ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM KITAB WASHOYA KARYA...
Transcript of ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM KITAB WASHOYA KARYA...
ETIKA MENUNTUT ILMU
DALAM KITAB WASHOYA
KARYA MUHAMMAD SYAKIR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Disusunoleh
RISA ROSIANA S.
111-13-137
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
ii
iii
DEKLARASI
بسم اهلل الرمحن الرحيم
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang
munaqosah skripsi.
Skripsi ini diperkenankan untuk dipublikasikan pada e-repository IAIN
Salatiga.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 12 Juni 2017
Penulis
RISA ROSIANA S
111-13-137
iv
v
vi
vii
MOTTO
هللا ٠شفع هللا از٠ دسجبد ع را ا أ از٠ ى ا ا
خج١ش ب رع ث
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat (Q.S Al-Mujadalah : 11)
viii
PERSEMBAHAN
Dengan segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Penulis persembahkan skripsi ini untuk:
1. Bapak K.H. Muhammad Zoemri RWS (alm) dan Ibu Nyai Hj. Latifah
selaku Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Salatiga.
2. Orangtua tercinta Bapak Sugiyanto dan Ibu Sri Rahayu yang telah
mencurahkan segala pengorbanan dan do‟a restu beliau yang tiada henti.
3. Adik tersayang Riga Al Ghozali Sugiyanto yang telah memberikan
motivasi dan semangat.
4. Simbah Sutarmin dan Simbah Sri Murwati (almh) yang selalu memberikan
kasih sayangnya sejak kecil sampai sekarang.
5. Guru-guru yang telah memberikan semua ilmunya tanpa kenal waktu dan
lelah.
6. Teman-teman seperjuangan di pondok tercinta PonPes Al Falah Salatiga.
7. Teman-teman PAI angaktan 2013, teman PPL dan KKN angkatan 2013
yang sudah memberikan dukungan dalam pengerjaan skripsi ini.
8. Buat calon imam yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan do‟a
restu.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikumWr. Wb.
Bismillahirrohmanirrohiim, Alkhamdulillah segala puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta
inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya karya Muhammad Syakir”.
Shalawat serta salam semoga senantiasa penulis sanjungkan kepada
baginda Nabi Agung Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membimbing
manusia dari zaman kegelapan hingga terang benderang. Semoga kita semua
diakui sebagai umatnya yang kelak mendapatkan syafaatnya di akhirat.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat penyelesaian gelar
Sarjana pada jenjang Strata Satu, di Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak
bantuan yang telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material,
maupun spiritual.
Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu penyusunanskripsi ini, kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Bapak Yahya, S.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis dalam menempuh studi di IAIN Salatiga.
x
5. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo. M.Ag. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelsaikan skripsi.
7. Keluarga dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan
motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
8. Keluarga Ndalem K.H Muhammad Zoemri RWS (alm) yang telah
memberikan ridlo dan bimbingan dalam menuntut ilmu.
9. Keluarga besar Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah, para asatidz
asatidzah dan kawan-kawan santri putri dan santri putra yang telah
mengajari mendewasakan diri setiap harinya dalam warna-warni
kehidupan.
10. Teman-teman jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2013 yang telah
memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan di IAIN
Salatiga.
Semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
dapat menambah ilmu untuk para pembaca. Penulis sangat menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Untuk
itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan
skripsi ini.
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb.
Salatiga, 12 Juni 2017
Penulis
RISA ROSIANA S
11113137
xi
ABSTRAK
Rosiana S, Risa. 2017. Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya Karya
Muhammad Syakir. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:
Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag.
Kata Kunci: Etika Menuntut Ilmu, Washoya Al Aba‟ Lil Abnaa‟
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui etika menuntut ilmu
dalam kitab Washoya Al Aba‟ Lil Abnaa‟ karya Muhammad Syakir. Pertanyaan
yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah biografi Muhammad Syakir, etika
menuntut ilmu dalam kitab Washoya dan relevansi kitab Washoya untuk zaman
kekinian.
Metode penelitian yang digunakan yaitu literature (kepustakaan).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan
cara mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku,
artikel atau lainnya yang bersangkutan dengan skripsi ini. Pengumpulan data
dibagi menjadi dua sumber yaitu data primer dan data sekunder. Kemudian data
dianalisis menggunakan metode deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa etika menuntut ilmu dalam kitab
Washoya Al Aba‟ Lil Abnaa‟ meliputi: belajar dengan sungguh-sungguh,
semangat dalam menuntut ilmu, menghormati guru dan teman, berdiskusi,
pemahaman, tawadlu‟, menghargai waktu, dan lain sebagainya. Diskusi
merupakan aspek dalam menuntut ilmu yang masih melekat dan masih digunakan
dalam proses belajar mengajar sampai saat ini. Sebab di dalam diskusi murid
mampu mengambil manfaatnya antara lain dapat menghargai pendapat orang lain,
meningkatnya rasa percaya diri, dapat memberikan pertolongan sesama teman
yang belum mengerti. Sikap tawadlu‟ dan tidak boleh takabur merupakan suatu
sikap yang harus ditanamkan sejak dini oleh penuntut ilmu sebab keduanya
merupakan pondasi agar kelak tidak sombong terhadap orang lain. Relevansi etika
menuntut ilmu dalam kitab Washoya Al Aba‟ Lil Abnaa‟ dalam masa kekinian
dapat menjadi solusi dalam memperbaiki akhlak, khususnya dalam menghadapi
zaman kekinian.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
HALAMAN BERLOGO........................................................................................ ii
HALAMAN DEKLARASI................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................................. iv
HALAMAN NOTA PEMBIMBING.....................................................................v
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... vi
MOTTO.................................................................................................................vii
PERSEMBAHAN................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR............................................................................................ix
ABSTRAK.............................................................................................................xi
DAFTAR ISI........................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 8
D. Manfaat Hasil Penelitian................................................................ 9
E. Definisi Operasioal......................................................................... 9
F. Metode Penelitian.......................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan.................................................................... 15
xiii
BAB IIBIOGRAFI
A. Latar Belakang Historis................................................................... 16
B. Nasab dan Kelahiran Syekh Muhammad Syakir............................. 17
C. Riwayat Pendidikan dan Karir Syekh Muhammad Syakir.............. 19
D. Guru-Guru Syekh Muhammad Syakir............................................ 21
E. Hasil Karya Syekh Muhammad Syakir........................................... 22
F. Gambaran Kitab Washoya............................................................... 25
BAB IIILANDASAN TEORI
A. Pengertian Etika Menuntut Ilmu...................................................... 27
B. Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya.................................... 28
C. Pokok Bahasan tentang Etika Menuntut Ilmu.................................. 31
1. Belajar Dengan Sungguh-Sungguh............................................ 31
2. Semangat Dalam Menuntut Ilmu............................................... 32
3. Menghargai Waktu.................................................................... 32
4. Pemahaman............................................................................... 33
5. Diskusi........................................................................................ 34
6. Saling Menghormati................................................................... 35
7. Akhlak Kepada Guru................................................................. 35
8. Akhlak Kepada Teman/Saudara................................................ 36
9. Menuntut Ilmu Harus Tawadlu‟................................................ 40
10. Tidak Boleh Takabur................................................................. 40
xiv
BAB IV ANALISIS
A. Analisis Etika Menuntut Ilmu ....................................................... 41
B. Relevansi Etika Menuntut Ilmu dikaitkan dengan Kekinian......... 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 57
B. Saran.............................................................................................. 60
C. Penutup.......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk Allah yang sempurna. Diciptakan oleh Allah
SWT dengan berbagai keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Akal merupakan salah satu keistimewaan yang dimiliki setiap manusia.
Dengan akal, manusia dapat memperoleh ilmu. Dengan ilmu tersebut manusia
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Ilmu merupakan
sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh ketentraman hidup baik di
dunia maupun di akhirat kelak.
Ilmu menjadi sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh
kesejahteraan dunia maupun akhirat, maka mencari ilmu hukumnya wajib.
Mengkaji ilmu itu merupakan pekerjaan mulia, karena banyak orang yang
keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu dengan didasari iman kepada Allah
SWT. Maka semua di bumi mendoakannya. Karena mencari ilmu itu
pekerjaan yang memerlukan perjuangan fisik dan akal, maka Nabi pernah
bersabda bahwa orang yang keluar untuk mencari ilmu akan mendapatkan
pertolongan dari Allah, karena Allah suka menolong orang yang mau
bersusah payah dalam menjalankan kewajiban agama (Juwariyah, 2010: 141).
Dalam hal ini telah dipahami bahwa yang menjadi kewajiban adalah
suatu rangkaian kegiatan menuntut ilmu, bukan pada banyaknya ilmu yang
2
harus dicapai. Dalam proses menuntut ilmu, terjadi interaksi edukatif yang
mana melibatkan guru maupun murid. Guru bertanggung jawab untuk
mengembangkan seluruh potensi muridnya, baik potensi afektif, kognitif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam (Rasyidin dan
Nizar, 2005: 41). Sementara seorang murid tentu harus merespon usaha
seorang guru yang menjadi partnernya dalam proses menuntut ilmu dan
merespon ilmu yang telah didapatkannya.
Usaha seorang murid dalam memberikan respon yang positif terhadap
guru dan ilmu yang didapatkan bisa diwujudkan dengan menampilkan sikap
berperilaku sesuai etika, moral dan akhlak yang baik dalam proses menuntut
ilmu.
Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang
diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya. Pada
hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh
suatu komunitas, sementara etika umumnya lebih dikaitkan dengan prinsip-
prinsip yang dikembangkan diberbagai wacana etika (Manpan Drajat dan M.
Ridwan Effendi, 2014: 7).
Etika berkaitan dengan pemikiran dan cara bersikap dalam kerangka
pemikiran, etika terdiri dari evaluasi masalah dan keputusan yang
diprioritaskan seseorang, misalnya anggota organisasi untuk menghindari
akibat yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, sementara dalam
pengertian perilaku, etika erat hubungannya dengan keputusan yang sejalan
3
dengan seperangkat pedoman yang menyangkut perolehan yang mungkin dan
akibat yang merugikan orang lain (R. Waine Pace san Don F, 2000: 542).
Bagi para sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari
lingkungan budaya tertentu (Zaim Elmubarok, 2008: 27).
Berdasarkan penjelasan diatas kita dapat memahami makna etika yang
secara garis besar merupakan perbuatan atau sikap yang dilakukan oleh
manusia bukan berdasarkan ego pribadi yang bersumber pada kebudayaan.
Selain itu pula, etika sering diartikan sebagai norma-norma kepantasan
(etiket), yakni apa yang ada dalam bahasa Arab disebut adab atau tata
kerama. Oleh karena itu, ajaran tentang etika dalam makna yang luas
mencakup tentang keseluruhan pandangan dunia dan pandangan hidup. Dari
khazanah sosial pun lahir konsep-konsep etika semisal etika bisnis, etika
politik, etika kedokteran, etika pendidikan atau keguruan dan lain sebagainya.
Selain menjabarkan pengertian tentang etika, penulis akan
membicarakan mengenai moral. Moral dapat diartikan sebagai suatu
dorongan untuk melakukan perbuatan maupun tidak melakukan perbuatan
melalui indera kita yang mana sesuai dengan etika. Menurut Rachmat
Djatmika (1996: 26), “kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan
ethos yang menjadi etika”. Sedangkan moral dalam bahasa Inggris dapat
diartikan sebagai dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang berkaitan dengan etika. Lain lagi dengan
pendapatnya David Hume (Franz Suseno, 1997: 126) bahwasanya moralitas
merupakan sistem tata nilai yang berdasarkan pada fakta dan pengamatan
4
indera dan pengalaman perasaan pada diri manusia, yang pada gilirannya
memberikan pertimbangan-pertimbangan moral saat kita meski berbuat.
Selain konotasi maknanya dekat dengan etika, kata moral selalu
diidentikkan juga dengan akhlak, tetapi tekanannya pada sikap seseorang
terhadap nilai baik buruk, sehingga moral sering dihubungkan dengan
kesusilaan atau perilaku susila. Jika etika masih ada dalam tataran konsep
maka moral sudah ada pada tataran terapan (Achamd Mubarok, 2009: 91).
Etika dan moral sebenarnya merupakan bagian dari akhlak, oleh
karena itu pembicaraan akhlak sangatlah luas. Islam sangat menganjurkan
umatnya untuk berbuat baik dan memperbaiki akhlak demi terciptanya
keharmonisan, melindungi hak dan kewajiban masing-masing individual serta
masyarakat. Sehingga kebutuhan akan norma-norma, tata tertib, tata
kesopanan dan tata moral mutlak dibutuhkan karena akhlak dijadikan tolak
ukur hancur dan damainya suatu negara.
Kata “akhlaq” sebenarnya jamak dari kata ”khuluqun”, artinya
tindakan. Kata ”khuluqun” sepadan dengan kata “khalqun”, artinya kejadian
dan kata “khaliqun”, artinya pencipta dan kata “makhluqun”, artinya yang
diciptakan. Dengan demikian, rumusan terminologis dari akhlak merupakan
hubungan erat antara Khaliq dengan makhluk serta antar makhluk dengan
makhluk (Hamzah Ya‟qub, 1993: 11).
Sedangkan menurut Muslim Nurdin akhlak adalah sistem nilai yang
mengatur pola sikap dan tindakan manusia di atas muka bumi. Sistem nilai
5
yang dimaksud adalah ajaran Islam yang berpedoman kepada al-Qur‟an dan
as-Sunnah Nabi Muhammad Saw sebagai sumber utama, ijtihad sebagai
sumber berfikir Islami (Ahmad Tafsir, 2004: 308).
Akhlak tidak hanya sekedar the art of living yang mengajarkan
bagaimana cara hidup bahagia, atau bagaimana memperoleh kebahagiaan
tetapi juga merupakan ilmu yang harus dipelajari dan dipraktikkan sebelum
ilmu yang lainnya, bahkan ia menjadi bukti kualitas iman seorang mukmin.
