EPILEPSI GAMPANG
-
Upload
yunita-eka-putri-dungga -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
Transcript of EPILEPSI GAMPANG
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 1/12
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani “epilambanein” yang berarti “serangan”. Epilepsi
bukanlah suatu penyakit, tetapi gejala yang dapat timbul karena penyakit. Epilepsi ialah
manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas,
yaitu seragan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron kortikal secara
berlebihan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-
serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang
bersifat reversibel.1
Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul
disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik
abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara
paroksismal dengan berbagai macam etiologi. Serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal
dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang
spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (“unprovoked ”).2
Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut
yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang, sedangkan
gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan
kesadaran, gangguan sensorik (subjektif), gangguan motorik atau kejang (objektif), gangguan
otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semua itu tergantung dari letak
fokus epileptogenesis atau sarang epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenal bermacam
jenis epilepsi.2,3
Etiologi
Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di otak. Sekitar 70%
kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30%
yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala,
infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik.
Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.4
Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya
epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi
menjadi 20%-30%.5
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 2/12
Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti hormon estrogen,
hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) yang meningkatkan kepekaan terjadinya serangan
epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat
menurunkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi.4
Klasifikasi
Ada dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu pada tahun 1981
dan tahun 1989. International League Against Epilepsi (ILAE) pada tahun 1981 menetapkan
klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):2
1. Serangan parsial
a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)
Dengan gejala motorik
Dengan gejala sensorik
Dengan gejala otonom
Dengan gejala psikis
Kejang parsial sederhana dimulai dari fenomena motorik, sensorik atau autonom, tergantung dari
daerah korteks yang terkena. Misalnya, gerakan klonik dari salah satu kelompok otot wajah,
ekstremitas atau faring yang dapat muncul. Gejala otonom dapat berupa pallor, wajah memerah,
berkeringat, piloereksi, dilatasi pupil, muntah, borborigmi, dan inkotinensia. Gejala psikis dapat
berupa disfasia, distorsi memori, defisit kognitif, dan lain-lain.3
b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran
Gangguan kesadaran saat awal serangan
Kejang parsial kompleks dapat dikenal sebagai kejang lobus temporalis atau psikomotor.
Penderita kejang ini akan mengalami gangguan kesadaran, responsif, atau memori. Gejala yang
paling sering terjadi adalah gerakan stereotipik. Pada umumnya kejang terjadi selama kurang
dari 30 menit. Manifestasi motorik yang dihasilkan berupa aktivitas motorik involunter,
automatisme, dan sebagainya.3
c. Serangan umum sederhana
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 3/12
Parsial sederhana menjadi tonik-klonik
Parsial kompleks menjadi tonik-klonik
Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik
2. Serangan umum
a. Absans (Lena)
Kejang absans secara genetik diturunkan yang biasanya mulai terjadi pada masa kanak-kanak
dan jarang terjadi pada masa dewasa. Karakteristik kejang ini adalah kehilangan kesadaran (5-10
detik) pasien tanpa mengganggu postur tubuh normalnya. Anak yang memiliki kejang absans
biasanya memiliki keluhan pada pendidikannya dan interaksi sosial. Pada sebagian besar
penderita kejang absans yang memiliki intelegensi normal dan aktivitas yang baik mengalami
kejang hanya pada waktu masa kanak-kanak.
b. Mioklonik
Kejang mioklonik dicirikan dengan kejang yang tiba-tiba pada beberapa otot ekstremitas saja.
Kejang tersebut kemungkinan idiopatik atau berhubungan dengan variasi dari kelainan
neurodegeneratif, misalnya penyakit Unverricht-Lundborg, penyakit Lafora body, sialidosis, dan
sebagainya.
c. Klonik
Kejang klonik dicirikan sebagai pengulangan dari kelojotan yang disertai penurunan kesadaran.
Kejang ini tidak didahului oleh fase tonik.
d. Tonik
Kejang tonik memiliki karakteristik kontraksi otot berkelanjutan yang dapat menyebabkan
ekstremitas dalam keadaan fleksi atau ekstensi. Kesadaran pasien akan menurun dan tidak
terdapat fase klonik.
e. Atonik (Astatik)
Kejang atonik merupakan hasil dari kehilangan keseimbangan postur tubuh, terkadang diikuti
kelojotan mioklonik. Biasanya kejang ini dimiliki oleh penderita sindrom Lennox-Gastaut.
