Ekonometrika Modul

132
BAB I RUANG LINGKUP EKONOMETRIKA Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat: Mengerti definisi ekonometrika Mengerti keilmuan yang terkait dengan ekonometrika Membedakan jenis-jenis ekonometrika Memahami kegunaan ekonometrika Menjabarkan langkah-langkah penggunaan ekonometrika 1

Transcript of Ekonometrika Modul

Page 1: Ekonometrika Modul

BAB I

RUANG LINGKUP EKONOMETRIKA

Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengerti definisi ekonometrika Mengerti keilmuan yang terkait dengan ekonometrika

Membedakan jenis-jenis ekonometrika Memahami kegunaan ekonometrika

Menjabarkan langkah-langkah penggunaan ekonometrika

1

Page 2: Ekonometrika Modul

BAB I

RUANG LINGKUP EKONOMETRIKA

Pengertian Ekonometrika

Kalau dilihat dari segi namanya, ekonometrika berasal dari dari dua kata, yaitu “ekonomi” dan “metrika”. Kata “Ekonomi” di sini dapat dipersamakan dengan kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan manusia untuk mencukupi kebutuhannya melalui usaha pengorbanan sumber daya yang seefisien dan seefektif mungkin untuk mendapatkan tujuan yang seoptimal mungkin. Kata “Metrika” mempunyai arti sebagai suatu kegiatan pengukuran. Karena dua kata ini bergabung menjadi satu, maka gabungan kedua kata tersebut menunjukkan arti bahwa yang dimaksud dengan ekonometrika adalah suatu pengukuran kegiatan-kegiatan ekonomi.

Kegiatan ekonomi manusia tidak berjalan sesaat, tetapi berkelanjutan dari waktu ke waktu, dari peristiwa ke peristiwa, dari berbagai suasana, dari berbagai lintas sektor, lintas faktor. Untuk mengukur suatu kegiatan dalam keberagaman kondisi seperti itu, maka data merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan. Melalui data, informasi itu dapat dianalisis, diinterpretasi, untuk mengungkap kejadian-kejadian di masa lampau, serta dapat digunakan untuk prediksi masa mendatang.

Pengungkapan data atau analisis data dalam kegiatan ekonomi, dapat dilakukan dengan berbagai cara atau model, di antaranya melalui penggunaan grafik yang biasa disebut dengan metode grafis, atau melalui penghitungan secara matematis yang biasa disebut dengan metode matematis. Penggunaan metode ini tentu harus sesuai

2

Page 3: Ekonometrika Modul

dengan teori, khususnya teori ekonomi, karena ekonometrika bertujuan untuk mengukur kegiatan ekonomi. Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan keunggulan masing-masing.

Metode grafis sendiri dapat digolongkan ke dalam bentuk grafik berupa kurva, atau grafik dalam bentuk diagram. Metode grafis mempunyai keunggulan dalam kecepatan interpretasi informasi, karena grafik terrepresentasi dalam bentuk gambar yang mudah untuk dimaknai. Kelemahan metode grafis terletak pada kekurangakuratan interpretasi karena data umumnya ditampilkan dalam bentuk skala, yang bersifat garis besar, tentu kurang dapat menjelaskan secara rinci dan detil.

Metode matematis mempunyai keunggulan dalam keakuratan interpretasi, karena melalui hitungan-hitungan secara rinci, sedang kelemahannya terletak pada tingkat kesulitan untuk menghitungnya, terlebih lagi jika variabel-variabel yang dihitung berjumlah sangat banyak. Guna mempermudah penghitungannya, maka dibuatlah berbagai rumus-rumus hitungan yang diambil dari berbagi data. Perbedaan di antara kedua metode tersebut, metode grafis dan matematis, terletak pada seberapa besar variabel dapat diungkap secara rinci.

Perbedaan Metode Grafis dan Matematis Perihal Grafis Matematis Interpretasi Relatif Lebih mudah

diinterpretasi Relatif lebih sulit diinterpretasi

Output Berupa grafik, seperti kurva atau diagram

Hitungan matematis berupa rumus

Keakuratan Cenderung kurang akurat, karena berdasar data yang bersifat skala

Dapat lebih akurat, karena dihitung secara rinci sesuai dengan keadaannya

3

Page 4: Ekonometrika Modul

Uraian di atas menjelaskan kepada kita bahwa dalam ekonometrika diperlukan tiga hal pokok yang mutlak ada, yaitu: teori ekonomi, data, dan model. Teori ekonomi meliputi teori ekonomi mikro, makro, manajemen, pemasaran, operasional, akuntansi, keuangan, dan lain-lain. Guna memahami data, memerlukan disiplin ilmu tentang data, yaitu statistika. Model sendiri memerlukan disiplin ilmu matematika. Oleh karena itu, ekonometrika merupakan gabungan dari ilmu ekonomi, statistika, dan matematika, yang digunakan secara simultan untuk mengungkap dan mengukur kejadian-kejadian atau kegiatan-kegiatan ekonomi.

Beberapa pakar mendefinisikan ekonometrika sebagai berikut:

Ekonometrika dapat didefinisikan sebagai ilmu sosial yang menggunakan alat berupa teori ekonomi, matematika, dan statistika inferensi yang digunakan untuk menganalisis kejadian-kejadian ekonomi (Arthur S. Goldberger, 1964.p.1).1

Ekonometrik adalah gabungan penggunaan matematik dan statistik untuk memecahkan persoalan ekonomi (J. Supranto, 1983. p.6).2

Ekonometri adalah suatu ilmu yang mengkombinasikan teori ekonomi dengan statistik ekonomi, dengan tujuan menyelidiki dukungan empiris dari hukum skematik yang dibangun oleh teori ekonomi. Dengan memanfaatkan ilmu ekonomi, matematik, dan statistik, ekonometri membuat

1 Diterjemahkan dari buku KARYA Damodar Gujarati, Essential of Econometrics, second edition, Irwin McGraw Hill, 1999. 2 Supranto, J., Ekonometrik, Buku satu, Lembaga Penerbit FE UI, 1983.

4

Page 5: Ekonometrika Modul

hukum-hukum ekonomi teoritis tertentu menjadi nyata (Sugiyanto, Catur, 1994, p.3).3

Pentingnya Ekonometri

Suatu perusahaan ataupun unit-unit pengambil keputusan, terutama dalam kegiatan ekonomi, tentu memerlukan suatu tindakan evaluatif untuk memastikan keefektifan tindakannya atau bahkan mempunyai keinginan untuk melakukan prediksi guna menentukan langkah terbaik yang perlu diambil. Keinginan evaluasi ataupun prediksi seperti itu akan mudah diperoleh jika tindakan-tindakan sebelumnya itu diukur melalui teknik-teknik pengukuran yang terstruktur dengan baik, baik melalui teori yang melandasi, metodologi yang digunakan, ataupun data pendukungnya. Suatu bentuk keilmuan yang mengakomodasi bentuk pengukuran kegiatan ekonomi itulah yang disebut sebagai ekonometri.

Data dalam ekonometrika merupakan suatu kemutlakan, begitu pula penentuan jenis data, teknik analisanya, ataupun penyesuaian dengan tujuannya. Data yang diperlakukan sebagai pengungkap sejarah (historical data) akan menghasilkan evaluasi, dan untuk data yang diperlakukan pengungkap kecenderungan (trend data) akan menghasilkan prediksi. Hasil evaluasi ataupun prediksi yang mempunyai tingkat keakuratan tinggi saja yang akan mempunyai sumbangan terbesar bagi pengambilan keputusan. Di sinilah letak pentingnya ekonometrika.

Sebagai contoh dalam mengungkap pentingnya ekonometrika, mari kita mencermati apa yang terjadi pada hukum permintaan dan penawaran. Hukum permintaan menjelaskan bahwa bila harga suatu barang cenderung

3 Sugiyanto, Catur, Ekonometrika Terapan, Edisi 1, BPFE Yogjakarta, 1994.

5

Page 6: Ekonometrika Modul

mengalami penurunan, maka jumlah permintaan terhadap barang tersebut akan mengalami peningkatan. Begitu pula dalam hukum penawaran, semakin sedikit barang yang ditawarkan, maka harga barang akan cenderung tinggi, tetapi ketika jumlah barang yang ditawarkan semakin banyak, maka harga barang akan semakin turun. Pernyataan-pernyataan seperti itu merupakan bentuk penyederhanaan yang hanya membahas keterkaitan antara dua variabel, yaitu variabel harga (P) dan variabel jumlah barang (Q) saja. Hukum permintaan menunjukkan bahwa hubungan antara variabel P dan Q berlawanan. Di sebut berlawanan karena jika P turun, maka Q yang diminta (D) akan bertambah, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu permintaan ditunjukkan oleh kurva atau garis yang cenderung menurun dari kiri atas ke kanan bawah (downward sloping). Lihat gambar 1.

P

P1

P2

D

QQ1 Q2

Gambar 1

6

Page 7: Ekonometrika Modul

Kondisi seperti ini berbeda bila di hadapkan dengan hukum penawaran. Pada hukum penawaran hubungan antara variabel P dan Q adalah searah, artinya jika P meningkat, maka Q juga meningkat. Atau sebaliknya, jika P menurun, maka Q juga mengalami penurunan. Oleh karena itu penawaran ditunjukkan oleh garis atau kurva yang cenderung meningkat dari kiri bawah ke kanan atas (upward sloping). Lihat gambar 2.

P S

P2

P1

Q1 Q2 Q

Gambar 2

Tidak hanya terhenti pada dua teori di atas saja, banyak teori-teori ekonomi lain yang hipotesisnya hanya bersifat kualitatif seperti hukum permintaan dan penawaran di atas. Pengungkapan yang sangat kualitatif seperti contoh tersebut, tidak dapat diketahui seberapa besar pengaruh antara variabel P terhadap Q, atau Q terhadap P. Karena tidak dapat menjelaskan secara angka-angka tentu saja bentuk kurva atau garis yang ditunjukkan juga tidak dapat menggambarkan kondisi dengan sangat

7

Page 8: Ekonometrika Modul

tepat. Kurva hanya dapat menggambarkan kecenderungan. Untuk menjawab persoalan itu, ekonometrika dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dalam bentuk model pendekatan matematis yang berupa hitungan-hitungan metematika akan mampu untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh suatu variabel tertenu terhadap variabel yang lain.

Untuk menjawab tuntutan seperti itu, maka teori ekonomi yang sudah ada perlu dilengkapi dengan berbagai data yang diperlukan. Dalam hal ini perannya ditunjukkan oleh statistika. Fungsi dari statistika tidak hanya sekedar pengumpulan data saja, tetapi meluas hingga interpretasi terhadap pentingnya data tersebut, cara perolehan, jenis data, hingga sifat data. Peran statistik akan semakin berarti jika dianalisis dengan model matematis yang sesuai dengan teori-teori ekonomi yang dianalisis.

Jenis Ekonometrika

Ekonometrika dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu ekonometrika teoritis (theoretical econometrics) dan ekonometrika terapan (applied econometrics). Ekonometrik teoritis berkenaan dengan pengembangan metode yang tepat/cocok untuk mengukur hubungan ekonomi dengan menggunakan model ekonometrik. Ekonometrika terapan menggambarkan nilai praktis dari penelitian ekonomi, sehingga lingkupnya mencakup aplikasi teknik-teknik ekonometri yang telah lebih dulu dikembangkan dalam ekonometri teoritis pada berbagai bidang teori ekonomi, untuk digunakan sebagai alat pengujian ataupun pengujian teori maupun peramalan.

Meskipun ekonometrika dapat didikotomikan ke dalam ekonometrika teoritis maupun terapan, namun tujuan-tujuan ekonometrika dapat dipersatukan sebagai

8

Page 9: Ekonometrika Modul

alat verifikasi, penaksiran, ataupun peramalan. Fungsi verifikasi ini bertujuan untuk mengetahui dengan pasti kekuatan suatu teori melalui pengujian secara empiris, karena teori yang mapan adalah teori yang dapat diuji dengan empiris. Ekonometrika berkaitan dengan analisa kuantitatif yang menghasilkan taksiran-taksiran numerik yang dapat digunakan untuk melakukan taksiran-taksiran dari hasil suatu kegiatan ekonomi. Fungsi seperti itu disebut sebagai fungsi penaksiran. Taksiran-taksiran numerik seperti dijelaskan di atas dapat pula digunakan untuk mengindera kejadian masa yang akan datang dengan pengukuran derajat probabilitas tertentu. Fungsi seperti ini lebih dikenal dengan forecasting (peramalan).

Penggunaan ekonometrika

Dalil-dalil ekonomi umumnya dijelaskan secara kualitatif dan dibatasi oleh asumsi-asumsi. Penggunaan asumsi dalam ilmu ekonomi merupakan refleksi dari kesadaran bahwa tidak mungkin untuk dapat mengungkap dengan pasti faktor-faktor apa saja yang saling terkait atau saling mempengaruhi faktor tertentu. Wajar saja, karena ilmu ekonomi merupakan rumpun ilmu sosial, dimana dalam kegiatan sosial antara variabel satu dan yang lainnya saling berinteraksi, berkaitan, dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu penggunaan asumsi adalah untuk membantu penyederhanaan model. Asumsi yang paling sering digunakan adalah asumsi ceteris paribus (hal-hal yang tidak diungkapkan dianggap tetap). Asumsi ini digunakan mengingat sangat banyaknya variabel-variabel dalam ilmu sosial yang saling mempengaruhi, yang sangat sulit untuk dianalisis secara bersamaan.

Pembatasan penggunaan variabel untuk menganalisis kegiatan ekonomi melalui penetapan ceteris paribus

9

Page 10: Ekonometrika Modul

tersebut, senyatanya adalah untuk mempermudah penafsiran-penafsiran serta pengukuran kegiatan ekonomi. Oleh karena itu dibuatlah pernyataan-pernyataan yang mewakili variabel yang diukur saja, dan mengasumsikan variabel lainnya bersifat tetap. Sebagai contoh, kalau kita hendak mencari jawaban tentang pertanyaan kenapa seseorang mengonsumsi suatu barang, maka kita dapat mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi seperti: tingkat penghasilan, harga barang itu sendiri, harga barang lain, selera, kebutuhan, ekspektasi masa mendatang, tingkat pengeluaran, iklan, promosi, faktor barang pengganti, ketersediaan barang, kondisi politik, trend, gengsi, dan lain-lain, yang tentu itu tidak dapat dijelaskan secara pasti. Banyaknya faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang tersebut tentu tidak dapat diidentifikasi secara pasti, maka dalam ekonometrika disiasati dengan membentuk model, yang mengabstraksikan realita, dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor besar saja (misalnya 1-5 faktor terpenting saja), selebihnya diwakili dengan asumsi ceteris paribus tersebut.

Model matematis merupakan salah satu model untuk menggambarkan teori yang diterjemahkan dalam bentuk matematis. Umumnya model dikembangkan dalam bentuk persamaan, dimana sebelah kiri tanda persamaan mewakili variabel yang dipengaruhi, sedang variabel yang berada di sebelah kanan tanda persamaan mewakili variabel yang mempengaruhi. Variabel yang dipengaruhi disebut pula sebagai variabel terikat, variabel dependen (dependent variables). Variabel yang mempengaruhi disebut pula sebagai variabel bebas, variabel independen (independent variable), variabel penduga, juga variabel prediktor. Untuk memudahkan tahapan proses analisis, dan mendapatkan jawaban yang valid maka perlu menggunakan metodologi ekonometri yang memadai.

10

Page 11: Ekonometrika Modul

Metodologi Ekonometri

Metodologi ekonometri merupakan serangkaian tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam kaitan untuk melakukan analisis terhadap kejadian-kejadian ekonomi. Secara garis besar, tahapan metodologi ekonometri dapat diurutkan sebagai berikut:

1. merumuskan masalah 2. merumuskan hipotesa 3. menyusun model 4. mendapatkan data 5. menguji model 6. menganalisis hasil 7. mengimplementasikan hasil

Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah adalah hal yang sangat penting, karena merupakan “pintu pembuka” untuk menentukan tahapan-tahapan selanjutnya. Merumuskan suatu masalah berarti mengungkap hal-hal apa yang ada di balik gejala atau informasi yang ada, dan sekaligus mengidentifikasi penyebab-penyebab utamanya. Oleh karena itu, di dalam merumuskan masalah tidak dapat dilepaskan dari pemahaman teori-teori yang melandasi atau kontekstual dengan penelitian, mengungkap mengapa penelitian itu dilakukan, dan sekaligus mampu membuat rencana untuk menentukan langkah untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada.

Rumusan masalah merupakan pedoman untuk membuat struktur isi penelitian. Wajar saja bila sebagian besar orang berpendapat bahwa perumusan masalah adalah tahapan yang paling sulit dan menentukan.

11

Page 12: Ekonometrika Modul

Perumusan masalah yang baik tentu disertai dengan latar belakang masalah, karena itu merupakan sumber informasi yang digunakan untuk memahami keterkaitan permasalahan yang dirumuskan. Umumnya perumusan masalah dalam suatu penelitian diungkapkan dalam bentuk kalimat pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Karena membutuhkan jawaban, maka akan semakin baik jika apa yang mendasari permasalahan itu adalah hal-hal yang menarik minat peneliti.

Sebagai ilustrasi dari perumusan masalah, beberapa contoh dikemukakan sebagai berikut:

1. Seperti dijelaskan di atas, bahwa evaluasi pegawai dalam rangka penempatan kerja di lingkungan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sukoharjo belum dilakukan secara memadai. Dengan tidak dilakukannya evaluasi yang memadai, maka tidak dapat diketahui informasi yang terkait dengan apa yang diharapkan pegawai, seberapa besar tingkat stres pegawai, maupun berapa besar potensi prestasi kerja yang tersimpan maupun yang telah dapat diwujudkan. Untuk itu dalam penelitian ini permasalahan-permasalahan seperti itu akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: apakah dalam penempatan kerja pegawai Depdiknas Kabupaten Sukoharjo selama ini telah sesuai dengan karakteristik individu masing-masing pegawai, atau karena terpaksa harus bertahan karena tuntutan yang lain? berapa besar tingkat stress yang dialami pegawai dilingkungan Depdiknas Kabupaten Sukoharjo, dan apa faktor yang yang paling signifikan mempengaruhinya? seberapa besar

12

Page 13: Ekonometrika Modul

tingkat prestasi kerja pegawai Depdiknas Kabupaten Sukoharjo selama ini? adakah stress kerja yang dialami pegawai mempengaruhi prestasi kerja, seberapa besar pengaruhnya?

2. Setelah Juni 1997 diketahui bahwa terdapat kesamaan arah antara inflasi, kurs, dan suku bunga. Ketika inflasi meningkat kurs USD terhadap IDR juga mengalami peningkatan, begitu pula suku bunga juga mengalami peningkatan. Tetapi ketika inflasi mengalami penurunan ternyata baik kurs dan suku bunga juga mengalami hal serupa. Berdasar pada hal tersebut, maka timbul pertanyaan “apakah kurs IDR terhadap USD dan suku bunga simpanan berjangka rupiah mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia ?”

Merumuskan Hipotesa

Hipotesa merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian, sehingga perlu diuji lebih lanjut melalui pembuktian berdasarkan data-data yang berkenaan dengan hubungan antara dua atau lebih variabel. Rumusan hipotesa yang baik seharusnya dapat menunjukkan adanya struktur yang sederhana tetapi jelas, sehingga memudahkan untuk mengetahui jenis variabel, sifat hubungan antar variabel, dan jenis data.

Perumusan hipotesa biasanya berupa kalimat pernyataan yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang akan diteliti. Berdasarkan contoh pada sub

13

Page 14: Ekonometrika Modul

merumuskan masalah di atas, maka dapat dicontohkan penarikan hipotesis seperti ini:4

1. Pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo banyak yang mengalami stres kerja yang dapat berakibat pada menurunnya motivasi kerjanya.

2. Inflasi di Indonesia setelah tahun 1997 dipengaruhi oleh kurs nilai tukar IDR-USD dan bunga deposito. Hubungannya bersifat searah.

Menyusun Model

Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan bertujuan untuk menganalisis kenyataan yang wujud di alam semesta dan di dalam kehidupan manusia. Namun, karena fakta-fakta mengenai kenyataan yang wujud dalam ilmu sosial ( dimana ilmu ekonomi termasuk salah satu cabangnya) berjumlah sangat banyak dan saling terkait satu sama lainnya, maka menggambarkan kenyataan yang sebenarnya berlaku dalam perekonomian adalah merupakan hal yang tidak mudah. Agar dapat menjelaskan realitas yang kompleks seperti itu, maka perlu dilakukan abstraksi melalui penyusunan suatu model. Oleh karena itu model merupakan abstraksi dari realitas.

Dalam ilmu ekonomi, model ekonomi didefinisikan sebagai konstruksi teoritis atau kerangka analisis ekonomi yang menggabungkan konsep, definisi, anggapan, persamaan, kesamaan (identitas) dan ketidaksamaan dari

4 Penulisan hipotesis ini bersifat garis besar. Penulisan hipotesis dalam penelitian biasanya dituliskan sekaligus dua hipotesis yang berlawanan, yaitu hipotesis nol dan hipotesis alternative.

14

Page 15: Ekonometrika Modul

mana kesimpulan akan diturunkan.5 Sebagaimana namanya, dalam ilmu ekonomi tentu yang digunakan adalah variabel-variabel ekonomi saja. Untuk variabel non ekonomi tidak perlu dipilih, atau dimasukkan saja ke dalam asumsi ceteris paribus. Variabel ekonomi dibedakan menjadi:6

1. Variabel Endogin, yaitu variabel yang menjadi pusat perhatian si pembuat model, atau variabel yang ditentukan di dalam model dan ingin diamati variansinya.

2. Variabel Eksogin, yaitu variabel yang dianggap ditentukan di luar sistem (model) dan diharapkan mampu menjelaskan variasi variabel endogin.

3. variabel kelambanan, yaitu variabel dengan unsur lag, yang umumnya digunakan untuk data runtut waktu.

Fungsi model dalam ekonometrika adalah sebagai tuntunan untuk mempermudah menguji ketepatan model penduga. Salah satu bentuk model adalah berupa persamaan fungsi secara matematis. Karena pada hakikatnya sebuah fungsi adalah sebuah persamaan matematis yang menggambarkan hubungan sebab akibat antara sebuah variabel dengan satu atau lebih variabel lain. Ketepatan model itu sendiri mempunyai dua tujuan yaitu: Pertama, untuk mengetahui apakah model penduga tersebut merupakan model yang tepat sebagai estimator. Kedua, untuk mengetahui daya ramal atau goodness of fit dari model penduga. Model persamaan ini disebut pula

5 Insukindro, Pembentukan Model dalam Penelitian Ekonomi, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 7(1), 1-18. 6 Kuncoro, Mudrajad, Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis danEkonomi, UPP AMP YKPN, 2001, p.5.

15

Page 16: Ekonometrika Modul

sebagai metode regresi yang diharapkan dapat menjawab hipotesis yang telah ditentukan.

Model ekonometrika setidaknya terdiri dari dua golongan variabel, yaitu variabel terikat (dependen) yang berada pada sebelah kiri tanda persamaan, dan variabel bebas (independen) yang berada di sebelah kanan tanda persamaan. Jumlah variabel bebas tidak harus satu, tetapi dapat berjumlah lebih dari satu variabel. Untuk model dengan satu variabel bebas disebut dengan regresi tunggal (single regression), sedang untuk model yang mempunyai lebih dari satu variabel bebas disebut regresi berganda (multiple regression).

Mendapatkan Data

Mendapatkan data merupakan suatu langkah yang harus dilakukan oleh peneliti, agar dapat menjamin bahwa data yang dianalisis adalah benar-benar menggunakan data yang tepat. Hal ini penting untuk mendapatkan hasil analisis yang tidak bias atau menyesatkan. Para peneliti terdahulu telah mengingatkan agar jangan sampai dalam penelitian terdapat GIGO, garbage In garbage out. Tahapan yang dapat ditempuh untuk mendapatkan data pra analisis meliputi: penyuntingan data, pengembangan variabel, pengkodean data, cek kesalahan, pembentukan struktur data, tabulasi.

Penyuntingan data, adalah upaya proses data untuk mendapatkan data yang memberikan kejelasan, dapat dibaca, konsisten, dan komplit. Pengembangan variabel, yaitu memperluas variansi data, misalnya mentransformasi menjadi data dalam

16

Page 17: Ekonometrika Modul

angka logaritma, melakukan indeksasi data, komposit, dan lain-lain. Pengkodean data, melakukan koding terhadap data yang akan digunakan dengan cara yang sesuai, seperti koding terhadap variabel dummy, data ordinal, data interval, dan lain-lain. Cek kesalahan, merupakan finalisasi pengujian data agar betul-betul mendapatkan data akhir yang valid. Strukturisasi data, membuat kesedian data agar dapat digunakan dengan baik di kemudian hari. Tabulasi data, biasanya tidak dimasukkan sebagai prosedur analitik dalam penelitian ilmiah karena tidak mengungkapkan hubungan dalam data. Kendati demikian, banyak riset bisnis yang ditujukan untuk penjelasan masalah dan atau menemukan hubungan. Tabulasi menyajikan hitungan hitungan frekuensi dari satu hal (analisis frekuensi) atau perkiraan numerik tentang distribusi sesuatu (analisis deskriptif). Tabulasi merupakan alat analisis bisnis. Tabulasi juga bermanfaat bagi peneliti sebagai alat menyusun kategori ketika mengubah variabel interval menjadi klasifikasi nominal. Dengan kata lain, tabulasi mendeskripsikan jumlah individu yang menjawab pertanyaan tertentu. Tabulasi dapat juga digunakan untuk menciptakan statistik deskriptif mengenai variabel-variabel yang digunakan atau tabulasi silang.7

Menguji Model

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesahihan model terbaik yang dihasilkan, maka perlu dilakukan uji ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai actual dapat

7 Ibid.

17

Page 18: Ekonometrika Modul

diukur dari goodness of fit-nya. Untuk melakukan uji goodness of fit pengukurannya dilakukan dengan menguji nilai statistik t, nilai statistik F, dan koefisien determinasinya (R2) pada hasil regresi yang telah memenuhi uji asumsi klasik.

Uji nilai statistik t untuk mengetahui pengaruh secara individual variabel independen terhadap variabel dependen. Uji F untuk mengetahui secara bersama-sama semua variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen. Sedangkan koefisien determinasi untuk menentukan seberapa besar sumbangan variabel independen terhadap variabel dependen.

Uji asumsi klasik juga perlu dilakukan terhadap model agar memperteguh validitas model, yang dapat dilakukan melalui pengujian normalitas, autokorelasi, multikolinearitas, juga heteroskedastisitas.

Menganalisis Hasil

Analisis ekonometrika dimulai dari interpretasi terhadap data dan keterkaitan antar variabel yang dijelaskan di dalam model. Tidak hanya analisis regresi, analisis korelasi juga perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil pengukuran hingga benar-benar valid. Analisis regresi akan mendapatkan hasil pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Sedang untuk analisis korelasi berguna untuk mengetahui hubungan antar variabel tanpa membedakan apakah itu variabel dependen ataukah independen.

Tanda positif atau negatif pada masing-masing koefisien perlu untuk dicermati, karena mempunyai keterkaitan langsung terhadap kesesuaian dengan teori yang dirumuskan dalam model. Pengabaian terhadap kedua tanda tersebut, dapat menjadikan hasil regresi tidak sesuai dengan teori yang melatar belakangi.

18

Page 19: Ekonometrika Modul

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengimplemantasian dari hasil pengukuran. Karena sebagus dan sebenar apapun hasil penelitian, apabila tidak ditindaklanjuti dalam bentuk implementasi, tidak akan berarti apa-apa.

-000-

Tugas: 1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas 2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian

bab ini 3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

a. Apa yang dimaksud dengan ekonometrika b. Bidang keilmuan apa saja yang terkait secara

langsung dengan ekonometrika c. Jelaskan pentingnya ekonometrika d. Uraikan tahapan-tahapan ekonometrika

19

Page 20: Ekonometrika Modul

BAB II

MODEL REGRESI

Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengerti definisi model Mengerti definisi regresi

Menyebutkan model-model regresi Menjelaskan kegunaan model regresi Menuliskan alternatif notasi model

Memahami perbedaan-perbedaan model Menggunakan model untuk menjabarkan teori

20

Page 21: Ekonometrika Modul

BAB II

MODEL REGRESI

Keilmuan sosial mempunyai karakteristik berupa banyaknya variabel-variabel atau faktor-faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kondisi yang demikian ini menyebabkan kesulitan dalam menentukan secara pasti faktor apa saja yang menyebabkan faktor tertentu. Sebagai contoh, apabila kita ingin mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan suatu barang tertentu (sebut saja barang X), maka dengan mengidentifikasi kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita akan mendapatkan banyak sekali faktor-faktor itu seperti: harga barang tersebut, harga barang lain, mutu barang, pendapatan, anggaran pengeluaran, prediksi harga masa yang akan datang, selera, trend yang berkembang, persepsi atas barang tersebut, kebutuhan, gengsi, return usaha yang mungkin diperoleh, tingkat bunga bank, stabilisasi keamanan, tempat penjualan barang tersebut, barang pengganti, dan tentu masih banyak lagi faktor-faktor lainnya yang sangat sulit untuk ditentukan secara mutlak, bahwa harga barang X tersebut hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang telah dijelaskan.

Dari beragam faktor-faktor yang disebutkan di atas, tentu mempunyai tingkat signifikansi yang berbeda. Beberapa faktor mungkin mempunyai tingkat signifikansi yang tinggi, sementara yang lain mungkin tingkat signifikansinya rendah, atau biasa disebut tidak signifikan. Dalam kepentingan untuk mengidentifikasi beberapa variabel saja, maka dibenarkan untuk mengabaikan variabel-variabel yang lain. Cara yang

21

Page 22: Ekonometrika Modul

dilakukan adalah membuat model, yang menjelaskan variabel-variabel yang hendak diteliti saja. Sedang untuk variabel-variabel lain yang terkait tetapi tidak hendak diteliti, dapat diabaikan. Hal ini dibenarkan dalam keilmuan sosial (ekonomi), karena terlalu banyak faktor-faktor yang saling terkait dan sangat sulit untuk diidentifikasi secara menyeluruh, sehingga perlu asumsi yang menganggap tidak adanya perubahan dari variabel-variabel yang disebut dengan ceteris paribus.

