BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

26
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keseluruhan aktivitas organisasi—baik yang berada di sektor komersil maupun publik—tidak bisa lepas dari pengelolaan reputasi. Reputasi tidak bisa diciptakan sendiri oleh organisasi dan bergantung pada pihak di luar kontrol langsung organisasi yakni stakeholder. Pada jurnal Leuven dan Mak, Fombrun 1 mendefinisikan reputasi sebagai hasil sekumpulan tindakan organisasi dalam memenuhi ekspektasi stakeholder. Dedikasi dan jangka waktu yang panjang dibutuhkan untuk membangun reputasi, oleh karena itu pengelolaan reputasi berkaitan erat dengan pengelolaan komunikasi antara organisasi dengan stakeholder. Kualitas hubungan antara organisasi dengan stakeholder diuji dengan adanya kejadian tidak terduga yang mengganggu aktivitas organisasi tersebut. Ancaman pada reputasi organisasi muncul sebagai konsekuensi dari tindakan organisasi yang tidak sesuai dengan ekspektasi stakeholder. Peristiwa penangkapan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto menghasilkan tantangan- tantangan yang memerlukan pengelolaan manajemen komunikasi yang tepat untuk mempertahankan hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di hadapan para stakeholder-nya. Sejak resmi beroperasi pada tahun 2003, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita perhatian masyarakat dengan mengusut kasus-kasus korupsi yang melibatkan sejumlah tokoh ternama seperti para birokrat, pengusaha, bahkan sesama aparat penegak hukum. Kecenderungan KPK dalam memanfaatkan berbagai lini media, khususnya media massa, merupakan salah satu strategi komunikasi yang membedakan KPK dengan institusi publik lainnya. Hampir setiap tindakan KPK dalam menginvestigasi dan menangkap tersangka korupsi 1 James K. Van Leuven & Angela K. Y. Mak, (2006). “Reformulating Organizational Identity and Reputation Theory from a Public Relations Vantage Point”. Terarsip dalam http://195.130.87.21:8080/dspace/bitstream/123456789/812/1/Reformulating%20Organizational%20Identity%20and%2 0Reputation%20Theory%20from%20a%20Public%20Relations%20Vantage%20Point.pdf Diakses pada 18 November 2015

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  1  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keseluruhan aktivitas organisasi—baik yang berada di sektor komersil

maupun publik—tidak bisa lepas dari pengelolaan reputasi. Reputasi tidak bisa

diciptakan sendiri oleh organisasi dan bergantung pada pihak di luar kontrol

langsung organisasi yakni stakeholder. Pada jurnal Leuven dan Mak, Fombrun1

mendefinisikan reputasi sebagai hasil sekumpulan tindakan organisasi dalam

memenuhi ekspektasi stakeholder. Dedikasi dan jangka waktu yang panjang

dibutuhkan untuk membangun reputasi, oleh karena itu pengelolaan reputasi

berkaitan erat dengan pengelolaan komunikasi antara organisasi dengan

stakeholder. Kualitas hubungan antara organisasi dengan stakeholder diuji dengan

adanya kejadian tidak terduga yang mengganggu aktivitas organisasi tersebut.

Ancaman pada reputasi organisasi muncul sebagai konsekuensi dari tindakan

organisasi yang tidak sesuai dengan ekspektasi stakeholder. Peristiwa

penangkapan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto menghasilkan tantangan-

tantangan yang memerlukan pengelolaan manajemen komunikasi yang tepat

untuk mempertahankan hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di

hadapan para stakeholder-nya.

Sejak resmi beroperasi pada tahun 2003, Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) telah menyita perhatian masyarakat dengan mengusut kasus-kasus korupsi

yang melibatkan sejumlah tokoh ternama seperti para birokrat, pengusaha, bahkan

sesama aparat penegak hukum. Kecenderungan KPK dalam memanfaatkan

berbagai lini media, khususnya media massa, merupakan salah satu strategi

komunikasi yang membedakan KPK dengan institusi publik lainnya. Hampir

setiap tindakan KPK dalam menginvestigasi dan menangkap tersangka korupsi

                                                                                                               1  James  K.  Van  Leuven  &  Angela  K.  Y.  Mak,  (2006).  “Reformulating  Organizational  Identity  and  Reputation  Theory  from  a  Public  Relations  Vantage  Point”.  Terarsip  dalam  http://195.130.87.21:8080/dspace/bitstream/123456789/812/1/Reformulating%20Organizational%20Identity%20and%20Reputation%20Theory%20from%20a%20Public%20Relations%20Vantage%20Point.pdf  Diakses  pada  18  November  2015  

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  2  

selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers

digunakan sebagai salah satu alat “promosi” terbesar dalam upaya pencegahan

korupsi2. Selain memiliki wewenang dalam menggunakan metode-metode khusus

untuk memberantas korupsi, KPK juga giat melaksanakan berbagai kampanye dan

sosialisasi sebagai bentuk pencegahan tindak pidana korupsi. Usaha keras KPK

dalam memberantas kasus korupsi sekaligus meningkatkan awareness masyarakat

terhadap bahaya korupsi telah menciptakan citra dan reputasi yang sangat kuat di

kalangan masyarakat Indonesia. Buah dari konsistensi KPK dalam menjalankan

visi dan misi organisasinya tercermin pada survei Indo Barometer yang

dilaksanakan pada 14-22 Oktober 2015—KPK menempati posisi puncak sebagai

lembaga publik dengan tingkat kepercayaan publik paling tinggi (82%) 3 ,

mengungguli Tentara Nasional Indoneisa (81%) dan Presiden (78,6%)4.

Pemeliharaan hubungan yang baik dengan seluruh stakeholder merupakan

hal penting bagi kelangsungan aktivitas organisasi. Dalam menjalankan visi dan

misinya memberantas korupsi, KPK berkoordinasi dan supervisi dengan sesama

insitusi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti

pihak kepolisian dan kejaksaan. Meskipun berdiri sebagai lembaga publik yang

independen, KPK menyampaikan laporan secara berkala kepada presiden, DPR,

BPK dan sebagai sebuah lembaga publik, KPK memiliki tanggungjawab tertinggi

kepada publik. Komitmen tersebut dicantumkan langsung oleh KPK melalui situs

resmi mereka5. KPK mengaku bahwa mereka membutuhkan kerjasama dari

semua pihak untuk bisa melakukan pemberantasan dan pencegahan tindak

korupsi6. Pengelolaan komunikasi dengan stakeholder akan menjadi efektif jika

dilakukan secara berkala, terbuka, dua arah. Pemeliharaan hubungan yang baik

dengan seluruh stakeholder akan menghasilkan reputasi yang baik bagi KPK.

                                                                                                               2  Rosidah,  Amia  Luthfia,  &  Wira  Respati,  (2012).  “Analisis  Strategi  Integrated  Marketing  Communication:  Studi  Kampanye  Antikorupsi  pada  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  (KPK)  di  Indonesia“  .Terarsip  dalam    http://marcomm.binus.ac.id/academic-­‐journals/analisis-­‐strategi-­‐integrated-­‐marketing-­‐communication-­‐studi-­‐kampanye-­‐antikorupsi-­‐pada-­‐komisi-­‐pemberantasan-­‐korupsi-­‐kpk-­‐di-­‐indonesia/  Diakses  pada  7  November  2015  3Herudin,  (10  Oktober  2015)  .“Survei:  KPK,  TNI,  dan  Presiden  Peroleh  Kepercayaan  Publik  Tertinggi”.  Kompas.com.  Terarsip  dalam  http://nasional.kompas.com/read/2015/10/10/09314551/Survei.KPK.TNI.dan.Presiden.Peroleh.Kepercayaan.Publik.Tertinggi  Diakses  pada  6  Oktober  2015  4  Jakarta  Globe,  (8  Oktober  2015).  “Amid  Attempts  to  Strip  Its  Powers,  KPK  Named  Indonesia’s  Most  Trusted  Institution.”  Terarsip  dalam  http://jakartaglobe.beritasatu.com/news/amid-­‐attempts-­‐strip-­‐powers-­‐kpk-­‐named-­‐indonesias-­‐trusted-­‐institution/  Diakses  pada  20  Oktober  2015)  5  Tersedia  pada  website  KPK  www.kpk.go.id/id/tentang-­‐kpk/sekilas-­‐kpk    6  Berdasarkan  wawancara  dengan  fungsional  humas  KPK,  Zulkarnain  Meinardy  pada  12  Oktober  2015  