Ibnu Miskawaih melalui Tahszibul Akhlaq, al-Farabi melalui Tahshilus
Sa‟adah, dan al-Amiri melalui as-Sa‟adah wal Is‟ad-nya menjelaskan bahwa
akhlak yang baik adalah salah satu cara untuk mendapatkan kebahagiaan,
karena memang kebahagiaan merupakan tujuan utama akhlak (Mulyadi,
2005: 67).
Kedudukan etika dan akhlak murid dalam lingkungan pendidikan
menempati tempat yang paling penting sekali. Sebab apabila murid
mempunyai etika yang baik, maka akan baik pula lahir dan batinnya, akan
tetapi etika dan akhlaknya buruk, maka rusaklah lahir dan batinnnya.
Etika dan akhlak dalam sebuah kegiatan belajar mengajar antara guru
dan murid merupakan satu hal yang sampai saat ini masih menjadi buah bibir
pendidikan di Indonesia. Sering kita dapati dalam media massa tentang
rusaknya etika yang telah mengikiskan praktisi pendidikan baik dari segi
guru maupun murid. Kasus yang belakangan ini mengguncangkan dunia
pendidikan adalah seorang guru SMP swasta di Sidoarjo dilaporkan ke polisi
6
dan diseret ke Pengadilan Negeri Sidoarjo atas dugaan penganiayaan. Lain
tempat lain ceritanya. Di kota Serang terdapat kasus pencabulan yang
dilakukan oleh salah satu oknum Guru SMK di kota Serang terhadap
siswinya. Pencabulan tersebut dilakukan di ruang OSIS.
Berbeda lagi di Kabupaten Bengkulu Utara. Di SMP Negeri 3 Kerkap
di Desa Tanjung Putus Kecamatan Kerkap. Seorang guru harus menderita
patah tulang hidung setelah ditinju oleh muridnya sendiri yang tidak terima
setelah ditegur lantaran berbuat kesalahan di ruang kelas
(http://pojoksatu.id:30/3/2017).
Melihat beberapa kasus di atas menunjukkan bahwa etika seorang
murid kurang begitu dipahami oleh murid dan belum melekat pada jiwa
murid. Sehingga menjadikan seorang murid berani dengan sang guru.
Secara historis, memang etika guru dan murid sedikit demi sedikit
sudah mulai terkikis oleh arus globalisasi. Banyak murid yang tidak
menghormati gurunya sehingga mengakibatkan ilmu yang dimiliki menjadi
tidak manfaat dan tidak barokah. Menyangkut hal ini, Sa‟id Hawwa (2006:
410) menegaskan bahwa, “Etika yang buruk membuat seseorang mustahil
bisa mengambil ilmu dan manfaat dari para syekhnya”. Dengan kata lain,
seorang murid harus senantiasa menghormati gurunya agar mendapatkan
ilmu yang manfaat dan barokah. Begitupun sebaliknya, guru harus senantiasa
menyayangi dan membimbing muridnya seperti anaknya sendiri sehingga
tugasnya sebagai pendidik tersampaikan dengan baik.
7
Pada masa sekarang masih banyak ditemukan adanya kekeliruan
bagaimana dalam menuntut ilmu dengan baik sesuai dengan tata krama yang
ada. Pada saat belajar di sekolah, anak tidak patuh terhadap gurunya yang
telah memberikan ilmu kepadanya. Guru merupakan sosok yang terpenting
dalam lingkup menuntut ilmu. Setelah itu pada saat guru menerangkan
pelajaran yang disampaikan, murid lebih memilih untuk mengobrol dengan
temannya sebangku atau melakukan aktivitas yang lainnya sehingga tidak
memperhatikan apa yang disampaikan oleh sang guru.
Guru juga merupakan spiritual father (bapak ruhani) bagi muridnya
yang senantiasa memberi santapan jiwa dengan ilmunya (Soeharto, 2006:
120). Oleh karena itu, sudah seyogyanya beretika yang baik dan berakhlak
yang mulia, baik kepada dirinya sendiri maupun dalam proses belajar
mengajar. Sehingga apa yang dicita-citakan oleh keduanya dapat
terealisasikan dengan baik yaitu bahagia dunia dan akhirat.
Salah satu kitab yang membahas tentang etika yang baik, terutama
etika menuntut ilmu adalah kitab Washoya al-Aba‟ Lil-Abnaa‟ yang dikarang
oleh Syekh Muhammad Syakir. Syekh Muhammad Syakir merupakan
seorang „alim yang mulia dan penulis yang produktif, seorang pembaharu
Universitas Al-Azhar. Beliau lahir di Jurja, Mesir pada pertengahan Syawal
tahun 1282 H bertepatan pada tahun 1863 M. dan wafat pada tahun 1939 M.
ayahnya bernama Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits (Martin, 1995:
160). Keluarga Syekh Muhammad Syakir telah dikenal sebagai kelurga yang
paling mulia dan yang paling dermawan di kota Jurja (Abdullah). Lewat
8
kitabnya Washoya, beliau memberikan gambaran tentang etika menuntut
ilmu yang mana beliau berpesan jikalau belajar dengan sungguh-sungguh dan
penuh semangat. Kemudian beliau juga berwasiat untuk membaca dan
memahami dengan penuh kesungguhan pelajaran yang diajarkan guru.
Apabila menemukan kesulitan jangan ragu untuk bertanya dan
mendiskusikan dengan teman, dan masih banyak lagi. Dari sinilah penulis
akan memfokuskan untuk meneliti tentang etika menuntut ilmu.
Beranjak dari latar belakang yang sudah penulis paparkan di atas,
maka Penulis mencoba menyusun sebuah skripsi dengan mengangkat judul
tentang “ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM KITAB WASHOYA
KARYA MUHAMMAD SYAKIR”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran masalah di atas, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi Syekh Muhammad Syakir?
2. Bagaimana etika menuntut ilmu dalam kajian kitab Washoya karangan
Syekh Muhammad Syakir?
3. Bagaimana relevansi kitab Washoya tentang etika menuntut ilmu dalam
konteks kekinian?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui biografi Syekh Muhammad Syakir
9
2. Untuk menjelaskan etika menuntut ilmu dalam kajian kitab Washoya
karangan Syekh Muhammad Syakir.
3. Untuk mengetahui relevansi kitab Washoya tentang etika menuntut ilmu
dalam konteks kekinian.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam
penulisan skripsi ini yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi para
akademis khususnya Penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang
keterkaitan kitab Washoya dengan adab menuntut ilmu. Dengan ini
diharapkan dapat memperluas kepustakaan yang dapat menjadi
referensi penelitian-penelitian selanjutnya.
b. Untuk menambah wawasan bagi Penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
a. Agar dapat memberikan gambaran pada murid akan etika yang baik
dalam kehidupan sehari-hari sebagai pribadi yang baik terutama
dalam etika menuntut ilmu dalam proses pembelajaran.
b. Memberikan pengetahuan khususnya bagi para penuntut ilmu untuk
selalu memperhatikan guru dalam proses belajarnya.
10
c. Dapat dijadikan bahan acuan bagi para penuntut ilmu agar
mempunyai akhlaqul karimah dan berkarakter baik.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan pembaca dalam memahami istilah
dalam judul penelitian ini, maka perlu adanya penjelasan definisi-definisi
operasionalnya. Beberapa istilah yang dipandang perlu untuk dijelaskan
adalah sebagai berikut:
1. Etika
Franz Magnis Suseno adalah seorang guru besar filsafat sosial, ia
mengemukakan di dalam bukunya. Bahwa etika adalah usaha manusia untuk
memakai akal budi daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia
harus hidup kalau ia mau menjadi baik (Franz Magnis Suseno, 1987: 17).
Sedangkan Amin dalam Minarno (2010: 17) juga berpendapat bahwa
etika merupakan ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia, menyatakan
tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam perbutan mereka, dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Dari pendapat di atas, Peneliti sepakat dengan pendapatnya Minarno
dalam bukunya Pengantar Bioetika menjelaskan mengenai etika.
Syekh Muhammad Syakir merupakan seorang „alim yang mulia dan
penulis yang produktif, seorang pembaharu Universitas Al-Azhar. Beliau
lahir di Jurja, Mesir pada pertengahan Syawal yahun 1282 H bertepatan pada
11
tahun 1863 M. dan wafat pada tahun 1939 M. ayahnya bernama Ahmad bin
Abdil Qadir bin Abdul Warits (Martin, 1995: 160).
2. Kitab Washoya
Kitab Washoya merupakan salah satu kitab karangan dari Syekh
Muhammad Syakir. Judul lengkapnya yaitu Kitab Washoya Al-Aba‟ Lil-
Abnaa‟. Kitab ini sangatlah penting sebab di dalam kitab tersebut
memaparkan tentang keseharian kita. Kitab Washoya menjadi pelajaran di
Madrasah-madrasah dan Pondok-pondok Pesantren. Di Madrasah dan
Pondok Pesantren mengkaji kitab Washoya merupakan pelajaran yang wajib,
ketika santri/murid mulai belajar sebab di dalam kitab Washoya ini berisi
tentang nasehat seorang bapak untuk anaknya tersayang. Adapun tema-tema
yang terdapat dalam kitab Washoya diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Nasehat guru kepada muridnya
b. Wasiat bertaqwa kepada Allah
c. Hak dan kewajiban terhadap Allah dan rasulnya
d. Hak dan kewajiban terhadap kedua orang tua
e. Hak dan kewajiban terhadap teman
f. Adab dalam menuntut ilmu
g. Adab belajar, mengkaji ulang dan diskusi
h. Adab olah raga dan berjalan di jalan umum
i. Adab majelis dan kuliah
j. Adab makan dan minum
k. Adab beribadah dan masuk masjid
12
l. Keutamaan berbuat jujur
m. Keutamaan amanah
n. Keutamaan dalam „iffah
o. Keutamaan muruah (kurang menjaga kehormatan diri), syahamah
(mencegah hawa bafsu) dan „izzatin nafsi (kemuliaan diri)
p. Ghibah, namimah, hiqd, hasad dan takabbur
q. Keutamaan tobat, roja, khauf, sabar dengan bersyukur
r. Keutamaan beramal dan mencari rezeki yang disertai tawakal serta
zuhud
s. Keutamaan ikhlas dengan niat Lillahi Ta‟ala dalam setiap amal
t. Wasiat terakhir
u. Keistimewaan membaca surat Al Ikhlas
F. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu suatu bentuk penelitian terhadap literatur
dengan pengumpulan data atau informasi dengan bantuan buku-buku
karangan Syekh Muhammad Syakir yang berkaitan dengan pemikirannya
tentang etika menuntut ilmu, yang ada di perpustakaan dan materi
pustaka lainnya.
Sebagai bahan parameter analisis perbandingan yang dimaksud
dengan library research adalah penelaahan kepustakaan yakni penelitian
13
yang berusaha mencari teori-teori, konsep-konsep generalisasi yang dapat
dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan.
Dalam hal ini Arif Furchan, (1982: 98), menegaskan bahwa
penelitian kepustakaan yang dimaksud adalah studi yang sumbernya
digali dari buku-buku, disertai dengan indeks penerbitan berkala (majalah
atau surat kabar), sistem penyimpanan dan pencarian informasi.
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan dikaji
dalam permasalahan. Karena sifat dari penelitian literer, maka datanya
bersumber dari literatur. Adapun yang menjadi sumber data primer
adalah kitab Washoya karangan Syekh Muhammad Syakir.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-
buku yang berisi tentang etika yang mendukung dalam pembahasan
skripsi ini yang ada didalamnya, diantaranya:
1) Eko Budi Minarno. Pengantar Bioetika.
2) Toto Soeharto. Filsafat Pendidikan Islam.
3) Buku-buku pendukung lainnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan
ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research)
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
14
a. Membaca buku-buku sumber, baik primer maupun sekunder
b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdapat
dalam buku-buku sumber
c. Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan
serta mengklasifikasi sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam
bentuk bab per bab.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah analisis atau content analysis. Analisis ini adalah metode yang
digunakan untuk menganalisis teks, sifatnya terus terang dan mengandung
makna yang tersurat (Sarosa, 2012: 71). Krippendroff juga mendefinisikan
bahwa Content Analysis sebagai metode yang replikabel dan valid untuk
membuat inferensi-inferensi khusus dari sebuah teks pada pernyataan-
pernyataan lain dari sumbernya (Emzir, 2011: 285).
Dalam menganalisis data dari pengumpulan data yang telah
dilakukan penulis menggunakan analisis data sebagai berikut:
a. Deskriptif
Sebagai pembahasan yang bersifat literal, maka segala sesuatu
yang berhubungan dengan topik pembahasan hasil penelitian secara apa
adanya sejauh yang penulis peroleh. Adapun teknik deskriptif yang
penulis pergunakan adalah analisis kualitatif. Dengan analisis ini akan
diperoleh gambaran sistematika mengenai isi buku untuk diteliti isinya.
15
b. Content Analysis
Metode ini digunakan untuk memperoleh pemahaman isi dan
makna dari berbagai data dalam penelitian, yang analisis ini
menghendaki objektivitas, pendekatan sistematik, dan generalisasi, baik
yang mengarah pada isi maupun yang mengarah pada makna, terutama
dalam perbuatan dan penarikan kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan karya ilmiah harus bersifat sistematis, didalam penulisan
skripsi ini pun harus dibangun secara berkesinambungan. Dalam penulisan
skripsi ini terdiri dari lima bab yang isinya adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Biografi Syekh Muhammad Syakir meliputi tentang nasab
dan kelahiran Syekh Muhammad Syakir, latar belakang pendidikan Syekh
Muhammad Syakir, pekerjaan Syekh Muhammad Syakir, karya-karya Syekh
Muhammad Syakir, dan deskripsi singkat tentang kitab Washoya.
Bab III : Deskripsi Pemikiran Syekh Muhammad Syakir dalam kitab
Washoya tentang pengertian etika menuntut ilmu dalam perspektif Syekh
Muhammad Syakir.
Bab IV : Analisis Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya
dikaitkan dengan konteks kekinian.
16
Bab V : PENUTUP. Bab ini berisi kesimpulan, saran, daftar pustaka
dan lampiran-lampiran.
