ETIKA PEMBANGUNAN

download ETIKA PEMBANGUNAN

of 11

Transcript of ETIKA PEMBANGUNAN

ETIKA PEMBANGUNAN Dunia sedang menderita. Wajahnya begitu pucat dan suram. Manusia kontemporer tengah terjerat dalam jejaring pelik problem global yang diciptakannya sendiri. Planet bumi terjerembab dalam krisis ekologi, milyaran penduduknya tercekik oleh ketimpangan ekonomi, dan tata pemerintahannya terjebak dalam keculasan politik yang menciptakan ruang bagi berkecambahnya politisi-politisi petualang tak bertanggung jawab. Sudah terlalu banyak pemimpin politik dan pebisnis ekonomi oportunis yang berwawasan dangkal dan miskin grand vision. Terlalu banyak jawaban lama untuk tantangan-tantangan baru. Hingga gerbang millennium ketiga ini pun, hampir tidak ada mereka yang memiliki visi, tak ada seorang, bahkan nabi sekalipun, dapat meramalkan kemana arah peradaban dan masa depan manusia akan menuju (Hans Kung) Pengertian Etika Menurut Hans Kung etika adalah seperangkat konsensus, sebuah kesepakatan atas nilai, kriteria dan sikap tertentu yang akan digunakan sebagai basis masyarakat dunia yang akan datang.1 Etika global diperlukan karena situasi yang menindas, situasi yang semakin lama semakin menciptakan jurang pemisah antara manusia satu dengan lainnya, dan banyaknnya ketimpangan sosial dalam kehidupan manusia, yang disebabkan oleh sistem tatanan ekonomi politik dan pembangunan dunia yang hanya ingin menciptakan dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Etika global diperlukan untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih harmonis dan lebih memanusiakan manusia sesuai dengan tujuan pembangunan yaitu untuk mengangkat moral dan mensejahterkan masyarakat di sebuah bangsa. Etika global yang dimaksud bukanlah seperangkat ideology atau spectrum baru. Etika global tidak berusaha membuat etika spesifik yang membuat agama dan filsafat menjadi tidak berguna. Maka etika disini bukanlah pengganti Taurat, Zabur, AL-Quran, Injil, Tripitaka, Darmo gandul, Khotbah sang Budha atau ucapan-ucapan Konfusius. Etika global tidak berarti memunculkan sebuah budaya global atau sebuah agama global tunggal. Secara positif, sebuah etika global, sebuah etika dunia, yang1

Hans Kung, Etika Ekonomi Politik Global, Penerbit Qalam. Yogyakarta, 1997. Hal. 157.

1

tidak lain adalah kebutuhan minimum akan nilai, kriteria, dan sikap dasar manusia yang sama. Atau lebih tepatnya, etika global adalah sebuah konsensus dasar tentang nilai-nilai pengikat yang tak terbantahkan bagi semua bidang kehidupan, keluarga dan komunitas, ras, bangsa dan agama, dan sikap dasar yang dikokohkan oleh semua agama meskipun terdapat perbedaan dogmatis, dan yang sesungguhnya dapat juga disumbangkan oleh kaum non beriman. Berangkat dari definisi etika sebagaimana tersebut di atas, etika pembangunan dapat dilihat dalam perbandingan dengan etika bisnis, etika kedokteran, etika lingkungan atau etika-etika praksis dari area serupa. Setiap area praksis selalu memunculkan pertanyaan-pertanyaan etis tentang prioritas dan prosedur, hak dan kewajiban. Menurut Goulet etika pembangunan adalah the examnation of ethical and value questions posed by development theory, planning, and practice. Sedangkan Crocker mendefinisikan etika pembangunan sebagai the ormative or ethical assessment of the ends and means of Third World and Global Development2. Dengan kata lain, etika pembangunan dapat dilihat sebagai satu perhatian tertentu yang mempertanyakan tentang pilihan-pilihan nilai utama yang terdapat dalam proses pembangunan sosial dan ekonomi. Apakah pembangunan yang baik itu? Bagaimana manfaat dan biaya dibagi antara generasi sekarang dan generasi yang akan datang? Siapa yang menentukan dan bagaimana? Apakah hak-hak individu yang harus dipenuhi dan dijamin? Parameter Etika dalam Pembangunan Sebuah etika dapat dipahami dengan menggunakan prinsip dasar (a) setiap manusia harus diperlakukan secara manusiawi dan (b) kebaikan yang kamu lakukan pada dirimu lakukanlah pada orang lain. Dua prinsip ini harus menjadi norma tanpa syarat yang tidak terbatalkan bagi semua bidang kehidupan, ras, bangsa dan agama.2

