Epilepsi Lobus Frontal

19
EPILEPSI LOBUS FRONTAL Presentan : Trunojoyo Suranggayudha DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA 2008 PENDAHULUAN Dari studi epidemiologi yang dilakukan Hauser dkk, dikatakan sekitar 2 juta individu di Amerika Serikat menderita epilepsi dan diperkirakan sekitar 44 kasus baru per 100.000 populasi terjadi tiap tahun. Studi ini juga memperkirakan sekitar 1% penduduk AS akan menderita epilepsi sebelum usia 20 tahun, di mana pada periode umur ini epilepsi menunjukkan bentuk paling beragam. Lebih dari 2 per 3 dari seluruh bangkitan epilepsi dimulai pada masa anak-anak (sebagian besar pada tahun pertama kehidupan). Insidens ini kembali meningkat setelah usia 60 tahun. Di bidang neurologi pediatrik, epilepsi merupakan salah satu kelainan tersering. J. Engels mengemukakan bahwa meskipun jenis terapi telah banyak tersedia, 80-90% penderita epilepsi di negara berkembang tidak pernah memperoleh pengobatan. Epilepsi lobus frontal adalah seizure berulang yang berkembang dari lobus frontal. Bentuk serangan dapat berupa simple partial seizure atau dapat juga berupa complex partial seizure, sering juga disertai dengan generalisasi sekunder. Manifestasi klinis mencerminkan area spesifik dari onset seizure dan bervariasi dari perubahan perilaku hingga perubahan motorik atau tonik/postural. Status epileptikus lebih umum terjadi pada seizure lobus frontal dibandingkan yang berkembang dari area lain. Insidensi epilepsi lobus frontal tidak diketahui secara tepat, namun mencakup 20-30% dari prosedur operasi yang terkait dengan kasus epilepsi intractable. Tidak ada perbedaan bermakna pada frekuensi berdasarkan gender. Epilepsi lobus frontal simtomatik dapat mengenai semua usia.

description

epilepsi

Transcript of Epilepsi Lobus Frontal

EPILEPSI LOBUS FRONTALPresentan : Trunojoyo SuranggayudhaDEPARTEMEN NEUROLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIAJAKARTA 2008PENDAHULUAN Dari studi epidemiologi yang dilakukan Hauser dkk, dikatakan sekitar 2 juta individu di Amerika Serikat menderita epilepsi dan diperkirakan sekitar 44 kasus baru per 100.000 populasi terjadi tiap tahun. Studi ini juga memperkirakan sekitar 1% penduduk AS akan menderita epilepsi sebelum usia 20 tahun, di mana pada periode umur ini epilepsi menunjukkan bentuk paling beragam. Lebih dari 2 per 3 dari seluruh bangkitan epilepsi dimulai pada masa anak-anak (sebagian besar pada tahun pertama kehidupan). Insidens ini kembali meningkat setelah usia 60 tahun. Di bidang neurologi pediatrik, epilepsi merupakan salah satu kelainan tersering. J. Engels mengemukakan bahwa meskipun jenis terapi telah banyak tersedia, 80-90% penderita epilepsi di negara berkembang tidak pernah memperoleh pengobatan.Epilepsi lobus frontal adalah seizure berulang yang berkembang dari lobus frontal. Bentuk serangan dapat berupa simple partial seizure atau dapat juga berupa complex partial seizure, sering juga disertai dengan generalisasi sekunder. Manifestasi klinis mencerminkan area spesifik dari onset seizure dan bervariasi dari perubahan perilaku hingga perubahan motorik atau tonik/postural. Status epileptikus lebih umum terjadi pada seizure lobus frontal dibandingkan yang berkembang dari area lain. Insidensi epilepsi lobus frontal tidak diketahui secara tepat, namun mencakup 20-30% dari prosedur operasi yang terkait dengan kasus epilepsi intractable. Tidak ada perbedaan bermakna pada frekuensi berdasarkan gender. Epilepsi lobus frontal simtomatik dapat mengenai semua usia.ILUSTRASI KASUSPasien An. R, usia 13 tahun, pendidikan kelas 1 SMP. Datang ke poli saraf RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tanggal 19 November 2007 dengan keluhan utama riwayat kejang kelojotan