INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS...

18
PRESENTASI KASUS Kepada Yth : Dipresentasikan pada : Hari/Tanggal : Waktu : INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELAS Oleh: Indira Dharmasamitha Pembimbing: Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RS SANGLAH DENPASAR 2017 Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes

Transcript of INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS...

Page 1: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

PRESENTASI KASUS Kepada Yth :

Dipresentasikan pada :

Hari/Tanggal :

Waktu :

INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS

ERISIPELAS

Oleh:

Indira Dharmasamitha

Pembimbing:

Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RS SANGLAH

DENPASAR

2017

Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes

Page 2: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

1

PENDAHULUAN

Erisipelas merupakan infeksi dermis dan lemak subkutan yang lebih superfisial

yang melibatkan limfatik dermal superfisial dan jaringan pendamping. Secara

klinis, erisipelas dapat memberikan gejala akut lokal berupa nyeri, bengkak,

hangat pada perabaan, dan warna kemerahan pada daerah kulit yang terinfeksi.

Selain itu, dapat pula memberikan gejala sistemik berupa demam, malaise, dan

menggigil.

Selulitis dan erisipelas biasanya disebabkan oleh S. aureus atau

Streptococci β-hemolitik [terutama Streptococcus grup A (GAS)]. Lebih dari dua

dekade terakhir, insiden SSTI telah meningkat lebih cepat daripada insiden infeksi

akut lainnya, sejajar dengan peningkatan laju Staphylococcus aureus resisten

metisilin (MRSA). Sekitar 7%-10% rawat inap di Amerika Utara disebabkan oleh

infeksi kulit dan jaringan lunak (skin and soft tissue infection - SSTI), termasuk

selulitis dan erisipelas. 1,2

Staphylococcus aureus memiliki warna keemasan ketika dibiakkan pada

media solid, sesuai dengan namanya “aureus” yang berasal dari bahasa Latin.

Merupakan salah satu kuman flora normal yang ditemukan pada kulit dan hidung

manusia. Sama seperti species Staphylococcus yang lain, Staphylococcus aureus

bersifat non motil, non spora, anaerob fakultatif yang tumbuh melalui respirasi

aerob atau fermentasi, dan termasuk bakteri kokus gram positif. Kuman ini juga

dapat menghemolisis agar darah.2,3

Berikut dilaporkan satu kasus infeksi Staphylococcus aureus pada infeksi

kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan pelaporan kasus ini

untuk meningkatkan pemahaman mengenai Staphylococcus aureus penyebab

infeksi kulit dan jaringan lunak, signifikansi agen penyebab, serta pemilihan

antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas.

Page 3: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

2

KASUS

Seorang pria, usia 64 tahun, suku Jawa, warga negara Indonesia,menikah, dengan

nomer rekam medis 01587051. Pada tanggal 4 Januari 2018 pasien masuk rumah

sakit karena keluhan bengkak dan kemerahan pada kaki sebelah kiri. Awalnya

sejak 9 hari yang lalu, kaki kiri pasien terasa gatal kemudian pasien menggaruk

hingga tidak sengaja terluka. Pasien hanya membersihkannya dengan air mengalir

namun luka tidak kunjung membaik. Tiga hari kemudian, kaki sebelah kiri mulai

membengkak, kemerahan, dan teraba hangat. Sebelumnya disertai dengan demam

sejak pagi hari. Kemudian keesokannya pasien memeriksakan diri ke spesialis

kulit dan kelamin dan kemudian dirujuk ke RSUP Sanglah.

Pada pemeriksaan di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah, bengkak,

kemerahan, dan teraba hangat pada kaki sebelah kiri masih dirasakan disertai rasa

nyeri. Nyeri bertambah terutama jika pasien berjalan. Luka di beberapa tempat

sudah mulai mengering namun ada beberapa yang masih basah. Demam tidak ada.

Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus sejak +20 tahun yang lalu,

penyakit jantung, dan hipertensi. Pasien juga memiliki riwayat amputasi pada jari

kaki kanan keempat dan kelima. Riwayat memiliki keluhan bengkak dan

kemerahan sebelumnya di sangkal. Riwayat mengoleskan obat tradisional

disangkal. Riwayat pengobatan Sefadroksil 2x500mg sejak 2 hari setelah

pemeriksan di poliklinik kulit dan kelamin.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran kompos mentis, keadaan

umum lemah, tanda vital tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi

20x/menit, suhu 36.5°C. Pemeriksaan status generalis, kedua mata tidak tampak

anemia, ikterus maupun hiperemia, pupil isokor, reflek cahaya positif.

Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan didapatkan kesan tenang dan pada

leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan toraks

didapatkan suara jantung (S1 dan S2) tunggal, regular, tidak terdapat murmur.

Suara nafas paru-paru vesikular, tidak ditemukan adanya rhonki ataupun

wheezing. Pada pemeriksaan abdomen, hepar dan lien tidak teraba, bising usus

dalam batas normal, tidak terdapat distensi abdomen. Ekstremitas atas dan bawah

teraba hangat,didapatkan edema non pitting pada kaki kiri.

Page 4: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

3

Status dermatologi regio cruris sinistra didapatkan effloresensi makula

eritema soliter, batas tegas, bentuk geografika, ukuran 12cm x 20cm di beberapa

tempat terdapat erosi multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi

3cm x 4cm – 4cm x 6cm di atasnya terdapat krusta coklat kehitaman. Pada

perabaan terdapat hangat, nyeri, pulsasi arteri dorsalis pedis, dan edema.

Didapatkan lingkar kaki yang lebih besar 2 cm pada cruris sinistra.

(a) (b)

Gambar 1. (a) Perbandingan regio cruris dextra et sinistra tampilan dari anterior (b) tampilan

yang diperbesar pada lesi erosi di cruris sinistra

Pemerikasan laboratorium yang dilakukan tanggal 4 Januari 2018

didapatkan hasil leukosit 9,54 (4,10-11,00x103/µL); neutrofil 73,87 (47-80%);

limfosit 18,54 (13-40%); monosit 5,68 (2-11%); eosinofil 0.99 (0-5%); basofil

0.93 (0-2%); hemoglobin 11,06 (12,00-16,00 g/dL); hematokrit 33,39 (36,0-46,0

%); trombosit 286,4 (140,0-440,0x103/µL). Pada pemeriksaan kimia klinik yang

dilakukan tanggal 4 Januari 2018 didapatkan hasil SGOT 15,7 (0-27 U/L); SGPT

14,9 (0-34 U/L); BUN 15,1 (8-23 mg/dL); kreatinin 1,09 (0,51-0,95 mg/dL);

glukosa darah sewaktu 141 (80-100 mg/dL); natrium 132 (136-145 mmol/L);

kalium 4,21 (3,5-5,1 mmol/L) ; CRP yang meningkat 9,33 (0,0 – 5,0 mg/L).

1 b

Page 5: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

4

Hasil pemeriksaan gram pada erosi di cruris sinistra tidak ditemukan sel

epitel, ditemukan leukosit 2-5/lapang pandang besar dan ditemukan bakteri coccus

gram positif.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

pasien diagnosis pasien erisipelas cruris sinistra, didiagnosis banding dengan

selulitis erisipelas cruris sinistra. Diagnosis kerja pada pasien adalah erisipelas

cruris sinistra. Penatalaksanaan yang diberikan adalah rawat inap, pemberian

Cefazolin 1 gram tiap 8 jam intravena, natrium fusidat 2 % krim tiap 12 jam

topikal, kompres terbuka NaCl 0,9% selama 10-15 menit tiap 8 jam dan di

edukasi untuk elevasi kaki 30°. Selain itu, dilakukan pemeriksaan kultur dan

sensitifitas antibiotik dari dasar luka sebelum pemberian antibiotika.

PENGAMATAN LANJUTAN I (HARI IV, TANGGAL 7 JANUARI 2018)

Pengamatan hari ke-4 di ruang Anggrek RSUP Sanglah Denpasar, pada

anamnesis didapatkan bahwa bercak kemerahan pada kaki kiri berkurang dan

sebagian menjadi lebih gelap. Bengkak dan nyeri sudah berkurang. Demam tidak

ada. Keluhan lain tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum

pasien baik dengan kesadaran yang kompos mentis. Tekanan darah pasien 120/80

mmHg, nadi 85 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu aksila 36,5⁰C. Status

generalis pasien didapatkan dalam batas normal.

Status dermatologi regio cruris sinistra didapatkan effloresensi makula

eritema-hiperpigmentasi, multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran 9cm x

10cm di beberapa tempat terdapat erosi multipel, batas tegas, bentuk geografika,

ukuran bervariasi 1cm x 3cm – 3cm x 4cm di atasnya terdapat krusta coklat

kehitaman. Pada perabaan tidak terdapat hangat, nyeri, terdapat pulsasi arteri

dorsalis pedis, dan edema yang minimal. Didapatkan lingkar kaki yang lebih besar

1 cm pada cruris sinistra.