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 4/12
f. Tonik-klonik
Kejang tonik-klonik terjadi ketika kesadaran menurun dan tanpa disertai aura atau petanda
lainnya. Jika petanda muncul maka pada umumnya termasuk kepada gejala yang nonspesifik.
Pada manifestasi awal fase tonik dapat ditemukan ketidaksadaran pasien dan kontraksi tonik
selama 10-30 detik pada otot ekstremitas sehingga menghasilkan gerakan ekstensi dari
ekstremitas. Kontraksi pada otot respirasi dapat menghasilkan bunyi seperti tangisan dan
sianosis.
Kemudian fase tonik akan diikuti oleh fase klonik, ekstremitas akan kelojotan selama 30-60
detik. Frekuensi kelojotan akan berkurang sampai pada akhirnya pasien merasa lemas pada otot-
ototnya.
3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang lengkap).
Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para klinisi karena
hanya ada dua kategori utama, yaitu serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 5/12
fokus yang terlokalisir di otak dan serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah
yang lebih luas pada kedua belahan otak.
Klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE tahun 1989 adalah :
1. Berkaitan dengan letak fokus
a. Idiopatik
Epilepsi Rolandik benigna (childhood epilepsi with centro temporal spike)
Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
b. Simptomatik
Lobus temporalis
Lobus frontalis
Lobus parietalis
Lobus oksipitalis
2. Umum
a. Idiopatik
Kejang neonatus familial benigna
Kejang neonatus benigna
Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
Epilepsi Absans pada anak
Epilepsi Absans pada remaja
Epilepsi mioklonik pada remaja
Epilepsi dengan serangan tonik-klonik pada saat terjaga
Epilepsi tonik-klonik dengan serangan acak
b. Simptomatik
Sindroma West (spasmus infantil)
Sindroma Lennox Gastaut
3. Berkaitan dengan lokasi dan epilepsi umum (campuran 1 dan 2)
Serangan neonatal
4. Epilepsi yang berkaitan dengan situasi
Kejang demam
Berkaitan dengan alkohol
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 6/12
Berkaitan dengan obat-obatan
Eklampsia
Serangan yang berkaitan dengan pencetus spesifik (refleks epilepsi)
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 7/12
Fisiologi dan Patofisiologi
Otak terdiri dari sekian milyar sel neuron yang satu dengan lainnya saling
berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan
perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam keadaan normal, lalu-lintas
impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur
lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu
maka neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam
mekanisme pengaturan ini adalah:
Glutamat, yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter
GABA (Gamma Aminobutyric Acid ), yang bersifat sebagai brain’s inhibitory
neurotransmitter.
Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin,
sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT)
dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsi belum jelas dan masih perlu
penelitian lebih lanjut.6
Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak
yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi
dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok
neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi
yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang
secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan epilepsi.
Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal itu yaitu:
1. Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kurang optimal sehingga terjadi
pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang.
Pada penderita epilepsi terkaandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus
oksipitalis).5 Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik.
2. Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls
epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus
impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya
konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat
pada berbagai tempat di otak.5
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 8/12
3. Pada dasarnya otak yang normal mempunyai potensi untuk mengadakan pelepasan abnormal
impuls epileptik.
Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik
berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit
serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron
sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.
Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke,
kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat terganggu fungsi
neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang bila
ada rangsangan pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus
sensorik dan lain-lain.
Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus
epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkorteks,
thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam
waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah
proses inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten
menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan
dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti.
Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron. (karena
kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa
terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion. Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak,
hipoksia otak, asidosis metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga
menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus.
Diagnosis
Diagnosis epilepsi biasanya dapat dibuat dengan cukup pasti dari anamnesis lengkap,
terutama mengenai gambaran serangan, hasil pemeriksaan umum dan neurologik serta
elektroensefaligrafi (EEG).
Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus kejang.