berulang sejak 3 bulan sebelum datang ke RSCM (SMRS). Dari riwayat penyakit sekarang didapatkan sejak 3 bulan SMRS pasien mengalami kejang kelojotan seluruh tubuh berulang 3x, kira-kira 1 x/bulan dengan pola serupa. Serangan biasanya terjadi saat pasien sedang duduk menonton TV.Pre iktal: pasien mengaku tidak merasakan gejala apapun. Iktal: pandangan pasien kosong ke depan, kedua lengan tertekuk dan bergetar, pasien tidak dapat merespon orang lain. Kemudian pasien pingsan dan terjatuh (miring ke kiri atau ke kanan), sementara kedua lengan kelojotan, kedua mata mendelik ke atas, durasi 2-3 menit. Kepala tidak menoleh, mulut tidak mengeluarkan busa, lidah tidak tergigit. Post iktal: pasien tertidur selama 10 menit, kemudian terbangun dan sadar seperti biasa, pasien mengaku ingat saat serangan berlangsung, namun tidak dapat menjelaskan/menirukan deskripsi serangan.Sejak 2 tahun sebelumnya (kelas 6 SD) keluarga dan guru memperhatikan bahwa pasien sering bengong. Terkadang pasien harus dikagetkan agar terbangun. Bila tidak dibangunkan durasi bengong dapat hingga 5 menit. Frekuensi 10-20 x/hari. Setelah terbangun pasien tidak ingat apa-apa mengenai kejadian saat pasien bengong.Dari penuturan ibu pasien didapatkan beberapa cerita saat serangan bengong terjadi, antara lain saat menunggu mobil angkutan umum bersama teman-teman, ketika mobil datang teman yang lain naik ke mobil sedangkan pasien hanya diam saja sehingga tertinggal. Saat di angkutan umum pasien juga sering tidak sadar, tiba-tiba sudah terlewat beberapa ratus meter dari tempat biasa turun. Di sekolah guru pasien mengatakan pasien lambat saat mengerjakan tugas karena sering melamun. Namun sejauh ini nilai prestasi sekolah relatif baik. Saat sedang diajak bicara oleh ibu, pasien sering tiba-tiba bengong, dan baru akan terbangun setelah dikagetkan.Dari riwayat penyakit dahulu diketahui pasien pernah mengalami kejang demam 1x saat usia 9 bulan, durasi 10 menit. Riwayat trauma kepala disangkal. Riwayat imunisasi lengkap. Riwayat kehamilan, persalinan, dan tumbuh kembang normal. Tidak ada anggota keluarga atau sanak saudara pasien yang menderita kejang berulang.Pasien lalu dibawa berobat ke RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) oleh ibunya. Dari poli bagian saraf pasien dirujuk untuk pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) pada tanggal 20 November 2007. Saat sedang dilakukan pemeriksaan EEG, beberapa kali (4-6x) pasien mengalami serangan iktal. Di mana saat pasien seharusnya berbaring menutup mata, tiba-tiba membuka mata dan menatap ke depan, jakun bergerak-gerak seperti gerakan menelan, tangan kiri sesekali mengusap mata kiri, kaki kanan dan kiri sedikit bergoyang-goyang dengan gerakan tidak ritmis. Durasi 10-20 detik. Selama serangan tersebut pemeriksa memanggil-manggil pasien untuk kembali memejamkan mata, namun pasien tidak merespon. Baru setelah serangan berakhir pasien kembali merespon panggilan pemeriksa.Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan kesadaran compos mentis, TD = 110/60 mmHg, FN = 70 x/m, FP = 22 x/m, S = afebris. Berat badan 31 kg. Mata: anemis (-), ikterik (-). Jantung: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-). Paru: vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-. Abdomen: nyeri tekan (-), hepar-lien tidak teraba. Ekstremitas: akral hangat. Pada status neurologis didapatkan GCS = 15. Pupil: bulat isokor 3 mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung +/+. Tanda rangsang meningeal (-). Motorik: lengan 5555/5555, tungkai 5555/5555. Sensorik: hipestesi (-). Otonom: baik. Koordinasi: dismetria (-), disdiadokokinesia (-).Pada pemeriksaan EEG didapatkan hasil s.b.b: latar belakang berupa irama alfa 10-11 