Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa...

23
Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian Aset Takberwujud Dipublikasikan tanggal: 10 September 2018 Masukan dan/atau tanggapan atas Ekspose Draf ini diharapkan selambatnya tanggal 10 Desember 2018 dapat diterima secara tertulis ke KPSPI – MAPPI melalui email: info- [email protected] atau dikirim langsung ke sekretariat MAPPI, 18 Office Park 3rd Floor Suit F, Jln. TB Simatupang Kav.18, Jakarta Selatan; Ph.: +622122783000, 22783111 Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia (KPSPI) Kantor Pusat MAPPI, 18 Office Park 3rd Floor Suit F, Jln. TB Simatupang Kav.18, Jakarta Selatan; Telepon: +622122783000, 22783111 Email: [email protected]; [email protected]; Website: http://www.mappi.or.id

Transcript of Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa...

Page 1: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320

(SPI 320) Penilaian Aset Takberwujud

Dipublikasikan tanggal: 10 September 2018

Masukan dan/atau tanggapan atas Ekspose Draf ini diharapkan selambatnya tanggal 10

Desember 2018 dapat diterima secara tertulis ke KPSPI – MAPPI melalui email: info-

[email protected] atau dikirim langsung ke sekretariat MAPPI, 18 Office Park 3rd Floor

Suit F, Jln. TB Simatupang Kav.18, Jakarta Selatan; Ph.: +622122783000, 22783111

Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI)

Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia (KPSPI) Kantor Pusat MAPPI, 18 Office Park 3rd Floor Suit F, Jln. TB Simatupang Kav.18, Jakarta

Selatan; Telepon: +622122783000, 22783111

Email: [email protected]; [email protected]; Website: http://www.mappi.or.id

Page 2: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 1

Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320)

Penilaian Aset Takberwujud

1.0 Pendahuluan

1.1 Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Standar Umum berlaku untuk penilaian Aset Takberwujud dan penilaian dengan komponen Aset Takberwujud. Standar ini mengandung persyaratan tambahan yang berlaku untuk penilaian Aset Takberwujud.

1.2 Standar Penilaian Indonesia (SPI) ini diadopsi agar penilaian Aset Takberwujud dilaksanakan oleh para penilai dengan lebih konsisten dan lebih berkualitas sehingga bermanfaat bagi pengguna jasa penilaian.

1.3 Penilaian Aset Takberwujud biasanya menggunakan Nilai Pasar sebagai dasar penilaian dengan menerapkan SPI 101, sedangkan untuk penerapan Dasar Penilaian selain Nilai Pasar harus diberikan penjelasan yang memadai sesuai dengan SPI 102.

1.4 Secara umum, untuk penilaian Aset Takberwujud menerapkan konsep, proses, dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan yang berbeda dan perlu penjelasan apabila digunakan. Beberapa definisi penting yang digunakan dalam penilaian Aset Takberwujud dan Goodwill dikemukakan dalam standar ini.

1.5 Penilai dan pengguna jasa penilaian hendaknya berhati-hati dalam membedakan antara nilai Aset Takberwujud secara individual dan kelompok aset yang dapat diidentifikasi dengan pertimbangan-pertimbangan untuk Bisnis yang Berjalan (Going Concern), termasuk memperhitungkan hak atas real properti dalam penilaiannya. Sebagai contoh adalah penilaian properti yang memiliki potensi perdagangan/bisnis atau dikenal sebagai Properti dengan Bisnis Khusus.

1.6 Lingkup pekerjaan harus mengindentifikasi semua aset pendukung dan mengkonfirmasi apakah aset pendukung tersebut termasuk dalam lingkup aset yang dinilai. Aset pendukung merupakan salah satu faktor yang digunakan dalam hubungannya dengan subjek aset untuk menghasilkan arus kas yang terkait dengan subjek aset. Jika Aset pendukung dikecualikan dari penilaian, maka diperlukan penjelasan apakah subjek Aset Takberwujud akan dinilai dengan asumsi bahwa aset pendukung tersedia untuk pembeli ataukah tidak, dimana subjek aset dinilai secara sendiri (stand alone).

2.0 Ruang Lingkup

2.1 Standar ini dimaksudkan untuk membantu dalam rangka penyusunan maupun penggunaan penilaian Aset Takberwujud.

2.2 Sebagai tambahan terhadap hal-hal yang umum terdapat pada standar lainnya dalam SPI, standar ini memuat pembahasan yang lebih luas mengenai

Page 3: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 2

penilaian Aset Takberwujud. Termasuk berbagai hal yang biasanya terkait dalam penilaian Aset Takberwujud dan dasar perbandingan dengan jenis-jenis penilaian lainnya, namun pembahasan ini tidak dianggap sebagai keharusan atau batasan kecuali dicantumkan dalam SPI.

2.3 Dikarenakan prinsip-prinsip penilaian yang bersifat mendasar lainnya, SPI juga diterapkan dalam penilaian Aset Takberwujud. Standar ini hendaknya dipahami dan diterapkan secara bersama-sama dengan bagian lain dari SPI.

3.0 Definisi

3.1 Aset Takberwujud adalah aset non-monetari yang mewujudkan diri melalui properti ekonominya. Aset Takberwujud tidak memiliki substansi fisik tetapi memberikan hak dan / atau manfaat ekonomi kepada pemiliknya.

3.2 Aset Takberwujud spesifik didefinisikan dan dijelaskan oleh karakteristik seperti kepemilikan, fungsi, posisi pasar dan citra/image. Karakteristik ini membedakan satu Aset Takberwujud dengan yang lainnya.

3.3 Terdapat banyak jenis Aset Takberwujud, namun Aset Takberwujud sering dianggap termasuk dalam satu atau lebih kategori berikut (atau goodwill):

a) Aset tak berwujud terkait dengan pemasaran:

Aset Takberwujud terkait dengan pemasaran digunakan terutama dalam pemasaran atau promosi produk atau jasa Contohnya termasuk merek dagang, nama dagang, desain dagang yang unik dan nama domain internet.

b) Aset tak berwujud terkait dengan pelanggan:

Aset Takberwujud yang terkait dengan pelanggan atau pemasok termasuk daftar pelanggan, pesanan yang belum terlayani (backlog), kontrak pelanggan, dan hubungan pelanggan baik yang bersifat kontraktual maupun non-kontraktual.

c) Aset tak berwujud terkait dengan seni:

Aset Takberwujud yang terkait dengan seni timbul dari hak atas manfaat yang dapat diperoleh dari karya-karya seni seperti drama, buku, film dan musik, dan dari perlindungan hak cipta non-kontraktual.

d) Aset tak berwujud terkait dengan kontrak:

Aset Takberwujud yang terkait dengan Kontrak mewakili nilai hak yang muncul dari perjanjian kontrak. Contohnya termasuk perjanjian lisensi dan royalti, kontrak jasa atau pasokan, perjanjian sewa, perizinan, hak siar, kontrak servis, kontrak kerja, perjanjian non kompetisi dan hak pengelolaan sumber daya alam.

e) Aset tak berwujud terkait dengan teknologi:

Aset Takberwujud yang terkait dengan teknologi timbul dari hak kontraktual atau non-kontraktual untuk menggunakan teknologi yang dipatenkan, teknologi yang tidak dipatenkan, basis data, rumus, desain, perangkat lunak, proses atau resep.

Page 4: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 3

3.4 Meskipun Aset Takberwujud serupa dalam kelas yang sama akan memiliki beberapa karakteristik yang sama satu dengan yang lainnya, aset tak berwujud juga akan memiliki karakteristik yang berbeda yang akan bervariasi sesuai dengan jenis aset tidak berwujud. Selain itu, aset tidak berwujud tertentu, seperti merek, dapat mewakili kombinasi dari beberapa kategori yang ada dalam butir 3.3.

3.5 Khususnya dalam menilai Aset Takberwujud, penilai harus memahami secara khusus apa yang perlu di nilai dan tujuan dari penilaian. Sebagai contoh, data pelanggan (nama, alamat, dll) biasanya memiliki nilai yang berbeda dari kontrak pelanggan (kontrak-kontrak yang berlaku pada tanggal penilaian) dan hubungan pelanggan (nilai dari pelanggan yang sedang berlangsung termasuk kontrak pelanggan yang akan datang). Aset Takberwujud mana yang perlu dinilai dan bagaimana Aset Takberwujud tersebut didefinisikan dapat berbeda tergantung pada tujuan penilaian, dan perbedaan dalam bagaimana Aset Takberwujud itu didefinisikan dapat menyebabkan perbedaan nilai yang signifikan.

