Environment Etika
-
Upload
fidelpitareni -
Category
Documents
-
view
251 -
download
2
description
Transcript of Environment Etika
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu profesi tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatanadalah tenaga profesi perawat. Perawat merupakan tenaga profesional
yang memiliki body of knowledge yang khusus dan spesifik dan dalam menjalankan
praktik profesinya memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat, sehingga perawat juga
sangat terikat oleh aturan - aturan hukum yang mengatur praktik tenaga kesehatan.Aspek
hukum praktik keperawatan merupakan perangkat hukum atau aturan-aturan hukum yang
secara khusus menentukan hal-hal yang seharusnya dilakukan atau larangan perbuatan
sesuatu bagi profesi perawat dalam menjalankan profesinya.
Menghadapi era globalisasi saat ini peran perawat dituntut untuk memberikan
pelayanan perawatan yang professional dimana perawat secara aktif terlibat dalam
pembuatan keputusan terkait dengan permasalahan yang dihadapi klien dan memiliki
kebebasan untuk melakukan praktik serta melakukan hubungan kolaborasi dengan dokter
secara baik. Manfaat pelaksanaan praktek keperawatan secara profesional pada rumah
sakit adalah terjadinya peningkatan kepuasan kerja perawat, terciptanya lingkungan kerja
yang aman, menurunnya ketegangan emosi perawat dalam melakukan pekerjaannya,
menurunnya angka cedera yang dialami perawat, serta penurunan angka kematian klien
yang di rawat.
Fenomena yang terjadi terkait dengan pelaksanaan praktik keperawatan di banyak
negara masih sering ditemukan perawat menghabiskan waktunya untuk melakukan
pekerjaan di luar keperawatan yang bukan menjadi tanggung jawabnya dan tentunya
kondisi ini akan berdampak pada tidak tersedianya waktu yang cukup untuk melakukan
praktik keperawatan secara berkesinambungan dan komprehensif bagi klien maupun
keluarganya. Pelaksanaan praktik keperawatan seperti ini juga masih sering ditemukan
pada beberapa rumah sakit di Indonesia. Kemungkinan hal ini terjadi diakibatkan karena
masalah lingkungan kerja perawat yang belum diselesaikan dengan baik.
Salah satu syarat untuk dapat menunjang pelaksanaan praktik keperawatan secara
profesional adalah dengan memperhatikan karakteristik individu yang meliputi usia, jenis
kelamin, status perkawinan, masa kerja dan pendidikan serta lingkungan kerja
perawatantara lainmeliputi komponen kualitas kepemimpinan, gaya manajemen, program
1
dan kebijakan ketenagaan, otonomi, hubungan interdisipin dan pengembangan profesional
sehingga dapat menciptakan pelaksanaan praktik asuhan keperawatan yang sesuai dengan
standar asuhan keperawatan.
Praktik keperawatan mencerminkan visi untuk praktik asuhan keperawatan yang
professionalyang dilaksanakan oleh profesi keperawatan. Praktik keperawatan
menyajikan kriteria di mana praktik semua perawat (Registered nurse) akan di ukur oleh
public, klien, employer, kolega dan perawat itu sendiri.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik lingkungan (Enviroment) dalam praktik keperawatan
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan (Enviroment) secara umum
b. Mengidentifikasi lingkup praktik keperawatan
c. Mengidentifikasi hubungan karakteristik lingkungan(Enviroment) dengan praktik
keperawatan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep lingkungan(Environment)
1. Pengertian
Lingkungan (Enviroment) adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan mempunyai arti penting bagi manusia, dengan lingkungan fisik
manusia dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan materilnya, dengan
lingkungan biologi manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmaninya, dan dengan
lingkungan sosial manusia dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya. Lingkungan
dipandang sebagai tempat beradanya manusia dalam melakukan segala aktivitas
kesehariannya.
2. Lingkungan kerja
Menurut Nitisemito (2000;110), lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di
lingkungan para pekerja yang mempengaruhi dirinya dalam menjalani tugas, seperti
temperature, kelembaban polusi, udara, ventilasi, penerangan, kegaduhan, kebisingan,
kebersihan tempat kerja dan memadai tidaknya alat dan perlengkapan kerja.
Lingkungan kerja juga merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi pekerja,
terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis. Sedangkan pengaruhnya itu
sendiri dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.
Di dalam meningkatkan semangat kerja perawat tidak terlepas dari lingkungan
kerja yang mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah
salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan
rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk
meningkatkan kinerja organisasi tersebut (Sihombing, 2004)
Lingkungan kerja dianggap penting karenaperawat perlu memahami sifat
lingkungan kerja tempat berlangsungnya kegiatan praktek keperawatan yang
diarahkan pada tujuan, dan mampu mengubah lingkungan itu, bila dirasa perlu guna
3
menciptakan suasana yang lebih tepat bagi pelayanan dan meningkatkan kepuasan
kerja karyawan.
