Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

33
LAPO PENGOLAHAN KO (Oreochromis nilot PENGEMBA BIOTEKNOLOGI K TE JU FA UNIVE 1 ORAN KERJA LAPANGAN OLAGEN DARI KULIT IKAN NILA ticus) DI BALAI BESAR PENELITI ANGAN PENGOLAHAN PRODUK D KELAUTAN DAN PERIKANAN (B JAKARTA Oleh : BENGET R. SIMANJUNTAK 09/283439/PN/11670 PROGRAM STUDI EKNOLOGI HASIL PERIKANAN URUSAN PERIKANAN AKULTAS PERTANIAN ERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013 A MERAH IAN DAN DAN BBP4B-KP)

description

Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) Jakarta Pusat

Transcript of Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

Page 1: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

LAPORAN

PENGOLAHAN KOLAGEN DARI KULIT IKAN NILA MERAH(Oreochromis niloticus

PENGEMBANGAN PENGOLAHAN PRODUK DANBIOTEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN (BBP4B

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

JURUSAN PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

1

LAPORAN KERJA LAPANGAN

PENGOLAHAN KOLAGEN DARI KULIT IKAN NILA MERAHniloticus) DI BALAI BESAR PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN PENGOLAHAN PRODUK DANBIOTEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN (BBP4B

JAKARTA

Oleh :

BENGET R. SIMANJUNTAK09/283439/PN/11670

PROGRAM STUDITEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

JURUSAN PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

2013

PENGOLAHAN KOLAGEN DARI KULIT IKAN NILA MERAH) DI BALAI BESAR PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN PENGOLAHAN PRODUK DANBIOTEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN (BBP4B-KP)

Page 2: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

2

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri pengolahan ikan makin berkembang pesat seiring meningkatnya

produksi perikanan Indonesia, khususnya perikanan budidaya. Ikan nila (Oreochromis

niloticus) merupakan salah satu produk perikanan budidaya yang mengalami kenaikan

setiap tahunnya dengan kenaikan rata-rata sebesar 24,76% dari tahun 2007 – 2011

(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011). Ikan nila kini banyak diolah menjadi

fillet ikan yang merupakan bahan baku industri pengolahan produk perikanan.

Pengolahan fillet ikan nila ini menghasilkan byproduct berupa kulit ikan dengan

rendemen sebesar 8,7% dari bobot total ikan (Tazwir, 2006). Berdasarkan nilai

rendemen tersebut, produksi ikan nila pada tahun 2010 sebesar 464.191 ton

diperkirakan akan menghasilkan 40.385 ton kulit ikan nila. Kulit ikan nila ini umumnya

diekspor ke beberapa negara dalam bentuk raw material ataupun diolah menjadi keruput

kulit. Lebih dari itu, kulit ikan nila juga dapat diproses menjadi kolagen yang dapat

meningkatkan nilai tambah kulit ikan.

Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih (white

connetive tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein hewan. Kolagen juga

banyak dimanfaatkan dalam bidang industri makanan (minuman, yoghurt), industri

farmasi (obat luka bakar), dan industri lainnya (shampo, krim kulit, lipstik). Pada

umumnya, kolagen berasal dari bahan baku tulang dan kulit mamalia seperti sapi dan

babi. Bahan baku kulit babi tidak dibenarkan bagi pemeluk Agama Islam dan Yahudi,

sementara penggunaan kulit sapi menjadi persoalan tersendiri bagi pemeluk Agama

Hindu serta menimbulkan kekhawatiran karena adanya isu penyakit sapi gila atau mad

cow disease. Oleh sebab itu, pengolahan kulit ikan menjadi kolagen sangatlah berguna

untuk mengatasi permasalahan tersebut (Kittiphattanabawon et al., 2005).

Kolagen yang telah berhasil diekstrak dari kulit ikan, antara lain kolagen larut

asam dari kulit ikan nila perch (Muyonga et al. 2004), ikan surf smelt (Nagai et al.

1999). Tujuan dari kerja lapangan di Balai Besar Penelitian Pengolahan Produk dan

Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4B-KP) adalah untuk mengetahui

pengolahan kolagen yang diekstrak dari kulit ikan nila.

Page 3: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

3

B. Tujuan

1. Tujuan umum adalah untuk mendapatkan keterampilan dan pengalaman kerja.

2. Tujuan khusus yaitu mempelajari proses pembuatan kolagen dari kulit ikan nila

merah.

C. Manfaat

1. Meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan kerja mahasiswa dalam

pengolahan kolagen.

2. Memberikan alternatif pengolahan kolagen dengan memanfaatkan limbah kulit nila

merah.

D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kerja Lapangan dilaksanakan selama 60 hari pada tanggal 21 Januari – 21

Maret 2013 di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan

Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jl. KS. Tubun Petamburan VI, Jakarta Pusat.

Page 4: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Nila

Ikan Nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diproduksi dari

Afrika pada tahun 1969 dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam

air tawar dan dibeberapa waduk di Indonesia. Nama ilmiah pada ikan nila adalah

Oreochromis Niloticus, dan di dalam Bahasa Inggris ikan ini dikenal dengan sebutan

Nile Tilapia. Ikan ini memiliki bentuk badan pipih ke samping memanjang, mata

kelihatan menonjol dan relatif besar dengan bagian tepi mata berwarna putih. Hidup

dengan suhu perairan yang diinginkan 25oC – 30oC (Rochdianto, 1991). Jenis sisik yang

dimiliki cycloid, sirip dorsal memiliki 16-17 jari dan 11-15 diantaranya berupa duri

lunak, sedangkan sirip anal memiliki 3 jari. Garis lateralis (gurat sisi di tengah tubuh)

terputus dan dilanjutkan dengan garis yang terletak di bawah lateralis (Susanto, 1987).

Dalam pengolahan kolagen ini digunakan ikan nila merah. Ikan nila ini banyak

dibudidayakan diberbagai daerah, selain itu mempunyai kemampuan beradaptasi yang

baik diberbagai jenis air, contohnya hidup di air tawar, air payau, dan air laut. Ikan ini

juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan mampu mencerna

makanan secara efisien. Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap serangan penyakit.

Menurut Susanto (1987), nila merah mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

Phylum : Chordata

Class : Osteichtyes

Sub Class : Acanthopterigii

Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Percoidea

Familia : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Page 5: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

5

Gambar 1. Ikan nila merah (Oreochromis niloticus) (Anonim, 2013)

Nila merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki peluang besar di

pasar ekspor, terutama ke Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Australia, dan Singapura

(Widiarti, 2003). Indonesia sendiri pada tahun 2007 hanya memasok 7.392 ton dalam

bentuk filet beku, dan utuh beku (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011). Industri

pengolahan hasil perikanan banyak yang membuang begitu saja limbahnya, sehingga

menimbulkan masalah baru berupa pencemaran lingkungan. Limbah merupakan sisa

dari proses pengolahan hasil perikanan yang tidak dimanfaatkan dan tidak mempunyai

nilai ekonomis, bahkan dapat merugikan. Pemanfaatan kembali limbah bahan pangan

menjadi semakin penting dilihat dari segi ekonomi pada industri pangan. Hal ini

memungkinkan pemanfaatan maksimal dari bahan mentah dan memperkecil persoalan

polusi dan penanganan limbah (Buckle, 1987). Limbah hasil perikanan berdasarkan

jenisnya, yaitu: a) hasil samping, berupa ikan mentah utuh yang merupakan hasil ikutan

dari usaha penangkapan (by catch); b) limbah pengolahan, yang terdiri atas campuran

kepala, isi perut, kulit, tulang, sirip, ekor dan lain-lain; c) limbah surplus, berupa ikan

utuh karena kelebihan pemasaran atau pengolahan; d) limbah industri, berupa ikan utuh,

potongan atau hancuran yang terjadi pada distribusi dan pemasaran. Dalam hal ini

kolagen ikan berpotensi menggantikan peranan kolagen mamalia untuk keperluan

pangan karena sampai saat ini limbah kulit ikan belum dimanfaatkan secara optimal

menjadi suatu produk yang mempunyai nilai tambah tinggi dan mempunyai kegunaan

dalam industri.