Page 6: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

5

(a) (b)

Gambar 2. (a) Perbandingan regio cruris dextra et sinistra tampilan dari anterior (b) tampilan

yang diperbesar pada lesi erosi di cruris sinistra

Kultur dasar luka dan tes sensitivitas antibiotik didapatkan hasil

terisolasi bakteri Staphylococcus aureus pada spesimen dasar luka. Antibiotik

yang sensitif adalah Amoxicilin/Clavulanic acid, Cloxacilin, Dicloxacilin,

Flucloxacilin, Oxacilin, Cefalotin, Cefuroxime, Ceftriaxone, Cefepime,

Gentamicin, Ciprofloxacin, Levofloxacin, Erythromycin, Clindamycin,

Trimethoprim/Sulfamethoxazole. Cefazolin dapat dipertimbangkan sebagai

pilihan terapi.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

diagnosis kerja pada pasien adalah follow up erisipelas cruris sinistra.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah rawat inap, pemberian Cefazolin 1 gram

tiap 8 jam intravena dilanjutkan hingga 7 hari, natrium fusidat 2 % krim tiap 12

jam topikal, kompres terbuka NaCl 0,9% selama 10-15 menit tiap 8 jam dan di

edukasi untuk elevasi kaki 30°.

PENGAMATAN LANJUTAN II (HARI VIII, TANGGAL 11 JANUARI

2018)

Pengamatan hari ke-8 di ruang Anggrek RSUP Sanglah Denpasar, pada

anamnesis didapatkan bahwa bercak kemerahan pada kaki kiri berkurang dan

sebagian menjadi lebih gelap. Bengkak dan nyeri sudah berkurang. Demam tidak

ada. Keluhan lain tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum

1 b

Page 7: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

6

pasien baik dengan kesadaran yang kompos mentis. Tekanan darah pasien 110/80

mmHg, nadi 90 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu aksila 36,5⁰C. Status

generalis pasien didapatkan dalam batas normal.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Regio cruris sinistra tampilan dari anterior (b) tampilan yang diperbesar pada lesi

erosi di cruris sinistra

Status dermatologi regio cruris sinistra didapatkan effloresensi makula

hiperpigmentasi, multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran 7cm x 8cm di

beberapa tempat terdapat erosi multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran

bervariasi 1cm x 3cm – 3cm x 4cm di atasnya terdapat krusta coklat kehitaman.

Pada perabaan tidak terdapat hangat, nyeri, terdapat pulsasi arteri dorsalis pedis,

dan edema yang minimal. Didapatkan lingkar kaki yang lebih besar 0,5 cm pada

cruris sinistra.

Pemerikasan laboratorium yang dilakukan tanggal 10 Januari 2018

didapatkan hasil leukosit 10,17 (4,10-11,00x103/µL); neutrofil 77,01 (47-80%);

limfosit 18,12 (13-40%); monosit 3,54 (2-11%); eosinofil 0,70 (0-5%); basofil

0,62 (0-2%); CRP yang meningkat 12,27 (0,0 – 5,0 mg/L).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

diagnosis kerja pada pasien adalah follow up erisipelas cruris sinistra.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah rawat jalan. Pemberian Cefazolin 1 gram

tiap 8 jam intravena sudah diberikan selama 7 hari kemudian diganti dengan

1 b

Page 8: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

7

Cefadroxyl 500mg tiap 12 jam intraoral mulai hari ini. Natrium fusidat 2 % krim

tiap 12 jam topikal, kompres terbuka NaCl 0,9% selama 10-15 menit tiap 8 jam

tetap dilanjutkan, di edukasi untuk elevasi kaki 30° saat di rumah dan kontrol ke

poliklinik kulit dan kelamin 3 hari kemudian.

PEMBAHASAN

Infeksi kuit dan jaringan lunak (skin and soft tissue infection - SSTI) adalah salah

satu penyakit infeksi yang sering terjadi. Penyebab tersering infeksi kulit dan

jaringan lunak adalah gram positif. Selulitis dan erisipelas biasanya disebabkan

oleh S. aureus atau Streptococci β-hemolitik [terutama Streptococcus grup A

(GAS)] (lihat Tabel 1). Faktor yang meningkatkan kemungkinan SSTI meliputi

paparan pada organisme patogen, peregangan lokal pada fungsi barier kulit lokal

(termasuk dermatitis atopik, dan lebih jarang, dermatitis kontak alergi, psoriasis,