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  3  

Sepanjang perjalanan organisasi, ada momen-momen tertentu dimana

memiliki hubungan baik dengan para stakeholder sangat menentukan reputasi

organisasi. Adanya peristiwa tidak terduga atau krisis sangat berpotensi untuk

mengubah persepsi stakeholder terhadap organisasi. Secara historis, sudah

beberapa kali terjadi peristiwa tidak terduga menimpa KPK yang berbuntut dari

konflik antara KPK dengan salah satu kelompok stakeholder-nya yakni lembaga

kepolisian. Ketegangan antara dua lembaga penegak hukum yang akrab dengan

sebutan “cicak vs buaya” ini sudah beberapa kali terjadi sepanjang lembaga KPK

berdiri, yakni pada tahun 2009, 2012, dan yang terakhir di tahun 2015. Pada

konflik “cicak vs buaya” jilid 3 yang terjadi di awal tahun 2015 ini wakil ketua

KPK Bambang Widjojanto ditangkap oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia

dengan tuduhan sumpah palsu dan berselang sebulan setelahnya, pemimpin KPK

Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolda Sulawesi Selatan atas

tuduhan pemalsuan dokumen. Tindak penangkapan dua pimpinan KPK ini

mendapat sorotan luar biasa dari media dan menimbulkan berbagai reaksi publik.

Insiden ini menyedot perhatian yang lebih besar seiring dengan berkembangnya

asumsi masyarakat mengenai isu konflik antara KPK dengan aparat kepolisian7

hingga motif kepentingan dari para elit politik 8 . Penangkapan ini juga

menghasilkan putusan presiden untuk mengnonaktifkan dua komisioner KPK

tersebut. Kasus ini pun berkembang menjadi salah satu krisis terbesar yang

melanda KPK dan mengancam reputasi KPK di hadapan para stakeholder-nya.

Untuk mengurangi kerusakan sekaligus mempertahankan reputasi organisasi,

perencanaan serangkaian strategi komunikasi yang melibatkan seluruh

stakeholder menjadi sangat penting.

Pengnonaktifan Bambang Widjojanto dan Abraham Samad sempat

mengakibatkan kekosongan pimpinan dalam struktur organisasi KPK.

Kekosongan pemimpin merupakan suatu hal yang fatal bagi kelangsungan

aktivitas suatu organisasi, terlebih lembaga publik yang dituntut untuk selalu siap

memberikan layanan kepada masyarakat. Untuk mengisi kekosongan pemimpin,

                                                                                                               7  BBC  Indonesia,  (16  Februari  2015).  “Kronologi  Kasus  Budi  Gunawan  dan  Ketegangan  Polri”.  Terarsip  dalam  http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_kronologi_bg_kpk  Diakses  pada  16  November  2015  8  Dany  Permana,  (27  Januari  2015).  “Ada  Motif  Kekuasaan  Di  Balik  Kasus  KPK  vs  Polri”.    Kompas.com.  Terarsip  dalam  http://nasional.kompas.com/read/2015/01/27/18211771/Ada.Motif.Kekuasaan.di.Balik.Konflik.KPK.Vs.Polri  Diakses  pada  16  November  2015  

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  4  

presiden telah menunjuk pemimpin sementara agar KPK tetap bisa

melangsungkan aktivitasnya organisasinya. Beberapa keputusan yang diambil

KPK di bawah pimpinan sementara sempat menimbulkan berbagai reaksi keras

dari publik9, menunjukan bahwa organisasi membutuhkan pemimpin tetap yang

kredibel dan dipercaya oleh publik. Selama kurang lebih setengah tahun, KPK

menjalani proses seleksi pimpinan yang diharapkan dapat mengakomodir aspirasi

dan harapan dari seluruh stakeholder. Kondisi tersebut membuat KPK harus

mampu mengkomunikasikan berbagai keputusan organisasi, termasuk keputusan

mengenai struktural pimpinan yang terpilih dengan cara yang tepat kepada seluruh

stakeholder-nya. Adanya struktural pemimpin yang baru dapat dijadikan

momentum untuk mendukung upaya KPK dalam mengembalikan kepercayaan

stakeholder terhadap organisasi.

Penangkapan dua pimpinan KPK juga menyorot hubungan antara KPK

dengan pihak kepolisian. Tindak penangkapan kepada Bambang Wijayanto yang

berselang enam hari setelah KPK mendeklarasikan status tersangka kepada salah

satu petinggi Kepolisian RI sekaligus calon Kapolri saat itu menimbulkan asumsi

bahwa kejadian ini merupakan buntut dari konflik antara kedua lembaga publik

tersebut. Seperti dilansir melalui berbagai media, baik pihak KPK10 maupun

kepolisian 11 membenarkan adanya ketegangan bersamaan dengan peristiwa

penangkapan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Kedua pihak

menyatakan bahwa konflik disinyalir berada di lingkup antar personal KPK

dengan Polri. Indikasi konflik antar anggota bisa berkembang menjadi konflik

yang lebih besar dan memperburuk dampak terhadap reputasi organisasi. Aparat

kepolisian sebagai bagian dari stakeholder memiliki peranan yang penting dalam

menjaga kelangsungan aktivitas organisasi sekaligus reputasi KPK. Insiden ini

telah mengakibatkan rendahnya penilaian publik terhadap kualitas hubungan                                                                                                                9  Danny  Permana,  (5  Maret  2015).  “Publik  Pertanyakan  Komitmen  KPK,  Presiden  Harus  Segera  Turun  Tangan.”  Kompas.com.  Terarsip  dalam  http://nasional.kompas.com/read/2015/03/05/08020551/Publik.Pertanyakan.Komitmen.KPK.Jokowi.Harus.Segera.Turun.Tangan  Diakses  pada  30  Oktober  2015  10Icha  Rastika,  (27  Januari  2015).  “Johan  Budi:  Satu  Persatu  Pimpinan  KPK  Dilaporkan  ke  Bareskrim,  Kebetulan  atau  Disengaja?”.  Kompas.com.  Terarsip  dalam  http://nasional.kompas.com/read/2015/01/27/00051551/Johan.Budi.Satu.Persatu.Pimpinan.KPK.Dilaporkan.ke.Bareskrim.Kebetulan.atau.Disengaja  Diakses  pada  8  November  2015  11Sabrina  Asil,  (20  Oktober  2015).  “Menurut  Kapolri,  KPK  Masih  Rawan  Konflik”.  Kompas.com.  Terarsip  dalam  http://nasional.kompas.com/read/2015/10/20/07294531/Menurut.Kapolri.KPK-­‐Polri.Masih.Rawan.Konflik  Diakses  pada  18  November  2015  

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  5  

antara kedua lembaga ini12. Perdebatan mengenai konflik “cicak vs buaya” yang

selama ini berkembang di masyarakat mengindikasikan perlu adanya tinjauan

ulang terhadap kualitas hubungan dan bentuk-bentuk komunikasi yang selama ini

dilakukan KPK dengan pihak kepolisian.

Upaya KPK dalam menjalankan aktivitas stakeholder relations berhasil

menciptakan reputasi yang kuat di kalangan masyarakat Indonesia, seperti yang

telah ditunjukan dalam beragam hasil polling dan dukungan di media sosial.

Reputasi kuat yang dimiliki KPK sebagai lembaga publik juga didukung melalui

pemeliharaan hubungan yang baik dengan para stakeholder yang lain, yakni

sesama badan penegak hukum dan aparat pemangku kepentingan negara.