17
BAB II
BIOGRAFI SYEKH MUHAMMAD SYAKIR
A. Latar Belakang Historis
Pada abad ke-19 nasib politik dan ekonomi Mesir semakin erat terkait
dengan Eropa, misalnya Inggris dan Perancis. Selama awal 1800-an, Mesir
mengekspor kapas ke Eropa dalam jumlah besar, dan kapaspun akhirnya
menjadi hasil utama Mesir (Ali Rahnema, 1996: 127).
Kenyataan seperti ini menjadikan politik, ekonomi, dan kebudayaan di
Mesir sangat terpengaruh oleh bangsa Eropa. Mesir menjadi negara yang
menggantungkan kebutuhan ekonominya pada bangsa Eropa. Dominasi
politik dan ekonomi Eropa disertai dominasi budaya terlihat pada
kecenderungan elit Mesir untuk bergaya hidup barat dan untuk memungut
gagasan barat, meski dengan mengorbankan keyakinan dan praktik tradisional
Islam (Ali Rahnema, 1996: 128). Kairo dan Iskandariah mengembangkan
lingkungan terbaratkan, dimana orang Mesir dapat bergaya hidup Eropa,
seperti sering mengunjungi restoran dan klub malam.
Pada tahun 1881, muncul suatu gerakan menentang dominasi politik,
ekonomi, dan budaya Eropa, tetapi karena kelihatan mengancam investasi
asing, gerakan ini mendorong Inggris melakukan invasi militer pada tahun
1882 (Ali Rahnema, 1996: 127). Dalam hal ini agresi militer yang dilakukan
Inggris tersebut bertepatan dengan lahirnya Muhammad Syakir.
Pada awal 1900-an lahirlah sebuah gerakan nasionalis dan
menyerukan kemerdekaan Mesir (Ali Rahnema, 1996: 127). Pada saat ini
18
Inggris secara resmi memisahkan Mesir dari „Utsmaniah dan menyatakan
sebagai wilayah proktetorat (Ali Rahnema, 1996: 127). Pada akhir perang
tahun 1919, berdiri sebuah gerakan nasionalis untuk kemerdekaan Mesir.
Sehingga Inggris menghadapi badai protes nasionalis, dan akhirnya membuat
pernyataan sepihak soal kemerdekaan Mesir (dengan beberapa syarat) pada
tahun 1922 (Ali Rahnema, 1996: 127). Keadaan politik yang labil menjadikan
masyarakat Mesir pada umumnya resah karena Islam dengan nilai-nilai ajaran
yang luhur dan bermartabat semakin tidak berdaya berhadapan dengan
hegemoni pemerintah Barat. Dengan demikian, iklim politik di Mesir pada
tahun-tahun sebelum penerbitan kitab Washoya al Aba‟ lil Abnaa‟ dalam
keadaan dominasi asing dan perlawanan masyarakat Mesir terhadap dominasi
asing.
Dengan melihat sejarah yang terjadi pada masa-masa sebelum
penerbitan kitab Washoya al Aba‟ lil Abnaa‟ dapat digaris bawahi bahwa
pemikiran Muhammad Syakir tidak dapat dilepas dari keadaan dan
lingkungan yang sangat ke barat-baratan. Ada kekawatiran masyarakat bahwa
nilai-nilai Islam dan kultur budaya Islam yang ada pada negara tersebut akan
luntur dan tenggelam oleh pengaruh budaya asing.
B. Nasab dan Kelahiran Syeikh Muhammad Syakir
Muhammad Syakir lahir di Jurja, Mesir pada pertengahan Syawal
tahun 1282 H bertepatan pada tahun 1863 M dan beliau wafat pada tahun
1939 M. Ayah beliau bernama Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits.
(Martin Van Bruinessen, 1995: 160). Keluarga Syekh Muhammad Syakir
19
telah dikenal sebagai keluarga yang paling mulia dan yang paling dermawan
di kota Jurja (Abdullah). Beliau termasuk Min ba‟dhil muhaddistin atau ahli
hadis. Nama laqob beliau adalah Syekh Muhammad Syakir Al-Iskandariyah.
Nasab beliau bersambung ke al-Husein bin Ali bin Abi Thalib.
Nama Ahmad yang dimiliki ayahnya juga digunakan sebagai nama
anaknya, yang juga bernama Al-„Allamah Syekh Muhammad Syakir Abil
Asybal seorang Muhaddits besar yang wafat pada tahun 1958 M. Penggunaan
nama anak yang disamakan kakeknya biasa dilakukan oleh ulama-ulama
zaman dahulu maupun kyai-kyai di Indonesia.
Ayah beliau asy-Syekh Muhammad Syakir adalah wakil Universitas
al-Azhar, mufti, hakim kepala di Sudan, dan Ulama kota Iskandaria Mesir.
Kakek dari pihak ibunya adalah asy-Syekh Harun Abdurrazak.
Ayah beliau mempunyai pengaruh besar dalam mendidik beliau,
dimana bersama-sama temannya beliau belajar kepada ayahnya tentang tafsir
al-Baghawi dan tafsir an-Nasafi. Ayah beliau juga mengajarkan kepada
mereka kitab Sahih Muslim dan sunan at-Tirmidzi kitab Syamail ar-Rasul
shallallahu alaihi wasallam, dan sebagian pembahasan dalam kitab shahih al
-Imam al-Bukhari. Dalam ilmu ushul, ayah beliau mengajarkan kitab Jam‟u
al-Jawami‟ dan kitab syarh al-Asnawi ala al-Minhaj, dalam ilmu mantiq ayah
beliau mengajarkan kitab syarh al-Khubais dan kitab syarh al-Qutb ala asy-
Syamsyiyyah, dalam ilmu bayan, ayah beliau mengajarkan kitab ar-Risalah
al-Bayaaniyyah, dan dalam fiqih al-Hanafiah ayah beliau mengajarkan kitab
20
al-Hidayah ala thariq as-Salaf fi istiqlal ar-Ra‟yi wa qurriyyah al-fikr wa
nabdzu al-Ashobiyyah li madhzab muayyan.
Sejak kepemimpinan Utsmaniyah yang memproklamirkan negara
Mesir merdeka pada tahun 1805, yakni di masa pemerintahan Muhammad
Ali, Mesir mulai mengalami ketenangan politik, khususnya setelah
Muhammad Ali membantai sisa-sisa petinggi Mamluk pada tahun 1811
(Taufik Abdullah, 2002: 173). Syekh Muhammad Syakir lahir dalam situasi
Mesir yang sudah tenang.
C. Riwayat Pendidikan dan Karir Syekh Muhammad Syakir
Ketika Syaikh Muhammad Syakir semakin dewasa, ayahnya harus
pergi ke Sudan untuk menjabat qadhi qudhat (hakim agung). Ketika sedang
berada di Khartoum, Ahmad Syakir masuk keperguruan tinggi Gordon.
Muhammad Syakir tinggal di Sudan hingga akhirnya ayahnya kembali lagi ke
Alexandria karena harus menduduki jabatan masyikha.
Pada tanggal 26 April 1904, Muhammad Syakir pun masuk ke
Lembaga Keagamaan di Alexandria tempat ayahnya menjadi syaikh. Ketika
pada 19 April 1909 ayahnya menjadi wakil Al-Azhar, Muhammad Syakir pun
ikut ke Kairo untuk kemudian belajar di Al-Azhar hingga lulus pada 1917.
Setelah lulus dari Universitas Al-Azhar, Muhammad Syakir menjadi
guru di Madrasah Mahir selama empat bulan. Setelah itu, beliau bekerja di
pengadilan hingga pindah ke Al-Ma‟asy. Ketika bekerja di pengadilan agama,
Muhammad Syakir mengeluarkan hukum yang tidak terikat dengan madzhab
tertentu.
21
Syekh Muhammad Syakir dikenal sebagai seorang pembaharu
Universitas Al-Azhar (Taufik Abdullah, 2002: 172). Yakni, beliau adalah
mantan wakil rektor di Universitas Al-Azhar. Karir beliau dimulai
mempelajari dan menghafal al-Qur‟an di sana, dan di sana pula beliau belajar
dasar-dasar studinya di Jurja, Mesir, setelah itu beliau rihlah (bepergian untuk
menuntut ilmu) ke Universitas Al-Azhar dan belajar dari guru-guru besar
pada masa itu, setelah sekian lama belajar di Universitas Al-Azhar beliau
dipercayai untuk memberikan fatwa pada tahun 1307 H. Beliau kemudian
menduduki jabatan sebagai ketua Mahkamah Mudiniyyah Al-Qulyubiyyah,
dan tinggal di sana selama tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi
(hakim) untuk negeri Sudan pada tahun 1317 H. Beliau adalah orang pertama
pula yang menetapkan hukum-hukum hakim yang syar‟i di Sudan diatas asas
yang paling terpercaya dan kuat, kemudian pada tahun 1322 H beliau
ditunjuk sebagai guru bagi para ulama-ulama Iskandariyah sampai
membuahkan hasil, menebarkan benih-benih yang baik, memunculkan bagi
kaum muslimin orang-orang yang menjadi petunjuk bagi umat supaya dapat
mengembalikan kejayaan Islam di saentero dunia. Setelah itu beliau ditunjuk
sebagai wakil bagi para guru di Al-Azhar.
Kemudian pada tahun 1913 M, beliau menggunakan kesempatan
dalam mendirikan Jam‟iyyah Tasyni‟yyah untuk menjadi anggota organisasi
tersebut, sebagai pilihannya dari sisi perintah Mesir, dan dengan itulah beliau
meninggalkan jabatannya, serta beliau enggan untuk kembali kepada satu
bagianpun dan jabatan-jabatan tersebut, dan beliau juga tidak lagi berhasrat
22
kepada sesuatu yang memikat dirinya. Bahkan beliau lebih mengutamakan
untuk hidup dalam keadaan pikiran, amalan, hati dan ilmu yang bebas lepas
dan memiliki pemikiran-pemikiran yang cemerlang pada tulisannya. Beliau
adalah seorang „alim yang mulia, kokoh didalam keilmuan baik secara
naqliyah (dalil-dalil Al-Qur‟an dan hadits) maupun secara aqliyah.
D. Guru-guru Syekh Muhammad Syakir
Ketika belajar di Al-Azhar, beliau mengenal dan menuntut ilmu
kepada para ulama Mesir dan lainnya, diantaranya:
1. As-Syaikh Abdullah bin Idris as-Sanusi, ulama ahli hadits dari Maroko,
beliau mempelajari darinya kitab Shahih al-Imam Bukhari, dan
mendapatkan ijazah darinya, demikian kitab shahih Muslim dan kitab
sunan Tirmidzi dan kitab sunan lainnya.
2. Asy-Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi, beliau belajar kepadanya
kitab Bulughul Maram, dan asy-Syaikh memberikan ijazah pengakuan
telah mempelajari kitab itu, dan juga kutub sittah.
3. Asy-Syaikh Mahmud Abu Daqiqah adalah salah seorang ulama di Ma‟had
al-Iskandariah dan salah satu anggota majelis ulama dikemudian harinya.
Beliau belajar kepada Asy-Syaikh Mahmud tentang fikih dan ilmu ushul
fikih.
4. Ayah beliau Syaikh Syakir al-Jaziri, beliau mempelajari hadits dari
ayahnya dan asy-Syaikh memberikan ijazah telah mempelajari
kutubussittah.
5. Asy-Syaikh Thohir al-Jazairi
23
6. Asy-Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, pendiri dan yang menyusun
majalah al-Manar.
7. Asy-Syaikh Salim al-Basyiri, beliau mempelajari syarh al-Muwatha.
8. Asy-Syaikh Habibullah asy-Syanqithi beliau mempelajari kitab Zaadul
Muslim.
9. Syaikh Abdussalam al-Faqi, beliau mempelajari syair dan sastra Arab.
(https://id.wikipedia.org/wiki/AhmadSyakir)
Beliau juga belajar kepada para ulama sunah selain yang disebutkan di
atas, dari apa yang beliau lakukan yaitu belajar kepada banyak kalangan
ulama yang mana membuatnya mempunyai metode dalam ilmu hadits yang
berbeda hingga beliau menjadi seorang ulama dan imam ahli hadits yang
masyhur pada zaman itu.
E. Hasil Karya Syekh Muhammad Syakir
Peneliti tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah kitab yang telah
ditulis oleh Syeikh Muhammad Syakir. Peneliti hanya mengetahui kitab
Washoya al-Aba‟ Li-Abna‟ adalah salah satu karya Syekh Muhammad Syakir
yang dapat dijumpai sampai sekarang.
Semasa hidup, Syekh Muhammad Syakir al-Iskandari menulis
beberapa karya serta kitab-kitab yang beliau tahqiq diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Washoya al-Abaa‟ Lil Abnaa‟ aw al-Durus al-Awwaliyah fi al-Akhlaq al-
Mardhiyah.
24
2. Syarh Musnad Imam Ahmad, beliau meninggal sebelum sempurna
menyelesaikannya. Diterbitkan dalam enam belas jilid.
3. Tahqiq terhadap Al-Ihkam karya Ibnu Hazm.
4. Tahqiq terhadap Alfiyatul Hadits karya As-Suyuthi.
5. Takhrij terhadap Tafsir At-Thabari.
6. Tahqiq terhadap kitab Al-Kharaj karya Yahya bin Adam.
7. Tahqiq terhadap kitab Ar-Raudathun Nadhiyah karya Syiddiq Hasan
Khan.
8. Syarh Sunan At-Tirmidzi, beliau meninggal sebelum sampai sempurna.
9. TahqiqSyarh Aqidah Thahawiyah.
10. Umdatut Tafsir ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (belum selesai sampai beliau
wafat).
11. Ta‟liq dan Tahqiq terhadap Al-Muhalla karya Ibnu Hazm (Ahmad
Hamdani).
12. al-Ihkam fi Ushul al-Ahkamkarya Ibnu Hazm, diterbitkan lengkap dalam
dua jilid.
13. al-Fiyatu al-Hadits Suyuthi diterbitkan dalam dua jilid tipis.