Model dalam keilmuan ekonomi berfungsi sebagai panduan analisis melalui penyederhanaan dari realitas yang ada. Sehingga model sering diartikan refleksi dari realita atau simplikasi dari kenyataan. Hal ini akan semakin jelas kalau kita runut dari bentuk suatu model yang memang berbentuk sangat sederhana. Penulisan model dalam ekonometrika adalah merupakan pengembangan dari persamaan fungsi secara matematis, karena pada hakikatnya sebuah fungsi adalah sebuah persamaan yang menggambarkan hubungan sebab akibat antara sebuah variabel dengan satu atau lebih variabel lain. Penulisan model dalam bentuk persamaan fungsi tersebut dicontohkan dalam persamaan berikut ini:

Persamaan Matematis Æ Y = a + b X ……….. (pers.1) Persamaan Ekonometrika Æ Y = b0 + b1X + e ……….. (pers.2)

Munculnya e (error term) pada persamaan ekonometrika (pers.2) merupakan suatu penegasan bahwa sebenarnya banyak sekali variabel-variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat (Y). Karena dalam model tersebut hanya ingin melihat pengaruh satu variabel X saja, maka variabel-variabel yang lain dianggap bersifat tetap atau ceteris paribus, yang dilambangkan dengan e.

22

Page 23: Ekonometrika Modul

Bentuk Model

Model persamaan fungsi seperti dicontohkan pada pers.2 bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, persamaan tersebut disebut juga sebagai persamaan regresi. Model Regresi mempunyai bermacam-macam bentuk model yang dapat dibedakan berdasarkan sebaran data yang terlihat dalam scatterplott-nya.8 Setidaknya terdapat tiga jenis model yaitu: Model Regresi Linier, Model Regresi Kuadratik, Model Regresi Kubik

Model Regresi Linier

Kata “linier” dalam model ini menunjukkan linearitas dalam variabel maupun lineraitas dalam data. Kata linier menggambarkan arti bahwa sebaran data dalam scatter plot menunjukkan sebaran data yang mendekati bentuk garis lurus. Data semacam ini dapat wujud apabila perubahan pada variabel Y sebanding dengan perubahan variabel X. Jika sebaran datanya berkecenderungan melengkung, maka cocoknya menggunakan dengan regresi kuadratik. Jika sebaran datanya kecenderungannya seperti bentuk U atau spiral regresinya menggunakan regresi kubik.

Model linier sendiri dapat dibedakan sebagai single linier maupun multiple linier. Disebut single linier apabila variabel bebas hanya berjumlah satu dengan batasan pangkat satu. Sedang multiple linier apabila variabel bebas lebih dari satu variabel dengan batasan pangkat satu. Untuk lebih jelasnya akan dicontohkan bentuk

8 Scatter plot merupakan gambar sebaran data.

23

Page 24: Ekonometrika Modul

persamaan single linier (pers.3) dan persamaan multiple linier (pers.4) sebagai berikut:

Y = b0 + b1X + e ……….. (pers.3)

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + …… + bnXn + e ……….. (pers.4)

Misalkan dari pers.3 dianggap bahwa Y = Inflasi, dan X = bunga deposito (Budep) pada periode tertentu, dan jika datanya telah diketahui, maka data akan tergambar dalam bentuk titik-titik yang merupakan sebaran data dalam scatter plot. Dengan menggunakan data penelitian hubungan antara inflasi dan bunga deposito antara Januari 2001 hingga Oktober 2002, maka sebaran datanya tergambar sebagai berikut:

Hubungan Suku Bunga terhadap Inflasi 16

15

14

13

12

11

10

9

8INFL

AS

I

13 .0 13 .5 14 .0 14 .5 15 .0 15 .5 16 .0 16 .5

BUDEP

Gambar 3

24

Page 25: Ekonometrika Modul

Sebaran data tersebut di atas (gambar 3) menunjukkan hubungan yang positif, yaitu jika bunga deposito meningkat, maka inflasi juga meningkat. Begitu pula jika bunga deposito menurun, inflasi juga turun. Sedangkan contoh sebaran data yang digambarkan dalam scatter plot di bawah ini (gambar 4), menunjukkan bahwa hubungan antara variable Afenegat (Afeksi negative) dan Latribut (Atribut) mempunyai hubungan yang negative. Jika atributnya berkurang, maka afeksi negatifnya meningkat. Begitu pula sebaliknya.

Dari scatter plot kedua gambar tersebut (baik gambar di atas maupun di bawah ini) menunjukkan bahwa sebaran datanya menyebar memanjang lurus, sehingga dapat diwakili dengan garis lurus. Oleh karena itu, kedua scater plot tersebut akan tepat digunakan regresi linier.

403020100

LATR

IBU

T

1.9

1.8

1.7

1.6

AFENEGAT

Gambar 4

25

Page 26: Ekonometrika Modul

Model Kuadratik

Salah satu ciri model kuadratik dapat diketahui dari adanya pangkat dua pada salah satu variabel bebasnya. Ciri yang lain dapat dilihat dari pengamatan terhadap scatter plott yang menunjukkan kecenderungan sebaran data membentuk lengkung, tidak seperti model linier yang cenderung lurus.

Model kuadratik dituliskan dalam persamaan fungsi sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b2X12 + e ……….. (pers.5)

Model Kubik

Salah satu ciri model kubik dapat diketahui dari adanya pangkat tiga pada salah satu variabel bebasnya. Oleh karena itu sering disebut juga dengan fungsi berderajat tiga. Ciri yang lain dapat dilihat dari pengamatan terhadap scatter plott yang menunjukkan kecenderungan sebaran data yang berbentuk lengkung dengan arah yang berbeda. Setiap fungsi kubik setidak-tidaknya mempunyai sebuah titik belok (inflexion point), yaitu titik peralihan bentuk kurva dari cekung menjadi cembung atau dari cembung menjadi cekung.9

Model kuadratik dituliskan dalam persamaan fungsi sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b1X12 + b1X1

3 + e ……….. (pers.6)

9 Dumairy, Matematika Terapan Untuk Bisnis dan Ekonomi, BPFE, Yogjakarta, p.140

26

Page 27: Ekonometrika Modul

Notasi Model

Huruf Y memerankan fungsi sebagai variabel dependen atau variabel terikat. Y sering juga disebut sebagai variabel gayut, variabel yang dipengaruhi, atau variabel endogin. Dengan alasan keseragaman, penulisan huruf Y diletakkan disebelah kiri tanda persamaan. Sedang variabel independen yang secara umum disimbolkan dengan huruf X diletakkan disebelah kanan tanda persamaan.

Huruf X menggambarkan variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi. Oleh karena itu variabel ini mempunyai nama lain seperti variabel independen, variabel penduga, variabel estimator, atau juga variabel eksogen. Peletakannya di sebelah kanan tanda persamaan menunjukkan perannya sebagai variabel yang mempengaruhi.

Huruf b0 sering juga dituliskan dengan huruf a, α, atau juga β0. Secara substansi penulisan itu mempunyai arti yang sama, yaitu menunjukkan konstanta atau intercept yang merupakan sifat bawaan dari variabel Y. Konstanta ini mempunyai angka yang bersifat tetap yang sekaligus menunjukkan titik potong garis regresi pada sumbu Y. Jika konstanta itu bertanda positif maka titik potongnya di sebelah atas titik origin (0), sedang bila bertanda negatif titik potongnya di sebelah bawah titik origin. Nilai konstanta ini merupakan nilai dari variabel Y ketika variabel X bernilai nol. Atau dengan bahasa yang mudah, nilai konstanta merupakan sifat bawaan dari Y.

Huruf b1, b2, bn merupakan parameter yang menunjukkan slope atau kemiringan garis regresi. Parameter ini sering juga dituliskan dengan bentuk b, atau β1, β2, βn. Meskipun dituliskan dengan tanda yang

27

Page 28: Ekonometrika Modul

berbeda, secara substansi parameter ini menunjukkan beta atau koefisien korelasi yang sekaligus menunjukkan tingkat elastisitas dari variabel X tersebut. Nilai beta ini memungkinkan untuk bernilai positif maupun negatif. Tanda positif menunjukkan hubungan yang searah antara variabel X dengan variabel Y. Artinya jika X mengalami peningkatan maka Y juga mengalami peningkatan. Sebaliknya jika X mengalami penurunan maka Y pun akan menurun. Arah hubungan seperti itu tidak terjadi pada beta yang berangka negatif. Karena jika tandanya negatif arah hubungan X terhadap Y saling berlawanan. Jika X meningkat maka Y menurun, sebaliknya jika X menurun maka nilai statistik t meningkat.

Demikian pula, karena nilai koefisien korelasi ini juga menunjukkan tingkat elastisitas, maka dari besarnya nilai koefisien korelasi (b) tersebut dapat ditentukan jenis elastisitasnya. Jika nilai b besarnya lebih dari satu (b>1) maka disebut elastis. Artinya, jika variabel X mengalami perubahan, maka variabel Y akan mengalami perubahan yang lebih besar dari perubahan yang ada pada variabel X tersebut. Jika nilai b besarnya sama dengan angka satu (b=1) disebut uniter elastis. Artinya, jika variabel X mengalami perubahan, maka variabel Y akan mengalami perubahan yang sama besar dengan perubahan yang ada pada variabel X tersebut. Jika nilai b besarnya lebih kecil dari angka satu (b<1) disebut inelastis. Artinya, jika variabel X mengalami perubahan, maka variabel Y akan mengalami perubahan yang lebih kecil dari perubahan yang ada pada variabel X tersebut.

Huruf e merupakan kependekan dari error term atau kesalahan penggganggu. Simbol error ini tidak jarang dituliskan dalam huruf ε atau μ. Simbol ini merupakan karakteristik dari ekonometrika yang tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur stokhastik atau hal-hal yang mengandung probabilita, karena hasil yang

28

Page 29: Ekonometrika Modul

ditunjukkan oleh model ekonometrika hanya bersifat perkiraan, dalam arti tidak menunjukkan kebenaran yang mutlak. Oleh karena itu nama lain dari simbol ini tidak terlepas dari sifat dasar itu seperti: disturbance error atau stochastic disturbance.

Kesalahan pengganggu ini sendiri mempunyai banyak sebab yang dapat menimbulkannya seperti:

1. tidak seluruh variabel bebas yang mempunyai potensi dalam mempengaruhi variabel terikat dapat disebutkan dalam model.

2. kesalahan asumsi dalam menentukan teori yang diwujudkan sebagai model.

3. ketidaklengkapan data yang dianalisis. 4. ketidaktepatan model yang digunakan.

Misalnya, seharusnya digunakan model kuadratik tetapi justru yang digunakan adalah model linier, atau sebaliknya.

Spesifikasi Model dan Data

Secara spesifik model dalam ekonometrika dapat dibedakan menjadi: model ekonomi (economic model) dan model statistic (statistical model).

Model Ekonomi biasanya dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b2 X2

Tanda b = parameter, menunjukkan ketergantungan variabel Y terhadap variabel X b0 = intercept, menjelaskan nilai variabel terikat ketika

masing-masing variabel bebasnya bernilai 0 (nol).

29

Page 30: Ekonometrika Modul

Model ini menggambarkan rata-rata hubungan sistemik antara variabel Y, X1, X2. Dalam model ini nilai e tidak tertera, karena nilai e diasumsikan non random. Dalam realita, model ini tidak mampu menjelaskan variabel-variabel ekonomi secara pas (clear), oleh karena itu membutuhkan regresi.

Model Statistik

Model ekonomi seperti yang dijelaskan di atas, mencerminkan nilai harapan, maka dapat pula ditulis:

E (Y) = b0 + b1X1 + b2 X2

Karena nilai harapan, maka tentu tidak akan secara pasti sesuai dengan realita. Oleh karena itu akan muncul nilai random error term (e). Nilai e sendiri merupakan selisih antara nilai kenyataan dan nilai harapan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

e = Y – E(Y) atau e = Y – Y

jadi, Y = Y + e karena, Y = E (Y) = b0 + b1X1 + b2 X2 maka Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + e

tanda e pada persamaan di atas mencerminkan distribusi probabilitas. Atau dapat pula dianggap sebagai pengganti variabel-variabel berpengaruh lain selain variabel yang dijelaskan dalam model. Dalam teori ekonomi, e merupakan representasi dari asumsi ceteris paribus. Pengakuan adanya variabel lain yang berpengaruh, meskipun tidak disebutkan variabel apa, cukup ditulis dengan tanda e, maka model menjadi lebih realistik. Agar

30

Page 31: Ekonometrika Modul

terdapat gambaran yang jelas, maka nilai e harus diasumsikan. Asumsi-asumsinya adalah:

1. Nilai harapan e sama dengan 0 (nol). E(e) = 0, masing-masing random error mempunyai distribusi probabilitas = 0. Meskipun e bisa bernilai positif atau negatif, tetapi rata-rata e harus = 0.

2. Variance residual sama dengan standar deviasi Var (e) = σ 2 , artinya: masing-masing random error mempunyai distribusi probabilitas variance yang sama dengan standar deviasi (σ 2 ). Asumsi ini menjelaskan bahwa residual bersifat homoskedastik.

3. Kovarian ei dan ej mempunyai nilai nol. Cov (ei, ej) = 0. Nilai nol dalam asumsi ini menjelaskan bahwa antara ei dan ej tidak ada korelasi serial atau tida berkorelasi (autocorrelation).

4. Nilai random error mempunyai distribusi probabilitas yang normal.

Karena masing, masing observasi Y tergantung pada e, maka masing-masing Y juga memiliki varian yang random. Dengan demikian, statistik Y menjadi sebagai beriku: 1. Nilai harapan Y tergantung pada nilai masing-

masing variabel penjelas dan parameter-parameternya. Dengan menggunakan asumsi E(e) = 0, maka rata-rata perubahan nilai Y untuk setiap observasi ditentukan oleh fungsi regresi. E (Y) = b0 + b1X1 + b2 X2

2. Variance distribusi probabilitas Y tidak dapat berubah setiap observasi. Var (Y) = Var (e) = σ 2

3. Tidak ada kaitan langsung antara observasi satu dengan observasi lainnya.

31

Page 32: Ekonometrika Modul

Cov (Yi, Yj) = Cov (ei, ej) = 0 4. Nilai Y secara normal terdistribusi di sekitar rata-

rata.

Asumsi-asumsi di atas difokuskan pada pembahasan variabel terikat. Perlu adanya asumsi tambahan terhadap variabel penjelas, yaitu: 1. Variabel independen tidak bersifat random, karena

dengan jelas dapat diketahui dari data. 2. Variabel independen tidak merupakan fungsi linear

dari yang lain. Asumsi ini penting agar tidak terjadi redundancy, yang menyebabkan multikolinearitas.

Kesimpulan: Dalam suatu model regresi terdapat dua jenis

variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas, yang dipisahkan oleh tanda persamaan. Variabel terikat sering disimbolkan dengan Y, biasa pula disebut sebagai variabel dependen, variabel tak bebas, variabel yang dijelaskan, variabel yang diestimasi, variabel yang dipengaruhi. Cirinya, berada pada sebelah kiri tanda persamaan (=). Variabel bebas sering disimbolkan dengan X, biasa pula disebut sebagai variabel independen, variabel yang mempengaruhi, variabel penjelas, variabel estimator, variabel penduga, variabel yang mempengaruhi, variabel prediktor. Cirinya terletak pada sebelah kanan tanda persamaan (=).

Dalam suatu model juga terdapat parameter-parameter yang disebut konstanta, juga koefisien korelasi. Konstanta sering disimbolkan dengan a, atau b0, atau β0. Koefisien korelasi disebut pula sebagai beta, B, b, menunjukkan slope, kemiringan, elastisitas.

32

Page 33: Ekonometrika Modul

-000-

Tugas: 1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas! 2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian

bab ini! 3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan model! b. Sebutkan apa saja jenis-jenis model

ekonometrika! c. Jelaskan perbedaan antara jenis-jenis model

ekonometrika! d. Coba uraikan asumsi-asumsi yang harus

dipenuhi dalam regresi linier!

33

Page 34: Ekonometrika Modul

BAB III

MODEL REGRESI DENGAN DUA VARIABEL

Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengetahui kegunaan dan spesifikasi model Menjelaskan hubungan antar variabel

Mengaitkan data yang relevan dengan teori Mengembangkan data

Menghitung nilai parameter Mengetahui arti dan fungsi parameter

Menentukan signifikan tidaknya variabel bebas Membaca hasil regresi

Menyebutkan asumsi-asumsi.

34

Page 35: Ekonometrika Modul

BAB III

MODEL REGRESI DENGAN DUA VARIABEL

Bentuk model

Model regresi dengan dua variabel10 umumnya dituliskan dengan simbol berbeda berdasarkan sumber data yang digunakan, meskipun tetap dituliskan dalam persamaan fungsi regresi. Fungsi regresi yang menggunakan data populasi (FRP) umumnya menuliskan simbol konstanta dan koefisien regresi dalam huruf besar, sebagai berikut:

Y = A + BX + ε ……….. (pers.3.1)

Fungsi regresi yang menggunakan data sampel (FRS) umumnya menuliskan simbol konstanta dan koefien regresi dengan huruf kecil, seperti contoh sebagai berikut:

Y = a + bX + e ……….. (pers.3.2)

Dimana:

A atau a; merupakan konstanta atau intercept B atau b; merupakan koefisien regresi, yang juga

menggambarkan tingkat elastisitas variabel independen

Y; merupakan variabel dependen X; merupakan variabel independen

10 Yaitu satu variabel dependen dan satu variabel independen

35

Page 36: Ekonometrika Modul

Notasi a dan b merupakan perkiraan dari A dan B. Huruf a, b, disebut sebagai estimator atau statistik, sedangkan nilainya disebut sebagai estimate atau nilai perkiraan.11

Meskipun penulisan simbol konstanta dan koefisien regresinya agak berbeda, namun penghitungannya menggunakan metode yang sama, yaitu dapat dilakukan dengan metode kuadrat terkecil biasa (ordinary least square)12, atau dengan metode Maximum Likelihood.

Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square) (OLS)

Penghitungan konstanta (a) dan koefisien regresi (b) dalam suatu fungsi regresi linier sederhana dengan metode OLS dapat dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut:

Rumus Pertama (I)

Mencari nilai b:

n (∑ XY )− (∑ X )(∑Y ) 2

b = n (∑ X )− (∑ X )2

mencari nilai a:

∑Y − b.∑ X a =

n

Rumus kedua (II)

11 Supranto, J., Ekonometrik, Buku satu, LPFEUI, Jakarta, 1983 12 Ordinary Least Square (OLS) ditemukan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang Matematikawan Jerman, pada tahun 1821.

36

Page 37: Ekonometrika Modul

Mencari nilai b:

∑ xyb = 2∑ x

mencari nilai a:

a =Y −b X

Misalnya saja kita ingin meneliti pengaruh bunga deposito jangka waktu 1 bulan (sebagai variabel X = Budep) terhadap terjadinya inflasi di Indonesia (sebagai variabel Y=Inflasi) pada kurun waktu Januari 2001 hingga Oktober 2002, yang datanya tertera sebagai berikut:

37

Page 38: Ekonometrika Modul

Observasi Y X1

Jan 01 8.28 13.06 Peb 01 9.14 13.81 Mar 01 10.62 13.97 Apr 01 10.51 13.79 Mei 01 10.82 14.03 Jun 01 12.11 14.14 Jul 01 13.04 14.39

Agu 01 12.23 14.97 Sep 01 13.01 15.67 Okt 01 12.47 15.91 Nop 01 12.91 16.02 Des 01 12.55 16.21 Jan 02 14.42 16.19 Peb 02 15.13 15.88 Mar 02 14.08 15.76 Apr 02 13.3 15.55 Mei 02 12.93 15.16 Jun 02 11.48 14.85 Jul 02 10.05 14.22

Agu 02 10.6 13.93 Sep 02 10.48 13.58 Okt 02 10.33 13.13 Jumlah 260.49 324.22

38

Page 39: Ekonometrika Modul

Bantuan dengan SPSS

Cara memasukkan data tersebut di atas ke dalam SPSS, dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pastikan bahwa lembar worksheet SPSS sudah siap digunakan. Caranya: tampilkan program SPSS di layar monitor.

2. Masukkan data ke masing-masing kolom. Pastikan bahwa yang aktif adalah Data View (lihat pojok kiri bawah), bukan variabel View!

39

Page 40: Ekonometrika Modul

3. Beri nama kolom tersebut sesuai nama variabelnya. Caranya: klik Variabel View (pojok kiri bawah), maka akan muncul kolom: Name, Type, Width, Decimals, label, values, missing, columns, align, measure. Masukkan nama variabel ke dalam kolom Name. Misal kita mau memberi nama variabel dengan Y, maka ketik Y. Jika hendak memberi nama tersebut dengan Inflasi, maka ketik inflasi. (Meskipun yang dimasukkan adalah huruf besar, tetapi dalam kolom akan muncul huruf kecil).

40

Page 41: Ekonometrika Modul

4. Data awal yang dimasukkan tadi dapat dikembangkan menjadi seperti hitungan dalam tabel di bawah (misal menjadi X12). Caranya: klik Transform, kemudian pilih Compute, maka layar SPSS akan berubah menjadi seperti dalam gambar sebagai berikut:

Pada kotak Target Variable (kanan atas) isilah dengan nama variabel baru (variabel pengembangan). Sesuai contoh, ketik X12, dimana X12 ini merupakan X1 yang dikuadratkan. Karena akan menghitung kuadrat, maka caranya: variabel yang ada di kolom Type&Label diblok (klik)

41

Page 42: Ekonometrika Modul

pindahkan ke dalam kolom Numeric Expression menggunakan langkah klik pada tanda segitiga penunjuk arah. Setelah itu pilih ** (pada tuts kalkulator) dan ketik angka 2 (karena hendak mengkuadratkan), dan kemudian ketik OK. Jika tahapan tersebut telah dilalui, worksheet data akan menampakkan variabel baru dengan data yang dihitung tadi.

5. Untuk membuat data perkalian, lakukan dengan cara memindahkan salah satu nama variabel yang hendak dikalikan (misalnya, Y) dari kotak Type&Label ke Numeric Expression, pilih tanda pengali (*) dan ikuti dengan memindahkan lagi variabel lainnya yang hendak dikalikan (misal X), setelah itu klik OK.

Berdasarkan data yang tertera di atas, maka nilai a dan b dapat dicari melalui penggunakan kedua rumus tersebut, baik itu rumus pertama ataupun kedua. Seandainya kita ingin menggunakan rumus pertama, maka langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengadakan penghitungan-penghitungan atau pengembangan data untuk disesuaikan dengan komponen rumus, sehingga nantinya dapat secara langsung diaplikasikan ke dalam rumus. Pengembangan data yang dimaksudkan adalah menentukan nilai X1

2, nilai Y2, serta nilai XY. Hasil pengembangan data dapat dilihat pada tabel berikut:

42

Page 43: Ekonometrika Modul

Observasi Y X1 X1 2 Y2 XY

Jan 01 8.28 13.06 170.5636 68.5584 108.1368 Peb 01 9.14 13.81 190.7161 83.5396 126.2234 Mar 01 10.62 13.97 195.1609 112.7844 148.3614 Apr 01 10.51 13.79 190.1641 110.4601 144.9329 Mei 01 10.82 14.03 196.8409 117.0724 151.8046 Jun 01 12.11 14.14 199.9396 146.6521 171.2354 Jul 01 13.04 14.39 207.0721 170.0416 187.6456

Agu 01 12.23 14.97 224.1009 149.5729 183.0831 Sep 01 13.01 15.67 245.5489 169.2601 203.8667 Okt 01 12.47 15.91 253.1281 155.5009 198.3977 Nop 01 12.91 16.02 256.6404 166.6681 206.8182 Des 01 12.55 16.21 262.7641 157.5025 203.4355 Jan 02 14.42 16.19 262.1161 207.9364 233.4598 Peb 02 15.13 15.88 252.1744 228.9169 240.2644 Mar 02 14.08 15.76 248.3776 198.2464 221.9008 Apr 02 13.3 15.55 241.8025 176.89 206.815 Mei 02 12.93 15.16 229.8256 167.1849 196.0188 Jun 02 11.48 14.85 220.5225 131.7904 170.478 Jul 02 10.05 14.22 202.2084 101.0025 142.911

Agu 02 10.6 13.93 194.0449 112.36 147.658 Sep 02 10.48 13.58 184.4164 109.8304 142.3184 Okt 02 10.33 13.13 172.3969 106.7089 135.6329 Jumlah 260.49 324.22 4800.525 3148.48 3871.398

Setelah mendapatkan hitungan-hitungan hasil pengembangan data, maka angka-angka tersebut dapat secara langsung dimasukkan ke dalam rumus I, sebagai berikut:

Mencari nilai b:

n (∑ XY )− (∑ X )(∑Y ) 2

b = n (∑ X )− (∑ X )2

43

Page 44: Ekonometrika Modul

22 (3.871,398)− (324,22)(260,49)b = 22 (4.800,525) (− 324,22)2

85.170,76 −84.456,0678 = 105.611,60 −105.118,6084714,6922= 492,9916

b = 1,4497

dengan diketahuinya nilai b, maka nilai a juga dapat ditentukan, karena rumus pencarian a terkait dengan nilai b.

Mencari nilai a:

−b. X a = ∑Y ∑

n

260,49 −1,4497 (324,22)= 22

260,49 − 470,022 = 22

a = -9.5241

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa nilai a dan b dapat pula dicari dengan menggunakan rumus kedua. Demikian pula, agar dapat secara langsung menggunakan rumus II ini, perlu menghitung dulu komponen-komponen rumus.Langkah yang dapat dilakukan dicontohkan sebagai berikut:

44

Page 45: Ekonometrika Modul

Mencari nilai b, menggunakan rumus kedua:

∑ xyb = 2∑ x

Dari rumus di atas, kita perlu menemukan dulu nilai dari ∑ xy atau ∑ x 2 yang dapat dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut:

2 2∑ x =∑ X − (∑ X )2 / n

2 2∑ y =∑Y −(∑Y )2 / n

∑ xy =∑ XY − (∑ X ∑Y ) / n

maka:

2 324.222

∑ x = 4800.53 -22

= 4800.53 – 4778.12

= 22.41

260.492

y 2 = 3148.48 -∑ 22

= 3148.48 – 3084.32

= 64.16

45

Page 46: Ekonometrika Modul

(324.22 − 260.49)∑ xy = 3871,40 -22

= 3871.40 – 3838.91

= 32.49

Dengan diketahuinya, nilai-nilai tersebut, maka nilai b dapat ditentukan, yaitu:

32.49b = = 1.4498 22.41

Dengan diketahuinya nilai b, maka nilai a juga dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

a =Y −b X

= 11.8405 – (1.4498 x 14.7373)

= 11.8405 – 21.3661

a= -9.5256

Hasil pencarian nilai a dan b dengan menggunakan rumus I dan II didapati angka yang cenderung sama. Pada penghitungan rumus I nilai a = –9,5241 dan b = 1,4497. Sedangkan hasil penghitungan dengan rumus II, nilai a = -9,5256 dan b = 1,4498. Tampak bahwa hingga dua angka di belakang koma tidak terdapat perbedaan, sedangkan tiga angka di belakang koma mulai ada perbedaan. Perbedaan ini sifatnya tidak tidak substansial, karena munculnya perbedaan itu sendiri akibat dari

46

Page 47: Ekonometrika Modul

pembulatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, mencari a dan b dengan rumus I ataupun rumus II akan menghasilkan nilai yang sama.

Bantuan dengan SPSS

Nilai a dan b dapat dilakukan dengan melalui bantuan SPSS. Caranya: Klik Analize, pilih regression, pilih linear, masukkan variabel Y ke dalam kotak Dependent Variable (caranya pilih variabel Y dan pindahkan dengan klik pada segitiga hitam), pindahkan variabel X ke kotak Independent Variable, kemudian klik OK. SPSS akan menunjukkan hasilnya. Nilai a dan b akan tertera dalam output berjudul Coefficient.

47

Page 48: Ekonometrika Modul

Output

Model Summary

.857a .734 .721 .9236 Model 1

R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), X1 a.

48

Page 49: Ekonometrika Modul

bANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression Residual Total

1 47.101 17.059 64.160

1 20 21

47.101 .853

55.220 .000a

a. Predictors: (Constant), X1 b. Dependent Variable: Y

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardi zed

Coefficien ts

t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant)

X1 -9.527 1.450

2.882 .195 .857

-3.305 7.431

.004

.000 a. Dependent Variable: Y

Catatan: Hasil penghitungan manual dan SPSS tampaknya ada perbedaan dalam desimal. Itu disebabkan adanya penghitungan pembulatan.

Meskipun nilai a dan b dapat dicari dengan menggunakan rumus tersebut, namun nilai a dan b baru dapat dikatakan valid (tidak bias)13 apabila telah memenuhi beberapa asumsi, yang terkenal dengan

13 Tidak bias artinya nilai a atau nilai b yang sebenarnya. Dikatakan demikian sebab, jika asumsi tidak terpenuhi, nilai a dan b besar kemungkinannya tidak merupakan nilai yang sebenarnya.

49

Page 50: Ekonometrika Modul

sebutan asumsi klasik.14 Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam OLS ada 3 asumsi, yaitu:

1). Asumsi nilai harapan bersyarat (conditional expected value) dari ei, dengan syarat X sebesar Xi, mempunyai nilai nol.

