Page 4: Etika Pergaulan Menurut Islam

BAB II

ISI MAKALAH

2.1. Definisi Pergaulan

Pergaulan adalah proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan

individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok. Juga, pergaulan merupakan

salah satu cara seseorang untuk berinteraksi dengan alam sekitarnya. Pergaulan

merupakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang tak mungkin bisa hidup

sendirian. Manusia juga memiliki sifat tolong-menolong dan saling membutuhkan

satu sama lain. Interaksi dengan sesama manusia juga menciptakan kemaslahatan

besar bagi manusia itu sendiri dan juga lingkungannya. Berorganisasi, bersekolah,

dan bekerja merupakan contoh-contoh aktivitas bermanfaat besar yang melibatkan

pergaulan antar manusia. Namun, pergaulan tanpa dibentengi iman yang kokoh akan

mudah membuat seorang muslim terjerumus. Kita lihat di zaman sekarang, banyak

kejadian yang sangat menyimpang. Pergaulan bebas, video mesum, perkosaan, dan

berbagai bentuk perilaku penyimpangan lainnya. Semua itu bersumber dari

pergaulan yang salah dan tidak dilandaskan pada kepatuhan terhadap ajaran Al-

Qur’an.

Oleh karenanya, adalah suatu hal yang sangat penting mengetahui dan

memahami pergaulan-pergaulan dalam Islam. Bagi sebagian orang yang tidak

terbiasa dengan tata cara pergaulan dalam islam, mereka akan merasa canggung atau

barangkali malah merasa tertekan karena pergaulan dalam Islam itu terlihat begitu

kaku dan tidak seperti pergaulan yang umum ditemui di masyarakat.

(rijalseventh.blogspot.com/2012/11/makalah-agama-pergaulan-dalam-

pandangan.html)

Istilah pergaulan atau dalam bahasa Arabnya 'ikhtilat' yang membawa maksud

pergaulan atau percampuran antara wanita dan lelaki adalah terminologi yang baru

diperkenalkan dalam Islam. Istilah pergaulan atau percampuran atau Ikhtilat adalah

membawa konotasi dan makna yang tidak sesuai dengan Islam. Istilah yang tepat

ialah Liqa' (pertemuan) atau musyarakah (penyertaan) di antara lelaki dan wanita.

Pergaulan sepatutnya ditakrif sebagai batas pertemuan atau penyertaan antara lelaki

dan wanita.

2

Page 5: Etika Pergaulan Menurut Islam

Sebenarnya dalam Islam tidak ada istilah "pergaulan bebas", sebab secara fitrah

manusia memiliki keharusan untuk bergaul dalam interaksi sosial yang merupakan

sunah sosial dan kehidupan itu sendiri. Namun setelah masuknya budaya asing ke

dalam pergaulan masyarakat muslim yang dibentuk oleh kecenderungan material

semata-mata dan falsafah hidup yang lahir dari bumi dan hawa nafsu, maka Islam

menamakannya sebagai pergaulan bebas, bebas dari tuntunan wahyu, moral dan

fitrah. (pusingbandar.blogspot.com/2009/07/apakah-yang-diertikan-pergaulan-

menurut.html)

2.2. Etika Pergaulan Dalam Islam

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki

dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di

antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Surah Al Hujurat

<49>:13).

Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa selain mengemban misi ibadah (QS

Adz-Dzariyat: 56) dan misi memakmurkan bumi (isti’marul ardh, QS Hud: 61),

tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengemban misi sosial (lita’aarafu bainal

insaan). Sengaja Allah Swt. menciptakan manusia dalam ragam suku dan bangsa,

agar satu sama lain melakukan interaksi sosial, membangun silaturahim

(persahabatan dan persaudaraan), dan melakukan kerjasama antarsuku dan atau

antarbangsa. Sebagai makhluk sosial, tentu saja manusia tak ada dapat hidup tanpa

berinteraksi dengan manusia lainnya.

