BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Lingkungan Pergaulan ...
BAB II LANDASAN TEORI A. Pergaulan Ramajarepository.stitradenwijaya.ac.id/344/4/bab2.pdf · A....
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Pergaulan Ramajarepository.stitradenwijaya.ac.id/344/4/bab2.pdf · A....
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pergaulan Ramaja
1. Pengertian Pergaulan
Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh
individu dengan individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok,
seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai
makhluk sosial (zoon-politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk
sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan
mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang
individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan
kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang
negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu
atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan
pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah
yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati
dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah
terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang
baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak.
2. Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh
atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang
lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan
17
fisik.1 Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak
termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks dkk) bahwa masa
remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena
remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status
anak. 2
Menurut Sri Rumini masa remaja adalah peralihan dari masa anak
dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi
untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12
tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22
tahun bagi pria.3
Sedangkan menurut Zakiah Darajat remaja adalah masa peralihan
diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami
masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun
perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan
ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang
telah matang.4
Hal senada diungkapkan oleh Santrock bahwa remaja
(adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa
1 Elizabeth B.Hurlock ,Psikologi Perkembangan; suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan.Erlangga, Jakarta: 1992, hal :187
2Monks, dkk Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Gunung
Mulia, Jakarta 1994. Hal 207
3Sri Rumini & Siti Sundari,Psikologi Remaja, Gunung Mulia,
Jakarta,2004,hal, 53
4Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta,
1990, hal 23
18
anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
sosial-emosional. 5
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah
antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya
dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun
= masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi
Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat
bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15
tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18
– 21 tahun. Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari,
Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa
remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa
dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi
proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.
Masa remaja merupakan masa yang sangat penting, sangat kritis dan
sangat rentan, karena bila manusia melewati masa remajanya dengan
kegagalannya, dimungkinkan akan menemukan kegagalan dalam
perjalanan kehidupan pada masa berikutnya. Sebaliknya bila masa remaja
itu diisi dengan penuh kesuksesan, kegiatan yang sangat produktif dan
berhasil guna dalam rangka menyiapkan diri untuk memasuki tahapan
kehidupan selanjutnya, dimungkinkan manusia itu akan mendapatkan
kesuksesan dalam perjalanan hidupnya. Dengan demikian, masa remaja
5Santrock,Psikologi Umum, PT. Garoeda Buana Indah, Pasuruan,
Jawa Timur,2003, hal: 26
19
menjadi kunci sukses dalam memasuki tahapan kehidupan selanjutnya.
Masa remaja dimulai dari saat sebelum baligh dan berakhir pada usia
baligh. Oleh sebagian ahli psikologi, masa remaja berada dalam kisaran
usia antara 11-19 tahun. Adapula yang mengatakan antara usia 11-24
tahun. Selain itu, masa remaja merupakan masa transisi (masa peralihan)
dari masa anak-anak menuju masa dewasa, yaitu saat manusia tidak mau
lagi diperlakukan oleh lingkungan keluarga dan masyarakat sebagian anak-
anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisik, perkembangan psikis
(kejiwaan), dan mentalnya belum menjukkan tanda-tanda dewasa. Pada
masa ini (masa remaja), manusia banyak mengalami perubahan yang
sangat fundamental dalam kehidupan baik perubahan fisik dan psikis
(kejiwaan dan mental).6
3. Prinsip Etika Pergaulan Remaja
1. Prinsip hak dan kewajiban
Hak adalah suatu kewenangan yang secara sah dimiliki oleh seseorang.
Kewajiban adalah suatu tugas yang harus dijalankan oleh setiap
manusia untuk memperoleh,mempertahankan dan membela haknya.
2. Prinsip tertib dan disiplin
Tertib dan disiplin adalah suatu keaadaan yang menunjukkan
ketundukkan terhadap peraturan yang telah ditetapkan dengan penuh
kesadaran demi tercapainya tujuan bersama.
