EKSISTENSI KHILÂFAH DALAM ... - repository.iiq.ac.id
Transcript of EKSISTENSI KHILÂFAH DALAM ... - repository.iiq.ac.id
EKSISTENSI KHILÂFAH DALAM
DISKURSUS PENAFSIRAN AL-QUR’AN
(Studi Kritis Penafsiran Khilâfah HTI Perspektif
Lintas Mazhab Tafsir)
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Agama (M.Ag)
Oleh:
Zakiyal Fikri Mochamad
NIM: 218410869
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1442 H/2020 M
EKSISTENSI KHILÂFAH DALAM
DISKURSUS PENAFSIRAN AL-QUR’AN
(Studi Kritis Penafsiran Khilâfah HTI Perspektif
Lintas Mazhab Tafsir)
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Agama (M.Ag)
Oleh:
Zakiyal Fikri Mochamad
NIM: 218410869
Pembimbing:
Prof. Dr. KH. Said Aqil Husain Al-Munawwar, MA
Dr. H. Ahmad Syukron, MA
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1442 H/2020 M
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul Eksistensi Khilâfah dalam Diskursus Penafsiran
Al-Qur’an: Studi Kritis Penafsiran Khilâfah HTI Perspektif Lintas Mazhab
Tafsir yang disusun oleh Zakiyal Fikri Mochamad dengan Nomor Induk
Mahasiswa 218410869 telah melalui proses bimbingan dengan baik dan
dinilai oleh pembimbing telah memenuhi syarat ilmiah untuk diajukan di
sidang munaqasyah.
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. KH. Said Aqil Husain Al-Munawwar, MA Dr. H. Ahmad Syukron, MA
Tanggal: Tanggal: 19 November 2020
iv
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Tesis dengan judul Eksistensi Khilâfah dalam Diskursus Penafsiran Al-
Qur’an: Studi Kritis Penafsiran Khilâfah HTI Perspektif Lintas Mazhab Tafsir yang
disusun oleh Zakiyal Fikri Mochamad dengan Nomor Induk Mahasiswa 218410869
telah diajukan di sidang munaqasyah Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an
(IIQ) Jakarta pada tanggal 21 Desember 2020. Tesis tersebut telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Mater Agama (M.Ag) dalam bidang Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir
No Nama Jabatan dalam Tim Tanda Tangan
1 Dr. H. Muhammad Azizan
Fitriana, MA Ketua
2 Dr. H. Ahmad Syukron, MA Sekretaris
3 Dr. H. Arrazy Hasyim, MA.
Hum
Anggota/Penguji I
4 H. M. Ziyadul Haq, SQ,
S.H.I,MA, Ph.D
Anggota/Penguji II
5 Prof. Dr. KH. Said Aqil
Husain Al-Munawwar, MA
Anggota/Pembimbing I
6 Dr. H. Ahmad Syukron, MA Anggota/Pembimbing II
Jakarta, 21 Desember 2020
Mengetahui,
Direktur Pascasarjana IIQ Jakarta
Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA
v
BERITA ACARA
MUNAQOSYAH TESIS S-2
Pascasarjana Program Magister (S2) Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, setelah
memperhatikan hasil-hasil ujian semester dan hasil penilaian Tim Penguji
Munaqasyah Tesis pada:
Hari, tanggal : Senin, 21 Dsember 2020 M / 06 Jumadil Awal 1442 H
Tempat : Zoom Cloud Meeting
MEMUTUSKAN
bahwa mahasiswa
Nama : Zakiyal Fikri Mochamad
TTL : Cilacap, 08 Oktober 1994
NIM/NIRM : 218410869
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Judul Tesis :Eksistenti Khilafah dalam Diskursus Penafsiran Al-Qur’an
(Studi Kritis Penafsiran Khilafah HTI Perspektif Lintas
Mazhab Tafsir)
Dinyatakan: LULUS, dengan hasil munaqasyah: 93, 5 (A)
IPS : 3, 62 (141,00)
IPK : 3,63 (Terpuji/Amat Baik/Baik)
Kepadanya diberikan gelar Magister Agama (M.Ag) berserta hak dan kewajiban
yang melekat pada gelar tersebut dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Yang bersangkutan adalah alumni Pascasarjana Program Magister (S2) IIQ
Jakarta yang ke-715
Tangerang Selatan, 21, Desember 2020
06 Jumadil Awal 1442
TIM PENGUJI
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
(Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA) (Dr. H. Ahmad Syukron, MA)
Anggota:
1. Penguji I : Dr. H. Arrazy Hasyim, MA. Hum .........................
2. Penguji II : H. M. Ziyadul Haq, SQ, S.H.I,MA, Ph.D .........................
3. Pembimibing I : Prof. Dr. KH. Said Aqil Husain Al-Munawwar, MA .........................
4. Pembimbing II : Dr. H. Ahmad Syukron, MA .......................
vi
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Zakiyal Fikri Mochamad
NIM : 218410869
Tempat/Tgl Lahir : Cilacap, 08 Oktober 1994
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Menyatakan bahwa tesis dengan judul adalah benar-benar asli karya saya
kecuali kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di
dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 19 Januari 2021
Zakiyal Fikri Mochamad
vii
MOTTO
ظام بالن لباطل
نظام يغلبه ا
الحق بلا
“Kebenaran yang tidak terorganisir akan terkalahkan oleh kejahatan yang
terorganisir”
(Ali bin Abi Thalib)
“Bila ingin mengetahui maksud keseluruhan isi Al-Qur’an, maka lihatlah
peribdi Nabi SAW !. Karena beliau adalah Mubayyin al-Qur’an dan potret
Al-Qur’an itu sendiri.”
viii
PERSEMBAHAN
Tesis ini dipersembahkan untuk:
1. Orang tua, ayahanda Kyai. Ratino Usman Al Qudsy dan Ibu Moh
Saodah; dan kedua adik penulis, Nasril Albab Mochamad dan Qurota
A’yunin yang selalu memberikan dukungan emosional untuk segera
menyelesaikan tesis ini
2. Semua guru-guru yang telah berjasa dalam memberikan teladan ilmu
dan akhlak khususnya (Alm) KH. A. Ahmad Hasyim Muzadi berserta
keluarga dan seluruh dosen STKQ Al-Hikam Depok dan segenap
dosen pengajar IIQ Jakarta
3. Kedua pembimbing tesis, Prof. Dr. KH. Aqil Husain Al-Munawwar,
MA dan Dr. H. Ahmad Syukron, MA yang telah memberikan
waktunya dan masukan-masukannya untuk kesempurnaan penelitian
tesis ini
4. Pengasuh Pesantren Al-Ihya Ulumaddin Cilacap, KH.
Imdadurrohman Al-Ubudi dan murobbi qur’an penulis, K. Sangidun
Al Hafiz yang memberikan keteladanan spiritual dan kemandirian
sebagai santri
5. Kawan-kawan STKQ Al-Hikam khususnya H. Kamaluddin yang
telah banyak memberikan sumbangsih materi dan immateri dalam
proses penyusunan tesis ini
ix
KATA PENGANTAR
Bismillâhirrahmânirrahîm
Segala puja dan puji syukur selalu terlimpahkan kepada Allah SWT,
yang telah memberikan nikmat kesehatan dan keberkahan ilmu pengetahuan
kepada hambanya yang tengah menuntut ilmu. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan
yang baik dan benar kepada umatnya.
Dengan Dengan rahmat dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
Tesis dengan judul“Eksistensi Khilâfah dalam Diskursus Penafsiran Al-
Qur’an: Studi Kritis Penafsiran Khilâfah HTI Perspektif Lintas Mazhab
Tafsir”. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini.
Hal itu semata-mata karena keterbatasan penulis sendiri.
Keberhasilan penulis dalam menempuh studi dan menyusun tesis ini
tidak lepas dari bantuan, motivasi serta bimbingan berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Kyai. Ratino Usman Al Qudsy dan Ibu Moh Saodah selaku orang
tua penulis.
2. Ibu Prof. Hj. Huzaimah T. Yanggo, MA, sekalu rektor Institut Ilmu Al-
Qur’an Jakarta
3. Bapak Dr. H. M. Azizan Fitriana, MA selaku Direktur Program
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.
4. Bapak Dr. H. Ahmad Syukron, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir Program Pascasarjana IIQ Jakarta.
5. Prof. Dr. KH. Aqil Husain Al-Munawwar, MA dan Dr. H. Ahmad
Syukron, MA selaku pembimbing tesis penulis.
6. Rekan-rekan mahasiswa IAT semester genap 2019 Program Pascasarjana
Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta sebagai rekan kuliyah dan teman diskusi
7. Rekan-rekan mahasiswa IAT STKQ Al Hikam Depok angkatan III
sebagai rekan kuliah dan teman diskusi
Jakarta, 19 November 2020
Penulis,
Zakiyal Fikri Mochamad
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................ iii
PENGESAHAN PENGUJI................................................................... iv
BERITA ACARA................................................................................... v
PERNYATAAN PENULIS................................................................... vi
MOTTO.................................................................................................. vii
PERSEMBAHAN.................................................................................. viii
KATA PENGANTAR............................................................................ ix
DAFTAR ISI.......................................................................................... xi
ABSTRAK INDONESIA...................................................................... xv
ABSTRAK INGGRIS............................................................................ xvi
ABSTRAK ARAB.................................................................................. xvii
PEDOMAN TRANSLITERASI........................................................... xviii
BAB I: PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Permasalahan............................................................................... 7
1. Identifikasi Masalah............................................................... 7
2. Pembatasan Masalah.............................................................. 8
3. Perumusan Masalah............................................................... 8
C. Tujuan Penulisan.......................................................................... 8
D. Kegunaan Penelitian.................................................................... 9
E. Kajian Pustaka............................................................................. 9
F. Metodologi Penelitian.................................................................. 16
1. Jenis Penelitian...................................................................... 16
2. Sumber Data.......................................................................... 17
3. Teknik Pengumpulan Data..................................................... 18
4. Metode Analisis Data............................................................. 18
G. Sistematika Penulisan.................................................................. 20
BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG KHILÂFAH 23
A. Pengertian Khilâfah..................................................................... 23
B. Khilâfah dalam Lintasan Sejarah................................................. 25
C. Konsep Khilâfah Perpektif HTI................................................... 29
D. Khilâfah dalam Pandangan Mazhab-Mazhab Islam.................... 31
BAB III: HTI DAN PENAFSIRAN AL-QUR’AN.............................. 41
A. Sejarah Singkat Berdirinya HTI.................................................. 41
B. Model Dakwah HTI dan Pengaruhnya dalam Kehidupan
Bermasyarakat............................................................................. 44
C. Tipologi Tafsir HTI..................................................................... 45
D. Penafsiran HTI Terhadap QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-
Nisâ[4]: 59 dan QS. al-Mâidah[5]: 49......................................... 48
xii
BAB IV: INTERPRETASI MUFASIR LINTAS MAZHAB
TERHADAP QS. AL-BAQARAH[2]: 30, QS. AL-NISÂ[4]: 59
DAN QS. AL-MÂIDAH[5]: 49.............................................................
57
A. QS. Al-Baqarah[2]: 30............................................................... 60
1. Mufasir Suni 60
a. Fakhr al-Dîn al-Râzî dalam Mafâtih al-Ghaib................ 60
b. al-Qurthûbî dalam al-Jâmiʻ Li Ahkâm al-Qur’ân........... 62
2. Mufasir Syiah .................................................................... 67
a. al-Thabarsî dalam tafsir Majmaʻ al-Bayân li ‘Ulûm al-
Qur’ân.............................................................................. 67
b. al-Thaba’thabaʻi dalam Tafsîr Mizân al-Qur’ân............. 68
3. Mufasir Mu’tazilah................................................................ 70
a. Qâdhi ‘Abd al-Jabbâr dalam Tanzîh al-Qur’ân ‘an
Mathâ’in........................................................................... 70
b. al-Zamakhsyarî dalam al-Kasyâf..................................... 72
4. Mufasir Khawarij................................................................... 74
a. Hûd Ibn Muhakkam al-Hawarî dalam Tafsîr
Kitâbulllâh al-‘Azîz......................................................... 74
b. Muhammad Ibn Yusûf Attalbah dalam Haimân al-Zâd
ilâ Dâr al-Maʻâd.............................................................. 75
5. Mufasir Salafi-Skriptualis..................................................... 78
a. Ibnu Taimiyah dalam Tafsîr Syekh al-Islâm Ibn
Taimiyyah........................................................................ 78
b. Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn dalam Tafsir al-
Qur’ân al-Karîm.............................................................. 80
6. Mufasir Haraki-Tajdîdi.......................................................... 82
a. Sayid Quthb dalam Fî Zhilâl al-Qur’ân.......................... 82
b. Muhammad ‘Abduh dalam Tafsîr al-Manâr................... 85
7. Mufasir Nusantara................................................................. 86
a. Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar............................... 86
b. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah......................... 90
B. QS. Al-Nisâ’[4]: 59..................................................................... 93
1. Mufasir Suni........................................................................... 93
a. Fakhr al-Dîn al-Râzî dalam Mafâtih al-Ghaib................ 93
b. al-Qurthûbî dalam al-Jâmiʻ Li Ahkâm al-Qur’ân............ 95
2. Mufasir Syiah......................................................................... 98
a. al-Thabarsî dalam tafsir Majmaʻ al-Bayân li ‘Ulûm al-
Qur’ân.............................................................................. 98
b. al-Thaba’thabaʻi dalam Tafsîr Mizân al-Qur’ân............. 99
3. Mufasir Mu’tazilah................................................................. 103
a. Qâdhi ‘Abd al-Jabbâr dalam Tanzîh al-Qur’ân ‘an
Mathâ’in.......................................................................... 103
xiii
b. al-Zamakhsyarî dalam al-Kasyâf..................................... 108
4. Mufasir Khawarij................................................................ 110
a. Hûd Ibn Muhakkam al-Hawarî dalam Tafsîr
Kitâbulllâh al-‘Azîz......................................................... 110
b. Muhammad Ibn Yusûf Attalbah dalam Haimân al-Zâd
ilâ Dâr al-Maʻâd.............................................................. 111
5. Mufasir Salafi-Skriptualis....................................................... 112
a. Ibnu Taimiyah dalam Tafsîr Syekh al-Islâm Ibn
Taimiyyah......................................................................... 112
b. Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn dalam Tafsir al-
Qur’ân al-Karîm.............................................................. 114
6. Mufasir Haraki-Tajdîdi........................................................... 117
a. Sayid Quthb dalam Fî Zhilâl al-Qur’ân.......................... 117
b. Muhammad ‘Abduh dalam Tafsîr al-Manâr................... 119
7. Mufasir Nusantara.................................................................. 124
a. Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar............................... 124
b. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah ........................ 127
C. QS. Al-Mâidah[5]: 49................................................................ 130
1. Mufasir Suni........................................................................... 130
a. Fakhr al-Dîn al-Râzî dalam Mafâtih al-Ghaib................ 130
b. al-Qurthûbî dalam al-Jâmiʻ Li Ahkâm al-Qur’ân........... 132
2. Mufasir Syiah...................................................................... 135
a. al-Thabarsî dalam tafsir Majmaʻ al-Bayân li ‘Ulûm al-
Qur’ân.............................................................................. 135
b. al-Thaba’thabaʻi dalam Tafsîr Mizân al-Qur’ân............. 136
3. Mufasir Mu’tazilah................................................................. 138
a. Qâdhi ‘Abd al-Jabbâr dalam Tanzîh al-Qur’ân ‘an
Mathâ’in........................................................................... 138
b. al-Zamakhsyarî dalam al-Kasyâf..................................... 141
4. Mufasir Khawarij.................................................................... 143
a. Hûd Ibn Muhakkam al-Hawarî dalam Tafsîr
Kitâbulllâh al-‘Azîz......................................................... 143
b. Muhammad Ibn Yusûf Attalbah dalam Haimân al-Zâd
ilâ Dâr al-Maʻâd.............................................................. 145
5. Mufasir Salafi-Skriptualis...................................................... 147
a. Ibnu Taimiyah dalam Tafsîr Syekh al-Islâm Ibn
Taimiyyah......................................................................... 147
b. Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn dalam Tafsir al-
Qur’ân al-Karîm.............................................................. 148
6. Mufasir Haraki-Tajdîdi........................................................... 153
a. Sayid Quthb dalam Fî Zhilâl al-Qur’ân.......................... 153
b. Muhammad ‘Abduh dalam Tafsîr al-Manâr................... 154
xiv
7. Mufasir Nusantara.................................................................. 158
a. Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar............................... 158
b. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah......................... 161
D. Relevansi Penafsiran Berbasis Makna Maqâshidi................. 163
1. QS. al-Baqarah[2]: 30............................................................ 164
2. QS. al-Nisâ’[4]: 59................................................................. 174
3. QS. al-Mâ’idah[5]: 49............................................................ 186
BAB V: PENUTUP................................................................................ 199
A. Kesimpulan.................................................................................. 199
B. Saran............................................................................................ 200
Daftar Pustaka....................................................................................... 203
Glosarium............................................................................................... 217
Indeks...................................................................................................... 223
Biodata Penulis....................................................................................... 229
xv
ABSTRAK
Fokus utama penelitian ini adalah mengkritisi penafsiran Hizbut
Tahrir Indonesia terhadap QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-Nisâ’[4\]: 59, dan
QS. al-Mâidah[5]: 49 ditinjau dari kesaksian pendapat mufasir lintas mazhab,
serta menguji keabsahan eksistensi khilâfah HTI berdasarkan pada makna
tafsir maqâshidi. Penelitian ini bersifat kualitatif yang menggunakan
penelitian analisis-komparatif dengan pendekatan tafsir maqâshidi Ibnu
‘Âsyûr dan teori nasakh Mahmud Muhammad Thaha.
Dalam penelitian ini, penulis melandaskan pada studi pustaka
(Library Research) dengan merujuk pada sumber primer dan sekunder.
Sumber primer yang digunakan adalah Tafsir Ayat-ayat Pilihan Al-Wa’ei
karya Rokhmat S. Labib dan buku-buku rujukan HTI, termasuk kitab tafsir
lintas mazhab berupa Jâmi’ al-Bayân li Ahkâm al-Qur’ân karya al-Qurthubî,
Mafâtih al-Ghaîb karya Fakhruddîn al-Râzî, al-Mizân fî Tasfîr al-Qur’ân
karya al-Thaba’thabâ’î, Majma’ al-Bayân karya al-Thabarsî, Tanzîh al-
Qur’ân ‘An al-Mathâ’in karya Abd al-Jabbâr, al-Kasyâf karya Zamakhsyarî,
Haimân al-Zâd karya Yusûf al-Ibâdî, Kitâbullâh a-‘Azîz karya Hûd bin al-
Muhakkam, Tafsîr Syekh al-Islâm Ibn Taimiyyah karya Ibn Taimiyyah,
Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm karya Shâlih al-Utsaimîn, al-Manâr karya
Muhammad Abduh, Fî Zilâl al-Qur’ân karya Sayid Qutb, Al-Azhar Karya
Buya Hamka, dan Al-Misbah karya Quraish Shihab. Sementara sumber
sekunder berupa Fath al-Bayân fî Maqâshid al-Qur’ân karya al-Qanûjî,
Maqâshid al-Syarî’ah karya Ibn ‘Âsyûr dan kitab lainnya yang relevan
dengan penelitian ini.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penafsiran HTI termasuk
penafsiran revivalis-sekterian yang manipulatif; tidak mewakili mayoritas
mufasir otoritatif. Sebab mendominasinya ideologi partai, yakni keharusan
menegakkan khilâfah islâmiyyah. Begitupula eksistensi ayat-ayat khilâfah
dalam pandangan mufasir lintas mazhab juga masih ada nuansa seksterian,
meski tidak mengarah kepada penafsiran baku sebagaimana HTI. Sehingga
pemahaman yang relevan untuk ketiga ayat di atas adalah sesuai dengan
pesan universal ayat dan makna maqâshidi-nya, yakni QS. al-Baqarah[2]:30
sebagai perlunya regenerasi sebuah kepemimpinan, peningkatan potensi dan
kode etik khalîfah; QS. al-Nisâ’[4]:59 sebagai anjuran memasrahkan sesuatu
kepada ahlinya/yang diakui kredibilitasnya dan pentingnya menyepakati hasil
musyawarah (QS. al-Syûrâ[42]: 38); dan QS. al-Mâidah[5]:49 sebagai
peringatan untuk tidak mengikuti hawa nafsu dalam memutusukan sebuah
perkara, toleran terhadap perbedaan dan monoritas (QS. Yunus[10]: 99), dan
kembali kepada kalimatun sawâ’/Pancasila (QS. Ali Imrân[3]: 64).