Amarta Sen menyebutkan bahwa Etika dalam pembangunan dapat pula

Subhilhar, Etika Pembangunan : Kajian Alternatif dalam studi Pembangunan, Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Bidang Ilmu Studi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara, 20 September 2008, hal. 9 10.

2

dilihat melalui beberapa hal. Pertama, kebaikan seseorang dipengaruhi oleh kondisi orang lain (simpati). Kedua, seseorang melakukan sesuatu untuk mendukung orang lain atau sebab lainnya meskipun perbuatan tersebut tidak berkaitan dengan kebaikannya (komitmen)3. Sedangkan Hans Kung berkecenderungan untuk melihat pada aspek komitmen yang meliputi beberapa hal4. Pertama, komitmen pada budaya antikekerasan dan penghormatan pada hidup, Kedua, komitmen pada budaya solidaritas dan tatanan ekonomi yang adil, Ketiga, komitmen pada budaya toleransi dan hidup yang jujur, Keempat, komitmen pada budaya dan hak yang sama dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan. Sebagian besar, etika pembangunan memberikan paling tidak sepuluh keyakinan atau komitmen tentang bidang mereka dan parameter umum untuk dasar etika pembangunan. Pertama, meskipun perkembangan/pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi perbudakan dan meningkatkan praktek pembangunan standar hidup namun menyisakan permasalahan kemakmuran sedikit orang atas kebanyakan orang. Kedua, teori dan mempunyai dimensi-dimensi nilai dan etika dan dapat Ketiga, mengambil manfaat dari konstruksi, kritisme, dan analisis etis.

pembangunan bersifat multi disiplin yang memiliki komponen praksis dan teoritis yang saling berkaitan dalam berbagai cara. Oleh karena itu, etika pembangunan tidak hanya bertujuan memahami hakekat, sebab, dan konsekuensi pembangunan namun juga mempromosikan konsepsi tertentu terkait perubahan yang diinginkan. Ke empat, etika pembangunan berkomitmen untuk memahami dan mengurangi perampasan kemanusiaan dan penderitaan di Negara-negara miskin. Kelima, pemberi bantuan, proyek dan institusi pembangunan harus memiliki komitmen dan konsensus untuk mencari strategi yang memperhatikan kebaikan manusia dan lingkungan. Ke enam, pembangunan dapat dipahami secara deskriptif dan normatif. Secara deskriptif,3

Des Gasper dan Thanh Dam Truong, Deepening Development Ethics : From Economism to Human Development to Human Security, The European Journal of Development Research, Vol. 17, No. 3, September 2005, hal. 380 381. 4 Hans Kung, op cit, Hal. 187.