6Abdul, Psikologi Perkembangan, Grafindo Persada, Jakarta, 2009,
hal : 2
20
3. Prinsip kesopanan
Bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Orang yang sopan biasanya rendah hati dalam sikap, tindakan, tutur
kata, dan perbuatan.
4. Prinsip kesederhanaan
Bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Orang yang sopan biasanya rendah hati dalam sikap, tindakan,tutur
kata, dan perbuatan. Sederhana itu adalah tingkah laku yang tampil apa
adanya, tidak menonjolkan secara berlebihan apa yang dimilikinya.
5. Prinsip kejujuran
Jujur adalah tingkah laku yang perlakuannya itu berdasarkan apa yang
kita berbuat dan tidak bohong. Prinsip ini sangat penting dalam
pergaulan.
4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pergaulan Remaja
Sebagai makhluk sosial, individu di tuntut untuk mampu mengatasi
segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau
norma yang berlaku. Begitu juga dengan pergaulan pada remaja, ada
beberapa faktor yang bisa memengaruhinya antara lain :
a. Kondisi fisik
Penampilan fisik merupakan aspek penting bagi remaja dalam
menjalani aktivitas sehari-hari. Mereka biasanya mempunyai standar-
standar tertentu tentang sosok fisik ideal yang mereka dambakan.
21
Misalnya, standar cantik adalah postur tinggi, tubuh langsing dan
berkulit putih. Namun tentu saja tidak semua remaja memiliki kondisi
fisik se ideal itu. Karenanya, remaja harus bisa belajar menerima dan
memanfaatkan bagaimanapun kondisi fisik seefektif mungkin. Remaja
harus menanamkan keyakinan bahwa keindahan lahiriah bukannya
makna kecantikan yang sesungguhnya. Kecantikan sejati justru
bersumber dari hati nurani, akhlak, serta kepribadian yang baik.
b. Kebebasan Emosional
Pada umumnya, remaja ingin memperoleh kebebasan emosional.
Mereka ingin bebas melakukan apa saja yang mereka suakai. Dalam
masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, seorang remaja
senantiasa berusaha agar pendapat atau pikiran-pikirannya, diakui dan
disejajarkan dengan orang dewasa. Dengan demikian, jika terjadi
perbedaan pendapat anatara anak dan orang tua, maka pendekatan yang
bersifat demokratis dan terbuka akan terasa lebih bijaksana. Salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah membangun rasa saling pengertian
dimana masing-masing pihak berusaha memahami sudut pandang pihak
lain. Saling pengertian juga dapat dibangkitkan dengan bertukar
pengalaman atau dengan melakukan beberapa aktivitas tertentu
bersama-sama dimana orang tua dapat menempatkan diri pada situasi
remaja dan sebaliknya. Inti dari metode pemecahan konflik yang aman
antara orang tua dan anak adalah menjadi pendengar yang aktif.
22
c. Interaksi sosial.
Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial juga sangat penting
dalam membentuk konsep diri yang positip, sehingga seseorang mampu
melihat dirinya sebagai orang yang kompeten dan disenangi oleh
lingkungan. Dia memiliki gambaran yang wajar tentang dirinya sesuai
dengan kenyataan yang ada (tidak di kurangi atau dilebih-lebihkan).
d. Pengetahuan terhadap kemampuan diri
Setiap kelebihan atau potensi yang ada dalam diri manusia
sesungguhnya bersifat laten. Artinya harus terus digali dan dan terus
dirangsang agar keluar secara optimal. Kita melihat sejauh mana
potensi itu ada dan dijalur mana potensi itu terkonsentrasi untuk
selanjutnya diperdalam, hingga dapat melahirkan karya yang berarti.