trauma, penggunaan obat intravena, prosedur bedah dan kosmetik, intertigo sela

jari kaki, gigitan antropoda, dan ulkus kronik), immunokompromais (termasuk

acquired immunodeficiency syndome [AIDS], diabetes, penyakit renal tahap

akhir/dialisis, neutropenia, kanker, dan pengobatan imunosupresif), obesitas, atau

circulatory compromise. Gambaran klinis pada erisipelas hampir mirip dengan

selulitis klasik (nyeri, tenderness, eritema, dan edema) namun memiliki beberapa

perbedaan. Infeksi yang lebih superfisial dibandingkan selulitis menyebabkan

eritema yang lebih terang dan batas yang tegas dibandingkan selulitis selain itu

dapat pula menimbulkan gambaran peau d’ orange (kulit jeruk). Tujuh puluh lima

sampai 90% kasus melibatkan ekstremitas bawah, sementara wajah terinfeksi

pada 2,5%-10% kasus. Pada pemeriksaan laboratorium, kasus erisipelas

didapatkan peningkatan pada marker infeksi seperti leukositosis ataupun CRP dan

LED yang meningkat.1,4

Diagnosis Klinis. Pada kasus, pasien mengeluhkan bengkak dan

kemerahan yang berwarna terang dan berbatas tegas pada kaki sebelah kiri.

Sebelumnya, terdapat luka akibat garukan yang terjadi sejak 9 hari yang lalu dan

dicurigai menjadi port d’entry. Selain itu, pasien memiliki riwayat penyakit

diabetes mellitus sejak +20 tahun yang lalu, serta penyakit jantung, dan hipertensi

Page 9: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

8

yang dapat menjadi salah satu faktor risiko yang meningkatkan terjadinya SSTI.

Pada pasien ditemukan marker infeksi CRP yang meningkat yaitu 9,33 mg/L.

Tabel 1.

Etiologi Infeksi Jaringan Lunak Non Nekrotik

Tipe Infeksi Penyebab Tersering Penyebab yang Lebih Jarang

Erisipelas Staphylococus aureus,

Streptococcus grup A

Streptococci grup B, C, dan G

Selulitis S. aureus, Streptococcus

grup A

Streptococci grup B, C, dan

G; Streptococcus iniae;

Pneumococcus; Haemophillus

influenzae (anak); Escherichia

coli; Proteus; Enterobakter

lain; Campylobacter jejuni;

Moraxella; Crptococcus

neoformans; Legionella

pneumphila, Leginonella

micdadei; Bacillus anthracis

(antraks); Aeromonas

hydrophila; Erysipelothrix

rhusiopathiae; Vibrio

vulnificus, Vibrio

alginolyticus, Vibrio cholera

non-01

Diagnosis Mikrobiologi. Dengan pewarnaan Gram, bakteri-bakteri dapat

dibagi atas 2 golongan yaitu Gram positif dan Gram negatif. Gram positif

warnanya violet (ungu) karena mengikat zat warna utama kristal violet. Gram

negatif berwarna merah jambu karena melepaskan zat warna utama dan

menangkap zat warna penutup fuchsin. Setelah dilakukan pengecatan Gram

dilanjutkan dengan kultur dasar luka dan uji sensistivitas antibiotik. Media yang

digunakan adalah agar darah dan agar MacConkey yang dieramkan dalam

inkubator pada suhu 370C selama 24 jam.

Agar darah digunakan untuk isolasi, menumbuhkan berbagai macam

bakteri patogen dan menetapkan bentuk hemolisa dari bakteri tersebut. Media

kultur tersebut kaya nutrien yang menyediakan kondisi pertumbuhan bakteri yang

optimal, pH media ini sekitar 6,8 untuk menstabilkan sel darah merah dan

menghasilkan media hemolisa. Kandungan yang didapat pada agar darah seperti

nutrien substrat (ekstrak hati dan pepton), NaCl, agar- agar, darah domba.

Page 10: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

9

Media agar darah merupakan media differensial yang berfungsi

membedakan bakteri berdasarkan kemampuan bakteri melisiskan sel darah merah.

Ekspresi dari hemolisis bakteri dapat diketahui ada atau tidaknya zona bening

disekeliling koloni bakteri. Apabila pada agar darah tumbuh koloni dilakukan uji

lanjutan berupa uji katalase.