B. Kulit Ikan

Kulit ikan, seperti halnya hewan vertebrata lainnya, terdiri atas dua lapisan:

lapisan epidermis di bagian luar dan lapisan dermis (disebut juga corium) di bagian

Page 6: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

6

dalam (Lagler, 1977). Epidermis ikan mirip dengan lapisan penyusun mulut manusia.

Lapisan ini setidaknya tersusun oleh beberapa lapis sel epitel. Pada bagian terbawah

adalah lapisan sel aktif tumbuh dan bermultiplikasi (stratum germinativum). Disini sel

bermultiplikasi sepanjang waktu untuk menggantikan sel-sel luar yang rusak dan

menyediakan sel-sel untuk pertumbuhan. Jumlah lapisan sel penyusun epidermis sangat

bervariasi, tidak hanya tergantung dari spesies, tapi juga bergantung pada bagian tubuh

dan umur ikan. Lapisan sel epitel ini terikat erat oleh suatu matriks intraseluler. Lapisan

dermis merupakan jaringan pengikat yang cukup tebal dimana mengandung sejumlah

serat-serat kolagen. Penampang melintang kulit ikan dpat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Penampang jaringan kulit hewan (Buckheim, 2013)

Beberapa penelitian kolagen dari limbah ikan telah banyak dilakukan. Kulit

ikan dilaporkan mengandung kolagen dengan nilai rendemen yang bervariasi antara 11

– 63% tergantung dari jenis ikan, bahan pengekstrak, dan teknik ekstraksi kolagen

(Tabel 1).

Tabel 1. Rendemen kolagen kulit dari beberapa jenis ikan

No. Jenis Ikan Kolagen (%)

1. Japanese sea bass (Lateolabrax japonicus)1) 51,402. Chub mackerel (Scomber japonicus)1) 49,803. Bullhead shark (Heterodontus japonicus)1) 50,104. Big eye snapper (Priacanthus tayenus)2) 10,945. Ocellate puffer fish (Takifugu rubripes)3) 44,706. Nile perch muda (Lates nilotikus)4) 63,10

Sumber : Nagai & Suzuki, 20001); Kittiphattanabawon et al., 20052); Nagai et al.,20023); Muyonga et al., 20044)

Pigmen warna

Pembuluh darah

Kelenjar lendir

Epidermis

Sisik

Dermis

Endodermis/Daging

Page 7: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

7

C. Protein Jaringan Kulit

Protein kulit dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: 1) protein yang

tergolong protein fibrilar meliputi kolagen (yang terpenting), kreatin dan elastin; 2)

protein yang tergolong protein globular meliputi albumin dan globulin. Protein fibrilar

adalah protein berbentuk serabut yang tidak larut di dalam air. Protein globular adalah

protein yang berbentuk bulat menyerupai bola yang banyak terdapat pada bahan pangan

seperti susu, telur, dan daging. Protein ini larut dalam sistem larutan (air), juga lebih

mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut asam dan basa

dibandingkan dengan protein fibrilar. Disamping itu protein globular leibh mudah

terdenaturasi karena susunan molekulnya mudah mengalami perubahan yang diikuti

dengan perubhaan sifat fisik dan fisiologisnya seperti yang dialami oleh enzim dan

hormon (Lehninger, 1990).

Dari golongan protein tersebut, ini kolagen merupakan protein yang dominan

baik jumlahnya maupun peranannya. Struktur kolagen menyerupai benang-benang jala.

Kolagen tidak larut dalam air maupun larutan garam tetapi larut dalam larutan alkali.

Jika kolagen ikan dipanaskan maka strukturnya akan berubah, terbentuk peptida-peptida

dengan berat molekul yang lebih rendah yang disebut dengan gelatin (Hadiwiyoto,

1993).

D. Kolagen Dan Aplikasi Pemanfaatan

1. Biosintesis Kolagen

Jaringan penghubung (connective tissue) merupakan matriks ekstraselular

dengan komponen utama pembentuknya adalah kolagen, elastin, dan proteoglikan.

Kolagen dan elastin terjadi secara bersamaan di sebagian besar jaringan penghubung

namun proporsinya berbeda, sedangkan proteoglikan merupakan senyawa hibrid yang

terdiri dari protein dan polisakarida yang terikat melalui ikatan kovalen (Lehninger,

1982).

Kolagen disintesis dalam bentuk molekul prekursor, yakni prokolagen, yang

mengikat gugus terminal karboksil dan amino. Rantai α prokolagen, adalah komponen

penting yang digunakan untuk sekresi, berikatan dengan satu gugus terminal amino

(pre-pro α) (sebagai sinyal) yang selanjutnya gugus tersebut dihilangkan secara

enzimatis pada saat rantai peptida (yang sedang dalam proses pembentukan) mulai

Page 8: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

8

memasuki wadah (cisteranae) sel. Saat rantai peptida tersebut masih terikat pada

ribosom, residu prolin dan lisin mulai teroksidasi (hidroxylation), dilanjutkan dengan

glikosilasi residu hidroksilisin. Seleksi rantai terjadi pada proses ini, namun

mekanismenya belum sepenuhnya diketahui. Residu prolin yang telah secara relatif

teroksidasi, akan dibentuk menjadi triple heliks. Pembentukan tersebut berguna untuk

mencegah terjadinya oksidasi lebih lanjut pada prolin dan lisin serta glikosilasi

hidriksilisin. Molekul prokolagen triple heliks kemudian ditransportasikan melalui

apparatus golgi menuju permukaan sel (Glanville et al., 1979).

2. Struktur Kolagen Triple Helix

Jenis-jensi kolagen yang membentuk serabut batangan yang panjang di dalam

jaringan, disusun lewat ikatan lateral unit-unit triple helix. Penyusunannya membentuk

gambaran pita pada serabut-serabut di dalam jaringan ikat. Serabut kolagen selanjutnya

distabilkan oleh pembentukan ikatan silang kovalen, yang berbeda di dalam dan

sekaligus diantara unit-unit triple helix. Ikatan silang kovalen tersebut stabil, dan ikatan

silang ini merupakan faktor penting untuk kekuatan mengatasi regangan yang dimiliki

serabut kolagen (Rodwell et al.,1995). Serabut kolagen yang berbentuk triple helix

terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 3. Struktur triple helix kolagen (Lehninger, 1982)

3. Pemanfaatan Kolagen

Pemanfaatan kolagen dalam berbagai bidang industri mengalami kemajuan yang

cukup pesat. Kolagen dalam bentuk yang berbeda mempunyai bidang pemanfaatan yang

berbeda pula. Aplikasi kolagen dalam bidang industri dapat dilihat dalam Tabel 2.

