Esai korupsi

5
“ DIBAWAH PAYUNG KEJUJURAN, MELAWAN” Sebuah Esai tentang Korupsi Andi Tenripada Si Mamad, mengambil setumpuk kertas milik kantor yang kemudian dijualnyalalu ia merasa bersalah. Rasa bersalah itu begitu kencang mengganggu pegawai kecil ini, hingga alur selanjutnya begitu menggelikan sekaligus mengenaskan.. Ia tak memaparkan kejahatan, melainkan kesadaran. Mamad, dengan baju dinasnya yang kuno dan kereta anginnya yang tua sadar bahwa ada sebuah garis batas yang telah dirusaknya, dan tindak itu adalah korupsi. Galau Si Mamad di atas sesungguhnya mewakili satire sosial dalam sejarah peradaban manusia. Sebuah film dari karya Sjumandjaja (1973) yang diolah dari sebuah cerita Anton Chekov pada abad ke-19. Nyatalah korupsi bukan barang yang baru. Laku ini telah dikenal dan menjadi bahan diskusi bahkan sejak 2000 tahun yang lalu ketika seorang Perdana Menteri Kerajaan India bernama Kautilya menulis buku berjudul ”Arthashastra. Demikian pula dengan Dante yang pada tujuh abad silam juga menulis tentang korupsi (penyuapan) sebagai tindak kejahatan. Tidak ketinggalan, Shakespeare bersuara bahwa korupsi sebagai sebuah bentuk kejahatan. Sebuah ungkapan terkenal pada tahun 1887 mengenai korupsi dari sejarahwan Inggris, Lord Acton, yaitu “Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely”. Pernyataan ini menegaskan bahwa korupsi berpotensi muncul di mana saja tanpa memandang ras, geografi, maupun kapasitas ekonomi. Sesungguhnya perilaku extraordinary crime ini mencapai titik terendahnya ketika keyakinan bahwa korupsi adalah bagian dari budaya kita sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Hatta puluhan tahun silam menyebar dan bahkan dibenarkan oleh banyak pemimpin serta pejabat yang mengecam lakunya, lalu pasrah seakan tidak mempunyai kekuatan untuk memberantasnya. Skeptisisme menghadapkan manusia pada penolakan-penolakan “Tak ada apa pun yang dapat dilakukan tentang korupsi”, “Korupsi ada dimana-mana dan umurnya pun sudah sepanjang sejarah”, “Konsep korupsi kabur dan tergantung pada budaya”, “Membersihkan masyarakat kita dari korupsi akan memerlukan

Transcript of Esai korupsi

Page 1: Esai korupsi

“ DIBAWAH PAYUNG KEJUJURAN, MELAWAN”

Sebuah Esai tentang Korupsi

Andi Tenripada

Si Mamad, mengambil setumpuk kertas milik kantor yang kemudian dijualnya—

lalu ia merasa bersalah. Rasa bersalah itu begitu kencang mengganggu pegawai

kecil ini, hingga alur selanjutnya begitu menggelikan sekaligus mengenaskan.. Ia

tak memaparkan kejahatan, melainkan kesadaran. Mamad, dengan baju dinasnya

yang kuno dan kereta anginnya yang tua sadar bahwa ada sebuah garis batas

yang telah dirusaknya, dan tindak itu adalah korupsi.

Galau Si Mamad di atas sesungguhnya mewakili satire sosial dalam

sejarah peradaban manusia. Sebuah film dari karya Sjumandjaja (1973) yang

diolah dari sebuah cerita Anton Chekov pada abad ke-19. Nyatalah korupsi bukan

barang yang baru. Laku ini telah dikenal dan menjadi bahan diskusi bahkan sejak

2000 tahun yang lalu ketika seorang Perdana Menteri Kerajaan India bernama

Kautilya menulis buku berjudul ”Arthashastra”. Demikian pula dengan Dante

yang pada tujuh abad silam juga menulis tentang korupsi (penyuapan) sebagai

tindak kejahatan. Tidak ketinggalan, Shakespeare bersuara bahwa korupsi sebagai

sebuah bentuk kejahatan. Sebuah ungkapan terkenal pada tahun 1887 mengenai

korupsi dari sejarahwan Inggris, Lord Acton, yaitu “Power tends to corrupt,

absolute power corrupts absolutely”. Pernyataan ini menegaskan bahwa korupsi

berpotensi muncul di mana saja tanpa memandang ras, geografi, maupun

kapasitas ekonomi.

Sesungguhnya perilaku extraordinary crime ini mencapai titik

terendahnya ketika keyakinan bahwa korupsi adalah bagian dari budaya kita

sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Hatta puluhan tahun silam menyebar

dan bahkan dibenarkan oleh banyak pemimpin serta pejabat yang mengecam

lakunya, lalu pasrah seakan tidak mempunyai kekuatan untuk memberantasnya.