Penangkapan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto atau konflik “cicak vs

buaya” jilid 3 kali ini menimbulkan kekosongan pemimpin sekaligus sorotan

publik terhadap hubungan KPK-Polri berpotensi mengancam reputasi KPK di

hadapan para stakeholder-nya 13 . Manajemen komunikasi yang tepat sebagai

wujud respon KPK terhadap konflik tersebut diharapkan dapat mengembalikan

kepercayaan stakeholder sehingga hubungan antara organisasi dengan stakeholder

bisa tetap terjaga dengan baik. Pengelolaan komunikasi yang dilakukan KPK

melalui stakeholder relations dapat membantu mencegah konflik “cicak vs buaya”

terjadi lagi. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk menggambarkan

keseluruhan proses manajemen komunikasi yang dilakukan KPK dalam

mengelola stakeholder pasca penangkapan Abraham Samad dan Bambang

Widjojanto.

B. Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana

manajemen komunikasi KPK dalam mengelola stakeholder untuk

mempertahankan reputasi organisasi pasca penangkapan Abraham Samad

                                                                                                               12  Hary  Siswoyo  &  Reja  Fajri,  (8  Oktober  2015).  “Survei:  Publik  Lebih  Percaya  KPK  Ketimbang  DPR”.  Vivanews.  Terarsip  dalam  http://m.news.viva.co.id/news/read/684702-­‐survei-­‐-­‐publik-­‐lebih-­‐percaya-­‐kpk-­‐ketimbang-­‐dpr  Diakses  pada  20  Oktober  2015    13Harian  Terbit,  (21  September  2015).  “ICW  Nilai  Kinerja  KPK  Menurun”.  Terarsip  dalam    http://nasional.harianterbit.com/nasional/2015/09/21/42197/25/25/ICW-­‐Nilai-­‐Kinerja-­‐KPK-­‐Menurun  Diakses  pada  26  November  2015  

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  6  

dan Bambang Widjojanto?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mendeskripsikan manajemen komunikasi yang dilakukan KPK

dalam mengelola stakeholder untuk mempertahankan reputasi organisasi

pasca penangkapan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan

dan pengetahuan bagi penelitian ilmu komunikasi khususnya di bidang

public relations, stakeholder relations, dan reputation building.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi

praktik kehumasan organisasi sektor publik maupun sektor komersil untuk

mempertahankan reputasi melalui pendekatan stakeholder relations.

E. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan di

atas, terdapat beberapa kerangka pemikiran yang digunakan peneliti untuk

membantu memahami permasalahan dalam penelitian ini:

1. Manajemen Komunikasi Dalam Aktivitas Kehumasan

Pembinaan dan pemeliharaan hubungan yang saling menguntungkan

antara organisasi dengan publiknya merupakan salah satu fungsi utama unit

kehumasan di suatu organisasi. Dalam menjalankan praktik kehumasan, perangkat

humas tidak bisa berjalan tanpa didukung oleh fungsi manajemen. Hubungan erat

antara manajemen dan komunikasi sendiri disebutkan dalam Peraturan Menteri

Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 12.Kep/M.Pan/08/2007 yang

mengatur bahwa aktivitas humas pemerintah merupakan aktivitas lembaga atau

individu yang melakukan fungsi manajemen dalam bidang komunikasi dan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  7  

informasi kepada publik pemangku kepentingan dan sebaliknya.

Kegiatan manajemen merujuk pada pengelolaan atau penanganan yang

terdiri dari proses-proses pengorganisasian14. Tokoh ahli di bidang manajemen,

George R. Terry, yang menyumbangkan pemikirannya untuk perkembangan ilmu

manajemen telah menggolongkan fungsi manajemen ke dalam beberapa tahapan

sebagai berikut15:

Bagan 1.1 Fungsi Manajemen George R. Terry

Sumber: Rudy, 2005

Jika mengacu pada peraturan pemerintah tentang praktik humas lembaga negara,

maka aktivitas kehumasan yang dilakukan oleh lembaga publik, termasuk Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) berkaitan dengan pengelolaan komunikasi atau

informasi antara lembaga kepada publiknya secara terorganisir. Michael Kaye

dalam Primananda16 mengartikan manajemen komunikasi sebagai upaya manusia

atau individu dalam mengelola proses komunikasi melalui penyusunan kerangka

makna dan dengan mengoptimalkan sumber daya komunikasi serta teknologi yang

ada.

Kegiatan manajemen komunikasi yang menjadi ruang lingkup perangkat

humas dapat mengacu pada model-model perencanaan strategis yang berkembang

di dalam bidang ilmu public relations. Pendekatan yang bisa digunakan dalam

mengoperasikan manajemen komunikasi adalah Perencanaan Strategis Public

Relations yang dikemukakan oleh Scott M. Cutlip. Cutlip mengungkapkan bahwa

proses perencanaan strategis public relations terdiri dari empat tahapan, di

                                                                                                               14  I.  Gusti  Ngurah  Putra,  Manajemen  Hubungan  Masyarakat  (Jakarta:  Universitas  Terbuka,  2008)  hal.10  15  George  R.  Terry,  “Principles  of  Management”,  cited  in  R.  Satya  Raju  &  A.  Parthasarathy,  Management:  Text  and  Cases  (New  Delhi:  PHI  Learning  Private  Limited,  2009)  hal.  132  16  Michael  Kaye,  ”Communication  Management”,  cited  in  Alia  Primananda,  Manajemen  Komunikasi  Dalam  Konteks  Internasional  dan  Antarbudaya:  Studi  Kasus  Manajemen  Komunikasi  Unit  Investor  Relations  PT  Telekomunikasi  Indonesia  Tbk  dalam  Memenuhi  Kebutuhan  Informasi  Stakeholder  Asing  di  NYSE  (Yogyakarta:  Fakultas  Ilmu  Sosial  dan  Politik  Universitas  Gadjah  Mada,  2014)  hal.  17  

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  8  

antaranya17:

1. Mendefinisikan masalah (research-listening)

Langkah pertama ini mencakup penyelidikan dan pemantauan pengetahuan,

opini, sikap, dan perilaku kelompok yang peduli dan terpengaruh oleh

tindakan dan kebijakan organisasi. Langkah ini memerlukan analisis rinci atas

faktor internal dan eksternal dalam suatu masalah atau situasi yang tengah

dihadapi organisasi. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui

kekuatan/strength (S) dan kelemahan/weakness (W) yang dimiliki organisasi,

dan untuk mengidentifikasi peluang/opportunity (O), dan ancaman/threat (T)

yang berasal dari lingkungan eksternal organisasi.

2. Membuat rencana dan program (planning-decision making)

Informasi yang terkumpul pada langkah pertama digunakan dalam proses

selanjutnya yang membahas publik program, tujuan, tindakan, serta strategi,

taktik, dan tujuan komunikasi. Dalam proses ini, organisasi juga perlu

menetapkan tingkat hasil yang akan dicapai (konsekuensi, akibat, dampak)

oleh program dan kegiatan public relations. Penetapan hasil akan membantu

organisasi dalam memilih strategi, memantau kinerja dan kemajuan, serta

mengevaluasi keefektifan program. Sebagian besar organisasi biasanya

beroperasi berdasarkan manajemen oleh sasaran (management by objectives

atau MBO) atau dengan istilah lain manajemen menurut tujuan dan hasil

(management by objectives and results atau MOR). MBO secara sistematis

mengaplikasikan teknik-teknik manajemen yang efektif untuk menjalankan

organisasi. MBO beroperasi dengan dua tingkat hasil, yaitu tujuan dan

sasaran. Tujuan (goal) adalah pernyataan ringkas yang menyebutkan

keseluruhan hasil dari suatu program. Sasaran (objective) adalah hasil

pengetahuan spesifik, opini tertentu, dan perilaku spesifik yang hendak dicapai

untuk masing-masing publik sasaran yang telah didefinisikan dengan jelas.

3. Bertindak dan berkomunikasi (communication-action)

Langkah ketiga mencakup pelaksanaan program tindakan dan komunikasi

yang dirancang untuk mencapai tujuan spesifik bagi setiap publik demi

mencapai tujuan program. Seluruh program public relations yang

                                                                                                               17  Scott  M.  Cutlip,  &  Allen  H.  Center,  Effective  Public  Relations  (5th  Eds).  (New  Jersey:  Prentice-­‐Hall,  1982)  hal.  138  

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  9  

dilaksanakan harus memiliki tujuh unsur C di dalam komunikasi public

relations, yakni kredibilitas (credibility), konteks (context) , isi (content),

kejelasan (clarity), kesinambungan dan kekonsistenan (continuity and

consistency), saluran (channel), dan kesanggupan khalayak (capability of the

audience)18.

