Erisipelas Ega

19
Penyakit Erisipelas dan Faktor yang Mempengaruhinya Ega Farhatu Jannah (102012277) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 06 Jakarta Barat [email protected] Latar belakang Penyakit kulit karena infeksi bakteri yang sering terjadi disebut pioderma. Pioderma disebabkan oleh bakteri gram positif staphyllococus, terrutama S. Aureus dan streptococus atau keduanya. Faktor predisposisinya yaitu higiene yang kurang, menurunya daya tahan tuuh (mengidap penyakit menahun, kurang gizi, keganasan/kanker dan sebagainya) dan adanya penyakit lain dikulit yang menyebabkan fungsi perlindungan kulit terganggu. Erisipelas merupakan penyakit infeksi akut disebabkan oleh bakteri, yangn menyerang jaringan subkutis dan daerah superficial (epidermis dan dermis). Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Angka kejadian infeksi kulit ini kira- kira mencapai 10% pasien yang dirdawat dirumah sakit. 1 Tinjauan Pustaka

Transcript of Erisipelas Ega

Tinjauan PustakaPenyakit Erisipelas dan Faktor yang MempengaruhinyaEga Farhatu Jannah(102012277)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 06 Jakarta [email protected] belakang Penyakit kulit karena infeksi bakteri yang sering terjadi disebut pioderma. Pioderma disebabkan oleh bakteri gram positif staphyllococus, terrutama S. Aureus dan streptococus atau keduanya. Faktor predisposisinya yaitu higiene yang kurang, menurunya daya tahan tuuh (mengidap penyakit menahun, kurang gizi, keganasan/kanker dan sebagainya) dan adanya penyakit lain dikulit yang menyebabkan fungsi perlindungan kulit terganggu. Erisipelas merupakan penyakit infeksi akut disebabkan oleh bakteri, yangn menyerang jaringan subkutis dan daerah superficial (epidermis dan dermis). Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Angka kejadian infeksi kulit ini kira-kira mencapai 10% pasien yang dirdawat dirumah sakit. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan, genitalia dan ekstermitas atas dan bawah. Sekitar 85% kasus erysipelas terjadi pada kaki dari pasa waja, dan individu dari ras dan ke dua jenis kelamin. Permulaan erisipelas didahului oleh gejala prodormal, seperti demam dan malaise, kemudian diikuti dengan tanda-tanda peradangan yaitu bengkak, nyeri, dan kemerahan. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada. Anamnesis.Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakan diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan riwayat perjalann penyakit. Anamnesi dilakukan auto-anamnesis (langsung pada riwayat pasien). Pasien adalah laki-laki berusia 30 tahun, pekerja bangunan, datang dengan keluhan terdapat luka kecil bernanah dikelilingi daerah kemerahan yang luas dan membengkak dibadan sejak 3 hari yang lalu. Penanganan dari pasien harus dimulai dengan riwayat secara menyeluruh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk melakukan diagnosis. Dengan dilakukannya suatu anamnesis yang baik dan lengkap, seorang dokter diharapkan dapat menerawang suatu penyakit yang dialami oleh pasien yang datang sehingga dapat diambil langkah selanjutnya dalam pemeriksaan klinis yang berlangsung. Pemeriksaan Pemerikksaan klinik adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemerksaan fisik akan membantu dalam penegakan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.1 Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara simetris, mulai dari bagian kepala dan berakir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan secara sistematris tersebut disebut teknik Head to Toe. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti tes neurologi. Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyusun sebuah diagnosis diferensial yakni sebuah daftar penyebab yang mnungkin penyebebkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut. Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri dari penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.1Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang dapat dilakikan untuk mendiagnosis penyakit tersebut berdasarkan anamnesis adalah inspeksi dan palpasi. Pencahayaan harus disesuaikan agar diperoleh penerangan yang optimal. Lebih disukai cahaya yang alami. Meskipun tidak ada keluhan tentang kulit, pengamatan cermat terhadap kulit harus dikerjakan pada semua pasien karena kulit dapat memberi petunjuk tersembunyi tentang penyakit sistemik yang mendasarinya. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sebagai cara pendekatan terpisah, atau sebaliknya kulit diperiksa bila bagian-bagian lain tubuh sedang dinilai seperti kulit, rambut, dan kuku. Jika ada kemungkinan terdapat penyakit menular hendaknya memakai sarung tangan. Perhatikan warna kulit, kelembapan, turgor, tekstur kulit dan setia perubahan warna, seperti kelainan pigmentasi. Lesi vaskular merah mungkin adala ekstravasasi darah dari pembuluh masuk ke dalam kulit, yang dikenal sebagai ptekia atau purpura, atau angioma.1Inspeksi dan palpasi umumnya dapat dilakukan secara bersamaan untuk diagnosis. Pada saat palpasi kita dapat menentukan suhu, kelembapan, turgor, tekstur dan edema pada kulit contohnya seperti pada tes perabaan dan rasa nyari. Pemeriksaan ini dapat memudahkan kita untuk menentukan eflouresensi apa saja yang terjadi pada kulit pasien.1Pemeriksaan penunjang Lampu wood merupakan sumber sinar ultraviolet yang difilter dengan nikel oksida, digunakan untuk memperjelas 2 gambaran penyakit kulit yaitu organisme tertentu penyebab bercak-bercak jamur (ringworm), pada kulit kepala memberikan floresensi hijau. Organisme yang berperan dalam terjadinya eritrasma memberikan floresensi merah terang. Kerokan/guntingan: hal ini bermanfaat khususnya bila dicurigai adanya infeksi jamur, atau mencari tungau skabies. Sedikit kerokan dari permukaan kulit akan mengangkat skuama. Skuama ini ditempatkan dikaca mikroskop, ditetesi dengan kalium hidroksida (KOH) 10% dan ditutup dengan kaca penutup. Didiamkan beberapa menit untuk melarutkan membran sel epidermis, sediaan siap diperiksa. Pemeriksaan juga dapat dibantu dengan menambahkan tinta Parker Quink. Terhadap guntingan kuku bisa juga dilakukan hal yang sama, tetapi diperlukan larutan KOH yang lebih pekat dan waktu yang lebih lama. Biopsi kulit adalah teknik pemeriksaan yang sangat penting untuk menentukan diagnosis pada banyak kelainan kulit. Contohnya kanker, kelainan bulosa dan infeksi-infeksi seberti TBC dan Lepra. Ada dua cara untuk memperoleh sampel kulit sebagai pemeriksaan lab yaitu, biopsi insisi/eksisi yang merupakan tindakan ini membutuhkan sempel pemeriksaan yang cukup besar ukurannua dan dapat juga dipakai untuk lesi yang sangat besar. Pemberian anastesi lokal biadanya Lidokain (lignokain) 1-2%, penambahan adrenalin (epinefrin) 1:10.000 membantu mengurangi perdarahan. Untuk biopsi insisi (diagnostik). Buat 2 sayatan yang berbentuk elips. Pastikan bahwa sediaan tadi diambil melewati tepi lesi, beserta tepi dari kulit yang normal sekitar lesi. Untuk eksisi yang menyeluruh. Perluas elips yang mengelilingi keseluruhan lesi; pastikan tepi eksisi memotong vertikal dan tidak miring ke arah tumornya. Perbaiki kerusakan yang ditimbulkan. Kedua tepi, baik karena biopsi insisi maupun eksisi, dirapatkan satu sama lain dengan jahitan. Untuk memberikan hsi kosmetik yang terbaik pakailah benang yang sehalus mungkin contoh mono filamen sintesis yaitu prolen.1Punch biopsi jauh lebih cepat, namun hanya memperoleh sempel yang kecil dan hanya cocok untuk biopsi diagnostik atau mengangkat lesi yang keil. Lakukan anastesi lokal, tusukan pisau biopsi kedalam lesi dan lakukan gerakan melingkar, tarik ke atas jaringan ditengah irisan tadi dan pisahkan dengan menggunakan gunting skapel dan atasi perdarahan dengan perak nitrat atau dengan jahitan kecil.2Tes tempel dilakukan bila dicurigai terjdi dermatitis kontak aliergi, lakukan tes tempel. Pada pemerikdaan ini alergen yang kemungkinan menjadi penyebab dilarutkan dalam media yang sesuai. Bahan-bahan tes ditempatkan pada lempengan-lempengan tipis yang ditempelkan pada kulit (biadanuya didaerah punggung) aslama 48 jam. Reaksi positif (sesudah 48 jam atau kadang-kadang lebih lambat) memastikan adanya reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) terhadap bahan penyebeb alergi tadi. Teknik pemeriksaan ini dapat diperluas, antara lain pemeriksan foto alergi. Pemeriksaan laboratoriou menunjukan hasil LED. Kultur bakteri dari tempat masuknya.3 Diagnosis Menegakan