Meningkatnya animo para ahli dalam pemanfaatan kolagen khususnya di bidang medis,

farmasetika, dan kosmetik membuat penelitian-penelitian di bidang kesehatan semakin

marak.

Page 9: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

9

Tabel 2. Pemanfaatan kolagen

Bentuk Kolagen Produk atau Bidang PemanfaatanKulit- alami Produk kulitKulit- sintetisGelatin Lem

PanganFotografiFarmasetikaObat-obatanPlastik

Produk kolagen murni Bidang medisLarutan/GelSeratMembranSepon

Hidrolisat parsial Bidang giziReducing dietsSuplemen panganSelongsong (casings)

Hidrolisat parsial(terlaurt ataupun native)

KosmetikKrim KulitHair sprayCat kukuSabun

Sumber: Putra (2010)

E. Perubahan Fisika dan Kimia pada Pembentukan Kolagen

1. Perubahan Fisika

Perubahan fisika adalah perubahan pada zat yang tidak menghasilkan zat jenis

baru. Perubahan fisika sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat fisika, seperti:

bentuk, ukuran, warna, bau. Contohnya adalah perubahan tempat, wujud, bentuk dan

ukuran benda (Syukri, 1999). Ciri- ciri pada perubahan fisika, yaitu:

a. Tidak terbentuk materi jenis baru, sekalipun materi tersebut berubah bentuk dan

wujudnya, namun jika tidak ada perubahan yang dihasilkan tidak menunjukkan

perubahan jenis, tetap merupakan perubahan fisika.

b. Zat yang berubah dapat kembali ke sifat semula,

c. Hanya diikuti perubahan sifat fisika saja.

Perubahan fisika karena perubahan wujud adalah pelelehan, peleburan, pencairan,

penguapan, pengembunan, pembekuan, penyubliman, dan terdeposisi.

Page 10: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

10

2. Perubahan kimia

Perubahan kimia adalah perubahan pada zat yang menghasilkan zat jenis baru

yang disertai dengan perubahan sifat, struktur dan susunan yang tidak dapat kembali ke

bentuk semula. Perubahan kimia ditandai dengan terbentuknya materi yang jenisnya

baru. Materi yang terjadi akibat perubahan kimia sama sekali baru, karena sifat dari

materi awal dengan materi akhir setelah perubahan berbeda jauh. Ciri- ciri pada

perubahan kimia, yaitu:

a. Terbentuk zat jenis baru,

b. Zat yang berubah tidak dapat kembali ke bentuk semula (Irreversibel),

c. Terjadi reaksi kimia, ditandai dengan pembentukan gas, perubahan warna,

pembentukan endapan baru, perubahan bau, perubahan pH, perubahan energi dan

timbulnya cahaya.

Page 11: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

11

BAB III. KEADAAN UMUM BALAI BESAR PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN PENGOLAHAN PRODUK DAN BIOTEKNOLOGI

KELAUTAN DAN PERIKANAN, JAKARTA

A. Pembentukan BBP4B-KP Jakarta

BBP4B-KP merupakan institusi riset di bidang pengolahan produk dan

bioteknologi kelautan dan perikanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan

Perikanan (KKP) Republik Indonesia. BBP4B-KP dibentuk berdasarkan Peraturan

Mentri Kelautan dan Perikanan, Nomor: PER.27/MEN/2011 ditetapkan pada tanggal 26

September 2011.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan

Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4B-KP) bertugas melaksanankan riset

strategis pengolahan produk dan bioteknologi kelautan dan preikanan berdasarkan

kebijakan teknis Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan Kementrian Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia. Selain itu, BBP4B-KP memiliki fungsi sebagai berikut:

(1).Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan dan evaluasi, serta

laporan;

(2).Pelaksanaan penelitian pengolahan produk dan bioteknologi kelautan dan perikana

di bidang keamanan pangan, pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan

berbasis bioteknologi, peningkatan kualitas dan nilai tambah, serta sistem, model,

dan kebijakan teknis industri pengolahan perikanan;

(3).Pengembangan teknologi pengolahan produk dan bioteknologi kelautn dan

perikanan;

(4).Pelayanan teknis, jasa, informasi, komunikasi, dan kerja sama penelitian dan

pengembangan pengolahan produk dan bioteknologi kelautan dan perikanan;

(5).Pengolahan prasarana dan sarana penelitian dan pengembangan; dan

(6).Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

B. Lokasi

BBP4B-KP terletak di Jalan KS Tubun Petamburan VI, Jakarta Pusat 10260.

Telp. 021-53650157. Fax 021-53650157.

Page 12: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

12

C. Fasilitas Pendukung

Fasilitas pendukung yang dimiliki oleh BBP4B-KP antara lain:

1. Laboratorium Bioteknologi

2. Laboratorium Bioassay

3. Laboratorium Instrumen

4. Laboratorium Kimia

5. Laboratorium Mikrobiologi

6. Laboratorium Sensori

7. Laboratorium Rekayasa Alat

8. Laboratorium Pengolahan

9. Laboratorium Data, dan

10. Perpustakaan

D. Struktur Organisasi

Berdasarkan Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan R.I Nomor:

PER.27/MEN/2011, Struktur Organisasi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4B-KP) seperti

terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Organisasi BBP4B-KP Jakarta

E. Kegiatan Riset

BBP4B-KP saat ini didukung oleh tenaga penelitian dengan latar belakang

pendidikan bidnag kimia, biokimia, bioteknologi, mikrobiologi, teknologi pangan dan

pengolahan produk. Disamping itu kelompok peneliti ini juga dibantu oleh staf

administrasi, teknis, dan pustakawan. Beberapa bidang riset di BBP4B-KP antara lain:

Kepala

Bagian Tata Usaha

SubbagianKepegawaian

Subbagian Keuangandan Umum

Bidang Tata Operasional Bidang Pelayanan Teknis

SeksiPublikasi danDokumentasi

Seksi Kerjasama danPelayanan Penelitiandan Pengembangan

Seksi AnggaranMonitoring dan

Evaluasi

SeksiProgram dan

Anggarna

Kelompok JabatanFungsional

Page 13: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

13

1. Pengolahan Produk

Riset bidang pengolahan produk ini bertujuan untuk mendapatkan proses

penanganan dan pengolahan biota laut secara rasional dan bertanggung jawab.

Termasuk dalam kegiatan ini adalah pengembangan produk tradisional, pembekuan,

pengalengan dan reduksi (tepung ikan, minyak ikan), juga optimasi pemanfaatan limbah

perikanan untuk mendapatkan nilai tambah yang maksimum. Riset untuk diversifikasi

produk perikanan juga dilakukan dalam bidang ini.

