EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta...

145
EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) Oleh: Abdul Holik NIM: 106033101127 PROGRAM STUDI AQIDAH-FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

Transcript of EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta...

Page 1: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh:

Abdul Holik

NIM: 106033101127

PROGRAM STUDI AQIDAH-FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

Page 2: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,
Page 3: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,
Page 4: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,
Page 5: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,
Page 6: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

v

ABSTRAKSI

Epistemologi Immanuel Kant dinilai berhasil menemukan suatu sintesis

atas sistem-sistem sebelumnya dalam tradisi filsafat Barat. Melalui pengujian

sejumlah persoalan yang sudah dianggap taken for granted, Kant merumuskan

ulang validitas kebenaran pengetahuan secara lebih radikal. Sampai saat ini,

pemikiran Kant tetap menarik untuk dikaji.

Melalui proyek filosofis yang digagasnya, Kant telah merintis sesuatu

yang berharga bagi pengembangan dan penyelidikan selanjutnya. Dengan cukup

berani, Kant mendorong suatu kemajuan besar dalam tataran teoritis yang lebih

ketat, dan rasional.

Kant sendiri tidak menilai bahwa dirinya adalah seorang pioneer. Dalam

karyanya, Prolegomena zu einer jeden künftigen Metaphysik, Kant dengan rendah

hati mengaku bahwa dirinya dibangunkan dari tidur dogmatis oleh kritisisme

David Hume. Bahkan, dalam karya besarnya, Kritik der reinen Vernunft, Kant

tanpa malu-malu menyatakan bahwa pemikirannya mendapat stimulus dari para

tokoh-tokoh sebelumnya.

Dalam beberapa rumusan, semisal konsep kategori, pengertian substansi

dan ide, Kant justru meminjamnya dari pemikir Yunani Kuno, yakni Aristoteles,

dan Plato. Apa yang dilakukan Kant adalah berupaya mempertajam dan

menjelaskan secara lebih proporsional masalah-masalah tersebut.

Sayangnya, beberapa komentator akhirnya dengan “gegabah” menganggap

pemikiran Kant tidak asli dan sekedar kutipan. Umumnya pandangan semacam ini

dikarenakan mereka tidak melihat secara utuh apa yang coba dibangun Kant.

Dengan sistem yang disebutnya seperti revolusi Copernicus dalam ilmu alam,

Kant mengubah sebuah konsepsi yang selama ini diterima begitu saja dalam

tradisi filsafat Barat.

Para filsuf sebelum Kant, tidak ada yang mempersoalkan problem akut

dalam diri subjek ketika menerima sejumlah informasi. Alih-alih menyelidiki

substansi pengetahuan dalam pikiran manusia, Kant terlebih dahulu menelusuri

problem mendasar pada diri subjek, untuk ditempatkan pada kedudukan yang

sepantasnya.

Dengan usahanya itu, Kant mencari dasar-dasar yang lebih ketat,

mengenai proses hadirnya pengetahuan, untuk dapat diuji secara rasional dan

terhindar dari kesesatan. Pada kesimpulan akhirnya, Kant menganggap bahwa

pengetahuan selalu berkenaan dengan pengalaman, dan pengetahuan manusia

hanya bisa meluas berkenaan dengan pengalaman yang diraihnya. Bahkan,

kebenaran metematika yang diperoleh dengan dasar-dasar a priori, selalu dapat

dijelaskan dalam tatanan empiris. Meskipun demikian, pengalaman tetap harus

diuji secara rasional agar bisa mencapai kebenaran pengetahuan universal.

Dengan demikian, Kant menanggap bahwa segala sesuatu yang tidak

memiliki pijakan dalam tataran empiris adalah sesuatu yang tidak bisa dijadikan

pengetahuan—kendatipun “dinilai” memiliki kegunaan. Konsepsi tentang Tuhan,

jiwa, kebebasan, kehidupan setelah kematian, dan sebagainya, mungkin berharga

dan sangat penting bagi sebagian orang. Tapi, bagi Kant, hal-hal semacam itu

sama sekali bukan pengetahuan, karena berada di luar jangkauan pengalaman

manusia secara umum, alias tidak memiliki pijakan dalam tataran empiris.

Page 7: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

vi

KATA PENGANTAR

Skripsi yang ada di tangan pembaca, “Epistemologi Immanuel Kant”,

adalah penelitian saya guna mendapat gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) di Jurusan

Aqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah.

Perkenalan pertama dengan Kant, dimulai saat saya menjadi santri di

MTM Cirebon, tahun 2002. Waktu itu, bagi saya tulisan Kant agak sulit dipahami.

Bahasanya “bertele-tele”, susunan kalimatnya panjang-panjang, padat, rigorous,

dst. Susah memahami filsafat Kant. Yang paling mudah diingat adalah kisah

hidupnya; seorang penyendiri yang pandai bergaul dan berwawasan luas, tapi tak

pernah keluar melebihi jarak 48 km., dari rumahnya. Banyak hal yang membuat

saya penasaran untuk menekuni pemikiran tokoh yang sangat disiplin dalam

kehidupannya ini. Bahkan karena sangat disiplinnya, ia sampai lupa berkeluarga.

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Yang Kuddus, akhirnya

penelitian ini bisa selesai dengan mudah, meski tak luput dari berbagai kendala

yang harus saya hadapi. Ucapan terima kasih saya haturkan kepada H. Musthofa

dan Hj. Rofiah, atas kesabaran dan keikhlasannya, mendukung dan mendoakan

saya sehingga bisa menyelesaikan kuliah di UIN. Juga terima kasih kepada Ade

Nurhadi, S.Ag., dan Nurlaela S.Ag., atas segenap dukungannya yang tak ternilai.

Di samping itu, saya merasa berhutang budi kepada banyak pihak yang

telah membantu penyelesaian tugas ini. Saya ingin menyampaikan penghargaan

khusus kepada Dr. Fariz Pari, yang telah mengorbankan waktu untuk memberikan

bimbingan dan bantuan moralnya, serta referensi berharga kepada saya. Terima

kasih saya ucapkan kepada Drs. Agus Darmadji, M.Fils., selaku Ketua Jurusan

Page 8: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

vii

AF., atas kebaikannya berkenan meminjamkan referensi yang saya butuhkan. Juga

saya ucapkan terima kasih kepada Drs. Fakhruddin, MA., atas saran-saran, dan

pinjaman bukunya yang sangat berarti bagi saya.

Yang tak kalah pentingnya, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada

pengelola Perpustakaan UIN, Perpustakaan Freedom-Institute, Perpustakaan STF.

Driyarkara, atas kemudahan memperoleh sumber bacaan; kepada kawan-kawan

mahasiswi di FK Gigi Unisyah, terima kasih atas dukungan, dan motivasi selama

penelitian, serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi

UIN Syahida—yang tak mungkin disebutkan namanya satu persatu—terima kasih

atas segala informasi, dan “kritik”—kendati cenderung dekstruktif—kepada saya;

terima kasih kepada kawan-kawan di “Amateur Astronomical Society of Jakarta”,

atas dorongan semangat mempelajari fenomena alam semesta; kepada para aktivis

di PSU (Pos Solidaritas Umat), terima kasih telah melibatkan saya dalam upaya

penyediaan pendidikan agama bagi kaum subaltern di Ciputat; serta terima kasih

saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dengan caranya masing-

masing, selama saya berada di Ciputat dan Jakarta. Jazakumullâh ahsan al-jazâ`.

Semoga hasil penelitian ini bisa berkontribusi secara positif dalam

panorama diskursus filsafat di tanah air, khususnya tentang pemikiran Immanuel

Kant. The Last but not least, saya sangat mengapresiasi segala masukan, kritik

dan saran dari para pembaca sekalian atas hasil penelitian ini.

Jakarta, 27 Oktober 2010

Abdul Holik

Page 9: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERYATAAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i

PERNYATAAN PERSETUJUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii

LEMBAR PENGESAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .iii

TABEL TRANSLITERASI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv

ABSTRAKSI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .v

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vi

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . viii

BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

A. Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .8

a). Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .8

b). Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

C. Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9

D. Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .10

BAB II BIOGRAFI INTELEKTUAL IMMANUEL KANT . . . . . . . . . . . . . 12

A. Latar Belakang Sosial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .12

B. Periodisasi Perkembangan Intelektual dan Karya-Karyanya . . . 22

BAB III EPISTEMOLOGI DALAM KAJIAN FILSAFAT BARAT . . . . . . 32

A. Sejarah Epistemologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32

B. Rasionalisme . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40

C. Empirisme . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 49

BAB IV KONSEP TRANSENDENTALISME. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59

Page 10: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

ix

A. Kritik atas Rasionalisme dan Empirisme . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59

B. Konsep Ruang dan Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65

C. Konsep Dua Belas Kategori sebagai Turunan (Derivation) Dua

Belas Jenis Putusan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .72

C.1. Kuantitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88

C.2. Kualitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89

C.3. Relasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 90

C.4. Modalitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92

D. Deduksi Transendental . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .94

E. Konsep Transendental Akal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 104

F. Tiga Kecenderungan Akal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 115

F.1. Paralogisme . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 116

F.2. Antinomi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .117

F.3. Ideal Akal Murni . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 118

G. Tinjauan Pengetahuan Menurut al-Imâm al-Ghazâlî . . . . . . . . 120

BAB V PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 127

A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 127

B. Saran-Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .129

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 131

Page 11: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 2009, publik Indonesia sempat digemparkan oleh sosok Ponari,

seorang bocah yang secara tiba-tiba mampu mengobati orang sakit. Kiprahnya

menuai kontroversi, karena metode penyembuhannya hanya bermodalkan sebuah

batu yang ditemukannya di saat hujan. Sejumlah umat Islam bahkan mengutuk

prakteknya, dengan alasan “menggelikan”: menuhankan batu. Kisah ini sempat

membuat resah dunia kedokteran. Pasalnya, Ponari menyalahi metode yang sah

dalam praktek pengobatan. Tapi, meskipun menuai protes dari banyak pihak,

sebagian masyarakat tetap percaya dan yakin pada keampuhan batu Ponari:

sebuah batu bertuah yang dapat menyembuhkan.

Kisah kehebohan dukun cilik dari Jombang di atas merupakan pelajaran

bahwa di saat ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin maju, sebagian

masyarakat Indonesia masih larut ke dalam mitos-mitos. Penemuan penting di

bidang medis, tidak mampu membebaskan mentalitas bangsa ini dari perkara

klenik. Dalam hal ini, peristiwa di atas tidaklah terlalu mengherankan, karena pada

dasarnya setiap bangsa memiliki semangat filosofis tertentu. Nilai-nilai filosofis

ini mempengaruhi kehidupan suatu masyarakat. Setiap bangsa memiliki semangat

filosofis yang berbeda-beda pada masanya. Bertrand Russel menulis:

“To understand an age or nation, we must understand its philosophy, and to understand its philosophy we must ourselves be in some degree philosophers. There is here a reciprocal causation: the circumstances of men’s lives do much to determine their philosophy, but, it conversely their philosophy does much to determine their circumstances”.1

1 “Untuk memahami sebuah zaman atau bangsa, kita harus memahami filsafatnya, dan

untuk memahami filsafatnya, kita harus berada pada batas-batas tertentu menjadi filsuf. Di sini ada

sebuah hubungan kausal timbal balik: lingkungan kehidupan manusia banyak menentukan

Page 12: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

2

Paparan Russel bahwa kehidupan sebuah zaman dipengaruhi oleh suatu

sistem filsafat, agaknya cukup beralasan. Zaman yang berubah menciptakan fase

baru dalam kehidupan. Perubahan itu hanya bisa terjadi di suatu masyarakat yang

mampu menerima kemajuan, sehingga ilmu pengetahuan bisa berkembang dan

menghasilkan banyak kemudahan. Jika ditelusuri ke belakang, gerakan revolusi

saintifik yang memuncak di Eropa abad ke-17,2 dan diikuti terjadinya pencerahan

(Aufklärung) abad ke-18, merupakan imbas dari ketekunan dan kerja keras orang-

orang Eropa pada beberapa abad sebelumnya. Sejak masa Renaissance abad ke-14

di Italia, telah dimulai kegiatan yang cukup serius dalam mengkaji kemegahan

warisan peradaban Yunani kuno.3 Dari hasil pembacaan serius dan kritis atas

tradisi klasik, para ahli mampu menghasilkan suatu kemajuan yang cukup

signifikan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ini dapat

diperoleh lewat peran para sarjana, kalangan terdidik dan peran para pemikir pada

umumnya.

Immanuel Kant adalah salah satu pemikir yang muncul di abad ke-18 dan

memiliki kiprah dalam kemajuan zamannya, terutama lewat karya-karya yang

dihasilkannya. Salah satu karyanya, Kritik der Reinen Vernunft—sebuah paparan

argumentatif tentang epistemologi—menjadi sebuah mahakarya brilian pada

masanya. Kendati telah lama dibicarakan, upaya merumuskan kembali

pemikirannya tetap menjadi isu yang cukup menarik. Hal ini tidak berlebihan,

filsafatnya, tetapi sebaliknya filsafat mereka juga dapat menentukan lingkungan kehidupannya”.

Bertrand Russel, History of Western Philosophy and Its Connection with Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day (London: George Allen and Unwin Ltd., 1961), h. 14

2 Robin Briggs, The Scientific Revolution of the Seventeenth Century (San Francisco:

Harper & Row Publishers, Inc., 1973), h. 3 3 F. Budi Hardiman, Filsafat Barat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche (Jakarta:

Gramedia, 2007), h. 9

Page 13: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

3

karena Kant telah mempengaruhi, sekaligus menginspirasi banyak tokoh yang

muncul setelahnya. Bahkan Kant dianggap sebagai filsuf yang paling berpengaruh

dalam lima ratus tahun terakhir.4 Sampai saat ini, pemikiran Kant tetap menjadi

isu perdebatan yang tak kunjung habis dibahas. Apa yang dilakukan Kant adalah

menghadirkan suatu formula baru dalam perumusan sistem filsafat. Filsafat Kant

menjadi tonggak sejarah pencerahan Eropa, dan pembahasan epistemologinya

menjadi salah satu tema yang banyak diminati hingga sekarang.

Meskipun masalah epistemologi sudah lama dibicarakan sejak zaman

kuno, tetapi perumusannya masih dibutuhkan hingga saat ini. Pasalnya,

perumusan masalah epistemologi menjadi acuan kerangka berpikir dalam

pengkajian ilmu pengetahuan. Kedinamisan ilmu pengetahuan merupakan

pengaruh yang dibentuk dalam suatu struktur nalar tertentu. Struktur nalar

dimaksudkan sebagai cara kerja akal dalam bingkai suatu kerangka berpikir, yang

berkembang dalam suatu masyarakat.5 Tidak dapat dipungkiri bahwa

perkembangan ilmu pengetahuan berhubungan sangat erat dengan alam pikiran

manusia, dalam sebuah komunitas masyarakat di zaman tertentu. Dalam suasana

kehidupan yang menganut kebebasan misalnya, kemajuan ilmu pengetahuan dapat

tercapai dengan mudah. Tapi sebaliknya, dalam masyarakat yang terkungkung

oleh misalnya tradisi, agama, atau kelompok, kemajuan ilmu pengetahuan akan

sedikit terhambat.6 Pengkajian epistemologi kiranya akan tetap memiliki dampak

4 Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx: dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan

Revisionisme (Jakarta: Gramedia, 2005), h. 4 5 Di abad ke-20, Michel Foucault menyebut struktur berpikir yang berada dalam suatu

masa dan lingkungan tertentu sebagai epistemé. Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy (London: Penguin Books Ltd., 2000), h. 174

6 Kita bisa merasakan misalnya, perbedaan yang amat jelas antara masa kegelapan dengan

peralihan menuju zaman modern. Pada abad kegelapan orang-orang cenderung mengikat diri

mereka dan berpikir menurut selera kelompok, ras, agama. Pada masa ini pula kegiatan intelektual

seolah mati, karena segala sesuatu harus disesuaikan dengan tuntutan gereja. Tapi hal itu sangat

Page 14: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

4

siginifikan, terutama dalam arus kemajuan ilmu pengetahuan hingga dewasa ini.

Karena dengan pengkajian kembali epistemologi, kita akan menemukan beragam

corak pemikiran yang dihasilkan umat manusia sebagai ekspresi kehidupan

zamannya. Sistem epistemologi Kant sampai saat ini hadir sebagai salah satu

kemajuan dalam wacana filsafat, tanpa memungkiri kritik-kritik yang dialamatkan

pada beberapa kelemahannya. Berkat usahanyalah, sejumlah terobosan baru mulai

bermunculan.

Jika dipetakan, proyek filosofis Kant akan berpusat pada tiga persoalan

mendasar: 1) Menjelaskan batas-batas pengetahuan manusia; 2) Memberikan

ketentuan asas-asas moralitas; 3) Memberi kejelasan tentang batas-batas penilaian

estetis. Bagian pertama dijabarkan Kant dalam buku, Kritik der Reinen Vernunft

(terjemahan Inggris: Critique of Pure Reason). Bagian kedua dijelaskan dalam

karya, Kritik der Praktischen Vernunft (terjemahan Inggris: Critique of Practical

Reason). Bagian ketiga dijelaskan dalam karya, Kritik der Urteilkraft (terjemahan

Inggris: Critique of Judgment). Lewat ketiga karya tersebut, Kant bertujuan untuk

menguji kesahihan pengetahuan manusia. Pengujian kesahihan dilakukan dengan

mengupayakan pencarian struktur-struktur a priori dalam diri subjek.

Kant dikenal sebagai orang yang mampu membalik sudut pandang dalam

tradisi pemikiran. Hal-hal yang dulu selalu diterima begitu saja, ternyata

dijungkirbalikkan oleh Kant. Sistem epistemologi Kant berusaha merumuskan

masalah, yang lebih menitikberatkan pada kondisi subjek. Subjek yang dimaksud

adalah manusia sebagai individu yang sadar diri dalam kehidupannya di dunia saat

ini. Kant mempertanyakan peran dan fungsi a priori dalam diri subjek, terkait

berbeda ketika memasuki zaman renaissance berikut masa-masa setelahnya. F. Budi Hardiman,

Filsafat Barat Modern, h. 3-13

Page 15: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

5

proses terciptanya pengetahuan. Alih-alih mempersoalkan isi pengetahuan, Kant

terlebih dahulu memeriksa fungsi dan mekanisme dalam diri subjek agar dapat

terciptanya pengetahuan. Dengan kata lain, validitas pengetahuan menjadi

permasalahan kemampuan manusia dalam mengolah informasi yang diterimanya.

Pencarian asas-asas a priori ini merupakan sesuatu yang baru dalam tradisi filsafat

Barat.

Sebelum Kant, para filsuf cenderung tidak mempersoalkan permasalahan

peranan subjek. Mereka menerima kemampuan subjek apa adanya. Mereka tidak

memeriksa terkait peranan subjek ini. Ini dilema bagi Kant. Pada suatu titik

tertentu, para filsuf menegaskan nilai-nilai keobjektifan. Namun, mereka tidak

menjelaskan bagaimana kinerja struktur dalam diri tiap-tiap individu bisa

menghasilkan pengetahuan objektif. Secara keseluruhan, Kant menelusuri jejak-

jejak subjektifitas ini untuk ditempatkan pada kedudukan yang sepantasnya. Di

samping tentunya, klaim universalitas masih layak untuk dipertahankan. Jika dulu

para filsuf menggeluti masalah tentang isi pengetahuan, maka proyek filosofis

Kant lebih dicurahkan untuk menguji seberapa jauh data dalam pikiran manusia

itu mungkin disebut sebagai pengetahuan. Pengujian-pengujian ini dilakukan Kant

dengan suatu perangkat yang berasal dari dalam diri manusia.

Dengan acuan pada kemampuan subjek, Kant menerima suatu kepastian

adanya dua hal a priori: ruang dan waktu. Dua hal ini menggiring pada

pemahaman bahwa data maupun informasi dari luar, yang diterima kemampuan

manusia, pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari unsur subjektifitas tiap-tiap

individu. Kant pada beberapa hal setuju dengan pandangan kaum empiris bahwa

pengetahuan diperoleh dari luar diri manusia, lewat kemampuan inderanya.

Page 16: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

6

Manusia bisa mempelajari sesuatu dari pengalamannya, yang tentunya melibatkan

kemampuan indera. Tapi, dia berbeda dari beberapa pemikir sebelumnya yang

meyakini keotentikan dan objektifitas data maupun informasi yang menjadi objek

pemikiran. Kant justru menganggap bahwa itu semua tidaklah netral. Kedua

fungsi a priori dalam diri subjek mengatur mekanisme penerimaan informasi dari

luar. Oleh karena itu, beragam informasi yang diterima akan ditentukan batas-

batasnya menurut kedua fungsi tersebut. Data yang diperoleh indera adalah

sesuatu yang sudah terpengaruhi oleh unsur subjek, sehingga bukan penampakan

utuh. Dengan begitu, benda-benda dalam dirinya sendiri, menurut Kant berada di

luar jangkauan manusia. Wilayah ini masih bersifat rahasia, dan tidak dapat

diketahui siapapun.

Data yang sudah diperoleh indera lewat intuisi, akan disampaikan kepada

fungsi a priori lain dalam diri subjek, yakni kemampuan untuk membentuk

beragam putusan. Putusan ini berupaya menentukan variabel-variabel tertentu,

serta menggolongkan data dalam beragam bentuk kategori dalam diri subjek.

Dengan adanya kemampuan untuk membuat putusan, informasi yang diperoleh

subjek dari kemampuan indera akan diteruskan ke dalam kategori yang menurut

Kant berjumlah dua belas. Konsep dua belas kategori ini merupakan fungsi a

priori, yang bekerja dalam tataran skema yang lebih luas dan rasional.

Selanjutnya, data yang sudah melewati tahap pengolongan kategori,

kemudian diangkat dan dilekatkan pada struktur lain. Struktur yang dimaksud

adalah fungsi a priori yang terakhir dalam diri subjek. Fungsi ini adalah

kemampuan intelek dalam menghasilkan proposisi-proposisi yang menyusun

sebuah kesimpulan. Peran intelek ini berbeda dari fungsi-fungsi a priori lainnya,

Page 17: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

7

yang masih berkutat dengan data maupun informasi yang diperoleh dari

kemampuan indera. Peran intelek sama sekali lepas dari unsur-unsur a posteriori

dan benar-benar a priori, karena fungsinya sekedar bersifat regulatif: mengatur

proposisi-proposisi untuk menghasilkan argumentasi. Fungsi ini hanya akan

menentukan batas-batas validitas tentang penyusunan kesimpulan. Inilah mengapa

sistem Kant disebut transendental, karena dia melakukan penelitian atas kaidah

murni a priori dalam diri subjek, sebagai batas penetapan validitas pengetahuan.7

Secara garis besar, peneguhan struktur subjek merupakan hal yang tidak terdapat

pada pandangan kaum empiris, dan dalam detailnya begitu berbeda dari kalangan

rasionalis.

Kant menyetujui gagasan bahwa kemampuan indera dapat menambah

pengetahuan. Akan tetapi, data yang didapatkan oleh indera akan bisa menjadi

pengetahuan setelah melewati semacam pengujian dari dalam diri subjek. Kant

sendiri tidak mengakui semua pengetahuan berasal dari indera. Ada pengetahuan

tertentu yang berasal dari kemampuan a priori subjek an sich. Secara keseluruhan

dalam sistem filsafatnya, Kant mengupayakan sintesis atas dua arus

kecenderungan pemikiran yang berkembang pada masanya. Dua kecenderungan

pemikiran yang dimaksud adalah rasionalisme dan empirisme. Kant berusaha

menyajikan sisi kelebihan dari tiap aliran dan membuktikan klaim validitas

keunggulan keduanya. Namun, dengan tanpa malu-malu Kant juga menunjukkan

pelbagai kelemahan akut yang menyelimuti bentuk penalaran kedua sistem

tersebut.

7 F. Budi Hardiman, Filsafat Barat Modern, h, 132

Page 18: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

8

Dengan demikian, skripsi ini bertujuan untuk mengulas pemikiran

Immanuel Kant dalam masalah epistemologi. Sebagai pemikir garda depan dalam

bidang filsafat, khususnya di masa pencerahan, Kant sangat layak untuk kembali

dibicarakan. Kiprah Kant cukup penting, mengingat dampak pemikirannya yang

masih dapat dirasakan sampai saat ini.

B. Perumusan Masalah

Dengan paparan di atas, maka pokok masalah yang akan digali dalam

penelitian ini adalah tentang persoalan paradigma pemikiran filosofis, yakni

sistem epistemologi Immanuel Kant.

Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: Bagaimana Konsep Epistemologi Immanuel Kant?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a) Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman atas sistem

epistemologi Immanuel Kant, yang cukup berpengaruh dalam diskursus filsafat.

Dengan penelitian ini diharapkan akan didapat kejelasan pemikiran Immanuel

Kant, yang mampu menyintesakan dua arus kecenderungan epistemologi dalam

sejarah filsafat Barat.

b) Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini, akan didapat suatu gambaran umum bagaimana

sebenarnya struktur nalar yang berkembang pada masa pencerahan, khususnya

dengan melihat pemikiran Immanuel Kant.

Page 19: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

9

D. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research) dengan

menggunakan metode deskriptif dan analisis-kritis. karya filosofis Immanuel Kant

dalam epistemologi—Critique of Pure Reason—menjadi referensi utama, disertai

tulisan para komentator dan karya para filsuf sebelum Kant yang berbicara tentang

epistemologi. Refensi tersebut digunakan untuk menemukan suatu gambaran

umum tentang diskursus epistemologi dalam tradisi filsafat Barat.

Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan kerangka acuan

pemikiran Kant, dengan pemaparan ide dan gagasannya sesuai dengan tulisannya

secara verbatim atau literer. Langkah ini digunakan untuk mengetahui sejauh

mana landasan awal, kerangka pikir Kant terkait sistem epistemologinya. Selain

itu, metode ini akan dengan mudah menemukan gambaran setting sosial dan

masyarakat tempat di mana Kant hidup, mengingat suatu pemikiran tidak bisa

lepas begitu saja dari kontek historis masyarakatnya.

Metode analisis-kritis digunakan untuk menempatkan posisi Kant dalam

khazanah pemikiran Barat. Berkat pengaruhnya yang cukup besar, Kant justru

menjadi sasaran kritik tiada habisnya. Tapi, di sisi lain dia pun dikagumi dan

dikutip pendapatnya oleh para pemikir sepanjang masa. Dengan metode ini,

diharapkan dapat seobjektif mungkin menempatkan Immanuel Kant secara

proporsional, yang telah memberikan kontribusi berharga dalam diskursus filsafat

pada umumnya.

Teknik penulisan dalam penelitian ini mengikuti standar yang ditetapkan

dalam buku, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi),

yang diterbitkan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 20: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

10

E. Sistematika Penulisan

Mengacu pada metode penelitian di atas, pembahasan dalam penelitian ini

disistematisasi sebagai berikut. Pembahasan bab satu diawali dengan menguraikan

latar belakang seputar studi ini. Dijelaskan pula beberapa hal terkait perubahan

zaman yang dipengaruhi oleh gerak pemikiran filsafat. Namun, begitu pula filsafat

dipengaruhi oleh kondisi zamannya. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan

masalah berkenaan dengan epistemologi Kant, menguraikan metode dilakukannya

pengkajian dan memaparkan tujuan dilakukannya pengkajian ini.

Bab dua menjelaskan latar belakang intelektual Immanuel Kant. Hal ini

menyangkut kondisi masyarakat di mana Kant hidup, periodisasi pemikirannya,

serta perkembangan dan karya-karyanya yang mempengaruhi banyak tokoh

hingga saat ini.

Bab tiga menjelaskan sejarah Epistemologi, yang tentunya tidak terlepas

dari konteks filsafat Barat sejak masa Yunani kuno, kemudian langsung

menjelaskan periode di masa modern di mana Kant hidup. Selanjutnya dipaparkan

pula penjelasan tentang aliran rasionalisme dan empirisme yang berpengaruh pada

suatu masa tertentu.

Bab empat menjelaskan sistem epistemologi Immanuel Kant. Dimulai dari

kritik yang dilancarkannya atas sistem-sistem yang ada, dalam upaya mengatasi

rasionalisme maupun empirisme. Kemudian penjelasan akan diteruskan dengan

paparan istilah-istilah teknis yang dibangun Kant. Di sini Kant memiliki rumusan

khas prinsip-prinsip a priori semisal konsep ruang dan waktu sebagai tahap

inderawi (Sinnlichkeit), hadirnya pengetahuan. Lalu dilanjutkan dengan

Page 21: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

11

pembahasan tahap a priori lainnya, yakni tahap pemahaman (Verstand), dalam

bentuk analitik transendental. Dalam tahap ini, Kant mengajukan konsep dua

belas putusan, dua belas bentuk kategori, dan deduksi transendental. Kemudian

pembahasan dilanjutkan mengenai tahap terakhir, yakni tahap akal budi

(Vernunft), sebagai bentuk dialektika transendental. Tidak lupa juga diajukan

paparan Kant, tentang sikapnya dalam menghadapi kesalahan berpikir yang ia

rumuskan menjadi tiga: paralogisme, antinomi, dan ideal akal murni. Keseluruhan

gagasan ini (secara radikal) tidak lebih dari upaya mempermasalahkan batas-batas

validitas data, untuk bisa menjadi pengetahuan. Setelah itu, sebuah perbandingan

kritis tentang hakekat pengetahuan dalam Islam—yang diwakili oleh al-Imâm al-

Ghazâlî—dihadirkan sebagai penutup bab. Pembandingan antara al-Ghazâlî dan

Kant dinilai penting, karena kedua tokoh ini memiliki kiprah yang cukup

signifikan dalam sejarah dua peradaban yang berbeda: Islam dan Barat. Meskipun

antara keduanya lebih banyak perbedaan, namun posisi mereka dalam hal kritik

terhadap sistem-sistem epistemologi sama-sama penting. Dengan menelisik

pandangan mereka terkait pengetahuan, akan didapat suatu struktur perbandingan

alam pikiran keduanya yang mempengaruhi zamannya.

Bab lima diisi dengan penutup, sekaligus saran-saran bagi penelitian

selanjutnya terhadap pemikiran Kant. Dalam penelitian ini memang diakui,

pemikiran Kant sebagai sumber wacana filsafat, belum seutuhnya dapat dibahas

oleh penulis. Dengan begitu, pengkajian dan pembahasannya masih perlu

dilakukan.

Page 22: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

12

BAB II

BIOGRAFI INTELEKTUAL IMMANUEL KANT

A. Latar Belakang Sosial

Satu abad setelah terjadinya revolusi saintifik di abad ke-17, berupa

ditemukannya penemuan-penemuan penting dalam ilmu dan teknologi, muncul

suatu gelombang baru dalam babak sejarah Eropa, yakni periode pencerahan.8

Fase ini merupakan arus yang berpengaruh cukup signifikan dalam gerak sejarah

Eropa pada masa-masa berikutnya. Immanuel Kant merupakan figur yang cukup

diperhitungkan pada masa ini. Dalam majalah Berlinische Monatsschrift, terbit

Desember 1784, Kant sempat menuliskan maksud pencerahan yang terjadi di

masanya sebagai berikut:

“Enlightenment is man’s emergence from his self-imposed immaturity. Immaturity is the inability to use one’s understanding without guidance from another. This immaturity is self-imposed when its cause lies not in lack of understanding, but in lack of resolve and courage to use it without guidance from another. Sapere Aude! “have courage to use your own understanding!”—that is the motto of enlightenment. ”9

Pencerahan telah menjadi gejala sosial yang melanda masyarakat Eropa

waktu itu. Mereka tersadar untuk mengejar kebahagiaan hidup, dengan keberanian

bertindak menurut pertimbangan rasionya sendiri. Sapere Aude! adalah slogan

bagi pencerahan. Pengejaran kepentingan diri sudah menjadi maklum bagi semua

8 Kata “pencerahan” dalam bahasa Jerman Aufklärung, Les Lumieres (bahasa Prancis),

Enlightenment (bahasa Inggris), Ilustracion (bahasa Spanyol), Iluminismo (bahasa Itali),

Enlightenment (bahasa Inggris). F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche (Jakarta: Gramedia, 2007), h. 94

9 “Pencerahan adalah keluarnya manusia dari ketidakdewasaan akibat kesalahannya

sendiri. Ketidakdewasaan adalah ketidakmampuan untuk menggunakan pemahamannya sendiri tanpa petunjuk dari pihak lain. Ketidakdewasaan ini adalah kesalahannya sendiri, ketika sebabnya

bukan karena kurangnya pemahaman, melainkan karena kurangnya ketetapan hati dan keberanian

untuk menggunakan akal tanpa petunjuk dari pihak lain. Sapere Aude! “beranilah menggunakan

pemahamanmu sendiri!”—adalah motto bagi pencerahan.” Immanuel Kant, Perpetual Peace and Other Essays on Politics, History, and Morals, trans., Ted Humphrey (Indiana Polis: Hackett

Publishing Company Inc., 1983), h. 41

Page 23: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

13

orang, demi terwujudnya kebahagiaan. Kebahagiaan dapat diperoleh di dunia,

tanpa perlu mempertimbangkan kehidupan setelah kematian, maupun ketakutan

terhadap takhayul dan klaim keselamatan agama. Pandangan demikian

mempertajam gagasan yang pernah dilontarkan di masa Renaissance, sekaligus

mempertegas penolakan terhadap segala tatanan sosial abad pertengahan. Semakin

lama, tanggungjawab pribadi dalam menggunakan rasio memainkan peranan

cukup penting dalam kehidupan. Kesadaran ini menjadi arah baru yang

menentukan sikap dan mentalitas zaman itu. Pada awalnya, gerakan pencerahan

tidak berkembang begitu massif di beberapa wilayah. Gerakan pencerahan mulai

lebih dahulu di Inggris dan Prancis. Kedua negara ini memainkan peranan

penting, dibandingkan negara-negara lain, seperti Jerman. Hal itu tidaklah

mengherankan, terutama berkat dukungan yang begitu intens dari pemerintah di

dua negara tersebut dalam menggalakkan pengembangan ilmu pengetahuan.

Sejak abad ke-17, di Prancis kalangan terpelajar mendapat hak istimewa

lewat dukungan pemerintah, dengan didirikannya Académie des Sciences: sebuah

komunitas yang memiliki perhatian pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan.

Jumlah peserta dalam forum ini terbatas sebanyak 16 orang. Lembaga ini

menerbitkan jurnal Journal des Sçavans, sebagai media mempublikasikan

penelitiannya. Keadaan yang hampir sama juga terjadi di Inggris. Dengan

dukungan para bangsawan, didirikanlah Royal Society: sebuah komunitas yang

aktif dalam pengembangan sains. Lembaga ini memiliki anggota yang tak

terbatas,10 sehingga sedikit berbeda dengan lembaga di Prancis. Memang tidak

bisa dipungkiri bahwa tidak semua penguasa, raja dan pangeran di Eropa pada

10

Robin Briggs, The Scientific Revolution Revolution of the Seventeenth Century (San

Francisco: Harper & Row Publishers, Inc., 1973), h. 67

Page 24: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

14

saat itu memiliki perhatian sama terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.

Kedua wilayah tersebut hanya mewakili arus utama kemajuan ilmu yang

berlangsung pada abad ke-17, dan berpengaruh terciptanya fase pencerahan pada

abad ke-18. Berdasarkan letak geografisnya, terdapat sejumlah kecenderungan

tertentu dan sedikit berbeda, yang menandai terjadinya pencerahan di beberapa

wilayah.

Pencerahan yang terjadi di Inggris ditandai dengan menyebarnya faham

Deisme.11

Istilah ini mengacu pada suatu pandangan bahwa alam semesta berjalan

dengan sendirinya, sesuai dengan kaidah hukum mekanis yang bisa diselidiki

secara ketat dan objektif. Kedudukan Tuhan sebagai pencipta, tidak memiliki

andil apapun dalam segala hal yang terjadi di alam semesta. Dunia terlepas dari

campur tangan Tuhan setelah diciptakan. Pandangan deisme sama sekali tidak

menghilangkan Tuhan, hanya pemahaman mereka tentang Tuhan diupayakan

lebih rasional. Pemahaman ini merupakan imbas dari penemuan besar filsafat

alam Newton tentang hukum-hukum fisika, serta terobosan baru filsafat empiris

John Locke. Namun, beberapa tokoh pencerahan kemudian, melangkah lebih jauh

dengan mengritik lembaga gereja, karena sikap agamawan tidak sejalan dengan

penemuan-penemuan ilmiah.

