EM2 tugas
-
Upload
ryzky-pramudya -
Category
Documents
-
view
15 -
download
5
description
Transcript of EM2 tugas
![Page 1: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/1.jpg)
1. Intoksikasi alkohol
Anamnesa:
- Data pasien maupun pengantar.
- Menanyakan keluhan utama pada pasien, dan riwayat kebiasaan konsumsi
alkohol pada pasien apabila dalam kondisi sadar.
- Menanyakan kepada pengantar (heteroanamnesa) mengenai jenis dan
jumlah alkohol yang dikonsumsi untuk pasien apabila kondisinya tidak
sadar atau tidak dapat berkomunikasi menentukan penatalaksanaan.
- Kebiasaan atau hal lain yang dapat menyebabkan timbulnya gejala yang
dikeluhkan pasien.
- Anamnesa dilakukan secara cepat dan seperlunya apabila pasien telah
mengalami hilang kesadaran maupun gagal nafas atau keadaan lain yang
mengancam nyawa
Etiologi:
Alkohol merupakan isitilah umum untuk etanol, dimana sebagian besar
alkohol diproduksi melalui fermentasi dari beberapa bahan makanan,
yang paling sering barley, hops, dan anggur. Beberapa tipe alkohol lain
yang sering dijumpai seperti metanol (pembersih kaca), isopropil alkohol
(rubbing alcohol) dan etilen glikol (automobile antifreeze solution); yang
mempunyai tingkat racun yang tinggi apabila tertelan walaupun dengan
jumlah kecil. Ada beberapa jenis alkohol yang dapat menyebabkan
intoksikasi, yaitu etanol yang sering menyebabkan asidosis alkoholik,
intoksikasi metanol, etilen glikol, dietilen glikol, propilen glikol dan
ispropanol.
Patofisiologi:
- Etanol: etil alkohol, merupakan hidrokarbon yang memiliki berat partikel
yang rendah yang dapat dihasilkan melali fermentasi gula. Biasa
digunakan dalam makanan, pengobatan pada demam dan batuk, serta
sebagai bahan campuran dalam mouthwash. Etanol dapat diabsorbsi
secara cepat meluli mukosa gaster dan juga pada usus halus, dan
![Page 2: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/2.jpg)
mencapai puncak konsentrasi sekitar 20-60 menit setelah masuk kedalam
tubuh. Setelah diserap etanol akan berubah menjadi asetaldehid dengan
bantuan enzim Alcohol Dehidrogenase. Asetaldehid selanjutnya
dikonversi menjadi bentuk acetate yang nantinya akan digunakan
manjadi acetyl Co A, air, dan karbondioksida. Hal ini dapat
mempengaruhi metabolisme menjadi lebih cepat dan mengakibatkan
kerusakan pada organ hepar.
- Isopropanolol: puncak absorbsi terjadi pada 30-120 menit setelah masuk
kedalam tubuh dan merupakan zat yang pnyerapannya melalui mukosa
gaster dan usus halus. Jalur metabolisme sama dengan alkohol menjadi
asetat. Efek yang diakibatkan adalah adalah depresi pada susunan saraf
pusat dan nafas berbau buah atau aseton.
- Metanol: dimetabolisme terutama oleh organ hepar dengan bantuan enzim
alcohol dehydrogenase. Dapat mencapai puncak absorbsi pada 30-90
menit setelah masuk kedalam tubuh. Konsumsi dalam kadar berlebih
dapat menyebabkan meningkatnya efek toksik metanol hingga tejadi
keracunan pada orang yang mengkonsumsi.
