endofit

34
ISOLASI DAN UJI ANTIMIKROB METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK KULTUR JAMUR ENDOFIT AFKR-5 DARI TUMBUHAN AKAR KUNING (Arcangelisia flava (L) Merr) FAUZI DARMA ANGGRAINI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Transcript of endofit

Page 1: endofit

0

ISOLASI DAN UJI ANTIMIKROB METABOLIT SEKUNDER

EKSTRAK KULTUR JAMUR ENDOFIT AFKR-5 DARI

TUMBUHAN AKAR KUNING

(Arcangelisia flava (L) Merr)

FAUZI DARMA ANGGRAINI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: endofit

ABSTRAK

FAUZI DARMA ANGGRAINI. Isolasi dan Uji Antimikrob Metabolit Sekunder

Ekstrak Kultur Jamur Endofit AFKR-5 dari Tumbuhan Akar Kuning (Arcange-

lisia flava (L) Merr). Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan ANDRIA AGUSTA.

Jamur endofit yang berasosiasi dengan tumbuhan obat diketahui mengha-

silkan senyawa metabolit sekunder bioaktif seperti tumbuhan inangnya. Penelitian

ini bertujuan mendapatkan metabolit sekunder bioaktif sebagai antimikrob dari

jamur endofit AFKR-5 yang berasosiasi dengan tumbuhan akar kuning asal

Kebun Raya Bogor. Fraksi metanol ekstrak etil asetat kultur AFKR-5 dalam

media kaldu dekstrosa kentang mampu melakukan bioproduksi metabolit

sekunder bioaktif F3.4 (10.375 mg/L) dengan faktor retensi 0.30. Uji aktivitas

antimikrob dengan metode difusi cakram Kirby-Bauer menunjukkan bahwa F3.4

bersifat antimikrob berspektrum luas terhadap 3 mikrob patogen, yaitu bakteri

Gram positif Staphylococcus aureus, bakteri Gram negatif Escherichia coli, dan

kapang Candida albicans. Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan

konsentrasi bunuh minimum (KBM) dilakukan dengan metode mikrodilusi cair.

F3.4 memiliki potensi tertinggi dengan nilai KHM 16 µg/mL terhadap C.

albicans, 2× lebih kuat dibandingkan dengan antijamur komersial Nistatin yang

hanya bersifat fungistatik dengan nilai KHM 32 µg/mL. F3.4 bersifat fungisidal

dengan nilai KBM 32 µg/mL terhadap C. albicans, sehingga berpotensi

dikembangkan menjadi antimikrob, khususnya sebagai antijamur.

ABSTRACT

FAUZI DARMA ANGGRAINI. Isolation and Antimicrobial Test of Secondary

Metabolites from Endophytic Fungi AFKR-5 Culture Extract Associated with

Akar Kuning (Arcangelisia flava (L) Merr) Plant. Supervised by DUDI TOHIR

and ANDRIA AGUSTA.

Endophytic fungi associated with medicinal plant were known to produce

bioactive secondary metabolites similar to its host plant. This study aimed to

obtain bioactive secondary metabolites as antimicrobial from endophytic fungi

AFKR-5 associated with akar kuning plant from Bogor Botanical Garden.

Methanol fraction of ethyl acetate extract from AFKR-5 culture in potato dextrose

broth medium was capable to produce the bioactive secondary metabolites F3.4

(10.375 mg/L) with retention factor of 0.30. Antimicrobial activity test using

Kirby-Bauer disc diffusion method showed that F3.4 was a broad antimicrobial

spectrum on 3 pathogenic microbes, namely Gram-positive bacteria Staphylo-

coccus aureus, Gram-negative bacteria Escherichia coli, and Candida albicans

mold. The determination of minimum inhibitory concentration (MIC) and the

minimum fungicidal concentration (MFC) were carried out with liquid

microdilution method. F3.4 was the most potential with MIC value of 16 µg/mL

against C. albicans, twice as stronger than the commercial antifungal Nystatin

which was only fungistatic with MIC value of 32 µg/mL. F3.4 was fungicidal

with MFC value of 32 µg/mL against C. albicans, so that it is potential to be

developed as antimicrobial, especially antifungal.

Page 3: endofit

ISOLASI DAN UJI ANTIMIKROB METABOLIT SEKUNDER

EKSTRAK KULTUR JAMUR ENDOFIT AFKR-5 DARI

TUMBUHAN AKAR KUNING

(Arcangelisia flava (L) Merr)

FAUZI DARMA ANGGRAINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 4: endofit

Judul Skripsi : Isolasi dan Uji Antimikrob Metabolit Sekunder Ekstrak Kultur

Jamur Endofit AFKR-5 dari Tumbuhan Akar Kuning

(Arcangelisia flava (L) Merr)

Nama : Fauzi Darma Anggraini

NIM : G44051737

Disetujui

Pembimbing I

Drs Dudi Tohir MS

NIP 19571104 198903 1 001

Pembimbing II

Dr Andria Agusta

NIP 19690816 199403 1 003

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi MS

NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus:

Page 5: endofit

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas

berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya

ilmiah dengan judul Isolasi dan Uji Antimikrob Metabolit Sekunder Ekstrak

Kultur Jamur Endofit AFKR-5 dari Tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava

(L) Merr). Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosains-Fitokimia Bidang

Botani Puslit Biologi LIPI Cibinong.

Penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam dan penghargaan

kepada Bapak Drs Dudi Tohir, MS dan Bapak Dr Andria Agusta selaku pembim-

bing yang senantiasa dengan kesabaran memberikan arahan, dorongan, semangat,

saran dan solusi kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan

karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Puslit

Biologi LIPI Cibinong dan Bapak Dr Andria Agusta selaku Kepala Laboratorium

Biosains-Fitokimia yang telah mengizinkan dan memfasilitasi penulis dalam

melaksanakan penelitian ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr

Praptiwi, Ibu Dra Yuliasri Jamal, MSc, Kak Sultoni, Bu Hertina, Kak Asep

beserta staf lain dari Lab Biosains-Fitokimia Bidang Botani Puslit Biologi LIPI

Cibinong yang telah banyak membantu selama penelitian, dan seluruh staf LIPI

Cibinong.

Ungkapan terima kasih mendalam juga rasa sayang ditujukan untuk

keluarga terutama Bapak, Mama, Pupu Eric Rosady, Diah Paramita, Mas Iim,

Kharisma, Dawud, Satria, Ir Widya Rachman, Bunda Retno D Lestari, dan para

sahabat atas doa, kasih sayang, dan motivasinya, serta teman-teman IPB (Malia,

Dian, Aulia, Diah, Vani, Dwi, Marlia, Irma, dkk), Kak Budi Arifin, Msi atas

segala dukungan dan bantuannya, para dosen IPB, seluruh staf laboran, karyawan

Komdik Departemen Kimia, Bu Aah, Kak Eko, Pak Didi, para staf IPB, para

dokter, Prof Putra, teman-teman Primagama Merdeka Bogor, teman-teman di Lab

Biosains, dan semua pihak yang telah ikut membantu atas segala dukungan, doa,

dan semangatnya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Bogor, September 2012

Fauzi Darma Anggraini

Page 6: endofit

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 1987 sebagai putri dari

pasangan Bapak Darsono dan Ibu Siti Hasanah.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Depok dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Semenjak SMA penulis aktif mengikuti organisasi kepemudaan, generasi

penerus, dan karang taruna, beberapa perlombaan sains, dan Olimpiade Sains

Nasional untuk bidang Kimia pada Tahun 2004. Selama mengikuti perkuliahan,

penulis pernah aktif menjadi panitia dan peserta beberapa acara yang diadakan

oleh Imasika Departemen Kimia IPB. Selain itu, penulis pernah menjadi staf

pengajar di bimbingan belajar BTA Bogor, staf Petani Center pada Himpunan

Alumni IPB, dan semenjak tahun 2007 sampai sekarang penulis aktif sebagai

instruktur Smart, tim marketing, koordinator dan pembuat soal mata pelajaran

Kimia di Lembaga Bimbingan Belajar Primagama sektor Bogor. Bulan Juli–

Agustus 2008, penulis melaksanakan kegiatan praktik lapangan di Puslit Biologi

LIPI Cibinong dengan judul Isolasi dan Uji Antibakteri Metabolit Utama Ekstrak

Kultur Jamur Endofit GNDP-2 yang Diperoleh dari Tumbuhan Gambir. Pada

tahun yang sama penulis juga berkesempatan menjadi peserta Jambore Kebangsa-

an Nasional di Manokwari, Papua Barat yang dilaksanakan oleh Kesbangpol,

Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Page 7: endofit

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG........................................................... x

PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ............................................................................................... 2

Metode ............................................................................................................ 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kultivasi Jamur Endofit ........................................................................ 4

Hasil Penapisan Metabolit Sekunder Kultur Jamur ........................................ 6

Potensi Antimikrob Ekstrak Kultur ................................................................ 7

Hasil Partisi dan Fraksionasi Ekstrak Kultur Aktif ........................................ 8

Aktivitas Antimikrob Fraksi Dominan ........................................................... 9

Hasil Isolasi dan Pemurnian Metabolit Sekunder Fraksi Teraktif

Ekstrak Kultur ................................................................................................. 9

Bioaktivitas Antimikrob Isolat Metabolit Sekunder Dominan

Fraksi Teraktif .............................................................................................. 10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ....................................................................................................... 12

Saran ............................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 12

LAMPIRAN ........................................................................................................... 17

Page 8: endofit

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rendemen ekstrak kultur AFKR-5 ...................................................................... 6

2 Uji aktivitas penghambatan mikrob oleh ekstrak EtOAc kultur AFKR-5

konsentrasi 100 µg/cakram .................................................................................. 7

3 Hasil partisi ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB dengan n-heksana-

MeOH (1:1) (v/v) ................................................................................................ 8

4 Bobot dan warna fraksi-fraksi pada Gambar 8 .................................................... 9

5 Aktivitas penghambatan mikrob fraksi dominan ekstrak EtOAc kultur

AFKR-5 media PDB ........................................................................................... 9

6 Diameter daya hambat fraksi F3.4 .................................................................... 11

7 Hasil uji KHM F3.4 ........................................................................................... 11

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Profil isolat jamur endofit AFKR-5 selama peremajaan pada media PDA ......... 5

2 Jamur endofit AFKR-5 dalam media kultivasi PDB dan GYP ........................... 5

3 Ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB (a) dan GYP (b) ............................. 6

4 Profil KLT ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB (I) dan GYP (II) .......... 6

5 Zona hambat ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB konsentrasi 100

µg/cakram terhadap E. coli (a), S. aureus (b), dan C. albicans (c) ..................... 8

6 Profil partisi n-heksana-MeOH (1:1) (v/v) ekstrak EtOAc kultur AFKR-5

media PDB .......................................................................................................... 8

7 Profil KLT ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB (a, c, dan e) dan hasil

partisi MeOH (1) dan n-heksana (2) (b, d, dan f) ................................................ 8

8 Fraksi-fraksi ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB fraksi MeOH ............. 9

9 Zona hambat fraksi F3 konsentrasi 100 µg/cakram terhadap E. coli (a),

S. aureus (b), dan C. albicans (c) ........................................................................ 9

10 Profil KLT fraksi F3 dalam ekstrak EtOAc: setelah disemprot VH (a),

fraksi MeOH (I) dan n-heksana (II) setelah disemprot VH (b) dan CH

(c), fraksi MeOH: orisinal (d), di bawah UV 254 nm (e), setelah disemprot

VH (f), dan setelah disemprot CH (g) ................................................................. 9

11 Profil KLT preparatif fraksi F3 ........................................................................ 10

12 Profil KLT fraksi-fraksi hasil KLT preparatif F3 ............................................. 10

Page 9: endofit

13 Fraksi-fraksi hasil KLT preparatif F3 ............................................................... 10

14 Zona hambat fraksi F3.4 (I), kontrol positif Kloramfenikol (IIa dan IIb),

dan Nistatin (IIc), pada konsentrasi 100 µg/cakram terhadap: E. coli (a), S.

aureus (b), C. albicans (c) ................................................................................. 10

15 Nilai KHM fraksi F3.4 ...................................................................................... 12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Komposisi dan prosedur pembuatan media ....................................................... 18