(http://syamsuhilal.blogspot.com/2012/12/etika-pergaulan-dalam-islam.html)

PENDAPAT

Agama Islam menganjurkan kepada kita untuk bergaul dengan orang-orang

yang berbeda agama dengan agama kita. Pada dasarnya mereka pun sama dengan

kita (makhluk ciptaan Allah) hanya saja berbeda keyakinan, banyak beraneka sifat

perilaku dan keinginan, juga kepercayaan dan keyakinan yang berbeda namun

merupakan bagian dari masyarakat bangsa. Kita membutuhkan mereka dalam hal

pekerjaan, perniagaan dan kemasyarakatan. Tak selayaknya kita membedakan orang

yang berbeda agama, kita harus tetap bergaul dengan mereka sebagai sesama

makhluk Allah dan sebagai anggota masyarakat.

3

Page 6: Etika Pergaulan Menurut Islam

1. Etika Dalam Berpakaian Dan Memandang

“Hai anak Adaam sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian

untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian

takwa itulah yang paling baik. Demikian itu adalah sebagian dari tanda- tanda

kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al A’raf: 26).

“Hai Ali, janganlah kau ikuti pandangan yang pertama dengan pandangan

kedua, kamu hanya boleh pada pandangan pertama adapun pandangan yang

berikutnya tidak boleh.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan At Turmudzi).

PENDAPAT

Fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat sekaligus perhiasan agama

Islam memerintahkan agar setiap orang memakai pakaian yang baik dan bagus,

baik berarti sesuai dengan fungsinya yaitu menutupi aurat, sedangkan bagus

berarti memadai (serasi) sebagai perhiasan penutup tubuh yang sesuai

kemampuan si pemakai. Untuk keperluan ibadah sholat di masjid kita dianjurkan

pakai pakaian yang baik dan suci bersih (terhindar najis).

Berpakaian bagi kaum perempuan mukmin telah digariskan oleh Al

Qur’an adalah menutup seluruh auratnya. Pada dasarnya pakaian muslim tidak

menghalangi si pemakai melakukan kegiatan sehari-hari dalam masyarakat,

semua kembali pada niat si pemakai dalam melaksanakan ajaran Allah.

Selain berpakaian kita juga memandang, mata adalah anugerah Allah yang

paling penting yaitu untuk melihat, mata disini yang dimaksud adalah untung

memandang hal-hal yang baik-baik saja, karena Rasulullah mengatakan

“Janganlah kalian kaumku sekaian semua memandangi sesuatu yang tidak baik

(buruk) dengan matamu sekalian umatku.”

4

Page 7: Etika Pergaulan Menurut Islam

2. Etika Dalam Berbicara Kepada Masyarakat

“Dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat- menasehati

supaya menepati kesabaran.” (QS. Al Asr: 3).

“Sesungguhnya Allah membenci kami karena tiga perkara: adalah berkata

begini dan berkata begitu, menghambur-hamburkan uang dan banyak

bertanya.” (HR Jama’ah dari Al Mugirah).

PENDAPAT

Alat komunikasi paling utama dalam pergaulan adalah berbicara, dengan

bicara kita dapat menyampaikan sesuatu, sebaliknya kita juga dapat mengetahui

keinginan orang lain. Berbicara bisa mendatangkan banyak orang (teman) dan

bisa pula mendatangkan musuh, maka dari itu kita harus pandai-pandai menjaga

cara berbicara kita dengan baik. Agama Islam mengajarkan agar kita berbicara

sopan supaya tidak berakibat merugikan diri sendiri ataupun orang lain.

Mulut dapat kita gunakan sebagai nasehat akan kebenaran hindarilah cara

bicara yang bisa menimbulkan perselisihan karena perselisihan itu kehendak

setan yang ditujukan untuk mengadu domba, fitnah, isu dan gosip.

(http://afand.abatasa.com/post/detail/2543/etika-pergaulan-dalam-

masyarakat.html)

Janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk bergaul atau

berinteraksi dengan sekitar kita. Anggaplah itu merupakan perkara yang perlu,

sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan sikap yang wajar dan

adil. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya ialah ta’aruf, tafahum, dan

takaful. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.

1. Ta’aruf. Ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita

akan melangkah keluar untuk berinteraksi dengan orang lain. Dengan ta’aruf

kita dapat membezakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan

semua ciri khas yang ada pada diri seseorang.

2. Tafahum. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan

ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang

pastikan kita tahu juga semua yang mereka sukai dan yang mereka benci.