diagnosis terhadap suatu penyakit merupakan hal yang tidak mudah, mengingat gejala dan tanda-tanda klinis yang tidak khas. Diagnosis ditegakan atas dasar riwayat penyakit, gambaran klinik dan laboratorium. Pada kasus ini telah didapatkan Working Diagnosis yaitu Erisipelas, tetapi untuk menetapkan working diagnosis harus dilakukan diagnosis banding terlebih dahulu. Pada umumnya gejala khas erisipelas dan selulitas sangatlah mirip sehingga sulit untuk dilakukan diagnosis kerja.1Erisipelas adalah penyakit akut yang ditandai dengan eritema berwarna merah cerah dan berbatas tegas disertai gejala konstitusi seperti demam, malaisse, dan pembengkakan. Lapisan kulit yang diserang adalah epidermis dan dermis. Erisipelas adalah bentuk selulitis superfisialis yang mengenai pembuluh limfe. Penyakit ini didahului trauma, karena itu biasanya tempat predileksi di tungkai bawah. Biasanya didapatkan leukositosis polimolfener >20.000/ul. Kelainan kulit yang utama adalah eritena yang berwarna merah disertai dengan edema, vesikel,dan bula. Jika tidak dioabtiakan akan menjalar ke sekitarnya trauma ke proksimal. Kalau sering residnif ditempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.3

Gambar 1. Erysipelas Pada Tungkai2Perbedaan jelas antara selulitis dan erisipelas adalah pada selulitis batas lesi tidak jelas, sedangkan pada erisipelas jelas. Selulitis terdapat infiltrat dijaringan subkutan. Pada kebanyakan kasus sukar dibedakan sehingga didiagnosis sebagai erisipeloselusitis. ErisipelasKebanyakan kasus erisipelas yang disebabkan Streptococus pyogenes (juga dikenal sebagai kelompok beta hemolitikus streptokokus A), meskipun non-streptokokus grup A juga dapat menjadi agen penyebab. Infeksi melibatkan dermis dan limfatik dan merupakan infeksi subkutan yang leih superfisial kulit dari selulitis. Non- streptokokus grup A streptokokus agalactiae Beta- hemolitik juga termasuk sebagai kelompok B strep atau GBS. Secara historis, wajah adalah yang paling terkena dampak, saat ini kaki yang paling sering tetapi badan dan genitalia juga dapat terkena. Ruam disebabkan eksotoksin bukan streptokokus tersebut. Bakteri itu sendiri ditemukan di daerah dimana tidak ada gejala yang hadir misalnya infeksi dalam nasofaring, tapi bintik itu ditemukan biasanya pada wajah dan lengan.3Infeksi erisipelas dapat masuk kulit melalui trauma minor, gigitan serangga, gigitan anjing, eksim, sayatan bedah dan bisul, dan sering berasal dari bakteri streptokokus dalam saluran hidung sebagai subjek. Infeksi setelah goresan kecil atau abrasi menyebar mengakibatkan toxaemia. Erisipelas tidak mempengaruhi jaringan subkutan. Pada umumnya tidak mengeluarkan nanah, hanya cairan serum atau serous tetapi pada kondisi yang tidak diobati dapat seropurulen. Cairan dibawah kulit dapat menyebabkan dokter untuk salah mendiagnosa sebagai selulitis, tetapi ruam berbatas tegas sedangkan selulitis tidak. Keluhan yang paling umum selama infeksi akut termasuk nyeri daerah yang terlibat, demam, menggigil, dan pembengkakan. Pasien yang cenderung sering mengalami kekambuhan lokal dan kondisi pembengkakan disebabkan oleh kerusakan limfatik dari infeksi berulang. Kematian sebagai akibat langsung dari erisipelas sangat jarang. Infeksi erisipelas mempengaruhi orang dari semua ras.4

Gambar 2. Erysipelas Pada Wajah3Erisipelas telah dilaporkan lebih sering terjadi pasa wanita, tetapi terjadi pada usia lebih dini laki-laki, mungkin karena kegiatan mereka lebih agresif dan cedera kulit yang dihasilkan. Penelitian lain menunjukan bahwa faktor presisposisi, bukan jenis kelamin, mempertimbangkan setiap perbedaan pria/wanita dalam insiden. Kasus erisipelas telah dilaporkan pada semua kelompok umur, tapi ini tidak muncul bahwa bayi, anak-anak dan pasien usia lanjut adalah kemompok yang paling seringa terkena. Puncak kejadian telah dilaporkan pada pasien berusia 60-80 tahun, terutama pada pasien yang dianggap beresiko tinggi dan immunocompromised atau orang-orang dengan masalah drainase limfatik (misalnya setelah mastektomi, operasi panggul, by pass grafting).5 insiden erisipelas dilaporkan mengalami penurunan seiring dengan perkembangan antibiotik, perbaikan sanitasi, dan penurunan virulensi kuman panyebab.