Diagnosis:
Blood Alcohol Concentration (BAC) merupakan panduan untuk
mengetahui kadar dari intkosikasi alkohol. Blood Alcohol Concentration
menunjukkan jumlah alkohol di peredaran darah dalam gram alkohol per
100 ml darah. BAC 0,05 mengandung arti seseorang memiliki kadar 0,05
gram alkohol per 100 ml darah (atau BAC 0,05% = 11 mmol/L
![Page 3: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/3.jpg)
Manifestasi klinis:
Efek dari alkohol bervariasi tergantung individual. Hal ini yang menyebabkan
tanda dan gejala intoksikasi dapat berbeda pada setiap orang. Beberapa faktor
yang menyebabkan variasi dalam tanda dan gejala intoksikasi:
- Riwayat meminum alkohol sebelumnya
- Penggunaan obat obatan secara bersamaan
- Kondisi medis
- Bau alkohol dari pernafasan
- Skala efek
- Konsentrasi alkohol dalam darah
- Asidosis Metabolik
Diagnosa Banding:
Intoksikasi etanol, etilen glikol, dietilen glikol, propilen glikol dan
ketoasidosis alkoholik
Penatalaksanaan:
Penatalaksanaan umum pada pasien intokikasi alkohol akut
1. Pasien agresif. Pasien harus ditenangkan dan mengoreksi persepsinya
terhadap realitas. Dapat diberikan sedatif (misalnya Diazepam IV 10-20 mg
atau Droperidol IV 5 mg) untuk melindungi pasien terhadap bahaya
trauma. Tetapi pemberian ini harus hati hati, karena dapat menyebabkan
progresi dari intokikasi alkohol akut menjadi lebih berrat, seperti
berubahnya derajat kesadaran, hipotensi dan depresi nafas.
2. Depresi pernafasan. Memerlukan tindakan intervensi terapeutik segera
seperti pemasangan intubasi dan ventilator
![Page 4: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/4.jpg)
3. Koma alkoholik. Monitor ketat depresi pernafasan, hipoksia, aritmia
jantung, hipotensi. Koreksi gangguan metabolik, cairan dan elektrolit.
Pemberian suplementasi dan antidotum
4. Pemberian etanol atau fomepizole untuk mengurangi metabolisme dari
alkohol merupakan bagian dari terapi. Etanol memiliki afinitas 10-20 kali
yang lebih kuat untuk ADH daripada alkohol lain, pada konsentrasi darah 100
mg/dL, dapat menghambat ADH. Etanol akan dibersihkan selama dialisis,
sehingga dosis harus ditingkatkan selama dialisis. Fomepizole (4-
metilpirazol)/Antizol memiliki afinitas 500-1000 kali lebih kuat untuk
ADH dibandingkan dengan etanol dan dapat secara sempurna
menginhibisi ADH pada konsentrasi serum yang lebih rendah.
2. Intoksikasi amfetamin:
Anamnesa:
- Identitas pasien dan pengantar bila ada
- Ditanyakan yang utama mengenai riwayat pengobatan yang sedang
dijalani atau penggunaan obat terlarang (drug abuse) yang dapat
menimbulkan keluhan(kelelahan tubuh, Sakit Kepala, Pusing-Pusing,
Pandangan Kabur).
- Heteroanamnesa pada pasien yang tidak sadar dengan fokus pertanyaan
mengenai subtansi atau zat yang dikonsumsi sebelum pasien mengalami
tidak sadar untuk menyingkirkan diagnosa banding keracunan akibat zat
lain.
- Anamnesa dilakukan secara cepat dan seperlunya apabila pasien telah
mengalami hilang kesadaran maupun gagal nafas atau keadaan lain yang
mengancam nyawa
Etiologi:
Amphetamine
![Page 5: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/5.jpg)
Gejala dan tanda:
Amfetamin mempengaruhi otak dan membuat rasa nikmat, meningkatkan
energi, dan meningkatkan mood (Kemenkes, 2010). Kondisi intoksikasi
stimulan akan menimbulkan beberapa gejala psikotik, beberapa hari sampai
beberapa minggu (Kemenkes, 2010). Gejala psikologik penggunaan
amfetamin menurut Kemenkes (2010), Hawari (2006) dan Japardi
(2002), yaitu agitasi psikomotor, rasa gembira (elation), harga diri
meningkat (grandiosity), bayak bicara (melantur), kewaspadaan meningkat
(paranoid), halusinasi penglihatan (melihat bayangan/sesuatu yang
sebenarnya tidak ada), mudah tersinggung. Gejala fisik yang ditimbulkan
menurut Hawari (2006) dan Japardi (2002), yaitu jantung berdebar
(palpitasi), pupil melebar (dilatasi pupil), tekanan darah naik, keringat
berlebihan, mual dan muntah, tingkah laku maladaptif, sulit tidur
gangguan dilusi (waham) dan menurut Mitra bintibmas (2010) semua
aktivitas tubuh dipercepat.
