emkogsos lansia

download emkogsos lansia

If you can't read please download the document

Transcript of emkogsos lansia

A. TEORI PERKEMBANAGAN (Development Theory) Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah di alami lanjut usia pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu di pahami teori Freud, Buhler, Jung dan Erikson. Sigmund Freud meneliti tentang psikoanalisa dan perubahan psikososial anak dan balita. Erikson (1930) membagi kehidupan menjadi 8 fase dan lanjut usia perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan (ego integrity versus despair), seperti berikut: Ego integrity Versus Despair Lanjut usia menerima apa adanya Lanjut usia takut mati Merasakan hidup penuh arti Penyesalan diri Lanjut usia yang bertanggung jawab Merasakan kegetiran dan dan kehidupannya berhasil merasa terlambat untuk memperbaiki Havighurst dan Duvall menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan (developmental tasks) selama hidup yang harus di laksanakan oleh lanjut usia yaitu: a) Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis b) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan c) Menemukan makna kehidupan d) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan e) Menemukan kepuasan dalam hidup keluarga f) Penyesuian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia g) Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia John Birchenall RN, Med dan Mary E. Streight RN (1973), menekankan perlunya mempelajari psikologi perkembangan guna mengerti perubahan emosi dan social seseorang selama fase kehidupannya. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lanjutan usia terhadap berbagai tantangan tersebut, yang dapat positif maupun negative. Akan tetapi teori ini tak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang di inginkan atau yang seharuanya di terapkan oleh lanjut usia tersebut Hal-hal yang kurang mendukung dalam penerapan teori ini adalah: Pendekatan yang di pergunakan abstrak. Bila seseorang berbuat kesalahan pada fase sebelumnya ,hal tersebut tak dapat di perbaikinya dalam fase selanjutnya. Tidak dapat di lakukan pengujian secara impiris dan cara dapat digenerasisasi.

Pokok pokok dalam development theory adalah: a)Masa tua merupakan saat lanjut usia tua merumuskan seluruh masa kehidupannya b) Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan soasial yang baru yaitu pensiun dan menduda atau menjanda c) Lanjut usia harus menyesuaikan diri, akibat perannya yang berakhir di dalam keluarga, kehilangan identitas dan hubungan social akibat pensiun, di tinggal mati oleh pasangan hidup dan teman-temanya. C. TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA Beberapa tokoh perkembangan membedakan antara the young old (65-74 tahun) dan the old-old atau late old age (75 keatas) (Charness & Bosman, 1992 dalam Santrock 1999). Kemudian ada pula yang membedakan the oldest old (85 tahun ke atas) dari younger older adults (Pearlin dalam Pearlin, 1994 dalam Santrock, 1999). Perempuan kebanyakan merupakan anggota dari golongan the oldest old ini. Mereka lebih memiliki rata-rata lebih tinggi dalam keabnormalitasan dan jumlah yang jauh lebih besar dalam hal ketidak mampuan daripada golongan young old. Mereka lebih banyak tinggal di institusi, tidak menikah lagi, lebih sering memiliki pendidikan yang rendah. Banyak oldest old yang masih dapat berfungsi dengan efektif, walaupun yang lain ada pula yang telah menarik diri dari kehidupan sosial dan bergantung kepada masyarakat sekitar dalam hal dukungan financial. Porsi substansial dari oldest old berfungsi dengan baik. Preokupasi masyarakat dengan ketidakmampuan dan mortalitas oldest old telah menyembunyikan fakta bahwa mayoritas older adults berusia 80 tahun dan lebih masih terus berlangsung dalam komunitas. Lebih dari sepertiga older adults berusia 80 dan lebih yang tinggal dalam komunitas melaporkan bahwa kesehatan mereka masih sangat baik atau baik; 40 % mengatakan bahwa mereka tidak memiliki batasan dalam beraktivitas (Suzman & others, 1992 dalam Santrock, 1999). Tugas Perkembangan (Lesmana, 2006) Tugas perkembangan manula adalah : Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan Menyesuaikan diri dengan masa pension dan penurunan pendapatan, Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan Memantapkan secara eksplisit bahwa ia ada pada kelompok usianya itu, Mengadopsi dan mengadaptasi peran sosial secara fleksibel dan Menetapkan pengaturan kehidupan yang memuaskan. . Tugas Perkembanagn pada Lanjut Usia Orang tua diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan menurunnya kesehatan secara bertahap. Mereka diharapkan untuk mencari kegiatan untuk mengganti tugastugas terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu kala mereka masih muda. Bagi beberapa orang berusia lanjut, kewajiban untuk menghadiri rapat yang menyangkut kegiatan social sangat sulit dilakukan karena kesehatan dan pendapatan mereka menurun setelah pension, mereka sering mengundurkan diri dari kegiatan social. Disamping itu, sebagian besar orang berusia lanjut perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kehilangan