Patofisiologi Erisipelas diawali oleh kuman masuk ke lapisan kulit yang dalam melalui luka kecil, mungkin karena garukan, luka operasi atau sebab lain. Sering tidak didapatkan tempat masuknya kuman dan streptokokusnya didapatkan dari tenggorokan, hidung atau mata. Kepekaan terhadap kuman ini meningkat pada orang malnutrisi, baru menderita infeksi dan dysgamma globulinaemia. Faktor predisposisi lokal adalah edema karena kelainan ginjal atau kelainan saluran getah bening, yang terakhir ini penting pada terjadinya erisipelas yang kumat-kumatan.4Inokulasi bakteri ke area kulit trauma adalah kejadian awal mengembangkakn erisipelas. Dengan demikian, faktor-faktor lokal, seperti insufisiensi vena, stasis ulserasi, penyakit kulit inflamasi, infeksi dermatofit, gigitan seranggga, dan sayatan bedah, telah terlibat sebagai portal masuk. Sumber bakteri dalam erisipelas wajah sering terjadi pada nasofaring dan riwayat faringitis streptokokus. Faktor predisposisi lainnya termasuk diabetes, penyalagunaan alkohol, infeksi HIV, sindrom nefrotik, kondisi imunocompromising lainya, dan gaya hidup. Lymphaedema merupakan faktor resiko yang jelas untuk memperjelas erisipelas. Disfungsi limfatik subkutis merupakan faktor resiko untuk erisipelas. Disfungsi limfatik subkutis merupakan faktor resiko untuk erisipelas. Dalam erisipelas, infeksi dengan cepat menyerang dan menyebar melalui pembulih limfatik. Hal ini dapat terjadi pada kelenjar getah bening regional yang mengalami pembengkakan dan nyeri. Imunitas tidak pengaruh terhadap berkembangnya organisme yang masuk dalam tubuh.5Gejala klinisMasa inkubasi 2-5 hari dengan permulaan erisipelas didahului oleh gejala prodermal malaisi dan mialgia. Lapisan kulit yang diserang adalah epidermis dan dermis. Lesi kulitnya merupakan bercak eritema berwarna merah cerah yang dalam, dengan batas tegas sedangkan pada selulitis tidak, sedikit menimbul dan pinggir cepat meluas dengan tanda radang akut. Daerah yang terkena terasa panas, sakit dan bengkak, kadang-kadang terdapat indurasi dan sewaktu waktu timbul bula superfisial. Dapat disertai edema dan vesikel. Lesi menjadi reda ditengah dan seketika itu lesi menjalar ke perifer, sehingga menimbulkan konfigurasi anuler. Penderita sering menggigil dan demam tinggi, sakit kepala, atralgia, mialgia, nausea, muntah dan lemah. Pada daerah kulit yang terkena terlihat makula eritematous, edem, nyeri tekan, dan tanda-tanda radang akut. Kadang-kadang dijumpai vesikel-vesikel kecil pada tepinya. Dapat juga dijumpai bentuk bulosa dan dapat mengenai kelenjar limfe dan menyebabkan limfangitis.5Tempat lesi tergantung pada pintu gerbang streptokokusnya, yang dapat berupa luka bedah, umbilikus pada neonatus, atau setiap kerusakan kulit lainnya. muka dan ekstermitas inferior merupakan tempat umum erisipelas non bedah. Faktor predisposisinya adalah obstruksi limfatik kronik dan daya tahan penderita yang berkurang akibat penyakitnya berat dan menahun, juga dapat ditemui pada penderita diabetes melitus dan infeksi saluran nafas atas.Different Diagnosis 1. Selulitis Selulitis merupakan infekssi bacterial akut pada kulit, infeksi yang terjadi menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan subkutis. Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering streptokokus beta hemolitikus dan staphylococcus aureus dan pada anak dibawah dua tahun oleh haemophilus influenza. Keadaan anak tampak sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan septikimia. Terdapat tanda-tanda peradangan local pada lokasi infeksi seperti eritema, teraba hangat dan nyeri serta terjadi limfangitis dan bergejala sistemik seperti demam, dan peningkatan sel darah putih. Selulitis yang mengalami supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superficial yang mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikkus grup A disebut erysipelas. Namun erysipelas memiliki batas yang lebih jelas dibandingkan selulitis, dan tepi dari selulitis.62. Flegmon Flegmon (yunani: phlegnione= peradangan; pembengkakan). Peradangan akut yang mengenai jaringan subkutis, biasanya didahului oleh lukaa atau trauma, dengan penyebab strepcocus betahemolictic dab stapilococus aureus disebut selulitis. Flegmon adalah selulitis yang mengelami supurasi. Sedangkan bentuk selulitis superfisialis yang mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh streptokokus betahemilitikus grup A disebut eripelas.Peradangan itu sendiri adalah reaksi local pada vaskuler dan unsue-unsur pendukung jaringan terhadap cedera yang mengakibatkan pembentukan eksudat. Eksudat itu sendiri adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran local yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya. Eksudat pada phlegmon bersifat purulen dimana konsentrasi sel neutrofil polimorfonuklear (PMN) lebih tinggi disbanding bagian cairan dan proteinosa.6Peradangan pada phlegmon biasanya diakibatkan oleh bakteri streptococcus dan bakteri anaerob lainnya. Streptococcus adalah bakteri gram posistif ditemukan sebagai bagian flora normal manusia pada saluran nafas, cerna dan kemih-kelamin. Biasnya yang menyebabkan infeksi adalah streptococcus yang bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini dapat menginfeksi kulit dan jaringan lunak.6Pada saluran cerna, infeksi biasanya disebabkan oleh polimikroba, dimana mencakup sekelompok bakteri anaerob atau mikroba lainnya. Bakteri atau sumber infeksi berasal dari daerah perrlukaan atau abrasi. Bakteri dapat masuk kedalam jaringan melalui trauma tersebut, walaupun kadang trauma itu sendiri diabaikan. Pada kasusu tertentu infeksi berasal dari kulut kemudian menyebar pada jaringan dibawahnya hingga mengenai otot. Dengan kata lain phlegmon juga merupakan komplikassi atau hasil lanjutan dari suatu proses infeksi sebelumnya.7Dalam keadaan normal, kulit memiliki berbagai jenis bakteri. Tetapi kulit yang utuh merupakan penghalang yang efektif, yang mencegah masuk dan berkembangnya bakteri di dalam tubuh. Jika kulit terluka, bakteri bias masuk dan tumbuh didalam tubuh, menyebabkan infeksi dan peradangan. Jaringan kulit yang terinfeksi menjadi merah, panas dan nyeri.Ketika bakteri masuk melalui trauma (perlukaan, abrasi) bakteri selanjutnya akan menginvasi jaringan, dimana tubuh dalam hal ini akan member reaksi terhadap invasi tersebut. Infeksi ini dapat memicu meunculnya reaksi peradangan. Adanya benda asing dengan segala produknya menyebabkan reaksi dari host yang melibatkan leukosit fagosistik (neutrofil atau PMN, makrofag atau eosinofil) trombosit, limfosit, dan system komplemen.4Adanya cairan dalam proses peradangan atau yang disebut eksudat, tergantung dari peradangan itu sendiri. Mulai dari factor penyebab, organ yang terlibat maupun lamanya peradangan. Eksudat neutrofilik adalah eksudat yang terjadiakibat nekrosis dari jaringan yang penyebabnya biasanya dari infeksi bakteri. Apabila konsentrasi sel PMN lebih tinggi dibanding konsentrasi cairan atau proteinisa, maka eksudat neutrofilik macam ini disebut eksudat purulen. Apabila peradangan purulen ini menyebar secara difus maka inilah yang dinamakan phlegmon. Terkadang phlegmon dikaitkan dengan abses yang merupakan peradangan neutofilik supuratif, walaupun tidak selalu dapat dikaitkan.43. Dermatitis VenenataDermatitis venenata adalah dermatitis yang disebabkan oleh gigitan, liur atau bulu serangga. Penyebabnya adalah toksin atau allergen dalam cairan gigitan serangga tersebut. Serangga yang menyebabkan dermatitis venenata biasa dikenal dengan sebutan tom cat (Paederus sp). Erupsi dimulai ketika unsur penyebab mengenai kulit. Reaksi pertama mencakup rasa gatal, terbakar dan eritema yang segera diikiuti oleh gejala edema, pakula, vesikel serta perembesan atau secret. Pada fase subkutis, perubahan vesikuler ini tidak begitu mencolok lagi dan berubah menjadi pembentukan krusta, pengeringan bila pasien terus menerus menggaruk kulitnya, penebalan kulit (likenifikasi) dan pigmentasi akan terjadi infasi sekunder timbul kembali.5