3

pembangunan dipahami sebagai pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, dan modernisasi yang dapat meningkatkan pendapatan per kapita. Secara normatif, pembangunan adalah institusionalisasi kebijakan yang merealisasikan penyelesaian perampasan sosial dan ekonomi. Ke tujuh, etika pembangunan melakukan penilaian atas (a) prinsip-prinsip etika dasar seperti keadilan, kebeasan, otonmi, dan demokrasi; (b) model dan tujuan pembangunan seperti pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan dengan persamaan, tata ekonomi internasional baru, kebutuhan dasar, pembangunan berkelanjutan, penyesuaian structural, pembangunan manusia, dan pembangunan berkelajutan; (c) strategi, proyek, an institusi tertentu. Ke delapan, etika pembangunan harus diupayakan melalui tingkatan global yang melibatkan Negaranegara miskin. Ke Sembilan, kebijakan pembangunan harus memiliki sensitifitas terhadap konteks. Prinsip dan sarana terbaik tergantung pada sejarah masyarakat politik dan tahapan perubahan sosial. Ke sepuluh, strategi dan model pembangunan bersifat fleksibel dan tidak eksklusif dengan orientasi untuk seluruh manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, ras, suku, dan agama. Pendukung etika pembangunan menolak dua model dalam pembangunan: (a) Memaksimalkan pertumbuhan ekonomi dalam suatu masyarakat tanpa memperhatikan secara langsung untuk mengubah kemakmuran yang lebih besar menjadi kondisi kehidupan manusia yang lebih baik untuk anggotanya, apa yang disebut Amartya Sen dan Jean Dreze kemewahan tanpa tujuan. Yaitu suatu masyarakat yang tidak peduli dengan kesenjangan antara si kaya dan si miskin dan (b) egalitarianisme yang memenuhi kebutuhan fisik dengan mengorbankan kebebasan politik. Menurut pendekatan etika pembangunan, pembangunan haruslah bersifat komprehensif. Yaitu secara langsung dan bersamaan serta berkelanjutan menyentuh segenap aspek-aspek kehidupan manusia. Tidak ada hak istimewa atas aspek tertentu terhadap aspek-aspek lainnya. Hak istimewa terhadap salah satu aspek tertentu akan berarti perampasan atas aspek lainnya yang kemudian melahirkan problematika dalam pembangunan sebagaimana terjadi dalam fenomena pembangunan dewasa ini.

4

Yaitu, ketika aspek ekonomi mendapat perlakuan istimewa maka pendekatan akumulasi kapital (kekayaan) mensubordinasikan kepentingan-kepentingan lain. Termasuk di dalamnya adalah subordinasi kepentingan ekonomi masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap sumber permodalan maupun kepentingan pemeliharaan lingkungan. Orientasi pada liberasi masyarakat miskin tidaklah sepantasnya hanya menjadi rasionalisasi bagi pembolehan ekspansi capital secara luas dan bebas atas dasar akumulasi. Fenomena bahwa liberasi masyarakat miskin pada hakekatnya hanya menjadi dalih bagi kemudahan-kemudahan untuk ekspansi capital banyak ditemukan pada realitas pembangunan di Negara-negara miskin yang melibatkan peran dominan Negara-negara kaya. Implikasinya, pembangunan yang dijalankan tidak membumi pada local wisdom maupun local genius sehingga tidak efektif bagi liberasi masyarakat setempat. Perkembangan Peran dan Signifikansi Etika dalam Pembangunan Meskipun pembangunan memberikan perubahan positif pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, perlu dicatat bahwa pembangunan tidak terlepas dari dampak negatif yang saat ini semakin mendapat perhatian dalam studi pembangunan. Beberapa dampak negatif yang dimaksud antara lain ketimpangan sosial dalam masyarakat, kerusakan lingkungan, malnutrisi, dan berbagai masalah lainnya. Pembangunan, dalam perkembangannya, dipahami sebagai sebuah konsep yang destruktif yang menyebabkan rusaknya aspek-aspek nilai, kultural dan kemanusiaan. Lebih jauh, beberapa realitas yang menunjukkan bahwa konsep pembangunan tidak berjalan dengan semestinya adalah menurunnya pertumbuhan negara-negara termiskin di dunia dari 1,9% ke 0,6% dalam rentang waktu 1960-2000 serta meningkatnya jumlah penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan. Meningkatnya level kemiskinan tersebut juga sejalan dengan fenomena kelaparan yang semakin meluas dalam rentang waktu 1969-2010. Di sisi lain, pemanasan global semakin menunjukkan dampak

5

kerusakan lingkungan, dimana dalam rentang waktu 1990-2100 akan terjadi kenaikan temperatur global antara 1.4 hingga 5.8 derajat celcius dan hal ini akan mengakibatkan kenaikan level air laut antara 0.09-0.88 meter. Tajamnya disparitas pembangunan seperti yang terjadi dalam kawasan tertentu seperti Asia Tenggara, dimana GDP per-kapita Singapura 45 kali lebih besar dari Myanmar, juga menjadi salah satu indikator yang menunjukkan bahwa konsep pembangunan mulai kehilangan makna. Berbagai pembangunan realitas telah tersebut diatas menunjukkan dan bahwa jalannya melibatkan pengorbanan biaya kemanusiaan.