2). Kovarian ei dan ej mempunyai nilai nol. Nilai nol dalam asumsi ini menjelaskan bahwa antara ei dan ej tidak ada korelasi serial atau tida berkorelasi (autocorrelation).

3). Varian ei dan ej sama dengan simpangan baku (standar deviasi).

Asumsi 1,2,3, di atas diringkas sebagai berikut:

Asumsi Dinyatakan dalam E

Dinyatakan dalam Y Digunakan untuk

membahas 1 E (ei/Xi) = 0 E (Yi/Xi) = A + Bxi Multikolinea-

ritas 2 Kov (ei , ej) = 0,

i ≠ j Kov (Yi , Yj) = 0, i ≠ j Autokorelasi

3 Var (ei/Xi) = σ 2 Var (Yi/Xi) = σ 2 Heteroskedas -tisitas

Penjelasan asumsi-asumsi ini secara rinci akan dibahas pada bab tersendiri tentang Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas.

Prinsip-prinsip Metode OLS

14 Disebut klasik karena penemuannya pada jaman klasic (classic era), modelnya sering juga disebut sebagai model regresi klasik, baku, umum (classic, standard, general). Lihat Supranto (1983:73).

50

Page 51: Ekonometrika Modul

Perlu diketahui bahwa dalam metode OLS terdapat prinsip-prinsip antara lain:

1. Analisis dilakukan dengan regresi, yaitu analisis untuk menentukan hubungan pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Regresi sendiri akan menghitung nilai a, b, dan e (error), oleh karena itu dilakukan dengan cara matematis.

2. Hasil regresi akan menghasilkan garis regresi. Garis regresi ini merupakan representasi dari bentuk arah data yang diteliti. Garis regresi disimbolkan dengan Y (baca: Y topi, atau Y cap), yang berfungsi sebagai Y perkiraan. Sedangkan data disimbolkan dengan Y saja.

Perlu diingat, bahwa dalam setiap data tentu mempunyai lokus sebaran yang berbeda dengan yang lainnya, ada data yang tepat berada pada garis regresi, tetapi ada pula yang tidak berada pada garis regresi. Data yang tidak berada tepat pada garis regresi akan memunculkan nilai residual yang biasa disimbulkan dengan ei, atau sering pula disebut dengan istilah kesalahan pengganggu. Untuk data yang tepat berada pada garis maka nilai Y sama dengan Y .

Nilai a dalam garis regresi digunakan untuk menentukan letak titik potong garis pada sumbu Y. Jika nilai a > 0 maka letak titik potong garis regresi pada sumbu Y akan berada di atas origin (0), apabila nilai a < 0 maka titik potongnya akan berada di bawah origin (0). Nilai b atau disebut koefisien regresi berfungsi untuk menentukan tingkat kemiringan garis regresi. Semakin rendah

51

Page 52: Ekonometrika Modul

nilai b, maka derajat kemiringan garis regresi terhadap sumbu X semakin rendah pula. Sebaliknya, semakin tinggi nilai b, maka derajat kemiringan garis regresi terhadap sumbu X semakin tinggi. Gambaran uraian di atas dapat dilihat pada gambar berikut:

Y

ii bXaY +=ˆ

Y1 . . . . . e

. . e . . .

a b o .

0 X1 X

Munculnya garis Yi = a + bX i seperti dalam gambar di atas, didapatkan dari memasukkan angka Xi ke dalam persamaan Yi = a + bXi +e. Dengan menggunakan hasil hitungan pada data di atas, maka garis Yi = a + bX i besarnya adalah: Yi = −9,525 +1,449X i

Karena nilai a dalam garis regresi bertanda negatif (-) dengan angka 9,525, maka garis regresi akan memotong sumbu Y dibawah origin (0) pada angka – 9,525. Nilai parameter b variabel X yang besarnya 1,449 menunjukkan arti bahwa variabel X tersebut tergolong elastis, karena nilai b > 1. Artinya, setiap

52

Page 53: Ekonometrika Modul

perubahan nilai X akan diikuti perubahan yang lebih besar pada nilai Y. Tanda positif pada parameter b tersebut menunjukkan bahwa jika variabel X meningkat maka Y juga akan meningkat. Sebaliknya, jika X mengalami perubahan yang menurun, maka Y juga akan menurun, dengan perbandingan perubahan 1:1,449.

Ingat Elastisitas

Jenis Koefisien Sifat Elastisitas Elastisitas Elastisitas Elastik E > 1 Perubahan yang terjadi pada variabel

bebas diikuti dengan perubahan yang lebih besar pada variabel terikat

Elastik E = 1 Perubahan yang terjadi pada variabel Unitary bebas diikuti dengan perubahan yang

sama besar pada variabel terikat Inelastik E < 1 Perubahan yang terjadi pada variabel

bebas diikuti dengan perubahan yang lebih kecil pada variabel terikat

Tanda (+) pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang searah. Artinya, jika variabel bebas meningkat, maka variabel terikat juga meningkat. Demikian pula sebaliknya. Tanda (-) pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang berlawanan. Artinya, jika variabel bebas meningkat, maka variabel terikat akan menurun. Demikian pula sebaliknya.

53

Page 54: Ekonometrika Modul

Menguji Signifikansi Parameter Penduga

Seperti dijelaskan di muka, dalam persamaan fungsi regresi OLS variabelnya terbagi menjadi dua, yaitu: variabel yang disimbolkan dengan Y (yang terletak di sebelah kiri tanda persamaan) disebut dengan variabel terikat (dependent variable). Variabel yang disimbolkan dengan X (disebelah kanan tanda persamaan) disebut dengan variabel bebas (independent variable). Utamanya metode OLS ditujukan tidak hanya menghitung berapa besarnya a atau b saja, tetapi juga digunakan pula untuk menguji tingkat signifikansi dari variabel X dalam mempengaruhi Y.

Pengujian signifikansi variabel X dalam mempengaruhi Y dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) pengaruh secara individual, dan 2) pengaruh secara bersama-sama. Pengujian signifikansi secara individual pertama kali dikembangkan oleh R.A. Fisher, dengan alat ujinya menggunakan pembandingan nilai statistik t dengan nilai t tabel. Apabila nilai statistik t lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka variabel X dinyatakan signifikan mempengaruhi Y. Sebaliknya, jika nilai statistik t lebih kecil dibanding dengan nilai t tabel, maka variabel X dinyatakan tidak signifikan mempengaruhi Y. Metode dengan membandingkan antara nilai statistik (nilai hitung) dengan nilai tabel seperti itu digunakan pula pada pengujian signifikansi secara serentak atau secara bersama-sama. Hanya saja untuk pengujian secara bersama-sama menggunakan alat uji pembandingan nilai F. Hal Pengujian ini dikembangkan oleh Neyman dan Pearson.

Hal mendasar yang membedakan antara penggunaan uji t dan uji F terletak pada jumlah variabel bebas yang diuji signifikansinya dalam mempengaruhi Y. Jika hanya menguji signifikansi satu variabel bebas saja,

54

Page 55: Ekonometrika Modul

maka yang digunakan adalah uji t. Oleh karena itu disebut sebagai uji signifikansi secara individual. Sedangkan pengujian signifikansi yang menggunakan lebih dari satu variabel bebas yang diuji secara bersama-sama dalam mempengaruhi Y, maka alat ujinya adalah menggunakan uji F. Sebagai perbandingan antara penggunaan uji t dan uji F dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 2. Pembandingan antara uji t dan uji F

Hal yang dibandingkan Uji t Uji F Penemu R.A. Fisher Neyman, Pearson Signifikan t hitung > t tabel F hitung > F tabel Tidak signifikan t hitung < t tabel F hitung < F tabel Pengujian Individual Serentak Banyaknya variabel Satu Lebih dari satu

Uji t

Untuk menguji hipotesis bahwa b secara statistik signifikan, perlu terlebih dulu menghitung standar error atau standar deviasi dari b. Berbagai software komputer telah banyak yang melakukan penghitungan secara otomatis, tergantung permintaan dari user. Namun perlu bagi kita untuk mengetahui formula dari standar error dari b, yang ternyata telah dirumuskan sebagai berikut:

2∑(Yt − Y

t )Sb = 2(n − k )∑(X t − X )

Atau dapat ditulis pula dengan rumus sebagai berikut:

55

Page 56: Ekonometrika Modul

∑et 2

Sb = 2(n − k )∑(X t − X )

Dimana:

Yt dan Xt adalah data variabel dependen dan independen pada periode t Yt adalah nilai variabel dependen pada periode t yang didapat dari perkiraan garis regresi X merupakan nilai tengah (mean) dari variabel independen e atau Yt − Y

t merupakan error term n adalah jumlah data observasi k adalah jumlah perkiraan koefisien regresi yang meliputi a dan b (n-k) disebut juga dengan degrees of freedom (df).

Guna menghitung standar deviasi dari data yang tersedia berdasar rumus di atas, maka diperlukan menghitung nilai Yt terlebih dulu, untuk mempermudah penghitungan e atau Yt − Y

t . Caranya adalah memasukkan nilai X ke dalam hasil regresi yang di hasilkan di atas. Dengan demikian tabel data akan menghasilkan kolom Yt sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini.

56

Page 57: Ekonometrika Modul

Bantuan dengan SPSS

• Uji t dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan SPSS pada tabel Coefficient.

• Uji F dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan SPSS pada tabel ANOVA.

• Kolom Sig. baik pada tabel Coefficient maupun ANOVA menunjukkan tingkat signifikansi pada derajat kesalahan (α) tertentu. Misal, kolom Sig. menunjukkan angka 0,04 itu berarti bahwa tingkat kesalahannya mencapai 4%. Angka sebesar itu dapat dikatakan signifikan jika derajat kesalahan (α) telah ditentukan sebesar 0,05. Tetapi jika α ditentukan 0,01 maka angka tersebut tidak signifikan.

Tabel pengembangan data untuk menghitung Standar Deviasi

Y (Y − Y ) (Y − Y )2 (X − X ) (X − X )2 X1 Y

13.06 8.28 9.413 -1.133 1.284 -1.68 2.82 13.81 9.14 10.501 -1.361 1.851 -0.93 0.86 13.97 10.62 10.733 -0.113 0.013 -0.77 0.59 13.79 10.51 10.472 0.038 0.001 -0.95 0.90 14.03 10.82 10.820 0.001 0.000 -0.71 0.50 14.14 12.11 10.979 1.131 1.279 -0.60 0.36 14.39 13.04 11.342 1.699 2.885 -0.35 0.12 14.97 12.23 12.183 0.047 0.002 0.23 0.05 15.67 13.01 13.198 -0.188 0.035 0.93 0.86 15.91 12.47 13.546 -1.076 1.157 1.17 1.37 16.02 12.91 13.705 -0.795 0.632 1.28 1.64 16.21 12.55 13.981 -1.431 2.046 1.47 2.16 16.19 14.42 13.952 0.468 0.219 1.45 2.10

57

Page 58: Ekonometrika Modul

15.88 15.13 13.502 1.628 2.650 1.14 1.30 15.76 14.08 13.328 0.752 0.566 1.02 1.04 15.55 13.3 13.024 0.277 0.076 0.81 0.66 15.16 12.93 12.458 0.472 0.223 0.42 0.18 14.85 11.48 12.009 -0.528 0.279 0.11 0.01 14.22 10.05 11.095 -1.045 1.092 -0.52 0.27 13.93 10.6 10.675 -0.075 0.006 -0.81 0.66 13.58 10.48 10.167 0.313 0.098 -1.16 1.35 13.13 10.33 9.515 0.816 0.665 -1.61 2.59

324.22 260.49 260.591 -0.101 17.060 -0.06 22.41

Dengan adanya pengembangan data menjadi seperti tertera pada tabel di atas, maka Sb dapat segera dicari, dimana hasilnya ditemukan sebesar:

17.06Sb = 20(22.41)

17.06 = 448.2

= 0.195

Selain dicari dengan rumus seperti di atas, Sb dapat pula dicari melalui jalan lain dengan rumus yang dapat dituliskan sebagai berikut:

2seSb = ∑ xi

2

Bila kita hendak menggunakan rumus ini, maka perlu terlebih dulu mencari nilai S 2 yang dapat dicari dengane

membagi nilai total ei2 dengan n-2. Jadi S 2 dapat dicarie

dengan rumus sebagai berikut:

58

Page 59: Ekonometrika Modul

∑ei 2

2s = e n − 2

Agar rumus ini dapat langsung digunakan, tentu terlebih dulu harus mencari nilai total ei

2 yang dapat dicari melalui rumus berikut ini:

Rumus mencari nilai total ei 2 :

2 2 2 2∑ei = ∑ yi − b ∑ xi

Dengan memasukkan nilai komponen rumus yang telah didapatkan melalui hitungan-hitungan terdahulu, maka nilai ei

2 dapat diketahui, yaitu:

ei 2 = 64.16 – 2.1019 (22.41)

= 64.16 – 47.1040 = 17.056

Hitungan di atas telah memastikan bahwa nilai ei 2

adalah sebesar 17,056. Dengan diketemukannya nilai ei

2 ini maka nilai se 2 pun dapat diketahui melalui hitungan

sebagai berikut:

22 ∑eis = e n − 2

17.056 = 22 − 2

17.056 = 20

= 0.8528

59

Page 60: Ekonometrika Modul

Karena nilai s 2 merupakan salah satu komponen e

untuk mencari nilai Sb, maka dengan ditemukannya nilai s 2 sebesar 0,8528 tentu saja nilai Sb pun dapat diketahui,e

yaitu:

se 2

Sb = ∑ xi

2

0.8528 = 22.41

= 0.195

Hitungan dengan rumus ini ternyata menghasilkan nilai Sb yang sama besar dengan hitungan menggunakan rumus yang pertama, yaitu nilai Sb sebesar 0,195. Dengan diketahuinya nilai Sb, maka nilai statistik t (baca: t hitung) dapat ditentukan, karena rumus mencari t hitung adalah:

bt = sb

Jadi, nilai t hitung variabel X adalah sebesar:

1.4498t = 0.195

= 7.4348

Penghitungan nilai t dengan cara yang dilakukan di atas, menunjukkan bahwa nilai statistik t sebesar

60

Page 61: Ekonometrika Modul

7,4348. Angka tersebut umumnya disebut pula sebagai nilai t hitung. Besarnya angka t hitung ini yang menentukan signifikan tidaknya variabel X dalam mempengaruhi variabel Y. Cara menentukan signifikan tidaknya nilai t tersebut adalah melalui pembandingan antara nilai t hitung dengan nilai t tabel. Nilai t tabel sebenarnya telah ditentukan pada tabel t student yang telah ditetapkan oleh para penemunya. Karena untuk menentukan signifikan tidaknya nilai t hitung adalah melalui upaya membandingkan dengan nilai t tabel, maka dapat diketahui bahwa, jika nilai t hitung > t tabel, maka signifikan. Jika nilai t hitung < t tabel, maka tidak signifikan.

Dengan menggunakan contoh data di atas, seandainya kita menggunakan derajat kesalahan yang ditolerir adalah 5 % (baca: α = 0,05), dan karena jumlah observasi adalah sebanyak 22 (baca: n=22), maka degree of freedom (df) sama dengan sebesar n-k = 20, karena jumlah k adalah 2, yaitu 1 parameter a dan 1 parameter b, maka nilai t tabelnya adalah sebesar 1,725. (Lihat data t tabel di halaman lampiran).

Nilai t tabel yang besarnya 2,086, sudah tentu angka tersebut lebih kecil dibanding dengan nilai t hitung yang besarnya 7,4348. Atas dasar itu dapat dipastikan bahwa variabel X (budep) signifikan mempengaruhi Y (inflasi).

Gambaran pengujian nilai t dapat disimak melalui gambar di bawah ini:

61

Page 62: Ekonometrika Modul

Daerah diterima

Daerah Ditolak Daerah Ditolak

-t α/2; (n-k-1) t α /2; (n-k-1)

-1,725 1,725

Gb.3.1. Daerah Uji t

Gambar di atas menunjukkan pengujian nilai t dua arah atau two sided atau two tail test. Kutub sebelah kiri bertanda negatif. Nilai t hitung bertanda negatif yang nilainya lebih kecil dari nilai –2.806 berada pada daerah ditolak. Kutub sebelah kanan yang bertanda positif berguna sebagai pembatas nilai t hitung yang lebih kecil dari 1,725 berarti berada di daerah tolak. Tanda -t α/2 atau t α/2 memberikan arti bahwa masing-masing kutub mempunyai daerah distribusi tolak sebesar 2,5%. Jumlah dari keduanya mencerminkan α = 5%.

Jika pengujian nilai t menggunakan pengujian satu arah atau one tail test, maka daerah tolak hanya ada pada salah satu kutub saja. Bilai nilai t hitungnya negatif, maka daerah tolak berada pada sebelah kiri kurva, sedang bila nilai t hitungnya positif, maka daerah tolak berada pada sisi sebelah kanan. Probabilitas daerah tolak tidak lagi terbagi menjadi dua dengan porsi masing-masing 2,5%, tetapi telah penuh sebesar 5%.

62

Page 63: Ekonometrika Modul

Interpretasi Hasil regresi Setelah tahapan analisis regresi dilakukan sesuai

dengan teori-teori yang relevan, langkah terpenting berikutnya adalah menginterpretasi hasil regresi. Interpretasi yang dimaksudkan disini adalah mengetahui informasi-informasi yang terkandung dalam hasil regresi melalui pengartian dari angka-angka parameternya. Dengan mengambil hitungan dari contoh kasus di atas, maka hasil analisis regresi atas pengaruh variabel suku bunga (Budep) (X) terhadap tingkat inflasi di Indonesia selama 22 bulan mulai dari Januari 2001 hingga Oktober 2002 (Inflasi) (Y) dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

Inflasi = -9,5256 + 1,4498 Budep + e

thit = (7,4348) Persamaan di atas menginformasikan bahwa variabel Budep signifikan mempengaruhi variabel Inflasi. Terbukti dari nilai thit variabel Budep sebesar 7,4348 lebih besar dibanding nilai ttabel, pada α=5% dengan d.f. sebanyak 20, yang besarnya 1,725. Nilai b Budep yang besarnya 1,4498 menginformasikan bahwa setiap Budep meningkat 1%, maka Inflasi akan mengalami peningkatan sebesar 1,4498%. Sebaliknya, apabila Budep turun sebesar 1% maka Inflasi juga akan mengalami penurunan sebesar 1,4498%. Perlu diingat bahwa nilai b juga mencerminkan tingkat elastisitas variabel X. Karena nilai b (1,4498) lebih besar dari angka 1 (satu), maka dapat dipastikan bahwa variabel Budep sangat elastis15. Artinya, besarnya tingkat perubahan yang terjadi pada Budep akan

15 Standar elastisitas dapat diketahui dari: jika E>1 = elastis, E=1 =uniter elastis, E<1 = inelastis.

63

Page 64: Ekonometrika Modul

mengakibatkan tingkat perubahan yang lebih besar pada variabel Y (Inflasi).

Koefisien Determinasi (R2) Pembahasan hasil regresi di atas menunjukkan

seberapa besar nilai a, b, dan t. Nilai a menjelaskan tentang seberapa besar faktor-faktor yang bersifat tetap mempengaruhi inflasi, sedangkan nilai b mencerminkan tingkat elastisitas variabel X. Nilai t sendiri mempertegas signifikan tidaknya variabel X dalam mempengaruhi Y. Dari beberapa nilai yang didapatkan tersebut, belum diperoleh keterangan tentang berapa besar pengaruh X (budep) terhadap Y (inflasi).

Sebagai ilustrasi, seandainya Y (inflasi) diibaratkan dengan gelas, dan variabel X (Budep) sebagai air, maka hitungan-hitungan yang dilakukan di atas belum mampu memberikan informasi tentang seberapa banyak air yang ada dalam gelas tersebut. Untuk memperoleh keterangan banyaknya isi (air) yang ada dalam gelas, atau seberapa besar pengaruh X (Budep) terhadap Y (Inflasi), maka perlu dilakukan penghitungan koefisien determinasi, yang biasa disimbolkan dengan R2 (baca: R square).

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu (0<R2<1). Nilai R2 yang mendekati 0 (nol) menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati angka 1 (satu) menunjukkan variabel-variabel independen memuat hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

64

Page 65: Ekonometrika Modul

Dengan kalimat lain dapat dijelaskan bahwa koefisien determinasi (R2) adalah angka yang menunjukkan proporsi variabel dependen yang dijelaskan oleh variasi variabel independen. Juga, dapat digunakan sebagai ukuran ketepatan dalam menentukan prediktor. Artinya, R2 menunjukkan seberapa besar sumbangan X terhadap Y. Untuk menentukan koefisien determinasi (R2) pada regresi linier sederhana, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

R2 ⎡ n ∑ XY − ∑ X ∑Y ⎤

= ⎢ ⎥ 2 2 2 2⎢ [n ∑ X − (∑ X ) ] [n ∑Y − (∑Y ) ]⎥⎣ ⎦

Rumus ini jika digunakan untuk menghitung data yang telah tersedia di atas, maka akan menghasilkan nilai sebagai berikut:

R2 ⎡ 22(3.871,4) −324,22(260,49) ⎤ = ⎢ ⎥

⎢ 2 2 ⎥[22(4.800,53) − (324,22) ] [22(3.148,48) − (260,49) ]⎣ ⎦

R2 ⎡ 714,73 ⎤ ⎡ 714,73 ⎤ = ⎢ ⎥ = ⎢ ⎥⎢ [493,06] [1.411,52]⎥⎦ ⎣22,20 x 37,57 ⎦⎣

R2 ⎡ 714,73 ⎤ = ⎢ ⎥ = 0,857 ⎣834,05 ⎦

Angka koefisien determinasi (R2) yang besarnya 0,857 ini bila ditulis dalam bentuk prosentase sama dengan 85,7%. Angka tersebut menjelaskan bahwa determinasi atau sumbangan variabel Bunga deposito

65

Page 66: Ekonometrika Modul

(budep) terhadap inflasi adalah sebesar 87,5%. Artinya, sumbangan faktor-faktor lain (selain Budep) terhadap Inflasi hanya sebesar 14,3%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Budep merupakan prediktor yang baik untuk menaksir Inflasi.

Bantuan dengan SPSS

• R2 (baca: R square) atau koefisien determinasi dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan SPSS pada tabel model summary.

• Misalkan angka R2 menunjukkan angka 0.734 menunjukkan arti bahwa determinasi dari variabel bebas terhadap variabel terikat adalah sebesar 73,4%.

• Ibarat air dalam gelas, variabel terikat (Y) adalah gelasnya dan air adalah variabel bebasnya (X). Terkait dengan angka 0,734 maka air dalam gelas adalah sebanyak 73,4% dari gelas tersebut.

Analisis regresi pada dasarnya adalah menjelaskan berapa besar pengaruh tingkat signifikansi variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen. Meskipun hasil regresi seperti tertera pada persamaan di atas telah dapat diinterpretasi, dan dapat menunjukkan inti tujuan analisis regresi, namun bukan berarti bahwa tahapan analisis telah selesai hingga di sini. Hasil regresi di atas masih perlu dipastikan apakah besarnya nilai thit ataupun angka-angka parameter telah valid ataukah masih bias.

Jika nilai-nilai tersebut sudah dapat dipastikan valid atau tidak bias, memang analisis regresi dapat berhenti di

66

Page 67: Ekonometrika Modul

sini saja. Tetapi, jika nilai-nilai belum dapat dipastikan valid, maka perlu dilakukan langkah-langkah analisis lanjutan untuk menjadikan parameter-parameter tersebut menjadi valid. Validitas (ketidakbiasan) informasi dari nilai-nilai hasil regresi dapat diketahui dari terpenuhinya asumsi-asumsi klasik, yaitu jika data variabel telah terbebas dari masalah Autokorelasi, tidak ada indikasi adanya heteroskedastisitas, maupun tidak terjadi multikolinearitas atau saling berkolinear antar variabel. Bahasan Asumsi Klasik akan dibahas tersendiri. -000-

Tugas: 1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas! 2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian

bab ini! 3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan regresi linier sederhana!

b. Coba tuliskan model regresi linier sederhana! c. Coba uraikan arti dari notasi atas model yang

telah anda tuliskan! d. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap

pada konstanta! e. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap

pada koefisien regresi! f. Jelaskan kegunaan standar error Sb! g. Jelaskan kegunaan nilai t! h. Coba uraikan bagaimana menentukan nilai t

yang signifikan! i. Jelaskan Apa yang dimaksud dengan

koefisien determinasi!

67

Page 68: Ekonometrika Modul

BAB IV

REGRESI LINIER BERGANDA

Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengetahui kegunaan dan spesifikasi model Menjelaskan hubungan antar variabel

Mengaitkan data yang relevan dengan teori Mengembangkan data

Menghitung nilai parameter Mengetahui arti dan fungsi parameter

Menentukan signifikan tidaknya variabel bebas Menentukan determinasi model

Menjelaskan tahapan-tahapan regresi Membaca hasil regresi

Menyebutkan asumsi-asumsi. Membedakan dengan regresi linier sederhana

68

Page 69: Ekonometrika Modul

BAB IV

REGRESI LINIER BERGANDA

Pengertian Regresi linier Berganda Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang regresi

linier dengan 2 (dua) variabel (yaitu variabel Y dan X) atau biasa disebut dengan single linier regression. Pada bab ini jumlah variabel yang digunakan akan ditambah menjadi lebih banyak, yaitu satu variabel Y dan jumlah variabel X nya lebih dari 1 (satu) variabel. Artinya, variabel X bisa berjumlah 2, 3, atau lebih. Jumlah X yang lebih dari satu tersebut terkenal dengan istilah Regresi Linier Berganda atau multiple linier regression.

Bertambahnya jumlah variabel X hingga lebih dari satu sangat memungkinkan, karena dalam keilmuan sosial semua faktor-vaktor atau variabel-variabel saling berkaitan satu dengan lainnya. Sebagai misal, munculnya inflasi tentu tidak hanya dipengaruhi oleh bunga deposito (budep) saja seperti yang telah diterangkan di atas, tetapi sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor lain seperti perubahan nilai tukar (kurs), jumlah uang beredar, kelangkaan barang, dan lain-lain.

Sebagaimana dalam teori inflasi, inflasi dapat digolongkan sebagai inflasi karena tarikan permintaan dan inflasi desakan biaya. Inflasi tarikan permintaan terjadi apabila masyarakat banyak memegang uang. Tentu secara singkat dapat diartikan bahwa terdapat jumlah kelebihan jumlah uang beredar yang ada di masyarakat. Selain itu dapat pula disebabkan ekspektasi masyarakat akibat adanya perubahan nilai tukar uang. Seperti yang pernah terjadi di Indonesia dalam kurun waktu pertengahan Juni

69

Page 70: Ekonometrika Modul

1997 hingga 2003, gerakan lonjakan inflasi ternyata terjadi pula pada gerakan lonjakan nilai tukar rupiah (IDR) terhadap dollar Amerika Serikat (USD). Inflasi desakan biaya mempunyai sebab yang hampir serupa. Inflasi jenis ini terjadi akibat melonjaknya harga-harga faktor produksi. Kalau ditelusuri, melonjaknya harga-harga faktor produksi dapat disebabkan banyak hal seperti semakin langkanya jenis barang, tuntutan kenaikan gaji pekerja, semakin mahalnya ongkos transportasi, atau bisa juga disebabkan oleh adanya perubahan nilai tukar mata uang juga. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa pemicu terjadinya inflasi desakan biaya karena perubahan pada sisi supply, sedang inflasi tarikan permintaan disebabkan perubahan pada sisi demand.

Berbagai alasan yang dijelaskan di atas, maka untuk semakin memperjelas perihal terjadinya inflasi, dapat dicoba menambah satu variabel penduga (X2) yaitu Kurs, yang menggambarkan nilai tukar IDR terhadap USD, pada kurun waktu yang sama dengan data sebelumnya yaitu antara Januari 2001 hingga Oktober 2002. Karena jumlah variabel X tidak lagi satu melainkan sudah dua, maka analisa yang akan digunakan adalah analisa regresi linier berganda. Dengan bertambahnya variabel Kurs sebagai variabel penduga, maka data yang dianalisis pun bertambah hingga menjadi sebagai berikut:

70

Page 71: Ekonometrika Modul

X1 Y X2 (Budep) (Inflasi) (Kurs)

13.06 8.28 9433.25 13.81 9.14 9633.78 13.97 10.62 10204.7 13.79 10.51 11074.75 14.03 10.82 11291.19 14.14 12.11 11294.3 14.39 13.04 10883.57 14.97 12.23 8956.59 15.67 13.01 9288.05 15.91 12.47 10097.91 16.02 12.91 10554.86 16.21 12.55 10269.42 16.19 14.42 10393.82 15.88 15.13 10237.42 15.76 14.08 9914.26 15.55 13.3 9485.82 15.16 12.93 9115.05 14.85 11.48 8688.65 14.22 10.05 8964.7 13.93 10.6 8928.41 13.58 10.48 8954.43 13.13 10.33 9151.73

324.22 260.49 216816.7

Perubahan model dari bentuk single ke dalam bentuk multiple mengalami beberapa perubahan, meliputi: 1) jumlah variabel penjelasnya bertambah, sehingga spesifikasi model dan data terjadi penambahan. 2) rumus penghitungan nilai b mengalami perubahan, 3) jumlah degree of freedom dalam menentukan nilai t juga berubah.