Gereja yang berfungsi sebagai sebuah pranata sosial, dalam pandangan

pemikir pencerahan sama sekali tidak memberikan andil pada kebahagiaan

manusia. Justru gereja yang selama ini melegitimasi kesengsaraan, karena tidak

memberi kebebasan mempergunakan akal. Manusia akhirnya harus tunduk di

bawah naungan iman dan otoritas keagamaan. Padahal manusia sebenarnya

11 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, h. 99

Page 25: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

15

memiliki kemampuan untuk bertindak bebas, termasuk menjelajahi alam. Alam

beserta isinya, termasuk manusia, memiliki suatu kaidah hukum mekanis yang

dapat diselidiki dan dipelajari. Prasangka akan kemisterian alam yang

menakutkan, dipenuhi mitos-mitos dan takhayul, sebenarnya dapat disingkirkan.

Alam beserta dengan segala yang dikandungnya, dapat ditaklukkan dengan

seperangkat kaidah ilmiah. Gagasan kaum deisme, pada perkembangan

selanjutnya tidak saja mengkritik gereja, tetapi kekristenan itu sendiri. Agama

Kristen dipandang sebagai sumber malapetaka. Hal ini merupakan titik balik

pemberontakan atas hegemoni kaum agamawan di era sebelumnya, yakni abad

pertengahan. Para sarjana kemudian mulai meninggalkan adat-istiadat lama yang

sering disuarakan kaum agamawan. Puncak titik balik ini bisa diartikan sebagai

ucapan selamat tinggal pada agama, serta segala hal yang berhubungan

dengannya. Otoritas iman agama diganti dengan pertimbangan rasional.

Selain penentangan terhadap agama, pencerahan di Inggris juga ditandai

dengan munculnya semangat individualisme. Dalam kehidupan bermasyarakat,

jelas kelihatan adanya perubahan-perubahan ruang lingkup hubungan sosial. Hal

ini bisa dilihat, misalnya pada pembagian pekerjaan berdasarkan pertimbangan

rasional, pengakuan kepemilikan pribadi, kedaulatan hukum, keadilan,

kesejahteraan dan sebagainya. Gagasan kemandirian individualisme dalam bidang

ekonomi menyebar dan berpengaruh cukup signifikan.12

Upaya pengejaran

kepentingan pribadi dan meninggalkan semangat kolektif, ras, golongan, dan

12

Adam Smith (1723-1790) memiliki diktum ekonomi yang sampai saat ini masih sering

dikutip, “invisible hand”: tangan yang tidak kelihatan. Maksudnya bahwa setiap manusia

dikendalikan oleh dorongan nafsu egoistis, yang berusaha mengejar kepentingannya sendiri. Tapi,

pemenuhan kepentingan pribadi itu turut serta memainkan peranan pemenuhan kesejahteraan

umum. Elmer Sprague, “Adam Smith,” in Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy,

Vol. 7 (New York: Macmillan Publishing Co., Inc., and The Free Press, 1972), h. 463

Page 26: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

16

agama, sebenarnya sudah muncul di masa Renaissance. Akan tetapi peneguhan

yang lebih tegas, baru kelihatan di masa pencerahan. Sikap individualisme ini

menjadi gejala umum di kalangan masyarakat saat itu.

Apa yang terjadi di Inggris, nampaknya terjadi pula di Prancis. Dalam

beberapa hal, pencerahan di Prancis nampaknya sedikit berbeda dan lebih ekstrem

daripada di Inggris. Gagasan para pemikir pencerahan Prancis dipengaruhi oleh

pandangan filsafat empiris Inggris, John Locke, dan hukum fisika Isaac Newton.13

Sepakat dengan gagasan kedua tokoh tersebut, para pemikir Prancis lebih yakin

menggunakan metode dalam pengembangan ilmu pengetahuan lewat observasi

atas fenomena alam. Fakta-fakta yang berserakan menjadi sumber berharga untuk

merumuskan kaidah-kaidah ilmiah. Hukum fisika Newton menjadi landasan

utama bagi pandangan materialisme dan penolakan terhadap segala pemikiran

metafisika atas alam dan manusia. Kejadian-kejadian alamiah, yang diyakini

memuat seperangkat hukum kausalitas, dijadikan objek pengamatan dan

penelitian. Dengan begitu, penalaran spekulatif-deduktif lewat ide-ide bawaan

sama sekali ditinggalkan. Sikap demikian tentunya tidak bermaksud

meminggirkan metode deduktif-matematis, dan hanya mengupayakan analisis

pelbagai peristiwa. Dengan penelitian yang ketat atas pelbagai fakta-fakta

partikular, selanjutnya akan dilakukan sintesis, guna didapat suatu kaidah umum

berupa hukum atas fenomena alamiah. Sintesis yang diperoleh lewat observasi

tersebut, kemudian dijadikan ketetapan standar sebagai kebenaran universal. Ide-

ide pencerahan, pada gilirannya telah turut membantu menyiapkan pondasi

terjadinya gerakan positivisme di Prancis satu abad kemudian.

13

Frederick Copleston, A History of Philosophy, vol. 6, Wolff to Kant (Wellwood: Burn

& Oates, 1999), h. 3

Page 27: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

17

Selain itu, para pemikir pencerahan Prancis kelihatan lebih berpikiran

dekstruktif daripada konstruktif terkait masalah agama. Mereka sama sekali tidak

mencoba menawarkan pandangan baru yang lebih rasional tentang permasalahan

ini. Sejak semula, para pemikir pencerahan Prancis berupaya menolak agama dan

segala “bualan” metafisika tradisional.14 Gereja menurut mereka tidak lebih

merupakan perwujudan penindasan atas nilai-nilai kemanusiaan, dan musuh bagi

kebebasan berpikir. Segala bentuk agama, baik Kristen, Yahudi, maupun agama-

agama lainnya, merupakan produk dari kebodohan, ketakutan, dan sangat tidak

sesuai dengan semangat kemajuan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sudah

selayaknya jika agama ditinggalkan, karena tidak membawa manfaat sama sekali.

Puncak kebencian terhadap agama dapat disaksikan, misalnya peristiwa pelucutan

gereja Notre Dame dari simbol-simbol keagamaan pada waktu terjadinya revolusi.

Di samping itu, para pemikir pencerahan Prancis kerap menujukkan sikap

bermusuhan terhadap sistem-sistem politik. Dalam tulisan-tulisannya, mereka

menyerang habis-habisan bentuk penindasan atas nama negara. Bahkan raja Louis

XVI, pemimpin negeri mereka sendiri, tak urung menjadi sasaran kritik.

Pemerintahan Louis XVI di Prancis, menurut mereka adalah rezim otoriter yang

kurang berpihak kepada rakyat. Kendati tidak semua tokoh sepakat tentang bentuk

sistem politik ideal, tapi kritik-kritik mereka jelas menampakkan sikap

bermusuhan dengan pemerintah Prancis. Gerakan pencerahan menunjukkan sikap

ofensif terhadap segala bentuk tirani, dan menemukan momentumnya yang riil

14

Tokoh yang dikenal menjadi pelopor terjadinya pencerahan di Prancis adalah Pierre

Bayle (1647-1706). Dia memiliki sebuah karya yang cukup terkenal, Dictionaire Historique et Critique, yang berisi berbagai rumusan ilmu pengetahuan pada masanya, serta penyerangan yang

luar biasa terhadap agama. Dia juga berpendapat bahwa keyakinan terhadap Tuhan berada di luar

batas akal, dan bahwa persoalan etika sudah selayaknya dipisahkan dari masalah agama dan sistem

metafisika tradisional. Frederick Copleston, A History of Philosophy, h. 7-8

Page 28: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

18

dalam terjadinya revolusi Prancis di tahun 1789.15

Revolusi Prancis yang

mengusung slogan liberté, égalité, dan fraternité, merupakan sebuah perjuangan

berdarah oleh rakyat dalam melawan ketidakadilan yang mereka alami. Karena

sikapnya yang kritis terhadap negaranya sendiri, beberapa tokoh pencerahan

mencari suaka di luar Prancis, misalnya ke Jerman.

Gelombang pencerahan di Jerman tidak seperti yang terjadi di Prancis atau

di Inggris. Di Jerman pencerahan berjalan lebih tenang dan damai. Pencerahan di

Jerman ditandai dengan minat yang besar terhadap studi kemanusiaan dan

kebudayaan. Banyak sastrawan besar yang bermunculan pada zaman ini, misalnya

J.W. von Goethe, Johann Gottfried von Herder, dan Gotthold Ephraim Lessing.

Begitu juga muncul tokoh pembaru estetika, Alexander Gottlieb Baumgarten. Di

kawasan ini tidak ditemukan adanya peristiwa-peristiwa dramatis, misalnya

penyerangan terhadap agama. Fenomena keagamaan di Prussia, tidak mendapat

serangan begitu tajam dari para filsuf. Kendati demikian, mereka tetap menjaga

jarak dari unsur-unsur relijius mainstream yang dikenal kaku dan membelenggu

kebebasan akal. Selain itu, para pemikir pencerahan Jerman pada umumnya

adalah guru besar di universitas. Hal ini merupakan kondisi yang sangat berbeda

dengan status tokoh-tokoh pencerahan Inggris maupun Prancis.

Keadaan di Jerman pada masa pencerahan, dapat dilihat dari kebijakan

politik pada masa itu. Paruh pertama abad ke-18, di kawasan Jerman penyebaran

kaum Puritan—sebuah gerakan keagamaan yang berasal dari gereja Kristen

Protestan Jerman—menuai kesuksesan. Kesuksesan itu berkaitan dengan

reformasi pemerintahan yang diterapkan Friedrich William I (1688-1740). Ia

15

Para filsuf Prancis sebenarnya tidak menghendaki terjadinya revolusi berdarah. Mereka

hanya menghendaki penyebaran pengetahuan, agar terjadi reformasi sosial yang dapat merubah

kondisi menjadi lebih baik. Frederick Copleston, A History of Philosophy, h. 58

Page 29: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

19

meningkatkan kekuatan angkatan perang, kinerja birokrasi pemerintahan,

perbaikan perekonomian dan pendidikan bagi masyarakat miskin. Reformasi yang

dilakukannya banyak bermanfaat bagi kaum puritan, yang kebanyakan tergolong

kelas bawah. Keluarga Immanuel Kant termasuk dalam kelompok ini.

Kaum Puritan adalah sekelompok umat Kristen yang percaya pada

independensi pembacaan Bible, dengan penekanan pada penghayatan pribadi.

Kebanyakan dari mereka bukan termasuk kelas menengah ke atas. Puritanisme

adalah gerakan evangelis. Kelompok ini lebih menekankan peranan hati daripada

rasio, cenderung kepada nuansa mistik daripada intelektual dalam menjalani

kehidupan beragama. Sumber penting ajaran mereka dapat dilacak dalam karya

Philipp Jakob Spener, Pia Desideria (1675).16

Pada masa pemerintahan Friedrich William I, August Hermann Francke

(1663-1727)—seorang tokoh puritan Jerman—mendirikan sejumlah sekolah dan

tempat tinggal untuk para yatim piatu. Francke memiliki proyek pendidikan yang

awalnya hanya berkisar di kota Halle, tapi kemudian menyebar ke wilayah lain.

Raja mendukung apa yang dilakukan Francke. Di Königsberg, kota kelahiran

Immanuel Kant, tokoh Puritan yang cukup populer adalah Theodor Gehr dan

Johann Heinrich Lysius. Gehr mendirikan Collegium Pietatis di Königsberg, dan

belakangan menjadi sekolah untuk kaum miskin. Beberapa tahun kemudian,

sekolah itu mendapat perlindungan raja dan diresmikan menjadi Collegium

Friedericianum di tahun 1703.17

Pada usia delapan sampai enam belas tahun,

antara tahun 1732 sampai 1740, Kant melanjutkan sekolahnya di situ.

Kecondongan raja kepada kaum Puritan sebenarnya tidak lebih dari sekedar

16

Manfred Kuehn, Kant: A Biography (Cambridge: Cambridge University Press, 2002),

h. 35 17 Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 36

Page 30: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

20

tujuan politik, agar membantunya mendorong terjadinya reformasi. Raja berupaya

membentuk pemerintahan yang absolut: sebuah sistem sentralistik di Berlin.18

Untuk memuluskan usahanya, raja memangkas kekuatan bangsawan

pemilik tanah. Ia memudahkan akses pendidikan bagi anak-anak miskin, yang

mengakibatkan mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Dengan

begitu, tenaga kerja yang diperlukan untuk menggarap tanah para bangsawan

semakin berkurang. Pada akhirnya, keuntungan kalangan feodal pun menurun.

Situasi ini sangat tidak menguntungkan para tuan tanah, yang kebetulan lebih

dekat dengan Kristen Protestan non-Puritan. Perbaikan perekonomian dan

pendidikan, membuat anak-anak dari keluarga miskin dapat mengenyam

pendidikan dan memperoleh lapangan pekerjaan yang lebih baik dari orang tua

mereka. Posisi pemilik tanah mulai merosot di mata publik. Mereka tidak hanya

berhadapan dengan penguasa dan raja, tapi kelas masyarakat terdidik lainnya.

Situasi demikian ternyata tidak sampai menimbulkan kejadian yang memilukan.

Di Jerman tidak terjadi pemberontakan, pengusiran maupun peristiwa berdarah

lainnya. Reformasi yang dilakukan oleh raja berjalan tenang dan damai, karena

dukungan mayoritas masyarakat sipil.

Kehidupan intelektual di Jerman abad ke-18 mendapat sokongan penuh

pada masa pemerintahan Friedrich II atau Friedrich Agung (1712-1786). Ia

menjadi raja Prussia menggantikan ayahnya, Friedrich William I, yang wafat di

tahun 1740. Pada tahun yang sama, Kant mulai memasuki universitas Königsberg.

Friedrich II adalah penguasa yang pro-pencerahan, dan menjadi pelindung bagi

para pemikir Prancis yang dinilai subversif dan lari dari negerinya.19

18

Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 35 19 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, h. 122

Page 31: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

21

Gelombang pencerahan di Jerman dipengaruhi pemikiran Inggris dan

Prancis. Tokoh yang pertama berjasa dalam menggerakkan pencerahan Jerman

adalah Christian Thomasius (1655-1728). Ia adalah filsuf yang lebih menyukai

sistem filsafat Prancis daripada Jerman. Baginya, filsafat tidak akan berarti

apapun selama tidak berhubungan dengan dunia riil. Sistem metafisika yang

dibangun para filsuf, sama sekali tidak berguna jika tidak memiliki kontribusi

berharga bagi kehidupan manusia. Nilai guna filsafat terletak pada perannya

sebagai instrumen kemajuan.20

Ia juga menyerang pandangan filsafat yang hanya

menekankan pencarian kebenaran lewat jalur kontemplatif. Upaya yang benar

dalam pengembangan ilmu pengetahuan adalah melalui observasi fenomena dan

pengalaman yang didapat lewat kemampuan indera. Dari sini dapat dilihat bahwa

Thomasius menyetujui empirisme.

Tokoh kedua yang berperan cukup penting adalah Christian Wolff (1679-

1754). Dukungan Wolff terhadap konsep, keselarasan yang ditetapkan sebelum

terjadinya sesuatu (pre-establish harmony), tidak sejalan dengan Puritanisme

tentang kehendak bebas.21

Sistem filsafat Wolff sangat berbeda dari Thomasius,

karena penekanan pada metafisika. Perhatian utama Wolff dalam hal ini adalah

filsafat praktis, dan dukungan penyebaran kebijaksanaan di antara manusia.22

Dengan sistem yang dibangunnya, Wolff tetap mempercayai Tuhan. Dia yakin,

dengan kemampuan rasionya, manusia dapat membuktikan keberadaan Tuhan.

Wolff berupaya menemukan asas yang sah tentang Tuhan, berdasarkan rasio.

Pengaruh Wolff cukup luas beredar di Jerman. Hal itu dirasakan saat Kant kuliah.

Bahkan ketika Kant menjadi dosen di Universitas Königsberg, di antara buku

20

Frederick Copleston, A History of Philosophy, h. 101 21

Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 76 22 Frederick Copleston, A History of Philosophy, h. 106

Page 32: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

22

yang menjadi acuan mengajarnya adalah karya Wolff.23

Situasi ini memberikan

dampak tersendiri bagi pemikiran dan perjalanan karir Immanuel Kant.

B. Periodisasi Perkembangan Intelektual dan Karya-Karyanya

Immanuel Kant lahir pada 22 April 1724 di Königsberg, sebuah kota

tempat berlabuhnya perdagangan internasional Prussia. Terletak di sebelah timur

kerajaan Prussia, dekat dengan perbatasan Rusia, dan lebih dekat dengan Polandia

daripada dengan Prussia Barat. Banyak bangunan institusi-institusi resmi

didirikan di kota ini. Kota Königsberg24

berpenduduk sekitar 40.000 jiwa di tahun

1706, meningkat menjadi 50.000 jiwa di tahun 1770, dan terus meningkat menjadi

56.000 jiwa di tahun 1786.25

Kant terlahir dengan nama baptis “Emanuel”, dari

pasangan Johann Georg Kant (1683-1746) dan Anna Regina Kant (1697-1737). Ia

menjadi anak ke-4 dari sembilan bersaudara. Sebagai anak pembuat pelana kuda,

kehidupan Kant sangat jauh dari kemewahan. Kant dibesarkan dalam suasana

kehidupan yang dipenuhi dengan ketaatan Puritanisme. Kelak ia merasa sangat

berhutang budi atas didikan ibunya, yang selalu mengajarkannya nilai-nilai

kebaikan dan kejujuran. Ini bisa dilihat dalam cara berfilsafat Kant, khususnya

dalam wacana etika yang sangat menekankan kesadaran terhadap kewajiban. Bagi

Kant, dogma-dogma keagamaan sama sekali tidak bernilai, selama tidak

memberikan pelayanan moral.26

23

Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 109 24

Kota Königsberg telah berubah nama menjadi Kaliningrad. Sekarang kota itu termasuk

dalam wilayah Polandia. Paul Strathern, 90 Menit Bersama Kant, terj., Franz Kowa (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2001), h. 3 25

Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 56 26 Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 371

Page 33: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

23

Setelah menyelesaikan sekolah menengahnya, Kant melanjutkan studi ke

universitas kota Königsberg pada tahun 1740. Selama kuliah, Kant menjadi

anggota masyarakat akademis (Akademischer Bürger), yang memungkinkannya

terbebas dari beban biaya menggunakan inventaris kampus dan beberapa

keuntungan lainnya.27 Minat awalnya selama kuliah adalah studi klasik, tapi Kant

ternyata lebih terobsesi menggeluti filsafat berkat pengaruh Martin Knutzen

(1713-1751) dan Johann Gottfried Teske (1704-1772). Meskipun demikian,

mereka berdua hanyalah dosen biasa dan tidak ada hubungan khusus dengan Kant.

Dalam catatan biografinya, Kant mengoreksi beberapa kesalahan penulisan yang

sempat ia baca.

Namun, tidak seluruh tulisan Ludwig Ernst Borowski (1740-1832)—salah

satu murid pertama dan penulis biografi Kant—sempat dikoreksinya. Borrowski

membuat kesalahan dengan menyebut Kant murid terbaik dan kebanggaan

Knutzen. Martin Knutzen bukanlah dosen yang mempunyai kedekatan dengannya,

bahkan tidak benar bahwa Kant diperkenankan meminjam buku-buku di

perpustakaan pribadi sang dosen. Hal ini bisa disaksikan bahwa dalam catatan

Martin Knutzen, Kant bukanlah salah seorang mahasiswa terbaiknya. Bahkan

Kant tidak pernah disebut sebagai mahasiswanya. Murid favorit Knutzen adalah

Friedrich Johann Buck (1722-1786). Kelak sepeninggal Knutzen, Buck menjadi

dosen menduduki posisi yang ditinggalkannya. Mahasiswa lain yang lebih penting

dari Kant adalah Johann Friedrich Weitenkampf (1726-1758). Bukti lain bahwa

Kant bukan mahasiswa favorit Knutzen, yakni tidak disebutnya nama Kant

sewaktu Knutzen berkirim surat dengan Euler.28

27

Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 61 28 Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 88-89

Page 34: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

24

Selama kuliah, Kant bukanlah seorang mahasiswa yang menjadi idola bagi

gadis-gadis Jerman.29 Secara fisik, penampilan Kant kurang menarik. Kulit pucat,

dengan tinggi badannya 157 cm., sepanjang hayat menderita hypochondria,

dadanya tipis, dan sering kesulitan pernafasan.30 Ia terbiasa berangkat kuliah

mengenakan sebuah jaket kusam yang harganya kira-kira kurang dari satu

pfennig—satuan terkecil mata uang Jerman. Namun, Kant sama sekali tidak

mempedulikan hal itu. Baginya, belajar adalah lebih penting. Belajar adalah

segalanya. Hal-hal yang dapat menghambat belajarnya, ia tinggalkan. Kant

merasa bahwa selama kuliah, ia baru bisa bebas mempelajari banyak hal yang ia

kehendaki, dibandingkan selama di sekolah lanjutan. Ketika duduk di tingkat

akhir, Kant terbiasa menjadi tutor bagi beberapa orang mahasiswa yunior yang

kesulitan dengan materi kuliah. Dengan bimbingan itu, ia biasa mendapatkan

secangkir kopi dan roti putih gratis untuk makan siang.

Pada masa Kant, kuliah filsafat di Universitas Königsberg cenderung

mengikuti arah pemikiran Christian Wolff. Hal ini tanpa mengingkari beberapa

dosen yang menyukai sistem Aristotelian, seperti Johann Adam Gregorovious

(1681-1749). Pemikir seperti Descartes dan Locke adalah tokoh-tokoh yang lebih

banyak diserang.31

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Kant pada awalnya

lebih diarahkan kepada sistem Wolffian, berkat dosen-dosennya. Tapi, terlalu

gegabah kiranya menganggap Kant adalah tokoh Wolffian semasa muda. Sejak

29

Pada zaman Kant, kehidupan antara laki-laki dan perempuan Jerman terpisahkan secara

gender. Itulah mengapa, ia seperti orang-orang di masanya, jarang bergaul dengan lawan jenis

mereka. Kehidupan perempuan Jerman saat itu, diarahkan pada tiga hal: Kinder, Küche, und Kirche (anak-anak, dapur, dan gereja). Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 55

30 Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 151

31 Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 67

Page 35: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

25

muda, Kant selalu menjaga jarak dari sistem manapun, dan berusaha independen

dengan pemikirannya sendiri.

Kant meninggalkan kuliahnya setelah Agustus 1748, karena ayahnya

meninggal dunia tanpa meninggalkan banyak dukungan finansial. Sebelas tahun

sebelumnya, ia telah kehilangan ibu yang dikasihinya. Kant terpaksa bekerja

sebagai guru privat (Hofmeister) bagi ketiga putra pastor Andersch, di kota

Judtschen.32

Kemudian ia menjadi guru bagi ketiga putra tertua von Hülsen,

seorang ksatria Prussia. Selama menjadi guru, Kant menghaluskan sikap dan

perilakunya ketika bergaul dengan keluarga kaya, serta tak lupa meningkatkan

kemampuan akademisnya. Ia masih berkeinginan meneruskan kembali kuliahnya.

Setelah enam tahun absen untuk menjadi guru, Kant kembali ke

universitas dengan mengajukan disertasinya berjudul, “Succinct Meditations on

Fire”, (Meditasi-meditasi Ringkas tentang Api).33 Pamannya, Richter, membayar

biaya promosi doktornya. Untuk mengajar di universitas, Kant harus menerima

“venia legendi”, dengan mempertahankan disertasi lain berjudul, “Principiorum

Primorum Cognitionis Metaphysicae Nove Diludatio”, (Penjelasan Baru tentang

Prisnsip-Prinsip Pertama Pengetahuan Metafisik). Kant akhirnya diperbolehkan

mengajar materi-materi kuliah di universitas. Sebagai Privatdozent, ia tak dibayar

dari kampus. Gajinya didapat dari mahasiswa yang menghadiri kuliahnya.

Besarnya pendapatan, tergantung pada banyaknya peserta yang ikut kuliah.

Pengaruh Kant cukup populer dalam atmosfer akademik Königsberg.

Selama menjadi Privatdozent, kuliah-kuliahnya selalu dipenuhi mahasiswa,

sehingga memicu kecemburuan sosial bagi dosen-dosen lainnya. Beberapa dari

32

Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 96 33 Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 100

Page 36: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

26

mereka tidak menyukai Kant.34

Untuk bisa bertahan hidup, Kant harus banyak

mengajar. Selama semester musim dingin 1755-1756, ia mengajar logika,

metafisika, matematika, dan fisika. Di semester musim panas, ia menambahkan

dengan kuliah geografi, dan berikutnya ditambahkan dengan etika. Kant mengajar

sebanyak enam belas sampai dua puluh empat jam seminggu. Buku acuan

mengajarnya semisal, Metaphisica, Ethica, karya Baumgarten, Auszug aus der

Vernunftlehre, karya Georg Friedrich Meier, keduanya merupakan pengikut

Wolff. Ia juga menggunakan, Erste Gründe der Naturlehre, karya Johann Peter

Eberhard. Dalam bidang matematika, Kant menggunakan karya-karya Wolff,

Auszug aus den Anfangsgründen aller Mathematischen Wissenschaften,

Ansfangsgründe aller Mathematischen Wissenschaften.

Meskipun diharuskan mengajar berdasarkan buku-buku acuan, tapi ia tidak

mengekor pada uraian yang diberikan buku tersebut. Kant hanya mengikuti urutan

materi di dalamnya. Ia bahkan memberi tambahan terhadap beberapa hal dalam

penjelasan yang tidak disebutkan di dalam buku, dan juga mengoreksi isinya.35

Jika tidak setuju dengan isi buku tersebut, ia segera beralih pada pemahamannya

sendiri. Ketika mengajar, Kant selalu menekankan bahwa apa yang ia ajarkan

bukanlah filsafat, tapi bagaimana berfilsafat. Kant berkata:

“The true method of instruction in philosophy is zetetic, as it was called by some of the ancients (derived from zetetin). It is searching, and it can become dogmatic, that is decided through a more developed reason only in some parts.”36

34

Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 107 35

Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 106; Lihat juga, Frederick Copleston, A History of Philosophy, h. 181

36 “Metode instruksi yang benar dalam filsafat adalah zetetic, sebagaimana disebut oleh

tokoh-tokoh klasik (diturunkan dari kata zetetin). Hal itu adalah pencarian, dan bisa menjadi

dogmatis, yang diputuskan melalui sebuah pengembangan penalaran hanya di dalam beberapa

bagian-bagiannya.” Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 160

Page 37: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

27

Periode pra-kritis Kant berakhir sejak 1769, memasuki tahun 1770. Dalam

masa pra-kritis itu, pemikiran Kant terbagi menjadi dua: pertama, berlangsung

sejak 1755-1762, dikenal sebagai periode rasionalis; kedua, antara tahun 1762-

1769, dikategorikan sebagai periode empiris. Pembagian periode pra-kritis ini

tidak dimaksudkan sebagai pemetaan secara radikal. Tapi, sebagai sebuah

kecenderungan untuk lebih mudah memahami, meskipun sebenarnya tidak ada

kesepakatan dari pada pengkaji dalam masalah ini.37

Jika orang berbicara tentang

tiga kritik Kant, maka yang dituju adalah periode setelah tahun tersebut, yang

disebut periode kritis.

Sejak tahun 1770, Kant berusaha keras menghasilkan suatu pemikiran

orisinilnya. Ia mencari sistem filsafat, yang terbebas dan mengatasi, baik

rasionalisme maupun empirisme. Tapi, Kant bukan penganut eklektisisme.

Selama sebelas tahun, Kant berupaya merumuskan pemikirannya. Ia menggugat

pandangan Leibniz-Wolffian, dan semua sistem-sistem yang ada saat itu. Edisi

pertama Kritik der reinen Vernunft, terbit tahun 1781. Sejak saat itu, karya-karya

brilian Kant mulai bermunculan. Dengan tanpa malu-malu dalam karyanya,

Prolegomena zu einer jeden künftigen Metaphysik, terbit 1783, Kant mengakui

dirinya dibangunkan dari tidur filsafat dogmatik oleh David Hume:

“I openly confess, the suggestion of David Hume was the very thing, which many years ago first interrupted my dogmatic slumber, and gave my investigation in the field of speculative philosophy quite a new direction. I was far from following him in the conclusion at which he arrived by regarding, not the whole of his problem, but a part, which by itself can give us no information. If we start from well-founded, but undeveloped, thought, which another has bequeathed to us, we may well hope by continued reflection to advance farther than acute man, to whom we owe the first spark of light.”38

37

Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 176-179 38

“Saya secara terus terang mengakui anjuran David Hume, yang selama beberapa tahun

mengganggu tidur dogmatis saya dan memberi arah baru bagi penyelidikan saya dalam filsafat

Page 38: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

28

Secara garis besar, karya-karya Kant adalah sebagai berikut:

a. Kritik der Reinen Vernunft, merupakan karya filsafat yang membahas

masalah epistemologi. Dalam karya ini Kant berupaya membongkar

masalah-masalah yang tidak selesai seputar pengetahuan. Ia merumuskan

sistem baru, dengan terlebih dahulu mengritik aliran rasionalisme dan

empirisme. Karya ini terbit tahun 1781.

b. Prolegomena zu einer jeden künftigen Metaphysik. Karya ini terbit 1783.

Dengan tulisan ini, Kant bermaksud menjadikannya sebagai sebuah

catatan singkat untuk bisa memahami pembahasan dalam Kritik der

Reinen Vernunft. Karena penjelasan yang sulit, dengan gaya bahasa yang

bertele-tele, karya tersebut dapat memudahkan para pembaca dalam

memahami isi Kritik der Reinen Vernunft, yang kerap mengundang banyak

keluhan.

c. Was ist Aufklärung?. Esai ini diterbitkan Berlinische Monatschrift, tahun

1784, ditulis untuk menjawab seputar pertanyaan tentang pencerahan yang

terjadi pada abad ke-18, di Eropa.

d. Grundlegung zur Metaphysik der Sitten, sebuah paparan argumentatif

tentang dasar-dasar hukum moral, yang terbit tahun 1785.

e. Metaphysik Anfangsgründe der Naturwissenschaften. Sebagai pengajar

fisika, Kant merasa perlu menjelaskan prinsip-prinsip kaidah ilmu

spekulatif. Saya sama sekali tidak mengikutinya pada kesimpulan yang ia dapatkan berkenaan dengan keseluruhan masalahnya, tapi sebagian, yang tidak memberikan kita informasi. Jika kita

memulai dari penemuan-berharga, tapi pemikiran yang tidak dikembangkan, yang satu lagi telah

mewariskan kepada kita, kita mungkin berharap dengan baik berdasarkan refleksi berkelanjutan

untuk mengembangkan lebih jauh dari seorang yang teliti, kepadanya kita berhutang percikan

cahaya pertama.” Beryl Logan (ed.), Kant’s Prolegomena to Any Future Metaphysics in Focus

(New York: Routledge, 1996), h. 33

Page 39: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

29

pengetahuan alam yang ia pegang. Lewat karya inilah, ia menjelaskan hal

itu. Tulisan ini terbit pada tahun 1786.

f. Was heisst: Sich im Denken orientiren? Ulasan dalam karya ini berisi

kontibusi Kant terkait persoalan paham panteisme yang melanda kalangan

sarjana abad ke-18, diterbitkan dalam Berlinische Monatschrift, terbit

bulan Oktober 1786.

g. Kritik der Practischen Vernunft. Lewat karya ini Kant berusaha

merumuskan bahwa kaidah moral tidak semata masalah agama dan hati,

melainkan termasuk bagian urusan pemahaman rasional. Karya ini terbit

tahun 1788.

h. Kritik der Urteilkraft. Karya ini adalah kritik ketiga Kant, terbit tahun

1790, yang berisi pembahasan seputar penilaian nilai estetika.

i. Über das Mißlingen aller philosophischen Versuche in der Theodicee,

sebuah esai yang berisi paparan tentang masalah agama dalam batas-batas

rasional, diterbitkan dalam Berlinische Monatschrift, September 1791.

j. Das Ende aller Dinge, berisi kritik filsafat politik Kant terhadap situasi

saat itu. Karya ini diterbitkan Berlinische Monatschrift, Juni 1794.

k. Zum ewigen Frieden, sebuah esai yang menjelaskan tentang basis moral,

melukiskan perkembangan sejarah dan politik, terbit 1795.

l. Der Streit der Fakultäten. Esai ini ditulis Kant berkenaan dengan

pengekangan pemerintah terhadap kebebasan menyuarakan pendapat

tentang masalah agama. Esai ini terbit pada musim gugur 1798.

m. Metaphysische Anfangsgründe der Rechtslehre dan Metaphysische

Anfangsgründe der Tugendlehre, kedua esai ini berupa bagian karya

Page 40: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

30

Metaphysik der Sitten, berisi penjelasan Kant tentang metafisika moral.

Yang pertama berbicara tentang elemen-elemen dalam pembahasan

metefisika moral yang seharusnya, sedangkan yang kedua menjelaskan

tentang kebijaksanaan dalam moral. Keduanya terbit di tahun 1797.

Selama masa hidupnya, Kant menghabiskan waktu dengan kegiatan yang

cukup padat dan disiplin. Kegiatan hariannya dilakukan tetap, termasuk jadwal

kunjungannya. Ia terbiasa tidur jam sepuluh malam, dan bangun sebelum jam lima

pagi. Kemudian melakukan refleksi filosofis, mengajar, dan setiap jam setengah

empat sore pergi berjalan-jalan. Kebiasaan jalan-jalan sore ini dimaksudkan

sebagai cara mencari inspirasi baru bagi pengembangan pemikirannya. Baik

ketika cuaca panas, maupun hujan, ia terbiasa melakukan itu. Konon karena

kedisiplinannya ini, warga Königsberg mencocokkan jam mereka ketika melihat

Kant berjalan-jalan. Mungkin sekali karena terlalu konsisten dan fokus pada

pekerjaan, sehingga membuatnya menangguhkan diri untuk menikah.39

Antara tahun 1796-1804 adalah masa-masa terakhir bagi kehidupan Kant.

Sejak 1797 ia sudah tidak bisa mengajar lagi, karena usia tua dan sakit. Pikirannya

masih tajam, tapi secara fisik ia sangat lemah. Sejak tahun 1800, Kant mulai

melupakan kejadian-kejadian yang baru saja dilakukannya, dan lupa apa yang

harus dilakukan. Pada periode ini banyak bermunculan kisah-kisah menggelikan

yang berkaitan dengan Kant, misalnya analisisnya tentang kematian kucing-

kucing karena sengatan listrik, orang negro Afrika yang sebenarnya berkulit putih,

dan sebagainya. Pada tanggal 12 Februari 1804, Kant menghembuskan nafasnya

39

Kant sebenarnya sama seperti laki-laki pada umumnya, memiliki keinginan untuk

berkeluarga. Namun, niat itu tidak bisa dilaksanakan. Setidaknya, ia pernah merencanakan hal itu

dengan seorang janda cantik, dan pernah pula berkeinginan menikahi gadis dari pinggiran

Westphalin. Namun, keduanya tidak terlaksana, karena Kant terlalu lama mengambil keputusan.