pasangan, perlu membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka untuk menghindari kesepian dan menerima kematian dengan tentram. Para lansia mempunyai tugas-tugas perkembangan yang unik. Salah satunya adalah mereka akan mengalami masa di mana mereka akan ditinggalkan oleh anak-anaknya. Menurut teori socioemotional selectivity, mereka akan membatasi kontak sosial mereka khususnya pada keluarga dan teman-teman. Keluarga, terutama anak, memiliki peranan yang lebih berarti bagi lansia. Mereka adalah sumber utama dari cinta, dukungan, dan perhatian. D. PERKEMBANGAN EMOSI LANJUT USIA Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu dengan melalui tahap-tahap perkembangan. Hurlock (1991) menyebutkan tahap perkembangan tersebut adalah periode pranatal, bayi, masa bayi, masa awal kanak-kanak, masa akhir kanak-kanak, masa remaja awal, masa remaja, masa dewasa awal, masa dewasa madya, dan masa usia lanjut. Masing-masing tahapan tersebut mempunyai tugas perkembangan dan karakteristik yang berbeda-beda. Melalui tahap-tahap perkembangan tersebut, Hurlock (1991) ingin menjelaskan bahwa menjadi tua pada manusia adalah suatu hal yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari. Dengan kata lain, seiring dengan bertambahnya usia, manusia akan menjadi tua, yaitu periode penutup dalam rentang hidup seseorang di saat seseorang telah beranjak jauh dari periode tertentu yang lebih menyenangkan. Pada masa-masa ini, individu melihat kembali perjalanan hidup ke belakang, apa yang telah mereka lakukan selama perjalanan mereka tersebut. Ada yang dapat mengembangkan pandangan positif terhadap apa yang telah mereka capai, jika demikian ia akan merasa lebih utuh dan puas, sehingga ia akan lebih dapat menerima dirinya dengan positif. Tetapi ada pula yang memandang kehidupan dengan lebih negatif, sehingga mereka memandang hidup mereka secara keseluruhan dengan ragu-ragu, suram, putus asa. Hal ini akan membuat inividu tidak dapat menerima kondisi dirinya yang telah lanjut usia. Sama seperti setiap periode lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan, sampai sejauh tertentu, apakah pria atau wanita lanjut usia (lansia) tersebut akan melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk (Hurlock, 1991). Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan Papalia (2001) yang menyebutkan bahwa perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan perubahan pada kondisi jiwanya. Salah satu contohnya adalah perubahan fisik pada lansia mengakibatkan dirinya merasa tidak dapat mengerjakan berbagai aktivitas sebaik pada saat muda dulu. Hal ini menyebabkan lansia kemudian menjadi demotivasi dan menarik diri dari lingkungan sosial. Masalah-masalah lain yang terkait pada usia ini antara lain loneliness, perasaan tidak berguna, keinginan untuk cepat mati atau bunuh diri, dan membutuhkan perhatian lebih. Masalah-masalah ini dapat membuat harapan hidup pada lansia menjadi menurun. Proses penuaan terjadi secara bertahap dan merupakan proses yang tidak dapat dihindarkan, berlangsung sejak konsepsi dalam kandungan sampai individu meninggal dunia. Proses menua pada sebagian besar individu dianggap sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan, bahkan kadang kadang dianggap sebagai suatu pengalaman yang menegangkan yang membutuhkan penyesuaian. Serangkaian perubahan fisik, sosial, maupun psikologis yang dialami selama proses menua membutuhkan kesiapan individu untuk menghadapinya. Perubahan perubahan yang terjadi pada masa lanjut usia antara lain perubahan fisiologis, perubahan kemampuan motorik, dan perubahan sosial psikologis. Efek-efek dari perubahan tersebut menentukan, apakah pria atau wanita lanjut usia (lansia) tersebut akan melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk (Hurlock, 1991).

Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan Papalia (2001) yang menyebutkan bahwa perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lanjut usia dapat menyebabkan perubahan pada kondisi jiwanya. Salah satu contohnya adalah perubahan fisik pada lanjut usia mengakibatkan dirinya merasa tidak dapat mengerjakan berbagai aktivitas sebaik pada saat muda dulu. Hal ini menyebabkan lanjut usia kemudian menjadi demotivasi dan menarik diri dari lingkungan sosial. Masalahmasalah lain yang terkait pada usia ini antara lain loneliness, perasaan tidak berguna, keinginan untuk cepat mati atau bunuh diri, dan membutuhkan perhatian lebih. Masalah-masalah ini dapat membuat harapan hidup pada lanjut usia menjadi menurun. Yang perlu digaris bawahi pada lanjut usia adalah bahwa meraih usia panjang tidak hanya soal menjaga kesehatan fisik, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mental seseorang dalam menyikapi rentang hidupnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh para lanjut usia untuk menghadapi masalah adalah dengan berusaha mencapai kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Bradburn (dalam Ryff, 1989) mendefinisikan psychological well-being (PWB) sebagai kebahagiaan dan dapat diketahui melalui beberapa dimensi. Dimensi-dimensi tersebut antara lain otonomi, penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, serta penerimaan diri (Ryff, 1989). Ryff juga menyebutkan bahwa PWB menggambarkan sejauh mana individu merasa nyaman, damai, dan bahagia berdasarkan penilaian subjektif serta bagaimana mereka memandang pencapaian potensi-potensi mereka sendiri. Hurlock (1991) menyebutkan bahwa PWB atau kebahagiaan pada lanjut usia tergantung dipenuhi atau tidaknya tiga A kebahagiaan, yaitu acceptance (penerimaan), affection (kasih sayang), dan achievement (pencapaian). Apabila seorang lanjut usia tidak dapat memenuhi tiga A tersebut maka akan sulit baginya untuk dapat mencapai kebahagiaan. Ryff dalam buku Human Development (2000) juga memberi definisi well-being dalam adulthood dan menunjukkan bagaimana orang dewasa memandang diri mereka sendiri yang berbeda pada beberapa hal di masa adulthood mereka Salah satu dimensi dari Psychological Well-Being dalam skala Ryff yang sejalan dengan Hurlock adalah dimensi Self-Acceptance (penerimaan diri). Nilai tinggi pada dimensi ini menunjukkan bahwa lanjut usia memiliki sikap yang positif pada diri sendiri, menerima diri baik aspek yang positif maupun negatif, memandang positif masa lalu. Sedangkan nilai rendahnya menunjukkan bahwa lanjut usia merasa tidak puas terhadap diri sendiri, kecewa dengan masa lalu, ingin menjadi orang yang berbeda dari dirinya saat ini. Dalam buku Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Pribadi dari bayi sampai lanjut usia (2001), aspek emosional yang terganggu, kecemasan, apalagi stres berat secara tidak langsung dapat mengganggu kesehatan fisik yang akan berakibat buruk terhadap stabilitas emosi. Pada lanjut usia permasalahan psikologis terutama muncul bila lanjut usia tidak berhasil menemukan jalan keluar masalah yang timbul sebagai akibat dari proses menua. Proses penuaan yang baik berkaitan dengan menolak penyakit, banyak dari kemampuan yang menurun secara lebih perlahan, cara diet yang sesuai, olah raga, stimulasi mental yang layak, serta relasi dan dukungan sosial yang baik. Dengan mengedepankan suatu kehidupan yang aktif daripada pasif akan diperoleh keuntungan keuntungan fisik dan psikologis. Namun proses penuaan yang berhasil membutuhkan usaha dan keterampilan keterampilan mengatasi masalah (Satlin, 1994; Weintraub, Powell, & Whitla, 1994). Akan tetapi tidak semua lanjut usia mengalami proses penuaan yang baik. Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi. (Widyastuti, 2000). Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia. Hal hal tersebut di atas yang dapat menjadi penyebab lanjut usia kesulitan dalam melakukan