Keyword: ayat-ayat khilâfah, mufasir lintas mazhab, tafsir maqâshidi
xvi
ABSTRACT
The main focus of this research is to criticize the Hizbut Tahrir
Indonesia interpretation on QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-Nisâ’[4\]: 59, dan
QS. al-Mâidah[5]: 49 from a cross mazhab mufassir testimony and opinion,
and testing the existence of HTI Khilafah based on maqâshidi. This is a
qualitative research that is using a comparative-analysis method and
maqâshidi Ibnu ‘Âsyûr and nasakh Mahmud Muhammad Thaha theoretical
approach.
In this research, the writer put his base on Library Research that
refers to a primary and secondary resources. The Primary reseources that is
used are Tafsir Ayat-ayat Pilihan Al-Wa’ei by Rokhmat S. Labib and HTI
reference books, including cross mazhab mufassir such as; Jâmi’ al-Bayân li
Ahkâm al-Qur’ân by al-Qurthubî, Mafâtih al-Ghaîb by Fakhruddîn al-Râzî,
al-Mizân fî Tasfîr al-Qur’ân by al-Thaba’thabâ’î, Majma’ al-Bayân by al-
Thabarsî, Tanzîh al-Qur’ân ‘An al-Mathâ’in by Abd al-Jabbâr, al-Kasyâf by
Zamakhsyarî, Haimân al-Zâd by Yusûf al-Ibâdî, Kitâbullâh a-‘Azîz by Hûd
bin al-Muhakkam, Tafsîr Syekh al-Islâm Ibn Taimiyyah by Ibn Taimiyyah,
Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm by Shâlih al-Utsaimîn, al-Manâr by Muhammad
Abduh, Fî Zilâl al-Qur’ân by Sayid Qutb, Al-Azhar by Buya Hamka, and Al-
Misbah by Quraish Shihab. Meanwhile, the secondary resources are Fath al-
Bayân fî Maqâshid al-Qur’ân by al-Qanûjî, Maqâshid al-Syarî’ah by Ibn
‘Âsyûr and other reference books that are relevant.
This research shows that HTI interpretation categorize as
manipulative revivalist – sectarian, it doesn’t represent any authoritative
mufassir. Because the party ideology is dominating, the necessity on
upholding the khilâfah islâmiyyah. Thus, the khilâfah verses in the cros
mazhab mufassir opinions, which maybe still a bit sectarian, yet it is nothing
near any formal HTI interpretation. So the relevant understanding for those
three verses above based on its universal message from the verses and its
maqâshidi, are QS. al-Baqarah[2]:30 as of the need of leadership
regeneration, potential development and khalîfah ethics code; QS. al-
Nisâ’[4]:59 as of suggestion to submit some matters to its experts/someone
who are credibility acknowledge and the importance of accepting the result
of a discussion. (QS. al-Syûrâ[42]: 38); and QS. al-Mâidah[5]:49 as of a
warning on not decide anything based on emotion and open minded to any
diversity and minority (QS. Yunus[10]: 99), and return to kalimatun
sawâ’/Pancasila (QS. Ali Imrân[3]: 64).
Keyword: khilâfah verses, cross mazhab mufassir, maqâshidi
xvii
ة ر ص ت م ة ذ ب ن ال ذ ل ي س ي ئ الرر ز ي ك التر ي س ي ن و د ن ال ر ي ر ح الترب ز ح ي س ف ت اد ق ت ن ا ه و ث ح ب ا س و ر ة اه ت
ال ي ةة ر ق ب ال ال ي ةاء س الن ة ر و س ,30: و 59: ي أ ر ة اد ه ش ن م ة ع اج ر م 49:ال ي ةة د ائ م ال س و ر ة ،اه ب م ال ب ع ن ي ر س ف م ال ق ة ار ب ت خ ا ك ل ذ ك ،و ذ اء ن ب ي س ي ن و د ن ال ر ي ر ح الترب ز ح ة ف ل ال د و ج و ع ل ىح ق ي م ل ع ت ن ع ى د ق م ال ي س ف اص ال ذ ه . ج ه ن ب ن ار ق م ال يرل ي ل ح الترث ح ب ال م د خ ت س ي ه ت ع ي ب ط ب ي ع و ن ث ح ب اد ق م ال ي س ف ت ه دط مرم د و م م ة يرر ظ ن رو و ع اش ن ب ل اص .خ س النرف
ه ف ا ة اس ر الد ه ذ ث ال د م ت ع ، أ ل ع ب اح ال ل إ ة ار ش ل ب ة ب ت ك م ال اث ب ى ر اد ص م ص ل يرة ال ف ر ع يرة ال و ر اد ص م ال ت ان ك ف . ل اع و ل ل ة ار ت خ م ال ت ي ال ي س ف ت ي ه ة م د خ ت س م ال ص ل يرة ال بي ب ل ة ح ر ي،ب ي س ي ن و د ن ال ر ي ر ح الترب ز ح ع اج ر م ب ت ك و ان ي ب ال ع ام ج ك ي ع ط ق م ال ي س ف الت راب ت ك ك ل ذ اف ام ك ح ل ط ر ق ل ل آن ر ق ال م ب ال از الررن ي الد ر خ ف ل ب ي غ ال ح ات ف ، ، ان ز ي م ي ،م ط ب ع ط ب اع ل آن ر ق ال ي س ف ت ف ع م يت س ب ترلل ان ي ب ال ف س و ي ل اد الزرن اي ي،ح ر ش م لزرل اف شرك ،ال ع ي ل ع ب د ال برار اط م ال ن ع ن آر ق ال ه ي ز ن ي،ك ب ال ت م كرح م ال ن ب د و ل ز ي ز ع ال الل اب ت ضي، ي ،ة يرم ي ت ن ب ل ة يرم ي ت ن ب ا م ل س ال خ ي ش ي س ف ، ت ف س م ي ث ع ال ح ال ص ل ي ر ك ال آن ر ق ال د ب دع مرح م ل ار نرم ،ال ي ب ط ق د ي س ل آن ر ق لال ل ظ ه،ف ي و ب ل ر ه ز ،ال ان ي ب ال ح ت ف ي ه ف ة ف ر ع يرال ر اد ص م اال مرأ .اب ه ش ش ي ر ق ل اح ب ص م ا،ال ك ام ه ي،ج و ن ق ل ل آن ر ق ال د اص ق م ف غ رو ع اش و ن ب ل ة ع ي ر شرالد اص ق م و .ث ح ب اال ذ ب ة ل الص ات ذ ب ت ك ال ن ام ه ي
ة يرف ائ ط ة يرائ ي ح إ ات ي س ف ت ن مرض ت ي ي س ي ن و د ن ال ر ي ر ح الترب ز ح ي س ف ت نرأ ث ح ب اال ذ ه ر ه ظ ي ث ر يرة ل ث ي ل .ة ب ع ل ت م ر ي ن م ال ا ك ق و ث و م ال ف س ك ل ذ و .ي ب و ج و ي ،أ ة ر ط ي س م ال ي ه ب ز ال ة يرج و ل و د ي أ نرل
ة يرم ل س ال ة ف ل ال إ ق ام ة ا و . ة ف ل ال ت آي د و ج و نرك ذ ال ك ن ف ي ل ف ائ و لطرل ر اب ع ال ر س ف م ال ر ظ ال ز .ي س ي ن و د ن ال ر ي ر ح الترب ز ح ل ث يم ار ي ع م ي س ف ت ل يإ د ؤ ي ل ه نرأ م غ ،ر ي ف ائ ط ط ي س ب ق ار ف ن و ك ي ث ي ب ل ة يرم ال ع ال ة ال س الر ع ق ام اف و ت م ه ل ع أ ث ل الثرت لي ب ق لرع ت م ال م ه ف ال ع م و ة ي ل ا،ه د اص ق م ان ة ر و س ي ع ن 59:اء س الن ة ر و س ,ة ف ي ل ال اب آد د اع و ق تو ان ك م ا ل ة د ي ز ،و ة اد ي ق ال د ي د ج ت ل ة اج ح ك 30:ة ر ق ب ال ق ا ك خ ل إ ء ي ش م ي ل س ت ل اح ت ن ل ع اق ف ت ال ة يره أ و ه ت يراق د ص ب م ع ت ف ي ب ت ل او د م ال ج ائ ت ى ة ر و س ,ة و ه الشراع ب ت ا م د ع ب ر ي ذ ح ت ك 49:ة د ائ م ال س و ر ة ,38:ش و ر ىال ل ص ف ال ف ع م ح ام س التر،و ة يرض لق ا ف و ف ل ت خ ال ال م ب اد ىء ال م س /و اء س ك ل م ة ل إ ة د و ع ال ،و 99:سن و ي س و ر ة .ة يرو ل و ال .64:ان ر م ع ل آة ر و س ,
د اص ق م ال ي س ف ،ت ذ اه ب م ال ع ب ر س ف ،م ة ف ل ال ت آي :ة يراح ت ف م ال ة م ل ك ال
xviii
PEDOMAN TRANSLITERASI
th ط a ا
zh ظ b ب
´ ع t ت
gh غ ts ث
f ف j ج
q ق h ح
k ك kh خ
l ل d د
m م dz ذ
n ن r ر
w و z ز
h ه s س
‘ ء sy ش
y ي sh ص
dh ض
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu ormas yang cukup aktif menggunakan nash-nash Al-
Qur’an untuk mendukung ideologinya adalah kelompok HTI (Hizbu Tahrir
Indonesia). Sebagai organisasi politik transnasional berbasis keagamaan,1
HTI tidak segan-segan menampilkan dalil-dalil agama untuk melegalkan
wacana khilâfah islâmiyyah impian mereka. Baginya, konsep khilâfah
islâmiyyah adalah bagian dari agama itu sendiri yang wajib ditegakkan
melalui daulah islâmiyyah sebagai wadahnya.2 Lebih lanjut, ormas Islam satu
ini juga memandang bahwa sistem negara yang tidak berlandaskan pada
syariat Islam jelas-jelas tertolak bahkan menyebutnya sebagai thaghūt dan
kekafiran.3
Pernyataan ini muncul sebagai implikasi pemahaman mereka terhadap
beberapa ayat Al-Qur’an.4 Di antaranya QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-
Nisâʹ[4]: 59, dan QS. al-Mâidah[5]: 49.5 Menurut HTI, ketiga ayat ini
merupakan dalil argumentatif yang menegaskan tentang wajibnya
menegakkan khilâfah islâmiyyah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam ujaran
para pemuka, tokoh dan kader-kader HTI. M. Ismail Yusanto, kader
sekaligus jubir HTI misalnya, menyatakan bahwa khilâfah adalah ajaran
Islam itu sendiri bukan ideologi. Ia berpandangan bahwa keabsahan khilâfah
ini sudah tertera jelas dalam Al-Qur’an salah satunya dalam QS. al-Baqarah
tersebut.6
Lebih tegas lagi, HTI menyatakan bahwa mendirikan khilâfah adalah
wajib. Menurut mereka, kata khalīfah dalam QS. al-Baqarah[2]: 30 tersebut
tidak semata-mata dirartikan sebagai mandat personal untuk menjadi khalifah
1 Mohamad Rafiuddin, “Mengenal Hizbut Tahrir (Studi Analisis Ideologi Hizbut
Tahrir Vis A Vis NU)”, dalam Jurnal Islamuna Vol. 2 No. 1 Juni 2015, h. 32 2 Nilda Hayati, “Konsep Khilafah Islamiyyah Hizbut Tahrir Indonesia Kajian
Living Al-Qur’an Perspektif Komunikasi”, dalam Jurnal Epistemé, Vol. 12, No. 1, Juni
2017, h. 179 3 Mabroer Inwan, “Rekonstruksi Khilâfah Dalam Al-Qur’an: Studi Kritis Penafsiran
Quraish Shihab,” dalam Jurnal Al-Fanar:, Vol. 1, No.1, Juli 2018, h. 92 4 Sebenarnya banyak sekali ayat-ayat yang digunakan untuk melegitimasi doktrin
HTI selain ketiga di atas, yakni QS. an-Nûr: 55, QS. al-Mâidah: 44-45, QS. al-Baqarah: 208,
QS. at-Taubah [9]: 123, QS. ar-Rûm [30]: 41, QS. an-Nisa’ [4]: 65 (Lihat, Rokhmat S.
Labib, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan Al-Wâ’ie, h. xvvi. 5 Taqiyyudîn al-Nabhânî, Ajhizah Daulah Islâmiyyah, (Libanon: HTI Press, 1993),
Cet. 4, h. 69 6 Sadari, “Agama dan Negara Menakar Pandangan HTI Tentang Khilafah dan
Demokrasi”, dalam Jurnal Kajian Islam Interdisiplin, Vol. 1 No. 1, Juni 2016, h. 5.
https://mediaumat.news/ismail-yusanto-khilafah-itu-ajaran-islam-bukan-ideologi/ diakses
pada 4 November 2019 jam 12.23 WIB).
2
di bumi, tetapi juga bermakna wajibnya seorang khalifah menegakkan
khilāfah sebagai sistem suatu negara.7
Penafsiran tentang khilâfah ini akan terlihat jauh berbeda bila kita
bandingkan dengan penafsiran sekte-sekte Islam klasik. Kelompok Sunni
misalnya, memandang bahwa khilāfah islāmiyyah bukanlah sistem baku yang
musti ditegakkan. Melainkan sekedar opsi dari sistem-sistem yang ada.8
Sebab, tidak ada hujah tegas baik dari Al-Qur’an maupun Hadis yang
menerangkan kemutlakan sistem satu ini sepeninggal Nabi SAW. Yang wajib
hanya soal mengangkat seorang imam (khalîfah) dan wajibnya menjalankan
syariat Islam sebagai bentuk perintah agama pada umumnya.9
Lain lagi dalam pandangan Syiah yang membedakan antara khilâfah
dan imâmah. Menurut kelompok ini, khilâfah diartikan sebagai
kepemimpinan dalam ranah politik saja, tidak melingkupi ranah spiritual
keagamaan. Sementara imâmah dimaknai sebagai kepemimpinan masyarakat
umum, yang memelihara urusan agama dan politik. Sehingga menurut
mereka, imâmah memiliki makna yang lebih sakral ketimbang khilâfah.10
Lebih jauh lagi sekte ini meyakini bahwa kepemimpinan dalam Islam
(imâmah) adalah bagian dari pokok agama (ushûl al-Dîn) yang musti dijalani
sehingga dinyatakan kafir bagi yang mengingkarinya.11 Berbeda dengan
rivalnya, Sunni justru memasukkanya dalam cabang agama (furû’ al-dîn).
Tidak berhenti di situ, Syiah juga menyatakan bahwa sistem kepemimpinan
(imâmah) itu bersifat absolute. Namun keabsolutannya terkhusus pada garis
keturunan ʻAlî bin Abî Thâlib (w. 40 H) dan Fâtimah Zahra (w. 11 H) atau
yang selanjutnya dikenal dengan imâm itsnâ ‘asyariyyah (imam 12).12 Ada
banyak hujah yang dijadikan pegangan untuk konsep imâmah mereka ini.
Salah satunya adalah QS. an-Nisâʹ: 59, di mana kata ulil amri diartikan
dengan imam dari Ahli Bait yang jumlahnya 12. Demikian yang dipahami
7 Rokhmat S. Labib, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan Al-Wâ’ie, (Bogor: Al-Azhar
Publishing, 2013), h. 75 8 Yusuf Fadli, “Pemikiran Politik Islam Klasik (Studi Awal atas Perspektif Sunni)”,
dalam Journal of Government and Civil Society, Vol. 2, No. 1, April 2018, h. 98 9 M. Nurdin Zuhdi, “Kritik Terhadap Penafsiran Al-Qur’an Hizbut Tahrir
Indonesia”, Jurnal, h. 16 10 Abdulrazak, “Kepemimpinan Masyarakat Islam Dalam Perspektif Syi’ah”, dalam
Nalar Fiqh: Jurnal Kajian Ekonomi Islam dan Kemasyarakatan, Vol. 4 No. 2 Tahun 2011,
h. 135 11 Zulkarnaen, “Syi‘ah Itsna ‘Asyariyah: Beberapa Prinsip Ajaran”, dalam Jurnal
Miqot Vol. XXXII No. 1 Januari-Juni 2008, h. 26 12 Abdulrazak, “Kepemimpinan Masyarakat Islam Dalam Perspektif Syi’ah”, h. 136
3
oleh banyak ulama Syiah seperti al-Qûmī (w. 307 H), al-Thabarsî (w. 548 H),
dan al-Thabathabâ’î (w. 1401 H).13
Ini adalah konsep umum tentang sistem kepemimpinan Islam versi
Suni-Syiah. Lain lagi dengan pandangan kelompok Khawarij. Kelompok
penentang Syiʻah ini terkenal memiliki pandangan siyâyah (politik) sangat
ekstrim. Hal tersebut terlihat dari sikap mereka yang sejak awal tidak
mengakui pemerintahan ʻAlî setelah peristiwa tahkîm/arbritase, sehingga
mendorong mereka berani mengkafirkan ʻAlî bin Abî Thâlib (w. 40 H) dan
pengikutnya dengan dalih bahwa ʻAlî bin Abî Thâlib tidak menjalankan
hukum Allah tetapi justru memilih hukum manusia. Klaim takfiri mereka ini
didasarkan pada pemahaman QS. al-Mâidah: 45 sebagai legitimasi
keyakinannya.14 Menurut sekte ini, mendirikan pemerintahan tidaklah wajib,
tergantung pada kehendak umat menginginkan atau tidak. Dan kalupun
ditegakkan, posisi kepala pemerintahan tidak dimonopoli oleh suku Arab
(Quraisy) saja, melainkan bagi seluruh bangsa karena mereka juga memiliki
hak yang sama. Hal ini berbeda dengan Suni yang mayoritas mensyaratkan
seorang pemimpin dari kalangan Quraisy atau dengan Syiah yang
mewajibkan pemimpin dari kalangan Ahlu Bait.15
Sementara Muktazilah, rival Khawarij, justru memandang bahwa
persoalan pemerintahan tidaklah wajib secara syarʻi, melainkan atas dasar
logika dan tuntutan manusia. Hal ini sebagaimana pendapat Qâdhi’ Abd al-
Jabbâr (w. 415 H), tokoh sekaligus mufasir senior mazhab rasionalis ini
tatkala menafsirkan QS. al-Baqarah[2]: 30. Meski demikian, untuk posisi
seorang kepala pemerintahan memiliki kesamaan pandangan dengan
Khawarij, yakni tidak terkhusus hanya satu suku semata, melainkan berisifat
umum untuk siapa saja.16
Tidak kalah menarik juga respon dari para pemikir muslim tentang isu
khilâfah dan daulah islâmiyyah ini yang sama-sama menampilkan suhu panas
satu sama lain. Dari tokoh yang pro seperti pendiri HT, Muhammad
Taqiyyudîn al-Nabhânî (w. 1398 H) misalnya, mengatakan bahwa khilâfah
islamiyyah adalah satu-satunya sistem pemerintan yang paling baik yang
musti ditegakkan sebagai solusi untuk mengentaskan kemunduran umat Islam
13 Sayed Mahadhir Muhammad al-Idrus, “Uli Al-Amri dalam Penafsiran Ulama
Ahlussunnah Wal Jamaʻah dan Syiʻah ithna ʻasyariyah,” Skripsi, UIN Ar-Raniry Aceh,
2018, h. 63-67. Tidak diterbitkan (t.d) 14 Fahmi Farid Purnama, “Khawarijisme: Pergulatan Politik Sekterian dalam
Bingkai Wacana Agama”, dalam Jurnal Al-A’raf, Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2016, h.