3.6 Umumnya, goodwill adalah manfaat ekonomi di masa yang akan datang seiring dengan perkembangan bisnis, atau penggunaan sebuah kelompok aset yang belum diakui secara terpisah dalam aset lain. Nilai dari goodwill biasanya diukur sebagai jumlah sisa yang tersedia setelah nilai dari semua aset berwujud, Aset Takberwujud, dan aset keuangan yang dapat diidentifikasi, disesuaikan dengan jumlah liabilitas aktual atau potensial, telah dikurangkan dari nilai suatu bisnis. Goodwill sering merepresentasikan kelebihan harga yang dibayarkan dalam suatu akuisisi aktual atau hipotetis, di atas nilai dari aset dan liabilitas lain perusahaan yang telah teridentifikasi. Untuk beberapa tujuan, goodwill perlu dibagi lagi menjadi goodwill yang dapat dialihkan(yang dapat dialihkan kepada pihak ketiga) dan goodwill yang bersifat personal atau tidak dapat dipindahtangankan.

3.7 Karena jumlah goodwil tergantung pada jumlah aset berwujud dan Aset Takberwujud lainnya yang diakui, nilainya dapat berbeda ketika menghitung untuk tujuan yang berbeda. Misalnya, dalam kombinasi bisnis sesuai IFRS atau PSAK, aset tidak berwujud dapat dikatakan teridentifikasi jika:

a) Dapat dipisahkan, yaitu mampu dipisahkan atau dibagi dari entitas dan dijual, ditransfer, dilisensikan, di sewakan atau ditukarkan, baik secara individu atau bersama-sama dengan kontrak terkait, aset atau liabilitas yang dapat diidentifikasi, terlepas dari apakah entitas bermaksud untuk melakukannya, atau

b) Timbul dari hak kontraktual atau hak hukum lainnya, terlepas dari apakah hak-hak tersebut dapat dialihkan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak dan kewajiban lainnya.

3.8 Meskipun aspek dari goodwil bervariasi tergantung pada tujuan penilaian, goodwill sering memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

Page 5: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 4

a) sinergi spesifik dari perusahaan atas timbulnya kombinasi dari dua atau lebih bisnis (misalnya pengurangan biaya operasional, skala ekonomis, atau dinamika bauran produk),

b) Peluang untuk memperluas bisnis ke pasar yang baru dan berbeda,

c) Manfaat dari tenaga kerja yang terlatih (tetapi umumnya tidak termasuk kekayaan intelektual yang dikembangkan oleh anggota dari tenaga kerja tersebut),

d) Manfaat yang akan diperoleh dari aset di masa yang akan datang, seperti pelanggan baru dan tekonologi masa depan, dan

e) Nilai dari perusahaan yang sudah berjalan dan memiliki kelangsungan usaha.

3.9 Penilai dapat melakukan penilaian langsung atas Aset Takberwujud di mana nilai dari aset tak berwujud adalah tujuan dari kajian atau salah satu bagian dari kajian. Bagaimanapun, ketika menilai bisnis, kepentingan bisnis, real properti, mesin dan peralatan, penilai harus mempertimbangkan apakah terdapat Aset Takberwujud yang terkait dengan aset tersebut dan apakah aset tak berwujud tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, memberikan dampak kepada aset yang sedang dinilai. Sebagai contoh, ketika menilai hotel dengan pendekatan pendapatan, kontribusi terhadap nilai dari merek hotel mungkin telah tercemin dalam laba yang dihasilkan oleh hotel tersebut.

3.10 Penilaian Aset Takberwujud dilakukan untuk berbagai tujuan. Penilai bertanggung jawab untuk memahami tujuan penilaian dan apakah Aset Takberwujud harus di nilai secara terpisah atau dikelompokkan dengan aset lainnya. Berikut adalah sejumlah contoh keadaan yang umum dimana terdapat komponen penilaian Aset Takberwujud:

a) Untuk tujuan pelaporan keuangan, penilaian Aset Takberwujud sering dihubungkan dengan akuntansi untuk kombinasi bisnis, akuisisi dan penjualan aset, dan analisis penurunan nilai.

b) Untuk tujuan pelaporan pajak, penilaian aset tak berwujud umumnya dibutuhkan untuk analisis transfer pricing, perencanaan dan pelaporan pajak untuk pemberian warisan dan hibah, serta analisis dan pelaporan pajak ad valorem.

c) Aset Takberwujud dapat menjadi subjek litigasi yang membutuhkan analisis penilaian dalam keadaan seperti sengketa pemegang saham, perhitungan kerugian dan perceraian (pembagian harta gono gini).

d) Perundang-undangan lain atau kasus hukum yang memerlukan penilaian dari Aset Takberwujud seperti pembelian wajib/pemberian ganti rugi atas pembelian yang dilakukan oleh pemerintah untuk tujuan kepentingan umum.

e) Penilai sering diminta untuk menilai Aset Takberwujud sebagai bagian dari konsultasi umum, jaminan pinjaman dan penugasan transaksi pendukung.

Page 6: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 5

3.11 Harga Beli adalah biaya akuisisi yang tidak termasuk biaya yang dikeluarkan pihak pengakuisisi dalam rangka kombinasi bisnis, seperti biaya makelar, advis, hukum, akuntansi, penilaian dan lainnya.

3.12 Alokasi Harga Beli (Purchase Price Allocation) adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak pengakuisisi untuk mengalokasikan Harga Beli pada aset dan liabilitas pihak yang diakuisisi berdasarkan Nilai Pasar aset dan liabilitas tersebut pada tanggal akuisisi.

3.13 Penurunan Aset (Assets Impairment) adalah penurunan nilai aset karena nilai tercatat aset (carrying amount) melebihi nilai yang akan dipulihkan (recoverable amount) melalui penggunaan atau penjualan aset.

3.14 Kombinasi Bisnis (Business Combination) adalah suatu transaksi atau peristiwa lain dimana pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas satu atau lebih bisnis.

3.15 Masa Manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan tersedia untuk digunakan oleh entitas atau jumlah produksi atau unit yang sejenis yang diharapkan untuk diperoleh dari Aset Takberwujud oleh entitas.

3.16 Sisa Masa Manfaat (Remaining Useful Life) adalah periode dimana Aset Takberwujud masih diharapkan untuk digunakan atau masih memberikan manfaat kepada perusahaan yang dihitung dari tanggal penilaian sampai dengan berakhirnya masa manfaat Aset Takberwujud bagi perusahaan.

3.17 Informasi Keuangan Prospektif (Prospective Financial Information/PFI) adalah informasi keuangan yang didasarkan atas asumsi-asumsi mengenai peristiwa yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang dan tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh entitas.

3.18 Proyeksi (Projection) adalah Informasi Keuangan Prospektif yang dibuat atas dasar:

a) Asumsi-asumsi mengenai peristiwa yang akan datang yang belum tentu terjadi dan tindakan manajemen yang akan diambil seperti perubahan-perubahan besar dalam kegiatan operasional; dan

b) Gabungan antara estimasi terbaik dan asumsi-asumsi.

3.19 Goodwill adalah aset yang merepresentasikan manfaat ekonomi masa depan yang berasal dari aset lainnya yang diakuisisi dalam rangka Kombinasi Bisnis yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah.

3.20 Biaya Pengganti Baru (New Replacement Cost) adalah estimasi biaya untuk membuat suatu Aset Takberwujud, yang setara dengan Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian berdasarkan harga pasaran setempat pada Tanggal Penilaian.

3.21 Biaya Reproduksi Baru (New Reproduction Cost) adalah estimasi biaya untuk mereproduksi suatu Aset Takberwujud yang sama atau identik dengan Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian, berdasarkan harga pasaran setempat pada Tanggal Penilaian.