penyesuaian diri. Bahkan sering ditemui lanjut usia dengan penyesuaian diri yang buruk. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan fungsional, keadaan depresi dan paranoid akan mengakibatkan lanjut usia semakin sulit melakukan penyelesaian. Sehingga lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-masa selanjutnya. Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan atau konflik akibat perubahan perubahan fisik, maupun sosial psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru. Pada orang orang dewasa lanjut yang menjalani masa pensiun dikatakan memiliki penyesuaian diri paling baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk diantaranya teman teman dan keluarga, dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya sebelum pensiun (Palmore, dkk, 1985). Orang orang dewasa lanjut dengan penghasilan tidak layak dan kesehatan yang buruk, dan harus menyesuaikan diri dengan stres lainnya yang terjadi seiring dengan pensiun, seperti kematian pasangannya, memiliki lebih banyak kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan fase pensiun (Stull & Hatch, 1984). Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi psikologisnya berkaitan dengan dimensi emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia dengan keterampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih. Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa takut. Ketika individu memasuki fase lanjut usia, gejala umum yang nampak yang dialami oleh orang lansia adalah perasaan takut menjadi tua. Ketakutan tersebut bersumber dari penurunan kemampuan yang ada dalam dirinya. Kemunduran mental terkait dengan penurunan fisik sehingga mempengaruhi kemampuan memori, inteligensi, dan sikap kurang senang terhadap diri sendiri. Menurut suatu jurnal, disebutkan bahwa semakin tinggi usia seseorang maka afek-afek positifnya akan lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor pendewasaan, pengalaman hidup, dll walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan, dijumpai lansia yang emosinya tidak integrated, hal tersebut sangat berkaitan erat dengan pengalaman hidup yang telah dilalui. (Age-Related Differences and Change in Positive and Negative Affect Over 23 Years, Journal of Personality and Social Psychology 2001, Vol. 80, No. 1, 136-151). Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme. Studi lain menyatakan bahwa praktisi religius dan perasaan religius berhubungan dengan sense of well being, terutama pada wanita dan individu berusia di atas 75 tahun (Koenig, Smiley, & Gonzales, 1988 dalam Santrock, 2006). Studi lain di San Diego menyatakan hasil bahwa lansia yang orientasi religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang lebih baik (Cupertino & Haan, 1999 dalam Santrock, 2006). Agama dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga dan pentingnya