4. Mengevaluasi program (evaluation)

Langkah yang terakhir mencakup penilaian dari mulai proses persiapan,

pelaksanaan, dan hasil pelaksanaan program. Saat program sedang

dilaksanakan, dibuat penyesuaian berdasarkan evaluasi umpan balik tentang

bagaimana program berjalan atau tidak berjalan. Evaluasi merupakan proses

yang terus-menerus dan penting dilaksanakan. Dalam analisis terakhir,

evaluasi program melibatkan banyak pengetahuan di luar teknik riset ilmiah.

Prinsip dalam praktik adalah mengumpulkam bukti terbaik yang tersedia

untuk mengelola dan mengevaluasi program public relations.

Terdapat berbagai langkah-langkah atau model perencanaan strategis public

relations yang dapat diadopsi dalam menjalankan manajemen komunikasi, namun

model-model tersebut secara umum melibatkan keseluruhan proses yang relatif

sama yakni penelitian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi19. Kemudian,

Broom dan Dozier20 melihat bahwa manajemen komunikasi menekankan pada

perencanaan strategis humas di mana program komunikasi terdiri dari dua faktor

utama, yakni 1) Strategi Pesan dan 2) Strategi Media. Berikut adalah bagan

sederhana yang diperkenalkan oleh Broom dan Dozier 21 setelah mengolah

kembali proses perencanaan strategis Cutlip:

Tabel 1.1 Proses Perencanaan Strategis Public Relations Cutlip

No 4 Langkah Proses Public

Relations

Langkah-Langkah Proses Perencanaan

Strategis Public Relations dan Garis Besar

Program

                                                                                                               18  Ibid.,  hal.  209  19  Putra,  op.cit.,  hal.  56  20  Ibid.,  hal.  57  21  Ibid.,  hal.  58  

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  10  

1 Menentukan masalah

(Penelitian)

(Masalah dan peluang)

1. Problem

2. Analisis Situasi: informasi latar

belakang-data-bukti

• faktor/kekuatan dalam

• faktor/kekuatan luar

2 Perencanaan dan program

(Perencanaan)

(Sasaran-sasaran dan Tujuan)

3. Sasaran Program

4. Publik-publik

• Siapa yang terlibat/terpengaruh?

• Bagaimana

keterlibatan/keterpengaruhan mereka?

5. Tujuan program : untuk masing-

masing publik

3 Bertindak dan berkomunikasi

(Pelaksanaan)

(Implementasi)

6. Program Tindakan : untuk masing-

masing publik

7. Program Komunikasi: untuk

masing-masing publik

• Strategi pesan

• Strategi media

8. Rencana Pelaksanaan Program

• Pembagian tanggung jawab

• Penjadwalan

• Anggaran

4 Mengevaluasi program

(Evaluasi dan hasil)

9. Rencana Evaluasi

10. Umpan Balik dan Penyesuaian

Program

Sumber: Broom & Dozier, 1990.

Dalam upaya menyebarkan informasi dan membina hubungan yang baik

dengan masyarakat, lembaga publik melakukan serangkaian aktivitas kehumasan

yang tidak jauh berbeda dengan lembaga swasta. Peristiwa “cicak vs buaya” jilid

3 yang menimpa KPK di awal tahun 2015 menimbulkan sejumlah reaksi publik.

Perangkat humas KPK dituntut untuk mampu merespon berbagai reaksi publik

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  11  

dengan mengupayakan program komunikasi yang dirancang secara strategis untuk

memastikan bahwa pesan yang disampaikan kepada publik bisa diterima dengan

efektif serta media yang digunakan tepat sasaran. Manajemen komunikasi sebagai

bagian dari aktivitas kehumasan menjadi penting diterapkan oleh humas KPK

karena pengelolaan manajemen komunikasi berkaitan erat dengan upaya

memenuhi kebutuhan informasi publik dengan memanfaatkan segala sumber daya

yang ada. Pelaksanaan manajemen komunikasi dapat membantu fungsi humas

KPK dalam menyusun respon komunikasi yang tepat terhadap berbagai reaksi

publik akibat peristiwa konflik “cicak vs buaya" jilid 3 ini. Kemudian, model-

model perencanaan strategis public relations yang sudah ada dapat dipadukan dan

diadopsi oleh perangkat humas KPK dapat menjalankan kegiatan manajemen

komunikasi kepada para stakeholder organisasi.

2. Pengelolaan Komunikasi dengan Stakeholder

Peneliti memahami bahwa keberadaan kelompok berkepentingan

(stakeholder) yang tidak bisa dilepaskan dengan keseluruhan aktivitas organisasi

memunculkan pentingnya humas dalam organisasi. Hal ini didasari oleh

pernyataan Grunig dan Hunt yang berbunyi, “If the organization has no

consequences upon other systems in its environment and if those systems have no

consequences upon the organization, there is no need for public relations,”22

(apabila organisasi tidak memiliki konsekuensi terhadap lingkungannya dan

lingkungannya tidak memiliki konsekuensi terhadap organisasi, maka humas tidak

akan diperlukan). Dalam pernyataan tersebut, Grunig dan Hunt menggarisbawahi

adanya dampak dan konsekuensi antara organisasi dengan lingkungannya.

Keterkaitan antara organisasi dengan lingkungannya tersebut menjadi pegangan

bagi praktisi humas dalam melaksanakan aktivitas kehumasan, termasuk dalam

upaya menciptakan komunikasi dua arah dengan stakeholder. Terdapat beberapa

penjelasan yang bisa digunakan untuk mengartikan entitas stakeholder, seperti

“any human or nonhuman actor who influences and is influenced by

                                                                                                               22  James  E.  Grunig  &  Todd  Hunt,  ”Managing  Public  Relations”,  cited  in  Rachmat  Kriyantono,  Teori  Public  Relations  Perspektif  Barat  &  Lokal:  Aplikasi  Penelitian  dan  Praktik  (Jakarta:  Kencana  Prenamedia  Group,  2014)  hal  59.  

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  12  

organization”23 (setiap manusia atau non-manusia yang memiliki pengaruh dan

dipengaruhi organisasi), “any group that can be affect or be affected by the

behavior of organization,”24 (kelompok yang bisa memberi dampak atau terkena

dampak dari tindakan organisasi). Stakeholder juga dapat dimaknai sebagai

individu, kelompok, atau organisasi yang memiliki beragam kepentingan terhadap

organisasi.

Karakteristik lembaga publik yang berorientasi pada pelayanan publik

tidak bisa berjalan secara optimal apabila tidak diiringi dengan pemeliharaan

komunikasi yang baik dengan masyarakat dan para stakeholder yang lain. Oleh

karena itu, aktivitas-aktivitas kehumasan yang dilakukan oleh lembaga publik

menekankan pada upaya menyebarkan berbagai informasi kepada masyarakat atau

menyediakan informasi bagi seluruh stakeholder. Gani 25 mengidentifikasikan

aktivitas yang dilakukan humas di lembaga pemerintah secara regular atau

melalui program-program humas pemerintah sebagai berikut :

1. Menyediakan dan memberikan informasi kepada masyarakat dan

stakeholders semua kegiatan pemerintah yang akan dan sedang

dilaksanakan

2. Berkomunikasi dengan masyarakat untuk memperoleh dukungan dan

partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kebjakan publik serta menjalin

hubungan baik dengan stakeholders seluas-luasnya.

3. Integralisasi dan harmonisasi antara institusi atau humas dapat sebagai

mediasi antara institusi di daerah.