Faktor – faktor lingkungan kerja menurut simanora (2000;83) kondisi lingkungan
kerja pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Lingkungan fisik atau tempat kerja : Ventilasi, penerangan, tata letak, dan
peralatan.
b. Kondisi psikososial atau perlakuan yang di terima : tempat kerja yang
memudahkan interaksi social yang tercipta tersebut dapat berpengaruh positif
terhadap prestasi kinerja karyawan.
B. Praktik Keperawatan
1. Pengertian
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi
dengan system klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan
pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok. (WCO,1997).
Praktik keperawatan yaitu membantu individu atau kelompok dalam
mempertahankan atau meningkatkan kesehatan yang optimal sepanjang proses
kehidupan dengan mengkaji status kesehatannya, menentukan diagnose,
merencanakan dan mengimplementasikan strategi perawatan untuk mencapai tujuan,
serta mengevaluasi respons terhadap perawatan dan pengobatan (National Council of
State Boards of Nursing).
Menurut Ali (1997) proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan
yang ilmiah,sistematis,dinamis,dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam
rangka pemecahan masalah kesehatan pasien/klien,di mulai dari pengkajian
(pengumpulan data,analisis data,dan penentuan masalah) diagnosis keperawatan,
pelaksanaan, dan penilaian tindakan keperawatan. Asuhan keperawatan di berikan
dalam upaya memenuhi kebutuhan klien. Menurut A Maslow ada lima kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis meliputi oksigen,cairan,nutrisi, kebutuhan
rasa aman dan perlindungan,kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki,kebutuhan akan
harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Standar Praktik
keperawatan profesional merupakan pedoman bagi perawat di Indonesia dalam
4
melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses ( baik generalis
maupun spesialis ).
C. Hubungan Karakteristik Lingkungan Dalam Standar Praktik Keperawatan
Keperawatan merupakan bentuk pelayanan profesional kepada klien yang
diberikan secara manusiawi, komprehensif dan individualistik, berkesinambungan sejak
klien membutuhkan pelayanan asuhan keperawatan sampai saat klien mampu
melaksanakan kegiatan sehari-hari secara produktif untuk diri sendiri dan orang lain.
Pelayanan keperawatan profesional hanya dapat diberikan oleh tenaga keperawatan
profesional yang telah memiliki izin dan kewenangan untuk melakukan tindakan
keperawatan yang dibutuhkan oleh klien.
Praktik keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat ahli madya
keperawatan, ners, ners spesialis dan ners konsultan melalui kerjasama yang bersifat
kolaboratif dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktik asuhan
keperawatan di indonesia sering diasumsikan sama dengan praktik kedokteran baik oleh
masyarakat atau perawat sendiri. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan
tentang praktik keperawatan profesional, di lain pihak hukum masih dianggap suatu hal
yang menakutkan yang sering dikaitkan dengan sanksi atau hukuman.
5
BAB III
PEMBAHASAN
A. Konsep Umum
1. Pengertian Praktik Keperawatan
Praktik keperawatan yang diungkapkan WCO (1997) dan National Council of
State Boards of Nursing serta CHS (1992), maka kelompok menyimpulkan bahwa praktik
keperawatan itu adalah tindakan mandiri dengan tujuan untuk membantu individu atau
kelompok dalam mempertahankan atau meningkatkan kesehatan yang optimal melalui
kolaborasi dengan system klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawab.
Praktik keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat profesional
melalui kerjasama bersifat kolaborasi dengan pasien atau klien dan tenaga kesehatan
lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawab. (Nurse, Ferry.2012.”Pratik Perawat Profesional”).
2. Lisensi Praktik
Badan yang berwenang memberikan lisensi berhak dan bertanggung jawab
terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh praktisi yang melakukan pelanggaran
etis. Hukum atau undang-undang tidak mengidentifikasi mutu kinerja, akan tetapi hanya
menjamin keselamatan pelaksanaan standar praktik keperawatan secara minimal.
Washington State Nursing Practice Act (The State Nurses Association) menyatakan
bahwa seseorang yang terdaftar (registered nurse) secara langsung bertanggung jawab dan
bertanggung gugat terhadap individu untuk memberikan pelayanan keperawatan yang
berkualitas.
Apabila dibutuhkan untuk mengganti lisensi institusional menjadi lisensi individual,
keperawatan secara konsisten dapat mempertahankan :
a. Asuhan keperawatan yang berkualitas, baik sesuai tanggung jawab maupun tanggung
gugat perawat yang merupakan bagian dari lisensi profesi.
b. Bila perawat menyakini bahwa profesi serta konstribusinya terhadap asuhan
keperawatan adalah penting, maka mereka akan tampil dengan percaya diri dan penuh
tanggung jawab.