Manfred Kuehn, Kant: A Biography, h. 117

Page 41: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

31

yang terakhir, dua bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-80. Nisannya sekarang

ada di kota Kaliningrad. Tapi, nisan itu sudah tidak berisi tulang-belulangnya lagi,

akibat rusak dan dicuri ketika perang.40 Di nisan itu tertulis dua hal yang

memenuhi pikirannya dengan kekaguman, penghormatan, dengan begitu sering

dan terus-menerus orang-orang merefleksikannya. Pengakuan tentang hal yang

paling membuatnya terkesan, seperti disebutkan dalam karyanya, Kritik der

practischen Vernunt: “langit yang bertabur bintang di atas saya, dan hukum moral

dalam diri saya”.41

40

F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, h. 132 41

Immanuel Kant, Critique of Practical Reason, trans., Mary Gregor (Cambridge:

Cambridge University Press, 2001), h. 133

Page 42: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

32

BAB III

EPISTEMOLOGI DALAM KAJIAN FILSAFAT BARAT

A. Sejarah Epistemologi

Epistemologi adalah salah satu kajian filsafat, yang berkaitan dengan

pengetahuan. Secara sederhana, epistemologi berarti teori pengetahuan.42 Dilihat

dari segi bahasa, epistemologi merupakan istilah yang berasal dari dua bahasa

Yunani, έπιστήµη (dibaca epistēme), berarti pengetahuan, dan λόγος (dibaca

logos), berarti ilmu.43

Dengan demikian, epistemologi adalah ilmu yang

membahas tentang pengetahuan. Penekanan epistemologi adalah pengetahuan

manusia, sebagai makhluk berakal dan berperadaban. Kajian epistemologi

mencakup pembahasan dan penelusuran wilayah pengetahuan secara rasional.

Pembahasan dimaksudkan untuk membedah batas-batas pengetahuan, serta

bagaimana suatu pengetahuan diperoleh. Sedangkan proses penelusuran

pengetahuan diartikan sebagai upaya mencari akar permasalahan terkait ide, dan

gagasan yang berhubungan dengannya, seperti indera, memori, persepsi, bukti-

bukti, kepercayaan dan kepastian. Dengan demikian, kajian epistemologi berbeda

dari kajian psikologi.

Epistemologi merupakan sebuah penelusuran rasional, berkaitan dengan

kemungkinan dan kepastian isi pengetahuan, menguji validitas, menentukan

batas-batas, dan memberikan kritik berkaitan dengan ciri-ciri umum yang hakiki

dari pengetahuan. Epistemologi juga menentukan aspek kesadaran manusia,

ketika berinteraksi dengan lingkungan, alam sekitar, dan terlebih dengan diri

pribadi manusia itu sendiri. Adapun psikologi adalah suatu cabang ilmu yang

42

Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy (London: Penguin

Books Ltd., 2000), h. 174 43 http://en.wikipedia.org/wiki/Epistemology, artikel diakses pada 30 April 2010

Page 43: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

33

mengkaji tentang penyelidikan atau teori fenomena mental.44

Kajian psikologi

lebih menitikberatkan pada daya-daya kognisi manusia an sich. Titik tekan ini

yang membedakan kajian epistemologi dari psikologi. Dalam kajian psikologi,

proses kognisi menjadi inti pembahasan. Daya-daya kognitif manusia merupakan

tema bahasan utama dalam perolehan dan pengolahan informasi untuk

menghasilkan pengetahuan. Hal ini sangat berbeda dari epistemologi, sebagai

kerangka kajian yang mendudukkan ilmu dalam batas-batasnya yang ketat dan

tidak terbatas unsur kesadaran.

Dalam waktu yang cukup lama, masalah epistemologi menduduki porsi

signifikan dalam wacana filsafat Barat. Perdebatan sistem-sistem yang dimajukan

para filsuf, sejak zaman klasik ribuan tahun silam, seolah tidak menemukan

kepastian. Perdebatan itu kiranya menjadi ajang pertarungan ide dan gagasan yang

menandai nuansa zamannya. Kendati menjadi masalah yang cukup menguras

energi selama ribuan tahun, namun epistemologi bukanlah hal pertama yang dikaji

dalam kajian filsafat Barat. Dalam sejarahnya, epistemologi tidak menjadi

persoalan yang pertama kali diperbincangkan oleh bapak filsafat Barat.

Thales (645-545 SM.) sebagai tokoh pertama filsafat dalam tradisi Barat,

sama sekali tidak berbicara tentang masalah epistemologi. Fokus pemikiran

Thales adalah tentang pokok penyusun alam semesta.45

Ia berusaha menemukan

suatu realitas primordial,46

yang disebutnya αρχή (dibaca archē).47 Karena tidak

meninggalkan sebuah karya, pemikiran Thales akhirnya hanya dapat dijumpai

sebagai cuplikan dalam karya-karya para penulis yang hidup setelahnya. Perhatian

44

Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 458 45

W. Wildelband, History of Ancient Philosophy, trans., Herbert Ernest Cushman (New

York: Dover Publication Inc., 1956), h. 37 46

Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 37 47 http://en.wikipedia.org/wiki/Archē, artikel diakses pada 01 Mei 2010

Page 44: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

34

Thales bukanlah epistemologi, melainkan ontologi. Ontologi diartikan sebagai

sebuah penalaran tentang yang ada. Konsep “ada” sebagai sebuah tema menjadi

tren dalam perdebatan pemikiran filosofis berikutnya. Rumusan yang terkenal dari

Thales yakni, “semua adalah air”.

Perkataan Thales di atas cukup dikenal para sarjana pengkaji filsafat Barat,

yang sebenarnya merupakan kutipan yang tidak utuh. Kalimat yang selengkapnya

berbunyi, “semua adalah air, dan dunia penuh dengan dewa-dewa”.48

Thales

berusaha memecahkan masalah tentang asas penyusun alam semesta, tapi tanpa

meninggalkan kepercayaan tentang adanya dzat adikodrati. Thales beranggapan

bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta terbentuk dari air. Air baginya

adalah sumber kehidupan, dan sumber terciptanya alam semesta. Bumi

menurutnya mengapung di atas air. Partikel-partikel air menjadi asal segala jenis

makhluk hidup, serta menjadi unsur yang menyusun segala sesuatu.49 Beberapa

muridnya, juga tidak menaruh minat untuk menggeluti masalah epistemologi. Di

belakang hari, gagasan Thales tersebut bahkan dikritik dengan pandangan yang

berbeda-beda.

Perdebatan dalam ranah epistemologi tidak dimulai sebelum abad ke-5

SM. Meskipun sebelum abad ke-5 SM., telah ada rumusan dari dua tokoh:

Parmenides dan Heraklitos, tapi penalaran mendalam terkait masalah ini belum

terbentuk secara utuh. Kendati demikian, mereka memainkan peranan yang cukup

signifikan dalam wacana filsafat di kemudian hari. Mereka kerap dianggap

mewakili dua kecenderungan yang saling berlawanan. Parmenides (lahir 540 SM.)

dikategorikan sebagai pioneer kelompok rasionalis, sedangkan Herakleitos (540-

48

Jerome R. Ravert, Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Pembahasan, terj. Saut

Pasaribu. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 7 49 McKeon (ed.), Introduction to Aristotle (New York: Random House, Inc., 1947), h. 250

Page 45: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

35

480 SM.), termasuk kelompok empiris. Dua arus inilah yang nantinya saling

bersitegang dalam tradisi filsafat Barat selanjutnya.

Parmenides menganggap pengetahuan manusia diperoleh dari kemampuan

akal. Adapun Heraklitos menganggap pengalaman sebagai sumber pengetahuan.

Akan tetapi baik Parmenides ataupun Heraklitos, tidak meragukan apakah

pengetahuan tentang realitas itu mungkin.50

Pengetahuan bagi mereka merupakan

keniscayaan. Siapapun dianggap dapat memperoleh pengetahuan. Tidak ada

upaya yang dilakukan oleh mereka untuk membuktikan apakah pengetahuan

manusia itu terbatas atas realitas di luar dirinya, atau tidak. Kedua belah pihak

tidak melakukan pengujian mendalam atas isi atau pun proses mendapatkan

pengetahuan. Selama berabad-abad berikutnya, pemahaman tentang pengetahuan

itu tetap terpelihara dan terjamin seutuhnya dalam pola pikir masyarakat Yunani.

Sampai akhirnya di abad ke-5 SM., kemapanan pandangan itu diserang oleh

kritikan tajam kaum Sofis.

Kaum Sofis adalah kalangan terpelajar yang memulai penyebarluasan

filsafat ke tengah-tengah masyarakat; keluar dari sekolah menuju pasar.51

Meraka

adalah para guru, dan teladan berilmu. Seni berdebat adalah salah satu yang

diajarkan Sofis, dan menjadi mata pelajaran favorit. Meskipun tidak

memunculkan terobosan baru menyangkut pengembangan ilmu pengetahuan,

kaum Sofis berjasa menyebarluaskan dan memelihara ide-ide besar dalam bidang

saintifik yang sudah ada di Yunani. Mereka dianggap sebagai pembawa pertama

dan terutama terjadinya pencerahan Yunani.52 Kaum Sofis mempelopori

50

D.W. Hamlyn, “Epistemology,” in Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy, vol., III (New York: Macmillan Publishing Co., Inc., and The Free Press, 1972), h. 9

51 W. Wildelband, History of Ancient Philosophy, h. 110

52 W. Wildelband, History of Ancient Philosophy, h, 111

Page 46: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

36

perdebatan dan pengujian sejumlah tradisi yang sudah taken for granted oleh

masyarakat. Mereka juga tak luput mempersoalkan hakikat pengetahuan manusia.

Di kemudian hari, banyak orang yang merasa tertarik untuk mendapatkan

pendidikan dan bimbingan dari mereka. Kaum muda banyak yang tertarik dengan

ajaran Sofis. Fokus perhatian kaum Sofis adalah menjadikan masyarakat tersadar

akan kegunaan ilmu pengetahuan. Mereka yang mendapat didikan Sofis bisa

menjadi orator ulung, serta orang yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan tugas

utama mereka yakni, menghadirkan sains dan instruksi retorika dalam kehidupan

publik.53

Kata Sofis sendiri dalam bahasa Yunani memiliki arti positif.

Secara etimologis, Sofisme berasal dari kata Yunani σόφισµα (dibaca

sophisma), dari kata σοφίζω (dibaca sophizo), berarti “saya bijaksana.” Kata

σοφιστής (dibaca sophistēs) berarti orang yang melakukan kebijaksanaan, dan kata

σοφός (dibaca sophόs) berarti orang bijak.54 Kaum Sofis di zaman Yunani kuno

adalah sekelompok guru filsafat yang dikenal bijak. Kritik kaum Sofis dalam

masalah pengetahuan, memainkan peranan cukup penting dalam wacana filsafat

setelahnya. Saat ini kata Sofisme telah mengalami perubahan arti menjadi:

argumentasi salah yang kelihatan valid,55

sebuah arti yang sangat berbeda dari

makna asalnya

Ajaran Sofis di belakang hari mendapat celaan dari masyarakat. Hal ini

disebabkan pola pengajaran yang mereka terapkan. Pendekatan pengajaran yang

dikembangkan Sofis, dibangun di atas kesadaran akan kebebasan dan demokrasi

dalam kehidupan polis. Kekuatan retorika adalah kuncinya. Kecenderungan

kebebasan yang mereka suarakan, akhirnya sampai pada titik ekstrem. Meraka

53

W. Wildelband, History of Ancient Philosophy, h. 113 54

http://en.wikipedia.org/wiki/Sophism, artikel diakses pada 01 Mei 2010 55 Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 530

Page 47: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

37

alpa untuk memberikan sebuah batasan yang jelas, terkait dengan kebebasan. Apa

yang mereka ajarkan akhirnya hanya berupa kemampuan berdebat tanpa arah dan

tanpa tuntunan mencapai kehidupan yang bermartabat, kontras dengan gelar Sofis

yang mereka sandang.

Protagoras (481-411 SM.), tokoh Sofis yang paling berpengaruh misalnya,

memiliki diktum yang terkenal: “manusia adalah ukuran segala-galanya”.56

Manusia dijadikan sebagai titik pangkal dan inti segala hal. Kebenaran dan

kesalahan, baik dan buruk, dapat didefinisikan menurut kadar ukuran manusia.

Namun, ia tidak memberikan kejelasan terkait apa yang dimaksud manusia dalam

pemikirannya. Jika yang dikehendaki dari manusia adalah manusia secara umum,

maka cakupannya menjadi sangat luas. Setiap orang akan memiliki sudut pandang

berbeda dalam memahami arti manusia, sehingga ukuran manusia sebagai patokan

segala-galanya akan berbeda satu sama lain. Pandangan semacam ini jelas

menggiring pada relativisme.57 Implikasi yang sama berlaku dalam perdebatan

tentang pengetahuan.

Kaum Sofis tidak memberikan kaidah baku terkait masalah epistemologi,

sehingga apa yang diajukan terjerumus ke dalam relativisme. Inilah batu

sandungan kaum Sofis. Persoalan epistemologi yang menjadi perdebatan filosofis

berkepanjangan, dipelopori oleh perdebatan ini. Perdebatan antara yang universal

dan yang relatif. Salah satu contoh ekstrem terlihat misalnya dari Gorgias (483-

375 SM.), yang tidak mengakui bahwa manusia bisa mendapatkan pengetahuan.

Ia beranggapan tiadanya realitas, dan jika pun ada, manusia sama sekali tidak

56

Plato menjelaskan pandangan Protagoras dalam dialog antara Socrates dan Theatetus.

Irwin Edman, (ed.), The Works of Plato, trans., The Jowet Translation (New York: Simon and

Schuster Inc., 1928), h. 494 57 Irwin Edman, (ed.), The Works of Plato, h. 495

Page 48: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

38

mampu memahami realitas; jika pun bisa, maka manusia tidak bisa membicarakan

pengetahuan tentang realitas itu.58 Namun, ia pun pada akhirnya tidak

memberikan penyelesaian terkait persoalan ini. Sebagai akibat dari diktum

terkenal Protagoras dan Grogias tersebut, sudah menjadi kebiasaan kaum Sofis

adalah sikap mereka yang cenderung tidak konsisten dalam berpendapat. Hari ini

mereka mengatakan bahwa “a” adalah baik, tapi esok ketika ditanya tentang “a”,

jawaban yang diberikan akan berbeda. Seseorang akhirnya tidak bisa memegang

perkataan dan pendirian Sofis, karena bagi mereka sesuatu dapat berubah sesuai

dengan keadaan. Sebagaimana kondisi manusia, yang selalu mengalami

perubahan sepanjang waktu. Kondisi fisik dan batin manusia yang berubah, turut

pula mempengaruhi segalanya. Apa yang didapat hari ini, dapat menjadi baik, tapi

dapat pula menjadi buruk di kemudian hari, tergantung bagaimana kondisi

seseorang. Yang terpenting adalah cara dalam pembuktian. Argumentasi yang

kuat, digunakan untuk meyakinkan orang dan memenangkan perdebatan.

Karena sikap dan pendirian kaum Sofis di atas, masyarakat Yunani

berangsur-angsur beralih memihak Socrates (470-399 SM.), dan para muridnya.

Sebuah perjuangan yang melelahkan dengan harga yang teramat mahal—bahkan

harus mengorbankan nyawa Socrates sendiri dengan meminum racun. Wacana

epistemologi pada babak berikutnya dirumuskan lebih jelas oleh Plato (428-347

SM.)—murid Socrates yang paling setia. Plato-lah orang yang pertama kali

mengajukan pertanyaan mendasar tentang epistemologi: “apa yang bisa kita

ketahui?”59 Pertanyaan sederhana ini menandai babak baru diskursus filosofis. Di

kemudian hari, pertanyaan akan jauh lebih kompleks dan rumit. Munculnya

58

D.W. Hamlyn, “Epistemology,” h. 9 59

Robert Ackermann, Theories of Knowledge: A Critical Introduction (New York:

McGraw-Hill Company, 1965), h. 14

Page 49: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

39

beragam gagasan dan ide bermuara untuk memecahkan kerumitan seputar

pertanyaan tentang di manakah pengetahuan itu benar-benar dapat diperoleh, dan

sebanyak apa pengetahuan bisa kita pikirkan? Apakah indera menyediakan

pengetahuan? Bisakah akal memberikan pengetahuan? Apa hubungan antara

pengetahuan dan kepercayaan yang benar? Sederetan pertanyaan inilah yang

dibahas Plato dan para filsuf dalam diskursus filosofis di masa-masa berikutnya.

Paparan epistemologi dalam pembahasan selanjutnya, lebih diarahkan

kepada masa tertentu sejak perumusan awalnya, dan langsung dilarikan ke zaman

modern. Periodisasi ini dipilih, mengingat akar sejarah kemunculannya sangat

diperlukan guna memetakan perkembangannya dari awal, dan zaman di saat

perdebatan itu begitu ramai ketika Immanuel Kant hidup. Tidak dijelaskannya

perdebatan epistemologis di zaman pertengahan, karena perhatian pemikir pada

masa itu yang kurang memberi ruang pada pengembangan filsafat secara mandiri.

Sebagaimana disebutkan Bertrand Russel, filsafat pada masa itu berada di bawah

kendali agama Kristen. Filsafat digunakan untuk membentengi peran agama,

sebagai alat penalaran yang memperkokoh iman.60

Kebanyakan pemikir modern

kerapkali mengritik hal itu, karena reduksi filsafat sebagai kajian dogmatis tidak

membawa kebaikan sama sekali. Selain itu, alasan filsafat abad pertengahan tidak

dibahas, mengingat dampaknya tidak terlalu signifikan bagi ulasan epistemologi

Immanuel Kant. Sistem filsafat Kant, tidak menggali sumbernya dari filsafat abad

pertengahan. Tapi, jelas memiliki akar yang kuat dari semangat kebangkitan

Eropa pada masa modern.

60

Bertrand Russel, History of Western Philosophy and Its Connection with Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day (London: George Allen and

Unwin Ltd., 1961), h. 303-306

Page 50: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

40

B. Rasionalisme

Istilah rasionalisme berasal dari bahasa Latin ratio, bermakna akal.61

Dalam diskursus filsafat, rasionalisme merujuk pada suatu kecenderungan para

filsuf yang lebih menitikberatkan kemampuan akal sebagai kemampuan dalam

menggapai pengetahuan. Akal dijadikan sumber utama dalam memperoleh

pengetahuan. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, Parmenides sempat

menyinggung pandangan semacam ini. Namun, gagasan yang paling jelas dan

luas baru bisa dilacak di zaman klasik pada pemikiran Plato.

Plato menganggap bahwa pengetahuan yang diperoleh manusia bersumber

dari dunia ide. Alam ide merupakan sumber segala sesuatu. Ia bersifat abadi,

kekal, dan tak dapat diubah. Alam ide bersifat transenden. Segala sesuatu yang

ada di alam semesta, merupakan perwujudan dari alam ide. Pengetahuan yang

dihasilkan manusia, pada dasarnya merupakan penyingkapan atas apa yang ada di

alam ide. Dunia ide adalah alam abadi, tempat segala sesuatu berasal. Ia menjadi

prototype sesuatu di dunia. Jika a disebut “rumah” misalnya, maka sebenarnya

konsep “rumah” sudah terdapat di dunia ide. Yang nampak di dunia adalah

bayang-bayang atas konsep rumah yang abadi di alam ide. Pengetahuan bersifat

universal. Ini berbeda dari keyakinan semata. Bagi Plato, pengetahuan berbeda

dari keyakinan yang benar. Mungkin suatu pengetahuan terdiri dari keyakinan

yang benar. Tapi keyakinan itu harus disertai dasar-dasar (logos),62

meskipun

dalam prakteknya baik pengetahuan maupun keyakinan yang benar mengandung

unsur kebaikan. Plato juga kurang memberikan penilaian positif pada indera.

61

Bernard Williams, “Rationalism,” in Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy, vol., VII (New York: Macmillan Publishing Co., Inc., and The Free Press, 1972), h.

69 62 D.W. Hamlyn, “Epistemology,” h. 12

Page 51: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

41

Bagi Plato, hasil pencerapan indera hanyalah objek dari opini.63

Opini

tidak dapat dianggap sebagai pengetahuan valid serta universal. Opini tidaklah

netral, dan karenanya perlu dilakukan pengujian. Pengujian dilakukan dengan

kontemplasi mendalam. Hasil kontemplasi merupakan bentuk pencitraan atas apa

yang ada di dunia ide. Untuk dapat mengetahui hakekat sesuatu, maka orang perlu

mengembangkan kemampuan penalarannya. Hal-hal yang dipikirkan manusia,

sebenarnya sudah terlebih dahulu diketahui jiwa. Sesuatu yang inderawi mampu

mengingatkan jiwa atas apa yang pernah diketahui, dan yang tidak diketahui oleh

pengalaman: hakikat benda-benda.

Manusia yang sudah terbebaskan dari unsur inderawi, mampu memahami

hakekat segala sesuatu. Plato mencontohkan hal ini dengan kisah para tawanan

yang berada di dalam gua, membelakangi api, menghadap ke dinding. Para

tawanan mengira realitas yang sebenarnya adalah apa yang ditangkap oleh indera.

Mereka pikir dunia adalah sejauh yang bisa dicerap indera; mereka tertipu dengan

informasi inderawi. Padahal, dunia yang sebenarnya berada di luar ruang tahanan.

Dunia yang sangat luas, tak terjangkau oleh indera. Plato mengisahkan bahwa

seorang tawanan berhasil kabur. Ia keluar, dan menemukan kelapangan dunia. Ia

kaget. Ia sadar bahwa dunia yang sebenarnya tidak seperti yang diyakini kawan-

kawannya dalam tahanan. Karena tergerak kata hatinya, ia pun kembali untuk

menyadarkan mereka. Tapi di saat kembali dan menceritakan kebenaran, ia malah

dibenci. Mereka tak mempercayai apa yang dikatakannya. Akhirnya ia pergi

keluar seorang diri.64 Begitulah kisah orang yang berusaha memberikan

penjelasan tentang hakekat kebenaran. Ia akan menghadapi pelbagai macam

63

D.W. Hamlyn, “Epistemology”, h. 10 64 Bertrand Russel, History of Western Philosophy, h. 141

Page 52: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

42

rintangan, misalnya masyarakat yang tidak mampu berpikir sejauh pengalaman

mereka. Mereka selalu mencela ketika dikabarkan kebenaran.

Di abad Modern, rasionalisme menemukan sentuhan baru dalam pemikiran

René Descartes (1596-1650). Bapak filsafat Modern ini menjadi pelopor

rasionalisme dalam perdebatan epistemologi. Bahkan, pengaruhnya masih

dirasakan sampai zaman Kant pada abad ke-18. Kelak kritik-kritik Kant terhadap

rasionalisme antara lain ditujukan untuk menjawab gagasan yang diajukan

olehnya.65

Sistem epistemologi Descartes dimulai dengan sikap keragu-raguan.

Pandangan semacam ini merupakan upaya sungguh-sungguh mencari akar yang

kuat dan pasti sebagai fondasi bagi ilmu pengetahuan. Sistem Descartes disebut

keraguan metodis (la doute methodique).66

Keraguan metodis adalah meragukan segala hal, termasuk prinsip-prinsip

matematika, Tuhan bahkan mencakup eksistensi manusia. Pribadi manusia

sebagai makhluk hidup, mungkin sekali tidak nyata. Mungkin kehidupan yang

dialami saat ini hanya mimpi. Mungkin manusia tertipu, misalnya oleh setan yang

sangat jahat.67

Tidak ada yang bisa menjamin bahwa apa yang dialami bebas dari

tipu muslihat. Keraguan Descartes pada titik ini tidak diarahkan menjadi sikap

skeptis terhadap realitas. Keraguan tersebut merupakan sesuatu yang berasal dari

dalam manusia itu sendiri, dan tidak berasal dari luar. Keraguan ini menemukan

legitimasinya dalam kerja pikiran manusia yang sadar. Kesadaran adalah hal

pokok yang mendasari filsafat Barat pada masa ini. Kesadaran dibentuk dalam

skema berpikir. Pikiran manusia diupayakan menemukan suatu asas yang pasti

65

Norman F. Cantor and Peter L. Klein (ed.), Seventeenth-Century Rationalism: Bacon and Descartes (Waltham: Blaisdell Publishing Company, 1969), h. 20

66 F. Budi Hardiman, Filsafat Barat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche

(Jakarta: Gramedia, 2007), h. 38 67 Norman F. Cantor and Peter L. Klein (ed.), Seventeenth-Century Rationalism, h. 120

Page 53: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

43

dan memiliki legitimasi ilmiah yang kokoh. Apa yang disadari adalah kenyataan

yang sebenarnya. Kesangsian adalah hal yang paling mungkin dialami manusia

yang sadar diri. Keraguan adalah hal yang paling tidak mungkin diragukan,

bahkan oleh orang yang paling ragu sekalipun. Keraguan itu dirumuskannya

dalam kalimat, “cogito ergo sum: saya berpikir, maka saya ada”. Dalam karyanya,

Discours de la Methode, Descartes berkata:

“Thus, as our senses deceive us at times, I was ready to suppose that nothing was at all the way our senses represented them to be. As there are men who make mistakes in reasoning even on the simplest topics in geometry, I judge that I was as liable to error as any other, and rejected as false all the reasoning which I had previously accepted as valid demonstration. Finally, as the same percepts which we have when awake may come to us when asleep without their being true, I decided to suppose that nothing that had ever entered my mind was more real than the illusions of my dreams. But I soon noticed that while I thus wished to think everything false, it was necessarily true that I who thought so was something. Since this truth, “I think, therefore I am”, was so firm and assured that all the most extravagant suppositions of the skeptics were unable to shake it, I judged that I could safely accept it as the first principle of the philosophy I was seeking”.

68

Descartes beranggapan bahwa manusia memiliki sebuah perangkat ide

dalam dirinya. Dari ide ini kelak muncul sejumlah pengetahuan. Ide tersebut

berjumlah tiga: ide bawaan (innate), ide yang didapat dari luar (adventitious), dan

ide yang diciptakan (factitious).69 Ide bawaan berfungsi membentuk seperangkat

68

“Jadi, karena indera menipu kita, saya telah mengira-ngira bahwa tak ada yang

dihadirkan sebagaimana adanya oleh indera. Sebagaimana orang-orang membuat kesalahan-

kesalahan dalam penalaran bahkan tentang topik-topik paling sederhana dalam geometri, saya

memutuskan bahwa saya kemungkinan besar salah seperti yang lain dan menolak semua penalaran

palsu yang saya terima sebelumnya sebagai demonstrasi valid. Akhirnya, hal-hal yang dicerap

ketika kita sadar, mungkin hadir kepada kita sama seperti ketika kita tidur. Saya memutuskan

untuk mengira-ngira bahwa tak ada yang memasuki pikiran saya lebih daripada ilusi mimpi-mimpi

saya. Namun, saya segera melihat bahwa ketika saya bermaksud memikirkan segalanya salah, hal

itu cukup benar bahwa saya yang berpikir adalah sesuatu yang ada. Karena kebenaran ini, “saya berpikir, maka saya ada,” sangat kokoh dan terjamin bahwa orang yang paling luarbiasa skeptis

pun tak mampu menggoyahkannya. Saya menilai bahwa saya dapat menerima hal ini secara aman

sebagai prinsip filsafat pertama yang saya cari.” René Descartes, Discourse on Method and Meditations, trans., Laurence J. Lafleur (Indianapolis: Bobbs-Merrill Educational Publishing,

1982), h. 24 69 F. Cantor and Peter L. Klein (ed.), Seventeenth-Century Rationalism, h. 130

Page 54: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

44

aturan dalam mendapatkan kepastian, kebenaran, yang berdasarkan asas-asas a

priori dalam diri subjek. Ide kedua merupakan bentuk kesadaran atas benda-benda

yang ada di luar diri subjek, semisal merasakan cuaca, mendengar kegaduhan,

melihat gambaran sesuatu, dan sebagainya. Ide ketiga adalah pemikiran yang

dihasilkan subjek.

Dari ide yang dipaparkan di atas, Descartes melanjutkan suatu pembagian

tentang substansi. Substansi tersebut terdiri dari Tuhan, pikiran, dan materi.70

Ketiga hal tersebut adalah klasifikasi tentang ide-ide bawaan, dan merupakan

substansi-substansi berbeda. Pikiran manusia diketahui sebagai wujud substansi

yang pasti dan melekat pada diri manusia sejak lahir. Materi dalam bentuk tubuh

manusia juga tidak dapat disangsikan keberadaannya, maka pendirian tentang

keberadaannya tidak dapat diragukan. Sedangkan ide Tuhan disebutnya pula

bagian dari ide bawaan, karena ide Tuhan juga tak terbantahkan. Tuhan adalah

titik tolak untuk mencapai kebenaran. Model pembagian seperti ini ditentang

keras oleh tokoh rasionalis lain, misalnya Baruch de Spinoza (1632-1677).

Spinoza menawarkan monisme71

yang mengatasi sistem Descartes. Ia

mengajukan satu prinsip tunggal, substansi. Substansi menjadi sumber segalanya.

Ide tentang Tuhan, materi, dan pikiran tidak lain adalah satu substansi. Mustahil

bahwa terdapat ketiga substansi yang berbeda-beda, karena segala sesuatunya

berada dalam kuasa Tuhan. Dengan begitu, semuanya adalah satu substansi.

Tuhan tak jauh berbeda dari substansi tunggal, begitu pula alam materi. Tuhan

yang menguasai alam, tidaklah berbeda dari alam yang dikuasainya. Oleh karena

70

Frederick Mayer, A History of Modern Philosophy (Redland: American Book

Company, 1951), h. 115 71

Monisme diartikan sebagai pandangan yang meyakini adanya kesatuan tunggal, dan

menolak dualisme maupun pluralitas. Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 362

Page 55: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

45

itu, yang ada adalah kesatuan dari substansi. Tuhan tidak lain dari alam, alam

tidak lain dari Tuhan. Spinoza menyebutnya, Deus sive Natura (Tuhan atau

alam).72 Tidak ada perbedaan yang jelas antara Tuhan dan alam. Kedua hal itu

hanya mewakili dua persfektif yang berbeda dalam melihat substansi tersebut.

Dengan ini Spinoza menggugat kemapanan pandangan agamawan ortodoks, dan

mengajukan konsep panteisme.

Dari kritikan panteismenya, Spinoza memiliki pandangan berbeda tentang

epistemologi. Pengetahuan manusia menurutnya memiliki tiga tahap. Pertama

tahap inderawi, tahap akal budi, dan tahap intuisi. Tahap inderawi memainkan

peranan sebagai penghasil beragam opini. Opini membentuk seperangkat

pandangan yang dihasilkan dari kemampuan inderawi. Namun, opini tidak bisa

dijadikan pegangan. Untuk itulah dibutuhkan kemampuan akal budi untuk

menentukan batas-batas sebuah informasi bisa dianggap sebagai pengetahuan.

Dengan daya akal budi, manusia dapat memilah apa yang dirasa sesuai dengan

penalaran rasionya. Rasio memainkan peran cukup signifikan sebagai pembentuk

arah yang benar, terutama karena rasio membentuk fondasi bagi kaidah

matematis; melalui akal manusia dapat mencapai pemahaman tentang keniscayaan

dunia. Setelah itu, taraf intuisi memberikan jaminan terhadap hasil penalaran yang

sudah mencapai tahap kepastian. Dalam taraf intuisi tidak ada kesalahan yang

kerap kali terjadi dalam penalaran. Taraf intuisi bersifat seketika, dan melalui ini

manusia mampu memahami keberadaan Tuhan. Namun, tahap intuisi ini jarang

dikenakan pada seperangkat pengetahuan. Spinoza menjelaskan bahwa sangat

sedikit sekali aspek-aspek dalam kehidupan yang bisa diketahui melalui tahap

72 F. Budi Hardiman, Filsafat Barat Modern, h. 48

Page 56: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

46

yang terakhir ini.73

Motif Spinoza sama seperti Descartes, mencoba menawarkan

fondasi kokoh dalam pengembangan pengetahuan.

Kedua pemikiran rasionalis di atas mendapat serangan dari Gottfried

Wilhelm von Leibniz (1646-1716). Leibniz menyempurnakan kedua sistem

sebelumnya. Bagi Leibniz, konsep tiga substansi yang digagas Descartes, maupun

kesatuan subtansi adalah kurang tepat. Yang terdapat di alam sebenarnya adalah

banyak substansi. Substansi-substansi itu tak terhingga, sebagai penyusun segala

sesuatu. Substansi di sini merupakan suatu kekuatan primitif, yang tidak dapat

diukur seperti halnya benda-benda fisik. Leibniz menyebutnya Monad. Monad

adalah substansi sederhana, yang menjadi penyusun segala sesuatu. Setiap benda

memiliki Monad. Ketika terjadi sesuatu, maka Monad benda-bendalah yang

berinteraksi satu sama lain. Monad tidak dapat dilihat dengan mata telanjang,

namun keberadaannya dapat dipahami secara rasional. Dalam karyanya, La

Monadologie, Leibniz berkata :

“Further, there is no way of explaining how a Monad can be altered in quality or internally changed by any other created thing; since it is impossible to change the place of anything in it or to conceive in it any internal motion which could be produced, directed, increased or diminished therein, although all this is possible in the case of coumpounds, in which there are changes among the parts. The Monads have no windows, through which anything could come in or go out. Accidents cannot separate themselves from substances nor go about outside of them, as the sensible species of the Scholastics used to do. Thus neither substance nor accident can come into a Monad from outside.”74

73

Frederick Mayer, A History of Modern Philosophy., h. 140 74

“Lebih jauh, tak ada cara menjelaskan bagaimana sebuah Monad dapat diubah dalam

kualitas atau secara internal diubah oleh suatu benda lainnya yang diciptakan; karena tidak

mungkin mengubah tempat sesuatu dalam Monad atau menerima dalam Monad gerakan internal

yang bisa dihasilkan, diarahkan, ditingkatkan atau dikurangi di dalamnya, meskipun semua ini mungkin dalam kasus campuran, di mana terjadi perubahan di tiap-tiap bagiannya. Monad-monad

tidak memiliki jendela, yang melaluinya sesuatu dapat datang atau pergi. Sifat-sifat tidak dapat

memisahkan diri dari substansi-substansi, tidak juga keluar dari mereka, seperti konsep `spesies

yang diketahui secara inderawi`, yang digunakan kalangan Skolastik. Jadi, tidak substansi maupun

sifat, bisa datang dari luar masuk ke dalam Monad.” Leibniz, The Monadology and Other Philosophical Writings, trans., Robert Latta (Oxford: Oxford University Press, 1968), h. 219-220

Page 57: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

47

Leibniz mengajukan rumusan baru dalam masalah epistemologi. Bagi

Leibniz, konsep pengetahuan terbagi menjadi dua: pengetahuan tentang kebenaran

abadi, dan pengetahuan tentang kebenaran yang tergantung observasi indera

(based on sense observation).75 Meskipun melakukan pembagian pengetahuan,

kunci pemikiran Leibniz adalah deduksi rasional, dan bukan observasi empiris.