226-227 15 Mustain, “Pertautan Teologi Dan Politik: Kajian Terhadap Aliran Religio-Politik
Syiah-Khawarij”, dalam Jurnal Ulumuna, Vol. XIII, No. 2, Desember 2009, h. 262-263 16 Abdul Wahab, “Pemikiran Politik Dalam Islam”, dalam Jurnal Ilmu Ushuluddin,
Vol. 9 No. 1 Januari 2010, h. 82
4
melalui pendirian daulah islâmiyyah.17 Senada dengan beliau, ʻAbdul Qadîm
Zallûm (w. 1424 H) yang juga menjabat sebagai amir kedua setelah
Taqiyyudîn juga menyatakan keharusan khilâfah dan menolak sistem-sistem
non Islami bahkan beliau terkenal sebagai “penyerang” paling keras terhadap
konsep demokrasi. Menurutnya, sistem demokrasi bukanlah sistem Islam
justru sistem jahiliyyah yang kufur.18 Tidak hanya mereka berdua, pemikir
muslim lain seperti Muhammad Rasyîd Ridhâ (w. 1354 H),19 Abû al-A’lâ Al-
Maudûdî (w. 1399 H),20 Hasan al-Bannâ (w. 1368 H),21 ʻAli Syariʻati (w.
1395 H)—seperti dikutip Ridwan Naki dalam Konsep Khilafah Menurut Abu
al-A’la al-Maududi dan Ali Syariati—22 juga mewajibkan adanya khilâfah
islamiyyah dan daulah Islâm sebagai jalan pemersatu umat.
Adapun dari kalangan yang kontra muncul pemikir ʻAli ʻAbdu Razîq
(w. 1966 M) yang menyatakan bahwa semua teks-teks yang berkaitan
tentang hukmiyyah/kewajiban berhukum dengan hukum Allah sama sekali
tidak menunjukkan arti politis apalagi sampai dimaknai kewajiban
mendirikan khilâfah islâmiyyah. Menurutnya, khilâfah islâmiyyah bukan
tuntutan agama (syariat) melainkan tuntutan sosial.23 Senada dengan itu,
Muhammad Arkoun (w. 2020 M)—seperti dikutip Muhammad Rizqa
Muqtada dalam Utopia Khilâfah Islamiyyah—juga menyatakan bahwa
17 Taqiyyuddin al-Nabhani, Mafâhim Hizbu Tahrir, (Jakarta: HTI Press, 2001), Cet.
6, h. 15 18 Abdul Qodim Zallum, Nidzâm al-Hukmi fî al-Islâm, (Yaman: Hizbu Tahrir,
2003), Cet. 1, h. 34 19 Muhammad Rasyîd Ridhâ, al-Khilâfah wa al-Imâmah al-‘Uzmâ, (Mesir: al-Zahr’
li A’lam al-‘Araby, t.th), Cet. I, h. 11. lihat Ahmad Danis, “Khilafah Menurut Rasyid Rida
(Studi Tafsir al-Manar)”, dalam Jurnal Studi Qur’ani, Vol. 4 No. 1 Juli 2019, h. 145 20 Abû al-A’lâ al-Maudûdi, al-Khilâfah wa al-Mulk, (Kuwait: Dâr al-Qalam, 1978),
Cet. I, h. 38. lihat Arsyad Sobby Kesuma, “Menilai Ulang Gagasan Negara Khilâfah Abû Al-
A‟lâ Al-Maudûdî”, dalam Jurnal Ulumuna, Vol. XII No. 2 Desember 2008, h. 281. Nanang
Abdul Mukti, “Khilafah Menurut Abu al-A’la al-Maududi dan Hasan al-Banna,” Skripsi,
UIN Sunan Kalijaga, 2009, h. 83. Tidak diterbitkan (t.d); Reki Hepana, “Konstitusi Negara
Ideal Menurut Abu al-A’la Al-Mududi,” Skripsi, UIN Syarif Kasim Riau, 2011, h. 43. Tidak
diterbitkan (t.d); Ridwan Naki, “Konsep Khilafah Menurut Abu al-A’la al-Maududi dan Ali
Syariati: Studi Banding,” Skripsi, IAIN Sunan Ampel 1999, h. 48. Tidak diterbitkan (t.d) 21 Hasan al-Bannâ’, Rasâil Hasan al-Bannâ, (Mesir: Maktabah Elektroniyyah, t.th),
h. 48. Lihat Nuriana Khoiriyyah, “Konsep Khilafah Islamiyyah Ikhwan al-Muslimin
Menurut Hasan al-Banna,” Skripsi, Universitas Sebelas Maret, 2016, h. 105. Tidak
diterbitkan (t.d) 22 Ridwan Naki, “Konsep Khilafah Menurut Abu al-A’la al-Maududi dan Ali
Syariati: Studi Banding,” Skripsi, IAIN Sunan Ampel, 1999, h. 48. Tidak diterbitkan (t.d); El
Suhaimi, “Pemerintahan Islam Menurut Ali Syariati,” Tesis, IAIN Sumatera Utara Medan,
2012, h. 55. Tidak diterbitkan (t.d) 23 Alî Abd Razîq, al-Islâm wa Ushûl al-Hukm, (Mesir: Dâr al-Fâris, 2000), Cet. I, h.
113-114. Lihat Syahruddin Siregar, “Khilafah Islam Perpekstif Sejarah Pemikiran Ali Abdu
Raziq”, dalam Jurnal Sejarah Peradaban Islam, Vol. 2 No. 1, 2018, h. 131
5
khilâfah merupakan gagasan yang utopis. Menurutnya, isu khilâfah
islamiyyah sama sekali tidak ada kesepakatan umat karena perbedaan
penafsiran di kalangan muslim yang acapkali diseret ke dalam kepentingan
politik tertentu.24
Semua pernyataan di atas adalah fakta adanya pergesekan wacana
dalam sebuah penafsiran Al-Qur’an sebagai implikasi dari intervensi ideologi
politik dan fanatisme mazhab. Akibatnya, satu ayat dapat “diperebutkan”
pemahamannya hanya demi kepentingan politik tertentu.25 Hal inilah yang
terjadi pada ayat-ayat tentang khilâfah di atas. Bahwa ayat tersebut telah
menjadi objek tafsiran yang amat sensitif dan hingga kini masih “ditarik
ulur” untuk diserap maknanya sesuai motifasi penafsir dan mazhab tertentu.
Diklaim sebagai pejuang khilâfah, HTI terlihat sangat getol dan turut serta
“memperebutkan” makna ayat-ayat khilâfah tersebut dengan semangat dan
warna penafsiran yang berbeda di tengah-tengah percaturan pelbagai mazhab
dan ormas Islam lainnya. Gerakan dakwahnya yang masif, terstruktur dan
sistematis, menjadikan gaung khilâfah di tangan mereka semakin membumi
dan terus eksis sampai detik ini, meski mendapatkan hujatan dan penolakan
dari pelagai pihak bahkan sampai dibubarkan oleh pemerintah pada 2017
lalu.26
Menariknya, dengan lahirnya ormas satu ini, persoalan khilâfah
menjadi semakin memanas kembali dan kajian tentangnya tak kunjung usai.
Yang ada hanya perdebatan politis yang jauh dari semangat qur’ani.
Akibanya, soal penafsiran khilâfah masih menyisakan PR besar bagi umat
Islam, mulai dari mufasir, ilmuwan, akademisi, hingga orang-orang
pemerintahan. Sehingga tidak berlebihan bila muncul pertanyaan: apa
sebenarnya yang dikehendaki oleh teks Al-Qur’an terkait khilâfah islâmiyyah
ini atau penafsiran seperti apa yang dianggap absah untuk merepresentasikan
ayat-ayat khilâfah tersebut mengingat banyaknya mazhab Islam yang turut
serta mendiskusikannya.
Maka, mau tidak mau harus melakukan pelurusan supaya tidak
menyebar menjadi pemahaman yang berbahaya. Salah satunya dengan
meninjau kembali penafsiran-penafsiran itu dalam kacamata lintas mazhab
tafsir. Kemudian mengkontekstualisasikannya berdasarkan makna maqâshid-
nya untuk menemukan penafsiran yang lebih maslahat. Maksud mazbab tafsir
(madzâhib tafsîr) di sini sebagaimana tulis Ighnaz Gholdzihier (w. 1921 M)
24 Muhammad Rikza Muqtada “Utopia Khilāfah Islāmiyyah: Studi Tafsir Politik
Mohammed Arkoun”, dalam Jurnal Theologia, Vol. 28, No.1, Juni 2017, h. 159 25 M. Jamil, “Pergeseran Epistemologi Dalam Tradisi Penafsiran Al-Qur’an”, dalam
Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu, Vol. 4 No.1 Juni 2011, h. 475-478 26 “HTI Dinyatakan Ormas Terlarang, Pengadilan Tolak Gugatan”,
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44026822 diakses pada 11 November 2019 jam
23. 13 WIB
6
adalah aliran berikut corak dan metodologi penafsiran Al-Qur’an sebagai
hasil dari persinggungan dengan pemikiran fikih, teologi Islam, dan politik.27
Sementara maksud makna maqâshid ialah pemaknaan yang menekankan
pada dimensi maqâshid Al-Qur’an dan maqâshid al-syarî’ah untuk menggali
tujuan, signifikansi dan ideal moral pada suatu teks/kata.28
Adapun mufasir lintas mazhab yang penulis pilih di sini ialah
1)Mufasir Suni diwakili oleh Fakhr al-Dîn al-Râzî (w. 606 H) dan al-
Qurthûbî (w. 671 H); 2)Mufasir Syiah diwakili oleh al-Thabarsî (w. 548 H)
dan al-Thabathabâʻî (w. 1401 H); 3)Mufasir Mu’tazilah diwakili oleh Qâdhi
‘Abd al-Jabbâr (w. 415 H) dan al-Zamakhsyarî (w. 538 H); 4)Mufasir
Khawarij/’Ibadhiyyah diwakili oleh Hûd Ibn Muhakkam al-Hawarî (w. 300
H) dan Muhammad Ibn Yusûf Ithfîsy (w. 1332 H); 5)Mufasir Salafi-
Skriptualis diwakili oleh Ibnu Taimiyah (w. 728 H) dan Muhammad bin
Shâlih al-‘Utsaimîn (w. 1421 H); 6)Mufasir Haraki-Tajdîdî diwakili oleh
Sayid Quthb (w. 1386 H) dan Muhammad ‘Abduh (w. 1323 H); 7)Mufasir
Nusantara diwakili oleh Buya Hamka (w. 1401 H) dan Quraish Shihab (l.
1368 H). Harapannya, perpaduan antara pemaknaan lintas mazhab tafsir dan
pendekatan maqashidi ini bisa menghasilkan tafsir yang cukup alternatif
dengan kondisi kultul Indonesia.
Hadirnya penelitian ini tidak serta merta alpa dari alasan yang
melatarbelakanginya. Penulis meyakini bahwa penelitian ini sangat layak
untuk dikaji dengan alasan sebagai berikut. Pertama, isu tentang khilâfah
merupakan tema yang selalu menarik dan mendapatkan sorotan tajam di mata
masyarakat. Mengingat isu tersebut masih diperdebatkan dan belum
menemukan kata sepakat yang mutlak.29 Kedua, semakin memanasnya suhu
perpolitikan Indonesia bahkan dunia tatkala isu khilâfah ini digaungkan
kembali khususnya di tengah-tengah masyakat plural dengan kondisi sosial
dan budaya yang beragam. Akibanya, timbul gesekan dan perpecahan yang
menuntut untuk diselesaikan dengan segera.30 Ketiga, adanya kesembronoan
27 Ighnaz gholdziheir, Madzâhib al-Tafsîr al-Islâmî, (Libanon: Dâr Ihyâʹ al-Turâts,
2002), h. 45 28 Abdul Mustaqim, “Argumentasi Keniscayaan Tafsir Maqashidi Sebagai Basis
Moderasi Islam,” Makalah Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ulumul Qur’an,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 16 Desember 2019, h. 12 29 Muhammad Rikza Muqtada “Utopia Khilāfah Islāmiyyah: Studi Tafsir Politik
Mohammed Arkoun”, dalam Jurnal Theologia, Vol. 28, No.1, Juni 2017, h. 159 30 Isu khilâfah adalah tema mainstream yang dapat menimbulkan perpecahan umat.
Saking bahayanya, sampai-sampai tidak sedikit ulama yang melarang untuk
memperbincangkan isu ini atau menawarkannya kepada khalayak publik. Sebut saja ulama-
ulama dari kalangan Syafi’iyyah seperti al-Nawawi (w. 676 H) yang tidak bersedia
membesar-besarkan isu khilâfah hingga tidak sampai menghiasai karya-karya beliau, padahal
fakta sosial zaman beliau sangat dibutuhkan tentang ulasan tentang khilâfah. Adapula al-
Juwaini yang mengatakan bahwa persoalan khilâfah bukanlah pembahasan akidah.
Menurutnya, hal itu tidaklah terlalu penting. Beliau berkata, “Pembicaraan tentang topik ini
7
dalam memahami teks-teks agama termasuk terkait teks tentang khilâfah oleh
sebagian pihak demi mendukung dan melegitimasi kepentingan mazhab
tertentu. Sehingga maknanya kabur tak terarah dan justru menimbulkan
kebingungan di kalangan umat Islam. Keempat, dipilihnya penafsiran HTI
khususnya dalam Tafsir Al-Wa’ie sebagai topik utama ini adalah karena
penafsiran ormas satu ini dinilai “berseberangan” dengan fakta sosial di
Indonesia. Kelima, perlunya meninjau ulang penafsiran ayat-ayat tentang
khilâfah khususnya QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-Nisâ[4]: 59 dan QS. al-
Mâidah[5]: 49 untuk dipisahkan dari fanatisme dan politisasi ayat oleh
kelompok tertentu. Sehingg ayat tersebut dapat “berbicara” sendiri
sebagaimana yang dikehendaki oleh teks dan konteksnya. Keenam,
dilibatkannya studi tafsir lintas mazhab dalam menyoroti penafsiran ketiga
ayat tersebut adalah untuk menemukan makna yang komprehensif dan
kesempurnaan titik temu dari sekian model penafsiran yang ditawarkan oleh
sekian mazhab tafsir. Sehingga diharapkan dapat memanimalisir perseteruan
atau perbedaan yang menimbulkan perpecahan sesama Muslim. Harapannya,
hasil analisa itu dapat meng-counter ragam penafsiran yang sarat dengan
manipulasi politik dan ta’âshub mazhabî yang berlebihan.
Atas dasar inilah, penelitian yang berjudul “Eksistensi Khilâfah
dalam Diskursus Penafsiran Al-Qur’an: Studi Kritis Penafsiran Khilâfah
HTI Perspektif Lintas Mazhab Tafsir” menjadi penting untuk diangkat dan
didiskusikan ke khalayak publik. Supaya penafsiran tentang khilâfah dapat
didudukkan secara komprehensif, holistik dan integral dalam sorotan segenap
mazhab; tidak parsial yang bisa menuai perdebatan yang tak kunjung usai
sebab fanatisme golongan dan politisasi ayat demi sebuah kepentingan.
Sehingga diharapkan dapat memanimalisir atau bila perlu menghapus
gagasan penafsiran yang berisifat eisegesis (dari gagasan ke teks) yang hanya
untuk mencari basis pembenaran doktrin kelompok tertentu.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Merujuk pada konstruksi latar belakang masalah di atas, penelitian ini
sejatinya menekankan pada kritisme penafsiran ayat-ayat yang dijadikan
landasan ormas HTI untuk mewajibkan tegaknya khilâfah islâmiyyah
(khilâfah /Imâmah) bukan termasuk pembahasan dasar-dasar akidah. Bahaya bagi orang
yang tergelincir dalam bahasan itu melebihi bahaya bagi orang yang tidak mengerti dasar
pembahasannya”. Senada dengan itu, ulama lain seperti al-Ghazâlî (w. 505 H) , al-Amidî (w.
631 H), dan al-Syahrohtasî (w. 548 H) juga menyatakan bahwa khilâfah bukanlah bagian
dari bab akidah, dan itu bisa melahirkan benih-benaih fanatisme yang menutup keadilan.
Menurut ulama-ulama ini, menghindarinya justu akan selamat. Syarifuddin, “Bahaya Isu
Khilafah”, Laduni.id http://www.laduni.id/post/read/63863/bahaya-isu-khilafah diakses pada
20 November 2019 jam 12.02 WIB. Lihat kitab al-Irsyâd fî Ushûl al-I’tiqâd, al-Iqtishâd fî
al-I’tiqâd, Ghoyatu al-Marom fî ‘Ilmi al-Kalâm, Nihâyatu al-Iqdâm fî ‘Ilmi al-Kalâm).
8
berdasarkan sorotan interpretasi mufasir lintas mazhab. Sehingga
permasalahan-permasalahan yang teridentifikasi dari tema itu adalah sebagai
berikut:
a. Khilâfah menurut HTI
b. Konsepsi khilâfah dalam pandangan mazhab-mazhab Islam
c. Pemetaan ayat-ayat tentang khilâfah
d. Penafsiran HTI terhadap ayat-ayat tentang khilâfah
e. Penafsiran mufasir lintas mazhab terhadap ayat-ayat tentang
khilâfah
f. Relevasi penafsiran mereka dalam bingkai ke-Indonesia-an
2. Pembatasan Masalah
Mengingat cukup banyak ayat-ayat khilâfah yang dijadikan dalil
argumentatif oleh HTI dan tidak memungkinkan untuk dikaji seluruhnya,
maka penulis membatasi pada tiga ayat saja, QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-
Nisâ[4]: 59 dan QS. al-Mâidah[5]. Maka berdasarkan hal itu, permasalahan
penelitian ini akan terfokus pada dua hal berikut ini:
a. Penafsiran HTI terhadap QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-
Nisâ[4]: 59 dan QS. al-Mâidah[5]
b. Penafsiran mufasir lintas mazhab terhadap ayat-ayat khilâfah
dan relevansi penafsiran mereka dalam bingkai ke-Indonesia-
an
3. Perumusan Masalah
Mengacu pada pembatasan masalah di atas, maka fokus kajian
penelitian ini tertuju pada dua permasalahan yang selanjutnya ditulis dalam
bentuk kalimat pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana penafsiran HTI terhadap QS. al-Baqarah[2]: 30,
QS. al-Nisâ[4]: 59 dan QS. al-Mâidah[5]?
b. Bagaimana penafsiran mufasir lintas mazhab terhadap ayat-
ayat khilâfah dan relevansi penafsiran mereka dalam bingkai
ke-Indonesia-an?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mendeskripsikan penafsiran HTI terhadap QS. al-
Baqarah[2]: 30, QS. al-Nisâ[4]: 59 dan QS. al-Mâidah[5]
b. Untuk menganalisa penafsiran mufasir lintas mazhab terhadap
ayat-ayat khilâfah dan relevansi penafsiran mereka dalam
bingkai ke-Indonesia-an?
9
D. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua; manfaat
secara teoritis dan manfaat secara praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi kontributor untuk khazanah tafsir Al-Qur’an yang
berkaitan tentang isu khilâfah dalam wajah dan pendekatan yang baru.