2 Diagram alir penelitian ...................................................................................... 19

3 Bagan penentuan nilai KHM ............................................................................. 20

4 Contoh perhitungan kadar bioproduksi kultur ................................................... 20

5 Profil fraksi-fraksi hasil KLT preparatif F3 ...................................................... 21

6 Hasil penentuan KHM fraksi F3.4 dan kontrol positif ...................................... 22

7 Optimasi penentuan KHM dan KBM fraksi F3.4 terhadap E. coli (a), S.

aureus (b), dan C. albicans (c) .......................................................................... 23

Page 10: endofit

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Keterangan A.flava Arcangelisia flava (L) Merr ‘akar kuning’

b/b bobot/bobot

bk bobot kering

C. albicans Candida albicans

CFU colony forming units

CH Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%

CMMA corn meal mealt agar ‘agar-agar tepung jagung malt’

DCM diklorometana

DDH diameter daya hambat

E. coli Escherichia coli

EtOAc etil asetat

GC growth control ‘kontrol pertumbuhan’

GYP glucose yeast pepton ‘glukosa-ekstrak khamir-pepton’

KBM konsentrasi bunuh minimum

KHM konsentrasi hambat minimum

KLT kromatografi lapis tipis

LAF laminar air flow ‘lemari aliran udara laminar’

MeOH metanol

MHA Mueller hinton agar ‘agar-agar Mueller Hinton’

MHB Mueller hinton broth ‘kaldu Mueller Hinton’

N2 gas nitrogen

NA nutrient agar ‘agar-agar nutrien’

PDA potato dextrose agar ‘agar-agar dekstrosa kentang’

PDB potato dextrose broth ‘kaldu dekstrosa kentang’

Rf faktor retensi

S. aureus Staphylococcus aureus

SB Sabouraud broth ‘kaldu dekstrosa Sabouraud’

UV ultraviolet ‘ultraungu’

v/v volume/volume

VH vanilin-H2SO4

Page 11: endofit

1

PENDAHULUAN

Jamur endofit merupakan salah satu

golongan mikrob endofit yang paling banyak

ditemukan di alam (Strobel & Daisy 2003)

dan sumber yang kaya akan metabolit sekun-

der bioaktif (Tan & Zou 2001). Oleh karena

itu, Owen dan Hundley (2004) menyebutnya

sebagai chemical synthesizer inside plant.

Jamur ini hidup berasosiasi secara simbiosis

mutualisme dengan tumbuhan inangnya.

Jamur endofit menginfeksi tumbuhan sehat

pada jaringan tertentu tanpa menimbulkan

tanda-tanda adanya infeksi (Bacon & White

2000) lalu menghasilkan enzim dan metabolit

sekunder yang bermanfaat bagi fisiologi dan

ekologi tumbuhan inang (Tan & Zou 2001;

Prihatiningtias 2006; Zhang et al. 2006), mi-

kotoksin, dan juga antibiotik (Carrol 1988;

Clay 1988) yang dimanfaatkan tumbuhan

inang untuk melawan penyakit yang ditimbul-

kan oleh patogen tumbuhan. Sebaliknya, ja-

mur endofit dapat memperoleh nutrisi untuk

melengkapi siklus hidupnya dari tumbuhan

inangnya (Petrini et al. 1992; Bacon & White

1994; Rao 1994).

Jamur endofit berperanan penting dalam

industri farmasi karena kemampuannya dalam

memproduksi senyawa metabolit yang berva-

riasi, baik dari struktur maupun fungsinya.

Berbagai golongan senyawa metabolit sekun-

der seperti alkaloid, flavonoid, kuinon, terpe-

noid, antrakuinon, fenil propanoid, turunan

isokumarin, peptida, dan senyawa alifatik, te-

lah diisolasi dan dicirikan dari kultur jamur

endofit (Agusta 2009). Senyawa bioaktif yang

berasal dari jamur endofit ada yang berpotensi

antimikrob (menghambat pertumbuhan atau

membunuh mikrob-mikrob patogen) (Castillo

et al. 2002; Strobel & Daisy 2003; Owen &

Hundley 2004; Agusta et al. 2006; Simamarta

et al. 2007; Jamal et al. 2008, 2009; Agusta

2009); antikanker (Kumala 2005), contohnya

senyawa taksol (Stierle et al. 1993, 1994; Li et

al. 1996; Strobel et al. 1996); antiserangga

(Azevedo et al. 2000); zat pengatur tumbuh

(Tan & Zou 2001); serta penghasil enzim

hidrolitik seperti amilase, selulase, xilanase,

ligninase (Choi et al. 2005), dan kitinase (Zin-

niel et al. 2002). Potensi biologis dari jamur

endofit lainnya ialah sebagai antiimunosu-

presif (Lee et al. 1995), anti-HIV, antioksidan

(Strobel et al. 2002), antivirus (Guo et al.

2000), antidiabetes (Zhang et al. 1999, Strobel

& Daisy 2003), anti-HSV-1, antituberkular

(Agusta 2009), dan antimalaria (Lu et al.

2000; Simanjuntak et al. 2002; Castillo et al.

2003).

Tumbuhan famili Menispermaceae seperti

akar kuning (Arcangelisia flava) memiliki

aktivitas biologi sebagai antimikrob dan sito-

toksik (Dzulkarnain et al. 1996; Subeki et al.

2005; Harborne 2006). Alkaloid protoberberin

yang terdapat dalam akar kuning dilaporkan

aktif sebagai antibiotik melawan bakteri Gram

positif maupun Gram negatif seperti Escheri-

chia coli, Salmonella typhosa, Neisseria go-

norrhoeae, Diplococcus pneumoniae, Shigela

dysentriae, dan Staphylococcus aureus (Jamal

et al. 2011). Selain itu, tumbuhan ini telah di-

gunakan untuk mengobati penyakit kuning,

sebagai obat cacing, obat seriawan, dan di

Ambon digunakan sebagai plester pada pe-

nyakit cacar (Heyne 1987). Khasiat anti-

malaria (Kaur et al. 2009), hepatoprotektor

(Meistiani 2001; Batubara 2003), serta anti-

oksidan dan antikanker (Keawpradub et al.

2005), juga telah dilaporkan pada tumbuhan

akar kuning. Akan tetapi, pengobatan meng-

gunakan tumbuhan obat membutuhkan ba-

nyak biomassa dan waktu tumbuh yang lama,

serta dapat mengganggu kelestarian alam jika

dieksploitasi secara berlebihan, sehingga di-

perlukan inovasi yang efektif dan efisien seba-

gai solusi permasalahan tersebut.

Cara inovatif untuk mengefisienkan sum-

ber senyawa bioaktif adalah dengan meman-

faatkan jamur endofit yang berasosiasi dengan

tumbuhan obat tersebut. Jamur endofit yang

diisolasi dari tumbuhan obat akan memiliki

aktivitas senyawa bioaktif yang sama atau

bahkan lebih baik dibandingkan dengan tum-

buhan inangnya, karena mekanisme perubah-

an kimia oleh mikroorganisme sangat mirip

dengan yang terjadi pada organisme tingkat

tinggi. Hal ini menguntungkan karena siklus

hidup jamur endofit lebih singkat dari-pada

tumbuhan inangnya dan dapat diproduksi

dalam skala besar dengan menggunakan pro-

ses fermentasi. Hal ini merupakan peluang

yang dapat dioptimalkan untuk memproduksi

metabolit sekunder secara efisien dan cepat

dengan tetap menjaga kelestarian tumbuhan

obat, terutama yang sudah dikategorikan

langka seperti akar kuning (Setyowati &

Wardah 2007).

Penelitian sebelumnya telah dilakukan

oleh para peneliti Laboratorium Biosains, Bi-

dang Botani, Puslit Biologi LIPI, terhadap

beberapa isolat jamur endofit yang berasosiasi

dengan tumbuhan akar kuning. Di antaranya,

metabolit sekunder 1,2-diamino-9,10-antra-

senadion yang bersifat antibiotik, diisolasi

dari jamur endofit AFK-8 yang berasosiasi

dengan tumbuhan akar kuning asal Kaliman-

tan (Praptiwi et al. 2010). Jamur endofit

Page 12: endofit

2

AFAS.F3 yang berasosiasi dengan tumbuhan

akar kuning asal Sukabumi juga dilaporkan

memiliki kemampuan untuk memproduksi

floroglusinol sebanyak 14.9 mg/L pada media

kultivasi PDB (Jamal et al. 2011). Penggalian

potensi antimikrob isolat kultur jamur endofit

lainnya yang berasosiasi dengan tumbuhan

akar kuning perlu dilakukan. Oleh sebab itu,

penelitian ini bertujuan mengisolasi metabolit

sekunder bioaktif antimikrob dari kultur jamur

endofit AFKR-5 yang berasosiasi dengan tum-

buhan akar kuning koleksi Kebun Raya Bo-

gor.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan utama adalah AFKR-5, salah satu

galur jamur endofit AFKR hasil isolasi Dr

Andria Agusta dari jaringan akar muda tum-

buhan akar kuning asal Kebun Raya Bogor

koleksi Lab Biosains-Fitokimia, Bidang Bota-

ni, Puslit Biologi LIPI Cibinong. Bahan kimia

meliputi pelarut yang umum di laboratorium,

dimetil sulfoksida (DMSO), gas N2, silika gel

60 (70230 mesh ASTM), reagen Dragendorf,

vanilin-H2SO4, Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%, an-

tijamur komersial Nistatin (Sigma), dan anti-

biotik komersial Kloramfenikol (Sigma). Me-

dia yang digunakan meliputi agar-agar nutrien

(NA) (Difco), agar-agar dekstrosa kentang

(PDA) (Difco), glukosa-ekstrak khamir-pep-

ton (GYP), kaldu dekstrosa kentang (PDB)

(Difco), kaldu dekstrosa Sabouraud (SB) (Cri-

terion), agar-agar Mueller Hinton (MHA)

(Criterion), dan kaldu Mueller Hinton (MHB)

(Criterion). Komposisi dan prosedur pembuat-

an media dapat dilihat di Lampiran 1. Bakteri

uji yang digunakan adalah bakteri patogen Es-

cherichia coli ATCC 25923 dan Staphyloco-

ccus aureus ATCC 25923, sedangkan kapang

uji yang digunakan adalah kapang patogen

Candida albicans ATCC 10231.

Alat-alat yang digunakan adalah seperang-

kat alat untuk ekstraksi, purifikasi, dan uji an-

timikrob, alat-alat kaca, penguap putar (Hei-

dolph WB), UV-viewing cabinet, vorteks, test

tube mixer (Vortex Sibata), autoklaf (Hiclave

HVE 5.0 Hirayama), spreader, inkubator, pe-

ngering-beku (Eyela FDE 1200), syringe dri-

ven filter unit (Miller GP) ukuran 0.22 µm,

platform shaker (Innova 2100), inkubator/

penangas air kocok (Kottermann), pengaduk

magnet (Cimarec 3), pelat kromatografi lapis

tipis (KLT) silika gel 60 F254 (Merck), mikro-

pipet, microtiter plate, dan laminar air flow

(LAF).

Metode

Lingkup Penelitian

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian

ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Penelitian

terdiri atas kultivasi isolat AFKR-5 pada

media PDB dan GYP, ekstraksi hasil biopro-

duksi kultur AFKR-5, uji aktivitas antimik-

rob ekstrak kultur AFKR-5, fraksionasi eks-

trak kultur aktif, uji aktivitas antimikrob fraksi

dominan ekstrak aktif, pemurnian fraksi do-

minan teraktif dengan KLT preparatif, serta

penentuan konsentrasi hambat dan bunuh mi-

nimum (KBM) dan (KBM) metabolit sekun-

der bioaktif.

Kultivasi Jamur Endofit AFKR-5

(Jamal et al. 2009; Agusta et al. 2010)

Peremajaan Isolat

Jamur endofit AFKR-5 diisolasi dengan

media agar-agar jagung-malt (CMMA) pada

keadaan aseptik sampai didapatkan isolat mur-

ni kemudian dipindahkan ke dalam media NA

atau agar miring. Isolat AFKR-5 selanjutnya

diremajakan dalam media PDA 39 g/L. Isolat

AFKR-5 dalam agar-agar miring dipotong

dengan diameter ± 0.5 × 0.5 cm2 dan dipin-

dahkan ke atasnya. Media yang telah berisi

jamur lalu diinkubasi pada suhu kamar dan

kondisi gelap minimum 7 hari.

