esai budaya melayu
-
Upload
akano-koizumi -
Category
Documents
-
view
169 -
download
4
description
Transcript of esai budaya melayu
Kembangkan Budaya Melayu Lewat Muatan LokalOleh: Rifqa Gusmida S.B
1205113086
Pengembangan budaya Melayu di sekolah, belum menyentuh esensi dari budaya Melayu itu
sendiri. Di sekolah-sekolah yang ada mata pelajaran muatan lokal khususnya Budaya Melayu,
hanyalah mata pelajaran Tulisan Arab Melayu. Hal ini belum maksimal, mengingat karakteristik
Budaya Melayu tersebut tidak hanya dari tulisannya. Di samping itu jam yang dialokasikan untuk
mata pelajaran muatan lokal masih sedikit jika dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya di
sekolah.
Fenomena di lapangan dapat dilihat antara lain mata pelajaran Tulisan Arab Melayu belum
menjadi mata pelajaran lokal yang disenangi dan sukai oleh siswa. Sebagian besar mata pelajaran
Tulisan Arab Melayu menjadi mata pelajaran yang dinomorduakan atau dalam arti diabaikan
keberadaannya. Di sekolah-sekolah, mata pelajaran ini selalu menempati jam pelajaran terakhir
sehingga tidak maksimal dibelajarkan oleh guru.
Banyak faktor yang menjadi penyebabnya antara lain: faktor kompetensi guru, manajemen
kepala sekolah, dan ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung perkembangan budaya
Melayu.
Melihat kompetensi guru yang mengajarkan Tulisan Arab Melayu cukup memprihatinkan.
Sebagian guru yang hanya mengajarkan cara menuliskan tulisan Arab Melayu, tetapi tidak
memberikan tunjuk ajar dan filosofi budaya Melayu itu sendiri. Di sebagian besar sekolah, guru
yang mengajarkan tulisan Arab Melayu adalah guru agama Islam di sekolah tersebut. Di sinilah
peran strategis pemerintah daerah untuk dapat merekrut guru-guru yang memiliki kompetensi untuk
mengajarkan budaya Melayu.
Di tinjau dari sudut manajemen kepala sekolah, belum semua kepala sekolah memiliki
integritas tinggi dalam mendukung pengembangan budaya ini. Setidaknya dapat dilihat dari visi dan
misi sekolah yang dirumuskan sekolah bersama stakeholder lainnya yang belum memberikan
kesempatan yang luas untuk tumbuh kembangnya budaya Melayu tersebut.
Di sisi lain, keterbatasan materi-materi pelajaran dan media pembelajaran yang bernuansa
Melayu terjadi dihampir seluruh sekolah-sekolah di Kabupaten Indragiri Hilir. Misalnya, kita jarang
menemukan anak-anak Melayu di sekolah bermain rebana, bermain gasing, berbalas pantun dan
sebagainya.
Mempelajari kebudayaan akan lebih membuat kita menyadari betapa perlunya
keseimbangan dalam kehidupan ini. Adanya pengetahuan kebudayaan akan membuat manusia
menyadari hakikat kehidupan ini. Kehidupan tidak hanya bersifat fisik atau materi tetapi kehidupan
itu juga mempunyai jiwa. Bahkan, jiwa itulah yang merupakan hakikat kehidupan itu sendiri. Jiwa
itu pulalah yang berkaitan dengan kebudayaan. Oleh karena itu, manusia perlu memberikan
perhatian secara khusus kepada kebudayaan dengan cara mempelajari kebudayaan.
Kebudayaan dan pendidikan (belajar) merupakan dua kata kunci yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Kedua kata kunci ini pun seharusnya tidak boleh dipisahkan, sebab kedua-
duanya mempunyai hakikat yang sama, yang bertujuan untuk mengangkat potensi insan yang
terdapat dalam diri manusia.
Dalam konteks Riau, kebudayaan Melayu haruslah dikembangkan diseluruh tingkat
pendidikan di Riau. Ini sebenarnya sesuai dengan Visi Riau 2020 untuk menjadikan Riau sebagai
pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara. Kebudayaan Melayu mesti dijadikan pengetahuan
dasar bagi semua sekolah dan perguruan tinggi yang terdapat di Riau. Gagasan untuk menjadikan
kebudayaan Melayu sebagai suatu materi pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi tidak
bertujuan untuk membangkitkan semangat kedaerahan. Tetapi ini bertujuan untuk memberikan
penghargaan secara khusus pada kearifan lokal yang terdapat di Riau.