spd, amplitudo sedang, bereaksi dengan buka dan tutup mata. Tampak seringkali muncul kompleks paku ombak 3 spd amplitudo tinggi bilateral sinkron terutama terlihat di daerah frontal kanan depan (Fp2-F4) dan didahului di kanan depan. Tampak pula gelombang tajam diikuti gelombang lambat delta-teta 3-4 spd, amplitudo tinggi, di daerah frontal kanan depan (Fp2-F4). Kesan: EEG abnormal berupa aktivitas epileptiform bilateral sinkron dengan fokus di frontal kanan depan.Dari data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan EEG, diagnosis ditegakkan sebagai Epilepsi Lobus Frontal. Dan terapi yang diberikan: Carbamazepin 1100 mg, Asam Folat 11 tab. Pasien juga direncanakan untuk pemeriksaan CT scan kepala dengan kontras.Follow-up. Pasien kontrol ke poli saraf pada tanggal 18 Desember 2007, sekaligus untuk menjalani CT scan kepala. Saat itu menurut ibu pasien, sudah 2 minggu pasien menolak minum obat. Serangan bengong masih sering terjadi (>10x/hari), sementara kejang kelojotan berulang 2x, dengan pola dan durasi sama. Sejak itu hingga saat ini pasien belum kontrol kembali ke poli saraf RSCM.DISKUSIDi masa lalu epilepsi dipostulatkan oleh Hughlings Jackson (1870), ahli neurologi ternama dari Inggris, sebagai kekacauan intermiten dari sistem saraf akibat letupan jaringan saraf serebral yang berlebihan dan tidak teratur pada otot. Secara fisiologi, epileptic seizure (bangkitan epilepsi) didefinisikan sebagai perubahan mendadak fungsi sistem saraf sentral akibat letupan elektrik bervoltase tinggi, baik yang berfrekuensi tinggi paroksismal atau berfrekuensi rendah sinkon.Definisi-definisiSeizure atau bangkitan adalah gangguan aktivitas mental, motorik, sensorik, atau otonom yang relatif singkat dan mendadak, akibat aktivitas serebral paroksismal abnormal. Konvulsi adalah seizure yang berupa kontraksi involunter otot-otot somatik yang bersifat kasar (violent). Epilepsi didefinisikan secara klinis sebagai keadaan seizure berulang kronis; penyebabnya dapat diketahui (epilepsi simtomatik) atau tidak diketahui (epilepsi idiopatik atau epilepsi kriptogenik). Status epileptikus adalah berulangnya episode seizure dengan interval yang terlalu singkat, sehingga tidak sempat pulih ke kondisi pre-seizure. Epilepsi parsialis kontinua terdiri dari manifestasi seizure repetitif, biasanya kedutan ritmis dari ekstremitas distal atau wajah bagian bawah, menetap selama beberapa hari, minggu, atau tahun dan tidak membentuk episode seizure tersendiri.KlasifikasiBangkitan (seizure) diklasifikasikan dalam beberapa cara: berdasarkan etiologi, yaitu idiopatik (primer) atau simtomatik (sekunder); lokasi asal; bentuk klinik (umum atau fokal); frekuensi (tunggal, repetitif, atau status epileptikus); atau berdasarkan korelasi elektrofisiologinya.Klasifikasi yang banyak dianut pertama kali diusulkan oleh Gastaut pada 1970 dan kemudian direvisi berulang oleh Commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy (ILAE) (1981). Klasifikasi ini, yang terutama didasarkan pada bentuk klinik seizure dan gambaran elektroensefalografi (EEG), diadopsi secara luas dan dipandang sebagai International Classification. Pada dasarnya, klasifikasi ini membagi seizure menjadi dua parsial, di mana tampak onset fokal atau terlokalisir, dan umum, di mana seizure dimulai bilateral.International classification of epileptic seizuresI. Generalized seizures (bilaterally symmetrical and without localonset)A. Tonic, clonic, or tonic-clonic (grand mal)B. Absence (petit mal)1. With loss of consciousness only2. Complexwith brief tonic, clonic, or automaticmovementsC. Lennox-Gastaut syndromeD. Juvenile myoclonic epilepsyE. Infantile spasms (West syndrome)F. Atonic (astatic, akinetic) seizures (sometimes with