Pengetahuan model pertama memberikan kejelasan proposisi yang

dibentuk dari prinsip-prinsip kepastian, dan kontradiksi. Dua hal itu dapat

langsung diketahui dengan hanya melihat putusan yang membentuk suatu

pernyataan. Koherensi antar kalimat dengan kalimat menjadi tolok ukur benar

tidaknya suatu pernyataan. Kebenaran dihasilkan dengan menelusuri kesesuaian

premis-premis dalam susunan kalimat, dengan suatu pembuktian-diri (self-

evident). Pengetahuan yang termasuk kategori pertama misalnya ilmu logika dan

matematika. Dalam logika dan matematika, segala kebenaran tidak didapatkan

dari hasil penelusuran di luar prinsip-prinsipnya. Tidak perlu mencari kesesuaian

antara teori dengan fakta. Yang dicari dalam menentukan benar tidaknya suatu

kesimpulan adalah dengan memeriksa susunan argumentasi, yang membuktikan

suatu rumusan ilmiah. Hasil akhir rumusan itu terlepas dari observasi atas fakta

alamiah. Dengan begitu, pengetahuan ini tidak memberikan masukan apapun atas

fenomena alamiah, tapi hanya bisa diterapkan secara sementara pada batas-batas

eksistensial.76

Sedangkan pengetahuan model kedua, didapatkan dengan meneliti dan

menelusuri sejumlah fakta. Kebenaran pengetahuan ini diperoleh melalui

observasi inderawi. Dengan begitu, pengetahuan model kedua ini sangat berbeda

75

Frederick Mayer, A History of Modern Philosophy, h. 156 76 Frederick Mayer, A History of Modern Philosophy, h. 155

Page 58: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

48

dari yang pertama. Analisis fakta-fakta sangat diperlukan guna menghasilkan

kebenaran. Pengetahuan ini tidak hanya didapat dengan susunan proposisi

pembuktian diri, meskipun dituntun dengan suatu kaidah rasional. Leibniz

sependapat dengan para rasionalis pada umumnya, tentang ide-ide bawaan. Tapi,

baginya kemampuan indera bukan sama sekali tidak memiliki andil dalam

membentuk pengetahuan. Kemampuan indera bisa menyampaikan hal-hal

partikular, dan spesifik. Namun, indera menghadirkan penglihatan sekilas yang

suram tentang kebenaran intelektual. Sebaliknya rasio, lebih menjamin kejelasan

dan keselarasan. Bagi Leibniz, kebenaran tidak didapat melalui penelusuran dari

ketiadaan. Secara potensial, kebenaran telah tertanam dalam diri manusia. Kerja

pikiran adalah sebuah proses penyelidikan, yang sebenarnya merupakan

aktualisasi kapasitas sifat dasar manusia.77

Dari uraian di atas, pemikir kalangan rasionalis telah menanamkan

pengaruhnya secara signifikan terhadap proses berpikir induktif. Penalaran

semacam ini dimulai dari hal khusus, untuk kemudian dikembangkan kepada hal-

hal yang bersifat umum. Model pemikiran seperti ini sangat menentukan dalam

pengembangan matematika. Namun, kerangka rasionalisme juga mencakup

bidang ilmu-ilmu lainnya, semisal teologi. Teologi sebagai sebuah keyakinan,

dijelaskan dalam kerangka berpikir rasional. Para agamawan berusaha

meneguhkan kebenaran agama mereka dengan pembuktian kepastian matematis.

Dengan begitu, mereka yakin dapat mensejajarkan agama dengan ilmu

pengtahuan lainnya. Kelak cara berpikir semacam ini ditentang oleh Kant. Kant

sama sekali tidak menganggap teologi menemukan klaim kebenarannya, untuk

77 Frederick Mayer, A History of Modern Philosophy, h. 156

Page 59: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

49

dianggap sejajar dengan ilmu pengetahuan, dengan cara seperti itu. Tapi, Kant

lebih jauh menempatkan agama berada di luar bingkai ilmu pengetahuan.

C. Empirisme

Empirisme berasal dari bahasa Yunani, έµπειρία (dibaca: empeiria),

diterjemahkan Latin menjadi experientia, yang darinya diturunkan kata dalam

bahasa Inggris experience (pengalaman).78

Dalam kajian filsafat, empirisme

adalah sebuah aliran filsafat yang meyakini bahwa pengetahuan manusia

diperoleh dari pengalaman. Pengalaman memainkan peranan penting dalam

proses terciptanya pemahaman; munculnya pengetahuan didapat dari hasil

observasi inderawi; kebenaran didapat dari analisis dan penelusuran fakta-fakta.

Di zaman klasik, pandangan semacam ini dijelaskan secara sistematis dalam

pemikiran Aristoteles (384-322 SM).

Kendati telah menjadi murid Plato selama 20 tahun, landasan berpikir

Aristoteles sangat berbeda dari gurunya. Filsuf kelahiran Stagira ini memiliki

pandangan yang justru sangat bertolak belakang dari Plato.79

Aristoteles lebih

meminati bidang biologi ketimbang matematika. Arsitoteles sama sekali tidak

terpengaruh—bahkan mengkritik—pemikiran Plato. Bagi Aristoteles, gagasan

Plato dengan alam ide yang transenden adalah sebuah kekeliruan. Konsep alam

ide hanyalah sebuah “omong kosong”. Tidak ada pembuktian memadai tentang

hal itu. Kekeliruan Plato sama persis dengan kekeliruan para pemikir sebelumnya.

78

D.W. Hamlyn, “Empiricism,” in Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy, vol., II (New York: Macmillan Publishing Co., Inc., and The Free Press, 1972), h. 498

79 Secara umum karya Aristoteles terbagi menjadi tiga kategori: 1) fragmen-fragmen yang

tidak selesai. Karya-karya ini dihasilkan selama belajar di Akademia Plato; 2) Tulisan kompilasi,

merupakan kaya-karya saintifik ilmiahnya; 3) Karya-karya didaktik yang ditujukan untuk

pengajaran di Lyceum. Dalam kategori pertama, tulisan Aristoteles sangat bernuansa Platonisme,

berbentuk dialog. W. Wildelband, History of Ancient Philosophy, h. 238-244

Page 60: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

50

Aristoteles menganggap bahwa pengetahuan bersifat universal,80

sama halnya

dengan kebenaran dan kesalahan. Pengetahuan manusia sama sekali tidak

berhubungan dengan sesuatu yang transenden. Ia dapat diperoleh siapa saja, tanpa

memandang status, dan lepas dari unsur-unsur adikodrati.

Bagi Aristoteles, pengetahun dirumuskan dalam suatu keputusan yang

berkaitan dengan penangkapan hubungan esensial. Mengetahui tentang sesuatu

berarti mengetahui sesuatu dapat dimasukkan dalam genus, dan secara lebih

spesifik dalam spesies tertentu, serta hal esensial darinya.81

Hal yang esensial ini

adalah sebuah tata tertib (order), yang menjadikannya berbeda dari sesuatu yang

bukan pengetahuan. Genus dan spesies merupakan istilah yang digunakan

Aristoteles, guna merujuk seperangkat dalam tata tertib tersebut.

Pengetahuan ilmiah meniscayakan adanya hubungan sebab akibat antara

suatu keadaan, dengan keadaan lainnya. Aristoteles membagi sebab dalam

penyelidikan ilmiah menjadi empat: 1) bentuk yang dapat didefinisikan; 2) bagian

yang mengharuskan adanya sebab akibat (bisa diartikan juga sebagai sebab

material); 3) sebab efisien; 4) tujuan.82

Keempat sebab ini menjadi dasar kokoh

suatu kaidah pengetahuan ilmiah, dalam berbagai macam disiplin keilmuan.

Bagi Aristoteles, pengetahuan diperoleh lewat daya tangkap jiwa terhadap

bentuk benda-benda partikular. Jiwa itu sendiri bukanlah sebuah entitas spiritual.

Tapi, sebuah subtansi dalam pengertian yang berkesesuian dengan formula

definitif esensi sesuatu.83

Jiwa adalah ke-apa-an yang paling esensial dari sesuatu.

Setiap makhluk bernyawa memiliki jiwa. Jiwa mengatur seperangkat aturan

80

McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, h. 70 81

D.W. Hamlyn, “Epistemology,” h. 13 82

McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, h. 88 83 McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, h. 172

Page 61: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

51

fakultas yang dimiliki tubuh, misalnya mata. Penglihatan adalah jiwanya, atau

esensi mata, sedangkan wujud mata adalah materi. Mata berkesesuaian dengan

formula yang mengaturnya. Jika tanpa jiwa, maka mata tidak dapat melihat.

Tanpa jiwa, mata hanya menjadi sebuah nama, tanpa kemampuan daya lihat.84

Tubuh memiliki organ-organ indera yang cukup beragam, tidak hanya

penglihatan. Dengan kemampuan indera, jiwa dapat memperoleh tangkapan

partikular atas bentuk beragam macam benda. Jiwa tidak mungkin berpikir tanpa

sebuah gambaran atau imajinasi.85

Aristoteles menjelaskan bahwa proses

munculnya imajinasi ibarat udara yang membatasi pergerakan pupil mata, dalam

suatu cara tertentu dalam penglihatan. Setelah itu pupil mentransmisikan hasil

modifikasi tersebut pada jiwa, di mana tujuan utamanya adalah mendapatkan

suatu makna tertentu. Hal yang hampir sama berlaku pada kemampuan indera

lainnya, dengan perangkatnya masing-masing.

Kemampuan indera adalah sebuah aksi potensial organ tubuh. Organ ini

bekerja dengan aturan yang ada dalam tubuh manusia. Setiap indera memiliki

objek dan kemampuannya sendiri. Indera tidak dapat diberlakukan layaknya

sebuah alat yang tidak memiliki perangkat dan objek yang jelas. Setiap indera

memiliki fungsi tertentu, dengan objek yang berbeda-beda dan pasti. Indera

penglihatan memiliki kemampuan khusus untuk dapat memperoleh pencerapan

terhadap objek warna, ukuran dan bentuk. Telinga memiliki kemampuan khusus

yang berkaitan dengan suara, dan begitu seterusnya setiap indera memiliki

kemampuan tersendiri dan objek yang berbeda. Namun, terdapat beberapa indera

84

McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, h. 173 85 McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, h. 223

Page 62: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

52

yang memiliki objek bersama,86

misalnya indera peraba dan indera penglihatan

dapat memperoleh pengertian tentang bentuk dan ukuran. Ada kesamaan atas

kemampuan dan objek dari beberapa indera. Hal itu alamiah. Itu semua

menandakan bahwa setiap indera saling berkaitan satu sama lain.

Semua perangkat indera dapat berkerja bersama. Malahan Aristoteles

menegaskan ketika sebuah indera bekerja dalam batas-batasnya sendiri, dengan

seperangkat aturan yang terpisah dari yang lain, maka pada titik ini akan rentan

terjadinya kesalahan. Setiap susunan pengetahuan didapatkan lewat kombinasi

antar kemampuan beragam indera yang ada dalam tubuh manusia. Tentunya

dengan ketentuan status indera tertentu yang lebih dominan, dari yang lainnya.

Untuk menghasilkan bentuk pengetahuan yang pasti, hasil pencerapan indera

tersebut kemudian dipadukan dengan putusan dalam pikiran. Eksistensi manusia

berbeda dari binatang, dalam hal penguasaan seni dan penalaran.87 Penalaran

merupakan sesuatu yang sudah menjadi keutamanaan manusia. Pengetahuan

membutuhkan pemahaman utuh, dan dapat dipertanggungjawabkan. Keselarasan

antara kerja pikiran dengan fakta-fakta sangat diperlukan. Dengan begitu,

kemungkinan kesalahan indera dalam mendapatkan informasi, dapat dihindari.

Pikiran memberikan putusan atas apa yang diperoleh oleh indera terhadap

beragam bentuk objek. Aristoteles mengaitkan hubungan antara indera dan

pikiran. Ia membagi pikiran dalam dua bentuk: pikiran pasif dan pikiran aktif.

Pikiran pasif bekerja dalam batas-batas tertentu yang memungkinkannya bekerja

dalam tatanan potensialitas. Dalam hal ini, pikiran hanya dapat merasakan suatu

unsur tertentu yang dipahami, bukan sebagai entitas yang dapat dipisahkan,

86

McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, h. 188 87 McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, h. 324-325

Page 63: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

53

misalnya tentang wujud air. Pikiran pasif tidak mampu membedakan antara

potensi air, dengan air yang sudah diaktualkan zatnya. Sedangkan pikiran aktif,

bekerja dalam batas-batas yang memungkinkan suatu pemahaman utuh tentang

objek. Pikiran dalam hal ini tidak tercampur, dan dapat dipisahkan, berada dalam

batas-batas aktivitas esensial alamiahnya.88 Informasi tentang entitas objek

didapat dari inderawi, yang bekerja dengan fungsi-fungsinya dalam batas-batas

penerimaan. Informasi lalu dirumuskan dalam skema pembagian yang jelas,

antara yang potensial dan aktual. Pengetahuan aktual identik dengan objeknya.

Dalam hal individual, pengetahuan potensial lebih dulu ada secara waktu dari

pengetahuan aktual. Namun, pengetahuan aktual bersifat universal, dan dalam

ruang lingkup alam semesta, sama sekali tidak yang lebih dulu atau pun

terkemudian secara waktu. Pikiran bebas dari unsur waktu. Pikiran menampakkan

sesuatu apa adanya, dan tidak lebih. Ia terus-menerus bekerja, dan tanpanya tak

ada yang bisa dipikirkan. 89

Tokoh empirisme yang berpengaruh cukup signifikan di abad modern

adalah John Locke (1632-1704). Locke tidak setuju dengan pandangan rasionalis,

misalnya tentang ide-ide bawaan dan daya inderawi yang kurang diperhatikan.

Bagi Locke, pikiran manusia ketika dilahirkan adalah dalam keadaan kosong,

tabula rasa. Ide bawaan mengandung sejumlah persoalan, semisal perbedaan

antara si cerdas dan si idiot yang keduanya sejak lahir memiliki kesempatan sama

dalam menggapai pengetahuan.90

Pengetahuan manusia berkembang seiring

88

McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, h. 220 89

McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, h. 221 90

John Locke, An Essay Concerning Human Understanding in Focus, Garry Fuller, etc.,

ed., (London: Routledge, 2000), h. 50

Page 64: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

54

dengan interaksi dan pendidikan yang diraih.91

Menurutnya, pikiran manusia

ketika lahir semacam kertas putih, kosong. Pikiran mendapat pengetahuan setelah

manusia mulai menggunakan inderanya. Locke menulis:

“The senses at first let in particular ides, and furnish the yet empty cabinet: and the mind by degree growing familiar with some of them, they are lodged in memory, and names got to them. Afterward the mind proceeding farther, abstracts them, and by degree learns the use of general names.”92

Locke memandang bahwa ruang adalah hasil penyusunan ide-ide abstrak

dari penginderaan yang sangat rumit, bersifat partikular, yang kemudian menjadi

sebuah bentuk kompleks. Ide dengan begitu di bentuk dalam ruang yang berasal

dari faktor eksternal. Menurut Locke, manusia mendapat ide lewat sensasi dan

refleksi. Dengan sensasi manusia bisa mengetahui hal-hal semacam warna, suara,

cuaca, dan sebagainya. Melalui refleksi, manusia dapat menjadi sadar terhadap

keadaan internalnya, semisal keinginan, keraguan, pemikiran, dan seterusnya.93

Kedua hal itu menjalankan fungsi bersama membentuk pengetahuan; kombinasi

kedua unsur tersebut dapat menghasil pemahaman mendalam. Melalui penyatuan

itu, manusia dapat menerima ide-ide kesatuan, keteraturan, kesakitan, dan lain-

lain. Hal itu semuanya dibentuk dalam suatu susunan kerja pikiran.

Pikiran bekerja dalam hal menerima dan mengolah informasi apa adanya.

Hasil kerja pikiran disebut ide. Apa yang diterima pikiran, tetap tidak sama

dengan sesuatu yang sebenarnya. Hasil pencerapan indera, menjadi sumber utama

dalam proses pengetahuan. Ide dalam pandangan Locke, terbagi menjadi dua: ide

91

John Locke, An Essay Concerning Human Understanding in Focus, h. 59-60 92

“Pertama, indera mengambil ide-ide tertentu, dan memenuhi susunan kosong: dan

pikiran meningkat sesuai derajatnya mengenali ide-ide tersebut, yang di tempatkan dalam memori,

dan menamai mereka. Pada kelanjutannya, pikiran berlanjut mengabstraksikan mereka, dan

dengan (sesuai peningkatan) derajat mempelajari kegunaan nama-nama umum tersebut.” John

Locke, An Essay Concerning Human Understanding in Focus, h. 51 93 John Locke, An Essay Concerning Human Understanding in Focus, h. 67-68

Page 65: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

55

sederhana dan ide kompleks.94

Ide sederhana adalah infromasi yang dihasilkan

pencerapan inderawi, atas fakta-fakta partikular. Data partikular ini kemudian

menjadi sumber bagi suatu skema yang lebih luas, yakni ide kompleks. Ide

kompleks berasal dari sejumlah kumpulan ide-ide partikular yang diangkat

menjadi skala luas,95 misalnya fakta-fakta tertentu tentang manusia. Manusia

terdiri dari kelompok-kelompok, dan tipe yang berbeda-beda. Ada tipe kurus,

gemuk, tinggi dan pendek. Ini disebut fakta-fakta partikular. Dari data itu

kemudian dirumuskan suatu benang merah, yang menggambarkan konsep

manusia secara umum. Hasil terakhir ini disebut ide kompleks. Dalam kinerja

untuk menghasilkan ide, pikiran didorong oleh suatu kekuatan tersembunyi yang

bersifat metafisik. Kekuatan ini disebut dengan kualitas.96

Locke membagi antara kualitas primer dan kualitas sekunder. Kualitas

primer merupakan sesuatu yang melekat pada objek, tidak bisa dipisahkan dan

diubah. Ia membentuk seperangkat aturan yang mengarahkan bagaimana objek

dapat ditangkap subjek. Kualitas primer adalah asas objek, misalnya gerakan,

perluasan, durasi waktu, dan kepadatan. Adapun kualitas sekunder adalah unsur-

unsur subjektif, yang tidak memiliki realitas metafisik. Ia tidak terdapat di dalam

objek. Kualitas sekunder adalah kekuatan yang muncul dalam diri manusia berupa

berbagai macam sensasi, yang dihasilkan oleh kualitas primer.97

Ia bersifat relatif,

misalnya warna, suara, rasa, dan sebagainya. Lewat kualitas sekunder, nyala api

dapat menghasilkan sensasi panas dan membakar. Sensasi ini muncul dalam diri

94

John Locke, An Essay Concerning Human Understanding in Focus, h. 71 95

John Locke, An Essay Concerning Human Understanding in Focus, h. 76 96

Frederick Mayer, A History of Modern Philosophy, h. 185 97 John Locke, An Essay Concerning Human Understanding in Focus, h. 144

Page 66: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

56

manusia. Sensasi api tersebut dihasilkan dari kualitas primer yang berada dalam

api, yang kemudian diterima oleh subjek.

Pembagian Locke atas ide dan kualitas, tidak bisa diterima oleh George

Berkeley (1685-1753)—salah satu tokoh empiris. Bagi Berkeley, ide dan

pengalaman adalah sama. Tak ada perbedaan antara persepsi, kualitas, ide, dan

pengalaman. Objek-objek disebut ada, karena keberadaannya yang bisa dipersepsi

indera. Segala bentuk hal-hal metafisik, pada dasarnya tidak berwujud, karena

tidak bisa diketahui lewat indera. Terkenal diktum dari Berkeley: Esse est percipi

(to be is to be perceived).98

Maksud kalimat tersebut adalah sesuatu ada wujudnya

karena dapat diterima indera; objek-objek di luar manusia dianggap ada selama

dapat diterima indera. Objek-objek tersebut merupakan substansi material, yang

diterima keberadaannya berkat persepsi indera. Sehingga jika persepsi itu tidak

ada, maka objek material tidak ada sama sekali. Kesadaran subjek dalam

mempersepsi, menentukan batas-batas keberadaan benda-benda. Putusan rasional

tentang suatu objek, ditentukan berdasarkan pengetahuan atas objek tersebut.

Dengan begitu, dunia tidak lebih dari kesan-kesan. Namun, Berkeley menghadapi

sejumlah persoalan khususnya menyangkut mekanisme kerja indera, dan

ketergantungan terhadapnya. Oleh karena itu, ia kemudian memberi jalan keluar

dengan mengemukakan adanya pikiran atau roh tak terbatas, yang diidentifikasi

sebagai Tuhan. Tuhan tidak saja diartikan sebagai pencipta segala sesautu. Bagi

Berkeley, Tuhan yang membuat manusia memiliki indera dan mampu

mempergunakan inderanya.99

98

Robert Ackermann, Theories of Knowledge, h. 149 99 Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 66

Page 67: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

57

Pandangan Berkeley di atas diradikalkan oleh tokoh empiris lainnya,

David Hume (1711-1776). Gaya pemikiran Hume menggambarkan sikap skeptik.

Ia sepakat dengan kedua tokoh empiris Inggris terkait tidak adanya ide-ide

bawaan. Namun, Hume mengarahkan kritik terhadap kecenderungan yang masih

menyelimuti pandangan empiris pada umumnya, semisal masalah substansi,

istilah-istilah metafisika, dan kausalitas. Mengenai masalah susbtansi yang masih

diyakini Locke, Hume memandangnya tidak lebih dari sekedar persepsi. Konsep

substansi yang diketahui manusia, sebenarnya hanyalah persepsi atas benda-benda

material. Yang mampu diketahui pikiran hanyalah persepsi-persepsi tersebut,100

dan tidak lebih. Objek di luar kesadaran manusia tidak termasuk yang dipikirkan.

Di samping itu, menurut Hume tidak ada hubungan yang jelas antara persepsi

dengan objek-objek yang diindera. Bukti-bukti keterkaitan antara objek dengan

persepsi subjek tidak bisa ditemukan secara jelas. Yang kemudian dijelaskan

Hume adalah bagaimana sebenarnya mekanisme kerja pikiran dalam

menghasilkan keberadaan konsep-konsep substansi.

Bagi Hume, pemahaman tentang substansi didapat ketika terjadi interaksi

dengan benda-benda, misalnya bola billiard berbentuk bulat, merah, dan padat.

Dari situ pikiran menangkap kesatuan konsep tentang bola tersebut. Pada dasarnya

keberadaan substansi bola itu sebatas ada dalam pikiran. Persepsi yang dialami

subjek bersifat khayali. Substansi adalah kumpulan persepsi atas benda. Begitu

pula misalnya dengan kesadaan manusia. Ke-aku-an dipahami sebagai faktor

penunjang keberadaan manusia yang sadar. Kesadaran ini pada gilirannya

bermasalah. Kesadaran hanya dialami ketika keadaan tertentu, yakni saat persepsi-

100 Frederick Mayer, A History of Modern Philosophy, h. 218

Page 68: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

58

persepsi bekerja. Kesadaran hanya keadaan sementara. Ketika tidur, atau setelah

meninggal, orang tidak lagi menyadari keberadaannya, karena persepsi-persepsi

menghilang.101 Hume memandang bahwa kesadaran manusia pun termasuk

kumpulan dari persepsi, a bundle of perceptions.102

Serangan keras Hume berikutnya adalah tentang kausalitas. Hume

menolak adanya ketetapan standar hukum ini. Baginya mustahil dijelaskan secara

empiris saling ketergantungan suatu kejadian terhadap kejadian lain. Pemahaman

sebab-akibat pada dasarnya berasal dari kesan-kesan inderawi.103

Suatu peristiwa

yang terjadi diiringi peristiwa lainnya, tidak bisa langsung disimpulkan ketetapan

hukum universal. Yang justru terjadi adalah keberurutan peristiwa, misalnya api

membakar kertas. Pada peristiwa itu tidak bisa disimpulkan terdapat hukum

bahwa api membakar kertas yang niscaya. Hal itu hanya berada dalam batas

kemungkinan. Peristiwa terbakarnya kertas ketika bersentuhan dengan api, tidak

bisa dijadikan standar adanya kausalitas yang pasti.

101

David Hume, A Treatise of Human Nature (Middlesex: Penguin Book, 1985), h. 300 102

Frederick Mayer, A History of Modern Philosophy, h. 220 103 David Hume, A Treatise of Human Nature, h. 131

Page 69: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

59

BAB IV

KONSEP TRANSENDENTALISME

A. Kritik atas Rasionalisme dan Empirisme

Sistem epistemologis Immanuel Kant berupaya mengatasi persoalan yang

ditinggalkan dan tidak terselesaikan dari kedua kutub, baik rasionalisme maupun

empirisme. Ia berhasil memadukan unsur dari keduanya, menjadi sebuah sistem

yang lebih kuat. Dalam beberapa hal, sebagian kalangan menilainya hanya

sebagai eklektisis: orang yang hanya mengadopsi “sisa-sisa” pemikiran, kemudian

meramunya kembali dengan sedikit tambahan, sehingga terlihat lebih bagus.

Namun, pendapat itu kurang tepat. Kant menghasilkan pemikirannya dalam

proyek filosofis yang disebutnya “filsafat kritis”, yang menandai arah baru upaya

pencarian sistem epistemologi yang lebih jelas dan kokoh.104

Kritik dalam pemikiran Kant, dipahami sebagai sebuah cara berfilsafat

yang dipertentangkan dengan dogmatisme. Kalangan dogmatis adalah para filsuf

yang sudah mengandaikan begitu saja kemampuan rasio dalam mengolah

pengetahuan. Sedangkan kritisisme merupakan sebuah terobosan dalam filsafat

yang mempertanyakan fungsi rasio, atau syarat-syarat kemungkinan (die

Bedigung der Möglichkeit) pengetahuan.105

Selain membahas sistem filsafatnya,

Kant terlebih juga menguji sampai di mana batas-batas yang jelas dari akal, guna

menghasilkan pengetahuan. Ia tidak begitu saja menerima kemampuan akal. Tapi,

mencoba mendudukkannya lebih proporsional. Dengan begitu, sistem filsafat

Kant berbeda dari sistem manapun.

104

Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge: An Analytical Introduction (Oxford:

Oxford University Press, 2004), h. 3 105

F. Budi Hardiman, Filsafat Barat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche (Jakarta: Gramedia, 2007), h. 133

Page 70: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

60

Dalam beberapa hal, Kant sependapat dengan kaum rasionalis. Tapi, tidak

seutuhnya menolak pandangan kaum empiris. Kant sepakat misalnya dengan

pengalaman yang memberi isi pada pengetahuan. Tidak diragukan bahwa

pengalaman adalah sumber pengetahuan. Namun, tidak semua unsur pengetahuan

muncul dari pengalaman.106 Kant juga mendukung aspek a priori dari subjek.

Kedudukan Kant dengan kaum rasionalis adalah menegaskan batas-batas a

priori pengetahuan. Kant menolak pandangan kaum rasionalis, yang meyakini

adanya pengetahuan bawaan: Tuhan, keabadian jiwa, dan kebebasan.107

Baginya,

klaim atas hal tersebut tidak bisa dibuktikan. Pengetahuan membutuhkan bukti

dan fakta, sehingga tidak hanya konsep abstrak. Pengetahuan berkaitan dengan

data empiris yang bisa diuji. Pengetahuan ilmiah tidak bersifat subjektif, atau

eksklusif, sehingga dapat diamati dengan kaidah tertentu oleh siapa pun.

Namun, Kant tidak menolak ketiga konsep metafisis tersebut. Secara

alamiah, manusia memiliki kecenderungan meyakini sesuatu yang abstrak. Hal-

hal yang abstrak contohnya sangat banyak. Semisal klaim-klaim moralitas,

berguna untuk memberikan arah bagi kehidupan. Bisa jadi bagi sebagian orang,

moralitas menuntun orang mendapatkan kebahagiaan. Metafisika sendiri menurut

Kant disebut “natural predisposition” (kecenderungan alamiah).108

Kant tidak

menolak adanya konsep metafisis apapun. Tapi, ia menempatkannya dalam

bingkai di luar pengetahuan. Metafisika tidak bisa dikategorikan sebagai

pengetahuan. Bagi Kant, pengetahuan hanya meluas berdasarkan pengalaman

yang diraih. Sedangkan metafisika, berkaitan dengan sesuatu di luar hal fisik.

106

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, trans., Paul Guyer and Allen W. Wood

(Cambridge: Cambridge University Press, 2000), h. 127 107

Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 4 108 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 147

Page 71: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

61

Dalam posisi ini, kedudukan Kant lebih condong dengan kaum empiris. Kaum

empiris menganggap bahwa pengetahuan bisa didapat hanya lewat pengalaman.

Akan tetapi, Kant menolak prinsip utama kaum empiris bahwa

pengetahuan hanya berasal dari persepsi inderawi atau dari kesadaran introspektif.

Baginya, manusia memiliki unsur a priori yang bisa membentuk pemahaman,

untuk menghasilkan pengetahuan. Kant lebih jauh mempertahankan pengetahuan

dalam taraf “commonsense” sehari-hari.109

Dari sini dapat dikatakan bahwa

serangan tajam Hume terhadap pengetahuan dalam taraf “commonsense”,110

diangkat kembali oleh Kant. Konsep-konsep a priori tersebut bisa menghasilkan

pengetahuan, hanya jika diterapkan dalam pengalaman aktual. Konsep-konsep

tersebut tidak menghasilkan pengetahuan metafisis, dan sama sekali lepas dari

unsur-unsur abstrak. Dengan kata lain, konsep sebab akibat misalnya, tidak bisa

diberlakukan untuk pengujian atas keberadaan Tuhan. Tuhan adalah konsep

abstrak, yang mengacu pada sesuatu yang transenden. Tuhan berada di luar batas

pengalaman, sehingga tidak bisa diselidiki dengan perangkat a priori tersebut.

Menurut beberapa komentatornya, proyek epistemologis Kant dapat

diringkas dalam upaya menjawab pertanyaan: Bagaimana putusan sintetik a priori

itu mungkin?111

Kant menegaskan pernyataannya sebagai berikut:

“One has already gained a great deal if one can bring a multitude of investigations under the formula of a single problem. For one thereby not only lightens one’s own task, by determining it precisely, but also the

109

Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 4 110 Istilah commonsense sebagai pemahaman yang berasal dari pikiran sehat sehari-hari

yang sudah menjadi kebiasaan, misalnya keniscayaan kausalitas. Hal itu yang mendapat serangan

Hume. Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy (London: Penguin Books Ltd., 2000), h. 256

111 Salah seorang pengkaji Kant, P.F. Strawson, memiliki pandangan berbeda dari

beberapa komentator lainnya. Ia tidak mereduksi proyek epistemologis Kant pada upaya

menjawab putusan sintetik a priori, melainkan pada pertanyaan: Apa yang bisa kita ketahui

tentang struktur pengalaman yang bisa dipahami oleh kita sendiri? Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 45

Page 72: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

62

judgment of anyone else who wants to examine whether we have satisfied our plan or not. The real problem of pure reason is now contained in the question: How are synthetic judgments a priori possible?”112

Para filsuf sebelum Kant, baik kalangan rasionalis, maupun empiris,

membantah kemungkinan adanya putusan sintetik a priori. Kalangan rasionalis

menganggapnya tidak mungkin. Sebaliknya, kalangan empiris menganggap hal itu

sebagai tidak bisa dipahami.113

Secara garis besar, kalangan rasionalis dan empiris setuju terdapat putusan

analitik a priori, dan sintetik a posteriori. Putusan analitik diartikan sebagai

putusan yang kebenaran dari putusan itu didapatkan dari analisis kata-kata yang

menyusun putusan tersebut. Putusan semacam ini hanya berkaitan dengan

kegunaan linguistik, dan atau menjelaskan konsep komponen yang sebenarnya

sudah berada di dalam subjek. Putusan ini tidak memberi nilai tambah apa-apa

terhadap realitas di luar subjek. Dengan kata lain, predikat dalam putusan itu

sudah berada dalam subjeknya. Putusan semacam ini disebut juga putusan

klarifikasi.114 Kant mencontohkan putusan ini dalam kalimat, “tubuh meluas”

(memiliki bentuk dan ukuran). Dalam kalimat ini, kebenaran infomasi sudah

didapat dalam subjeknya, dan bahkan tidak memerlukan observasi. Pasalnya,

setiap tubuh sudah menjadi keniscayaan memiliki ukuran dan bentuk. Bahkan jika

misalnya tidak ada tubuh sama sekali, putusan tersebut bisa diterima.115

Oleh

karena itu, putusan analitik bersifat a priori.

112 “Seseorang sudah mendapatkan kemajuan besar, jika ia bisa membawa keragaman

penyelidikan di bawah formula dalam sebuah masalah. Karena dengan begitu, ia tidak hanya

mencerahkan tugasnya sendiri, dengan menentukannya secara tepat, tapi juga putusan dari orang lain yang menginginkan untuk menguji apakah ia telah memuaskan rencana kita atau tidak.

Problem yang sebenarnya dari akal murni, sekarang terdapat dalam pertanyaan berikut: Bagaimana

putusan sintetik a priori itu mungkin?” Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 146 113

Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 16 114

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 141 115 Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 13

Page 73: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

63

Sedangkan putusan sintetik adalah sejenis putusan yang predikatnya

mampu menambah sesuatu kebenaran baru pada subjek. Putusan semacam ini

disebut juga putusan amplifikasi.116 Dalam putusan ini, predikat tidak berada

dalam subjeknya. Contohnya dalam kalimat, “semua tubuh berat” (memiliki

berat). Predikat putusan tersebut, berisi informasi baru yang sebelumnya tidak

terdapat di dalam subjek. Konsep berat, berhubungan dengan sesuatu di luar

subjek. Selain itu, putusan ini mencakup pula semua putusan yang berkaitan

dengan pengalaman. Karena berisi informasi baru, maka realitas empiris ikut

menentukan kebenaran putusan tersebut. Hal ini mengindikasikan, jika kalimat,

“semua tubuh berat”, dinyatakan dalam ruang yang tidak ada daya gravitasi, maka

putusan tersebut dapat dianggap tidak benar.117

Selanjutnya, antara kaum rasionalis dan empiris sepakat tidak adanya

putusan analitik a posteriori. Putusan analitik berkaitan dengan analisis konsep

komponen subjek, sehingga tidak menambah informasi baru. Putusan analitik

pada gilirannya selalu a priori. Sedangkan a posteriori merujuk pada pembuktian

kebenaran dengan menambah informasi baru di luar subjek, serta dikaitkan

dengan kenyataan empiris. Istilah a priori dan a posteriori merupakan dua bentuk

penalaran berbeda, yang sudah dimulai sejak masa Aristoteles.118

Kant sepakat dengan kaum rasionalis dan empiris mengenai ketiga putusan

di atas. Namun, ia menolak bahwa putusan sintetik a priori tidak mungkin. Kant

mencontohkan misalnya penalaran matematika, perhitungan 7+5 = 12. Jumlah 12

adalah hasil penalaran yang tidak diperoleh dari analisis angka 7 dan 5. Jumlah 12

adalah informasi baru. Selain itu, proposisi matematis selalu bersifat a priori,

116

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 141 117

Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 13 118 Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 33

Page 74: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

64

karena mereka membawa keniscayaan dalam dirinya, yang tidak didapat dari

aspek empiris.119 Proposisi aritmatika selalu sintetis. Oleh karena itu, selain

analisis atas konsep, Kant mengatakan bahwa jumlah 12 tersebut diperoleh

dengan bantuan intuisi.

Selain matematika, contoh lain misalnya, dalam penalaran pengetahuan

alam (Physica). Prinsip-prinsip fisika dalam dirinya berbentuk putusan sintetik a

priori. Misalnya, proposisi “semua perubahan dalam dunia fisik tidak merubah

kuantitas materi”, atau “semua hubungan efek yang bergerak dan efek yang

berlawanan selalu sama”. Kedua proposisi tersebut, menurut Kant adalah putusan

sintetik a priori. Pada proposisi pertama, konsep “berubah” tidak diperoleh dari

analisis atas konsep materi. Materi dapat dikenali dengan kehadirannya di dalam

ruang, sehingga perubahan berarti menambahkan sesuatu di luar subjek. Begitu

pula konsep “sama” dalam proposisi kedua, tidak diperoleh atas analisis semata,

tetapi, melampaui batas konsep yang dituju. Dengan begitu, kedua proposisi

tersebut adalah hasil sintesis. Selain itu, konsep berubah pada proposisi pertama

dan konsep sama dalam proposisi kedua, tidak diperoleh melalui penginderaan

secara langsung. Tapi, sudah merupakan hasil pemikiran. Dengan demikian,

berlaku a priori.120

Contoh lainnya adalah metafisika. Misalnya putusan, “dunia diciptakan

oleh Tuhan”, “manusia memiliki jiwa”, atau “di dunia ini terdapat kebebasan”.

Bagi Kant, konsep tentang Tuhan, keabadian jiwa, kebebasan, dan sebagainya

adalah sesuatu yang tidak bisa dibuktikan lewat pengalaman, karena abstrak. Kant

menyerang kaum rasionalis yang menyangkal ketidakmungkinan putusan hal

119

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 144 120 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 145

Page 75: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

65

semacam itu, berdasarkan pertimbangan analitik. Ia juga sekaligus membantah

kalangan empiris, yang menentang ketidakmungkinannya dari sisi a posteriori.

