Essay Politik
-
Upload
danissa-fidia-puteri -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
description
Transcript of Essay Politik
Popularitas Selebriti sebagai Komoditas Politik
Memasuki masa reformasi, peta politik di tanah air mulai banyak
mengalami perubahan. Sudah tidak ada lagi dominasi tiga partai seperti
sebelumnya. Undang-Undang No 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
memberikan kebebasan kepada siapapun warga negara Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (lihat Bab II, Pasal 2,UU No 31/2002). Tidak ada batasan
atas jumlah partai politik yang dapat akan didaftarkan menjadi peserta pemilu.
Undang-Undang No.31 tahun 2002 tentang Partai Politik membuka peluang di
antara partai politik untuk bersaing mendapatkan dukungan dari pemilih-
pemilihnya.
Sejak musim pemilu 2004 lalu, trend partai politik di Indonesia mulai
banyak diwarnai dengan kehadiran artis-artis yang secara langsung terlibat ke
dalam kegiatan politik. Jika sebelumnya mereka lebih banyak dipilih atau
dipromosikan ke lembaga legislatif, kini kehadiran artis sudah masuk ke dalam
level pemerintahan. Sejauh ini mereka masih ditempatkan sebagai wakil seperti
yang terjadi pada Pilkada Jawa Barat. Kini sudah mulai ramai pula para kandidat
pilkada di beberapa daerah menggunakan artis untuk mendampinginya pada
kampanye dan pilkada. Pandangan masyarakat umum tentu bisa memahami jika
kehadiran artis dalam panggung politik sejauh ini hanyalah dimanfaatkan
popularitasnya.
Kehadiran Eko Patrio dan Angelina Sondakh sebagai politisi hasil dari
Pemilu tahun 2004 yang berasal dari kalangan selebriti merupakan potret
gambaran tersebut. Sosok mereka identik dengan dunia keartisan. Eko Patrio
adalah figur artis yang dilahirkan dari dunia perfilman, komedi serta presenter.
Sementara, Angelina lebih dikenal sebelumnya sebagai putri Indonesia, dengan
gelar ratu kontes kecantikan. Karier di politik tidak diawali dengan track record
politik. Kandidat politik yang tidak memiliki jejak politik kuat diuntungkan oleh
mekanisme Pemilu langsung pertama yang dilakukan berdasarkan sistem semi
distrik. Hal itu terjadi karena tidak hanya nama wakil rakyat yang ditulis di kertas
suara, namun juga mulai dipampangkan foto-foto mereka. Dalam Pemilu 2004,
banyak selebriti yang masuk ke kancah politik, menggunakan popularitasnya
untuk mengumpulkan suaranya. Para kompetitor politisi lainnya yang tidak
dikenal rakyat tiba-tiba mendapat saingan hebat dengan munculnya wajah- wajah
para politisi selebriti ini karena wajah mereka sering tampil di media, lebih
banyak dikenal sehingga lebih populer di mata para calon pemilihnya.
Dede Yusuf, Rano Karno, Marissa Haque, Helmy Yahya, dan Saipul Jamil
merupakan lima dari sederetan artis yang kini sedang mulai mencoba
peruntungannya didunia perpolitikan Indonesia. Dua dari lima nama di atas malah
telah berhasil meloloskan dirinya dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada), yaitu Dede Yusuf untuk Pilkada Jawa Barat dan Rano Karno untuk
Pilkada Tangerang. Sedang Marissa Haque merupakan contoh selebritis yang
tidak berhasil memenangi Pilkada, dalam hal ini Pilkada Provinsi Banten. Dua
nama terakhir, Helmy Yahya dan Saipul Jamil merupakan nama yang dikabarkan
akan mendaftarkan diri, yaitu Helmy Yahya sebagai calon wakil gubernur
Sumatera Selatan dan Saipul Jamil sebagai calon wakil wali kota Serang, dalam
Pilkada mendatang. Fenomena artis masuk ke dunia politik ini sebenarnya tidak
hanya terjadi di Indonesia. Melirik pada Amerika Serikat yang dikenal sebagai
negerinya demokrasi, ternyata fenomena ini juga terjadi di Amerika Serikat, yaitu
ketika Ronald Reagan yang seorang bintang film pernah memimpin negara
tersebut, serta aktor Arnold Schwarzeneger yang hingga saat ini memimpin negara
bagian California. Fenomena artis memasuki dunia politik dengan memanfaatkan
popularitas memang sedang terjadi di negara kita. Kemudian menjadi pertanyaan
adalah, apakah fenomena popularitas dalam dunia politik iniakan menjadikan
kualitas demokrasi dalam suatu negara menjadi lebih baik, atau fenomena tersebut
malah akan memperburuk kualitas demokrasi suatu negara? Di masyarakat kita,
dalam memperoleh dukungan politik, popularitas amatlah penting. Karena itu
selebritis yang identik dengan publikasi sangat mudah memperoleh dukungan
politik (Kompas, 2012).