myoclonicjerks)II. Partial, or focal, seizures (seizures beginning locally)A. Simple (without loss of consciousness or alteration inpsychic function)1. Motorfrontal lobe origin (tonic, clonic, tonic-clonic;jacksonian; benign childhood epilepsy; epilepsia partialiscontinua)2. Somatosensory or special sensory (visual, auditory, olfactory,gustatory, vertiginous)3. Autonomic4. Pure psychicB. Complex (with impaired consciousness)1. Beginning as simple partial seizures and progressing toimpairment of consciousness2. With impairment of consciousness at onsetIII. Special epileptic syndromesA. Myoclonus and myoclonic seizuresB. Reflex epilepsyC. Acquired aphasia with convulsive disorderD. Febrile and other seizures of infancy and childhoodE. Hysterical seizuresPartial seizure atau bangkitan parsial adalah bentuk serangan di mana gejala klinis dan perubahan elektrogafis awal mengindikasikan keterlibatan kelompok neuron yang terbatas pada bagian dari satu hemisfer. Bila kesadaran tidak terganggu selama serangan, sebagaimana terbukti dengan adanya amnesia selama serangan, maka seizure diklasifikasikan sebagai simple partial seizure (bangkitan parsial sederhana). Bila kesadaran terganggu, maka seizure diklasifikasikan sebagai complex partial seizure (bangkitan parsial kompleks). Pada perekaman rutin, bangkitan parsial sederhana secara elektrografik seringkali hanya melibatkan satu hemisfer, sedangkan bangkitan parsial kompleks sering melibatkan kedua hemisfer. Lokasi lesi berkaitan dengan tipe seizure, dan hubungan ini sangat membantu dalam diagnosis sehingga harus dikenal dengan baik oleh semua ahli neurologi.Common seizure patternsCLINICAL TYPE LOCALIZATION Somatic motorJacksonian (focal motor) Prerolandic gyrusMasticatory, salivation, speech arrest Amygdaloid nuclei, opercularSimple contraversive FrontalHead and eye turning associated with armmovement or athetoiddystonic postures Supplementary motor cortexSomatic and special sensory (auras)Somatosensory Contralateral postrolandicUnformed images, lights, patterns OccipitalAuditory Heschls gyriVertiginous Superior temporalOlfactory Mesial temporalGustatory InsulaVisceral: autonomic Insular-orbital-frontal cortexComplex partial seizuresFormed hallucinations Temporal neocortex or amygdaloid-hippocampalcomplexIllusionsDyscognitive experiences(deja` vu, dreamy states, depersonalization)Affective states (fear, depression, or elation) TemporalAutomatism (ictal and postictal) Temporal and frontalAbsence Frontal cortex, amygdaloid-hippocampal complex, reticular-cortical systemBilateral epileptic myoclonus Reticulocortical, frontocentralSimple partial seizure dapat berupa gejala motorik fokal, sensorik, otonom, campuran atau psikis tanpa perubahan kesadaran. Gejala complex partial seizure secara primer terdiri dari perubahan isi kesadaran sehingga menurunkan kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan sekitarnya; hilangnya kesadaran secara total bukan merupakan gejala primer. Complex partial seizure selanjutnya dapat dibedakan menjadi dua: (1) partial seizure dengan hanya gangguan kesadaran, dimana terjadi penurunan kesadaran yang bermanifestasi sebagai konfusi; dan (2) partial seizure dengan automatism, yang terdiri dari gerakan repetitif yang sepertinya bertujuan, dapat berupa gerakan sederhana (menggaruk, menepuk, mengunyah, menelan, bergumam dan mengecap) ataupun gerakan terorganisir (ekspresi fasial, gestural dan verbal).Klasifikasi saat ini telah mengenal bahwa bangkitan parsial sederhana dapat berkembang menjadi bangkitan parsial kompleks atau menjadi bangkitan tonik-klonik umum, atau bisa juga bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan tonik-klonik umum.Generalized seizure atau bangkitan umum adalah