Uji katalase digunakan untuk diferensiasi antara Staphylococcus dan

Streptococcus. Kebanyakan bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat

memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalase diduga penting untuk

pertumbuhan aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan pertolongan berbagai

enzim pernafasan bersifat racun terhadap sel mikroba. Bakteri katalase positif

seperti Staphylococcus aureus bisa menghasilkan gelembung-gelembung oksigen

karena adanya pemecahan H2O2 (hidrogen peroksida) oleh enzim katalase yang

dihasilkan oleh bakteri.

Komponen H2O2 ini merupakan salah satu hasil respirasi aerobik bakteri,

misalnya Staphylococcus aureus, dimana hasil respirasi tersebut justru dapat

menghambat pertumbuhan karena bersifat toksik bagi bakteri, komponen ini harus

dipecah agar tidak bersifat toksik lagi.

Uji koagulase digunakan untuk diferensiasi Staphylococcus aureus dari

spesies Staphylococcus lainnya. Bakteri Staphylococcus aureus memberikan hasil

uji koagulase positif, sedangkan Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus

albus, Staphylococcus intermedius, dan spesies Staphylococcus lainnya

memberikan hasil uji koagulase negatif. Uji koagulase dilakukan untuk

mendeteksi pembentukan enzim koagulase yang terikat ke dinding sel bakteri. Uji

koagulase dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari dua metode yaitu

uji koagulase metode tabung dan uji koagulase metode slide. Uji koagulase

metode tabung masih diakui sebagai metode referensi dan memberikan hasil

setelah inkubasi 4 sampai 24 jam, sedangkan uji koagulase metode slide jauh

lebih cepat karena memerlukan waktu pelaksanaan selama 1 - 2 menit.

Setelah proses identifikasi menggunakan uji katalase dan koagulasi, koloni

yang tumbuh juga dilakukan identifikasi bakteri dan uji kepekaan terhadap

antibiotik. Identifikasi dan uji kepekaan dari bakteri dilakukan dengan

Page 11: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

10

menggunakan VITEK® 2 Compact. VITEK® 2 Compact merupakan sistem

identifikasi otomatis untuk mikroorganisme. Fungsi alat kesehatan ini penting

karena selain bisa mengidentifikasi jenis kuman, alat ini juga mendeteksi

kepekaan kuman terhadap antibiotik. 2,3,5,6

Pada kasus dilakukan pewarnaan Gram dan kultur dasar luka serta uji

sensitivitas antibotik. Hasil pemeriksaan gram pada erosi di cruris sinistra yang

pertama kali (4 Januari 2018) tidak ditemukan sel epitel, ditemukan leukosit 2-

5/lapang pandang besar dan ditemukan bakteri coccus gram positif.

Gambar 4. Hasil pengecatan gram ke-1 (4 Januari 2018)

Identifikasi dan Uji Kepekaan Spesimen Dasar Luka (PS18)

Setelah dilakukan pengecatan Gram dilanjutkan kultur dasar luka dan uji

sensistivitas antibiotik pada media agar darah dan agar MacConkey yang

dieramkan dalam inkubator pada suhu 370C selama 24 - 48 jam. Evaluasi setelah

48 jam, didapatkan pertumbuhan koloni bakteri berwarna kuning keemasan dan

berbetuk bulat pada media agar darah (Gambar 5a) dan pada agar MacConkey

tidak ditemukan pertumbuhan bakteri (Gambar 5b). Pada media agar darah,

dilakukan pengecatan gram ulang pada bakteri yang tumbuh dan didapatkan

coccus gram positif (+3) seperti yang terlihat pada Gambar 5c. Pemeriksaan

kemudiaan dilanjutkan dengan uji katalase untuk mengidentifikasi secara

sederhana jenis bakteri coccus positif.

Page 12: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

11

(a) (b) (c)

Gambar 5. (a) Media blood agar yang terdapat pertumbuhan bakteri (b) Media MacConkey yang

tidak ditumbuhi bakteri (c) Hasil pengecatan gram ke-2 yang diambil dari biakan bakteri pada

media blood agar (6 Januari 2018)

Pada kasus, uji katalase ditemukan gelembung-gelembung kecil yang

mirip dengan kontrol sehingga kemungkinan bakteri patogen penyebab erisipelas

adalah spesies Staphylococcus seperti yang terlihat pada Gambar 6a. Oleh karena

uji katalase yang positif, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji koagulasi

untuk membedakan Staphylococcus aureus dari spesies Staphylococcus lainnya.