71

Page 72: Ekonometrika Modul

Model Regresi Linier Berganda Penulisan model regresi linier berganda merupakan pengembangan dari model regresi linier tunggal. Perbedaannya hanya terdapat pada jumlah variabel X saja. Dalam regresi linier tunggal hanya satu X, tetapi dalam regresi linier berganda variabel X lebih dari satu. Model regresi linier umumnya dituliskan sebagai berikut: Populasi: Y = A + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+ BnXn + e Atau Y = B0 + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+ BnXn + e Sampel : Y = a + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b nXn + e Atau Y = b0 + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b nXn + e

Perlu diingat bahwa penulisan model sangat beragam. Hal ini dapat dimengerti karena penulisan model sendiri hanya bertujuan sebagai teknik anotasi untuk memudahkan interpretasi. Penulisan cara di atas adalah bentuk model yang sering dijumpai dalam beberapa literatur. Notasi model seperti itu tentu berbeda dengan notasi model Yale16. Apabila kita ingin menganalisis pengaruh Budep dan Kurs terhadap Inflasi dengan mengacu model Yale, maka notasi model menjadi seperti berikut: Populasi: Y = B1.23 + B12.3X2i + B13.2X3i + e Sampel : Y = b1.23 + b12.3X2i + b13.2X3i + e

16 G.U. Yale, On the Theory of Correlation for any Number of Variables, Treated by a new System of Notation, Preceeding of Royal Society, A, Vol.79, 1970.

72

Page 73: Ekonometrika Modul

Notasi model Yale ini mempunyai spesifikasi dalam menandai variabel terikat yang selalu dengan angka 1. Untuk variabel bebas notasinya dimulai dari angka 2, 3, 4, dan seterusnya.17 Notasi b1.23 berarti nilai perkiraan Y kalau X2 dan X3 masing-masing sama dengan 0 (nol). Notasi b12.3 berarti besarnya pengaruh X2 terhadap Y jika X3 tetap. Notasi b13..2 berarti besarnya pengaruh X3 terhadap Y jika X2 tetap.

Penulisan model dengan simbol Y untuk variabel dependen, dan X untuk variabel independen, saat ini mulai ada penyederhanaan lagi, yang intinya untuk semakin memudahkan interpretasi. Berdasar pada keinginan mempermudah dalam mengingat variabel yang akan dibahas, maka notasi model dapat pula ditulis sebagai berikut:

Inflasi = b0 + b1Budep + b2 Kurs + ε ............................... (Pers.f.2)

Penulisan dengan gaya seperti ini ternyata sekarang lebih disukai oleh penulis-penulis saat ini, karena memberikan kemudahan bagi para pembacanya untuk tidak mengingat-ingat arti dari simbol X yang dituliskan, tetapi cukup dengan melihat nama variabelnya. Dengan pertimbangan tersebut maka cara ini nanti juga akan banyak digunakan dalam pembahasan selanjutnya.

Penghitungan Nilai Parameter Penggunaan metode OLS dalam regresi linier

berganda dimaksudkan untuk mendapatkan aturan dalam

17 Penulisan model seperti ini ditemui pula dalam buku-buku karya Gujarati

73

Page 74: Ekonometrika Modul

mengestimasi parameter yang tidak diketahui. Prinsip yang terkandung dalam OLS sendiri adalah untuk meminimalisasi perbedaan jumlah kuadrat kesalahan (sum of square) antara nilai observasi Y dengan Y . Secara matematis, fungsi minimalisasi sum of square ditunjukkan dalam rumus:

n ˆ)2∑e2 (b0, b1,b2) = ∑ (Y − Y

n=1

= ∑ n

(Y − b0 − b1 X 1 − b2 X 2 )2

n=1

Untuk mendapatkan estimasi least square b0, b1,b2 minimum, dapat dilakukan melalui cara turunan parsial (partially differentiate) dari formula di atas, sebagai berikut:

∂∑e2

= 2nb0 + 2b1 ∑ X 1 + 2b2 ∑ X 2 − 2∑Y∂b0

∂∑ 22e

= 2b0 ∑ X 1 + 2b1 ∑ X 1 + 2b2 ∑ X 1 X 2 − 2∑ X 1Y∂b1

∂∑e2

∂b = 2b0 ∑ X 2 + 2b1 ∑ X 1 X 2 +2b2 ∑ X 2

2 − 2∑ X 2Y2

Jadikan nilai-nilai turunan parsial di atas menjadi sama dengan 0 (nol), dengan cara membagi dengan angka 2, hingga menjadi:

nb0 + ∑ X 1b1 + ∑ X 2b2 = ∑Y

∑ X 1b0 + ∑ X 12b1 + ∑ X 1 X 2b2 = ∑ X 1Y

74

Page 75: Ekonometrika Modul

∑ X 2b0 + ∑ X 1 X 2b1 + ∑ X 22b2 = ∑ X 2Y

Untuk menyederhanakan rumus paling atas dilakukan pembagian dengan n, sehingga memperoleh rumus baru sebagai berikut: b0 + b X 1 + b X = Y1 2 2

b = Y − b X − b X0 1 1 2 2

Kalau kita notasikan: y = Y − Y

x = X − X1 1 1

x2 = X 2 − X 2

maka b1 dan b2 dapat dicari dengan rumus:

(∑ x y)(∑ x22 ) − (∑ x y)(∑ x1 x )1 2 2b1 = 2 2 2(∑ x1 )(∑ x2 ) − (∑ x1 x2 )

(∑ x y)(∑ x12 ) − (∑ x y)(∑ x1 x )2 1 2b2 = 2 2 2(∑ x1 )(∑ x2 ) − (∑ x1 x2 )

Telah dikemukaan di atas bahwa pencarian nilai b pada single linier berbeda dengan multiple linier. Perbedaan ini muncul karena jumlah variabel penjelasnya bertambah. Semakin banyaknya variabel X ini maka kemungkinan-kemungkinan yang menjelaskan model juga mengalami pertambahan. Dalam single linier kemungkinan perubahan variabel lain tidak terjadi, tetapi dalam multiple linier hal itu terjadi. Misalnya, Jika terjadi

75

Page 76: Ekonometrika Modul

perubahan pada X1, meskipun X2 konstan, akan mampu merubah nilai harapan dari Y. Begitu pula, perubahan pada X2, meskipun X1 konstan, akan mampu merubah nilai harapan dari Y. Perubahan yang terjadi pada X1 atau X2 tentu mengakibatkan perubahan nilai harapan Y atau E(Y/X1,X2) yang berbeda. Oleh karena itu pencarian nilai b mengalami perubahan.

Guna mengetahui seberapa besar kontribusi X1 terhadap perubahan Y, tentu perlu untuk melakukan kontrol pengaruh dari X2. Begitu pula, untuk mengetahui kontribusi X2, maka perlu juga melakukan kontrol terhadap X1. Dari sini dapat timbul pertanyaan, bagaimana caranya mengontrolnya? Untuk menjawabnya, perlu ilustrasi secara konkrit agar mudah dipahami. Misalnya kita hendak mengontrol pengaruh linier X2 ketika melakukan pengukuran dampak dari perubahan X1 terhadap Y, maka dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Tahap pertama: lakukan regresi Y terhadap X2.

Y = b0 + b2 X2 + e1

Dimana e1 merupakan residual, yang besarnya:

e1 = Y – b0 – b2X2

= Y- Y

Tahap kedua: lakukan regresi X1 terhadap X2

X1 = b0 + b2 X2 + e2

Dimana e1 merupakan residual, yang besarnya:

76

Page 77: Ekonometrika Modul

e2 = X1 – b0 – b2X2

= X1- X

Tahap ketiga: lakukan regresi e1 terhadap e2

e1 = a0 + a1e2 +e3

Besarnya a1 pada tahap ketiga inilah yang merupakan nilai pasti atau net effect dari perubahan satu unit X1 terhadap Y, atau menunjukkan kemiringan (slope) garis Y atas variabel X1.

Logika dari teori tersebut yang mendasari rumus yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien regresi parsial (partial regression coefficients) (baca: b1, b2). Dengan memanfaatkan data yang telah tersedia, kita dapat pula menentukan nilai b1 variabel Budep maupun b2 variabel Kurs. Pencarian koefisien regresi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang telah ditentukan di atas. Guna mempermudah dalam memasukkan angka-angka ke dalam rumus, maka data yang ada perlu diekstensifkan sesuai dengan kebutuhan rumus tersebut. Hasil ekstensifikasi dari beberapa rumus yang dicari sebagai berikut:

( X )2 2 2 ∑ 1∑ x1 = ∑ X −1 n

( X )2 2 2 ∑ 2∑ x2 = ∑ X −2 n

(∑ X 1 )(∑Y )∑ x1 y = (∑ X 1Y ) −

n

(∑ X 2 )(∑Y )∑ x2 y = (∑ X Y ) −

n2

77

Page 78: Ekonometrika Modul

(∑ X 1 )(∑ X )∑ x1 x2 = (∑ X 1 X 2 ) − 2

n

Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut di atas, maka nilai total masing-masing komponen rumus yang dikembangkan adalah tertera sebagai berikut:

X1 Y X2 ∑ 2x1 ∑ 2x2 ∑ x1 y ∑ x2 y ∑ 2x1 x 324.22 260.49 216,816.70 22.40 14,318,503.69 32.48 7,274.46 2,227.72

Berdasarkan data-data yang tertera dalam tabel di atas, maka nilai b0, b1, dan b2 dapat ditentukan, melalui pencarian menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

Rumus untuk mencari nilai b1 (pada model multiple regression) adalah:

(∑ x y)(∑ x22 ) − (∑ x y)(∑ x1 x )1 2 2b1= 2 2 2(∑ x1 )(∑ x2 ) − (∑ x1 x2 )

Rumus untuk mencari nilai b2 (pada model multiple regression) adalah:

(∑ x y)(∑ x12 ) − (∑ x y)(∑ x1 x )2 1 2b2 = 2 2 2(∑ x1 )(∑ x2 ) − (∑ x1 x2 )

Rumus untuk mencari nilai b0 (pada model multiple regression) adalah: b = Y − b X − b X0 1 1 2 2

Dengan menggunakan rumus pencarian b1 di atas, maka diketahui bahwa nilai b1 adalah:

78

Page 79: Ekonometrika Modul

(∑ x y)(∑ x22 ) − (∑ x y)(∑ x1 x )1 2 2b1 = 2 2 2(∑ x1 )(∑ x2 ) − (∑ x1 x2 )

(32.49)(14.318.503,70) − (7.274,64)(2.227,72)= (22,41)(14.318.503,70) − (2.227,72)2

465.208.185,21−16.205.861,02= 320.877.667,92 − 4.962.736,40

449.002.324,19= 315.914.931,52

b1 = 1,421

Dengan menggunakan rumus pencarian b2 di atas, maka diketahui bahwa nilai b2 adalah:

(∑ x2 y)(∑ x12 ) − (∑ x1 y)(∑ x1 x2 )

b2 = 2 2 2(∑ x1 )(∑ x2 ) − (∑ x1 x2 )

(7.274,64)(22.41) − (32.49)(2.227,72)= (22.41)(14.318.503,70) − (2.227.72)2

163.024,68 − 72.378,62= 320.877.667,92 − 4.962.736,40

90.646,06 = 315.914.931,52

= 0,0002869 atau dapat ditulis dengan 2,869E-04

Dengan menggunakan rumus pencarian b0 di atas, maka diketahui bahwa nilai b0 adalah: b0 = Y − b1 X 1 − b2 X 2

79

Page 80: Ekonometrika Modul

= 11,84-1,421(14,73)-0,0002869(9.855,30) = 11,84-20,93,2,827 = -11,917

Nilai dari parameter b1 dan b2 merupakan nilai dari suatu sampel. Nilai b1 dan b2 tergantung pada jumlah sampel yang ditarik. Penambahan atau pengurangan akan mengakibatkan perubahan rentangan nilai b. Perubahan rentang nilai b1 dan b2 diukur dengan standar error. Semakin besar standar error mencerminkan nilai b sebagai penduga populasi semakin kurang representatif. Sebaliknya, semakin kecil standar error maka keakuratan daya penduga nilai b terhadap populasi semakin tinggi. Perbandingan antara nilai b dan standar error ini memunculkan nilai t, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

bt = Sb

dimana: b = nilai parameter Sb = standar error dari b. Jika b sama dengan 0 (b=0) atau Sb bernilai sangat besar, maka nilai t akan sama dengan atau mendekati 0 (nol). Untuk dapat melakukan uji t, perlu menghitung besarnya standar error masing-masing parameter ( baik b0, b1, b2), seperti diformulakan Gujarati (1995:198-199) sebagai berikut:

2 2 2 2 2⎡1 X 1 ∑ x2 + X 2 ∑ x1 − 2X 1 X 2 ∑ x1 x2 ⎤ ∑ E = ⎢ + ⎥Sb0 2 2 2

⎣n x1 x2 − ( x1 x2 ) ⎦⎥ n − 3⎢ ∑ ∑ ∑

80

Page 81: Ekonometrika Modul

∑ x22 ∑ E 2

=Sb1 2 2 2(∑ x1 )(∑ x2 ) − (∑ x1 x2 ) n − 3

∑ x12 ∑ E 2

=Sb2 2 2 2(∑ x1 )(∑ x2 ) − (∑ x1 x2 ) n − 3

Rumus-rumus di atas, dapat kita masuki dengan angka-angka yang tertera pada tabel, hanya saja belum semuanya dapat terisi. Kita masih memerlukan lagi angka untuk mengisi rumus ∑e2 . Untuk dapat mengisi rumus tersebut, perlu terlebih dulu mencari nilai e. Nilai e adalah standar error yang terdapat dalam persamaan regresi. Perhatikan persamaan regresi:

Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + e atau

Inflasi = b0 + b1Budep + b2 Kurs + e Secara matematis, dari persamaan regresi di atas nilai e dapat diperoleh, dengan cara mengubah posisi tanda persamaan hingga menjadi:

e = Y- (b0 + b1X1 + b2 X2)

Dengan memasukkan nilai b0, b1, b2, yang telah didapatkan, dan X1i, X2i, yang ada pada data, maka nilai total e dapat terlihat pada tabel berikut:

81

Page 82: Ekonometrika Modul

X1 Y X2 B0 B1 B2 e e^2 13.06 8.28 9433.25 -11.933 1.421 0.000287 -1.05 1.11 13.81 9.14 9633.78 -11.933 1.421 0.000287 -1.31 1.73 13.97 10.62 10204.70 -11.933 1.421 0.000287 -0.23 0.05 13.79 10.51 11074.75 -11.933 1.421 0.000287 -0.33 0.11 14.03 10.82 11291.19 -11.933 1.421 0.000287 -0.42 0.18 14.14 12.11 11294.30 -11.933 1.421 0.000287 0.71 0.50 14.39 13.04 10883.57 -11.933 1.421 0.000287 1.40 1.97 14.97 12.23 8956.59 -11.933 1.421 0.000287 0.32 0.10 15.67 13.01 9288.05 -11.933 1.421 0.000287 0.01 0.00 15.91 12.47 10097.91 -11.933 1.421 0.000287 -1.10 1.21 16.02 12.91 10554.86 -11.933 1.421 0.000287 -0.95 0.90 16.21 12.55 10269.42 -11.933 1.421 0.000287 -1.50 2.24 16.19 14.42 10393.82 -11.933 1.421 0.000287 0.37 0.13 15.88 15.13 10237.42 -11.933 1.421 0.000287 1.56 2.43 15.76 14.08 9914.26 -11.933 1.421 0.000287 0.77 0.60 15.55 13.3 9485.82 -11.933 1.421 0.000287 0.41 0.17 15.16 12.93 9115.05 -11.933 1.421 0.000287 0.71 0.50 14.85 11.48 8688.65 -11.933 1.421 0.000287 -0.18 0.03 14.22 10.05 8964.70 -11.933 1.421 0.000287 -0.80 0.63 13.93 10.6 8928.41 -11.933 1.421 0.000287 0.18 0.03 13.58 10.48 8954.43 -11.933 1.421 0.000287 0.55 0.30 13.13 10.33 9151.73 -11.933 1.421 0.000287 0.98 0.96

324.22 260.49216816.70 -11.933 1.421 0.000287 0.09 15.90

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai total nilai e adalah sebesar 0.09, sedangkan total nilai e2 adalah sebesar 15,90. Berdasarkan angka yang didapatkan tersebut, maka standar error b0, b1, b2, dapat dicari menggunakan rumus yang ada hingga hasil penghitungannya tertera sebagai berikut:

82

Page 83: Ekonometrika Modul

Mencari Sb0. 2 2 2 2 2⎡1 X 1 ∑ x2 + X 2 ∑ x1 − 2X 1 X 2 ∑ x1 x2 ⎤ ∑e

= ⎢ + ⎥Sb0 2 2 2 ⎣n x1 x2 − ( x1 x2 ) ⎥⎦ n − 3⎢ ∑ ∑ ∑

⎡ 1 (14,74) 2 (14.318 .503,69) + (9.855,3) 2 (22,40) − 2(14,74)(9.855,3)(2.227 ,72) ⎤ 15,90 ⎢ ⎥⎣ 22

+ (22,40)(14.318 .503,69) − (2.227 ,72) 2

⎦ 22 − 3

= ⎡ 1 3.110.946.932,32 + 2.175.643.413,22 − 647.228.946,04⎤ 15,90

+⎢ ⎥⎣22 320.734.482.66 − 4.962.736,40 ⎦ 19

⎡ 1 4.639.361.399,50⎤ 15,90 = +⎢ ⎥⎣22 315.771.746,26 ⎦ 19

= (0.045 +14,69) (0,84)

= 3,84 (0,84) = 3,226

Mencari Sb1.

∑ 22 ∑ 2x e

=Sb1 2 2 2( x1 )( x2 ) − (∑ x1 x2 ) n − 3∑ ∑ ⎡ 14.318.503,69 ⎤ 15,9 = ⎢ 2 ⎥⎣(22,40)(14.318.503,69) − (2.227,72) ⎦ 19

14.318.503,69 (0,84)= 315.771.746,26

83

Page 84: Ekonometrika Modul

= 0,045(0.84)

= 0,213 x 0,84 = 0,179

Mencari Sb2:

∑ x12 ∑e2

=Sb2 2 2 2(∑ x1 )(∑ x2 ) − (∑ x1 x2 ) n − 3

⎡ 22,40 ⎤ 15,9 = ⎢ 2 ⎥⎣(22,40)(14.318.503,69) − (2.227,72) ⎦ 19

22,40 = (0,84)315.771.746,26

= 0,000000070(0.84)

= 0,000266 x 0,84 = 0,000223

Setelah diketahui semua nilai standar error (Sb0, Sb1, Sb2) melalui penggunaan rumus-rumus di atas, maka nilai t untuk masing-masing parameter dapat diperoleh, karena nilai t merupakan hasil bagi antara b dengan Sb. Pencarian nilai t mempunyai kesamaan dengan model regresi linier sederhana, hanya saja pencarian SbPencarian masing-masing nilai t sebagai berikut:

nya yang berbeda. dapat dirumuskan

Mencari nilai statistik tb0:

84

Page 85: Ekonometrika Modul

t = b0

b0 Sb 0

Mencari nilai statistik tb1:

t = b1

b1 Sb1

Mencari nilai statistik tb2: bt = 2 ;b2 Sb 2

Dengan menggunakan rumus-rumus di atas, maka nilai tb0 adalah:

−11,917tb0 = = -3,6943,226

dan nilai tb1 adalah: 1,421tb1 = =7,9380,179

sedangkan nilai tb2 adalah: 0,0002869tb2 = = 1,2840,0002234

dengan diketahuinya nilai t hitung masing-masing parameter, maka dapat digunakan untuk mengetahui signifikan tidaknya variabel penjelas dalam mempengaruhi variabel terikat. Untuk dapat mengetahui apakah signifikan atau tidak nilai t hitung tersebut, maka perlu membandingkan dengan nilai t tabel. Apabila nilai t hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka variabel penjelas tersebut signifikan. Sebaliknya, jika nilai

85

Page 86: Ekonometrika Modul

t hitung lebih kecil darit tabel, maka variabel penjelas tersebut tidak signifikan.

Karena nilai tb1 adalah sebesar 7,938, yang berarti lebih besar dibanding nilai tabel pada α=5% dengan df 19 yang besarnya 2,093, maka dapat dipastikan bahwa variabel budep secara individual signifikan mempengaruhi inflasi. Sedangkan nilai tb2 yang besarnya 1,284 adalah lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel pada α =5% dengan df 19 yang besarnya 2,093, maka dapat dipastikan bahwa variabel Kurs secara individual tidak signifikan mempengaruhi inflasi.

Pengujian kedua nilai t dapat dijelaskan dalam bentuk gambar sebagai berikut:

Daerah diterima

7,938 Daerah ditolak t α /2; (n-k-1) (+)

2,093 Gb.3.2. Daerah Uji t Variabel Budep

Daerah diterima Daerah ditolak

1,284 t α /2; (n-k-1) (+)

2,093 Gb.3.2. Daerah Uji t Variabel Kurs

86

Page 87: Ekonometrika Modul

Bantuan dengan SPSS

Tahapan-tahan yang dilalui untuk melakukan regresi linier berganda dengan penghitungan-penghitungan nilai a, b, Sb di atas, dapat dilakukan dengan bantuan SPSS dengan tahapan sebagai berikut:

• Pastikan data SPSS sudah siap • Lakukan regresi, caranya: pilih Analyze, Reression, Linear

• Masukkan variabel Y ke kotak variabel dependen, dan variabel X1 dan X2 ke kotak variabel Independen, kemudian klik OK.

87

Page 88: Ekonometrika Modul

• Hasil regresi akan tampak dalam output regression yang menunjukkan tabel: model summary (memuat R2), ANOVA (memuat nilai F), Coefficient (memuat nilai t).

Model Summary

.867a .752 .726 .9148 Model 1

R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), X2, X1 a.

48.261 2 24.130 28.836 .000a

15.899 19 .837 64.160 21

Regression Residual Total

Model 1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

ANOVAb

Predictors: (Constant), X2, X1 a.

Dependent Variable: Yb.

88

Page 89: Ekonometrika Modul

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardi zed

Coefficien ts

t Sig.B Std. Error Beta 1 (Constant)

X1 X2

-11.933 1.421

2.869E-04

3.511 .195 .000

.840

.136

-3.399 7.298 1.177

.003

.000

.254 a. Dependent Variable: Y

Catatan: • Nilai a, b1, b2, antara hitungan manual dengan hitungan

SPSS terdapat sedikit perbedaan angka di belakang koma. Ini disebabkan oleh pembulatan angka saat penghitungan.

• Angka 2.869E-04 dibaca 0,0002869

89

Page 90: Ekonometrika Modul

Koefisien Determinasi (R2)

Disamping menguji signifikansi dari masing-masing variabel, kita dapat pula menguji determinasi seluruh variabel penjelas yang ada dalam model regresi. Pengujian ini biasanya disimbolkan dengan koefisien regresi yang biasa disimbolkan dengan R2. Uraian tentang koefisien determinasi sedikit banyak telah disinggung pada single linier regression. Pada sub bahasan ini hanya menambah penjelasan-penjelasan agar menjadi lebih lengkap saja.

Koefisien determinasi pada dasarnya digunakan untuk mengkur goodness of fit dari persamaan regresi, melalui hasil pengukuran dalam bentuk prosentase yang menjelaskan determinasi variabel penjelas (X) terhadap variabel yang dijelaskan (Y). Koefisien determinasi dapat dicari melalui hasil bagi dari total sum of square (TSS) atau total variasi Y terhadap explained sum of square (ESS) atau variasi yang dijelaskan Y. Dengan demikian kita dapat mendefinisikan lagi R2 dengan arti rasio antara variasi yang dijelaskan Y dengan total variasi Y. Rumus tersebut adalah sebagai berikut:

2 ESSR = TSS

Total variasi Y (TSS) dapat diukur menggunakan derajat deviasi dari masing-masing observasi nilai Y dari rata-ratanya. Hasil pengukuran ini kemudian dijumlahkan hingga mencakup seluruh observasi. Jelasnya:

TSS = ∑ n

(Yt − Y )2

t=1

90

Page 91: Ekonometrika Modul

Nilai explained sum of square (ESS) atau variasi yang dijelaskan Y didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ESS = ∑ n

(Y t − Y )2

t−1

Jadi, rumus di atas dapat pula dituliskan menjadi sebagai berikut:

2 2 ∑ (Y − Y )

R =∑ (Y − Y )2

dimana:

Y (baca: Y cap) adalah nilai perkiraan Y atau estimasi garis regresi.

Y (baca: Y bar) adalah nilai Y rata-rata. Y cap diperoleh dengan cara menghitung hasil

regresi dengan memasukkan nilai parameter dan data variabel. Penghitungan nilai Y cap menjadi penting untuk dilakukan agar mempermudah kita dalam menggunakan rumus R2 yang telah ditentukan di atas. Sebagai contoh menghitung Y cap, berikut ini dihitung nilai Y cap pada observasi 1. Hasil regresi adalah: Y = -11,917 + 1,421 (X1) + 0,0002869(X2) Jika observasi nomor 1 (satu) kita hitung, dimana X1= 13,06 dan X2 = 9.433,25, maka nilai Y1 = -11,917 + 1,421 (13,06) + 0,0002869(9.433,25)

= 9,438

91

Page 92: Ekonometrika Modul

Hasil hitungan Y cap individual maupun total, beserta ekstensinya diperlukan untuk menyesuaikan dengan rumus mencari R2. Hasil perhitungan dan pengembangan data selengkapnya tertera dalam tabel sebagai berikut:

X1 Y X2 B0 B1 B2 Y YY − )2( ˆ YY − YY − )2( YY − 13.06 8.28 9433.25 -11.933 1.421 0.000287 9.348 -2.493 6.214 -3.561 12.677 13.81 9.14 9633.78 -11.933 1.421 0.000287 10.471 -1.370 1.876 -2.701 7.293 13.97 10.62 10204.70 -11.933 1.421 0.000287 10.862 -0.978 0.957 -1.221 1.490 13.79 10.51 11074.75 -11.933 1.421 0.000287 10.856 -0.985 0.969 -1.331 1.770 14.03 10.82 11291.19 -11.933 1.421 0.000287 11.259 -0.581 0.338 -1.021 1.041 14.14 12.11 11294.30 -11.933 1.421 0.000287 11.416 -0.424 0.180 0.269 0.073 14.39 13.04 10883.57 -11.933 1.421 0.000287 11.654 -0.187 0.035 1.200 1.439 14.97 12.23 8956.59 -11.933 1.421 0.000287 11.925 0.085 0.007 0.390 0.152 15.67 13.01 9288.05 -11.933 1.421 0.000287 13.015 1.174 1.379 1.170 1.368 15.91 12.47 10097.91 -11.933 1.421 0.000287 13.588 1.748 3.054 0.630 0.396 16.02 12.91 10554.86 -11.933 1.421 0.000287 13.876 2.035 4.142 1.070 1.144 16.21 12.55 10269.42 -11.933 1.421 0.000287 14.064 2.223 4.943 0.710 0.503 16.19 14.42 10393.82 -11.933 1.421 0.000287 14.071 2.230 4.975 2.580 6.654 15.88 15.13 10237.42 -11.933 1.421 0.000287 13.586 1.745 3.045 3.290 10.821 15.76 14.08 9914.26 -11.933 1.421 0.000287 13.322 1.482 2.196 2.240 5.015 15.55 13.3 9485.82 -11.933 1.421 0.000287 12.901 1.061 1.125 1.460 2.130 15.16 12.93 9115.05 -11.933 1.421 0.000287 12.240 0.400 0.160 1.090 1.187 14.85 11.48 8688.65 -11.933 1.421 0.000287 11.678 -0.163 0.027 -0.361 0.130 14.22 10.05 8964.70 -11.933 1.421 0.000287 10.862 -0.979 0.958 -1.791 3.206 13.93 10.6 8928.41 -11.933 1.421 0.000287 10.439 -1.401 1.964 -1.241 1.539 13.58 10.48 8954.43 -11.933 1.421 0.000287 9.949 -1.891 3.577 -1.361 1.851 13.13 10.33 9151.73 -11.933 1.421 0.000287 9.366 -2.474 6.121 -1.511 2.282

324.22 260.49 216816.70 -11.933 1.421 0.000287 260.747 0.256 48.243 -0.001 64.160

Dengan menggunakan angka-angka yang terdapat dalam tabel di atas, maka nilai R2 dapat ditentukan. Adapun rumus untuk mencari nilai R2 adalah sebagai berikut:

(Y − Y )R 2 = ∑ 2

∑ (Y − Y )2

92

Page 93: Ekonometrika Modul

dengan demikian nilai R2 dari model yang ada adalah sebesar:

48,243R2 = 64,160

R2 = 0,751

Nilai R2 sebesar 0,751 tersebut menunjukkan arti bahwa determinasi variabel Budep (X1) dan Kurs (X2) dalam mempengaruhi inflasi (Y) adalah sebesar 75,1%. Nilai sebesar ini mengindikasikan bahwa model yang digunakan dalam menjelaskan variabel Y cukup baik, karena mencapai 75,1%. Sisanya sebesar 24,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model.

Uji F Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa dalam

regresi linier berganda variabel penjelasnya selalu berjumlah lebih dari satu. Untuk itu, maka pengujian tingkat signifikansi variabel tidak hanya dilakukan secara individual saja, seperti dilakukan dengan uji t, tetapi dapat pula dilakukan pengujian signifikansi semua variabel penjelas secara serentak atau bersama-sama. Pengujian secara serentak tersebut dilakukan dengan teknik analisis of variance (ANOVA) melalui pengujian nilai F hitung yang dibandingkan dengan nilai F tabel. Oleh karena itu disebut pula dengan uji F.

Pada prinsipnya, teknik ANOVA digunakan untuk menguji distribusi atau variansi means dalam variabel penjelas apakah secara proporsional telah signifikan menjelaskan variasi dari variabel yang dijelaskan. Untuk memastikan jawabannya, maka perlu dihitung rasio antara

93

Page 94: Ekonometrika Modul

variansi means (variance between means) yang dibandingkan dengan variansi di dalam kelompok variabel (variance between group). Hasil pembandingan keduanya itu (rasio antara variance between means terhadap variance between group) menghasilkan nilai F hitung, yang kemudian dibandingkan dengan nilai F tabel. Jika nilai F hitung lebih besar dibanding nilai F tabel, maka secara serentak seluruh variabel penjelas yang ada dalam model signifikan mempengaruhi variabel terikat Y. Sebaliknya, jika nilai F hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai F tabel, maka tidak secara serentak seluruh variabel penjelas yang ada dalam model signifikan mempengaruhi variabel terikat Y. Atau secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut: F ≤ Fα ;(k −1);(n−k ) Æ berarti tidak signifikan Æ atau H0

diterima F > Fα ;(k −1);(n−k ) Æ berarti signifikan Æ atau H0 ditolak

H0 diterima atau ditolak, adalah merupakan suatu keputusan jawaban terhadap hipotesis yang terkait dengan uji F, yang biasanya dituliskan dalam kalimat sebagai berikut: H0 : b1 = b2 = 0 Variabel penjelas secara serentak tidak

signifikan mempengaruhi variabel yang dijelaskan.