bentuk serangan di mana gejala klinis dan perubahan elektrogafik awal mengindikasikan keterlibatan inisial dari kedua hemisfer. Biasanya disertai hilang kesadaran, aktivitas motorik bilateral, atau keduanya.Pada pasien ilustrasi kasus didapatkan informasi adanya riwayat bengong berulang sejak 2 tahun sebelumnya. Manifestasi ini dapat menjadi dasar klasifikasi complex parsial seizure. Sementara gejala tatapan kosong tiba-tiba yang disusul dengan kejang kelojotan mengindikasikan terjadinya generalisasi sekunder (tonik-klonik). Kekerapan serangan yang terjadi ketika pasien sedang duduk menonton TV mungkin berhubungan dengan faktor pencetus, yaitu kilatan cahaya. Namun teori ini tidak didukung dengan hasil EEG yang tidak menunjukkan perubahan berarti pada hiperventilasi (HV) dan stimulasi fotik (PS).Epilepsi parsial kompleksDiagnosis complex partial seizure (bangkitan parsial kompleks) sangat sulit. Serangan sangat bervariasi dan seringkali menginduksi gangguan perilaku dan fungsi psikis dan bukan interupsi kesadaran yang jelas sehingga dapat disalahartikan dengan temper tantrum (ledakan amarah), histeria, perilaku sosiopatik, atau psikosis akut. Sangat penting untuk menganamnesis secara hati-hati kepada saksi mata yang melihat serangan terjadi. Verbalisasi yang tak dapat diingat, berjalan tanpa tujuan, atau aksi dan perilaku yang tak sesuai dapat menjadi petunjuk. Complex partial seizure yang ringan dapat disalahartikan sebagai serangan absence, namun yang perlu diingat adalah periode bingung sering mengikuti complex partial seizure, yang mana tidak terjadi pada absence.Sekitar 70-80% kasus epilepsi parsial kompleks memiliki lokasi onset di lobus temporal, sedangkan pada 20-30% bangkitan berkembang dari lobus frontal. Etiologi tersering adalah sklerosis temporal mesial, yang merupakan lesi perinatal akibat hipoksia. Epilepsi parsial kompleks seringkali lebih sulit terkontrol secara adekuat dibandingkan epilepsi tipe lain, namun penjelasannya belum jelas. Mayoritas pasien mengalami aura, sering diingat sebagai sensasi perut yang naik atau turun, bau memuakkan, atau hentakan anggota gerak sebelum terjadinya seizure. Seizure sering dimulai dengan terhentinya aktivitas verbal yang disertai tatapan kosong. Pasien tidak merespon stimulus verbal atau visual. Automatisme dapat timbul berupa gestural (memungut objek, gerakan mencuci tangan berulang-ulang) atau oral (mengecap bibir), dan pasien bisa berjalan tanpa tujuan. Gerakan-gerakan ini cenderung khas untuk masing-masing pasien. Gerakan bertujuan atau tindak kekerasan tidak lazim terjadi. Iktal berlangsung sekitar 1 hingga 3 menit, diikuti periode postictal confusion yang biasanya berakhir dalam 5-20 menit. Pasien tidak ingat kejadian selama seizure.EEG sering membantu memastikan diagnosis, terutama bila interictal spikes (gelombang paku interiktal) dapat diidentifikasi berasal dari lobus temporal atau frontal. Karena lobus temporal dan lobus frontal sisi bawah berada jauh dari elektrode EEG, pada beberapa pasien terkadang sulit untuk menemukan spike. Penggunaan deprivasi tidur dan elektrode nasofaring dan sfenoid khusus dapat meningkatkan cakupan diagnostik. Scan MRI sering dikerjakan dengan potongan khusus pada hipokampus untuk memperlihatkan sklerosis temporal mesial. Pada 30% pasien dapat ditemukan kausa dari epilepsi parsial kompleks.Epilepsi lobus frontalPasien dengan epilepsi lobus frontal dapat datang dengan sindrom epilepsi yang jelas atau dengan manifestasi perilaku/motorik yang tak wajar, yang bisa saja sepintas tidak dikenali sebagai seizure. Gambaran yang dapat membedakan seizure lobus frontal dari peristiwa nonepileptik antara lain adalah semiologi stereotipik, timbul saat tidur, durasi singkat (sering