Uji koagulasi yang dilakukan sangat sederhana dengan menggunakan object glass

dan koagulase plasma. Untuk memudahkan, disiapkan kontrol positif untuk

pembanding. Pada kasus, ditemukan uji koagulasi yang positif seperti yang

terlihat pada Gambar 6b.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Uji katalase yang memberikan hasil positif pada kasus (b) Uji koagulasi yang

memberikan hasil positif pada kasus

KASUS KONTROL (+) KASUS KONTROL (+)

Page 13: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

12

Koloni yang tumbuh kemudian dilakukan identifikasi bakteri dan uji kepekaan

dengan menggunakan VITEK® 2 Compact. Hasilnya pada kasus adalah dari

kultur dasar luka dan tes sensitivitas antibiotik didapatkan hasil terisolasi bakteri

Staphylococcus aureus pada spesimen dasar luka.

Staphylocossus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan

gram. Bentuknya kokus dan berukuran 0.8-1.0 mm dengan diameter 0.7-0.9

mikron. Bakteri ini tumbuh secara anaerobik fakultatif dengan membentuk

kumpulan sel-sel yang bentuknya seperti buah anggur. Pada isolasi pertama kali

dari kuman ini terlihat pembentukan pigmen kuning keemasan. Pigmen ini

digolongkan sebagai lipokhrom.

Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media

bakteriologi dibawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Koloni akan tumbuh

dengan cepat pada temperatur 37 derajat celcius namun pembentukan pigmen

yang terbaik adalah pada temperatur kamar (sekitar antara 20 sampai 35 derajat

celcius). Koloni bakteri ini pada media padat akan berbentuk bulat, lembut, dan

mengkilat. Pada nutrien agar, setelah diinkubasi selama 24 jam, koloni berpigmen

kuning emas, ukuran 2-4 mm, bulat, dan tepi rata. Pada agar darah di sekeliling

koloni akan terlihat zona beta hemolisa/ zona jernih yang lebar.

Staphylococcus aureus adalah spesies paling signifikan secara klinis.

Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit.

Keberadaan Staphylococcus aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada

individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan

sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena

adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan

menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi

pelemahan inang. Hal ini menyebabkan berbagai infeksi kulit dan abses bernanah.

Infeksi kutaneus dapat berkembang menjadi abses yang lebih dalam yang

melibatkan sistem organ lain dan menghasilkan bakteremia dan septikemia.

Penyakit diinduksi toksin, seperti keracunan makanan, tersiram air panas,

Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S4) juga terkait dengan organisme ini.7,8

Page 14: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

13

Patogenisitas terkait dengan Staphylococcus aureus dapat dikaitkan dengan

beberapa faktor virulensi, termasuk enterotoksin, enzim, dan komponen seluler

seperti protein. Staphylococcus aureus menghasilkan protein ekstraseluler lain

yang mempengaruhi sel-sel darah merah dan leukosit. Staphylococcus aureus

menghasilkan empat hemolisin: alpha, beta, gamma, dan delta. Selain fungsi α

emolysin melisiskan eritrosit, dapat pula merusak trombosit dan makrofag dan

menyebabkan kerusakan jaringan yang parah. β emolysin (Sphingomyelinase C)

bekerja pada sphingomyelin dalam membran plasma eritrosit. Meskipun δ-

hemolisin ditemukan dalam persentase yang lebih tinggi dari Staphylococcus

aureus, toksin ini dianggap kurang beracun dibandingkan α-hemolisin atau β-

hemolisin. Selain itu, beberapa enzim yang diproduksi oleh Staphylococcus

aureus adalah koagulase, protease, hialuronidase, dan lipase. Meskipun peran

yang tepat dari enzim koagulase di patogenisitas tidak pasti, enzim ini dianggap

sebagai penanda virulensi. Banyak strain Staphylococcus aureus menghasilkan

hialuronidase. Enzim ini menghidrolisis asam hyaluronic dalam substansi dasar

intraseluler yang membentuk jaringan ikat, yang memungkinkan penyebaran

bakteri selama infeksi. Protease, lipase, dan hyaluronidase mampu

menghancurkan jaringan dan dapat memfasilitasi penyebaran infeksi ke jaringan

yang bersebelahan.

Staphylococcus aureus memiliki mekanisme yang efektif untuk melewati

sistim imun dan menimbulkan infeksi. Staphylococcus aureus dapat memproduksi

eksotoksin yang menyebabkan reaksi sistemik, termasuk sindroma syok toksik.