Tapi, ketiga konsep: Tuhan, jiwa, dan kebebasan, merupakan informasi yang tidak

diperoleh dari pengalaman, dan mampu memberi informasi baru sehingga berupa

sintesis, atau lengkapnya berbentuk sintetik a priori.121

Di sini perlu dipahami bahwa a priori dalam pengertian Kant bukan

berarti sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan bukti-bukti empiris. Konsep

dalam matematika atau pun dalam ilmu alam, kendati a priori namun selalu bisa

diwujudkan dalam realitas empiris. Yang dimaksud a priori di sini adalah dapat

diketahui secara independen atau tidak tergantung pada pengalaman. Namun,

bukan berarti lepas sama sekali dari pengalaman. Mungkin seseorang mengetahui

konsep dalam ilmu alam, atau perhitungan bahwa 2+6 = 8 dari membacanya di

dalam buku, atau mungkin seseorang tahu dan paham pernyataan dalam kaidah

tertentu yang memerlukan pembelajaran, sehingga mencakup proses yang

melibatkan pengalaman. Oleh karena itu, maksud pengetahuan independen dari

pengalaman adalah bisa diketahui tanpa pengalaman, kecuali untuk pengalaman

yang diperlukan untuk mempelajari istilah-istilah penyusun konsep tertentu.122

B. Konsep Ruang dan Waktu

Kant menegaskan pentingnya kedudukan pengalaman, sebagai sebuah cara

agar konsep-konsep a priori bisa diwujudkan dalam dunia nyata. Bagi Kant,

pemikiran membutuhkan konsep, sekaligus sesuatu agar konsep itu bisa

diterapkan. Kant berkata bahwa pemikiran tanpa isi adalah kosong, dan intuisi

121

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 146 122 George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 7-8

Page 76: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

66

tanpa konsep adalah buta.123

Misalnya, seseorang berpikir tentang rumah. Rumah

dalam pikiran orang tersebut adalah sebuah konsep. Agar konsep bisa diketahui,

dan dipahami, harus mampu diwujudkan dalam tataran empiris. Sesuatu bisa

dinyatakan dalam tataran empiris, ketika seseorang sadar akan kehidupannya.

Kesadaran tersebut berhubungan dengan objek di dalam pengalaman.

Menurut Kant, kesadaran diperoleh dari pengalaman, dan tidak ada

kesadaran yang mendahului pengalaman. Bahkan dengan pengalaman kesadaran

dimulai.124

Kesadaran itu selalu terarah kepada objek. Untuk dapat menangkap

realitas, dibutuhkan kemampuan sensibilitas. Daya sensibiltas ini mengumpulkan

sejumlah data dari luar, yang dengannya seseorang mampu mendapatkan

informasi, guna dipikirkan untuk mendapatkan pemahaman. Bagi Kant,

sensibilitas adalah kapasitas (penerimaan) untuk mencapai representasi atas objek-

objek melalui suatu cara tertentu. Fungsi sensibiltas hanya menangkap dan tidak

memberi penilaian atas penampakkan.

Kant menjelaskan bagaimana sebuah objek dapat diketahui subjek. Para

filsuf sebelumnya berpendapat bahwa setiap bentuk penampakkan objek

merupakan suatu cara di mana subjek yang mengamati objek. Subjek dengan

susunan kesadaran tertentu, mendatangi objek untuk memperoleh pemahaman atas

objek. Dalam pandangan Kant, yang terjadi adalah sebaliknya. Justru objek yang

menampakkan dirinya kepada subjek. Subjek sebagai pengamat, menangkap

adanya representasi dari objek. Pandangan ini dianggapnya sebagai sebuah

terobosan baru dalam filsafat. Ia menyamakannya dengan revolusi Copernicus

dalam ilmu alam. Kant berkata:

123

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 193-194 124 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 136

Page 77: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

67

“Hence let us once try whether we do not get farther with the problems of metaphysics by assuming that the object must conform to our cognition, which would agree better with the requested possibility of an a priori cognition of them, which is to establish something about objects before they are given to us. This would be just like the first thoughts of Copernicus, who, when he did not make a good progress in the explanation of the celestial motions if he assumed that the entire celestial host revolves around the observer, tried to see if he might not have greater success if he made the observer revolve and left the stars at rest. Now in metaphysics we can try in a similar way regarding the intuition of objects. If intuition has to conform to the constitution of objects, then I do not see how we can know anything of them a priori; but if the object (as an object of the senses) conforms to the constitution of our faculty of intuition, then I can very well represent this possibility to myself.”125

Daya sensibilitas merupakan kemampuan subjektif setiap individu. Efek

dari objek atas kapasitas representasi yang dipengaruhi objek, oleh Kant disebut

sensasi (sensation). Sedangkan intuisi yang berhubungan dengan objek melalui

sensasi disebut empiris (empirical), dan objek-objek intuisi empiris yang sudah

ditentukan batas-batasnya disebut penampakkan (appearance).126

Dalam proses

hadirnya penampakkan, menurut Kant, terdapat dua bentuk fungsi murni intuisi

sebagai prinsip kesadaran a priori: ruang dan waktu.127

Dua hal ini dijelaskan

sebagai bagian dari estetika transendental. Dengan ini, posisi Kant cukup jelas. Ia

menolak rasionalisme yang mengutamakan aspek a priori, sekaligus tidak

125

“Oleh karena itu, mari kita upayakan apakah kita tidak melangkah lebih jauh dengan

problem metafisik dengan mengasumsikan bahwa objek harus menyesuaikan dengan kesadaran

kita, yang lebih baik dengan kemungkinan sebuah kesadaran a priori tentang mereka, yang harus

menyusun sesuatu tentang objek sebelum mereka hadir kepada kita. Ini akan menjadi seperti

pemikiran pertama Kopernikus, ketika ia tidak membuat kemajuan dalam pergerakan benda-benda

langit, jika ia mengasumsikan semua benda-benda langit berevolusi mengitari pengamat (manusia

di bumi), berusaha melihat apakah ia tidak memiliki keberhasilan besar jika membuat pengamat

berevolusi dan membiarkan bintang-bintang tetap diam. Sekarang, dalam metafisik kita bisa

mengusahakan hal yang sama berkenaan dengan intuisi objek. Jika intuisi harus berkesesuaian dengan susunan objek, saya tidak mengerti bagaimana mengetahui mereka secara a priori; tapi

jika objek (sebagai objek inderawi) menyesuaikan dengan susunan fakultas intuisi kita, maka saya

bisa dengan sangat baik menghadirkan kemungkinan ini kepada diri saya sendiri. ” Immanuel

Kant, Critique of Pure Reason, h. 110 126

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 155, 172 127 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 174

Page 78: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

68

sependapat dengan empirisme yang memutlakkan pengalaman. Bagi Kant, kedua

hal itu akan saling berpengaruh dalam terbentuknya pengetahuan.

Ruang bukan konsep empiris. Tapi, tempat segala bentuk penginderaan

ditentukan batas-batas keluasannya. Dalam ruang, objek dapat dihubungkan satu

dengan lainnya, dalam penampakkan dan bukan dalam benda pada dirinya. Ruang

tidak bersifat diskursif. Tapi, intuisi murni a priori, yang menjadi dasar semua

intuisi luar. Jika tidak ada ruang, maka tidak ada yang bisa hadir kepada subjek.128

Sama seperti ruang, waktu bukan konsep empiris yang didapat dari

pengalaman. Waktu adalah kondisi formal a priori penampakkan secara umum.

Secara tegas Kant menyatakan bahwa waktu adalah sesuatu yang riil, yakni

sebuah bentuk riil dari intuisi terdalam.129

Waktu mendasari kemungkinan prinsip

hubungan apodiktik waktu, atau aksioma secara umum. Dengan waktu, aktualisasi

setiap penampakkan menjadi mungkin. Waktu hanya satu, tidak simultan, tetapi

beruntut. Waktu tidak bisa menentukan batas penampakkan luar, atau bentuk dan

posisi. Tapi, hanya menyajikan hubungan representasi keadaan terdalam.130

Hubungan antara ruang dan waktu adalah sebagai berikut. Waktu adalah

kondisi a priori semua penampakkan secara umum. Waktu menentukan kondisi

terdalam, yang menengahi kondisi terdalam dengan penampakkan luar.

Sedangkan ruang, sebagai fungsi murni a priori intuisi luar, terbatas sebagai

sebuah kondisi murni dengan intuisi luar. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa

setiap penampakan luar berada di dalam ruang dan ditentukan secara a priori

batas-batasnya oleh ruang. Dalam kaitan ini, semua penampakkan secara umum,

yakni semua objek indera dalam keadaan terdalam berada di dalam waktu, dan

128 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 175 129

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 182 130 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 180

Page 79: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

69

secara tepatnya berhubungan dengan waktu.131

Penegasan Kant tentang ruang dan

waktu merupakan upaya mengukuhkan validitas objektif semua objek

penampakkan.

Kant tidak sependapat dengan Newton yang menganggap ruang dan waktu

itu riil dan absolut. Bagi Newton, ruang dan waktu dianggap riil karena berada di

dunia nyata dan terlepas dari pikiran manapun, kecuali pikiran Tuhan. Disebut

absolut, karena ruang dan waktu ada secara independen dan melekat pada diri

subjek. Andaikata tidak ada hal-hal empiris pun, maka keduanya tetap ada. Kant

juga tidak sependapat dengan Leibniz yang berpendapat bahwa ruang dan waktu

keduanya adalah ideal dan relatif. Bagi Leibniz, ruang dan waktu hanya berkaitan

dengan penampakan monad, sehingga bersifat ideal dan tidak riil. Namun, Leibniz

tidak beranggapan bahwa ruang dan waktu tidak nyata. Ia hanya menganggap hal

itu relatif.132 Contoh yang biasa ia berikan adalah fenomena pelangi. Bagi Leibniz,

munculnya pelangi merupakan sebuah fenomena yang tidak bisa dikatakan riil.

Hal itu hanya penampakan monad yang bersifat ideal, karena berkaitan secara

relatif dengan sudut pandang tiap-tiap individu.

Menurut Kant, ruang dan waktu secara empiris riil dan secara

transendental ideal.133

Disebut riil, karena ruang dan waktu berkaitan dengan

penampakan objek-objek luar. Meskipun kedudukan penampakan tersebut sudah

berupa sintesis antara unsur a posteriori dan a priori, namun penampakan adalah

hal yang nyata dan bukan ilusi. Dengan penampakan itu, subjek mendapat

informasi yang akan diteruskan ke dalam struktur a priori lain dalam dirinya.

131

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 181 132

Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 28 133

Frederick Copleston, A History of Philosophy, vol. 6, Wolff to Kant (Wellwood: Burn

& Oates, 1999), h. 241

Page 80: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

70

Disebut ideal, karena keduanya berada dalam tatanan a priori subjek. Ruang dan

waktu memberi validitas dan menentukan batas-batas tertentu sejumlah data yang

didapat dari luar. Salah seorang komentator Kant, H.J. Paton, menggambarkan

kedua hal itu seperti kaca mata biru yang dikenakan pada setiap orang.134 Dengan

kaca mata itu, apa pun yang dilihat subjek, akan terlihat dan disesuaikan dengan

kondisi kaca mata yang berwarna biru. Dengan demikian, penampakan sudah

merupakan sebuah sintesis atas unsur-unsur a posteriori dan a priori.

Menurut Kant, pandangan bahwa ruang dan waktu adalah absolut, tidak

bisa dibenarkan. Ia menjelaskan:

“Those, however, who assert the absolute reality of space and time, whether they assume it to be subsisting or only inhering, must themselves come into conflict with the principles of experience. For if they decide in favor of the first (which is generally the position of the mathematical investigators of nature), then they must assume two eternal and infinite self-subsisting non-entities (space and time), which exist (yet without there being anything real) only in order to comprehend everything real within themselves. If they adopt the second position (as do some metaphysicians of nature), and hold space and time to be relation of appearance (next to or successive to one another) that are abstracted from experience though confusedly represented in this abstraction, then they must dispute the validity or at least the apodictic certainty of a priori mathematical doctrines in regard to real things (e.g. in space), since this certainty does not occur a posteriori, and on this view the a priori concepts of space and time are only creatures of imagination, the origin of which must really be sought in experience, out of whose abstracted relations imagination has made something that, to be sure, contains what is general in them but that cannot occur without the restrictions that nature has attached to them.”135

134

Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 30 135

“Mereka, bagaimana pun, yang menetapkan realitas absolut tentang ruang dan waktu,

apakah mereka mengasumsikannya untuk menjadi ketetapan atau hanya sesuatu yang melekat,

menyebabkan mereka jatuh dalam konflik dengan prinsip-prinsip pengalaman. Karena jika mereka

memutuskan memilih yang pertama (yang secara umum posisi penyelidik alam matematika), maka

mereka harus mengasumsikan dua non-entitas yang mempertahankan diri, tak terbatas dan abadi

(ruang dan waktu), yang ada (namun tanpa sesuatu yang riil) hanya agar meliputi segala yang riil

dalam diri mereka sendiri. Namun, jika mereka mengadopsi pilihan kedua (sebagaimana yang dilakukan metafisikus alam), dan menganggap ruang dan waktu menjadi hubungan dari

penampakan (berikut rangkaian dari satu ke yang lain) yang diabtraksikan dari pengalaman,

malahan dihadirkan secara membingungkan dalam abstraksi ini, maka mereka harus membantah

validitas atau setidaknya kepastian apodiktik dari doktrin-doktrin a priori matematika yang

menyesuaikan dengan hal-hal yang riil (misalnya di dalam ruang), karena kepastian ini tidak

terjadi secara aposteriori, dan dalam pandangan ini, konsep-konsep a priori ruang dan waktu

Page 81: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

71

Penilaian absolut tentang ruang dan waktu tidak memberi penjelasan yang

memadai, karena hanya menimbulkan sejumlah kebingungan menyangkut prinsip-

prinsip pengalaman. Dengan alasan ini pula, Kant menentang pendapat idealisme

dogmatik. Misalnya, pandangan Berkeley tentang objek dalam ruang yang hanya

besifat imajinasi dan keberadaannya sangat ditentukan struktur subjek. Kant

dengan sangat tegas mengatakan bahwa realitas yang ditangkap subjek adalah

nyata, bukan ilusi, dan dapat menambah informasi kepada subjek menyangkut

realitas terluar. Penolakan Kant terhadap Berkeley seperti penolakannya terhadap

anggapan ruang dan waktu adalah relatif. Argumentasi yang diajukannya semisal

dalam perhitungan geometri. Kant mencontohkan misalnya perhitungan, “garis

lurus adalah jarak terpendek antara dua titik”.136

Geometri adalah ilmu yang menentukan sifat-sifat ruang secara sintetik

dan a priori. Dalam perhitungan di atas, predikat “jarak terpendek antara dua

titik”, tidak diperoleh dari data inderawi, melainkan a priori. Tidak juga predikat

itu berisi di dalam subjeknya; tidak didapat dari analisis atas subjek. Tapi,

predikat tersebut mampu memberikan informasi baru atas subjeknya, sehingga

bersifat sintetik. Oleh karena itu, tidak benar bahwa perhitungan geometri didapat

dari pandangan relatif. Tapi, berdasarkan pemikiran objektif tiap-tiap individu.

Dengan demikian Kant mampu menghadirkan bukti kokoh bahwa ruang begitu

ideal, dalam arti ia tidak didapat dari objek empiris, dan hanya diperoleh melalui

intuisi subjek.137

hanya bentuk-bentuk majinasi. Asal usul tentangnya harus dicari dalam pengalaman, keluar dari

imajinasi hubungan yang diabstrasikan membuat sesuatu, yakin, berisi apa yang umum dalam

mereka. Tapi, itu tidak bisa terjadi tanpa pembatasan yang secara alamiah telah melekat kepada

mereka. ” Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 184 136

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 145 137 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 176

Page 82: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

72

Dengan ruang dan waktu, Kant menganggap segala sesuatu yang diperoleh

daya sensibiltas dari luar, sudah ditentukan batas-batasnya oleh kedua fungsi a

priori tersebut. Dengan begitu, penampakan menjadi sesuatu yang sudah tidak

murni benda pada dirinya. Kant menganggap penampakkan hanya sebuah

fenomena, bukan noumena. Fenomena berarti penampakkan, sejauh yang bisa

ditangkap subjek.138

Noumena adalah wujud benda pada dirinya sendiri.139

Fenomena berbeda dari noumena. Wujud benda pada dirinya sendiri adalah

sesuatu yang masih bersifat misteri, dan berada di luar jangkauan manusia.

Selanjutnya, setelah penampakan objek berada dalam ruang lingkup a priori

tersebut, ada hal lain yang harus dipenuhi sebelum bisa menghasilkan

pengetahuan. Kant menyebutnya dengan istilah kategori sebagai turunan dari

putusan-putusan.

C. Konsep Dua Belas Kategori sebagai Turunan (Derivation) Dua Belas

Jenis Putusan

Menurut para pengkajinya, sistem filsafat Kant disebut juga filsafat

transendental.140

Transendental di sini diartikan sebagai sistem, yang

menghendaki upaya pencarian a priori dalam menjelaskan proses terjadinya

pengetahuan. Unsur-unsur a priori tersebut menandai sebuah penelusuran

menyeluruh terkait hakikat subjek atas pengetahuan yang diperolehnya. Pada

tahap ini, Kant menggunakan kata Verstand atau pemahaman—sebagai tahap

kedua yang harus dilalui untuk munculnya pengetahuan setelah tahap indera

(Sinnlichkeit).

138

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 360 139

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 362 140 F. Budi Hardiman, Filsafat Barat Modern, h. I32

Page 83: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

73

Kant memberikan batas yang jelas tentang kedudukan kesadaran a priori

subjek atas kehidupannya. Kesadaran a priori itu disebut transendental, karena

lepas dari objek empiris. Namun, tidak setiap kesadaran a priori disebut

transendental. Hanya kesadaran yang memberikan arah bagaimana representasi,

baik intuisi atau konsep, dapat diterapkan secara keseluruhan a priori. Bukan

ruang, waktu, atau penentuan-penentuan geometri yang disebut representasi

transendental. Melainkan hanya kesadaran terhadap representasi-representasi hal-

hal tersebut, yang hakikat asal-usulnya tidak diperoleh dari pengalaman, dan

kemungkinan mereka dapat dihubungkan secara a priori terhadap objek-objek

empiris. Oleh karena itu, objek-objek sensibiltas yang berada di dalam ruang

maupun waktu, tidak bisa disebut transendental, melainkan empiris. Tapi, fungsi

ruang dan waktu yang memberi batas terhadap objek-objek tersebut, disebut

transendental. Singkat kata, yang membedakan antara yang transendental dan

yang empiris berkaitan dengan kritik kesadaran, dan tidak berkaitan dengan

hubungan mereka dengan objek-objeknya.141 Dari sini dengan jelas bahwa filsafat

transendental Kant, mengupas aspek-aspek a priori subjek secara lebih tajam dan

dalam.

Bagi Kant, hal terpenting bagi munculnya kesadaran terletak pada:

Pertama, penerimaan representasi objek-objek. Kedua, fakultas yang bekerja

memahami sebuah objek melalui representasi tersebut. Melalui yang pertama,

segala objek hadir dan diterima oleh daya sensibilitas. Melalui yang kedua, segala

representasi itu dipikirkan dalam skala luas hubungan-hubungannya yang

disesuaikan dengan pikiran. Intuisi dan konsep adalah dua hal yang menyusun

141 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 196

Page 84: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

74

elemen-elemen terciptanya kesadaran. Objek-objek yang berada dalam

representasi, disebut empiris jika masih tercampur dengan sensasi. Sedangkan jika

sensasi sudah disisihkan dari representasi, maka disebut murni. Hal terakhir ini

disebut materi kesadaran.142 Untuk terciptanya kesadaran, tidak saja

membutuhkan intuisi, tapi juga adanya konsep. Intuisi murni hanya berisi bentuk-

bentuk sesuatu yang diintuisikan. Sedangkan konsep murni adalah bentuk

pemikiran dari objek secara umum. Kedua hal ini bersifat a priori.

Fakultas yang bekerja untuk pemikiran objek intuisi adalah pemahaman.

Bagi Kant, jika tidak ada sensibilitas, maka tak ada objek yang bisa hadir.

Sebaliknya, tanpa pemahaman, tidak ada objek yang bisa dipikirkan. Kedua hal

tersebut tidak bisa disamakan, dengan fungsinya masing-masing yang tetap dan

tidak berubah. Pemahaman tidak bisa mengintuisi sesuatu, dan indera tidak bisa

memikirkan objek-objek yang diperolehnya. Hanya melalui perpaduan keduanya,

kesadaran bisa muncul.143 Lebih jauh Kant menganggap bahwa fungsi a priori

kedua hal tersebut begitu jelas, tapi perlu kehati-hatian agar tidak bercampur satu

sama lain. Ia menganalogikan kedua hal tersebut dengan pengetahuan tentang

aturan sensibiltas secara umum, yakni estetika, dan pengetahuan tentang aturan-

aturan pemahaman secara umum, yakni logika. Perhatian Kant selanjutnya

berkaitan dengan logika kesadaran subjek. Logika kesadaran subjek merupakan

proses pemikiran dalam mengolah data untuk menghasilkan pengetahuan.

Jika kita mengikuti penjelasan Kant secara menyeluruh, akan didapati

bahwa ia membagi logika menjadi tiga bentuk: logika umum, logika sebagai

kegunaan khusus dari pemahaman, dan logika transendental. Yang pertama

142

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 193 143 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 194

Page 85: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

75

disebut logika dasar. Pengetahuan ini berisi aturan-aturan pemikiran secara

absolut, tanpa memperhatikan perbedaan perhatian tentang objeknya. Logika

umum bisa berbentuk logika murni dan terapan. Melalui yang pertama, kondisi

empiris diuji oleh pemahaman, dari hal-hal seperti pengaruh inderawi, imajinasi,

hukum memori, kebiasaan, kecenderungan, dan sebagainya. Logika murni

berkaitan dengan prinsip-prinsip a priori yang diberlakukan secara ketat, dan

menjadi canon (hukum) pemahaman serta nalar.144

Namun, perhatiannya hanya tertuju pada formalitas kegunaan mereka

dengan data empiris atau transendental. Logika umum disebut terapan, jika

diarahkan pada seperangkat aturan atas kegunaan kondisi empiris subjektif

seseorang. Logika ini memiliki seperangkat prinsip empiris, meskipun

perhatiannya menyangkut kegunaan pemahaman tanpa memperhatikan perbedaan

objeknya. Singkat kata, logika ini bukan canon pemahaman, bukan juga organon

bagi suatu pengetahuan, melainkan hanya berupa chatartic (pembersih)145

pemahaman umum.146

Logika yang kedua disebut juga organon, atau logika sebagai alat bagi

sebuah pengetahuan. Logika ini berisi aturan pemikiran, terkait kebenaran

mengenai objek perhatiannya. Dengan logika ini, pengetahuan seseorang bisa

mengalami peningkatan: menemukan terobosan berharga untuk kesempurnaan

dalam penyelidikan dan pengembangan ilmu. Perhatian Kant kemudian lebih

tertuju pada bentuk logika yang terakhir, yakni logika transendental, sebagai

bagian tertinggi dari logika kesadaran.

144

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 194 145

Kata cathartic merujuk pada kalimat catharsis yang pernah digunakan Aristoteles

mengenai efek emosional yang dihasilkan alunan musik dalam upacara keagamaan. Thomas

Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 89-90 146 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 194-195

Page 86: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

76

Logika transendental menjadi arah bagi penjelasan kenapa munculnya

konsep a priori dalam diri subjek. Logika transendental adalah pengetahuan yang

menentukan asal-usul, wilayah, dan validitas objektif kesadaran. Logika

transendental hanya berurusan dengan hukum-hukum pemahaman dan akal,

sejauh kedua hal ini berkaitan dengan objek-objek secara a priori. Logika

transendental tidak seperti halnya logika umum, atau tipe logika kedua yang

berfungsi sebagai alat. Logika transendental berhubungan, baik dengan hal

empiris maupun kesadaran akal dengan tanpa perbedaan,147

serta bukan menjadi

alat semata. Secara keseluruhan, logika transendental terbagi menjadi dua: analitik

transendental dan dialektik transendental.

Analitik transendental merupakan bagian dari logika transendental yang

menguraikan elemen-elemen kesadaran murni pemahaman dan prinsip-prinsip,

yang tanpanya tak ada objek yang bisa dipikirkan.148 Objek dalam hal ini sudah

terlepas dari unsur luar dan berada dalam wilayah a priori. Kant membandingkan

logika transendental ini dengan estetika transendental. Yang pertama berurusan

dengan upaya memisahkan pemahaman dari unsur-unsur luar, dan yang kedua

mengisolasi data inderawi dalam ruang dan waktu dari sensibilitas. Kegunaan

analitik transendental adalah menemukan suatu hukum dan prinsip murni,

mengenai kesadaran subjek atas pemahaman yang telah diisolasi dari aspek

empirisnya. Dengan begitu, pemahaman akan menemukan legitimasi keabsahan

informasi mengenai hubungan antara objeknya secara a priori.

Adapun dialektik transendental berkaitan dengan kritik dialektik ilusi

pemahaman. Di sini kritik diarahkan kepada pemahaman dan akal, yang kerap kali

147

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 196-197 148 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 199

Page 87: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

77

mendasarkan perkiraan pada ilusi. Kritik ini bertujuan agar pemahaman lepas dari

pengaruh cara berpikir yang keliru, dengan menemukan kesalahan perkiraan yang

didapat tanpa penelusuran memadai terkait klaim kebenarannya. Kritik diakhiri

pada titik kulminasinya, guna mencapai prinsip-prinsip transendental yang

memberi penilaian dan mengevaluasi pemahaman murni, menuntun pemahaman

melawan tipu muslihat yang menyesatkan.149

Dialektika transendental adalah

proses terakhir setelah analitik transendental. Pada tahap ini, semua yang sudah

dimurnikan pada wilayah analitik, disatukan guna mencapai kesatuan menyeluruh.

Dalam analitik transendetal, analisis ditujukan pada kesadaran murni a

priori ke dalam elemen-elemen kesadaran pemahaman murni. Kant menjelaskan

beberapa poin terkait analisis tersebut sebagai berikut: 1) konsep-konsep yang

digunakan bersifat murni dan tidak empiris; 2) konsep tersebut bukan berasal dari

intuisi, ataupun sensibilitas, melainkan pemikiran dan pemahaman; 3) merupakan

konsep elementer dan bisa secara jelas dibedakan dari turunannya, atau dari

percampurannya; 4) skema konsep tersebut bersifat sempurna dan secara

keseluruhan menghabiskan keseluruhan pemahaman murni.150

Dari kejelasan

konsep ini, pemahaman murni tidak saja memisahkan dirinya dari sesuatu yang

empiris, tapi bahkan dari sensibilitas. Melalui konsep murni, akan didapatkan

keseluruhan kesadaran pemahaman. Pembahasan berikutnya akan menguraikan

seputar konsep pemahaman murni, dan setelahnya dijelaskan prinsip-prinsip yang

mengatur konsep tersebut.

Antara konsep pemahaman murni dan prinsip-prinsipnya harus ada

hubungan yang memadai. Hubungan itu berjalan timbal-balik, dan menandai

149

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 200 150 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 201

Page 88: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

78

kejelasan antara kesempurnaan keseluruhannya secara a priori. Bagi Kant,

munculnya kesadaran diperoleh lewat pemahaman tentang sesuatu yang sudah

terbentuk dalam konsep-konsep. Munculnya konsep tersebut, terjadi setelah

adanya penelusuran secara mendalam terkait beragam hal. Dengan begitu,

kesadaran diperoleh melalui diskursif, bukan intuitif.151 Ia hadir diupayakan

dengan kemampuan akal, bukan seketika dari luar.

Setiap konsep dalam pemahaman bekerja dengan fungsinya masing-

masing. Melalui fungsi tersebut, pemahaman bekerja di bawah kesatuan aksi

terhadap representasi yang berbeda-beda di bawah satu kesamaan (a common

one).152

Konsep-konsep tersebut berjalan sebagai pemikiran yang spontan, dan

seketika. Perbedaannya dengan intuisi, yakni intuisi bekerja dalam tahap

penerimaan kesan-kesan dari luar secara seketika. Sedangkan konsep, merupakan

pemikiran secara langsung terhadap data yang sudah diserap indera. Pemikiran

membuat putusan terhadap data yang sudah didapat dari luar. Selain itu, yang

membedakan intuisi dari konsep a priori, yakni intuisi hanya berhubungan dengan

objek yang diintuisikan. Adapun konsep, selain berhubungan dengan objek yang

dipikirkan, juga berhubungan dengan sejumlah representasi yang lain dalam

konsep-konsep yang beragam. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya penghubung

antara konsep dengan objek-objek representasi tersebut. Kesadaran terhadap

objek, tidak serta merta datang secara langsung, tapi diupayakan lewat pemikiran,

berupa putusan. Putusan menengahi antara konsep dan objek representasi.

Menurut Kant, dalam setiap putusan terdapat konsep yang berkaitan

dengan banyak hal, termasuk yang hadir tanpa diupayakan (given). Misalnya

151

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 205 152 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 205

Page 89: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

79

putusan, “semua tubuh bisa dibagi”. Menurut Kant, konsep bisa dibagi

berhubungan dengan konsep-konsep yang lain, misalnya dengan tubuh, bentuk,

berat, atau penampakan—sesuatu yang hadir tanpa diupayakan. Objek dalam

putusan tersebut, dihadirkan melalui konsep dalam keterbagian. Semua putusan

pada dasarnya sama seperti itu. Contoh lain seperti konsep, “kuda”. Untuk bisa

mengerti tentang kuda, contoh empiris bisa dengan mudah dihadirkan, yakni

berupa bentuk fisik dari kuda, dan penjelasan bahwa kuda adalah hewan

herbivora. Namun, fakta empiris saja tidak cukup. Putusan mengarahkan sejumlah

penyelidikan abstrak, yang mengikat setiap jenis hewan yang menyerupai konsep

kuda. Dalam hal ini, diperlukan penyelidikan secara logis, bahwa jika A adalah B,

dan B adalah C, maka A adalah C. Penjelasan silogistik semacam ini, menurut

Kant tidak didapatkan dari fakta empiris, melainkan murni a priori.153

Putusan apapun selalu merupakan fungsi-fungsi kesatuan di antara

representasi, yang memungkinkan adanya representasi hal yang lebih luas atas

hal-hal yang bersifat partikular. Karena kesadaran terhadap objek dimediasi oleh

putusan, sehingga bisa dikatakan bahwa pemahaman adalah fakultas untuk

memutuskan (faculty for judging).154

Dengan demikian, segala bentuk pemikiran

pada dasarnya tidak bisa lepas dari putusan-putusan.

Putusan berada dalam skala rasional, yang bekerja dalam memberikan

informasi terkait objek yang hadir melalui intuisi. Menurut Kant, jika kita

mengabstraksikan isi semua putusan secara umum, dan sampai pada bentuk

pemahaman murni, akan ditemukan bahwa fungsi pemikiran dapat

153

Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 52 154 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 205

Page 90: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

80

dikelompokkan ke dalam empat jenis putusan. Tiap jenis putusan membawahi tiga

keadaan (moment). Daftar putusan tersebut dijelaskan berikut ini155:

1.

Putusan Kuantitas Universal

Partikular

Singular

2. 3.

Putusan Kualitas Putusan Relasi Affirmative Kategoris

Negative Hipotetis

Ketidakterbatasan (infinite) Disjunktif

4.

Putusan Modalitas Problematis

Penegasan (Assertotic)

Keniscayaan (Apodictic)

Putusan yang pertama adalah kuantitas. Putusan ini berkaitan dengan

jumlah sesuatu. Sudah diketahui secara umum bahwa bilangan sesuatu

berhubungan dengan sifat keumuman, kekhususan, atau kesatuan. Kant menyebut

yang pertama putusan universal. Yang kedua disebut partikular. Yang ketiga

disebut singular. Ketiganya saling berkaitan, dan menentukan jumlah sesuatu

sebagai tujuannya. Contoh putusan universal semisal, “semua makhluk hidup

pasti mati”. Dalam putusan ini, subjek makhluk mencakup segala sesuatu yang

bernyawa, tanpa pengecualian. Hal ini dapat dipahami secara sederhana. Tapi,

perlu diperhatikan bahwa tiap-tiap putusan tidak bekerja sendiri-sendiri,

melainkan bersamaan dengan putusan-putusan lainnya.156

Misalnya dalam contoh

di atas, “semua makhluk hidup pasti mati”. Proposisi ini tidak saja merupakan

155

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 206 156 Paul Guyer, Kant (New York: Routledge, 2007), h. 73

Page 91: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

81

contoh putusan universal, tapi juga mengandung maksud putusan affirmatif,

kategorikal, dan apodiktif.

Selanjutnya adalah putusan partikular. Misalnya jika bentuk subjek dalam

contoh di atas diubah menjadi, “manusia pasti mati”. Maksud dalam kalimat ini

hanya berlaku pada jenis makhluk hidup yang disebut manusia, sehingga

mengecualikan makhluk lainnya. Putusan jenis ini disebut partikular, karena

bersifat khusus. Selain itu, juga berisi maksud putusan affirmatif, kategoris, dan

apodiktif. Kemudian, ketika subjek putusan itu diubah menjadi nama pribadi

seperti, “Budi pasti mati”, maka predikat dalam putusan ini hanya mencakup

sosok tertentu. Kalimat ini termasuk dalam putusan singular, affrimatif, kategoris,

dan apodiktif.

Bagian kedua adalah putusan kualitas. Putusan ini memiliki tiga bentuk.157

Yang pertama adalah affirmatif, atau pengakuan. Pengakuan dimaksud

pencakupan terhadap sesuatu. Misalnya putusan, “jiwa adalah elemen bagi

makhluk hidup”. Dalam putusan ini, predikatnya memberi pengakuan tentang

suatu hal, yakni makhluk hidup. Putusan ini dikategorikan affirmatif, karena

mengandung makna penyetujuan. Selain itu, juga mengandung maksud putusan

singular, kategoris, dan apodiktif.

Namun, jika contoh tersebut diubah dalam bentuk penolakan menjadi,

“jiwa bukan elemen bagi makhluk hidup”, maka menjadi contoh putusan negatif,

singular, kategoris, dan problematik. Tapi, Kant tidak berhenti dalam wilayah ini.

Baginya, jika suatu kalimat ditarik lebih jauh, maka dapat diketahui bahwa

maknanya berada dalam bentuk yang lebih luas tak terbatas. Misalnya dikatakan,

157 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 207-208

Page 92: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

82

“itu bukan makhluk hidup”. Kalimat ini mencakup segala hal yang bukan

makhluk hidup, dan tidak terbatas (infinite). Kalimat tersebut, juga berisi maksud

putusan singular, kategoris, dan apodiktif.

Sejak awal, Kant menyadari adanya hubungan yang mengikat antara

berbagai proposisi. Hubungan tersebut juga turut menandai kejelasan makna. Hal

ini disebutnya putusan relasi. Kant membaginya menjadi: kategoris, hipotetis, dan

disjunktif. 158

Yang pertama adalah putusan yang terdiri dari subjek dan predikat.

Dua komponen ini membentuk sebuah putusan, tanpa disertai unsur lain dari luar.

Contohnya seperti kalimat yang sudah disebutkan di atas, “manusia pasti mati”.

Putusan ini dibentuk dalam susunan subjek-predikat, dalam bentuk satu proposisi,

serta dapat memberi makna tanpa mengaitkan unsur-unsur lain dari luar. Selain

itu, juga berisi makna putusan singular, affirmatif, dan apodiktik.

Yang kedua adalah putusan yang dibentuk oleh dua proposisi. Jika yang

ada hanya satu, maka tidak bisa memberi makna secara sempurna. Artinya,

keniscayaan hubungan kedua proposisi, menjadi unsur luar yang harus ada agar

terbentuknya keseluruhan makna. Misalnya putusan, “air mendidih, karena

dipanaskan sampai 100 derajat celcius”. Putusan ini terdiri dari dua proposisi,

yang bermakna secara sempurna dengan susunan dua proposisi. Meskipun

demikian, tiap-tiap proposisi sudah mengandung putusan sendiri, yakni singular,

dan problematis. Yang ketiga adalah putusan yang dibentuk dari banyak proposisi.