Sindrom putus zat amfetamin merupakan gejala yang tidak mengenakkan
baik psikis maupun fisik, untuk mengatasinya yang bersangkutan
mengkonsumsi amfetamin dengan takaran semakin bertambah dan sering
(Hawari, 2006). Gejala sindrom putus zat amfetamin menurut Hawari
(2006) diantaranya perubahan alam perasaan menjadi sedih, murung,
tidak dapat merasakan senang dan keinginan bunuh diri, rasa lelah, lesu,
tidak berdaya, gangguan tidur, mimpi-mimpi bertambah sehingga
menggangu kenyamanan tidur. Kemenkes (2010) juga menjabarkan abahwa
gejala putus zat yang terjadi dari penggunaan zat ini adalah perasaan
depresi, craving, ide bunuh diri, pikiran bizzare, mood yang datar,
ketergantungan , dan fungsi sosial yang buruk. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa seseorang dalam keadaan putus zat dapat mengalami
sindrom putus zat yang dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan pada
dirinya.
![Page 6: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/6.jpg)
Patofisiologi:
Mekanisme kerja amfetamin pada susunan saraf dipengaruhi oleh
pelepasan biogenik amine yaitu dopamin, norepinefrin, atau serotonin atau
pelepasan ketiganya dari tempat penyimpanan pada persinap yang terletak
pada akhiran saraf (Japardi, 2002). Pada dopamin didapati bahwa amfetamin
menghambat reuptakedopaminergik dan sinapstosom di hipotalamus dan
secara langsung melepaskan dopamin yang baru disintesa (Japardi, 2002).
Pada norepinefrin, amfetamin memblok re uptakenorepinefrin dan juga
menyebabkan pelepasan norepinefrin baru, penambahan atau pengurangan
karbon diantara cincin fenil dan nitrogen melemahkan efek amfetamin
pada pelepasan re uptake norepinefrin (Japardi, 2002). Sedangkan pada
serotonin, devirat metamafetamin dengan elektron kuat yang menari
penggantian pada cincin fenil akan mempengaruhi sistim serotoninergik
(Japardi, 2002). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ketiga kerja reseptor
biogenik tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.
Aktivitas susunan sarafpusat yang terjadi melalui jaras tersebut dalam otak,
masing-masing menimbulkan aktivitas serta kepribadian pada individu
pengguna. Stimulasi pada pusat motorik di daerap media otak depan
(medial forebrain) menyebabkan peningkatan dari kadar norepinefrin dalam
sinaps menimbulkan euforia dan meningkatkan libido (Japardi, 2002).
Stimulasi pada ascending reticular activating systemmenimbulkan
peningkatan aktivitas motorik dan menurunkan rasa lelah (Japardi, 2002).
Stimulasis pada sistim dopaminergik pada otak menimbulkan gejala yang
mirip dengan skizofrenia (Japardi, 2002). Kesimpulannya adalah kerja
dari ketiga reseprtor tersebut diatas, dapat menimbulkan euforia,
meningkatkan libido, peningkatan aktivitas motorik, menurunkan rasa
lelah dan menimbulkan gejala yang mirip dengan skizofrenia bagi
pengguna amfetamin.
Diagnosa:
- Test urin dan creatinin kinase serum untuk monitoring rhabdomyolisis.
![Page 7: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/7.jpg)
- Urin screening test untuk monitoring penggunaan obat dan reaksi toksik
pada tubuh
Diagnosa banding:
Acute coronary syndrome, akut hipoglikemi, alkohol dan substance abuse,
anticolinergik toxicity, delirium, demensia, hypocalemi, meningitis
Penatalaksanaan:
Medikasi yang tersedia untuk penanganan intoksikasi amphetamine termasuk
gastric decontaminants (charcoal with or without sorbitol), sedatives untuk
mengontrol stimulasi CNS yang diakibatkan oleh amphetamines
(benzodiazepines, antipsychotics), muscle relaxants (benzodiazepines,
dantrolene), dan dan beberapa obat yang dapat memncegah kemungkinan
hemodynamic cardiovascular disturbances (alpha-adrenergic blockers,
nitrates, diuretics)
3. Intoksikasi pestisida:
Anamnesa:
- Identitas pasien dan pengantar bila ada
- Ditanyakan yang utama mengenai riwayat pengobatan yang sedang
dijalani atau penggunaan obat terlarang (drug abuse) yang dapat
menimbulkan keluhan.
