Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Penyelesaian Kredit Macet Di Pt Bank Century Tbk Kantor Pusat...
-
Upload
shnayder-mukhlis -
Category
Documents
-
view
67 -
download
0
description
Transcript of Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Penyelesaian Kredit Macet Di Pt Bank Century Tbk Kantor Pusat...
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT BANK CENTURY TBK KANTOR PUSAT OPERASIONAL SENAYAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Masyarakat Indonesia yang dewasa ini sedang giat-giatnya membangun di segala bidang,
mengusahakan agar hasil dari pembangunan itu dapat mencapai asas-asas pembangunan
nasional, yaitu asas adil dan merata, di mana hasil-hasil materiil dan spirituil yang dicapai dalam
pembangunan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh bangsa, dan tiap-tiap warga
negara berhak menikmati hasil-hasil pembangunan yang layak diperlukan bagi kemanusiaan.
Dengan meratanya hasil pembangunan serta dapat dinikmati oleh seluruh warganya, maka
pembangunan itu bukan milik satu golongan saja, tetapi sesuai dengan tujuannya, diperuntukkan
bagi semua warga negara Indonesia. Dalam rangka memeratakan hasil dari pembangunan di
Indonesia, maka pemerintah Indonesia menempuh berbagai cara dan kebijaksanaan terhadap
pengusaha-pengusaha dari berbagai golongan terutama golongan pengusaha ekonomi lemah.
Pemerintah Indonesia lebih meningkatkan bantuannya untuk memperluas dan mengembangkan
usahanya, antara lain dengan memperkuat permodalan dan meningkatkan keahlian dari
kemampuan mereka, karena dengan diberikannya dorongan dan kesempatan tersebut, berarti
hasil dari pada pembangunan akan dapat dirasakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia dan
dengan demikian pemerataan yang dicita-citakan akan terwujud. Bantuan pemerintah antara lain
diwujudkan dengan jalan penyediaan dana perkreditan melalui bank. Bank merupakan suatu
lembaga penghimpun dan penyalur dana kepada masyarakat. Lembaga ini dapat berupa milik
pemerintah dan dapat pula non pemerintah atau swasta. Kebijaksanaan yang diambil oleh
pemerintah ini disebabkan karena dapat dilihat banyaknya rakyat Indonesia yang ingin
meningkatkan taraf kehidupan tetapi mempunyai keterbatasan berkaitan dengan modal. Mereka
berbuat dengan berwirausaha, sedangkan modal adalah satu-satunya alat bergerak yang sangat
menentukan bagi terlaksananya suatu pembangunan. Sejalan dengan penjelasan umum Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank sebagai penyalur dana masyarakat yang
telah dihimpunnya ke dalam bidang-bidang yang produktif. Bidang-bidang produktif inilah yang
antara lain merupakan unit-unit yang digerakkan oleh masyarakat, baik pengusaha kecil,
menengah, maupun besar. Dalam fungsi sebagai penyalur dana, pihak bank dapat memberikan
bantuan kepada masyarakat dengan cara pemberian kartu kredit atau bentuk-bentuk lainnya
untuk menjalankan usaha dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank dapat
menjadi pihak kreditur bagi masyarakat yang menerima bantuan kreditnya. Bentuk dan besarnya
kredit yang diberikan sangatlah beraneka ragam sesuai kesepakatan pihak bank dengan pihak
debitur. Dalam hal penyalurannya, dana kredit yang disalurkan bank pemerintah maupun bank
non-pemerintah, didasarkan pada perjanjian kredit yang dibuat dan disepakati oleh kedua pihak.