Kemiskinan, kelaparan, disparitas pembangunan dan kerusakan lingkungan terus meningkat di tengah gegap gempita pacuan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju. Penting untuk dilihat bahwa konsep pembangunan selama ini hanya terfokus pada pertumbuhan ekonomi, industrialisasi dan modernisasi yang kemudian mengabaikan aspek-aspek lain seperti tersebut diatas. Hal ini menegaskan perlunya peran etika dalam konsep pembangunan. Etika pembangunan harus melekat secara komprehensif dalam aspek ekonomi, sosial, budaya dan politik untuk dapat menjadi pendekatan alternatif yang efektif dalam studi pembangunan. Signifikansi etika dalam pembangunan berkembang sejalan dengan perkembangan sejarah. Dalam konteks sejarah, munculnya konsep etika dalam pembangunan mulai dicetuskan pada era 1940-an dalam bentuk kritik terhadap kolonialisasi dan pendekatan pembangunan ekonomi yang digagas oleh Gandhi di India dan Raul Prebish di Amerika Latin. Kritik tersebut berlanjut hingga pada era 1970-an dimana beberapa filsuf dari Amerika Serikat seperti Hilary Putnam yang memaparkan bahwa pencapaian kesejahteraan ekonomi mengakibatkan disparitas yang besar antara negara-negara kaya dan miskin di dunia. Putnam menegaskan bahwa dalam pemahaman tersebut, teori tentang etika tidak dapat dipisahkan dalam pendekatan pembangunan ekonomi. Gagasan etika dalam pembangunan semakin kuat saat aktifis seperti Denis Goulet yang banyak diilhami oleh ekonom

6

Prancis, Louis-Joseph Lebret dan ekonom pembangunan seperti Bernard Higgins, Albert Hirschman dan Gunnar Myrdal, menegaskan bahwa development needs to be redefined, demystified, and thrust into the arena of moral debate. Hal senada juga diungkapkan oleh ilmuwan sosiologi Peter Berger yang meyakini bahwa pembangunan cenderung lebih membawa banyak kerugian bagi kaum miskin dan oleh karena itu diperlukan etika politik dan perubahan sosial dalam konsep pembangunan di negara Dunia Ketiga. Perkembangan konsep etika dalam pembangunan juga diwarnai dengan perdebatan tentang kewajiban moral negara-negara kaya untuk memberikan bantuan pangan kepada masyarakat yang menderita kelaparan dalam negaranegara berkembang. Salah satu penggagas utama yang mendukung wacana tersebut adalah Peter Singer dengan argumen ...rich people commit moral wrong in refusing or neglecting to aid the starving poor. Berbeda dengan Singer, ilmuwan Garrett Hardin dengan lifeboat ethics menegaskan bahwa memberi bantuan pangan kepada masyarakat miskin justru hanya akan memperburuk permasalahan. Bagi Hardin, bantuan tersebut justru membuat fenomena kelaparan semakin meluas dan memancing ketergantungan negara-negara miskin akan bantuan dari negara kaya. Gagasan yang kemudian muncul adalah perlunya pendekatan yang lebih komprehensif, empirik dan relevan melalui kebijakan ethics of third world development daripada sebatas etika bantuan. Dalam perkembangannya, perdebatan Hardin-Singer tersebut mendapat perhatian besar dari David A. Crocker dengan ethics of global development. Crocker mengkritik Singer yang tidak secara jelas menyebutkan bentuk kebijakan dalam etika bantuan yang dimaksud, apakah melalui bantuan seperti Oxfam atau melalui bantuan pembangunan. Crocker juga melemahkan argumen Singer dengan klaim bahwa fokus Singer terlalu banyak pada negara-negara kaya sehingga mengabaikan fokus terhadap apa saja yang telah dilakukan negara miskin untuk mengatasi masalah kelaparan yang melanda negara mereka. Lebih lanjut, Crocker juga berpendapat bahwa etika bantuan yang digagas Singer