6
3. Dasar Hukum Dalam Praktik Keperawatan
a. Departemen Kesehatan RI telah mengeluarkan Kepmenkes No 1239/2001 tentang
“Registrasi dan Praktik Perawat”, Ketetapan ini perlu dijabarkan lebih lanjut, maka
Direktorat Pelayanan Keperawatan bekerjasama dengan Bagian HUKMAS
Departemen Kesehatan dan organisasi profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI) menyusun petunjuk pelaksanaan Kepmenkes No 1239/2001 yang meliputi
hak, kewajiban dan wewenang, tindakan keperawatan, persyaratan praktik
keperawatan, mekanisme pembinaan dan pengawasan.
b. UU Nomer 36 tahun tentang Kesehatan dan dalam pembagian tenaganya juga telah
diatur dalam PP Nomer 32 tentang tenaga kesehatan dan yang terbaru PERMENKES
Nomer 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat.
Dalam hal pengaturan praktik perawat diatur dalam pasal 2, 8, 9,11 dan 12,
PERMENKES 148 Tahun 2010
c. PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL,REGISTRASI DAN PRAKTIK
PERAWAT . 14
d. UU kep bab v pasal 30 ayat 1 sampai 5
e. Pasal 3 1 ayat 1 sampa 9 peran dan wewenang perawat
f. UU NO 9 TH 1960 tentang pokok-pokok kesehatan
g. UU no 6 TAHUN 1963 TENTANG TENAGA KESEHATAN
h. UU KESEHATAN NO 14 TAHUN 1964 TENTANG WAJIB KERJA PARAMEDIS
i. SK MENKES NO 262/PER/VII/1979 TH 1979
j. PERMENKES NO 363/MENKES/PER/XX/TAHUN 1980
k. SK MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NO.94/MENPAN/1986/ TANGGAL 4 NOVEMBER 1986 Tentang jabran
fungsitenaga keperawatan dan sistem kredit point
l. UU KESEHATAN NO 2 TAHUN 1992 PASAL 53 AYAT 4, PASAL 50 AYAT 1,
PASAL 53 AYAT 4
4. Syarat Dalam Praktik Keperawatan
a. Kewajiban :
1) Registrasi, sertifikasi dan lisensi
2) Melaksanakan prinsip etik
7
3) Meningkatkan kemampuan profesionalisme lewat pendidikan dan pelatihan
4) Melakukan rujukan
5) Mematuhi standar
6) Ikut membantu program pemerintah di bidang kesehatan
b. Administratif :
1) Pendidikan minimal D3 keperawatan
2) Memiliki SIP atau STR
3) Memiliki SIPP
4) Dokumen tentang fasilitas pelayanan yg ada
c. Fasilitas Fisik :
1) Memiliki gedung (rung tindakan, ruang adm, ruang tunggu dan kamar mandi)
2) Memiliki peralatan yang siap pakai (alat tenun, alkes, alat rumah tangga dan alat
untuk pencatatan)
3) Memasang papan nama praktik keperawatan
5. Tujuan praktek
Permenkes RI No.HK.02.02/Menkes/148/2010 tentang Praktik Keperawatan, PASAL 8 :
a. Memenuhi kebutuhan oksigenasi
b. Memenuhi kebutuhan Nutrisi
c. Memenuhi kebutuhan Integritas jaringan
d. Memenuhi kebutuhan Cairan dn elektrolit
e. Memenuhi kebutuhan Eliminasi BAB dan BAK
f. Memenuhi kebutuhan Istirahat dan tidur
g. Memenuhi kebutuhan Obat-obatan
h. Memenuhi kebutuhan Sirkulasi
i. Memenuhi kebutuhan Rasa nyaman, aman dan keselamatan
j. Memenuhi kebutuhan Manajemen nyeri
k. Memenuhi kebutuhan Aktivitas dan exercise
l. Memenuhi kebutuhan Psikososial, spiritual dan interaksi
m. Memenuhi kebutuhan Perasaan kehilangan menjelang ajal dan kematian
n. Memenuhi kebutuhan Seksual
o. Memenuhi kebutuhan Lingkungan sehat
8
p. Memenuhi kebutuhan Ibu hamil, melahirkan dan post partum
q. Memenuhi kebutuhan BBL
r. Memenuhi kebutuhan PUS
s. Memenuhi kebutuhan Remaja putri
t. Memenuhi kebutuhan Pra nikah
u. Memenuhi kebutuhan Menopouse
6. Dampak praktek
6.1. Dampak Negatif
6.1.1. Human error
a. Knowledge and skill
b. IPTEK
c. Beban kerja
d. Penglaman kerja
e. Tingkat kejenuhan dalam bekerja
f. Motivasi dlam sikap
g. Kesejahteraan perawat
h. Psikologis : mental
i. Upgradding dari knowledge and skill
j. Teamwork
6.1.2. Sarana dan prasarana
a. Keterbatasan alat
b. Uji kelayakan / kalibrasi alat
c. Kesterilan alat
8.1. Dampak Positif
a. Pendekatan Humanistik dan Terapeutik
b. Kontinue dan Komprehensif
c. Berlaku bagi seluruh siklus hidup manusia
d. Meningkatkan kemandirian melalui health education