Sehingga masalah perjanjian kredit dengan segala ketentuan-ketentuan yang di dalamnya
merupakan dasar hukum dan sekaligus merupakan sumber dari pada perikatan antara kedua
pihak. Perjanjian kredit biasanya didahulukan dengan suatu penelitian yang sangat ketat serta
mendetail mengenai kelayakan dari usaha yang dimintakan kreditnya tersebut, misalnya
mengenai kepribadian calon nasabahnya, prospek usahanya, bonafiditas, solvabilitasnya dan
seterusnya. Hal ini dimaksudkan agar dana kredit tersebut dapat mencapai tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya, sehingga dana pinjaman dari bank tersebut dapat dikembalikan tepat
pada waktu yang telah diperjanjikan. Namun demikian betapapun ketatnya persyaratan yang
harus dilalui sebelum dana kredit disalurkan, dalam prakteknya ternyata tidak semua dana kredit
dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya, dan tidak semua proses pembayaran
kredit dapat berjalan lancar. Apabila kemungkinan yang demikian ini terjadi, maka pihak bank
sebagai pemberi kredit akan sangat dirugikan. Hal ini tentu saja tidak dikehendaki oleh bank
tersebut. Untuk menghindari terjadinya kerugian ini, maka pihak bank sebagai pemberi kredit,
akan mengambil tindakan tertentu dalam rangka mengamankan dan kredit yang dikeluarkannya
dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak dikehendaki. Salah satu bentuk tindakan yang
umumnya dilakukan oleh bank ialah diciptakannya ketentuan mengenai keharusan diberikannya
jaminan atau agunan oleh calon debitur; terhadap pihak bank atas nilai kredit yang akan
diterimanya. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, masalah
pemberian jaminan dalam suatu perjanjian tidak disebutkan secara khusus seperti diwajibkan
dalam Undang-Undang nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan yang berlaku
sebelumnya. Namun tampaknya pemberian jaminan berkaitan erat dengan perjanjian kredit,
sehingga mengenai hal tersebut selalu diatur oleh pihak Bank dan merupakan upaya atau
kehendak Bank sendiri dalam suatu perjanjian kredit, untuk menciptakan ketentuan keharusan
diberikan jaminan dengan tujuan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang
mungkin timbul dan tidak dikehendaki dalam penyelesaian dan kredit yang dikeluarkannya.
Maka debitur yang akan mendapatkan kredit dari bank tersebut, diwajibkan untuk menjaminkan
barang atau harta benda miliknya kepada kreditur sebagai jaminan pembayaran hutang jika
debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya. Barang jaminan tersebut dapat berupa barang
bergerak dan dapat pula berupa barang tidak bergerak. Nilai dari barang jaminan tersebut
disesuaikan dengan besarnya kredit yang akan diterima debitur. Pengikatan jaminan tersebut
merupakan salah satu segi hukum perjanjian kredit yang amat penting, terutama bagi kreditur,
karena dengan adanya pengikatan jaminan, kreditur mendapatkan hak utama (preferensi) bagi
pelunasan suatu piutang kredit, atas hasil penjualan barang yang dijamin tersebut. Apabila terjadi
tunggakan-tunggakan dan mengarah kepada timbulnya kredit macet, maka pihak Bank pada
umumnya mencari berbagai jalan keluar penyelamatan sesuai kondisinya, akan tetapi seringkali
posisi debitur sudah tidak tertolong lagi, atau memang debitur tidak punya itikad baik untuk
melunasi. Permasalahan yang muncul kemudian adalah adanya kredit macet yang jika tidak
terselesaikan secara damai, maka langkah bank selanjutnya lebih diwarnai dengan penyelesaian
melalui saluran hukum, di mana Bank Swasta melalui Pengadilan Negeri dan untuk Bank
Pemerintah atau Bank Usaha Milik Negara (Bank BUMN) melalui Direktorat Jenderal Piutang
dan Lelang Negara. Penyelesaian jaminan hutang dalam kaitan dengan piutang/kredit macet yang
disalurkan melalui Bank-Bank Usaha Milik Negara (Persero BUMN) atau badan usaha lain yang
sebagian atau keseluruhan assetnya dimiliki negara pada dasarnya dapat dilakukan melalui
Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau Balai Lelang swasta yang ada.
Dasar hukumnya antara lain adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2008 serta Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun
2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Instasni Vertikal
Di Lingkungan Departemen Keuangan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.
118/PMK.07/2005 tentang Balai Lelang. Dalam Keputusan Presiden Nomor 84 tahun 2001 Bab
V Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara terdiri dari Kantor wilayah Direktorat Jenderal
Piutang dan Lelang Negara, dan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Piutang dan
Lelang Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Piutang
dan Lelang Negara. Kantor wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara mempunyai
tugas melaksanakan bimbingan teknis, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan tugas di bidang
pengurusan piutang negara dan lelang berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Di negara-negara maju, pada saat ini penjualan secara lelang telah menjadi salah satu alternatif
penjualan barang yang efektif dan efisien serta diselenggarakan secara profesional. Di Indonesia,
lelang secara resmi masuk dalam Perundang-undangan sejak tahun 1908, yaitu dengan
berlakunya peraturan lelang (Vendu Reglement Staatsblad, 1908 : 189 sebagaimana telah dirubah
dengan Staatsblad 1940 : 56) dan Instruksi Lelang (Vendu Instructie Staatsblad 1908:190
sebagaimana telah dirubah dengan Stastsblad 1980:85). Dalam sistem Perundang-undangan
Indonesia lelang digolongkan sebagai suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda
dengan jual beli pada umumnya. Oleh karena itu, lelang diatur tersendiri dalam Vendu
Reglement. Kekhususan lelang ini antara lain tampak pada sifatnya yang transparan dengan cara
pembentukan yang kompetitif dan adanya ketentuan yang mengharuskan pelaksanaan lelang itu
dipimpin oleh seorang pejabat umum, yaitu pejabat lelang yang independen dan profesional.