Dengan menerima kemampuan diri secara positip, seorang remaja
diharapkan lebih mampu menentukan keputusan yang tepat terhadap
apa yang akan ia jalani, seperti memilih sekolah atau jenis kegiatan
yang diikuti
e. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama
William James, seorang psikolog yang mendalami psikologi agama,
mengatakan bahwa orang yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai
agama cenderung mempunyai jiwa yang lebih sehat. Kondisi tersebut
ditampilkan dengan sikap positip, optimis, spontan, bahagia, serta
penuh gairah dan vitalitas. Sebaliknya, orang yang memandang agama
sebagai suatu kebiasaan yang membosankan atau perjuangan yang berat
23
dan penuh beban akan memiliki jiwa yang sakit. Dia akan dihinggapi
oleh penyesalan diri, rasa bersalah, murung, serta tertekan.
5. Hal-Hal Yang Perlu Di Perhatikan Dalam Pergaulan Remaja
Pergaulan remaja yang salah memang sangat meresahkan, tidak
hanya orang tua saja, tetapi masyarakat pun juga dibuatnya resah. Hal ini
dapat dikurangi bahkan dapat dicegah dengan cara – cara berikut :
a. Pentingnya kasih saying dan perhatian yang cukup dari orang tua
dalam hal dan keadaan apapun.
b. Pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. Pengekangan
terhadap seorang anak akan berpengaruh terhadap kondisi
psikologisnya. Di hadapan orang tuannya dia akan bersikap baik dan
patuh, tetapi setelah dia keluar dari lingkungan keluarga, dia akan
menggunakannya sebagai pelampiasan dari pengekangan itu.
c. Seorang anak hendaknya bergaul dengan teman yang sebaya, yang
hanya beda 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Hal tersebut
dikarenakan apabila seorang anak bergaul dengan teman yang tidak
sebaya yang hidupnya berbeda, sehingga dia pun bisa terpengaruh
gaya hidupnya yang mungkin belum saatnya untuk dia jalani.
d. Pengawasan yang lebih terhadap media komunikasi, seperti internet,
handphone, dan lain-lain.
e. Perlunya bimbingan kepribadian bagi seorang anak agar dia mampu
memilih dan membedakan mana yang baik untuk dia maupun yang
tidak baik.
24
B. Minat Belajar Mengaji Al Qur’an
1. Pengertian Minat
Beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang
minat, yaitu: Menurut W. S. Winkel, minat adalah kecenderungan yang akan
menetap dalam subjek merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan
merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.7 Namun menurut
Whitherington, minat adalah kesadaran seseorang, bahwa suatu obyek,
seseorang, suatu soal atau suatu situasi mengandung sangkut-paut dengan
dirinya.8 Satu definisi lagi yang perlu dikemukakan disini yaitu yang
dikemukakan oleh Andi Mappiare, minat adalah suatu perangkat mental yang
terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa
takut, atau kecenderungan-kecenderungan lain yang mengarahkan individu
kepada suatu pilihan tertentu.9
Minat yaitu kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu,
perhatian, atau kesukaan. Sedangkan Animo adalah Hasrat dan keinginan
yang kuat (untuk membeli, mengambil, memiliki, dsb). Dari beberapa definisi
tersebut terdapat sebuah kesamaan menurut hemat penulis yaitu adanya
ketertarikan atau keinginan yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan
atau motif.
7 W. S. Winkel S.J, Psikologi Pengajaran, Cet. 2, (Jakarta:
Gramedia, 1989), hlm. 30
8 Carl Whitherington, Psikologi Pendidikan, terj. M. Buchori,
(Jakarta: Aksara Baru, 1983), hlm. 135.
9 Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional,
tt), hlm. 62
25
a. Fungsi Minat
Minat adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi
keberhasilan suatu proses belajar.10
Jika seorang anak memiliki rasa ingin
belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya. Minat merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan orang.
Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang gigih, serius dan tidak mudah
putus asa dalam menghadapi tantangan. Minat berkaitan erat dengan motivasi.
Motivasi dapat dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-
kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu,
dan bila ia tidak suka, maka ia akan berusaha untuk meniadakan atau
mengelakkan perasaan tidak suka itu.
