Epidural Hematoma Refrat

download Epidural Hematoma Refrat

of 16

description

edh

Transcript of Epidural Hematoma Refrat

Referat Bedah Saraf

Periode 17 Agustus 23 Agustus 2015

Epidural Hematoma

Oleh :

Rizky Hening SaputriG99142082

Heigy Mutiha Putri

G99141029

Ayu Wening Tyas P

G99141037KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

BAB 1PENDAHULUANA. LATAR BELAKANGEpidural hematoma (EDH) merupakan pengumpulan darah diantara tengkorak dengan duramater. Merupakan salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi. Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri meningens ( a. Meningea media ). Fraktur tengkorak yang menyertai dijumpai pada 8% - 95% kasus, sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara). Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi.Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10% diantaranya mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.Epidural hematoma merupakan kasus emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIEpidural hematoma (EDH) merupakan pengumpulan darah diantara tengkorak dengan duramater ( dikenal dengan istilah hematom ekstradural ). Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri meningens ( a. Meningea media ).Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras.Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan.Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.Manifestasi neurologik akan terjadi beberapa jam setelah trauma kapitis.Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran yang menurun secara progresif. Pupil pada sisi perdarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian menjadi lebar dan tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya. Inilah tanda bahwa herniasi tentorial sudah menjadi kenyataan. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan tahap-tahap disfungsi rostrokaudal batang otak. Pada tahap kesadaran sebelun stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparesis atau seranagan epilepsi fokal. Hanya dekompresi bisa menyelamatkan keadaan.

B. ANATOMITulang kepala terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis cranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak).Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala.Efek-efek ini harus dihindari dan di temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluh besar.Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak.Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebut tabula eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria meningea anterior, media, dan posterior.Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan rusaknya salah satu dari artery-artery ini, perdarahan arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera.Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah duramater, arachnoid, dan piamater:

1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:

a. Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang membungkus dalam calvaria

b. Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang berlanjut terus di foramen mgnum dengan duramater spinalis yang membungkus medulla spinalis

2. Arachnoideamater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba

3. Piamater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak pembuluh darah.C. ETIOLOGI

Hematoma epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor.Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.Etiologi yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi :

1. Trauma kepala

2. Sobekan a/v meningea mediana

3. Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum

4. Ruptur v diplorica

Hematom epidural biasanya berasal dari perdarahan arterial akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri meningea mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai 85-95% kasus, sedang sisanya ( 9% ) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara. Hematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan dalam waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien, perdarahan terjadi pada arteri meningeal tengah, vena atau keduanya. Pembuluh darah meningeal tengah cedera ketikaterjadi garis fraktur melewati lekukan minengeal pada squama temporal.Etiologic Classification

Tersering :

Trauma

Arteriovenous malformation

Aneurysm

Hypertensive

Coagulopathy

Jarang :

Neoplastic (hemorrhage into malignant tumor)

Vasculitis

Infectious (bacterial or mycotic aneurysm)

Amyloid angiopathy

Venous thrombosis

Hemorrhage into infarct

Tabel 1. Etiologi Perdarahan Intrakranial

D. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGIDi Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1. Tipe- tipe :

1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri

2. Subacute hematoma ( 31 % )

3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

E. PATOFISIOLOGIPada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. Sumber perdarahan : Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti. Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral.

F. GEJALA KLINISGejala yang sangat menonjol dari EDH ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti.Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala. Gejala yang sering tampak :

1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

2. Bingung

3. Penglihatan kabur

4. Susah bicara

5. Nyeri kepala yang hebat

6. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

7. Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.

8. Mual

9. Pusing

10. Berkeringat

11. Pucat12. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.

Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.Jika EDH disertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.Gejala klinis hematom epidural terdiri dari trias gejala:

1. Interval lusid (interval bebas)Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval lucid yang diikuti dengan perkembangan yang merugikan pada kesadaran dan hemisphere contralateral. Lebih dari 50% pasien tidak ditemukan adanya interval lucid, dan ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera. Sakit kepala yang sangat sakit biasa terjadi, karena terbukanya jalan dura dari bagian dalam cranium, dan biasanya progresif bila terdapat interval lucid. Interval lucid dapat terjadi pada kerusakan parenkimal yang minimal. Interval ini menggambarkan waktu yang lalu antara ketidak sadaran yang pertama diderita karena trauma dan dimulainya kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan berasal dari arteri.