Dalam pelaksanaan (eksekusi) perjanjian-perjanjian jaminan dalam penyelesaian hutang piutang,
tidaklah selancar seperti yang dibayangkan semula. Sebagaimana yang kita ketahui kita ketahui
bahwa kredit perbankan yang diberikan kepada sektor swasta, jumlahnya selalu bertambah dan
dengan demikian, besar kemungkinan kredit yang diberikan dengan berbagai kemudahan kepada
golongan ekonomi lemah dapat menimbulkan resiko meningkatnya penyerahan urusan piutang
negara kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan Kantor
Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. Selain menimbulkan kesulitan-kesulitan seperti
melakukan pralelang (Penjualan lelang) di pihak Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang
dan Lelang Negara, eksekusi barang jaminan juga menimbulkan masalah bagi para pihak yang
merasa kepentingannya tidak diperlakukan secara adil, karena dalam pelaksanaan lelang tersebut
banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, di mana hal ini dapat menimbukan
kerugian dan perbedaan persepsi banyak pihak serta kemungkinan adanya pengaruh negatif
dalam kepercayaan masyarakat terhadap jasa pelayanan Bank. Salah satunya adalah sebagaimana
yang terjadi pada PT Bank Century Tbk, dimana dalam melakukan eksekusi terhadap barang
jaminan yang dijaminkan oleh pihak keditur tidak selamamnya dapat berjalan dengan baik dan
dapat untuk memenuhi kewajiban debitur yang telah cidera janji untuk melunasi utangnya
kepada PT Bank Century Tbk. Karena tidak jarang barang yang di jadikan agunan jaminan utang
ternyata nilainya di bawah nilai kewajiban dari debitur yang harus dibayarkan, sehingga dengan
senidirinya pihak bank dirugikan. Di lain pihak dalam melakukan eksekusi PT Bank Century
Tbk juga banyak mengalami kendala yang tidak jarang menimbulkan sengketa antara PT Bank
Century Tbk dengan pihak debitur, sehingga pemenuhan hak-hak para pihak sering tidak
berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Berdasarkan latar
belakang yang dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih
lanjut yang akan dituangkan dalam bentuk Tesis dengan judul : “Eksekusi Hak Tanggungan
Sebagai Penyelesaian Kredit Macet Di PT Bank Century Tbk Kantor Pusat Operasional
Senayan”
B. Perumusan Masalah:
1. Bagaimanakah penanganan kredit macet serta eksekusi Hak Tanggungan untuk
menyelesaikan kredit macet yang dilakukan oleh PT Bank Century Tbk Kantor Pusat
Operasional Senayan?
2. Bagaimana proses lelang objek jaminan sebagai penyelesaian kredit macet di PT Bank
Century Tbk kantor pusat operasional Senayan serta pemenuhan hak-hak para pihak ?
Bambang Soesatyo : Hak Angket Century Adalah Solusi Terbaik
Fraksi Partai Golkar (FPG) yang awalnya ngotot untuk mengajukan hak angket DPR mengenai kasus Bank Century tampaknya mulai mengendur. Pengajuan hak angket ditunda hingga Badan Pemeriksa Ke-uangan (BPK) menyerahkan hasil laporan lengkap mengenai audit investigasi mengenai pengucuran dana (bail out) Rp 6 triliun lebih ke Bank Century.
Benarkah Golkar mulai mengedur untuk menuntaskan kasus ini? Berikut wawancara dengan anggota Komisi III dari FPG Bambang Soesatyo.
Benarkah Golkar mulai kendur dalam menyuarakan usul hak angket Bank Century?