- Heteroanamnesa pada pasien yang tidak sadar dengan fokus pertanyaan
mengenai subtansi atau zat yang dikonsumsi sebelum pasien mengalami
tidak sadar untuk menyingkirkan diagnosa banding keracunan akibat zat
lain.
- Anamnesa dilakukan secara cepat dan seperlunya apabila pasien telah
mengalami hilang kesadaran maupun gagal nafas atau keadaan lain yang
mengancam nyawa.
Etiologi:
Chlorinated hydrocarbon (organochlorine) pesticides, solvents, and
fumigants.
![Page 8: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/8.jpg)
Gejala dan Tanda:
Eksitasi dan depresi pada CNS, onset terjadi secara tiba-tiba, merupakan
gejala utama dari keracunan organochlorine; oleh karena itu pasien mungkin
mengalami hal sebagai berikut:
- Episode euforia dengan halusinasi visual maupun auditorik dan gangguan
persepsi.
- Seizures
- Agitasi, letargi, atau tidak sadar
Symptoms lainyang mungkin terjadi:
- Pulmonary - Batuk, nafas menjadi pendek
- Dermatologic - Skin rash
- Gastrointestinal - Nausea, vomiting, diare, and abdominal pain
- Nervous system - Headache, dizziness, paresthesias pada wajah, lidah,
maupun ekstremitas
Apabila masuk melalui rute oral dapat mengakibatkan:
- Nausea dan vomiting
- Confusion, tremor, coma, dan kejang
- Respiratory depression or failure
Patofisiologi:
Toksisitas yang terjadi pada manusia sebgian besar diakibatkan oleh adanya
stimulasi yang terjadi pada CNS. Cyclodienes (eg, endosulfan),
hexachlorocyclohexanes (such as lindane), and toxaphene predominately are
gamma aminobenzoic acid (GABA) bersifat antagonis dan meghambat influx
ion calcium, namun juga dapat menghambat calcium and magnesium
adenosine triphosphatase (ATPase). Hasil akumulasi dari ion calcium pada
ujung neuronal sehingga menyebabkan excitatory neurotransmitters.
Diagnosa:
Riwayat paparan adalah informasi yang sangat berharga. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan:
- Rapid bedside glucose finger-stick test
![Page 9: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/9.jpg)
- Electrolytes
- Renal panel
- Liver function tests
- Creatine phosphokinase (CPK)
- Lactate
- Arterial or venous blood gas
- Urinalysis
- Electrocardiography
- Screening serum and urinary toxicology
- Chlorinated hydrocarbon levels
Kemungkinan abnormalitas sistem organ:
- Pulmonary -hypoxemia
- Cardiovascular - Sinus tachycardia atau bradycardia, QTc prolongation,
perubahan segmen ST yang tidak spesifik
- Gastrointestinal - hyperbilirubinemia
- Hematologic - Leukocytosis dan pemanjangan waktu activated partial
thromboplastin time (aPTT)
- Renal - Acidemia, azotemia, creatinine elevation, hyperkalemia
Diagnosa Banding:
- Overdosis CNS stimulant
- Camphor toxicity
- Strychnine toxicity
- Picrotoxin toxicity
- Sodium monofluoroacetate (SMFA) toxicity
- Hypoxemia
- Idiopathic epilepsy
Penatalaksanaan:
- Propranolol 0.2 mg/kg.
- Esmolol 0.15-0.3 mg/kg/min IV infusion
![Page 10: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/10.jpg)
- Phenylephrine 1-10 mg
- Fenitoin 100 mg PO
4. Kejang Demam
Anamnesa:
- Identitas lengkap pasien
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang berupa waktu terjadinya kejang dan durasi
lamanya kejang, suhu tubuh saat kejang atau faktor lain yang
berpengaruh.
- Riwayat keluarga kejang dengan atau tanpa demam.
- Anamnesa dilakukan seperlunya apa bila kondisi pasien dalam keadaan
masih kejang saat dibawa ke Rumah sakit.
Etiologi:
Simple febrile seizures berhubungan dengan kelainan genetik, namun tidak
terdapat lokus yang spesifik, tidak juga pada pola turun temurun tertentu.
Faktor keturunan dapat sngat bervaariasi dan adanya multi faktorial.
Gejala dan Tanda:
Simple febrile seizure:
- Terjadi pada anak umur 3 bulan sampai 5 tahun yang sedang demam
- Terjadi kurang dari 15 menit
- Pasien biasanya tidak memiliki kelainan neurologis dan tidak terdapat
kelainan perkembangan sistem neuron.