Sementara dalam sisi praktis, penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi
bahan pengetahun bagi masyarakat bahkan bila perlu menjadi bahan
rekomendasi untuk pemerintah dalam memotret penafsiran teks-teks
keagamaan oleh kelompok tertentu khususnya ormas HTI dan yang serupa
sehingga dapat memutuskan untuk ditindaklanjuti lebih serius atau tidak.
E. Kajian Pustaka
Sejatinya, penelitian terkait khilâfah dan kritikannya sudah cukup
banyak ditulis, mulai dari karya ilmiah berbentuk disertasi, tesis, skripsi,
jurnal maupun buku. Sebut saja ada kitab berjudul al-Islâm wa Ushûl al-
Hukm (2000) karya ‘Alî ‘Abd al-Razîq (w. 1966 M), al-Khilâfah al-
Islâmiyyah (1992) karya Muhammad Sa’id al-‘Asymâwî (w. 2013 M),
Iftiroât’ al-‘Asymâwî fî Kitâbihi al-Khilâfah al-Islâmiyyah (2007) tulisan
Ahmad ‘Abd al-Wathban al-Janabi, Jurus Ampuh Membumkam HTI (2012)
karya Muhammad Idrus Ramli, Kontroversi Khilafah: Islam, Negara dan
Pancasila (2014) karya Komarudin Hidayat, Khilafah Sebagai Produk
Sejarah Bukan Produk Syariah (2017) tulisan M. Soleh, ketua PMII Jakarta
Pusat (1997-1998). Dan di bawah ini penulis akan hadirkan beberapa tulisan
yang mungkin relevan dengan judul penelitian yang akan dikaji yakni sebagai
berikut:31
1. Membongkar Proyek Khilâfah HTI (2012) dan Khilafah HTI
dalam Timbangan (2017) karya Ainur Rafiq al-Amin. Kedua
buku ini sejatinya membahas mengenai konsep negara Islam
31 Selain enam kaya tulis di atas sebenarnya masih banyak karya-karya lain yang
serupa yakni sebagai berikut: Ida fuaida, Konsepsi “Khilafah Dalam Al Qur'an (Kajian Tafsir
Tematik Terhadap Ayat ayat Kekhilafahan Dalam Al Qur'an),” Skripsi, UIN Sunan Ampel
1997. Fakultas Ushuluddin; Indra Utama Tanjung, “Studi Komparative Pendirian Negara
Khilafah Di Indonesia,” dalam Jurnal Penelitian Medan Agama, Vol. 9, No. 1, 2018; Yesi
Lisnawati, “Konsep Khalīfah Dalam Al-Qur`Ᾱn Dan Implikasinya Terhadap Tujuan
Pendidikan Islam (Studi Maudu’i Terhadap Konsep Khalīfah Dalam Tafsir Al-Misbah),”
dalam Jurnal Tarbawy, Vol. 2, No. 1, 2015; Muhammad Rikza Muqtada, “Utopia Khilāfah
Islāmiyyah: Studi Tafsir Politik Mohammed Arkoun,” dalam Jurnal Theologia, Vol. 28 No.
1 2017; Muhamad Arif Khudori, “Konsep Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia Dalam
perspektif Fiqh Siyasah Dan Relevansinya Dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI),” Skripsi, UIN Raden Intan Lampung, 2018; Muhyidin Thohir dan Muh. Ngali
Zainal Makmun, “Penafsiran Ayat Al-Qur’an Tentang Khilafah (Kajian Perbandingan Tafsir
Al-Misbah Karya M.Quraish Sihab dan Al-Azhar Karya Abdul Karim Amrullah [Hamka]),”
dalam Jurnal Sumbula: Vol. 2, No. 2, Desember 2017.
10
versi Hizbut Tahrir. Penulis yang merupakan eks anggota HTI
berusaha mengkaji konsep tersebut dari aspek espistimologis
dan ideologis yang terdapat dalam kitab-kitab, buku-buku, dan
tulisan-tulisan yang diterbitkan HTI. Meski penulis membahas
dalil-dalil ideologis-normatif HTI, akan tetapi penekanannya
lebih pada peta gerakan dakwah HTI, belum sempat
mengeksplorasi lebih jauh sampai pada analisa mufasir lintas
mazhab dan pendekatan maqâshidi. Penulis hanya
menunjukkan bangunan filosofis ideologi HTI yang terkesan
terburu-buru dan jumping conlusion dalam memahami konsep
khilâfah.32
2. HTI Gagal Paham Khilafah (2016) karya Makmun Rasyid.
Buku yang berawal dari penelitian skripsi ini mencoba
mengkritik konstruksi dalil-dalil HTI berdasarkan metode
tafsir hermeneutika. Di dalam buku ini, penulis mengkritik
dalil-dalil normatif dan historis HTI seperti QS. al-Baqarah[2]:
30. QS. al-Nisâ[4]: 59 dam QS. al-Mâidah[5]: 49.
Menurutnya, dalil-dalil yang digunakan HTI sangat rapuh.
Sebab telah mengaburkan penafsiran yang semestinya dan
fakta sejarah yang otoritatif. Meski penulis membahas ketiga
ayat khilâfah tersebut, nampaknya penulis belum sampai
menyinggung pendapat mufasir lintas mazhab sebagai rujukan
analisa argumentasinya. Ia hanya mengutip beberapa mufasir
saja. Tidak hanya itu, teori yang dipilih untuk menganilisa
adalah teori hermeneutik. Berbeda dengan penelitian ini yang
memilih teori makk-madanî dan tafsir maqâshidi sebagai
metode analisisnya.33
3. Kontroversi Dalil-dalil Khilafah (2017) karya Muhammad
Sofi Mubarok. Sama dengan dua buku sebelumnya, buku ini
juga mengarah kepada kritik ideologi khilâfah HTI. Fokus
utama buku ini adalah merekonstruksi ulang dalil-dalil yang
digunakan HTI, mulai dari dalil Al-Qur’an dan Hadis dengan
pendekatan maqâshidi. Meski menyinggung tiga ayat khilâfah
dan tafsir maqâshidî, penulis tidak sampai menganalisanya
berdasarkan pendapat mufasir lintas mazhab. Sementara
penelitian ini lebih memfokuskan pada ketiga ayat khilâfah
saja, tidak melebar sampai pada dalil-dalil hadis Nabi. Di
samping itu, teori yang digunakannya pun tidak hanya tafsir
maqâshidî, tetapi juga mengkolaborasikannya dengan teori
32 Ainur Rofiq Al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah HTI, Yogyakarta: Lkis,
2012. 33 Makmun Rasyid, HTI Gagal Paham Khilafah, Jakarta: Compas Pustaka, 2016
11
makkî-madanî untuk menemukan pemaknaan yang
kontekstual. Demikianlah yang membedakan penelitian ini
dengan buku di atas.34
4. Jurnal yang bertajuk “Kritik Atas Penafsiran Ayat-Ayat
Khilâfah: Studi Tafsir Al-Wa’ie Karya Rokhmat S. Labib”
yang ditulis oleh Lufaefi (2018). Topik utama jurnal ini adalah
mengkritisi penafsiran kader HTI, Rohmat S. Labib dalam
Tafsir al-Wa’ie khusunya ayat-ayat tentang khilafah yakni QS.
al-Baqarah [2]: 30, al-Mâ’idah [5]: 49 dan QS.al-Nisâ’ [4]: 59.
Dengan pendekatan analisa konten dan konteks, penulis
berkesimpulan bahwa ayat-ayat ini secara jelas tidak
membahas khilâfah, akan tetapi ditafsiri Rokhmat S. Labib
sampai pada kesimpulan sebagai kewajibkan mendirikan
institusi Negara Islam (khilâfah islâmiyyah). Penafsiran
demikian sungguh jauh dari apa yang ingin disampaikan ayat,
bahkan bernilai mempolitisasi ayat-ayat Al-Qur’an.35 Meski
ayat yang dikritisi sama, namun jurnal tersebut tidak
mengambil studi lintas mazhab, hanya menghadirkan
beberapa mufasir saja. Selain itu juga tidak mendekati makna
penafsirannya dalam konteks maqâshid al-syarî’ah. Inilah
yang membedakan dengan penelitian ini.
5. Penelitian yang juga hampir mendekati adalah skripsi tulisan
Anisatul Malihah (2019) dengan judul “Al-Dakhil dalam
Tafsir Al-Wa’ie Karya Rokhmat S. Labib (Kritik Terhadap
Penafsiran Ayat-ayat Demokrasi)”. Topik utama dalam
penelitian ini ialah mengkritisi infiltrasi yang terdapat pada
Tafsir Al-Wa’ie berdasarkan metode kritik tafsir al-Dakhîl.
Meski kitab yang dikritisi sama, tetapi penulis tidak sampai
meninjau setiap ayat yang dikritisi tersebut berdasarkan
pandangan lintas mazhab. Di samping itu, penekanannya pun
hanya terbatas pada pembuktian status infiltrasi tersebut tidak
menyinggung pada tawaran pemaknaan berdasarkan makna
maqashidi. Inilah yang membedakan penelitian yang akan
dikaji nanti.36
34 Muhammad Sofi Mubarok, Kontroversi Dalil-dalil Khilafah, Jakarta:
Harakatuna, 2017
35 Lufaefi, “Kritik Atas Penafsiran Ayat-Ayat Khilâfah: Studi Tafsir Al-Wa’ie
Karya Rokhmat S. Labib”, dalam Jurnal Al-Fanar, Vol. 1, No. 1, Juli 2018. 36 Anisatul Malihah, “Al-Dakhil dalam Tafsir Al-Wa’ie Karya Rokhmat S. Labib
(Kritik Terhadap Penafsiran Ayat-ayat Demokrasi),” Skripsi, IIQ Jakarta, 2019.
12
6. Tulisan Tri Apriani (2019) yang berjudul “Al-Dakhil dalam
Tafsir Hizbu Tahrir Indonesia (Studi Kritis Terhadap
Penafsiran Ayat-ayat Al-Qur’an dalam Buletin Dakwah
Kaffah)”. Hampir sama dengan karya sebelumnya di atas,
tesis ini juga memfokuskan pada kritisme penafsiran ayat-ayat
Al-Qur’an berdasarkan metode tafsir al-Dakhîl, hanya
objeknya yang berbeda yakni, Buletin Dakwah Kaffah milik
HTI. Lagi-lagi, penelitian ini belum menyentuh pada kritisme
berdasarkan penafsiran mufasir lintas mazhab berbasis tafsir
maqashidi sebagai pendekatannya. Inilah barangkali ruang
yang menjadi pembeda dengan penilitian yang akan
dipaparkan nanti.37
7. Selanjutnya tesis yang berjudul “Khilafah dalam penafsiran
Klasik dan Modern (Studi Perbandingan Penafsiran Ayat-
Ayat Khilafah dalam Al-Qur’an)” tulisan Zuhairi Ahmad
(2015). Meski telah menyinggung studi komparatif makna
Khilâfah dari mufasir klasik dan modern, penulis hanya
membatasi pada dua era tersebut. Berbeda dengan penelitian
ini yang akan mengupasnya dari lintas mufasir dan juga lintas
generasi. Disamping itu, tawaran pemaknaan atas makna
Khilâfah dari segi maqâshidi juga menjadi pembeda antara
tesis tersebut dengan penilitian ini.38
8. Lalu jurnal “Rekonstruksi Makna Khalifah Perspektif Tafsir
Mawdu’i (Studi Kritik Wacana Sistem Khilafah di Indonesia)”
oleh Abdur Rohman (2017). Jurnal ini memfokuskan
pembahasannya pada kritisme sistem khilâfah yang
digaungkan oleh HTI di Indonesia. Melalui metode Tafsir
Maudhu’i, penulis ingin menemukan maksud yang sebenarnya
dari konsep khilâfah tersebut dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Di
akhir pembahasan, ia berkesimpulan bahwa makna khilâfah
itu berorientasi pada individu (Nabi Adam AS dan Dawud
AS) bukan institusi/lembaga. Bahkan ia menegaskan bahwa di
dalam Al-Qur’an tidak ada ketentuan sistem negara yang ada
hanya asas-asas kepemimpinan yakni adil dan musyawarah.
Di dalam karya ini hanya membahas pemaknaan semantik-
tematis dari kata khalîfah, berbeda dengan penelitian ini yang
37 Tri Apriani, “Al-Dakhil dalam Tafsir Hizbu Tahrir Indonesia (Studi Kritis
Terhadap Penafsiran Ayat-ayat Al-Qur’an dalam Buletin Dakwah Kaffah),” Tesis, IIQ
Jakarta, 2019. 38 Zuhair Ahmad,“Khilafah dalam penafsiran Klasik dan Modern (Studi
Perbandingan Penafsiran Ayat-Ayat Khilafah dalam Al-Qur’an)”, Tesis, IIQ Jakarta Jurusan
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 2019
13
lebih luas lagi cangkupannya yakni dari interpretasi mufasir
lintas mazhab serta menelaahnya dari perpekstif maqâshid al-
syarî’ah .39
9. Lalu tulisan Mabroer Inwan (2018) dengan judul
“Rekonstruksi Khilâfah dalam Al-Qur’an: Studi Kritis
Penafsiran Quraish Shihab”. Jurnal ini menjelaskan tentang
isu-isu khilâfah seperti makna khilâfah, kewajiban
menegakkan hukum Allah, amar ma’ruf nahi mungkar dan
taat kepada uli al-amri dalam kacamata penafsiran Quraish
Shihab dalam Tafsir Al-Misbah. Melalui motede analitik-
komparatif, penulis kemudian berkesimpulan bahwa Quraish
Shihab (l. 1368 H) memaknai khalîfah bukan dalam arti
kepemimpinan yang meneguhkan syariat Islam melainkan
penerima mandataris. Hal ini tercipta dari pemahaman beliau
yang tidak selalu memandang teks Al-Qur’an sebagai hukum
mutlak. Sehingga menurutnya, demokrasi bukan hal dilarang
demi wajibnya menjalankan hukum syariat. Begitu pula ayat
tentang amar ma’ruf dan taat kepada Allah tidak bermakna
harus melalui jalan menegakkan syariat, tetapi yang terpenting
adalah substansi Islam itu sendiri. Yang membedakan dari
penelitian ini adalah cangkupan perspektifnya yang tidak pada
satu penafsir saja melainkan penafsir lintas mazhab sehingga
lebih komprehensif.40
10. Kemudian tulisan Lufaefi (2017) dengan tema“Rekonstruksi
Jargon Formalisasi Syariat: Upaya Menjaga Persatuan
Dalam Bingkai Keberagaman”. Jurnal ilmiah yang mencoba
meluruskan kembali ide formalisasi agama yang dicanangkan
oleh kelompok fundamentalis termasuk HTI ini mengambil
fakta sosial budaya sebagai analisisnya. Di dalam karya ini
ditulis bahwa ide formalisasi syariat tidak tepat diterapkan di
bumi nusantara. Sehingga konsep khilâfah tidak bisa
dipaksaaan di tengah kemajemukan Indonesia. Sementara
dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada model
penafsiran khilâfah tidak hanya isu formalisasi syariat saja.41
39 Abdur Rohman, “Rekonstruksi Makna KhaliFah Perspektif Tafsir Mawdu’i
(Studi Kritik Wacana Sistem Khilafah di Indonesia),” Jurnal Fikri, Vol. 2, No. 2, Desember
2017. 40 Mabroer Inwan, “Rekonstruksi Khilâfah Dalam Al-Qur’an: Studi Kritis
Penafsiran Quraish Shihab,” dalam Jurnal Al-Fanar, Vol. 1, No.1, Juli 2018. 41 Lufaefi,“Rekonstruksi Jargon Formalisasi Syariat: Upaya Menjaga Persatuan
Dalam Bingkai Keberagaman,” dalam Jurnal Al-A’raf, Vol. XIV, No. 1, Januari – Juni 2017.
14
11. Penelitian serupa juga datang dari M. Nurdin Zuhdi (2018)
yang bertema “Kritik Terhadap Penafsiran Al-Qur’an Hizbut
Tahrir Indonesia”. Jurnal penelitian yang mengangkat
kritisme penafsiran HTI khususnya soal ayat khalifah dan
jihad fisik menegaskan bahwa penafsiran yang dilakukan oleh
kelompok HTI cenderung tekstualis dan tidak bisa menjawab
tantangan zaman yang dinamis apalagi dengan kondisi
lapangan nusantara yang pluralis. Dalam karya ini tidak
sampai membahas makna khilâfah lintas mazhab yang
menjadi topik utama dari penelitian ini. Juga tidak didekati
dari sisi pemaknaan maqâshid al-syarî’ah-nya. Inilah yang
menjadi pembedanya42
12. Kemudian juga ada tulisan Muhyidin Thohir dan Muh. Ngali
Zainal Makmun (2017) dalam “Penafsiran Ayat Al-Qur’an
Tentang Khilafah (Kajian Perbandingan Tafsir Al-Misbah
Karya M.Quraish Sihab dan Al-Azhar Karya Abdul Karim
Amrullah (Hamka)”. Fokus utama penelitian jurnal ini adalah
mengkaji persamaan dan berbedaan tafsir khilâfah di kedua
kitab tafsir Nusantara tersebut. Meski menggunakan metode
komparatif⸺sebagaimana tesis yang akan disusun ini⸺,
namun tulisan tersebut hanya menyajikan pandangan dari dari
dua tafsir saja secara deskriptif-analisis. Berbeda dengan
penelitian ini yang tidak hanya menyoroti tema khilâfah dari
dua tafsir itu, melainkan juga dilihat dari segi lintas mazhab
tafsir dengan disertai kritisme yang membangun. Selain itu,
ayat yang akan ditafsirkan pun berbeda yakni terkhusus pada
tiga ayat khilâfah (QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-Nisâʹ[4]: 59
dan QS. al-Mâidah[5]: 49). Sehingga penafsiran ayat-ayat
khilâfah menjadi komprehensif, kritis dan tranformatif sesuai
dengan dinamika zaman.43
13. Selanjutnya tesis yang dituli Diyan Yusri (2014) dengan judul
“Konsep Khilafah dalam Alquran (Studi Komparatif
Terhadap Tafsir Ibn Katsîr dan Tafsir Al-Misbah)”. Dalam
tesis ini, Dian Yusri memfokuskan kajiannya pada tema
kepemimpinan perpekstif Ibnu Katsîr (w 774 H) dan Quraish
Shihab (l. 1368 H). Dan ayat yang menjadi objek tafsirannya
42 M. Nurdin Zuhdi, Kritik Terhadap Penafsiran Al-Qur’an Hizbut Tahrir Indonesia,
Jurnal Ma’had Aly Wahid Hasyim Yogyakarta,” dalam Jurnal, t.th 43 Muhyidin Thohir dan Muh. Ngali Zainal Makmun, “Penafsiran Ayat Al-Qur’an
Tentang Khilafah (Kajian Perbandingan Tafsir Al-Misbah Karya M.Quraish Sihab dan Al-
Azhar Karya Abdul Karim Amrullah (Hamka),” Jurnal Sumbula: Vol. 2, No. 2 Desember
2017.
15
adalah QS. Al-Baqarah[2]: 124, QS. Shâd[38]: 26 dan al-
An’âm[6]: 165. Di akhir penelitiannya, ia berkesimpulan
bahwa kedua tokoh ini menilai bahwa ayat-ayat tersebut
memang berkaitan erat dengan persoalan kepemimpinan.