Page 7: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 6

4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi

4.1 Penilaian Aset Takberwujud biasa digunakan sebagai dasar pembuatan alokasi nilai untuk berbagai aset untuk membantu dalam penyusunan kembali laporan keuangan. Dalam konteks ini, Penilai Aset Takberwujud merefleksikan Nilai Pasar atas semua komponen dalam neraca bisnis agar sesuai dengan Standar Akuntansi, sesuai dengan kesepakatan yang menggambarkan pengaruh perubahan harga.

4.2 PSAK 19 tentang Aset Takberwujud merumuskan perlakuan akuntansi bagi Aset Takberwujud, membahas kriteria yang harus dipenuhi Aset Takberwujud untuk dapat diakui sebagai aset, menentukan jumlah tercatat dari Aset Takberwujud, dan mengemukakan persyaratan pengungkapan untuk Aset Takberwujud.

4.3 Pencatatan Aset takberwujud harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Dapat diidentifikasi, sebagaimana dijelaskan dalam butir 3.7.

b) Memiliki manfaat ekonomi di masa yang akan datang, baik merupakan pendapatan dari penjualan barang atau jasa, penghematan biaya atau manaat lain yang berasal dari penggunaan aset oleh entitas.

c) Adanya pengendalian atas sumber daya, dimana entitas memiliki kemampuan untuk memperoleh manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari Aset Takberwujud dan dapat membatasi akses pihak lain dalam memperoleh manfaat ekonomi tersebut dalam

d) Jika salah satu persyaratan tersebut di atas tidak terpenuhi, maka pengeluaran untuk memperoleh atau menciptakan aset tersebut (secara internal) diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Namun jika unsur tersebut diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis, maka unsur tersebut diperlakukan sebagai bagian dari goodwill pada tanggal akuisisi (lihat paragraph 3.6).

e) PSAK 22 tentang Kombinasi Bisnis merumuskan perlakuan akuntansi bagi pengakuan dan pengukuran aset teridentifikasi yang diperoleh, liabilitas yang diambil alih , kepentinga non pengendali dari pihak yang diakuisisi, serta mengakui dan mengukur goodwill yang diperoleh atau keuntungan dari pembelian dengan diskon dalam suat kombinasi bisnis

Page 8: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 7

5.0 Penerapan Teknis

Dasar Nilai

5.1 Sesuai dengan SPI 101 dan SPI 102 tentang Dasar Nilai, penilai harus memilih basis nilai yang sesuai ketika melakukan penilaian atas Aset Takberwujud.

Pendekatan dan Metode Penilaian

5.2 Tiga pendekatan penilaian yang dijelaskan dalam SPI 106 Pendekatan dan Metode Penilaian, semuanya dapat diaplikasikan pada penilaian Aset Takberwujud.

5.3 Ketika memilih pendekatan dan metode, selain mengikuti standar ini, Penilai harus mengikuti persyaratan dalam SPI 106 Pendekatan dan Metode Penilaian, termasuk butir 5.3.

Pendekatan Pasar

5.4 Pada pendekatan pasar, nilai dari Aset Takberwujud ditentukan dari referensi kepada aktivitas pasar (misalnya, transaksi yang melibatkan aset yang sama atau serupa).

5.5 Transaksi yang melibatkan Aset Takberwujud sering juga melibatkan aset lainnya seperti misalnya suatu kombinasi bisnis yang mencakup Aset Takberwujud.

5.6 Penilai harus mematuhi butir 6.1.b) dan 6.1.c) dari SPI 106 ketika menentukan apakah akan menerapkan pendekatan pasar untuk menilai Aset Takberwujud. Sebagai tambahan, penilai hanya dapat menerapkan pendekatan pasar untuk menilai Aset Takberwujud jika kedua kriteria berikut dapat dipenuhi:

a) Tersedia informasi dari transaksi wajar antara pihak yang tidak berelasi (arms length) yang melibatkan Aset Takberwujud yang sama atau memiliki kesamaan pada tanggal penilaian atau waktu yang berdekatan dengan tanggal penilaian.

b) Tersedia cukup informasi yang memungkinkan penilai untuk menyesuaikan semua perbedaan yang signifikan antara Aset Takberwujud yang dinilai dengan data transaksi yang tersedia.

5.7 Aset Takberwujud memiliki sifat yang heterogen dan jarang ditransaksikan secara terpisah dari aset lain, sehingga sangat jarang untuk menemukan bukti transaksi yang melibatkan aset sejenis. Jika tersedia bukti di pasar, biasanya terkait dengan aset serupa namun tidak identik.

5.8 Jika terdapat bukti harga atau pengali nilai (valution multiples), Penilai harus melakukan penyesuaian yang mencerminkan perbedaan antara aset yang dinilai dengan data transaksi. Penyesuaian ini diperlukan untuk mencerminkan perbedaan karakteristik dari Aset Takberwujud yang dinilai dengan data transaksi aset pembanding. Penyesuaian tersebut mungkin hanya dapat dilakukan secara kualitatif dan tidak secara kuantitatif. Namun, adanya kebutuhan untuk dilakukan penyesuaian yang signifikan secara kualitatif dapat mengindikasikan bahwa pendekatan lain akan lebih tepat untuk diaplikasikan.

Page 9: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 8

5.9 Konsisten dengan hal diatas, contoh Aset Takberwujud yang dinilai menggunakan pendekatan pasar, diantaranya:

a) Spektrum frekuensi penyiaran

b) Nama domain dari internet, dan

c) Izin operasi Taxi

5.10 Metode perbandingan data pasar pada umumnya merupakan satu-satunya metode pendekatan pasar yang dapat diaplikasikan pada Aset Takberwujud.

5.11 Dalam keadaan tertentu, surat berharga yang serupa dengan Aset Takberwujud yang dinilai dapat diperdagangkan kepada publik secara terbuka, sehingga memungkinkan menggunakan metode pembanding perdagangan terbuka. Salah satu contoh dari surat berharga tersebut adalah contingent value rights (CVR) yang dikaitkan dengan kinerja suatu produk atau teknologi tertentu.

Pendekatan Pendapatan

5.12 Berdasarkan Pendekatan Pendapatan, nilai dari suatu Aset Takberwujud ditentukan oleh nilai kini dari pendapatan, arus kas atau penghematan biaya yang dapat diatribusikan pada Aset Takberwujud sepanjang umur ekonomisnya.

5.13 Penilai harus mematuhi butir 6.3.b) dan 6.3.c) dalam SPI 106 - Pendekatan dan Metode Penilaian, ketika menentukan apakah akan menggunakan Pendekatan Pendapatan untuk penilaian Aset Takberwujud.

5.14 Pendapatan yang terkait dengan Aset Takberwujud sering kali termasuk dalam harga yang dibayarkan untuk barang atau jasa. Sulit untuk memisahkan pendapatan yang terkait dengan suatu Aset Takberwujud dengan pendapatan dari aset berwujud atau takberwujud lainnya. Banyak dari metode Pendekatan Pendapatan yang dirancang untuk memisahkan manfaat ekonomi yang terkait dengan Aset Takberwujud yang dinilai.

5.15 Metode penilaian dengan Pendekatan Pendapatan adalah yang paling umum digunakan untuk penilaian Aset Takberwujud dan seringkali digunakan untuk menilai Aset Takberwujud, termasuk sebagai berikut:

a) Teknologi

b) Aset Takberwujud yang berkaitan dengan pelanggan (misalnya: backlog, kontrak, dan hubungan pelanggan),

c) Merek dagang/logo dagang/merek,

d) Izin operasi (misalnya, perjanjian waralaba, lisensi game, spektrum frekuensi siaran), dan

e) Perjanjian non kompetisi

Page 10: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 9

Metode dalam Pendekatan Pendapatan

5.16 Terdapat banyak metode Pendekatan Pendapatan. Metode berikut dibahas secara lebih rinci dalam standar ini:

a) Metode kelebihan pendapatan (excess earning method);

b) Metode penghematan royalti (relief-from royalty metod);

c) Metode laba premium atau metode with-and-without;

d) Metode greenfield, dan

e) Metode distributor.

Metode Kelebihan Pendapatan

5.17 Metode kelebihan pendapatan mengestimasi Aset Takberwujud sebagai nilai kini dari arus kas yang dapat diatribusikan kepada Aset Takberwujud yang dinilai setelah mengeluarkan proprosi arus kas yang diatribusikan kepada aset pendukung lain yang diperlukan untuk menghasilkan arus kas (“contributory assets”). Metode ini sering digunakan untuk melakukan penilaian yang diperlukan bagi pengakuisisi untuk mengalokasikan total harga yang dibayarkan untuk bisnis di antara aset berwujud, Aset Takberwujud yang dapat diidentifikasi dan goodwill.