Misalnya putusan, “dunia ada, apakah melalui kesempatan buta, atau melalui

keniscayaan terdalam, atau karena sebab abadi”. Susunan kalimat ini secara

keseluruhan termasuk putusan disjunktif. Artinya, jika dunia terwujud tidak

158 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 208-209

Page 93: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

83

menurut proposisi pertama, atau menurut proposisi kedua, atau ketiga, tidak ada

kejelasan. Dalam putusan itu, tidak ada kontradiksi, sehingga termasuk jenis

putusan disjunktif tidak sempurna. Ketiga proposisi tersebut menempati putusan-

putusan tertentu, yakni yang pertama singular, affrimatif, dan apodiktif; yang

kedua dan seterusnya adalah bentuk putusan singular, affirmatif, dan problematis.

Bagian yang terakhir, yakni putusan modalitas, tidak memberikan

penjelasan tentang isi dari putusan. Putusan modalitas hanya berkenaan dengan

masalah nilai copula159 (pengikat), dalam hubungan dengan pemikiran secara

umum.160

Kant mengakui bahwa putusan modalitas tidak selalu dinyatakan dalam

ungkapan linguistik secara eksplisit.161

Putusan ini terbagi menjadi tiga:

problematik, assertotik, dan apodiktik. Misalnya dapat dilihat dalam kalimat, “jika

ada keadilan sejati, maka iblis jahat harus dihukum”. Dalam putusan ini, informasi

yang dijelaskan berisi suatu maksud yang dikaitkan dengan kondisi subjek. Dalam

putusan problematis, analisis diarahkan pada kemungkinan dan ketidakmungkinan

informasi. Perlu ditegaskan di sini bahwa semua putusan modalitas selalu

arbitrary. Artinya, memberi ruang terjadinya kemungkinan pemahaman menurut

selera tertentu dari subjek. Putusan ini hanya berkesesuaian dengan sikap subjek,

daripada isi putusan itu sendiri.162

Sehingga munculnya pemahaman berbeda,

tetap bisa diterima. Dalam hal ini, kemungkinan terciptanya keadilan sejati

sehingga iblis jahat bisa dihukum, atau justru sebaliknya tidak ada keadilan sejati,

menjadi wilayah persoalan bagaimana sikap subjek ketika menyatakan putusan.

159

Copula adalah ekspresi dalam kalimat, yang mengikat antara subjek dengan predikat.

Tapi, jika predikat sudah melekat dengan subjeknya, maka copula tidak dibutuhkan lagi. Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 113

160 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 209

161 Paul Guyer, Kant (New York: Routledge, 2007), h. 74; Lihat juga, A.C. Ewing, A

Short Commentary on Kant’s Critique of Pure Reason (Chicago: Chicago University Press, 1984),

h. 142 162 Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 57

Page 94: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

84

Kemungkinan apapun bisa terjadi, sejauh dipahami dalam ruang lingkup subjek.

Meskipun demikian, masing-masing dari dua proposisi tersebut, merupakan

bentuk putusan tersendiri. Yang pertama adalah singular, affirmatif, dan

problematik. Sedangkan bagian kedua adalah putusan singular, affirmatif, dan

assertotik.

Putusan modalitas kedua, yakni assertotik, berhubungan dengan informasi

penegasan atau pun fakta aktual.163

Misalnya dicontohkan berikut, “Immanuel

Kant lahir di Königsberg”. Putusan ini membatasi informasi yang berisi fakta

dalam kenyataan. Selain itu, kalimat ini juga termasuk putusan singular, dan

affirmatif. Sedangkan bagian ketiga, yakni apodiktik, adalah putusan yang berisi

keniscayaan. Misalnya dalam kalimat, “manusia pasti mati”. Putusan ini berkaitan

dengan informasi yang bersifat niscaya bahwa manusia pasti mati. Kendati

putusan modalitas terkait dengan kehendak subjek, isi putusan apodiktif diarahkan

untuk menjelaskan sesuatu yang bersifat niscaya berdasarkan pada pertimbangan

rasional. Selain itu berisi apodiktif, kalimat tersebut juga berisi putusan partikular,

affirmatif, dan kategorikal.

Dengan ketiga bentuk putusan modalitas, proses pemikiran dapat

dijelaskan dalam bentuk problematis, kepastian, dan keniscayaan. Ketiganya

berada dalam bentuk pemikiran rasional secara umum.164

Kesemua putusan yang memiliki fungsi a priori tersebut, bekerja dalam

upaya menjembatani antara objek dan kesadaran. Tanpa itu, kesadaran terhadap

data yang sudah ditempatkan dalam ruang dan waktu tidak bisa muncul. Dalam

kerjanya, putusan mengarahkan sejumlah representasi objek dari ruang dan waktu

163

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 209 164 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 210

Page 95: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

85

dalam satu kesadaran. Keragaman objek diolah dan ditempatkan ke dalam skala

yang lebih sederhana. Fungsi ini menimbulkan sebuah sintesis, antara pelbagai

bentuk objek. Sintesis tersebut bersifat murni.165

Sintesis murni tersebut mengumpulkan elemen-elemen dasar kesadaran,

dan menyatukan mereka dalam bentuk-bentuk tertentu. Bentuk tersebut adalah hal

pertama yang menandai asal-usul munculnya kesadaran. Kesadaran dibentuk atas

dasar informasi menyeluruh yang diperoleh dari penyelidikan terhadap objek.

Sintesis murni atas objek kemudian menghasilkan konsep-konsep pemahaman

murni. Konsep-konsep pemahaman murni ini adalah hasil terjadinya sintesis

murni.166

Di dalam konsep-konsep murni, secara analitis segala jenis representasi

yang berbeda disatukan. Logika transendental mengarahkan sintesis murni

representasi di bawah satu konsep pemahaman.

Ketika konsep pemahaman sudah didapatkan, hal pertama yang hadir

secara a priori bagi kesadaran atas semua objek adalah keragaman intuisi murni.

Setelah itu, muncul sintesis keragaman, yang diperoleh melalui imajinasi. Namun,

kedua hal itu belum bisa menghasilkan kesadaran secara utuh. Dibutuhkan hal lain

agar kesadaran bisa muncul, yakni konsep yang memberikan kesatuan sintesis

murni, yang terdiri hanya dalam representasi kesatuan sintetis.167

Kant

menjelaskan bahwa konsep murni pemahaman diterapkan pada objek intuisi

secara umum dan bersifat a priori.168 Kant menyebut konsep-konsep murni

pemahaman sebagai kategori. Berikut bagan keseluruhan kategori tersebut:

165

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 210 166

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 211 167

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 211 168 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 212

Page 96: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

86

1.

Kategori Kuantitas Kesatuan (Unity)

Pluralitas (Plurality)

Totalitas (Totality)

2. 3. Kategori Kualitas Kategori Relasi

Realitas Substansi dan Aksidensi (Substantia et Accident) Negasi Kausalitas dan Ketergantungan

Limitasi Komunitas

4.

Kategori Modalitas Kemungkinan-Kemustahilan

Eksistensi-Non-Eksistensi

Keniscayaan-Kontingensi

Meskipun istilah kategori sudah digunakan Aristoteles, pengertian dan

jumlah kategori menurut Kant, berbeda sama sekali. Kategori dalam pengertian

Kant diartikan sebagai elemen dalam semua pengetahuan, dan berjumlah dua

belas. Sedangkan Aristoteles mengartikan kategori sebagai kind of predication

(sejenis predikat), atau kind of being (sejenis wujud), dan berjumlah sepuluh buah,

yakni: substansi, kuantitas, kualitas, relasi, tempat, waktu, posisi, kepemilikan,

aktivitas, dan kepasifan.169 Kant mengakui bahwa Aristoteles sudah membuka

jalan penyelidikan luar biasa dalam masalah ini.

Namun, karena tidak memiliki prinsip secara menyeluruh, Aristoteles

hanya mengumpulkan dan mendatanya secara tidak sempurna. Penjelasannya

masih mengandung sejumlah celah, karena tidak mencakup keseluruhan konsep-

konsep pemahaman murni. Bagi Kant, semua kategori adalah konsep-konsep

leluhur pemahaman murni (ancestral concepts of pure understanding) yang

memiliki sejumlah konsep turunan (derivative concepts), sebagai kesempurnaan

169 Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 89

Page 97: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

87

sistem filsafat transendental. Bisa dikatakan bahwa kategori tersebut adalah

predicables170 pemahaman murni.171

Kedua belas kategori dalam penjelasan Kant, dikelompokkan menjadi

empat tema utama, bekerja dalam tatanan rasional, dan merupakan turunan

(derivation) dari empat jenis putusan. Sehingga dalam penjelasan fungsinya

masing-masing, tidak bisa mengesampingkan bagaimana sebuah putusan bekerja.

Kategori merupakan konsep pemahaman murni, yang diterapkan pada semua

elemen objek. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kategori tersebut, dalam

skala ketat, memberi legitimasi pertimbangan rasional yang terlepas dari unsur a

posteriori. Menurut Kant, segala pertimbangan subjek terhadap penampakkan

objek selalu berkesuaian dengan kategori-kategori tersebut. Kant berkata:

“Categories are concepts that describe laws a priori to appearances, thus to nature as the sum total of all appearances (nature materialiter spectata)…”

Ia melanjutkan,

“…thus on the categories, all possible perceptions, hence everything that can ever reach empirical counsciousness, i.e., all appearances of nature, as far as their combination is concerned, stand under the categories, on which nature (considered merely as nature in general) depends, as the original ground of its necessary lawfulness (as natura formaliter spectata)”172

170

Istilah umum dalam logika yang menunjuk pada predikat. Penggunaannya sudah

digunakan sejak Aristoteles dalam lima bentuk: horos, idiom, genos, diaphora, symbebēkos.

Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 442-443 171 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 213 172

“Kategori-kategori adalah konsep-konsep yang menggambarkan hukum a priori terhadap penampakkan, demikian pula terhadap alam sebagai jumlah total semua penampakkan (nature materialiter spectata)…” Ia melanjutkan, “…jadi, pada kategori, semua persepsi yang

mungkin, karena segala hal yang bisa mencapai kesadaran empiris, yakni semua penampakkan

alam sejauh perhatian kombinasi mereka, berdiri di bawah kategori-kategori, di mana alam

(dipertimbangkan hanya sebagai alam secara umum) bergantung, sebagai dasar yang asli bagi

keabsahan hukum yang mungkin (sebagai natura formaliter spectata)”. Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 263

Page 98: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

88

Kategori-kategori itu ditempatkan dan diterapkan dalam memahami

keberadaan objek, dengan menggambarkan hukum a priori terhadap

penampakkan, sekaligus terhadap alam sebagai jumlah total penampakkan.

Kategori-kategori tersebut bekerja bersama-sama. Sehingga dalam satu proposisi

diketemukan beberapa bentuk kategori. Berikut ini penjelasan satu persatu kedua

belas kategori tersebut.

C.1. Kuantitas

Kategori kuantitas bekerja di bawah turunan putusan kuantitas. Kategori

kuantitas disebut Kant, Aksioma Intuisi (Axioms of Intuition).173

Kategori

kuantitas terdiri dari: kesatuan, pluralitas atau kejamakan, dan totalitas. Hubungan

antara kategori dan putusannya dijelaskan dalam contoh berikut. Kategori

kuantitas-kesatuan misalnya, “semua binatang adalah makhluk hidup”. Ungkapan

ini, mengindikasikan sebuah kesatuan semua binatang. Banyaknya binatang

dipahami dalam kesatuan yang tidak dibatasi, tidak beberapa, tapi semua.

Meskipun demikian, kalimat tersebut juga berisi kategori realitas, substansi-

aksidensi, dan eksistensi-non-eksistensi. Jadi, tidak hanya kategori kesatuan.

Contoh itu digunakan hanya untuk mempermudah pemahaman. Kategori kesatuan

merupakan turunan putusan universal, dan berbeda dari bentuk pluralitas.

Bentuk pluralitas dapat dilihat misalnya dalam kalimat, “sebagian batu

adalah marmer”. Dari kalimat tersebut, yang muncul bukanlah kesatuan, tapi

kejamakan. Makna pluralitas hanya mencakup sebagian dari sesuatu hal, dan tidak

melingkupi keseluruhan. Oleh karena itu, objek hanya berkenaan dengan maksud

tertentu. Selain kategori pluralitas, kalimat itu juga berisi kategori realitas,

173 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 286

Page 99: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

89

substansi-aksidensi, dan eksistensi-non-eksistensi. Ketiganya ada bersamaan.

Kategori pluralitas adalah turunan dari putusan partikular, yang mengarahkan

maksudnya pada objek-objek tertentu saja.

Bagian yang ketiga adalah totalitas (totality). Misalnya kalimat, “batu ini

adalah batu apung”. Kategori totalitas menunjukkan makna pada suatu objek

khusus, yang meliputi keseluruhan aspeknya. Yang dimaksud dengan kalimat,

“batu ini”, adalah tertuju pada batu tertentu, dan meliputi keseluruhan dari aspek

batu tersebut. Tidak hanya mencakup sisi atau ujung tertentu dari batu. Tapi,

menyeluruh meliputi bagian terluar, dan terdalam, serta elemen-elemen penting

yang menjadi penyusunnya. Selain mengandung kategori totalitas, contoh tersebut

juga berisi kategori realitas, substansi-aksidensi dan eksistensi-non-eksistensi.

Kategori totalitas adalah turunan dari putusan singular, yang mengarahkan

maksudnya pada satu objek khusus. Menurut Kant, penjelasan ketiga kategori

tersebut berikut maksud yang dituju didapatkan secara a priori, dan lepas dari

unsur a posteriori.

C.2. Kualitas

Kategori kualitas diturunkan dari putusan kualitas, dan disebut Antisipasi

Persepsi (Anticipation of Perception).174

Kategori ini terdiri dari: realitas, negasi,

dan limitasi. Misalnya dikatakan, “ini meja“. Kalimat tersebut mengarahkan

maksud pada sesuatu yang disebut meja. Sebuah penjelasan atas benda yang

menjadi objek, dengan mengakui keberadaannya. Hal tersebut menggambarkan

sebuah realitas yang dijelaskan sebagai meja. Realitas meja diakui sebagai objek.

Selain kategori realitas, kalimat tersebut juga berisi kategori totalitas, dan kategori

174 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 290

Page 100: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

90

eksistensi-non-eksistensi. Kategori realitas adalah turunan dari putusan

Affirmatif . Maksud dalam kategori realitas, terlihat sangat bertentangan dengan

makna dalam kategori negasi.

Kategori negasi misalnya dicontohkan berikut, “ini bukan meja”. Kalimat

tersebut menunjukan pada penyangkalan (negation). Dalam arti, menyangkal

keberadaan meja sebagai realitas. Penyangkalan ini berarti menunjukkan maksud

negatif bahwa objek itu bukan meja. Objek yang dituju tidak diakui sebagai meja.

Selain itu, kalimat tersebut juga berisi kategori totalitas, dan eksistensi-non-

eksistensi. Kategori negasi adalah turunan dari putusan negatif.

Jika dalam bentuk pernyataan negatif “ini bukan meja” meniscayakan

adanya kekosongan realitas meja, maka dalam kategori limitasi, perinciannya

akan lebih luas. Misalnya dicontohkan berikut, “itu kawasan non-manusia”.

Kalimat tersebut, meskipun memberikan penjelasan tentang selain manusia, juga

membatasi objek yang disebut manusia. Jadi, yang dimaksud, “non-manusia”,

adalah objek yang bukan manusia. Objek-objek selain manusia jumlahnya sangat

banyak, mungkin tidak terbatas. Tapi, justru hal tersebut merupakan pembatasan

pada manusia. Memasukkan sesuatu selain manusia, secara tidak langsung telah

membatasi objek-objek yang termasuk jenis manusia. Selain berisi kategori

limitasi, contoh tersebut juga mengandung kategori totalitas, dan eksistensi-non-

eksistensi.

C.3. Relasi

Kategori relasi merupakan turunan dari putusan relasi. Kant menyebutnya,

Analogi Pengalaman (Analogies of Experience).175 Kategori relasi terdiri dari

175 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 295

Page 101: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

91

substansi-aksidensi, sebab-akibat, dan komunitas. Contoh kategori substansi-

aksidensi dapat dilihat seperti dalam kalimat, “batu itu hitam”. Kata batu

menunjukkan sebuah benda (substansi), dan hitam menunjukkan warna

(aksidensi). Pola hubungan ini sangat erat, karena warna sebagai aksiden, melekat

pada substansi dan tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Begitu pula benda yang

diwarnai, merupakan jenis tersendiri yang membedakannya dengan benda-benda

lain, dari jenisnya yang sama. Kalimat tersebut menunjukkan makna suatu

kekhususan objek tertentu. Di samping itu, juga mengandung kategori realitas,

totalitas, dan eksistensi-non-eksistensi. Kategori substansi-aksidensi adalah

turunan dari putusan kategoris.

Bagian kedua adalah kategori kausalitas. Contohnya seperti dalam kalimat,

“jalanan basah, karena hujan turun”. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya

pola hubungan sebab-akibat. Kategori kausalitas diturunkan dari putusan

hipotetis. Dalam kategori ini, informasi menyeluruh ditopang oleh susunan dua

proposisi yang satu sama lain sudah menghasilkan makna. Kedua proposisi itu

saling melengkapi untuk membentuk kebenaran yang utuh dalam pola hubungan

sebab akibat. Selain berupa kategori kausalitas, contoh tersebut juga berisi

kategori totalitas, realitas—yakni realitas jalan dan hujan—dan kategori

keniscayaan-kemustahilan. Karena sejak awal sudah memiliki makna, tiap-tiap

proposisi dalam contoh tersebut, jika dipisahkan memiliki perincian sendiri-

sendiri. Proposisi pertama berisi kategori totalitas, realitas, substansi-aksidensi

dan kemungkinan-kemustahilan. Proposisi kedua berisi kategori totalitas, realitas,

dan kemungkinan-kemustahilan.

Page 102: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

92

Dengan menetapkan kategori kausalitas, Kant membantah kritik Hume

atas kepastian hukum sebab-akibat. Menurut Hume, kaidah kausalitas adalah fakta

empiris, yang berasal dari kondisi mental subjektif dan tidak bisa dipastikan.

Sebaliknya bagi Kant, kausalitas adalah ketetapan logis yang bersifat a priori,

karena tidak didapat dari pengalaman, melainkan dari konsep pemahaman murni.

Hukum kausalitas bersifat tetap, dan dapat dibuktikan kebenarannya, sehingga

berlaku objektif.

Jenis kategori ketiga adalah komunitas. Misalnya dicontohkan dalam

pernyataan, “jalanan menjadi basah, karena turun hujan, atau truk pengangkut air

meneteskan muatannya di jalanan”. Dalam kalimat tersebut, terdapat sebuah

informasi yang tidak menjelaskan kepastian mengenai sebab terjadinya sesuatu.

Apakah sumber terjadinya jalanan basah didapat dari proposisi pertama atau yang

kedua, hanya bersifat kemungkinan. Jika diperinci, tiap-tiap proposisinya

mengandung beberapa kategori. Proposisi pertama berisi kategori totalitas,

realitas, substansi-aksidensi, dan kemungkinan-kemustahilan. Proposisi kedua

berisi kategori totalitas, realitas, dan kemungkinan-kemustahilan. Proposisi ketiga

berisi kategori totalitas, realitas, dan kemungkinan-kemustahilan. Namun, secara

keseluruhan, ketiga proposisi tersebut membentuk kategori komunitas. Kategori

komunitas adalah turunan dari putusan disjunktif.

C.4. Modalitas

Kategori modalitas diturunkan dari putusan modalitas. Kant menyebutnya,

Postulat Pemikiran Empiris secara Umum (Postulates of Empirical Thinking in

General).176 Kategori modalitas terdiri dari: kemungkinan-ketidakmungkinan,

176 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 321

Page 103: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

93

eksistensi-non-eksistensi, dan keniscayaan-kemustahilan. Sama seperti putusan

modalitas, kategori modalitas tidak memberi apa-apa pada isi putusan. Tapi,

prinsip-prinsipnya sekedar menjelaskan hubungan kemungkinan, aktualitas, dan

keniscayaan dalam penerapan empiris.177 Tidak ada contoh khusus mengenai

kategori ini. Namun, untuk lebih jelasnya bisa dicontohkan seperti proposisi,

“pengusaha itu untung besar”. Kalimat ini berisi kategori kemungkinan-

kemusthilan, berupa informasi yang menjelaskan kemungkinan sekaligus

ketidakmungkinan terjadinya suatu hal. Dari sudut pandang tertentu, informasi itu

tidak bisa dianggap aktual atau niscaya, kecuali dengan standar penerapannya

secara empiris. Selain itu, kalimat tersebut juga berisi kategori totalitas, dan

realitas. Kategori kemungkinan-kemustahilan turunan dari putusan problematis.

Kategori modalitas kedua, yakni eksistensi-non-eksistensi, contohnya

seperti, “Aritoteles adalah orang Stageira”. Kalimat ini berisi kategori eksistensi-

non-eksistensi, yakni suatu informasi yang berisi fakta atau kenyataan. Informasi

tersebut memiliki sejumlah bukti yang tidak bisa disangkal kebenarannya,

termasuk dari sudut pandang manapun. Selain itu, kalimat tersebut juga berisi

kategori totalitas, dan realitas. Kategori eksistensi-non-eksistensi adalah turunan

dari putusan assertotik atau penegasan.

Bagian kategori modalitas ketiga adalah keniscayaan-kontingensi.

Misalnya dalam kalimat, “deforestation berdampak buruk pada kelangsungan

kehidupan di bumi”. Keseluruhan kalimat ini berisi kategori keniscayaan-

kontingensi, yakni kejadian yang bersifat niscaya dan bergantung. Informasi

bahwa deforestation dapat berdampak buruk pada kelangsungan hidup di bumi

177 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 322

Page 104: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

94

bisa dibuktikan secara ilmiah, dan bergantung pada sikap manusia itu sendiri.

Selain itu, kalimat tersebut berisi kategori totalitas, dan realitas. Kategori

keniscayaan-kontingensi diturunkan dari putusan apodiktik.

Pada dasarnya, keseluruhan dua belas kategori yang sudah dijelaskan di

atas, dapat dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama adalah kategori matematis,

yakni kategori kuantitas dan kualitas. Sedangkan yang kedua disebut kategori

dinamik, yakni kategori relasi dan modalitas. Kategori matematik berhubungan

dengan objek-objek intuisi. Sedangkan kategori dinamik memainkan peranan

dalam mengarahkan eksistensi objek-objek tersebut satu sama lain, atau terhadap

pemahaman.178

D. Deduksi Transendental

Sub-bab deduksi transendental dalam Critique of Pure Reason, berisi

argumentasi yang menguatkan prinsip dua belas kategori.179 Kant menyatakan

bahwa fungsi a priori, semisal dua belas kategori memiliki validitas objektif yang

tidak terbantahkan.180

Keduabelas kategori tersebut pada dasarnya dapat

disimpulkan menjadi lima, sebagai basis pemikiran: keluasan, realitas, subjek,

dasar, dan keseluruhan.181

Kategori tersebut menghasilkan pengetahuan a priori,

yakni pengetahuan yang berisi komponen a priori atas beragam objek, ketika

menampakkan dirinya kepada subjek. Oleh karena itu, tugas dari kategori tidak

178

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 215 179

Sebastian Gardner, Kant and the Critique of Pure Reason (London: Routledge, 2003),

h.130 180

Georges Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 84 181

Paul Guyer, “The Transcendental Deduction of Categories,” in Paul Guyer, ed., The Cambridge Companion to Kant (Cambridge: Cambridge University Press, 2006), h. 131

Page 105: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

95

lain adalah menghasilkan pengetahuan a priori tentang struktur dasar pengalaman

manusia.182

Menurut George Dicker—salah satu komentator Kant—fokus utama sub-

bab tersebut ingin menegaskan dua konsep: substansi dan sebab-akibat.183 Sub-

bab tersebut adalah cara untuk menunjukkan bahwa pengalaman harus bisa

dikonseptualisasikan dalam bingkai substansi, agar segala perubahannya bisa

dijelaskan oleh hukum sebab-akibat. Dari paparannya, Kant menyimpulkan

konsep dasar pemahaman sebagai kategori sintesis, menjadi tiga: konsep

substansi, kausalitas, dan komposisi atau keseluruhan. Kant menyimpulkan bahwa

konsep transendental pengalaman mencakup dalam tiga hal: sesuatu sebagai

substansi, setiap kondisi dunia sebagai sebuah akibat, dan semua penampakkan

membuat satu keseluruhan.184 Di dalamnya, ia mengritik pandangan Hume atas

subjektivisme dan ketidakmungkinan adanya hukum kausalitas. Bagi Kant,

pengalaman adalah hal yang mungkin, dan pengetahuan selalu berkenaan dengan

pengalaman.

Agar bisa diamati secara utuh, pengalaman harus dikonseptualisasikan

sebagai objek-objek yang tetap (enduring objects). Pengalaman harus memiliki

sejumlah atribut yang memungkinkan subjek mengamatinya. Di sini Kant

menawarkan rumusan bahwa pengalaman harus bisa diamati, dan diidentifikasi

sebagai sesuatu yang bersifat tetap dengan ciri yang tidak pernah berubah-ubah.

Terlebih struktur pengalaman yang bermacam-macam dalam suatu keadaan

tertentu, harus bisa dijelaskan dalam skala rasional, yang secara signifikan

182

George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 85 183

George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 85 184 Paul Guyer, “The Transcendental Deduction”, h. 135

Page 106: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

96

memiliki pengaruh pada kebiasaan dan atau pengulangan-pengulangan.185

Sejumlah penyelidikan mengenai objek pengalaman bisa terus dilakukan.

Mungkin hasilnya akan berbeda-beda, karena selalu terjadi perubahan. Tapi, objek

yang diamati, pada dirinya, bersifat tetap. Hal ini sebagaimana rumusan Kant

tentang substansi.

Menurut Kant, setiap substansi bersifat tetap, kekal (permanent). Dengan

tegas, ia mengatakan bahwa semua penampakkan berisi sesuatu permanen (the

permanent) sebagaimana sebuah objek pada dirinya, dan perubahan (the

transitory) hanya sebagai penentuannya, yang merupakan cara bagaimana sebuah

objek berada.186

Substansi objek pada dirinya adalah tetap. Perubahan yang

nampak terjadi pada objek sebenarnya hanya atribut yang dikenakan padanya.

Semua penampakkan berisi sesuatu yang tetap (substansi), dan segala perubahan

berada pada wilayah penentuan hukum.187 Jadi, yang berubah adalah sifat objek,

bukan substansi pada dirinya.

Kant masih mengikuti pengertian substansi dalam istilah klasik, yakni

Aristoteles. Substansi adalah sesuatu yang bisa menjadi subjek, tapi tidak bisa

menjadi predikat.188

Dengan kata lain, substansi bagi Kant adalah pembawa sifat

(a property-bearer), yang tidak bisa menjadi sifat.189

Perubahan pada sifat

substansi terjadi terus-menerus. Perubahan tersebut berada di dalam waktu, yang

meliputi objek pada dirinya, bukan waktu dalam pengertian a priori subjek.

Perubahan pada sifat, bisa menyebabkan objek menjadi bentuk yang lain dari

asalnya, atau hanya merubah segelintir saja dari sifatnya. Tapi, menurut Kant,

185

George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 144 186

George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 145 187

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 299 188

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 334 189 George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 151

Page 107: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

97

apapun yang terjadi, perubahan itu tidak akan pernah merusak tatanan kesatuan

waktu.190 Waktu berjalan tetap, seiring dengan kesadaran manusia atas

pengalamannya.

Dengan pengalaman, manusia menjadi sadar. Kesadaran selalu

berhubungan dengan objek. Bagi Kant, kesadaran tidak hanya tertuju pada satu

objek, melainkan banyak objek.191

Kesadaran seseorang selalu terarah kepada

objek-objek yang dihadapinya. Kesadaran atas beragam objek tersebut, berada di

bawah kendali kesadaran diri yang sama, yakni pribadi yang menyadari.

Misalnya, seseorang sadar telah melihat beberapa pohon A, B, C, D, dan

seterusnya. Kesadaran orang tersebut atas pohon A, berbeda dari kesadarannya

atas pohon B, C, D, dan seterusnya. Tapi, kesadaran itu tetap berada di bawah

kendali kesadaran diri yang sama. Orang yang sadar tersebut tahu bahwa dirinya

telah melihat pohon A, B, C, D, dan seterusnya, dan tidak mungkin

menyangkalnya. Jadi, kesadaran atas beragam objek adalah hal yang mungkin.

Kant menyebut hal ini dengan istilah, “ synthetic unity of consciousness”.192

Kesadaran atas beragam hal dapat disatukan di bawah satu kendali, karena

diatur oleh suatu hukum universal yang tidak sewenang-wenang (non-arbitrary).

Hukum tersebut mengatur dan menghubungkan tiap-tiap objek satu sama lain

dengan konsep-konsep a priori. Dengan begitu, kesadaran individu atas data

inderawi tidak semata bersifat subjektif. Tapi, objektif, karena disusun

berdasarkan perangkat hukum yang tetap dan disesuaikan dengan konsep a priori

dalam diri subjek.193 Misalnya orang melihat kursi. Ia pertama melihat bagian

190

George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 162 191

George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 91 192

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 249 193 George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h.103

Page 108: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

98

tempat duduk atasnya dengan bagian depan penyangga punggung. Kemudian

melihat kaki kursi, lalu mengalihkan perhatian ke bagian belakang penyangga.

Kesadaran atas bagian kursi itu berbeda-beda, khususnya antara depan, dan

belakang. Tapi, keseluruhan informasi tersebut bisa disatukan di bawah satu

kendali kesadaran diri, karena diatur dan dihubungkan oleh hukum tetap, tak

sewenang-wenang (non-arbitrary). Adanya hukum tersebut bisa diketahui dengan

mengamati setiap kejadian, yang membawa implikasi pada struktur perubahan

objek, dan bisa diamati oleh siapa saja yang ingin mengetahuinya.

Lebih jauh Kant mengatakan, agar kesadaran atas beragam objek itu

mungkin terjadi, subjek harus menganggap semua penampakkan objek berasal

dari diri mereka sendiri. Jadi, segala representasi harus bisa dipahami berasal dari

diri subjek (self-ascribable).194 Dengan kata lain, Kant menekankan pentingnya

kesadaran pribadi bahwa segala representasi yang beragam berasal dari dirinya.

Kesadaran tersebut selalu berkesesuaian dengan waktu. Tidak ada kesadaran yang

bersifat tetap, abadi, dan lepas dari temporalitas. Kesadaran terhadap pengalaman

yang berurutan adalah mungkin di dalam waktu-waktu berbeda. Dengan begitu,

kesadaran dapat dijelaskan kaitannya dengan penyatuan beragam penampakkan

objek secara umum.195

Namun, untuk terciptanya kesadaran melalui waktu, dibutuhkan adanya

memori.196

Memori menyimpan sejumlah informasi seputar pengalaman yang

dialami seseorang. Dengannya, segala pengalaman yang diraih bisa dipahami dan

dipikirkan kembali di saat-saat yang berbeda. Di dalam memori tersebut, segala

194

George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 130 195

Gilles Deleuze, Kant’s Critical Philosophy, trans., Hugh Tomlinson and Barbara

Habberjam (London: The Athlone Press, 1995), h. 15 196 George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 106

Page 109: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

99

bentuk pengalaman hadir dan saling memiliki keterkaitan. Semua kemungkinan

yang dialami kemudian mengalami sintesis.

Kant membagi sintesis tersebut menjadi tiga bentuk: pertama, sintesis

penangkapan dalam intuisi (synthesis apprehension in intuition); kedua, sintesis

reproduksi di dalam imajinasi; ketiga, sintesis pengenalan dalam sebuah konsep.

Ketiganya merupakan aspek yang terjadi dalam satu proses, bukan rangkaian

tahapan berjenjang yang harus dilewati. Ketiga sintesis tersebut ada bersama,

ketika seseorang sadar atas sesuatu hal. Sintesis pertama adalah suatu kondisi di

mana intuisi menangkap segala macam penampakkan objek, dan kemudian

menempatkannya di bawah satu representasi.197

Terjadinya sintesis pada tahap ini

berkesesuaian dengan fungsi a priori ruang dan waktu, yang menentukan batas-

batas tertentu dari penampakkan objek. Objek yang bermacam-macam tersebut

hadir di dalam intuisi secara berurutan.

Sintesis kedua adalah reproduksi sejumlah data yang sudah didapat secara

berurutan pada masa lalu, untuk diingat dan dipikirkan pada saat ini. Data lama

yang ada di dalam pikiran dihadirkan kembali sebagai bahan pemikiran. Dari sini

dapat diketahui bahwa sintesis kedua mengaitkan sejumlah objek yang hadir

secara berurutan dalam kurun waktu tertentu, dalam hubungan yang sudah

ditentukan pula dalam masa lalu. Sintesis ini memungkinkan hadirnya objek

sebagai gambaran di dalam pikiran. 198

Sintesis ketiga adalah keadaan dimana seseorang sadar bahwa ketika

menghadirkan data lama dalam pikirannya, data tersebut sama seperti bentuknya

semula. Karena jika tidak demikian, maka data tersebut kemungkinan besar akan

197

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 229 198 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 229-230

Page 110: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

100

berubah. Perubahan itu bisa menjadikan data tersebut tidak berguna; tidak valid

sebagai sumber informasi. Sintesis ini merupakan penjelasan Kant, dalam upaya

menjawab keraguan tentang berubah-ubahnya gambaran objek dalam pikiran.199

Objek yang berada dalam pikiran, merupakan landasan munculnya konsep.

Aktivitas mental dalam mengolah data, selalu bekerja dengan aturan yang non-

arbitrary. Aturan tersebut adalah hukum yang mengatur hubungan setiap

representasi satu sama lain. Hukum yang mengatur bersifat tetap, sehingga bisa

menerapkan konsep-konsep a priori terhadap beragam data. Meskipun diatur oleh

hukum tetap, Kant menganggap bahwa representasi di dalam waktu selalu

bersitegang dengan subjektivitas individu. Di sini, ia menawarkan dua macam

cara dalam memandang waktu. Yang pertama, waktu sebagaimana dipahami dari

sudut pandang subjek. Waktu di sini sangat terkait erat dengan keberadaan subjek

dalam memandang objek. Bisa diartikan jika waktu dalam pengertian ini sangat

subjektif. Yang kedua adalah waktu dalam kaitannya dengan keberadaan objek.

Waktu ini yang menyelimuti objek, dan lepas sama sekali dari unsur subjek.

Kant tidak bermaksud menyalahi pendapatnya pada estetika transendental

bahwa waktu itu satu dan hadir secara beruntut. Pada dasarnya, waktu tidak bisa

diterima indera (perceived), karena ia bukan objek. Pembagian atas waktu dinilai

sebagai upaya menjelaskan sudut pandang antara sisi objek dengan subjek. Secara

ontologis, keberadaan waktu bersifat a priori, tetap satu dan tidak terbagi. Namun,

pembagian itu ditujukan untuk mempermudah penjelasan. Oleh karena itu, secara

epistemologis pembagian waktu dapat dimungkinkan. Waktu dari sudut pandang

199 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 230-231

Page 111: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

101

subjek adalah sesuatu yang hadir begitu saja (given) pada diri subjek. Sedangkan

waktu dari sudut pandang objek adalah kesesuaian objek dengan aturan a priori.

Dalam analisisnya mengenai aturan a priori, Kant sangat mengutamakan

kedudukan kausalitas. Ia menentang keras pandangan Hume bahwa kausalitas

hanya berupa aktivitas mental yang bersifat subjektif, karena hanya didapat dari

kesan-kesan inderawi.200

Namun, sebenarnya terdapat suatu persamaan pendapat

antara Hume dan Kant mengenai masalah ini.

Meskipun menentang Hume, Kant sepakat mengenai ketentuan hukum

kausalitas yang tidak hanya dalam hubungan konseptual, atau tataran kebenaran

kata-kata. Dalam penjelasan mengenai kategori kausalitas, Kant dengan tegas

mengatakan bahwa pemahaman kausalitas tidak diperoleh dari analisis fakta

semata, tapi sudah merupakan sintesis. Selain itu, Kant sepakat dengan Hume

bahwa kausalitas tidak bisa ditunjukkan dengan menerapkan konsep umum seperti

eksistensi, kejadian, permulaan eksistensi, dan sebagainya. Tapi, kausalitas dapat

dibuktikan kebenarannya dengan argumen transendental—argumen yang bersifat

a priori, dan tidak berhubungan secara langsung dengan pengalaman empiris.