2. Rekayasa Alat

Riset ini difokuskan untuk mendesain dan mengembangkan peralatan untuk

peningkatan efisiensi proses dan penanganan produk prikanan. Termasuk dalam riset ini

adalah desain peralatan untuk proses skala pilot plant. Telah banyak alat yang

dihasilkan, diantaranya peralatan pengolahan rumput laut, generator asap cair, peti

berinsulasi (palka) untuk kapal penangkapan ikan, pengeringan ikan, pengasap ikan, alat

penepung ikan, peralatan penanganan dan pengolahan kulit dan lain-lain.

3. Keamanan Pangan dan Lingkungan

Masalah keamanan pangan, penggunaan bahan aditif ilegal dan pencemaran

menjadi perhatian utama kelompok ini. Riset dilakukan untuk meyakinkan bahwa

produk yang dihasilkan telah memenuhi standar keamanan dan mutu Internasional dan

Nasional. Termasuk dalam riset ini adalah penanggulangan praktek yang salah

(malpraktek) pada semua tahap penanganan dan pengolahan, mulai dari proses

penangkapan dan budidaya termasuk lingkungan sampai penanganan, pengolahan dan

pemasaran.

4. Bioteknologi

Riset ini bertujuan untuk mengkaji dan mengembangkan pemanfaatan mikro

dan makroorganisme (bakteri, khamir, invertebrata, ikan laut dalam, dan lain-lain),

produk-produk bahan alam (enzim, protein, metabolit sekunder) dari sumber daya

kelautan dan perikanan. Pemanfaatan mikroba dan enzim eksogen maupun endogen

terutama dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas produk fermentasi ikan tradisional.

Sedangkan eksplorasi produk bahan alam dari biota perairan terutama difokuskan untuk

menghasilkan produk yang bermanfaat di bidang kosmetik, biomedis dan terutama

farmasi.

Page 14: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

14

5. Pengembangan Produk

Telah banyak hasil riset yang diperoleh, akan tetapi masih dalam skala

laboratorium sehingga sulit diaplikasikan secara komersial. Kelompok riset

pengembangan produk bertugas untuk mengembangkan hasil riset skala laboratorium

menjadi skala pilot plant atau bahkan secara komersial.

Page 15: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

15

BAB IV. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan kolagen ini adalah kulit ikan

nila. Bahan-bahan yang diperlukan dalam proses ekstraksi meliputi larutan NaOH 0,1

N; air dingin suhu ±12oC; larutan asam asetat 0,5M; NaCl padat; air destilasi. Bahan-

bahan yang digunakan untuk analisis komposisi kimia meliputi H2SO4, kjeltab

Selenium, NaOH, H3Bo3, n-heksana, HCl, methyl red dan bromo cresol green.

Alat-alat yang diperlukan meliputi: ember plastik 25 Litter, pisau dan gungting,

kain kasa 1000 mesh, spatula, beaker glass 250 ml dan 5000 ml, gelas ukur 50 ml dan

100 ml, pipet ukur 10 ml, corong kaca, pipet tetes, pipet volumetrik, labu soxhlet, alat

destilasi, kondensor, magnetic stirrer, alumunium foil, cawan porselen, kertas saring,

kain kasa, timbangan analitik, alat sentrifuse (Beckman model J2-21 Sentrifuge), oven

(Cothem Oven) mesin freeze-dryer (Labconco Freeze Dryer Sistem), dan tanur

(Barnstead Thermolyne Furnace 6000, Amerika).

B. Metode Pengamatan

Metode yang digunakan dalam kerja lapangan adalah:

1. Observasi atau pengamatan langsung dan ikut berpartisipasi dalam proses

pengolahan kolagen.

2. Wawancara dengan peneliti dan karyawan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

3. Pengumpulan data sekunder yang diperoleh di Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan,

Jakarta.

4. Studi pustaka/literatur

C. Tata Laksana

1. Preparasi sampel

Tahapan ini terdiri dari pengambilan, persiapan, dan preparasi sampel. Sampel

diperoleh dari PT. Aquafarm Semarang. Limbah kulit nila dibersihkan dari duri dan

daging yang menempel.

Page 16: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

16

2. Pengujian Komposisi Kimia Kulit Nila Merah

Uji komposisi kima kulit nila merah adalah: Kadar protein (SNI, 2006), kadar air

(SNI, 2006), kadar abu (SNI, 2006), adar lemak (SNI, 2006). Prosedur pengujian dapat

dilihat pada lampiran 2.

3. Diagram Alir Pembuatan Kolagen Kuli Nila Merah

Kulit ikan

Buang sisik dan daging, Cuci bersih, potong ukuran 1 x 1 cm2

Rendam dalam larutan NaOH 0,1 M (1:10 w/v) selama 24 jam pada suhu 28 oC

Pencucian denga air ± 12oC sampai pH ± 7

Ekstraksi dalam larutan CH3COOH 0,5 M (1:10 w/v) 4 oC selama 3 hari

Sentrifugasi hasil ekstraksi dengan kecepatan 10.000 rpm 4oC selama 25 menit

Penyaringan dengan kain kasa 1000 mesh

Supernatant/filtrat

Salting-out dengan NaCl 1 hari dalam supernatan hingga 0,9 M (28oC)

Sentrifugasi 10.000 rpm 4oC 25 menit

Endapan kolagen

Dialisis dengan asam asetat 0,1 M selama 12 jam (28 oC)

Presipitasi dengan NaCl 1 hari dalam supernatan hingga 0,9 M 28 oC

Kolagen basah

Dikeringkan dalam Freeze drier

Kolagen kering

Gambar 5. Diagram alir proses ekstraksi kolagen dari kulit ikan nila merah (Modifikasi

Nagai & Suzuki, 2000)

Page 17: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

17

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Pengolahan Kolagen Kulit Nila Merah

Proses pengolahan kolagen kulit ikan meliputi persiapan bahan, penghilangan

pengotor dan protein non kolagen (degreasing), ekstraksi, purifikasi tahap pertama,

purifikasi lanjutan kolagen dan pengawetan.

1. Persiapan Bahan

Kulit ikan dibersihkan dari sisik dan sisa daging yang menenmpel pada kulit dan

dicuci hingga bersih. Kulit ikan yang telah bersih, dipotong-potong dengan ukuran 1 x 1

cm2 (Gambar 6).

Gambar 6. Kulit nila ukuran 1 x 1 cm2

2. Penghilangan Pengotor dan Protein Non Kolagen (degreasing)

Kulit ikan yang telah dipotong ditimbang sebanyak 500 gram, dimasukkan

dalam beaker glass ukuran 2 liter dan diberi larutan NaOH 0,1 M dengan perbandingan

1:10. Campuran kulit dengan NaOH selanjutnya didiamkan selama 24 jam pada suhu

28oC (Gambar 7).

Gambar 7. Perendaman kulit dalam NaOH 0,1 M

Page 18: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

18

Pada tahap degresing terjadi perubahan materi secara kimia. Materi yang

bereaksi adalah protein kolagen kulit (satu dari tiga asam amino yang terkandung dalam

rantai peptidanya adalah glisin) dengan NaOH, seperti yang terlihat pada Persamaan 1

berikut.