5.18 Aset pendukukung (contributory assets) adalah aset yang digunakan bersama dengan Aset Takberwujud yang dinilai dalam merealisasikan arus kas prospektif yang berkaitan dengan Aset Takberwujud yang dinilai. Aset yang tidak berkontribusi terhadap arus kas prospektif terkait dengan Aset Takberwujud yang dinilai bukanlah Aset Pendukung.

5.19 Metode kelebihan pendapatan dapat digunakan untuk beberapa periode dari arus kas yang diproyeksikan (“multi-period excess earnings method” atau “MEEM”), satu periode arus kas yang diproyeksikan (“single-period excess earnings method”) atau dengan mengkapitalisasi satu periode dari proyeksi arus kas (“capitalised excess earnings method” atau “formula method”).

5.20 Metode kelebihan pendapatan yang dikapitalisasi umumnya hanya sesuai jika Aset Takberwujud beroperasi dengan tingkat pertumbuhan (positif/negatif) yang stabil, margin laba yang konstan dan tingkat/beban aset pendukung yang konsisten.

5.21 Karena sebagian besar Aset Takberwujud memiliki umur ekonomis yang lebih dari satu periode, dan biasanya mengikuti pola pertumbuhan (positif/negatif) yang non-linier dan mungkin memerlukan tingkat aset pendukung yang berbeda dari waktu ke waktu, MPPEM adalah metode kelebihan pendapatan yang paling sering digunakan karena paling fleksibel dan memungkinkan Penilai untuk memproyeksikan perubahan input secara eksplisit.

5.22 Baik untuk penerapan periode tunggal, beberapa periode atau kapitalisasi, langkah-langkah utama dalam menerapkan metode kelebihan pendapatan adalah untuk:

a) memperkirakan jumlah dan waktu dari pendapatan masa depan yang dihasilkan oleh Aset Takberwujud yang dinilai dan aset pendukung terkait,

Page 11: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 10

b) memperkirakan jumlah dan waktu dari biaya yang diperlukan untuk menghasilkan pendapatan dari Aset Takberwujud yang dinilai dan aset pendukung terkait,

c) melakukan penyesuaian untuk mengeluarkan biaya yang terkait dengan penciptaan Aset Takberwujud baru yang tidak diperlukan untuk menghasilkan pendapatan dan biaya yang diproyeksikan. Margin keuntungan dalam metode kelebihan pendapatan mungkin lebih tinggi daripada margin keuntungan untuk keseluruhan bisnis karena metode kelebihan pendapatan mengecualikan investasi dalam Aset Takberwujud baru tertentu. Sebagai contoh:

1. biaya penelitian dan pengembangan yang terkait dengan pengembangan teknologi baru tidak akan diperlukan ketika hanya menilai teknologi yang ada, dan

2. biaya pemasaran yang terkait untuk mendapatkan pelanggan baru tidak akan diperlukan ketika menilai Aset Takberwujud yang berhubungan dengan pelanggan yang sudah ada.

d) mengidentifikasi aset pendukung yang diperlukan untuk mencapai pendapatan dan biaya yang diperkirakan. Aset pendukung, sering termasuk modal kerja, aset tetap, tenaga kerja yang terlatih dan Aset Takberwujud yang teridentifikasi selain dari Aset Takberwujud yang dinilai,

e) menentukan tingkat pengembalian yang sesuai untuk setiap aset pendukung, berdasarkan tingkat risiko dari aset tersebut. Sebagai contoh, aset berisiko rendah seperti modal kerja biasanya akan memiliki pengembalian yang diminta yang relatif lebih rendah. Kontribusi Aset Takberwujud dan mesin serta peralatan yang sangat khusus sering membutuhkan tingkat pengembalian yang relatif lebih tinggi,

f) dalam setiap periode proyeksi, kurangkan jumlah pengembalian yang diminta untuk aset pendukung, dari proyeksi laba untuk mendapatkan kelebihan pendapatan yang dapat diatribusikan hanya kepada Aset Takberwujud yang dinilai,

g) menentukan tingkat diskonto yang sesuai untuk Aset Takberwujud yang dinilai dan menghitung nilai kini atau mengkapitalisasi kelebihan pendapatan, dan

h) jika sesuai untuk tujuan penilaian (lihat butir 5.67 – 5.70), hitung dan dapat ditambahkan manfaat amortisasi pajak (TAB) untuk Aset Takberwujud yang dinilai (sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku).

5.23 Beban untuk aset pendukung/contributory assets charges (CAC) harus dihitung untuk semua aset berwujud, takberwujud dan finansial pada saat ini dan masa depan yang berkontribusi pada pembentukan arus kas, dan jika terdapat aset pendukung yang digunakan oleh lebih dari satu lini bisnis, CAC-nya harus dialokasikan ke berbagai lini bisnis yang terkait.

5.24 Penentuan apakah CAC diperlukan untuk elemen goodwill harus didasarkan pada penilaian atas fakta yang relevan serta situasi dan kondisi, dan Penilai

Page 12: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 11

tidak boleh secara mekanis menerapkan CAC atau penyesuaian alternatif untuk elemen goodwill jika pembebanan tersebut tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Tenaga kerja yang terlatih, karena dapat dikuantifikasi, biasanya merupakan satu-satunya elemen dari goodwill yang harus dimasukkan sebagai CAC. Dengan demikian, Penilai harus memastikan mereka memiliki dasar yang kuat untuk menerapkan CAC untuk setiap elemen dari goodwill selain tenaga kerja yang terlatih.

5.25 CAC umumnya dihitung dengan dasar setelah pajak sebagai tingkat pengembalian (return on) yang wajar atas nilai dari aset pendukung, dan dalam beberapa kasus tingkat pengembalian (return of) dari aset pendukung juga diperhitungkan. Tingkat pengembalian yang tepat untuk aset pendukung adalah tingkat balikan investasi (return on) yang diharapkan oleh pelaku pasar tipikal atas aset sejenis. Tingkat pengembalian (return of) dari aset pendukung adalah suatu pengembalian atas investasi awal yang telah dikeluarkan atas aset. Seharusnya tidak ada perbedaan nilai terlepas dari apakah CAC dihitung dengan dasar sebelum atau setelah pajak.

5.26 Jika aset pendukung bukan merupakan aset yang bersifat mengalami penurunan nilai (wasting asset), seperti halnya modal kerja, yang perlu dihitung hanyalah tingkat pengembalian (return on) yang wajar atas aset.

5.27 Untuk kontribusi Aset Takberwujud yang dinilai dengan metode penghematan royalti, CAC harus sama dengan tingkat royalti (umumnya disesuaikan dengan tingkat royalti setelah pajak).

5.28 Metode kelebihan pendapatan harus diterapkan hanya pada satu Aset Takberwujud tunggal untuk setiap aliran pendapatan dan laba (umumnya yang merupakan Aset Takberwujud utama atau paling penting). Misalnya, dalam menilai Aset Takberwujud dari perusahaan yang menggunakan teknologi dan nama dagang dalam menghasilkan produk atau jasa (dimana pendapatan yang terkait dengan teknologi dan merek dagang adalah sama), metode kelebihan pendapatan seharusnya hanya digunakan untuk menilai salah satu Aset Takberwujud dan metode alternatif harus digunakan untuk aset lainnya. Namun, jika perusahaan memiliki beberapa lini produk, dimana masing-masing menggunakan teknologi yang berbeda dan masing-masing menghasilkan pendapatan dan laba yang berbeda, metode kelebihan pendapatan dapat diterapkan dalam melakukan penilaian atas berbagai teknologi yang berbeda.

Metode Penghematan Royalti

5.29 Berdasarkan metode pengehematan royalti, nilai Aset Takberwujud ditentukan dengan mengacu pada nilai pembayaran royalti hipotetis yang dapat dihemat melalui kepemilikan aset, dibandingkan dengan membayar lisensi atas Aset Takberwujud kepada pihak ketiga. Secara konseptual, metode ini juga dapat dilihat sebagai metode arus kas yang didiskon yang diterapkan pada arus kas yang dapat diterima oleh pemilik Aset Takberwujud melalui pemberian lisensi Aset Takberwujud kepada pihak ketiga.