Kultivasi Isolat (Jamal et al. 2009; Agusta

et al. 2010)

Dua potong inokulum jamur AFKR-5

setelah peremajaan berumur 1 minggu ber-

diameter ± 0.5 × 0.5 cm2 diinokulasikan ma-

sing-masing pada 200 mL media PDB (24

g/L) dan media GYP (27.21 g/L) yang sudah

steril dan dingin. Kultur dibuat 4× ulangan da-

lam Erlenmeyer 500 mL, 1 Erlenmeyer lain-

nya hanya berisi media dan digunakan sebagai

blangko. Seluruhnya diinkubasi di platform

shaker pada suhu 27 C dengan kecepatan 120

rpm selama 14 hari.

Penapisan Metabolit Sekunder Kultur

Ekstraksi Kultur

Filtrat (fraksi air) terlebih dahulu dipisah-

kan dari miselium (biomassa) dengan kertas

saring. Filtrat ditampung dalam labu bulat dan

dikering-bekukan kemudian bobotnya ditim-

bang. Miselium dihancurkan dan dimaserasi

Page 13: endofit

3

dengan etil asetat (EtOAc) sebanyak 3×1 L

atau sampai miselium tidak berwarna sambil

diaduk dengan pengaduk magnetik selama 1

jam untuk setiap ekstraksi. Ekstrak EtOAc di-

saring dari fragmen miselium lalu dipisahkan

dengan corong pisah. Lapisan atas (fraksi Et-

OAc) dipekatkan dengan penguap putar da-

lam kondisi vakum, suhu air bak 30 °C, ke-

mudian dikeringbekukan dan ditimbang bo-

botnya.

Analisis Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak EtOAc kultur jamur dipantau pada

pelat KLT silika gel 60 F254. Metode KLT di-

lakukan menurut Wall-hausser (1969). Eks-

trak ditotolkan pada titik awal di pelat ber-

ukuran 3 × 6 cm2. Dibuat 3 buah pelat KLT,

masing-masing terdiri atas 1 atau 2 titik peno-

tolan. Bejana pengembang diisi dengan cam-

puran diklorometana (DCM)-MeOH 10:1

(v/v) dan dibiarkan beberapa menit hingga je-

nuh. Pelat dimasukkan ke dalam bejana dan

dielusikan sampai batas pelarut atau garis

depan mendekati bagian ujung. Batas pelarut

ditandai dengan pensil segera setelah pelat di-

keluarkan dari bejana.

Bercak diamati di bawah penyinaran sinar

UV 254 dan 366 nm. Bercak tertentu akan

berpendarflour dan ditandai dengan pensil.

Deteksi kemudian dilakukan menggunakan

pereaksi pembentuk warna, yang disemprot-

kan merata pada permukaan pelat. Pereaksi

yang digunakan di antaranya ialah Dragen-

dorf, vanilin-H2SO4, dan Ce(SO4)2 1%/ H2SO4

10% (Krebs et al. 1969). Pelat yang disem-

protkan pereaksi Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10% dan

vanilin-H2SO4 dipanaskan di atas penangas

hingga timbul warna yang jelas pada bercak.

Uji Aktivitas Antimikrob Ekstrak Kultur

Aktivitas antimikrob diuji dengan metode

cakram (paper disk) Kirby-Bauer menurut

panduan dalam National Committee for

Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI

2003, 2006) serta Sung & Lee (2007). Bakteri

patogen E. coli dan S. aureus pada media NA

yang diinkubasi 24 jam diambil sebanyak 2

ose kemudian dikultivasi pada media MHB

pada suhu 37 C selama 48 jam dalam in-

kubator bergoyang. Bakteri uji dalam media

MHB selanjutnya diinokulasi sebanyak 0.2

mL ke dalam 20 mL media MHA, diinkubasi

selama 24 jam pada suhu 37 C. Sementara

kapang uji yang digunakan, yaitu C. albicans

diremajakan pada media SB dan diinokulasi

pada media PDA dengan suhu inkubasi 30 C.

Uji aktivitas antimikrob dilakukan ter-

hadap ekstrak EtOAc dan fraksi air kultur

AFKR-5 pada media GYP dan PDB. Cakram

kertas saring steril ditetesi 10 µL larutan eks-

trak uji dengan konsentrasi 10 µg/µL dengan

menggunakan mikropipet steril, lalu diletak-

kan di atas inokulan bakteri atau kapang uji.

Aseton digunakan sebagai pelarut dan kontrol

negatif. Kontrol positif ialah Nistatin dan

Kloramfenikol sebagai antijamur dan antibak-

teri komersial, masing-masing dengan konsen-

trasi 10 µg/µL sebanyak 10 µL. Inokulan yang

sudah diberi larutan stok diinkubasi dengan

suhu 30 C untuk jamur dan 37 C untuk bak-

teri, selama 24 jam, lalu diamati zona ham-

batnya.

Partisi dan Fraksionasi Ekstrak

Kultur Aktif

Ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 pada

media PDB yang aktif sebagai antimikrob

selanjutnya dipartisi dengan n-heksana dan

MeOH. Fraksi MeOH dan n-heksana masing-

masing dikumpulkan dan dipekatkan dengan

penguap putar. Hasil partisi dipantau dengan

KLT. Pelat KLT silika gel 60 F254 (Merck)

sebagai fase diam dan fase geraknya campur-

an pelarut DCM-MeOH (10:1) (v/v). Noda

yang muncul diamati di bawah sinar UV pada

254 dan 366 nm, kemudian disemprot dengan

pereaksi Dragendorf, vanilin-H2SO4, dan

Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%.

Pemisahan kandungan kimia dari fraksi

MeOH dilakukan dengan kromatografi kolom.

Digunakan sistem isokratik dengan komposisi

fase gerak DCM-MeOH (20:1; 15:1; 10:1;

5:1; 3:1; 2:1; 1:1) (v/v) dan fase diam silika

gel 60 (70230 mesh ASTM). Eluat yang

keluar dari kolom ditampung ke dalam tabu-

ng-tabung reaksi dan dipantau dengan KLT.

Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV

pada 254 dan 366 nm lalu disemprot dengan

pereaksi Ce(SO4)2 1%/ H2SO4 10%. Tabung

eluat dan nilai Rf yang sama digabung dan di-

jadikan 1 fraksi. Setiap fraksi dipekatkan, bila

masih mengandung air dikeringkan dengan

pengering-beku, kemudian ditimbang bobot

keringnya.

Uji Aktivitas Antimikrob Fraksi Dominan

Tahapan uji aktivitas antimikrob sama se-

perti saat uji aktivitas awal. Bedanya stok la-

rutan uji yang digunakan adalah fraksi-fraksi

dominan dari ekstrak EtOAc kultur AFKR-5

media PDB, yaitu F3 dan F10, serta fraksi n-

Page 14: endofit

4

heksana hasil partisi ekstrak EtOAc sebelum-

nya.

Isolasi dan Pemurnian Metabolit Sekunder

Fraksi Teraktif

Fraksi F3 yang diperoleh sebagai fraksi

dominan teraktif dimurnikan dengan KLT

preparatif. Adsorben yang digunakan ialah pe-

lat KLT silika gel 60 F254 (Merck). Pemisah-

an dilakukan menurut Wallhausser (1969). Se-

banyak 20 mg fraksi F3 dilarutkan dalam ase-

ton kemudian ditotolkan sedikit demi sedikit

pada seluruh titik awal di pelat berukuran 10 ×

20 cm2, penotolan berikutnya dilakukan bila

penotolan sebelumnya sudah mengering sam-

pai seluruh larutan habis. Bejana pengembang

diisi dengan campuran pelarut DCM-aseton,

5:1 (v/v) dan dibiarkan beberapa menit hingga

jenuh. Pelat dimasukkan ke dalam bejana dan

dibiarkan sampai batas pelarut atau garis de-

pan mendekati bagian ujung pelat. Batas

pelarut ditandai segera setelah pelat dikeluar-

kan dari bejana. Bercak diamati di bawah pe-

nyinaran sinar UV pada 254 dan 366 nm.

Bercak tertentu akan berpendar. Bercak yang

terlihat baik di bawah UV ditandai dan di-

kerok kemudian masing-masing dilarutkan

dengan aseton dan dipekatkan dengan pe-

nguap putar. Setiap fraksi dikeringkan dengan

gas N2 kemudian ditimbang bobotnya. Fraksi

dominan, yaitu F3.4 ditentukan nilai hambat-

nya terhadap mikrob uji.

Penentuan Nilai Hambat Metabolit

Sekunder Dominan Fraksi Teraktif

Penentuan Diameter Daya Hambat (DDH)

Penentuan DDH fraksi F3.4 dilakukan

seperti pada uji aktivitas antmikrob awal. Cak-

ram steril diteteskan larutan stok dengan kon-

sentrasi 10 µg/µL menggunakan mikropipet

steril sebanyak 5 dan 10 µL lalu diletakkan di

atas inokulan mikrob uji. Aseton digunakan

sebagai pelarut dan kontrol negatif, sedangkan

sebagai kontrol positif digunakan Kloramfeni-

kol dan Nistatin. Inokulan yang sudah diberi

larutan uji diinkubasi dengan suhu 30 C un-

tuk jamur dan 37 C untuk bakteri, selama 24

jam. Zona hambat yang ditandai dengan ter-

bentuknya zona bening di sekitar cakram di-

amati dan diukur reratanya.

Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum

(KHM)

Sampel uji dipersiapkan dengan konsentra-

si 512 µg/mL menggunakan pelarut DMSO.

Pengenceran sampel uji dilakukan berseri dari

konsentrasi 512 µg/mL menjadi 256, 128, dan

seterusnya sampai 0.06 µg/mL menggunakan

microtiter plate dengan 12 × 8 kolom. Untuk

bakteri digunakan media MHB dan untuk

kapang digunakan media SB. Misalnya, untuk

uji terhadap kapang, kolom 1 berisi 0.1 mL

media SB 2×, kolom 2–12 berisi 0.1 mL

media SB 1×, dan disediakan kolom lain

untuk kontrol pertumbuhan (GC) dan blangko.

Blangko berisi 0.2 mL media SB, begitu juga

untuk uji terhadap bakteri patogen. Sampel uji

dipipet 0.1 mL ke dalam kolom 1, kemudian

dari kolom 1 dipipet 0.1 mL ke dalam kolom

2 dan seterusnya sampai kolom 12, lalu dari

kolom 12 dibuang 0.1 mL. Uji dilakukan 3×

ulangan (Lampiran 3).

Inokulum dipersiapkan dari mikrob uji

yang telah diremajakan dan diencerkan untuk

mendapatkan koloni mikrob 15 × 105

CFU/

mL. Mikrob uji tersebut dipipet 0.1 mL ke

setiap kolom 1 sampai 12, kemudian micro-

titer plate diinkubasi bergoyang pada suhu 37

C selama 2448 jam. Dengan pengamatan

visual, ditentukan konsentrasi terendah kolom

masih mempertahankan kebeningannya, seba-

gai nilai KHM. Hasilnya dibandingkan de-

ngan pengukuran nilai KHM antimikrob ko-

mersial, yaitu Kloramfenikol (antibakteri ko-

mersial) dan Nistatin (antijamur komersial).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kultivasi Jamur Endofit

(Jamal et al. 2009; Agusta et al. 2010)

Isolat dan Hasil Peremajaan

Galur jamur endofit AFKR-5 (Gambar 1),

diisolasi dari jaringan akar muda tumbuhan A.

flava asal Kebun Raya Bogor (Agusta et al.

2010). Isolat jamur AFKR-5 koleksi dalam

media agar miring sudah menghasilkan mise-

lium berwarna hitam, maka harus diremajakan

dan minimum berumur 7 hari sebelum dikul-

tivasi lebih lanjut pada media cair. Tujuannya

ialah memastikan isolat dapat tumbuh di me-

dia PDA tanpa kontaminan, serta sudah meng-

hasilkan miselium (Gambar 1a) dan pigmen

warna (Gambar 1b). Lama waktu inkubasi ju-

ga dapat memengaruhi produksi metabolit se-

kunder saat proses kultivasi selanjutnya.