e. Berfokus pada promotion dan rehabilitation
9
7. Sanksi Dalam Praktik Keperawatan
a. Pelanggaran ringan : pencabutan izin selama-lamanya 3 bulan
b. Pelanggaran sedang , pencabutan izin selama-lamanya 6 bulan
c. Pelanggaran berat, pencabutan izin selama-lamanya 1 tahun
d. Penetapan pelanggaran didasarkan pada motif pelanggaran serta situasi setempat
B. Pembahasan Khusus
Skema : Pendekatan sistem dalam menggali lingkungan kerja perawat terhadap asuhan
keperawatan
1.1. Karakteristik Individu
Karakteristik individu merupakan sifat atau ciri seseorang yang
menggambarkankeadaan individu tersebut yang sebenarnya dan membedakannya dari
individu lain (Poerwodarminto, 1990). Karakteristik individu atau karakteristik
biografis merupakan variabel yang sering dianalisis dalam bidang ilmu perilaku
organisasi karena variabel ini mempunyai dampak terhadap kepuasan kerja (Robbins,
2001). Secara umum karakteristik individu memiliki hubungan bermakna dengan
kepuasan kerja, seperti penelitian Dewi (2004) yang menemukan bahwa karakteristik
individu seperti umur, jenis kelamin, lama kerja dan status pernikahan berhubungan
bermakna dengan kepuasan kerja.
Karakteristik individu meliputi :
Pelaksanaan
praktik
keperawatan
Lingkungan kerja :
a. Kwalitas Kepemimpinan b. Gaya Manjemenc. Program dan kebijakan
ketenagaand. Otonomie. Hubungan interdisiplinf. Pengembangan
profesional
Lingkungan (Enviroment):
Karakteristik Individu :
Usia Jenis Kelamin Status Perkawinan Masa kerja Pendidikan
10
1.1.1. Usia
Berdasarkan penelitian-penelitian yang mempelajari hubungan antara usia dengan
kepuasan kerja ditemukan bahwa terdapat hubungan positif antara usiadengan
kepuasan kerja, sekurang-kurangnya sampai usia 60 tahun (Robbins, 2001). Tetapi
penelitian lain menemukan hubungan yang tidak konsisten antara usia dengan
kepuasan kerja. Akan tetapi jika dibedakan antara karyawan yang profesional dan
tidak profesional maka kepuasan cenderung terus menerus meningkat pada para
profesional dengan bertambahnya usia mereka, sedangkan pada non profesional
kepuasa merosot selama usia setengah baya dan meningkat lagi dalam tahun-tahun
berikutnya (Robbins, 2001). Hal tersebut karena pada karyawan profesional
semakin meningkatnya usia, semakin berpengalaman dan semakin meningkat
kemampuan profesionalnya, sedangkan pada non profesional cenderung menurun
kemampuannya (Robbins, 2001). Penelitian lain oleh Blegen (1993) dalam Chen
(2008) menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat rumah sakit terdapat
hubungan yang lemah dengan umur, sementara McCarthy (2007) menemukan
bahwa usia muda memiliki kepuasan yang lebih tinggi.
1.1.2. Jenis Kelamin
Penelitian tentang variabel jenis kelamin pada penelitian-penelitian psikologis
telah menemukan bahwa pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya
dalam memiliki pengharapan untuk sukses, sehingga pria cenderung lebih tidak
puas dengan pekerjaannya dibanding wanita. Hubungan antara jenis kelamin
dengan perilaku kerja ditemukan bahwa secara konsisten wanita mempunyai
tingkat kemangkiran yang lebih tinggi dibanding pria.Penjelasan yang paling logis
adalah bahwa secara historis kondisi telah menempatkan wanita pada tanggung
jawab terhadap rumah tangga dan keluarga (Robbins, 2001). Penelitian lain oleh
McCarty (2007) menemukan bahwa perawat wanita memiliki kepuasan yang lebih
tinggi.
1.1.3. Status Perkawinan
Studi tentang status perkawinan secara konsisten menunjukkan bahwa karyawan
yang menikah lebih puas dengan pekerjaannya dibanding dengan rekan sekerjanya
11
yang tidak menikah (Robbins, 2001).Tampaknya perkawinan memaksakan
peningkatan tanggungjawab yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap
menjadi lebih berharga dan penting (Robbins, 2001).