5.30 Langkah utama dalam mengaplikasikan metoda penghematan royalti adalah:

a) mengembangkan proyeksi yang terkait dengan Aset Takberwujud yang dinilai sepanjang masa manfaat Aset Takberwujud. Tolok ukur yang

Page 13: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 12

paling umum diproyeksikan adalah pendapatan, karena sebagian besar royalti dibayarkan sebagai persentase dari pendapatan. Namun, ukuran lain seperti royalti per unit mungkin sesuai dalam kondisi penilaian tertentu,

b) mengestimasi tingkat royalti untuk Aset Takberwujud yang dinilai. Dua metode dapat digunakan untuk mengestimasi tingkat royalti hipotetis. Yang pertama didasarkan pada tingkat royalti pasar untuk transaksi yang sebanding atau serupa. Prasyarat untuk metode ini adalah keberadaan Aset Takberwujud yang sebanding yang dilisensikan dengan rutin secara arm’s length. Metode kedua didasarkan pada pembagian laba (profit split) yang secara hipotetis akan dibayarkan dalam transaksi yang wajar secara sukarela oleh pemegang lisensi kepada penerima lisensi untuk memperoleh hak menggunakan Aset Takberwujud yang dinilai,

c) Mengaplikasikan tingkat royalti yang dipilih ke dalam proyeksi untuk menghitung pembayaran royalti yang dapat dihemat dengan memiliki Aset Takberwujud,

d) memperkirakan biaya tambahan yang menjadi tanggung jawab penerima lisensi dari aset yang dinilai. Ini dapat mencakup pembayaran di muka yang disyaratkan oleh beberapa pemberi lisensi. Tingkat royalti harus dianalisis untuk menentukan apakah biaya-biaya seperti pemeliharaan, pemasaran, dan iklan diasumsikan menjadi tanggung jawab pemberi lisensi atau penerima lisensi. Tingkat royalti "gross" akan mempertimbangkan semua tanggung jawab dan biaya yang terkait dengan kepemilikan aset yang dilisensikan berada di pihak pemberi lisensi, sementara royalti yang "net" akan mempertimbangkan beberapa atau semua tanggung jawab dan biaya yang terkait dengan aset yang dilisensikan untuk berada di pihak penerima lisensi. Tergantung pada apakah tingkat royalti adalah "gross" atau "net", penilaian harus mengecualikan atau memasukkan biaya-biaya seperti pemeliharaan, pemasaran atau biaya iklan yang terkait dengan aset hipotetis yang dilisensikan.

e) Jika biaya hipotetis dan pembayaran royalti dapat mengurangi pajak, akan lebih tepat untuk mengaplikasikan tarif pajak yang sesuai untuk menentukan jumlah penghematan setelah pajak yang terkait dengan kepemilikan atas Aset Takberwujud. Namun, untuk tujuan tertentu (seperti transfer pricing), umumnya dampak pajak tidak dipertimbangkan ke dalam penilaian dan langkah ini harus diabaikan,

f) menentukan tingkat diskonto yang sesuai untuk Aset Takberwujud yang dinilai, dan nilai kini atau mengkapitalisasi jumlah penghematan yang berkaitan dengan kepemilikan atas Aset Takberwujud, dan

g) jika sesuai untuk tujuan penilaian (lihat 5.67 – 5.70), hitung dan tambahkan TAB untuk Aset Takberwujud yang dinilai.

5.31 Walaupun menggunakan tingkat royalti berdasarkan transaksi pasar atau metode pembagian laba/profit split (atau keduanya), pemilihannya harus mempertimbangkan karakteristik dari Aset Takberwujud dan lingkungan dimana Aset Takberwujud tersebut digunakan. Pertimbangan karakteristik

Page 14: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 13

tersebut membentuk dasar untuk pemilihan tingkat royalti dalam rentang transaksi yang diamati dan/atau kisaran laba yang dapat diperoleh aset takberwujud yang dinilai jika menggunakan metode profit split. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

a) Lingkungan persaingan: pangsa pasar untuk Aset Takberwujud, ketersediaan alternatif yang realistis, jumlah pesaing, adanya hambatan untuk masuk (barrier to entry), dan ada atau tidak adanya biaya untuk pindah (switching cost).

b) Pentingnya Aset Takberwujud yang dinilai bagi pemilik: Apakah aset yang dinilai merupakan faktor pembeda utama dengan para pesaing, pentingnya peran dari aset yang dinilai dalam strategi pemasaran sang pemilik, peran relatifnya dibandingkan dengan aset berwujud dan takberwujud lainnya, dan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pemilik untuk menghasilkan, memelihara, dan meningkatkan Aset Takberwujud yang dinilai.

c) Siklus hidup dari Aset Takberwujud: harapan umur ekonomis dari aset dan risiko dimana Aset Takberwujud yang dinilai dapat menjadi usang.

5.32 Ketika menentukan tingkat royalti, Penilai juga harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a) ketika melakukan perjanjian lisensi pihak yang melakukan transaksi akan bersedia membayar tingkat royalti tergantung pada tingkat laba dan kontribusi relatif dari Aset Takberwujud tersebut terhadap laba. Sebagai contoh: suatu usaha manufaktur untuk produk konsumsi tidak akan membayar lisensi untuk suatu merek dagang pada tingkat royalti dimana usaha manufaktur tersebut akan mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari menjual produk bermerek dibandingkan dengan menjual produk generik.

b) ketika mempertimbangkan suatu data transaksi royalti, penilai harus memahami hak khusus yang diberikan kepada penerima lisensi dan batasan-batasannya. Sebagai contoh: perjanjian royalti dapat termasuk pembatasan yang signifikan terhadap penggunaan Aset Takberwujud yang dilisensikan seperti pembatasan produk pada wilayah geografis tertentu. Selain itu, Penilai harus memahami bagaimana struktur dari pembayaran atas perjanjian lisensi, termasuk apakah terdapat pembayaran di muka, pembayaran atas suatu target pencapaian tertentu, atau hak opsi untuk menjual/membeli properti yang dlisensikan secara langsung.

Metode Laba Premium

5.33 Metode laba premium mengindikasikan nilai dari Aset Takberwujud dengan cara membandingkan dua skenario: pertama, di mana bisnis berjalan dengan Aset Takberwujud dan kedua, dimana bisnis berjalan tanpa menggunakan Aset Takberwujud (tetapi semua faktor lainnya tetap konstan).

5.34 Perbandingan antara dua skenario tersebut dapat dilakukan dengan dua cara:

Page 15: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 14

a) menghitung nilai bisnis dari setiap skenario dimana perbedaan dari nilai bisnis adalah nilai dari Aset Takberwujud yang dinilai, dan

b) menghitung untuk setiap periode yang akan datang, perbedaan keuntungan antara kedua skenario. Nilai kini dari jumlah tersebut kemudian digunakan untuk mendapatkan nilai dari Aset Takberwujud yang dinilai.

5.35 Secara teori, setiap metode harus menghasilkan nilai dari Aset Takberwujud yang sama, sepanjang Penilai tidak hanya mempertimbangkan pengaruh dari laba entitas namun juga faktor tambahan lain seperti perbedaan dalam kebutuhan modal kerja dan belanja modal antara kedua skenario.

5.36 Metode laba premium sering digunakan dalam penilaian perjanjian non kompetisi (non competing agreement) tetapi pada kondisi tertentu mungkin saja tepat diaplikasikan untuk penilaian Aset Takberwujud lainnya.