H0 : b1 ≠ b2 ≠ 0 Variabel penjelas secara serentak signifikan mempengaruhi variabel yang dijelaskan.

Karena uji F adalah membandingkan antara nilai F hitung dengan nilai F tabel, maka penting untuk mengetahui bagaimana mencari nilai F hitung ataupun nilai F tabel.

94

Page 95: Ekonometrika Modul

Nilai F hitung dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

R 2 /(k −1)F = 2(1− R ) /(n − k)

Sedangkan nilai F tabel telah ditentukan dalam tabel. Yang penting untuk diketahui adalah bagaimana cara membaca tabelnya. Seperti yang telah dituliskan pada pembandingan antara nilai F hitung dan nilai F tabel di atas, diketahui bahwa F tabel dituliskan Fα;k-1; (n-k).

Arti dari tulisan tersebut adalah: • Simbol α menjelaskan tingkat signifikansi (level of

significance) (apakah pada α =0,05 atau α =0,01 ataukah α =0,10, dan seterusnya).

• Simbol (k-1) menunjukkan degrees of freedom for numerator.

• Simbol (n-k) menunjukkan degrees of freedom for denominator.

Guna melengkapi hasil analisis data yang dicontohkan di atas, kita dapat menghitung nilai F berdasarkan rumus. Nilai F dari model tersebut ternyata besarnya adalah:

R 2 /(k −1)F = 2(1− R ) /(n − k)

(0,751) /(3 −1)= (1− 0,751) /(22 − 3)

0.3755= = 28.66 0.0131

95

Page 96: Ekonometrika Modul

Dari hasil penghitungan di atas diketahui bahwa nilai F hitung adalah sebesar 28,66. Nilai ini lebih besar dibanding dengan nilai F tabel pada α = 0,05 dengan (k-1) = 2, dan (n-k) = (22-3) = 19 yang besarnya 3,52. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel Budep dan Kurs secara serentak signifikan mempengaruhi inflasi. Dengan demikian, maka null hyphothesis ditolak. Daerah penolakan atau penerimaan hipotesis dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Daerah diterima Daerah ditolak

F(α; k-1; n-k) F0,05;2;19; 3,52

F

Gb.3.2. Daerah Uji F

-000-

Tugas: 1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas! 2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian

bab ini! 3. Lakukanlah perintah-perintah di bawah ini:

a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan regresi linier berganda!

b. Coba tuliskan model regresi linier berganda! c. Coba uraikan arti dari notasi atas model yang

telah anda tuliskan! d. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap

pada konstanta!

96

Page 97: Ekonometrika Modul

e. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap pada koefisien regresi!

f. Coba sebutkan perbedaan-perbedaan antara model regresi linier sederhana dengan model regresi linier berganda!

g. Jelaskan mengapa rumus untuk mencari nilai b pada model regresi linier erganda berbeda dengan model regresi linier sederhana!

h. Coba jelaskan apakah pencarian nilai t juga mengalami perubahan! kenapa?

i. Coba uraikan bagaimana menentukan nilai t yang signifikan!

j. Jelaskan apa kegunaan nilai F! k. Bagaimana menentukan nilai F yang

signifikan? l. Jelaskan apakah rumus dalam mencari

koefisien determinasi pada model regresi linier berganda berbeda dengan regresi linier sederhana! kenapa?

m. Jelaskan bagaimana variabel penjelas dapat dianggap sebagai prediktor terbaik dalam menjelaskan Y!

97

Page 98: Ekonometrika Modul

BAB V

UJI ASUMSI KLASIK

Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengerti apa yang dimaksud dengan uji asumsi klasik Mengerti item-item asumsi

Menjelaskan maksud item-item asumsi Menyebutkan nama-nama asumsi yang harus dipenuhi

Mengerti apa yang dimaksud dengan autokorelasi Mengerti apa yang dimaksud dengan Multikolinearitas

Mengerti apa yang dimaksud dengan Heteroskedastisitas Mengerti apa yang dimaksud dengan Normalitas

Menjelaskan timbulnya masalah-masalah dalam uji asumsi klasik

Menjelaskan dampak dari autokorelasi, heteroskedastisitas, multikolinearitas, normalitas

Menyebutkan alat deteksi dari masalah-masalah tersebut Menggunakan sebagian alat-alat deteksi Menjelaskan keterkaitan asumsi-asumsi

Menjelaskan konsekuensi-konsekuensi dari Asumsi

98

Page 99: Ekonometrika Modul

BAB V

UJI ASUMSI KLASIK

Di muka telah disinggung, baik dalam regresi linier sederhana maupun dalam regresi linier berganda, bahwa dalam kedua regresi linier tersebut perlu memenuhi asumsi-asumsi seperti yang telah di uraikan dalam kedua bahasan tersebut. Munculnya kewajiban untuk memenuhi asumsi tersebut mengandung arti bahwa formula atau rumus regresi diturunkan dari suatu asumsi tertentu. Artinya, tidak semua data dapat diperlakukan dengan regresi. Jika data yang diregresi tidak memenuhi asumsi-asumsi yang telah disebutkan, maka regresi yang diterapkan akan menghasilkan estimasi yang bias. Jika hasil regresi telah memenuhi asumsi-asumsi regresi maka nilai estimasi yang diperoleh akan bersifat BLUE, yang merupakan singkatan dari: Best, Linear, Unbiased, Estimator.

Best dimaksudkan sebagai terbaik. Untuk memahami arti Best, perlu kembali kepada kesadaran kita bahwa analisis regresi linier digunakan untuk menggambarkan sebaran data dalam bentuk garis regresi. Dengan kata lain, garis regresi merupakan cara memahami pola hubungan antara dua seri data atau lebih. Hasil regresi dikatakan Best apabila garis regresi yang dihasilkan guna melakukan estimasi atau peramalan dari sebaran data, menghasilkan error yang terkecil. Perlu diketahui bahwa error itu sendiri adalah perbedaan antara nilai observasi dan nilai yang diramalkan oleh garis regresi. Jika garis regresi telah Best dan disertai pula oleh kondisi tidak bias (unbiased), maka estimator regresi akan efisien.

Linear mewakili linear dalam model, maupun linear dalam parameter. Linear dalam model artinya model yang digunakan dalam analisis regresi telah sesuai dengan

99

Page 100: Ekonometrika Modul

kaidah model OLS dimana variabel-variabel penduganya hanya berpangkat satu. Sedangkan linear dalam parameter menjelaskan bahwa parameter yang dihasilkan merupakan fungsi linear dari sampel. Secara jelas bila diukur dengan nilai rata-rata.

Unbiased atau tidak bias, Suatu estimator dikatakan unbiased jika nilai harapan dari estimator b sama dengan nilai yang benar dari b. Artinya, nilai rata-rata b = b. Bila rata-rata b tidak sama dengan b, maka selisihnya itu disebut dengan bias.

Estimator yang efisien dapat ditemukan apabila ketiga kondisi di atas telah tercapai. Karena sifat estimator yang efisien merupakan hasil konklusi dari ketiga hal sebelumnya itu.

Asumsi-asumsi seperti yang telah dituliskan dalam bahasan OLS di depan, adalah asumsi yang dikembangkan oleh Gauss dan Markov, yang kemudian teori tersebut terkenal dengan sebutan Gauss-Markov Theorem. Serupa dengan asumsi-asumsi tersebut, Gujarati (1995) merinci 10 asumsi yang menjadi syarat penerapan OLS,18 yaitu: Asumsi 1: Linear regression Model. Model regresi

merupakan hubungan linear dalam parameter. Y = a + bX +e

Untuk model regresi Y = a + bX + cX2 + e Walaupun variabel X dikuadratkan, ini tetap merupakan regresi yang linear dalam parameter sehingga OLS masih dapat diterapkan.

Asumsi 2: Nilai X adalah tetap dalam sampling yang diulang-ulang (X fixed in repeated sampling).

18 Dari sepuluh asumsi di atas tidak semuanya perlu diuji. Sebagian cukup hanya diasumsikan, sedangkan sebagian yang lain memerlukan test.

100

Page 101: Ekonometrika Modul

Tepatnya bahwa nilai X adalah nonstochastic (tidak random).

Asumsi 3: Variabel pengganggu e memiliki rata-rata nol (zero mean of disturbance). Artinya, garis regresi pada nilai X tertentu berada tepat di tengah. Bisa saja terdapat error yang berada di atas garis regresi atau di bawah garis regresi, tetapi setelah keduanya dirata-rata harus bernilai nol.

Asumsi 4: Homoskedastisitas, atau variabel pengganggu e memiliki variance yang sama sepanjang observasi dari berbagai nilai X. Ini berarti data Y pada setiap X memiliki rentangan yang sama. Jika rentangannya tidak sama, maka disebut heteroskedastisitas

Asumsi 5: Tidak ada otokorelasi antara variabel e pada setiap nilai xi dan ji (No autocorrelation between the disturbance).

Asumsi 6: Variabel X dan disturbance e tidak berkorelasi. Ini berarti kita dapat memisahkan pengaruh X atas Y dan pengaruh e atas Y. Jika X dan e berkorelasi maka pengaruh keduanya akan tumpang tindih (sulit dipisahkan pengaruh masing-masing atas Y). Asumsi ini pasti terpenuhi jika X adalah variabel non random atau non stochastic.

Asumsi 7: Jumlah observasi atau besar sampel (n) harus lebih besar dari jumlah parameter yang diestimasi. Bahkan untuk memenuhi asumsi yang lain, sebaiknya jumlah n harus cukup besar. Jika jumlah parameter sama atau bahkan lebih besar dari jumlah observasi, maka persamaan regresi tidak akan bisa diestimasi.

101

Page 102: Ekonometrika Modul

Asumsi 8: Variabel X harus memiliki variabilitas. Jika nilai X selalu sama sepanjang observasi maka tidak bisa dilakukan regresi.

Asumsi 9: Model regresi secara benar telah terspesifikasi. Artinya, tidak ada spesifikasi yang bias, karena semuanya telah terekomendasi atau sesuai dengan teori.

Asumsi 10. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas. Jelasnya kolinear antara variabel penjelas tidak boleh sempurna atau tinggi.

Penyimpangan masing-masing asumsi tidak mempunyai impak yang sama terhadap regresi. Sebagai contoh, adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya asumsi multikolinearitas (asumsi 10) tidak berarti mengganggu, sepanjang uji t sudah signifikan. Hal ini disebabkan oleh membesarnya standar error pada kasus multikolinearitas, sehingga nilai t, b, Sb, menjadi cenderung kecil. Jika nilai t masih signifikan, maka multikolinearitas tidak perlu diatasi. Akan tetapi, jika terjadi penyimpangan pada asumsi heteroskedastisitas atau pada autokorelasi, penyimpangan tersebut dapat menyebabkan bias pada Sb, sehingga t menjadi tidak menentu. Dengan demikian, meskipun nilai t sudah signifikan ataupun tidak signifikan, keduanya tidak dapat memberi informasi yang sesungguhnya. Untuk memenuhi asumsi-asumsi di atas, maka estimasi regresi hendaknya dilengkapi dengan uji-uji yang diperlukan, seperti uji normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, atupun multikolinearitas.

Secara teoretis model OLS akan menghasilkan estimasi nilai parameter model penduga yang sahih bila dipenuhi asumsi Tidak ada Autokorelasi, Tidak Ada Multikolinearitas, dan Tidak ada Heteroskedastisitas.

102

Page 103: Ekonometrika Modul

Apabila seluruh asumsi klasik tersebut telah terpenuhi maka akan menghasilkan hasil regresi yang best, linear, unbias, efficient of estimation (BLUE).

A. Uji Autokorelasi

A.1. Pengertian autokorelasi

Dalam asumsi klasik telah dijelaskan bahwa pada model OLS harus telah terbebas dari masalah autokorelasi atau serial korelasi. Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Sifat autokorelasi muncul bila terdapat korelasi antara data yang diteliti, baik itu data jenis runtut waktu (time series) ataupun data kerat silang (cross section). Hanya saja masalah autokorelasi lebih sering muncul pada data time series, karena sifat data time series ini sendiri lekat dengan kontinyuitas dan adanya sifat ketergantungan antar data. Sementara pada data cross section hal itu kecil kemungkinan terjadi.

Asumsi terbebasnya autokorelasi ditunjukkan oleh nilai e yang mempunyai rata-rata nol, dan variannya konstan. Asumsi variance yang tidak konstan menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai suatu observasi berdampak pada observasi lain. Sebagai ilustrasi, misalnya kita mengamati perubahan inflasi apakah dipengaruhi oleh suku bunga deposito ataukah tidak. Bisa saja perubahan bunga deposito pada waktu tertentu, juga dialami oleh perubahan tingkat inflasi pada waktu yang sama. Kalau saja terjadi autokorelasi dalam kasus semacam ini, maka menjadi tidak jelas apakah inflasi betul-betul dipengaruhi oleh perubahan bunga

103

Page 104: Ekonometrika Modul

deposito ataukah karena sifat dari kecenderungannya sendiri untuk berubah.

Telah jelas bagi kita bahwa autokorelasi akan muncul apabila ada ketergantungan atau adanya kesalahan pengganggu yang secara otomatis mempengaruhi data berikutnya. Jika terdapat ketergantungan, dalam bahasa matematisnya dituliskan sebagai berikut:

E(ui, uj) ≠ 0; i ≠ j

Sebaliknya, jika tidak terdapat ketergantungan atau tidak adanya kesalahan pengganggu yang secara otomatis mempengaruhi data berikutnya maka masalah autokorelasi tidak akan muncul. Hal seperti itu dalam bahasa matematisnya dituliskan sebagai berikut:

E(ui, uj) = 0; i ≠ j

A.2. Sebab-sebab Autokorelasi

Terdapat banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah autokorelasi, namun dalam pembahasan ini hanya mengungkapkan beberapa faktor saja antara lain:

1. Kesalahan dalam pembentukan model, artinya, model yang digunakan untuk menganalisis regresi tidak didukung oleh teori-teori yang relevan dan mendukung.

2. Tidak memasukkan variabel yang penting. Variabel penting yang dimaksudkan di sini adalah variabel yang diperkirakan signifikan mempengaruhi variabel Y. Sebagai misal kita ingin meneliti faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya inflasi. Secara teoritik, banyaknya Jumlah Uang Beredar (JUB) mempunyai kaitan kuat dengan terjadinya inflasi. Alur berfikirnya seperti ini, semakin banyak JUB maka daya beli

104

Page 105: Ekonometrika Modul

masyarakat akan meningkat tentu akan pula diikuti dengan permintaan yang meningkat pula, Jika jumlah penawaran tidak mampu bertambah, tentu harga akan meningkat, ini berarti inflasi akan terjadi. Nah, tidak dimasukkannya JUB sebagai prediktor, sangat besar mengandung kecenderungan terjadinya autokorelasi.

3. Manipulasi data. Misalnya dalam penelitian kita ingin menggunakan data bulanan, namun data tersebut tidak tersedia. Kemudian kita mencoba menggunakan triwulanan yang tersedia, untuk dijadikan data bulanan melalui cara interpolasi atau ekstrapolasi. Contohnya membagi tiga data triwulanan tadi (n/3). Apabila hal seperti ini dilakukan, maka sifat data dari bulan ke satu akan terbawa ke bulan kedua dan ketiga, dan ini besar kemungkinan untuk terjadi autokorelasi.

4. Menggunakan data yang tidak empiris. Jika data semacam ini digunakan, terkesan bahwa data tersebut tidak didukung oleh realita. Misalnya pengaruh periklanan terhadap penjualan. Kalau dalam penelitian menggunakan data biaya periklanan bulan ke n dan data penjualan bulan ke n, besar kemungkinan akan terjadi autokorelasi. Secara empirik, upaya periklanan bulan ke n tidak akan secara langsung berdampak pada bulan yang sama, tetapi besar kemungkinan akan berdampak pada bulan berikutnya, jaraknya bisa 1 bulan, 2 bulan, atau lebih. Seharusnya data penjualan yang digunakan adalah data penjualan bulan ke n+1 atau n+2 tergantung dampak empiris tadi. Penggunaan data pada bulan yang sama dengan mengabaikan empiris seperti ini disebut juga sebagai Cobweb Phenomenon.

105

Page 106: Ekonometrika Modul

A.3. Akibat Autokorelasi

Uraian-uraian di atas mungkin saja mengajak kita untuk bertanya tentang apa dampak dari autokorelasi yang timbul. Pertanyaan seperti ini tentu saja merupakan sesuatu yang wajar, karena kita tentu mempunyai pilihan apakah mengabaikan adanya autokorelasi ataukah akan mengeliminasinya.

Meskipun ada autokorelasi, nilai parameter estimator (b1, b2,…,bn) model regresi tetap linear dan tidak bias dalam memprediksi B (parameter sebenarnya). Akan tetapi nilai variance tidak minimum dan standard error (Sb1, Sb2) akan bias. Akibatnya adalah nilai t hitung akan menjadi bias pula, karena nilai t diperoleh dari hasil bagi Sb terhadap b (t = b/sb). Berhubung nilai Sb bias maka nilai t juga akan bias atau bersifat tidak pasti (misleading).

A.4. Pengujian Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, yaitu masalah lain yang timbul bila kesalahan tidak sesuai dengan batasan yang disyaratkan oleh analisis regresi. Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain melalui:

1. Uji Durbin-Watson (DW Test).

Uji Durbin-Watson yang secara populer digunakan untuk mendeteksi adanya serial korelasi dikembangkan oleh ahli statistik (statisticians) Durbin dan Watson. Formula yang digunakan untuk mendeteksi terkenal pula dengan sebutan Durbin-Watson d statistic, yang dituliskan sebagai berikut:

106

Page 107: Ekonometrika Modul

t =n

∑ (ut − ut−1 )2

t=2d = t=n

∑ u 2 t

t=2

atau dapat pula ditulis dalam rumus sebagai berikut:

∑et .et−1d = 2(1− 2 )et

Dalam DW test ini terdapat beberapa asumsi penting yang harus dipatuhi, yaitu:

• Terdapat intercept dalam model regresi. • Variabel penjelasnya tidak random

(nonstochastics). • Tidak ada unsur lag dari variabel dependen

di dalam model. • Tidak ada data yang hilang. • υ = ρυ + εt t−1 t

Langkah-langkah pengujian autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson (DW test) dapat dimulai dari menentukan hipotesis. Rumusan hipotesisnya (H0) biasanya menyatakan bahwa dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif. Misalnya: terdapat autokorelasi positif, atau, terdapat autokorelasi negatif.

Bertolak dari hipotesis tersebut, maka perlu mengujinya karena hipotesis sendiri merupakan jawaban sementara yang masih perlu diuji. Terdapat beberapa standar keputusan yang perlu dipedomani ketika menggunakan DW test, yang semuanya menentukan lokasi dimana nilai DW berada. Jelasnya adalah sebagai berikut:

107

Page 108: Ekonometrika Modul

DW < dL = terdapat atokorelasi positif dL< DW <dU = tidak dapat disimpulkan (inconclusive) dU > DW >4-dU = tidak terdapat autokorelasi 4-dU < DW <4-dL = tidak dapat disimpulkan (inconclusive) DW > 4-dL = terdapat autokorelasi negatif

Dimana DW = Nilai Durbin-Watson d statistik dU = Nilai batas atas (didapat dari tabel) dL = Nilai batas bawah (didapat dari tabel)

Ketentuan-ketentuan daerah hipotesis pengujian DW dapat diwujudkan dalam bentuk gambar sebagai berikut:

0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4

Korelasi (+)

Inconclusive

Tidak ada Autokorelasi Inconclusive

Korelasi (-)

Gambar 3.3.: Daerah Uji Durbin Watson

108

Page 109: Ekonometrika Modul

Dalam pengujian autokorelasi terdapat kemungkinan munculnya autokorelasi positif maupun negatif. Karena adanya masalah korelasi dapat menimbulkan adanya bias pada hasil regresi.

Bantuan dengan SPSS

Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dengan DW test, tahapannya dilakukan seperti pada tahapan regresi, hanya saja dilanjutkan dengan mengaktifkan kunci lainnya. Lengkapnya tahapan tersebut adalah sebagai berikut: • Pilih Analyze, Regression, Linear • Masukkan variabel Y ke kotak Variabel

Dependen, dan variabel X1 dan X2 ke dalam kotak Variabel Independen

• Klik pada kotak pilihan Statistik (bawah) • Aktikan Durbin-Watson pada kolom Residual • Klik Continue, kemudian klik OK.

109

Page 110: Ekonometrika Modul

Maka SPSS akan menampilkan hasil regresinya. Kolom Durbin-Watson akan tampak dalam tabel Model Summary, kolom paling kanan.

Model Summaryb

.867a .752 .726 .9148 .883 Model 1

R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-W atson

Predictors: (Constant), X2, X1 a.

Dependent Variable: Yb.

Bantuan dengan SPSS

Catatan:

110

Page 111: Ekonometrika Modul

Dengan menggunakan derajat kesalahan (α)=5%, dengan sampel 22 observasi, dengan predictor sebanyak 2 maka batas atas (U) adalah sebesar 1,54 sedang batas bawah (L) adalah sebesar 1,15. Karena nilai DW hasil regresi adalah sebesar 0,883 yang berarti lebih kecil dari nilai batas bawah, maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil regresi tersebut belum terbebas dari masalah autokorelasi positif. Dengan kata lain, Hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat masalah autokorelasi dapat ditolak, sedang hipotesis nol yang menyatakan terdapat masalah autokorelasi dapat diterima. Uraian di atas dapat pula dijelaskan dalam bentuk gambar sbb:

Korelasi (+) inkonklusif tidak ada autokorelasi inkonklusif Korelasi (-)

0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4 1,15 1,54 2,46 2,85

Gambar. Daerah Uji Durbin Watson

111

Page 112: Ekonometrika Modul

2. Menggunakan metode LaGrange Multiplier (LM).

LM sendiri merupakan teknik regresi yang memasukkan variabel lag. Sehingga terdapat variabel tambahan yang dimasukkan dalam model. Variabel tambahan tersebut adalah data Lag dari variabel dependen. Dengan demikian model dalam LM menjadi sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1+ β2 X2 + β3 Yt-1+ β4 Yt-2 + ε

Variabel Yt-1 merupakan variabel lag 1 dari Y. Variabel Yt-2 merupakan variabel lag 2 dari Y.

Lag 1 dan Lag 2 variabel Y dimasukkan dalam model ini bertujuan untuk mengetahui pada lag berapa problem otokorelasi muncul. Lag sendiri merupakan rentang waktu. Lag 1 menunjukkan adanya kesenjangan waktu 1 periode, sedang lag 2 menunjukkan kesenjangan waktu 2 periode. Periodenya tergantung pada jenis data apakah data harian, bulanan, tahunan. Lag 1 data harian berarti ada kesenjangan satu hari, lag 2 kesenjangan 2 hari dan seterusnya.

Sebagai kunci untuk mengetahui pada lag berapa autokorelasi muncul, dapat dilihat dari signifikan tidaknya variabel lag tersebut. Ukuran yang digunakan adalah nilai t masing-masing variabel lag yang dibandingkan dengan t tabel, seperti yang telah dibahas pada uji t sebelumnya. Misalnya variabel Yt-1 mempunyai nilai t signifikan, berarti terdapat masalah autokorelasi atau pengaruh

112

Page 113: Ekonometrika Modul

kesalahan pengganggu mulai satu periode sebelumnya. Jika ini terjadi, maka untuk perbaikan hasil regresi perlu dilakukan regresi ulang dengan merubah posisi data untuk disesuaikan dengan kurun waktu lag tersebut.

Terdapat beberapa alat uji lain untuk mendeteksi autokorelasi seperti uji Breusch-Godfrey, Uji Run, Uji Statistik Q: Box-Pierce dan Ljung Box, dan lain-lain, namun uji-uji tersebut tidak dibahas di sini, mengingat tulisan ini masih berlingkup atau bersifat pengantar.

B. Uji Normalitas

Tujuan dilakukannya uji normalitas adalah untuk menguji apakah variabel penganggu (e) memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dapat dilakukan sebelum ataupun setelah tahapan analisis regresi. Hanya saja pengalaman menunjukkan bahwa pengujian normalitas yang dilakukan sebelum tahapan regresi lebih efisien dalam waktu. Sangat beralasan kiranya, karena jika asumsi normalitas data telah dipenuhi terlebih dulu, maka dampak yang mungkin akan ditimbulkan dari adanya ketidaknormalan data seperti bias pada nilai t hitung dan nilai F hitung dapat dihindari. Sebaliknya, bila dilakukan analisis regresi terlebih dulu, dimana nilai t dan F baru diketahui, yang kemudian baru dilakukan normalitas data, sedangkan ternyata hasilnya tidak normal maka analisis regresi harus diulang lagi. Pengujian normalitas ini berdampak pada nilai t dan F karena pengujian terhadap keduanya diturunkan dari asumsi bahwa data Y atau e berdistribusi normal.

113

Page 114: Ekonometrika Modul

Beberapa cara dapat dilakukan untuk melakukan uji normalitas, antara lain:

1) Menggunakan metode numerik yang membandingkan nilai statistik, yaitu antara nilai median dengan nilai mean. Data dikatakan normal (simetris) jika perbandingan antara mean dan median menghasilkan nilai yang kurang lebih sama. Atau apabila nilai mean jika dikurangi nilai median menghasilkan angka nol. Cara ini disebut ukuran tendensi sentral (Kuncoro, 2001: 41).

2) Menggunakan formula Jarque Bera (JB test), yang rumusnya tertera sebagai berikut:

⎡ S 2 (K − 3)2 ⎤JB = n +⎢ ⎥6 24⎣ ⎦ dimana: S = Skewness (kemencengan) distribusi data K= Kurtosis (keruncingan)

Skewness sendiri dapat dicari dari formula sebagai berikut:

23[E(X − μ) ] 2

S = [E(X − μ ]3

Kurtosis dapat dicari dengan formula sebagai berikut:

K = E(X − μ)4

2[E(X − μ) ]2

114

Page 115: Ekonometrika Modul

115

Bantuan dengan SPSS

SPSS dapat digunakan untuk melihat nilai Mean, Median, Modus, Skewness, Kurtosis, dan lain-lain. Caranya dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

• Pilih Analyze, Descriptive Statistic, Frequencies • Pindahkan variabel yang mau dicari nilainya (sebelah kiri) ke

kotak Variables (sebelah kanan) • Kilik Statistik (bawah) • Aktifkan pilihan yang ada dalam kotak Dispersion,

Distribution, Central Tendency • Kemudian klik Continue, dan OK.

Page 116: Ekonometrika Modul

• Maka SPSS akan menampakkan output sebagai berikut: Statistics

Y X1 X2 ValidN 22 22 22 Missing 0 0 0

Mean 11.8405 14.7373 9855.3027 Std. Error of Mean .3727 .2202 176.0515 Median 12.1700 14.6200 9774.0200 Mode 8.28a 13.06a 8688.65a

Std. Deviation 1.7479 1.0329 825.7548 Variance 3.0552 1.0670 681871.1 Skewness -.099 .009 .363 Std. Error of Skewness .491 .491 .491 Kurtosis -.494 -1.424 -1.096 Std. Error of Kurtosis .953 .953 .953 Range 6.85 3.15 2605.65 Minimum 8.28 13.06 8688.65 Maximum 15.13 16.21 11294.30 Sum 260.49 324.22 216816.66

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

3) Mengamati sebaran data, dengan melakukan hitungan-hitungan berapa prosentase data observasi dan berada di area mana. Untuk menentukan posisi normal dari sebaran data, langkah awal yang dilakukan adalah menghitung standar deviasi. Standar deviasi dapat dicari melalui rumus sebagai berikut:

∑ (Dv − Dv)SD =

n Standar deviasi ini digunakan untuk menentukan rentang deviasi dari posisi simetris data. Untuk mempermudah, kita dapat memberinya nama: SD1 yang berarti rentang pertama, di sebelah

kiri dan sebelah kanan dari posisi tengah-tengah (simetris).

SD2 yang berarti rentang kedua di sebelah kiri dan sebelah kanan posisi tengah-tengah (simetris)

116

Page 117: Ekonometrika Modul

SD3 yang berarti rentang ketiga di sebelah kiri dan sebelah kanan posisi tengah-tengah (simetris).

Penentuan area ini penting, karena sebaran data yang dikatakan normal19 apabila tersebar sebagai berikut: Sebanyak 68% dari observasi berada pada area SD1 Sebanyak 95% dari sisanya berada pada area SD2 Sebanyak 99,7% dari sisanya berada pada area SD3 Untuk memperjelas maksud dari uraian di atas, kita dapat melihatnya pada gambar berikut ini

-SD3 -SD2 -SD1 vD SD1 SD2 SD3

68% observasi

95% observasi sisa

99,7% observasi sisa

Dalam pengujian normalitas mempunyai dua kemungkinan, yaitu data berdistribusi normal atau tidak normal. Apabila data telah berdistribusi normal maka tidak ada masalah karena uji t dan uji F dapat dilakukan (Kuncoro, 2001: 110). Apabila data tidak normal, maka

19 Gujarati, Basic Econometrics, third edition, McGraw-Hill, Inc. 1995.

117

Page 118: Ekonometrika Modul

diperlukan upaya untuk mengatasi seperti: memotong data yang out liers, memperbesar sampel, atau melakukan transformasi data.