14. Tafsir at-Thobari, kitab yang ditahqiq oleh saudaranya Mahmud Syakir,
beliau ikut mentahrij hadits-haditsnya hingga jilid ke tiga belas dimana
saat itu beliau meninggal dunia.
15. al-Kharaj karya Yahya bin Adam. Beliau mentahqiqnya.
16. ar-Raudhah an-Nadhiyyah karya Sadhiq Hasan Khon.
25
17. Sunan at-Tirmidzi, dengan syarahnya dalam dua jilid, sebelum sempurna
beliau meninggal dunia.
18. Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyyah.
19. Shahih Ibnu Hibban, yang disusun Alaa ad-Din al-Faarisi. Beliau
mentahqiqnya.
20. Umdah at-Tafsir ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, diterbitkan dalam lima jilid,
sebelum sempurna beliau meninggal dunia.
21. al-Muhalla karya Ibnu Hazm, beliau mentahqiqnya enam juz yang
pertama dan memberi catatan/komentar padanya.
22. IshlahAl-Mantiq.
23. Al-Ashma‟iyyat li Al-Ashma‟i.
24. Al-Syar‟ wa Al-Lughah.
25. Al-Syi‟r wa wa Al-Syu‟ara.
26. Al-Kamil fi Al-Adab.
27. Al-Kitab wa Al-Sunnah Yajib an Yakuna Masdhar Al-Qawanin.
28. Libab Al-Adab.
29. Al-Mu‟arrab min Al-Kalam Al-A‟jami „ala Huruf Al-Mu‟jam. Beliau
mentahqiqnya.
30. TafsirAl-Jalalain, beliau mentahqiqnya.
31. Jami‟ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur‟an.
32. „UmdahAl-Tafsir.
33. Al-Ushul Al-Tsalatsah.
34. Al-„Aqidah Al-Wasathiyyah.
26
35. Musnad Al-Imam Ahmad (http//karya-karya-Muhammad-Syakir-Ulama
sunnah.htm) diakses 5 April 2017.
F. Gambaran Kitab Washoya
Kitab Washoya adalah kitab yang isinya berupa wasiat seorang guru
terhadap muridnya mengenai seputar akhlak. Untuk mengungkapkan nasihat-
nasihat tentang akhlak, Syekh Muhammad Syakir menempatkan posisi
dirinya sebagai guru yang sedang memberikan nasihat muridnya.Yang mana
relasi guru dan murid di sini diumpamakan sebagai orang tua dan anak
kandung. Dapat diumpamakan demikian sebab orang tua kandung pasti akan
mengharapkan kebaikan anaknya, maka dari itu seorang guru yang baik
adalah guru yang mengharapkan kebaikan pada anak didiknya dan
menyayangi sebagaimana anak kandung sendiri, salah satunya lewat
mau‟idoh hasanah dan tidak lupa mendoakan kebaikan anak didik.
Kitab ini selesai dikarang oleh Syekh Muhammad Syakir pada bulan
Dzul Qo‟dah tahun 1326 H (Muhammad Syakir, t.t: 47). Kitab Washoya Al-
Aba‟ lil Abnaa‟ sangatlah familiar dalam kurikulum pendidikan non formal
seperti madrasah diniyah dan pesantren, namun tidak begitu familiar dalam
kurikulum pendidikan formal.
Kitab ini dikalangan pesantren sering disebut sebagai kitab kuning,
yaitu salah satu kitab klasik yang berbahasa arab. Kitab Washoya
inimerupakan kitab yang wajib dikaji oleh anak didik yang masih dasar guna
membekali akhlak pada anak didik. Kitab ini berisi tentang wasiat-wasiat
seorang guru terhadap muridnya tentang akhlak dan didalamnya mengemas
27
pendidikan akhlak dalam bentuk bab per bab sebanyak 21 bab, dengan
disertai uraian konsep dari bab yang dibicarakan.
Untuk lebih memperjelas gambaran atau isi dari kitab Washoya al-
Aba‟ lil Abnaa‟ adalah sebagai berikut:
No. Bab Pembahasan
1. I Nasihat guru kepada muridnya
2. II Wasiat bertaqwa kepada Allah
3. III Hak dan kewajiban terhadap Allah dan rasul-Nya
4. IV Hak dan kewajiban terhadap kedua orangtua
5. V Hak dan kewajiban terhadap teman
6. VI Adab dalam menuntut ilmu
7. VII Adab belajar, mengkaji ulang dan diskusi
8. VIII Adab olah raga dan berjalan di jalan umum
9. IX Adab majelis dan kuliah
10. X Adab makan dan minum
11. XI Adab beribadah dan masuk masjid
12. XII Keutamaan berbuat jujur
28
13. XIII Keutamaan amanah
14. XIV Keutamaan dalam „iffah
15. XV Keutamaan muruah (menjaga kehormatan diri),
syahamah (mencegah hawa nafsu) dan „izzatin nafsi
(kemuliaan diri)
16. XVI Ghibah, namimah, hiqd, hasad dan takabbur
17. XVII Keutamaan tobat, roja, khauf, sabar dengan bersyukur
18. XVIII Keutamaan beramal dan mencari rezeki yang disertai
tawakkal serta zuhud
19. XIX Keutamaan ikhlas dengan niat Lillahi Ta‟ala dalam setiap
amal
20. XX Wasiat terakhir
21. XXI Keistimewaan membaca surat Al-Ikhlas
29
BAB III
PEMIKIRAN MUHAMMAD SYAKIR
DALAM KITAB WASHOYA
TERHADAP ETIKA MENUNTUT ILMU
A. Pengertian Etika Menuntut Ilmu
Kata “etika” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ethos”, artinya adat
kebiasaan. Etika merupakan istilah lain dari akhlak atau moral, tetapi
memiliki perbedaan substansial karena konsep akhlak berasal dari pandangan
agama terhadap tingkah laku manusia, konsep etika padangan tentang tingkah
laku manusia dalam perspektif filsafat, sedangkan konsep moral lebih
cenderung dilihat dalam perspektif sosial normatif dan ideologis (Beni dan
Abdul, 2012: 26).
Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang
diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya. Pada
hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh
suatu komunitas, sementara etika umumnya lebih dikaitkan dengan prinsip-
prinsip yang dikembangkan diberbagai wacana etika. (Manpan dan Ridwan,
2014: 7).
Sedangkan menurut Beni dan Abdul Hamid, (2012: 27) dalam
bukunya Ilmu Akhlak mengartikan etika adalah ilmu tentang tingkah laku
manusia, prinsip-prinsip yang disistematisasi dari hasil pola pikir manusia.
30
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa etika adalah
ilmu tentang tingkah laku manusia baik berupa sikap, perbuatan atau yang
lainnya yang dilakukan dari hasil pola pikir manusia.
Sedangkan pengertian ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang
berasal dari pengamatan panca indera, dari pengalaman yang disebut dengan
pengetahuan empirik. Ilmu juga dapat berawal dari cara berpikir manusia
dengan menggunakan rasio. Ilmu seperti ini disebut dengan pengetahuan
rasional (Beni dan Abdul, 2012: 17).
Jadi etika menuntut ilmu adalah tingkah laku manusia yang
mengakumulasikan pengetahuan yang berasal dari hasil pola pikir manusia
baik terwujud dari sikap, perbuatan, atau perilaku sesuai dengan norma yang
ada.
B. Etika Menuntut Ilmu dalam Kitab Washoya
Pendapat Syekh Muhammad Syakir mengenai etika menuntut ilmu
dalam kitab Washoya adalah sebagai berikut:
شبغ ثجذ ع : الج ع غت ا ٠بث ا، حشص ع لزه ا
غئخ رغزف١ذب. ث زفع ف١ شىئ الر ٠زت
بعب اعز طب عخ ج١ذح لج سحع١ه مش عه ا : غبع دس ٠بث
ارااش جظ اذسط، ع١ه اال االعزبر ف ى شف فال غبئ ا غئخ
زم ال ر ب، ع ف ف اه زشزشن اسظبع احذ اخ ىف رغز
غئخ ا اخش لج ج١ ف اال ارااجغه االعزبر ف ف ىبه ذا.
31
اه ارا رعذ ع١ه احذاخ . ط فال رجظ ف غ١ش س اذ ه از ع١
الرشب ر فالربصع ط ف١ ج ش ا ا ثب اسفع اال عزبرن حز ٠م١
ى ٠جغه ف .ب ع١ ه ا
اراششعبالعزبر ف لشا : ٠بث ال ءح اذسط فالرزشب غ حذ٠ش ثب ع
ا ع اخ ب لشخ ثب ب ٠م اصغ ا ه. ا٠بن ا ب. االعزبراصغبءرب
فىشن رغغ ا ارااشىذ ع١ه ثشئ اخش اجظ افغ١خ اصبءاذسط :
رشفع ا٠بن ا بي اعبدرب. ى ا بالعزبر ثبالدة غئخ ثعذ رمش٠شب فبغت
ره ع ا ربصع ص ه.عزبرن ا ٠زفذ ا ل ارااعشض ع١ه
ز ٠بث عمطذ ل١ ٠ذ اعزبر حذ االدة ث١ ١ز ع : ارا خشط از
جش ع ل اض اعزحك ازؤد٠ت ا ذ اخ ع ذ اعزبر .ع خ ادث
: ارا ٠بث ع رغزفذ ه الث١ه ق احزشا اعزبرن ف رحزش
ش١ئب. ع دس ال
: ٠بث اص٠خ اع حجت ف از سفع اظع لل ر االدة، ف ظع ١
. فال ٠ىبد ع هللا ا١ ثغ ابط اع١ رىجشاعبءاالدة عمػ م، خ
ا غب ب ٠ىش .٠ش ٠جذ ا فك ع١
غعت االعبرز ع ء اظش ع غبت ا : الش بء ٠بث اع ح
ب ال ، فب ب رغئ االدة ا ا ع١ ذس ا رغعت احذا : ا فب٠ه. ٠بث
32
: ص١حز ه، . ٠بث امط١عخ، فبلج ب حش زج غعت االعبرزح ا ٠
ظ س از فزح عغ هللا ا عبءه ثب اذ اعؤ شب٠خه، ا ٠غزج١ت ظ
و ه. دعبء ثزبي ا هللا رعب ا اال عبء بذ د ثفغه فبوضش زاخ
ث اع ابفع ع د.٠شصله ا ج ا اعع اىش عبء ١ع اذ سثه ع ا
Wahai anakku, belajarlah dengan sungguh-sungguh dan penuh
semangat. Jagalah waktumu jangan sampai berlalu dengan sesuatu yang tidak
mendatangkan manfaat bagimu.
Wahai anakku, baca dan pahamilah dengan penuh kesungguhan
pelajaran yang telah maupun yang belum dibahas oleh gurumu. Bila engkau
menemui kesulitan jangan ragu untuk bertanya dan mendiskusikannya dengan
temanmu. Dan jangan engkau alihkan kemasalah lain, sebelum tuntas
masalah pertama dan dapat kau pahami dengan baik. Apabila guru telah
memilihkan tempat untukmu, jangan engkau pindah ke tempat lain. Bila salah
seorang teman kamu hendak menempati tempat dudukmu, janganlah kamu
bertengkar atau mengganggunya, tetapi kemukakan kepada gurumu agar
beliau memberimu tempat duduk tertentu.
Wahai anakku, bila gurumu telah memulai pelajaran, jangan engkau
larut dalam pembicaraan dengan temanmu, simaklah setiap pembicaraan
gurumu dengan penuh kesungguhan. Jangan engkau melamun ditengah-
tengah pelajaran. Bila engkau menemui kesulitan, mintalah dengan gurumu
dengan sopan untuk mengulangi menerangkan sekali lagi. Jangan engkau
melantangkan suara dihadapan gurumu dan jangan engkau bantah penjelasan
gurumu, sehingga dia tidak menyukaimu.
Wahai anakku, bila engkau tidak memuliakan gurumu lebih dari orang
tuamu, maka engkau tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmu yang
diajarkannya.
Wahai anakku, tawadlu‟ (merendahkan hati) dan akhlak yang baik itu
adalah hiasan ilmu pengetahuan. Maka barang siapa yang tawadlu‟ karena
Allah, akan diangkatlah derajatnya. Allah akan menjadikan seluruh makhluk-
Nya cinta dan hormat kepadanya. Barang siapa takabur dan berakhlak tercela
maka jatuhlah martabatnya. Allah akan menjadikan seluruh makhluk
membenci dirinya, dan tidak mungkin ada orang yang menghormati,
memuliakan dan menyayanginya.
Wahai anakku, tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi pelajar dari
pada kemarahan guru dan ulama, karena itu, takutlah anakku, jangan sampai
engkau membuat kemarahan pendidikmu dan menunjukkan akhlak tercela
dihadapannya. Terimalah anakku nasihatku ini! Carilah keridloan guru-
gurumu, mintalah do‟a kepada mereka agar engkau mudah dalam belajar.
Semoga Allah mengabulkan do‟a guru-gurumu sehingga tercapai cita-citamu.
33
Apabila engkau sedang menyepi seorang diri, perbanyaklah bermunajat
(berdialog) dan tawakal (berserah diri) kepada Allah, semoga Allah
memberimu ilmu pengetahuan yang luas dan bermanfaat dengan
mengamalkan ilmu tersebut. Sesungguhnya Rabbmu Maha Mendengar dan
mengabulkan segala do‟a, yang luas anugerah dan kemuliaannya.
C. Pokok Bahasan tentang Etika Menuntut Ilmu
Syekh Muhammad Syakir dengan pemikiran yang diituangkan dalam
kitab Washoya al aba‟ lil Abna‟ lebih menekankan pada etika. Kitab
Washoya al aba‟ lil Abna‟ berisi tentang nasihat-nasihat untuk generasi muda
muslim, agar menjadi individu-individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak
terpuji, berakhlak mulia. Dalam kitab Washoya al aba‟ lil Abna‟ terkait
mengenai etika menuntut ilmu, bahwasanya kita sebagai generasi muda
muslim harus mengerti, memahami dan mengamalkan apa yang telah
diwasiatkan oleh Syekh Muhammad Syakir supaya dalam proses menuntut
ilmu kita dapat memetik hasil yang kita dapat dan memberikan keberkahan
terhadap diri sendiri dan orang lain. Adapun etika menuntut ilmu dalam kitab
Washoya al aba‟ lil Abna‟ dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Belajar dengan Sungguh-Sungguh
Tidak ada suatu keberhasilan tanpa disertai dengan kesungguhan.