5.37 Langkah utama dalam menerapkan metode laba premium adalah:

a) mempersiapkan proyeksi pendapatan, biaya, belanja modal dan modal kerja yang dibutuhkan untuk bisnis dengan mengasumsikan menggunakan seluruh aset, termasuk Aset Takberwujud yang dinilai. Ini adalah skenario arus kas untuk skenario “with” atau skenario dengan menggunakan aset Aset Takberwujud yang dinilai.

b) menggunakan tingkat diskonto yang sesuai untuk menentukan nilai sekarang dari arus kas yang akan datang pada skenario “with”, dan/atau menghitung nilai bisnis pada skenario “with”,

c) mempersiapkan proyeksi, pendapatan, biaya, belanja modal dan modal kerja yang dibutuhkan untuk bisnis dengan mengasumsikan menggunakan seluruh aset, kecuali Aset Takberwujud yang dinilai. Ini adalah skenario arus kas pada skenario “without” atau skenario tanpa menggunakan Aset Takberwujud yang dinilai,

d) menggunakan tingkat diskonto yang sesuai untuk bisnis, nilai sekarang dari arus kas yang akan datang pada skenario “without” dan/atau menghitung nilai bisnis dalam skenario “without”,

e) mengurangkan nilai sekarang dari arus kas atau nilai bisnis pada skenario “without” dari nilai sekarang arus kas atau nilai bisnis dengan skenario “with”, dan

f) jika sesuai untuk tujuan penilaian (lihat butir 5.67 – 5.70), hitung dan tambahkan TAB untuk subjek Aset Takberwujud.

5.38 Sebagai langkah tambahan, perbedaan antara kedua skenario bisa saja perlu ditambahkan pembobotan probabilitas. Misalnya: ketika menilai suatu perjanjian non kompetisi, individu atau subjek bisnis yang melakukan perjanjian dapat saja memilih untuk tidak melakukan persaingan, walaupun tanpa adanya perjanjian tersebut.

5.39 Perbedaan nilai antara kedua skenario harus tercermin sepenuhnya dalam proyeksi arus kas daripada dengan menggunakan tingkat diskonto yang berbeda untuk kedua skenario.

Page 16: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 15

Metode Greenfield

5.40 Pada metode greenfield, nilai Aset Takberwujud ditentukan menggunakan proyeksi arus kas dengan asumsi satu-satunya aset yang dimiliki bisnis pada tanggal penilaian adalah Aset Takberwujud yang dinilai. Semua aset berwujud dan Aset Takberwujud lainnya harus dibeli, dibangun atau disewa.

5.41 Metode greenfield secara konseptual menyerupai metode kelebihan pendapatan. Namun, daripada mengurangkan beban biaya untuk aset pendukung dari arus kas untuk mencerminkan kontribusi dari aset pendukung yang digunakan, metode greenfield mengasumsikan bahwa pemilik dari aset yang dinilai dapat membangun, membeli, atau menyewa aset-aset pendukung tersebut. Ketika membangun atau membeli aset pendukung, lebih tepat untuk menggunakan biaya dari aset pengganti (replacement asset) yang memiliki tingkat utilitas yang setara dibandingkan dengan menggunakan biaya reproduksi.

5.42 Metode greenfield sering digunakan untuk mengestimasi nilai Aset Takberwujud yang bersifat perizinan seperti perjanjian waralaba dan spektrum frekuensi penyiaran.

5.43 Langkah utama dalam menerapkan metode greenfield adalah:

a) Mempersiapkan proyeksi pendapatan, biaya, belanja modal dan modal kerja yang dibutuhkan untuk bisnis dengan mengasumsikan Aset Takberwujud yang dinilai adalah satu-satunya aset yang dimiliki oleh bisnis pada saat tanggal penilaian, termasuk periode waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan secara signifikan (ramp up) skala bisnis ke tingkat yang lebih stabil.

b) Memperkirakan waktu dan jumlah pengeluaran yang berkaitan dengan pembelian, pembuatan, atau penyewaan dari aset lain yang diperlukan untuk mengoperasikan bisnis yang dinilai,

c) Menggunakan tingkat diskonto yang sesuai untuk bisnis yang dinilai, menentukan nilai kini dari arus kas yang akan datang untuk menentukan nilai bisnis, dimana satu-satunya aset yang telah tersedia hanyalah Aset Takberwujud yang dinilai.

d) Jika sesuai dengan tujuan penilian (lihat pargaraf 5.67-5.70), hitung dan tambahkan TAB untuk Aset Takberwujud yang dinilai.

Metode Distributor

5.44 Metode distributor, terkadang disebut sebagai metode disaggregated, adalah variasi dari MEEM yang terkadang digunakan untuk menilai Aset Takberwujud yang berkaitan dengan pelanggan. Teori yang mendasari metode distributor adalah bisnis yang terdiri dari berbagai fungsi diharapkan dapat menghasilkan laba yang berhubungan dengan setiap fungsinya. Karena distributor umumnya hanya melakukan fungsi yang berkaitan dengan distribusi produk kepada pelanggan dan tidak melakukan pengembangan kekayaan intelektual atau fabrikasi, informasi tentang margin yang diperoleh dari distributor digunakan untuk mengestimasi kelebihan pendapatan yang disebabkan oleh Aset Takberwujud yang berkaitan dengan pelanggan.

Page 17: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 16

5.45 Metode distributor dapat digunakan untuk menilai Aset Takberwujud yang berkaitan dengan pelanggan ketika Aset Takberwujud lainnya (seperti teknologi atau merek) dianggap sebagai Aset Takberwujud yang paling signifikan dan dinilai berdasarkan MEEM.

5.46 Langkah utama dalam menerapkan metode distributor adalah:

a) Mempersiapkan proyeksi pendapatan yang berhubungan dengan data pelanggan yang dimiliki. Hal ini harus mencerminkan pertumbuhan pendapatan dari pelanggan yang sudah ada serta efek dari atrisi/penurunan pelanggan,

b) Mengidentifikasi distributor pembanding yang memiliki hubungan pelanggan yang mirip dengan bisnis yang dinilai dan menghitung margin keuntungan yang diperoleh distributor pembanding,

c) Mengaplikasikan margin laba distributor ke pendapatan yang telah diproyeksikan,

d) Mengidentifikasi aset pendukung yang berkaitan dengan fungsi distribusi yang dibutuhkan untuk mencapai pendapatan dan biaya yang telah diproyeksikan. Umumnya, aset pendukung untuk distributor termasuk modal kerja, aset tetap, dan tenaga kerja. Namun, distributor jarang membutuhkan aset lain seperti seperti merek dagang atau teknologi. Tingkat aset pendukung yang dibutuhkan juga harus konsisten dengan para pelaku pasar yang hanya menjalankan fungsi distribusi.

e) Menentukan tingkat pengembalian yang sesuai untuk setiap aset pendukung berdasarkan kajian atas tingkat risiko yang berhubungan dengan aset pendukung tersebut,

f) Untuk setiap periode proyeksi, mengurangkan tingkat pengembalian atas aset pendukung dari laba distributor yang diproyeksikan untuk mendapatkan kelebihan pendapatan yang dapat diatribusikan hanya kepada Aset Takberwujud yang dinilai,

g) menentukan tingkat diskonto yang sesuai untuk Aset Takberwujud yang dinilai dan nilai kini dari kelebihan pendapatan, dan

h) Jika sesuai untuk tujuan penilaian (lihat point nomor 5.67 - 5.70), hitung dan tambahkan TAB untuk Aset Takberwujud.

Pendekatan Biaya

5.47 Pada pendekatan biaya, nilai dari suatu Aset Takberwujud ditentukan berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk mengganti aset serupa atau aset yang memberikan potensi layanan atau manfaat yang serupa.

5.48 Penilai harus mematuhi ketentuan yang terdapat pada butir 6.5.b) dan 6.5.c) dari SPI 106 ketika menentukan apakah akan menggunakan pendekatan biaya untuk penilaian aset tak berwujud.

5.49 Konsisten dengan kriteria ini, pendekatan biaya pada umumnya digunakan untuk Aset Takberwujud sebagai berikut:

a) Perangkat lunak yang dibeli dari pihak ketiga;

Page 18: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 17

b) Perangkat lunak yang dikembangkan dan digunakan secara internal, software yang tidak dapat diperjualbelikan, dan

c) Tenaga kerja yang terlatih.

5.50 Pendekatan Biaya dapat digunakan ketika tidak ada pendekatan lain yang dapat digunakan; Namun, Penilai harus berusaha untuk mengidentifikasi metode alternatif lain sebelum menerapkan metode dalam Pendekatan Biaya pada situasi dimana aset yang dinilai tidak memenuhi kriteria Pendekatan dan Metode Penilaian pada butir 6.5.b) dan 6.5.c) dari SPI 106.