Inilah bagian penting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat

5

Page 8: Etika Pergaulan Menurut Islam

menilai dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa

yang harus kita jauhi.

3. Takaful. Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika

belum wujud sikap takaful (saling menolong) di dalam diri kita. Kerana

itulah, sesungguhnya yang akan mewujudkan rasa cinta pada diri seseorang

kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk

saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah S.A.W telah

mengatakan bahawa bukan termasuk dalam umatnya orang yang tidak peduli

dengan urusan umat Islam yang lain.

(http://pusingbandar.blogspot.com/2009/07/apakah-yang-diertikan-

pergaulan-menurut.html)

2.3. Pergaulan dalam Islam

Perhatian Islam terhadap pergaulan sangat besar sekali, karena adanya urgensi

yang besar dan dampak sensitif, sehingga Islam memerintahkan umatnya agar

bergaul dengan orang-orang yang benar.  Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu

bersama orang-orang yang benar. ” (At- Taubah :119)

Islam menganjurkan agar kita bergaul dengan orang-orang yang sholeh.” Dan

ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu” (Luqman :15). Islam juga melarang

agar tidak bergaul dengan orang-orang yang  buruk  akhlaknya, bejat moralnya &

zalim, karena banyak sekali pergaulan yang hanya sesaat saja, tetapi bisa membuka

aib teman bergaul sampai hari Kiamat dan pada akhirnya diiringi sebuah penyesalan

yang tiada henti.

”Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit kedua

tangannya, seraya berkata,“Aduhai kiranya (dulu)  aku mengambil jalan bersama-

sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si

Fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur’an

ketika Al Qur’an telah datang kepadaku”. Dan adalah setan itu tidak mau menolong

manusia.” (Al Furqan : 27-29).

Rasulullah bersabda, “Seseorang itu menurut agama temannya, karena itu

hendaknya seseorang di antara kalian melihat dengan siapa dia bergaul.”( HR.  Adu

Dawud dan Tirmidzi dari abu Hurairah).  

6

Page 9: Etika Pergaulan Menurut Islam

Karena itu tidak heran apabila seorang teman itu secara tidak terasa merupakan

guru bagi temannya yang lain. Kepribadian seorang teman itu akan muncul dalam

diri temannya yang lain. Demikian halnya dalam etika, pergaulan dan hubungannya

dengan orang lain. Penularan itu disebabkan oleh pengaruh kedekatan dan pengaruh

cinta. Dia tidak berdiam diri kecuali dia adalah duplikasi temannya, yang

mengulang-ulang perkataannya, yang menampakkan perilakunya dalam perbuatan-

perbuatan nya tanpa disadari. Imam Ali RA berkata, “Bergaullah dengan orang yang

bertakwa dan berilmu, niscaya kalian bisa mengambil manfaatnya, karena bergaul

dengan orang yang suka berbuat baik bisa diharapkan (kebaikannya). Jauhilah

kerusakan, sungguh jangan bergaul dengan orang -orang yang rusak moralnya,

karena bergaul dengan mereka akan menular kepada Anda. Janganlah menjalin

hubungan dengan orang yang hina (rendah akhlaknya ) karena itu akan menular

kepadamu. Pilihlah temanmu”. (http://hanifa93.wordpress.com/2009/05/20/etika-

bergaul-dalam-islam/)

2.4. Adab Pergaulan Dalam Islam

Batasan Pergaulan dalam Islam adalah menutup aurat, menjaga interaksi antara

lelaki dan perempuan, menjaga aurat, larangan berdua – dua’an, mendidik anak agar

paham adab pergaulan dalm Islam. (http://www.anneahira.com/pergaulan-dalam-

islam.htm).

Dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah SAW beliau berkata, “Ajarilah (orang yang

tidak tahu). Mudahkanlah dan janganlah kalian mempersulit. Dan apabila salah

seorang diantara kalian marah, maka hendaklah ia diam.” (HR. Ahmad)

Terdapat beberapa hikmah penting yang dapat dipetik dari hadits ini bahwa

hadits ini secara umum berbicara tentang adab pergaulan dalam masyarakat atau

komunitas Islami, yang bertujuan agar terjalinnya keharmonisan dalam kehidupan

sosial, baik di lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan kerja. Karena

pergaulan sosial merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak terpisahkan dari

intisari ajaran Islam itu sendiri. Dalam salah satu hadits Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang muslim yang berinteraksi dengan masyarakat dan ia bersabar atas

keburukan masyarakatnya adalah lebih baik daripada seorang muslim yang tidak

bergaul dengan masyarakatnya serta tidak sabar atas keburukan mereka.” (HR.