Kalimat tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk menyemangati diri
sendiri dalam berbagai persoalan yang sedang dihadapi. Dalam proses
belajar, seorang penuntut ilmu harus belajar dengan sungguh-sungguh
tidak boleh seenaknya saja. Dengan tekad yang kuat dan belajar sungguh-
sungguh akan membawa kondisi penuntut ilmu kepada tingkat konsentrasi
tinggi terhadap ilmu yang dipelajari, hal ini akan mempermudah seorang
34
pelajar untuk mengerti dan memahami ilmu yang diajarkan oleh guru,
yang dibaca dari buku, mengamati lingkungan, maupun hasil diskusi
dengan orang lain.
2. Semangat dalam Menuntut Ilmu
Tanpa ada semangat seorang pelajar tidak akan mendapatkan hasil
yang diharapkan. Jiwa yang muda memiliki semangat yang lebih
membara. Sering mengeluh dan mudah risau justru akan mendatangkan
tambahan beban pikiran yang memberatkan dan menghabiskan banyak
energi untuk kesia-siaan yang tidak berfaedah. Dalam mengerjakan tugas
yang diberikan oleh guru, seorang pelajar seyogyanya mengerjakan
dengan penuh semangat dan sungguh-sungguh, hal yang demikian akan
membuatnya menikmati proses pembelajaran yang akan berbanding lurus
dengan hasil yang dicapai.
Seorang pelajar yang belum memahami suatu ilmu yang
dipaparkan oleh guru maupun pemaparan di dalam sebuah buku harus
mempunyai semangat tinggi dan tidak berputus asa untuk mengkaji
kembali ilmu tersebut dengan mengulang-ulang kembali ataupun bertanya
kepada orang lain yang sudah lebih faham.
3. Menghargai Waktu
Waktu merupakan perkara yang sangat berharga sekali. Sampai-
sampai dibahas dalam kitab suci Al-Qur‟an. Semua orang bersepakat
tentang pentingnya waktu, terlebih lagi bagi seorang pelajar yang sedang
menuntut ilmu sebagai bekal hidupnya.
35
Pelajar yang mengoptimalkan waktu yang dimiliki tentunya akan
lebih banyak mendapatkan ilmu dan kefahaman. Pelajar yang menghargai
waktu akan menggunakan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat
baginya, sehingga apapun yang dilakukannya merupakan hal yang
bermakana untuk proses belajar dan hidupnya.
4. Pemahaman
Dalam wasiat ini, Syekh Muhammad Syakir berpesan bahwasanya
kita harus membaca dan memahami pelajaran yang belum atau sesudah
diajarkan oleh sang guru dengan penuh kesungguhan agar apa yang kita
pelajari dapat dipahami dengan mudah. Apabila pada saat belajar sedang
menemui kesulitan untuk memahami pelajaran tersebut, janganlah ragu
untuk ditanyakan kepada guru agar sang guru memberikan penjelasan lagi
sehingga dapat dipahami dan dimengerti dengan mudah. Selain ditanyakan
oleh guru, berdiskusi dengan teman juga bisa dilakukan untuk
memecahkan suatu masalah dalam belajar. Jika masalah satu belum tuntas
janganlah engkau beralih ke masalah yang lainnya. Hal itu akan
mengakibatkan tertumpuknya suatu masalah sehingga rumit untuk
diselesaikan dan akan mempersulit diri kita sendiri.
Ketika peserta didik melakukan hafalan, jangan sampai hanya
sekedar menghafal kata-kata tanpa memahami makna. Akan tetapi,
pusatkanlah perhatian pada pemahaman makna-makna dan penepatannya
dalam pikiran. Karen ilmu adalah apa yang difahami bukan ilmu yang
dihafalkan (Muhammad Syakir, 1326: 17).
36
5. Diskusi
Metode merupakan salah satu yang sangat penting untuk mencapai
sebuah keberhasilan dalam belajar. Syekh Muhammad Syakir dalam
menasehati kaum remaja untuk melakukan sebuah diskusi agar
mendapatkan sebuah ilmu yang baru.
S. Ulihbukit dkk, (1975: 29) dalam bukunya yang berjudul
Metodologi Pengajaran mengatakan bahwasanya diskusi adalah
percakapan ilmiah yang berisi pertukaran pendapat, pemunculan ide-ide
serta pengujian pendapat yang dilakukan oleh beberapa orang yang
tergabung dalam kelompok untuk mencari atau memperoleh kebenaran.
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru
menugaskan pelajar atau kelompok pelajar melaksanakan percakapan
ilmiah untuk mencari kebenaran.
ائذ، ف ١خ جض٠خ ا اع غبئ ة ف ا اطال حبسح ١ : ا ٠بث
االغشاض ازعج١شع ع حغ رع١ رطك اغب اف رم
اال جشأح ذ ف اطبت ا ر دح، مص فعه ا : ال٠ ٠بث ى ، لذا
فحش ف ا زة االخالق، ثع١ذاع ذاابط اال اراوذ الع ذهللا زاع
. خ الئ حك ال رؤخزن ف ا ع فغه حك ي ا ي رم م ا
“Wahai anakku, munadharah (diskusi) sesama pelajar dalam
membahas masalah ilmiyah, banyak membawa manfaat, diantaranya
memperkuat pengertian, memperlancar pembicaraan, membantu
mengambil i‟tibar (pelajaran) dari suatu masalah dan menambah
keberanian diri. Tetapi wahai anakku, semua itu tidak akan memberi
manfaat atas dirimu baik dalam pandangan Allah ataupun umat manusia,
kecuali bila engkau memiliki adab yang mulia, menjahui kata-kata yang
37
tak layak diucapkan dan bicaralah dengan perkataan yang haq sekalipun
terhadap dirimu sendiri. Janganlah engkau takut pada celaan orang, selama
engkau berpijak pada yang Al-Haq”.
6. Saling Menghormati
“Wahai anakku, jika engkau duduk untuk belajar, janganlah
mendesak temanmu dan lapangkan tempat baginya hingga dia bisa duduk.
Karena mendesak teman-teman di majelis-majelis mereka menimbulkan
kejengkelan dan menyebabkan dendam serta membangkitkan kejahatan”
(Muhammad Syakir, 1326: 12).
Selain itu, Syekh Muhammad Syakir juga memberikan pemaparan
tentang bagaimana sesama penuntut ilmu harus saling menghormati dan
menyayangi, tidak boleh saling bertengkar karena persoalan yang sepele
sehingga dapat menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan.
7. Akhlaq kepada Guru
Guru merupakan orang tua kedua seorang pelajar. Para guru ikhlas
dan penuh kasih sayang mencurahkan segala kemampuannya demi
mendidik murid-muridnya. Berakhlak yang baik terhadap guru merupakan
kewajiban seorang pelajar.
“Wahai anakku, tiada sesuatu yang lebih membahayakan pelajar
daripada amarah para guru dan ulama. Oleh karena itu wahai anakku,
janganlah engkau membuat marah seorang pengajar atau bersikap kurang
sopan di depannya. Sekurang-kurangnya akibat yang ditimbulkan oleh
amarah para guru adalah terputus pelajaran dan pemutusan hubungan”
(Muhammad Syakir, 1326: 15).
38
8. Akhlaq kepada Teman/Saudara
Beberapa akhlak terhadap sesama teman diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Menjaga persaudaraan
ه سفمبء ش٠ف اش ع غجخ ا ذ لذ اصجحذ : ب ا ٠بث
ا احذا رؤ ر بن ا عش١شره فب٠ اه اخ ف دسعه،
ز عب رغ١ئ
“Wahai anakku, ingatlah! Engkau telah menjadi seorang pelajar yang
menuntut ilmu dan engkau memiliki banyak teman, mereka adalah
saudara dan temanmu dalam pergaulan. Karena itu, jangan engkau
menyakiti hati atau berlaku buruk terhadap mereka”.
افغح : اراجغذ ذسط فال رعب٠ ٠بث اه اخ ك احذا
جبغ ف ا خ عب٠مزبال ط، فئ ج ا ى حز ٠ز ىب فب
اارال١ ا س. "٠ب ا٠باز٠ ش رض١شاش ذاالحمبد ر س ذ غشاص ر ى
ا. شض ا فب شض ا ارال١ ، جبظ فبفغحا٠فغح هللا ى افب ح رفغ
ب رع هللا ث دسجبد ااع ر ا از٠ ى ا ا ٠شفع هللا از٠
" خج١ش
“Wahai anakku, bila engkau duduk janganlah engkau persempit
tempat bagi temanmu lapangkanlah tempat sehingga temanmu dapat
duduk dengan leluasa. Sesungguhnya menyempitkan tempat duduk
(tidak memberi kesempatan untuk duduk) pada orang lain itu
termasuk perbuatan yang mengesalkan dan menyakitkan hati,
sehingga membuat tidak enak di hati serta memunculkan banyak
keburukan. “Hai orang-orang beriman, bila dikatakan padamu:
berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya
39
Allah akan memberi kelapangan untukmu.Dan apabila dikatakan:
berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
derajat orang-orang yang menuntut ilmu. Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”(QS. Al-Mujadalah: 11).
b. Saling menghormati
Sesama teman dalam memuntut ilmu harus saling menghormati
antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada yang harus disombongkan
terhadap orang lain. Sebab kita sama dihadapan Allah. Yang
membedakan adalah ketaqwaannya saja. Maka dari itu, seorang
penuntut ilmu harus berbuat baik terhadap sesama teman, saling
menghormati, dan menghargai agar tercipta harmonisasi dinamika
pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga masing-masing
penuntut ilmu mendapatkan hasil yang maksimal.
c. Tolong menolong
Ta‟awun (tolong menolong) merupakan sifat yang sangat
melekat pada diri seseorang yang berakhlak mulia, dan ia melakukan
perbuatan tersebut tanpa melalui paksaan orang lain, melainkan timbul
dari kesadaran diri sendiri. Selain itu, pertolongan yang diberikan
tanpa mengandung unsur mengharap imbalan jasa dari orang lain.
Semua yang sudah dilakukan hanya semata-mata mengharap ridho
dari Allah SWT. Kehidupan ini bukan hanya dinikmati oleh segelintir
orang saja, tetapi semua manusia punya hak untuk mengambil manfaat
dan menikmati dari segala sesuatu yang dibutuhkan dirinya. Karena
pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial diciptakan untuk
berpasang-pasangan dan secara otomatis juga saling membutuhkan
40
satu dengan yang lainnya. Hidup dengan kesendirian tidak akan dapat
menyelesaikan masalah, setiap individu membutuhkan saling berbagi
dan komunikasi dengan orang lain untuk menyelesaikannya.
٠بث ال٠غزط١ع ام١ب اه ع ع ثه احذ إخ : ارااعزعب
ع١ ش اه صبحت افع رظ ا٠بن ا . غبعذر ث حذ فالرجخ
غبعذح. ا ثز
“Wahai anakku, bila temanmu membutuhkan pertolongan, jangan
engkau merasa berat untuk menolongnya. Jauhkan sikap
membanggakan dirimu, bahwa engkau lebih memiliki keutamaan dari
temanmu”.
d. Kerja sama
“Wahai anakku, janganlah mempersempit jalan ilmu terhadap
teman-temanmu, bila mereka meminta dari guru mereka untuk
menjelaskan suatu masalah yang tidak mereka ketahui dengan
sebenarnya. Dengarkanlah bersama mereka apa yang dikatakan guru,
jika engkau menginginkan kebaikan bagi dirimu” (Muhammad Syakir,
1326: 13)
“Apabila fajar terbit dan engkau bangun untuk menunaikan
sholat fardhu, maka bangunkanlah saudara-saudaramu dengan lemah
lembut dan periharalah shalat dalam jama‟ah. Karena sholat jama‟ah
lebih utama daripada sholat sendirian” (Muhammad Syakir, 1326: 13)
e. Sopan santun
“Bersikaplah sopan dengan teman yang engkau pilih untuk
belajar. Apabila engkau telah mengerti sebelum dia, maka janganlah
41
membanggakan diri terhadapnya karena dapat mendahuluinya.
Apabila dia berbeda pendapat denganmu dalam memahami suatu
masalah, maka dengarkanlah apa yang dikatakannya. Barangkali dia
telah memahaminya dengan benar dan engkaulah yang salah dalam
hal pemahaman. Hindarilah perdebatan dengan cara yang batil dan
jangan membela pendapatmu bila mana keliru” (Muhammad Syakir,
1326: 16).
f. Jujur
Jadilah seseorang yang jujur dan jangan mengkhianati mengenai
kehormatan maupun harta dan lainnya. Apabila seorang teman
mempercayai kita untuk menjaga hartanya, jangan mengkhianatinya
dan kembalikan harta itu kepadanya, begitu ia memintanya
(Muhammmad Syakir, 1326: 30).
Jadilah seseorang yang jujur dalam segala hal, mengenai
sesuatu yang kecil maupun yang besar. Jangan sampai berniat untuk
khianat mengenai sesuatu yang besar atau remeh. Janganlah membuka
tas seorang teman maupun wadah barang-barangnya disaat dia tidak
ada, walaupun hanya untuk sekedar mengetahui isinya. Karena
perbuatan itu termasuk khianat (Muhammad Syakir, 1326: 30).
“Wahai anakku, janganlah engkau bercanda dengan cara
khianat. Maka janganlah mengambil sesuatu milik temanmu secara
diam-diam dengan maksud bercanda untuk mengembalikannya
kepadanya bila ia mencarinya. Karena hal itu menyebabkan orang lain
42
bersangka buruk kepadamu dan menuduhmu, padahal engkau tidak
melakukannya” (Muhammad Syakir, 1326: 31).