Semua itu tidak benar. Inisiatif maupun keterlibatan anggota FPG pada wacana hak angket bisa diterima sebagai hak konstitusional setiap angota DPR. Bahkan apapun mekanismenya, sejauh bertujuan mengungkap kebenaran, Aburizal Bakrie selaku ketua umum Golkar sangat mendukung. Hal itu dibuktikan dengan pernyataan Aburizal beberapa waktu lalu.
Bagaimana pendapat Anda mengenai kasus Bank Century?
Kita semua pantas marah dan tidak bisa menerima langkah tak lazim penyelamatan Bank Century oleh pemerintah dan Bank Indonesia. Karena, meski dana Rp 6,7 triliun itu dikucurkan dari kocek Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), namun di sana ada uang rakyat yang disisihkan dari premi dan uang negara (APBN) dalam bentuk penyertaan modal. Pertanyaannya adalah, bagaimana penyelamatan yang pada awalnya dikatakan hanya membutuhkan dana Rp 673 miliar bisa membengkak sampai Rp 6,7 triliun?
DPR meminta BPK melakukan audit investigasi terhadap Bank Century, tapi hingga kini tak kunjung selesai.
Kita sangat prihatin bahwa BPK yang selama ini lugas ternyata bekerja sangat lamban. Sampai mereka lengser, pekerjaan melakukan audit investigasi tidak kunjung selesai. Kini, kita tinggal berharap BPK yang baru mau menuntaskan pekerjaan itu dan kami menunggu itu.
BPK sudah memberikan laporan awal mengenai audit investigasi yang dilakukannya. Apa isinya?
Laporan awal hasil audit investigasi BPK atas Bank Century tertanggal 30 September 2009 mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan serius di balik penyelamatan Bank Century yang menelan dana hingga Rp 6,7 triliun. Sedianya, BPK telah menyelesaikan hasil audit terakhir pada tanggal 19 Oktober 2009. Namun, dengan alasan beratnya kasus, maka audit belum bisa diselesaikan tepat waktu dan diserahkan kepada anggota BPK yang baru untuk dilanjutkan. Sangat mungkin ini
dikarenakan, BPK sendiri tidak berani untuk mengusut tuntas kasus Bank Century karena ditengarai melibatkan pejabat negara.
Dari sisi aspek hukum, apakah Komisi III sudah punya analisis mengenai kasus ini?
Ada beberapa aspek terkait hukum yang bisa dikaji untuk kasus Bank Century, yakni mencakup pre-incident, incident, dan post-incident pengambilalihan bank ‘pesakitan’ oleh LPS. Dan setengah dari perjalanan pre-incident ini sudah terungkap, yakni terjadinya ‘perampokan’ oleh para pemilik Bank Century.
Bagaimana dengan proses incident-nya?
Bank Century diselamatkan oleh LPS atas rekomendasi dari Gubernur BI dan disetujui Menteri Keuangan yang berimplikasi pada kucuran dana likuidasi perdana sebesar Rp 2,78 triliun. Dan dalam waktu kurang dari tiga bulan (23 Nov 2008 – 3 Feb 2009), LPS telah menyuntikkan total dana Rp 6,13 trilun, dan terakhir ditambah lagi Rp 630 miliar. Sehingga total dana LPS yang dikucurkan adalah Rp 6,76 triliun per Juli 2009.
Siapa yang harus diminta pertanggungjawaban dalam proses ini?
Hal lain yang menarik adalah ada kesan bahwa telah terjadi pelangkahan kewenangan eksekutif oleh otoritas keuangan. Menteri Keuangan menyatakan presiden tidak terlibat dalam urusan ini. Saat itu presiden di luar negeri dan telah menginstruksikan Menteri Keuangan berkonsultasi dengan Wakil Presiden—yang ketika itu adalah penanggung jawab lembaga kepresidenan. Ternyata Wakil Presiden baru mendapat informasi tentang bailout beberapa hari kemudian.
Menurut Anda, siapa yang bakal terjerat oleh kasus ini?
Kasus Bank Centuty jika diusut dari awal bakal menyeret sejumlah pejabat dan bekas pejabat negara. Jika dilihat dari proses kelahiran Bank Century (hasil merger Bank Danpac, Pikko dan CIC) pada 2004, para pejabat BI patut diduga telah melakukan aturan azas kehati-hatian perbankan. BI terlalu memberikan kelonggaran persyaratan merger.
Menurut Anda, apa langkah yang harus dilakukan DPR untuk menuntaskan kasus ini?