Skeptisisme menghadapkan manusia pada penolakan-penolakan “Tak ada apa pun

yang dapat dilakukan tentang korupsi”, “Korupsi ada dimana-mana dan umurnya

pun sudah sepanjang sejarah”, “Konsep korupsi kabur dan tergantung pada

budaya”, “Membersihkan masyarakat kita dari korupsi akan memerlukan

Page 2: Esai korupsi

perubahan besar dalam sikap dan tata nilai yang sangat lama”, “Di berbagai

negara, korupsi sama sekali tidak merugikan, korupsi berperan sebagai pelumas

untuk roda ekonomi dan perekat sistem politik”, “Tidak ada langkah apapun yang

dapat diambil jika petinggi-petinggi pemerintah sendiri melakukan tindak korupsi

atau jika korupsi sudah sistematis”, “Risau mengenai korupsi tidak ada gunanya”

(Klitgaard, 2005). Sebuah artikel dari Guatemala (Klitgaard,2005:xvii)

memperjelas pandangan ini:

“ Ketika dalam suatu masyarakat, orang yang tidak mempunyai rasa malu

justru meraih kemenangan; ketika orang-orang-orang yang melanggar

hukum malah dikagumi; ketika prinsip-prinsip dikesampingkan dan hanya

uji mumpung yang terdapat di mana-mana; ketika orang yang tidak

berakhlak memerintah dan rakyat menerimanya; ketika segala sesuatu

menjadi corrupt tetapi mayoritasnya diam, masyarakat menyembunyikan

diri, menunda pertempuran, berhenti menjadi Don Quixote dan urusan lalu

kembali ke pribadi-pribadi”, demikianlah pembenaran-pembenaran akan

dan terus dilakukan.

Bukan pertarungan hitam dan putih, kita layak bersuara karena

pengetahuan telah sampai di diri kita. Sama halnya dengan kesadaran yang

menusuk-nusuk batin si Mamad, kita bersuara karena kita tahu lingkaran setan

korupsi mengelilingi area seputar kekuasaan, sosial, politik, ekonomi lalu lakunya

menjalar ke daerah-daerah. Inilah laku yang dapat membawa tanda tanya masa

depan sebuah bangsa bahkan menenggelamkannya. Ingat sejarah Romawi yang

jaya dan makmur di masa lalu hancur karena kejayaan dan kemakmurannya tidak

dapat menjamin terbinanya tatanan moral. Romawi buta dan lumpuh

seketikakarena korupsi yang menggurita.

Korupsi bukanlah masalah moral semata, bahkan sekalipun korupsi

menjadi masalah moral yang memiliki peran penting dalam menyuburkan praktek

korupsi, akan tetapi peran tersebut tidak terlepas dari struktur politik kekuasaan

yang memberikan ruang. Satu cara untuk mengembalikan kepercayaan

masyarakat terhadap hukum dan penegakan hukum yaitu mewujudkan keadilan

yang bukan hanya untuk dikata-katai dengan kalimat-kalimat sloganistik,

melainkan keadilan yang benar-benar mampu disaksikan dan dirasakan oleh mata

Page 3: Esai korupsi

telanjang dan mata hati setiap warga masyarakat. Pertanyaannya, apakah cara-

cara luar biasa itu mengenal batas atau tidak?

Apa lacur, di tengah arus deras perjuangan panjang melawan korupsi,

Survei Transparency International terbaru menempatkan pengusaha asal

Indonesia sebagai salah satu yang paling gemar menyogok ketika berbisnis di luar

negeri. Dalam Indeks Pembayar Suap di 28 negara, Indonesia menempati urutan

ke-empat. Indeks Persepsi Korupsi yang dikeluarkan oleh Transparansi

Internasional tahun 2011 menempatkan Indonesia di ranking 110 dari 178 negara,

dengan skor 3. Sebagai catatan skor tertinggi adalah 10. Di kawasan ASEAN,

Indonesia berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand dan hanya

terlampau 2 poin lebih dari Timor Leste. Kita punya begitu banyak istilah: uang

pelicin, uang rokok, uang transport, setoran, jabatan basah, salam tempel, cara

damai, amplop yang kesemuanya adalah eufimisme dari perilaku korup yang biasa

dilakukan sehari-hari. Perang melawan korupsi adalah pertaruhan besar bagi masa

depan Indonesia.

Mengingat sifat korupsi yang tersembunyi maka penanganannya bukan hal

yang mudah. Oleh karena itu perlu strategi terpadu yang dikenal dengan strategi

represif dan preventif. Tindakan represif bertujuan menilai ketaatan atas standar

atau peraturan yang ditetapkan dan menyarankan tindakan yang diperlukan guna

mengatasi kerugian, kesalahan, atau korupsi yang mungkin ditemukan. Berbagai

upaya represif dalam pemberantasan korupsi telah menunjukkan hasil, antara lain

KPK membongkar korupsi di KPU, BI, dan berbagai Departemen teknis sehingga

sejak awal reformasi kesan perang melawan korupsi tidak bisa dilepaskan dari

upaya penindakan atau bersifat represif.