Namun, dalam pandangan Ibnu Katsîr kepemimpinan tersebut
terbatas pada khitâb (sasaran) ayatnya, yakni kepemimpinan
Nabi Ibrahim AS dan Nabi Dawud AS. Sementara bagi
Quraish Shihab, ayat tersebut mencangkup kepemimpinan
dalam arti luas dan itu merupakan anugerah bukan upaya
manusia. Secara sistematis, penelitian tesis ini berbeda dengan
kajian yang akan penulis susun. Dari segi objek kajiannya,
tesis itu memilih pembahasan tentang kepemimpinan
berdasarkan ketiga ayat tersebut, berbeda dengan penelitian ini
yang akan membahas lebih spesifik soal khilâfah dalam tiga
ayat yang berbeda yakni, QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-
Nisâ[4]: 59 dan QS. al-Mâidah[5]: 49. Di samping itu,
penelitian ini tidak hanya disoroti dari kacamata dua mufasir
saja, melainkan melibatkan pendapat mufasir lintas mazhab
untuk kemudian ditemukan pemaknaan yang relevan, kritis
dan transformatif sebagaimana keadaan zaman sekarang ini.44
14. Ahmad Rifqi (2019) juga menulis dengan tema yang hampir
sama, yakni “Ayat-ayat Khalifah dalam Al-Qur’an (Studi
Tafsir Tematik)”. Skripsi ini mengkaji tentang klasifikasi ayat-
ayat khalîfah dan maksudnya menurut Al-Qur’an. Melalui
pendekatan tematis, Ahmad Rifqi ingin mengungkapkan
bahwa ayat-ayat khalîfah terwakili oleh term khalîfah dengan
derivasinya yang terulang sampai 127 kali yang memiliki arti
wakil atau pengganti. Di samping itu juga bermakna
pemimpin secara individual (khalîfatullâh) juga pemimpin
dalam arti politis. Menurutnya, ayat-ayat khalîfah tersebut
tidak menunjukkan kewajiban menegakkan daulah
islâmiyyah, yang ada hanya kewajiban mengangkat pemimpin.
Meski membahas ayat-ayat khalîfah, skripsi ini hanya
memfokuskan pembahasannya pada term khalîfah saja. Di
samping itu juga hanya menghadirkan beberapa pendapat
mufasir saja. Ini berbeda dengan penelitian yang akan penulis
susun yang lebih tertuju pada ayat-ayat khilâfah yang dibatasi
pada tiga ayat (QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-Nisâ[4]: 59 dan
QS. al-Mâidah[5]: 49). Tidak hanya itu, di dalamnya juga
44 Diyan Yusri, “Konsep Khilafah dalam Alquran (Studi Komparatif Terhadap
Tafsir Ibn Katsîr dan Tafsir Al-Misbah),” Tesis, IAIN Sumatera Utara Medan, 2014.
16
akan dihadirkan segenap pendapat mufasir lintas mazhab
dengan mengkomparasikannya satu sama lain, sehingga akan
ditemukan satu penafsiran yang dialektis dan minim dari
fanatisme kelompok.45
15. Tidak ketinggalan juga tulisan Ida Fuaida (1997) dalam
“Konsepsi Khalifah dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik
Terhadap Ayat-ayat Kekhalifahan dalam Al-Qur’an)”. Skripsi
ini ingin menegaskan terkait persoalan khalîfah dalam
pandangan Al-Qur’an. Melalui pendekatakan tematik, penulis
karya ini menyimpulkan bahwa konsep kekhalifahan dalam
Al-Qur’an tersurat dalam term khalîfah dan derivasinya. Di
samping itu, dalam pandangan ulama tafsir ayat-ayat tersebut
menunjukkan pada asas kekhalifahan qur’ani yakni yang
terbangun dari asas musyawarah. Dalam kajian ini, Ida Fuadi
hanya membatasi temanya pada term-term ayat tentang
khalîfah. Tidak sempat mendiskusikan ayat-ayat khalîfah lain
yang dipandang sebagai hujah khilâfah islâmiyyah, seperti
Surah al-Nisâ ayat 59 dan Surat al-Mâidah ayat 48. Di
samping itu, skripsi tersebut juga hanya menghadirkan
pendapat mufasir secara umum tidak terkhusus atau
terwakilkan pada sosok mufasir tertentu dari lintas mazhab
yang ada. Lain halnya dengan kajian ini yang akan
menitikberatkan pada tema ayat-ayat khilâfah pada tiga ayat
khusus (QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-Nisâ[4]: 59 dan QS. al-
Mâidah[5]: 489 lalu disoroti dari pendapat ulama tafsir lintas
mazhab mulai dari suni, syiah, hingga ulama Nusantara.46
Sejauh penelusuran penulis terhadap karya-karya yang ada,
nampaknya belum ditemukan sebuah tulisan yag secara khusus membahas
tentang kritik ayat-ayat khilâfah yakni QS. al-Baqarah [2]: 30, QS.al-Nisâ’
[4]: 59 dan QS. al-Mâ’idah [5]: 49 versi HTI secara komprehensif dari sudut
pandang lintas mazhab tafsir. Alasan inilah yang mendorong penelitian ini
sangat perlu diangkat dan dikaji lebih mendalam.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research) yang difokuskan
pada penelusuran berbagai literatur dan naskah baik primer maupun sekunder
45 Ahmad Rifqi, “Ayat-ayat Khalifah dalam Al-Qur’an (Studi Tafsir Tematik),”
Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2019. 46 Ida Fuaida, “Konsepsi Khalifah dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik
Terhadap Ayat-ayat Kekhalifahan dalam Al-Qur’an),” Skripsi, Institut Agama Islam Sunan
Ampel, 1997.
17
yang berkaitan erat dengan tema yang akan dibahas. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini penulis menggunakan “metodologi penelitian kualitatif” yaitu
sebagaimana yang dikatakan oleh Noeng Muhadjir (l. 1930 M) dengan
mengutip pendapat Bogdan dan Taylor (1975:5) mengatakan bahwa “metode
kualitatitaf” yang berbasis pada library research adalah suatu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka,
pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik
(utuh).47
2. Sumber Data
Sumber data yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Sumber Primer
Sumber primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
buku-buku HTI yang memuat penafsiran mereka tentang khilâfah khususnya
dalam Tafsir al-Waʻei karya Rahmat S. Labib (l. 1971 M), Buletin Kaffah
dan beberapa ujuran tokoh mereka yang tersebar di berbagai majalah dan
website mereka. Selanjutnya adalah kitab tafsir dari perwakilan lintas mazhab
di atas yakni: Mafâtih al-Ghaib karya Fakhr al-Dîn al-Râzî (w. 606 H), al-
Jâmiʻ li Ahkâm al-Qur’ân karya al-Qurthûbî (w. 671 H), Majmaʻ al-Bayân li
‘Ulûm al-Qur’ân karya al-Thabarsî (w. 548 H), Tafsîr Mizân al-Qur’ân karya
al-Thaba’thabâʻî (w. 1401 H), Tanzîh al-Qur’ân ‘an Mathâ’in karya Qâdhi
‘Abd al-Jabbâr (w. 415 H), al-Kasyâf karya al-Zamakhsyarî (w. 538 H),
Haimân al-Zâd ilâ Dâr al-Maʻâd karya Muhammad Ibn Yusûf Ithfîsy (w.
1332 H), Tafsîr Kitâbulllâh al-‘Azîz karya Hûd Ibn Muhakkam al-Hawarî (w.
300 H), Fî Zhilâl al-Qur’ân karya Sayid Quthb (w. 1386 H), Tafsîr al-Manâr
karya Muhammad ‘Abduh (w. 1323 H), Tafsîr Syaikh al-Islâm Ibnu
Taimiyah: al-Jâmi' li Kalâm al-Imâm Ibnu Taimiyah fî a-Tafsîr karya Ibnu
Taimiyah (w. 728 H),Tafsir al-Qur’ân al-Karîm karya Muhammad bin
Shâlih al-‘Utsaimîn (w. 1421 H), Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka (w.
1401 H) dan Tafsîr Al-Misbâh karya Quraish Shihab (l. 1368 H).
b. Sumber Sekunder
Adapun dengan sumber sekunder yang penulis gunakan adalah semua
karya relevan berkaitan dengan khilâfah dan kepemerintahan Islam mulai
buku-buku politik Islam, kitab tafsir di luar kitab tafsir yang ditentukan di
atas, hingga cuplikan wawancara atau dialog tokoh HTI yang tersebar di
media sosial.
47 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 3
18
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik
dokumentasi. Yakni teknik merekam, mengoleksi serta mencatat semua data
temuan dalam dokomen.48 Setelah itu diseleksi lalu ditampilkan dalam
bentuk deskriptif. Maka semua data tentang khilâfah yang terambil dalam
sumber primer maupun sekunder mula-mulanya dicatat dan dikumpulkan
dalam satu folder dokumen yang terstrukur dan sistematis. Lalu dipilih sesuai
porsi kebutuhan dan kelayakan dalam penukilan argumentasi. Kemudian
dilakukan analisis perbandingan untuk diklasifikasikan berdasarkan pada
metode dan corak penafsirannya. Terakhir, dihadirkan dalam pernyataan
deskriptif melalui kesimpulan, analisis dan temuan.
4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analysis-comparative (analisis
perbandingan).49 Dimana metode ini digunakan untuk mendapatkan
gambaran secara mendalam tentang penafsiran ayat-ayat tentang khilâfah
versi HTI. Lalu dibandingkan dengan penafsiran lintas mazhab dan
selanjutnya dianalisa untuk menemukan pemaknaan yang tepat dan
komprehensif sesuai teks-konteknya.
Sementara pendekatan yang digunakan adalah fikih siyâyah Ibnu
Taimiyyah (w. 728 H) dan pendekatan Kontekstual Abdullah Saeed (l. 1964
M).50 Melalui pendekatan Fikih Siyasah Ibnu Taimiyyah,51 diharapkan akan
dapat ditemukan keabsahan model sistem pemerintahan dan legalitas hukum
Islam yang teridentifikasi dalam tafsiran ayat-ayat khilâfah di atas
sebagaimana semangat qur’ani dalam menyeru hukum-hukum Tuhan itu
sendiri. Sementara dengan pendekatan Kontekstual Abdullah Saeed, akan
tampak konstruksi penafsiran mufasir lintas mazhab terhadap ketiga ayat-ayat
khilâfah tersebut. Sehingga makna lingustik ayat-ayat khilâfah itu bisa
melahirkan model panafsiran yang fleksibel, terbuka, dinamis, dan mengerti
dengan kondisi sosial yang ada. Mencari flekslibilitas makna melalui
48 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 3 49 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea
Press, 2017), h. 56 50 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, h. 56 51 Ibnu Taimiyah, al-Siyâsah al-Syar’îyyah fî Ishlâh al-Râ’î wa al-Ra’îyyah, (Mesir:
Dar al-Kitab al-Arabi, 1969), h. ix. Lihat Anton Afrizal Candra, “Pemikiran Siyasah
Syar’iyah Ibnu Taimiyah (Kajian Terhadap Konsep Imamah dan Khilafah Dalam Sistem
Pemerintahan Islam)”, dalam Jurnal UIR Law Review, Vol. 01, No. 02, Oktober 2017, h.
164; Eka Sudansyahr dan Suherman, “Melacak Pemikiran Al Qur'an Abdullah Saeed,”
dalam Jurnal Kajian Islam, Vol. 3 No. 1, April 2, h. 50-51
19
pendekatan linguistik itulah yang menjadi ciri khas pendekatan kontekstual
Abdullah Saeed ini.52
Adapun teori yang digunakan untuk menganalisa topik penelitian ini
adalah teori Tafsir Maqâshidî Ibnu ‘Âsyûr (w. 1973 M) dan teori Makkî-
Madanî Mahmûd Muhammad Thaha (w. 1985 M). Dalam teori Tafsir
Maqâshidî Ibnu ‘Âsyûr disebutkan bahwa penafsiran Al-Qur’an mesti
mementingkan maqâshid syarʻiyyah yang memperjuangkan nilai-nilai
kebebasan, kesetaraan, kesucian, toleransi, dan keadilan.53 Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut. Pertama, melakukan penelitian secara
induktif (istiqrâ) dengan cara mengkaji syariat dari semua aspek. Hal itu bisa
dilakukan pada syariat yang memiliki alasan hukumnya dan pada sutau
hukum yang mempunyai illat yang sama. Kedua, menemukan dalil-dalil dari
makna tekstualitas Al-Qur’an. Ketiga, mencari dalil hadis riwayat yang
mutawatir baik yang mutawatir maknawi maupun mutawatir amali. Keempat,
menetapkan beberapa hukum yang diketahui illatnya lalu digali hikmah di
balik penetapan hukum tersebut.54
Berdasarkan teori maqâshidî Ibnu ‘Âsyûr di atas, secara sistematis,
analisis penafsiran ayat-ayat khilâfah dalam penelitian ini ditempuh dengan
beberapa prosedural berikut. Pertama, menentukan ketiga ayat khilâfah di
atas sebagai objek utama, sebab memiliki persamaan ilat yakni sama-sama
digiring sebagai legalitas hukum khilâfah islâmiyyah. Kedua, mencari makna
tekstual dari masing-masing ketiga ayat tersebut. Ketiga, menelaah dalil
hadis yang ada korelasinya dengan makna tekstual ayat khilâfah. Dan
keempat, menelaah hikmah di balik hukum yang tertera di balik setiap ayat-
ayat khilâfah untuk ditemukan nilai universal yang mengerti kebutuhan umat
manusia.
Sementara teori Makkiyyah dan Madaniyyah Mahmûd Muhamamd
Thaha merupakan hasil olahan Thaha terhadap konsep naskh dalam
konstruksi yang baru. Di dalam The Second Message,—seperti dikutip Nurul
Izzah—Thaha merumuskan konsep nasakh yang berbeda dengan
kebanyakan ulama, yakni naskh tidak diartikan dengan penghapusan secara
permanen, tetapi bersifat tentatif. Sehingga berdasarkan hal ini, kehadiran
ayat-ayat makiyyah dan madaniyyah menjadi penting. Sebab ayat makiyyah
maupun madaniyyah semata-mata tidak berkaitan dengan waktu dan tempat
52 Abdullah Seed, Interpreting the Qur’an: Towards a Contemporary Approach.
(Oxon: Routledge, 2006), h. 146. Lihat Achmad Zaini, “Model Interpretasi Al-Qur’an
Abdullah Saeed,” dalam Jurnal Islamica, Vol. 6, No. 1, September 2011, h. 32 53 Mufti Hasan, “Tafsir Maqasidi: Penafsiran Al-Quran Berbasis Maqasid Al-
Syari’ah,” dalam Jurnal Maghza Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2017, h. 18 54 Muhammad Thâhir bin ‘Âsyûr, Maqashid al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, (Mesir: Dâr
al-Kitâb al-Mishri, 2011), h. 84-87. Lihat Umayyah, “Tafsir Maqashidi :Metode Alternatif
Dalam Penafsiran Al-Qur’an,” dalam Jurnal Diya Al-Afkar, Vol.4 No.01, Juni 2016, h. 45
20
penurunnya saja, lebih dari itu, ia juga berkaitan dengan pesan yang dibawa
masing-masing kedunya berdasarkan sasaran yang tepat. Thaha menyatakan
pesan bahwa ayat-ayat makiyyah itu lebih bersifat universal, egaliter dan
sesuai dengan kondisi saat ini. Berbeda dengan ayat-ayat madaniyyah yang
tekesan sekterian-diskriminatif khususnya dalam membedakan laki-laki dan
perempuan.55 Untuk menemukan pesan yang tepat sasaran, Thaha
merumuskan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, memposisikan din (agama) dan syariat sebagai dua hal yang
berbeda. Din itu sesuatu yang absolute sementara syari’at itu bagian dari din
itu sendiri. Kedua, menentukan ayat dari segi maki-madani-nya. Ketiga,
mengevolusi (tathawur) syariat dengan melakukan perpindahan teks satu (Al-
Qur’an) kepada teks yang lain dan dari satu teks yang cocok dengan zaman
sasaranya., Keempat, mengambil pesan universal dari ayat-ayat madaniyyah
dengan menyandingkannya bersama ayat-ayat makiyyah.56 Berangkat pada
teori ini, maka penafsiran ayat-ayat khilâfah dapat dilakukan dengan langkah
berikut. Pertama, dengan menganalisa status sistem khilâfah; apakah bagian
dari tuntutan agama atau syari’at. Kedua, mengidentifikasi ayat-ayat khilâfah
berdasarkan kacamata konsep makki-madani. Ketiga, memindahkan [makna]
teka ayat-ayat khilâfah kepada makna di teks lain yang relevan dengan
sasarannya. Keempat, menyandingkan pesan ayat-ayat khilâfah dengan
pesan-pesan universal di ayat-ayat makiyyah yang berkaitan dengan ke-
khilafahan tersebut. Langkah-langkah inilah yang nantinya akan dibuktikan
dengan data-data dan argumentatif yang dapat dipertanggung jawabkan.
Sehingga dengan dilibatkannya dua teori ini, diharapkan hasil penafsirannya
benar-benar terbuka, tidak intoleran dan senafas dengan kebutuhan di zaman
milenial sekarang ini.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Satu bab pendahuluan. Tiga bab
pembahasan dan analisis. Dan satu bab lagi penutup. Untuk memberikan
kejelasan kelima bab tersebut, penulis akan memberikan klasifikasinya
sebagai berikut:
Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu,
metodologi penelitian dan sistematika pembahasan. Lalu bab kedua
membahas seputar gambaran umum seputar khilâfah. Yang kemudian dibagi
55 Nurul Izzah, “Konsep Makiyyah dan Madaniyyah Menurut Mahmud Muhammad
Thaha,” dalam Jurnal, h. 8 56 Wartoyo, “Konsep Naskh Dalam Teori Hukum Mahmud Muhammad Thaha,”
dalam Jurnal Mahkamah, Vol. 1, No. 2, Juli 2016, h. 157
21
menjadi empat sub bab. Yakni definisi khilâfah, khilâfah dalam lintasan
sejarah, khilâfah dalam pandangan HTI, dan dalam khilâfah pandangan
mazhab-mazhab Islam.
Bab ketiga memaparkan tentang penafsiran HTI terhadap ketiga ayat
(QS. al-Baqarah [2]: 30, QS.al-Nisâ’ [4]: 59), dan QS. al-Mâ’idah [5]: 49
yang menjadi dalil argumentatif mereka. Akan tetapi sebelumnya akan
diapaparkan terlebih dahulu mengenai potret sejarah terbentuknya HTI,
ideologi dan model dakwahnya, dan interpretasi mereka terhadap ayat-ayat
tentang khilâfah sekaligus tipologi penafsirannya yang dilihat dari sumber
penafsiran dan corak yang dihasilkan. Lalu Bab keempat merupakan analisis
tentang interpretasi ketiga ayat tersebut dalam pandangan mufasir lintas
mazhab, kemudian rumusan terkait relevansi dan kontekstualisasi penafsiran
mereka dalam kultur Indonesia berdasarkan makna universal Al-Qur’an dan
makna maqâshidi sehingga akan ditemukan suatu penafsiran yang lebih
inklusif yang harapannya dapat melerai pergulatan tarik ulur eksistensi
khilâfah di antara masing-masing kelompok atau sekte yang tidak pernah
usai. Dan bab kelima adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-
saran.
22
199
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di bab-bab terdahulu mengenai
eksistensi khilâfah dalam diskursus penafsiran Al-Qur’an didapatkan satu
titik terang bahwa pemahaman kelompok HTI terhadap ayat-ayat tentang
khilâfah (QS. al-Baqarah[2]: 30, QS. al-Nisâ’[4]: 59) dan QS. al-Mâidah[5]:
49) sebagai hujah keabsahan khilâfah sebagai satu-satunya sistem
pemerintahan merupakan sebuah penafsiran manipulatif dan dan jauh dari
pendapat mayoritas mufasir otoritatis lintas mazhab.