1.1.4. Masa Kerja
Penelitian untuk mengidentifikasi hubungan antara masa kerja dan kepuasan
menunjukkan adanya hubungan yang positif antara keduanya.Semakin meningkat
masa kerja seseorang semakin meningkat kepuasan kerjanya. Bila usia dan masa
kerja diperlakukan secara terpisah, tampaknya masa kerja akan merupakan
peramal yang lebih konsisten dan mantap dari kepuasan kerja daripada usia
kronologis (Robbins, 2001). Studi oleh Blegen (1993) dalam Chen (2008)
menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat rumah sakit memiliki hubungan yang
lemah dengan pengalaman kerja dalam tahun.
1.1.5. Pendidikan
Penelitian menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan positif antara taraf
pendidikan dengan kepuasan.Latar belakang pendidikan yang tinggi merasa
kurang puas dengan pekerjannya, dan pendapatnya berbanding terbalik dengan
mereka yang berpendidikan rendah (Giwangkara, 2002).Studi oleh Blegen (1993)
dalam Chen (2008) menunjukkan bahwa kepuasan kerja perawat di rumah sakit
memiliki hubungan dengan pendidikan.McCarthy (2007) menemukan bahwa
perawat lulusan akademi memiliki kepuasan lebih tinggi.Sedangkan penelitian
Suyoto (2003) menunjukkan bahwa perawat berpendidikan SPK merasa lebih puas
terhadap gaji/insentif, kebijakan organisasi, tuntutan tugas dan status profesional
dibanding DIII/DIV.
2.1. Lingkungan Kerja
2.1.1 Pengertian
Lingkungan kerja yang positif adalah suatu pengaturan praktek yang dapat
memaksimalkan kesehatan dan kesejahteraan perawat, meningkatkan kualitas
hasil pasien dan kinerja organisasi (RNAO 2006, dalam Baumann, 2007).
Lingkungan kerja positif menunjukkan bahwa karyawan tetap mengarah pada
kerja tim yang lebih baik, peningkatan kontinuitas perawatan dan perbaikan
hasil pasien. Para pimpinan telah mulai menyadari bahwa perubahan
12
lingkungan kerja positif mengakibatkan karyawan tetap tinggal dan memiliki
komitmen yang tinggi dalam organisasi.
2.1.2. Karakteristik Lingkungan Kerja Positif
Karakteristik lingkungan kerja positif menurut International Council of Nursing
(ICN) yang dijabarkan oleh Baumann (2007) adalah sebagai berikut :
a. Kerangkakebijakaninovatifyangdifokuskanpadaperekrutandanretensi.
b. Strategi untuk melanjutkan pendidikan dan pelatihan.
c. Kompensasikaryawanyangmemadai.
d. Program pengakuan.
e. Peralatandanpersediaanyangcukup.
f. Lingkungan kerja yang aman.
Lebih luas, Kristensen's (1999), dalam Baumann (2000) mengembangkan Model
Sosial dan Psikologi, bahwa untuk mengoptimalkan kesejahteraan sosial dan
psikologis diperlukan sebagai berikut :
a. Tuntutan yang sesuai dengan sumber daya manusia (tidak ada tekanan
dalam pekerjaan).
b. Prediktabilitas tingkat tinggi (keamanan bekerja dan keselamatan
kerja).
c. Dukungan sosial yang baik, terutama dari rekan kerja dan manajer,
serta akses pendidikan dan kesempatan pengembangan profesional
(teamwork, ijin belajar).
d. Pekerjaan yang bermakna (identitas profesional).
e. Tingkat pengaruh yang tinggi (otonomi, kontrol atas
penjadwalan,kepemimpinan).
f. Keseimbangan antara usaha dan imbalan (remunerasi,
pengakuan,penghargaan).
13
Sementara itu College Of Registered Nurse of British Columbia (CRNBC)
menyusun pedoman untuk meningkatkan lingkungan kerja yang berkualitas bagi
perawat di terdiri atas :
2.1.2.1. Kwalitas Kepemimpinan Keperawatan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang
lain. Pemimpin yang efektif mampu menggerakkan orang lain menuju arah
dan tujuan yang sama, memiliki kecepatan yang sama, dan orang lain
melakukan bukan karena keterpaksaan, tetapi mereka mengingingkannya
(Tapen, 2004). Kepemimpinan merupakan elemen dasar dalam praktek
keperawatan karena sebagian besar praktek keperawatan berada di kerja
kelompok. Kualitas
kepemimpinan merupakan isue yang sangat penting karena mampu
mempengaruhi integrasi pelayanan keperawatan pada berbagai tatanan
pelayanan keperawatan dan menjamin kualitas praktek keperawatan yang
diberikan kepada pasien (Huber, 2006).