Penatalaksanaan Nonmedikamentosa Harus menjaga kebersihan tubuh, menjaga kebersihan lingkungan, mengatasi faktor predisposisi, istirahat tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi), tingginya sedikit lebih tinggi daripada letak jantung. MedikamentosaPada erisipelas yang ringan biasanya dapat diatasi dengan penisilin V per oral 0,6-1,5 mega unit selama 5-10 hari, sefalosporin 4 x 400 mg selama 5 hari atau eritromisin. Erisipelas yang lebih luas dan pernah membutuhkan hospitalisasi dan antibiotik intravena. Pemberian jangka panjang peroral penisilin atau eritromisin dapat dianjurkan untuk mencegah kekambuhan. Jika terdapat edema diberikan diuretika.5

Komplikasi Bila erisipelas telah terjadi, maka kekambuhan tubuh dapat mengikutinya. Tiap kekambuhan akan merusak saluran limfatik dan menimbulkan pembengkakan dan limfedem. Selanjutnya kedua hal ini mempermudah episode erisipelas berikutnya. Komplikasi erisipelas yang penting adalah Glomerulonefritis akut pasca streptokok. Penyebaran jauh streptokok dapat menyebabkan bursitis, endokarditis bakterial subakut, mediastinitis, dan abses retrofaring. Erisipelas yang berulang-ulang sering menimbulkan pembengkakan sisa (elefantiasis) di daerah yang terkena.4Bila tidak diobati atau diobati tetapi dosis tidak adekuat, maka kuman penyebab erisipelas akan menyebar melalui aliran limfe sehingga terjadi abses subkutan, septikemia dan infeksi ke organ lain (nefritis). Pengobatan dini dan adekuat dapat mencegah terjadinya kompliksi supuratif dan non supuratif. Pencegahan dan prognosis Menjaga kulit yang sehat dengan menghindari kulit kering dan mencegah luka maupun garukan dapat mengurangi resiko penyakit ini. Prognosis umum baik, akan tetapi apabila sudah terjadi komplikasi dapat mengancam jiwa. Sebagian besar kasus dembuh dengan penggunaan antibiotik tanpa gejala sisa. Butuh beberapa minggu untuk kembali sembuh dan normal. Akan tetapi rekurensi dilaporkan terjasi sampai 20% pada pasien dengan faktor predisposisi. Kesimpulan Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada orang-orang dari segala usia. Pada skenaria ini sebenarnya cukup sulit untuk ditarik kesimpulan mengnai penyakit yang diderita oleh pasien karena erisipelas dan selulitis sangat sukar dibedakan sehingga diagnosis sebagai erisipeloselulitis. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut maka dapat disimpulkan bahwa laki-laki berusia 30 tahun tersebut menderita erisipelas. Penanganan yang cepat dapat memberikan hasil yang baik pada pasien tersebut.

Daftar pustaka 1. Swartz M. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2005.h. 61-22. Burns T, Graham R. Lecture notes on Dermatologi. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 19-203. Djuanda A, Hamzah M, aisah S, dkk. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.h. 60-24. Timothy G. Bacterial infaction. In: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Edition. United states of America: The McGraw-Hill Companies.2008.p. 1689-17025. Brown Graham. Robin. Dermatologi. Jakarta: Erlangga; 2005.h.55-60.6. Graw Mc. Hill. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2000.19-25.7. Davey. Patrick. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.67-741