Muslim). Oleh karenanya, kita perlu berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi

komunitas kita.

7

Page 10: Etika Pergaulan Menurut Islam

Adab pergaulan dalam Islam yaitu:

1. Adab pertama seorang muslim dalam kehidupan sosial adalah mengajarkan

sesuatu yang belum diketahui orang lain. Rasulullah SAW bersabda

“ajarilah (orang yang tidak tahu)”. Artinya seorang muslim yang lebih

mengetahui tentang suatu hal, maka ia memiliki kewajiban untuk

mengajarkannya pada orang lain, terutama menyangkut permasalahan

agama ataupun permasalahan lainnya. Pada waktu bersamaan, orang lain

pun juga memiliki kewajiban yang sama, sehingga dari sini akan muncul

sebuah karakter masyarakat & komunitas islami.

Hal ini sekaligus menggambarkan bahwa berta'awun dalam kehidupan

sosial tidak harus selalu dalam bentuk pemberian “materi”, namun ta'awun

juga dapat diberikan dalam bentuk lain, seperti mengajarkan nilai dan

kebaikan kepada orang lain, mengajak orang lain pada kebaikan, dsb.

2. Adab Kedua, dalam pergaulan pada masyarakat Islami adalah senantiasa

berusaha untuk memudahkan urusan orang lain. Artinya bahwa setiap

muslim senantiasa dianjurkan untuk berusaha “memudahkan” orang lain,

terutama pada saat-saat orang lain memerlukan bantuan atau ketika

mendapatkan kesulitan. Seperti membantu menyelesaikan pekerjaan orang

lain, memberikan bantuan kepada orang lain ketika terjadi musibah, dsb.

Memudahkan orang lain bisa juga diaplikasikan dalam bentuk-bentuk lain,

seperti memberikan senyuman, menanyakan kabar, berjabat tangan, dsb.

3. Adab Ketiga dalam pergaulan masyarakat Islami adalah perintah untuk

mengendalikan emosi. Sebagai makhluk sosial, mengatur emosi sangatlah

penting, karena dalam hidup bermasyarakat sangat mungkin terjadi

kesalahpahaman antara seseorang dengan orang lain. Hal ini disebabkan

karana sifat, watak, latar belakang maupun cara berfikir yang berbeda-

beda. Oleh karenanya, Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk

menaham emosi dengan cara “diam”. Diam dalam hadits di atas bukan

berarti diam memendam rasa marah dalam hati, yang sangat mungkin

untuk meledak pada waktu tertentu. Namun diam dalam hadits ini lebih

dimaksudkan untuk memaafkan saudara kita yang berbuat “kesalahan”

terhadap kita, serta tidak melampiaskan emosi kita pada saat itu.

8

Page 11: Etika Pergaulan Menurut Islam

Demikian pentingnya mengendalikan emosi, Rasulullah SAW bahkan

mengkategorikan orang yang kuat adalah orang yang mampu

mengendalikan emosinya ketika “marah” :

Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang kuat bukanlah orang yang

pandai bergulat. Akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu

mengendalikan emosinya ketika marah. (HR Bukhari Muslim)

(http://www.takafulumum.co.id/index.php/in/renungan-harian/162-

diantara-adab-pergaulan-dalam-islam)

2.5. Ayat dan Hadist Tentang Pergaulan

Pandangan Islam Tentang Teman Pergaulan Yang Baik

Seorang hamba, siapapun dia, pasti membutuhkan orang lain sebagai kawan

hidupnya. Karena manusia diciptakan sebagai makhluk lemah yang sangat

bergantung dengan bantuan sesama.   Semenjak pertama kali ia terlahir dan

menghirup nafas di dunia, lalu tumbuh berkembang menuju kedewasaan hingga

jasadnya terbujur kaku di liang kubur, seluruh proses kehidupan itu mesti dijalaninya

bersama orang lain.