Kritik Hume atas kausalitas, sebenarnya diarahkan pada pemikiran bahwa setiap

kejadian pasti memiliki sebab. Sebaliknya, Kant meringkas pernyataannya bahwa

bukti hukum kausalitas hanya bisa diterapkan pada peristiwa yang bisa nampak

(observable events)201

pada indera. Dengan begitu, setiap kejadian di luar batas-

batas pengalaman tidak bisa dikatakan memiliki kaitan dengan kausalitas.

Penjelasan tentang kausalitas dimulai dari penelusuran kaidah berikut.

Misalnya, objek kejadian A menyebabkan kejadian B, karena dalam kasus yang

200

David Hume, A Treatise of Human Nature, h. 131 201 George Dicker, Kant’s Theory of Knowledge, h. 163

Page 112: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

102

diteliti, peristiwa A selalu diikuti peristiwa B. Informasi tersebut berdasarkan

fakta yang diperoleh pengalaman. Namun, Kant mempermasalahkan jika

kausalitas hanya diperoleh dengan analisis atas fakta-fakta, terutama menyangkut

cara subjek menerima kejadian dalam tempo berurutan, dan perbedaannya dengan

ketetapan yang tidak berubah. Ia mempertanyakan bagaimana seseorang bisa

mengetahui kejadian A, diikuti kejadian B, kemudian menyebabkan munculnya C,

di dalam durasi waktu tertentu secara berurutan, padahal waktu sendiri tidak bisa

dicerap indera. Selain itu, ia mempertanyakan pula kedudukan benda pada dirinya

sendiri, yang tidak bisa diketahui subjek. Di sini, Kant mempermasalahkan cara

memandang suatu peristiwa yang terkait dengan kausalitas.

Kant menguraikan kerumitan di atas dengan paparan sebagai berikut.

Terjadinya peristiwa A diikuti peristiwa B, kemudian memunculkan C, dalam

waktu tertentu dan dapat dilakukan berulang-ulang, menandai adanya sebuah

hukum yang tetap. Hukum tersebut bekerja pada setiap peristiwa yang nampak

pada subjek, dalam waktu objektif. Waktu objektif yang dituju Kant adalah waktu

yang meliputi keberadaan objek, sekaligus subjek. Namun, karena subjek

memiliki struktur kesadaran a priori dalam dirinya, sehingga ada keterbatasan

kemampuan subjek dalam menangkap objek. Yang dapat ditangkap subjek justru

hanya penampakkannya saja, dan bukan objek pada dirinya. Terlebih karena Kant

mengkonseptualisasikan pengalaman sebagai substansi, maka yang diterima

subjek adalah sifat-sifat objek dan bukan pengalaman sebagai substansi yang

permanen. Sampai di sini, Kant menganggap bahwa subjek bisa menerapkan

kaidah a priori, untuk bisa menghasilkan sintesis atas segala hal yang bisa

menampakkan diri kepada subjek. Sintesis itu bersifat a priori, karena lepas dari

Page 113: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

103

unsur-unsur a posteriori. Rangkaian peristiwa tersebut adalah gambaran singkat

proses yang harus dilewati suatu peristiwa, untuk mencapai keadaan tertentu.

Meskipun sistemnya disebut transendental, Kant dengan menunjukkan

penolakan atas idealisme—suatu teori yang menurut Kant mendeklarasikan bahwa

eksistensi objek dalam ruang di luar diri manusia, diragukan dan tidak mampu

dibuktikan, atau palsu dan tidak mungkin. Idealisme dibagi Kant menjadi dua:

pertama, idealisme problematik; kedua, idealisme dogmatik.202

Yang pertama

diwakili oleh Descartes, dengan ketetapan hanya satu kepastian empiris, yakni,

“aku berpikir”. Kelompok kedua diwakili Berkeley, yang menganggap segala

sesuatu di dalam ruang hanyalah imajinasi, dan baik ruang maupun objek-objek di

dalamnya tidak terpisahkan dalam dirinya. Idealisme dogmatik sudah dikaji dalam

pembahasan sebelumnya mengenai ruang dan waktu. Berikutnya, kritik

dialamatkan pada idealisme problematik.

Kelompok idealisme problematik menganggap sumber utama pengetahuan

tentang objek fisik menyangkut kausalitas, hanya didasarkan pada kesadaran

subjektif. Menurut Kant, kesadaran selalu berhubungan dengan sesuatu di luar.

Objek luar memiliki kaitan mendalam, dan bisa dijelaskan kedudukannya secara

objektif. Misalnya, kesadaran tentang masa lalu, yang bisa hadir kembali

sekarang. Kesadaran tersebut merujuk pada sesuatu yang dialami. Objek

kesadaran tetap berbeda dari subjek. Meskipun Kant mengajukan bahwa ruang

dan waktu bersifat a apriori, tetapi objek di luar diri subjek tetap dianggap nyata.

Kant tidak meragukan sama sekali realitas di luar subjek.

202 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 326

Page 114: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

104

E. Konsep Transendental Akal

Bagian kedua dari logika transendental adalah dialektik transendental.

Pada paparan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa analitik transendental berperan

dalam menguji beragam penampakkan. Pada tahap ini, fungsi a priori subjek

berupa putusan dan kategori merupakan cara subjek memahami penampakkan

objek. Penampakkan tidak berkaitan dengan benar atau salah, sebagaimana intuisi

bekerja dalam tahap penerimaan, karena intuisi tidak memberi penilaian. Penilaian

benar atau salah berada pada tahap putusan.203

Kesalahan terjadi dalam hubungan

pemahaman subjek atas objek yang dipikirkan. Namun, selama cara berpikir

subjek sesuai dengan hukum-hukum pemahaman, maka kesalahan tidak akan

terjadi. Hukum tersebut adalah aturan logika kesadaran subjek.

Setelah semua penampakkan luar mendapat pengujian dan pemurnian pada

tahap analitik transendental, lalu hasilnya masuk pada tahap terakhir: dialektik

transendental. Pada tahap ini, semua jenis penampakkan yang sudah ditentukan

batas-batasnya secara rasional, disatukan di bawah satu kendali hukum. Hukum

tersebut menandai keseluruhan makna yang dihasilkan dari penelusuran

menyeluruh atas penampakkan objek. Di sini, fungsi a priori subjek tidak lagi

berhubungan secara langsung dengan realitas empiris. Tapi, hanya berkenaan

dengan pemahaman. Transendental dialektik berupaya melindungi pemikiran dari

ilusi putusan transendental.204

Dialektik transendental berperan memberi arah atas

hasil terakhir pemikiran. Karena tidak berhubungan langsung dengan realitas

empiris, tahap ini tidak menambah apapun pada isi pengetahuan.

203

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 384 204 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 386

Page 115: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

105

Kant dengan jelas membedakan dua kata: Verstand dan Vernunft. Verstand

digunakan untuk menunjukkan fakultas pemahaman, yang masih berhubungan

dengan realitas empiris. Adapun Vernunft merujuk pada fakultas pemikiran, yang

tidak berhubungan langsung dengan realitas empiris. Jadi, Vernunft berbeda dari

Verstand.205 Vernunft adalah fakultas yang berfungsi mengatur (regulative) semua

data hasil pemurnian tahap Verstand; semacam kemampuan dalam mengolah

susunan argumentasi. Fakultas ini memproduksi sejumlah ide transendental, yang

tidak bisa memperluas pengetahuan, tapi hanya berfungsi mengatur dan

mengarahkan pemahaman.206

Bagi Kant, proses singkat hadirnya pengetahuan adalah sebagai berikut:

sejumlah objek muncul dan menampakkan diri pada subjek. Lalu penampakkan

objek diolah dalam pemahaman (understanding). Kemudian berakhir pada

pertimbangan akal yang membawahi kesatuan tertinggi pemikiran. Kant menilai

bahwa kesatuan itu merupakan kegunaan logis dari akal, yang meliputi seperangkat

aturan yang tidak diturunkan dari indera atau pun pemahaman.207 Kant mengatakan

bahwa logika transendental yang pertama (the transcendental analytic) adalah

205

Kata Vernunft dalam bahasa Jerman diterjemahkan menjadi akal budi atau intelek, dan

dibedakan dari Verstand (rasio). Franz Magnis-Suseno, 13 Tokoh Etika: Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19 (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 142; Di salah satu kamus, makna dua kata itu

tidak dibedakan. Lih. Adolf Heuken, SJ., Deutsch-Indonesisches Wörterbuch: Kamus Jerman Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 565, 571; Namun, di kamus yang lain,

Verstand berarti mind (pikiran), dan Vernunft bermakna reason, common sense (akal sehat). Lih.

Veronika Schorr, dkk. (eds.), Collins Gem: German Dictionary (Glasgow: HarperCollins

Publishers, 2003), h. 209, 211; Dua penerjemah Kritik der Reinen Vernunft, Paul Guyer dan Allen W. Wood, menerjemahkan Vernunft menjadi reason, dan Verstand menjadi understanding. Lih.

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, trans., Paul Guyer dan Allen W. Wood (Cambridge:

Cambridge University Press, 2000) h. 764 206

Frederick Copleston, A History of Philosophy, vol. 6, Wolff to Kant (Wellwood: Burn

& Oates, 1999), h. 278 207 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 387

Page 116: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

106

proses pemahaman, yang ia sebut fakultas aturan-aturan. Adapun yang kedua (the

transcendental dialectic) adalah tahap akal yang ia sebut fakultas prinsip-prinsip.208

Prinsip-prinsip tersebut adalah kesatuan menyeluruh dari kesadaran

universal sebagai premis mayor yang berbentuk konsep sesuatu, disertai premis

minor, dan kesimpulan menurut aturan silogisme.209 Kesadaran atas prinsip-prinsip

merupakan kesadaran saat subjek menyadari hal partikular dalam universal melalui

konsep. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemahaman adalah fakultas

penyatuan penampakkan melalui aturan-aturan, sedangkan akal adalah fakultas

penyatuan aturan pemahaman di bawah prinsip-prinsip. Namun, akal tidak pernah

menerapkan prinsip tersebut pada pengalaman secara langsung. Tapi, hanya

diterapkan pada pemahaman, dengan tujuan menghasilkan kesatuan a priori

melalui konsep terhadap keragaman kesadaran dalam pemahaman. Kant

menyebutnya sebagai kesatuan akal (the unity of reason).210

Secara umum, di setiap penalaran logis, kesimpulan bisa didapat melalui

tiga rangkaian sederhana berikut: sebuah proposisi umum sebagai dasar, dan

proposisi lain sebagai konklusi yang didapat dari proposisi sebelumnya, kemudian

kesimpulan (inference) yang berkaitan dan sesuai dengan proposisi pertama. Yang

membedakan antara kesimpulan pemahaman dengan kesimpulan akal adalah jika

putusan yang disimpulkan ada pada proposisi pertama, maka konklusi dapat

diturunkan tanpa menghadirkan representasi ketiga. Hal ini disebut kesimpulan

langsung (immediate inference: consequentia immediata), atau kesimpulan

pemahaman.

208

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 387 209

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 388 210 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 389

Page 117: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

107

Namun, jika selain kesadaran sebagai dasar pemikiran, terdapat putusan

lain yang mempengaruhi munculnya konklusi, maka kesimpulan (inference) yang

dihasilkan disebut kesimpulan akal. Dalam susunan silogisme, kesimpulan terakhir

didapat dari turunan putusan-putusan sebelumnya. Kesimpulan langsung (an

immediate inference), disebut kesimpulan pemahaman (the inference of

understanding). Kesimpulan itu diturunkan secara langsung, tanpa bantuan

kesimpulan yang lain. Kesimpulan semacam itu mencakup hal-hal yang affirmatif

universal ke affirmatif partikular, penyangkalan dari pertentangan, pertentangan,

subcontrary, konversi (conversion), dan kontraposisi (contraprosition). Sedangkan

kesimpulan yang menengahi pendapat dan menyimpulkan berbagai proposisi

sebelumnya—terkadang muncul sebagai kesimpulan ketiga atau lebih—disebut

kesimpulan akal.211 Misalnya, proposisi, “semua manusia adalah makhluk hidup

(mortal),” sebagai premis mayor. Dalam putusan itu, terkandung makna, “beberapa

manusia adalah makhluk hidup”, “beberapa makhluk hidup adalah manusia”, “

manusia adalah makhluk yang tidak abadi”, dan seterusnya.

Dari situ kemudian dibuat susunan silogisme: “semua manusia adalah

makhluk hidup”. Kemudian dari konsep umum bisa dibuat premis minor: “semua

sarjana adalah manusia”. Sarjana adalah predikat yang melekat pada sebagian

manusia yang berpendidikan. Selanjutnya, dapat dibuat kesimpulan, “semua sarjana

adalah makhluk hidup”. Proposisi, “semua sarjana adalah makhluk hidup”, tidak

didapat secara langsung dari kesimpulan pemahaman pada premis mayor. Tapi,

diperoleh lewat premis minor. Dengan begitu, kesimpulan akal hanya bisa

didapatkan melalui perantara adanya putusan langsung (an immediate judgment).212

211

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 736 212 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 390

Page 118: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

108

Pada contoh tersebut, didapat adanya kesadaran hal partikular, yakni sarjana, dalam

konsep universal, yakni makhluk hidup.

Singkatnya, proses dalam setiap sillogisme213 dapat dijelaskan menjadi:

pertama, proposisi pertama diletakkan sebagai premis mayor, melalui pemahaman

yang menghimpun keragaman dalam sebuah konsep tertentu. Kedua, menghadirkan

kesadaran tertentu di bawah kondisi aturan-aturan pemahaman, dan dijadikan

premis minor melalui kekuatan putusan. Ketiga, menentukan kesadaran a priori

yang menyeluruh mencakup prinsip pemahaman untuk mencapai kesimpulan

(inference) partikular. Proses yang ketiga dihasilkan oleh fungsi a priori akal, dan

tidak berhubungan secara langsung dengan objek empiris.

Menurut Kant, akal murni (der reinen Vernunft) bukan hanya berisi

konsep-konsep yang direfleksikan. Tapi, juga konsep-konsep yang disimpulkan. Ini

dibedakan dari konsep pemahaman, yang merupakan hasil pemikiran a priori,

tetapi tidak menyatukan atau menyimpulkan prinsip pemahaman. Konsep akal

murni meliputi banyak putusan, seperti halnya konsep pemahaman yang berfungsi

menghasilkan pemahaman atas segala penampakkan objek. Konsep akal memiliki

validitas objektif. Kant menyebutnya konsep-konsep yang disimpulkan secara

benar (conceptus ratiocinati). Namun, bisa juga menghasilkan kesimpulan yang

salah atau sekedar ilusi. Kant menamakannya konsep yang mengelabui (conceptus

ratiocinantes).214

Konsep akal murni berbeda dari pemahaman. Konsep pemahaman adalah

susunan kategori. Adapun konsep akal murni adalah ide-ide transendental.215 Ide

213

Kant menyebut silogisme sebagai Vernunftschluß, yang secara bahasa berarti an inference reason. Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 390

214 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 394

215 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 395

Page 119: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

109

menurut Kant adalah sesuatu yang merujuk pada konsep non-empiris, tidak dari

pengalaman, melainkan dihasilkan rasio.216 Ide tersebut mengikat semua bentuk

penalaran, dalam sebuah kesatuan.

Namun, Kant menolak ide menurut Plato. Bagi Kant, Plato telah

memperlakukan konsep ide sebagai sesuatu yang abstrak: semacam pola dasar

(archetype) bagi segala sesuatu di dunia, yang tidak memiliki kaitan dengan realitas

empiris, bahkan melewati batas-batas pemahaman—bagian terakhir ini yang sangat

ditentang oleh Aristoteles.217

Ide tersebut mengalir dari akal tertinggi, dan akal

manusia bekerja dengan mengingat segala sesuatu yang sudah ada sebelumnya,

sehingga tidak menemukan keaslian pemikirannya.

Meskipun cukup abstrak, menurut Kant, Plato tetap berpegang bahwa hasil

konkret ide berada pada tataran praktis (practical).218 Seperti ide kebebasan,

kebaikan, termasuk kesadaran matematis, dapat diketahui dan dijelaskan dengan

paparan pengalaman seseorang. Di sisi lain, Kant menolak pandangan Plato bahwa

alam ide adalah bentuk yang sempurna, abadi, dan tidak berubah. Bagi Kant ide

merupakan susunan pemikiran manusia.

Tetapi, Plato tidak selalu salah. Kant sepakat dengannya terkait bukti-bukti

ide yang tidak hanya berada dalam tataran akal manusia, melainkan sebagai sebab

yang cukup jelas atas beragam aksi dan objeknya di alam.219

Dalam kehidupan

sehari-hari, ide bisa menjadi sebab terjadinya interaksi antara manusia dengan

manusia, dan manusia dengan alam sekitarnya. Interaksi tersebut terjadi karena

pemikiran yang menuntun manusia untuk bertindak. Pikiran sendiri dapat berisi

216

Thomas W. Wartenberg, “Reason and The Practice of Science”, in Paul Guyer, ed.,

The Cambridge Companion to Kant (Cambridge: Cambridge University Press, 2006), h. 229 217

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 395 218

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 396 219 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 397

Page 120: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

110

gambar-gambar atas fenomena alam. Namun, itu hanya sekedar gambar. Untuk bisa

mengetahui bentuk riil objek, caranya dengan melihat bentuk aslinya di dunia,

tempat manusia itu hidup, melalui sensibiltas. Cara ini tidak terlepas dari ketentuan

hukum alam yang melingkupi kehidupan manusia, begitu pula susunan akal pikiran

subjek sebagai pengamat.

Bagi Kant, ide atau konsep akal (Jerman: der Vernunftbegriff)220 adalah

konsep yang dibentuk oleh gagasan atau pemikiran, yang melewati kemungkinan

pengalaman. Dengan begitu, bersifat murni a priori. Ide teoretis berlaku seperti

konsep empiris, yakni sebagai penyatu,221

meskipun keduanya memiliki objek

berbeda. Objek penyatuan yang dimaksud adalah pengetahuan empiris, yang sudah

mengalami pengujian pada tahap rasio. Konsep yang membentuk ide, selama tidak

berada dalam kerangka sensibilitas disebut notio. Kant tidak memungkiri bahwa

sumber data pikiran berasal dari luar, dan tidak menolak bahwa akal memiliki

sejumlah kecenderungan alamiah a priori, meskipun yang terakhir itu tidak

digolongkan sebagai pengetahuan. Baginya, selama persepsi merujuk pada subjek

sebagai sebuah modifikasi keadaan, maka disebut sensasi (sensatio). Jika persepsi

tersebut lepas dari pandangan subjektifitas, atau objektif, maka disebut kesadaran

(cognitio). Kesadaran dapat berbentuk hasil pencerapan intuisi, atau konsep

(intuitus vel conceptus). Intuisi berkaitan dengan objek secara langsung, dan

bersifat singular. Sedangkan konsep ditengahi oleh catatan yang berskala umum

pada semua jenis penampakkan.222

Semua struktur dasar ini, akhirnya berperan

dalam menghasilkan kesimpulan final pada tahap akal.

220

Immanuel Kant, Kritik der reinen Vernunft, nach der ersten und zweiten Original-

Ausgabe herausgegeben von Raymund Schimdt (Felix Meiner Verlag: Hamburg, 1990), h. 354 221

Thomas W. Wartenberg, “Reason and The Practice of Science”, h. 230 222 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 398-399

Page 121: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

111

Menurut Kant, kesimpulan akal tercapai karena universalitas kesadaran

menurut konsep. Sifat universalitas tersebut berkesesuaian dengan susunan

silogisme, yang membentuk putusan secara a priori di keseluruhan kondisinya.223

Universalitas yang dimaksud adalah jarak wilayah yang sempurna dalam suatu

kondisi, ketika kesimpulan akhir silogisme diperoleh. Objek dalam kesimpulan

tersebut sebelumnya sudah termasuk bagian premis mayor, di bawah kondisi yang

lebih luas. Kant mencontohkan bahwa kalimat, “Caius adalah makhluk hidup”,

didapatkan dari pengolahan pemahaman sebagai kesimpulan akal. Sebelumnya,

pemahaman sudah mencoba menelusuri secara lebih detail dan luas, paparan yang

berkenaan dengan objek yang dibicarakan, yakni Caius, dengan sesuatu yang lebih

universal, maka didapatlah kata, “manusia”. Lalu dibuat susunan silogisme, “semua

manusia adalah makhluk hidup”, “Caius adalah manusia”, maka “Caius adalah

makhluk hidup”. Susunan silogisme tersebut adalah hasil kinerja fungsi a priori

subjek, dalam mengolah sejumlah data guna menghasilkan kesimpulan.

Dalam penalaran silogisme, premis mayor membuat gambaran umum dan

menyeluruh atas objek yang berada dalam suatu kondisi. Setelah itu, baru

kesimpulannya yang diarahkan berbentuk objek tertentu. Objek tersebut berupa hal

partikular, yang dijelaskan secara menyeluruh dalam totalitas kondisinya. Konsep

transendental akal tidak lain adalah menemukan totalitas kondisi atas sesuatu yang

hadir dikondisikan (totality of conditions to a given conditioned thing).224

Kerja akal selanjutnya semakin memperbanyak kesatuan totalitas tersebut.

Totalitas tersebut adalah konsep akal yang selaras dengan kinerja pemahaman

melalui kategori-kategori. Penelusuran konsep akal tersebut bisa dijelaskan sebagai

223

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 399 224 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 400

Page 122: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

112

penemuan pengetahuan yang terkondisikan (a conditioned knowledge),225

yang

selalu terarah pada keadaan yang tidak dikondisikan (an unconditioned).

Penelusuran itu dilakukan dalam tiga bentuk: Pertama, sintesis kategoris di dalam

subjek; kedua, sintesis hipotesis dari sekumpulan rangkaian; ketiga, sintesis

disjunktif dari bagian-bagian dalam sebuah sistem.226 Ketiga bentuk sintesis itu

selaras dengan susunan kategori relasi: substansi, sebab akibat, dan komunitas.

Kant tidak bermaksud menganggap bahwa pengetahuan yang tidak dikondisikan itu

ada. Hal itu hanya sebagai cara menjelaskan bahwa akal selalu bekerja mencari

sintesis atas segala macam pemahaman dalam bentuk kesimpulan tiga macam

susunan: silogisme kategoris, silogisme hipotesis, dan silogisme disjunktif.227

Sintesis atas apa yang tidak dikondisikan sebenarnya tidak pernah dianggap sebagai

pengetahuan.

Dengan tiga bentuk silogisme tersebut, Kant tidak bermaksud menjelaskan

hal abstrak. Kendati tidak berhubungan secara langsung dengan objek, tetapi

konsep akal berisi informasi yang berkenaan dengan realitas empiris. Rumusan ini

terkait dengan kegunaan dasar-dasar kerangka teoretis sains. Terkadang

rumusannya dianggap sebagai upaya untuk menyediakan fondasi metafisika bagi

sains Newtonian.228

Menurut Kant, selama subjek menggunakan kekuatan pemahaman dan

akalnya, maka akan banyak kesimpulan akal yang bermunculan. Hal tersebut

225 Sebenarnya Kant tidak menjelaskan secara eksplisit maksud a conditioned dan an

unconditioned. Tapi, jika menelusuri secara detail, kita bisa mengasumsikan bahwa yang pertama

adalah sesuatu yang memiliki kaitan dengan realitas empiris, kendati sudah dimurnikan. Sedangkan yang kedua merujuk pada sesuatu yang tidak memiliki dasar empiris. Bandingkan

misalnya, Frederick Copleston, A History of Philosophy, h. 280 226

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 400 227

Frederick Copleston, A History of Philosophy, h. 281 228

Thomas W. Wartenberg, “Reason and The Practice of Science”, in Paul Guyer, ed.,

The Cambridge Companion to Kant (Cambridge: Cambridge University Press, 2006), h. 228

Page 123: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

113

menandai perwujudan pemahaman yang luas, menuju kepada totalitas yang

semakin mengerucut. Misalnya pada penalaran, “semua manusia adalah makhluk

hidup”, “semua sarjana adalah manusia”, maka “semua sarjana adalah makhluk

hidup”. Susunan silogisme ini sebenarnya sudah merupakan totalisasi kesimpulan

yang diperoleh akal. Premis mayor, “semua manusia adalah makhluk hidup”,

merupakan kesimpulan dari silogisme yang mencakup objek yang lebih luas:

“semua hewan adalah makhluk hidup”, “manusia adalah hewan,” maka, “semua

manusia adalah makhluk hidup”. Dari sini dapat dipahami bahwa kesimpulan

terakhir silogisme bisa dibentuk kembali menjadi premis mayor, yang mampu

membawahi konsep-konsep secara lebih spesifik, dengan kapasitas yang

sebelumnya diperoleh dari data yang lebih luas. Akal mampu membuat penyatuan

menyeluruh atas beragam kesimpulan yang sudah diperoleh sebelumnya, guna

mendapatkan kesimpulan baru. Penyatuan tersebut menurut Kant, dianggap absolut.

Absolut ditujukan untuk menandai bahwa sesuatu adalah valid secara

internal, dan juga valid dalam setiap hubungannya.229 Dengan kata lain, Kant

bermaksud menunjukkan bahwa penyatuan beragam kesimpulan akal sebagai

sesuatu yang tetap dan mungkin pada dirinya. Di sisi lain, setiap kesimpulan itu

memiliki keterkaitan, sehingga bisa dihubungkan satu dengan yang lain. Oleh

karena itu, konsep transendental akal selalu menuntun pada totalitas absolut dalam

sintesis atas kondisi-kondisi objek. Totalitas absolut tersebut bukan konsep yang

digunakan dalam pengalaman. Tapi, berhubungan hanya dengan pemahaman yang

memberi dasar-dasar aturan pengalaman. Kant menyebut totalitas absolut sebagai

kesatuan akal dalam penampakkan (the unity of reason in appearances), dan

229 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 401

Page 124: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

114

dibedakan dengan bentuk-bentuk kategori sebagai kesatuan pemahaman (the unity

of understanding).230

Selama terjadi penyatuan dalam penampakkan, akal juga berupaya

menghadirkan sesuatu yang universal dalam setiap hubungan penampakkan, yang

terkait dengan: 1) relasi terhadap subjek; 2) hubungan dengan objek-objeknya, baik

sebagai penampakkan, atau objek dalam pemikiran secara umum. Kant mengatakan

bahwa dua hal tersebut dapat diperinci dengan mempertimbangkan ide atas

representasi, yang berkaitan dengan: 1) hubungannya dengan subjek; 2) hubungan

dengan keragaman objek dalam penampakkan; 3) hubungan dengan semua hal

secara umum.231

Dari ketiga pembagian di atas, akal membuat kesatuan sintetis atas segala

representasi. Akal bahkan membuat kesatuan sintesis yang tidak dikondisikan.

Kendati ujung dari sintetis ini adalah semacam klaim metafisik, Kant tetap

mengakuinya sebagai bagian dari kerja akal. Bagi Kant, ketiga hal tersebut

membawahi ide transendental dalam tiga perincian yang berisi kesatuan absolut

yang tidak dikondisikan: 1) kesatuan absolut pemikiran subjek; 2) kesatuan absolut

rangkaian kondisi penampakkan; 3) kesatuan absolut kondisi semua objek

pemikiran secara umum.232

Yang pertama adalah objek psikologi. Akal

menyediakan ruang bagi penjelajahan ide tentang jiwa rasional (psychologia

rasionalis), dalam bentuk sintesis kesatuan yang tidak dikondisikan, yakni ego

permanen yang dipahami sebagai substansi. Yang kedua adalah objek kosmologi.

Di sini akal berperan mendukung sains transendental dunia atau kosmologi rasional

(cosmologia rasionalis). Akal membuat sintesis atas keragaman objek, yang terarah

230

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 402 231

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 405 232 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 406

Page 125: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

115

pada kesatuan kausalitas yang tidak dikondisikan, sehingga berupa kosmologi

spekulatif. Yang ketiga adalah objek teologi, sebagai basis rasional penalaran

teologi (theologia rasionalis). Pada bagian terakhir ini, akal mencari kesatuan yang

tidak dikondisikan dalam bentuk wujud tertinggi atas segala kemungkinan yang

bisa dipikirkan. Di sini konsep Tuhan hadir sebagai penyatu segala sesuatu.

Namun, ketiga ide tersebut tidak ditunjang oleh pemahaman dengan objek

dalam tatanan empiris. Ketiganya menjadi problem akal murni, karena tidak

memiliki deduksi objektif atas penampakkan.233

Ketiganya hanya merupakan

pengenalan subjektif setiap individu, atas dasar kemampuan alamiah akal.234

Hal

seperti ini tidak bisa dihindari. Dengan ini Kant menjawab seseorang yang

terpelajar sekalipun, bisa memiliki kecenderungan membuat totalisasi kesimpulan

akal tanpa bukti empiris. Kant mengakui kecenderungan semacam ini.

Kant mengakui banyak kemungkinan jalur yang ditempuh guna

menghasilkan kesimpulan akal. Pada dasarnya, akal menyediakan dasar teoritis,

baik bagi pemikiran ilmiah yang berbasis pada premis-premis yang tepat dan akurat

sesuai fakta, sekaligus juga struktur pemikiran yang tidak berpijak pada

pengalaman empiris. Keduanya diakui bersumber dari akal. Susunan silogisme

terakhir, disebut Kant kesimpulan yang menyesatkan (sophistical). Ini dibedakan

dari yang pertama, yang disebutnya kesimpulan rasional (rational inferences).235

F. Tiga Kecenderungan Akal

Sejalan dengan fungsi akal yang bersifat regulatif, pada sisi lain akal juga

memberi fondasi bagi sejumlah kecenderungan alamiah yang menghasilkan

233

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 406 234

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 407 235 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 409

Page 126: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

116

kesimpulan, tetapi berada di luar pengetahuan. Kant membaginya menjadi tiga:

paralogisme, antinomi, dan ideal akal murni.236

F.1. Paralogisme

Paralogisme adalah bentuk penalaran, yang susunannya menyalahi kaidah

silogisme, tanpa perlu melihat lebih jauh informasi yang dikandungnya apakah

salah atau benar.237

Paralogisme hanya berisi sesuatu yang bersifat abstrak, tidak

riil. Kant membagi kecenderungan ini menjadi empat: pertama, ide tentang

substansi (substantiality); kedua, jiwa terdiri dari hal-hal sederhana (simplicity);

ketiga, kesadaran identitas numerik tentang diri dalam waktu-waktu berbeda

(personality); keempat, eksistensi yang hanya dianggap sebagai sebab menurut

persepsi (ideality).238

Keempat hal tersebut adalah problem akal. Problem di sini diartikan

sebagai kemustahilan membuktikan data empiris, berkaitan dengan kebenaran hal-

hal tersebut. Pertama, substansi239 adalah sesuatu yang abstrak, dan tidak ada

dalam realitas.240 Kedua, kendati pemikiran dapat dikaitkan dan dipisah dengan

beragam hal, tetapi jiwa tidak bisa didistribusikan atau dibagi-bagi. Jiwa meliputi

kedudukan subjek yang berpikir secara menyeluruh.241

Ketiga, identitas kesadaran

dalam waktu-waktu berbeda hanyalah kondisi formal pemikiran, tidak

menunjukkan identitas numerik subjek. Perubahan hanya terjadi berkenaan

dengan kesadaran subjek dengan penampakkan objek, dan bukan subjek pada

236 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 410 237

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 411 238

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 413 239

Lewat karya-karyanya, proyek filosofis Kant berhasil mereduksi semua fakultas atau

kapasitas jiwa menjadi tiga hal: fakultas untuk mengetahui, fakultas kesenangan dan kesakitan,

dan fakultas keinginan (desire). Immanuel Kant, Critique of Judgment, trans., J.H. Bernard

(Promoteus Books: New York, 2000), h. 14 240

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 417 241 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 419

Page 127: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

117

dirinya yang ditentukan secara numerik.242

Keempat, kesadaran atas objek di luar

secara langsung membuktikan bahwa sesuatu di luar subjek adalah nyata berada di

dalam ruang.243 Kedudukannya yang terikat hukum sebab akibat adalah nyata, dan

tidak hanya ketika menampakkan diri pada persepsi subjek. Di sini, Kant secara

tegas menentang pandangan kaum idealis, yang tidak mengakui hukum sebab

akibat pada realitas di luar subjek, selama tidak diketahui persepsi langsung

melalui pengalaman.

F.2. Antinomi

Bagian kedua dari kecenderungan alamiah akal adalah antinomi.

Penjelasannya berkaitan dengan ketiga konsep: Tuhan, jiwa, dan kebebasan. Bagi

Kant, antinomi (antinomy)244

tidak berisi informasi yang bersumber dari data

empiris. Kant mengajukan empat pasang antinomi, berupa tesis sekaligus anti-

tesisnya. Tesis pertama berisi pernyataan bahwa dunia memiliki permulaan di

dalam waktu dan terbatas secara ruang. Anti-tesisnya berupa penyangkalan dunia

memiliki permulaan waktu, dan tidak terbatas secara ruang. Tesis kedua berupa

pernyataan bahwa semua bentuk benda-benda yang tersusun, berasal dari subtansi

sederhana. Anti-tesisnya adalah pendapat bahwa tidak ada substansi sederhana.

Tesis ketiga berupa pernyataan bahwa segala sesuatu di alam semesta ditentukan

oleh hukum, yang mengikat dan berlaku secara objektif. Anti-tesisnya adalah

pendapat bahwa segala sesuatu memiliki kebebasan, tidak terikat hukum apapun.

Tesis keempat berupa pernyataan bahwa terdapat realitas tertinggi (an absolutely

necessary being) sebagai pengatur. Anti-tesisnya menyatakan bahwa tidak ada

242

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 423 243

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 429 244

Dalam logika Modern, istilah ini merujuk pada kesimpulan yang tidak mungkin. Tapi,

disusun berdasarkan bukti (proposisi) yang benar. Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy (London: Penguin Books Ltd., 2000), h. 29

Page 128: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

118

realitas tertinggi, baik di dalam maupun di luar dunia. Segala sesuatu ada dengan

sendirinya, dan pada dasarnya saling bergantung satu sama lain.

Dalam kesimpulan mengenai keempat antinomy di atas, Kant berpendapat

bahwa semua tesis adalah pendapat milik kaum rasionalis dogmatik, sedangkan

anti-tesisnya milik kaum empiris.245 Kant tidak sepakat dengan semua tesis,

karena metafisika tidak bisa menjadi pengetahuan. Isi dari pengetahuan hanya bisa

meluas berkenaan dengan pengalaman. Begitu pula ia tak sependapat dengan anti-

tesisnya, karena dengan begitu telah mempersempit perspektif seseorang. Bagi

Kant, akal manusia memiliki kecenderungan untuk berpikir bebas, bahkan keluar

dari batas-batas pengalaman. Di sini, posisi Kant cukup jelas, yakni menjadikan

persoalan di atas sebagai bukan bagian pengetahuan.

F.3. Ideal Akal Murni

Bagian terakhir dari kecenderungan alamiah akal adalah ideal akal murni.

Bagian ini masih memiliki kaitan dengan dua bentuk kecenderungan sebelumnya.

Kant menjelaskan bahwa ideal akal murni berupaya mencari asas-asas rasional

atas problem wujud tertinggi (the highest being, ens summum), sebagai objek di

dalam akal.246

Wujud tertinggi adalah Tuhan, sebagai penguasa alam semesta.