4. Mengidentifikasi opini stakeholders baik lokal, regional, nasional, bahkan

internasional, sebagai peringatan awal untuk mengantisipasi perubahan-

perubahan di luar, yang sekiranya berhubungan dengan pemerintahan dan

mengambil langkah strategis. Point ini semakin penting khususnya humas

pemerintah di daerah-daerah rawan konflik atau daerah-daerah yang

melaksanakan otonomi khusus

5. Pekerjaan-pekerjaan teknis sebagai management support pada organisasi

pemerintah dan sebagainya.                                                                                                                23  Ibid.,  hal.  61  24  Ibid.,  hal  62  25  Prita  Kemal  Gani,  (2012).  “Kemitraan  Antara  Pemangku  Kepentingan  dan  Humas  Pemerintah  dalam  Diseminasi  Informasi”.  Terarsip  dalam  http://web.kominfo.go.id/sites/default/files/PERHUMAS.pdf  Diakses  pada  7  Desember,  2015  

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  13  

Dalam menentukan langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan untuk membina

hubungan baik dengan stakeholder, organisasi bisa mengacu pada stakeholder

theory. Teori yang pertama kali digagas oleh R. Edward Freeman 26 ini

memberikan perhatian pada konsep tentang keberadaan kelompok yang memiliki

resiko dipengaruhi atau juga berpotensi memengaruhi aktivitas organisasi. Secara

sederhana, teori stakeholder menawarkan dua tindakan yang sebaiknya dilakukan

humas dalam menjalin komunikasi dengan stakeholder, yakni mengidentifikasi

stakeholder dan menganalisis peran organisasi dalam relasi dengan stakeholder27.

Proses identifikasi stakeholder akan mempermudah lembaga publik untuk

mencapai kesepahaman (mutual understanding) dengan stakeholder. Hal ini

khususnya berkaitan dengan jumlah dan kompleksitas stakeholder yang dimiliki

oleh lembaga publik berbeda dengan lembaga swasta. Stakeholder dalam

lingkungan organisasi publik tidak hanya masyarakat sesuai kewenangan dan

fungsi pokok lembaga publik tersebut, namun juga sekelompok individu yang

berpotensi terkena dampak dari suatu kebijakan yang telah diambil organisasi.

Setiap keputusan yang diambil oleh lembaga publik umumnya memiliki pengaruh

pada aspek sosial yang lebih luas dibanding dengan lembaga swasta.

Dalam melakukan aktivitas komunikasi, organisasi perlu mengetahui dan

memahami khalayak yang akan disasar agar pesan yang disampaikan bisa

diterima secara efektif. Oleh karena itu, lembaga publik perlu memperhatikan dan

menyadari keberadaan sekelompok individu atau stakeholder yang paling

berpotensi untuk terkena dampak dan menimbulkan reaksi tertentu kepada

organisasi. Pada awal pengembangan teori stakeholder, Freeman menawarkan

cara untuk mengenali stakeholder dengan memprioritaskan atribut (attributes),

yakni kepentingan mereka dalam dalam organisasi dan tingkat pengaruh mereka

terhadap organisasi. Freeman mengelompokkan stakeholder menjadi eksternal

stakeholders dan internal stakeholders. Tipologi stakeholder berdasarkan atribut

(attributes) semakin diperjelas oleh Mitchell, Agle, dan Wood yang menghasilkan

tipologi stakeholder dengan yang melihat atribut kuasa (power) dalam

memengaruhi organisasi, legitimasi (legitimacy) hubungan dengan organisasi, dan

                                                                                                               26  Krisyantono,op.cit.,  hal.66  27  Ibid.,  hal.63  

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  14  

urgensi (urgency) atas klaim mereka28. Upaya memetakan stakeholder telah

banyak dibahas dalam pengembangan teori stakeholder, namun selalu berfokus

pada atribut yang dimiliki stakeholder dan implikasinya terhadap organisasi.

Kajian dan riset mengenai stakeholder juga umumnya dilakukan dalam ranah

organisasi swasta, oleh karena itu humas lembaga publik harus memerhatikan

pendekatan yang paling tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan

organisasinya. Sebagai organisasi publik yang memiliki kondisi lingkungan

organisasi yang berbeda dengan lembaga swasta, akan lebih tepat bagi humas

lembaga publik untuk mengidentifikasi seluruh stakeholder sebelum

mengklasifikasikan mereka berdasarkan atribut. Humas lembaga publik dapat

menggunakan model linkages yang memberikan perhatian pada koneksi yang

dimiliki oleh setiap organisasi dengan lingkungannya. Grunig dan Hunt 29

mengembangkan model Key Linkages yang berusaha mengidentifikasi

stakeholder berdasarkan koneksi-koneksi yang kemungkinan dimiliki organisasi,

yaitu:

a. Enabling Linkages –Mengidentifikasi stakeholder yang memiliki otoritas

dan kontrol terhadap penyediaan sumber daya bagi organisasi sehingga

organisasi bisa tetap beroperasi.

b. Functional Linkages—Mengidentifikasi stakeholder yang penting bagi

fungsi organisasi karena memiliki kemampuan menyediakan input dan

ouput bagi organisasi.

c. Normative Linkages—Mengidentifikasi stakeholder yang memiliki

masalah yang sama atau berbagi nilai, kepentingan, tujuan yang sama

dengan organisasi.

d. Diffused Linkages—Mengidentifikasi stakeholder yang terlibat atau

terkait.

Pemeliharaan hubungan yang baik dengan seluruh stakeholder sebagai

bagian dari aktivitas kehumasan lembaga publik disampaikan melalui Peraturan

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 109/M.PAN/11/2005.

Dalam peraturan tersebut, tugas pranata humas pemerintah meliputi perencanaan

pelayanan informasi dan kehumasan, pelayanan informasi hubungan                                                                                                                28  Ibid.,  hal.68  29  Ibid.,  hal.  66  

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  15  

kelembagaan, hubungan personil, dan pengembangan pelayanan informasi dan

kehumasan. Humas lembaga publik bertanggungjawab dalam pengelolaan

komunikasi antara organisasi dengan masyarakat dan seluruh stakeholder-nya.

Yang perlu diperhatikan adalah dampak dan konsekuensi dari setiap tindakan

organisasi publik cenderung memengaruhi aspek sosial yang lebih luas dibanding

dengan organisasi swasta. Dengan demikian, lembaga publik memerlukan

pendekatan yang lebih mendalam ketika membangun relasi dengan para

stakeholder tersebut. Proses identifikasi stakeholder diharapkan bisa memberi

pengetahuan tentang kebutuhan dan harapan para stakeholder sehingga dapat

tercapai hubungan yang didasari oleh mutual understanding antara lembaga

publik dengan para stakeholder-nya.

3. Aktivitas Kehumasan dalam Upaya Membangun Reputasi Organisasi

Pencapaian reputasi organisasi didukung oleh serangkaian aktivitas

kehumasan yang dijalankan organisasi tersebut. Institute of Public Relations30

menjelaskan peran humas dalam menciptakan serta membangun reputasi

organisasi melalui definisi sebagai berikut, “public relations is about reputation

the result of what you do, what you say, what other says about you” (humas

adalah mengenai reputasi yaitu hasil dari apa yang anda lakukan, apa yang anda

katakan, dan apa yang orang lain katakan tentang anda). Upaya membentuk

reputasi bagi lembaganya masing-masing merupakan bagian dari pekerjaan

humas. Humas lembaga publik akan berupaya membangun reputasi yang baik di

hadapan publik. Penelitian yang dilakukan oleh Andreassen dalam jurnal Silva

dan Batista, mengungkapkan bahwa reputasi pemerintah adalah penentu utama

loyalitas publik31. Philip J. Kitchen32 mengungkapkan bahwa reputasi perusahaan

atau organisasi dipengaruhi oleh pengalaman masyarakat mengenai perusahaan

                                                                                                               30  Anne  Gregory,  The  Art  &  Science  of  PR:  Planning  &  Managing  a  PR  Campaign  Vol.2  (New  Delhi:  Crest  Publishing  House,    2000)  hal.  15  31Rui  Da  Silva  &  Luciano  Batista,  (2007).  “Boosting  Government  Reputation  Through  CRM”,  Journal  of  Public   Sector  Management,  vol.  20,  no.7,  59.  Tearsip  dalam  http://www.emeraldinsight.com/doi/abs/10.1108/09513550710823506  Diakses  pada  1  November  2015  32  Philip  J.  Kitchen,  “PR:  Principles  &  Practice”,  cited  in  Wahyu  Dwi  Kusumawandani,  Pengaruh  Kualitas  Pelayanan  Pada  Reputasi  Lembaga:  Studi  Pada  Tenaga  Kerja  Indonesia  di  Perusahaan  Penempatan  Tenaga  Kerja  Indonesia  Swasta  Depok  terhadap  Badan  Nasional  Penempatan  dan  Perlindungan  TKI  (Depok:  Fakultas  Ilmu  Sosial  dan  Politik  Universitas  Indonesia,  2012)  hal.  28  

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  16  

dan produknya, bagaimana penampilan perusahaan, serta bagaimana orang lain

dan media membicarakan mengenai perusahaan-sekumpulan cerita dari

masyarakat mengenai perusahaan. Reputasi yang baik dapat memperlancar

berbagai bentuk pelayanan publik dari lembaga publik kepada masyarakat.