Yang harus diperhatikan, kebahagiaan seorang hamba di dunia maupun di

akhirat sangat erat kaitannya dengan teman dekatnya.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang tergantung

agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memerhatikan siapakah teman

dekatnya.” 

Pengaruh Orang Dekat

Orangtua misalnya, adalah orang yang paling dekat dengan kita. Orangtua

mendapat tanggung jawab untuk membentuk sifat serta karakter anaknya menjadi

keturunan yang shalih dan shalihah. Sehingga baik buruknya seorang anak sangat

erat hubungannya dengan pendidikan yang diberikan orangtuanya. Apakah ia akan

menjadi seorang muslim yang baik, ataukah menjadi pengikut agama Yahudi dan

Nasrani, atau tidak mengenal agama sama sekali, karena pada umumnya seorang

anak sangat terpengaruh dengan orangtua sebagai orang dekatnya. Bukankah

Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam pernah bersabda:

9

Page 12: Etika Pergaulan Menurut Islam

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan di atas fitrah. Maka kedua

orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau

Majusi.” (HR. Al-Bukhari no. 1384 dan Muslim no. 2658 dari hadits Abu Hurairah )

Contoh lain dalam Islam yang mengharuskan setiap pemeluknya untuk

memerhatikan dan berusaha dengan langkah terbaik di dalam memilih orang dekat

adalah dalam proses memilih seorang wanita untuk menjadi istri dan pasangan

hidupnya. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Abu Hurairah:

“Wanita itu (menurut kebiasaan) dinikahi karena empat hal: Bisa jadi karena

hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka

pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Karena bila tidak, engkau akan

celaka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Bisa dibayangkan betapa indah kehidupan rumah tangga yang diatur dan ditata

dengan bantuan seorang istri yang shalihah. Telah banyak kejadian nyata di mana

seorang suami beroleh hidayah dan kebaikan disebabkan istri yang shalihah. Sulit

untuk dibayangkan bagaimana sempit dan menderitanya rumah tangga yang diatur

dan dijalankan oleh seorang istri yang jahat.

Dengan demikian, pesan Rasulullah SAW dalam hadits di atas hendaknya

selalu menjadi sebuah pertimbangan ketika hendak memilih seseorang untuk menjadi

orang dekatnya, entah sebagai istri, suami, tetangga, guru, atau teman bekerja.

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Hendaknya kalian menilai orang dengan teman

dekatnya. Karena seorang muslim akan mengikuti orang yang muslim, sementara

orang jahat akan mengikuti orang yang jahat pula.” (Al-Mu’jam Al-Kabir, Al-

Ibanah)

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Orang yang dapat berjalan bersama dan

berteman adalah orang yang disuka dan yang sejenis.” (Al-Ibanah, 499)

Abud Darda’ berkata, “Di antara bentuk kecerdasan seseorang adalah selektif

dalam memilih teman berjalan, teman bersama, dan teman duduknya.” (Al-Ibanah,

379)

Akibat Buruk Dari Salah Memilih Teman

Di antara sumber kejahatan adalah dekat dengan pelaku maksiat, bid’ah, dan

hizbiyyah (yang fanatik buta dengan kelompoknya, red.). Pada beberapa ayat dalam

Al-Qur’an, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk berhati-hati

10

Page 13: Etika Pergaulan Menurut Islam

dari para pengikut hawa nafsu, tidak menjadikan mereka sebagai teman dan berusaha

untuk menghindar. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang

diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-

hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari

sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari

hukum yang telah diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah

menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa

mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”

(Al-Maidah: 49)

Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman:

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari

urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu

orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan

dapat menolak dari kamu sedikitpun dari (siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-

orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain,

dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa.” (Al-Jatsiyah: 18-19)

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam ayat lain:

“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah

Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap

Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang

setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu niscaya kamu hampir-hampir

condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian, benar-benarlah, Kami akan

rasakan kepadamu (siksaan) berlipat-ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan)

berlipat-ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun

terhadap Kami.” (Al-Isra’: 73-75)

Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa berdekatan dan berkawan

dengan pelaku maksiat, bid’ah, dan hizbiyyah merupakan sebuah ujian yang sangat

besar. Apabila Allah SWT melarang dan memperingatkan Nabi Muhammad SAW

dari orang-orang semacam mereka, maka tentunya kita lebih pantas untuk lebih

berhati-hati. Berdekatan dan berkawan dengan mereka hanyalah akan menjadi sebab

penyimpangan dan kesesatan, kecuali Allah SWT menghendaki lain.