Para artis sudah ada yang menduduki jabatan-jabatan politik atau publik,
seperti di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bahkan sudah ada yang akan menjadi
calon presiden di Pemilu 2014. Negara memandang artis tetap sebagai warga
negara kelas dua yang mencuat karena ada kelebihan-kelebihan atau di luar
potensi fisiknya maka mereka boleh menempati ruang – ruang yang mestinya
untuk kalangan politisi. Sebenarnya partisipasi artis ini menjadi sangat terbatas,
hanya artis kelas atas, terkenal, dan sedikitnya harus mempunyai potensi
mengangkat kelompoknya. Jagat politik di Indonesia banyak dihiasi oleh sosok-
sosok populer, cantik, tampan, terkenal, dan public figure dari dunia hiburan.
Beberapa selebriti telah lolos menjadi anggota DPR di Senayan seperti Marrisa
Haque wakil dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Angelina Sondakh,
wakil dari Partai Demokrat, Nurul Arifin wakil dari Partai Golongan Karya, Rieke
Dyah Pitaloka wakil dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Tere wakil dari
Partai Amanat Nasional, Rachel Maryam wakil dari Partai Gerindra.
Fenomena terpilihnya selebriti ke panggung politik baik di Indonesia
maupun di negara-negara lainnya yang demokratis, memperlihatkan kekuatan
selebriti sudah mampu menggalang massa dan dipergunakan untuk menjaring
pemilih bagi partai politik. Selebriti dijadikan produk politik atau kandidat untuk
ditawarkan bagi pasar pemilih melalui strategi–strategi political marketing.
Penggunaan metode marketing dalam bidang politik dikenal sebagai marketing
politik (political marketing). Dalam marketing politik, yang ditekankan adalah
penggunaan pendekatan dan metode marketing untuk membantu politikus dan
partai politik agar lebih efisien serta efektif dalam membangun hubungan dua arah
dengan konstituen dan masyarakat.
Peluang untuk mendapatkan dukungan yang besar dari pemilih sangat
ditentukan oleh popularitas dari partai politik. Ada cukup banyak aspek yang
mendasari terbentuknya popularitas partai politik. Mulai nama besar pendiri,
kontribusinya secara langsung kepada pemilih-pemilihnya, peran secara politik
terhadap masyarakat baik pemilih maupun bukan pemilihnya, hingga orang-orang
yang menggerakkannya. Kunci untuk memenangkan popularitas ini terletak dari
kemampuan partai politik dalam memahami cara berpikir calon-calon pemilihnya,
bukan didasarkan pada kemampuan untuk memahami apa yang diinginkan oleh
calon pemilihnya. Sejauh manakah kontribusi mereka dalam percaturan politik di
tanah air? Sejauh mana pula partai politik memanfaatkannya?
Menghargai Keinginan Untuk Maju
Siapun warga negara berhak untuk terjun di politik. Sistem demokrasi
menghargai siapapun yang berminat dan berkeinginan pula memberikan warna
dalam panggung politik. Perubahan bisa dimulai dari mana saja dan kapan saja.
Siapapun warga negara adalah mereka yang bertanggungjawab membentuk arah
politik nasional menjadi lebih baik atau sesuai dengan apa yang selama ini
diharapkan dalam pembangunan nasional. Artis juga adalah anggota masyarakat
yang punya hak untuk membela negaranya sendiri. Jika saja selama ini partai
politik memberikan peluang bagi artis untuk masuk ke dunia politik, anggaplah itu
sebagai suatu kesempatan untuk mereka berkarya memberikan yang terbaik untuk
bangsa dan negara ini.