Fombrum dan Riel dalam jurnal Klaavu33 menyatakan bahwa reputasi

adalah penilaian stakeholder organisasi terhadap keseluruhan organisasi. Segala

aktivitas yang dilakukan organisasi harus dikomunikasikan dengan tepat kepada

seluruh stakeholder. Hal ini dilakukan agar seluruh stakeholder mengetahui dan

memahami perilaku dan kinerja organisasi. Dengan demikian, stakeholder dapat

mengevaluasi apakah organisasi telah memenuhi ekspektasi mereka atau tidak.

Kemampuan memenuhi ekspektasi stakeholder serta upaya dalam

mengkomunikasikan pencapaian tersebut menentukan baik atau buruknya reputasi

suatu organisasi. Seperti yang diulas oleh Doorley dan Garcia 34 mengenai

pemetaan reputasi yang ditulis dalam rumus sebagai berikut:

Bagan 1.2 Pemetaan Reputasi Doorley dan Garcia

Sumber: Doorley & Garcia, 2011.

Formula di atas menjelaskan bahwa pembentukan reputasi merupakan

proses yang kumulatif. Doorley dan Garcia mengilustrasikan apabila sebuah

perusahaan tidak sengaja mengeluarkan produk yang gagal, kesalahan tersebut

tidak bisa diperbaiki hanya dengan meminta maaf melalui press conference35.

Upaya komunikasi saja tidak cukup untuk memperbaiki kesalahan yang telah

dilakukan oleh organisasi di mata para stakeholder-nya. Reputasi organisasi

dibangun melalui kinerja, perilaku, dan komunikasi, oleh karena itu reputasi

organisasi hanya bisa diperbaiki dengan mengupayakan tiga aspek tersebut.                                                                                                                33  Marita  Klaavu,  (2009).  “Company  Reputation  and  Image  Analysis:  Case:  Game  Central”.  Terarsip  dalam  https://www.theseus.fi/bitstream/handle/10024/2585/Klaavu_Marita.pdf?sequence=1  Diakses  pada  8  Desember  2015  34John  Doorley  &  Helio  Fred  Garcia,  Reputation  Management:  The  Key  to  Successful  Public  Relations  and  Corporate  Communication  (Oxon:  Taylor  &  Francis,  2011)  hal  18.  35  Ibid.,  hal.  15  

Reputasi = Sejumlah Citra = Perilaku+Kinerja+Komunikasi

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  17  

Berkowitz dalam Doorley dan Garcia36 menyebutkan bahwa langkah

penting dalam pembentukan reputasi organisasi adalah membangun dan

memelihara hubungan baik dengan para konstituen atau pemangku kepentingan.

Pembinaan hubungan baik tersebut tentunya didukung melalui aktivitas

komunikasi, yang harus berjalan sesuai dan konsisten dengan perilaku dan kinerja

organisasi. Apabila proses tersebut tidak berjalan beriringan, maka kegiatan

komunikasi yang dilakukan akan menjadi pencitraan semu atau bahkan

kebohongan publik. Dengan demikian, peneliti akan menggarisbawahi bahwa

penelitian ini berfokus pada upaya komunikasi yang dilakukan oleh KPK melalui

aktivitas kehumasan dalam rangka mempertahankan reputasi organisasinya pasca

penangkapan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

Secara garis besar, dapat ditarik dari definisi reputasi yaitu adanya

keterlibatan stakeholder dan aktivitas organisasi. Reputasi diperoleh berdasarkan

kinerja dan bentuk komunikasi yang dilakukan oleh organisasi. Passow dalam

jurnal Silva dan Batista37 menemukan banyak kesamaan dalam upaya peningkatan

reputasi yang dilakukan institusi pemerintah dan institusi swasta, yakni melalui

sumber daya serta perilaku pendukung, adanya visi dan konsep organisasi yang

strategis, serta mementingkan tanggung jawab sosial organisasi yang lebih besar.

Temuan tersebut mengindikasikan bahwa secara umum, lembaga

pemerintah/publik mengikuti alur logika yang sama dengan lembaga swasta dalam

meningkatkan reputasi organisasinya. Meskipun begitu, humas lembaga publik

perlu menyadari sifat dan jenis lembaganya dalam merancang aktivitas

kehumasan yang tepat untuk membangun reputasi organisasi. Gelders, Bouckaert,

dan van Ruler 38 mengidentifikasikan empat hambatan yang mempersulit

pengelolaan reputasi di lembaga publik dibanding lembaga swasta, di antaranya

(a) lingkungan yang lebih kompleks dan tidak stabil, (b) adanya batasan legal

maupun formal, (c) terikat dengan presedur yang lebih kaku, (d) kompleksitas

dalam produk dan tujuan yang ingin diraih. Beberapa hambatan tersebut harus

diperhatikan oleh humas lembaga publik dalam mengkomunikasikan kinerja

                                                                                                               36  Ibid.,  hal.  10  37  Silva  &  Batista,  op.  cit.,  hal  595  38  Dave   Gelders,   Geert   Bouckaert,   &   Betteke   van   Ruler,   “Communications   Management   in   the   Public   Sector:  Consequences   for  Public  Communication  about  Policy   Intentions”,   cited   in  Chiara  Valentini,  Political  Public  Relations   in  the  European  Union:  EU  Reputation  and  Relationship  Management  Under  Scrutiny  (Public  Relations  Journal,  vol.  7,  no.4,  2013)  hal.  3  

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  18  

organisasi kepada para stakeholder sehingga dapat tercipta reputasi organisasi

yang baik.

4. Pengelolaan Komunikasi Stakeholder dalam Pembentukan Reputasi Organisasi

Reputasi merupakan suatu aset tak terlihat (intangible asset) yang harus

dimiliki setiap organisasi. Pekerjaan public relations bermuara pada pembentukan

reputasi organisasi. Reputasi organisasi sangat bergantung pada penilaian

stakeholder, maka menjadi tugas humas untuk memastikan adanya hubungan baik

antara organisasi dengan seluruh stakeholder-nya. Sejumlah premis yang

diungkapkan Cornelissen dan Thorpe dapat membantu humas untuk memahami

lebih dalam mengenai peran stakeholder dalam pembentukan reputasi

organisasi39:

a. Reputasi adalah konstruksi persepsi stakeholder berdasarkan sejumlah

sinyal dan pesan yang diterima melalui pengalaman langsung maupun

perantara tertentu (media, pendapat profesional).

b. Reputasi adalah fenomena stakeholder (stakeholder phenomenon). Hal ini

menjelaskan bahwa pembentukan reputasi bersifat non-monolistik—faktor

yang menjadi penentu reputasi akan berbeda di antara stakeholders, yang

mengakibatkan reputasi organisasi bagi satu kelompok stakeholder akan

berbeda dengan kelompok stakeholder yang lain.

c. Reputasi akan terus berkembang dari waktu ke waktu berdasarkan

penilaian stakeholder.

Salah satu premis yang dituliskan di atas berisi bahwa pembentukan

reputasi organisasi bergantung pada penilaian beragam kelompok stakeholder.