11

Page 14: Etika Pergaulan Menurut Islam

Dalam hal ini, Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda dalam hadits

Abu Musa Al-Asy’ari:

“Sesungguhnya teman baik dan teman yang buruk itu diibaratkan dengan

penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi dapat memberikan

wewangian untukmu, engkau membelinya, atau engkau mendapatkan aroma wangi

darinya. Adapun pandai besi bisa jadi membakar pakaianmu atau engkau

mendapatkan aroma yang tidak sedap darinya.”

Al-Imam Ibnu Baththal menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan larangan

bermajelis dengan orang yang mendatangkan gangguan, seperti orang yang berbuat

ghibah atau membela kebatilan. Hadits ini juga menunjukkan perintah untuk

bermajelis dengan orang yang dapat mendatangkan kebaikan, seperti dzikir kepada

Allah Subhanahu SWT, mempelajari ilmu, dan seluruh perbuatan baik lainnya.

(Syarah Ibnu Baththal)

Lalu perhatikanlah akibat buruk saat hari kiamat nanti karena salah dalam

memilih teman. Pada hari kiamat, setiap orang yang zalim akan menggigit dua

tangannya penuh sesal, kecewa, sedih, dan merugi karena kekufuran, kesyirikan,

kemaksiatan, serta dosa yang ia lakukan. Ia berandai-andai, “Aduhai kiranya dahulu

aku mengambil jalan keimanan bersama Rasul, mengikuti dan membenarkan

risalahnya.” Ia menyesali perbuatannya karena telah menjadikan si fulan sebagai

teman akrabnya, baik dari kalangan manusia atau jin. Padahal teman akrabnya

tersebut adalah orang yang jahat dan buruk. Teman akrab yang tidak akan

mendatangkan kecuali kehinaan dan kebinasaan. Teman akrab yang selalu

menjadikan dosa dan maksiat sebagai sesuatu yang indah dan baik. Maka, hendaknya

setiap hamba berhati-hati di dalam memilih teman akrabnya.

Allah SWT berfirman di dalam surat Al-Furqan:

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim itu menggigit dua tangannya,

seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan (yang lurus) bersama

Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan

jadi teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an

ketika Al-Qur’an telah datang kepadaku. Dan setan itu tidak akan menolong

manusia.” (Al-Furqan: 27-29)

 

12

Page 15: Etika Pergaulan Menurut Islam

Jangan Bergaul Dengan Ahlul Bid’ah Dan Pelaku Maksiat

“Kemudian, di antara prinsip dasar akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah

tidak bermajelis dengan pelaku bid’ah, tidak menjadikan mereka sebagai teman

dekat, atau berkumpul dengan mereka. Di dalam kitab-kitab i’tiqad (akidah) Ahlus

Sunnah, hal ini selalu disebutkan dan tidak terlewatkan. Banyak sekali nasihat

ulama dalam hal ini. Di antaranya adalah ucapan Al-Imam Ahmad bin Hanbal t,

“Tidak seyogianya bagi siapapun untuk bermajelis, bercampur, dan merasa dekat

dengan ahlul bid’ah.” (Al-Ibanah, 490)

Habib bin Abi Az-Zibriqan berkata, “Dahulu jika Muhammad bin Sirin t

mendengarkan satu kata dari seorang pelaku bid’ah, dia akan menutup kedua

telinganya dengan jari. Kemudian beliau berkata, ‘Tidak halal bagiku untuk

berbicara dengannya hingga ia bangkit dari tempatnya.” (Al-Ibanah, 484)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Janganlah engkau meminta saran

kepada pelaku bid’ah dalam masalah agama, dan janganlah meminta pelaku bid’ah

untuk menjadi teman dalam safarmu.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah, 3/578)

Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Tidak akan mungkin seseorang yang mencintai

As-Sunnah dapat berteman dengan orang yang senang bid’ah, kecuali jika terdapat

kenifakan.” (Ar-Radd ‘alal Mubtadi’ah no.1629)