Dengan demikian fungsi minat tidak berbeda dengan fungsi motivasi
yaitu adanya keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal
dari dalam dirinya untuk melaksanakan sesuatu dan juga memberi tujuan dan
arah kepada tingkah laku sehari-hari.11
Nuckols dan Banducci dikutip oleh Elizabeth B. Hurlock menulis
tentang fungsi minat bagi kehidupan anak sebagai berikut:
1) Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita.
2) Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat.
3) Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas minat seseorang.
10
Kurt Singer, Membina Hasrat Belajar Disekolah, terj. Bergman
Sitorus, (Bandung: Remaja Karya, 1987), hlm. 78
11
W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, Cet. 9, (Bandung: Eresco,
1986), hlm. 141
26
4) Minat yang terbentuk sejak masa kanak-kanak sering terbawa seumur
hidup karena minat membawa kepuasan.12
Minat dapat menunjukkan kemampuan untuk memberi stimuli yang
mendorong kita untuk memperhatikan seseorang, sesuatu barang atau
kegiatan, atau sesuatu yang dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman
yang telah di stimuli oleh kegiatan itu sendiri. Dengan kata lain minat dapat
menjadi sebab sesuatu kegiatan dan hasil dari turut sertanya dalam kegiatan
itu. Tujuan berfikir kita dipengaruhi oleh minat kita sendiri yang mempunyai
hubungan pula dengan situasi dimana kita berada.13
Minat yang timbul dari kebutuhan anak-anak merupakan faktor
pendorong bagi anak dalam melaksanakan usahanya. Jadi dapat dilihat
bahwa minat adalah sangat penting dalam pendidikan, sebab
merupakansumber dari usaha. Anak-anak tidak perlu mendapat dorongan dari
luar, apabila pekerjaan yang dilakukannya cukup menarik minatnya.14
Setelah
mengetahui tentang fungsi minat maka guru dapat:
1) Meningkatkan minat anak-anak
2) Memelihara minat yang baru timbul
3) Mencegah timbulnya minat terhadap hal-hal yang tidak baik
12
M. Chabib Thoha, dkk, PBM-PAI di Sekolah, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 1998), hlm. 109-110
13
Lester D. Crow and Alice Crow, Psikologi Pendidikan, terj. Z.
Kasijan, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), hlm. 351
14
Wayan Nurkancana, dkk, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1986), hlm. 230
27
4) Sebagai persiapan untuk memberikan bimbingan kepada anak tentang
lanjutan study atau pekerjaan yang cocok baginya.15
b. Unsur-Unsur Minat
Bertitik tolak dari pengertian minat sebagaimana diuraikan diatas,
maka dapat diketahui bahwa minat memiliki beberapa unsur, yang meliputi:
1) Perasaan senang
Perasaan senang merupakan aktivitas psikis yang didalamnya subyek
menghayati nilai-nilai dari suatu obyek. Perasaan senang ini merupakan
faktor psikis yang nonintelektual, yang khusus berpengaruh terhadap
semangat belajar. Dengan semangat, perasaan anak dalam mengikuti
pembelajaranpun akan terfokus dengan sendirinya. Orang yang
mempunyai perasaan senang terhadap mengaji Al Qur’an tentu segala
usaha akan dilakukan untuk mendapatkan hasil yang baik dan juga
bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran.
2) Perhatian.
Menurut Agus Suyanto, perhatian adalah konsentrasi atau aktivitas jiwa
kita, terhadap pengamatan, pengertian, dan sebagainya dengan
mengenyampingkan yang lain dari pada itu.16
2. Mengaji Al Qur’an
Terkait dengan pembahasan ini, kerangka teoritik mengenai
konsep mengaji perlu diuraikan agar lebih jelas arah dan maksudnya.