NH2(CH2)COOH + NaOH NH2(CH2)CONa + H2O ........ Persamaan 1.

Sebelum terjadi reaksi, asam amino yang dikandung dalam kolagen (glisin dan

prolin) memiliki daya regang yang kuat. Kolagen yang membentuk heliks disebut

kelompok kolagen (Hart, 1983). Setelah kulit direndam dalam larutan NaOH, terjadi

reaksi yang mengakibatkan pilinan heliks menjadi regang sehingga kulit dapat mengikat

air. Hal ini ditandai dengan struktur kulit yang semula tipis menjadi tebal dan warna

kulit menjadi bening. Perubahan wujud materi yang terjadi adalah berupa perubahan

fisika, dimana terjadi perubahan bentuk dan wujudnya tetapi tidak diikuti perubahan

jenis. Degreasing bertujuan untuk menghilangkan senyawa kimia pembentukan kulit

dan protein non kolagen.

3. Proses Ekstraksi Kolagen

Kulit ikan yang hasil proses degreasing kemudian diekstraksi dengan asam

lemah. Asam lemah yang digunakan sebagai larutan pengekstrak yaitu asam asetat

(CH3COOH) dengan konsentrasi 0,5 M yang dilakukan sebanyak 3 ulangan (Gambar

8). Proses ekstraksi dilakukan selama 3 hari, yang merupakan waktu ekstraksi kolagen

yang optimal.

Gambar 8. Perendaman kulit dalam asam asetat 0,5 M.

A= ulangan 1, B= ulangan 2, dan C= ulangan 3

Page 19: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

19

Tahap ekstraksi dengan asam asetat terjadi perubahan materi. Materi yang

bereaksi adalah protein kolagen (asam amino glisin) dengan CH3COOH, seperti yang

terlihat pada persamaan 2 berikut.

CH3COONH2 + CH3COOH CH3COONH3 + CH3COO- ..... Persamaan 2

Dalam hal ini perubahan materi yang terjadi adalah perubahan kimia. Adanya

reaksi kimia, pilinan helik rantai kolagen akan terurai dari yang semula membentuk

heliks tiga rantai menjadi rantai heliks yang lebih sederhana (Gambar 9). Hal ini

ditandai dengan perubahan ukuran kulit menjadi semakin tebal dan teksturnya menjadi

kenyal dan lunak serta pH menjadi asam.

Gambar 9. Perubahan struktur koalgen

Kolagen dapat mengalami penyusutan jika dipanaskan di atas suhu penyusutan

(Ts). Suhu penyusutan kolagen pada umumnya berkisar antara 60-70oC, dimana serat

kolagen akan menjadi lebih pendek sepertiga atau seperempat dari panjang asalnya.

Suhu penyusutan kolagen ikan sekitar 35oC. Jika suhu dinaikan sampai 80oC maka

terjadi denaturasi protein dari triple helix meregang menjadi pilinan-pilinan yang lebih

sederhana (perubahan fasa dari gel menjadi sol) sehingga kolagen akan berubah menjadi

gelatin (deMan, 1997), jika suhu diturunkan maka kembali ke bentuk semula yaitu sol.

Pemecahan struktur kolagen menjadi lilitan acak yang larut dalam air yang disebut

gelatin. Konversi kolagen menjadi gelatin biasanya didasarkan pada pengaturan suhu

ekstraksi, yang dilakukan untuk mencegah kerusakan protein pada suhu tinggi.

Page 20: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

20

Setelah proses ekstraksi selesai, dilakukan penyaringan dengan kasa 1000 mesh

kemudian supernatan atau filtrat hasil ekstraksi diambil (Gambar 10).

(a) (b)

Gambar 10. Penyaringan dengan kain kasa 1000 mesh (a) dan

supernatan/filtrat (b)

4. Purifikasi Kolagen

Supernatan/filtrat selanjutnya dipurifikasi kolagennya dengan cara salting-out

menggunakan garam NaCl sampai tercapai konsentrasi akhir sebesar 0,9 M. Kolagen

yang terkandung dalam filtrat akan mengendap dan membentuk lapisan putih susu, serta

memisah dengan supernatannya. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada 10.000 rpm

selama 5 menit pada suhu 4oC (Gambar 11).

(a) (b) (c)

Gambar 11. Salting-out dengan NaOH 0,9 M (a), sentrifugasi 10.000 rpm 4oC (b),

dan kolagen hasil Salting-out (c)

5. Purifikasi Lanjutan dan Pengawetan.

Purifikasi lanjutan yaitu pemurnian kolagen lebih lanjut. Kolagen basah yang

didapatkan kemudian direndam dalam larutan asam asetat 0,1 M (1:10 w/v) selama 12

Page 21: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

21

jam. Selanjutnya supernatan dipresipitasi dengan larutan NaCl 0,9 M pada suhu 28oC

selama 24 jam (Gambar 12).

(a) (b) (c)Gambar 12. Dialisis dengan asam asetat 0,1M (a), presipitasi dengan NaCl 0,9M

(b), dan kolagen basah (c)

Kolagen basah selanjutnya diawetkan dengan cara diliofilisasi (freeze-drying)

untuk kemudian dikarakterisasi lebih lanjut (Gambar 13). Kolagen dibekukan sebelum

dikeringkan dengan Freeze Drier.

(a) (b) (c)Gambar 13. Kolagen beku (a), freeze drier (b), dan koalgen kering (c)

Endapan kolagen yang dikeringkanbekukan menggunakan freeze-drier sehingga

diperoleh kolagen kering. Kolagen kering dapat berubah bentuk dari cair menjadi padat

saat dikeringkan. Kolagen kering kembali mencari pada suhu leleh kolagen. Perubahan

tersebut termasuk dalam kategori perubahan fisika karena hanya mengubah bentuk

wujud kolagen saja, dan tidak adanya zat baru yang terbentuk.

B. Komposisi Kimia Kulit Nila Merah

Analisis komposisi kimia (proksimat) kulit ikan nila merah yang dilakukan pada

penelitian ini meliputi penentuan kadar air, kadar lemak, kadar abu, dan kadar protein.

Hasil analisis komposisi kimia kulit nila merah dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 22: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

22

Tabel 3. Hasil analisis proksimat kulit ikan nila

ParameterNilai

Benget (2013) Putra (2010) Muyonga et al. (2004)

Protein 20,41 47,43 25,43

Air 73,87 23,74 26,93

Abu 5,22 3,01 0,67

Lemak 0,81 1,68 2,35Keterangan: Benget, 2013 (Nila merah); Putra, 2010 (Nila Hitam);3Muyonga et al.,2004 (Nila Perch)

1. Kadar Protein

Kadar protein nila merah paling kecil (20,41%) dibandingkan jenis kulit nila

lainnya, tertinggi pada nila hitam (47,43%). Hal ini menunjukkan bahwa nila termasuk

ke dalam bahan pangan yang berprotein sedang dan berlemak rendah. Ikan digolongkan

berdasarkan kadar lemak-protein yaitu ikan dengan lemak-rendah protein-sedang

apabila memiliki kadar lemak <5% dan protein antara 15-20% (Winarno, 2002). Hasil

komposisi kimia yang ditunjukkan pada Tabel 1 memperlihatkan perbedaan antara jenis

nila satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan spesies, umur,

habitat, jenis pakan dan preparasi bahan. Protein di dalam tubuh berfungsi sebagai

bahan bakar, sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein terdiri dari asam amino yang

mengandung unsur C, H, O, N, S, dan P yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun

karbohidrat. Muyonga et al. (2004) menjelaskan bahwa kadar protein kasar kulit dapat

menggambarkan kemungkinan besar kolagen dapat diekstrak.