7

menempatkan negara-negara miskin sebagai pihak pasif, sang penerima bantuan, dan negara kaya sebagai agen penyelamat masalah tersebut. Bagi Crocker, negara miskin juga harus dilibatkan sebagai agen untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi. Crocker menutup kritiknya terhadap Singer dengan menegaskan bahwa kelaparan perlu dipahami sebagai sebuah akibat dari tidak meratanya distribusi kesejahteraan dan kekuasaan. Kritik Crocker tersebut pada dasarnya dikembangkan dari pendekatan konsep pembangunan yang digagas oleh Amartya Sen dengan menempatkan pembangunan sebagai the expansion of peoples valuable capabilities and functionings: what people can or cannot do, e.g., whether they can live long, escape avoidable morbidity, be well nourished, be able to read and write and communicate, take part in literary and scientific pursuits, and so forth. Dengan demikian, dimensi moral dalam pendekatan pembangunan memiliki signifikansi yang sama pentingnya dengan konsep pembangunan itu sendiri, yang kemudian semakin menegaskan pentingnya peran dan nilai etika dalam mengimbangi pembangunan, khususnya pertumbuhan ekonomi. Etika Pembangunan (tidak) sama dengan Anti Pembangunan Pembangunan dalam pelaksanaannya seringkali dikatakan memiliki dampak destruktif yang besar bagi kehidupan manusia. Istilah anti pembangunan kemudian muncul terkait hal ini. Pembangunan, meski pada awalnya bertujuan untuk kepentingan kemaslahatan manusia, ternyata mampu memunculkan dampak-dampak sampingan yang justru mengancam dan malah merugikan bukannya menguntungkan. Pembangunan oleh Goulet dalam The Cruel Choice: A New Concept in the Theory of Development (1971) dikatakan telah menjadi penyebab penderitaan manusia dan kehilangan tujuan awalnya yaitu mensejahterakan kemanusiaan5. Peter Berger dalam Pyramids of Sacrifice (1974) juga menyatakan bahwa pembangunan5

Crocker, David A. 2008. Ethics of Global Development: Agency, Capabilty, and Deliberative Democracy. New York: Cambridge University Press. Hal 4.

8

lebih banyak mengorbankan ketimbang menguntungkan rakyat kecil. Di negara Dunia Ketiga, yang sangat diperlukan demi mengatasi permasalahan pembangunan seperti kemiskinan adalah keterlibatan etika politik yang diterapkan pada perubahan sosial yang terjadi. Lebih lanjut Berger menyatakan bahwa suatu perbincangan tentang masalah-masalah kemiskinan dunia yang menyedihkan tidak dapat dianggap manusiawi kalau mengabaikan pertimbangan-pertimbangan etis. Dan suatu etika politik tidak pantas disebut dengan nama itu kalau mengabaikan permasalahan penting yaitu Dunia Ketiga6. Etika dalam pembangunan selanjutnya menjadi hal yang semestinya berjalan berdampingan seiring dengan proses pembangunan yang dilakukan. Untuk sematamata menolak pembangunan sekiranya menjadi hal yang mustahil dilakukan bila melihat tuntutan globalisasi dan modernitas yang terjadi. Dalam pengertian deskriptifnya sendiri, pembangunan biasa dikaitkan dengan proses pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi yang menuju pada peningkatan GDP (Gross Domestic Product) yang tinggi. Melihat hal ini, pembangunan kemudian menjadi sesuatu yang mendapat dukungan namun juga menuai kritik pada saat yang bersamaan. Pendekatan etika dalam pembangunanlah yang kemudian bertugas menyampaikan kritiknya terhadap keberlangsungan pembangunan. Apabila secara deskriptif, pertumbuhan ekonomilah yang menjadi parameter keberhasilan pembangunan, etika adalah tolak ukur pembangunan secara normatif. Dengan demikian, pembangunan selayaknya baru bisa dikatakan sepenuhnya berhasil apabila telah sanggup memenuhi parameterparameter baik dari segi fisik maupun norma. Ketika pembangunan hanya dipahami secara deskriptif dalam istilah-istilah pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, dan modernisasi yang menjadikan GDP sebagai indicator utama maka pertanyaan-pertanyaan etika akan mudah dipersepsi sebagai anti pembangunan. Tidak dapat dipungkiri bahwa perspektif pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, dan moderninasi hanya berkutat pada efisiensi sebagai6