Pemeriksaan terhadap otoritas keuangan yang terlibat harus segera dilakukan. Para deposan yang menerima kucuran dana Bank Century harus ditelusuri satu persatu.
Bila yang bertanggung jawab adalah personel birokrasi, solusinya adalah administratif personalia. Tapi, bila yang bertanggung jawab adalah produk pengangkatan politik, solusinya tentu sebuah keputusan politis. Hak angket DPR merupakan solusi yang terbaik. Karenanya, dengan adanya konsolidasi antara
Komisi III dan Komisi XI diharapkan akan melahirkan kesepakatan di tingkat fraksi untuk menggunakan hak angket.
BPK Segera Periksa Menkeu-Gubernur BI
Kwik Kian Gie, Ekonom.
Rabu, 16 September 2009
JAKARTA (Suara Karya): Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution mengatakan, pihaknya segera memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono untuk diperiksa dalam kasus pengucuran dana talangan kepada Bank Century.
"Gubernur BI dan Menkeu segera diperiksa, semakin cepat semakin bagus," katanya di Jakarta, Selasa (15/9).Anwar mengatakan, KPK telah mengirimkan surat meminta agar BPK memeriksa Bank Century sejak 5 Juni 2009. Namun, karena adanya resistensi Bank Indonesia terkait ketentuan perundang-undangan, BPK baru dapat melakukan pemeriksaan pendahuluan untuk investigasi pada 26 Agustus 2009. Tercatat pada 1 September 2009, DPR memberikan surat untuk meminta BPK melakukan audit investigasi. Kini, menurut dia, kasus ini terus ditangani dan pihaknya tidak bisa menjanjikan kasus tersebut dapat selesai sebelum Lebaran.Sedangkan fokus BPK, menurut anggota BPK, Hasan Bisri, adalah pada proses awal lahirnya Bank Century (merger tiga bank), perolehan izin operasi sebagai Bank Century, pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) di Bank Century, dugaan berbagai pelanggaran ketentuan perbankan oleh Bank Century hingga penggunaan dan penyaluran dana talangan Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. "BPK tidak akan melakukan penilaian atas kebijakan pemerintah karena kebijakan itu kan bersifat debatable (bisa diperdebatkan), jadi fokusnya pada data-data yang mendukung kebijakan tersebut," kata Bisri.Di tempat terpisah, ekonom Kwik Kian Gie mengutarakan agar BPK dituntut bekerja secara independen dalam mencari solusi terbaik dan mengungkap kasus di balik penanganan Bank Century.Peran BPK dalam mengungkap kasus Bank Century menjadi sedemikian penting. Dengan keindependensiannya, BPK akan menciptakan asas transparansi.Menurut Kwik, meskipun dalam temuan audit investigasi, di kemudian hari BPK tidak menemukan hal-hal yang berarti secara signifikan terkait Bank Century, itu tidak menjadi persoalan. "Secara yuridis formal kita percaya dengan BPK, cuma kita tidak tahu efek dominonya," tutur dia.Dalam pandangan Kwik, BPK akan menanyakan latar belakang pengucuran dana talangan (bail-out) sebesar Rp 6,7 triliun tersebut. "Mengenai angka-angka itu yang sulit ditebak," ujar Kwik. Setelah itu, lanjut dia, BPK yang memiliki atasan DPR, yang juga telah meminta BPK melakukan audit investigasi terhadap Bank Century, akan memberikan hasil auditnya kepada DPR. Selain itu, Anwar menyebutkan, BPK juga akan memanggil Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani terkait penyelamatan Bank Century ini. "Pokoknya, intinya dalam waktu dekat mereka semua akan dipanggil," ujarnya.Mengenai pemeriksaan dana-dana deposan di Bank Century, menurut Anwar, BPK tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa. Karena hal itu merupakan tugas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dia menjelaskan, yang bisa mengetahui dana deposan adalah Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Karena itu, pihaknya akan terus bekerja sama dengan PPATK. Adapun beberapa fokus pemeriksaan BPK meliputi proses merger Bank Century, perolehan izin operasi sebagai devisa, dan memburuknya kondisi Bank Century, pemberian FPJP, penetapan Bank Century yang dinyatakan sebagai bank gagal bayar saat kliring yang ditengarai berdampak sistemik, penggunaan FPJP di Bank Century hingga dugaan berbagai pelanggaran ketentuan perbankan yang dilakukan oleh Bank Century, penggunaan dan penyaluran dana penyelamatan oleh Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.Diakui