2. Kadar Air

Kadar air merupakan parameter kesegaran bahan baku yang sangat berpengaruh

terhadap kualitas produk. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit nila merah

memiliki kadar air 73,87%. Kadar air paling tinggi bila dibandingkan dengan jenis nila

lainnya. Kadar air pada suatu bahan bervariasi tidak hanya dipengaruhi waktu

pengeringan, tetapi juga tingkat kelembapan selama penyimpanan dan permeabilitas

terhadap kelembapan bahan yang diuji. Penentuan kadar air suatu bahan pangan perlu

dilakukan sebab kadar air suatu bahan pangan dapat mempengaruhi tingkat mutu dari

bahan tersebut. kadar air dalam makanan adalah salah satu faktor dominan yang

mempengaruhi karakteristik fisika, kimia, mikrobiologi, dan sensoris yang merupakan

kunci penting bagi konsumen dan daya tahan suatu produk (Pisuchpen, 2007).

Page 23: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

23

3. Kadar Abu

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit nila merah memiliki kadar abu

sebesar 5,22%. Kadar abu paling tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Putra

(2010) dan Muyonga et al. (2004). Kadar abu digunakan sebagai petunjuk adanya

mineral pada suatu bahan. Bahan makanan terdiri dari 96% bahan organik dan air.

Sisanya merupakan unusur-unsur mineral yaitu zat anorganik (kadar abu). Kadar abu

yang rendah kurang dari 0,5% merupakan bahan baku yang memiliki kualitas yang

baik untuk pembuatan kolagen dan gelatin melalui proses demineralisasi, bahan dapat

dikurangi kadar abu yang dikandungnya (See et al. 2010).

4. Kadar Lemak

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kulit nila merah memiliki kadar lemak

sebesar 0,81%. Dengan rendahnya kadar lemak yang dimiliki oleh kulit ikan nila, dalam

proses isolasi kolagen tidak perlu dilakukan proses penghilangan lemak. Kadar lemak

ini paling rendah bila dibandingakan jenis nila lain. Lemak didefenisikan sebagai bahan-

bahan yang dapat larut dalam eter, kloroform (benzena) dan tidak dapat larut dalam air.

Perbedaan kadar lemak disebabkan karena umur panen dan laju metabolisme

organisme. Lemak akan cenderung semakin meningkat dengan bertambahnya usia

berhubungan dengan sifat fisiologis hewan yang akan menuju fase perkembangbiakan.

Hewan akan membutuhkan lebih banyak energi yang disimpan dalam bentuk lemak

untuk berkembang biak. Adanya variasi komposisi kimia terjadi antar spesies dan antar

individu dalam satu spesies.

C. Rendemen Kolagen

Rendemen didefenisikan sebagai jumlah produk yang dihasilkan pada suatu

reaksi (kimia, fisika, biologi). Jumlah rendemen dapat digunakan sebagai efektifitas

prosedur dalam memproduksi atau mereaksikan suatu zat (Junaidianto, 2009).

Penelitian menggunakan dua tinjauan rendemen, (1) rendemen basah, dimana berat

kolagen yang terendapkan pada fase sentrifugasi dibagi dengan berat sampel kulit awal,

serta (2) rendemen kering, dimana berat kolagen yang telah didialisis dan diliofilisasi

dibagi dengan berat sampel kulit awal.

Page 24: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

24

1. Rendemen Kolagen Basah

Rendemen kolagen basah dihitung berdasarkan berat kolagen basah yang

terendapkan setelah fase salting out dengan NaCl dan sentrifugasi dibagi dengan berat

kulit awal yang digunakan (500 gram) (Gambar 14).

Gambar 14. Kolagen basah kulit nila merah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen kolagen basah hasil ekstraksi

dengan asam asetat 0,5 M yang dilakukan triplo masing-masing sebesar 70,14%,

53,54%, dan 30,15% (Tabel 4).

Tabel 4. Rendemen kolagen basah kulit nila merah

ParameterNilai

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Rendemen(%)

70,14 53,54 30,15

Hasil pengamatan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara

rendemen kolagen basah pada tiap-tiap ulangan. Hal ini dipengaruhi oleh kelarutan dari

NaCl yang digunakan pada fase salting out. Rendemen kolagen basah pada ulangan 1

(70,17%) mengindikasikan tingginya konsentrasi NaCl yang digunakan mengakibatkan

kadar air dan garam yang terikat bersama asam asetat. Semakin tinggi kadar garam yang

terikat maka semakin besar bobot hilang selama proses dialisis, dan semakin tinggi air

yang terikat maka semakin tinggi bobot yang hilang selama liofilisasi. Peningkatan

konentrasi NaCl selama perendaman mengindikasikan peningkatan rendemen kolagen

basah. Perendaman dengan larutan NaCl mampu merusak struktur protein kolagen

namun tidak melarutkannya, sehingga bekerja sinergis saat proses ekstraksi dan

menghasilkan rendemen kolagen yang lebih besar (Junaidianto, 2009).

Page 25: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

25

2. Rendemen Kolagen Kering

Rendemen kolagen setelah dikeringbekukan dengan freeze-dried masing-masing

adalah sebesar 19,12%, 18,39%, dan 17,56%. Pengamatan mengenai rendemen kering

diawali dengan pemurnian rendemen basah. Rendemen basah didialisis kemudian

dikering-bekukan (freeze dried). Dialisis berfungsi untuk menghasilkan garam-garam

yang terikat bersama kolagen dan untuk menaikkan pH agar menjadi netral atau

mendekati netral. Freeze dry berguna untuk menghilangkan molekul air sehingga

didapatkan berat kolagen kering berkadar air mendekati 0% (Gambar 15)

Gambar 15. Kolagen kering kulit nila merah

Berat kolagen kering ini kemudian dibandingkan dengan berat kulit awal (500

gram) untuk didapatkan angka rendemen kolagen kering. Hasil penelitian menunjukkan

adanya penurunan rendemen dari ulangan 1, 2, dan 3 seiring dengan kadar air dan

garam yang terikat pada fase salting-out bersama asam asetat. Semakin tinggi kadar

garam yang terikat maka semakin besar bobot hilang selama proses dialisis, dan

semakin tinggi air yang terikat maka semakin tinggi bobot yang hilang selama proses

liofilisasi.