Berger, Peter L. 2004. Piramida Kurban Manusia: Etika Politik dan Perubahan Sosial. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Hal xxx.

9

keniscayaan. Hal-hal yang menghambat efisiensi disamakan dengan menghambat pembangunan. Logika akumulasi kapital (kekayaan) senantiasa menekankan pada pembebasan hambatan-hambatan bagi berlakunya ekspansi capital secara massif termasuk masalah etika. Berdasarkan fungsi utama etika pembangunan yang meliputi (a) Mengangkat nilai-nilai sebagai suatu kebutuhan (needs) bukan sekedar kemauan (wants); berbasis pada keadilan (justice) bukan sekedar sedekah (charity); keadilan yang bukan bersifat individual atau perilaku tetapi terstruktur dan terlembaga; dan tidak sekedar memanipulasi sumber-sumber (kekayaan, kekuasaan, informasi, dan pengaruh); (b) Memformulasikan strategi-strategi yang etis dalam pemecahan masalah pembangunan; dan (c) Menemukan jalan yang menggambarkan alternatif proses perencanaan yang layak (secara teknis, politik, dan etika), maka etika pembangunan tidaklah dapat serta merta dinyatakan sebagai anti pembangunan. Etika pembangunan terfokus pada lintasan masyarakat manusia dan jalan hidup individu yang membentuk masyarakat. Agendanya semakin urgen dalam menghadapi globalisasi dan berbagai dampaknya. Kita membutuhkan kerangka kerja etika global. Pendekatan pembangunan manusia menjadikannya analisis terpadu trans-disipliner tentang pembangunan. Pendekatan pemenuhan kebutuhan (jaminan) dasar bagi setiap orang diperbarui dengan menghubungkan hak asasi manusia dengan reformulasi keamanan manusia. Hal ini kondusif bagi universalisme etika dalam hal rasa kebersatuan simpati dan komitmen global- yang masih membutuhkan pendasaran yang lebih empatik dan menonjol. Etika pembangunan perlu lebih diperdalam untuk melayani secara lebih baik mereka yang secara langsung terkena dampak proses globalisasi. Kerentanan dan kapabilitas merupakan dua sisi dari satu keping manusia. Kebaikan kepedulian menghubungkan keduanya, dan harus didorong untuk memungkinkan tercapainya solidaritas dan keadilan social. Pendalaman seperti itu akan membantu untuk membentuk tanggung jawab dan timbal balik moral antar orang-orang sebagai warga Negara dalam suatu Negara dan antar warga Negara dari Negara yang berbeda.

10

Daftar Pustaka Berger, Peter L, Piramida Kurban Manusia: Etika Politik dan Perubahan Sosial. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004. Crocker, David A, Ethics of Global Development: Agency, Capabilty, and Deliberative Democracy. New York: Cambridge University Press, 2008. Gasper, Des dan Thanh Dam Truong, Deepening Development Ethics : From Economism to Human Development to Human Security, The European Journal of Development Research, Vol. 17, No. 3, September 2005. Kung, Hans, Etika Ekonomi Politik Global, Penerbit Qalam. Yogyakarta, 1997. Subhilhar, Etika Pembangunan : Kajian Alternatif dalam studi Pembangunan, Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Bidang Ilmu Studi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara, 20 September 2008.

11