AANC (2008) dalam Magnet hospital menggunakan
kepemimpinan transformasional dalam menjamin lingkungan kerja positif.
Kepala keperawatan dalam organisasi magnet adalah seorang pemimpin
yang berpengetahuan luas, pemimpin transformasi dengan pengembangan
visi dan filosofi yang kuat, menggunakan model praktik profesional dan
mengembangkan perencanaan strategik dalam kepemimpinan pelayanan
keperawatan. Kepala keperawatan transformasional harus mampu
menyampaikan harapan-harapan, mengembangkan kepemimpinan, dan
menyusun organisasi untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan yang akan
datang serta membuat strategi prioritas. Kepala keperawatan pada semua
tingkat organisasi harus menyampaikan keinginan kuat untuk membantu
kepentingan staf keperawatan dan pasien.
Kepala keperawatan harus memiliki posisi strategis dalam
organisasi sehingga mampu mempengaruhi secara efektif pemimpin yang
lain, termasuk Direktur Utama Rumah Sakit. Posisi strategis sangat penting
14
dalam mengembangkan tingkat pengaruh karena sangat dibutuhkan baik
selama menjalankan kegiatan operasional maupun menghadapi perubahan
manajemen karena faktor internal maupun eksternal. Pucuk pimpinan
keperawatan harus mampu melayani semua tingkat pimpinan organisasi,
termasuk kepala eksekutif kantor.
Organisasi keperawatan, rencana strategik, kualitas keperawatan
dan keperawatan pasien harus dikaji secara terus-menerus dan
dikembangkan yang kongruen dengan organisasi. Kepala keperawatan
harus mengamankan sumber-sumber yang adekuat untuk
mengimplementasikan rencana-rencana dan mencegah upaya tenaga
kesehatan lain melakukan tindakan keperawatan.
Kepala keperawatan harus mengembangkan struktur, proses dan
harapan-harapan terhadap input staf keperawatan dan harus melibatkan
kedalam organisasi. Mekanisme harus diimplementasi ke dalam tatanan
praktik nyata dalam menyusun dan menumbuhkan inovasi terus
menerus.Kepala keperawatan harus visibel, mudah diakses, dan
berkomunikasi secara efektif didalam lingkungan yang saling menghargai.
Akhirnya, perawat melalui organisasinya akan merasa bahwa pendapat
mereka diperhatikan, nilai-nilai dan praktek perawat mendapat dukungan
dari manajemen rumah sakit.
Chen (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa kualitas
kepemimpinan keperawatan yang baik yang diterima oleh staf keperawatan
pada magnet hospital meningkatkan kepuasan kerja perawat dan dapat
diterapkan pada tingkat individu.
2.1.2.2. Gaya Manajemen
AANC (2008) menetapkan gaya manajemen dalam magnet hopital
adalah rumah sakit dan administrator keperawatan diharapkan
menggunakan gaya manajemen partisipasif dengan melibatkan umpan
balik dari seluruh staf keperawatan pada semua tingkat di organisasi rumah
sakit. Manajemen harus mendorong dan menilai seluruh stafuntuk
15
memberikan umpan balik dan masukan.Posisi kepemimpinan pelayanan
keperawatan harus visibel, dapat diterima dan komunikatif.
Chen (2008) menemukan bahwa gaya kepemimpinan yang baik
yang diterima oleh staf keperawatan pada magnet hospital meningkatkan
kepuasan kerja perawat dan dapat diterapkan pada tingkat individu dan
rumah sakit. Senada dengan Cortese (2007) bahwa penelitian pada magnet
hospital yang menekankan pada manajemen partisipasif ternyata
meningkatkan kepuasan kerja perawat. Sebaliknya, gaya manajemen
pimpinan merupakan salah satu penyebab ketidakpuasan kerja perawat.
2.1.2.3. Program dan kebijakan ketenagaan
Program dan kebijakan ketenagaan adalah kebijakan-kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan oleh rumah sakit dan administrasi keperawatan
yang berhubungan dengan ketenagaan di masa yang akan datang. AANC
(2008) menekankan program-program dan kebijakan ketenagaan adalah
gaji perawat kompetitif, rotasi kerja minimal, dan model ketenagaan yang
kreatif/fleksibel.Kebijakan ketenagaan dikembangkan dengan melibatkan
staf keperawatan serta adanya peluang promosi bagi perawat klinik utama
dan administrasi.
Chen (2008) menemukan bahwa perbaikan yang diterima oleh
perawat tentang kebijakan kepegawaian meningkatkan kepuasan kerja
perawat dan dapat diterapkan pada tingkat individu dan rumah
sakit.Meskipundemikian bila dibandingkan dengan status profesional,
interaksi dan otonomi; program dan kebijakan ketenagaan memiliki
pengaruh yang lebih rendah (Curtis, 2007).Sedangkan Cortese (2007)
menemukan bahwa aktifitas dan program-program organisasi merupakan
salah satu yang menimbulkan ketidakpuasan pasien.
