Elanto Wijoyono_ Mengapa Saya Menghadang Rombongan Moge

6
Elanto Wijoyono: Mengapa saya menghadang rombongan moge Warga sebagai sesama masyarakat harus bisa saling mengingatkan. Elanto Wijoyono Published 5:33 PM, August 16, 2015 Updated 10:40 AM, Aug 17, 2015 Sabtu kemarin, saya menghadang konvoi Harley Davidson di perempatan Condong Catur, Yogyakarta. Saya punya dua alasan untuk melakukan pencegatan. Pertama, penggunaan pengawalan sudah diatur di UndangUndang No 22 tahun 2009 mengenai siapa saja yang berhak mendapatkan hak utama menggunakan jalan. Rombongan motor tidak termasuk salah satunya. Dari sisi legal, mungkin mereka bisa mencari alasan pembenaran, tapi dari sisi kepatutan, kami sebagai warga memandang itu sebagai penyalahgunaan. Kedua adalah soal konvoinya. Konvoi apapun, tidak hanya moge. Cenderung ada pelanggaran pada konvoi, seperti konvoi parpol, konvoi suporter dan sebagainya, baik dengan pengawalan maupun tidak. Seperti yang saya sering lihat di jalan, khususnya di Jogja, pelanggaran cenderung dibiarkan oleh polisi dari tahun ke tahun, dan malah diberi ruang lebih luas di jalan raya dengan meminggirkan hak pengguna jalan lain. Dari dua hal itu, sasaran tembak kritiknya memang polisi. Pencegatan itu bukan aksi spontan. Sejak tahun lalu, saya sudah bicara dengan Direktur Lalu Lintas Polda DI Yogyakarta untuk mengatur konvoi kendaraan bermotor. Secara normatif dia menyatakan akan mengatur, tapi secara konkret tidak ada solusi di lapangan.

description

Elanto Wijoyono_ Mengapa saya menghadang rombongan moge

Transcript of Elanto Wijoyono_ Mengapa Saya Menghadang Rombongan Moge

Page 1: Elanto Wijoyono_ Mengapa Saya Menghadang Rombongan Moge

Elanto Wijoyono: Mengapa saya menghadangrombongan mogeWarga sebagai sesama masyarakat harus bisa saling mengingatkan.

Elanto Wijoyono

Published 5:33 PM, August 16, 2015Updated 10:40 AM, Aug 17, 2015

Sabtu kemarin, saya menghadang konvoi Harley Davidson diperempatan Condong Catur, Yogyakarta.

Saya punya dua alasan untuk melakukan pencegatan. Pertama, penggunaanpengawalan sudah diatur di Undang­Undang No 22 tahun 2009 mengenai siapasaja yang berhak mendapatkan hak utama menggunakan jalan. Rombonganmotor tidak termasuk salah satunya.

Dari sisi legal, mungkin mereka bisa mencari alasan pembenaran, tapi dari sisikepatutan, kami sebagai warga memandang itu sebagai penyalahgunaan.

Kedua adalah soal konvoinya. Konvoi apapun, tidak hanya moge. Cenderung adapelanggaran pada konvoi, seperti konvoi parpol, konvoi suporter dan sebagainya,baik dengan pengawalan maupun tidak.

Seperti yang saya sering lihat di jalan, khususnya di Jogja, pelanggarancenderung dibiarkan oleh polisi dari tahun ke tahun, dan malah diberi ruang lebihluas di jalan raya dengan meminggirkan hak pengguna jalan lain. Dari dua hal itu,sasaran tembak kritiknya memang polisi.

Pencegatan itu bukan aksi spontan. Sejak tahun lalu, saya sudah bicara denganDirektur Lalu Lintas Polda DI Yogyakarta untuk mengatur konvoi kendaraanbermotor. Secara normatif dia menyatakan akan mengatur, tapi secara konkrettidak ada solusi di lapangan. 

Page 2: Elanto Wijoyono_ Mengapa Saya Menghadang Rombongan Moge

Hari itu, saya juga sudah melaporkan keluhan sesuai prosedur, mulai dari melaporke pos polisi hingga ke Polda Yogyakarta.

Perjalanan saya hari itu dimulai dengan mendatangi pos polisi di Jombor untukmeminta mereka mengatur konvoi, tapi petugas lapangan meminta saya keDirlantas. Sabtu siang, saya ke kantor Dirlantas Polda DIY, menunggu satu jamtapi tak ditemui, hanya bertemu asistennya. 

Saya sebagai warga melaporkan keluhan, berharap ada solusi dari polisi. Sayakatakan jika di lapangan petugas tidak menindak pelanggaran, saya akanmenegur langsung.

Saya sendirian, tapi sempat mengumumkan di Twitter sehingga ada beberapaorang dan media yang datang ke perempatan. Sekitar pukul 15.00 saya ke pospolisi di perempatan Condong Catur, mereka ternyata sudah tahu bahwa sayaakan datang.

Mereka berjanji akan mengatur sesuai aturan. Saya kembali mengatakan padapetugas di pos polisi itu (ada 5­6 orang petugas) jika mereka tak mengatur, sayaakan menegur secara langsung. Tak sampai 10 menit, konvoi utama lewat.Kemudian yang terjadi seperti yang ada di video.