Namun demikian, apakah upaya represif tersebut merupakan suatu

keberhasilan yang memberikan kontribusi signifikan dalam percepatan

pemberantasan korupsi? Paradoks tentang keberhasilan memerangi korupsi adalah

suatu ironi tersendiri dalam upaya pemberantasan korupsi karena upaya represif

dalam melakukan deteksi dan penanganan kasus korupsi, bukanlah merupakan

tujuan akhir. Bahkan dari berbagai pengalaman yang dilakukan oleh negara-

negara lain seperti RRC, Korea Selatan, dan Thailand yang dahulu juga lebih

menekankan pada upaya represif, saat ini justru sudah berbalik arah dan lebih

Page 4: Esai korupsi

mengedepankan upaya preventif. Dengan demikian, dalam pemberantasan korupsi

perlu dikembangkan konsep represif untuk preventif, yaitu tindakan represif

dilakukan kepada para pelaku korupsi untuk memberikan shock therapy, Dengan

kata lain, upaya preventif tersebut harus diarahkan pada pengembangan

infrastruktur pencegahan korupsi.

Di sekolah-sekolah, desau dan hembusan semilir angin menemani suara-

suara para guru menanamkan nilai-nilai pada muridnya. Pendidikan karakter,

pendidikan anti korupsi, kantin kejujuran adalah salah satu dari sekian banyak

paket fisik dan mental menyelamatkan masa depan generasi bangsa. Upaya itu

tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga di rumah. Karena itu, orangtua

dituntut bersikap dan bertindak jujur dalam kehidupan nyata. Orangtua dituntut

menghargai hak orang lain dan memenuhi tugas serta kewajibannya dengan baik.

Jika tidak, si anak pasti akan mengetahui perilaku tidak terpuji itu dan akan

mencontohnya.

Nilai-nilai luhur yang disampaikan dalam pembangunan karakter

mempunyai lingkup luas. Di antaranya nilai-nilai kemanusiaan tanpa memandang

suku, bangsa, dan agama yang diharapkan bisa menghasilkan rasa saling

mengasihi, mengerti, menghormati, dan saling bantu. Juga bisa ditanamkan

penghargaan terhadap kerja (etos kerja), sedangkan materi atau uang bukan tujuan

tetapi hasil kerja. Dengan ini diharapkan bisa dicegah kecenderungan menempuh

jalan pintas atau tujuan menghalalkan cara yang tidak kalah penting ialah

menanamkan ke dalam diri anak rasa bersalah jika melanggar peraturan atau

hukum.

Hidupkanlah kembali kisah Hatta di bilik bathin dan keteduhan suara hati

setiap anak di negeri ini yang dengan kejujuran hatinya membuat dia tak rela

untuk sedikit saja menyimpang, sekedar menodainya dengan tindak korupsi.

Kalau saja ia mau melakukan korupsi, mungkin bukan hanya sepatu merek Bally

yang mampu dibelinya, namun saham di pabrik sepatu tersebut bisa dibelinya.

Berkali-kali ia menasehati keluarganya, untuk tidak mengambil selain yang

menjadi haknya. Kenalkanlah melalui didikan yang baik anak-anak kita pada

kisah Hoegeng, Munir, Baharuddin Lopa, dll bahwa hukum tidak boleh berjarak

dengan kebenaran. Bahwa korupsi dengan rombongan anak cucunya (kolusi,

Page 5: Esai korupsi

nepotisme, diskriminasi diam-diam, konkalikong, sogok, suap pemerasan dan

penipuan) adalah lawan dari nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran dan keadilan. Kita

pemilik hari ini tak perlu menangis untuk didikan keras namun baik, kita hanya

boleh menangis jika suatu saat kalah melawan keinginan khianat, atau gagal

mendidik anak dan terpaksa melihatnya duduk di kursi terdakwa karena

mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Pada akhirnya sejarah akan menunjukkan, ketika ketidakadilan merajalela,

ketika dusta menguasai percakapan, Bung Karno mengutarakan ini dengan

retorika yang memukau:

“… Diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak; diberi pegangan atau tidak

diberi pegangan; diberi penguat atau tidak diberi penguat—tiap-tiap

machluk, tiap-tiap ummat, tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak, pasti achirnja

berbangkit, pasti achirnja bangun, pasti achirnja menggerakkan tenaganja,

kalau ia sudah terlalu sekali merasakan tjelakanja diri teraniaja oleh suatu

daja angkara murka!!”

Saya percaya bahwa tidak ada kalah menang dalam memperoleh keadilan.

Ketika laku korupsi merajalela, perlawanan akan terus bersuara di hati orang-

orang yang menjadikan kejujuran sebagai rumahnya.

Referensi:

Anti Corruption Cliring House. 6 Strategi Pencegahan dan Pemberantasan

Korupsi, [online], (http://acch.kpk.go.id/6-strategi-pencegahan-dan-

pemberantasan-korupsi, diakses 5 Desember 2013)

Klitgaard, Robert. 2005. Membasmi Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Sartono, Frans . Korupsi, Korupsi, Korupsi, [online]

http://nasional.kompas.com/read/2013/03/17/08505876/Korupsi.Korupsi.Ko

rupsi, diakses 5 Desember 2013