dalam kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua (Daaleman, Perera &Studenski, 2004; Fry, 1999; Koenig & Larson, 1998 dalam Santrock, 2006). Secara sosial, komunitas agama memainkan peranan penting pada lansia, , seperti aktivitas sosial, dukungan sosial, dan kesempatan untuk menyandang peran sebagai guru atau pemimpin. Hasil studi menyebutkan bahwa aktivitas beribadah atau bermeditasi diasosiasikan dengan panjangnya usia (McCullough & Others, 2000 dalam Santrock, 2006). Hasil studi lainnya yang mendukung adalah dari Seybold&Hill (2001 dalam Papalia, 2003) yang menyatakan bahwa ada asosiasi yang positif antara religiusitas atau spiritualitas dengan well being, kepuasan pernikahan, dan keberfungsian psikologis; serta asosiasi yang negatif dengan bunuh diri, penyimpangan, kriminalitas, dan penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Hal ini mungkin terjadi karena dengan beribadah dapat mengurangi stress dan menahan produksi hormon stres oleh tubuh, seperti adrenalin. Pengurangan hormon stress ini dihubungkan dengan beberapa keuntungan pada aspek kesehatan, termasuk sistem kekebalan tubuh yang semakin kuat (McCullough & Others, 2000 dalam Santrock, 2006). Lansia dengan komitmen beragama yang sangat kuat cenderung mempunyai harga diri yang paling tinggi (Krase, 1995 dalam Papalia, 2003). Individu berusia 65 ke atas mengatakan bahwa keyakinan agama merupakan pengaruh yang paling signifikan dalam kehidupan mereka, sehingga mereka berusaha untuk melaksanakan keyakinan agama tersebut dan menghadiri pelayanan agama (Gallup & Bezilla, 1992 dalam Santrock 1999). Dalam survey lain dapat dilihat bahwa apabila dibandingkan dengan younger adults, dewasa di old age lebih memiliki minat yang lebih kuat terhadap spiritualitas dan berdoa (Gallup & Jones, 1989 dalam Santrock 1999).. Dalam suatu studi dikemukakan bahwa self-esteem older adults lebih tinggi ketika mereka memiliki komitmen religius yang kuat dan sebaliknya (Krause, 1995 dalam Santrock, 1999). Dalam studi lain disebutkan bahwa komitmen beragama berkaitan dengan kesehatan dan well-being pada young, middle-aged, dan older adult berkebangsaan Afrika-Amerika (Levin, Chatters, & Taylor, 1995 dalam Santrock 1999). Agama dapat menambah kebutuhan psikologis yang penting pada older adults, membantu mereka menghadapi kematian, menemukan dan menjaga sense akan keberartian dan signifikansi dalam hidup, serta menerima kehilangan yang tak terelakkan dari masa tua (Koenig & Larson, 1998 dalam Santrock 1999). Secara sosial. Komunitas religius dapat menyediakan sejumlah fungsi untuk older adults, seperti aktivias sosial, dukungan sosial, dan kesempatan untuk mengajar dan peran kepemimpinan. Agama dapat memainkan peran penting dalam kehidupan orang-orang tua (Mcfadden, 1996). Para teoris tidak sepakat untuk mendefinisikan dan mengukur masa tua yang sukses atau optimal. Beberapa investigator memfokuskan pada fungsi jantung, performa kognitif, dan kesehatan mental yang seperti diharapkan. Peneliti lain memfokuskan pada produktivitas, ekonomi dan lainnya sebagai kriteria penting untuk hidup sehat. Sementara pendekatan lain mencoba menguji pengalaman subyektif, yaitu bagaimana individu berhasil mencapai tujuannya dan seberapa puas mereka dengan hidupnya. Menanggapi hal ini, beberapa teori klasik maupun yang baru menjelaskan tentang masa tua yang baik, diantaranya adalah teori disengagement versus activity, teori kontinuitas, peran produktivitas, dan optimisasi selektif dengan kompensasi. Menurut teori aktivitas, peran yang disandang oleh lansia adalah sumber kepuasan yang besar; semakin besar mereka kehilangan peran setelah masa pensiun, menjanda, jauh dari anak-anak, atau infirmitas, maka semakin merasa tidak puaslah mereka. Orang yang tumbuh menjadi tua akan mempertahankan aktivitasnya sebanyak mungkin dan menemukan pengganti bagi perannya yang sudah hilang (Neugarten, Havighurst,&Tobin, 1968 dalam Papalia, 2003). Penelitian lain juga menyatakan hasil bahwa keterlibatan dalam aktivitas yang menantang dan peran sosial mennimbulkan retensi pada kemampuan kognitif dan mungkin berefek positif pada kesehatan dan penyesuaian diri sosialnya. Menjadi seseorang yang aktif adalah hal yang penting untuk menjadi successfull aging. Selain itu, lansia yang sukses juga melibatkan perasaan kontrolnya terhadap lingkungan dan self efficacy (Bertrand&Lachman, 2003 dalam Santrock, 2006). Menurut hasil studi, diet yang tepat, gaya hidup yang aktif, stimulasi mental, dan fleksibilitas, positive coping skill, mempunyai

hubungan dan dukungan sosial yang baik, dan jauh dari penyakit serta kemampuan lainnya dapat dipertahankan atau bahkan dapat dikembangkan ketika seseorang beranjak menjadi tua. E. LANSIA DAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA Dengan semakin luasnya pelaksanaan upaya kesehatan dan keberhasilan pembangunan nasional pd semua sektor, shg hal tersebut mendorong memperbaiki peningkatan kesejahteraan sosioekonomi serta kesehatan. Pendekatan yg harus dilakukan dlm melaksanakan program kesehatan adl pendekatan kpd keluarga dan masyarakat. Penuaan adalah suatu proses alami yg tidak dapat dihindari, berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan. menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh shg akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan ( Depkes RI , 2001) Klasifikasi Lansia : 1. Pra lansia (prasenilis) seseorang yg berusia antara 45-59 2. Lansia seseorang yg berusia 60 atau lebih 3. Lansia resiko tinggi berusia 70/lebih atau usia 60/lebih dg masalah kesehatan ( Depkes RI , 2003) 4. Lansia potensial Lansia yg masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yg dpt menghasilkan barang/jasa ( Depkes RI , 2003) 5. Lansia tidak potensial Lansia yg tdk berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain ( Depkes RI , 2003) Karakteristik Lansia : 1. Berusia lebih dari 60 thn 2. Kebutuhan dan masalah yg bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif 3. Lingkungan tempat tinggal (Keliat, 1999) Tipe Lansia : 1. Tipe Arif Bijaksana Kaya dg hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dg perubahan zaman, mampunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, dan menjadi panutan 2. Tipe Mandiri Mengganti kegiatan yg hilang dg yg baru, selektif dlm mencari pekerjaan, bergaul dg teman, dan memenuhi undangan 3. Tipe Tidak Puas Konflik lahir batik menentang proses penuaan shg menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan byk menuntut 4. Tipe Pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja 5. Tipe Bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh Mitos dan stereotip lansia : 1. Mitos kedamaian dan ketenangan 2. Mitos konservatif dan kemunduran 3. Mitos berpenyakitan 4. Mitos senilitas 5. Mitos tidak jatuh cinta