5.51 Terdapat dua metode utama yang termasuk dalam Pendekatan Biaya: yaitu metode Biaya Pengganti dan metode Biaya Reproduksi. Namun demikian, banyak Aset Takberwujud tidak memiliki bentuk fisik yang dapat direproduksi dan aset seperti perangkat lunak yang dapat direproduksi, umumnya menghasilkan nilai dari fungsi/utilitas yang diberikan daripada jumlah baris kode programnya. Dengan demikian, biaya pengganti lebih banyak diterapkan untuk menilai Aset Takberwujud.

5.52 Metode Biaya Pengganti mengasumsikan bahwa seseorang tidak akan membayar lebih dari biaya yang dikeluarkan untuk mengganti aset dengan aset pengganti yang memiliki manfaat/utilitas atau fungsi yang sebanding.

5.53 Penilai harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut ketika menerapkan metode Biaya Pengganti:

a) Biaya langsung dan tidak langsung untuk mengganti utilitas dari aset, termasuk tenaga kerja, bahan dan overhead,

b) Apakah Aset Takberwujud yang dinilai dapat menjadi usang. Walaupun Aset Takberwujud tidak menjadi usang secara fisik atau fungsional, namun dapat mengalami penurunan (keusangan) secara ekonomis,

c) Apakah tepat untuk memasukkan tambahan laba atas biaya-biaya yang sudah diperhitungkan. Aset yang diperoleh dari pihak ketiga diasumsikan mencerminkan biaya terkait dengan pembuatan aset tersebut serta suatu bentuk laba untuk memberikan pengembalian atas investasi. Dengan demikian, berdasarkan nilai dasar (lihat SPI 101) yang mengasumsikan suatu transaksi hipotesis, mungkin tepat untuk memasukkan suatu asumsi tambahan laba tertentu terhadap biaya. Sebagaimana tercantum dalam SPI 106, biaya yang dikembangkan berdasarkan estimasi dari pihak ketiga dianggap sudah mencerminkan adanya suatu tambahan laba tertentu, dan

d) Opportunity cost juga dapat dimasukkan, yang mencerminkan biaya yang terkait dengan tidak dimilikinya Aset Takberwujud yang dinilai untuk suatu periode tertentu, selama dalam proses pembuatannya.

Pertimbangan Khusus untuk Aset Penilaian Takberwujud

5.54 Bagian berikut membahas sejumlah topik yang relevan dalam penilaian Aset Takberwujud.

a) Tingkat diskonto/Tingkat Pengembalian Aset Takberwujud (Bagian 5.55 – 5.58);

Page 19: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 18

b) Umur ekonomis Aset Takberwujud (Bagian 5.59 – 5.66);

c) Manfaat Amortisasi Pajak (Bagian 5.67 – 5.70).

Tingkat Diskonto/Tingkat Pengembalian Aset Takberwujud

5.55 Pemilihan tingkat diskonto untuk Aset Takberwujud dapat menjadi tantangan, karena bukti pasar yang dapat diamati dari tingkat diskonto untuk Aset Takberwujud jarang ada. Pemilihan tingkat diskonto untuk Aset Takberwujud umumnya membutuhkan pertimbangan profesional yang signifikan.

5.56 Dalam memilih tingkat diskonto untuk Aset Takberwujud, Penilai harus melakukan penilaian atas risiko yang terkait dengan Aset Takberwujud yang dinilai dan mempertimbangkan tolok ukur (benchmark) tingkat diskonto yang dapat diamati.

5.57 Ketika menilai risiko yang terkait dengan Aset Takberwujud, Penilai harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

a) Aset Takberwujud sering memiliki risiko lebih tinggi daripada aset berwujud,

b) Aset Takberwujud yang sangat khusus untuk penggunaan saat ini, mungkin memiliki risiko lebih tinggi dari aset dengan beberapa potensi penggunaan,

c) Aset Takberwujud tunggal mungkin lebih berisiko daripada kelompok aset (atau bisnis),

d) Aset Takberwujud yang digunakan dalam suatu fungsi yang berisiko (terkadang disebut sebagai non-rutin) mungkin memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan Aset Takberwujud yang digunakan untuk kegiatan yang lebih rendah risikonya atau yang digunakan untuk kegiatan rutin. Misalnya, Aset Takberwujud yang digunakan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan dapat berisiko lebih tinggi daripada yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang ada,

e) Umur aset. Seperti investasi lainya, Aset Takberwujud dengan umur yang lebih panjang sering dianggap memiliki risiko yang lebih tinggi, jika faktor lainnya dianggap sama,

f) Aset Takberwujud dengan aliran arus kas yang lebih mudah diperkirakan, seperti pesanan yang belum terpenuhi (backlog), mungkin memiliki risiko yang lebih rendah daripada Aset Takberwujud serupa dengan arus kas yang lebih sulit untuk diestimasikan, seperti hubungan pelanggan.

5.58 Tingkat Diskonto acuan adalah tingkat diskonto yang dapat diamati berdasarkan bukti pasar atau transaksi-transaksi yang dapat diamati. Berikut adalah beberapa tingkat acuan yang harus dipertimbangkan oleh Penilai:

a) Tingkat bunga bebas risiko dengan jangka waktu yang mirip dengan umur Aset Takberwujud yang dinilai,

b) Biaya utang atau tingkat bunga pinjaman dengan jangka waktu yang mirip dengan umur Aset Takberwujud yang dinilai,

Page 20: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 19

c) Biaya ekuitas atau tingkat balikan ekuitas yang diharapkan pelaku pasar untuk Aset Takberwujud yang dinilai,

d) Biaya rata-rata tertimbang (WACC) dari para pelaku pasar untuk Aset Takberwujud atau perusahaan yang memiliki/menggunakan Aset Takberwujud yang dinilai,

e) Dalam konteks yang melibatkan akuisisi bisnis yang baru saja dilakukan, Internal Rate of Return (IRR) dari transaksi perlu dipertimbangkan.

f) Dalam konteks yang melibatkan penilaian atas semua aset dari suatu bisnis, penilai harus melakukan analisis tingkat balikan rata-rata tertimbang atas aset (WARA) untuk mengkonfirmasi kewajaran dari pemilihan tingkat diskonto,

Umur Ekonomis Aset Takberwujud

5.59 Salah satu pertimbangan penting di dalam penilain Aset Takberwujud, khususnya pada Pendekatan Pendapatan, adalah umur ekonomis aset. Umur ekonomis aset dapat merupakan suatu periode terbatas yang dibatasi oleh faktor hukum, teknologi, fungsional atau ekonomi; aset tak berwujud lain mungkin memiliki umur eknomis yang tidak dapat ditentukan (indefinite). Umur ekonomis dari Aset Takberwujud adalah konsep yang berbeda dengan sisa masa manfaat untuk tujuan akuntansi atau perpajakan.

5.60 Faktor hukum, teknologi, fungsional dan ekonomi harus dipertimbangkan secara individual dan bersama-sama dalam melakukan kajian atas umur ekonomi. Misalnya, teknologi farmasi yang dilindungi oleh paten mungkin memiliki umur hukum selama lima tahun sebelum berakhirnya paten, namun obat pesaing dengan tingkat kemanjuran yang lebih baik diperkirakan akandapat dipasarkan dalam waktu tiga tahun. Ini dapat menyebabkan umur ekonomi paten hanya dinilai selama tiga tahun. Sebaliknya, umur ekonomi yang diharapkan dari teknologi bisa melampaui masa paten jika pengetahuan yang berkaitan dengan teknologi dapat memiliki nilai untuk memproduksi obat generik setelah berakhirnya masa paten.

5.61 Dalam memperkirakan umur ekonomi Aset Takberwujud, Penilai juga harus mempertimbangkan pola penggunaan atau penggantian. Aset Takberwujud tertentu dapat secara tiba-tiba diganti ketika alternatif baru yang lebih baik atau lebih murah telah tersedia, sementara yang lain dapat diganti secara perlahan seiring waktu, seperti ketika pengembang perangkat lunak merilis versi baru perangkat lunak setiap tahun tetapi hanya mengganti sebagian dari kode yang ada dengan tiap keluaran baru.