2. Hemiparesis

Gangguan neurologis biasanya collateral hemipareis, tergantung dari efek pembesaran massa pada daerah corticispinal. Ipsilateral hemiparesis sampai penjendalan dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral kontralateral peduncle pada permukaan tentorial.

3. Anisokor pupil

Yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.pada tahap ahir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.G. DIAGNOSIS

Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur yang menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi hematoma.Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan dura, umumnya di daerah temporal dan tampak bikonveks.H. DIAGNOSIS BANDING

1. Subdural HematomaPerdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena jembatan. Gejala klinisnya adalah :a. sakit kepalab. kesadaran menurun (+ / -)

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan tampak seperti bulan sabit.

2. Subarakhnoid hematoma

Gejala klinisnya yaitu :

a. kaku kuduk

b. nyeri kepala

c. bisa didapati gangguan kesadaran

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang subarakhnoid.

I. PENATALAKSANAAN1) Penanganan darurat :

a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana

b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

2) Terapi MedikamentosaElevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan meningkakan drainase vena.

Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik.

Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin.

Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial.

Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.

3) Terapi OperatifOperasi dilakukan bila terdapat :

a. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)

b. Keadaan pasien memburuk

c. Pendorongan garis tengah > 3 mmIndikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini disebabkan oleh lesi desak ruang.

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

a. > 25 cc = desak ruang supra tentorial

b. > 10 cc = desak ruang infratentorial

c. > 5 cc = desak ruang thalamusSedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

a. Penurunan klinis

b. Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift> 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.c. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah, kembalinya tekanan intrakranial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan mencegah perdarahan ulang.Indikasi operasi yang harus dipertimbangkan adalah status neurologis, status radiologis, dan tekanan intracranial.

Preparasi Pra Operasi:

a. Inform consent

b. Pencegahan hipotensi dan hipoksia

c. Pemeriksaan foto thoraks dan cervikal

d. Infus line

e. Pemeriksaan darah, meliputi, darah rutin, elektrolit, crossmatch, dan bila perlu AGD.

f. Pasang kateter

g. Profilaksis antibiotik

h. ETT yang adekuat

i. Perlindungan kedua mata dari cairan dan tekanan

Teknik Operasi:

a. Predileksi lokasi: 50% ditemporal, 15-20% di frontal, dan sisanya di occipital, fossa posterior, dan parietal.b. Bila ada mix lessi (hipodens clans hiperdens) curigai adanya gangguan pembekuan darah

c. Teknik:

Incisi bentuk question mark atau tapal kuda

Burr hole I di daerah yang paling banyak clothing biasanya di lobus temporal, bila perlu dilanjutkan dulu kraniektomi kecil dan evakuasi clothing untuk mengurangi tekanan, lalu dilanjutkan kraniotomi untuk mengevakuasi massa

Bila durameter tegang kebiruan lakukan intip dura dengan incisi kecil

Kemudian durameter dijahit clan dilakukan gantung dura

J. PROGNOSISPrognosis tergantung pada :

1. Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

2. Besarnya

3. Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Apabila cepat dioperasi, mortalitas kurang dari 10%. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.DAFTAR PUSTAKA1. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5

2. Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran USU. [serial online] 2004. [cited 20 Mei 2008]. Didapat dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi61.pdf

3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003. p. 818-94. Waxman SG. Correlative Neuroanatomy. USA: Lange Medical Books, 2000. p. 183-5

5. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: EGC, 1994. p. 329-30

6. Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial Pressure. Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial online] 2003. [cited 20 Mei 2008]. Didapat dari : http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.html

7. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006. p. 9-11

8. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: Gaya Baru, 2006. p. 359-65, 382-87

9. Evans RW. Neurology and Trauma. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1996. p. 144-5

16