15
Ibid, hlm. 230 –231
16
Agus sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Aksara Baru, 1985),
hlm. 89
28
a. Pengertian Mengaji Al Qur’an
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dipaparkan bahwa kata
“mengaji” memiliki beberapa arti, yaitu: 1) Mendaras (membaca) Al
Qur’an, 2) belajar membaca tulisan arab, 3) belajar mempelajari.17
Sedangkan yang dimaksud mengaji disini adalah proses belajar membaca
Al Qur’an oleh anak dengan anak dibimbing oleh ustadz dalam sebuah
majlis ta‟lim. Adapun yang dipelajari dalam mengaji yaitu Al Qur’an,
yang merupakan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril agar dijadikan pedoman hidup
oleh seluruh umat manusia yang ada di dunia.
Karena Al Qur’an adalah kitab suci yang setiap muslim dalam
meraih kemenangan dan kebahagiaan dunia sampai akhirat, maka belajar
Al Qur’an merupakan suatu kebutuhan muslim yang menginginkan
kebahagiaan dunia dan akhirat, hal ini berdasarkan wahyu yang turun
pertama kali yaitu perintah membaca.
b. Tujuan Belajar Mengaji Al Qur’an
Setiap kegiatan yang dilaksanakan dan diusahakan selalu tertumpu
pada suatu tujuan, karena tujuan telah tercakup dalam pengertian usaha.
Dalam belajar Al Qur’an tujuan dapat memberikan rumusan hasil yang
diharapkan dari anak didik atau subyek belajar setelah mengalami proses
belajar. Adapun tujuan belajar Al Qur’an menurut Mahmud Yunus adalah
sebagai berikut:
17
Depdiknas, Kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
pustaka, 2005), hlm. 491
29
1) Memelihara kitab suci dan membacanya serta memperhatikan isinya,
untuk menjadi petunjuk dan pengajaran bagi kita dalam kehidupan di
dunia.
2) Mengharapkan keridlaan Allah dengan menganut I’tikad yang sah dan
mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
3) Mengingat hukum agama yang termaktub dalam Al Qur’an serta
menguatkan keimanan dan mendorong berbuat kebaikan dan menjauhi
larangan.
4) Menanamkan akhlak yang mulia dengan mengambil ibarah dan
pengajaran serta suri tauladan yang baik dari riwayat-riwayat yang
termaktub dalam Al Qur’an.
5) Menanamkan perasaan keagamaan dalam hati dan menumbuhkannya,
sehingga bertambah tetap keimanan dan bertambah dekat hati dengan
Allah.18
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengaji Al Qur’an
termasuk dalam pendidikan yang dilaksanakan guna mendidik mental
generasi bangsa supaya kelak mereka siap menjalankan kehidupan didunia
dan siap menghadapi perkembangan zaman yakni transformasi budaya
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama.
c. Tingkatan Dalam Mempelajari Al Qur’an
Adapun cara mempelajari al-Qur'an dapat dibagi kepada empat
tingkat, yaitu:
18
Prof. Dr. Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan
Agama, (Jakarta: Hilda Karya, 1983), hlm. 61
30
1. Tingkat Pertama, yaitu tingkat mengenal huruf dengan baik dan
membacanya dengan tepat. Bentuk huruf al-Qur'an di awal kata, bentuk di
tengah-tengah kata, dan terletak di akhir kata.
2. Tingkat Kedua, yaitu membaikkan (membaguskan) bacaannya. Dalam
hal ini ada ilmu tersendiri baginya, yaitu apa yang disebut dengan “ilmu
tajwid” (ilmu membaguskan bacaan al-Qur'an).
3. Tingkat Ketiga, yaitu mempelajari maknanya (arti kata-katanya). Karena
al-Qur'an diturunkan Allah dalam bahasa Arab. Allah berfirman:
Artinya:“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf: 2).19
Ayat diatas memiliki intisari tentang hal-hal yang diterangkan dan
yang belum diketahui yaitu hukum-hukum agama, berita-berita para rasul
Allah, hikmah urusan kemayarakatan, prinsip-prinsip kemajuan dan tata
kesopanan berpolitik supaya, memahami ajaran yang diajarkannya. Karena
pensucian jiwa dan berlaku baik adalah hal yang akan membawa kepada
kabahagiaan di dunia dan akhirat.
