etika kebijakan publik

10
etika pelayanan publik Sebelum memahami arti dari etika pelayanan publik, tentunya harus dipahami dulu makna dari etika dan pelayanan publik. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti kebiasaan atau watak. Solomon (dalam Kumorotomo, 2007: 7) menjelaskan bahwa etika mencakup dua hal yaitu pertama, etika sebagai disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya dan kedua, nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Pendapat Solomon menekankan bahwa etika merupakan cabang ilmu dan nilai-nilai untuk mengatur tingkah laku manusia. Sedangkan Bertens (dalam Keban, 2008:167) menyimpulkan bahwa etika meliputi (1) nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, (2) kumpulan asas atau nilai moral yang dikenal dengan kode etik, (3) ilmu tentang baik dan buruk atau yang disebut dengan filsafat moral. Pada dasarnya pendapat Solomon dan Bertens mengemukakan dua substansi yaitu dari sudut keilmuan dan praktik. Sudut pandang keilmuan etika dipandang sebagai cabang ilmu, sedangkan dari sisi praksis etika merupakan nilai yang dijadikan pedoman untuk mengatur tingkah laku. Jadi, etika merupakan nilai-nilai yang dianut untuk mengatur tingkah laku manusia dalam ruang kehidupannya. makna etika dan pelayanan publik, maka selanjutnya adalah memaknai arti dari etika pelayanan publik. Menurut Denhardt (dalam Keban, 2008: 168) etika pelayanan public diartikan sebagai filsafat dan professional standart (kode etik), atau moral atau right rules of conduct (aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau administrator publik. Definisi Denhardt tersebut menekankan etika pelayanan publik sebagai kode etik. Selain itu, Rohman, dkk

description

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Transcript of etika kebijakan publik

Page 1: etika kebijakan publik

etika pelayanan publik

Sebelum memahami arti dari etika pelayanan publik, tentunya harus dipahami dulu makna dari etika dan pelayanan publik. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti kebiasaan atau watak. Solomon (dalam Kumorotomo, 2007: 7) menjelaskan bahwa etika mencakup dua hal yaitu pertama, etika sebagai disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya dan kedua, nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Pendapat Solomon menekankan bahwa etika merupakan cabang ilmu dan nilai-nilai untuk mengatur tingkah laku manusia. Sedangkan Bertens (dalam Keban, 2008:167) menyimpulkan bahwa etika meliputi (1) nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, (2) kumpulan asas atau nilai moral yang dikenal dengan kode etik, (3) ilmu tentang baik dan buruk atau yang disebut dengan filsafat moral. Pada dasarnya pendapat Solomon dan Bertens mengemukakan dua substansi yaitu dari sudut keilmuan dan praktik. Sudut pandang keilmuan etika dipandang sebagai cabang ilmu, sedangkan dari sisi praksis etika merupakan nilai yang dijadikan pedoman untuk mengatur tingkah laku. Jadi, etika merupakan nilai-nilai yang dianut untuk mengatur tingkah laku manusia dalam ruang kehidupannya.

makna etika dan pelayanan publik, maka selanjutnya adalah memaknai arti dari etika pelayanan publik. Menurut Denhardt (dalam Keban, 2008: 168) etika pelayanan public diartikan sebagai filsafat dan professional standart (kode etik), atau moral atau right rules of conduct (aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau administrator publik. Definisi Denhardt tersebut menekankan etika pelayanan publik sebagai kode etik. Selain itu, Rohman, dkk (2010: 24) mendefinisikan bahwa etika pelayanan publik adalah suatu cara dalam melayani publik denagan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik. Definisi Rohman dkk tersebut menekankan penggunaan nilai-nilai luhr dalam pelayanan publik. Jadi, jelas bahwa etika pelayanan publik merupakan penggunaan nilai-nilai luhur oleh seorang administrator dalam memberikan pelayanan publik.