9. Menuntut Ilmu Harus Tawadlu‟
“Wahai anakku, janganlah engkau mengira sebagaimana sangkaan
sebagian orang-orang yang dungu, bahwa tawakal kepada Allah adalah
meninggalkan amal dan menyerah pada takdir” (Muhammad Syakir, 1326:
38).
10. Tidak Boleh Takabur
“Wahai anakku, apabila Allah memberi nikmat karunia kepadamu,
bersyukurlah, jangan engkau takabbur (sombong) terhadap sesama
makhluk. Sesungguhnya Allah Dzat yang memberimu nikmat dan Dia
kuasa untuk mencabutnya kembali. Sesungguhnya Allah yang mencegah
tidak memberikan nikmat kepada selainmu itu kuasa untuk memberinya
berlipat ganda dari apa yang telah diberikan kepadamu. Karena itu
janganlah engkau membuat murka Allah dengan takabur kepada makhluk-
Nya, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang takabur”
(Muhammad Syakir, 2011: 125).
43
BAB IV
ANALISIS ETIKA MENUNTUT ILMU
DALAM KITAB WASHOYA
A. Analisis Etika Menuntut Ilmu Perspektif Syekh Muhammad Syakir
Sarana yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah Dzat
yang Maha Agung adalah dengan ilmu.Ilmu merupakan medium untuk
mengecap kebahagiaan dunia dan akhirat. Tanpa adanya ilmu seseorang tidak
akan mengecap kebahagiaan dan kedekatan dengan Allah (Kasyafani,
2014:4).
Mencari ilmu berarti menapaki tangga menuju kemuliaan dan derajat
yang tinggi di dunia dan di akhirat, firman Allah SWT:
ا ٠فغح هللا ى جبظ فبفغح ا ف ا ح رفغ ى ا إرا ل١ أ ٠ؤ٠ب از٠
ص ع ا ا ر أ از٠ ى ا أ ا ٠شفع هللا از٠ شض ا فب شض ا إرا ل١
دسجبد ط
هللا ث خج١ش ب رع
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
“Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya
Allah akan memberi kelapangan untuk mu. dan apabila dikatakan:
“Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-
Mujadilah:11).
Ilmu merupakan dasar yang paling utama untuk menjadi manusia
yang bertaqwa kepada Allah. Dengan ketaqwaan inilah manusia
44
akanmemperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah. Sebagaimana firman Allah
berikut ini:
ا زعبسف لجبئ شعجب ى جع أض روش خمى ط٠ؤ٠ب ابط إ إ
ذ هللا أرمى ع ى أوش خج١ش ط هللا ع١ إ
Arti: “Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari
seorang lali-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal.Sungguh, yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa.Sungguh Allah
Maha Mengetahui, Maha Teliti” (QS. Al-Hujurat:13).
Ilmu tidak dapat diperoleh dengan mudah seperti membalikkan
telapak tangan.Seorang pelajar yang ingin memperoleh ilmu dan
mendapatkan manfaat dari ilmu tersebut harus senantiasa menghormati
guru/ulama.Syekh Muhammad Syakir menyebut guru/ulama dengan sebutan
kata Mu‟allim yang dituntut mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan
yang diajarkannya dan berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkan
dalam kehidupannya agar bisa mendatangkan kemanfaatan dalam kehidupan
sehari-hari.Tidak hanya mengembangkan intelektual muridnya, tetapi juga
harus bisa memberikan pengetahuan jiwa dan mengembangkan spiritual
muridnya.
Dalam proses menuntut ilmu ada hal yang sangat penting yang wajib
diperhatikan oleh murid yaitu dalam menuntut ilmu murid sebaiknya berniat
yang ikhlas bukan untuk hal-hal yang bersifat duniawi belaka.Akan tetapi
diniatkan untuk hal-hal dunia dan akhirat.
45
Dalam hal ini, yang perlu digaris bawahi adalah bahwa belajar atau
menuntut imu merupakan ibadah kepada Allah yang semata-mata untuk
mencari ridla dari-Nya.Sehingga nantinya dapat menghantarkan menuju
kunci kebahagian di dunia dan di akhirat.
Syekh Muhammad Syakir dalam pemikirannya tentang etika menuntut
ilmu dalam kitab Washoya dapat ditarik analisis dalam pembahasannya
sebagai berikut:
1. Belajar dengan Sungguh-Sungguh
Seorang murid juga harus bersungguh-sungguh dalam belajar atau
menuntut ilmu.Selain bersungguh-sungguh, murid juga diwajibkan selalu
kontinu (terus menerus) dalam belajar. Sebagaimana firman Allah SWT
sebagia berikut:
عجب ذ٠ ا ف١ب جبذ از٠ ط حغ١ ع ا هللا إ ٦
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk(mencari keridhoan) Kami,
benar-benar akanKami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-
orang yang berbuat baik” (QS. Al-Ankabut:69).
2. Semangat dalam Menuntut Ilmu
Dalam menuntut ilmu seorang murid harus selalu dalam keadaan
yang semangat, optimisdan antusiasme maksimal dalam mengikui
pelajaran sehingga lebih fokus dan mendapatan hasil yang
maksimal.Orang yang semangat dalam belajar berarti telah melakukan
46
upaya yang tepat dalam menggapai cita-citanya. Namun jika kita
menyerah tanpa ada semangat dan usaha, maka kita tidak akan
mendapatkan hasil apapun.Allah selalu menolong hamba-hamba-Nya yang
semangat berusaha. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
شهللا ا ٠حفظ ف خ ٠ذ٠ ث١ عمجذ ل
ب هللا ال ٠غ١ش إ
فغ ب ثؤ حزب ٠غ١شا ثمل
شد ءا فال ع ارآ اسادهللا ثم طب
ي د
Artinya: “Baginya manusia adalah malaikat-malaikat yang selalu
menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka
menjaganya atas perintah Allah.Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.Dan apabila Allah
menghendaki keburukan suatu kaum, maka tidak ada yang dapat
menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”
(QS. Ar-Ra‟d:11)
Dari ayat diatas dapat diambil manfaatnya bahwasanya jikalau kita
ingin mengubah nasib atau keadaan kita, itu semua tergantung pada diri
kita masing-masing, bukan orang lain. Apabila semangatnya mulai
berkurang, berikan waktu sejenak untuk mengingat orang tua dari jerih
payahnya mencari rizki untuk membiayai sekolah kita. Dengan
membayangkan wajah kedua orang tua kita, pasti semangat kita akan
muncul lagi.Selalu optimis dengan cita-cita yang ingin diwujudkannya.
3. Menghargai Waktu
Di dalam kegiatan belajar mengajar seorang murid harus
bersungguh-sungguh dan meninggalkan kegiatan yang tidak
bermanfaat.Karena waktu sangat berharga bagi seorang yang menuntut
47
ilmu. Waktu harus digunakan dengan sebaik-baiknya yaitu dengan belajar
atau muthola‟ah pelajaran yang telah disampaikan oleh sang guru. Apabila
pada saat belajar mengalami kesulitan diharapkan untuk tidak malu
bertanya dengan teman yang sudah faham atau guru secara langsung.
Apabila memiliki waktu senggang lebih baik dimanfaatkan untuk
belajar atau melakukan aktifitas yang lebih bermanfaat, jangan sampai
menyesal dikemudian hari karena tidak dapat memanfaatkan waktu dengan
baik. Sebagaimana firman Allah SWT:
اعصش ف خغش غب ال حبد إ ا اص ع ا ءا إال از٠
جش ا ثبص ا ص ر ا ثبحك ا ص ر
Artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran
dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al-
Asr:1-3)
4. Pemahaman
Apabila engkau menghendaki kebaikan atas dirimu, maka ajaklah
beberapa teman sekolah untuk muthola‟ah (belajar) bersama, mungkin
temanmu dapat menolongmu dalam memahami sesuatu.Apabila telah
memahami pelajaranmu, janganlahditinggalkan begitu saja buku
pelajaran.Tetaplah belajar dengan teman-teman sekolah tanpa ada rasa
bosan.
Sesama teman menuntut ilmu atau saudara muslim haruslah
berbuat baik dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan saling
48
menunjang kesuksesan belajarnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT :
ش ال ٱش ئش ٱلل ا شع ا ال رح ءا ؤ٠ب ٱز٠
ال ٠ ذ ال ٱ حشا ٱ
ز إرا ح ب ا سظ ث س فعالا ٠جزغ حشا ج١ذ ٱ ٱ ١ ال ءا ئذ
م ٱ
ش ى ال ٠جش أ فٱصطبدا حشا غجذ ٱ
ٱ ع و أ صذ ل ب
ٱرما عذ ٱ ص ا ع ٱل ال رعب
ٱزم جش ا ع ٱ رعب رعزذا
عمبة شذ٠ذ ٱ ٱلل إ ٱلل
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar
syi‟ar-syi‟ar kesucian Allah, dan jangan (melanggar
kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)hadyu
(hewan-hewan kurban) dan Qalaid (hewan-hewan kurban yang
diberi tanda) dan jangan pula mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitul Haram, mereka mencari karunia karunia
dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabil kamu telah
menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan
sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka
menghalang-halangimu dari Masjidil Haram, mendorongmu
berbuat melampaui batas (kepada meeka).Dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan. Bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah: 2)
Ayat di atas memerintahkan untuk saling tolong menolong dalam
kebaikan dan ketakwaan.Apabila ada seorang teman di kelas mengalami
kesulitan dalam memahami pelajaran, sudah seharusnya untuk dapat
membantu memberikan pemahaman kepadanya.
Selain itu, perbanyaklah mudzakarah (mengkaji ulang) berbagai
pelajaran yang di dapatkan.Sebab petaka bagi ilmu pengetahuan adalah
49
lupa.Oleh sebab itu, jangan sampai mudzakarahmu hanya menghafal kata-
kata tanpa tahu arti dan maknanya.Berusahalah untuk mengerti arti dan
maksud yang terkandung didalamnya untuk kemudian ditanamkan dalam
hati.Karena ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang harus difahami, bukan
sesuatu yang harus dihafal.
5. Diskusi
Dalam kitab ini sistem belajar kelompok merupakan sistem belajar
yang baik dan banyak membantu dalam menyelesaikan suatu pertanyaan.
Ketika salah satu teman tidak bisa, ada teman yang lain yang sudah
memahami pembelajaran. Jadi, dalam satu kelompok akan timbul proses
transfer ilmu antara satu dengan yang lainnya.
Ulih bukit (1975:29) mengatakan metode diskusi merupakan salah
satu penyajian bahan pelajaran dimana guru menugaskan pelajaran atau
kelompok pelajar melaksanakan atau kelompok pelajar melaksanakan
percakapan ilmiah untuk mencari kebenaran.
Dalam berdiskusi untuk mencari sebuah kebenaran harus dapat
menghormati antar satu dengan yang lainnya. Tidak boleh beranggapan
diri sendiri lebih menguasai ilmu daripada yang lain, sebab hal tersebut
akan menimbulkan sikap sombong dan merendahkan teman yang lain. Jika
pada waktu teman lain sedang berbicara untuk menjelaskan atau
mengutarakan pendapat, jangan memotong pembicaraannya. Hal tersebut
akan membuat rasa tidak enak terhadap teman tersebut.
50
سح ث١ حب ذاسا اال وب ا اخ شح ع ص ع غبت باجز : ل ٠بث
ب از ٠عشف غبئ ظخ ف ا فب ا بظشح ع ا
“Wahai anakku, bila engkau dan teman-temanmu berkumpul untuk diskusi
dan saling mengemukakan pendapat dalam berbagai masalah, jangan
sekali-kali engkau memutus pembicaraan seseorang yang sedang
mengajukan argumentasinya.
Terkait diskusi ini juga disinggung dalam firman Allah sebagai
berikut:
ا إ عج١ حغخ ادع عظخ ا ا خ حى سثه ثبص
ثبز جبد
أحغط
عج١ ع ظ ث أع سثه إص
زذ٠ ثب أع
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An-
Nahl:125).
6. Saling Menghormati
Seorang pencari ilmu haruslah memiliki sikap saling menghormati
dan menghargai satu dengan yang lain. Dengan demikian akan tercipta
suasana belajar yang harmonis, dan nyaman.
Dalam penerapannya perilaku seorang murid haruslah
mencerminkan perilaku baik saling menghormati apalagi berhubungan
dengan gurunya, selain itu juga harus berperilaku baik dengan teman-
temannya di sekolah, contohnya:
51
a. Ketika bertemu guru berperilakulah sopan, seperti memberi salam,
mencium tangan gurunya ketika bersalamaan, menggunakan tutur kata
yang sopan pada saat berbicara, duduk dengan tenang ketika sang
guru sedang menerangkan, sebab sekarang banyak murid yang keliru
ketika berperilaku dengan gurunya.
Bentuk saling menghormati dan menghargai yang lainnya
adalah jangan menyela sang guru pada saat guru menerangkan atau
menjelaskan suatu pelajaran. Hal ini sepadan dengan firman Allah
sebagai berikut:
روشا ء حز أحذس ه ش ارجعز فال رغئ ع ٠لبي فئ
Artinya: “Dia berkata: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu
menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku
sendiri menerangakannya kepadamu” (QS. Al-Kahf:70).
b. Ketika berperilaku dengan temannya seorang murid haruslah
berperilaku yang baik yaitu dengan cara tidak merendahkan temannya,
tidak membanggakan diri sendiri, dan membantu temannya dalam
kesulitan. Jangan mengolok-olok antar teman karena hal tersebut
termasuk perilaku yang tidak disukai oleh Allah. Sebagaimana firman
Allah SWT sebagai berikut:
خ١شا ٠ى عغ ا ل ا ال٠غخشل ا ٠آ٠باز٠طال
مبة ا ثال ال رب ثض فغى ا ا ض رل ب ٠ ق ثعذ اال فغ ا ثئظ االع
ط ٠زت فبئه اظ
52
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jangan lah suatu kaum
mengolok-ngolok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka
(yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-
olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok)
perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-
olokkan) lebih abik dari perempuan (yang mengolok-olok).