Ibnu Taimiyah berkata, “Barangsiapa berprasangka baik dengan mereka

(ahlul bid’ah) dan mengaku tidak mengetahui keadaan mereka, maka ia harus diberi

pengertian tentang keadaan mereka. Jika setelah itu ia tidak dapat berpisah dengan

mereka serta tidak menampakkan pengingkaran terhadap mereka, maka ia dinilai

sama seperti mereka dan dijadikan sebagai bagian dari mereka.” (Al-Majmu’,

2/133)

Ibnul Jauzi berkata, “Perampok jalanan ada empat: seorang mulhid

(atheis/penyeleweng) yang memunculkan keraguanmu terhadap agama Allah SWT,

seorang mubtadi’ (ahli bid’ah) yang menjauhkan dirimu dari Sunnah Rasulullah

SAW, seorang pelaku maksiat yang mendukungmu berbuat maksiat, dan seorang

yang lalai sehingga membuatmu lupa untuk berdzikir kepada Allah SWT.” (At-

Tadzkirah, hal. 183)

Dari beberapa nasihat ulama di atas, dapat diambil sebuah keyakinan bahwa

Islam melarang untuk bergaul dan berdekatan dengan orang-orang yang buruk serta

menuntunkan untuk menghindari mereka sejauh mungkin. Hal ini disebabkan adanya

13

Page 16: Etika Pergaulan Menurut Islam

pengaruh besar dari para pelaku bid’ah yang akan merusak akidah dan agama

seseorang.

Memilih Kawan Yang Jujur

Setiap muslim wajib untuk bergaul dan berkawan dengan orang baik. Jika ia

jahil, maka kawannya yang akan menyampaikan ilmu, jika ia lupa maka kawannya

yang akan mengingatkan, dan jika ia berbuat salah maka kawannya yang akan

membimbingnya kepada kebenaran. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya

di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua

matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia

ini.” (Al Kahfi: 28)

As-Sa’di t berkata dalam tafsir ayat ini, “Di dalam ayat ini terkandung perintah

untuk berteman dengan orang-orang baik serta menundukkan jiwa agar dapat

berteman dan bergaul dengan mereka, meskipun mereka adalah orang-orang fakir.

Karena bergaul dengan mereka akan mendatangkan manfaat yang tiada terbilang.”

Qatadah bin Di’amah As-Sadusi berkata, “Demi Allah, tidaklah kami

menyaksikan seseorang berteman kecuali dengan yang sejenis dan setipe. Oleh

karena itu, bertemanlah kalian dengan hamba-hamba Allah Subhanahu wa ta’ala

yang shalih agar kalian dapat bersama dengan mereka atau semisal dengan

mereka.” (Al-Ibanah, 511)

Hendaknya kita benar-benar teliti dan selektif dalam memilih seseorang

sebagai teman apalagi teman dekat. Karena kedekatan kepada seseorang akan

menumbuhkan cinta, padahal Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim

rahimahumallah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Mas’ud z tentang kedatangan

salah seorang sahabat untuk menemui Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam dan

bertanya, “Wahai Rasulullah bagaimanakah tanggapan anda tentang seseorang yang

mencintai suatu kaum dan belum pernah bertemu dengan mereka?” Maka Rasulullah

SAW menjawab, “Setiap orang akan bersama dengan orang yang ia cintai.” Artinya

ia akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti bersama orang yang ia cintai. Mudah-

mudahan kita termasuk orang-orang yang dibangkitkan bersama Rasulullah

Shalallahu alaihi wassalam dan yang mencintai beliau.

Allah SWT berfirman:

14

Page 17: Etika Pergaulan Menurut Islam

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan

bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu:

Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan

mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisa’: 69)

Menjaga Persahabatan Dengan Cinta

Jika Allah SWT menghendaki kebaikan dari seorang hamba maka Allah

SWT akan memberikan taufiq kepadanya untuk bergaul dengan orang-orang baik

yang mencintai As-Sunnah dan agama Islam. Allah SWT akan menjauhkan dirinya

dari orang-orang jahat dari kalangan ahlul bid’ah dan pelaku maksiat lainnya.