Prinsip dasar dalam etika pelayanan publik yaitu apa yang baik dan buruk bukan benar dan salah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai penerima layanan publik. Kartasasmita (dalam Rohman, dkk: 2010: 25-27) mengungkapkan dua pendekatan dalam etika pelayanan publik yaitu :

Page 2: etika kebijakan publik

a) Pendekatan Teleologi

Pendekatan teleologi dalam etika berdasarkan apa yang baik dan buruk atau apa yang seharusnya dilakukan oleh pejabat publik. Pendekatan ini memiliki acuan utama yaitu nilai kemanfaatan yang diperoleh. Penilaian baik dan buruk didasarkan atas konsekuensi keputusan atau tindakan yang diambil. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik pendekatan teleologis misalnya mengukur pencapaian sasaran kebijakan publik, seperti pertumbuhan ekonomi, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan.

b) Pendekatan Deontologi

Pendekatan ini lebih mendasarkan pada prinsip-prinsip moral yang harus ditegakkan, karena kebenaran yang ada dalam dirinya dan tidak terkait dengan akibat atau konsekuensi dari keputusan yang diambil. Pendekatan ini lebih melihat moral masing-masing individu, pelayanan publik akan beretika jika diisi oleh orang-orang yang mau dan mampu menegakkan prinsip-prinsip moral. Mewujudkan pendekatan ini dalam manajemen pelayanan publik tidaklah mudah. Namun, jika sudah melembaga dalam pejabat publik dan masyarakat, maka birokrasi akan dapat menjadi teladan.

Pergeseran Etika Pelayanan Publik

Sesuai dengan perkembangan kondisi lingkungannya, etika selalu mengalami pergeseran. Apa yang dulu dianggap tidak baik, mungin sekarang dianggap baik, begitu sebaliknya. Misalnya pendekatan pembangunan top down munkin merupakan sesuatu yang dianggap baik, namun pada era sekarang pembangunan dengan pendekatan itu sudah tidak layak lagi. Pergeseran paradigm etika pelayanan publik disampaikan oleh Denhardt dalam bukunya yang berjudul The Ethics of Public Service pada tahun 1988. Adapun pergeseran paradigm etika pelayanan publik meliputi lima model yaitu :

a) Model I Tahun 1940an

Pada Periode ini tokoh yang berpengaruh yaitu Wayne A.R. Leys. Pada tahun 1944 Leys memberikan saran kepada pemerintah Amerika Serikat tentang bagaimana menghasilkan keputusan kebijakan publik yang baik. Cara yang disampaikan oleh Leys yaitu dengan meninggalkan kebiasaan atau tradisi yang selama ini menjadi pegangan utama dalam menentukan suatu pembuatan keputusan, karena pemerintah terus berhadapan dengan

Page 3: etika kebijakan publik

masalah baru. Jadi, keputusan dianggap etis jika dalam pembuatan keputusan tidak hanya sekedar menerima atau tergantung pada kebiasaan atau tradisi yang ada.

b) Model II tahun 1950an

Pada periode ini tokohnya yaitu Hurst A. Anderson. Substansinya etika pelayanan publik akan baik jika mampu merefleksikan nilai-nilai dasar (Core Value) masyarakat yang meliputi kebebasan, kesetaraan, keadilan, kebenaran, kebaikan, dan keindahan.

c) Model III tahun 1960an

Robert T. Golembiewski mengungkapkan bahwa untuk menilai etika pelayanan publik yang baik harus meninggalkan teori-teori organisasi tradisional dan berganti sesuai dengan masanya. Hal ini dikarenakan teori-teori organisasi akan terus berkembang sesuai dengan lingkungannya.

d) Model IV tahun 1970an

Paradigma ke IV ini mengatakan bahwa agar menjadi etis seorang administrator harus benar-benar memberi perhatian pada proses menguji dan mempertanyakan standar atau asumsi yang melandasi pembuatan keputusan administratif. Standar-standar tersebut mungkin akan berubah dari waktu ke waktu dan isi dari standar tersebut harus merefleksikan komitmen terhadap nilai dasar dan administrator harus tahu bahwa ialah yang akan bertanggung jawab penuh terhadap standar-standar yang digunakan dan terhadap keputusan itu sendiri.