4. Tingkat Keempat, yaitu mempelajari tafsirnya. Al Qur’an sebagai dasar
pokok ajaran Islam, ia hanya mengemukakan hal-hal yang amat pokok
saja. Tetapi isinya sangat luas dan dalam serta dengan sastra yang amat
19
Depag RI, Al Qur’an Tajwid Warna dan Terjemahnya, hlm.
348.
31
tinggi. Oleh sebab itu, untuk dapat difahami dan dilaksanakan ia
menghendaki penafsiran.20
Dalam membaca Al-Qur'an diperlukan ilmu tajwid. Adapun hukum
belajar ilmu tajwid adalah fardhu kifayah. Tetapi mengamalkan ilmu
tajwid dalam membaca Al-Qur'an adalah fardhu „ain bagi orang Islam,
baik laki-laki maupun perempuan.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Balajar Al Qur’an.
Belajar sebagai proses atau aktivitas dipengaruhi oleh banyak sekali
hal-hal atau faktor-faktor. Diantaranya adalah:
1. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar (faktor internal),
digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Faktor-faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
keadaan jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis
tertentu.
1). Keadaan jasmani pada umumnya
Keadaan jasmani pada umumnya dapat melatar belakangi aktifitas
belajar. Dimana keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya
dengan keadaan jasmani yang kurang segar. Seperti asupan nutrisi
yang cukup agar tidak lesu, lekas mengantuk, lelah dan sebagainya.
20
Syahminan Zaini, Kewajiban Orang Beriman terhadap Al-
Qur'an, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1982), hlm. 150-155.
32
Serta beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu aktifitas
belajar. Seperti penyakit influenza, sakit gigi, batuk dan sebagainya.
2). Keadaan fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-fungsi panca
indera.
Panca indera merupakan hal yang paling penting dalam aktifitas
belajar karena bisa dikatakan sebagai pintu gerbang masuknya
pengaruh ke dalam individu.
b. Faktor-faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis dalam belajar menurut Arden N. Frandsen, yang
dikutip oleh Sumardi Suryabrata dalam buku Psikologi Pendidikan,
antara lain:
1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
2) Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
selalu maju.
3) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru.
4) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru,
dan teman-teman.
5) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran.
6) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.21
21
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,1995), hlm. 249-253.
33
2. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar (faktor eksternal),
digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Faktor-Faktor non sosial
Faktor-faktor non sosial misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca,
waktu (pagi, atau siang, atau malam), tempat (letaknya, pergadungan),
alat-alat yang dipakai untuk belajar (seperti alat tulis-menulis, buku-buku,
alat-alat peraga, dan sebagainya yang biasa kita sebut alat-alat pelajaran).
b. Faktor-faktor sosial
Faktor sosial dalam belajar adalah faktor manusia (sesama manusia), baik
manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi
tidak langsung hadir. Kehadiran orang atau orang-orang lain pada waktu
seseorang sedang belajar, banyak sekali mengganggu belajar. Karena
bisa mengganggu konsentrasi, sehingga perhatian tidak dapat ditujukan
kepada hal yang dipelajari atau aktifitas belajar.
C. Pengaruh Pergaulan Remaja Terhadap Minat Mengaji Al Qur’an Di
Madrasah Diniyah Nurul Huda Desa Watukenongo Kecamatan
Pungging
Remaja yang merupakan generasi muda selama ini diyakini sebagai generasi
penerus bangsa yang akan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Masa remaja
adalah masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa
tersebut banyak ketidaktahuan tentang perkembangan dirinya yang dapat
menimbulkan problematika. Dalam fase ini remaja mempunyai keinginan besar
34
dalam hal seksualitas. Keinginan tersebut mendorong rasa keingintahuan remaja
untuk mencari segala informasi tentang seksualitas, dan para remaja dapat mudah
terpengaruh oleh arus informasi baik yang negatif maupun yang positif. Salah
informasi sekecil apapun bisa memberikan dampak yang luar biasa bagi kehidupan
selanjutnya. Hal tersebut perlu segera diatasi karena para remaja harus diselamatkan
masa depannya.