Panton-Valentine Leukocidin (PVL) adalah toksin bentuk β-pore yang diproduksi

oleh banyak strain Staphylococcus aureus yang merusak leukosit dan cenderung

menyebabkan SSTI yang berat dan infeksi lainnya. Gambaran yang umum dari

sebuah SSTI, disertai dengan data epidemiologis dan klinis, dapat mengarahkan

terapi antimikroba tetapi tidak sepenuhnya dapat diandalkan, terutama pada pasien

immunokompromais. 2,3,7

Terapi empiris pada pasien dengan kecurigaan atau berpotensi terinfeksi

stafilokokus telah berubah pada tahun terakhir dengan peningkatan pevalensi

infeksi MRSA. Secara umum, erisipelas dan selulitis sederhana tidak

Page 15: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

14

membutuhkan rawat inap telah sering diterapi dengan penisilin resisten

penicilinae (seperti dikloksasilin), atau sefalosforin oral (seperti cefaleksin)

(Tabel 2). Agen yang paling sering digunakan pada pasien SSTI yang di rawat

inap ialah semisintetik penisilin resisten penisilinase intravena (seperti nafsilin 2

gram intavena setiap 4 jam) dan sefalosforin (seperti cefazolin 1 gram intravena

setiap 8 jam), atau vankomisin (1 gram intravena dua kali sehari) bila dicurigai

MRSA.1,9,10

Tabel 2.

Terapi Antimikroba untuk Infeksi Non Nekrotik (Erisipelas, Selulitis)

Penyakit Terapi Obat Lini

Pertama

Obat Alternatif

Erisipelas Simpel,

pasien rawat

jalan

Penisilin Va

Prokain intramuskuler

Amoksisilin

Cefoksitin, cefalexin

Dikloksasilin

Amoksisilin/klavulanat

Klindamisin

Azitromisin

Selulitis Berat, pasien

rawat inap

Ampisilin/sulbaktam

Ticarsilin/klavulanat

Piperasilin/tazobakta

m

Imipenem/cilastatin,

meropenem

Vankomisin

Klindamisin

Linezolid

Simpel,

pasien rawat

jalan

Cefalexin

Dikloksasilin

Klindamisin

Azitromisin

Klaritomisin

Berat, pasien

rawat inapb

Ampisilin/sulbaktam

Cefazolin

Piperasilin/tazobakta

m

Ticarsilin/klavulanat

Imipenem/cilastatin,

meropenem

Vankomisin

Linezolid

Aminoglikosida+metronidazol

Sulit

sembuh,

kemungkinan

besar infeksi

MRSA

Vankomisin

Linezolid

Daptomisin

Quinupristin-dalfopristin

Tigesiklin

MRSA: Methicillin Resistant Staphylococcus aureus aPenisilin V atau amoksisilin hanya jika diketahui infeksi Streptococcus grup

A, tanpa adanya kecurigaan untuk Staphylococcus aureus bDipertimbangkan terapi empiris MRSA pada semua pasien infeksi berat

Page 16: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

15

Pada kasus, pasien dirawat inap, pemberian Cefazolin 1 gram tiap 8 jam

intravena, natrium fusidat 2 % krim tiap 12 jam topikal, kompres terbuka NaCl

0,9% selama 10-15 menit tiap 8 jam dan di edukasi untuk elevasi kaki 30°.

Indikasi rawat inap pada pasien SSTI terutama pada kasus selulitis yang berat dan

terutama dengan penyulit penyakit sistemik yang dapat memperpanjang waktu

pengobatan. Pada pasien didapatkan riwayat diabetes mellitus dan penyakit

jantung. Pemberian terapi empiris dengan menggunakan sefalosporin generasi

pertama Cefazolin disesuaikan dengan pola sensitivitas dan resistensi kuman yang

terdapat di rumah sakit sambil menunggu hasil kultur.

Setelah 3 hari pemberian Cefazolin dan dari kultur dasar luka dan tes

sensitivitas antibiotik didapatkan hasil terisolasi bakteri Staphylococcus aureus

pada spesimen dasar luka. Cefazolin dapat dipertimbangkan sebagai pilihan

terapi. Oleh karena itu, pemberian Cefazolin dilanjutkan hingga 5-7 hari. Pada

kasus, pemberian Cefazolin 1 gram tiap 8 jam intravena diberikan selama 7 hari

kemudian diganti dengan Cefadroxyl 500 mg tiap 12 jam intraoral saat pasien

pulang pada hari rawat ke-8.

Cefazolin bekerja menghambat sintesis dinding sel bakteri melalui ikatan

dengan satu atau lebih ikatan penicillin-protein yang menghambat tahap

transpeptidasi akhir dari sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri, sehingga

biosintesis dinding sel terhambat.