Kecepatan berkembang dan ada tidaknya

pigmentasi pada media PDA menjadi parame-

ter dalam mengamati morfologi koloni. Secara

makroskopik, jamur endofit AFKR-5 memi-

liki miselium berwarna putih seperti kapas

(Gambar 1a; 1b; 1c), dengan ciri koloni berda-

sarkan panduan Benson (2001), konfigurasi

Page 15: endofit

5

concentric (sepusat), bentuk tepi wavy (undu-

late atau bergelombang), dengan elevasi hilly

(berbukit). Ciri-ciri ini mirip dengan koloni

jamur Aspergillus sp. Miselium sudah mulai

terbentuk pada hari ke-3 (Gambar 1a), jumlah

dan ukurannya bertambah besar sejalan de-

ngan bertambah lamanya waktu inkubasi. Ba-

gian bawah koloni jamur atau substrat mise-

lium dicirikan oleh penyebaran, tembusan de-

ngan pola pigmentasi berwarna kuning keco-

kelatan. Warna tersebut mulai terbentuk sete-

lah hari ke-5 dan semakin dominan sampai ha-

ri ke-14 (Gambar 1c; 1d). Kemungkinan zat

warna diakibatkan adanya asosiasi antara bio-

sintesis metabolit sekunder dan proses spo-

rulasi pada jamur endofit.

Kondisi lingkungan yang cocok sangat

dibutuhkan untuk terjadinya proses sporulasi

seperti media tumbuh, suhu, udara, dan caha-

ya. Peremajaan isolat AFKR-5 optimum dila-

kukan pada suhu kamar dan kondisi gelap

karena secara fisiologis suhu optimum untuk

pertumbuhan jamur endofit sebagai organisme

saprofit ialah 2230 C dan tidak memerlukan

cahaya untuk tumbuh (Pelczar & Chan 2010).

Media PDA digunakan dalam proses perema-

jaan isolat. Karbohidrat dan glukosida dalam

kentang serta dekstrosa dalam media PDA

merupakan sumber karbon untuk meningkat-

kan kecepatan dan pemulihan pertumbuhan ja-

mur. Pada hari ke-21, miselium sudah berwar-

na cokelat (Gambar 1e; 1f). Hal ini menunjuk-

kan bahwa isolat sudah mati dan tidak meng-

hasilkan metabolit sekunder, kemungkinan ka-

rena nutrisi yang tersedia telah habis

Gambar 1 Profil isolat jamur endofit AFKR-

5 selama diremajakan pada media

PDA: hari ke-3 (a), ke-5 (b), ke-

14 (tampak atas) (c), ke-14 (tam-

pak bawah) (d), ke-21 (atas) (e),

dan ke-21 (bawah) (f).

Hasil Kultivasi Isolat

Jamur endofit bersifat culturable (dapat di-

tumbuhkan pada kondisi artifisial) (Agusta

2009). Media kultivasi jamur endofit mengan-

dung karbon, nitrogen, belerang dan fosforus,

mineral logam, vitamin, dan tentunya air (Pel-

czar & Chan 2010). Dalam penelitian ini digu-

nakan 2 jenis media, yaitu media GYP 27.21

g/L dan PDB Difco 24 g/L. Kultur AFKR-5

dalam media PDB maupun GYP telah

menghasilkan zat warna pada hari ke-7 (Gam-

bar 2a; 2b). Kultivasi dilakukan sampai isolat

kultur berumur 14 hari (Gambar 2c; 2d).

Gambar 2 Jamur endofit AFKR-5 dalam

media kultivasi PDB dan GYP

hari ke-7 (a dan b) dan hari ke-

14 (c dan d).

Media PDB lazim digunakan untuk kulti-

vasi jamur, kapang, dan khamir. Media ini

mengandung sumber nutrisi kaya gizi (seduh-

an kentang) yang mendorong sporulasi kapa-

ng, produksi zat warna, dan pertumbuhan ja-

mur secara subur (AOAC 1995; MacFaddin

1985; Pelczar & Chan 2010). Media GYP ter-

diri atas glukosa, ekstrak khamir, pepton, dan

beberapa garam mineral. Ekstrak khamir amat

kaya akan vitamin B, juga mengandung kar-

bohidrat tinggi dan nitrogen sehingga diguna-

kan untuk memperkaya media kultur. Pepton

mengandung campuran asam amino bebas,

peptida, dan protease merupakan sumber uta-

ma nitrogen. Kehadiran zat lain seperti garam

mineral dapat merangsang pertumbuhan dan

adanya logam alkali atau fosfat dapat menye-

babkan pH netral pada pepton.

Secara umum, biosintesis metabolit sekun-

der berasosiasi dengan proses sporulasi pada

jamur endofit (Agusta 2009; Calvo 1999).

Metabolit sekunder diproduksi untuk mengak-

tifkan proses sporulasi atau disekresikan se-

panjang sporulasi berlangsung (Calvo et al.

2002; Agusta 2009). Kondisi lingkungan yang

cocok sangat dibutuhkan untuk terjadinya pro-

ses sporulasi dan juga menjadi faktor penentu

terbentuknya metabolit sekunder. Faktor-fak-

tor seperti perbedaan sumber karbon dan nit-

rogen, pH, suhu, dan konsentrasi garam dapat

memengaruhi sekresi senyawa antimikrob

oleh AFKR-5. Dalam penelitian ini, media

produksi dipertahankan pada suhu 27 °C, ki-

saran pH 57, dan dikultivasi pada media

produksi selama 14 hari.

Page 16: endofit

6

Hasil Penapisan Metabolit Sekunder

Kultur Jamur

Kultur jamur endofit AFKR-5 dalam

media cair PDB dan GYP terdiri atas fraksi

air/filtrat kultur dan fraksi miselium/biomassa

kultur. Fraksi air (komponen polar) dipisah-

kan dari miselium kemudian dikering-beku-

kan dan didapatkan kadar bioproduksinya da-

lam media PDB dan GYP masing-masing se-

besar 95.75 dan 660.25 mg/L (Tabel 1). Kadar

bioproduksi fraksi air AFKR-5 yang lebih ke-

cil dalam media PDB menandakan bahwa me-

tabolit sekunder yang lebih bersifat polar dan

larut air lebih sedikit jumlahnya. Tabel 1 me-

nunjukkan, ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 da-

lam media PDB (Gambar 3a) memiliki kadar

bioproduksi terbesar (804.125 mg/L), lebih

besar dibandingkan dengan ekstrak dalam me-

dia GYP yang lebih kaya akan nutrisi (Gam-

bar 3b) (509.875 mg/L). Contoh perhitungan

rendemen diberikan pada Lampiran 4.

Tabel 1 Rendemen ekstrak kultur AFKR-5

Ekstrak

AFKR-5

Fraksi

ekstrak

Bobot

(g)

Kemampuan

produksi (mg/L)

Warna

PDB EtOAc 0.6433 804.125 Merah-cokelat

Air 0.0766 95.75 Merah

GYP EtOAc 0.4079 509.875 Cokelat

Air 0.5282 660.25 Kuning

Ekstraksi miselium kultur menggunakan

metode maserasi dengan pelarut etil asetat

(EtOAc). Pelarut ini umum digunakan dalam

mengekstraksi kultur jamur endofit (Sarker et

al. 2006; Sarker & Nahar 2007). Sifatnya

semipolar sehingga dapat mengekstraksi kom-

ponen-komponen yang terdapat dalam kultur

jamur. Etil asetat merupakan pelarut dengan

polaritas medium (Houghton & Raman 1998).

Maserasi dilakukan berulang kali, masing-

masing selama 1 jam pada suhu kamar, sam-

pai filtrat dari kultur jamur endofit tidak

berwarna lagi, yang menandakan semua se-

nyawa yang berbobot molekul rendah sudah

terekstraksi (Harborne 2006). Pelarut akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat

aktif akan larut dan karena perbedaan konsen-

trasi antara larutan zat aktif di dalam dan di

luar sel, zat aktif didesak ke luar. Peristiwa

tersebut berulang hingga terjadi kesetimbang-

an konsentrasi. Pengadukan akan meratakan

konsentrasi larutan di luar sehingga memper-

cepat tercapai kesetimbangan konsentrasi ba-

han ekstraktif. Metode maserasi memerlukan

banyak pelarut dan waktu yang lama dalam

prosesnya, tetapi dapat menjaga agar kan-

dungan senyawa dalam contoh yang tidak ta-

han panas tidak rusak. Senyawa antimikrob

yang bersifat atsiri akan menguap dan hilang

jika dipanaskan (Branen & Davidson 1993).

Ekstrak EtOAc kultur dalam media PDB

dan GYP (Gambar 3) selanjutnya dianalisis

KLT untuk menentukan jumlah komponen se-

nyawa yang terdapat di dalamnya. Fase diam

yang dipakai ialah silika gel 60 F254, meru-

pakan silika yang dibebaskan dari air, bersifat

sedikit asam, tergolong fase normal, dan dapat

berpendarflour. Larutan pengembang yang di-

gunakan adalah DCM-MeOH. Gambar 4 (I)

dan (II) memperlihatkan profil KLT ekstrak

EtOAc kultur AFKR-5 dalam media PDB dan

GYP.

Gambar 3 Ekstrak EtOAc kultur AFKR-5

media PDB (a) dan GYP (b).

VH= vanilin-H2SO4, CH = Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%

Gambar 4 Profil KLT ekstrak EtOAc kultur

AFKR-5 media PDB (I) dan GYP

(II). Kondisi KLT: pelat silika gel

60 F254, eluen: DCM-MeOH 10:1

(v/v), visualisasi di bawah UV

254 (a) dan 366 nm (b), setelah

disemprot penampak noda VH (c)

dan CH (d).

Profil KLT tersebut menunjukkan kompo-

nen yang lebih banyak pada media kultivasi

PDB yang juga menghasilkan kemampuan

Page 17: endofit

7

bioproduksi terbesar (Tabel 1). Hal ini ke-

mungkinan disebabkan media PDB, meskipun

lebih sederhana komposisinya dibandingkan

dengan media GYP (Lampiran 1), mengan-

dung sumber nutrisi kaya gizi (seduhan ken-

tang) yang spesifik mendorong sporulasi ka-

pang, produksi zat warna, dan pertumbuhan

jamur secara subur (AOAC 1995, MacFaddin

1985). Secara umum biosintesis metabolit se-

kunder ini berasosiasi dengan proses sporulasi

(Agusta 2009).

Penampak-noda vanilin-H2SO4 atau ani-

saldehida 0.5% dalam H2SO4-HOAc glasial-

MeOH 5:10:85 digunakan untuk mendeteksi

terpenoid, umumnya menghasilkan bercak

berwarna ungu, biru, atau merah. Warna ungu

menunjukkan triterpenoid, warna hijau biru

menunjukkan steroid. Senyawa lain yang da-

pat dideteksi ialah monoterpena (jingga tipis,

biru, hijau kebiru-biruan); seskuiterpena (hijau

kecokelatan, biru gelap, ungu, lembayung

muda, merah marun, dan hijau tua), iridoid/

monoterpena lakton (biru, ungu, merah-jing-

ga, merah); terpena alkohol (jingga kebiruan);

ester geranil, terpinil, neril asetat (biru kela-

bu); fenolat (merah muda untuk resorsinol dan

floroglusinol, flavonoid lignan, fenilprope-

na/fenilpropanoid; serta fase minyak atsiri/n-

heksana (merah jambu untuk estragol, anetol,

timol; cokelat untuk miristisin, apiol, dan

eugenol; merah untuk isoeugenol). Reagen

Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10% digunakan dalam

mendeteksi keberadaan beberapa tipe alkaloid

dan komponen lainnya (Houghton & Raman

1998; Gocan 2004; Harborne 2006).

Potensi Antimikrob Ekstrak Kultur

Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa

ekstrak kultur AFKR-5 memiliki beberapa

profil metabolit sekunder. Di antaranya mung-

kin ada yang mempunyai aktivitas biologis,

tetapi ada pula yang tidak. Oleh karena itu,

perlu dilakukan uji aktivitas biologis. Uji

diarahkan pada aktivitas sebagai antimikrob.

Secara etnofarmasi, tumbuhan A. flava digu-

nakan oleh masyarakat sebagai obat tradisio-

nal dan memiliki aktivitas biologi sebagai an-

timikrob (Dzulkarnain et al. 1996; Subeki et

al. 2005).

Uji aktivitas dilakukan secara kualitatif

dengan menggunakan 2 kelompok mikroor-

ganisme uniselular target, yaitu bakteri (pro-

kariotik) dan kapang (eukariotik). Bakteri tar-

get yang digunakan meliputi bakteri Gram

positif S. aureus dan Gram negatif E. coli, se-

dangkan kapang yang digunakan ialah C.

albicans. Mikrob target yang digunakan selu-

ruhnya patogen terhadap manusia.