Menurut Kant, selama ini terdapat tiga cara pembuktian mengenai Tuhan:

pertama, bukti teologis (the phsyco-theological proof); kedua, bukti kosmologis

(the cosmological proof); ketiga, bukti ontologis (the ontological proof).247 Tapi,

kesemua pembuktian itu tidak menguatkan kebenaran adanya Tuhan. Tuhan tetap

sesuatu yang abstrak, dan tidak bisa dianalisis. Tuhan tidak bisa dijadikan alasan

245

Frederick Copleston, A History of Philosophy, vol. 6, Wolff to Kant (Wellwood: Burn

& Oates, 1999), h. 293 246

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 557 247 Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, h. 563

Page 129: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

119

adanya alam, beserta segala isinya. Hukum-hukum alam jelas menunjukkan arah

yang harus diselidiki akal. Menempatkan kebesaran Tuhan sebagai sumber segala

sebab adalah alasan malas (a lazy reason) untuk berpikir.248

Guna menghindari kekeliruan pemahaman terhadap beberapa persoalan di

atas, Kant menjelaskan bahwa hal-hal metafisika selalu berhubungan dengan

wilayah noumena. Noumena adalah benda pada dirinya, atau bisa diartikan

sebagai objek kesadaran yang tidak diproduksi oleh pengalaman inderawi.249

Ini

dikontraskan dengan fenomena. Siapa pun tidak bisa mengetahui noumena.

Misalnya, ide tentang kebebasan. Kebebasan hanya berada di wilayah noumena,

bukan sebagai fenomena. Segala fenomena di dunia dikendalikan oleh hukum

yang mengatur dan bersifat niscaya, yakni hukum sebab akibat. Oleh karena itu,

kedua wilayah tersebut sebaiknya tetap dipisahkan. Metafisika sebagai

kecenderungan alamiah akal (natural disposition of reason), bisa dianggap aktual.

Tapi, kedudukannya tetap hanya sebuah ilusi. Jika kita meneliti alam dengan

berpegang pada metafisika, maka yang didapat adalah kesia-siaan.250 Begitu pula

misalnya, ide tentang Tuhan.

Bagi Kant, ide tentang Tuhan sebenarnya berguna mengarahkan kehidupan

manusia. Ia sendiri tidak diragukan sangat percaya adanya Tuhan, kebebasan, dan

keabadian.251

Kendati demikian, Kant menegaskan bahwa persoalan agama sama

sekali tidak memiliki kesadaran secara ilmiah pada diri subjek.252

Kepercayaan

248 Immanuel Kant, Religion and Rational Theology, trans., ed., Allen W. Wood and

George Di Giovanni (Cambridge: Cambridge University Press, 2005), h. 344 249

Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, h. 391 250

Beryl Logan (ed.), Kant’s Prolegomena to Any Future Metaphysics in Focus (New

York: Routledge, 1996), h. 122 251

A.C. Ewing, A Short Commentary on Kant’s Critique of Pure Reason (Chicago:

Chicago University Press, 1984), h. 246 252

Allen W. Wood, “Rational Theology, Moral Faithful, and Religion”, in Paul Guyer,

ed., The Cambridge Companion to Kant (Cambridge: Cambridge University Press, 2006), h. 406

Page 130: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

120

pada realitas absolut, memungkinkan seseorang mengikuti anjuran moralitas,

untuk mencapai kebahagiaan hidup.

Klaim-kalim moralitas agama, memiliki alur pemikirannya pada

kepercayaan kepada Tuhan. Tuhan dipandang sebagai wujud paling sempurna

(Ens perfectissimum), atau wujud paling nyata (Ens realissimum),253 sebagai

pencipta alam semesta. Namun, Kant tetap yakin bahwa tidak ada bukti empiris

yang meyakinkan mengenai hal-hal metafisika semacam itu.254

Kant menjelaskan

lebih lanjut permasalahan moralitas dalam karyanya, Kritik der praktischen

Vernunft.255

G. Tinjauan Pengetahuan Menurut al-Imâm al-Ghazâlî

Paparan tentang al-Ghazâlî pada bagian ini, bertujuan menghadirkan

sebuah pandangan dalam tradisi intelektual Islam. Al-Ghazâlî termasuk yang

dikenal sebagai perumus epistemologi Islam.256 Meskipun antara pemikiran al-

Ghazâlî dan Kant sangat berbeda, tapi yang dituju di sini adalah kritik dari

keduanya terhadap hal-hal empiris sekaligus klaim rasionalis. Keduanya berhasil

meruntuhkan dan membangun kembali rumusan dari dua bentuk kecenderungan

penalaran tersebut.

253

Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, trans., Paul Guyer dan Allen W. Wood,

(Cambridge: Cambridge University Press, 2000) h. 570 254

A.C. Ewing, A Short Commentary on Kant’s Critique of Pure Reason, h. 198 255 Dalam karya ini, Kant berusaha menjelaskan bahwa klaim moralitas terkait erat

dengan akal praktis. Yang menarik dari Kant adalah ia sangat mengutamakan aspek kewajiban

sebagai basis kesadaran moral seseorang, yang bertumpu pada maxim-nya. Immanuel Kant, Critique of Practical Reason, h. 40

256 Pemikiran brilian mengenainya dapat dilihat berkenaan dengan klasifikasi ilmu. Bagi

al-Ghazâlî dan beberapa sarjana Islam lainnya, ilmu bersifat hierarkis; ada yang di atas dan ada

yang di bawah. Namun, dalam rentang sejarah umat Islam, klasifikasi al-Ghazâlî adalah yang

paling bertahan hingga sekarang. Osman Bakar, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu, terj. Purwanto (Bandung: Mizan, 1997), h. 235

Page 131: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

121

Al-Ghazâlî menjelaskan bagaimana ia sampai pada keyakinan tentang

kebenaran hakiki, melewati fase keragu-raguan. Ia menganggap daya inderawi

tidak bisa memuaskan pencariannya tentang kebenaran hakiki. Hal ini karena

keterbatasan fungsi inderawi dalam menggapai sesuatu. Ia jelaskan berikut ini:

�� وأ��اه� ح��� ا���؟ , �� أ�� ا��� ��ا�����ت"...� � �وه* ()%� إ& ا%$ #"�ا! واث- ��ا"�7�� وا�6ه4ة �42 ���3 (�2ف أن/ �"��ك وأن/ - �"��ك , و(�.- �) * ا��آ�, ���ك

��ف, �$ 3<& ا"4ر�= ذرة ذرة, د�2# �9"��و()%� إ& ا.�آ? #"�ا! . ح"& - (.� ح�� ا�4�� (4ل 3<& أن/, ص9��ا #& ��4ار ا�4)�ر(BهEا . أآ�� �� اCرض #& ا�4ار ث- اCد� ا

(.I ���E , و�.E�/ ح�آ- ا�2$ و��Hن/, وأ���/ �� ا�����ت ��.- #��B ح�آ- ا�F� Gح.��/257."���$ إI �4ا2#"/

Kelemahan daya inderawi, merupakan alasan al-Ghazâlî tidak menerima

secara penuh kebenaran informasi dari hasil tangkapannya. Kelemahan itu bisa

berakibat fatal. Siapapun dapat keliru jika hanya berpegang pada aspek lahiriah

pengalaman. Namun, tidak sampai di sini. Pada kelanjutannya, keragu-raguan al-

Ghazâlî juga menyerang daya kognitif akal, dan segala bentuk pertimbangan

rasional. Misalnya, menyerang cara berpikir ahli fiqh karena menggunakan konsep

analogi, serta terhadap Mutakallimûn yang rasional, meskipun ia masih

menganggap bahwa kalâm adalah ilmu yang luhur, karena mengupas hal-hal

pokok dalam agama.258

Al-Ghazâlî juga menganggap bahwa rasio pada dirinya bermasalah.

Kapasitasnya sebagai sumber pengetahuan memiliki sejumlah persoalan. Akal

257

“Darimana kepercayaan kepada indera (muncul), sedangkan yang paling kuat adalah

indera penglihatan? Penglihatan melihat bayang-bayang, maka terlihat bayang-bayang itu diam tak

bergerak. Mata memutuskan tiadanya gerakan. Kemudian dengan pengujian dan penyaksian

sesaat, diketahui bahwa bayang-bayang itu bergerak, dengan pergerakan yang tidak langsung

seketika. Tapi, berangsur-angsur, sehingga tiada waktu untuk diam. Mata melihat pada bintang,

terlihat kecil seukuran dinar. Namun, bukti-bukti ilmu ukur menunjukkan bahwa ukuran bintang

lebih besar dari bumi. Ini dan contoh-contoh semisalnya merupakan hasil penemuan fungsi inderawi. Hal itu ditolak dan diragukan oleh fungsi akal, sebagai kebohongan yang tidak ada jalan

lain kecuali membantahnya.” Abû Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâlî, Majmû‘ Rasâ`il al-Imam al-Ghazâlî, al-Juz` 7, tahqîq oleh Ahmad Syamsuddîn (Bairût: Dâr Kutub al-

‘Ilmiyyah, 1409 H.,/ 1988 M.), h. 27- 28 258

Abû Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâlî, Majmû‘ Rasâ`il al-Imam al-Ghazâlî, al-Juz` 3 (Bairût: Dâr Kutub al-‘Ilmiyyah, 1414 H.,/ 1994 M.), h. 58

Page 132: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

122

hampir sama seperti halnya kemampuan inderawi; tidak bisa secara total dijadikan

pegangan kebenaran hakiki. Dalam bentuk penalaran rasional, kebenaran

diperoleh dengan mengambil sejumlah bukti-bukti melalui premis-premis yang

tersusun secara sistematis. Namun, kebenaran itu justru tidak bersifat final. Jika

terdapat argumentasi dengan alur berpikir yang lebih kokoh, maka kebenaran itu

tidak lagi dapat dipertahankan.259

Yang menarik, al-Ghazâlî membandingkan

penalaran seseorang saat terjaga dengan keadaannya saat tertidur. Ia berkata:

�$ أح�اI, أ�� (�اك (2"�4 #& ا)�م أ��را…"H")و , K>) &# Kش Iث��(� وا�"��ارا و �Bو(4�"2 �B�# ����K)O و�2"�4ا(K أص$ وM�N$ ث-, اH"� P�7 �.� -#�- (��F أن : (�"��Q #"2<- أن/

�B�# Tأن &".� , �.�ن ج�G�� K"%�� &# !4�"2) �� P أو �3$ ه� ح�UV�� W#� إ& ح�"K اK��(� &(.�ن ��%"K ن��� , �.� أن (�Yأ 3<�K ح�� (.�ن ن��"�B إ& ��%"K آ)��� ��%"K إ

�B��)T أن ج�P �� (�هK>�2� T خ��Iت I ح�ص$ !���UV#� ا�) ���#\ذا وردت (<K ا�B".260

Al-Ghazâlî mengandaikan bahwa dalam keadaan mimpi, segala sesuatu

terlihat begitu nyata. Segala sesuatu seolah hadir dan dapat dirasakan, termasuk

kegiatan berpikir. Al-Ghazâlî mempertanyakan batas yang jelas antara daya

rasional yang hadir pada saat terjaga dan ketika bermimpi. Ia menyimpulkan

bahwa kedua keadaan itu tidak bisa dibuktikan jika berpijak pada posisi subjek.

Oleh karena itu, diperlukan hal lain sebagai basis penguat kebenaran hakiki.

Pada kelanjutannya, keragu-raguan al-Ghazâlî bahkan mendekati titik

klimaks. Ia akhirnya menyerang hukum kausalitas. Serangan itu ia tujukan secara

khusus kepada para filosof Muslim, seperti al-Fârâbî dan Ibn Sînâ. Al-Ghazâlî

259

Al-Ghazâlî, Majmû‘ Rasâ`il al-Imam al-Ghazâlî, al-Juz` 7, h. 28 260

“….adapun ketika jiwa melihatmu meyakini banyak hal di dalam tidur,

membayangkan keadaan, dan menganggap semua itu tetap dan stabil, sehingga tidak ada keraguan

mengenai keadaan di dalamnya, kemudian kamu terbangun, dan tahu bahwa semua khayalan dan

anggapanmu tidak memiliki dasar serta kemampuan: dengan apa kamu meyakini ketika terbangun, baik melalui indera maupun akal bahwa hal itu adalah benar (haqq), dengan mengaitkannya pada

keadaanmu di dalamnya? Padahal mungkin sekali keadaan sadarmu datang seketika, sama seperti

keadaan ketika tidur. Dengan begitu, maka sadarmu dinilai tidur dengan mempertimbangkan pada

keadaan tersebut. Maka ketika telah mengetahui keadaan itu, kamu yakin bahwa semua yang di

bayangkan akal adalah khayalan dan tidak ada manfaat darinya.” Al-Ghazâlî, Majmû‘ Rasâ`il al-Imam al-Ghazâlî, al-Juz` 7, h. 28

Page 133: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

123

menawarkan pembacaan berbeda atas hukum kausalitas. Baginya, selama ini

proses yang terjadi adalah persepsi inderawi menangkap adanya suatu kejadian.

Lalu secara tergesa-gesa, akal menjustifikasi bahwa terdapat keniscayaan sebab-

akibat (sababiyyah) di dalamnya. Al-Ghazâlî berkata:

�"�ان ��� �� �2"�4 #& ا�2دة ����"V2"�4 �����, ا� �� ����U Gور�� 3)4ن�, و� , ��]��$ آ$ ش�G هEا ذاك) * , وI إث��ت أح4ه� �"^)� Vث��ت اCخ�, وI ذاك هEا, �(^"� /�وI ن

, 43م اCخ�و�U �� Iورة 43م أح4ه� , #<��U �� Gورة وج�د أح4ه� وج�د اCخ�,اCخ�وا�ت , وا)�ر وN<�ع ا6c, واVح"�اق و��ء ا)�ر, واP�6 واCآ$, ��$ ا�ي وا�6ب

����261"اf....وا6 �ء وش�ب ا4واء, وجe ا

Bagi al-Ghazâlî semua peristiwa alamiah, kejadian-kejadian di dunia fisik,

tidak menunjukkan adanya kepastian kausalitas. Misalnya, kejadian terbakarnya

kayu ketika bertemu api. Pada dasarnya, bukan karena api yang bisa membakar.

Terbakarnya kayu ketika bertemu api, hanya sebuah fenomena alamiah. Hal itu

tidak menunjukkan ketetapan hukum, karena api pada dirinya adalah benda mati

(jamâd). Api tidak bisa berbuat apa-apa pada kayu. Al-Ghazâlî menanggap bahwa

semua sebab kembali pada Allah.262 Dalam setiap kejadian, selalu terdapat

penyebab utama (Allah), dan penyebab perantara yang menengahi rangkaian

peristiwa alamiah. Kedua hal ini ada bersamaan. Tapi, sebab utama menjadi

penentu dalam setiap peristiwa. Sebab utama berbeda dari sebab perantara. Oleh

karena itu, sebab perantara semisal api, tidak memegang peranan primer.

261

“Pertalian antara sesuatu yang diyakini sebagai sebab, dan sesuatu yang diyakini

sebagai musabab, bukan kepastian bagi saya. Bahkan, dari keduanya bukanlah ini sebab, dan itu

musabab. Adapun ketetapan salah satunya, tidak mengindikasikan ketetapan yang lain. Begitu

pula, ketiadaan salah satunya, tidak mengindikasikan ketiadaan yang lain. Maka tak ada kepastian,

adanya salah satunya, menetapkan adanya yang lain. Begitu juga ketiadaan salah satunya, tidak memastikan ketiadaan yang lain. Misalnya, (munculnya) rasa segar dengan minum; kenyang

dengan makan; terbakar dengan bertemu api; keluarnya cahaya dengan munculnya mathari;

kematian dengan terputusnya leher; sehat dengan minum obat, dan sebagainya.” Abû Hamid

Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâlî, Tahâfut al-Falâsifah (Qâhirah: Dâr al-Ma‘ârif, 1392 H.,/

1972 M.), h. 293 262 Al-Ghazâlî, Tahâfut al-Falâsifah, h. 240

Page 134: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

124

Sebagai catatan pembanding, al-Ghazâlî menawarkan sistem epistemologi

yang bertitik tolak pada pengalaman mistis. Bagi al-Ghazâlî, pengetahuan

tertinggi adalah berupa penyingkapan (kasyf), atau dengan penyaksian misteri

ilahi (musyâhadah). Ia berupa cahaya yang diturunkan Allah kepada manusia

yang hatinya bersih. Pengetahun ini ia sebut ‘ilm ladunî (ilmu yang halus). Ilmu

ini tidak didapat dari penjelajahan pemikiran, sehingga terbebas dari kesalahan.

Objek di dalamnya menyangkut hal-hal lahiriah bersifat inderawi, maupun hasil

refleksi pemikiran rasional. Kehalusan ilmu ini sangat menancap di dalam hati

sanubari, sehingga tidak meninggalkan sedikit pun ruang keragu-raguan. Sehingga

andaikata ada orang yang dapat mengatakan bahwa tiga lebih besar dari sepuluh,

dengan segala argumentasi yang ia miliki, hal itu tidak akan menggoyahkan

keyakinan bahwa sepuluh lebih besar daripada tiga. Yang tersisa di dalam pikiran

tidak lebih dari perasaan takjub dengan kemampuan orang tersebut. Ia berkata:

���� � ���� ��� ر��"���' �&� ا$#�"!م إ����ر�� إ���ن و�, �012 $+ أن ا$�"- ا$&�&,+ ه! ا$(ي � ..."و� �:>; ا$�"� $:�0�9 ذ$7, ا$6"5 وا$!ه-

Ia melanjutkan,

�� إذا D#"E أن ا$��0ة أآ@A� 0 ا$@?<=…" F� ,GH�I +$ ل�I !"� :� , �"Iأ +�بG ا$@?<= بG&$9 أ�1�"Iو �����> �M�$إ� , $- أش7 ب>��� �+ ���0:+, وش�ه9ت ذ$7 �,�, ه(ا ا �,� +$ GMP� -$و

�&"E 9رت�I =&R&آ A� �S�:$ا ,?� �:#"E �#&� 7� ��T�".263 ا$

Secara umum, al-Ghazâlî membedakan antara ‘ilm husûlî dengan ‘ilm

hudûrî. Yang pertama merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan cara

belajar, sedangkan yang kedua didapatkan dari kehadiran. Menurut al-Ghazâlî,

263 “Maka jelaslah bagi saya bahwa ilmu yakin adalah ilmu yang menyingkap objek yang

diketahuinya (al-ma‘lûm), dengan penyingkapan yang tidak meninggalkan keraguan bersamanya,

dan tidak memungkinkan terjadinya kesalahan dan prasangka di dalam hati…”, ia melanjutkan, “…Maka ketika saya tahu bahwa sepuluh lebih besar dari tiga, ketika ada orang yang berucap:

tidak, tetapi tiga lebih besar dengan bukti kemampuan saya bisa mengubah tongkat menjadi ular

dan mengembalikannya lagi, dan saya menyaksikan kejadian itu, maka saya tidak meragukan

pengetahuan saya dengan sebab itu, dan tiada yang tersisa selain perasaan takjub dengan

kemampuannya. Adapun keraguan dengan apa yang telah saya ketahui, maka hal itu tidak terjadi.”

Al-Ghazâlî, Majmû‘ Rasâ`il al-Imam al-Ghazâlî, al-Juz` 7, h. 26

Page 135: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

125

jenis pengetahuan yang terakhir terbagi dua macam: pertama, berupa wahyu dari

Allah; kedua, berupa pelimpahan ilham. Proses yang pertama hanya berlaku

kepada para Nabi. Mereka menerima ilmu itu tanpa perlu mengamati fakta atau

mengembangkan penalaran. Tapi, sudah merupakan pemberian (given) dari Allah.

Adapun proses yang kedua dapat berlaku pada manusia secara umum.264 Siapa

pun bisa mendapatkannya, dengan catatan memiliki kapasitas tertentu menjalani

kehidupan sebagai pribadi yang bertakwa.

Dari paparan dalam karya-karyanya, dapat dikatakan bahwa sejak semula

al-Ghazâlî tidak pernah meminggirkan penalaran rasional dan etika tasawuf.265

Peranan akal dan indera tetap dianggap penting sebagai basis penyelidikan ilmiah.

Yang hendak ditentang al-Ghazâlî adalah klaim kemutlakan kedua fungsi tersebut

sebagai sumber segala kebenaran. Untuk mendapatkan kepastian mutlak, tidak

hanya dibutuhkan observasi atas fakta-fakta dan penalaran rasional, melainkan

adanya petunjuk dari Allah sebagai pemilik segala kebenaran hakiki. Buku Tahâfut

al-Falâsifah, sebenarnya adalah kritiknya terhadap dua filsuf Muslim—al-Farâbî dan

Ibn Sînâ—yang dinilai sangat arogan, karena memutlakkan peranan rasio. Tapi,

al-Ghazâlî sendiri tidak bermaksud mengritik filsafat sebagai ilmu. Jika yang

dimaksud al-Ghazâlî adalah kerancuan filsafat, maka semestinya karya itu

berjudul Tahâfut al-Falsafah (kerancuan filsafat), dan bukan Tahâfut al-Falâsifah

(kerancuan para filsuf). Dengan tegas al-Ghazâlî sendiri berkata bahwa filsafat

sangat diperlukan, semisal dalam pengembangan ilmu hitung (hisâb).266

264

Al-Ghazâlî, Majmû‘ Rasâ`il al-Imam al-Ghazâlî, al-Juz` 3, h. 6970 265

Seyyed H. Nasr dan O. Leaman (ed.), Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Buku

Pertama (Bandung: Mizan, 1997), h. 331; lihat juga. M.M. Sharif, History of Muslim Philosophy,

vol. I (New Delhi: Low Publication, 1995), h. 622-623 266

Abû Hâmid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad al-Ghazâlî,

Mukhtasar Ihyâ` ‘Ulûmuddîn (Bairût : Dâr al-Fikr, 1993 M / 1414 H), h. 24

Page 136: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

126

Al-Ghazâlî berhasil menjelaskan posisi yang tepat dalam pengkajian ilmu

dari sudut pandang objeknya. Hal ini karena setiap ilmu memiliki objek

penyelidikan yang berbeda-beda. Pembedaan tersebut adalah sebuah cara untuk

mempermudah, dalam sistem yang berbentuk hierarkis. Misalnya, antara ilmu-

ilmu keagamaan dan ilmu alam, sangat berbeda kaitannya dengan penyelidikan

dan pembuktian masalah dalam kedua ilmu tersebut. Bagi al-Ghazâlî, ilmu agama

berada di atas ilmu alam dan semua yang tidak berkaitan langsung dengan

problem keagamaan. Oleh karena itu, tidak heran mengapa basis klasifikasi ilmu

yang disusun al-Ghazâlî terbagi antara ilmu sebagai fard kifâyah dan fard ‘ain.267

Pembagian semacam itu hingga saat ini cukup diterima dalam tradisi intelektual

Islam.

267 Osman Bakar, Hierarki Ilmu, h. 234

Page 137: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

127

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Epistemologi Immanuel Kant merupakan sistem yang menyatukan, baik

unsur a priori, maupun a posteriori. Namun, Kant selalu menegaskan bahwa

pengetahuan harus memiliki pijakan pada tataran empiris. Dengan sistem tersebut,

rumusan filosofis Kant berbeda dari para pendahulunya. Diawali dengan

pembuktian bahwa putusan sintetik a priori adalah mungkin, Kant merambah

lebih jauh dengan menunjukkan bahwa proposisi-proposisi pada setiap wacana

pemikiran merupakan bentuk dari putusan sintetik a priori. Kant membuktikannya

dalam tiga bidang: matematika, fisika, dan teologi—kendati yang terakhir tidak

dianggap sebagai pengetahuan. Kant menolak segala bentuk klaim metafisika

sebagai bagian dari pengetahuan, termasuk konsep Tuhan, jiwa dan sebagainya.

Selain itu, Kant juga berhasil meruntuhkan klaim-klaim keliru dan berhasil

mengubah konsepsi yang selama ini dianggap valid, yakni menjadikan manusia

sebagai pengamat yang “diam”. Sebelum Kant, para filsuf menganggap subjek

mendatangi objek. Bagi Kant, yang terjadi adalah sebaliknya: justru objek yang

menampakkan diri kepada subjek. Hal ini bagi Kant, seperti revolusi Copernicus

dalam ilmu alam, yakni mengubah sistem geosentris menjadi heliosentris.

Di samping itu, alih-alih membicarakan isi pengetahuan, Kant terlebih

dahulu meneliti struktur kapasitas subjek dalam menerima informasi. Kant

mengajukan rumusan a priori subjek: konsep ruang dan waktu. Keduanya berada

dan mengatur segala bentuk hasil penerimaan inderawi, posisi di mana objek

menampakkan diri kepada subjek. Kant menyebut tahap ini sebagai tahap indera

Page 138: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

128

(Sinnlichkeit). Selanjutnya hasil penampakkan itu masuk ke tahap kedua, yakni

proses di mana data diolah dan dimurnikan dalam skala rasional.

Pada tahap kedua, Kant menyebut adanya fungsi a priori lain, yakni

putusan dan kategori. Keduanya disebut sebagai unsur a priori yang sangat

berperan dalam proses berpikir. Proses ini disebut tahap analitik transendental,

terkadang diartikan sebagai proses pengolahan data empiris menjadi pemahaman

utuh. Kant menyebut tahap ini sebagai tahap pemahaman (Verstand). Pemahaman

subjek atas objek, menandai kesadaran subjek sebagai pengamat. Kesadaran

mengarahkan subjek untuk mengetahui realitas di luar dirinya.

Setelah itu, data yang sudah dimurnikan pada tahap analitik masuk ke

tahap terakhir, yakni dialektik transendental. Ini adalah tahap final, sebagai bagian

dari proses munculnya pengetahuan. Kant menyebutnya tahap akal (Vernunft).

Akal tidak berhubungan dengan data empiris secara langsung. Tapi, hanya

mengarahkan pemahaman. Dengan begitu, pengetahuan merupakan perpaduan

antara unsur a posteriori dan a priori.

Meskipun melakukan kritik, Kant tidak lantas membuang hasil pemikiran

tokoh-tokoh sebelumnya. Tapi, ia menambahkan hal baru. Misalnya, paparan

tentang kategori. Rumusan kategori sudah dimulai Aristoteles di zaman Yunani

Kuno. Kant mengubah dan menambahnya dengan argumentasi yang lebih kuat.

Selain itu, Kant juga berhasil membuktikan kesalahan klaim rasionalisme

dogmatik maupun empirisme radikal. Kant menjelaskan ketidakmungkinan

sejumlah kesalahan pemikiran yang hanya berbasis akal tanpa pijakan empiris,

sekaligus bantahan atas mereka yang menolak adanya pemikiran semacam itu.

Kant menyimpulkannya menjadi tiga: paralogisme, antinomi, dan ideal akal

Page 139: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

129

murni. Titik sentral penolakan Kant adalah ketidakmungkinan membuktikan hasil

penalaran tersebut secara empiris. Namun, Kant tidak menolak bentuk pemikiran

semacam itu memiliki dasar pada akal. Kant dengan tegas menyebut metafisika

sebagai kecenderungan alamiah (natural predisposition). Sebagai solusinya, ia

mengaitkan sejumlah persoalan metafisika dengan noumena—benda pada dirinya.

Pengetahuan hanya berhubungan dengan fenomena, sedangkan noumena adalah

wilayah metafisika yang misterius, karena di luar batas kemampuan manusia.

Sampai sekarang, pemikiran Kant masih tetap menarik untuk dikaji.

Menurut Franz Magnis-Suseno, figur Kant dalam wacana filsafat Barat masih

mendapat sorotan tajam dalam lima ratus tahun terakhir. Paling tidak, satu abad

sepeninggalnya pun sudah muncul aliran filsafat yang secara terus terang

“mengikuti” Kant. Mereka disebut Neo-Kantian. Kelompok ini terbagi dua: aliran

Baden dan aliran Marburg. Dalam diskursus filsafat Jerman kontemporer, Jürgen

Habermas, termasuk sosok yang menemukan pijakan kritisnya pada pemikiran

Kant. Hal ini mengindikasikan bahwa wacana dan perdebatan pemikiran Kant

tidak lekang oleh waktu, dan tetap relevan, bahkan hingga saat ini.

B. Saran-Saran

Penulis menyadari hasil penelitian dalam skripsi ini masih memiliki

sejumlah kekurangan. Oleh karena itu, untuk penelitian lanjutan disarankan hal-

hal sebagai berikut:

a) Meneliti secara lebih komprehensif kata-kata kunci dalam filsafat

Immanuel Kant, terlebih istilah itu merupakan pokok dalam pemikiran

seorang filsuf.

Page 140: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

130

b) Menggunakan referensi berbahasa Jerman, guna menghindari kesalahan

istilah. Jika tidak bisa, gunakan teks yang diterjemahkan oleh pihak yang

memiliki otoritas di bidangnya. Jadikan keduanya sebagai perbandingan.

c) Membaca paparan argumentasi Kant secara menyeluruh. Hal ini sangat

penting, mengingat pembacaan yang serampangan dapat mengaburkan

penjelasan poin-poin inti dalam satu masalah. Oleh karena itu, dibutuhkan

kesabaran dan ketekunan luar biasa untuk mendapatkan pemahaman yang

benar, runtut, jelas, agar tidak menyesatkan.

d) Tidak mengikuti paparan para komentator secara keseluruhan, dan

berusaha mengembangkan analisis sendiri atas penjelasan Immanuel Kant.

Page 141: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

131

DAFTAR PUSTAKA

Ackermann, Robert, Theories of Knowledge: A Critical Introduction, New York:

McGraw-Hill Company, 1965

Al-Ghazâlî, Abû Hâmid Muhammad, Majmû‘ Rasâ`il al-Imam al-Ghazâlî, al-Juz`

3, Bairût: Dâr Kutub al-‘Ilmiyyah, 1414 H/ 1994 M

--------------------, Majmû‘ Rasâ`il al-Imam al-Ghazâlî, al-Juz` 7, tahqîq oleh

Ahmad Syamsuddîn, Bairût: Dâr Kutub al-‘Ilmiyyah, 1409 H/

1988 M

-------------------, Mukhtasar Ihyâ` ‘Ulûmuddîn, Bairût : Dâr al-Fikr, 1993 M /

1414 H

-------------------, Tahâfut al-Falâsifah, Cairo: Dâr al-Ma‘arif, 1972 M/ 1392 H

Bakar, Osman, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu, terj.,

Purwanto, Bandung: Mizan, 1997

Briggs, Robin, The Scientific Revolution of the Seventeenth Century, San

Francisco: Harper & Row Publishers, Inc., 1973

Cantor, Norman F., dan Peter L. Klein (ed.), Seventeenth-Century Rationalism: Bacon and Descartes, Waltham: Blaisdell Publishing Company,

1969

Copleston, Frederick, A History of Philosophy, vol. 6, Wolff to Kant, Wellwood:

Burn & Oates, 1999

Deleuze, Gilles, Kant’s Critical Philosophy, trans., Hugh Tomlinson and Barbara

Habberjam, London: The Athlone Press, 1995

Descartes, René, Discourse on Method and Meditations, trans., Laurence J.

Lafleur, Indianapolis: Bobbs-Merrill Educational Publishing,

1982

Dicker, Georges, Kant’s Theory of Knowledge: An Analytical Introduction,

Oxford: Oxford University Press, 2004

Edman, Irwin (ed.), The Works of Plato, trans., The Jowet Translation, New York:

Simon and Schuster Inc., 1928

Ewing, A.C., A Short Commentary on Kant’s Critique of Pure Reason, Chicago:

Chicago University Press, 1984

Gardner, Sebastian, Kant and the Critique of Pure Reason, London: Routledge,

2003

Page 142: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

132

Guyer, Paul, Kant, New York: Routledge, 2007

---------------, “The Transcendental Deduction of Categories,” in Paul Guyer, ed.,

The Cambridge Companion to Kant, Cambridge: Cambridge

University Press, 2006

Hamlyn, D.W. , “Empiricism,” in Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy, vol., II, New York: Macmillan Publishing Co., Inc.,

and The Free Press, 1972

----------------------, “Epistemology,” in Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy, vol., III, New York: Macmillan Publishing Co.,

Inc., and The Free Press, 1972

Hardiman, F. Budi, Filsafat Barat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche, Jakarta: Gramedia, 2007

Heuken, SJ., Adolf, Deutsch-Indonesisches Wörterbuch: Kamus Jerman Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006

Hume, David, A Treatise of Human Nature, London: Penguin Books, 1969

Kant, Immanuel, Critique of Judgment, trans., J.H. Bernard, Prometheus Books:

New York, 2000

---------------------, Critique of Practical Reason, trans., Mary Gregor, Cambridge:

Cambridge University Press, 2001

---------------------, Critique of Pure Reason, trans., Paul Guyer and Allen Wood,

Cambridge: Cambridge University Press, 2000

--------------------, Kritik der reinen Vernunft, nach der ersten und zweiten

Original-Ausgabe herausgegeben von Raymund Schimdt, Felix

Meiner Verlag: Hamburg, 1990

---------------------, Perpetual Peace and Other Essays on Politics, History, and Morals, trans., Ted Humphrey, Indiana Polis: Hackett

Publishing Company Inc., 1983

---------------------, Religion and Rational Theology, trans., ed., Allen W. Wood

and George Di Giovanni, Cambridge: Cambridge University

Press, 2005

Kuehn, Manfred, Kant: A Biography, Cambridge: Cambridge University Press,

2002

Page 143: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

133

Leibniz, The Monadology and Other Philosophical Writings, trans., Robert Latta,

Oxford: Oxford University Press, 1968

Locke, John, An Essay Concerning Human Understanding in Focus, Garry Fuller,

etc., (ed.), London: Routledge, 2000

Logan, Beryl (ed.), Kant’s Prolegomena to Any Future Metaphysics, New York:

Routledge, 1996

Magnis-Suseno, Franz, Pemikiran Karl Marx: dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta: Gramedia, 2005

--------------------, 13 Tokoh Etika: Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19, Yogyakarta: Kanisius, 1997

Mautner, Thomas (ed.), The Penguin Dictionary of Philosophy, London: Penguin

Books Ltd., 2000

Mayer, Frederick, A History of Modern Philosophy, Redland: American Book

Company, 1951

McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, New York: Random House, Inc., 1947

Nasr, Seyyed H. dan O. Leaman (ed.), Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Buku

Pertama, Bandung: Mizan, 1997

Ravert, Jerome R., Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan, terj., Saut

Pasaribu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Russel, Bertrand, History of Western Philosophy and Its Connection with Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day, London: George Allen and Unwin Ltd., 1961

Schorr, Veronika, dkk. (eds.), Collins Gem: German Dictionary, Glasgow:

HarperCollins Publishers, 2003

Sharif, M.M., History of Muslim Philosophy, vol. I, New Delhi: Low Publication,

1995

Strathern, Paul, 90 Menit Bersama Kant, terj., Franz Kowa, Jakarta: Penerbit

Erlangga, 2001

Wartenberg, Thomas W., “Reason and The Practice of Science”, in Paul Guyer,

ed., The Cambridge Companion to Kant, Cambridge:

Cambridge University Press, 2006

Wildelband, W., History of Ancient Philosophy, trans., Herbert Ernest Cushman,

New York: Dover Publication Inc., 1956

Page 144: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

134

Williams, Bernard, “Rationalism,” in Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy, vol., VII, New York: Macmillan Publishing Co.,

Inc., and The Free Press, 1972

Wood, Allen W., “Rational Theology, Moral Faithful, and Religion”, in Paul

Guyer, ed., The Cambridge Companion to Kant, Cambridge:

Cambridge University Press, 2006

http://en.wikipedia.org/wiki/Archē, artikel diakses pada 01 Mei 2010

http://en.wikipedia.org/wiki/Epistemology, artikel diakses pada 30 April 2010

http://en.wikipedia.org/wiki/Sophism, artikel diakses pada 01 Mei 2010

Page 145: EPISTEMOLOGI IMMANUEL KANT - · PDF fileAqidah-Filsafat, Fakultas Ushuluddin ... serta informasi seputar kesehatan; kepada mahasiswa dan mahasiswi ... dalam praktek pengobatan. Tapi,

iv

TABEL TRANSLITERASI

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

,koma terbalik di atas ‘ ع

menghadap ke atas

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

� h ha

apostrof ` ء

y ye ي

Vokal Dalam Bahasa Arab

a fathah

i kasrah

u dammah

ي ai a dan i

و au a dan u

ا â a dengan topi di atas

ي î i dengan topi di atas

û u dengan topi di atas و