e) Model V 1970-1980an

Pada periode ini tokoh yang berkontribusi yaitu John Rohr dalam Ethics of Bureaucrats (1978) dan Terry L dengan bukunya The Responsible Administrator (1986). Kedua penulis itu mensyaratkan bahwa seorang administrator dikatakan etis apabila dalam proses pengambilan keputusan memiliki prinsip independensi. Tidak boleh tergantung dari pemikiran pihak-pihak yang lain.

f) Model VI

Model VI ini pada dasarnya menggambarkan pemikiran Cooper bahwa antara administrator, organisasi, dan etika terdapat hubungan penting dimana etika para administrator justru sangat ditentukan oleh konteks organisasi dimana ia bekerja. Jadi, lingkungan organisasi sangat menentukan bahkan begitu menentukan sehingga seringkali para administrator hanya sedikit “otonomi berertika”.

Mengacu pada pergeseran etika yang disampaikan oleh Denhardt tersebut,jelas bahwasanya etika sudah menjadi perhatian khusus dalam proses pelayanan atau administrasi publik.

Page 4: etika kebijakan publik

Pengertian Etika Kebijakan Publik

1.Kumorotomo mendefinisikan etika pelayanan publik sebagai suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik (1992;7).

2.Darwin (2001), mengartikan etika birokrasi sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia organisasi.

3.Widodo menyebutkan etika administras i negara adalah merupakan wujud kontrol terhadap administrasi negara dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya (2001;241).Manakala administrasi negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya dikatakan baik, maka dalam menjalankan tugas pokok fungsi dan kewenangannya harus menyandarkan pada etika administrasi negara.

4.Fadillah mengartikan etika pelayanan publik adalah suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik (2001;27).

2.Pentingnya Etika Dalam Kebijakan Publik

Salah satu agenda Reformasi dalam bidang administrasi publik adalah mengupayakan terwujudnyaGood Governanceyaitu sistem penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan profesional yang ditandai adanya aparat birokrasi pemerintah yang senantiasa mengedepankan terpenuhinyapublic accountabilityand responsibility. Untuk itu setiap aparat birokrasi pemerintah yang ada diseluruh level pemerintahan harus memiliki rasa kepekaan (responsiveness) terhadap kepentingan masyarakat maupun terhadap masalah-masalah yang ada dan harus dipecahkan di masyarakat, bertanggungjawab dalam pelaksanaan

Page 5: etika kebijakan publik

tugas/pekerjaan, dan harus pula bersifat representatif dalam pelaksanaan tugas. Hal ini berarti dihindarinya penyalahgunaan wewenang ataupun tindakan yang melampaui wewenang yang dimiliki baik ditinjau dari berbagai peraturan yang berlaku maupun dari nilai-nilai etika adm i nistrasi publik dan etika pemerintahan. Dan perlu ditekankan pula bahwa Good Governance hanya akan terwujud apabila setiap aparat birokrasi pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya senantiasa melandasi pengambilan kebijakan dengan prinsip ekonomis, efisien d a n efektif sebagai perwujudan tanggung jawab yang bersifat obyektif, di samping adanya tanggung jawab yang bersifat subyektif yaitu sikap tidak membedakan kelompok sasaran pembangunan dan senantiasa berupaya mewujudkan keadilan serta adanya keterbukaan/kej ujuran.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah yang menerapkan prinsip-prinsip desentralisasi saat ini, pelayanan publik (Public Service) menjadi isu sentral yang dijadikan pengukur untuk menilai tingkat keefektifan pelaksanaanGood and Clean Governance. Apakah p engaruh etika dalam kebijakan publik,Etika dalam administrasi publik hakikatnya tidak mempersoalkan ”benar atau salah” tetapi lebih menekankan kepada ”baik dan buruk”. Dalam paradigma dikotomi politik dan administrasi pemerintah memiliki 2 (dua) fungsi yang berbeda, yakni :

a.Fungsi politik, berkaitan dengan pembuatan kebijakan (public policy making) dan fungsi administrasi yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut. Hal ini berarti kekuasaan membuat kebijakan publik berada pada kekuasaan politik sedangkan pelaksanaan atas kebijakan politik ini merupakan kekuasaan dari administrasi publik.

b.Fungsi administrasi, publik dihadapkan kepada sesuatu yang dilematis mengingat adanya dikotomi antara politik dan administrasi. Kebijakan yang dihasilkan dari konsensus politik harus bermain dalam tataran ”benar atau salah” ketika dijalankan oleh administrasi publik.