Uji bioaktivitas antimikrob dilakukan de-

ngan metode difusi cakram. Larutan stok eks-

trak yang diketahui konsentrasinya diserap

dengan cakram kertas dan dikontakkan de-

ngan media yang telah diinokulasi mikrob uji.

Untuk menurunkan limit deteksi, sistem ter-

lebih dahulu dibiarkan pada suhu rendah se-

lama beberapa jam sebelum diinokulasi. Per-

lakuan ini memberikan kesempatan kepada

larutan stok untuk berdifusi sebelum mikrob

tumbuh. Inkubasi selanjutnya dilakukan pada

suhu yang sesuai untuk pertumbuhan mikrob

uji, yaitu 37 °C untuk bakteri dan 30 °C untuk

kapang selama 2448 jam. Apabila terjadi

hambatan pertumbuhan terhadap mikrob uji,

maka akan terlihat zona bening pada tempat-

tempat tertentu sepanjang ekstrak bermigrasi

pada lempengan cakram. Aktivitas senyawa

uji dinyatakan dengan zona bening ini.

Hasil uji aktivitas menunjukkan bahwa

pada konsentrasi 100 µg/cakram terhadap

mikrob uji, hanya ekstrak EtOAc kultur

dengan media PDB yang berpotensi sebagai

antimikrob dengan spektrum luas karena

menghasilkan zona hambat terhadap semua

mikrob uji, terutama kapang C. albicans

(Tabel 2). Hasil ini juga menunjukkan bahwa

fraksi air kultur jamur AFKR-5 tidak menun-

jukkan aktivitas penghambatan. Sebelumnya

telah dilaporkan bahwa pelarut organik memi-

liki efisiensi lebih tinggi dalam mengekstraksi

senyawa untuk aktivitas antimikrob diban-

dingkan dengan air (Lima-Filho et al. 2002).

Tabel 2 Uji aktivitas penghambatan mikrob

oleh ekstrak EtOAc kultur AFKR-5

konsentrasi 100 µg/cakram

Sampel AFKR-5

Aktivitas daya hambat

Kapang uji Bakteri uji

C. albicans S. aureus E.coli

air PDB - - -

GYP - - -

EtOAc PDB + + +

GYP - - -

Kontrol

(+)

Kloramfenikol - + +

Nistatin + - -

Kontrol (-) aseton - - -

+ terbentuk zona bening

Aktivitas antibakteri ekstrak EtOAc terha-

dap S. aureus dan E. coli lebih lemah diban-

dingkan dengan aktivitas antijamur terhadap

C. albicans. Zona bening yang terbentuk di-

tunjukkan pada Gambar 5. Kemampuan anti-

mikrob isolat jamur endofit yang berasosiasi

dengan tumbuhan A. flava merupakan bentuk

aktivitas antagonis. Populasi jamur endofit

yang lebih heterogen memicu terjadinya kom-

Page 18: endofit

8

petisi di antara kelompok mikroorganisme.

Hal ini memicu jamur endofit memiliki ka-

rakteristik antimikrob berspektrum luas. Bio-

sintesis senyawa antimikrob berperan penting

dalam proses pelekatan, kolonisasi target,

hingga kompetisi dalam mendapatkan ruang

dan nutrisi dengan mikrob lainnya (Long &

Farook 2001; Romanengko et al. 2008).

Gambar 5 Zona hambat ekstrak EtOAc kul-

tur AFKR-5 media PDB konsen-

trasi 100 µg/cakram terhadap E.

coli (a), S. aureus (b), dan C. al-

bicans (c).

.

Hasil Partisi dan Fraksionasi

Ekstrak Kultur Aktif

Profil KLT ekstrak EtOAc kultur jamur

endofit AFKR-5 dalam media PDB masih

memperlihatkan beberapa komponen dengan

Rf besar. Komponen ini diduga bersifat non-

polar, seperti lemak, minyak, atau hidrokar-

bon jenuh, karena terjerap sedikit atau tidak

terjerap sama sekali pada fase diam yang ber-

sifat polar (Stahl 1985). Untuk memudahkan

isolasi zat antimikrob dalam kultur, kompo-

nen yang bersifat polar dan nonpolar dipisah-

kan. Di samping itu, lemak dan minyak ter-

kadang tidak terlalu aktif secara biologis

(Houghton & Raman 1998), dapat menggang-

gu proses difusi komponen bioaktif, dan dapat

melindungi sel bakteri dari senyawa antimik-

rob (Moshi & Mbwambo 2005). Oleh karena

itu, diharapkan potensi antimikrob komponen

bioaktif ekstrak lebih besar setelah dipartisi.

Partisi cair-cair menggunakan pelarut n-hek-

sana-MeOH 1:1 (v/v) sebanyak 3× ulangan

(Gambar 6).

Gambar 6 Profil partisi n-heksana-MeOH

(1:1) (v/v) ekstrak EtOAc kultur

AFKR-5 media PDB.

Ekstrak EtOAc lebih banyak terpartisi da-

lam fraksi MeOH, menunjukkan bahwa kom-

ponen ekstrak lebih banyak yang bersifat po-

lar. Rendemen fraksi MeOH dan n-heksana

berturut-turut 68.8 dan 33.2% (Tabel 3). Pola

KLT masing-masing fraksi dipantau dan di-

bandingkan dengan ekstrak EtOAc awal.

Tabel 3 Hasil partisi ekstrak EtOAc kultur

AFKR-5 media PDB dengan n-hek-

sana-MeOH (1:1) (v/v)

Fraksi ekstrak

Bobot Rendemen Warna

rendemen (g) (% b/b)

MeOH 0.3852 68.8 Merah-cokelat n-heksana 0.1912 33.2 Putih-kuning

Berdasarkan Gambar 7, sudah terjadi pe-

misahan antara komponen polar dan nonpolar.

Walaupun beberapa bercak sama nilai Rf-nya,

warna yang dihasilkan dengan reagen penam-

pak-noda berbeda. Hal ini menunjukkan kom-

ponen yang berbeda. Misalnya, pada Gambar

7f.2 garis yang melengkung pada kira-kira Rf

= 0.7 berwarna cokelat dan bercak di atasnya

berwarna merah menunjukkan komponen mi-

nyak (Harborne 2006).

Gambar 7 Profil KLT ekstrak EtOAc kultur

AFKR-5 media PDB (a, c, dan e)

dan hasil partisi MeOH (1) dan n-

heksana (2) (b, d, dan f). Kondisi

KLT: pelat silika gel 60 F254, elu-

en: DCM-MeOH 10:1 (v/v), visu-

alisasi di bawah UV 366 nm (a

dan b), setelah disemprot penam-

pak noda VH (c dan d) dan CH (e

dan f).

Fraksi MeOH ekstrak EtOAc sebanyak

0.3852 g selanjutnya difraksionasi dengan

kromatografi kolom sistem isokratik dengan

komposisi fase gerak DCM-MeOH (20:1;

15:1; 10:1; 5:1; 3:1; 2:1; 1:1) (v/v), MeOH

dan fase diam silika gel 60 (70230 mesh

ASTM). Didapatkan 10 fraksi (Gambar 8; Ta-

bel 4), dengan fraksi dominan adalah F3 dan

F10 dengan bobot masing-masing 22.6 dan

47.9 mg (Tabel 4).

Page 19: endofit

9

Gambar 8 Fraksi-fraksi ekstrak EtOAc kultur

AFKR-5 media PDB fraksi MeOH.

Tabel 4 Bobot dan warna fraksi-fraksi pada

Gambar 8. Fraksi Bobot (mg) Warna No tabung

F1 1.4 Kuning + 1

F2 0.9 Kuning + 2

F3 22.6 Jingga 35 F4 9.1 Cokelat jingga ++ 68

F5 5.7 Cokelat jingga + 911

F6 11.9 Cokelat jingga + 1223 F7 4.9 Cokelat jingga + 2437

F8 8.5 Cokelat jingga ++ 3859

F9 12 Cokelat jingga +++ 6088

F10 47.9 Hitam 89habis

Aktivitas Antimikrob Fraksi Dominan

Fraksi n-heksana ekstrak EtOAc AFKR-5

PDB dan fraksi dominan ekstrak EtOAc fraksi

MeOH (F3 dan F10) diuji kembali bioaktivi-

tas antimikrobnya menggunakan metode difu-

si cakram dengan konsentrasi 10 µg/cakram.

Hanya fraksi F3 yang bersifat antimikrob

(Tabel 5; Gambar 9). Hal ini menandakan

fraksi F3 dalam ekstrak aktif tidak bekerja

sinergis da-lam menghambat pertumbuhan

mikrob. Daya hambatnya tetap ada walaupun

senyawa tersebut tidak berada bersama de-

ngan senyawa lain dalam ekstrak.

Tabel 5 Aktivitas penghambatan mikrob frak-

si dominan ekstrak EtOAc kultur

AFKR-5 media PDB

Sampel

Aktivitas daya hambat

Kapang uji Bakteri uji

C. albicans S. aureus E.coli

Fraksi

MeOH

F3 + + +

F10 - - - Fraksi n-heksana - - -

Kontrol (+) Kloramfenikol - + + Nistatin + - -

Kontrol (-) aseton - - -

+ menghambat pertumbuhan mikrob uji

Gambar 9 Zona hambat fraksi F3 konsentra-

si 100 µg/cakram terhadap E. coli

(a), S. aureus (b), C. albicans (c).

Hasil Isolasi dan Pemurnian Metabolit

Sekunder Fraksi Teraktif Ekstrak Kultur

Profil KLT fraksi F3 ditunjukkan pada

Gambar 10. Warna bercak yang terdeteksi be-

ragam, bergantung pada pendeteksian yang di-

gunakan. Dalam profil KLT ekstrak EtOAc,

fraksi F3 terdeteksi berwarna biru-keunguan

setelah disemprot penampak noda vanilin-

H2SO4, setelah dipartisi dalam fraksi MeOH

dan disemprot reagen yang sama berwarna

ungu, bercak berwarna kuning pudar sebelum

disemprot reagen, dan berwarna merah muda

dan abu-abu kecoklatan setelah disemprot

Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%. Diduga fraksi F3

mengandung metabolit sekunder golongan

terpenoid (Houghton & Raman 1998, Harbor-

ne 2006).

VH= vanilin-H2SO4, CH = Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%

Gambar 10 Profil KLT fraksi F3 dalam eks-

trak EtOAc: setelah disemprot

VH (biru-keunguan) (a), fraksi

MeOH (I) dan n-heksana (II) se-

telah disemprot VH (ungu) (b)

dan CH (merah muda) (c), fraksi

MeOH: orisinal (kuning pudar)

(d), di bawah UV 254 nm (e), se-

telah disemprot VH (ungu) (f),

dan setelah disemprot CH (abu-

abu kecokelatan) (g).

Pemisahan lanjutan terhadap fraksi F3

dilakukan dengan KLT preparatif karena ren-

demen fraksi sedikit dan nilai Rf antar fraksi

berdekatan, sehingga kurang efektif jika dipi-

sahkan dengan kromatografi kolom. Fase

diam yang digunakan ialah pelat KLT silika

gel 60 F254 (Merck) dan fase geraknya DCM-

aseton (5:1) (v/v). Deteksi dengan sinar UV

254 nm menunjukkan bahwa fraksi F3 terpi-

sah menjadi 5 komponen tunggal, yaitu F3.1–

F3.5 (Gambar 11). Bercak ke-2, 3, dan 4 ber-

pendar pada UV 366 nm. Bercak tersebut

ditandai sebagai fraksi F3.2, F3.3, dan F3.4

dengan warna pendarflour masing-masing

kuning, kuning, dan jingga (Gambar 12). Ter-

penoid setelah pemisahan dengan pelarut de-

ngan kepolaran rendah juga menghasilkan

pendarflour berwarna kuning dengan latar be-

Page 20: endofit

10

lakang merah muda. Oleh karena itu, ketiga

fraksi tersebut diduga berasal dari golongan

terpenoid.

Gambar 11 Profil KLT preparatif fraksi F3.

Kondisi KLT: pelat silika gel 60

F254, eluen: DCM-aseton (5:1)

(v/v), visualisasi: UV 254 nm.

Gambar 12 Profil KLT fraksi-fraksi hasil

KLT preparatif F3. Kondisi KLT:

pelat KLT silika gel 60 F254, eluen

DCM-aseton (5:1), visualisasi:

cahaya matahari (a), UV 254 (b),

dan 366 nm (c).