Berbagai opini dan persepsi kelompok stakeholder terhadap organisasi dapat

memunculkan lebih dari satu reputasi organisasi, yakni dengan melihat reputasi

organisasi berdasarkan kelompok stakeholder secara spesifik (stakeholder specific

reputations). Perbedaan reputasi di antara kelompok stakeholder tersebut

merupakan dampak dari perbedaan sinyal dan pesan yang diterima oleh

stakeholder. Dalam melakukan kegiatan komunikasi dengan para stakeholder,

                                                                                                               39  Joep   Cornelissen   &   Richard   Thorpe,   “Measuring   a   Business   School's   Reputation:   Perspectives,   Problems   and  Prospects”,  European  Management  Journal,  vol.  20,  no.  2  (May,  2002)  hal.  172-­‐178  

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  19  

humas juga harus memperhatikan hubungan antar kelompok stakeholder yang

berdampak pada reputasi organisasi. Stakeholder-network perspective berasal dari

sudut pandang sosiologis yang melihat stakeholder sebagai subjek sosial yang

dapat memengaruhi persepsi satu sama lain40. Secara garis besar, humas harus

menyadari dampak yang ditimbulkan oleh keragaman stakeholder, khususnya

terhadap pembentukan reputasi organisasi.

Studi Tuck 41 terhadap reputasi perusahaan di industri pertambangan

Australia menghasilkan sebuah model yang dinamakan stakeholder model of

reputation formation. Model yang dikembangkan dengan mengikuti premis-

premis Cornelissen dan Thorpe ini ditunjukan untuk menggambarkan keragaman

kelompok stakeholder, bersamaan dengan faktor-faktor lain seperti reputasi

industri dan media, memengaruhi pembentukan reputasi perusahaaan. Tuck

memberi gambaran bagaimana suatu kelompok stakeholder membentuk reputasi

awal atau meninjau kembali reputasi perusahaan yang sudah ada dengan

menggabungkan berbagai sinyal dan pesan yang diterima. Dalam jurnalnya, Tuck

menulis bahwa aktivitas organisasi, aktivitas industri—aktivitas perusahaan lain

yang berada di satu lini industri—reputasi industri, serta tindakan kelompok

stakeholder lain terhadap perusahaan, membentuk serangkaian impresi karena

dialami langsung oleh stakeholder. Selain melakukan penilaian langsung,

stakeholder juga akan meninjau secara tidak langsung melalui media dan laporan

perusahaan. Meskipun stakeholder model of reputation formation yang

dikembangkan oleh Tuck berasal dari hasil penelitian yang dilakukan pada

perusahaan swasta, humas lembaga publik dapat menggunakan model ini dalam

upaya membangun reputasi lembaganya. Jenis dan sifat lembaga publik yang

bertujuan untuk melayani seluruh lapisan masyakat berdampak pada kompleksitas

dan jumlah stakeholder yang harus ditangani oleh humas lembaga publik. Dengan

demikian, penting bagi humas untuk memahami pengelolaan komunikasi yang

efektif dengan beragam stakeholder karena akan berpengaruh pada reputasi

                                                                                                               40  Stefania  Romenti,  (2010).  “Reputation  and  Stakeholder  Management:  an  Italian  Case  Study”,  Journal  of  Communication  Management,  vol.  14,  306-­‐3018.  Terarsip  dalam  http://kastoria.teikoz.gr/prmarketingmaster/PublicRelationsStrategies/files/2012/12/12-­‐2010_Reput-­‐Managt_Reputation-­‐and-­‐stakeholder-­‐engagement-­‐Italian-­‐case.pdf  Diakses  pada  27  Desember  2015  41  Jacqualine  Tuck,  (2012).  “A  Stakeholder  Model  of  Reputation:  the  Australian  Mining  Industry”,  The  Business  School  Working  Paper  Series,  vol.  2,  3-­‐5.  Terarsip  dalam  https://federation.edu.au/__data/assets/pdf_file/0017/75023/A-­‐Stakeholder-­‐Model-­‐of-­‐Reputation-­‐The-­‐Australian-­‐Mining-­‐Industry.pdf  Diakses  pada  25  Oktober  2015  

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  20  

organisasi. Secara sederhana, Tuck menggambarkannya dalam bagan sebagai

berikut:

Bagan 1.3 Stakeholder Model of Reputation Formation

Sumber: Tuck, 2012.

Model ini memberikan gambaran tentang faktor-faktor pembentuk reputasi

organisasi di kalangan kelompok stakeholder yang beragam, sehingga dapat

membantu humas lembaga publik untuk menciptakan reputasi organisasi yang

positif di mata seluruh stakeholder-nya. Reputasi organisasi yang baik sangat

penting bagi kelangsungan aktivitas organisasi, khususnya lembaga publik karena

kelancaran pelayanan umum bergantung pada reputasi lembaga publik di mata

masyarakat dan kelompok stakeholder yang lain. Humas lembaga publik juga bisa

memperkirakan tindakan komunikasi yang sesuai untuk mempertahankan reputasi

organisasi yang telah diraih dengan menggunakan stakeholder model of

reputation. Hal yang harus diperhatikan oleh humas lembaga publik adalah

keberadaan industri yang tercantum di dalam model ini. Sebagai lembaga yang

tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, aktivitas yang

dilakukan oleh lembaga publik memiliki dampak yang besar pada aspek sosial

masyarakat. Humas lembaga publik bisa mengganti faktor industri dengan

keberadaan faktor masyarakat, seperti reputasi lembaga publik di mata

masyarakat.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  21  

Reputasi organisasi dibangun melalui kinerja, perilaku, dan komunikasi, oleh

karena itu reputasi organisasi hanya bisa diperbaiki dengan mengupayakan tiga

aspek tersebut.

F. Kerangka Konsep

Berbagai survei dan hasil polling terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) selama ini menunjukan bahwa KPK memiliki tingkat kepercayaan publik

yang tinggi, namun dengan adanya peristiwa penangkapan dua pimpinannya yakni

Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, KPK dihadapkan dengan sejumlah

reaksi publik yang berpotensi mengancam reputasi organisasinya. Pada

pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa pemeliharaan reputasi merupakan

proses kumulatif yang dibangun melalui aspek kinerja, perilaku, dan komunikasi,

sehingga reputasi organisasi hanya bisa diperbaiki dengan mengupayakan tiga

aspek tersebut. Penelitian ini akan berfokus pada pengelolaan manajemen

komunikasi yang dilakukan KPK dalam mengelola stakeholder sebagai upaya

untuk mempertahankan reputasi organisasi.

Manajemen komunikasi dapat membantu KPK untuk mengembalikan

kepercayaan stakeholder sehingga hubungan antara organisasi dengan stakeholder

bisa tetap berjalan dengan baik. Untuk melihat setiap indikator dalam pelaksanaan

manajemen komunikasi yang dilakukan KPK dalam mengelola stakeholder untuk

mempertahankan reputasi organisasinya, peneliti akan mengadopsi konsep

Perencanaan Strategis Public Relations milik Cutlip. Konsep perencanaan

strategis yang digagas oleh Cutlip tersebut merupakan model perencanaan

strategis public relations yang relevan untuk menjelaskan proses manajemen

komunikasi yang dilakukan KPK dalam rangka mempertahankan reputasi

organisasinya pasca konflik “cicak vs buaya” jilid 3 ini. Dalam menentukan

langkah-langkah manajemen komunikasi yang tepat, maka harus menyesuaikan

dengan sifat dan jenis organisasi KPK sebagai lembaga publik serta kondisi publik

yang tengah dihadapi KPK pasca penangkapan dua pimpinannya. Terdapat empat

proses perencanaan strategis public relations Cutlip yang terdiri dari a) penentuan

masalah untuk memahami peluang atau masalah yang dihadapi KPK pasca

penangkapan dua pimpinannya, b) perencanaan dan program yang berisi

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  22  

penyusunan program komunikasi, mekanisme pelaksanaan program,

mengidentifikasi stakeholder yang akan disasar serta tujuan komunikasi yang

ingin dicapai, c) bertindak dan berkomunikasi yang menjelaskan implementasi

dari program dan kegiatan komunikasi yang telah disusun, d) mengevaluasi

program dengan menilai jalannya keseluruhan tahapan untuk mengukur

tercapainya tujuan komunikasi.