An error occurred.

Try watching this video on www.youtube.com, or enable JavaScript if it isdisabled in your browser.

Page 3: Elanto Wijoyono_ Mengapa Saya Menghadang Rombongan Moge

Awalnya polisi di pos hanya memperlambat. Kemudian kami maju danmenghadang rombongan motor. Polwan yang mengawal diam saja saat dicegat,respons agak berlebihan justru datang dari pengendara, termasuk satupengendara berbadan besar yang berdiri berhadapan dengan saya.

Saya bertanya, “Apakah Anda tahu fungsi patwal?”

Dia menjawab, “Untuk mengawal rombongan.”

Saya bilang, rombongan yang punya hak dikawal patwal itu harus sesuai aturan.

Dia bilang, “Lho ini juga rombongan kenegaraan.”

"Kenegaraan apa?"

“Tujuhbelasan,” katanya.

Page 4: Elanto Wijoyono_ Mengapa Saya Menghadang Rombongan Moge

Saya tidak takut ada hal buruk terjadi karena semua tindakan sudah sayaperhitungkan. Misalnya, saya menghadang dizebra cross. Jadi kalau ada sesuatuterjadi, maka sudah pasti yang menabraklah yang salah. Saya juga hanyamenghadang saat lampu merah, dan sudah berkoordinasi ke polisi dari Poldasampai pos polisi di lokasi.

Saya percaya jika protes dilakukan di ruang publik, banyak yang mengawasi danbanyak pula yang mengingatkan. Tak hanya pada kasus ini, tapi juga untuk kasus

Page 5: Elanto Wijoyono_ Mengapa Saya Menghadang Rombongan Moge

yang lain. Apapun yang terjadi, selalu kami bagi ke teman dan warga.

Target saya sederhana: kalau lampu merah, mereka harus berhenti. Itu barubisa dilakukan setelah saya bersama beberapa orang yang datang memaksamenghadang. Setelah beberapa kali lampu merah, polisi lalu lintas mau menurutidan mengatur sesuai lampu.

Pesan sederhananya adalah: ini memang nampak sepele, cuma soal lampumerah dan soal pengawalan. Tapi kita bicara soal prinsip hukum. Ada aturan, tapisudah tidak ditegakkan. Apalagi pelakunya termasuk aparat kepolisian, walaupunmereka bisa berlindung di balik pasal karet. Saya sendiri berpikir ini tak pantas,seharusnya warga tak perlu sejauh ini ketika aparat bisa berfungsi.

Semua yang terjadi di ruang kota dan wilayah saling terkait, termasuk semuayang terjadi di ruang publik dan di jalan raya. Beberapa rombongan kecil yangsaya lihat, cukup banyak, memang tidak arogan. Jadi jangan disamaratakansemua pengguna motor besar arogan. Banyak yang lain berkendara biasa sajadan mematuhi aturan. Konvoi ini pun sebenarnya berhak memakai jalan, karenasemua orang berhak membuat kegiatan. Tapi tentu saja aktivitas itu tidak bolehmenganggu orang lain.

Di situlah perizinan, pengawasan dan sanksi seharusnya berperan dalam tatakelola pemerintahan wilayah. Tapi yang kita lihat khususnya di Jogja, yang terjadidi lapangan tidak sesuai dengan prinsip yang ada di aturan dan hukum.

Konvoi ini masih akan ada sampai Senin, tapi saya tak merasa perlu melakukanpencegatan lagi. Saya ingin melihat apakah aparat berfungsi. Kalau tidak,keterlaluan sekali jika aparat baru melakukan fungsinya setelah ada tekananwarga.

Siapa yang harus mengawal itu semua? Dalam dunia yang ideal, harapan ada diwakil rakyat. Tapi kita tahu, kita tak bisa mengandalkan mereka. Justru merekajadi bagian dari masalah itu sendiri. Maka solusinya adalah gerakan warga.

Saya yakin sebenarnya warga sudah pernah bertindak di lokasi lain. Memangtidak semua orang punya kesempatan untuk bisa bertindak ketika melihat sesuatuyang salah. Bukan soal berani tak berani, tapi mungkin tak semua orang bisa atau

Page 6: Elanto Wijoyono_ Mengapa Saya Menghadang Rombongan Moge

punya kesempatan bertindak.

Warga sebagai sesama masyarakat harus bisa saling mengingatkan. Tidak adaorang yang bisa 100 persen benar. Ukuran selalu relatif sehingga komunikasiantar masyarakat selalu diperlukan.

Dalam jangka panjang, saya sebagai warga Jogja ingin ikut membangun modalsosial Jogja, membantu menyambung antar inisiatif. Siapapun bisa melakukan itu,siapapun bisa melanjutkan. Tentu saja itu harus rutin dan harus bergulir terus,entah sampai kapan, mungkin selamanya.

Seperti dikatakan oleh Elanto Wijoyono kepada Famega Syavira Putri, Minggu,16 Agustus 2015.—Rappler.com