Nilai Rf fraksi F3.1–F3.5 berturut-turut

0.72, 0.56, 0.50, 0.30, dan 0.16 (Gambar 12).

Seluruh fraksi dikerok dan dilarutkan dengan

aseton lalu dipekatkan dengan penguap putar.

Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 13, bo-

botnya ditunjukkan di Lampiran 5. Fraksi

F3.4 merupakan komponen dominan fraksi F3

dengan bobot 8.3 mg (41% b/b fraksi F3).

Bila dihitung berdasarkan rendemen kultur,

maka ekstrak kultur AFKR-5 mampu melaku-

kan bioproduksi komponen F3.4 sebesar

10.375 mg/L. Selanjutnya fraksi F3.4 ditentu-

kan nilai penghambatannya terhadap mikrob

uji.

Gambar 13 Fraksi-fraksi hasil KLT preparatif

F3.

Bioaktivitas Antimikrob Isolat Metabolit

Sekunder Dominan Fraksi Teraktif

Diameter Daya Hambat

Uji bioaktivitas antimikrob fraksi F3 juga

dilakukan dengan metode difusi cakram

Kirby-Bauer. Dengan metode difusi ini, anti-

mikrob uji diserap dengan kertas cakram dan

dikontakkan dengan media agar-agar yang te-

lah diinokulasi mikrob uji pada jumlah terten-

tu. Air segera diserap ke dalam cakram dari

media agar-agar, sementara antimikrob mulai

berdifusi ke dalam agar-agar disekitarnya. La-

ju difusi melalui agar-agar tidak secepat laju

keluarnya antimikrob dari cakram. Karena itu,

konsentrasi antimikrob paling tinggi paling

ada di dekat cakram dan menurun secara loga-

ritmik sebagai fungsi jarak dari cakram (Jor-

gensen & Turnidge 2007). Laju difusi anti-

mikrob melalui agar-agar bergantung pada

sifat difusi dan kelarutan (Bauer et al. 1966)

serta bobot molekul senyawa antimikrob. Mo-

lekul yang lebih besar akan menyebar lebih

lambat. Setelah diinkubasi selama 24 jam,

apabila terjadi hambatan pertumbuhan terha-

dap mikrob uji, maka akan terlihat zona

bening. Diameter daerah bening ini merupa-

kan daerah inhibisi sampel uji terhadap mik-

rob uji. Semakin besar diameternya, semakin

besar aktivitas antimikrob.

Diameter daya hambat (DDH) komponen

bioaktif F3.4 terhadap mikrob uji meningkat

dengan meningkatnya konsentrasi (Tabel 6).

Pada konsentrasi 100 µg/cakram, F3.4 meng-

hasilkan DDH untuk bakteri uji Gram negatif

E. coli dan Gram positif S. aureus sebesar 9

dan 8 mm (Gambar 14.Ia dan b; Tabel 6).

Dengan konsentrasi yang sama, F3.4 meng-

hasilkan DDH yang lebih sensitif terhadap

kapang uji C. albicans, yaitu 13 mm (Gambar

14.Ic; Tabel 6). Berdasarkan hasil tersebut,

dapat dikatakan bahwa F3.4 merupakan anti-

mikrob berspektrum luas, yang dapat meng-

hambat pertumbuhan mikroorganisme proka-

riotik seperti bakteri Gram negatif maupun

positif, maupun eukariotik (kapang).

Gambar 14 Zona hambat fraksi F3.4 (I),

kontrol positif Kloramfenikol

(IIa dan IIb), dan Nistatin (IIc),

pada konsentrasi 100 µg/cakram

terhadap: E. coli (a), S. aureus

(b), C. albicans (c).

Page 21: endofit

11

Tabel 6 Diameter daya hambat fraksi F3.4

Sampel

Konsentrasi

10 µg/µL

(µL)

Rerata diameter DDH (mm)

Kapang uji

C. albicans

Bakteri uji

S. aureus E.coli

F3.4

5

10

9

13

6.5

8

7

9

Kontrol (-)

aseton 20 - - -

Kontrol (+)

Kloramfenikol

5

10

20

-

-

-

7

10

13.5

12

17

20

Kontrol (+)

Nistatin

5

10

20

10

15

18

-

-

-

-

-

-

Nilai DDH kontrol positif Kloramfenikol

sebagai antibakteri komersial dan Nistatin se-

bagai antijamur komersial juga meningkat de-

ngan meningkatnya konsentrasi zat uji (Tabel

6). Pada konsentrasi 100 µg/cakram, Kloram-

fenikol menghasilkan nilai DDH terhadap

bakteri E. coli dan S. aureus sebesar 17 dan

10 mm (Gambar 14.IIa dan b; Tabel 6). Dari

hasil ini, Kloramfenikol didapati lebih efektif

dalam menghambat pertumbuhan kedua bak-

teri. Kloramfenikol diketahui bersifat bakte-

riostatik berspektrum luas, artinya dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Gram posi-

tif maupun negatif, tetapi tidak membunuhnya

sehingga pembasmian bakteri sangat bergan-

tung pada daya tahan tubuh inang (Katzung

2001). Mekanisme kerja Kloramfenikol dalam

melawan bakteri adalah dengan menghambat

sintesis protein dengan cara berikatan dengan

subunit 50s pada ribosom dan berefek pada

penghambatan pembentukan protein (Pelczar

& Chan 2010). Namun, bakteri S. aureus dan

E. coli bersifat resisten baik terhadap fraksi

F3.4 maupun kontrol positif Kloramfenikol

karena meng-hasilkan DDH < 14 mm pada

konsentrasi zat uji sebesar 50 µg/cakram.

Nilai DDH Nistatin pada konsentrasi 100

µg/cakram terhadap bakteri kapang uji C.

albicans sebesar 15 mm (Gambar 14.IIc; Ta-

bel 6). Dibandingkan dengan fraksi F3.4 yang

menghambat bakteri dan kapang, aktivitas

Nistatin terbatas hanya pada kapang dan cen-

dawan lain dengan cara bergabung dengan

sterol yang terdapat dalam membran sel. Hal

ini mengakibatkan kacaunya organisasi di da-

lam struktur molekular membran, diikuti de-

ngan gangguan pada fungsinya. Sterol bukan

komponen membran bakteri sehingga Nistatin

tidak efektif bagi bakteri (Agusta 2006; Pelc-

zar & Chan 2010).

Konsentrasi Hambat Minimum

Konsentrasi hambat minimum (KHM)

adalah konsentrasi terendah antimikrob yang

dapat menghambat pertumbuhan mikrob ter-

tentu. Penentuan nilai KHM digunakan oleh

laboratorium diagnostik terutama untuk me-

ngonfirmasi resistensi dan juga untuk menen-

tukan aktivitas in vitro antimikrob baru. Nilai

KHM spesifik untuk setiap kombinasi anti-

mikrob dan mikrob, dan digunakan untuk me-

nentukan kepekaan mikrob terhadap anti-

mikrob tersebut. Semakin rendah nilai KHM

sebuah antimikrob, semakin peka mikrobnya.

Prinsip dasar penentuan KHM adalah

mikrob uji yang disiapkan dengan kepadatan

tertentu diinkubasi dengan larutan stok yang

akan diuji aktivitas antimikrobnya pada kon-

sentrasi berseri yang semakin kecil. Setelah

inkubasi, pertumbuhan mikrob ditentukan se-

cara visual atau dengan membandingkan ke-

keruhan kultur uji dengan kultur kontrol.

Kontrol pertumbuhan (GC) adalah kultur yang

berisi media dan inokulum mikrob uji, tetapi

tidak diberi sampel yang akan diuji bioak-

tivitasnya. Setelah masa inkubasi, GC akan

terlihat keruh yang menandakan terjadinya

pertumbuhan mikrob. GC dapat digunakan se-

bagai standar tidak terjadinya penghambatan

pada sumuran uji yang berisi sampel uji. Kon-

trol negatif berisi media dan inokulum mikrob

ditambah pelarut DMSO. Tujuannya memasti-

kan bahwa DMSO sebagai pelarut sampel uji

tidak memiliki aktivitas penghambatan terha-

dap mikrob uji. Blangko hanya berisi media

kultur sebagai kontrol untuk memastikan tidak

terjadi kontaminasi pada pengujian ini. Kon-

sentrasi sampel uji terendah yang menghasil-

kan tingkat kejernihan sumur uji mirip dengan

blangko dapat ditentukan sebagai nilai KHM

(Lampiran 6). Nilai KHM fraksi F3.4 terhadap

bakteri Gram positif S. aureus, Gram negatif

E. coli, dan kapang C. albicans menunjukkan

tingkat kepekaan yang meningkat, berturut-

turut sebesar 64, 32, dan 16 µg/mL (Tabel 7).

Aktivitas antimikrob dapat dibandingkan de-

ngan aktivitas kontrol positif Kloramfenikol

dan Nistatin.

Tabel 7 Hasil uji KHM fraksi F3.4

Sampel KHM (µg/mL)

S. aureus E. coli C. albicans

F3.4 64 32 16

Kloramfenikol 32 64 -

Nistatin - - 32

DMSO - - -

Kepekaan terbesar ditunjukkan oleh

kapang uji C. albicans dengan nilai KHM

terkecil, yaitu 16 µg/mL terhadap fraksi F3

(Gambar 15). Fraksi F3.4 ditemukan bersifat

fungisidal pada konsentrasi 32 µg/mL ter-

hadap C. albicans (KBM/KHM < 2) setelah

dilakukan optimasi penentuan nilai konsen-

Page 22: endofit

12

trasi bunuh minimum (KBM) fraksi F3.4 ter-

hadap kapang uji C. albicans (Lampiran 7),

dengan kultivasi pada media PDA.

Gambar 15 Nilai KHM fraksi F3.4.

Bakteri uji S. aureus menunjukkan kepe-

kaan yang lebih lemah dibandingkan dengan

bakteri E. coli. Hal ini dapat dikarenakan bak-

teri S. aureus cepat menjadi resisten terhadap

beberapa antibakteri (Jawetz et al. 2001) atau

karena fraksi F3.4 lebih potensial dalam

menghambat bakteri Gram negatif. Bakteri

Gram positif umumnya lebih peka terhadap

senyawa antibakteri karena dinding selnya

mengandung lapisan peptidoglikan yang lebih

tebal (90%) dibandingkan dengan bakteri

Gram negatif (520%). Senyawa antibakteri

dapat mencegah sintesis peptidoglikan pada

sel yang sedang tumbuh, maka bakteri Gram

positif seharusnya lebih peka dibandingkan

dengan Gram negatif (Fardiaz & Jenie 1988).

Sekalipun terdapat perbedaan, fakta bahwa

bakteri Gram negatif adalah patogen paling

utama dibandingkan dengan Gram positif me-

munculkan wawasan baru terhadap perkem-

bangan antibakteri Gram negatif yang berasal

dari jamur endofit.

Mekanisme kerja antibakteri dapat terjadi

melalui berbagai jalur antara lain dengan me-

rusak struktur dinding sel, dengan cara meng-

hambat pembentukannya atau mengubahnya

setelah selesai terbentuk; mengubah permea-

bilitas sel yang akan mengakibatkan terham-

batnya pertumbuhan atau matinya sel; meru-

sak molekul protein dan asam nukleat; meng-

hambat kerja enzim; atau menghambat sintesis

asam nukleat dan protein (Pelczar & Chan

2010). Sementara mekanisme kerja antijamur

secara garis besar terbagi atas 2 jalur, yaitu

apoptosis dan non-apoptosis. Mekanisme anti-

jamur melalui proses apo-ptosis salah satunya

ditandai dengan terjadinya degradasi DNA se-

cara terpola dengan panjang 180 pasangan-ba-

sa. Proses ini identik dengan proses apoptosis

pada sel mamalia/kanker (Talaro 2008). Pada

penelitian ini belum dapat dipastikan mekanis-

me penghambatan mikrob uji oleh fraksi F3.4.

Namun, AFKR-5 dapat dikembangkan ke arah

obat antijamur karena bersifat fungisida sete-

lah menjalani uji klinis lebih lanjut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jamur endofit AFKR-5 yang berasosiasi

dengan tumbuhan akar kuning asal Kebun Ra-

ya Bogor dapat melakukan bioproduksi kom-

ponen bioaktif sebagai antimikrob berspek-

trum luas terhadap bakteri Gram positif S. au-

reus, Gram negatif E. coli, dan kapang pato-

gen C. albicans. Media kultivasinya ialah

PDB dengan kondisi kultivasi menggunakan

pengocok pada kecepatan 120 rpm, suhu 27

°C selama 2 minggu, menghasilkan F3.4 se-

besar 10.375 mg/L. Aktivitas penghambatan

terbesar ialah terhadap kapang Candida albi-

cans dengan nilai DDH pada konsentrasi 100

µg/cakram sebesar 13 mm, nilai KHM sebesar

16 µg/mL, dan bersifat fungisidal dengan nilai

KBM 32 µg/mL. Aktivitas F3.4 2× lebih baik

dibandingkan dengan antijamur komersial

Nistatin yang hanya bersifat fungistatik de-

ngan nilai KHM sebesar 32 µg/mL. Oleh ka-

rena itu, isolat AFKR-5 dalam media PDB

berpotensi dikembangkan sebagai antimikrob,

khususnya menjadi obat antijamur.

Saran

Perlu dilakukan optimasi faktor-faktor

yang memengaruhi produksi antimikrob kul-

tur jamur endofit AFKR-5. Di samping itu,

perlu dilakukan identifikasi jamur endofit

AFKR-5, serta analisis lebih lanjut berupa pe-

nentuan struktur komponen bioaktif F3.4, pe-

nentuan mekanisme antimikrobnya, dan peng-

ujian secara klinis agar dapat digunakan untuk

pengembangan antimikrob khususnya antija-

mur untuk manusia.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical

Chemists. 1995. Bacteriological Analyti-

cal Manual. Ed ke-8. Gaithersburg MD:

AOAC International.

Agusta A. 2006. Diversivitas jalur biosintesis

senyawa terpena pada makhluk hidup se-

0

10

20

30

40

50

60

70

E. coli S. aureus C. albicans

Nil

ai K

HM

g/m

L)

mikrob uji

F3.4

kloramfenikol

DMSO

nistatin

Page 23: endofit

13

bagai target obat antiinfektif: tinjauan ula-

ng. Berita Biol 8:142-151.

Agusta A, Ohashi K, Shibuya H. 2006. Com-

position of the endophytic fungi isolated

from tea plant Camelia sinensis. J Nat

Med 60:268-272.

Agusta A. 2009. Biologi dan Kimia Jamur En-

dofit. Bandung: ITB Pr.

Agusta A, Jamal Y, Praptiwi, Fathoni A.

2010. Biooxidation of berberine by the

endophytic fungus Coelomycetes AFKR-1

isolated from kayu kuning [Archangelisia

flava (L.) MERR: Menispermaceae]. Di

dalam: Biotechnology for Enhancement

The Tropical Biodiversity. International

Seminar Biotechnology for Enhancement

The Tropical Biodiversity; Bandung, 18-20

Okt 2010. Bandung: Universitas Pajajaran,

2010. hlm hlm 1-6.

Atlas RM. 1993. Handbook of Microbiolo-

gical Media. Boca Raton: CRC Pr.

Azevedo JL, W Maccheroni, JO Pereira, W

Luiz. 2000. Endophytic microorganism: A

review on insect control and recent advan-

ces on tropical plants. Electr J Biotechnol

3:40-65.

Bacon CW, White JF. 1994. Biotechnology of

Endophytic Fungi of Grasses. Boca Raton:

CRC Pr.

Bacon CW, White JF. 2000. Microbial Endo-

phytes. New York: Marcel Dekker.

Batubara I. 2003. Saponin akar kuning (Arca-

ngelisia flava (L) Merr) sebagai hepato-

protektor: ekstraksi, pemisahan, dan bioak-

tivitasnya [tesis]. Bogor: Program Pasca-

sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bauer AW, Kirby WMM, Sherris JC, Turck

M. 1966. Antibiotic susceptibility testing

by a standardized single disk method. Am

J Clin Pathol 36:493-496.

Benson. 2001. Microbiological Applications

Lab Manual. Ed ke-8. Fornango J, Smith

J, editor. New York: McGraw-Hill.

Branen AL, Davidson PM. 1993. Antimicro-

bial in Food. New York: Marcel Dekker.

[CLSI] National Committee for Clinical Labo-

ratory Standards Institute. 2003. Methods

for Dilution Antimicrobial Susceptibility

Tests for Bacteria that Grow Aerobically,

Approved Standard. Ed ke-6. Wayne PA:

CL-SI.

[CLSI] National Committee for Clinical Labo-

ratory Standards Institute. 2006. Performa-

nce Standards for Antimicrobial Disk Sus-

ceptibility Testing, Approved Standard. Ed

ke-9. CLSI Document M2 A9.26:1. Way-

ne PA: CLSI.

Calvo AM, Hinze LL, Gardner HW, Keller

NP. 1999. Sporogenic effect of polyunsa-

turated fatty acids on development of

Aspergillus spp. Appl Environ Microbiol

65:3668.

Calvo AM, Wilson RA, Bok JW, Keller NP.

2002. Relationship between secondary

metabolism and fungal development. Mic-

robiol Mol Biol Rev 66:447.

Carrol GC. 1988. Fungal endophytes in stem

and leaves from latent pathogens to mutua-

listic symbiont. Ecology 69:2-9.

Castillo UF, Strobel GA, Ford EJ, Hess WM,

Poter H, Jenson JB, Albert H, Robinson

R, Condron MA, Teplow DB et al. 2002.

Munumbicins, wide spectrum antibiotics

produced by Steptomyces NRRL 30562,

endophytic on Kennedia nigriscans. Mic-

robiology 148:2675-2685.

Castillo UJ. Harper K, Strobel GA, Sears J,

Alesi K, Ford E, Lin J, Hunter M, Maranta

M, Ge H et al. 2003. Kakandumycins, no-

vel antibiotica from Streptomyces sp. NR-

RL 30566, an endophyte of Grevillea pte-

ridifolia. FEMS Lett 24:183-190.

Choi YW, Hodgkiss IJ, Hyde KD. 2005. En-

zyme production by endophytes of Brucea

javanica. J Agric Tech 1:55-65.

Clay K. 1988. Fungal endophytes of grasses:

A defensive mutualism between plants and

fungi. Ecology 69:10-16.

Dzulkarnain B, Sundari D, Chozin A. 1996.

Tanaman obat bersifat antibakteri di Indo-

nesia. J Cermin Dunia Kedokteran 110:35-

48.

Page 24: endofit

14

Fardiaz S, Jenie BSL. 1988. Microbiologi Pa-

ngan II. Bogor: PAU IPB.

Gocan S, 2004. Analysis of Terpenoids by

Thin-Layer Chromatography. Di dalam:

Cazes J, editor. Encyclopedia of Chroma-

tography. New York: Marcel Dekker. hlm

1-6.

Guo B, Dai J, Ng S, Huang Y, Leong C, Ong

W, Carte BK.. 2002. Cytonic acid A dan

B, novel tridepside inhibitor of hCMV

protease from the endophytic fungus Cy-

tonaena sp. J Nat Prod 63:602-604.

Harborne JB. 2006. Metode Fitokimia. Ed ke-2.

Padmawinata K, Soediro I, penerjemah;

Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:

Phytochemical Methods.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indone-

sia. Ed ke-4. Balitbang Kehutanan, pener-

jemah. Jakarta: Yayasan Sarana Warna.

Terjemahan dari: Useful Indonesian Plants.

Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory

Handbook for the Fractination of Natural

Extracts. Ed ke-1. London: Chapman &

Hall.

Jamal Y, Ilyas M, Katit A, Agusta A. 2008.

Diversitas dan profil metabolit sekunder

jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan

gambir (Uncaria gambier) serta aktivitas-

nya sebagai antibakteri. Berita Biol 9:149-

154.

Jamal Y, Ilyas M, Katit A, Agusta A. 2009.

Keragaman jenis jamur endofit pada tum-

buhan pandan wangi (Pandanus amary-

lifolius) dan aktivitas antijamur metabolit

yang diproduksinya. Biota 14:81-86.

Jamal Y. Praptiwi, Fathoni A, Agusta A.

2011. Bioproduksi floroglusinol oleh ja-

mur endofit coelomycetes AFAS-F3 yang

diisolasi dari tumbuhan Arcangelisia fla-

va L. Merr. Berk Penel Hayati 16:169-

172.

Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. 2001. Mik-

robiologi Kedokteran. Ed ke-20.

Jorgensen JH, Turnidge JD. 2007. Susceptibi-

lity test methods: dilution and disk diffu-

sion methods. Di dalam: Murray PR, Ba-

ron EJ, Jorgensen JH, Landry M, Pfaller

M, editor, Manual of Clinical Microbio-

logy. Ed ke-9. Washington DC: ASM Pr.

hlm 1152-1172.

Katzung BG. 2001. Basic and Clinical Phar-

macology. Ed ke-8. San Fransisco: Mc-

Graw-Hill.

Kaur K, Jain M, Kaur T, Jain R. 2009. Anti-

malarials from nature. Bioorg Med Chem

17:2950-2962.

Keawpradub N, Yuenyongsawad S, Dejadisai

S. 2005. Antioxidant and cytotoxic activities

of Thai medicinal plants named khamin-

khruea: Arcangelisia flava, Coscinum blu-

meanum, and Fibraurea tinctoria. Songkla-

nakarin J Sci 27:455-467.

Krebs KG, Heusser D, Wimmer H. 1969.

Spray Reagents. Di dalam: Stahl E, editor.

Thin Layer Chromatography: A Labor tory

Handbook. Berlin: Springer -Verlaag. hlm

855-911.

Kumala S. 2005. Isolasi dan penapisan mik-

roba endofit tanaman Brucea-javanica (L)

Merr. serta uji sitotoksik metabolit sekun-

der terhadap beberapa sel kanker secara in

vitro [disertasi]. Jakarta: Program Pasca-

sarjana, Universitas Indonesia.

Lee J. Lobkovsky E. Pliam NB, Strobel GA,

Clardy J. 1995. Subglutinols A and B; im-

munosuppressive compounds from the en-

dophytic fungus Fusarium subglutinans. J

Org Chem 60:7076-7077.

Li J, Strobel GA, Sidhu R, Hess WM, Ford

EJ. 1996. Endophytic taxol producing

fungi from bald cypress, Taxodium disti-

chum. Microbiology 142:2223-2226.

Lima-Filho JVM., Carvalho AFFU, Freitas

SM, Melo VMM. 2002. Antibacterial

activity of extracts of six macroalgae

from the northeastern Brazilian coast.

Braz J Microbiol 33:311-313.

Long RA, Farook A. 2001. Antagonistic

interactions among marine pelagic bacte-

ria. Appl Environ Microbiol 67:4975-

4983.

Lu H, Zou WX, Meng JC, Hu J, Tan RX.

2000. New bioactive metabolites produced

by Colletotrium sp., an endophytic fungus

in Artemisia annua. Plant Sci 151:76-73.

Page 25: endofit

15

Moshi MJ, Mbwambo ZH. 2005. Some phar-

macological properties of extract of Termi-

nalia sericea roots. J Ethnopharm 97:43-

47.

MacFaddin JF. 1985. Media for Isolation

Cultivation-Identification Maintenance of

Medical Bacteria. Vol ke-1. Baltimore:

Williams & Wilkins.

Meistiani Y. 2001. Isolasi dan identifikasi se-

nyawa alkaloid dari akar kuning (Arca-

ngelisia flava (L) Merr) [skripsi]. Bogor:

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengeta-

huan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Owen NL, Hundley N. 2004. Endophytes the

chemical synthesizer inside plant. Sci Prog

87:79-99.

Pelczar MJ, Chan ECS. 2010. Dasar-dasar

Mikrobiologi. Jilid ke-1 dan 2. Hadioetomo

RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL,

penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan

dari: Elements of Microbiology.

Petrini OTN, Sieber LT, Viret O. 1992. Ecology

metabolite production and substrate utili-

zation in endophytic fungi. Nat Toxin 1:189-

196.

Praptiwi, Jamal Y, Fathoni A, Agusta A,

2010. Antimicrobial metabolite from the

culture of endophytic fungus AFK-8 isola-

ted from kayu kuning (Archangelisia

flava (L.) Merr. Di dalam: Biotechnology

for Enhancement The Tropical Biodiver-

sity. International Seminar Biotechnology

for Enhancement The Tropical Biodiver-

sity; Bandung, 18-20 Okt 2010. Bandung:

Universitas Pajajaran, 2010. hlm 35-43.

Prihatiningtias W. 2006. Mikroba Endofit

Sumber Penghasil Antibiotik yang Poten-

sial. Fakultas Farmasi UGM. [terhubung

berkala]. http://www.biotek.lipi.go.id/in-

dex.html [19 Mar 2012].

Rao NS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan

Pertumbuhan Tanaman. Ed ke-2. Jakarta:

UI Pr. Susilo H, penerjemah. Terjemahan

dari: Soil Microorganisms and Plant Gro-

wth.

Romanengko LA, Naoto T, Masataka U,

Natalia IK, Valery VM. 2008. Diversity

and antagonistik activity of sea ice bacte-

ria isolated from the sea of Japan. Micro

Environ 23:209-214.

Sarker SD, Latif Z, Gray AI. 2006. Natural

Products Isolation. Ed ke-2. (Methods

in Biotechnology. Vol ke-20. New Jersey:

Humana Pr.

Sarker SD, Nahar L. 2007. Chemistry for

Pharmacy Student (General, Organic and

Natural Product Chemistry). Chichester: J

Wiley.

Setyowati FM, Wardah. 2007. Keaneka-

ragaman tumbuhan obat masyarakat

Talang Mamak di sekitar Taman Nasional

Bukit Tigapuluh, Riau. Biodiversitas 8:

228-232.

Simamarta R, Sylvia L, dan Harmastini. 2007.

Isolasi mikroba endofit dari tanaman obat

sambung nyawa (Gyunura procumbens)

dan analisis potensinya sebagai antimik-

roba. Berk Penel Hayati 15:85-99.

Simanjuntak P, Parwati T, Bustanussalam,

Prana TK, Wibowo S, Shibuya H. 2002.

Isolasi dan kultivasi mikroba endofit peng-

hasil senyawa alkaloid kinkona dari Chin-

chona spp. J Mikrobiol 7:27-30.

Stahl E. 1985. Analisis Obat Secara Kromato-

grafi dan Mikroskopi. Padmawinata K,

Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, edi-

tor. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari:

Drug Analysis by Chromatography and

Microscopy: a Practical Supplement to

Pharmacopoeias.

Stierle A, Stierle D, Strobel GA. 1993. Taxol

and taxane production by Taxomyces an-

dreana, endophytic fungus of pacific yew.

Science 260:214-216.

Stierle A, Stierle D, Strobel G, Bignami G,

Grothaus P. 1994. Endophytic fungi of

pacific yew (Taxus brevifolia) as a source

of taxol, taxanes, and other pharma-

cophores in bioregulators for crop protec-

tion and pest control. J Am Chem Soc 557:

64-77.

Strobel GA, Hess WM, Ford E, Sidhu RS,

Yang X. 1996. Taxol from fungal endo-

phytes and the issue of biodiversity. J

Indust Microbiol 17:417-425.

Page 26: endofit

16

Strobel GA, Ford E, Woapong J, Harper JK,

Arif AM, Grant DM, Fung PCW, Chan K.

2002. Isopestacin, an isobenzopuranone

from Pestalotiopsis microspora, prosses-

ing antifungal and antioxidant activities.

Phytochemistry 60:179-183.

Strobel GA, Daisy B. 2003. Bioprospecting

for microbial endophytes and their natural

products. Microbiol Mol Biol Rev 67:419-

502.

Subeki, Matsuura H, Takahashi K, Yamasaki

M, Yamato O, Maede Y, Katakura K,

Suzuki M, Trimurningsih, Chairul et al.

2005. Antibabesial activity of protoberbe-

rine alkaloids and 20 hidroxyecdysone

from Arcangelisia flava against Babesia

gibsoni in culture. J Vet Med Sci 67:223-

227.

Sung WS, Lee DG. 2007. Indole-3-carbaniol

against human pathogenic microorgan-

isms. Biol Pharm Bull 30:1865-1869.

Talaro KP. 2008. Foundation in Microbiologi.

Ed ke-6. New York: McGraw-Hill.

Tan RX, Zou WX. 2001. Endophytes: a rich

source of functional metabolites. Nat Prod

Rep 18:488-459.

Wallhausser KH. 1969. Antibiotics. Di dalam:

Stahl E, editor. Thin-Layer Chromatogra-

phy: A Laboratory Handbook. Berlin:

Springer-Verlaag. hlm 566-577.

Zhang B, Salituro G, Szalkowski D, Li Z,

Zhang Y, Royo I, Vilella D, Dez M, Pelaes

F, Ruby C et al. 1999. Discovery of small

molecule insulin mimetic with antidiabetic

activity in mice. Science 284:974-981.

Zhang HW, Song YC, Tan RX. 2006. Biology

and chemistry of endophytes. Nat Prod

Rep 23: 753-771.

Zinniel DK, Lambrecht P, Haris NB, Feng Z,

Kuczmarski D, Higley P, Ishimaru CA,

Arunakumari A, Barletta RG, Vidader AK.

2002. Isolation and characterization of

endophytic colonizing bacteria from agro-

nomics crops and prairie plants. Appl En-

viron Microbiol 68:2198-2208.

Page 27: endofit

17

LAMPIRAN

Page 28: endofit
Page 29: endofit

18

Lampiran 1 Komposisi dan prosedur pembuatan media (Atlas 1993; Agusta

2009)

Media agar-agar dekstrosa kentang (PDA)

Difco Bahan Jumlah

agar-agar 15 g

seduhan kentang 4 g

dekstrosa 20 g air 1 L

pH akhir 5.6 ± 0.2, suhu 25 ºC

Peremajaan isolat AFKR-5. Sebanyak

2.34 g bubuk PDA dilarutkan dengan 60 mL

air dalam Erlenmeyer 100 mL sambil diaduk.

Media disterilkan dengan autoklaf. Setelah

didinginkan sampai 4050 °C, media PDA

dituang ke dalam 3 buah cawan petri steril,

masing-masing berisi 20 mL media. Media

dibiarkan memadat.

Pembuatan media uji. Media dibuat se-

perti pada peremajaan isolat jamur, tetapi

dengan melarutkan 3,9 g bubuk PDA dalam

100 mL air, dituang ke 5 cawan petri.

Semua proses sterilisasi dengan autoklaf

dilakukan selama 15 menit pada suhu 121 C

(15 lbs).

Media kaldu dekstrosa kentang (PDB) Difco Bahan Jumlah

pati kentang 4 g

dekstrosa 20 g

air 1 L

pH akhir 5.6 ± 0.2, suhu 25 ºC

Media glukosa-ekstrak khamir-pepton (GYP) Bahan Jumlah

glukosa 20 g ekstrak khamir 1 g

pepton 5 g

K2HPO4 0.5 g FeSO4∙7H2O 10 mg

MgSO4∙7H2O 0.5 g

CaCO3 0.2 g air 1 L

Pembuatan media kultivasi

Media GYP dan 24 g bubuk PDB masi-

ng-masing dilarutkan dengan 1 L air. Setelah

larut, media dibagi 5 masing-masing dalam

Erlenmeyer 500 mL dan diautoklaf.

Media kaldu Mueller Hinton (MHB)

Criterion Bahan Jumlah

asam kasein hidrolisat 17.5 g

ekstrak sapi 2 g

Pati 1.5 g

air 1 L

pH 7.4 ± 0.2, suhu 25 ºC

Media kaldu dekstrosa Sabouraud (SB) Crite-

rion Bahan Jumlah

pepton kasein 5 g pepton jaringan hewan 5 g

dekstrosa 20 g

air 1 L

pH akhir 5.7 ± 0.2 pada 25 ºC

untuk komposisi media 2×, dibuat 2× resep

awal

Pembuatan media kultivasi mikrob uji

Media MHB. Media MHB dibuat 2

komposisi: 21 g/L, dengan melarutkan 2.1 g

MHB dalam 100 mL, dan 42 g/L, dengan

melarutkan 4.2 g MHB dalam 100 mL air.

Media disterilkan dengan autoklaf.

Media SB. Media SB juga dibuat 2

komposisi, 1.5 g SB dalam 50 mL air (30

g/L) dan 3.0 g SB dalam 50 mL air (60 g/L).

Media disterilkan dengan autoklaf.

Media agar-agar nutrien (NA) Difco Bahan Jumlah

agar-agar 15 g

gelatin pepton 5 g ekstrak sapi 3 g

air 1 L

pH akhir 6.8 ± 0.2 suhu 25 ºC

Pembuatan media peremajaan mikrob uji

Sebanyak 1.38 g bubuk NA dilarutkan

dengan 60 mL air dalam Erlenmeyer 100 mL

lalu disterilkan dengan autoklaf. Setelah didi-

nginkan sampai 4050 °C, media dituang ke

dalam 6 tabung reaksi steril hingga masing-

masing berisi 10 mL media. Tabung dimi-

ringkan dan dibiarkan memadat, kemudian

diinokulasikan mikrob uji dan diinkubasi

pada suhu 37 C.

Media agar-agar Mueller Hinton (MHA) Bahan Jumlah

asam kasein hidrolisat 17.5 g

ekstrak sapi 2 g pati 1.5 g

agar-agar 17 g

air 1 L

pH 7.4 ± 0.2, suhu 25 ºC

Pembuatan media uji

Sebanyak 7.6 g MHA dilarutkan dalam

200 mL air lalu disterilkan dengan autoklaf.

Setelah didinginkan sampai 4050 C, media

dituang ke dalam cawan petri steril, masing-

masing berisi 20 mL media, dan dibiarkan

memadat.

Page 30: endofit

19

Lampiran 2 Diagram alir penelitian

Page 31: endofit

20

Lampiran 3 Bagan penentuan nilai KHM: pengenceran larutan stok (a) dan

penambahan inokulum mikrob uji (b)

Lampiran 4 Contoh perhitungan kadar bioproduksi kultur

Bobot kering ekstrak EtOAc: 643.3 mg

Bobot kering ekstrak air : 76.6 mg

Media kultivasi PDB: 4×200 mL = 0.8 L

Kadar fraksi EtOAc media PDB = bobot kering

volume media

= 643.3 mg

0.8 L

= 804.125 mg/L

Kadar fraksi air = bobot kering

volume media

= 76.6 mg

0.8 L

= 95.75 mg/L

a

a

)

b

a

)

Page 32: endofit

21

Lampiran 5 Profil fraksi-fraksi hasil KLT preparatif F3

Fraksi Bobot

(mg)

%

(b/b)

Kadar bioproduksi

(mg/L) Warna fraksi

Warna bercak

Rf Asli / cahaya

matahari

UV

254 nm

UV

366 nm

3.1 5.7 28.50 7.125 Kuning pudar + - Kuning pudar - 0.72

3.2 1.3 6.50 1.625 Kuning pudar + Jingga pudar - Berpendar kuning 0.56

3.3 1.9 9.50 2.375 Kuning pudar ++ - Ungu Berpendar kuning 0.51

3.4 8.3 41.5 10.375 Cokelat-jingga ++ Jingga-cokelat Jingga-lembayung Berpendar jingga pekat 0.30

3.5 2.4 12.00 3.000 Kuning ++ Kuning pudar Jingga-cokelat - 0.16

Bobot fraksi F3 awal sebelum dipurifikasi = 20 mg

Volume media kultivasi = 0.8 L

Cara perhitungan % rendemen F3.1 = bobot sampel

bobot F3 awal × 100% (b/b)

= 5.7 mg

20 mg × 100% (b/b)

= 28.50 % (b/b)

Cara perhitungan kadar bioproduksi F3.1 = bobot sampel

volume media

= 5.7 mg

0.8 L

= 28.50 mg/L

21

Page 33: endofit

22

Lampiran 6 Hasil penentuan KHM fraksi F3.4 (a) dan kontrol positif (b)

terhadap S. aureus ATCC 25923 (I), E. coli ATCC 25922 (II), dan

C. albicans ATCC 10231

Tanda ( ) menunjukkan sumuran dengan konsentrasi terendah yang masih

mempertahankan kebeningannya (nilai KHM dalam µg/mL).

Page 34: endofit

23

Lampiran 7 Optimasi penentuan KHM dan KBM fraksi F3.4 terhadap C.

albicans ATCC 10231

Cuplikan sumuran pada media PDA; konsentrasi 32, 16, dan 8 µg/mL, masing-

masing 20 µL.

(a) sebelum diinkubasi

(b) setelah diinkubasi 24 jam

(c) setelah diinkubasi 48 jam

(d) kontrol pertumbuhan C. albicans setelah diinkubasi 24 dan 48 jam