Bakteri mengalami lisis akibat aktivitas dari enzim autolisis dinding sel

(autolisin dan hidrolases murein) dimana dinding sel berada. Selain sistemik,

pemberian antibiotik topikal juga dapat diberikan. Natrium fusidat bekerja

menghambat sintesa protein pada bakteri. Zat ini aktif terhadap berbagai bakteri

gram positif terutama terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Perawatan infeksi

lokal erisipelas meliputi istirahat total dan meninggikan lokasi yang terlibat untuk

mengurangi edema lokal. Balutan dengan saline steril yang tidak terlalu dingin

dapat menurunkan nyeri lokal. Prognosis pada kasus dubius ad bonam.

Page 17: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

16

SIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus infeksi Staphylococcus aureus pada kasus

erisepelas cruris sinistra yang terjadi pada seorang pria berusia 64 tahun. Pada

anamnesis dikeluhkan bengkak dan kemerahan yang sebelumnya didahului

demam. Status dermatologis ditemukan makula eritema soliter yang di atasnya

terdapat erosi multipel. Didapatkan lingkar kaki yang lebih besar 2 cm pada cruris

sinistra. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 9,54 x103/µL,

neutrofil 73,87%, dan CRP yang meningkat 9,33 mg/L. Telah dilakukan

pemeriksaan mikrobiologi berupa gram dasar luka yang tidak ditemukan sel

epitel, ditemukan leukosit 2-5/lapang pandang besar dan ditemukan bakteri coccus

gram positif. Pada pemeriksaan kultur dan sensitivitas antibiotik didapatkan hasil

bakteri Staphylococcus aureus yang signifikan sebagai agen penyebab dan

Cefazolin dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terapi. Pasien dirawat selama 8

hari dan diberikan terapi berupa Cefazolin 1 gram tiap 8 jam intravena selama 7

hari kemudian diganti dengan Cefadroxyl 500 mg tiap 12 jam, natrium fusidat 2

% krim tiap 12 jam topikal, kompres terbuka NaCl 0,9% selama 10-15 menit tiap

8 jam dan di edukasi untuk elevasi kaki 30°.

Page 18: INFEKSI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KASUS ERISIPELASerepo.unud.ac.id/id/eprint/18949/1/a542dc0ab4afd9cdde1e0f9bc24… · kulit dan jaringan lunak erisipelas pada cruris sinistra. Tujuan

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Lipworth AD, et al. Non-necrotizing Infections of the Dermis and

Subcutaneous Fat : Cellulitis and Erysipelas. In : Goldsmith L., Katz S.,

Gilchrest L, Editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th

Ed. United States : McGraw-Hill; 2012; 178: 2160-8

2. Greenwood, D., Barer, M., Slack, R., Irving, W. 2012. Medical

Microbiology. 18th Edition. China : Churchill Livingstone, Elsevier.

3. Ryan KJ et al. 2014. Sherris Medical Microbiology. 6th Edition. New

York: McGraw-Hill Education.

4. C.G. Gunderson, R.A. Martinello. A systematic review of bacteremias in

cellulitis and erysipelas. Journal of Infection. 2012;64: 148-15

5. Celestin R, et al. Erysipelas: a common potentially dangerous infection.

Acta Dermatoven APA. 2007;16(3): 123-7

6. Garg A, et al. Clinical characteristics associated with days to discharge

among patients admitted with a primary diagnosis of lower limb cellulitis.

J Am Acad Dermatol 2017;76:626-31

7. Tong SYC, Davis JS, Eichenberger E, Holland TL, Fowler VG, Jr.

Staphylococcus aureus infections: epidemiology, pathophysiology, clinical

manifestations, and management. Clin Microbiol Rev. 2015;28(3) : 603-61

8. Jenkins TC, Sabel AL, Sarcone EE, et al. Skin and soft-tissue infections

requiring hospitalization at an academic medical center: opportunities for

antimicrobial stewardship. Clin Infect Dis. 2010;51(8):895-903.

9. Chapman AL, Dixon S, Andrews D, et al. Clinical efficacy and cost-

effectiveness of outpatient parenteral antibiotic therapy (OPAT): a UK

perspective. J Antimicrob Chemother. 2009;64(6): 1316-1324.

10. Menzin J, Marton JP, Merers JL, et al. Inpatient treatment patterns,

outcomes, and costs of skin and skin structure infections because of

Staphylococcus aureus. Am J Infect Control. 2010;38(1):44-49.