Pelaksanaan muatan lokal budaya Melayu di sekolah dapat didasari oleh beberapa peraturan:
Yakni Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No069/1993 tanggal 25
Februari 1993 tetang Kurikulum Pendidikan Dasar 20 persen Materi Muatan Lokal. Keputusan
Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau
No24/KPTS/KEP/1994 tetang Mata Pelajaran Muatan Lokal pada Tingkat Pendidikan Dasar di
Provinsi Riau, (3) Undang-undang No22/1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 25 tahun 2002.
Undang-undang No20/2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Undang-
Undang Republik Indonesia No20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat (1) dan
pasal 38 ayat (2), dan (6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
Keberadaan keenam peraturan di atas sebenarnya telah cukup memadai untuk melaksanakan
muatan lokal budaya Melayu di sekolah. Baik peraturan yang keluarkan oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah Provinsi Riau telah secara jelas memberikan dukungan terhadap pengajaran
budaya Melayu.
Untuk mewujudkan pembelajaran kebudayaan Melayu di sekolah dan perguruan tinggi
diperlukan strategi-strategi tertentu agar cita-cita ini memberikan hasil yang positif dalam upaya
memajukan pembangunan kebudayaan di Riau. Berikut ini akan disampaikan beberapa strategi
yang dapat dipertimbangkan untuk mewujudkan itu.
Pertama, perlunya kebijakan pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten di Riau
tentang kewajiban untuk mengajarkan budaya Melayu di sekolah. Pemerintah Provinsi Riau sudah
sewajarnya mewajibkan setiap sekolah di Riau untuk mengajarkan budaya Melayu, sebab
bagaimana mungkin orang yang tinggal di Riau tidak memahami sistem sosial dan kebudayaan
Riau. Sistem pendidikan sebenarnya telah memberikan kesempatan kepada setiap daerah untuk
mengajarkan budaya tempatan. Di sebagian daerah di Provinsi Riau sebenarnya sudah di mulai
mengajarkan budaya Melayu di sekolah. Meskipun telah ada Surat Keputusan Kakanwil Depdikbud
Provinsi Riau No24/KPTS/KEP-1994 tentang kebudayaan daerah sebagai mata pelajaran pilihan,
tidak semua sekolah di Riau yang melaksanakan itu. Oleh karena itu, pihak pemerintah perlu
bersungguh-sungguh untuk mengangkat budaya Melayu sebagai muatan lokal.
Kedua, penyediaan tenaga pengajar dan beasiswa khusus pendidikan Melayu. Untuk
mewujudkan budaya Melayu sebagai muatan lokal di Riau, sangat diperlukan tenaga pengajar yang
mempunyai kemampuan untuk mengajarkan itu.
Gambar: Buku-buku Melayu untuk umum dan perguruan tinggi
Ketiga, penulisan/penelitian dan penerbitan buku ajar budaya Melayu. Bila budaya Melayu
diajarkan di sekolah maka diperlukan buku ajar sebagai panduan bagi guru dan siswa dalam
mempelajari budaya Melayu. Penulisan buku ajar budaya Melayu perlu melibatkan tim khusus yang
benar-benar memahami budaya Melayu dan pendidikan sebab materi yang akan disampaikan itu
harus dikemas dengan semenarik mungkin agar siswa dan guru benar-benar mempunyai perhatian
terhadap materi yang disampaikan.
Penyusunan buku ajar budaya Melayu harus mengacu kepada kurikulum yang telah
ditetapkan oleh instansi terkait agar materi yang disampaikan mempunyai standar. Kurikulum yang
disusun itu harus pula mempertimbangkan aspek-aspek budaya Melayu yang penting dan nyata
dalam kehidupan sehari-hari agar para siswa dapat langsung mempunyai pengalaman tentang
pelaksanaan budaya Melayu sehari-hari.
Aspek muatan lokal itu tidak hanya bahasa, seperti yang dulu pernah diterapkan, yaitu Arab
Melayu. Arab Melayu hanyalah satu unsur budaya Melayu. Masih banyak unsur budaya Melayu
lainnya yang perlu diketahui oleh orang yang tinggal di Riau. Selain itu, pembelajaran budaya
Melayu tidak hanya mengangkat budaya fisik tetapi yang lebih terpenting adalah mengangkat nilai-
nilai filosofis yang terkandung dalam budaya itu.