2.1.2.4. Otonomi
Otonomi adalah kebebasan, inisiatif dan kemandirian yang
16
berhubungan dengan pekerjaan secara penuh dalam melaksanakan aktifitas
rutin (Curtis, 2007). AANC (2008) menekankan dalam magnet hospital
perawat diijinkan dan diharapkan untuk praktek secara otonom, konsisten
dengan standar profesional, menggunakan keputusan independen dalam
pendekatan tim multidisiplin.
Berbagai penelitian diperoleh hubungan antara otonomi dengan
kepuasan kerja.Chen (2008) menemukan bahwa semakin tinggi otonomi
yang diterima oleh perawat semakin tinggi kepuasan kerja perawat.Senada
dengan Cortese (2007) bahwa penelitian magnet hospital yang
menekankan pada otonomi profesional ternyata meningkatkan kepuasan
kerja perawat.Curtis (2007) bahkan menemukan status profesional,
interaksi kontak profesional dan otonomi merupakan faktor yang paling
berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Penelitian lain di Indonesia yang dilakukan oleh Sunartin (2002)
menemukan bahwa perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Koja
mempunyai tingkat otonomi yang berimbang (50% kuat dan 50% kurang
kua). Terdapat tiga variabel yang berhubungan secara signifikan dengan
otonomi perawat pelaksana yaitu struktur organisasi, uraian tugas dan
kebijaka rumah sakit.
2.1.2.5. Hubungan Interdisiplin
Hubungan interdisiplin ditandai oleh hubungan yang positif, saling
menghormati diantara semua disiplin ilmu dan profesi kesehatan (AANC,
2008).Hubungan perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainmerupakan
hubungan kolektif di tempat kerja yang mempengaruhi konflik hubungan
interpersonal dan kepuasan kerja.Hubungan interdisiplin, khususnya
dengan dokter disebabkan oleh berbagai faktor seperti perbedaan jenis
kelamin, kualifikasi akademik pendidikan, status sosial ekonomi,
kurangnya pengertian dan simpati, serta perselisihan saat perawat berusaha
meningkatkan tanggung jawab profesionalnya (Nili, 2007).Pendapat
senada disampaikan oleh Corley (1998) dalam Nili (2007) bahwa banyak
anggapan profesi perawat merupakan profesi perempuan sementara dokter
17
adalah profesi pria, dan dokter lebih terhormat.Beberapa perawat adalah
siswa dokter sehingga mempengaruhi hubungan interdisiplin karena
sebagian dokter merasa memiliki kekuasan dan otoritas yang lebih
tinggi.Perbedaan pendekatan profesi keperawatan dan kedokteran juga
mempengaruhi hubungan perawat-dokter. Perawat merupakan profesi yang
menuntut hubungan dengan pasien terus menerus selama 24 jam,
sementara dokter hanya mengunjungi beberapa saat dan tidak sering
(Corley, 1998 dalam Nili, 2007).
Chen (2008) menemukan bahwa hubungan interdisiplin yang baik
yang diterima oleh perawat meningkatkan kepuasan kerja perawat dan
dapat diterapkan pada tingkat individu maupun rumah sakit. Sebaliknya,
hubungan interdisiplin yang meningkatkan konflik akan menurunkan
kepuasan kerja perawat. Hubungan dengan dokter merupakan salah satu
penyebab ketidakpuasan kerja perawat (Gangadhraiah et al. 1990, Martin
1990, dalam Cortese, 2007). Hal yang sama ditemukan oleh Curtis (2007)
bahwa interaksi profesional, baik formal maupun informal selama jam
kerja merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap
kepuasan kerja.
Sementara penelitian di Indonesia oleh Badjo (2003) menemukan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara otonomi perawat primer dalam
pengambilan keputusan dan tindakan keperawatan komprehensif dengan
pelaksanaan kolaborasi perawat primer dengan dokter dan pasien.
2.1.2.6. Pengembangan Profesional.
Organisasi mendukung dan mendorong filosofi belajar seumur
hidup dan meningkatkan proses pembelajaran di lingkungan. Indikator-
indikatornya adalah : 1) perawat memperoleh orientasi yang cukup untuk
semua posisi baru dan pengaturan praktek; 2) tersedianya program
mentoring dan bimbingan; 3) staf keperawatan memperoleh peluang
pelatihan, pendidikan berkelanjutan, dan pengembangan profesional; 4)
staf keperawatan memperoleh peluang tanya jawab dan refleksi dalam
pelayanan; 5) adanya program evaluasi kinerja di tempat kerja.