6. Mitos aseksualitas 7. Mitos ketidakproduktifan Pembinaan Kesehatan Pralansia Masa pralansia merupakan masa persiapan diri untuk mencapai usia lanjut yg sehat, aktif, dan produktif. Oleh karena itu pada masa ini banyak perubahan yg terjadi seperti menopause, puncak karier, masa menjelang pensiun, dan rasa kehilangan Hal-hal yg perlu dipersiapkan: 1. Kesehatan v Latihan fisik/OR scr teratur sesuai kemampuan v Pengaturan diet v Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks yg sehat v Melakukan pemeriksaan fisik yg teratur v Menghindari kebiasaan buruk v Memelihara penampilan diri 2. Sosial v Meningkatkan iman dan takwa v Tetap setia dg psangan yg sah v Mengikuti kegiatan sosial v Meningkatkan keharmonisan RT v Menyediakan waktu rekreasi v Tetep mengembangkan hobi/bakat 3. Ekonomi v Mempersiapkan tabungan hari tua v Berwiraswasta v Mengikuti asuransi Pembinaan Kesehatan Lansia Tujuan: Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan utk mencapai masa tua yg bahagia dan berguna dlm kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dg eksistensinya dlm masyarakat ( Depkes RI , 2003) Sasaran: 1. Sasaran Langsung v Kelompok Pralansia v Kelompok Lansia v Kelompok Lansia dg risiko tinggi 2. Sasaran tidak langsung v Keluarga dimana lansia tsb berada v Organisasi sosial yg bergerak dlm pembinaan lansia v Masyarakat Pedoman Pelaksanaan : 1. Bagi Petugas Kesehatan

Upaya promotif, yaitu upaya menggairahkan semangat hidup lansia agar merasa tetap dihargai dan berguna Preventif, yaitu upaya pencegahan thd kemungkinan terjadinya komplikasi dari penyakit2 yg disebabkan oleh proses penuaan Kuratif, yaitu upaya pengobatan yg penanggulangannya perlu melibatkan multidisplin ilmu kedokteran Rehabilatatif, yaitu upaya memulihkan fungsi organ tubuh yg telah menurun 2. Bagi Lansia Pralansia: Informasi adanya proses penuaan Pentingnya pemerikasaan keshtan Latihan kesegaran jasmani Pentingnya diet seimbang Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat Lansia Pemeriksaan kesehatan scr berkala Kegiatan OR Pola makan seimbang Perlunya alat bantu sesuai kbthan Pengembangan hobi sesuai kmpuan Lansia Risiko Tinggi Pembinaan diri dlm pemenuhan ADL Px kesehatn berkala Latihan OR Pekaian alat bantu sesuai kbthn Perawatan fisioterapi Bagi Keluarga dan Lingkungannya Membantu mewujudkan peran serta kebahagiaan & kesejahteraan Lansia Usaha pencegahan dimulai dlm rumah tangga Membimbing dlm ketakwaan kpd Tuhan YME Melatih berkarya & meyalurkan hobi Menghargai dan kasih thd para lansia F. PROSES PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN PADA LANJUT USIA Banyak literature yang mengatakan bahwa masa dewasa sebagai fase perkembangan kepribadian yang mendatar/plateu, dan ini tentunya berbeda dengan perkenbangan masa anak/remaja yang serung kali digambarkan dalam fase berkembang/menanjak. Apkh masa tua digambarkan dengan grafik menurun? Ternyata terdapat berbagai macam pendapat. Memang ada berbagai fungsi yang terpengaruh oleh kemunduran fisik sehingga kemampuan dalam bereaksi, seperti refleks maupun kemampuan menjawab dan menanggapi diskusi, agak menurun-walau persentase menunjukkan angka sekitar 10%. Sesungguhnya terdapat pula hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir para lanjut usia masih tetap intact (penuh), sedangkan kemampuan dibidang emosi tentunya banyak dipengaruhi oleh kelambanan yang terjadi karena faktopr fisik. Baik dari teori Erikson maupun dari pengalaman para lanjut usia sendiri terungkap bahwa kepribadian tetap berkembang dan setip manusia ingin mencapai dan mengarahkan hidupnya untuk mencari kesempurnaan/wisdom. Oleh karena itu, setiap ada kesempatan para lanjut usia sering mengadakan introspeksi. Dalam perjalanan hidup tadi, terjadi proses kematangan dan bahkan tidak jarang terjadi pemeranan gender (jenis kelamin) yang terbalik. Para wanita lanjut usia ternyata menjadi tegar dalam menghadapi hidup, seolah-olah mereka tidak kalah dengan laki-laki, apalagi dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Sebaliknya, banyak pria lanjut usia tidak segan-segan memerankan peran wanita seperti mengasuh cucu, menyediakan sarapan pagi, membersihkan rumah dan lain kegiatan yang biasanya justru dilakukan oleh pihak perempuan.