Data yang tidak normal juga dapat dibedakan dari tingkat kemencengannya (skewness). Jika data cenderung menceng ke kiri disebut positif skewness, dan jika data cenderung menceng ke kanan disebut negatif skewness. Data dikatakan normal jika datanya simetris. Lihat gambar berikut:

Positif Skewness Normal Negatif Skewness

Langkah transformasi data sebagai upaya untuk menormalkan sebaran data dapat dilakukan dengan merubah data dengan nilai absolut ke dalam bilangan logaritma20. Dengan mentransformasi data ke bentuk logaritma akan memperkecil error sehingga kemungkinan timbulnya masalah heteroskedastisitas juga menjadi sangat kecil (Setiaji, 2004: 18).

20 Kuncoro, 2001, juga Setiaji, 2004, mengatakan hal yang sama. Bahwa transformasi dapat dilakukan dengan logaritma.

118

Page 119: Ekonometrika Modul

Sebagai penjelas dari uraian di atas, maka ada baiknya kalau kita ikuti contoh soal sebagai berikut: Misalnya kita memiliki jumlah observasi sebanyak 30 sampel, dari penghitungan berat badan orang dewasa yang rata-ratanya ditemukan 46 kg, dengan standar deviasi (SD) 5 kg. Untuk menentukan normal tidaknya data sampel tersebut, dapat diketahui dari sebaran datanya. Misalnya dari data tersebut diketahui bahwa 20 dari data observasi (68% X 30) 10 orang di antaranya mempunyai berat badan yang berkisar antara 41-46 kg., dan 10 orang lainnya dengan berat 46-51 kg. Dan 4 orang mempunyai berat badan antara 36-41 kg, serta 5 orang berat badannya berkisar antara 51-56, dan satu orang beratnya kurang dari 36 kg, maka data dapat dikatakan normal. Dengan demikian bila diwujudkan dalam bentuk diagram sebaran data akan tampak sebagai berikut:

36 41 46 51 56

C. Uji Heteroskedastisitas

C.1. Pengertian Heteroskedastisitas

Sebagaimana telah ditunjukkan dalam salah satu asumsi yang harus ditaati pada model regresi linier,

119

Page 120: Ekonometrika Modul

adalah residual harus homoskedastis, artinya, variance residual harus memiliki variabel yang konstan, atau dengan kata lain, rentangan e kurang lebih sama. Karena jika variancenya tidak sama, model akan menghadapi masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya (Kuncoro, 2001: 112). Padahal rumus regresi diperoleh dengan asumsi bahwa variabel pengganggu (error) atau e, diasumsikan memiliki variabel yang konstan (rentangan e kurang lebih sama). Apabila terjadi varian e tidak konstan, maka kondisi tersebut dikatakan tidak homoskedastik atau mengalami heteroskedastisitas (Setiaji, 2004: 17).

Masalah heteroskedastisitas lebih sering muncul dalam data cross section dari pada data time series (Kuncoro, 2001: 112; Setiaji, 2004: 17). Karena dalam data cross section menunjukkan obyek yang berbeda dan waktu yang berbeda pula. Antara obyek satu dengan yang lainnya tidak ada saling keterkaitan, begitu pula dalam hal waktu. Sedangkan data time series, antara observasi satu dengan yang lainnya saling mempunyai kaitan. Ada trend yang cenderung sama. Sehingga variance residualnya juga cenderung sama. Tidak seperti data cross section yang cenderung menghasilkan variance residual yang berbeda pula.

C.2. Konsekuensi Heteroskedastisitas

Analisis regresi menganggap kesalahan (error) bersifat homoskedastis, yaitu asumsi bahwa residu atau deviasi dari garis yang paling tepat muncul serta random sesuai dengan besarnya variabel-variabel independen (Arsyad, 1994:198). Asumsi regresi linier yang berupa

120

Page 121: Ekonometrika Modul

variance residual yang sama, menunjukkan bahwa standar error (Sb) masing-masing observasi tidak mengalami perubahan, sehingga Sb nya tidak bias. Lain halnya, jika asumsi ini tidak terpenuhi, sehingga variance residualnya berubah-ubah sesuai perubahan observasi, maka akan mengakibatkan nilai Sb yang diperoleh dari hasil regresi akan menjadi bias. Selain itu, adanya kesalahan dalam model yang dapat mengakibatkan nilai b meskipun tetap linier dan tidak bias, tetapi nilai b bukan nilai yang terbaik. Munculnya masalah heteroskedastisitas yang mengakibatkan nilai Sb menjadi bias, akan berdampak pada nilai t dan nilai F yang menjadi tidak dapat ditentukan. Karena nilai t dihasilkan dari hasil bagi antara b dengan Sb.

Jika nilai Sb mengecil, maka nilai t cenderung membesar. Hal ini akan berakibat bahwa nilai t mungkin mestinya tidak signifikan, tetapi karena Sb nya bias, maka t menjadi signifikan. Sebaliknya, jika Sb membesar, maka nilai t akan mengecil. Nilai t yang seharusnya signifikan, bisa jadi ditunjukkan menjadi tidak signifikan. Ketidakmenentuan dari Sb ini dapat menjadikan hasil riset yang mengacaukan.

C.3. Pendeteksian Heteroskedastisitas

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti uji grafik, uji Park, Uji Glejser, uji Spearman’s Rank Correlation, dan uji Whyte menggunakan Lagrange Multiplier (Setiaji, 2004: 18)21.

Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji grafik, dapat dilakukan dengan membandingkan sebaran

21 Ditunjukkan pula oleh Gozali, 2001.

121

Page 122: Ekonometrika Modul

antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya, yang output pendeteksiannya akan tertera berupa sebaran data pada scatter plot. Dengan menggunakan alat bantu komputer teknik ini sering dipilih, karena alasan kemudahan dan kesederhanaan cara pengujian, juga tetap mempertimbangkan valid dan tidaknya hasil pengujian.

Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji Arch, dilakukan dengan cara melakukan regresi atas residual, dengan model yang dapat dituliskan

2 ˆ 2e = a + bY + u . Dari hasil regresi tersebut dihitung nilai R2. Nilai R2 tadi dikalikan dengan jumlah sampel (R2 x N). Hasil perkalian ini kemudian dibandingkan dengan nilai chi-square (χ2) pada derajat kesalahan tertentu. Dengan df=1 (ingat, karena hanya memiliki satu variabel bebas). Jika R2 x N lebih besar dari chi-square (χ2) tabel, maka standar error mengalami heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika R2 x N lebih kecil dari chi-square (χ2) tabel, maka standar error telah bebas dari masalah heteroskedastisitas, atau telah homoskedastis.

D. Uji Multikolinieritas D.1. Pengertian Multikolinearitas

Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana terjadi korelasi linear yang ”perfect” atau eksak di antara variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model. Tingkat kekuatan hubungan antar variabel penjelas dapat ditrikotomikan lemah, tidak berkolinear, dan sempurna. Tingkat kolinear dikatakan lemah apabila masing-masing variabel penjelas hanya mempunyai sedikit sifat-sifat yang sama. Apabila antara variabel penjelas memiliki banyak sifat-sifat yang sama dan serupa sehingga hampir tidak dapat lagi dibedakan tingkat pengaruhnya terhadap

122

Page 123: Ekonometrika Modul

Y

Y, maka tingkat kolinearnya dapat dikatakan serius, atau perfect, atau sempurna. Sedangkan Tidak berklinear jika antara variabel penjelas tidak mempunyai sama sekali kesamaan.

Sebagai gambaran penjelas, dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Y

X2 X2

X1 X1

Gb.Tidak berkolinear Gb. Berkolinear lemah

Y

X1 X2

Gb. Berkolinear sempurna

D.2. Konsekuensi Multikolinearitas Pengujian multikolinearitas merupakan tahapan

penting yang harus dilakukan dalam suatu penelitian, karena apabila belum terbebas dari masalah multikolinearitas akan menyebabkan nilai koefisien regresi (b) masing-masing variabel bebas dan nilai standar error-nya (Sb) cenderung bias, dalam arti tidak dapat ditentukan kepastian nilainya, sehingga akan

123

Page 124: Ekonometrika Modul

berpengaruh pula terhadap nilai t (Setiaji, 2004: 26). Logikanya adalah seperti ini, jika antara X1 dan X2 terjadi kolinearitas sempurna sehingga data menunjukkan bahwa X1=2X2, maka nilai b1 dan b2 akan tidak dapat ditentukan hasilnya, karena dari formula OLS sebagaimana dibahas terdahulu,

(∑ x y)(∑ x22 ) − (∑ x y)(∑ x1 x )1 2 2b1 = 2 2 2(∑ x1 )(∑ x2 ) − (∑ x1 x2 )

akan menghasilkan bilangan pembagian, b1 = 0 , sehingga0

nilai b1 hasilnya tidak menentu. Hal itu akan berdampak pula pada standar error Sb akan menjadi sangat besar, yang tentu akan memperkecil nilai t.

D.3. Pendeteksian Multikolinearitas Terdapat beragam cara untuk menguji

multikolinearitas, di antaranya: menganalisis matrix korelasi dengan Pearson Correlation atau dengan Spearman’s Rho Correlation, melakukan regresi partial dengan teknik auxilary regression, atau dapat pula dilakukan dengan mengamati nilai variance inflation factor (VIF). Cara mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dengan menghitung nilai korelasi antar variabel dengan menggunakan Spearman’s Rho Correlation dapat dilakukan apabila data dengan skala ordinal (Kuncoro, 2001: 114). Sementara untuk data interval atau nominal dapat dilakukan dengan Pearson Correlation. Selain itu metode ini lebih mudah dan lebih sederhana tetapi tetap memenuhi syarat untuk dilakukan.

Pengujian multikolinearitas menggunakan angka korelasi dimaksudkan untuk menentukan ada tidaknya multikolinearitas. Mengacu pendapat Pindyk dan

124

Page 125: Ekonometrika Modul

Rubinfeld22, yang mengatakan bahwa apabila korelasi antara dua variabel bebas lebih tinggi dibanding korelasi salah satu atau kedua variabel bebas tersebut dengan variabel terikat. Juga pendapat Gujarati (1995:335) yang mengatakan bahwa bila korelasi antara dua variabel bebas melebihi 0,8 maka multikolinearitas menjadi masalah yang serius. Gujarati juga menambahkan bahwa, apabila korelasi antara variabel penjelas tidak lebih besar dibanding korelasi variabel terikat dengan masing-masing variabel penjelas, maka dapat dikatakan tidak terdapat masalah yang serius. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa apabila angka korelasi lebih kecil dari 0,8 maka dapat dikatakan telah terbebas dari masalah multikolinearitas.

Dalam kaitan adanya kolinear yang tinggi sehingga menimbulkan tidak terpenuhinya asumsi terbebas dari masalah multikolinearitas, dengan mempertimbangkan sifat data dari cross section, maka bila tujuan persamaan hanya sekedar untuk keperluan prediksi, hasil regresi dapat ditolerir, sepanjang nilai t signifikan.

Tugas: 1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas! 2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian

bab ini! 3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan asumsi klasik!

b. Sebutkan apa saja asumsi-asumsi yang ditetapkan!

c. Coba jelaskan mengapa tidak semua asumsi perlu lakukan pengujian!

22 Lihat Kuncoro, 2001:146

125

Page 126: Ekonometrika Modul

d. Jelaskan apa yang dimaksud dengan autokorelasi!

e. Jelaskan kenapa autokorelasi timbul! f. Bagaimana cara mendeteksi masalah

autokorelasi? g. Apa konsekuensi dari adanya masalah

autokorelasi dalam model? h. Jelaskan apa yang dimaksud dengan

heteroskedastisitas! i. Jelaskan kenapa heteroskedastisitas timbul! j. Bagaimana cara mendeteksi masalah

heteroskedastisitas? k. Apa konsekuensi dari adanya masalah

heteroskedastisitas dalam model? l. Jelaskan apa yang dimaksud dengan

multikolinearitas! m. Jelaskan kenapa multikolinearitas timbul! n. Bagaimana cara mendeteksi masalah

multikolinearitas? o. Apa konsekuensi dari adanya masalah

multikolinearitas dalam model? p. Jelaskan apa yang dimaksud dengan

normalitas! q. Jelaskan kenapa normalitas timbul! r. Bagaimana cara mendeteksi masalah

normalitas? s. Apa konsekuensi dari adanya masalah

normalitas dalam model? t. Bagaimana cara menangani jika data ternyata

tidak normal?

126

Page 127: Ekonometrika Modul

DAFTAR PUSTAKA

Djarwanto, Pangestu Subagyo, 2000, “Statistik Induktif”, Edisi 4, BPFE Yogjakarta.

Ghozali, Imam, 2001, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, BP Undip, Semarang

Gujarati,Damodar N., 1988, “Basic Econometrics” Second Edition, McGraw-Hill Book Company.

Gujarati,Damodar N., 1999, “Essentials of Econometrics”, Second Edition, Irwin McGraw Hill.

Hill, Carter, William E. Griffiths, George G. Judge, 1997, “Undergraduate Econometrics”, John Wiley & Sons, Inc.

Johnston, Jack, and John DiNardo, 1997, “Econometric Methods” Fourth Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.

Kuncoro, Mudrajad, 2001, “Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi”, UPP AMP YKPN, Yogjakarta

Salvatore, Dominick, 1996, “Managerial Economics in a Global Economy”, International Edition, Third Edition, McGraw-Hill, inc.

Santoso, Singgih, 2001, “Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik”, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Setiaji, Bambang, 2004, “Module Ekonometrika Praktis”, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Supranto, J., 1983, “Ekonometrik”, Buku Satu, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

127

Page 128: Ekonometrika Modul

Regresi Logit

128

Page 129: Ekonometrika Modul

X1 Y X1 X1 2 Y2 XY

13.06 8.28 13.06 170.5636 68.5584 108.1368 13.81 9.14 13.81 190.7161 83.5396 126.2234 13.97 10.62 13.97 195.1609 112.7844 148.3614 13.79 10.51 13.79 190.1641 110.4601 144.9329 14.03 10.82 14.03 196.8409 117.0724 151.8046 14.14 12.11 14.14 199.9396 146.6521 171.2354 14.39 13.04 14.39 207.0721 170.0416 187.6456 14.97 12.23 14.97 224.1009 149.5729 183.0831 15.67 13.01 15.67 245.5489 169.2601 203.8667 15.91 12.47 15.91 253.1281 155.5009 198.3977 16.02 12.91 16.02 256.6404 166.6681 206.8182 16.21 12.55 16.21 262.7641 157.5025 203.4355 16.19 14.42 16.19 262.1161 207.9364 233.4598 15.88 15.13 15.88 252.1744 228.9169 240.2644 15.76 14.08 15.76 248.3776 198.2464 221.9008 15.55 13.3 15.55 241.8025 176.89 206.815 15.16 12.93 15.16 229.8256 167.1849 196.0188 14.85 11.48 14.85 220.5225 131.7904 170.478 14.22 10.05 14.22 202.2084 101.0025 142.911 13.93 10.6 13.93 194.0449 112.36 147.658 13.58 10.48 13.58 184.4164 109.8304 142.3184 13.13 10.33 13.13 172.3969 106.7089 135.6329

324.22 260.49 324.22 4800.525 3148.48 3871.398

129

Page 130: Ekonometrika Modul

b 1.4498t = = = 7.4348 sb 0.195

Penemuan nilai b di sini penting untuk menentukan nilai B. Nilai b sendiri merupakan perkiraan tungga dari parameter B, yaitu koefisien regresi sebenarnya (Y = A + BX + e). Perbedaan antara nilai b dan B disebabkan adanya fluktuasi sampling. Nilai B sendiri besarnya adalah sama dengan nilai rata-rata b, karena nilai rata-rata b adalah pemerkira tak bias. Ingat E(b) = B. Permasalahannya adalah nilai b yang dihasilkan dengan perhitungan di atas adalah nilai b individual, maka kita perlu menguji apakah B berada pada interval atau tidak. Untuk menguji tingkat kepercayaannya maka kita perlu mengukur interval kepercayaan (confidence interval) apakah B berada di antara batas atas dengan batas bawah interval atau tidak. Kalau berada pada interval tersebut, maka dipastikan bahwa B mempunyai tingkat kepercayaan yang baik (reliabel), jika tidak, maka B tidak reliabel.

Pengukuran berdasarkan interval kepercayaan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

P (b-d ≤ B ≤ b +d) = 1-α

Persamaan ini dapat dibaca: probabilita interval antara (b-d) dan (b+d) akan memuat nilai B sebesar (1- α ).

Atau digambarkan sebagai berikut:

(b-d) interval (b+d) batas bawah batas atas dimana:

(b-d) = batas keyakinan bawah atau nilai batas bawah (b+d) = batas keyakinan atas atau nilai batas atas (1-α ) = koefisien keyakinan (confidence coefficient) atau

tingkat keyakinan (confidence level).

130

Page 131: Ekonometrika Modul

Simbol α sendiri disebut sebagai tingkat signifikansi (level of significance) yang diartikan juga sebagai besarnya kesalahan yang ditolerir di dalam membuat keputusan. Seandainya ditentukan bahwa tingkat keyakinannya sebesar 95%, maka kesalahan yang ditolerir adalah yang kurang dari 5% atau 0,05. Angka ini didapat dari rumus 1-α tersebut (1 - 95% = 5% atau 0,05). Dengan demikian, dengan menggunakan persamaan di atas kita dapat menginterpretasi bahwa kemungkinan nilai B berada pada interval adalah sebesar 95%. Penghitungan seperti tersebut digunakan untuk menentukan apakah nilai B menerima atau menolak hipotesis (H0).

Banyak sekali konsep-konsep ekonomi yang dirumuskan dalam model matematis, seperti pengukuran GNP, tingkat Inflasi, uang beredar, dan lain-lain. Penggunaan model matematis seperti itu dimaksudkan untuk mendefinisikan hubungan antara berbagai variabel-variabel ekonomi yang saling mempengaruhi. Karena dalam pengukuran ekonomi diwujudkan dalam bentuk angka-angka maka ekonometrika bersifat kuantitatif, Dengan demikian, untuk dapat melakukan pengukuran kegiatan ekonomi, maka diperlukan alat analisisnya yang berupa gabungan dari teori ekonomi, matematika, dan statistika.

131

Page 132: Ekonometrika Modul

Pondok Pangelmon Pawenang

● Posting

● Pengaturan

● Tata Letak

● Lihat Blog

● Buat

● Edit Entri

● Moderasi Komentar

Judul:

Tautan:

Blogger: Pondok Pangelmon Pawenang - Buat Entri

[email protected] | Dasbor | Akunku | Bantuan | Keluar

http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3799599743255279943 [11/27/2008 10:46:55 AM]

TulisEdit HTML

Pratinjau

Opsi Entri

Label untuk entri ini: contoh skuter, liburan, musim gugur

Gunakan ini untuk membuat link judul Anda ke dalam

website. Info lengkap

Sembunyikan semua

Semua Label: akuntansi biaya akuntansi manajemen Filsafat Ekonomi filsafat ilmu filsafat sosial Teori Keadilan

Jalan pintas: tekan Ctrl dengan: B = Tebal, I = Italic, P = Publikasikan, S = Simpan, D = Konsep lainnya

Terbitkan Entri Simpan Sekarang Konsep disimpan otomatis di 10:56

Kembali ke daftar entri

Page 133: Ekonometrika Modul

1

BAB I

RUANG LINGKUP EKONOMETRIKA

Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengerti definisi ekonometrika

Mengerti keilmuan yang terkait dengan ekonometrika Membedakan jenis-jenis ekonometrika

Memahami kegunaan ekonometrika Menjabarkan langkah-langkah penggunaan ekonometrika

Page 134: Ekonometrika Modul

2

BAB I

RUANG LINGKUP EKONOMETRIKA Pengertian Ekonometrika

Kalau dilihat dari segi namanya, ekonometrika berasal dari dari dua kata, yaitu “ekonomi” dan “metrika”. Kata “Ekonomi” di sini dapat dipersamakan dengan kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan manusia untuk mencukupi kebutuhannya melalui usaha pengorbanan sumber daya yang seefisien dan seefektif mungkin untuk mendapatkan tujuan yang seoptimal mungkin. Kata “Metrika” mempunyai arti sebagai suatu kegiatan pengukuran. Karena dua kata ini bergabung menjadi satu, maka gabungan kedua kata tersebut menunjukkan arti bahwa yang dimaksud dengan ekonometrika adalah suatu pengukuran kegiatan-kegiatan ekonomi.

Kegiatan ekonomi manusia tidak berjalan sesaat, tetapi berkelanjutan dari waktu ke waktu, dari peristiwa ke peristiwa, dari berbagai suasana, dari berbagai lintas sektor, lintas faktor. Untuk mengukur suatu kegiatan dalam keberagaman kondisi seperti itu, maka data merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan. Melalui data, informasi itu dapat dianalisis, diinterpretasi, untuk mengungkap kejadian-kejadian di masa lampau, serta dapat digunakan untuk prediksi masa mendatang.

Pengungkapan data atau analisis data dalam kegiatan ekonomi, dapat dilakukan dengan berbagai cara atau model, di antaranya melalui penggunaan grafik yang biasa disebut dengan metode grafis, atau melalui penghitungan secara matematis yang biasa disebut dengan metode matematis. Penggunaan metode ini tentu harus sesuai

Page 135: Ekonometrika Modul

3

dengan teori, khususnya teori ekonomi, karena ekonometrika bertujuan untuk mengukur kegiatan ekonomi. Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan keunggulan masing-masing.

Metode grafis sendiri dapat digolongkan ke dalam bentuk grafik berupa kurva, atau grafik dalam bentuk diagram. Metode grafis mempunyai keunggulan dalam kecepatan interpretasi informasi, karena grafik terrepresentasi dalam bentuk gambar yang mudah untuk dimaknai. Kelemahan metode grafis terletak pada kekurangakuratan interpretasi karena data umumnya ditampilkan dalam bentuk skala, yang bersifat garis besar, tentu kurang dapat menjelaskan secara rinci dan detil.

Metode matematis mempunyai keunggulan dalam keakuratan interpretasi, karena melalui hitungan-hitungan secara rinci, sedang kelemahannya terletak pada tingkat kesulitan untuk menghitungnya, terlebih lagi jika variabel-variabel yang dihitung berjumlah sangat banyak. Guna mempermudah penghitungannya, maka dibuatlah berbagai rumus-rumus hitungan yang diambil dari berbagi data. Perbedaan di antara kedua metode tersebut, metode grafis dan matematis, terletak pada seberapa besar variabel dapat diungkap secara rinci.

Perbedaan Metode Grafis dan Matematis

Perihal Grafis Matematis Interpretasi Relatif Lebih mudah

diinterpretasi Relatif lebih sulit diinterpretasi

Output Berupa grafik, seperti kurva atau diagram

Hitungan matematis berupa rumus

Keakuratan

Cenderung kurang akurat, karena berdasar data yang bersifat skala

Dapat lebih akurat, karena dihitung secara rinci sesuai dengan keadaannya

Page 136: Ekonometrika Modul

4

Uraian di atas menjelaskan kepada kita bahwa dalam ekonometrika diperlukan tiga hal pokok yang mutlak ada, yaitu: teori ekonomi, data, dan model. Teori ekonomi meliputi teori ekonomi mikro, makro, manajemen, pemasaran, operasional, akuntansi, keuangan, dan lain-lain. Guna memahami data, memerlukan disiplin ilmu tentang data, yaitu statistika. Model sendiri memerlukan disiplin ilmu matematika. Oleh karena itu, ekonometrika merupakan gabungan dari ilmu ekonomi, statistika, dan matematika, yang digunakan secara simultan untuk mengungkap dan mengukur kejadian-kejadian atau kegiatan-kegiatan ekonomi.

Beberapa pakar mendefinisikan ekonometrika sebagai berikut:

Ekonometrika dapat didefinisikan sebagai ilmu sosial yang menggunakan alat berupa teori ekonomi, matematika, dan statistika inferensi yang digunakan untuk menganalisis kejadian-kejadian ekonomi (Arthur S. Goldberger, 1964.p.1).1 Ekonometrik adalah gabungan penggunaan matematik dan statistik untuk memecahkan persoalan ekonomi (J. Supranto, 1983. p.6).2 Ekonometri adalah suatu ilmu yang mengkombinasikan teori ekonomi dengan statistik ekonomi, dengan tujuan menyelidiki dukungan empiris dari hukum skematik yang dibangun oleh teori ekonomi. Dengan memanfaatkan ilmu ekonomi, matematik, dan statistik, ekonometri membuat

1 Diterjemahkan dari buku KARYA Damodar Gujarati, Essential of Econometrics, second edition, Irwin McGraw Hill, 1999. 2 Supranto, J., Ekonometrik, Buku satu, Lembaga Penerbit FE UI, 1983.

Page 137: Ekonometrika Modul

5

hukum-hukum ekonomi teoritis tertentu menjadi nyata (Sugiyanto, Catur, 1994, p.3).3

Pentingnya Ekonometri

Suatu perusahaan ataupun unit-unit pengambil

keputusan, terutama dalam kegiatan ekonomi, tentu memerlukan suatu tindakan evaluatif untuk memastikan keefektifan tindakannya atau bahkan mempunyai keinginan untuk melakukan prediksi guna menentukan langkah terbaik yang perlu diambil. Keinginan evaluasi ataupun prediksi seperti itu akan mudah diperoleh jika tindakan-tindakan sebelumnya itu diukur melalui teknik-teknik pengukuran yang terstruktur dengan baik, baik melalui teori yang melandasi, metodologi yang digunakan, ataupun data pendukungnya. Suatu bentuk keilmuan yang mengakomodasi bentuk pengukuran kegiatan ekonomi itulah yang disebut sebagai ekonometri.

Data dalam ekonometrika merupakan suatu kemutlakan, begitu pula penentuan jenis data, teknik analisanya, ataupun penyesuaian dengan tujuannya. Data yang diperlakukan sebagai pengungkap sejarah (historical data) akan menghasilkan evaluasi, dan untuk data yang diperlakukan pengungkap kecenderungan (trend data) akan menghasilkan prediksi. Hasil evaluasi ataupun prediksi yang mempunyai tingkat keakuratan tinggi saja yang akan mempunyai sumbangan terbesar bagi pengambilan keputusan. Di sinilah letak pentingnya ekonometrika.

Sebagai contoh dalam mengungkap pentingnya ekonometrika, mari kita mencermati apa yang terjadi pada hukum permintaan dan penawaran. Hukum permintaan menjelaskan bahwa bila harga suatu barang cenderung 3 Sugiyanto, Catur, Ekonometrika Terapan, Edisi 1, BPFE Yogjakarta, 1994.

Page 138: Ekonometrika Modul

6

mengalami penurunan, maka jumlah permintaan terhadap barang tersebut akan mengalami peningkatan. Begitu pula dalam hukum penawaran, semakin sedikit barang yang ditawarkan, maka harga barang akan cenderung tinggi, tetapi ketika jumlah barang yang ditawarkan semakin banyak, maka harga barang akan semakin turun. Pernyataan-pernyataan seperti itu merupakan bentuk penyederhanaan yang hanya membahas keterkaitan antara dua variabel, yaitu variabel harga (P) dan variabel jumlah barang (Q) saja. Hukum permintaan menunjukkan bahwa hubungan antara variabel P dan Q berlawanan. Di sebut berlawanan karena jika P turun, maka Q yang diminta (D) akan bertambah, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu permintaan ditunjukkan oleh kurva atau garis yang cenderung menurun dari kiri atas ke kanan bawah (downward sloping). Lihat gambar 1.

P

Q

D

P1

P2

Q1 Q2

Gambar 1

Page 139: Ekonometrika Modul

7

Kondisi seperti ini berbeda bila di hadapkan dengan hukum penawaran. Pada hukum penawaran hubungan antara variabel P dan Q adalah searah, artinya jika P meningkat, maka Q juga meningkat. Atau sebaliknya, jika P menurun, maka Q juga mengalami penurunan. Oleh karena itu penawaran ditunjukkan oleh garis atau kurva yang cenderung meningkat dari kiri bawah ke kanan atas (upward sloping). Lihat gambar 2.

P

Q

S

Q2

P1

P2

Q1

Gambar 2

Tidak hanya terhenti pada dua teori di atas saja,

banyak teori-teori ekonomi lain yang hipotesisnya hanya bersifat kualitatif seperti hukum permintaan dan penawaran di atas. Pengungkapan yang sangat kualitatif seperti contoh tersebut, tidak dapat diketahui seberapa besar pengaruh antara variabel P terhadap Q, atau Q terhadap P. Karena tidak dapat menjelaskan secara angka-angka tentu saja bentuk kurva atau garis yang ditunjukkan juga tidak dapat menggambarkan kondisi dengan sangat

Page 140: Ekonometrika Modul

8

tepat. Kurva hanya dapat menggambarkan kecenderungan. Untuk menjawab persoalan itu, ekonometrika dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dalam bentuk model pendekatan matematis yang berupa hitungan-hitungan metematika akan mampu untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh suatu variabel tertenu terhadap variabel yang lain.