Janganlah kamu saling menyela satu sama lain, dan janganlah
memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah
beriman.Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim” (QS. Al-Hujurat:11)
7. Akhlaq kepada Guru
Proses belajar mengajar merupakan salah satu bentuk dari ibadah
karena dengan melakukan belajar mengajar seseorang mampu
mengamalkan ilmunya dan seseorang yang lain menjadi tambah ilmunya.
Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
ح إ١ لجه إال سجبال ب آ أسع ط
ال ز و وش إ از آ أ فغئ
رع
Artinya: “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang –orang
lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui” (QS. An-Nahl:43).
Dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, belajar
dianjurkan untuk memilih pelajaran, mementingkan pelajaran yang
berhubungan dengan ketauhidan lebih dahulu. Hal ini yang harus
diperhatikan adalah memilih guru, karena guru merupakan orang yang
menjadi panutan dan orang yang menunjukkan ilmu yang akan dipelajari.
Dalam memilih guru haruslah memiliki kesabaran untuk mendapatkan
53
guru yang cocok dengan cara pembelajarannya. Karena ketika terlanjur
datang dan belajar kepadanya, namun ditengah proses pembelajaran tidak
sesuai dengan yang diinginkan, kemudian pindah kepada guru lain maka
hal tersebut dapat menyebabkan tidak akan mendapatkan keberkahan ilmu
tersebut, maka berfikirlah terlebih dahulu untuk mencari ilmu (Nasiruddin,
1963:51).
Apabila seorang murid sudah memilih guru yang cocok, maka
sebaiknya murid tidak boleh membuat guru marah dengan sikap murid
yang kurang sopan terhadapnya. Pada saat sang guru memberikan
pelajaran hendaknya seorang murid memperhatikan dengan seksama, tidak
boleh bergurau atau berbicara dengan teman lainnya dan tidak
menyibukkan pikiran dengan sesuatu yang lain berupa bisikan-bisikan hati
ditengah pelajaran.
: ٠بث م، خ حجت ف١ سفع اظع لل ر االدة، ف ا ظع از ع ص٠خ ا
.رىجشاعبءاال ثغع هللا ا١ ابط اع١ دة عمػ
“Wahai anakku, tawadlu‟ (rendah hati) dan akhlak yang baik itu adalah
hiasan ilmu pengetahuan. Maka barang siapa tawadlu‟ karena Allah,
akan diangkatlah derajatnya. Allah akan menjadikan seluruh makhluk-
Nya cinta dan hormat kepadanya. Barang siapa takabur dan berakhlak
tercelamaka jatuhlah martabatnya”.
Sikap tawadlu‟ terhadap guru sangatlah penting, karena manfaat
suatu ilmu salah satunya dengan menghormati atau memuliakan guru.Doa
guru menjadi bagian penting dalam keberhasilan seorang murid, karena
guru merupakan orang tua kedua setelah ayah dan ibu yang melahirkan.
54
8. Akhlaq kepada Teman/Saudara
Saudara yang dimaksud yaitu saudara sesama muslim. Dalam hal
ini adalah teman yang sama-sama dalam menuntut ilmu.Tidak bersikap
buruk terhadap sesama teman. Saling menghargai dan saling membantu
pada waktu pembelajaran, jika seorang teman tidak bisa dalam suatu
pelajaran maka sebaiknya untuk mengajarinya (Syakir, t.th: 13).
Sesama teman atau saudara muslim haruslah berbuat baik dan
saling mengasihi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
اخفط ج ع١ ال رحض اجب أص زعب ث ب ع١١ه إ ذ بحه ال ر
( ١ ؤ ۸۸)
Artinya : Janganlah sekali-kali kamu menunujukkan pandanganmu kepada
kenikmatan hidup yang telah kami berikan kepada beberapa
golongan diantara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah
kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu
terhadap orang-orang beriman (Q.S. Al-Hijr:88).
Melalui ayat di atas, Allah SWT memerintahkan setiap muslim
untuk bersikap rendah hati diantara saudaranya yang seiman, berbuat baik
terhadap mereka, dan berkata lembut agar saling mengasihi dan
menyayangi.
Dalam hubungan terhadap sesama sebaiknya dilandasi dengan
cinta karena Allah dan persaudaraan seagama, kerja sama dan saling
tolong menolong dalam hal kebajikan dan ketaqwaan kepada Allah,
mendedikasikan kebaikan bagi semua dan mencegah keburukan dari
55
sesama teman serta menghiasi diri dengan akhlak-akhlak yang mulia
(Hajjaj, 2013: 263).
Apabila ada salah satu teman meminta pertolongan kepada kita,
alangkah baiknya kita menolong secara ikhlas dan bersenang hati. Karena
jika kita sewaktu-waktu mengalami kesulitan dan membutuhkan
pertolongan kepada teman, maka teman tersebut akan menolong tanpa
mengharap balasan dari kita. Seorang teman merupakan orang terdekat
kita setelah keluarga.
Saling melengkapi dan saling mengingatkan untuk kebaikan adalah
salah satu tujuan dari pertemanan.Semua manusia di dunia ini pasti
memiliki teman, baik teman dalam bisnis, bekerja, teman belajar, teman
mengaji atau yang lainnya.Melihat situasi pada zaman sekarang ini kita
harus mampu dalam memilih dan memilah teman.Berhati-hatilah dalam
memilih teman dan jangan sembarangan dalam bergaul dan berteman.
9. Menuntut Ilmu Harus Tawadlu‟
Tawadlu‟ adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya
dari siapapun datangnya, baik ketika suka maupun dalam keadaan marah
(Tim Kajian Nurul Ilmi, 2012: 376). Tawadlu‟ merupakan sikap rendah
hati, tidak menganggap diri lebih baik dari orang lain. Sikap seperti inilah
yang wajib dimiliki oleh seorang guru dan murid. Allah berfirman:
١ ؤ ا ارجعه اخفط جبحه
56
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang
mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman” (QS Asy-
Syu‟ara:215).
Seorang murid harus senantiasa bersikap rendah hati kepada guru
dan temannya. Misalnya bertutur kata dengan sopan, menyapa ketika
bertemu. Karena salah satu faktor penyebab berkahnya suatu ilmu adalah
dengan sikap tawadlu‟ kepada ahli ilmu yaitu guru.
10. Tidak Boleh Takabur
Sombong (takabur) adalah menganggap orang lain rendah dan
merasa dirinya paling tinggi. Merasa memiliki kesempurnaan yang
sempurna berkaitan dengan agama atau dunia.Berkaitan dengan agama,
misalnya takabur karena merasa paling dekat dengan Allah SWT
dibandingkan dengan yang lainnya.Sedangkan yang berkaitan dengan
dunia misalnya, merasa lebih cerdas atau pandai dibandingkan dengan
yang lainnya.
. م ال رزىجش ع خ خ فبشىش هللا ع١ه ثع ع : إرا ا ٠بث
“Wahai, anakku! Apabila Allah mengarunianimu suatu nikmat, maka
bersyukurlah kepada-Nya dan jangan bersikap sombong terhadap
makhluknya” (Syakir, t.th:42).
Sebagaimana juga dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam QS
Al-A‟raf ayat 146:
57
ف السض ثغ١ش ا ٠زىجش ءا ٠ز از٠ عؤصشف ع ا و ٠ش إ حك
ا ث وز عج١ال ره ثؤ شذ ال ٠زخز اش ا عج١ ٠ش إ ا ثب ءا٠خ ال ٠ؤ
ب غف١ ا ع وب ثئب ٠زب
Artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan
dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda
kekuasaan-Ku. mereka jika melihat ayat-ayat (Ku), mereka tidak
beriman kepadanya. dan mereka melihat jalan yang membawa
kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi mereka
jika melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya, yang
demikian itu adalah karena mereka menduakan ayat-ayat Kami
dan mereka selalu lalai dari padanya” (QS Al-A‟raf ayat 146).
B. Relevansi Etika Menuntut Ilmu dalam kitab Washoya Al Aba’ lil Abnaa’
dikaitkan dengan Masa Kekinian.
Washoya Al Aba‟ lil Abnaa‟ adalah kitab yang ditulis oleh Syekh
Muhammad Syakir.Kitab ini merupakan warisan pendidikan yang sangat
jarang dijumpai di era sekarang ini.Didalamnya mengandung nasehat-nasehat
tentang akhlak dan adab sehari-hari dengan tujuan agar para peserta didik
memiliki akhlak yang baik dan dapat mengaplikasikan dikehidupannya.
Kitab Washoya merupakan kitab yang harus diberikan kepada
seorang murid yang masih menimba ilmu dibangku pendidikan.Sebab masih
banyak di luar sana yang masih belum mengetahui secara mendalam
bagaimana etika menuntut ilmu yang baik itu menurut kitab Washoya.
Etika menuntut ilmu dalam kitab Washoya meliputi beberapa aspek
diantaranya: belajar sungguh-sungguh, semangat dalam menuntut ilmu,
58
menghargai waktu, pemahaman, diskusi, saling menghormati, akhlak kepada
guru, akhlak kepada teman/saudara, tawadlu‟, tidak boleh takabur.Semua itu
jika dikaitkan dengan kekinian memang masih dipergunakan dalam menuntut
ilmu. Misalnya, diskusi merupakan aspek dalam menuntut ilmu yg masih
melekat dan masih digunakan dalam proses belajar mengajar sampai saat ini.
Sebab di dalam diskusi murid mampu mengambil manfaatnya antara lain
dapat menghargai pendapat orang lain, meningkatnya rasa percaya diri, dapat
memberikan pertolongan sesama teman yang belum mengerti. Sikap tawadlu‟
dan tidak boleh takabur merupakan suatu sikap yang harus ditanamkan sejak
dini oleh penuntut ilmu sebab keduanya merupakan pondasi agar kelak tidak
sombong terhadap orang lain. Oleh sebab itu, kitab Washoya Al Aba‟ Lil
Abnaa‟ sangat relevan untuk dijadikan pedoman dalam berakhlak yang baik
untuk menghadapi tantangan zaman. Dalam kitab ini, dijelaskan pula
bagaimana cara berakhlak terhadap Allah dan Rasulmya, berakhlak kepada
orang tua, berakhlak dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui akhalk yang
baik dan buruk, serta berakhlak kepada masyarakat dalam menghadapi zaman
kekinian.
Menurut penulis relevansi kitab Washoya Al Aba‟ Lil Abnaa‟ dalam
menghadapi zaman kekinian adalah dapat menjadi solusi dalam memperbaiki
akhlak di berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi zaman
sekarang.Dan sebaiknya dari masa dini selalu ditanamkan etika yang baik
agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia
59
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan-pembahasan dan analisa pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dalam kitab Washoya al aba‟ lilAbnaa‟ tentang etika menuntut ilmu
untuk seorang murid sangatlah penting sekali. Dimana seorang murid harus
mengetahui etika menuntut ilmu dan juga harus dapat mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat diharapkan seorang murid memiliki
akhlak yang baik, mempunyai ilmu yang bermanfaat untuk dirinya sendiri
dan orang lain.
1. Biografi Syekh Muhammad Syakir
Muhammad Syakir lahir di Jurja, Mesir pada pertengahan Syawal
tahun 1282 H bertepatan pada tahun 1863 M dan beliau wafat pada tahun
1939 M. Ayah beliau bernama Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits.
Keluarga Syekh Muhammad Syakir telah dikenal sebagai keluarga yang
paling mulia dan yang paling dermawan di kota Jurja.
Pada tanggal 26 April 1904, Muhammad Syakir pun masuk ke
Lembaga Keagamaan di Alexandria tempat ayahnya menjadi syekh.
Ketika pada 19 April 1909 ayahnya menjadi wakil di Al-Azhar,
Muhammad Syakir pun ikut ke Kairo untuk kemudian belajar di Al-Azhar
hingga lulus pada 1917.
60
2. Etika menuntut ilmu yang terdapat dalam kitab Washoya al aba‟ li
lAbnaa‟adalah sebagaiberikut:
a. Seorang murid harus belajar dengan sungguh-sungguh.
b. Harus memiliki semangat yang berkobar dalam menuntut ilmu.
c. Hendaklah seorang murid dapat menghargai waktu dan menggunakan
waktu dengan sebaik-baiknya.
d. Selain mengerti akan pelajaran yang diberikan kepada guru, murid juga
harus memiliki pemahaman mengenai ilmu yang didapat dari sang
guru.
e. Murid harus sering-sering berdiskusi untuk mencari sebuah kebenaran
dan melatih otak untuk terus berfikir.
f. Seorang murid harus saling menghormati antara satu dengan yang
lainnya agar dapat menciptakan lingkungan yang harmonis.
g. Hendaklah memiliki akhlaq yang baik kepada guru. Agar mendapat
ilmu yang barokah.
h. Seorang murid diharuskan memiliki akhlaq yang baik kepada teman.
i. Menuntut ilmu harus ditanamkan sikap tawadlu‟sejak awal agar
memiliki banyak teman dan disayangi oleh sang guru.
j. Harus dapat menjahui sikap takabur. Sebab hal itu akan merugikan diri
sendiri dan orang lain. Sehingga tidak mendapatkan ilmu yang
barokah.
Selain itu seorang murid harus ta‟dzim (mengagungkan), wira‟i
(menjaga diri), syahamah (menjaga hawa nafsu), bahwa memiliki sikap
61
tersebut menjadikan ilmu lebih bermanfaat dan barokah dengan tujuan
mendapat ridha Allah sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Relevansi Kitab Washoya tentang Etika Menuntut Ilmu dalam Konteks
Kekinian.
Washoya Al Aba‟ lil Abnaa‟ adalah kitab yang ditulis oleh Syekh
Muhammad Syakir. Kitab ini merupakan warisan pendidikan yang sangat
jarang dijumpai di era sekarang ini. Di dalamnya mengandung nasehat-
nasehat tentang akhlak dan adab sehari-hari dengan tujuan agar para peserta
didik memiliki akhlak yang baik dan dapat mengaplikasikan
dikehidupannya.