5.62 Untuk Aset Takberwujud terkait pelanggan, tingkat atrisi merupakan faktor kunci dalam memperkirakan umur ekonomi serta arus kas yang digunakan untuk menilai aset tak berwujud pelanggan. Atrisi yang diaplikasikan dalam penilaian Aset Takberwujud adalah kuantifikasi dari ekspektasi mengenai kehilangan/penurunan jumlah pelanggan di masa yang akan datang. Meskipun merupakan perkiraan ke depan, tingkat atrisi sering didasarkan pada pengamatan historis dari atrisi.

5.63 Ada sejumlah cara untuk mengukur dan mengaplikasikan tingkat atrisi historis:

Page 21: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 20

a) tingkat penurunan konstan (sebagai persentase dari saldo tahun sebelumnya) sepanjang umur hubungan pelanggan dapat diasumsikan jika penurunan jumlah pelanggan tidak bergantung pada usia dari hubungan pelanggan,

b) tingkat penurunan variabel dapat digunakan sepanjang umur hubungan pelanggan jika penurunan jumlah pelanggan tergantung pada umur hubungan pelanggan. Dalam keadaan seperti itu, pada umumnya pelanggan yang lebih muda / baru mengalami tingkat penurunan yang lebih tinggi dibandingkan pelanggan yang lama/ hubungan pelanggan yang lebih mapan,

c) tingkat atrisi dapat diukur berdasarkan pendapatan atau jumlah pelanggan, mana yang lebih sesuai, berdasarkan karakteristik dari kelompok pelanggan,

d) pelanggan mungkin perlu dipisahkan ke dalam kelompok yang berbeda. Misalnya, perusahaan yang menjual produk ke distributor dan pengecer mungkin mengalami tingkat penurunan yang berbeda untuk masing-masing kelompok. Pelanggan juga dapat dipisahkan berdasarkan faktor lain seperti geografi, ukuran pelanggan dan jenis produk atau jasa yang dibeli, dan

e) periode yang digunakan untuk mengukur atrisi dapat bervariasi tergantung pada keadaan. Misalnya, untuk bisnis dengan pelanggan bulanan, satu bulan tanpa pendapatan dari pelanggan tertentu dapat mengindikasikan kehilangan dari pelanggan tersebut. Sebaliknya, untuk produk industrial yang lebih besar, suatu pelanggan mungkin tak dipertimbangkan sebagai kehilangan kecuali tidak terdapat penjualan kepada pelanggan tersebut selama satu tahun atau lebih.

5.64 Penerapan setiap faktor atrisi harus konsisten dengan cara pengukuran atas atrisi. Penerapan yang tepat dari faktor atrisi pada tahun pertama proyeksi (dan tahun-tahun selanjutnya) harus konsisten dengan bentuk dari pengukuran.

a) Jika atrisi diukur berdasarkan perbandingan jumlah pelanggan pada awal-periode terhadap akhir-periode (biasanya setahun), faktor atrisi tersebut harus diaplikasikan menggunakan konvensi “mid year” untuk proyeksi tahun pertama tahun (dimana biasanya diasumsikan bahwa pelanggan hilang sepanjang tahun). Sebagai contoh, jika atrisi diukur dengan melihat jumlah pelanggan pada awal tahun (100) dibandingkan dengan jumlah yang tersisa pada akhir tahun (90), secara rata-rata perusahaan memiliki 95 pelanggan selama tahun itu, dengan asumsi mereka hilang secara merata sepanjang tahun. Meskipun tingkat atrisi dapat digambarkan sebesar 10%, hanya setengah dari itu seharusnya diterapkan pada tahun pertama.

b) Jika atrisi diukur dengan menganalisis pendapatan dari tahun ke tahun atau jumlah pelanggan, faktor atrisi yang dihasilkan umumnya harus diterapkan tanpa penyesuaian periode pertengahan (mid-year). Misalnya, jika atrisi diukur dengan melihat jumlah pelanggan yang menghasilkan pendapatan di Tahun 1 (100) dibandingkan dengan jumlah pelanggan yang sama yang memiliki pendapatan di Tahun 2 (90),

Page 22: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 21

aplikasinya akan berbeda meskipun tingkat pengurangan kembali dapat digambarkan sebesar 10%.

5.65 Atrisi berbasis pendapatan dapat termasuk pertumbuhan pendapatan dari pelanggan yang ada kecuali dilakukan penyesuaian. Pada umumnya praktik yang terbaik adalah melakukan penyesuaian untuk memisahkan pertumbuhan dan atrisi dalam melakukan pengukuran dan penerapannya.

5.66 Merupakan praktik yang terbaik bagi para Penilai untuk memasukkan pendapatan historis ke dalam model yang digunakan dan memeriksa seberapa tepat ia memprediksi pendapatan aktual dari pelanggan yang ada di tahun-tahun berikutnya. Jika atrisi telah diukur dan diterapkan dengan tepat, model yang digunakan seharusnya cukup akurat. Sebagai contoh, jika perkiraan atrisi di masa depan dihitung berdasarkan atrisi historis yang diamati dari 20X0 hingga 20X5, penilai harus memasukkan pendapatan pelanggan 20X0 ke dalam model dan memeriksa apakah model tersebut secara akurat memprediksi pendapatan yang diperoleh dari pelanggan yang ada di 20X1, 20X2, dll.

Manfaat Amortisasi Pajak (TAB)

5.67 Pada beberapa yurisdiksi pajak, Aset Takberwujud dapat diamortisasi untuk keperluan pajak, mengurangi beban pajak wajib pajak dan secara efektif meningkatkan arus kas. Tergantung pada tujuan penilaian dan metode penilaian yang digunakan, mungkin tepat untuk memasukkan nilai TAB ke dalam nilai Aset Takberwujud.

5.68 Jika Pendekatan Pasar atau Biaya digunakan untuk menilai Aset Takberwujud, harga yang dibayarkan untuk membuat atau membeli aset sudah mencerminkan kemampuan untuk mengamortisasi aset. Bagamanapun juga, dalam Pendekatan Pendapatan, TAB harus dihitung dan dimasukkan secara eksplisit, jika diperlukan.

5.69 Untuk beberapa tujuan penilaian, seperti pelaporan keuangan, Dasar Nilai yang sesuai mengasumsikan penjualan hipotesis dari Aset Takberwujud yang dinilai. Umumnya, untuk tujuan tersebut, TAB seharusnya dimasukkan ketika Pendekatan Pendapatan digunakan karena para pelaku pasar tipikal akan dapat mengamortisasi aset takberwujud yang diperoleh dalam transaksi hipotetis semacam itu. Untuk tujuan penilaian lainnya, transaksi yang diasumsikan dapat berupa bisnis atau kelompok aset. Untuk basis nilai tersebut, mungkin tepat untuk memasukkan TAB hanya jika transaksi akan menghasilkan basis step-up untuk Aset Takberwujud.

5.70 Terdapat beberapa perbedaan dalam praktik yang terkait dengan tingkat diskonto yang sesuai untuk digunakan dalam menghitung TAB. Penilai dapat menggunakan salah satu dari beberapa alternatif berikut:

a) tingkat diskonto yang sesuai untuk bisnis yang menggunakan aset yang dinilai, seperti biaya rata-rata modal tertimbang. Pendukung pandangan ini percaya bahwa, karena amortisasi dapat digunakan untuk mengurangi pajak atas penghasilan apa pun yang dihasilkan oleh bisnis, maka harus digunakan tingkat diskonto yang sesuai untuk bisnis secara keseluruhan, atau

Page 23: Ekspos Draf Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian … · dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan

Ekspos Draf Standar Penilaian 320 (SPI 320) 22

b) tingkat diskonto yang sesuai untuk aset yang dinilai (yaitu, yang digunakan dalam penilaian aset). Pendukung pandangan ini percaya bahwa penilaian seharusnya tidak berasumsi pemilik aset yang dinilai memiliki operasional dan pendapatan yang terpisah dari aset yang dinilai dan bahwa tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan TAB harus sama dengan yang digunakan dalam penilaian aset yang dinilai.

6.0 Syarat Pengungkapan

Persyaratan untuk Pelaporan Penilaian harus merujuk kepada SPI 105 – Pelaporan

Penilaian.

7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku

7.1 Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 320 - Penilaian Aset Takberwujud.

7.2 SPI 320 ini ditetapkan pada tanggal …………… dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal ……………...