Tabel 5. Perbandingan rendemen kolagen kulit nila

ParameterNilai

Benget (2013) Putra (2010) Muyonga et al. (2004)

Rendemen 17,56-19,12% 2,94-4,70 11,57

Keterangan: Benget, 2013 (Nila merah); Putra, 2010 (Nila Hitam);3Muyonga et al., 2004 (Nila Perch)

Page 26: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

26

Hasil rendemen nila merah lebih tinggi bila dibandingkan kolagen yang

diekstrak dari ikan nila hitam berkisar 2,94-4,70% dan ikan nila perch 11,57%. Hal ini

menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 0,5 M asam asetat dapat menghasilkan

rendemen kolagen yang maksimal. Penggunaan konsentrasi asam asetat yang terlalu

tinggi dapat menurunkan rendemen. Rendemen kolagen nila merah yang dihasilkan

cukup tinggi kemungkinan disebabkan oleh suhu waktu ekstraksi. Hal ini didukung oleh

pernyataan Kolodziejska et al. (2000) yang melaporkan bahwa temperatur berkaitan erat

dengan produksi rendemen kolagen. Kelarutan kolagen akan semakin meningkat dengan

naiknya temperatur dan akan larut keseluruhan pada kisaran suhu 45oC. Faktor yang

mempengaruhi sifat fungsional kolagen yaitu spesies, umur dan periode hidup ikan,

tahapan preparasi sampel, serta konsentrasi NaCl yang digunakan pada proses ekstraksi

(Steven, 2012).

C. Organoleptis

1. Warna

Pengamatan warna menggunakan metode visual (kenampakan). Warna kolagen

(baik basah maupun kering) yang berhasil diisolasi mempunyai warna yang cerah

(ulangan 1, 2, dan 3). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara warna kolagen

ulangan 1, 2, dan 3. Menurut Sari (2008), salah satu sifat fisik gelatin adalah tidak

berwarna atau agak berwarna kuning dan transparan.

Warna kolagen yang dihasilkan sudah memenuhi standar mutu warna gelatin

sesuai SNI 06-3735-1995, yaitu tidak berwarna. Jika dibandingkan gelatin komersial

berwarna putih kekuningan, maka kolagen nila merah memperlihatkan warna putih susu

(Gambar 6). Kolagen yang berwarna putih mengindikasikan bahwa proses isolasi

kolagen sudah berlangsung optimal. Menurut Sari (2008), warna gelatin dipengaruhi

oleh bahan baku dan proses pembuatan/ekstraksi. Secara umum warna gelatin tidak

mempengaruhi sifat gelatin dan fungsinya dalam suatu produk, hanya berpengaruh pada

daya tarik produk (Sari, 2008).

2. Bau

Bau asam pada kolagen basah disebabkan penggunaan asam asetat saat isolasi.

Setelah koalgen basah diliofilisasi (freeze-dried) menjadi kolagen kering, hasilnya

mempunyai bau netra dan memenuhi standar SNI 06-3735-1995 dan standar gelatin

komersial, yaitu tidak berbau (netral).

Page 27: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

27

Ekstraksi Kulit NilaMerah dengan Asamasetat 0,5 M

Basah Kering

Ulangan 1

70,14% 19,12%

Ulangan 2

53,54% 18,39%

Ulangan 3

Gelatin Komersial

30,15% 17,56%

Gambar 16. Kolagen kulit ikan nila merah dan gelatin komersial

Page 28: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

28

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kulit ikan nila merah dapat diisolasi kolagennya secara optimal dengan

perendaman dalam larutan CH3COOH 0,5 M. Ekstraksi kolagen menggunakan

asam asetat 0,5 M yang dilanjutkan dengan purifikasi dan presipitasi dengan

NaCl yang diikuti dengan sentrifusi.

2. Rendemen kolagen hasil salting-out yang dihasilkan berkisar 30,15% - 70,14%.

3. Perendaman dengan asam asetat 0,5 M dan waktu ekstraksi selama 3 hari

menghasilkan jumlah rendemen kering yang tinggi yaitu 17,56-19,12%.

4. Analisi sifat fisik dari kolagen kulit ikan nila merah menunjukkan bahwa

kolagen nila merah memiliki sifat-sifat yang sama dengan standar gelatin SNI

06-3735-1995 dan gelatin komersial yaitu warna putih cerah dan berbau netral.

B. Saran

1. Berdasarkan hasil uji parameter fisik yang diperoleh, kolagen kulit nila merah

secara umum sudah memenuhi standar mutu SNI dan gelatin komersial, namun

perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap gugus fungsi kolagen, viskositas,

mikrobiologi kolagen, swelling (daya kembang), serta aplikasinya.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan enzim protease

seperti enzim papain dalam meningkatkan mutu kolagen.

Page 29: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

29

DAFTAR PUSTAKA

Naro Putra A. B., 2010. Isolasi dan Karakterisasi Kolagen Kulit Nila Hitam DenganMetode Asam. Laporan Akhir Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas GadjahMada. Skripsi.

Anonim, 2013. http://www.fsihdb.sinica.edu.tw/.../importpic.asp/id=ZA63 Diakses 25Mei 2013.

Badan Standardisasi Nasional 1995. Standar Nasional Indonesia. 06-3735-1995. Mutudan Cara Uji Gelatin.

Bucheim, J. 2013, A Quick Course in Ichtyology <http:www.marinebiology.org/fish.htm> Diakses 25 Mei 2013

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.Penerjemah Purnomo H. UI press. Jakarta.

Hadiwiyoto, S., 1993. Hasil-hasil Olahan susu, Ikan, Daging, dan Telur. Liberty.Yogyakarta.

Hart H., 1983. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam. Penerbit Erlangga.Jakarta.

Ilyas, S, dan Soeparno, 1985. Penelitian dan Pengembangan Limbah Perairan. PusatPenelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Junaidianto, T., 2009. Isolasi dan Karakterisasi Kolagen Kulit Kerapu Macan. FakultasPertanian Universitas Gadjah Mada, Skripsi.

Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011. Kelautan dan Perikanan dalam angka 2011.Jakarta: Pusat data statistik dan informasi sekretariat jenderal kementeriankelautan dan perikanan.

Kittiphattanabawon, P., S. Benjakul, , W. Visessaguan, T. Nagai, & M. Tanaka, 2005.Characterization of acid-soluble collagen from skin and bone of bigeye snapper(Priacanthus tayenus). Food chem. 89: 363 - 372.

Kolodziejska, I., A. Wojtasz-Pajak, G. Ogonowska, dan Z. E. Sikorski, 2000.Deacetylation of Chitin in a Two-stage Chemical and Enzymatic Process. Bul. SeaFisheries Inst., 2 (150): 15-24

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Mille, D.R.M. Passino, 1977. Ichthyology 2nd ed. JohnWiley and Sons. New York : 59-60.

Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia, Jilid I. Terjemahan Principle ofBiochemistry, oleh Maggy Thenawijaya. Erlangga, Jakarta.

Lehninger, A.L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid I. Thenawijaya M, penerjemah.Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: Fundamental of Biochemistry.

Lestari S., 2008. Kumpulan Rumus Kimia SMA. Penerbit: PT. Kawan Pustaka. Jakarta.Muyonga, J.H.,C.G.B Cole & K.G. Duodu, 2004. Characterization of Acid-Soluble

Collagen from Young and Adult Nile Perch (Lates niloticus). Food Chem. 85: 81-89.

Nagai, T. and N Suzuki. 1999. Isolation of collagen from fish waste material–skin, boneand fins. Food Chemistry (68): 277–281.