Kalaupun merujuk kepada pendapat mereka, itu hanya sebuah
syahwat politik yang secara bersamaan melahirkan sikap keberagamaan yang
eksklusif, ototarian bahkan radikal. Sehingga mengembalikan kembali status
ayat-ayat khilâfah tersebut kepada makna orsinilnya (original meaning)
melalui pesan universal dan maqâshid ayatnya adalah cara tepat untuk
membendung arus ideologi sekterian mereka yang menodai kemurnian moral
ayat Al-Qur’an. Oleh sebab itu, pada akhirnya penulis mencoba menuliskan
satu rumusan kesimpulan :
“Dominasi intervensi nalar ideologis dalam penafsiran cenderung
melahirkan tafsir revivalis-sekterian yang profan. Dan itu bisa diselamatkan
dengan merujuk kepada pesan universal dan makna esensi (maqâshid)
ayatnya.”
Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa fakta yang penulis
temukan, yakni sebagai berikut:
1. Penafsiran HTI terhadap ayat-ayat khilâfah termasuk tafsir revivalis-
sekterian. Sebab dominasi ideologi partai sangat kentara. Hal ini
terlihat dari pemahaman mereka terhadap QS. al-Baqarah[2]: 30 yang
dipahami sebagai “wajibnya seorang khalîfah menegakkan khilāfah
sebagai sistem negara”; QS. al-Nisâʹ[4]: 59 sebagai “kewajiban taat
kepada ulul amri dan syariah Islam dan ancaman penerapan sistem
Demokrasi atau sistem-sistem kufur buatan barat”; dan QS. al-
Mâidah[5]: 49 sebagai “kewajiban menerapkan hukum Islam dan
acaman siksaan dunia akhirat bagi yang meninggalkannya”.
2. Secara ringkas, penafsiran ketiga ayat khilâfah di atas perpektif lintas
mazhab bisa dikatakan masih debateble, mengingat masing-masing
mazhab tafsir masih cukup kentara mempertahankan ideologinya satu
sama lain. Ada memahaminya hanya secara tekstual, bahwa ketiga
ayat tersebut adalah sebatas informasi status manusia sebagai
khalîfah, perintah taat kepada ulil amri, dan wajibnya mengikuti
syariat agama. Sementara ada juga yang menafsirkannya ke ranah
200
politis seperti al-Râzî dan al-Qurthubî dari Suni, al-Thaba’thabâ’î dari
Syiah, Sayid Qutb dan Muhammad Abduh dari salafi-ikhwani bahwa
ketiga ayat di atas khsusunya QS. al-Baqarah[2]:30 dan QS. al-
Nisâʹ[4]:59 adalah dalil wajibnya mengangkat khalîfah (nashb
imâmah) dan urgensi pembentukan suatu negara. Hanya saja,
penafsiran politis mereka tidak sampai kepada ranah menentukan satu
sistem baku dalam suatu kekuasaan. Sayid Qutb dan Muhamamd
Abduh saja yang tampak sepakat menghidupkan kembali sistem
khilafah yang pernah jaya di masa Nabi, meski dengan konsep yang
berbeda, ternyata keduanya memahami ayat-ayat khilâfah di atas
dengan lebih kontekstual dan realistis, yakni keberadaan perintah
mengangkat khalîfah, mematuhinya dan perlunya meneakkan syariat
adalah semat-mata demi mendahulukan kemaslahatan umum.
Persamaan penafsiran HTI dengan mufasir lintas mazhab adalah
sama-sama menilai ketiga ayat tersebut sebagai dalil pengangkatan
seorang imam (nashb imâmah), kewajiban taat kepada penguasa, dan
wajibnya mengikuti syariat. Sementara perbedaannya terletak pada
nuansa tafsir politisnya. HTI menjadikan ketiga ayat tersebut sebagai
hujah pendirian khilâfah dan justifikasi pendirian daulah islamiyyah
sekaligus pengingkaran terhadap sistem Demokrasi. Sementara
mayoritas mufasir lintas mazhab hanya menilainya sebagai argumen
perlunya mengangkat seoraang imam secara thabi’iyyah insaniyyah;
tidak sampai menentukan sistem baku yang wajib diterapkan dalam
suatu negara. Jadi, nampaknya penafsiran HTI cukup manipulatif dan
“syadz” serta tidak relevan di bumi nusantara Indonesia yang
multukultural ini. Sebab bisa mengancam kebebasan beragama,
menuai polemik HAM, dan timbul benih-benih intoleransi. Sehingga
pemahaman yang relevan untuk ketiga ayat di atas adalah sesuai
dengan pesan universal ayat dan makna maqashidi-nya, yakni QS. Al-
Baqarah[2]:30 sebagai perlunya regenerasi sebuah kepemimpinan,
peningkatan potensi dan kode etik khalifah; QS. al-Nisâ’[4]:59
sebagai anjuran memasrahkan sesuatu kepada ahlinya/yang diakui
kredibilitasnya dan pentingnya menyepakati hasil musyawarah (QS.
al-Syûrâ[42]: 38); dan QS. al-Mâidah[5]:49 sebagai peringatan untuk
tidak mengikuti hawa nafsu dalam memutusukan sebuah perkara,
toleran terhadap perbedaan dan monoritas (QS. Yunus[10]: 99), dan
kembali kepada kalimatun sawâ’/Pancasila (QS. Ali Imrân[3]: 64).
B. Saran
Secara teoritis, diskursus penafsiran adalah kajian yang bersifat
dinamis dan terus menerima pembaharuan seiring dengan dinamikan zaman.
Termasuk pemahaman soal ayat-ayat politik khususnya yang berkaitan
201
dengan isu khilâfah yang tidak akan pernah usang. Secara khusus, penelitian
ini hanya difokuskan pada analisis tiga ayat tentang khilâfah, yakni QS. al-
Baqarah[2]:30, QS. al-Nisâ’[4]: 59, dan QS. al-Mâidah[5]: 49 dengan
pendekatan tafsir maqâshidi. Sedangkan objek kajiannya penafsiran HTI
terhadat ayat-ayat tersebut dalam kacamata mufasir lintas mazhab.
Sehingga penelitian ini masih membuka ruang yang lebih luas dari
aspek-aspek yang belum tersentuh di dalamnya. Maka pada posisi ini,
penulis menyarankan kepada peneliti berikutnya supaya bisa mengeksplor
lebih dalam mengenai penafsiran ayat-ayat khilâfah, baik itu melebar pada
ayat yang lain seperti QS. al-Baqarah[2]: 283, QS. al-Mâidah[5]: 44, 45, dan
47, dan QS. al-Nûr[24]: 55 atau mendialogkan ayat-ayat khilâfah itu dalam
perspektif pemikir kontemporer seperti Fazlurrahman, Muhammad Arkoun,
Ali Abdu Raziq, Muhammad Imarâh, Abu al-A’la al-Maudûdi, Hasan al-
Banna dan lain sebagainya, atau juga bisa membandingkan konsep khilâfah
HTI dengan konsep khilâfah Ikhawanul Muslimin, NII, Ahmadiyyah atau
lainnya dengan tetap menggunakan pendekatan tafsir maqâshidi dan
perpektif mufasir lintas mazhab.
202
203
Daftar Pustaka
A. Buku/Kitab
‘Abduh, Muhammad, Tafsîr al-Qur’ân al-Hakîm au Tafsîr al-Manâr, Mesir:
Dâr al-Manâr, 1947.
Abu el-Fadl, Khalid Speaking God’s Name: Islamic Law, Authority, and
Women, terj. Recep Lukman Yasin, Atas Nama Tuhan: Dari Fikih
Otoriter ke Fikih Otoritatif, Cet. 1, Jakarta: Serambi, 2004.
‘Abd al-Jabbâr, Qâdhi, Tanzîh al-Qur’ân ‘an al-Mathâ’in, Beirut: Maktabah
al-Nâfidzah, 2006.
____________, Mutâsyabih al-Qur’an, Mesir: Dâr al-Turats, t.th.
Abd Razîq, Alî, al-Islâm wa Ushûl al-Hukm, Mesir: Dâr al-Fâris, 2000.
Agil Siradj, Said, Islam Kebangsaan: Fikih Demokratik Kaum Santr, Cet.I,
Jakarta: Penerbit Risalah, 2019.
al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Cet. I, Libanon: Dâr Ihyâ’ al-Turâts, 1994.
‘Alawi al-Haddâd, Abdullah bin, al-Da’wah al-Tammâh wa al-Tadzkirah al-
‘Ammâh, Cet. IV, Mesir: Dâr al-Minhâj, 2000.
‘Asakir, Ibnu, Târikh Madînah Dimasyq, Cet. II, Beirut: Dâr al-Fikr. 1998.
al-Asqalâni, Ibnu Hajar, Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhârî, Cet. I, Mesir:
al-Risâlah al-‘Alamiyyah, 2013.
Arif, Syaiful Islam, “Radikalisme dan Deradikalisasi Berbasis Pancasila”,
Jurnal Societas Dei, Vol. 3 No. 2, Oktober 2016.
al-Amidi, Ghoyatu al-Marom Fi ‘Ilmi al-Kalam, Mesir: Dar al-Fikr, 1992.
Aziz, Abdul Kontroversi Khilafah, Yogyakarta: Lkis, 2019.
al-Bannâ’, Hasan, Risâlah al-Khamîs, Cet. II, Mesir: Dâr al-Da’wah, 1994.
________, Majmû’ Rasâil Hasan al-Bannâ’, Cet. II, Mesir: Dâr al-Da’wah,
1994.
204
________, Risâlah al-Ta’lîm, Cet. II, Mesir: Dâr al-Da’wah, 1994.
________, Risâlah al-Khamîs, Cet. II, Mesir: Dâr al-Da’wah, 1994.
al-Bâjûrî, Tuhfah al-Murîd ‘alâ al-Jauhar al-Tauhîd. Mesir: Dâr al-Salâm,
2002.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Polemik Negara Islam
Melacak Sejarah, Pemikiran dan Kesalahan Interpretasi Kelompok
Radikal Terorisme, Cet. 1. Jakarta: Pusat Media Damai BNPT, 2008.
al-Baidhawî, Anwâr al-Tanzîl wa Asrâr al-Ta’wîl, Beirut: Dâr Ihyâ’ al-
Turâst, t.th.
al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâri, Cet. I, Dâr Ibnu Katsîr, 1994.
bin al-Hajâj, Muslim, Shahîh Muslim, Cet. I, Mesir: Dâr Thayyibah, 2006.
al-Dzahabi, Husain, al-Tafsir al-Mufassirun, Cet. IV, Mesir: Maktabah
Wahbiyyah, 1994.
________________. al-Ittijâh al-Munharifah fî al-Tafsîr, Mesir: Maktabah
Wahbiyyah, 1998.
Gholdziher, Ighnas, Madzahib al-Tafsir al-Islami, Libanon: Dar al-Fikr,
1993.
al-Ghazali, Al-Iqtishod fi al-Itiqod, Mesir: Dar al-Kutub al-Islami, 2006.
al-Hasaniy, Ismail, Nadzariyyah al-Maqâshid ‘inda Muhammad al-Thâhir
bin ‘Âsyûr, Virginia: al-Ma’had al-Ilmiy lil Fikr al-Isâmiy, 1995.
al-Huwwârî, Hûd bin Muhakkam, Kitâbullâh al-‘Azîz, Beirut: Dâr al-Gharb
al-Islâmî, 1990.
Hamka, Buya, Tafsir Al Azhar, Cet. I, Jakarta: Gema Insani, 2015.
Husain al-Thabâ’thabâ’î, Muhammad bin, al-Mizân fî Tafsîr al-Qur’ân,
Beirut: Muassasah al-A’lami li al-Mathbû’, 1996.
Hizbu Tahrir, Syabab, Bagaimana Membangun Kembali Negara Khilafah,
terj.: M. Ramdhan Adi, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2008.
205
___________, Mengenal Hizbu Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbu Tahrir,
Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009.
__________, Struktur Negara Khilafah, Pemerintahan dan Administrasi,
Jakarta: HTI, 2006.
Hizbut Tahrir Indonesia, Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia:
Indonesia, Khilafah dan Penyatuan Kembali Dunia Islam, Bogor:
Pustaka Tarriqul Izzah, 2009.
Hasan Khân, Shidîq Iklîl al-Karâmah fî Tibyân Maqâshid al-Imâmah,. Mesir:
Maktabah al-Shadiq, 1292.
al-Ibâdhî al-Mus’ibî, Muhammad bin Yusûf al-Wahbî, Haimân al-Zâd ilâ
Dâr al-Ma’âd, Oman: Departemen Kebudayaan, 1994.
Ja’far al-Thahâwî, Abu, Matn al-‘Aqîdah al-Thahâwiyyah, Cet. I. Beirut: Dâr
Ibnu Hazm, 2015.
al-Juwaini, Al-Irsyad fi Ushul Al-I’tiqod, Mesir: Dar Dar al-Fikr, 2003.
________, Ghiyâts al-Umam fî Iltiyâs al-Dzulâm, Mesir: Dâr al-Da’wah, t.th.
Katsîr, Ibnu, Tafsîr al-Qur’ân al-Adzîm, Cet. III, Mesir: Dâr Ihyâ al-Turâts,
1995.
Khaldun, Ibnu, Muqaddimah Ibnu Khaldun, Libanon: Dar al-Fikr, 1996.
Lembaga Wakaf Kuawait, al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Cet. II,
Kuwait: Wuzâr al-Auqâf wa al-Syuûn al-Islâmiyyah, 1983.
Mustaqim, Abdul, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Lkis,
2010.
al-Mâwardî, al-Ahkâm al-Sulthâniyyah, Mesir: Dîr al-Hadîts, 2006)
Muhammaddin, “Relevansi Sistem Khilafah Hizbu Tahrir Indonesia Dengan
Sistem Negara Islam Modern”, Jurnal Intizar, Vol. 22 No. 2, 2016.
al-Maudûdî, al-Khilâfah wa al-Mulk, Kuwait: Dâr al-Qalam, 1978.
_________, Abu al-A’la, Khilafah dan Kerajaan, Mesir: Dar al-Fikr, 2003.
206
Muhammad Ya’qûb, Thâhir Mahmûd, Asbâb al-Khathâ’ fî al-Tafsîr, Cet. III,
Riyadh: Dar Ibnu Hazm, 1998.
Muhadjir, Noeng Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000.
Mustaqim, Abdul, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, Yogyakarta: Idea
Press, 2017.
Munawir, Pandangan Dunia Al-Qur’an: Telaah Terhadap Prinsip-prinsip
Universal Al-Qur’an. Jurnal JPA, Vol. 17 No. 1, Januari – Juni 2016.
Muttaqin, Labib, “Positifisasi Hukum Islam Dan Formalisasi Syari’ah
Ditinjau Dari Teori Otoritarianisme Khaled Abou El-Fadl”, Jurnal Al-
Ihkam, Vol. 11 No.1, Juni 2016.
Munawir, “Tafsir Indonesia Tentang Penarapa Hukum Allah: Studi
Pribumisasi Hamka Terhadap QS. Al-Maidah: 44, 45, dan 47 dalam
Tafsir al-Azhar”, Jurnal Nun. Vo. 4 No. 1, 2008.
al-Nasa’i, Sunan al-Nasâ’i, Cet. II, Riyadh: Dâr al-Hadharah, 2015.
al-Nabhânî, Taqiyyudîn, Ajhizah Daulah Islâmiyyah, Cet. IV, Libanon: HTI
Press, 1993.
al-Nabhani, Taqiyuddin, Nizâm al-Hukm fî al-Islâm, Beirut Libanon: Dâr al-
Umah, 1996.
____________________, Mafahim Hizbu Tahrir, Cet, VI. Jakarta: HTI
Press, 2001.
____________________, al-Takâttul al-Hizb, Beirut: Dâr al-Ummah, 2001.
al-Nawawi, Riyadh al-Shalihin, Mesir: Dar Dar Ihya, 1998.
al-Nasafî, Madarik al-Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil, Mesir: Maktabah Nizar
Nizar Mushtafa, 2013.
al-Qurthûbi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’an, Cet. I, Libanon: Muassasah
Risâlah, 2006.
Quthb, Sayyid, Fî Zilâl al-Qur'ân, Cet. XXXIII, Mesir: Dâr al-Syurûq, 2003.
207
Al-Qanûjî, Fath al-Bayân fî Maqâshid al-Qur’ân, Beirut: al-Maktabah al-
‘Ashriyyah, 1992.
Qodim Zallum, Abdul, Nidzam al-Hukmi fi al-Islam, Cet. I, Yaman: Hizbu
Tahrir, 2003.
al-Qadîm Zallûm, Abd, al-Dûmaqarathiyyah Nizâm al-Kufr, Palestina:
Maktab al-I’lâmi li Hizbu al-Tahrîr, t.th.
al-Qaththân, Mannâ, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Mesir: Maktabah
Wahbiyyah, 1994.
al-Raisyahrî, Muhammad, Mîzan al-Hikmah, Iran: Dâr al-Hadîts, 1998.
al-Râzî, Fakhruddîn, Mafâtih al-Ghaib. Cet. I. Beirut: Dâr al-Fikr, 1981.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur’an, Cet. III, Jakarta: Lentera Hati, 2010.
al-Sya’râwî, Mutawalî., Khawâthir Muhammad Mutawalî Sya’râwî, Cet. I,
Mesir: Dâr Thayyibah, 2002.
S. Labib, Rokhmat, Tafsir Ayat-Ayat Pilihan Al-Wâ’ie, Bogor: Al-Azhar
Publishing, 2013.
Shihab. M. Quraisy, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2004.
al-Syahrostan, Nihayatu al-Iqdam fi ‘Ilmi al-Kalam, Mesir: Dar al-Fikr,
2005.
al-Thabarsî, Majma' al-Bayân fî Tafsîr al-Qur'ân, Beirut: Dâr al-'Ulûm,
2005.
Taimiyah, Ibnu, Tafsîr Syaikh al-Islâm Ibnu Taimiyah: al-Jâmi' li Kalâm al-
Imâm Ibnu Taimiyah fî a-Tafsîr, Tahqîq: Iyâd bin Abd al-Lathîf al-
Qaisî, Mekkah: Dâr Ibnu al-Jauzî, 1432.
at-Taftazanî: Syarh ‘Aqâ’id’ al-Nasafî. Mesir: Dar al-Minhaj, 1997.
Taimiyyah, Ibn, al-Siyâsah al-Syar’iyyah fî Ishlâh al-Ra’i wa al-Râ’iyyah,
Riyadh: Lembaga Wakaf Saudi Arabia, 1418.
_____________, al-Khilâfah wa al-Mulk, Mesir: Dâr al-Manâr, 1994.
208
_____________, Majmû’ al-Fatâwâ, Cet. I, Saudi: Majma’ al-Mulk Fahd li
Thabâ’ah al-Mushahf al-Syarif, 2004.
al-Thâhir bin ‘Âsyûr, Muhammad, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, Cet. I. Tunis: Dar
al-Tunisiyah, 1984.
al-Thâhir bin ‘Âsyûr, Muhammad, Maqâshid al-Syarî’ah al-Islâmiyah,
Mesir: Dâr al-Kitab al-Mish, 2010.
al-Tanthâwî, ‘Ali al-Wasîth fî al-Tafsîr al-Qur’ân, Mesir: Dâr al-Ma’ârif,
1992.
al-Tirmidzi, Sunan al-Timidzi, Cet. I, Mesir: Dâr al-Gharb al-Islâmi, 1996.
al-Utsaimîn, Muhammad bin Shâlih, Tafsîr al-Qur'ân al-Karîm, Cet. II,
Riyadh: Dâr Ibnu al-Jauzî, t.th.
Watt, W. Montgomerym Muhammad at Medina, London: Oxford University
Press, 1972.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1997
al-Zuhailî, Wahbah, al-Fiqhu al-Islâm wa Adillatuhu, Mesir: Dar al-Fikr,
1985.
Zamakhsyarî, Tafsîr al-Kasyâf, Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 2009.