Kitab Washoya merupakan kitab yang harus diberikan kepada
seorang murid yang masih menimba ilmu di bangku pendidikan. Sebab
masih banyak di luar sana yang masih belum mengetahui secara mendalam
bagaimana etika menuntut ilmu yang baik itu menurut kitab Washoya.
Etika menuntut ilmu dalam kitab Washoya meliputi beberapa aspek
diantaranya: belajar sungguh-sungguh, semangat dalam menuntut ilmu,
menghargai waktu, pemahaman, diskusi, saling menghormati, akhlak
kepada guru, akhlak kepada teman/saudara, tawadlu‟, tidak boleh takabur.
Semua itu jika dikaitkan dengan kekinian memang masih dipergunakan
dalam menuntut ilmu. Misalnya, diskusi merupakan aspek dalam menuntut
ilmu yang masih melekat dan masih digunakan dalam proses belajar
mengajar sampai saat ini. Sebab di dalam diskusi murid mampu mengambil
62
manfaatnya antara lain dapat menghargai pendapat orang lain,
meningkatnya rasa percaya diri, dapat memberikan pertolongan sesama
teman yang belum mengerti. Sikap tawadlu‟ dan tidak boleh takabur
merupakan suatu sikap yang harus ditanamkan sejak dini oleh penuntut ilmu
sebab keduanya merupakan pondasi agar kelak tidak sombong terhadap
orang lain.
Menurut penulis relevansi kitab Washoya Al Aba‟ Lil Abnaa‟ dalam
menghadapi zaman kekinian adalah dapat menjadi solusi dalam memperbaiki
akhlak di berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi zaman sekarang.
Dan sebaiknya dari masa dini selalu ditanamkan etika yang baik agar kelak
menjadi generasi yang berakhlak mulia.
B. SARAN
Dengan begitu besar manfaat dan peranan tawadlu‟ (rendah hati),
menghormati guru, sungguh-sungguh, semangat, beretika menuntut ilmu,
maka kami memberikan saran sebagai berikut:
1. Sebagai umat Islam yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, sudah
seharusnya kita selalu berpegang teguh pada kitab suci Al-Qur‟an dan Al-
Hadits, yang mana kitab tersebut merupakan pedoman dalam kehidupan
sehari-hari sehingga dengan harapan perilaku kita tidak menyimpang atau
bertentangan dengan ajaran Islam yang rahmatan lil „alamin.
2. Supaya ilmu yang kita dapat dan kita miliki menjadi berkah, manfaat
untuk diri sendiri, maupun di masyarakat nantinya maka dalam menuntut
ilmu hendaknya memuliakan guru, jangan sampai membuat guru marah,
63
patuh, sopan, rendah hati, tawadlu‟ terhadap guru. Saling menyayangi dan
saling tolong menolong terhadap sesama teman.
3. Teruslah semangat dalam menuntut ilmu. Sebab ilmu yang bermanfaat
nantinya dapat menjadikan amal jariyah di hari akhir.
C. PENUTUP
Dengan mengucap syukur alkhamdulillah kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akademik yaitu penulisan skripsi yang mana sebagai syarat untuk meraih
gelar S1 di jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Mengingat kemampuan yang ada, tentulah penulisan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Apabila ada kebenaran semata-mata itu
hidayah dari Allah SWT, namun apabila ada kesalahan, maka semua itu
bentuk kekhilafan Penulis. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari
perbaikan selanjutnya sangat diharapkan penulis.
Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan juga bagi pembacanya di dunia dan akhirat. Semoga skripsi ini
menjadi amal jariyah bagi penulis di akhirat kelak. Aamiin.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. Biografi Syaikh Muhammad Syakir,
http://www.scribd.com/doc/5281560/biografi-syaikh-muhammad-syakir.
Abdullah, Taufik. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Isam, Akar dan Awal.
Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve.
Al Nawawi, Imam. 2013. Mutiara Riyadhush Shalihin, Terj. Ahmad Rofi‟
Usmani. Bandung: Mizan Pustaka.
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Press.
Az-Zabidi, Imam.2015.Ringkasan Shahih Bukhari cet. 3. Bandung: Jabal.
Bruinessen, Martin Van. 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-
tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Djatmika, Rachmat. 1996. Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia). Jakarta: Rineka
Cipta.
__________, 1996. Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia) Jakarta: Pustaka Panjimas.
Drajat, Manpan dan M. Ridwan Effendi. 2014. Etika Profesi Guru. Bandung:
Alfabeta.
El mubarok, Zaim. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Emzir.2011. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2013. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta: Amzah.
Hawwa, Sa‟id. 2006. Pendidikan Spiritual. Yogyakarta: MitraPustaka.
Juwariyah. 2010. HadisTarbawi. Yogyakarta: Teras.
Karo, Ulih bukit. 1975. Metodologi Pengajaran. Salatiga: CV.Saudara.
65
Karo, Ulih bukit, S. dkk. 1975. Suatu Pengantar Ke dalam: Metodologi
Pengajaran. CV. Saudara Salatiga.
Kartanegara, Mulyadi. 2005. Panorama Filsafat Islam. Bandung: Mizan Media
Utama.
Kasyafani, faidh.2014. Etika Islam Menuju EvolusiDiri. Jakarta Selatan: Sandra
press.
Magnissuseno, Franz. 1987. Etika Dasar (masalah-masalah Pokok Filsafat
Moral). Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI).
Minarno, Eko Budi. 2010. Pengantar Bioetika Dalam Perspektif Sains dan Islam.
Malang: UIN-Maliki Press.
Nata, Abuddin. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali.
Pace san Don F, R. Waine. 2000. Komunikasi Organisasi :Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan, Cet. Pertama. Bandung:RemajaRosdaKarya.
Rahnema, Ali. 1996. Para Perintis Zaman Baru Islam. Bandung: Mizan.
Sarosa, Samiaji. 2012. PenelitianKualitatifDasar-Dasar. Jakarta: PT. Indeks.
Soeharto, Toto. 2006. FilsafatPendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Syakir, Muhammad. t.t. Washoya Al-Abaa „lilAbnaa‟. Semarang: Toha Putra.
Syakir, Muhammad. t.th. Washoya al Aba‟ lilAbnaa‟. Magelang: Salsabila.
Tafsir, Ahmad. 2004. Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung:
MimbarPustaka.
Tim Kajian Keislaman Nurul Ilmi. 2012. Buku Induk Terlengkap Agama Islam.
Yogyakarta: Citra Risalah.
Van Bruinessen, Martin. 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-
tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Rina Atmasari. 2016. 5 Kasus Penganiayaan Guru oleh Murid.
http://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2016/08/11/5-kasus-
penganiayaan-guru-murid-inikah-mental-pelajar-indonesia/
https://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/04/biografi-syaikh-ahmad-syakir/
TulisanUstadz Ahmad Hamdani di MajalahSalafyedisi XXIII.
DAFTAR NILAI SURAT KETERANGAN KEGIATAN
Nama : Risa Rosiana S
NIM : 111-13-137
Jurusan : PAI
Dosen Pembimbing Akademik : Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag.
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Sebagai Nilai
1 OPAK STAIN SALATIGA 2013
“Rekontruksi Paradigma
Mahasiswa yang Cerdas, Peka dan
Peduli”.
27 Agustus
2013
Peserta 3
2 OPAK Tarbiyah 2013 “Menjunjung
Tinggi Nilai-Nilai Kearifan Lokal
sebagai Identitas Pendidikan
Indonesia”.
29 Agustus
2013
Peserta 3
3 Piagam Penghargaan “Making an
Incredible Youth Generation”.
06 September
2013
Panitia 3
4 Library User Education
(Pendidikan Pemakai Perpustakaan)
UPT PERPUSTAKAAN STAIN
Salatiga
16 September
2013
Peserta 2
5 Pendidikan dan Latihan Calon
Pramuka Pandega ke-23 (PLCPP
XXIII) “PLCPP Membuka
Cakrawala Dunia Serta
Membangun Kredibilitas Bangsa”.
23 September
2013
Peserta 2
6 Seminar Nasional Bahasa Arab
Inovasi Pembelajaran Bahasa
“Upaya Menjaga Eksistensi dan
Masa Depan Pembelajaran Bahasa
Arab”.
09 Oktober
2013
Peserta 8
7 Pendidikan dan Latihan Calon
Pramuka Pandega (PLCPP) XXIV
“PLCPP sebagai Langkah
Rekontruksi Karakter Pandega
dalam Membangun Racana yang
Loyal dan Bermartabat”.
26-24
September
2014
Reka
Kerja
3
8 SK Pengesahan Pengurus PPTI AL 04 November Pengurus 4
FALAH Salatiga Masa Khidmat
2014/2015
2014
9 Seminar Nasional
Entrepreneurship.
16 November
2014
Peserta 8
10 Lomba Akhirossanah ke XXI
Pon.Pes. Tarbiyatul Islam Al-Falah
Salatiga.
28 Mei 2015 Panitia 3
11 Seminar Nasional “Aktualisasi
Bahasa Arab untuk Membentuk
Karakter Bangsa yang
Bermartabat”.
10 Juni 2015 Peserta 8
12 Workshop Terapi Hati Session 2 25 Juni 2015 Peserta 2
13 Seminar Nasional “Epistemologi
Tafsir Kontemporer Integrasi
Hermeneutika dalam Metode
Penafsiran Al-Qur‟an”.
25 September
2015
Peserta 8
14 Seminar dalam Acara Edukasi
Literasi Keuangan bersama OJK
“Literasi Keuangan Syariah dan
Kebijakan Mikroprudensial dalam
12 Oktober
2015
Peserta 2
Stabilitas Ekonomi”.
15 Seminar Nasional “Peran Sistem
Ekonomi Islam dalam
Meningkatkan Stabilitas Ekonomi
Global dengan Mensinergikan
Sektor Riil dan Sektor Keuangan”.
13 Oktober
2015
Peserta 8
16 Seminar Nasional “Jenderal
Sudirman Inspirasi Anak Bangsa”.
11 November
2015
Peserta 8
17 Seminar Nasional “Implementasi
Nilai-Nilai Pancasila sebagai
Benteng dalam Menolak Gerakan
Radikalisme”.
10 Februari
2016
Peserta 8
18 Dioalog Interaktif “Peran UU
Sisdiknas dan Permendikbud dalam
Penerapan Kurikulum 2013”.
02 Mei 2016 Peserta 2
19 Seminar Nasional “Esensi Dakwah
Kontemporer”.
21 Mei 2016 Peserta 8
20 Seminar Nasional “Analisis Metode
Imsakiyah yang Berkembang di
Indonesia”.
02 Juni 2016 Peserta 8
21 Sertifikat Pelatihan Ilmu Falak 18-19 Juni
2016
Peserta 2
22 Dialog Nasional “Peningkatan
Konsep Hablum Minannas melalui
Ramadhan”.
19 Juni 2016 Peserta 8
23 Seminar Nasional “Optimalisasi
Sumber Daya Insani dalam
Menghadapi Dunia Wirausaha”.
29 September
2016
Peserta 8
24 Seminar Nasional “TAX
AMNESTI, Faktor-Faktor yang
Melatar Belakangi Lahirnya
Amnesty Pajak dan Dampaknya
Terhadap Perekonomian di
Indonesia”.
12 Oktober
2016
Peserta 8
25 Dialog Interaktif “Pendidikan
Karakter Indonesia”
15 Oktober
2016
Peserta 2
26 FUADAH BERSHOLAWAT
“Perkokoh Harmoni NKRI dan
Kehidupan Beragama dengan
Sholawat dan Konservasi Budaya”.
20 Oktober
2016
Peserta 2
27 Seminar Nasional “Sejarah dan
Revitalisasi Identitas Bangsa”.
08 November
2016
Peserta 8
28 Seminar Nasional Edupreneurship
“Strategi Marketing Sukses
Wirausaha”.
13 November
2016
Peserta 8
29 Penyerapan Aspirasi Masyarakat
oleh Badan Pengkajian
“Peningkatan Kualitas Pendidikan
di Indonesia untuk Memperkokoh
NKRI”.
23 November
2016
Peserta 8
30 Praktikum Mata Kuliah
Kewirausahaan (Mahasiswa
Jurusan PAI, PGMI dan PGRA)
“Keren itu Mahasiswa Kreatif,
Inovatif, Mandiri dan Berani
Berwirausaha”
14 Desember
2016
Peserta 2
31 Lomba Festival Anak Sholeh (FAS)
KKN IAIN Salatiga Tematik
Posdaya Berbasis Masjid.
Februari 2017 Panitia 3
32 SK Pengangkatan Pengurus Dewan
Mahasiswa (DEMA) Institut
27 Februari
2017
Pengurus 4
Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga Masa Bakti 2017
33 Seminar Nasional IPNU IPPNU
“Peran Pemuda dalam
Mengukuhkan NKRI”
04 Maret 2017 Peserta 8
Jumlah 172
Salatiga, 3 Mei 2017
Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama
Achmad Maimun, M.Ag.
NIP.197005 10 199803 1003
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama : Risa Rosiana Sugiyanto
Tempat, Tanggal lahir : Blora, 26 September 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : KP JATI RT/RW 004/002, Kec. Cibodas Kota
Tangerang
Riwayat Pendidikan :
1. TK MUSLIMAT TAWANGREJO, lulus
tahun 2000
2. SD N 1 TAWANGREJO, lulus tahun 2007
3. SMP N 1 KUNDURAN, lulus tahun 2010
4. SMK MA‟ARIF BLORA, lulus tahun 2013
Riwayat Organisasi :
1. RACANA KUSUMA DILAGA WORO
SRIKANDHI IAIN SALATIGA
2. DEWAN MAHASISWA (DEMA) INSTITUT
IAIN SALATIGA
Demikian riwayat hidup ini dibuat sebenar-benarnya.
Salatiga, 12 Juni 2017
Penulis
RISA ROSIANA S
ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM
KITAB WASHOYA KARYA
MUHAMMAD SYAKIR
Disusun oleh:
RISA ROSIANA S
111-13-137
ETIKA MENUNTUT ILMU DALAM
KITAB WASHOYA KARYA
MUHAMMAD SYAKIR
Disusun oleh:
RISA ROSIANA S
111-13-137