Peneliti telah merangkum penjelasan di atas ke dalam sebuah bagan yang

dapat menggambarkan secara rinci konsep penelitian yang menjadi acuan dalam

memahami bagaimana manajemen komunikasi yang dilakukan KPK dalam

mengelola stakeholder sebagai upaya untuk mempertahankan reputasi organisasi.

Berikut adalah bagan kerangka konsep manajemen komunikasi KPK dalam

mengelola stakeholder untuk mempertahankan reputasi organisasi pasca

penangkapan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto:

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  23  

Bagan 1.4 Kerangka Konsep Manajemen Komunikasi KPK dalam Mengelola

Stakeholder untuk Mempertahankan Reputasi Organisasi

.

Perencanaan Strategis Public Relations (Cutlip,1982)

1. Menentukan masalah

2. Perencanaan dan program 3. Bertindak dan berkomunikasi

4. Mengevaluasi program

• memahami  masalah  dan  peluang  yang  ditimbulkan  pasca  penangkapan  AS  &  BW  

•  

• pembuatan rencana program • mengidentifikasi stakeholder yang

akan disasar • menjelaskan mekanisme

pelaksanaan program komunikasi • menentukan tujuan komunikasi

yang ingin dicapai  

• implementasi  program    

• menilai  jalannya  tahapan-­‐tahapan  dalam  strategi  komunikasi  

• melihat  peran  strategi  komunikasi  dalam  memengaruhi  pembentukan  reputasi  

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  24  

G. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif. Penelitian

kualitatif dipilih karena penelitian ini akan dilakukan berdasarkan kondisi alami di

lapangan untuk menggali informasi tanpa berusaha memengaruhi informan. Melalui

penelitian kualitatif, maka data yang akan dihasilkan adalah data deskriptif berupa

kata-kata tertulis dan lisan42. Sedangkan istilah deskriptif ditujukan untuk membuat

deskripsi sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi

atau objek tertentu. Penelitian deskriptif akan memaparkan situasi atau peristiwa,

tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat

prediksi43.

Peneliti membutuhkan metode penelitian sebagai pedoman agar hasil yang

diperoleh fokus kepada tujuan yang hendak dicapai. Terdapat berbagai jenis metode

penelitian yang dapat digunakan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, dan masing-

masing metode diperlukan untuk mampu menjawab penelitian. Peneliti dapat memilih

metode penelitian dengan mempertimbangkan tiga faktor sebagai berikut44: a) tipe

pertanyaan yang diajukan, b) luas kontrol yang dimiliki peneliti atas peristiwa

perilaku yang akan diteliti, 3) fokus terhadap peristiwa kontemporer sebagai

kebalikan dari peristiwa historis. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian ini diarahkan untuk menjawab

pertanyaan tentang bagaimana suatu proses atau fenomena berkembang dalam sebuah

konteks sosial. Peneliti akan menggambarkan keadaan objek penelitian sesuai dengan

fakta-fakta yang ditemukan di lapangan, sehingga peneliti memiliki sedikit peluang

untuk mengontrol proses atau fenomena tersebut. Studi kasus merupakan metode

penelitian yang cocok digunakan karena pokok pertanyaan dalam pertanyaan ini

berkenaan dengan pertanyaan “mengapa” atau “bagaimana”, dan berusaha

menyelidiki fenomena kontemporer dimana perilaku yang relevan tidak dapat

dimanipulasi dan belum ada batasan yang jelas antara fenomena dengan konteksnya.45

Berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti menggunakan metode studi kasus dengan

                                                                                                               42  Lexy  J.  Moeleong,    Metode  Penelitian  Kualitatif  (Bandung:  PT.  Remaja  Losdakarya,  2006)  hal.  23  43  Ibid.,  hal.  27  44Robert  K.  Yin,  Studi  Kasus  Desain  dan  Metode  (Jakarta:  PT  Grafindo  Persada,  2001)  hal.  1  45  Ibid.  hal.  2  

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  25  

memusatkan pada pelaksanaan strategi komunikasi dalam mengelola stakeholder

untuk meningkatkan reputasi organisasi.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menjadi langkah yang penting karena menentukan

cara perolehan data atau bukti yang diperlukan dalam penelitian ini. Perolehan data

akan diklasifikan oleh peneliti berdasarkan sumber pengambilannya:

a. Data primer akan diperoleh melalui wawancara terstruktur. Wawancara

dilakukan untuk memperoleh data atau informasi dengan cara langsung

bertatap muka dengan informan untuk mendapat data yang lengkap dan

mendalam. Selama proses wawancara berlangsung, peneliti menggunakan

panduan wawancara (interview guide) yang diharapkan mampu menggiring

proses wawancara menjadi lebih jelas, fokus, dan sesuai dengan tema

penelitian. Informan yang dipilih dalam proses wawancara merupakan

informan yang benar-benar mengetahui atau terlibat langsung dengan fokus

permasalahan dalam penelitian ini, seperti divisi humas KPK. Untuk

melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti juga berusaha

untuk bisa memperoleh informasi dari beragam kelompok stakeholder terkait

seperti kepolisian, masyarakat, dan aparatur negara.

b. Data sekunder akan diperoleh melalui tinjauan terhadap dokumen-dokumen

yang tersimpan dalam bentuk press release, artikel media, dan dokumen lain

yang bisa mendukung kelengkapan data primer.

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian studi kasus, strategi penjodohan pola adalah salah satu

teknik analisis yang paling “dominan” atau paling sering digunakan 46 . Logika

penjodohan pola akan membandingkan suatu pola yang didasarkan atas empiri

dengan pola yang diprediksikan. Jika kedua pola tersebut ada persamaan maka

hasilnya dapat memperkuat validitas internal studi kasus yang bersangkutan. Proses

                                                                                                               46  Ibid.  hal.  140  

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104202/potongan/S1-2016... · ! 2! selalu diliput oleh media massa. KPK mengaku bahwa ekspos awak pers digunakan

  26  

analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada beberapa tahapan

yang telah dijelaskan oleh Miles dan Huberman dalam Nazir (2003)47 sebagai berikut:

a. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data-data kasar yang

muncul dari data tertulis di lapangan. Tahap reduksi data akan berlangsung

sepanjang proses penelitian dilaksanakan. Pada tahap ini, peneliti akan

mengumpulkan dan menyederhanakan berbagai data yang diperoleh melalui

wawancara dan studi dokumen tentang strategi komunikasi KPK dalam

mengelola stakeholder untuk mempertahankan reputasi organisasi.

b. Penyajian data atau data display merupakan kegiatan penyajian informasi

yang telah dipilih dalam bentuk teks naratif, grafik jarangan, tabel maupun

bagan, yang bertujuan untuk mempertajam pemahaman peneliti sehingga

memungkinkan dapat ditariknya satu kesimpulan penelitian. Pada tahap ini,

peneliti mengkategorisasikan data berdasarkan kerangka teori dan konsep

penelitian untuk kemudian dicari bagaimana kesesuaian polanya dengan

konsep penelitian yang telah dibuat.

c. Pengambilan keputusan dan verifikasi, yang berisi pencarian arti pola-pola,

penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi.

Penarikan kesimpulan dilakukan melalui verifikasi berupa tinjauan ulang pada

data-data yang diperoleh sehingga bisa teruji validitasnya. Data-data yang

telah dikategorisasikan tersebut akan dianalisis dengan melihat kesesuaian

antara konsep yang digunakan dengan bukti-bukti empiris di lapangan,

kemudian disajikan secara sistematis ke dalam bentuk uraian hasil penelitian

dan analisis. Peneliti akan menjadikan data-data yang telah disusun secara

sistematis tersebut sebagai acuan dalam menarik kesimpulan penelitian.

 

                                                                                                               47  Mohammad  Nazir,  Metode  Penelitian  (Jakarta:  Ghalia  Indonesia,    2003)  hal.  12