Remaja santri dalam melakukan kegiatan belajar mengaji Al Qur’an perlu
adanya semangat dan motivasi sebagai faktor pendukung internal. Motivasi atau
minat banyak hal yang mempengaruhinya mulai dari lingkungan, keluarga dan
pergaulan. Pergaulan yang di alami oleh remaja santri di kalangan madrasah
diniyah sangat perlu batasan, oleh sebab itu besar kecilnya minat dalam diri
remaja santri perlu adanya bimbingan dan perhatian dari guru ngaji dan orang tua.
Menurut Ahmad D. Marimba, minat adalah kecenderungan jiwa ke arah
sesuatu, karena sesuatu itu mempunyai arti dan dapat memenuhi kebutuhan kita.22
Sebagaimana pengertian di atas bahwa untuk memenuhi kebutuhan diri maka
seseorang akan cenderung menyukai sesuatu hal yang menarik untuk memenuhi
kebutuhan itu. Jika sikap ini tumbuh dan berkembang pada pola belajar anak didik
maka proses belajar mengajar akan menjadi mudah. Apabila minat dalam diri
siswa tumbuh maka kemampuan membaca Al-Qur’an siswa pun akan meningkat
baik.
Keengganan anak dalam mengaji karena kurang adanya minat lagi dalam
belajar Al Qur’an di madrasah diniyah, padahal minat adalah suatu landasan yang
22 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:
Al-Ma’arif, 1981), hlm, 88
35
paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar.23
Jika seorang santri
ingin belajar suatu disiplin ilmu, maka ia akan cepat dapat mengerti dan
mengingatnya. Begitu juga dalam belajar Al Qur’an yang merupakan kitab suci
umat muslim, apabila anak mempunyai keteguhan yang kuat dalam mempelajari
Al Qur’an maka dalam proses belajar mereka akan tetap semangat.
Hal ini memang sangat disayangkan karena apabila dibiarkan berlarut-
larut maka dapat diprediksikan bagaimana jadinya negeri ini kelak dengan
generasi bangsa yang tidak punya akhlak yang mulia. Bertolak dari uraian di atas
itulah penulis berkeinginan untuk meneliti animo anak dalam belajar mengaji Al
Qur’an.
Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang
melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-
keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri, sehingga dapat diketahui bahwa
minat adalah sumber motivasi yang pokok. Dengan demikian fungsi minat tidak
berbeda dengan fungsi motivasi yaitu adanya keinginan, hasrat, dan tenaga
penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melaksanakan sesuatu
dan juga memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku sehari-hari. Seorang anak
tidak mungkin mencapai sukses dalam segala aktivitasnya tanpa adanya minat.
Minat ini timbul karena sesuatu hal yang membuat anak tertarik perhatiannya.
Kadangkala perhatian ini timbul dari dalam diri si anak sendiri, dan kadangkala
pula timbul dari luar.
23
Kurt Singer, Op.Cit, hlm. 78
36
Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa pergaulan remaja sangat
mempengaruhi minat belajar. Dengan kata lain belajar akan dapat mencapai
prestasi yang baik apabila belajar itu disertai dengan minat dan atau sebaliknya
dia akan gagal bila dalam belajar dia tidak memiliki minat terhadap apa yang ia
pelajari dalam bidang studi yang ia tekuni tersebut.
Dengan demikian pergaulan remaja dan minat mempunyai peranan yang
sangat penting dalam proses mengaji Al Qur’an. Mengaji yang disertai dengan
minat serta motivasi dari orang tua akan mampu menghasilkan kesuksesan
(prestasi yang memuaskan). Maka tercapailah tujuan dalm kegiatan belajar
mengaji Al Qur’an dengan baik.