Dis inilah etika diperlukan untuk dijadikan sebagai pedoman, referensi, dan petunjuk tentang apa yang dilakukan dalam menjalankan kebijakan politik ini. Etika disini juga dapat digunakan sebagai standar penilaian terhadap perilaku Administrasi Negara dalam me njalankan kebijakan politik apakah dilaksanakan secara ”baik atau buruk” karena Administrasi Negara bukan saja memiliki keterikatan dengan kebijakan politik tapi lebih dari itu juga berkait dengan manusia dan kemanusiaan.

Page 6: etika kebijakan publik

3.Berbagai Pertimbangan Etika dalam Kebijakan Publik

Proses perumusan (formulation) dan penerapan (implementation) kebijakan publik hendaknya juga harus dilakukan sebaik mungkin, sebab suatu kebijakan pemerintah tidak hanya mengandung konsekuensi yuridis semata, tetapi juga konsekuensi et is atau moral. Sebagai suatu produk hukum, kebijakan publik berisi perintah (keharusan) atau larangan. Barangsiapa yang melanggar perintah atau melaksanakan perbuatan tertentu yang dilarang, maka ia akan dikenakan sanksi tertentu pula. Inilah implikasi yu r idis dari suatu kebijakan publik. Dengan kata lain, pendekatan yuridis terhadap kebijakan publik kurang memperhatikan aspek dampak dan/ atau kemanfaatan dari kebijakan tersebut. Itulah sebabnya, sering kita saksikan bahwa kebijakan pemerintah sering ditol ak oleh masyarakat (public veto) karena kurang mempertimbangkan dimensi etis dan moral dalam masyarakat.

Mengingat kelemahan dalam pendekatan yuridis yang selama ini diterapkan, maka perlu dikembangkan pendekatan baru dalam perumusan kebijakan publik, yakni pendekatan etika / moral. Konsekuensi dari pendekatan baru ini adalah bahwa suatu kebijakan publik harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a.Keterikatannya untuk menjamin terselenggaranya kepentingan/ kesejahteraan rakyat banyak.

b.Keterikatann ya dengan upaya untuk memajukan daerah/ tanah air dimana kebijakan tersebut dirumuskan.

B.PENERAPAN ETIKA DALAM KEBIJAKAN PUBLIK

1.Kebijakan Publik sebagai Keputusan yang Mengandung Konsekuensi Moral

Sec ara rinci ukuran-ukuran normative dalam interaksi antara pengusaha, penyelengara Negara dengan masyarakar umum, serta bagaimana seharusnya kebijakan publik itu dilaksanakan sebagai berikut :

Page 7: etika kebijakan publik

a.Keadilan sosial

Tolak ukur kemakmuran ekonomi yang besar adala h terwujudnya keadlan sosial. Tujuan keadilan sosial tersusunya masyarakat yangseimbang dan teratur sehingga seluruh waarga Negara memperoleh kesempatan yang layak untuk membangun suatu kehidupan yang layak dan mereka yang lemah mendapat bantuan secukupny a.konsep keadilan disatu pihak mewajibkan Negara unutuk mewujudkan kesejahteraan umum, dan dipihak lain mewajibkan warga Negara untuk membantu masyarakat atau Negara guna mencapai tujuan. Ada asas pokok Negara kesejahteraan :

1)Setiap warga Negara berhak atas kesejahteraan dasar atau taraf minimum hidup.

2)Negara mempunyai persatuan orang yang bertanggung jawab atasa taraf hidup minimum semua warganya

3)Penematan kerja secara penuh merupakan puncak tujuan sosial yang harus didukung oleh kebijakan pemerintah.

Bisa ditarik kesimpulan bahwa sistem Negara kesejahteraan ingin menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas tertinggi.