Dengan berkunjung secara langsung ke tempat-tempat yang mempunyai nilai budaya dan
sejarah juga akan dapat membantu siswa untuk memahami budaya Melayu itu. Melibatkan siswa
dalam kegiatan budaya atau pertunjukkan budaya juga akan dapat mendorong siswa untuk
menghargai budaya Melayu di Riau. Materi muatan lokal budaya Melayu pun dapat pula
disesuaikan dengan potensi yang terdapat di setiap daerah atau kabupaten. Sebagian materi ajar bisa
disajikan dalam konteks budaya Melayu Riau secara umum sedangkan sebagian lagi bisa
disesuaikan dengan potensi yang berada di kabupaten itu sendiri. Misalnya, sekolah-sekolah di
Kampar perlu memberikan materi khusus yang berkaitan dengan kebudayaan Kampar agar siswa di
kabupaten itu benar-benar memahi kebudayaan mereka sendiri.
Keempat, sosialisai pelajaran muatan lokal budaya Melayu. Sosialisasi secara intensif dan
terus menerus perlu dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada seluruh orang Riau tentang
pentingnya pengajaran muatan lokal budaya Melayu di sekolah. Selama ini ada kecenderungan
bahwa muatan lokal budaya Melayu dilaksanakan di kota saja akibat kurangnya sosialisasi dan
bimbingan yang dilakukan oleh pihak terkait.
Kelima, pembelajaran muatan lokal budaya Melayu mesti mempertimbangkan kondisi
multikultural pada saat ini. Dengan kata lain, pembelajaran budaya Melayu harus berdasarkan
prinsip pengakuan dan penghargaan terhadap budaya etnis lain. Pembelajaran muatan lokal budaya
Melayu tidak bertujuan untuk melakukan pemisahan atau penolakkan terhadap identitas nasional,
tetapi malah bertujuan untuk mempererat hubungan kebangsaan dengan cara menghargai potensi
lokal.
Keenam, perlunya penggunaan teknologi dalam pembelajaran budaya Melayu. Penggunaan
alat teknologi dalam pembelajaran budaya Melayu sangat penting untuk menghindari citra bahwa
mempelajari budaya identik dengan sesuatu yang lama, kuno, dan abstrak sehingga membuat orang
bosan untuk mengikutinya. Penggunaan VCD, LCD, dan kaset akan membuat materi budaya itu
menjadi lebih menarik, lebih nyata, dan lebih bermakna bagi siswa.
Pembelajaran muatan lokal budaya Melayu ini diharapkan bisa dilaksanakan pada anak
mulai dari usia dini. Karena anak usia dini pada dasarnya pola belajarnya sambil bermain. Sehingga
kita bisa membuat cara bermain sambil belajar yang penuh dengan budaya Melayu kepada anak-
anak usia dini.
Untuk jenjang yang lebih tinggi juga akan diterapkan hingga Perguruan Tinggi. Saat ini
terobosan baru menerapkan Mulok budaya Melayu adalah menerapkan bahasa Melayu dalam
kehidupan sehari-hari dan juga Lembaga Pendidikan.
Dan Juga menerapkan budaya berbahasa Melayu, satu hari dalam seminggu. Mungkin hari
Jum'at dibuat hari berbahasa Melayu.
Daftar Pustaka:
Anonim. 2012. Kembangkan Budaya Melayu, Disdik Riau Susun Kurikulum Muatan Lokal.
http://melayuonline.com. Diakses 12 Juni 2013.
Iqbal, Muhammad. 2011. Budaya Lokal dan Pemahaman Multikultural dalam Sistem Pendidikan
Nasional. http://kem.ami.or.id. Diakses 12 Juni 2013.
Junaidi. 2008. Muatan Lokal Budaya Melayu. http://melayuonline.com. Diakses 12 Juni 2013.
Mahdini. 2003. Islam dan Kebudayaan Melayu. Pekanbaru: Daulat Riau.
Mukhlis, Indra Adnan. 2012. Manajeman Pendidikan Berteraskan Budaya Melayu di Era Otonomi
Daerah. http://www.bangindra.net. Diakses 12 Juni 2013.