Untuk menjawab tuntutan seperti itu, maka teori ekonomi yang sudah ada perlu dilengkapi dengan berbagai data yang diperlukan. Dalam hal ini perannya ditunjukkan oleh statistika. Fungsi dari statistika tidak hanya sekedar pengumpulan data saja, tetapi meluas hingga interpretasi terhadap pentingnya data tersebut, cara perolehan, jenis data, hingga sifat data. Peran statistik akan semakin berarti jika dianalisis dengan model matematis yang sesuai dengan teori-teori ekonomi yang dianalisis. Jenis Ekonometrika Ekonometrika dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu ekonometrika teoritis (theoretical econometrics) dan ekonometrika terapan (applied econometrics). Ekonometrik teoritis berkenaan dengan pengembangan metode yang tepat/cocok untuk mengukur hubungan ekonomi dengan menggunakan model ekonometrik. Ekonometrika terapan menggambarkan nilai praktis dari penelitian ekonomi, sehingga lingkupnya mencakup aplikasi teknik-teknik ekonometri yang telah lebih dulu dikembangkan dalam ekonometri teoritis pada berbagai bidang teori ekonomi, untuk digunakan sebagai alat pengujian ataupun pengujian teori maupun peramalan. Meskipun ekonometrika dapat didikotomikan ke dalam ekonometrika teoritis maupun terapan, namun tujuan-tujuan ekonometrika dapat dipersatukan sebagai

Page 141: Ekonometrika Modul

9

alat verifikasi, penaksiran, ataupun peramalan. Fungsi verifikasi ini bertujuan untuk mengetahui dengan pasti kekuatan suatu teori melalui pengujian secara empiris, karena teori yang mapan adalah teori yang dapat diuji dengan empiris. Ekonometrika berkaitan dengan analisa kuantitatif yang menghasilkan taksiran-taksiran numerik yang dapat digunakan untuk melakukan taksiran-taksiran dari hasil suatu kegiatan ekonomi. Fungsi seperti itu disebut sebagai fungsi penaksiran. Taksiran-taksiran numerik seperti dijelaskan di atas dapat pula digunakan untuk mengindera kejadian masa yang akan datang dengan pengukuran derajat probabilitas tertentu. Fungsi seperti ini lebih dikenal dengan forecasting (peramalan). Penggunaan ekonometrika

Dalil-dalil ekonomi umumnya dijelaskan secara

kualitatif dan dibatasi oleh asumsi-asumsi. Penggunaan asumsi dalam ilmu ekonomi merupakan refleksi dari kesadaran bahwa tidak mungkin untuk dapat mengungkap dengan pasti faktor-faktor apa saja yang saling terkait atau saling mempengaruhi faktor tertentu. Wajar saja, karena ilmu ekonomi merupakan rumpun ilmu sosial, dimana dalam kegiatan sosial antara variabel satu dan yang lainnya saling berinteraksi, berkaitan, dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu penggunaan asumsi adalah untuk membantu penyederhanaan model. Asumsi yang paling sering digunakan adalah asumsi ceteris paribus (hal-hal yang tidak diungkapkan dianggap tetap). Asumsi ini digunakan mengingat sangat banyaknya variabel-variabel dalam ilmu sosial yang saling mempengaruhi, yang sangat sulit untuk dianalisis secara bersamaan.

Pembatasan penggunaan variabel untuk menganalisis kegiatan ekonomi melalui penetapan ceteris paribus

Page 142: Ekonometrika Modul

10

tersebut, senyatanya adalah untuk mempermudah penafsiran-penafsiran serta pengukuran kegiatan ekonomi. Oleh karena itu dibuatlah pernyataan-pernyataan yang mewakili variabel yang diukur saja, dan mengasumsikan variabel lainnya bersifat tetap. Sebagai contoh, kalau kita hendak mencari jawaban tentang pertanyaan kenapa seseorang mengonsumsi suatu barang, maka kita dapat mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi seperti: tingkat penghasilan, harga barang itu sendiri, harga barang lain, selera, kebutuhan, ekspektasi masa mendatang, tingkat pengeluaran, iklan, promosi, faktor barang pengganti, ketersediaan barang, kondisi politik, trend, gengsi, dan lain-lain, yang tentu itu tidak dapat dijelaskan secara pasti. Banyaknya faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang tersebut tentu tidak dapat diidentifikasi secara pasti, maka dalam ekonometrika disiasati dengan membentuk model, yang mengabstraksikan realita, dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor besar saja (misalnya 1-5 faktor terpenting saja), selebihnya diwakili dengan asumsi ceteris paribus tersebut.

Model matematis merupakan salah satu model untuk menggambarkan teori yang diterjemahkan dalam bentuk matematis. Umumnya model dikembangkan dalam bentuk persamaan, dimana sebelah kiri tanda persamaan mewakili variabel yang dipengaruhi, sedang variabel yang berada di sebelah kanan tanda persamaan mewakili variabel yang mempengaruhi. Variabel yang dipengaruhi disebut pula sebagai variabel terikat, variabel dependen (dependent variables). Variabel yang mempengaruhi disebut pula sebagai variabel bebas, variabel independen (independent variable), variabel penduga, juga variabel prediktor. Untuk memudahkan tahapan proses analisis, dan mendapatkan jawaban yang valid maka perlu menggunakan metodologi ekonometri yang memadai.

Page 143: Ekonometrika Modul

11

Metodologi Ekonometri Metodologi ekonometri merupakan serangkaian tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam kaitan untuk melakukan analisis terhadap kejadian-kejadian ekonomi. Secara garis besar, tahapan metodologi ekonometri dapat diurutkan sebagai berikut:

1. merumuskan masalah 2. merumuskan hipotesa 3. menyusun model 4. mendapatkan data 5. menguji model 6. menganalisis hasil 7. mengimplementasikan hasil

Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah adalah hal yang sangat penting, karena merupakan “pintu pembuka” untuk menentukan tahapan-tahapan selanjutnya. Merumuskan suatu masalah berarti mengungkap hal-hal apa yang ada di balik gejala atau informasi yang ada, dan sekaligus mengidentifikasi penyebab-penyebab utamanya. Oleh karena itu, di dalam merumuskan masalah tidak dapat dilepaskan dari pemahaman teori-teori yang melandasi atau kontekstual dengan penelitian, mengungkap mengapa penelitian itu dilakukan, dan sekaligus mampu membuat rencana untuk menentukan langkah untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada.

Rumusan masalah merupakan pedoman untuk membuat struktur isi penelitian. Wajar saja bila sebagian besar orang berpendapat bahwa perumusan masalah adalah tahapan yang paling sulit dan menentukan.

Page 144: Ekonometrika Modul

12

Perumusan masalah yang baik tentu disertai dengan latar belakang masalah, karena itu merupakan sumber informasi yang digunakan untuk memahami keterkaitan permasalahan yang dirumuskan. Umumnya perumusan masalah dalam suatu penelitian diungkapkan dalam bentuk kalimat pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Karena membutuhkan jawaban, maka akan semakin baik jika apa yang mendasari permasalahan itu adalah hal-hal yang menarik minat peneliti.

Sebagai ilustrasi dari perumusan masalah, beberapa contoh dikemukakan sebagai berikut:

1. Seperti dijelaskan di atas, bahwa evaluasi pegawai dalam rangka penempatan kerja di lingkungan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sukoharjo belum dilakukan secara memadai. Dengan tidak dilakukannya evaluasi yang memadai, maka tidak dapat diketahui informasi yang terkait dengan apa yang diharapkan pegawai, seberapa besar tingkat stres pegawai, maupun berapa besar potensi prestasi kerja yang tersimpan maupun yang telah dapat diwujudkan. Untuk itu dalam penelitian ini permasalahan-permasalahan seperti itu akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: apakah dalam penempatan kerja pegawai Depdiknas Kabupaten Sukoharjo selama ini telah sesuai dengan karakteristik individu masing-masing pegawai, atau karena terpaksa harus bertahan karena tuntutan yang lain? berapa besar tingkat stress yang dialami pegawai dilingkungan Depdiknas Kabupaten Sukoharjo, dan apa faktor yang yang paling signifikan mempengaruhinya? seberapa besar

Page 145: Ekonometrika Modul

13

tingkat prestasi kerja pegawai Depdiknas Kabupaten Sukoharjo selama ini? adakah stress kerja yang dialami pegawai mempengaruhi prestasi kerja, seberapa besar pengaruhnya?

2. Setelah Juni 1997 diketahui bahwa terdapat

kesamaan arah antara inflasi, kurs, dan suku bunga. Ketika inflasi meningkat kurs USD terhadap IDR juga mengalami peningkatan, begitu pula suku bunga juga mengalami peningkatan. Tetapi ketika inflasi mengalami penurunan ternyata baik kurs dan suku bunga juga mengalami hal serupa. Berdasar pada hal tersebut, maka timbul pertanyaan “apakah kurs IDR terhadap USD dan suku bunga simpanan berjangka rupiah mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia ?”

Merumuskan Hipotesa

Hipotesa merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian, sehingga perlu diuji lebih lanjut melalui pembuktian berdasarkan data-data yang berkenaan dengan hubungan antara dua atau lebih variabel. Rumusan hipotesa yang baik seharusnya dapat menunjukkan adanya struktur yang sederhana tetapi jelas, sehingga memudahkan untuk mengetahui jenis variabel, sifat hubungan antar variabel, dan jenis data.

Perumusan hipotesa biasanya berupa kalimat pernyataan yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang akan diteliti. Berdasarkan contoh pada sub

Page 146: Ekonometrika Modul

14

merumuskan masalah di atas, maka dapat dicontohkan penarikan hipotesis seperti ini:4

1. Pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo banyak yang mengalami stres kerja yang dapat berakibat pada menurunnya motivasi kerjanya.

2. Inflasi di Indonesia setelah tahun 1997 dipengaruhi oleh kurs nilai tukar IDR-USD dan bunga deposito. Hubungannya bersifat searah.

Menyusun Model Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan bertujuan untuk menganalisis kenyataan yang wujud di alam semesta dan di dalam kehidupan manusia. Namun, karena fakta-fakta mengenai kenyataan yang wujud dalam ilmu sosial ( dimana ilmu ekonomi termasuk salah satu cabangnya) berjumlah sangat banyak dan saling terkait satu sama lainnya, maka menggambarkan kenyataan yang sebenarnya berlaku dalam perekonomian adalah merupakan hal yang tidak mudah. Agar dapat menjelaskan realitas yang kompleks seperti itu, maka perlu dilakukan abstraksi melalui penyusunan suatu model. Oleh karena itu model merupakan abstraksi dari realitas. Dalam ilmu ekonomi, model ekonomi didefinisikan sebagai konstruksi teoritis atau kerangka analisis ekonomi yang menggabungkan konsep, definisi, anggapan, persamaan, kesamaan (identitas) dan ketidaksamaan dari

4 Penulisan hipotesis ini bersifat garis besar. Penulisan hipotesis dalam penelitian biasanya dituliskan sekaligus dua hipotesis yang berlawanan, yaitu hipotesis nol dan hipotesis alternative.

Page 147: Ekonometrika Modul

15

mana kesimpulan akan diturunkan.5 Sebagaimana namanya, dalam ilmu ekonomi tentu yang digunakan adalah variabel-variabel ekonomi saja. Untuk variabel non ekonomi tidak perlu dipilih, atau dimasukkan saja ke dalam asumsi ceteris paribus. Variabel ekonomi dibedakan menjadi:6

1. Variabel Endogin, yaitu variabel yang menjadi pusat perhatian si pembuat model, atau variabel yang ditentukan di dalam model dan ingin diamati variansinya.

2. Variabel Eksogin, yaitu variabel yang dianggap ditentukan di luar sistem (model) dan diharapkan mampu menjelaskan variasi variabel endogin.

3. variabel kelambanan, yaitu variabel dengan unsur lag, yang umumnya digunakan untuk data runtut waktu.

Fungsi model dalam ekonometrika adalah sebagai

tuntunan untuk mempermudah menguji ketepatan model penduga. Salah satu bentuk model adalah berupa persamaan fungsi secara matematis. Karena pada hakikatnya sebuah fungsi adalah sebuah persamaan matematis yang menggambarkan hubungan sebab akibat antara sebuah variabel dengan satu atau lebih variabel lain. Ketepatan model itu sendiri mempunyai dua tujuan yaitu: Pertama, untuk mengetahui apakah model penduga tersebut merupakan model yang tepat sebagai estimator. Kedua, untuk mengetahui daya ramal atau goodness of fit dari model penduga. Model persamaan ini disebut pula

5 Insukindro, Pembentukan Model dalam Penelitian Ekonomi, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 7(1), 1-18. 6 Kuncoro, Mudrajad, Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi, UPP AMP YKPN, 2001, p.5.

Page 148: Ekonometrika Modul

16

sebagai metode regresi yang diharapkan dapat menjawab hipotesis yang telah ditentukan.

Model ekonometrika setidaknya terdiri dari dua golongan variabel, yaitu variabel terikat (dependen) yang berada pada sebelah kiri tanda persamaan, dan variabel bebas (independen) yang berada di sebelah kanan tanda persamaan. Jumlah variabel bebas tidak harus satu, tetapi dapat berjumlah lebih dari satu variabel. Untuk model dengan satu variabel bebas disebut dengan regresi tunggal (single regression), sedang untuk model yang mempunyai lebih dari satu variabel bebas disebut regresi berganda (multiple regression). Mendapatkan Data Mendapatkan data merupakan suatu langkah yang harus dilakukan oleh peneliti, agar dapat menjamin bahwa data yang dianalisis adalah benar-benar menggunakan data yang tepat. Hal ini penting untuk mendapatkan hasil analisis yang tidak bias atau menyesatkan. Para peneliti terdahulu telah mengingatkan agar jangan sampai dalam penelitian terdapat GIGO, garbage In garbage out. Tahapan yang dapat ditempuh untuk mendapatkan data pra analisis meliputi: penyuntingan data, pengembangan variabel, pengkodean data, cek kesalahan, pembentukan struktur data, tabulasi. Penyuntingan data, adalah upaya proses data untuk mendapatkan data yang memberikan kejelasan, dapat dibaca, konsisten, dan komplit. Pengembangan variabel, yaitu memperluas variansi data, misalnya mentransformasi menjadi data dalam

Page 149: Ekonometrika Modul

17

angka logaritma, melakukan indeksasi data, komposit, dan lain-lain. Pengkodean data, melakukan koding terhadap data yang akan digunakan dengan cara yang sesuai, seperti koding terhadap variabel dummy, data ordinal, data interval, dan lain-lain. Cek kesalahan, merupakan finalisasi pengujian data agar betul-betul mendapatkan data akhir yang valid. Strukturisasi data, membuat kesedian data agar dapat digunakan dengan baik di kemudian hari. Tabulasi data, biasanya tidak dimasukkan sebagai prosedur analitik dalam penelitian ilmiah karena tidak mengungkapkan hubungan dalam data. Kendati demikian, banyak riset bisnis yang ditujukan untuk penjelasan masalah dan atau menemukan hubungan. Tabulasi menyajikan hitungan hitungan frekuensi dari satu hal (analisis frekuensi) atau perkiraan numerik tentang distribusi sesuatu (analisis deskriptif). Tabulasi merupakan alat analisis bisnis. Tabulasi juga bermanfaat bagi peneliti sebagai alat menyusun kategori ketika mengubah variabel interval menjadi klasifikasi nominal. Dengan kata lain, tabulasi mendeskripsikan jumlah individu yang menjawab pertanyaan tertentu. Tabulasi dapat juga digunakan untuk menciptakan statistik deskriptif mengenai variabel-variabel yang digunakan atau tabulasi silang.7 Menguji Model

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesahihan model terbaik yang dihasilkan, maka perlu dilakukan uji ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai actual dapat 7 Ibid.

Page 150: Ekonometrika Modul

18

diukur dari goodness of fit-nya. Untuk melakukan uji goodness of fit pengukurannya dilakukan dengan menguji nilai statistik t, nilai statistik F, dan koefisien determinasinya (R2) pada hasil regresi yang telah memenuhi uji asumsi klasik.

Uji nilai statistik t untuk mengetahui pengaruh secara individual variabel independen terhadap variabel dependen. Uji F untuk mengetahui secara bersama-sama semua variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen. Sedangkan koefisien determinasi untuk menentukan seberapa besar sumbangan variabel independen terhadap variabel dependen.

Uji asumsi klasik juga perlu dilakukan terhadap model agar memperteguh validitas model, yang dapat dilakukan melalui pengujian normalitas, autokorelasi, multikolinearitas, juga heteroskedastisitas. Menganalisis Hasil Analisis ekonometrika dimulai dari interpretasi terhadap data dan keterkaitan antar variabel yang dijelaskan di dalam model. Tidak hanya analisis regresi, analisis korelasi juga perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil pengukuran hingga benar-benar valid. Analisis regresi akan mendapatkan hasil pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Sedang untuk analisis korelasi berguna untuk mengetahui hubungan antar variabel tanpa membedakan apakah itu variabel dependen ataukah independen. Tanda positif atau negatif pada masing-masing koefisien perlu untuk dicermati, karena mempunyai keterkaitan langsung terhadap kesesuaian dengan teori yang dirumuskan dalam model. Pengabaian terhadap kedua tanda tersebut, dapat menjadikan hasil regresi tidak sesuai dengan teori yang melatar belakangi.

Page 151: Ekonometrika Modul

19

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengimplemantasian dari hasil pengukuran. Karena sebagus dan sebenar apapun hasil penelitian, apabila tidak ditindaklanjuti dalam bentuk implementasi, tidak akan berarti apa-apa. -000- Tugas:

1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas 2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian

bab ini 3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

a. Apa yang dimaksud dengan ekonometrika b. Bidang keilmuan apa saja yang terkait secara

langsung dengan ekonometrika c. Jelaskan pentingnya ekonometrika d. Uraikan tahapan-tahapan ekonometrika

Page 152: Ekonometrika Modul

20

BAB II

MODEL REGRESI

Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengerti definisi model Mengerti definisi regresi

Menyebutkan model-model regresi Menjelaskan kegunaan model regresi Menuliskan alternatif notasi model

Memahami perbedaan-perbedaan model Menggunakan model untuk menjabarkan teori

Page 153: Ekonometrika Modul

21

BAB II

MODEL REGRESI

Keilmuan sosial mempunyai karakteristik berupa

banyaknya variabel-variabel atau faktor-faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kondisi yang demikian ini menyebabkan kesulitan dalam menentukan secara pasti faktor apa saja yang menyebabkan faktor tertentu. Sebagai contoh, apabila kita ingin mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan suatu barang tertentu (sebut saja barang X), maka dengan mengidentifikasi kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita akan mendapatkan banyak sekali faktor-faktor itu seperti: harga barang tersebut, harga barang lain, mutu barang, pendapatan, anggaran pengeluaran, prediksi harga masa yang akan datang, selera, trend yang berkembang, persepsi atas barang tersebut, kebutuhan, gengsi, return usaha yang mungkin diperoleh, tingkat bunga bank, stabilisasi keamanan, tempat penjualan barang tersebut, barang pengganti, dan tentu masih banyak lagi faktor-faktor lainnya yang sangat sulit untuk ditentukan secara mutlak, bahwa harga barang X tersebut hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang telah dijelaskan.

Dari beragam faktor-faktor yang disebutkan di atas, tentu mempunyai tingkat signifikansi yang berbeda. Beberapa faktor mungkin mempunyai tingkat signifikansi yang tinggi, sementara yang lain mungkin tingkat signifikansinya rendah, atau biasa disebut tidak signifikan. Dalam kepentingan untuk mengidentifikasi beberapa variabel saja, maka dibenarkan untuk mengabaikan variabel-variabel yang lain. Cara yang

Page 154: Ekonometrika Modul

22

dilakukan adalah membuat model, yang menjelaskan variabel-variabel yang hendak diteliti saja. Sedang untuk variabel-variabel lain yang terkait tetapi tidak hendak diteliti, dapat diabaikan. Hal ini dibenarkan dalam keilmuan sosial (ekonomi), karena terlalu banyak faktor-faktor yang saling terkait dan sangat sulit untuk diidentifikasi secara menyeluruh, sehingga perlu asumsi yang menganggap tidak adanya perubahan dari variabel-variabel yang disebut dengan ceteris paribus.

Model dalam keilmuan ekonomi berfungsi sebagai panduan analisis melalui penyederhanaan dari realitas yang ada. Sehingga model sering diartikan refleksi dari realita atau simplikasi dari kenyataan. Hal ini akan semakin jelas kalau kita runut dari bentuk suatu model yang memang berbentuk sangat sederhana. Penulisan model dalam ekonometrika adalah merupakan pengembangan dari persamaan fungsi secara matematis, karena pada hakikatnya sebuah fungsi adalah sebuah persamaan yang menggambarkan hubungan sebab akibat antara sebuah variabel dengan satu atau lebih variabel lain. Penulisan model dalam bentuk persamaan fungsi tersebut dicontohkan dalam persamaan berikut ini:

Persamaan Matematis

Y = a + b X ……….. (pers.1) Persamaan Ekonometrika

Y = b0 + b1X + e ……….. (pers.2) Munculnya e (error term) pada persamaan ekonometrika (pers.2) merupakan suatu penegasan bahwa sebenarnya banyak sekali variabel-variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat (Y). Karena dalam model tersebut hanya ingin melihat pengaruh satu variabel X saja, maka variabel-variabel yang lain dianggap bersifat tetap atau ceteris paribus, yang dilambangkan dengan e.

Page 155: Ekonometrika Modul

23

Bentuk Model

Model persamaan fungsi seperti dicontohkan pada pers.2 bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, persamaan tersebut disebut juga sebagai persamaan regresi. Model Regresi mempunyai bermacam-macam bentuk model yang dapat dibedakan berdasarkan sebaran data yang terlihat dalam scatterplott-nya.8 Setidaknya terdapat tiga jenis model yaitu: Model Regresi Linier, Model Regresi Kuadratik, Model Regresi Kubik Model Regresi Linier

Kata “linier” dalam model ini menunjukkan linearitas dalam variabel maupun lineraitas dalam data. Kata linier menggambarkan arti bahwa sebaran data dalam scatter plot menunjukkan sebaran data yang mendekati bentuk garis lurus. Data semacam ini dapat wujud apabila perubahan pada variabel Y sebanding dengan perubahan variabel X. Jika sebaran datanya berkecenderungan melengkung, maka cocoknya menggunakan dengan regresi kuadratik. Jika sebaran datanya kecenderungannya seperti bentuk U atau spiral regresinya menggunakan regresi kubik.

Model linier sendiri dapat dibedakan sebagai single linier maupun multiple linier. Disebut single linier apabila variabel bebas hanya berjumlah satu dengan batasan pangkat satu. Sedang multiple linier apabila variabel bebas lebih dari satu variabel dengan batasan pangkat satu. Untuk lebih jelasnya akan dicontohkan bentuk 8 Scatter plot merupakan gambar sebaran data.

Page 156: Ekonometrika Modul

24

persamaan single linier (pers.3) dan persamaan multiple linier (pers.4) sebagai berikut: Y = b0 + b1X + e ……….. (pers.3) Y = b0 + b1X1 + b2X2 + …… + bnXn + e ……….. (pers.4)

Misalkan dari pers.3 dianggap bahwa Y = Inflasi, dan X = bunga deposito (Budep) pada periode tertentu, dan jika datanya telah diketahui, maka data akan tergambar dalam bentuk titik-titik yang merupakan sebaran data dalam scatter plot. Dengan menggunakan data penelitian hubungan antara inflasi dan bunga deposito antara Januari 2001 hingga Oktober 2002, maka sebaran datanya tergambar sebagai berikut:

Hubungan Suku Bunga terhadap Inflasi

BUDEP

16 .516 .015 .515 .014 .514 .013 .513 .0

INFL

AS

I

16

15

14

13

12

11

10

9

8

Gambar 3

Page 157: Ekonometrika Modul

25

Sebaran data tersebut di atas (gambar 3) menunjukkan hubungan yang positif, yaitu jika bunga deposito meningkat, maka inflasi juga meningkat. Begitu pula jika bunga deposito menurun, inflasi juga turun. Sedangkan contoh sebaran data yang digambarkan dalam scatter plot di bawah ini (gambar 4), menunjukkan bahwa hubungan antara variable Afenegat (Afeksi negative) dan Latribut (Atribut) mempunyai hubungan yang negative. Jika atributnya berkurang, maka afeksi negatifnya meningkat. Begitu pula sebaliknya.

Dari scatter plot kedua gambar tersebut (baik gambar di atas maupun di bawah ini) menunjukkan bahwa sebaran datanya menyebar memanjang lurus, sehingga dapat diwakili dengan garis lurus. Oleh karena itu, kedua scater plot tersebut akan tepat digunakan regresi linier.

AFENEGAT

403020100

LATR

IBU

T

1.9

1.8

1.7

1.6

Gambar 4

Page 158: Ekonometrika Modul

26

Model Kuadratik

Salah satu ciri model kuadratik dapat diketahui dari adanya pangkat dua pada salah satu variabel bebasnya. Ciri yang lain dapat dilihat dari pengamatan terhadap scatter plott yang menunjukkan kecenderungan sebaran data membentuk lengkung, tidak seperti model linier yang cenderung lurus.

Model kuadratik dituliskan dalam persamaan fungsi sebagai berikut: Y = b0 + b1X1 + b2X1

2 + e ……….. (pers.5) Model Kubik

Salah satu ciri model kubik dapat diketahui dari adanya pangkat tiga pada salah satu variabel bebasnya. Oleh karena itu sering disebut juga dengan fungsi berderajat tiga. Ciri yang lain dapat dilihat dari pengamatan terhadap scatter plott yang menunjukkan kecenderungan sebaran data yang berbentuk lengkung dengan arah yang berbeda. Setiap fungsi kubik setidak-tidaknya mempunyai sebuah titik belok (inflexion point), yaitu titik peralihan bentuk kurva dari cekung menjadi cembung atau dari cembung menjadi cekung.9

Model kuadratik dituliskan dalam persamaan fungsi sebagai berikut: Y = b0 + b1X1 + b1X1

2 + b1X13 + e ………..

(pers.6) 9 Dumairy, Matematika Terapan Untuk Bisnis dan Ekonomi, BPFE, Yogjakarta, p.140

Page 159: Ekonometrika Modul

27

Notasi Model Huruf Y memerankan fungsi sebagai variabel dependen atau variabel terikat. Y sering juga disebut sebagai variabel gayut, variabel yang dipengaruhi, atau variabel endogin. Dengan alasan keseragaman, penulisan huruf Y diletakkan disebelah kiri tanda persamaan. Sedang variabel independen yang secara umum disimbolkan dengan huruf X diletakkan disebelah kanan tanda persamaan.

Huruf X menggambarkan variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi. Oleh karena itu variabel ini mempunyai nama lain seperti variabel independen, variabel penduga, variabel estimator, atau juga variabel eksogen. Peletakannya di sebelah kanan tanda persamaan menunjukkan perannya sebagai variabel yang mempengaruhi.

Huruf b0 sering juga dituliskan dengan huruf a, α, atau juga β0. Secara substansi penulisan itu mempunyai arti yang sama, yaitu menunjukkan konstanta atau intercept yang merupakan sifat bawaan dari variabel Y. Konstanta ini mempunyai angka yang bersifat tetap yang sekaligus menunjukkan titik potong garis regresi pada sumbu Y. Jika konstanta itu bertanda positif maka titik potongnya di sebelah atas titik origin (0), sedang bila bertanda negatif titik potongnya di sebelah bawah titik origin. Nilai konstanta ini merupakan nilai dari variabel Y ketika variabel X bernilai nol. Atau dengan bahasa yang mudah, nilai konstanta merupakan sifat bawaan dari Y.

Huruf b1, b2, bn merupakan parameter yang menunjukkan slope atau kemiringan garis regresi. Parameter ini sering juga dituliskan dengan bentuk b, atau β1, β2, βn. Meskipun dituliskan dengan tanda yang

Page 160: Ekonometrika Modul

28

berbeda, secara substansi parameter ini menunjukkan beta atau koefisien korelasi yang sekaligus menunjukkan tingkat elastisitas dari variabel X tersebut. Nilai beta ini memungkinkan untuk bernilai positif maupun negatif. Tanda positif menunjukkan hubungan yang searah antara variabel X dengan variabel Y. Artinya jika X mengalami peningkatan maka Y juga mengalami peningkatan. Sebaliknya jika X mengalami penurunan maka Y pun akan menurun. Arah hubungan seperti itu tidak terjadi pada beta yang berangka negatif. Karena jika tandanya negatif arah hubungan X terhadap Y saling berlawanan. Jika X meningkat maka Y menurun, sebaliknya jika X menurun maka nilai statistik t meningkat.

Demikian pula, karena nilai koefisien korelasi ini juga menunjukkan tingkat elastisitas, maka dari besarnya nilai koefisien korelasi (b) tersebut dapat ditentukan jenis elastisitasnya. Jika nilai b besarnya lebih dari satu (b>1) maka disebut elastis. Artinya, jika variabel X mengalami perubahan, maka variabel Y akan mengalami perubahan yang lebih besar dari perubahan yang ada pada variabel X tersebut. Jika nilai b besarnya sama dengan angka satu (b=1) disebut uniter elastis. Artinya, jika variabel X mengalami perubahan, maka variabel Y akan mengalami perubahan yang sama besar dengan perubahan yang ada pada variabel X tersebut. Jika nilai b besarnya lebih kecil dari angka satu (b<1) disebut inelastis. Artinya, jika variabel X mengalami perubahan, maka variabel Y akan mengalami perubahan yang lebih kecil dari perubahan yang ada pada variabel X tersebut.

Huruf e merupakan kependekan dari error term atau kesalahan penggganggu. Simbol error ini tidak jarang dituliskan dalam huruf ε atau μ. Simbol ini merupakan karakteristik dari ekonometrika yang tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur stokhastik atau hal-hal yang mengandung probabilita, karena hasil yang

Page 161: Ekonometrika Modul

29

ditunjukkan oleh model ekonometrika hanya bersifat perkiraan, dalam arti tidak menunjukkan kebenaran yang mutlak. Oleh karena itu nama lain dari simbol ini tidak terlepas dari sifat dasar itu seperti: disturbance error atau stochastic disturbance.

Kesalahan pengganggu ini sendiri mempunyai banyak sebab yang dapat menimbulkannya seperti:

1. tidak seluruh variabel bebas yang mempunyai potensi dalam mempengaruhi variabel terikat dapat disebutkan dalam model.

2. kesalahan asumsi dalam menentukan teori yang diwujudkan sebagai model.

3. ketidaklengkapan data yang dianalisis. 4. ketidaktepatan model yang digunakan.

Misalnya, seharusnya digunakan model kuadratik tetapi justru yang digunakan adalah model linier, atau sebaliknya.