Anwar, pihaknya tengah dalam proses wawancara dengan BI, LPS, Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), dan Bank Century.Meski begitu, tampaknya langkah BPK untuk memeriksa kasus penalangan dana Bank Century sempat terganjal oleh Bank Indonesia. Anwar mengungkapkan, semula BPK sudah mendapatkan surat permintaan dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) melalui surat pada 5 Juni 2009 guna mengaudit Century. Namun, untuk melakukan pemeriksaan tersebut, BPK menghadapi resistensi BI. Alasannya adalah soal ketentuan perundang-undangan yang mengizinkan BPK hanya boleh memeriksa transaksi keuangan BI, bukan memeriksa pengawasan bank. Di tempat terpisah, Wapres terpilih yang juga mantan Gubernur BI Boediono mengatakan, penutupan bank di tengah kondisi krisis keuangan global di 2008 silam akan memperparah kondisi sektor keuangan dalam negeri. Ini jadi alasan penyelamatan Bank Century. "Karena ditakutkan menjadi besar, seperti tahun 1998, maka kejadian kemarin seperti lembaga keuangan bank jika ditutup akan dapat kembali ke situasi 1997 hingga 1998, krisis di mana-mana," ujar Boediono. (Agus/Indra/Choir/Sabpri)
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan keinginannya untuk juga mengetahui aliran dana talangan Bank Century yang saat ini menjadi isu panas dalam perdebatan publik.
Dalam acara silaturahmi dengan pemimpin redaksi media massa nasional di Istana Negara, Jakarta, Minggu (22/11) malam, Presiden Yudhoyono kembali membantah rumor yang saat ini berkembang bahwa tim suksesnya menerima aliran dana talangan Bank Century pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden 2009.
"Saya juga ingin tahu aliran dana talangan ke mana saja, buka semua apa adanya. Sekali lagi untuk mengetahui ’proper’ atau tidak. Apa ada yang menyimpang atau semua sesuai dengan yang ditentukan. Buka semua," tuturnya.
Presiden mengakui ia telah mendengar rumor tentang tudingan tim suksesnya menerima aliran dana talangan Bank Century pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009.
"Saya harus katakan malam ini, tentu sesuatu yang tercela seorang Presiden mendapatkan dana atau meminta dana atau berharap ada dana dari sumber-sumber yang tidak semestinya, dengan demikian itu cacat bagi saya kalau itu sebagaimana yang beredar sekarang ini dikait-kaitkan. Saya ingin dibuka seluruhnya," tuturnya.
Untuk membuktikan bantahannya, Presiden mempersilakan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan Bank Century untuk membuka semua catatan rekeningnya.
"Saya tidak ingin ada halangan psikologis antara rakyat dan kepala negara dan keadilan tegak di negeri ini, sambil mencari siapa yang tidak ’proper’ di dalam menjalankan tugasnya," ujarnya.
Presiden mengatakan kasus Bank Century harus dibuka seluruhnya dan dibedah agar seluruh rakyat juga mengerti semua duduk persoalan secara jelas.
"Adalah solusi terbaik untuk membikin terangnya sesuatu yang beredar di mana-mana. Ini bagian dari sejarah kita, pembelajaran yang penting. Mari kita masuk dalam wilayah riil, dan bukan sama-sama yang sarat sesuatu yang belum tentu mengandung kebenaran, apalagi nyata-nyata tidak ada apa yang digosipkan," jelasnya.
Senada dengan penjelasan terdahulu, Presiden Yudhoyono mengajak publik untuk memandang kasus Bank Century dari situasi krisis keuangan global yang terjadi ketika pemerintah memutuskan untuk menyelamatkan bank tersebut.
Presiden juga mengajak agar semua pihak menunggu laporan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang dana talangan Bank Century yang menurut rencana akan diserahkan ke DPR pada Senin 23 November 2009.
"Akan kita lihat sama-sama seperti apa. Bagi saya kalau itu ada yang diklarifikasi, dijelaskan, dan dipertanggungjawabkan, yang bertanggungjawab harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan. Supaya jelas," ujarnya.
Presiden juga mempersilakan DPR untuk menggunakan hak angket dana talangan Bank Century jika itu merupakan jalan terbaik agar masalah Bank Century menjadi terang benderang.
"Saya pun bisa memberikan dukungan penuh kalau itu adalah solusi terbaik untuk membikin terangnya sesuatu yang beredar di mana-mana," demikian Presiden.