18
AANC (2008) menekankan bahwa rumah sakit harus serius dalam
mengembangkan program pembelajaran seumur hidup, pengembangan
peran dan peningkatan karier keperawatan.Oleh karena itu, rumah sakit
menyediakan program-program orientasi, pendidikan dalam pelayanan,
pendidikan berkelanjutan, pendidikan formal, dan pengembangan karier
perawat.Pertumbuhan dan pengembangan masing-masing perawat dan
kehidupan profesionalnya harus dihargai dan dinilai.Rumah sakit juga
memberikan peluang kepada perawat dalam peningkatan kompetensi
klinik.
Rumah sakit harus mendorong peningkatan pendidikan formal dari
pendidikan dasar profesi hingga tingkat doktoral.Perawat dilibatkan dalam
pendidikan dan pelatihan baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun
internasional.Program-program sertifikasi dalam meningkatkan
kompetensi perawat ditujuan untuk meningkatkan pengembangan
profesional keperawatan dan pelayanan rumah sakit.Chen (2008)
menemukan bahwa pengembangan keperawatan yang baik yang diterima
oleh perawat meningkatkan kepuasan secara individu.
3.1. Pelaksanaan Praktik Keperawatan
Pelaksanaan praktik keperawatan merupakan peran perawat dalam
memberikan tindakan yang mandiri dengan tujuan untuk membantu individu
atau kelompok dalam mempertahankan atau meningkatkan kesehatan yang
optimal melalui kolaborasi dengan system klien/pasien dan tenaga kesehatan
lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup
wewenang dan tanggung jawab.
BAB IV
PENUTUP
19
A. Kesimpulan
Praktik keperawatan terutama dalam asuhan keperawatan sangat dipengaruhi oleh
lingkungan kerja seorang individu mulai bagaimana kualitas kepemimpinan yang ditunjukkan
oleh seorang kepala ruangan, gaya atau sistem manajemen serta program dan kebijakan
ketenagaan yang dibuat, otonomi seorang pemimpin maupun tenaga keperawatan yang ada,
menciptakan hubungan interdisiplin dan pengembangan profesionalnya.
Kesimpulan dari makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik lingkungan
(Enviroment) dalam praktik keperawatan, mengidentifikasi karakteristik lingkungan
(Enviroment) secara umum, mengidentifikasi lingkup praktik asuhan keperawatan, serta
mengidentifikasi hubungan karakteristik lingkungan (Enviroment) dengan praktik asuhan
keperawatan.
B. Saran
- Untuk mendukung praktik keperawatan selain adanya perundang-undangan yang
mengatur tentang praktek keperawatan diperlukan juga faktor lingkungan yang
mendukung diantaranya dari kebijakan pihak Rumah Sakit untuk mengatur standar
praktik keperawatan, mengatur beban kerja perawat
- Pemimpin atau manajer Keperawatan di Rumah Sakit perlu sekali untuk memprioritaskan
faktor lingkungan yang dapat meningkatkan kinerja perawat, sehingga perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan tidak dibebankan dengan pekerjaan lain yang bukan
merupakan lingkup keperawatan
- Perlunya terciptanya lingkungan yang kondusif bagi perawat bagi pekerja, sehingga selain
meningkatkan kinerja perawat juga dapat mengurangi angka resiko cedera baik bagi
perawat maupun pasien yang dirawatnya
DAFTAR PUSTAKA
20
Aiken L, Clarke S, Sloane D, et al. Nurses’ Reports on Hospital Care in Five Countries . Health
Affair; May/Jun 2001; 20(3): 43-53.ABI/INFORM Global
Brooks AB, Anderson AM. Nursing Work Life in Acute Care . Journal of Nursing Care Quality :
Jul-Sep 2004; 19,3
Chitty, K.K (1997) Professional Nursing. Concepts and Challenges. 2ndEd. W.B. Saunders Co.
Philadelphia.
Ismani Nila, SKM. Etika Keperawatan. Jakarta. Widya Medika. 2001
Kamil H. Hubungan Antara Iklim Kerja dengan Penerapan Proses Keperawatan di Ruang Rawat
Inap RSU Dr. Zaenal Abidin Banda Aceh .[Tesis]. Jakarta: Program Pasca Sarjana FIK UI.
Tidak di terbitkan. 2001
Mark AB, Salyer J, & Wan THT. Professional Nursing Practice: Impact on Organizational and
Patient Outcomes. JONA Lippincot Williams&Wilkins,Inc. 2003; 33,4
Netty E. Hubungan antara Karakteristik Perawat Pelaksana, Pemahaman Proses Keperawatan dan
Supervise dengan Penerapan Proses Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSABHK Jakarta.
[Tesis]. Jakarta: Program Pasca Sarjana FIK UI. Tidak di terbitkan. 2002
21