Nagai, T. and N Suzuki. 2000. Isolation of collagen from fish waste material-skin, bone,and fins. Food Chemistry (68): 277–281.

Nagai, T; E. K. Yamashita, Taniguchi, N. Kanamori, N. Suzuki, 2002. Isolation andcharacterisation of collagen from the outer skin waste material of cuttefish (Sepialycidas). Food Chemistry 72: 425-429.

Page 30: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

30

Pisuchpen S., 2007. Shelf life analysis of hot curry cubes. J Asian Food Agro Industry1: 43-50.

Rochdianto, A., 1991. Budidaya Ikan di Jaring Terapung. Penebar Swadaya. Jakarta.Rodwell, V. W. R. K. Murray dan F. W. Keeley, 1995. Protein Kontraktil dan

Struktural dalam Biokimia Harper. Edisi 22. Alih Bahasa oIleh Andry Hartono.Kedokteran EGC. Jakarta.

See, S. F., Hong, P. K., Ng, K. L., Wan Aida, W. M. and Babji, A. S. 2010.Physicochemical properties of gelatins extracted from skin of different freshwaterfish species. International Food Research Journal 17: 809-816.

Steven, 2012. Isolasi dan Karakterisasi Kolagen Larut Asam dari Kulit Ikan LeleDumbo (Clarias gariepinus). Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan danIlmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Susanto, H. 1987. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta.Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Jilid I. Bandung: Penerbit ITB.Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Jilid II. Bandung: Penerbit ITB.Tazwir. 2006. Riset optimasi pemanfaatan limbah perikanan tulang dan kulit ikan.

Laporan Teknis Penelitian pengolahan Produk, Balai Besar Riset PengolahanProduk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Widiarti, A., 2003. Peluang Ekspor Tilapia. http://www.forck.or.id Diakses 21 Maret2013.

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. P.T. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.

Page 31: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

31

Lampiran 1. Metode uji proksimat sampel kulit nila merah kering

1. Kadar Air (SNI 01-2354.1-2006)

(a). Kondisikan oven pada suhu yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil.

(b).Masukkan cawan kosong ke dalam desikator sekitar 30 menit sampai mencapai

suhu ruang dan timbang bobot kosong (A g).

(c). Timbang contoh yang telah dihaluskan sebanyak ± 2 g ke dalam cawan (B g).

(d).Masukkan cawan yang telah diisi dengan contoh ke dalam oven vakum pada suhu

95oC-100oC, dengan tekanan udara tidak lebih dari 100 mmHg selama 5 jam atau

masukkan ke dalam oven tidak vakum pada suhu 105oC selama 16-24 jam.

(e). Pindahkan cawan dengan menggunakan alat penjepit ke dalam desikator selama ±

30 menit kemudian ditimbang (C g).

(f). Lakukan pengujian minimal duplo (dua kali).

(g).Kadar air dihitung dengan rumus:

% Kadar Air =B − C

B − Ax 100%

dengan:A: adalah berat cawan kosong dinyatakan dalam g;B: adalah berat cawan + contoh awal, dinyatakan dalam g;C: adalah berat cawan + contoh kering, dinyatakan dalam g.

2. Kadar Abu (SNI 01-2354.1-2006)

(a). Masukkan cawan abu porselin kosong dalam tungku pengabuan. Suhu dinaikan

secara bertahap sampai mencapai suhu 550oC. Pertahankan pada suhu 550oC ±

5oC selama 1 malam.

(b). Turunkan suhu pengabuan menjadi sekitar 40oC, keluarka cawan abu porselin dan

dinginkan dalam desikator selam 30 menit kemudian timbang berat cawan abu

porselin kosong (A g).

(c). Kedalam cawan abu porselin masukan 2 g contoh yang telah dihomogenkan

kemudian masukkan ke dalam oven pada suhu 100oC selama 24 jam.

(d). Pindahkan cawan abu porselen ke tungku pengabuan dan naikkan temperatur

secara bertahap sampai suhu mencapai 550oC ± 5oC. Pertahankan selama 8

jam/semalam sampai diperoleh abu berwarna putih.

(e). Setelah selesai, tungku pengabuan diturunkan suhunya menjadi sekitar 40oC,

keluarkan cawan porselin dengan menggunakan penjepit dan masukkan ke dalam

Page 32: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

32

desikator selama 30 menit. Bila abu belum putih benar harus dilakukan pengabuan

kembali.

(f). Basahi abu (lembabkan) abu dengan aquades secara perlahan, keringkan pada hot

plate dan abukan kembali pada suhu 550oC sampai berat konstan.

(g). Turunkan suhu pengabuan menjadi ± 40oC lalu pindahkan cawan abu porselin

dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang beratnya (B g) segera

setelah dingin.

(h). Lakukan pengujian minimal duplo (dua kali).

(i). Kadar abu dihitung dengan rumus:

% Kadar Abu =B − A

Berat contoh (g)X 100%

dengan:A: adalah berat cawan porselin, dinyatakan dalam g.B: adalah berat cawan dengan abu, dinyatakan dalam g.

3. Kadar Lemak Total (SNI 01-2354.1-2006)

(a). Timbang labu alas bulat kosong.

(b). Timbang seksama 2 g homogenat contoh (B gr) masukan dalam selngsong lemak.

(c). Masukan berturut-turut 150 ml Chloroform ke dalam labu alas bulat, selongsong

lemak ke dalam extractor soxhlet, dan pasang rangkaian soxhlet dengan benar.

(d). Lakukan ekstraksi pada suhu 60oC selama 8 jam.

(e). Evaporasi campuran lemak dan chloroform dalam labu alas bulat sampai kering.

(f). Masukkan labu alas bulat yang berisi lemak ke dalam oven suhu 105oC selama ±

2 jam untuk menghilangkan sisa chloroform dan uap air.

(g). Dinginkan labu dan lemak di dalam desikator selama 30 menit.

(h). Timbang berat labu alas bulat yang berisi lemak (C g) sampai berat konstan.

(i). Kerjakan pengujian minimal duplo (dua kali).

(j). Kadar lemak total dihitung dengan rumus:

dengan:A: Berat labu alas bulat kosong (g)B: Berat contoh (g)C: Berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi (g)

Page 33: Ekstraksi Kolagen dari Kulit Nila Merah di BBP4BKP Jakarta

33

4. Kadar Protein (SNI 01-2354.1-2006)

(a). Masukkan contoh tulang sebanyak 0.02-0.05 gram kedalam labu Kjeldahl 100 ml.

(b). Tambah 2-3 gram katalis (1,2 gram Na2SO4 dan 1 gram CuSO4) serta2-3 ml

H2SO4 pekat.

(c). Destruksi hingga larutan menjadi jernih.

(d). Contoh tulang didinginkan kemudian didestilasi dan ditambah 35 ml aquades

serta10 ml NaOH 50%.

(e). Ditampung dalam erlenmeyer berisi 5 ml H3BO3 dan indikator metil merah dan

metil biru kemudian dititrasi dengan HCl 0.02N.

(f). Kadar protein dihitung dengan rumus:

Kadar Nitrogen (%) =

Protein Kasars (%) =