Masyarakat hendaknya pula juga sudah mulai belajar untuk memperbaiki
dan sekaligus merubah cara berpikir. Masyarakat harus banyak pula belajar dari
pengalaman pemilu sebelumnya dengan memperbaiki cara penilaian terhadap
pilihan atau sesuatu yang diyakini. Cita-cita nasional yang diinginkan oleh banyak
orang tidak bisa hanya diwujudkan oleh satu orang ataupun sekelompok orang
tertentu, akan tetapi membutuhkan partisipasi penuh dari segenap warga negara.
Menumbuhkan rasa peduli terhadap politik adalah syarat mutlak yang tidak bisa
ditawar lagi apabila masyarakat menginginkan suatu perubahan menuju ke arah
yang lebih baik/diinginkan, karena masyarakat yang menentukan.
Femomena artis masuk dalam dunia politik dengan memanfaatkan
popularitasnya juga kemudian menjadi masalah bila sang artis sebenarnya tidak
memiliki kemampuan dan komitmen yang cukup untuk mewakili rakyat
daerahnya. Bila hal itu sampai terjadi, yang ditakutkan adalah sang artis kemudian
hanya akan dijadikan alat untuk memperoleh dukungan oleh partai-partai politik
tempatnya bernaung. Karena kemampuan politiknya lemah, sang artis kemudian
hanya akan dijadikan boneka untuk membela kepentingan pihak-pihak lain yang
telah lebih berpengalaman sebelumnya. Hal ini sebenarnya tampak dariposisi para
artis yang mayoritas, jika bukan semua, hanya menempati jabatan sebagai wakil
kepala daerah, bukan sebagai ketua yang akan benar-benar signifikan perannya.
Dari posisinya yang hanya sebagai wakil, sebenarnya sudah dapat dilihat
bahwa artis kerap hanya dijadikan figur tambahan dalam ajang pemilihan kepala
daerah tersebut. Hal itu disebabkan karena para artis yang terjun dalam dunia
politik itu mayoritas sebenarnya kurang memiliki pengetahuan tentang politik
yang mendalam. Kurangnya pengetahuan politik tersebut pada akhirnya akan
berakibat pada pengambilan dan pembuatan kebijakan yang salah, sehingga
dengan sendirinya akan berbuntut pada memburuknya kondisi perpolitikan dan
demokrasi di Indonesia. Selain itu, ditakutkan fenomena artis masuk dunia politik
dengan memanfaatkan popularitas ini lantas akan diikuti oleh berbagai tokoh
masyarakat yang sebenarnya juga tidak memiliki pengetahuan mendalam
mengenai keadaan politik Indonesia. Bila hal itu sampai terjadi, akan semakin
kacaulah demokrasi di Indonesia, semua orang akan berlomba- lomba untuk
masuk dalam dunia politik, hanya dengan mengandalkan popularitas. Dan hal itu
tentu akan menuntun kita kepada penurunan kualitas dari demokrasi itu sendiri.
Harus diakui, keberadaan popularitas dalam sistem demokrasi
sesungguhnya memang tidak bisa dipisahkan. Seorang pemimpin yang lahir dari
proses demokrasi adalah seorang pemimpin yang merupakan pilihan rakyat,
seseorang yang dirasa dekat dengan rakyat. Oleh karena itu, dapat dikatakan ia
adalah seseorang yang populer di kalangan rakyat. Tetapi alangkah tidak
bijaksananya bila popularitas tersebut dijadikan satu-satunya alasan dan cara
untuk masuk dalam dunia perpolitikan, tanpa disertai kesungguhan hati dan
pengetahuan mendalam mengenai kondisi perpolitikan di Indones ia. Oleh karena
itu, siapapun orang yang akan memasuki dunia politik, tidak boleh hanya
memiliki popularitas melainkan ia juga harus memiliki pengetahuan mendalam
mengenai kondisi politik Indonesia, serta yang paling penting kesungguhan hati
untuk membela nasib rakyat.
Ulin Nuha Ar-rasyidah
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya