endofit
-
Upload
zahara-fibryana-putri -
Category
Documents
-
view
132 -
download
2
Transcript of endofit
0
ISOLASI DAN UJI ANTIMIKROB METABOLIT SEKUNDER
EKSTRAK KULTUR JAMUR ENDOFIT AFKR-5 DARI
TUMBUHAN AKAR KUNING
(Arcangelisia flava (L) Merr)
FAUZI DARMA ANGGRAINI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRAK
FAUZI DARMA ANGGRAINI. Isolasi dan Uji Antimikrob Metabolit Sekunder
Ekstrak Kultur Jamur Endofit AFKR-5 dari Tumbuhan Akar Kuning (Arcange-
lisia flava (L) Merr). Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan ANDRIA AGUSTA.
Jamur endofit yang berasosiasi dengan tumbuhan obat diketahui mengha-
silkan senyawa metabolit sekunder bioaktif seperti tumbuhan inangnya. Penelitian
ini bertujuan mendapatkan metabolit sekunder bioaktif sebagai antimikrob dari
jamur endofit AFKR-5 yang berasosiasi dengan tumbuhan akar kuning asal
Kebun Raya Bogor. Fraksi metanol ekstrak etil asetat kultur AFKR-5 dalam
media kaldu dekstrosa kentang mampu melakukan bioproduksi metabolit
sekunder bioaktif F3.4 (10.375 mg/L) dengan faktor retensi 0.30. Uji aktivitas
antimikrob dengan metode difusi cakram Kirby-Bauer menunjukkan bahwa F3.4
bersifat antimikrob berspektrum luas terhadap 3 mikrob patogen, yaitu bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus, bakteri Gram negatif Escherichia coli, dan
kapang Candida albicans. Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan
konsentrasi bunuh minimum (KBM) dilakukan dengan metode mikrodilusi cair.
F3.4 memiliki potensi tertinggi dengan nilai KHM 16 µg/mL terhadap C.
albicans, 2× lebih kuat dibandingkan dengan antijamur komersial Nistatin yang
hanya bersifat fungistatik dengan nilai KHM 32 µg/mL. F3.4 bersifat fungisidal
dengan nilai KBM 32 µg/mL terhadap C. albicans, sehingga berpotensi
dikembangkan menjadi antimikrob, khususnya sebagai antijamur.
ABSTRACT
FAUZI DARMA ANGGRAINI. Isolation and Antimicrobial Test of Secondary
Metabolites from Endophytic Fungi AFKR-5 Culture Extract Associated with
Akar Kuning (Arcangelisia flava (L) Merr) Plant. Supervised by DUDI TOHIR
and ANDRIA AGUSTA.
Endophytic fungi associated with medicinal plant were known to produce
bioactive secondary metabolites similar to its host plant. This study aimed to
obtain bioactive secondary metabolites as antimicrobial from endophytic fungi
AFKR-5 associated with akar kuning plant from Bogor Botanical Garden.
Methanol fraction of ethyl acetate extract from AFKR-5 culture in potato dextrose
broth medium was capable to produce the bioactive secondary metabolites F3.4
(10.375 mg/L) with retention factor of 0.30. Antimicrobial activity test using
Kirby-Bauer disc diffusion method showed that F3.4 was a broad antimicrobial
spectrum on 3 pathogenic microbes, namely Gram-positive bacteria Staphylo-
coccus aureus, Gram-negative bacteria Escherichia coli, and Candida albicans
mold. The determination of minimum inhibitory concentration (MIC) and the
minimum fungicidal concentration (MFC) were carried out with liquid
microdilution method. F3.4 was the most potential with MIC value of 16 µg/mL
against C. albicans, twice as stronger than the commercial antifungal Nystatin
which was only fungistatic with MIC value of 32 µg/mL. F3.4 was fungicidal
with MFC value of 32 µg/mL against C. albicans, so that it is potential to be
developed as antimicrobial, especially antifungal.
ISOLASI DAN UJI ANTIMIKROB METABOLIT SEKUNDER
EKSTRAK KULTUR JAMUR ENDOFIT AFKR-5 DARI
TUMBUHAN AKAR KUNING
(Arcangelisia flava (L) Merr)
FAUZI DARMA ANGGRAINI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Isolasi dan Uji Antimikrob Metabolit Sekunder Ekstrak Kultur
Jamur Endofit AFKR-5 dari Tumbuhan Akar Kuning
(Arcangelisia flava (L) Merr)
Nama : Fauzi Darma Anggraini
NIM : G44051737
Disetujui
Pembimbing I
Drs Dudi Tohir MS
NIP 19571104 198903 1 001
Pembimbing II
Dr Andria Agusta
NIP 19690816 199403 1 003
Diketahui
Ketua Departemen Kimia
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi MS
NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah dengan judul Isolasi dan Uji Antimikrob Metabolit Sekunder Ekstrak
Kultur Jamur Endofit AFKR-5 dari Tumbuhan Akar Kuning (Arcangelisia flava
(L) Merr). Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosains-Fitokimia Bidang
Botani Puslit Biologi LIPI Cibinong.
Penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam dan penghargaan
kepada Bapak Drs Dudi Tohir, MS dan Bapak Dr Andria Agusta selaku pembim-
bing yang senantiasa dengan kesabaran memberikan arahan, dorongan, semangat,
saran dan solusi kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan
karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Puslit
Biologi LIPI Cibinong dan Bapak Dr Andria Agusta selaku Kepala Laboratorium
Biosains-Fitokimia yang telah mengizinkan dan memfasilitasi penulis dalam
melaksanakan penelitian ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr
Praptiwi, Ibu Dra Yuliasri Jamal, MSc, Kak Sultoni, Bu Hertina, Kak Asep
beserta staf lain dari Lab Biosains-Fitokimia Bidang Botani Puslit Biologi LIPI
Cibinong yang telah banyak membantu selama penelitian, dan seluruh staf LIPI
Cibinong.
Ungkapan terima kasih mendalam juga rasa sayang ditujukan untuk
keluarga terutama Bapak, Mama, Pupu Eric Rosady, Diah Paramita, Mas Iim,
Kharisma, Dawud, Satria, Ir Widya Rachman, Bunda Retno D Lestari, dan para
sahabat atas doa, kasih sayang, dan motivasinya, serta teman-teman IPB (Malia,
Dian, Aulia, Diah, Vani, Dwi, Marlia, Irma, dkk), Kak Budi Arifin, Msi atas
segala dukungan dan bantuannya, para dosen IPB, seluruh staf laboran, karyawan
Komdik Departemen Kimia, Bu Aah, Kak Eko, Pak Didi, para staf IPB, para
dokter, Prof Putra, teman-teman Primagama Merdeka Bogor, teman-teman di Lab
Biosains, dan semua pihak yang telah ikut membantu atas segala dukungan, doa,
dan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, September 2012
Fauzi Darma Anggraini
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 1987 sebagai putri dari
pasangan Bapak Darsono dan Ibu Siti Hasanah.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Depok dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Semenjak SMA penulis aktif mengikuti organisasi kepemudaan, generasi
penerus, dan karang taruna, beberapa perlombaan sains, dan Olimpiade Sains
Nasional untuk bidang Kimia pada Tahun 2004. Selama mengikuti perkuliahan,
penulis pernah aktif menjadi panitia dan peserta beberapa acara yang diadakan
oleh Imasika Departemen Kimia IPB. Selain itu, penulis pernah menjadi staf
pengajar di bimbingan belajar BTA Bogor, staf Petani Center pada Himpunan
Alumni IPB, dan semenjak tahun 2007 sampai sekarang penulis aktif sebagai
instruktur Smart, tim marketing, koordinator dan pembuat soal mata pelajaran
Kimia di Lembaga Bimbingan Belajar Primagama sektor Bogor. Bulan Juli–
Agustus 2008, penulis melaksanakan kegiatan praktik lapangan di Puslit Biologi
LIPI Cibinong dengan judul Isolasi dan Uji Antibakteri Metabolit Utama Ekstrak
Kultur Jamur Endofit GNDP-2 yang Diperoleh dari Tumbuhan Gambir. Pada
tahun yang sama penulis juga berkesempatan menjadi peserta Jambore Kebangsa-
an Nasional di Manokwari, Papua Barat yang dilaksanakan oleh Kesbangpol,
Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG........................................................... x
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ............................................................................................... 2
Metode ............................................................................................................ 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Kultivasi Jamur Endofit ........................................................................ 4
Hasil Penapisan Metabolit Sekunder Kultur Jamur ........................................ 6
Potensi Antimikrob Ekstrak Kultur ................................................................ 7
Hasil Partisi dan Fraksionasi Ekstrak Kultur Aktif ........................................ 8
Aktivitas Antimikrob Fraksi Dominan ........................................................... 9
Hasil Isolasi dan Pemurnian Metabolit Sekunder Fraksi Teraktif
Ekstrak Kultur ................................................................................................. 9
Bioaktivitas Antimikrob Isolat Metabolit Sekunder Dominan
Fraksi Teraktif .............................................................................................. 10
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ....................................................................................................... 12
Saran ............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 12
LAMPIRAN ........................................................................................................... 17
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rendemen ekstrak kultur AFKR-5 ...................................................................... 6
2 Uji aktivitas penghambatan mikrob oleh ekstrak EtOAc kultur AFKR-5
konsentrasi 100 µg/cakram .................................................................................. 7
3 Hasil partisi ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB dengan n-heksana-
MeOH (1:1) (v/v) ................................................................................................ 8
4 Bobot dan warna fraksi-fraksi pada Gambar 8 .................................................... 9
5 Aktivitas penghambatan mikrob fraksi dominan ekstrak EtOAc kultur
AFKR-5 media PDB ........................................................................................... 9
6 Diameter daya hambat fraksi F3.4 .................................................................... 11
7 Hasil uji KHM F3.4 ........................................................................................... 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Profil isolat jamur endofit AFKR-5 selama peremajaan pada media PDA ......... 5
2 Jamur endofit AFKR-5 dalam media kultivasi PDB dan GYP ........................... 5
3 Ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB (a) dan GYP (b) ............................. 6
4 Profil KLT ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB (I) dan GYP (II) .......... 6
5 Zona hambat ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB konsentrasi 100
µg/cakram terhadap E. coli (a), S. aureus (b), dan C. albicans (c) ..................... 8
6 Profil partisi n-heksana-MeOH (1:1) (v/v) ekstrak EtOAc kultur AFKR-5
media PDB .......................................................................................................... 8
7 Profil KLT ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB (a, c, dan e) dan hasil
partisi MeOH (1) dan n-heksana (2) (b, d, dan f) ................................................ 8
8 Fraksi-fraksi ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 media PDB fraksi MeOH ............. 9
9 Zona hambat fraksi F3 konsentrasi 100 µg/cakram terhadap E. coli (a),
S. aureus (b), dan C. albicans (c) ........................................................................ 9
10 Profil KLT fraksi F3 dalam ekstrak EtOAc: setelah disemprot VH (a),
fraksi MeOH (I) dan n-heksana (II) setelah disemprot VH (b) dan CH
(c), fraksi MeOH: orisinal (d), di bawah UV 254 nm (e), setelah disemprot
VH (f), dan setelah disemprot CH (g) ................................................................. 9
11 Profil KLT preparatif fraksi F3 ........................................................................ 10
12 Profil KLT fraksi-fraksi hasil KLT preparatif F3 ............................................. 10
13 Fraksi-fraksi hasil KLT preparatif F3 ............................................................... 10
14 Zona hambat fraksi F3.4 (I), kontrol positif Kloramfenikol (IIa dan IIb),
dan Nistatin (IIc), pada konsentrasi 100 µg/cakram terhadap: E. coli (a), S.
aureus (b), C. albicans (c) ................................................................................. 10
15 Nilai KHM fraksi F3.4 ...................................................................................... 12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Komposisi dan prosedur pembuatan media ....................................................... 18
2 Diagram alir penelitian ...................................................................................... 19
3 Bagan penentuan nilai KHM ............................................................................. 20
4 Contoh perhitungan kadar bioproduksi kultur ................................................... 20
5 Profil fraksi-fraksi hasil KLT preparatif F3 ...................................................... 21
6 Hasil penentuan KHM fraksi F3.4 dan kontrol positif ...................................... 22
7 Optimasi penentuan KHM dan KBM fraksi F3.4 terhadap E. coli (a), S.
aureus (b), dan C. albicans (c) .......................................................................... 23
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan Keterangan A.flava Arcangelisia flava (L) Merr ‘akar kuning’
b/b bobot/bobot
bk bobot kering
C. albicans Candida albicans
CFU colony forming units
CH Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%
CMMA corn meal mealt agar ‘agar-agar tepung jagung malt’
DCM diklorometana
DDH diameter daya hambat
E. coli Escherichia coli
EtOAc etil asetat
GC growth control ‘kontrol pertumbuhan’
GYP glucose yeast pepton ‘glukosa-ekstrak khamir-pepton’
KBM konsentrasi bunuh minimum
KHM konsentrasi hambat minimum
KLT kromatografi lapis tipis
LAF laminar air flow ‘lemari aliran udara laminar’
MeOH metanol
MHA Mueller hinton agar ‘agar-agar Mueller Hinton’
MHB Mueller hinton broth ‘kaldu Mueller Hinton’
N2 gas nitrogen
NA nutrient agar ‘agar-agar nutrien’
PDA potato dextrose agar ‘agar-agar dekstrosa kentang’
PDB potato dextrose broth ‘kaldu dekstrosa kentang’
Rf faktor retensi
S. aureus Staphylococcus aureus
SB Sabouraud broth ‘kaldu dekstrosa Sabouraud’
UV ultraviolet ‘ultraungu’
v/v volume/volume
VH vanilin-H2SO4
1
PENDAHULUAN
Jamur endofit merupakan salah satu
golongan mikrob endofit yang paling banyak
ditemukan di alam (Strobel & Daisy 2003)
dan sumber yang kaya akan metabolit sekun-
der bioaktif (Tan & Zou 2001). Oleh karena
itu, Owen dan Hundley (2004) menyebutnya
sebagai chemical synthesizer inside plant.
Jamur ini hidup berasosiasi secara simbiosis
mutualisme dengan tumbuhan inangnya.
Jamur endofit menginfeksi tumbuhan sehat
pada jaringan tertentu tanpa menimbulkan
tanda-tanda adanya infeksi (Bacon & White
2000) lalu menghasilkan enzim dan metabolit
sekunder yang bermanfaat bagi fisiologi dan
ekologi tumbuhan inang (Tan & Zou 2001;
Prihatiningtias 2006; Zhang et al. 2006), mi-
kotoksin, dan juga antibiotik (Carrol 1988;
Clay 1988) yang dimanfaatkan tumbuhan
inang untuk melawan penyakit yang ditimbul-
kan oleh patogen tumbuhan. Sebaliknya, ja-
mur endofit dapat memperoleh nutrisi untuk
melengkapi siklus hidupnya dari tumbuhan
inangnya (Petrini et al. 1992; Bacon & White
1994; Rao 1994).
Jamur endofit berperanan penting dalam
industri farmasi karena kemampuannya dalam
memproduksi senyawa metabolit yang berva-
riasi, baik dari struktur maupun fungsinya.
Berbagai golongan senyawa metabolit sekun-
der seperti alkaloid, flavonoid, kuinon, terpe-
noid, antrakuinon, fenil propanoid, turunan
isokumarin, peptida, dan senyawa alifatik, te-
lah diisolasi dan dicirikan dari kultur jamur
endofit (Agusta 2009). Senyawa bioaktif yang
berasal dari jamur endofit ada yang berpotensi
antimikrob (menghambat pertumbuhan atau
membunuh mikrob-mikrob patogen) (Castillo
et al. 2002; Strobel & Daisy 2003; Owen &
Hundley 2004; Agusta et al. 2006; Simamarta
et al. 2007; Jamal et al. 2008, 2009; Agusta
2009); antikanker (Kumala 2005), contohnya
senyawa taksol (Stierle et al. 1993, 1994; Li et
al. 1996; Strobel et al. 1996); antiserangga
(Azevedo et al. 2000); zat pengatur tumbuh
(Tan & Zou 2001); serta penghasil enzim
hidrolitik seperti amilase, selulase, xilanase,
ligninase (Choi et al. 2005), dan kitinase (Zin-
niel et al. 2002). Potensi biologis dari jamur
endofit lainnya ialah sebagai antiimunosu-
presif (Lee et al. 1995), anti-HIV, antioksidan
(Strobel et al. 2002), antivirus (Guo et al.
2000), antidiabetes (Zhang et al. 1999, Strobel
& Daisy 2003), anti-HSV-1, antituberkular
(Agusta 2009), dan antimalaria (Lu et al.
2000; Simanjuntak et al. 2002; Castillo et al.
2003).
Tumbuhan famili Menispermaceae seperti
akar kuning (Arcangelisia flava) memiliki
aktivitas biologi sebagai antimikrob dan sito-
toksik (Dzulkarnain et al. 1996; Subeki et al.
2005; Harborne 2006). Alkaloid protoberberin
yang terdapat dalam akar kuning dilaporkan
aktif sebagai antibiotik melawan bakteri Gram
positif maupun Gram negatif seperti Escheri-
chia coli, Salmonella typhosa, Neisseria go-
norrhoeae, Diplococcus pneumoniae, Shigela
dysentriae, dan Staphylococcus aureus (Jamal
et al. 2011). Selain itu, tumbuhan ini telah di-
gunakan untuk mengobati penyakit kuning,
sebagai obat cacing, obat seriawan, dan di
Ambon digunakan sebagai plester pada pe-
nyakit cacar (Heyne 1987). Khasiat anti-
malaria (Kaur et al. 2009), hepatoprotektor
(Meistiani 2001; Batubara 2003), serta anti-
oksidan dan antikanker (Keawpradub et al.
2005), juga telah dilaporkan pada tumbuhan
akar kuning. Akan tetapi, pengobatan meng-
gunakan tumbuhan obat membutuhkan ba-
nyak biomassa dan waktu tumbuh yang lama,
serta dapat mengganggu kelestarian alam jika
dieksploitasi secara berlebihan, sehingga di-
perlukan inovasi yang efektif dan efisien seba-
gai solusi permasalahan tersebut.
Cara inovatif untuk mengefisienkan sum-
ber senyawa bioaktif adalah dengan meman-
faatkan jamur endofit yang berasosiasi dengan
tumbuhan obat tersebut. Jamur endofit yang
diisolasi dari tumbuhan obat akan memiliki
aktivitas senyawa bioaktif yang sama atau
bahkan lebih baik dibandingkan dengan tum-
buhan inangnya, karena mekanisme perubah-
an kimia oleh mikroorganisme sangat mirip
dengan yang terjadi pada organisme tingkat
tinggi. Hal ini menguntungkan karena siklus
hidup jamur endofit lebih singkat dari-pada
tumbuhan inangnya dan dapat diproduksi
dalam skala besar dengan menggunakan pro-
ses fermentasi. Hal ini merupakan peluang
yang dapat dioptimalkan untuk memproduksi
metabolit sekunder secara efisien dan cepat
dengan tetap menjaga kelestarian tumbuhan
obat, terutama yang sudah dikategorikan
langka seperti akar kuning (Setyowati &
Wardah 2007).
Penelitian sebelumnya telah dilakukan
oleh para peneliti Laboratorium Biosains, Bi-
dang Botani, Puslit Biologi LIPI, terhadap
beberapa isolat jamur endofit yang berasosiasi
dengan tumbuhan akar kuning. Di antaranya,
metabolit sekunder 1,2-diamino-9,10-antra-
senadion yang bersifat antibiotik, diisolasi
dari jamur endofit AFK-8 yang berasosiasi
dengan tumbuhan akar kuning asal Kaliman-
tan (Praptiwi et al. 2010). Jamur endofit
2
AFAS.F3 yang berasosiasi dengan tumbuhan
akar kuning asal Sukabumi juga dilaporkan
memiliki kemampuan untuk memproduksi
floroglusinol sebanyak 14.9 mg/L pada media
kultivasi PDB (Jamal et al. 2011). Penggalian
potensi antimikrob isolat kultur jamur endofit
lainnya yang berasosiasi dengan tumbuhan
akar kuning perlu dilakukan. Oleh sebab itu,
penelitian ini bertujuan mengisolasi metabolit
sekunder bioaktif antimikrob dari kultur jamur
endofit AFKR-5 yang berasosiasi dengan tum-
buhan akar kuning koleksi Kebun Raya Bo-
gor.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan utama adalah AFKR-5, salah satu
galur jamur endofit AFKR hasil isolasi Dr
Andria Agusta dari jaringan akar muda tum-
buhan akar kuning asal Kebun Raya Bogor
koleksi Lab Biosains-Fitokimia, Bidang Bota-
ni, Puslit Biologi LIPI Cibinong. Bahan kimia
meliputi pelarut yang umum di laboratorium,
dimetil sulfoksida (DMSO), gas N2, silika gel
60 (70230 mesh ASTM), reagen Dragendorf,
vanilin-H2SO4, Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%, an-
tijamur komersial Nistatin (Sigma), dan anti-
biotik komersial Kloramfenikol (Sigma). Me-
dia yang digunakan meliputi agar-agar nutrien
(NA) (Difco), agar-agar dekstrosa kentang
(PDA) (Difco), glukosa-ekstrak khamir-pep-
ton (GYP), kaldu dekstrosa kentang (PDB)
(Difco), kaldu dekstrosa Sabouraud (SB) (Cri-
terion), agar-agar Mueller Hinton (MHA)
(Criterion), dan kaldu Mueller Hinton (MHB)
(Criterion). Komposisi dan prosedur pembuat-
an media dapat dilihat di Lampiran 1. Bakteri
uji yang digunakan adalah bakteri patogen Es-
cherichia coli ATCC 25923 dan Staphyloco-
ccus aureus ATCC 25923, sedangkan kapang
uji yang digunakan adalah kapang patogen
Candida albicans ATCC 10231.
Alat-alat yang digunakan adalah seperang-
kat alat untuk ekstraksi, purifikasi, dan uji an-
timikrob, alat-alat kaca, penguap putar (Hei-
dolph WB), UV-viewing cabinet, vorteks, test
tube mixer (Vortex Sibata), autoklaf (Hiclave
HVE 5.0 Hirayama), spreader, inkubator, pe-
ngering-beku (Eyela FDE 1200), syringe dri-
ven filter unit (Miller GP) ukuran 0.22 µm,
platform shaker (Innova 2100), inkubator/
penangas air kocok (Kottermann), pengaduk
magnet (Cimarec 3), pelat kromatografi lapis
tipis (KLT) silika gel 60 F254 (Merck), mikro-
pipet, microtiter plate, dan laminar air flow
(LAF).
Metode
Lingkup Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Penelitian
terdiri atas kultivasi isolat AFKR-5 pada
media PDB dan GYP, ekstraksi hasil biopro-
duksi kultur AFKR-5, uji aktivitas antimik-
rob ekstrak kultur AFKR-5, fraksionasi eks-
trak kultur aktif, uji aktivitas antimikrob fraksi
dominan ekstrak aktif, pemurnian fraksi do-
minan teraktif dengan KLT preparatif, serta
penentuan konsentrasi hambat dan bunuh mi-
nimum (KBM) dan (KBM) metabolit sekun-
der bioaktif.
Kultivasi Jamur Endofit AFKR-5
(Jamal et al. 2009; Agusta et al. 2010)
Peremajaan Isolat
Jamur endofit AFKR-5 diisolasi dengan
media agar-agar jagung-malt (CMMA) pada
keadaan aseptik sampai didapatkan isolat mur-
ni kemudian dipindahkan ke dalam media NA
atau agar miring. Isolat AFKR-5 selanjutnya
diremajakan dalam media PDA 39 g/L. Isolat
AFKR-5 dalam agar-agar miring dipotong
dengan diameter ± 0.5 × 0.5 cm2 dan dipin-
dahkan ke atasnya. Media yang telah berisi
jamur lalu diinkubasi pada suhu kamar dan
kondisi gelap minimum 7 hari.
Kultivasi Isolat (Jamal et al. 2009; Agusta
et al. 2010)
Dua potong inokulum jamur AFKR-5
setelah peremajaan berumur 1 minggu ber-
diameter ± 0.5 × 0.5 cm2 diinokulasikan ma-
sing-masing pada 200 mL media PDB (24
g/L) dan media GYP (27.21 g/L) yang sudah
steril dan dingin. Kultur dibuat 4× ulangan da-
lam Erlenmeyer 500 mL, 1 Erlenmeyer lain-
nya hanya berisi media dan digunakan sebagai
blangko. Seluruhnya diinkubasi di platform
shaker pada suhu 27 C dengan kecepatan 120
rpm selama 14 hari.
Penapisan Metabolit Sekunder Kultur
Ekstraksi Kultur
Filtrat (fraksi air) terlebih dahulu dipisah-
kan dari miselium (biomassa) dengan kertas
saring. Filtrat ditampung dalam labu bulat dan
dikering-bekukan kemudian bobotnya ditim-
bang. Miselium dihancurkan dan dimaserasi
3
dengan etil asetat (EtOAc) sebanyak 3×1 L
atau sampai miselium tidak berwarna sambil
diaduk dengan pengaduk magnetik selama 1
jam untuk setiap ekstraksi. Ekstrak EtOAc di-
saring dari fragmen miselium lalu dipisahkan
dengan corong pisah. Lapisan atas (fraksi Et-
OAc) dipekatkan dengan penguap putar da-
lam kondisi vakum, suhu air bak 30 °C, ke-
mudian dikeringbekukan dan ditimbang bo-
botnya.
Analisis Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak EtOAc kultur jamur dipantau pada
pelat KLT silika gel 60 F254. Metode KLT di-
lakukan menurut Wall-hausser (1969). Eks-
trak ditotolkan pada titik awal di pelat ber-
ukuran 3 × 6 cm2. Dibuat 3 buah pelat KLT,
masing-masing terdiri atas 1 atau 2 titik peno-
tolan. Bejana pengembang diisi dengan cam-
puran diklorometana (DCM)-MeOH 10:1
(v/v) dan dibiarkan beberapa menit hingga je-
nuh. Pelat dimasukkan ke dalam bejana dan
dielusikan sampai batas pelarut atau garis
depan mendekati bagian ujung. Batas pelarut
ditandai dengan pensil segera setelah pelat di-
keluarkan dari bejana.
Bercak diamati di bawah penyinaran sinar
UV 254 dan 366 nm. Bercak tertentu akan
berpendarflour dan ditandai dengan pensil.
Deteksi kemudian dilakukan menggunakan
pereaksi pembentuk warna, yang disemprot-
kan merata pada permukaan pelat. Pereaksi
yang digunakan di antaranya ialah Dragen-
dorf, vanilin-H2SO4, dan Ce(SO4)2 1%/ H2SO4
10% (Krebs et al. 1969). Pelat yang disem-
protkan pereaksi Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10% dan
vanilin-H2SO4 dipanaskan di atas penangas
hingga timbul warna yang jelas pada bercak.
Uji Aktivitas Antimikrob Ekstrak Kultur
Aktivitas antimikrob diuji dengan metode
cakram (paper disk) Kirby-Bauer menurut
panduan dalam National Committee for
Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI
2003, 2006) serta Sung & Lee (2007). Bakteri
patogen E. coli dan S. aureus pada media NA
yang diinkubasi 24 jam diambil sebanyak 2
ose kemudian dikultivasi pada media MHB
pada suhu 37 C selama 48 jam dalam in-
kubator bergoyang. Bakteri uji dalam media
MHB selanjutnya diinokulasi sebanyak 0.2
mL ke dalam 20 mL media MHA, diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37 C. Sementara
kapang uji yang digunakan, yaitu C. albicans
diremajakan pada media SB dan diinokulasi
pada media PDA dengan suhu inkubasi 30 C.
Uji aktivitas antimikrob dilakukan ter-
hadap ekstrak EtOAc dan fraksi air kultur
AFKR-5 pada media GYP dan PDB. Cakram
kertas saring steril ditetesi 10 µL larutan eks-
trak uji dengan konsentrasi 10 µg/µL dengan
menggunakan mikropipet steril, lalu diletak-
kan di atas inokulan bakteri atau kapang uji.
Aseton digunakan sebagai pelarut dan kontrol
negatif. Kontrol positif ialah Nistatin dan
Kloramfenikol sebagai antijamur dan antibak-
teri komersial, masing-masing dengan konsen-
trasi 10 µg/µL sebanyak 10 µL. Inokulan yang
sudah diberi larutan stok diinkubasi dengan
suhu 30 C untuk jamur dan 37 C untuk bak-
teri, selama 24 jam, lalu diamati zona ham-
batnya.
Partisi dan Fraksionasi Ekstrak
Kultur Aktif
Ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 pada
media PDB yang aktif sebagai antimikrob
selanjutnya dipartisi dengan n-heksana dan
MeOH. Fraksi MeOH dan n-heksana masing-
masing dikumpulkan dan dipekatkan dengan
penguap putar. Hasil partisi dipantau dengan
KLT. Pelat KLT silika gel 60 F254 (Merck)
sebagai fase diam dan fase geraknya campur-
an pelarut DCM-MeOH (10:1) (v/v). Noda
yang muncul diamati di bawah sinar UV pada
254 dan 366 nm, kemudian disemprot dengan
pereaksi Dragendorf, vanilin-H2SO4, dan
Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%.
Pemisahan kandungan kimia dari fraksi
MeOH dilakukan dengan kromatografi kolom.
Digunakan sistem isokratik dengan komposisi
fase gerak DCM-MeOH (20:1; 15:1; 10:1;
5:1; 3:1; 2:1; 1:1) (v/v) dan fase diam silika
gel 60 (70230 mesh ASTM). Eluat yang
keluar dari kolom ditampung ke dalam tabu-
ng-tabung reaksi dan dipantau dengan KLT.
Noda yang muncul diamati di bawah sinar UV
pada 254 dan 366 nm lalu disemprot dengan
pereaksi Ce(SO4)2 1%/ H2SO4 10%. Tabung
eluat dan nilai Rf yang sama digabung dan di-
jadikan 1 fraksi. Setiap fraksi dipekatkan, bila
masih mengandung air dikeringkan dengan
pengering-beku, kemudian ditimbang bobot
keringnya.
Uji Aktivitas Antimikrob Fraksi Dominan
Tahapan uji aktivitas antimikrob sama se-
perti saat uji aktivitas awal. Bedanya stok la-
rutan uji yang digunakan adalah fraksi-fraksi
dominan dari ekstrak EtOAc kultur AFKR-5
media PDB, yaitu F3 dan F10, serta fraksi n-
4
heksana hasil partisi ekstrak EtOAc sebelum-
nya.
Isolasi dan Pemurnian Metabolit Sekunder
Fraksi Teraktif
Fraksi F3 yang diperoleh sebagai fraksi
dominan teraktif dimurnikan dengan KLT
preparatif. Adsorben yang digunakan ialah pe-
lat KLT silika gel 60 F254 (Merck). Pemisah-
an dilakukan menurut Wallhausser (1969). Se-
banyak 20 mg fraksi F3 dilarutkan dalam ase-
ton kemudian ditotolkan sedikit demi sedikit
pada seluruh titik awal di pelat berukuran 10 ×
20 cm2, penotolan berikutnya dilakukan bila
penotolan sebelumnya sudah mengering sam-
pai seluruh larutan habis. Bejana pengembang
diisi dengan campuran pelarut DCM-aseton,
5:1 (v/v) dan dibiarkan beberapa menit hingga
jenuh. Pelat dimasukkan ke dalam bejana dan
dibiarkan sampai batas pelarut atau garis de-
pan mendekati bagian ujung pelat. Batas
pelarut ditandai segera setelah pelat dikeluar-
kan dari bejana. Bercak diamati di bawah pe-
nyinaran sinar UV pada 254 dan 366 nm.
Bercak tertentu akan berpendar. Bercak yang
terlihat baik di bawah UV ditandai dan di-
kerok kemudian masing-masing dilarutkan
dengan aseton dan dipekatkan dengan pe-
nguap putar. Setiap fraksi dikeringkan dengan
gas N2 kemudian ditimbang bobotnya. Fraksi
dominan, yaitu F3.4 ditentukan nilai hambat-
nya terhadap mikrob uji.
Penentuan Nilai Hambat Metabolit
Sekunder Dominan Fraksi Teraktif
Penentuan Diameter Daya Hambat (DDH)
Penentuan DDH fraksi F3.4 dilakukan
seperti pada uji aktivitas antmikrob awal. Cak-
ram steril diteteskan larutan stok dengan kon-
sentrasi 10 µg/µL menggunakan mikropipet
steril sebanyak 5 dan 10 µL lalu diletakkan di
atas inokulan mikrob uji. Aseton digunakan
sebagai pelarut dan kontrol negatif, sedangkan
sebagai kontrol positif digunakan Kloramfeni-
kol dan Nistatin. Inokulan yang sudah diberi
larutan uji diinkubasi dengan suhu 30 C un-
tuk jamur dan 37 C untuk bakteri, selama 24
jam. Zona hambat yang ditandai dengan ter-
bentuknya zona bening di sekitar cakram di-
amati dan diukur reratanya.
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM)
Sampel uji dipersiapkan dengan konsentra-
si 512 µg/mL menggunakan pelarut DMSO.
Pengenceran sampel uji dilakukan berseri dari
konsentrasi 512 µg/mL menjadi 256, 128, dan
seterusnya sampai 0.06 µg/mL menggunakan
microtiter plate dengan 12 × 8 kolom. Untuk
bakteri digunakan media MHB dan untuk
kapang digunakan media SB. Misalnya, untuk
uji terhadap kapang, kolom 1 berisi 0.1 mL
media SB 2×, kolom 2–12 berisi 0.1 mL
media SB 1×, dan disediakan kolom lain
untuk kontrol pertumbuhan (GC) dan blangko.
Blangko berisi 0.2 mL media SB, begitu juga
untuk uji terhadap bakteri patogen. Sampel uji
dipipet 0.1 mL ke dalam kolom 1, kemudian
dari kolom 1 dipipet 0.1 mL ke dalam kolom
2 dan seterusnya sampai kolom 12, lalu dari
kolom 12 dibuang 0.1 mL. Uji dilakukan 3×
ulangan (Lampiran 3).
Inokulum dipersiapkan dari mikrob uji
yang telah diremajakan dan diencerkan untuk
mendapatkan koloni mikrob 15 × 105
CFU/
mL. Mikrob uji tersebut dipipet 0.1 mL ke
setiap kolom 1 sampai 12, kemudian micro-
titer plate diinkubasi bergoyang pada suhu 37
C selama 2448 jam. Dengan pengamatan
visual, ditentukan konsentrasi terendah kolom
masih mempertahankan kebeningannya, seba-
gai nilai KHM. Hasilnya dibandingkan de-
ngan pengukuran nilai KHM antimikrob ko-
mersial, yaitu Kloramfenikol (antibakteri ko-
mersial) dan Nistatin (antijamur komersial).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Kultivasi Jamur Endofit
(Jamal et al. 2009; Agusta et al. 2010)
Isolat dan Hasil Peremajaan
Galur jamur endofit AFKR-5 (Gambar 1),
diisolasi dari jaringan akar muda tumbuhan A.
flava asal Kebun Raya Bogor (Agusta et al.
2010). Isolat jamur AFKR-5 koleksi dalam
media agar miring sudah menghasilkan mise-
lium berwarna hitam, maka harus diremajakan
dan minimum berumur 7 hari sebelum dikul-
tivasi lebih lanjut pada media cair. Tujuannya
ialah memastikan isolat dapat tumbuh di me-
dia PDA tanpa kontaminan, serta sudah meng-
hasilkan miselium (Gambar 1a) dan pigmen
warna (Gambar 1b). Lama waktu inkubasi ju-
ga dapat memengaruhi produksi metabolit se-
kunder saat proses kultivasi selanjutnya.
Kecepatan berkembang dan ada tidaknya
pigmentasi pada media PDA menjadi parame-
ter dalam mengamati morfologi koloni. Secara
makroskopik, jamur endofit AFKR-5 memi-
liki miselium berwarna putih seperti kapas
(Gambar 1a; 1b; 1c), dengan ciri koloni berda-
sarkan panduan Benson (2001), konfigurasi
5
concentric (sepusat), bentuk tepi wavy (undu-
late atau bergelombang), dengan elevasi hilly
(berbukit). Ciri-ciri ini mirip dengan koloni
jamur Aspergillus sp. Miselium sudah mulai
terbentuk pada hari ke-3 (Gambar 1a), jumlah
dan ukurannya bertambah besar sejalan de-
ngan bertambah lamanya waktu inkubasi. Ba-
gian bawah koloni jamur atau substrat mise-
lium dicirikan oleh penyebaran, tembusan de-
ngan pola pigmentasi berwarna kuning keco-
kelatan. Warna tersebut mulai terbentuk sete-
lah hari ke-5 dan semakin dominan sampai ha-
ri ke-14 (Gambar 1c; 1d). Kemungkinan zat
warna diakibatkan adanya asosiasi antara bio-
sintesis metabolit sekunder dan proses spo-
rulasi pada jamur endofit.
Kondisi lingkungan yang cocok sangat
dibutuhkan untuk terjadinya proses sporulasi
seperti media tumbuh, suhu, udara, dan caha-
ya. Peremajaan isolat AFKR-5 optimum dila-
kukan pada suhu kamar dan kondisi gelap
karena secara fisiologis suhu optimum untuk
pertumbuhan jamur endofit sebagai organisme
saprofit ialah 2230 C dan tidak memerlukan
cahaya untuk tumbuh (Pelczar & Chan 2010).
Media PDA digunakan dalam proses perema-
jaan isolat. Karbohidrat dan glukosida dalam
kentang serta dekstrosa dalam media PDA
merupakan sumber karbon untuk meningkat-
kan kecepatan dan pemulihan pertumbuhan ja-
mur. Pada hari ke-21, miselium sudah berwar-
na cokelat (Gambar 1e; 1f). Hal ini menunjuk-
kan bahwa isolat sudah mati dan tidak meng-
hasilkan metabolit sekunder, kemungkinan ka-
rena nutrisi yang tersedia telah habis
Gambar 1 Profil isolat jamur endofit AFKR-
5 selama diremajakan pada media
PDA: hari ke-3 (a), ke-5 (b), ke-
14 (tampak atas) (c), ke-14 (tam-
pak bawah) (d), ke-21 (atas) (e),
dan ke-21 (bawah) (f).
Hasil Kultivasi Isolat
Jamur endofit bersifat culturable (dapat di-
tumbuhkan pada kondisi artifisial) (Agusta
2009). Media kultivasi jamur endofit mengan-
dung karbon, nitrogen, belerang dan fosforus,
mineral logam, vitamin, dan tentunya air (Pel-
czar & Chan 2010). Dalam penelitian ini digu-
nakan 2 jenis media, yaitu media GYP 27.21
g/L dan PDB Difco 24 g/L. Kultur AFKR-5
dalam media PDB maupun GYP telah
menghasilkan zat warna pada hari ke-7 (Gam-
bar 2a; 2b). Kultivasi dilakukan sampai isolat
kultur berumur 14 hari (Gambar 2c; 2d).
Gambar 2 Jamur endofit AFKR-5 dalam
media kultivasi PDB dan GYP
hari ke-7 (a dan b) dan hari ke-
14 (c dan d).
Media PDB lazim digunakan untuk kulti-
vasi jamur, kapang, dan khamir. Media ini
mengandung sumber nutrisi kaya gizi (seduh-
an kentang) yang mendorong sporulasi kapa-
ng, produksi zat warna, dan pertumbuhan ja-
mur secara subur (AOAC 1995; MacFaddin
1985; Pelczar & Chan 2010). Media GYP ter-
diri atas glukosa, ekstrak khamir, pepton, dan
beberapa garam mineral. Ekstrak khamir amat
kaya akan vitamin B, juga mengandung kar-
bohidrat tinggi dan nitrogen sehingga diguna-
kan untuk memperkaya media kultur. Pepton
mengandung campuran asam amino bebas,
peptida, dan protease merupakan sumber uta-
ma nitrogen. Kehadiran zat lain seperti garam
mineral dapat merangsang pertumbuhan dan
adanya logam alkali atau fosfat dapat menye-
babkan pH netral pada pepton.
Secara umum, biosintesis metabolit sekun-
der berasosiasi dengan proses sporulasi pada
jamur endofit (Agusta 2009; Calvo 1999).
Metabolit sekunder diproduksi untuk mengak-
tifkan proses sporulasi atau disekresikan se-
panjang sporulasi berlangsung (Calvo et al.
2002; Agusta 2009). Kondisi lingkungan yang
cocok sangat dibutuhkan untuk terjadinya pro-
ses sporulasi dan juga menjadi faktor penentu
terbentuknya metabolit sekunder. Faktor-fak-
tor seperti perbedaan sumber karbon dan nit-
rogen, pH, suhu, dan konsentrasi garam dapat
memengaruhi sekresi senyawa antimikrob
oleh AFKR-5. Dalam penelitian ini, media
produksi dipertahankan pada suhu 27 °C, ki-
saran pH 57, dan dikultivasi pada media
produksi selama 14 hari.
6
Hasil Penapisan Metabolit Sekunder
Kultur Jamur
Kultur jamur endofit AFKR-5 dalam
media cair PDB dan GYP terdiri atas fraksi
air/filtrat kultur dan fraksi miselium/biomassa
kultur. Fraksi air (komponen polar) dipisah-
kan dari miselium kemudian dikering-beku-
kan dan didapatkan kadar bioproduksinya da-
lam media PDB dan GYP masing-masing se-
besar 95.75 dan 660.25 mg/L (Tabel 1). Kadar
bioproduksi fraksi air AFKR-5 yang lebih ke-
cil dalam media PDB menandakan bahwa me-
tabolit sekunder yang lebih bersifat polar dan
larut air lebih sedikit jumlahnya. Tabel 1 me-
nunjukkan, ekstrak EtOAc kultur AFKR-5 da-
lam media PDB (Gambar 3a) memiliki kadar
bioproduksi terbesar (804.125 mg/L), lebih
besar dibandingkan dengan ekstrak dalam me-
dia GYP yang lebih kaya akan nutrisi (Gam-
bar 3b) (509.875 mg/L). Contoh perhitungan
rendemen diberikan pada Lampiran 4.
Tabel 1 Rendemen ekstrak kultur AFKR-5
Ekstrak
AFKR-5
Fraksi
ekstrak
Bobot
(g)
Kemampuan
produksi (mg/L)
Warna
PDB EtOAc 0.6433 804.125 Merah-cokelat
Air 0.0766 95.75 Merah
GYP EtOAc 0.4079 509.875 Cokelat
Air 0.5282 660.25 Kuning
Ekstraksi miselium kultur menggunakan
metode maserasi dengan pelarut etil asetat
(EtOAc). Pelarut ini umum digunakan dalam
mengekstraksi kultur jamur endofit (Sarker et
al. 2006; Sarker & Nahar 2007). Sifatnya
semipolar sehingga dapat mengekstraksi kom-
ponen-komponen yang terdapat dalam kultur
jamur. Etil asetat merupakan pelarut dengan
polaritas medium (Houghton & Raman 1998).
Maserasi dilakukan berulang kali, masing-
masing selama 1 jam pada suhu kamar, sam-
pai filtrat dari kultur jamur endofit tidak
berwarna lagi, yang menandakan semua se-
nyawa yang berbobot molekul rendah sudah
terekstraksi (Harborne 2006). Pelarut akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat
aktif akan larut dan karena perbedaan konsen-
trasi antara larutan zat aktif di dalam dan di
luar sel, zat aktif didesak ke luar. Peristiwa
tersebut berulang hingga terjadi kesetimbang-
an konsentrasi. Pengadukan akan meratakan
konsentrasi larutan di luar sehingga memper-
cepat tercapai kesetimbangan konsentrasi ba-
han ekstraktif. Metode maserasi memerlukan
banyak pelarut dan waktu yang lama dalam
prosesnya, tetapi dapat menjaga agar kan-
dungan senyawa dalam contoh yang tidak ta-
han panas tidak rusak. Senyawa antimikrob
yang bersifat atsiri akan menguap dan hilang
jika dipanaskan (Branen & Davidson 1993).
Ekstrak EtOAc kultur dalam media PDB
dan GYP (Gambar 3) selanjutnya dianalisis
KLT untuk menentukan jumlah komponen se-
nyawa yang terdapat di dalamnya. Fase diam
yang dipakai ialah silika gel 60 F254, meru-
pakan silika yang dibebaskan dari air, bersifat
sedikit asam, tergolong fase normal, dan dapat
berpendarflour. Larutan pengembang yang di-
gunakan adalah DCM-MeOH. Gambar 4 (I)
dan (II) memperlihatkan profil KLT ekstrak
EtOAc kultur AFKR-5 dalam media PDB dan
GYP.
Gambar 3 Ekstrak EtOAc kultur AFKR-5
media PDB (a) dan GYP (b).
VH= vanilin-H2SO4, CH = Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%
Gambar 4 Profil KLT ekstrak EtOAc kultur
AFKR-5 media PDB (I) dan GYP
(II). Kondisi KLT: pelat silika gel
60 F254, eluen: DCM-MeOH 10:1
(v/v), visualisasi di bawah UV
254 (a) dan 366 nm (b), setelah
disemprot penampak noda VH (c)
dan CH (d).
Profil KLT tersebut menunjukkan kompo-
nen yang lebih banyak pada media kultivasi
PDB yang juga menghasilkan kemampuan
7
bioproduksi terbesar (Tabel 1). Hal ini ke-
mungkinan disebabkan media PDB, meskipun
lebih sederhana komposisinya dibandingkan
dengan media GYP (Lampiran 1), mengan-
dung sumber nutrisi kaya gizi (seduhan ken-
tang) yang spesifik mendorong sporulasi ka-
pang, produksi zat warna, dan pertumbuhan
jamur secara subur (AOAC 1995, MacFaddin
1985). Secara umum biosintesis metabolit se-
kunder ini berasosiasi dengan proses sporulasi
(Agusta 2009).
Penampak-noda vanilin-H2SO4 atau ani-
saldehida 0.5% dalam H2SO4-HOAc glasial-
MeOH 5:10:85 digunakan untuk mendeteksi
terpenoid, umumnya menghasilkan bercak
berwarna ungu, biru, atau merah. Warna ungu
menunjukkan triterpenoid, warna hijau biru
menunjukkan steroid. Senyawa lain yang da-
pat dideteksi ialah monoterpena (jingga tipis,
biru, hijau kebiru-biruan); seskuiterpena (hijau
kecokelatan, biru gelap, ungu, lembayung
muda, merah marun, dan hijau tua), iridoid/
monoterpena lakton (biru, ungu, merah-jing-
ga, merah); terpena alkohol (jingga kebiruan);
ester geranil, terpinil, neril asetat (biru kela-
bu); fenolat (merah muda untuk resorsinol dan
floroglusinol, flavonoid lignan, fenilprope-
na/fenilpropanoid; serta fase minyak atsiri/n-
heksana (merah jambu untuk estragol, anetol,
timol; cokelat untuk miristisin, apiol, dan
eugenol; merah untuk isoeugenol). Reagen
Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10% digunakan dalam
mendeteksi keberadaan beberapa tipe alkaloid
dan komponen lainnya (Houghton & Raman
1998; Gocan 2004; Harborne 2006).
Potensi Antimikrob Ekstrak Kultur
Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa
ekstrak kultur AFKR-5 memiliki beberapa
profil metabolit sekunder. Di antaranya mung-
kin ada yang mempunyai aktivitas biologis,
tetapi ada pula yang tidak. Oleh karena itu,
perlu dilakukan uji aktivitas biologis. Uji
diarahkan pada aktivitas sebagai antimikrob.
Secara etnofarmasi, tumbuhan A. flava digu-
nakan oleh masyarakat sebagai obat tradisio-
nal dan memiliki aktivitas biologi sebagai an-
timikrob (Dzulkarnain et al. 1996; Subeki et
al. 2005).
Uji aktivitas dilakukan secara kualitatif
dengan menggunakan 2 kelompok mikroor-
ganisme uniselular target, yaitu bakteri (pro-
kariotik) dan kapang (eukariotik). Bakteri tar-
get yang digunakan meliputi bakteri Gram
positif S. aureus dan Gram negatif E. coli, se-
dangkan kapang yang digunakan ialah C.
albicans. Mikrob target yang digunakan selu-
ruhnya patogen terhadap manusia.
Uji bioaktivitas antimikrob dilakukan de-
ngan metode difusi cakram. Larutan stok eks-
trak yang diketahui konsentrasinya diserap
dengan cakram kertas dan dikontakkan de-
ngan media yang telah diinokulasi mikrob uji.
Untuk menurunkan limit deteksi, sistem ter-
lebih dahulu dibiarkan pada suhu rendah se-
lama beberapa jam sebelum diinokulasi. Per-
lakuan ini memberikan kesempatan kepada
larutan stok untuk berdifusi sebelum mikrob
tumbuh. Inkubasi selanjutnya dilakukan pada
suhu yang sesuai untuk pertumbuhan mikrob
uji, yaitu 37 °C untuk bakteri dan 30 °C untuk
kapang selama 2448 jam. Apabila terjadi
hambatan pertumbuhan terhadap mikrob uji,
maka akan terlihat zona bening pada tempat-
tempat tertentu sepanjang ekstrak bermigrasi
pada lempengan cakram. Aktivitas senyawa
uji dinyatakan dengan zona bening ini.
Hasil uji aktivitas menunjukkan bahwa
pada konsentrasi 100 µg/cakram terhadap
mikrob uji, hanya ekstrak EtOAc kultur
dengan media PDB yang berpotensi sebagai
antimikrob dengan spektrum luas karena
menghasilkan zona hambat terhadap semua
mikrob uji, terutama kapang C. albicans
(Tabel 2). Hasil ini juga menunjukkan bahwa
fraksi air kultur jamur AFKR-5 tidak menun-
jukkan aktivitas penghambatan. Sebelumnya
telah dilaporkan bahwa pelarut organik memi-
liki efisiensi lebih tinggi dalam mengekstraksi
senyawa untuk aktivitas antimikrob diban-
dingkan dengan air (Lima-Filho et al. 2002).
Tabel 2 Uji aktivitas penghambatan mikrob
oleh ekstrak EtOAc kultur AFKR-5
konsentrasi 100 µg/cakram
Sampel AFKR-5
Aktivitas daya hambat
Kapang uji Bakteri uji
C. albicans S. aureus E.coli
air PDB - - -
GYP - - -
EtOAc PDB + + +
GYP - - -
Kontrol
(+)
Kloramfenikol - + +
Nistatin + - -
Kontrol (-) aseton - - -
+ terbentuk zona bening
Aktivitas antibakteri ekstrak EtOAc terha-
dap S. aureus dan E. coli lebih lemah diban-
dingkan dengan aktivitas antijamur terhadap
C. albicans. Zona bening yang terbentuk di-
tunjukkan pada Gambar 5. Kemampuan anti-
mikrob isolat jamur endofit yang berasosiasi
dengan tumbuhan A. flava merupakan bentuk
aktivitas antagonis. Populasi jamur endofit
yang lebih heterogen memicu terjadinya kom-
8
petisi di antara kelompok mikroorganisme.
Hal ini memicu jamur endofit memiliki ka-
rakteristik antimikrob berspektrum luas. Bio-
sintesis senyawa antimikrob berperan penting
dalam proses pelekatan, kolonisasi target,
hingga kompetisi dalam mendapatkan ruang
dan nutrisi dengan mikrob lainnya (Long &
Farook 2001; Romanengko et al. 2008).
Gambar 5 Zona hambat ekstrak EtOAc kul-
tur AFKR-5 media PDB konsen-
trasi 100 µg/cakram terhadap E.
coli (a), S. aureus (b), dan C. al-
bicans (c).
.
Hasil Partisi dan Fraksionasi
Ekstrak Kultur Aktif
Profil KLT ekstrak EtOAc kultur jamur
endofit AFKR-5 dalam media PDB masih
memperlihatkan beberapa komponen dengan
Rf besar. Komponen ini diduga bersifat non-
polar, seperti lemak, minyak, atau hidrokar-
bon jenuh, karena terjerap sedikit atau tidak
terjerap sama sekali pada fase diam yang ber-
sifat polar (Stahl 1985). Untuk memudahkan
isolasi zat antimikrob dalam kultur, kompo-
nen yang bersifat polar dan nonpolar dipisah-
kan. Di samping itu, lemak dan minyak ter-
kadang tidak terlalu aktif secara biologis
(Houghton & Raman 1998), dapat menggang-
gu proses difusi komponen bioaktif, dan dapat
melindungi sel bakteri dari senyawa antimik-
rob (Moshi & Mbwambo 2005). Oleh karena
itu, diharapkan potensi antimikrob komponen
bioaktif ekstrak lebih besar setelah dipartisi.
Partisi cair-cair menggunakan pelarut n-hek-
sana-MeOH 1:1 (v/v) sebanyak 3× ulangan
(Gambar 6).
Gambar 6 Profil partisi n-heksana-MeOH
(1:1) (v/v) ekstrak EtOAc kultur
AFKR-5 media PDB.
Ekstrak EtOAc lebih banyak terpartisi da-
lam fraksi MeOH, menunjukkan bahwa kom-
ponen ekstrak lebih banyak yang bersifat po-
lar. Rendemen fraksi MeOH dan n-heksana
berturut-turut 68.8 dan 33.2% (Tabel 3). Pola
KLT masing-masing fraksi dipantau dan di-
bandingkan dengan ekstrak EtOAc awal.
Tabel 3 Hasil partisi ekstrak EtOAc kultur
AFKR-5 media PDB dengan n-hek-
sana-MeOH (1:1) (v/v)
Fraksi ekstrak
Bobot Rendemen Warna
rendemen (g) (% b/b)
MeOH 0.3852 68.8 Merah-cokelat n-heksana 0.1912 33.2 Putih-kuning
Berdasarkan Gambar 7, sudah terjadi pe-
misahan antara komponen polar dan nonpolar.
Walaupun beberapa bercak sama nilai Rf-nya,
warna yang dihasilkan dengan reagen penam-
pak-noda berbeda. Hal ini menunjukkan kom-
ponen yang berbeda. Misalnya, pada Gambar
7f.2 garis yang melengkung pada kira-kira Rf
= 0.7 berwarna cokelat dan bercak di atasnya
berwarna merah menunjukkan komponen mi-
nyak (Harborne 2006).
Gambar 7 Profil KLT ekstrak EtOAc kultur
AFKR-5 media PDB (a, c, dan e)
dan hasil partisi MeOH (1) dan n-
heksana (2) (b, d, dan f). Kondisi
KLT: pelat silika gel 60 F254, elu-
en: DCM-MeOH 10:1 (v/v), visu-
alisasi di bawah UV 366 nm (a
dan b), setelah disemprot penam-
pak noda VH (c dan d) dan CH (e
dan f).
Fraksi MeOH ekstrak EtOAc sebanyak
0.3852 g selanjutnya difraksionasi dengan
kromatografi kolom sistem isokratik dengan
komposisi fase gerak DCM-MeOH (20:1;
15:1; 10:1; 5:1; 3:1; 2:1; 1:1) (v/v), MeOH
dan fase diam silika gel 60 (70230 mesh
ASTM). Didapatkan 10 fraksi (Gambar 8; Ta-
bel 4), dengan fraksi dominan adalah F3 dan
F10 dengan bobot masing-masing 22.6 dan
47.9 mg (Tabel 4).
9
Gambar 8 Fraksi-fraksi ekstrak EtOAc kultur
AFKR-5 media PDB fraksi MeOH.
Tabel 4 Bobot dan warna fraksi-fraksi pada
Gambar 8. Fraksi Bobot (mg) Warna No tabung
F1 1.4 Kuning + 1
F2 0.9 Kuning + 2
F3 22.6 Jingga 35 F4 9.1 Cokelat jingga ++ 68
F5 5.7 Cokelat jingga + 911
F6 11.9 Cokelat jingga + 1223 F7 4.9 Cokelat jingga + 2437
F8 8.5 Cokelat jingga ++ 3859
F9 12 Cokelat jingga +++ 6088
F10 47.9 Hitam 89habis
Aktivitas Antimikrob Fraksi Dominan
Fraksi n-heksana ekstrak EtOAc AFKR-5
PDB dan fraksi dominan ekstrak EtOAc fraksi
MeOH (F3 dan F10) diuji kembali bioaktivi-
tas antimikrobnya menggunakan metode difu-
si cakram dengan konsentrasi 10 µg/cakram.
Hanya fraksi F3 yang bersifat antimikrob
(Tabel 5; Gambar 9). Hal ini menandakan
fraksi F3 dalam ekstrak aktif tidak bekerja
sinergis da-lam menghambat pertumbuhan
mikrob. Daya hambatnya tetap ada walaupun
senyawa tersebut tidak berada bersama de-
ngan senyawa lain dalam ekstrak.
Tabel 5 Aktivitas penghambatan mikrob frak-
si dominan ekstrak EtOAc kultur
AFKR-5 media PDB
Sampel
Aktivitas daya hambat
Kapang uji Bakteri uji
C. albicans S. aureus E.coli
Fraksi
MeOH
F3 + + +
F10 - - - Fraksi n-heksana - - -
Kontrol (+) Kloramfenikol - + + Nistatin + - -
Kontrol (-) aseton - - -
+ menghambat pertumbuhan mikrob uji
Gambar 9 Zona hambat fraksi F3 konsentra-
si 100 µg/cakram terhadap E. coli
(a), S. aureus (b), C. albicans (c).
Hasil Isolasi dan Pemurnian Metabolit
Sekunder Fraksi Teraktif Ekstrak Kultur
Profil KLT fraksi F3 ditunjukkan pada
Gambar 10. Warna bercak yang terdeteksi be-
ragam, bergantung pada pendeteksian yang di-
gunakan. Dalam profil KLT ekstrak EtOAc,
fraksi F3 terdeteksi berwarna biru-keunguan
setelah disemprot penampak noda vanilin-
H2SO4, setelah dipartisi dalam fraksi MeOH
dan disemprot reagen yang sama berwarna
ungu, bercak berwarna kuning pudar sebelum
disemprot reagen, dan berwarna merah muda
dan abu-abu kecoklatan setelah disemprot
Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%. Diduga fraksi F3
mengandung metabolit sekunder golongan
terpenoid (Houghton & Raman 1998, Harbor-
ne 2006).
VH= vanilin-H2SO4, CH = Ce(SO4)2 1%/H2SO4 10%
Gambar 10 Profil KLT fraksi F3 dalam eks-
trak EtOAc: setelah disemprot
VH (biru-keunguan) (a), fraksi
MeOH (I) dan n-heksana (II) se-
telah disemprot VH (ungu) (b)
dan CH (merah muda) (c), fraksi
MeOH: orisinal (kuning pudar)
(d), di bawah UV 254 nm (e), se-
telah disemprot VH (ungu) (f),
dan setelah disemprot CH (abu-
abu kecokelatan) (g).
Pemisahan lanjutan terhadap fraksi F3
dilakukan dengan KLT preparatif karena ren-
demen fraksi sedikit dan nilai Rf antar fraksi
berdekatan, sehingga kurang efektif jika dipi-
sahkan dengan kromatografi kolom. Fase
diam yang digunakan ialah pelat KLT silika
gel 60 F254 (Merck) dan fase geraknya DCM-
aseton (5:1) (v/v). Deteksi dengan sinar UV
254 nm menunjukkan bahwa fraksi F3 terpi-
sah menjadi 5 komponen tunggal, yaitu F3.1–
F3.5 (Gambar 11). Bercak ke-2, 3, dan 4 ber-
pendar pada UV 366 nm. Bercak tersebut
ditandai sebagai fraksi F3.2, F3.3, dan F3.4
dengan warna pendarflour masing-masing
kuning, kuning, dan jingga (Gambar 12). Ter-
penoid setelah pemisahan dengan pelarut de-
ngan kepolaran rendah juga menghasilkan
pendarflour berwarna kuning dengan latar be-
10
lakang merah muda. Oleh karena itu, ketiga
fraksi tersebut diduga berasal dari golongan
terpenoid.
Gambar 11 Profil KLT preparatif fraksi F3.
Kondisi KLT: pelat silika gel 60
F254, eluen: DCM-aseton (5:1)
(v/v), visualisasi: UV 254 nm.
Gambar 12 Profil KLT fraksi-fraksi hasil
KLT preparatif F3. Kondisi KLT:
pelat KLT silika gel 60 F254, eluen
DCM-aseton (5:1), visualisasi:
cahaya matahari (a), UV 254 (b),
dan 366 nm (c).
Nilai Rf fraksi F3.1–F3.5 berturut-turut
0.72, 0.56, 0.50, 0.30, dan 0.16 (Gambar 12).
Seluruh fraksi dikerok dan dilarutkan dengan
aseton lalu dipekatkan dengan penguap putar.
Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 13, bo-
botnya ditunjukkan di Lampiran 5. Fraksi
F3.4 merupakan komponen dominan fraksi F3
dengan bobot 8.3 mg (41% b/b fraksi F3).
Bila dihitung berdasarkan rendemen kultur,
maka ekstrak kultur AFKR-5 mampu melaku-
kan bioproduksi komponen F3.4 sebesar
10.375 mg/L. Selanjutnya fraksi F3.4 ditentu-
kan nilai penghambatannya terhadap mikrob
uji.
Gambar 13 Fraksi-fraksi hasil KLT preparatif
F3.
Bioaktivitas Antimikrob Isolat Metabolit
Sekunder Dominan Fraksi Teraktif
Diameter Daya Hambat
Uji bioaktivitas antimikrob fraksi F3 juga
dilakukan dengan metode difusi cakram
Kirby-Bauer. Dengan metode difusi ini, anti-
mikrob uji diserap dengan kertas cakram dan
dikontakkan dengan media agar-agar yang te-
lah diinokulasi mikrob uji pada jumlah terten-
tu. Air segera diserap ke dalam cakram dari
media agar-agar, sementara antimikrob mulai
berdifusi ke dalam agar-agar disekitarnya. La-
ju difusi melalui agar-agar tidak secepat laju
keluarnya antimikrob dari cakram. Karena itu,
konsentrasi antimikrob paling tinggi paling
ada di dekat cakram dan menurun secara loga-
ritmik sebagai fungsi jarak dari cakram (Jor-
gensen & Turnidge 2007). Laju difusi anti-
mikrob melalui agar-agar bergantung pada
sifat difusi dan kelarutan (Bauer et al. 1966)
serta bobot molekul senyawa antimikrob. Mo-
lekul yang lebih besar akan menyebar lebih
lambat. Setelah diinkubasi selama 24 jam,
apabila terjadi hambatan pertumbuhan terha-
dap mikrob uji, maka akan terlihat zona
bening. Diameter daerah bening ini merupa-
kan daerah inhibisi sampel uji terhadap mik-
rob uji. Semakin besar diameternya, semakin
besar aktivitas antimikrob.
Diameter daya hambat (DDH) komponen
bioaktif F3.4 terhadap mikrob uji meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi (Tabel 6).
Pada konsentrasi 100 µg/cakram, F3.4 meng-
hasilkan DDH untuk bakteri uji Gram negatif
E. coli dan Gram positif S. aureus sebesar 9
dan 8 mm (Gambar 14.Ia dan b; Tabel 6).
Dengan konsentrasi yang sama, F3.4 meng-
hasilkan DDH yang lebih sensitif terhadap
kapang uji C. albicans, yaitu 13 mm (Gambar
14.Ic; Tabel 6). Berdasarkan hasil tersebut,
dapat dikatakan bahwa F3.4 merupakan anti-
mikrob berspektrum luas, yang dapat meng-
hambat pertumbuhan mikroorganisme proka-
riotik seperti bakteri Gram negatif maupun
positif, maupun eukariotik (kapang).
Gambar 14 Zona hambat fraksi F3.4 (I),
kontrol positif Kloramfenikol
(IIa dan IIb), dan Nistatin (IIc),
pada konsentrasi 100 µg/cakram
terhadap: E. coli (a), S. aureus
(b), C. albicans (c).
11
Tabel 6 Diameter daya hambat fraksi F3.4
Sampel
Konsentrasi
10 µg/µL
(µL)
Rerata diameter DDH (mm)
Kapang uji
C. albicans
Bakteri uji
S. aureus E.coli
F3.4
5
10
9
13
6.5
8
7
9
Kontrol (-)
aseton 20 - - -
Kontrol (+)
Kloramfenikol
5
10
20
-
-
-
7
10
13.5
12
17
20
Kontrol (+)
Nistatin
5
10
20
10
15
18
-
-
-
-
-
-
Nilai DDH kontrol positif Kloramfenikol
sebagai antibakteri komersial dan Nistatin se-
bagai antijamur komersial juga meningkat de-
ngan meningkatnya konsentrasi zat uji (Tabel
6). Pada konsentrasi 100 µg/cakram, Kloram-
fenikol menghasilkan nilai DDH terhadap
bakteri E. coli dan S. aureus sebesar 17 dan
10 mm (Gambar 14.IIa dan b; Tabel 6). Dari
hasil ini, Kloramfenikol didapati lebih efektif
dalam menghambat pertumbuhan kedua bak-
teri. Kloramfenikol diketahui bersifat bakte-
riostatik berspektrum luas, artinya dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Gram posi-
tif maupun negatif, tetapi tidak membunuhnya
sehingga pembasmian bakteri sangat bergan-
tung pada daya tahan tubuh inang (Katzung
2001). Mekanisme kerja Kloramfenikol dalam
melawan bakteri adalah dengan menghambat
sintesis protein dengan cara berikatan dengan
subunit 50s pada ribosom dan berefek pada
penghambatan pembentukan protein (Pelczar
& Chan 2010). Namun, bakteri S. aureus dan
E. coli bersifat resisten baik terhadap fraksi
F3.4 maupun kontrol positif Kloramfenikol
karena meng-hasilkan DDH < 14 mm pada
konsentrasi zat uji sebesar 50 µg/cakram.
Nilai DDH Nistatin pada konsentrasi 100
µg/cakram terhadap bakteri kapang uji C.
albicans sebesar 15 mm (Gambar 14.IIc; Ta-
bel 6). Dibandingkan dengan fraksi F3.4 yang
menghambat bakteri dan kapang, aktivitas
Nistatin terbatas hanya pada kapang dan cen-
dawan lain dengan cara bergabung dengan
sterol yang terdapat dalam membran sel. Hal
ini mengakibatkan kacaunya organisasi di da-
lam struktur molekular membran, diikuti de-
ngan gangguan pada fungsinya. Sterol bukan
komponen membran bakteri sehingga Nistatin
tidak efektif bagi bakteri (Agusta 2006; Pelc-
zar & Chan 2010).
Konsentrasi Hambat Minimum
Konsentrasi hambat minimum (KHM)
adalah konsentrasi terendah antimikrob yang
dapat menghambat pertumbuhan mikrob ter-
tentu. Penentuan nilai KHM digunakan oleh
laboratorium diagnostik terutama untuk me-
ngonfirmasi resistensi dan juga untuk menen-
tukan aktivitas in vitro antimikrob baru. Nilai
KHM spesifik untuk setiap kombinasi anti-
mikrob dan mikrob, dan digunakan untuk me-
nentukan kepekaan mikrob terhadap anti-
mikrob tersebut. Semakin rendah nilai KHM
sebuah antimikrob, semakin peka mikrobnya.
Prinsip dasar penentuan KHM adalah
mikrob uji yang disiapkan dengan kepadatan
tertentu diinkubasi dengan larutan stok yang
akan diuji aktivitas antimikrobnya pada kon-
sentrasi berseri yang semakin kecil. Setelah
inkubasi, pertumbuhan mikrob ditentukan se-
cara visual atau dengan membandingkan ke-
keruhan kultur uji dengan kultur kontrol.
Kontrol pertumbuhan (GC) adalah kultur yang
berisi media dan inokulum mikrob uji, tetapi
tidak diberi sampel yang akan diuji bioak-
tivitasnya. Setelah masa inkubasi, GC akan
terlihat keruh yang menandakan terjadinya
pertumbuhan mikrob. GC dapat digunakan se-
bagai standar tidak terjadinya penghambatan
pada sumuran uji yang berisi sampel uji. Kon-
trol negatif berisi media dan inokulum mikrob
ditambah pelarut DMSO. Tujuannya memasti-
kan bahwa DMSO sebagai pelarut sampel uji
tidak memiliki aktivitas penghambatan terha-
dap mikrob uji. Blangko hanya berisi media
kultur sebagai kontrol untuk memastikan tidak
terjadi kontaminasi pada pengujian ini. Kon-
sentrasi sampel uji terendah yang menghasil-
kan tingkat kejernihan sumur uji mirip dengan
blangko dapat ditentukan sebagai nilai KHM
(Lampiran 6). Nilai KHM fraksi F3.4 terhadap
bakteri Gram positif S. aureus, Gram negatif
E. coli, dan kapang C. albicans menunjukkan
tingkat kepekaan yang meningkat, berturut-
turut sebesar 64, 32, dan 16 µg/mL (Tabel 7).
Aktivitas antimikrob dapat dibandingkan de-
ngan aktivitas kontrol positif Kloramfenikol
dan Nistatin.
Tabel 7 Hasil uji KHM fraksi F3.4
Sampel KHM (µg/mL)
S. aureus E. coli C. albicans
F3.4 64 32 16
Kloramfenikol 32 64 -
Nistatin - - 32
DMSO - - -
Kepekaan terbesar ditunjukkan oleh
kapang uji C. albicans dengan nilai KHM
terkecil, yaitu 16 µg/mL terhadap fraksi F3
(Gambar 15). Fraksi F3.4 ditemukan bersifat
fungisidal pada konsentrasi 32 µg/mL ter-
hadap C. albicans (KBM/KHM < 2) setelah
dilakukan optimasi penentuan nilai konsen-
12
trasi bunuh minimum (KBM) fraksi F3.4 ter-
hadap kapang uji C. albicans (Lampiran 7),
dengan kultivasi pada media PDA.
Gambar 15 Nilai KHM fraksi F3.4.
Bakteri uji S. aureus menunjukkan kepe-
kaan yang lebih lemah dibandingkan dengan
bakteri E. coli. Hal ini dapat dikarenakan bak-
teri S. aureus cepat menjadi resisten terhadap
beberapa antibakteri (Jawetz et al. 2001) atau
karena fraksi F3.4 lebih potensial dalam
menghambat bakteri Gram negatif. Bakteri
Gram positif umumnya lebih peka terhadap
senyawa antibakteri karena dinding selnya
mengandung lapisan peptidoglikan yang lebih
tebal (90%) dibandingkan dengan bakteri
Gram negatif (520%). Senyawa antibakteri
dapat mencegah sintesis peptidoglikan pada
sel yang sedang tumbuh, maka bakteri Gram
positif seharusnya lebih peka dibandingkan
dengan Gram negatif (Fardiaz & Jenie 1988).
Sekalipun terdapat perbedaan, fakta bahwa
bakteri Gram negatif adalah patogen paling
utama dibandingkan dengan Gram positif me-
munculkan wawasan baru terhadap perkem-
bangan antibakteri Gram negatif yang berasal
dari jamur endofit.
Mekanisme kerja antibakteri dapat terjadi
melalui berbagai jalur antara lain dengan me-
rusak struktur dinding sel, dengan cara meng-
hambat pembentukannya atau mengubahnya
setelah selesai terbentuk; mengubah permea-
bilitas sel yang akan mengakibatkan terham-
batnya pertumbuhan atau matinya sel; meru-
sak molekul protein dan asam nukleat; meng-
hambat kerja enzim; atau menghambat sintesis
asam nukleat dan protein (Pelczar & Chan
2010). Sementara mekanisme kerja antijamur
secara garis besar terbagi atas 2 jalur, yaitu
apoptosis dan non-apoptosis. Mekanisme anti-
jamur melalui proses apo-ptosis salah satunya
ditandai dengan terjadinya degradasi DNA se-
cara terpola dengan panjang 180 pasangan-ba-
sa. Proses ini identik dengan proses apoptosis
pada sel mamalia/kanker (Talaro 2008). Pada
penelitian ini belum dapat dipastikan mekanis-
me penghambatan mikrob uji oleh fraksi F3.4.
Namun, AFKR-5 dapat dikembangkan ke arah
obat antijamur karena bersifat fungisida sete-
lah menjalani uji klinis lebih lanjut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jamur endofit AFKR-5 yang berasosiasi
dengan tumbuhan akar kuning asal Kebun Ra-
ya Bogor dapat melakukan bioproduksi kom-
ponen bioaktif sebagai antimikrob berspek-
trum luas terhadap bakteri Gram positif S. au-
reus, Gram negatif E. coli, dan kapang pato-
gen C. albicans. Media kultivasinya ialah
PDB dengan kondisi kultivasi menggunakan
pengocok pada kecepatan 120 rpm, suhu 27
°C selama 2 minggu, menghasilkan F3.4 se-
besar 10.375 mg/L. Aktivitas penghambatan
terbesar ialah terhadap kapang Candida albi-
cans dengan nilai DDH pada konsentrasi 100
µg/cakram sebesar 13 mm, nilai KHM sebesar
16 µg/mL, dan bersifat fungisidal dengan nilai
KBM 32 µg/mL. Aktivitas F3.4 2× lebih baik
dibandingkan dengan antijamur komersial
Nistatin yang hanya bersifat fungistatik de-
ngan nilai KHM sebesar 32 µg/mL. Oleh ka-
rena itu, isolat AFKR-5 dalam media PDB
berpotensi dikembangkan sebagai antimikrob,
khususnya menjadi obat antijamur.
Saran
Perlu dilakukan optimasi faktor-faktor
yang memengaruhi produksi antimikrob kul-
tur jamur endofit AFKR-5. Di samping itu,
perlu dilakukan identifikasi jamur endofit
AFKR-5, serta analisis lebih lanjut berupa pe-
nentuan struktur komponen bioaktif F3.4, pe-
nentuan mekanisme antimikrobnya, dan peng-
ujian secara klinis agar dapat digunakan untuk
pengembangan antimikrob khususnya antija-
mur untuk manusia.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemists. 1995. Bacteriological Analyti-
cal Manual. Ed ke-8. Gaithersburg MD:
AOAC International.
Agusta A. 2006. Diversivitas jalur biosintesis
senyawa terpena pada makhluk hidup se-
0
10
20
30
40
50
60
70
E. coli S. aureus C. albicans
Nil
ai K
HM
(µ
g/m
L)
mikrob uji
F3.4
kloramfenikol
DMSO
nistatin
13
bagai target obat antiinfektif: tinjauan ula-
ng. Berita Biol 8:142-151.
Agusta A, Ohashi K, Shibuya H. 2006. Com-
position of the endophytic fungi isolated
from tea plant Camelia sinensis. J Nat
Med 60:268-272.
Agusta A. 2009. Biologi dan Kimia Jamur En-
dofit. Bandung: ITB Pr.
Agusta A, Jamal Y, Praptiwi, Fathoni A.
2010. Biooxidation of berberine by the
endophytic fungus Coelomycetes AFKR-1
isolated from kayu kuning [Archangelisia
flava (L.) MERR: Menispermaceae]. Di
dalam: Biotechnology for Enhancement
The Tropical Biodiversity. International
Seminar Biotechnology for Enhancement
The Tropical Biodiversity; Bandung, 18-20
Okt 2010. Bandung: Universitas Pajajaran,
2010. hlm hlm 1-6.
Atlas RM. 1993. Handbook of Microbiolo-
gical Media. Boca Raton: CRC Pr.
Azevedo JL, W Maccheroni, JO Pereira, W
Luiz. 2000. Endophytic microorganism: A
review on insect control and recent advan-
ces on tropical plants. Electr J Biotechnol
3:40-65.
Bacon CW, White JF. 1994. Biotechnology of
Endophytic Fungi of Grasses. Boca Raton:
CRC Pr.
Bacon CW, White JF. 2000. Microbial Endo-
phytes. New York: Marcel Dekker.
Batubara I. 2003. Saponin akar kuning (Arca-
ngelisia flava (L) Merr) sebagai hepato-
protektor: ekstraksi, pemisahan, dan bioak-
tivitasnya [tesis]. Bogor: Program Pasca-
sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bauer AW, Kirby WMM, Sherris JC, Turck
M. 1966. Antibiotic susceptibility testing
by a standardized single disk method. Am
J Clin Pathol 36:493-496.
Benson. 2001. Microbiological Applications
Lab Manual. Ed ke-8. Fornango J, Smith
J, editor. New York: McGraw-Hill.
Branen AL, Davidson PM. 1993. Antimicro-
bial in Food. New York: Marcel Dekker.
[CLSI] National Committee for Clinical Labo-
ratory Standards Institute. 2003. Methods
for Dilution Antimicrobial Susceptibility
Tests for Bacteria that Grow Aerobically,
Approved Standard. Ed ke-6. Wayne PA:
CL-SI.
[CLSI] National Committee for Clinical Labo-
ratory Standards Institute. 2006. Performa-
nce Standards for Antimicrobial Disk Sus-
ceptibility Testing, Approved Standard. Ed
ke-9. CLSI Document M2 A9.26:1. Way-
ne PA: CLSI.
Calvo AM, Hinze LL, Gardner HW, Keller
NP. 1999. Sporogenic effect of polyunsa-
turated fatty acids on development of
Aspergillus spp. Appl Environ Microbiol
65:3668.
Calvo AM, Wilson RA, Bok JW, Keller NP.
2002. Relationship between secondary
metabolism and fungal development. Mic-
robiol Mol Biol Rev 66:447.
Carrol GC. 1988. Fungal endophytes in stem
and leaves from latent pathogens to mutua-
listic symbiont. Ecology 69:2-9.
Castillo UF, Strobel GA, Ford EJ, Hess WM,
Poter H, Jenson JB, Albert H, Robinson
R, Condron MA, Teplow DB et al. 2002.
Munumbicins, wide spectrum antibiotics
produced by Steptomyces NRRL 30562,
endophytic on Kennedia nigriscans. Mic-
robiology 148:2675-2685.
Castillo UJ. Harper K, Strobel GA, Sears J,
Alesi K, Ford E, Lin J, Hunter M, Maranta
M, Ge H et al. 2003. Kakandumycins, no-
vel antibiotica from Streptomyces sp. NR-
RL 30566, an endophyte of Grevillea pte-
ridifolia. FEMS Lett 24:183-190.
Choi YW, Hodgkiss IJ, Hyde KD. 2005. En-
zyme production by endophytes of Brucea
javanica. J Agric Tech 1:55-65.
Clay K. 1988. Fungal endophytes of grasses:
A defensive mutualism between plants and
fungi. Ecology 69:10-16.
Dzulkarnain B, Sundari D, Chozin A. 1996.
Tanaman obat bersifat antibakteri di Indo-
nesia. J Cermin Dunia Kedokteran 110:35-
48.
14
Fardiaz S, Jenie BSL. 1988. Microbiologi Pa-
ngan II. Bogor: PAU IPB.
Gocan S, 2004. Analysis of Terpenoids by
Thin-Layer Chromatography. Di dalam:
Cazes J, editor. Encyclopedia of Chroma-
tography. New York: Marcel Dekker. hlm
1-6.
Guo B, Dai J, Ng S, Huang Y, Leong C, Ong
W, Carte BK.. 2002. Cytonic acid A dan
B, novel tridepside inhibitor of hCMV
protease from the endophytic fungus Cy-
tonaena sp. J Nat Prod 63:602-604.
Harborne JB. 2006. Metode Fitokimia. Ed ke-2.
Padmawinata K, Soediro I, penerjemah;
Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:
Phytochemical Methods.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indone-
sia. Ed ke-4. Balitbang Kehutanan, pener-
jemah. Jakarta: Yayasan Sarana Warna.
Terjemahan dari: Useful Indonesian Plants.
Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory
Handbook for the Fractination of Natural
Extracts. Ed ke-1. London: Chapman &
Hall.
Jamal Y, Ilyas M, Katit A, Agusta A. 2008.
Diversitas dan profil metabolit sekunder
jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan
gambir (Uncaria gambier) serta aktivitas-
nya sebagai antibakteri. Berita Biol 9:149-
154.
Jamal Y, Ilyas M, Katit A, Agusta A. 2009.
Keragaman jenis jamur endofit pada tum-
buhan pandan wangi (Pandanus amary-
lifolius) dan aktivitas antijamur metabolit
yang diproduksinya. Biota 14:81-86.
Jamal Y. Praptiwi, Fathoni A, Agusta A.
2011. Bioproduksi floroglusinol oleh ja-
mur endofit coelomycetes AFAS-F3 yang
diisolasi dari tumbuhan Arcangelisia fla-
va L. Merr. Berk Penel Hayati 16:169-
172.
Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. 2001. Mik-
robiologi Kedokteran. Ed ke-20.
Jorgensen JH, Turnidge JD. 2007. Susceptibi-
lity test methods: dilution and disk diffu-
sion methods. Di dalam: Murray PR, Ba-
ron EJ, Jorgensen JH, Landry M, Pfaller
M, editor, Manual of Clinical Microbio-
logy. Ed ke-9. Washington DC: ASM Pr.
hlm 1152-1172.
Katzung BG. 2001. Basic and Clinical Phar-
macology. Ed ke-8. San Fransisco: Mc-
Graw-Hill.
Kaur K, Jain M, Kaur T, Jain R. 2009. Anti-
malarials from nature. Bioorg Med Chem
17:2950-2962.
Keawpradub N, Yuenyongsawad S, Dejadisai
S. 2005. Antioxidant and cytotoxic activities
of Thai medicinal plants named khamin-
khruea: Arcangelisia flava, Coscinum blu-
meanum, and Fibraurea tinctoria. Songkla-
nakarin J Sci 27:455-467.
Krebs KG, Heusser D, Wimmer H. 1969.
Spray Reagents. Di dalam: Stahl E, editor.
Thin Layer Chromatography: A Labor tory
Handbook. Berlin: Springer -Verlaag. hlm
855-911.
Kumala S. 2005. Isolasi dan penapisan mik-
roba endofit tanaman Brucea-javanica (L)
Merr. serta uji sitotoksik metabolit sekun-
der terhadap beberapa sel kanker secara in
vitro [disertasi]. Jakarta: Program Pasca-
sarjana, Universitas Indonesia.
Lee J. Lobkovsky E. Pliam NB, Strobel GA,
Clardy J. 1995. Subglutinols A and B; im-
munosuppressive compounds from the en-
dophytic fungus Fusarium subglutinans. J
Org Chem 60:7076-7077.
Li J, Strobel GA, Sidhu R, Hess WM, Ford
EJ. 1996. Endophytic taxol producing
fungi from bald cypress, Taxodium disti-
chum. Microbiology 142:2223-2226.
Lima-Filho JVM., Carvalho AFFU, Freitas
SM, Melo VMM. 2002. Antibacterial
activity of extracts of six macroalgae
from the northeastern Brazilian coast.
Braz J Microbiol 33:311-313.
Long RA, Farook A. 2001. Antagonistic
interactions among marine pelagic bacte-
ria. Appl Environ Microbiol 67:4975-
4983.
Lu H, Zou WX, Meng JC, Hu J, Tan RX.
2000. New bioactive metabolites produced
by Colletotrium sp., an endophytic fungus
in Artemisia annua. Plant Sci 151:76-73.
15
Moshi MJ, Mbwambo ZH. 2005. Some phar-
macological properties of extract of Termi-
nalia sericea roots. J Ethnopharm 97:43-
47.
MacFaddin JF. 1985. Media for Isolation
Cultivation-Identification Maintenance of
Medical Bacteria. Vol ke-1. Baltimore:
Williams & Wilkins.
Meistiani Y. 2001. Isolasi dan identifikasi se-
nyawa alkaloid dari akar kuning (Arca-
ngelisia flava (L) Merr) [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengeta-
huan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Owen NL, Hundley N. 2004. Endophytes the
chemical synthesizer inside plant. Sci Prog
87:79-99.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2010. Dasar-dasar
Mikrobiologi. Jilid ke-1 dan 2. Hadioetomo
RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL,
penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan
dari: Elements of Microbiology.
Petrini OTN, Sieber LT, Viret O. 1992. Ecology
metabolite production and substrate utili-
zation in endophytic fungi. Nat Toxin 1:189-
196.
Praptiwi, Jamal Y, Fathoni A, Agusta A,
2010. Antimicrobial metabolite from the
culture of endophytic fungus AFK-8 isola-
ted from kayu kuning (Archangelisia
flava (L.) Merr. Di dalam: Biotechnology
for Enhancement The Tropical Biodiver-
sity. International Seminar Biotechnology
for Enhancement The Tropical Biodiver-
sity; Bandung, 18-20 Okt 2010. Bandung:
Universitas Pajajaran, 2010. hlm 35-43.
Prihatiningtias W. 2006. Mikroba Endofit
Sumber Penghasil Antibiotik yang Poten-
sial. Fakultas Farmasi UGM. [terhubung
berkala]. http://www.biotek.lipi.go.id/in-
dex.html [19 Mar 2012].
Rao NS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman. Ed ke-2. Jakarta:
UI Pr. Susilo H, penerjemah. Terjemahan
dari: Soil Microorganisms and Plant Gro-
wth.
Romanengko LA, Naoto T, Masataka U,
Natalia IK, Valery VM. 2008. Diversity
and antagonistik activity of sea ice bacte-
ria isolated from the sea of Japan. Micro
Environ 23:209-214.
Sarker SD, Latif Z, Gray AI. 2006. Natural
Products Isolation. Ed ke-2. (Methods
in Biotechnology. Vol ke-20. New Jersey:
Humana Pr.
Sarker SD, Nahar L. 2007. Chemistry for
Pharmacy Student (General, Organic and
Natural Product Chemistry). Chichester: J
Wiley.
Setyowati FM, Wardah. 2007. Keaneka-
ragaman tumbuhan obat masyarakat
Talang Mamak di sekitar Taman Nasional
Bukit Tigapuluh, Riau. Biodiversitas 8:
228-232.
Simamarta R, Sylvia L, dan Harmastini. 2007.
Isolasi mikroba endofit dari tanaman obat
sambung nyawa (Gyunura procumbens)
dan analisis potensinya sebagai antimik-
roba. Berk Penel Hayati 15:85-99.
Simanjuntak P, Parwati T, Bustanussalam,
Prana TK, Wibowo S, Shibuya H. 2002.
Isolasi dan kultivasi mikroba endofit peng-
hasil senyawa alkaloid kinkona dari Chin-
chona spp. J Mikrobiol 7:27-30.
Stahl E. 1985. Analisis Obat Secara Kromato-
grafi dan Mikroskopi. Padmawinata K,
Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, edi-
tor. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari:
Drug Analysis by Chromatography and
Microscopy: a Practical Supplement to
Pharmacopoeias.
Stierle A, Stierle D, Strobel GA. 1993. Taxol
and taxane production by Taxomyces an-
dreana, endophytic fungus of pacific yew.
Science 260:214-216.
Stierle A, Stierle D, Strobel G, Bignami G,
Grothaus P. 1994. Endophytic fungi of
pacific yew (Taxus brevifolia) as a source
of taxol, taxanes, and other pharma-
cophores in bioregulators for crop protec-
tion and pest control. J Am Chem Soc 557:
64-77.
Strobel GA, Hess WM, Ford E, Sidhu RS,
Yang X. 1996. Taxol from fungal endo-
phytes and the issue of biodiversity. J
Indust Microbiol 17:417-425.
16
Strobel GA, Ford E, Woapong J, Harper JK,
Arif AM, Grant DM, Fung PCW, Chan K.
2002. Isopestacin, an isobenzopuranone
from Pestalotiopsis microspora, prosses-
ing antifungal and antioxidant activities.
Phytochemistry 60:179-183.
Strobel GA, Daisy B. 2003. Bioprospecting
for microbial endophytes and their natural
products. Microbiol Mol Biol Rev 67:419-
502.
Subeki, Matsuura H, Takahashi K, Yamasaki
M, Yamato O, Maede Y, Katakura K,
Suzuki M, Trimurningsih, Chairul et al.
2005. Antibabesial activity of protoberbe-
rine alkaloids and 20 hidroxyecdysone
from Arcangelisia flava against Babesia
gibsoni in culture. J Vet Med Sci 67:223-
227.
Sung WS, Lee DG. 2007. Indole-3-carbaniol
against human pathogenic microorgan-
isms. Biol Pharm Bull 30:1865-1869.
Talaro KP. 2008. Foundation in Microbiologi.
Ed ke-6. New York: McGraw-Hill.
Tan RX, Zou WX. 2001. Endophytes: a rich
source of functional metabolites. Nat Prod
Rep 18:488-459.
Wallhausser KH. 1969. Antibiotics. Di dalam:
Stahl E, editor. Thin-Layer Chromatogra-
phy: A Laboratory Handbook. Berlin:
Springer-Verlaag. hlm 566-577.
Zhang B, Salituro G, Szalkowski D, Li Z,
Zhang Y, Royo I, Vilella D, Dez M, Pelaes
F, Ruby C et al. 1999. Discovery of small
molecule insulin mimetic with antidiabetic
activity in mice. Science 284:974-981.
Zhang HW, Song YC, Tan RX. 2006. Biology
and chemistry of endophytes. Nat Prod
Rep 23: 753-771.
Zinniel DK, Lambrecht P, Haris NB, Feng Z,
Kuczmarski D, Higley P, Ishimaru CA,
Arunakumari A, Barletta RG, Vidader AK.
2002. Isolation and characterization of
endophytic colonizing bacteria from agro-
nomics crops and prairie plants. Appl En-
viron Microbiol 68:2198-2208.
17
LAMPIRAN
18
Lampiran 1 Komposisi dan prosedur pembuatan media (Atlas 1993; Agusta
2009)
Media agar-agar dekstrosa kentang (PDA)
Difco Bahan Jumlah
agar-agar 15 g
seduhan kentang 4 g
dekstrosa 20 g air 1 L
pH akhir 5.6 ± 0.2, suhu 25 ºC
Peremajaan isolat AFKR-5. Sebanyak
2.34 g bubuk PDA dilarutkan dengan 60 mL
air dalam Erlenmeyer 100 mL sambil diaduk.
Media disterilkan dengan autoklaf. Setelah
didinginkan sampai 4050 °C, media PDA
dituang ke dalam 3 buah cawan petri steril,
masing-masing berisi 20 mL media. Media
dibiarkan memadat.
Pembuatan media uji. Media dibuat se-
perti pada peremajaan isolat jamur, tetapi
dengan melarutkan 3,9 g bubuk PDA dalam
100 mL air, dituang ke 5 cawan petri.
Semua proses sterilisasi dengan autoklaf
dilakukan selama 15 menit pada suhu 121 C
(15 lbs).
Media kaldu dekstrosa kentang (PDB) Difco Bahan Jumlah
pati kentang 4 g
dekstrosa 20 g
air 1 L
pH akhir 5.6 ± 0.2, suhu 25 ºC
Media glukosa-ekstrak khamir-pepton (GYP) Bahan Jumlah
glukosa 20 g ekstrak khamir 1 g
pepton 5 g
K2HPO4 0.5 g FeSO4∙7H2O 10 mg
MgSO4∙7H2O 0.5 g
CaCO3 0.2 g air 1 L
Pembuatan media kultivasi
Media GYP dan 24 g bubuk PDB masi-
ng-masing dilarutkan dengan 1 L air. Setelah
larut, media dibagi 5 masing-masing dalam
Erlenmeyer 500 mL dan diautoklaf.
Media kaldu Mueller Hinton (MHB)
Criterion Bahan Jumlah
asam kasein hidrolisat 17.5 g
ekstrak sapi 2 g
Pati 1.5 g
air 1 L
pH 7.4 ± 0.2, suhu 25 ºC
Media kaldu dekstrosa Sabouraud (SB) Crite-
rion Bahan Jumlah
pepton kasein 5 g pepton jaringan hewan 5 g
dekstrosa 20 g
air 1 L
pH akhir 5.7 ± 0.2 pada 25 ºC
untuk komposisi media 2×, dibuat 2× resep
awal
Pembuatan media kultivasi mikrob uji
Media MHB. Media MHB dibuat 2
komposisi: 21 g/L, dengan melarutkan 2.1 g
MHB dalam 100 mL, dan 42 g/L, dengan
melarutkan 4.2 g MHB dalam 100 mL air.
Media disterilkan dengan autoklaf.
Media SB. Media SB juga dibuat 2
komposisi, 1.5 g SB dalam 50 mL air (30
g/L) dan 3.0 g SB dalam 50 mL air (60 g/L).
Media disterilkan dengan autoklaf.
Media agar-agar nutrien (NA) Difco Bahan Jumlah
agar-agar 15 g
gelatin pepton 5 g ekstrak sapi 3 g
air 1 L
pH akhir 6.8 ± 0.2 suhu 25 ºC
Pembuatan media peremajaan mikrob uji
Sebanyak 1.38 g bubuk NA dilarutkan
dengan 60 mL air dalam Erlenmeyer 100 mL
lalu disterilkan dengan autoklaf. Setelah didi-
nginkan sampai 4050 °C, media dituang ke
dalam 6 tabung reaksi steril hingga masing-
masing berisi 10 mL media. Tabung dimi-
ringkan dan dibiarkan memadat, kemudian
diinokulasikan mikrob uji dan diinkubasi
pada suhu 37 C.
Media agar-agar Mueller Hinton (MHA) Bahan Jumlah
asam kasein hidrolisat 17.5 g
ekstrak sapi 2 g pati 1.5 g
agar-agar 17 g
air 1 L
pH 7.4 ± 0.2, suhu 25 ºC
Pembuatan media uji
Sebanyak 7.6 g MHA dilarutkan dalam
200 mL air lalu disterilkan dengan autoklaf.
Setelah didinginkan sampai 4050 C, media
dituang ke dalam cawan petri steril, masing-
masing berisi 20 mL media, dan dibiarkan
memadat.
19
Lampiran 2 Diagram alir penelitian
20
Lampiran 3 Bagan penentuan nilai KHM: pengenceran larutan stok (a) dan
penambahan inokulum mikrob uji (b)
Lampiran 4 Contoh perhitungan kadar bioproduksi kultur
Bobot kering ekstrak EtOAc: 643.3 mg
Bobot kering ekstrak air : 76.6 mg
Media kultivasi PDB: 4×200 mL = 0.8 L
Kadar fraksi EtOAc media PDB = bobot kering
volume media
= 643.3 mg
0.8 L
= 804.125 mg/L
Kadar fraksi air = bobot kering
volume media
= 76.6 mg
0.8 L
= 95.75 mg/L
a
a
)
b
a
)
21
Lampiran 5 Profil fraksi-fraksi hasil KLT preparatif F3
Fraksi Bobot
(mg)
%
(b/b)
Kadar bioproduksi
(mg/L) Warna fraksi
Warna bercak
Rf Asli / cahaya
matahari
UV
254 nm
UV
366 nm
3.1 5.7 28.50 7.125 Kuning pudar + - Kuning pudar - 0.72
3.2 1.3 6.50 1.625 Kuning pudar + Jingga pudar - Berpendar kuning 0.56
3.3 1.9 9.50 2.375 Kuning pudar ++ - Ungu Berpendar kuning 0.51
3.4 8.3 41.5 10.375 Cokelat-jingga ++ Jingga-cokelat Jingga-lembayung Berpendar jingga pekat 0.30
3.5 2.4 12.00 3.000 Kuning ++ Kuning pudar Jingga-cokelat - 0.16
Bobot fraksi F3 awal sebelum dipurifikasi = 20 mg
Volume media kultivasi = 0.8 L
Cara perhitungan % rendemen F3.1 = bobot sampel
bobot F3 awal × 100% (b/b)
= 5.7 mg
20 mg × 100% (b/b)
= 28.50 % (b/b)
Cara perhitungan kadar bioproduksi F3.1 = bobot sampel
volume media
= 5.7 mg
0.8 L
= 28.50 mg/L
21
22
Lampiran 6 Hasil penentuan KHM fraksi F3.4 (a) dan kontrol positif (b)
terhadap S. aureus ATCC 25923 (I), E. coli ATCC 25922 (II), dan
C. albicans ATCC 10231
Tanda ( ) menunjukkan sumuran dengan konsentrasi terendah yang masih
mempertahankan kebeningannya (nilai KHM dalam µg/mL).
23
Lampiran 7 Optimasi penentuan KHM dan KBM fraksi F3.4 terhadap C.
albicans ATCC 10231
Cuplikan sumuran pada media PDA; konsentrasi 32, 16, dan 8 µg/mL, masing-
masing 20 µL.
(a) sebelum diinkubasi
(b) setelah diinkubasi 24 jam
(c) setelah diinkubasi 48 jam
(d) kontrol pertumbuhan C. albicans setelah diinkubasi 24 dan 48 jam