Zulkarnaen, “Syi‘ah Itsna ‘Asyariyah: Beberapa Prinsip Ajaran”, Jurnal
Miqot, Vol. 32 No. 1, Januari-Juni 2008.
al-Zuhaili, Wahbah, al-Tafsîr al-Munîr, Cet. X, Beirut: Dâr al-Fikr, 2009.
B. Jurnal/Tesis
Abdulrazak, Kepemimpinan Masyarakat Islam Dalam Perspektif Syi’ah,
Nalar Fiqh: Jurnal Kajian Ekonomi Islam dan Kemasyarakatan, Vol. 4
No. 2, 2011.
Abdul Mukti, Nanang, Khilafah Menurut Abu al-A’la al-Maududi dan Hasan
al-Banna, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, 2009.
Abdullah, Anzar, Gerakan Radikalisme Dalam Islam: Perspektif Historis,
Jurnal Addin, Vol. 10 No. 1, Februari 2016.
209
Ahmad Arifan, Fahd, “Paham Keagamaan Hizbu Tahrir Indonesia”, Jurnal
Studi Sosial, Vol. 6 No. 2, November 2014.
Amin, A. Miftahul, “Formulasi Negara Islam Menurut Pandangan Para
Ulama”, Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia, Vol. 7,No. 1,
November 2017
Apriani, Tri., Al-Dakhil dalam Tafsir Hizbu Tahrir Indonesia (Studi Kritis
Terhadap Penafsiran Ayat-ayat Al-Qur’an dalam Buletin Dakwah
Kaffah, Tesis, IIQ Jakarta, 2019.
Arif Khudori, Muhamad, Konsep Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia Dalam
perspektif Fiqh Siyasah Dan Relevansinya Dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Nkri), Skripsi, UIN Raden Intan Lampung, 2018.
Ardiansyah, Irfan, “Pergeseran dari Sistem Khilafah Ke Nation State Dunia
Islam”, Journal Uir Law Review, Vol. 1 No. 2, Oktober 2017.
Anas, Ahmad, “Konsep Imamah dalam Perpekstif Syiah Imamiyyah”, Jurnal
Empirisma, Vol. 27 No. 1, Januari 2018.
A’yun, Qurrata Dkk, “Kalimatun Sawa‘ Dalam Perspektif Tafsir Nusantara”,
Jurnal Afkaruna, Vol. 15 No. 1, Juni 2019.
Danis, Ahmad, Khilafah Menurut Rasyid Rida (Studi Tafsir al-Munir. Jurnal
Studi Qur’ani Vol. 4 No. 1 Juli 2019.
Djalil, M. Bisri, “Kemunduran dan Perkembangan Politik Turki Utsmani”,
Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi, Vol. 3
No.1, Maret 2017.
El Suhaimi, Pemerintahan Islam Menurut Ali Syariati, Tesis, IAIN Sumatera
Utara Medan, 2012.
Fatkhuri, “Faktor Pendukung Tebentuknya Radikalisme dan Terorisme di
Indonedia”, Jurnal Universitas Pembanguan Nasional Veteran, Jakarta
Farid Purnama, Fahmi, Khawarijisme: Pergulatan Politik Sekterian Dalam
Bingkai Wacana Agama, Jurnal Al-A’raf, Vol. XIII No. 2, Juli-
Desember 2016.
Fadli,Yusuf, Pemikiran Politik Islam Klasik (Studi Awal atas Perspektif
Sunni), Journal of Government and Civil Society, Vol. 2 No. 1, April
2018.
210
Fuaida, Ida Konsepsi, “Khilafah Dalam Al Qur'an (Kajian Tafsir Tematik
Terhadap Ayat ayat Kekhilafahan Dalam Al Qur'an), Skripsi, UIN
Sunan Ampel, 1997.
Farid Purnama, Fahmi, “Khawarijisme: Pergulatan Politik Sekterian dalam
Bingkai Wacana Agama”, Jurnal Al-A’raf, Vol. 13 No. 2, Juli-
Desember 2016.
Farida, Farah, “Potret Tafsir Ideologis di Indonesia: Kajian Atas Tafsir Ayat
Pilihan Al- W a'ie”, Jurnal Nun, Vol. 3 No. 1, t.th.
Hayati, Nilhadi, “Konsep Khilafah Islamiyyah Hizbu Tahrir Indonesia:
Kajian Living Qur’an Perpekstif Komunikasi”, Jurnal Episteme, Vol.
12 No. 1, Juni 2017.
Halim, Abdul, Sebab-sebab Kesalahan Dalam Tafsir, Jurnal Syahadah, Vol.
2 No. 1, April 2014.
Hayati, Nilda, Konsep Khilafah Islamiyyah Hizbut Tahrir Indonesia Kajian
Living Al-Qur’an Perspektif Komunikasi, Jurnal Epistemé, Vol. 12 No.
1, Juni 2017.
Hepana, Reki, Konstitusi Negara Ideal Menurut Abu al-A’la Al-Mududi,
Skripsi, UIN Syarif Kasim Riau, 2011.
Izzah, Nurul, Konsep Makiyyah dan Madaniyyah Menurut Mahmud
Muhammad Thaha, Jurnal.
Inwan, Mabroer, Rekonstruksi Khilâfah Dalam Al-Qur’an: Studi Kritis
Penafsiran Quraish Shihab, Al-Fanar: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir, Vol. 1 No. 1, Juli 2018.
Khoiriyyah, Nuriana, Konsep Khilafah Islamiyyah Ikhwan al-Muslimin
Menurut Hasan al-Banna, Skripsi, Unoversitas Sebelas Maret, 2016.
Lufaefi, Kritik Atas Penafsiran Ayat-Ayat Khilâfah: Studi Tafsir Al-Wa’ie
Karya Rokhmat S. Labib, Al-Fanar: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,
Vol. 1 No. 1, Juli 2018.
______,“Rekonstruksi Jargon Formalisasi Syariat: Upaya Menjaga
Persatuan Dalam Bingkai Keberagaman”, Al-A’raf: Jurnal Pemikiran
Islam dan Filsafat, Vol. XIV No. 1, Januari – Juni 2017.
211
______, “Rekonstruksi Jargon Formalisasi Syariat: Upaya Menjaga Persatuan
dalam Bingkai Keberagaman,”, Jurnal Al-A’raf, Vol. XIX No. 1,
Januari – Juni 2017.
Lisnawati, Yesi, “Konsep Khalīfah Dalam Al-Qur`Ᾱn Dan Implikasinya
Terhadap Tujuan Pendidikan Islam (Studi Maudu’i Terhadap Konsep
Khalīfah Dalam Tafsir Al-Misbah)”, Jurnal Tarbawy, Vol. 2 No. 1,
2015.
Mustain, “Pertautan Teologi dan Politik: Kajian Terhadap Aliran Religio-
Politik Syiah-Khawarij”, Jurnal Ulumuna, Vol. XIII No. 2, Desember
2009.
Mahadhir Muhammad al-Idrus, Sayed, Uli Al-Amri dalam Penafsiran Ulama
Ahlussunnah Wal Jamaʻah dan Syiʻah ithna ʻasyariyah, Skripsi,
Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Aceh, 2018.
Masbukin, Kemukjizatan Al-Qur’an, Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 37 No. 2
Juli-Desember, 2012.
Muhammad al-Idrus, Sayed Mahadhir, Uli Al-Amri dalam Penafsiran Ulama
Ahlussunnah Wal Jamaʻah dan Syiʻah ithna ʻasyariyah, Skripsi,
Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Aceh, 2018.
M. Jamil, Pergeseran Epistemologi Dalam Tradisi Penafsiran Al-Qur’an,
Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu, Vol. 4 No.1, Juni 2011.
Muhtadi Anshor, Ahmad, “Dar Al-Islam, Dar Al-Harb, Dar Al-Shulh Kajian
Fikih Siyasah “,Jurnal Epistemé. Vol. 8 No. 1, Juni 2013.
Muhtadi Bilhaq, M. Agus, “Penafsiran Kontekstualis perihal Kepemimpinan
Non-Muslim dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis”, Jurnal Nalar:
Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam, Vol. 2 No. 2, Desember 2018
Muhammad Hakiki, Kiki, Islam Dan Demokrasi: Pandangan Intelektual
Muslim dan Penerapannya di Indonesia, Jurnal Wawasan: Jurnal
Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, Januari 2016.
Malihah, Anisatul, Ad-Dakhîl dalamTafsir Al-Wa’ie Karya Rokhmat S. Labib
(Kritik Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Demokrasi, Tesis, IIQ Jakarta,
2019.
212
Naki, Ridwan, Konsep Khilafah Menurut Abu al-A’la al-Maududi dan Ali
Syariati: Studi Banding, Skripsi, IAIN Sunan Ampel, 1999.
Qodir, Zuly. “Kaum Muda, Intoleransi, Dan Radikalisme Agama”, Jurnal
Studi Pemuda, Vol. 5 No. 1, Mei 2016.
Qohar, Abdul, Eksistensi Gerakan Ideologi Transnasional HTI Sebelum dan
SesudahPembubaran, Jurnal Kalam, Vol. 11 No. 2, Desember 2017.
Putra, Eka, “Ide dan Realitas Khulafa’ur Rasyidin”, Jurnal Al-Qishthu, Vol.
14 No.1, 2016.
Pradita Sicca, dkk, Shintaloka, “Negoisasi Identitas Hizbu Tahrir Indonesia
dalam Mengkomunikasikan Gagasan Alternatifnya kepada Kelompok
Mayoritas”, Jurnal Interaksi, Vol. 4 No. 1, t.th
Rafiuddin, Mochamad, “Mengenal Hizbu Tahrir (Studi Analisis Ideologi
Hizbu Tharirs vis a vis NU”, Jurnal Islamuna Vo. 2, T.th.
Roudhatul Hasanah, Ihda, Konsep Khilafah dan Nation State dalam
Pandangn Hizbu Tahrir Indonesia, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah,
2016.
Rikza Muqtada, Muhammad, “Utopia Khilāfah Islāmiyyah: Studi Tafsir
Politik Mohammed Arkoun. Jurnal Theologia, Vol. 28 No. 1, 2017.
Rahim, Abd, Khalīfah dan Khilafāh Menurut Al-Quran, Jurnal Hunafa, Vol.
9 No. 1, Juni 2012.
Rohman, Abdur, “Rekonstruksi Makna KhaliFah Perspektif Tafsir Mawdu’i
(Studi Kritik Wacana Sistem Khilafah di Indonesia)”, Jurnal Fikri, Vol.
2 No. 2, Desember 2017.
Roslaili, Yuni Dkk, “Penerapan Syariat Islam dalam Bingkai Keberagaman
Nusantara (Studi Kasus Penerapan Syariat Islam di Provinsi Aceh)”,
Jurnal Uin Ar-Raniry, t.th.
Sadari, Agama dan Negara Menakar Pandangan HTI Tentang Khilafah dan
Demokrasi, Jurnal Kajian Islam Interdisiplin, Vol. 1 No. 1, Juni 2016
Siregar, Syahruddin, Khilafah Islam Perpekstif Sejarah Pemikiran Ali Abdu
Raziq, Jurnal Sejarah Peradaban Islam, Vol. 2 No. 1, 2018.
213
Sobby Kesuma, Arsyad, Menilai Ulang Gagasan Negara Khilâfah Abû Al-
A‟lâ Al-Maudûdî, Jurnal Ulumuna, Vol. XII No.2, Desember 2008.
Sudrajat, Ajat, Khilafah Islamiyah dalam Perspektif Sejarah. Jurnal, t.th.
Sya’roni, Mazhab Tafsir dalam Perpekstif Studi Al-Qur’an, Jurnal, t.th.
Sudrajat, Ajat, “Khilafah Islamiyah dalam Perspektif Sejarah”, Jurnal Prodi
Ilmu Sejarah Fise UNY, t.th.
Saleh, “Khawarij: Sejarah dan Perkembangannya”, Jurnal Al-Afkar, Vol. 7
No. 2, Juli-Desember 2018.
Shobron, Sudarno, “Model Dakwah Hizbu Tahrir Indonesia”, Jurnal
Profetika, Vol. 15 No. 1, Juni 2014.
Tahido Yanggo, Huzaemah, Al-Qur’an Sebagai Mukjizat Terbesar, Jurnal
Waratsah, Vol. 1, No. 2, Desember 2016.
Thohir, Muhyidin Dkk, “Penafsiran Ayat Al-Qur’an Tentang Khilafah
(Kajian Perbandingan Tafsir Al-Misbah Karya M.Quraish Sihab dan Al-
Azhar Karya Abdul Karim Amrullah [Hamka]), Jurnal Sumbula, Vol. 2,
No.2, Desember 2017.
Utama Tanjung, Indra, “Studi Komparative Pendirian Negara Khilafah Di
Indonesia, JurnalPenelitian Medan Agama, Vol. 9,No. 1, 2018.
Umayyah, Tafsir Maqashidi Metode Alternatif Dalam Penafsiran Al-
Qur’an, Jurnal Diya Al-Afkar, Vol. 4 No.01, Juni 2016.
Wahab, Abdul, “Pemikiran Politik dalam Islam”, Jurnal Ilmu Ushuluddin,
Vol. 9 No. 1, Januari 2010.
Zuhdi, M. Nurdin, “Hermeneutika Al-Qur'an: Tipologi Tafsir Sebagai Solusi
dalam Memecahkan Isu-Isu Budaya Lokal Keindonesiaan”, Jurnal
Esensia, Vol. XIII No. 2 Juli 2012.
Zuhdi, M. Nurdin, Kritik Terhadap Penafsiran Al-Qur’an Hizbut Tahrir
Indonesia, Jurnal, t.th.
Zulkarnaen, Syi‘ah Itsna ‘Asyariyah: Beberapa Prinsip Ajaran, Jurnal
Miqot, Vol. XXXII No. 1, Januari-Juni 2008.
214
Zuhdi, Nurudin, Utopia Khilāfah Islāmiyyah: Studi Tafsir Politik Mohammed
Arkoun, Jurnal Theologia, Vol. 28 No. 1, Juni 2017.
C. Artikel dan Internet
Bangkitmedia.com, “Inilah Persamaan Salafi dan HT”,
https://bangkitmedia.com/ini-persamaan-wahabi-dan-hizbut-tahrir/ di
akses pada 3 Maret 2020 jam 22.29 WIB).
“Cara Dakwah Hti Memikat Pengikut Dan Simpatisan Di Kampus”,
https://tirto.id/cara-dakwah-hti-memikat-pengikut-dan-simpatisan-di-
kampus-cs9d diakses pada 2 Juli 2020 jam 10.37 WIB
Kemendikbud, KBBI Versi Online (Daring) Versi 2.7.
https://kbbi.web.id/rekonstruksi (diakses pada 20 November 2019 pukul
13.19 WIB).
Konsep Khilafah HTI Bertentangan dengan NKRI?”,
https://kumparan.com/kumparannews/konsep-khilafah-hti-bertentangan-
dengan-nkri/full diakses pada 01 Juli 2020 jam 15.53 WIB).
Kompas.com, Inilah Alasan Pemerintah Membubarkan HTI,
https://nasional.kompas.com/read/2017/05/08/14382891/ini.alasan.peme
rintah.bubarkan.hizbut.tahrir.indonesia?page=all diakses pada 3 Maret
2020 jam 21.49 WIB).
Kresna, Mawa, “Cara Dakwah HTI Memikat Pengikut dan Simpatisan di
Kampus, https://tirto.id/cara-dakwah-hti-memikat-pengikut-dan-
simpatisan-di-kampus-cs9d diakses pada 7 Juli 2020 jam 11.30 WIB
Kumparan.com “Sejarah Hizbu Tahrir di Indonesia”,
https://kumparan.com/kumparannews/sejarah-hizbut-tahrir-di-indonesia
diakses pada 3 Maret 2020 Jam 21.01 WIB).
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44026822 (diakses pada 11
November 2019 pukul 23. 13 WIB)
https://www.greattafsirs.com/Tafsir_Library.aspx (diakses pada 20
November 2019 pukul 13.31 WIB).
https://alvara-strategic.com/ (diakses pada 21 November 2019 pukul 14.13
WIB).
215
Syarifuddin, Bahaya Isu Khilafah, Laduni.id
http://www.laduni.id/post/read/63863/bahaya-isu-khilafah (diakses pada
20 November 2019 pukul 12.02 WIB).
https://alif.id/read/ahmad-husain-fahasbu/khilafah-dan-fikih-muamalah-
refleksi-pasca-putusan-ptun-atas-gugatan-hti-b208876p/ diakeses pada
10 Februari 2020 jam 22.23 WIB.
Yusalia, Henny, “Dinamika Penerapan Khilafah Sebuah Tinjauan Sosio-
Historis”, Jurnal Wardah, Vol. 17 No. 2, Juli-Desember 2016.
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/19/10180761/hti-resmi-
dibubarkan-pemerintah?page=all diakses pada 10 Februari 2020 jam
22.44 WIB
Majalah al-wa’ie No 55 Tahun V Edisi Khusus Maret 2005
https://www.facebook.com/hafidz.abdurrahman.560 diakses pada 03 Juli
2020 jam 11.13 WIB
https://www.facebook.com/azizi.fathoni.5 diakses pada 03 Juli 2020 jam
11.13 WIB
https://www.facebook.com/KHILAFAH-88744254394/ diakses pada 03 Juli
2020 jam 11.23 WIB
https://www.facebook.com/follback.dakwah/ diakses pada 03 Juli 2020 jam
11.23 WIB
Lukman, Fadli, “Pengkhiatan HTI dalam Aksi Bela Tauhid”, geotimes.co.id
https://geotimes.co.id/kolom/politik/pengkhianatan-hti-dalam-aksi-bela-
islam/ diakses pada 3 Maret 2020 jam 21.30 WIB).
Al Qurtuby, Sumanto, “Ini Bukti Hizbut Tahrir Identik dengan Aksi-aksi
Kekerasan”, suaraislam.com https://www.suaraislam.co/ini-bukti-hizbut-
tahrir-identik-dengan-aksi-aksi-kekerasan/ diakses pada 3 Maret 2020
jam 21.41 WIB).
Retno, Devita, “Sejarah Berdirinya HTI Paling Lengkap”,
https://sejarahlengkap.com/organisasi/sejarah-berdirinya-hizbut-tahrir
diakses pada 3 Maret 2020 jam 21.19 WIB).
216
217
GLOSARIUM
A
AHWA : akronim dari Ahl Halli wa al-‘Aqd yang merupakan lembaga atau
komunitas yang berisikan kumpulan pemangku kebijakan (ulul amri).
Ahli Bait: istilah yang berarti “orang rumah” atau keluarga Nabi
Muhammad. Bagi Suni, Ahli Bait bersifat luas. Sementara bagi Syiah hanya
terkhusus pada jalur Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.
Ayat-ayat Khilâfah: ayat-ayat yang berisikan kosa kata kha-la-fa dan sering
dijadikan hujah bagi para pengusung khilâfah, yakni di antaranya QS. al-
Baqarah[2]:30, QS. al-Nisâ[4]:59, QS. al-Mâidah[5]:49, QS. al-Nûr[24]:55
dan lain-lain.
Ayat-ayat Hukûmiyyah: ayat-ayat yang berisikan perintah berhukum Islam
yang sering dijadikan hujah atas wajibnya formalisasi syariat. Ayat yang
dimaksud ialah QS. al-Mâidah[5]: 44, 45, 48
B
Bai’at: sumpah setia sekaligus upacara perayaan sebagai bentuk pengakuan
atas diangkat dan dilantiknya seorang pemimpin.
Bughât: para pemberontak, yakni mereka yang keluar dari ketaatan kepada
imam (kepala negara) yang sah mereka memiliki kekuatan untuk melakukan
pemberontakan itu.
D
al-Dakhîl: istilah yang merujuk kepada sisipan dalam tafsir Al-Qur’an.
Dengan kata lain, penafsiran yang tidak mempunyai sumber data yang valid
dari agama.