Diagnosis epilepsi tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal
2. Brain Imaging
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 9/12
3. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
4. Uji laboratorium
a. Punksi lumbal untuk menganalisis cairan serebrospinal yang terutama dipakai untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi.
b. Hitung daerah lengkap untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab; dan pada kasus yang
diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi haematokrit dan jumlah trombosit.
c. Cairan elektrolit→serum elektrolit, Ca total, dan magnesium serum seringkali diperiksa pada
saat pertama kali terjadi kejang, dan pada anak yang berusia kurang dari 3 bulan, dengan
penyebab elektrolit dan metabolik lebih lazim ditemui (uji glukosa darah dapat bermanfaat
pada bayi atau anak kecil dengan kejang yang berkepanjangan untuk menyingkirkan
kemungkinan hipoglikemia).
d. Skrining toksik dari serum dan urin untuk menyingkirkan kemungkinan keracunan.
e. Pemantauan kadar obat antiepileptik digunakan pada fase awal penatalaksanaan dan jika
kepatuhan pasien diragukan.
Terapi
Penanganan kejang secara modern bermula dari tahun 1850 dengan pemberian
bromida, dengan dasar teori bahwa epilepsi disebabkan oleh suatu dorongan seks yang
berlebih. Pada tahun 1910, kemudian digunakan fenobarbital yang awalnya dipakai untuk
menginduksi tidur, kemudian diketahui mempunyai efek antikonvulsan dan menjadi obat
pilihan selama bertahun-tahun. Sejumlah obat lain yang juga digunakan sebagai pengganti
fenobarbital termasuk pirimidone, dan fenitoin yang kemudian menjadi obat lini pertama
epilepsi untuk penanganan kejang parsial dan generalisata sekunder. Pada tahun 1968,
karbamazepin awalnya digunakan untuk neuralgia trigeminal, kemudian pada tahun 1974
digunakan untuk kejang parsial. Etosuksimid telah digunakan sejak 1958 sebagai obat utama
untuk penanganan kejang absans tanpa kejang tonik klonik generalisata. Valproate mulai
digunakan 1960 dan saat ini sudah tersedia di seluruh dunia dan menjadi pilihan obat pada
epilepsi primer generalisata dan kejang parsial.7
1. Fenobarbital
Merupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif. Toksisitasnya relatif rendah,
murah, efektif, dan banyak dipakai. Dosis antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk
hipnotis. Ia merupakan antikonvulsan yang nonselektif. Manfaat terapeutik pada serangan
tonik-klonik generalisata (grand mall) dan serangan fokal kortikal.
2. Primidon
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 10/12
Efektif untuk semua jenis epilepsi kecuali absans. Efek antikonvulsi ditimbulkan oleh
primidon dan metabolit aktifnya.
3. Hidantoin
Yang termasuk dalamm golongan ini adalah fenitoin, mefenitoin, dan etotoin.
Fenitoin : Fenitoin adalah obat primer untuk semua bangkitan parsial dan bangkitan tonik-
klonik, kecuali bangkitan absans. Fenitoin tidak sedatif pada dosis biasa. Berbeda dengan
fenobarbital, obat ini juga efektif pada beberapa kasus epilepsi lobus temporalis.
4. Karbamazepine
Termasuk dalam golongan iminostilbenes. Manfaat terapeutik ialah untuk epilepsi lobus
temporalis, sendiri atau kombinasi dengan bangkitan generalisata tonik-klonik (GTCS).
5. Etosuksimid
Obat ini dipakai untuk bangkitan absence. Efek antikonvulsi pada binatang sama halnya
dengan trimetadion. Proteksi terhadap pentilentetrazol, akan menaikkan nilai ambang
serangan. Manfaat terapeutik ialah terhadap bengkitan absans.
6. Asam valproat (Valproic acid )
Asam valproat dipakai untuk berbagai jenis serangan atau bangkitan. Efek sedasinya
minimal, efek terhadap SSP lain juga minimal. Terhadap Pentilen tetrazol, potensi asam
valproat lebih besar daripada etosuksimid, tapi lebih kecil pada fenobarbital. Asam valproat
lebih bermanfaat untuk bangkitan absence daripada terhadap bangkitan umum tonik-klonik.
7. Obat anti epilepsi baru
Obat anti epilepsi baru di antaranya adalah felbamat, gabapentin, lamotrigin, topiramat,
tiagabin, oxcarbazepin, levetiracetam, zonisamid, dan pregabalin. Pada umumnya obat-
obatan tersebut digunakan sebagai obat penunjang yang memiliki tingkat keamanan dan
profil toleransi yang lebih baik dibandingkan obat konvensional. Akan tetapi, obat tersebut
belum diketahui kadarnya jika di dalam serum dan efek pada fetus yang belum jelas.
Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung kepada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi, faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis
epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah
dengan obat-obatan, sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat berhenti minum
obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau
absans mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 11/12
pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental
mempunyai prognosis relatif jelek.7
Status Epileptikus
Status epileptikus (SE) adalah keadaan kejang yang berkelanjutan, ketika kejang muncul
terus menerus (pada umumnya lebih dari 5 menit) atau frekuensi kejadian yang berulang
(pada umumnya lebih dari 2 kali) serta kesadaran pasien tidak membaik seutuhnya saat di
antara kejang.
Tujuan terapi SE adalah menghentikan kejang, secara klinis atau elektrografik, secepat
mungkin (sekitar 30-45 menit), mendiagnosis penyebabnya, serta mencegah dan
memperbaiki komplikasi sistemik yang terjadi. Langkah-langkah terapi yang dapat dilakukan
adalah:
- Memastikan saluran pernapasan pasien tidak bermasalah, memberikan oksigen, mengukut
tekanan darah, dan frekuensi nadi secara berkesinambungan dan jika diperlukan dapat
menggunakan oksimetri.
- Membuat dua saluran intravena, salah satunya untuk memasukkan obat dengan
menggunakan salin, sedangkan saluran lainnya untuk glukosa, elektrolit, dan sebagainya.
- Memonitor jantung dan melakukan EEG.
- Memasukkan thiamin 100 mg secara intravena. Walaupun pasien tidak mengalami
hipoglikemi, masukkan 1 ampul (50 ml) glukosa 50% intravena.
Epilepsi pada Kehamilan
Hal yang perlu diperhatikan saat epilepsi terjadi pada wanita hamil adalah:
- Jangan mengganti terapi obat anti epilepsi (OAE) selama masa hamil. Penggantian OAE
dapat dilakukan saat sebelum atau sesudah masa kehamilan. Hindari polifarmasi saat hamil.
- Epilepsi saat hamil perlu diobservasi di klinik setiap 1 bulan dan OAE yang digunakan perlu
dicek ulang.
- Usahakan tidak menggunakan asam valproat saat hamil.
- Tidak terdapat kontraindikasi penggunaan OAE pada ibu menyusui yang menderita epilepsi.
- Wanita hamil yang epilepsi membutuhkan 4 mg folat setiap hari.
- Jika wanita hamil menggunakan asam valproat atau karbamazepin, lakukan pengecekan alfa-
fetoprotein dan USG selama trimester pertama.
- Kemungkinan malformasi fetus pada wanita hamil dengan epilepsi lebih besar 3-4 kali
dibandingkan wanita hamil yang tidak menderita epilepsi.
7/16/2019 EPILEPSI GAMPANG
http://slidepdf.com/reader/full/epilepsi-gampang 12/12
Epilepsi pada Perempuan
Frekuensi dan tingkat keparahan epilepsi dapat meningkat pada masa pubertas, menstruasi,
kehamilan, dan menopause. Salah satu faktor terpenting adalah faktor hormonal, misalnya
estrogen yang memiliki efek epileptogenik ringan, sedangkan progesteron merupakan anti-
epileptogenik lemah.
Berdasarkan perubahan fisiologis pada perempuan maka dikenal beberapa jenis epilepsi yaitu
epilepsi pada masa pubertas, masa menstruasi, kehamilan, persalinan, masa menyusui,
menopause, penggunaan kontraseptif oral dan suntikan, serta penggunaan terapi sulih hormon
yang biasa disebut hormon replacement therapy (HRT).
OAE (karbamazepin, fenitoin, fenobarbital) yang dapat meningkatkan enzim mikrosomal
dapat mengakibatkan penurunan efek kontrasepsi oral. Penggunaan suntikan seperti Depo
Provera dapat mengurangi bangkitan terutama pada perempuan dengan bangkitan katamenial.
Pemberian suntikan dianjurkan diulang setiap 10 minggu dari yang biasanya 12 minggu
karena secara teoritis diduga induksi enzim yang dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi
tersebut. Benzodiazepin, lamotrigin, dan gabapentin dilaporkan tidak mempengaruhi
efektivitas kontrasepsi oral. Bila menggunakan kontrasepsi oral, sebaiknya yang memiliki 50
mikrogram etinilestradiol.