Walaupun teori perkembangan kepribadianmasih tetap berkembang, kiranya ada baiknya kita menelaah hasil kelompok ahli dari WHO pada tahun 1959, yang mengatakan bahwa mental yang sehat/mental health mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau realitas tadi buruk. Memperoleh kepuasan dari perjuangannya. Merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima. Secara relative bebas dari rasa tegang dan cemas. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan. Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan. menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif. Mempunyai daya kasih saying yang besar. Para lanjut usia yang mempunyai mental yang sehat masih dapat melakukan banyak hal positif. Pengalaman hidup mereka yang sering kali tidak terbayar itu patut diungkapkan pada generasi muda. Demikian pula, banyak nilai luhur yang mereka hayati dalam perjuangan hidup tidak mustahil dapat memberikan dampak yang positif kepada anak-cucu apabila hal ini dilestarikan. Selanjutnya terbukti bahwa kelima factor pembentuk kepribadian diatas dapat berkembang sejak seorang anak menjadi dewasa dan akan stabil ketika menginjak usia 30 tahun. Ternyata hal ini perlu diketahui oleh setiap orngtua dalam mendidik anak mereka sehingga kepribadian yang tumbuh sehat sudah diupayakan sejak dini. Namun ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, bahwa kepribadian yang sudah terbentuk masih dapat berubah, khususnya: 1. Bila orang dewasa tadi mengalami setres kehidupan yang hebat/katastrofik. Misalnya kehilangan seluruh anggota keluarga karena kecelakaan/bencana alam. 2. Apabila orang tadi mengalami penyakit fisik yang berat seperti stroke, sakit jantung, lumpuh. 3. Apabila dilakukan intervensi, misalnya dengan psikoterapi yang intensif-khususnya bagi mereka yang mengidap kelainan kepribadian yang cukup serius. Jelas bahwa mereka yang mempunyai derajat neurotisisme tinggi akan banyak mengalami peristiwa hidup yang mengecewakan, dan dalam menghadapi para lanjut usia yang tergolong dalam kelompok ini tentunya hal tersebut perlu diperhitungkan sehingga pada saatnya kita harus merujuk pada ahli yang berwenang/psikoterapist. Walaupun demikian, kiranya perkembangan kepribadian yang dikemukakan oleh Erikson akan memperluas wawasan kita agar dapat lebih memahami para lanjut usia yang sering kali menunjukkan sifat yang aneh. KESIMPULAN Berbagai gambaran perkembangan kepribadian untuk mencapai kesehatan mental yang baik pada lanjut usia, serta criteria yang dikemukakan oleh WHO dalam menilai mental yang sehat juga dikemukakan, sehingga dalam menghadapi para lanjut usia yang sulit atau aneh dianjurkan untuk memberikan pengertian yang baik. Namun bila memang menghadapi kasus yang sulit, jangan segan-segan merujuknya pada ahli yang berwenang. KEPUSTAKAAN Setabudhi, Ph.D. Tony. 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta: Gramedai Pustaka Utama ASEAN Teaching Seininar on Psychogeriatric Problems. 1982. Jakarta Pikunas J. Human Development. 1976. Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha

Departemen Kesehatan RI. 1999. Manajemenn Upaya Kesehatan Usia Lanjut di Puskesmas. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia . 1991. Perawatan pada Usia Lanjut. Jakarta Harber, David. 1994. Health Promotion and Aging, Springer Publishing. New York Wirakartakusumah, Djuhari. Gambaran Demografi, Ketenaga Kerjaan Lansia dan Kebutuhan jaminan Hari Tua di Indonesia