Maka dari itu, seorang muslim harus memanfaatkan nikmat ini dengan

sebaik-baiknya dengan memerhatikan adab-adab di dalam berteman. Sebuah kaidah

penting yang mesti diperhatikan di dalam bergaul dengan sesama Ahlus Sunnah

adalah menyadari dan selalu mengingat bahwa setiap manusia tidak mungkin

terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Demikian pula sikap seorang muslim di

dalam berteman. Kemudian yang harus diingat juga adalah setiap orang pasti

memiliki kekurangan dan kelebihan. Karena itu, jika seorang muslim melihat

kekurangan saudaranya hendaknya ia mengingat kelebihan yang dimilikinya.

Al-Imam Ibnu Mazin berkata, “Seorang mukmin selalu mencari udzur untuk

saudaranya, sementara orang munafik selalu mencari kesalahan temannya.”

Al-Imam Hamdun Al-Qassar berkata, “Jika saudaramu terjatuh dalam

sebuah kesalahan maka berikanlah untuknya 90 udzur. Apabila tetap tidak dapat,

maka dirimulah yang lebih patut untuk dicela.” (Adabul ‘Isyrah, 13)

Al-Imam Ibnul A’rabi berkata, “Berusahalah untuk selalu melupakan

kesalahan yang diperbuat saudaramu, pasti rasa cinta di antara kalian akan

terjaga.” (Adabul ‘Isyrah, 14)

Maka hendaknya sesama Ahlus Sunnah dapat mewujudkan ayat dan hadits-

hadits Rasulullah SAW yang menggambarkan kekuatan dan kebersamaan di antara

mereka, seperti satu tubuh yang satu sama lain saling merasakan. Sebagaimana

sebuah bangunan yang saling menguatkan dan saling mengokohkan. Benci dan cinta

yang dibangun di atas pondasi iman dan As-Sunnah, memberi dan tidak memberi

hanya karena Allah SWT, serta bertemu dan berpisah demi meraih ridha Allah SWT

semata. (http://kebunhidayah.wordpress.com/2011/09/28/pandangan-islam-tentang-

teman-pergaulan-yang-baik/)

15

Page 18: Etika Pergaulan Menurut Islam

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa pria dan wanita memang harus menjaga

batasan dalam pergaulan. Dengan begitu akan terhindarlah hal-hal yang tidak

diharapkan. Tapi nampaknya rambu-rambu pergaulan ini belum sepenuhnya

dipahami oleh sebagian orang. Karena itu menjadi tanggung jawab kita menasehati

mereka dengan baik. Tentu saja ini harus kita awali dari diri kita masing-masing.

Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan menjauhkannya dari perbuatan

tercela dan perbuatan yang tidak terpuji. Amin.

16

Page 19: Etika Pergaulan Menurut Islam

DAFTAR PUSTAKA

http://afand.abatasa.com/post/detail/2543/etika-pergaulan-dalam-masyarakat.html, diakses

________pada Rabu, 20 Maret 2013

http://hanifa93.wordpress.com/2009/05/20/etika-bergaul-dalam-islam/, diakses pada Rabu, 20

________Maret 2013

http://islam.my.tripod.com/Mypage/bergaul.htm, diakses pada Rabu, 20 Maret 2013

http://kebunhidayah.wordpress.com/2011/09/28/pandangan-islam-tentang-teman-pergaulan-

________yang-baik/ diakses pada Rabu, 20 Maret 2013

http://pusingbandar.blogspot.com/2009/07/apakah-yang-diertikan-pergaulan-menurut.html,

________diakses pada Rabu, 20 Maret 2013

http://rijalseventh.blogspot.com/2012/11/makalah-agama-pergaulan-dalam-pandangan.html,

________diakses pada Rabu, 20 Maret 2013

http://syamsuhilal.blogspot.com/2012/12/etika-pergaulan-dalam-islam.html, diakses pada

________Rabu, 20 Maret 2013

http://www.anneahira.com/pergaulan-dalam-islam.htm, diakses pada Rabu, 20 Maret 2013

http://www.takafulumum.co.id/index.php/in/renungan-harian/162-diantara-adab-pergaulan-

________dalam-islam, diakses pada Rabu, 20 Maret 2013

sistem pergaulan dalam islam.pdf

17