- Demam bukan disebabkan oleh meningitis, encephalitis, atau berbagai
kondisi yang menyebabkan kelainan otak.
Complex febrile seizure:
- Umur dan kriteria lain sama seperti kejang demam simpel
- Kejang terjadi selama lebih dari 15 menit
- Symptomatic febrile seizure
- Memiliki kelainan neuron yang dapat menyebabkan timbulnya kejang
demam
![Page 11: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/11.jpg)
Patofisiologi:
Bentuk unik dari epilepsi yang terjadi pada masa awal perkembangan anak,
yang hanya terjadi apa bila teradapat kenaikan suhu tubuh. Patofisiologi yang
mendasari munculnya gejal masih tidak diketahhui secara pasti, namun
kelainan genetic jelas berpengaruh pada kelainan ini.
Diagnosa:
- Lumbal punctur dapat dilakukan untuk melihat adanya kelainan yang
terdapat pada CNS atau otak
- Pemeriksaan laboratoris dapat digunakan untuk mencari hal yang
mendasari terjadinya demam tinggi pada anak yang menimbulkan gejala
kejang.
Diagnosa Banding:
- Meningitis
- Epilepsi
- Ensefalitis
Peanatalaksanaan:
Dizepam 0.2 mg/kg PR, ulangi setelah 4-12 jam
Fenitoin iv 10-20 mg/kgBB (maks 200 mg) dlm NaCl 0,9% drip selama 20
mnt, Tunggu 10 menit + oksigenasi
5. Skizofren
Anamnesa:
- Identitas pasien dan pengantar
- Alo dan heteroanamnesa
- Keluhan utama, keluhan penyerta, RPD, RPS, kebiasaan, riwayat
penggunaan obat-obatan atau alkohol, keluarga dengan penyakit serupa.
- Status psikiatri (mood, waham, halusinas dan ilusi baik visual maupun
auditorik, gangguan arus dan isi pikiran)
- Penelantaran diri atau perilaku yang membahayakan (seperti halnya
berteriak ingin mati atau percobaan bunuh diri, gangguan memori)
Etiologi:
- Faktor genetik,
- Penggunaan obat terlarang maupun untuk pengobatan penyakit dahulu
![Page 12: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/12.jpg)
- Stressor berupa tekanan emosional
Gejala dan Tanda:
symptoms dari schizophrenia dibagi kedalam 4 golongan yaitu:
- Positive symptoms – gejala Psychotik, seperti halnya halusinasi, yang
biasanya berupa halusinasi auditorik; delusi; dan disorganisasi bicara dan
perilaku
- Negative symptoms – berkurangnya perasaan emosional, kesulitan bicara,
hilangnya keinginan dan motivasi.
- Cognitive symptoms - defisit Neurocognitive (contoh. Berkurangnya
ingatan kerja dan perhatian, kemampuan untuk mengorganisir); pasien
mengalamikesulitan dalam memahami partner kerja ataupun teman
dilingkungan
- Mood symptoms – pasien sering mengalami perubahan mood yang
terkadang merasa sangat gembira atau sedih dan sangat sulit untuk
dimengerti; terkadan pasien juga merasa depresi.
Patofisiologi:
- Abnormalitas anatomi, penelitian menunjukan adanya perbedaan
neuroanatomi pada orang dengan skiofren dengan orang normal,
contohnya pada orang dengan skizofren memiliki ukuran ventrikel lebih
besar sehingga mendesak bagian lain seperti hipocampus dan bagian
temporal sehingga terjadi gangguan pada fungsi fisiologi tubuh yang
diatur pada area-area tersebut
- Abnormalitas neurotransmiter, Abnormalitas sistem dopaminergic
menjadi salah satu pencetus timbulnya gejala pada pasien skizofren.
- Sistem imunitas dan reaksi inflamasi, respon imunitas berlebih pada
reaksi inflamasi dapat menyebabkan perubahan pada struktur otak apabila
terjadi secra berkelanjutan sehingga mempengaruhi fungsi otak secara
normal.