Daulah Islâmiyyah: sebuah negara di mana Islam menjadi agama sekaligus
negara yang semuanya berdasarkan pada qanun syariat.
Dâr al-Islâm: negara yang di dalamnya hukum Islam berlaku baik
penduduknya Muslim atau Dzimmi
Dâr al-Kufr: negeri yang tidak memberlakukan hukum-hukum Islam dan
keamanan negeri itu tidak dijamin oleh kaum Muslim
Dâr al-Ahd/al-Shulh: daerah atau negeri yang tidak tunduk kepada kekuatan
Islam tetapi mempunyai perjanjian damai yang harus dihormati oleh mereka
dan dâr al-Islâm. Mereka hidup rukun bersama.
218
Demokrasi: sistem pemerintahan yang memposisikan bahwa semua rakyat
mempunyai hak yang setara dalam pengambilan kebijakan dan mengubah
hidup berbangsa dan bernegara mereka.
E
Era Formatif: istilah tafsir yang berbasis pada nalar mitis yang berkembang
sejak zaman Nabi hingga abad II Hijriyah
Era Afirmatif : istilah tafsir yang berbasis pada nalar ideologis yang terjadi
sekitar abad-7 yang lebih banyak didominasi oleh kepentingan politik,
mazhab, ideologi dan keilmuan si mufasir.
Era Reformatif: istilah tafsir yang berbasis pada nalar kritis yang lebih
transformatif yang muncul bersamaan dengan lahirnya tokoh-tokoh era
modern seperti Ahmad Khan, Muhammad Abduh, Fazlurrahman,
Muhammad Arkoun.
Ekskutif: salah satu cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dan
bertanggung jawab untuk menerapkan hukum.
F
Fikih-Siyasah: ilmu tatanegara yang berdasarkan pada ajaran Islam dan
hukum Islam itu sendiri.
Formalisasi Syariat: mentransfer hukum syariat pada pasal dalam undang-
undang yang bersifat mengikat. Singkatnya, legalisasi hukum Islam yang
menjadi undang-undang yang wajib ditaati.
H
Haraki-Tajdîdi: istilah mazhab tafsir yang cenderung mengarah kepada
pergerakan sosial politik dan pembaharuan dalam penafsiran Al-Qur’an
al-Hai’ah al-Tasyrî’iyyah: rumusan Muhamamd Abduh terkait struktur
pemerintahan yang bergerak dalam penyusunan perundang-undangan.
al-Hai’ah al-Tanfîdziyyah: struktur pemerintahan yang mengawal jalannya
perundang-undangan.
al-Hai’ah a-Muhakkam: lemabaga hukum yang bergerak dalam pemberian
punishment kepada yan bersalah.
Hizbut Tahrir: partiai politik islam berasal dari Yordania yang mencita-
citakan kembalinya khilâfah dan negara Islam dengan syariat sebagai
undang-undangnya.
219
HTI: organisasi islam transnasional yang merupakan anak idelolgi HT
Taqiyuddîn al-Nabhânî yang mengkampanyekan tegaknya sistim khilâfah
dan daulah islâmiyyah.
Hermeneutika: seperangkat kaidah dan pola yang digunakan untuk
menafsirkan teks-teks sakral. Ia merupakan cabang filsafat yang mengkaji
tentang interpretasi makna suatu teks.
Hukum Syariat: peraturan dalam islam yang sudah ditetapkan oleh allah dan
rasulnya dalam al-qur’an dan hadis.
al-Hukûmah al-Dharûriyah: istilah Muhammad Abduh mengenai model
negara yang mendapatkan rukhsah/keringatan sebab tidak menerapkan
hukum-hukum Islam secara penuh. Melaikan menggunakan hukum positif
susunan manusia.
I
Imâmah: konsep kepemimpinan Islam dengan imam atau khalifah sebagai
kepala negaranya. Bagi Sunni, khilâfah dan imâmah bermakna sama.
Sementara Syiah memahami imâmah lebih tinggi dari khilâfah. Sebab
imâmah tidak hanya sebagai mandat politik tetapi juga mengemban mandat
ilahi (khilâfah ilahiyyah).
Ikhwanul Muslimin: organisasi yang lahir pada tahun 1928 di Mesir oleh
Hasan al-Bannâ yang bertujuan menyatukan umat muslim demi tegaknya
syariat Islam.
Islamisme: sebuah ideologi yang berkeyakinan bahwa Islam harus menjadi
pedoman dan dasar dalam setiap lini kehidupan, baik sosial, politik, budaya,
maupun kemasyarakatan. Singktnya, paham yang meyakini bahwa Islam
adalah ideologi paling sempurna dari yang lain.
J
Jahiliyyah: kondisi yang menunjujkan periode penduduk Mekah pra Islam
yang masih dalam ketidaktahuan, jauh dari norma, keyakinan yang masih
bercampur dengan kesyirikan. Sementara bagi Sayid Quthb, jahiliyyah tidak
hanya di masa pra Islam saja, tetapi juga bisa terjadi saat ini jika memang
tradisi jahiliyyah dipraktekkan seperti masih mempercayai mitos, berkiblat
pada barat, tidak berhukum Islam dan lain-lain.
K
220
Khalifah: gelar bagi umat manusia untuk melestarikan kesimbangan bumi.
Dalam konteks politik, khalifah disebut sebagai gelar tertinggi dalam
pemerintahan Islam.
Khawarij: sekte atau kelopok Islam pengikut Ali yang kemudian keluar dan
memberontak sebab tidak sepakat dengan kebijakan Ali yang menerima
arbitrase.
Khilâfah Islâmiyyah: sistem pemerintahan Islam yang tersentralisasi pada
satu komando seorang khalifah dengan mengupayakan berdinya negara Islam
dan berlakunya syariat Islam sebagaimana yang dipraktekkan oleh Nabi.
Khilâfah ‘Ashabiyyah: sistem pemerintahan yang berdasarkan asas kesukuan
secara turun menurun.
Khilâfah Tahrîriyyah: kosep khilâfah Hibut Tahrir yang mengkampanyekan
sentralisasi kepemimpinan dunia di atas satu kebijkan seorang khalifah.
L
Legislatif: badan pemerintahan yang bertugas membuat dan menyusun
hukum.
M
Mazhab Tafsir: klasifikasi aliran-aliran penafsiran Al-Qur’an baik
berdasarkan kronologi perkembangannya, corak tafsirnya, maupun
kecenderungam mufasirnya.
al-Maqâshid al-Syarî’ah: nilai, tujuan, motif dan kandungan di balik
penyariatan hukum agama.
Makki-Madani: kategoriasi pengelompokkan ayat berdasarkan lokasi dan
waktu. Makki berarti ayat yang turun sebelum hijrah dan Madani berarti ayat-
ayat yang turun setelah hijrah Nabi di Madinah. Sedangkan bagi Muhammad
Thaha, Makki-Madani adalah pengembanagn teori nasakh yang menunjukan
pada pesan-pesan ayat Al-Qur’an, bahwa ayat makiyyah lebih universal dan
egaliter, sementara madaniyyah terkesan diskriminatif, eksklusif dan rigid.
Muktazilah: aliran teologi rasional Islam yang lahir dari pemisahan Washil
bin Athâ dari majelis Hasan Bashri terkait status pelaku dosa besar. Aliran ini
mendasarkan pada lima doktrin idologinya, yakni tauhîd, al-‘adl, al-wa’d wa
al-wa’îd, al-mazilah baina manzilataini dan amr ma’ruf nahi munkar.
N
221
Nashb al-Imâmah: istilah fikih tatanegara yang merujuk pada suksesi
pengangkatn imam atau kepala negara.
Nasionalisme: paham yang berkeyakinan untuk mempertahakan kedaulatan
negara dari serengan luar dan dalam dengan sikap cinta tanah air dan
perwujudan identitas negara.
Nation-State: istilah politik yang menunjukkan bahwa warga negara itu
hidup dalam satu negara bersama dalam payung hukum yang disepakati dan
dijamin keamanannya.
P
Positivisasi Hukum Islam: upaya pembaharuan hukum Islam yang
dilegalkan menjadi hukum positif yang wajib ditaati oleh segenap rakyat di
wilayah tertentu.
Q
Quasi Obyektivitis Tradisionalis: istilah tipologi tafsir Al-Qur’an yang lahir
di era klasik yang berbasis pada riwayat.
Quasi Obyektivitis Modernis: istilah tipologi tafsir Al-Qur’an yang lahir di
era modern yang berbasis pada nalar kritis dan mengadopsi perangkat ilmu
pengetahuan modern.
S
Salafi: aliran fundamentalis Islam yang bergerak pada pemurnian akidah dan
mengembalikan tradisi da pemikiran berdasarkan pada era Nabi.
Salafi-Skriptualis: istilah mazhab tafsir yang kontennya cenderung berbasis
pada pemaknaan secara teksttual semata dan apa yang terdapat pada teks itu
sendiri.
Subjektivitis: istilah tipologi tafsir yang lahir di era pertengahan yang
didonminasi oleh subjektifitas si mufasir sebab kentalnya nuansa ideologi,
mazhab, dam kepentingan-kepentingan politik.
Skriptualis: istilah tipologi tafsir yang lahir di era klasik (Nabi) yang
berbasis pada riwayat dan menggunakan metode bil ma’tsûr
Sunni: mazhab Islam terbesar yang mendasarkan pada praktik sunah-sunah
Nabi yang diwadahi dalam mazhab kelilmuan fikih, teologi, dan tasawuf
222
Syiah: sekte pecahan Islam sebagai pengikut setia Ali dan keturunannya yang
berideologi bahwa imâmah itu milik jalur Ali dan imam-imam mereka.
Sekular: pergerakan atau ide yang memisahkan antara agama dan
pemerintahan
T
Tafsir Maqâshidi: corak dari corak-corak tafsir yang mengungkap makna-
maka universal dan hikmah-hikmah di balik ayat berdasarkan pada nilai-nilai
keislaman (maqâshid al-syarî’yyah).
Tafsir Skriptualis: penafsiran yang melandaskan pada pemaknaan teksnya
pada riwayat dan sumber-sumber hukum klasik.
Tafsir Ideologis : penafsiran yang melandaskan pada pemaknaan ayatnya
yang didominasi oleh ideologi mazhab si mufsir dan lahir di abad
pertengahan (abad-7)
Tafsir Modernis: penafsiran yang lahir di era modern dengan melandaskan
pada nalar kritis dan penggunaan perangkat ilmu modern yang tranformatif.
Taghût: istilah yang merujuk kepada benda yang disembah selain Allah dan
rela taat untuk mengabdi kepadanya.
Tipologi Tafsir: klasifikasi dan pengelompokan prodak tafsir baik dari aspek
kronologi perkembangannya, metodologinya, karekteristiknya, maupun
ideologi mufasir yang mendominasi
U
Ulil Amri: istilah pemegang kebijakan yang wajib diatati berdasarkan
potensi dan kompetensinya, yakni bisa bermakna ulama dan umâra.
‘Uqud: istilah Buya Hamka mengenai status NKRI dengan sistem negaranya
yang merupakan kesepakatan Founding Father yang harus diterima oleh
seluruh warga negara.
W
Wahabi: aliran keagamaan konservatif yang didirikan oleh Muhammad bin
Abdul Wahhab yang bergerak dalam permurnian akidah dari prkatek bid’ah,
khufarat serta mengembalikan pola pikir umat kepada kultur zaman Nabi.
223
INDEKS
A
AHWA
Ahli Bait, 3, 91, 92, 129, 136, 141, 143,
Ayat-ayat Khilâfah, 6,7, 10, 11, 14, 20, 22, 26, 27, 29, 54, 76
Ayat-ayat Hukûmiyyah, 208, 215
Abdul al-Jabbâr, 76, 94, 95, 96, 97 100, 144, 146, 147, 195, 197, 198
Abû Zahra, 272
Abû al-A’lâ Al-Maudûdî, 5,
Abdul Wahhâb Khalaf, 272
ʻAli Syariʻati, 5,
al-Alûsi, 233
Ibnu Athiyyah, 216
B
Bai’at, 36
Bughât, 228
al-Biqâ’î, 125
al-Baghawî, 278
D
al-Dakhîl, 15,
Daulah Islâmiyyah, 4, 21, 5, 37, 54, 152
Dâr al-Islâm, 38, 218, 226,
Dâr al-Kufr, 3, 218, 272, 244, 271, 272
Dâr al-Ahd/al-Shulh, 218
Demokrasi, 5, 15, 18, 41, 62, 88, 89, 148, 149, 154, 198, 200, 202, 244, 245,
256, 261
224
E
Era Formatif, 61
Era Afirmatif, 61
Era Reformatif, 61
Ekskutif, 149, 181, 182, 251
F
Fikih-Siyasah, 7, 25,
H
Haraki-Tajdîdi, 77, 78, 112, 164, 216,
al-Hai’ah al-Tasyrî’iyyah, 251
al-Hai’ah al-Tanfîdziyyah, 251
al-Hai’ah a-Muhakkam, 251
Hizbut Tahrir, 13, 19, 245
HTI, 1, 2,39, 54, 76, 79, 88, 112, 127, 130, 133, 137, 145, 146, 152 154, 163,
166, 183, 184185, 186, 188, 207, 209, 216, 218, 223, 240, 242, 255,
253, 263, 276,
Hermeneutika, 13, 61
Hukum Syariat, 18, 33, 72, 97, 100, 128, 129, 160, 161, 163, 181, 209, 213,
218, 222, 256
Hûd Ibn Muhakkam al-Hawarî, 24, 76, 101, 153, 202
Hamka, 24, 76, 118, 119, 120, `121, 123, 174, 175, 176, 177, 223, 224, 225,
227, 228, 244, 253, 255, 270, 271, 275, 276
Hasan al-Bannâ, 5,
I
Imâmah, 2, 3, 84, 85, 86,87, 97, 98 100, 101, 147,
Ikhwanul Muslimin, 49
Islamisme, 267
225
Ibnu Taimiyah, 8, 24, 33, 76, 97, 106, 107, 108, 149, 158, 159, 207, 208,
Ibnu Katsîr, 20, 44, 101, 130, 146, 153, 154, 234, 254, 263, 268, 275
Ibnu ‘Âsyûr, 26, 125, 237
Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, 101
Ibnu Mas’ûd, 81, 267
Ibnu Abbâs, 209
Ibnu Khaldûn, 31, 176, 255
J
Jahiliyyah, 5, 78, 79, 218
Ja’far al-Thahawi, 259
al-Juwainî, 43
K
Khalifah, 2, 17, 21, 33, 81, 84, 96, 98, 99, 102, 104, 113, 114, 120, 124. 126,
171
Khawarij, 3, 4, 8, 43, 76, 77,97, 101, 153, 157, 195, 196, 198, 200, 202, 215,
221, 262, 270
Khilâfah Islâmiyyah, 1, 6, 7, 10, 15, 21, 40 , 98, 101, 103, 123, 127, 154, 244
Khilâfah ‘Ashabiyyah, 36,
Khilâfah Tahrîriyyah, 53
Khalid Abu el-Fadl, 274
L
Legislatif , 208
M
Mazhab Tafsir, 23, 76, 77, 79
al-Maqâshid al-Syarî’ah, 238
Makki-Madani, 28,
226
Muktazilah, 4, 43, 76, 85, 88, 96, 97, 144,
al-Marâghî,180
al-Mâwardî, 45, 85, 97
Muhammad Ibn Yusûf Ithfîsy, 8, 76, 103, 155, 204,
Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn, 24, 76, 109, 110, 111, 159, 160, 161,
162, 163, 209, 210, 211, 212, 213, 214, 215, 256, 270
Muhammad Abduh 38, 78, 79, 116, 120, 126, 166, 167, 176, 218,236, 244,
251
Muhammad Taqiyyudîn al-Nabhânî, 4,
N
Nashb al-Imâmah, 99
Nasionalisme 89
Nation-State, 191
P
Positivisasi Hukum Islam 184
Q
Quasi Obyektivitis Tradisionalis 61, 63
al-Qurthûbî, 41, 76, 135
Quraish Shihab, 8, 76, 120, 123, 124, 125, 126, 127, 178, 179, 180, 181, 228,
229, 230, 231, 251
al-Qanûji, 24, 236,
R
al-Râzî, 8, 44,76, 80, 81, 82,83, 86, 121, 128, 129, 130, 131, 139, 141, 253
Rasyîd Ridhâ, 5, 116, 171, 172, 180, 182
Ramadhân al-Bûthî, 272
S
Salafi , 51, 77, 78, 244, 256, 269
Salafi-Skriptualis, 76, 77,106, 157,
227
Subjektivitis 61207
Skriptualis 61,
Sayid Quthb, 8, 76, 112, 113, 114, 115, 164, 165, 166, 216, 217, 234, 275
al-Sa’dî, 81, 169, 251,
T
Tafsir Maqâshidi, 14,
Tafsir Skriptualis , 61
Tafsir Ideologis, 62
Tafsir Modernis, 62
Taghût
Tipologi Tafsir, 61, 61, 65, 75
al-Thabarî, 130, 155, 198,
al-Thabarsî, 24, 76, 190, 191, 192,
al-Thabâthabâî, 24, 76, 77, 276
U
Ulil Amri, 3, 128, 129, 130, 133, 138, 139, 141, 143, 261,
W
Wahabi, 48, 78, 110,
Wahbah al-Zuhailî, 272, 275
Z
al-Zamakhsyarî, 76, 98, 100, 151, 177, 199
228
229
BIODATA PENULIS
Nama : Zakiyal Fikri Mochamad
Tempat, Tgl Lahir : Cilacap, 08 Oktober 1994
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Belum Kawin
Alamat Sekarang : Komplek UI Jl. H. Amat No. 21
RT 06/01 Kukusan Beji, Kota Depok 16425
Telephone : 082195807445
Email : [email protected]
___RIWAYAT PENDIDIKAN____________________________________
• 2002-2007 SDN Doplang 02 Desa Doplang Adipala Cilacap
• 2007-2010 Mts MINAT Kesugihan Cilacap
• 2010-2013 MA MINAT Kesugihan Cilacap
• 2013-2017 S1 STKQ Al-Hikam Kukusan Beji Depok Jawa Barat
• 2018-2020 S2 IIQ Ciputat- Tangerang
• 2007-2013 Pon.Pes. Al Ihya Ulumuddin Kesugihan Cilacap
• 2014-2017 Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok Jawa Barat
___KEMAMPUAN_____________________________________________
• Tahsin dan Tahfidz Al-Qur'an
• Kajian Kitab Kuning Pesantren
• Literasi dan Kepenulisan Buku Islami
___PENGALAMAN PELATIHAN DAN PRESTASI_________________
• 2014-2015 Pelatihan Tahsin Al-Qur’an Metode Maisuro di STKQ Al-
Hikam Depok Jawa Barat.
• 2016 Pelatihan Guru (TOT) Baca Kitab Kuning Metode Amtsilati di
Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok.
• 2017Pelatihan Terjemah Al-Qur’an Sistem 40 Jam di Masjid Istiqlal
Jakarta.
• 2012 Juara II Lomba Baca Kitab Kuning Alfiyah Ibnu Malik Se-
Kabupaten Cilacap.
___KARYA YANG TELAH DITERBITKAN_______________________
• 2016 Agar Al-Qur’an Mendatangkan Hidayah (Alhikam Press-
Depok)
230
• 2018 Surga Yang Tak Berpenghuni (Alhikam Press-Depok)
Kedewasaan Berpolitik (Alhikam Press-Depok)
• 2019 Aneka Keistimewaan Al-Qur’an (Gramedia Jakarta), Berdamai
Dengan Takdir (Guepedia-Jakarta)
• 2020 Wonderful Al-Qur’an Seri 1 (Ihya Media-Cilacap), Jangan
Pernah Menjadi Mantan Hafiz (Farha Pustaka-Sukabumi, Timbang
Sebelum Tumbang (Eduvation-Sukabumi)
293