Diagnosa:
- Pemeriksaan Complete blood cell (CBC)
- Tes fungsiLiver, thyroid, and renal
![Page 13: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/13.jpg)
- Electrolyte, glucose, vitamin B-12, serum methylmalonic acid, folate, and
calcium levels
- Tes kehamilan
- Test Urine untuk menentukan drugs of abuse, alcohol, cocaine, opioids,
cannabis
- Urine for culture and sensitivitas (urinary tract infection)
- Brain imaging untuk mengetahui subdural hematomas, vasculitis, cerebral
abscesses, and tumors
Diagnosa Banding:
- Alcohol-Related Psychosis
- Bipolar Affective Disorder
- Brief Psychotic Disorder
- Cocaine-Related Psychiatric Disorders
- Delusional Disorder
- Depression
- Mental Disorders Secondary to General Medical Conditions
- Schizoaffective Disorder
Penatalaksanaan:
- Chlorpromazine: PO: 30-75 mg/day dibagi menjadi 6-12hr; maintenance:
200 mg/day (hingga 800 mg/day pada beberapa pasien; pasien lain
mungkin butuh1-2 g/day), IV/IM: 25 mg pada awal pemberian
- Haloperidol, kondisi Moderate, 0.5-2 mg q8-12hr PO , kondisi Severe, 3-
5 mg q8-12hr PO; tidak boleh lebih dari 30 mg/day
6. Depresi
Anamnesa:
- Identitas pasien dan pengantar
- Alo dan heteroanamnesa
- Keluhan utama, keluhan penyerta, RPD, RPS, kebiasaan, riwayat
penggunaan obat-obatan atau alkohol, keluarga dengan penyakit serupa.
- Status psikiatri (mood, waham, halusinas dan ilusi baik visual maupun
auditorik, gangguan arus dan isi pikiran)
![Page 14: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/14.jpg)
- Penelantaran diri atau perilaku yang membahayakan (seperti halnya
berteriak ingin mati atau percobaan bunuh diri, gangguan memori)
Etiologi:
- Genetik, faktor genetik sangat be rpengaruh dalam munculnya gejala
depresi dua lokus yang teridentifikasi memiliki kerentanan dalam
menimbulkan gejala depresi adalah MDD1 locus yang terletak 12q22-
q23.2 dana yang paling berhunungan dengan gejala depresi pada pria
adalah MDD2 locus 15q25.2-q26.2
- Stressor, misalnya tidak mendapat dukungan sosial, kesendirian, kejadian
yang bersifat menimbulkan trauma pada panderita.
- Abnormalitas neuroendocrine dan neurodegenerative
Tanda dan gejala:
- Penurunan mood sepanjang hari tanpa perbaikan kondisi
- penururunan atau peningkatan berat badan secara signifikan
- insomnia atau hipersomnia
- agitasi atau retardasi
- kehilangan konsentrasi
- kelemhan tubuh atau hilangnya energi
- perasaan bersalah dan rasa keinginan untuk mati meningkat.
Patofisiologi:
- Struktur anatomi otak, penurunan metabolisme pada bagian neocortikal,
dapat meningkatkan aktivitas pada area limbik dan korteks prefrontal kiri.
Sehingga mempengaruhi mood pasien, kelainan juga terjadi pada proses
degeneratif.
Diagnosa:
- Perhitungan Complete blood cell (CBC)
- Thyroid-stimulating hormone (TSH)
- Vitamin B-12
- Rapid plasma reagin (RPR)
- HIV test
- Electrolytes, calcium, phosphate, dan magnesium levels
- Blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine
![Page 15: EM2 tugas](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082516/563db9fa550346aa9aa1a02e/html5/thumbnails/15.jpg)
- Liver function tests (LFTs)
- Blood alcohol level
- Blood and urine toxicology screen
- Arterial blood gas (ABG)
- Dexamethasone suppression test (Cushing disease, but also positive in
depression)
- Cosyntropin (ACTH) stimulation test (Addison disease)
Diagnosa Banding:
- Central nervous system diseases (Parkinson disease, dementia, multiple
sclerosis, neoplastic lesions)
- Endocrine disorders (eg, hyperthyroidism, hypothyroidism)
- Drug-related conditions (cocaine abuse, side effects of some CNS
depressants)
- Infectious disease (mononucleosis)
- Sleep-related disorders
Penatalaksanaan:
- Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)
- Serotonin/norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs)
- Atypical antidepressants
- Serotonin-Dopamine Activity Modulator (SDAMs)
- Tricyclic antidepressants (TCAs)
- Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)