Spesifikasi Model dan Data

Secara spesifik model dalam ekonometrika dapat dibedakan menjadi: model ekonomi (economic model) dan model statistic (statistical model). Model Ekonomi biasanya dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Y = b0 + b1X1 + b2 X2 Tanda b = parameter, menunjukkan ketergantungan variabel Y terhadap variabel X b0 = intercept, menjelaskan nilai variabel terikat ketika

masing-masing variabel bebasnya bernilai 0 (nol).

Page 162: Ekonometrika Modul

30

Model ini menggambarkan rata-rata hubungan sistemik antara variabel Y, X1, X2. Dalam model ini nilai e tidak tertera, karena nilai e diasumsikan non random. Dalam realita, model ini tidak mampu menjelaskan variabel-variabel ekonomi secara pas (clear), oleh karena itu membutuhkan regresi. Model Statistik

Model ekonomi seperti yang dijelaskan di atas,

mencerminkan nilai harapan, maka dapat pula ditulis: E (Y) = b0 + b1X1 + b2 X2 Karena nilai harapan, maka tentu tidak akan secara pasti sesuai dengan realita. Oleh karena itu akan muncul nilai random error term (e). Nilai e sendiri merupakan selisih antara nilai kenyataan dan nilai harapan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: e = Y – E(Y) atau e = Y – Y jadi, Y = Y + e karena, Y = E (Y) = b0 + b1X1 + b2 X2 maka Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + e tanda e pada persamaan di atas mencerminkan distribusi probabilitas. Atau dapat pula dianggap sebagai pengganti variabel-variabel berpengaruh lain selain variabel yang dijelaskan dalam model. Dalam teori ekonomi, e merupakan representasi dari asumsi ceteris paribus. Pengakuan adanya variabel lain yang berpengaruh, meskipun tidak disebutkan variabel apa, cukup ditulis dengan tanda e, maka model menjadi lebih realistik. Agar

Page 163: Ekonometrika Modul

31

terdapat gambaran yang jelas, maka nilai e harus diasumsikan. Asumsi-asumsinya adalah:

1. Nilai harapan e sama dengan 0 (nol). E(e) = 0, masing-masing random error mempunyai distribusi probabilitas = 0. Meskipun e bisa bernilai positif atau negatif, tetapi rata-rata e harus = 0.

2. Variance residual sama dengan standar deviasi Var (e) = 2σ , artinya: masing-masing random error mempunyai distribusi probabilitas variance yang sama dengan standar deviasi ( 2σ ). Asumsi ini menjelaskan bahwa residual bersifat homoskedastik.

3. Kovarian ei dan ej mempunyai nilai nol. Cov (ei, ej) = 0. Nilai nol dalam asumsi ini menjelaskan bahwa antara ei dan ej tidak ada korelasi serial atau tida berkorelasi (autocorrelation).

4. Nilai random error mempunyai distribusi probabilitas yang normal.

Karena masing, masing observasi Y tergantung pada e, maka masing-masing Y juga memiliki varian yang random. Dengan demikian, statistik Y menjadi sebagai beriku: 1. Nilai harapan Y tergantung pada nilai masing-

masing variabel penjelas dan parameter-parameternya. Dengan menggunakan asumsi E(e) = 0, maka rata-rata perubahan nilai Y untuk setiap observasi ditentukan oleh fungsi regresi. E (Y) = b0 + b1X1 + b2 X2

2. Variance distribusi probabilitas Y tidak dapat berubah setiap observasi. Var (Y) = Var (e) = 2σ

3. Tidak ada kaitan langsung antara observasi satu dengan observasi lainnya.

Page 164: Ekonometrika Modul

32

Cov (Yi, Yj) = Cov (ei, ej) = 0 4. Nilai Y secara normal terdistribusi di sekitar rata-

rata. Asumsi-asumsi di atas difokuskan pada pembahasan variabel terikat. Perlu adanya asumsi tambahan terhadap variabel penjelas, yaitu: 1. Variabel independen tidak bersifat random, karena

dengan jelas dapat diketahui dari data. 2. Variabel independen tidak merupakan fungsi linear

dari yang lain. Asumsi ini penting agar tidak terjadi redundancy, yang menyebabkan multikolinearitas.

Kesimpulan:

Dalam suatu model regresi terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas, yang dipisahkan oleh tanda persamaan. Variabel terikat sering disimbolkan dengan Y, biasa pula disebut sebagai variabel dependen, variabel tak bebas, variabel yang dijelaskan, variabel yang diestimasi, variabel yang dipengaruhi. Cirinya, berada pada sebelah kiri tanda persamaan (=). Variabel bebas sering disimbolkan dengan X, biasa pula disebut sebagai variabel independen, variabel yang mempengaruhi, variabel penjelas, variabel estimator, variabel penduga, variabel yang mempengaruhi, variabel prediktor. Cirinya terletak pada sebelah kanan tanda persamaan (=).

Dalam suatu model juga terdapat parameter-parameter yang disebut konstanta, juga koefisien korelasi. Konstanta sering disimbolkan dengan a, atau b0, atau β0. Koefisien korelasi disebut pula sebagai beta, B, b, menunjukkan slope, kemiringan, elastisitas.

Page 165: Ekonometrika Modul

33

-000- Tugas:

1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas! 2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian

bab ini! 3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan model! b. Sebutkan apa saja jenis-jenis model

ekonometrika! c. Jelaskan perbedaan antara jenis-jenis model

ekonometrika! d. Coba uraikan asumsi-asumsi yang harus

dipenuhi dalam regresi linier!

Page 166: Ekonometrika Modul

34

BAB III

MODEL REGRESI DENGAN DUA VARIABEL

Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengetahui kegunaan dan spesifikasi model

Menjelaskan hubungan antar variabel Mengaitkan data yang relevan dengan teori

Mengembangkan data Menghitung nilai parameter

Mengetahui arti dan fungsi parameter Menentukan signifikan tidaknya variabel bebas

Membaca hasil regresi Menyebutkan asumsi-asumsi.

Page 167: Ekonometrika Modul

35

BAB III

MODEL REGRESI DENGAN DUA VARIABEL

Bentuk model

Model regresi dengan dua variabel10 umumnya dituliskan dengan simbol berbeda berdasarkan sumber data yang digunakan, meskipun tetap dituliskan dalam persamaan fungsi regresi. Fungsi regresi yang menggunakan data populasi (FRP) umumnya menuliskan simbol konstanta dan koefisien regresi dalam huruf besar, sebagai berikut:

Y = A + BX + ε ……….. (pers.3.1) Fungsi regresi yang menggunakan data sampel (FRS) umumnya menuliskan simbol konstanta dan koefien regresi dengan huruf kecil, seperti contoh sebagai berikut:

Y = a + bX + e ……….. (pers.3.2) Dimana: A atau a; merupakan konstanta atau intercept B atau b; merupakan koefisien regresi, yang juga

menggambarkan tingkat elastisitas variabel independen

Y; merupakan variabel dependen X; merupakan variabel independen

10 Yaitu satu variabel dependen dan satu variabel independen

Page 168: Ekonometrika Modul

36

Notasi a dan b merupakan perkiraan dari A dan B. Huruf a, b, disebut sebagai estimator atau statistik, sedangkan nilainya disebut sebagai estimate atau nilai perkiraan.11 Meskipun penulisan simbol konstanta dan koefisien regresinya agak berbeda, namun penghitungannya menggunakan metode yang sama, yaitu dapat dilakukan dengan metode kuadrat terkecil biasa (ordinary least square)12, atau dengan metode Maximum Likelihood. Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square) (OLS)

Penghitungan konstanta (a) dan koefisien regresi (b) dalam suatu fungsi regresi linier sederhana dengan metode OLS dapat dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut: Rumus Pertama (I) Mencari nilai b:

b = ( ) ( )( )

( ) ( )22 ∑∑∑∑∑

XXn

YXXYn

mencari nilai a:

a = n

XbY∑ ∑− .

Rumus kedua (II) 11 Supranto, J., Ekonometrik, Buku satu, LPFEUI, Jakarta, 1983 12 Ordinary Least Square (OLS) ditemukan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang Matematikawan Jerman, pada tahun 1821.

Page 169: Ekonometrika Modul

37

Mencari nilai b:

∑∑= 2x

xyb

mencari nilai a:

XbYa −= Misalnya saja kita ingin meneliti pengaruh bunga deposito jangka waktu 1 bulan (sebagai variabel X = Budep) terhadap terjadinya inflasi di Indonesia (sebagai variabel Y=Inflasi) pada kurun waktu Januari 2001 hingga Oktober 2002, yang datanya tertera sebagai berikut:

Page 170: Ekonometrika Modul

38

Observasi Y X1

Jan 01 8.28 13.06Peb 01 9.14 13.81Mar 01 10.62 13.97Apr 01 10.51 13.79Mei 01 10.82 14.03Jun 01 12.11 14.14Jul 01 13.04 14.39

Agu 01 12.23 14.97Sep 01 13.01 15.67Okt 01 12.47 15.91Nop 01 12.91 16.02Des 01 12.55 16.21Jan 02 14.42 16.19Peb 02 15.13 15.88Mar 02 14.08 15.76Apr 02 13.3 15.55Mei 02 12.93 15.16Jun 02 11.48 14.85Jul 02 10.05 14.22

Agu 02 10.6 13.93Sep 02 10.48 13.58Okt 02 10.33 13.13Jumlah 260.49 324.22

Page 171: Ekonometrika Modul

39

Bantuan dengan SPSS Cara memasukkan data tersebut di atas ke dalam SPSS, dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pastikan bahwa lembar worksheet SPSS sudah siap digunakan. Caranya: tampilkan program SPSS di layar monitor.

2. Masukkan data ke masing-masing kolom. Pastikan bahwa yang aktif adalah Data View (lihat pojok kiri bawah), bukan variabel View!

Page 172: Ekonometrika Modul

40

3. Beri nama kolom tersebut sesuai nama variabelnya. Caranya: klik Variabel View (pojok kiri bawah), maka akan muncul kolom: Name, Type, Width, Decimals, label, values, missing, columns, align, measure. Masukkan nama variabel ke dalam kolom Name. Misal kita mau memberi nama variabel dengan Y, maka ketik Y. Jika hendak memberi nama tersebut dengan Inflasi, maka ketik inflasi. (Meskipun yang dimasukkan adalah huruf besar, tetapi dalam kolom akan muncul huruf kecil).

Page 173: Ekonometrika Modul

41

4. Data awal yang dimasukkan tadi dapat dikembangkan menjadi seperti hitungan dalam tabel di bawah (misal menjadi X12). Caranya: klik Transform, kemudian pilih Compute, maka layar SPSS akan berubah menjadi seperti dalam gambar sebagai berikut:

Pada kotak Target Variable (kanan atas) isilah dengan nama variabel baru (variabel pengembangan). Sesuai contoh, ketik X12, dimana X12 ini merupakan X1 yang dikuadratkan. Karena akan menghitung kuadrat, maka caranya: variabel yang ada di kolom Type&Label diblok (klik)

Page 174: Ekonometrika Modul

42

pindahkan ke dalam kolom Numeric Expression menggunakan langkah klik pada tanda segitiga penunjuk arah. Setelah itu pilih ** (pada tuts kalkulator) dan ketik angka 2 (karena hendak mengkuadratkan), dan kemudian ketik OK. Jika tahapan tersebut telah dilalui, worksheet data akan menampakkan variabel baru dengan data yang dihitung tadi.

5. Untuk membuat data perkalian, lakukan dengan cara memindahkan salah satu nama variabel yang hendak dikalikan (misalnya, Y) dari kotak Type&Label ke Numeric Expression, pilih tanda pengali (*) dan ikuti dengan memindahkan lagi variabel lainnya yang hendak dikalikan (misal X), setelah itu klik OK.

Berdasarkan data yang tertera di atas, maka nilai a dan b dapat dicari melalui penggunakan kedua rumus tersebut, baik itu rumus pertama ataupun kedua. Seandainya kita ingin menggunakan rumus pertama, maka langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengadakan penghitungan-penghitungan atau pengembangan data untuk disesuaikan dengan komponen rumus, sehingga nantinya dapat secara langsung diaplikasikan ke dalam rumus. Pengembangan data yang dimaksudkan adalah menentukan nilai X1

2, nilai Y2, serta nilai XY. Hasil pengembangan data dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 175: Ekonometrika Modul

43

Observasi Y X1 X12 Y2 XY

Jan 01 8.28 13.06 170.5636 68.5584 108.1368 Peb 01 9.14 13.81 190.7161 83.5396 126.2234 Mar 01 10.62 13.97 195.1609 112.7844 148.3614 Apr 01 10.51 13.79 190.1641 110.4601 144.9329 Mei 01 10.82 14.03 196.8409 117.0724 151.8046 Jun 01 12.11 14.14 199.9396 146.6521 171.2354 Jul 01 13.04 14.39 207.0721 170.0416 187.6456

Agu 01 12.23 14.97 224.1009 149.5729 183.0831 Sep 01 13.01 15.67 245.5489 169.2601 203.8667 Okt 01 12.47 15.91 253.1281 155.5009 198.3977 Nop 01 12.91 16.02 256.6404 166.6681 206.8182 Des 01 12.55 16.21 262.7641 157.5025 203.4355 Jan 02 14.42 16.19 262.1161 207.9364 233.4598 Peb 02 15.13 15.88 252.1744 228.9169 240.2644 Mar 02 14.08 15.76 248.3776 198.2464 221.9008 Apr 02 13.3 15.55 241.8025 176.89 206.815 Mei 02 12.93 15.16 229.8256 167.1849 196.0188 Jun 02 11.48 14.85 220.5225 131.7904 170.478 Jul 02 10.05 14.22 202.2084 101.0025 142.911

Agu 02 10.6 13.93 194.0449 112.36 147.658 Sep 02 10.48 13.58 184.4164 109.8304 142.3184 Okt 02 10.33 13.13 172.3969 106.7089 135.6329 Jumlah 260.49 324.22 4800.525 3148.48 3871.398

Setelah mendapatkan hitungan-hitungan hasil pengembangan data, maka angka-angka tersebut dapat secara langsung dimasukkan ke dalam rumus I, sebagai berikut: Mencari nilai b:

b = ( ) ( )( )

( ) ( )22 ∑∑∑∑∑

XXn

YXXYn

Page 176: Ekonometrika Modul

44

b = ( ) ( )( )( ) ( )222,324525,800.422

49,26022,324398,871.322−

=

6084,118.10560,611.1050678,456.8476,170.85

−−

= 9916,4926922,714

b = 1,4497

dengan diketahuinya nilai b, maka nilai a juga dapat ditentukan, karena rumus pencarian a terkait dengan nilai b. Mencari nilai a:

a = n

XbY∑ ∑− .

=

22)22,324(4497,149,260 −

=

22022,47049,260 −

a = -9.5241

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa nilai a dan b dapat pula dicari dengan menggunakan rumus kedua. Demikian pula, agar dapat secara langsung menggunakan rumus II ini, perlu menghitung dulu komponen-komponen rumus.Langkah yang dapat dilakukan dicontohkan sebagai berikut:

Page 177: Ekonometrika Modul

45

Mencari nilai b, menggunakan rumus kedua:

∑∑= 2x

xyb

Dari rumus di atas, kita perlu menemukan dulu nilai dari ∑ xy atau ∑ 2x yang dapat dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut:

( ) nXXx /222∑ ∑ ∑−=

( ) nYYy /222∑ ∑ ∑−=

nYXXYxy /)(∑ ∑∑ ∑ −=

maka:

∑ 2x = 4800.53 - 22

22.324 2

= 4800.53 – 4778.12 = 22.41

∑ 2y = 3148.48 - 22

49.260 2

= 3148.48 – 3084.32 = 64.16

Page 178: Ekonometrika Modul

46

∑ xy = 3871,40 - 22

)49.26022.324( −

= 3871.40 – 3838.91 = 32.49 Dengan diketahuinya, nilai-nilai tersebut, maka nilai

b dapat ditentukan, yaitu: b =

41.2249.32 = 1.4498

Dengan diketahuinya nilai b, maka nilai a juga dapat

dicari dengan rumus sebagai berikut:

XbYa −= = 11.8405 – (1.4498 x 14.7373) = 11.8405 – 21.3661 a= -9.5256

Hasil pencarian nilai a dan b dengan menggunakan

rumus I dan II didapati angka yang cenderung sama. Pada penghitungan rumus I nilai a = –9,5241 dan b = 1,4497. Sedangkan hasil penghitungan dengan rumus II, nilai a = -9,5256 dan b = 1,4498. Tampak bahwa hingga dua angka di belakang koma tidak terdapat perbedaan, sedangkan tiga angka di belakang koma mulai ada perbedaan. Perbedaan ini sifatnya tidak tidak substansial, karena munculnya perbedaan itu sendiri akibat dari

Page 179: Ekonometrika Modul

47

pembulatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, mencari a dan b dengan rumus I ataupun rumus II akan menghasilkan nilai yang sama.

Bantuan dengan SPSS Nilai a dan b dapat dilakukan dengan melalui

bantuan SPSS. Caranya: Klik Analize, pilih regression, pilih linear, masukkan variabel Y ke dalam kotak Dependent Variable (caranya pilih variabel Y dan pindahkan dengan klik pada segitiga hitam), pindahkan variabel X ke kotak Independent Variable, kemudian klik OK. SPSS akan menunjukkan hasilnya. Nilai a dan b akan tertera dalam output berjudul Coefficient.

Page 180: Ekonometrika Modul

48

Output

Model Summary

.857a .734 .721 .9236Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), X1a.

Page 181: Ekonometrika Modul

49

ANOVAb

47.101 1 47.101 55.220 .000a

17.059 20 .85364.160 21

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X1a.

Dependent Variable: Yb.

Coefficientsa

-9.527 2.882 -3.305 .0041.450 .195 .857 7.431 .000

(Constant)X1

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Ya.

Catatan: Hasil penghitungan manual dan SPSS tampaknya ada perbedaan dalam desimal. Itu disebabkan adanya penghitungan pembulatan.

Meskipun nilai a dan b dapat dicari dengan

menggunakan rumus tersebut, namun nilai a dan b baru dapat dikatakan valid (tidak bias)13 apabila telah memenuhi beberapa asumsi, yang terkenal dengan

13 Tidak bias artinya nilai a atau nilai b yang sebenarnya. Dikatakan demikian sebab, jika asumsi tidak terpenuhi, nilai a dan b besar kemungkinannya tidak merupakan nilai yang sebenarnya.

Page 182: Ekonometrika Modul

50

sebutan asumsi klasik.14 Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam OLS ada 3 asumsi, yaitu:

1). Asumsi nilai harapan bersyarat (conditional expected

value) dari ei, dengan syarat X sebesar Xi, mempunyai nilai nol.

2). Kovarian ei dan ej mempunyai nilai nol. Nilai nol dalam asumsi ini menjelaskan bahwa antara ei dan ej tidak ada korelasi serial atau tida berkorelasi (autocorrelation).

3). Varian ei dan ej sama dengan simpangan baku (standar

deviasi). Asumsi 1,2,3, di atas diringkas sebagai berikut: Asumsi Dinyatakan dalam

E Dinyatakan dalam Y Digunakan

untuk membahas

1 E (ei/Xi) = 0 E (Yi/Xi) = A + Bxi Multikolinea-ritas

2 Kov (ei , ej) = 0, i ≠ j

Kov (Yi , Yj) = 0, i ≠ j Autokorelasi

3 Var (ei/Xi) = 2σ Var (Yi/Xi) = 2σ Heteroskedas-tisitas

Penjelasan asumsi-asumsi ini secara rinci akan dibahas pada bab tersendiri tentang Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas. Prinsip-prinsip Metode OLS

14 Disebut klasik karena penemuannya pada jaman klasic (classic era), modelnya sering juga disebut sebagai model regresi klasik, baku, umum (classic, standard, general). Lihat Supranto (1983:73).

Page 183: Ekonometrika Modul

51

Perlu diketahui bahwa dalam metode OLS terdapat prinsip-prinsip antara lain:

1. Analisis dilakukan dengan regresi, yaitu analisis untuk menentukan hubungan pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Regresi sendiri akan menghitung nilai a, b, dan e (error), oleh karena itu dilakukan dengan cara matematis.

2. Hasil regresi akan menghasilkan garis regresi. Garis

regresi ini merupakan representasi dari bentuk arah data yang diteliti. Garis regresi disimbolkan dengan Y (baca: Y topi, atau Y cap), yang berfungsi sebagai Y perkiraan. Sedangkan data disimbolkan dengan Y saja.

Perlu diingat, bahwa dalam setiap data tentu mempunyai lokus sebaran yang berbeda dengan yang lainnya, ada data yang tepat berada pada garis regresi, tetapi ada pula yang tidak berada pada garis regresi. Data yang tidak berada tepat pada garis regresi akan memunculkan nilai residual yang biasa disimbulkan dengan ei, atau sering pula disebut dengan istilah kesalahan pengganggu. Untuk data yang tepat berada pada garis maka nilai Y sama dengan Y . Nilai a dalam garis regresi digunakan untuk menentukan letak titik potong garis pada sumbu Y. Jika nilai a > 0 maka letak titik potong garis regresi pada sumbu Y akan berada di atas origin (0), apabila nilai a < 0 maka titik potongnya akan berada di bawah origin (0). Nilai b atau disebut koefisien regresi berfungsi untuk menentukan tingkat kemiringan garis regresi. Semakin rendah

Page 184: Ekonometrika Modul

52

nilai b, maka derajat kemiringan garis regresi terhadap sumbu X semakin rendah pula. Sebaliknya, semakin tinggi nilai b, maka derajat kemiringan garis regresi terhadap sumbu X semakin tinggi. Gambaran uraian di atas dapat dilihat pada gambar berikut: Y ii bXaY +=ˆ Y1 . . . . . e . . e . . . a b o . 0 X1 X Munculnya garis ii bXaY +=ˆ seperti dalam gambar di atas, didapatkan dari memasukkan angka Xi ke dalam persamaan Yi = a + bXi +e. Dengan menggunakan hasil hitungan pada data di atas, maka garis ii bXaY +=ˆ besarnya adalah:

ii XY 449,1525,9ˆ +−=

Karena nilai a dalam garis regresi bertanda negatif (-) dengan angka 9,525, maka garis regresi akan memotong sumbu Y dibawah origin (0) pada angka –9,525. Nilai parameter b variabel X yang besarnya 1,449 menunjukkan arti bahwa variabel X tersebut tergolong elastis, karena nilai b > 1. Artinya, setiap

Page 185: Ekonometrika Modul

53

perubahan nilai X akan diikuti perubahan yang lebih besar pada nilai Y. Tanda positif pada parameter b tersebut menunjukkan bahwa jika variabel X meningkat maka Y juga akan meningkat. Sebaliknya, jika X mengalami perubahan yang menurun, maka Y juga akan menurun, dengan perbandingan perubahan 1:1,449.

Ingat Elastisitas Jenis Elastisitas

Koefisien Elastisitas

Sifat Elastisitas

Elastik E > 1 Perubahan yang terjadi pada variabel bebas diikuti dengan perubahan yang lebih besar pada variabel terikat

Elastik Unitary

E = 1 Perubahan yang terjadi pada variabel bebas diikuti dengan perubahan yang sama besar pada variabel terikat

Inelastik E < 1 Perubahan yang terjadi pada variabel bebas diikuti dengan perubahan yang lebih kecil pada variabel terikat

Tanda (+) pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang searah. Artinya, jika variabel bebas meningkat, maka variabel terikat juga meningkat. Demikian pula sebaliknya. Tanda (-) pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang berlawanan. Artinya, jika variabel bebas meningkat, maka variabel terikat akan menurun. Demikian pula sebaliknya.

Page 186: Ekonometrika Modul

54

Menguji Signifikansi Parameter Penduga

Seperti dijelaskan di muka, dalam persamaan fungsi regresi OLS variabelnya terbagi menjadi dua, yaitu: variabel yang disimbolkan dengan Y (yang terletak di sebelah kiri tanda persamaan) disebut dengan variabel terikat (dependent variable). Variabel yang disimbolkan dengan X (disebelah kanan tanda persamaan) disebut dengan variabel bebas (independent variable). Utamanya metode OLS ditujukan tidak hanya menghitung berapa besarnya a atau b saja, tetapi juga digunakan pula untuk menguji tingkat signifikansi dari variabel X dalam mempengaruhi Y.

Pengujian signifikansi variabel X dalam mempengaruhi Y dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) pengaruh secara individual, dan 2) pengaruh secara bersama-sama. Pengujian signifikansi secara individual pertama kali dikembangkan oleh R.A. Fisher, dengan alat ujinya menggunakan pembandingan nilai statistik t dengan nilai t tabel. Apabila nilai statistik t lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka variabel X dinyatakan signifikan mempengaruhi Y. Sebaliknya, jika nilai statistik t lebih kecil dibanding dengan nilai t tabel, maka variabel X dinyatakan tidak signifikan mempengaruhi Y. Metode dengan membandingkan antara nilai statistik (nilai hitung) dengan nilai tabel seperti itu digunakan pula pada pengujian signifikansi secara serentak atau secara bersama-sama. Hanya saja untuk pengujian secara bersama-sama menggunakan alat uji pembandingan nilai F. Hal Pengujian ini dikembangkan oleh Neyman dan Pearson.

Hal mendasar yang membedakan antara penggunaan uji t dan uji F terletak pada jumlah variabel bebas yang diuji signifikansinya dalam mempengaruhi Y. Jika hanya menguji signifikansi satu variabel bebas saja,

Page 187: Ekonometrika Modul

55

maka yang digunakan adalah uji t. Oleh karena itu disebut sebagai uji signifikansi secara individual. Sedangkan pengujian signifikansi yang menggunakan lebih dari satu variabel bebas yang diuji secara bersama-sama dalam mempengaruhi Y, maka alat ujinya adalah menggunakan uji F. Sebagai perbandingan antara penggunaan uji t dan uji F dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 2. Pembandingan antara uji t dan uji F

Hal yang dibandingkan Uji t Uji F Penemu R.A. Fisher Neyman, Pearson Signifikan t hitung > t tabel F hitung > F tabel Tidak signifikan t hitung < t tabel F hitung < F tabel Pengujian Individual Serentak Banyaknya variabel Satu Lebih dari satu

Uji t Untuk menguji hipotesis bahwa b secara statistik signifikan, perlu terlebih dulu menghitung standar error atau standar deviasi dari b. Berbagai software komputer telah banyak yang melakukan penghitungan secara otomatis, tergantung permintaan dari user. Namun perlu bagi kita untuk mengetahui formula dari standar error dari b, yang ternyata telah dirumuskan sebagai berikut:

Sb = ( )

( ) ( )∑∑

−−

−2

XXkn

YY

t

tt

Atau dapat ditulis pula dengan rumus sebagai berikut:

Page 188: Ekonometrika Modul

56

Sb = ( ) ( )∑

∑−−

2

2

XXkn

e

t

t

Dimana: Yt dan Xt adalah data variabel dependen dan independen pada periode t

tY adalah nilai variabel dependen pada periode t yang didapat dari perkiraan garis regresi X merupakan nilai tengah (mean) dari variabel independen e atau tt YY ˆ− merupakan error term n adalah jumlah data observasi k adalah jumlah perkiraan koefisien regresi yang meliputi a dan b (n-k) disebut juga dengan degrees of freedom (df).

Guna menghitung standar deviasi dari data yang tersedia berdasar rumus di atas, maka diperlukan menghitung nilai tY terlebih dulu, untuk mempermudah penghitungan e atau tt YY ˆ− . Caranya adalah memasukkan nilai X ke dalam hasil regresi yang di hasilkan di atas. Dengan demikian tabel data akan menghasilkan kolom tY sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini.

Page 189: Ekonometrika Modul

57

Tabel pengembangan data untuk menghitung Standar Deviasi

X1 Y Y ( )YY ˆ− ( )2YY − ( )XX − ( )2XX −

13.06 8.28 9.413 -1.133 1.284 -1.68 2.8213.81 9.14 10.501 -1.361 1.851 -0.93 0.8613.97 10.62 10.733 -0.113 0.013 -0.77 0.5913.79 10.51 10.472 0.038 0.001 -0.95 0.9014.03 10.82 10.820 0.001 0.000 -0.71 0.5014.14 12.11 10.979 1.131 1.279 -0.60 0.3614.39 13.04 11.342 1.699 2.885 -0.35 0.1214.97 12.23 12.183 0.047 0.002 0.23 0.0515.67 13.01 13.198 -0.188 0.035 0.93 0.8615.91 12.47 13.546 -1.076 1.157 1.17 1.3716.02 12.91 13.705 -0.795 0.632 1.28 1.6416.21 12.55 13.981 -1.431 2.046 1.47 2.1616.19 14.42 13.952 0.468 0.219 1.45 2.10

Bantuan dengan SPSS • Uji t dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan

SPSS pada tabel Coefficient. • Uji F dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan

SPSS pada tabel ANOVA. • Kolom Sig. baik pada tabel Coefficient maupun

ANOVA menunjukkan tingkat signifikansi pada derajat kesalahan (α) tertentu. Misal, kolom Sig. menunjukkan angka 0,04 itu berarti bahwa tingkat kesalahannya mencapai 4%. Angka sebesar itu dapat dikatakan signifikan jika derajat kesalahan (α) telah ditentukan sebesar 0,05. Tetapi jika α ditentukan 0,01 maka angka tersebut tidak signifikan.

Page 190: Ekonometrika Modul

58

15.88 15.13 13.502 1.628 2.650 1.14 1.3015.76 14.08 13.328 0.752 0.566 1.02 1.0415.55 13.3 13.024 0.277 0.076 0.81 0.6615.16 12.93 12.458 0.472 0.223 0.42 0.1814.85 11.48 12.009 -0.528 0.279 0.11 0.0114.22 10.05 11.095 -1.045 1.092 -0.52 0.2713.93 10.6 10.675 -0.075 0.006 -0.81 0.6613.58 10.48 10.167 0.313 0.098 -1.16 1.3513.13 10.33 9.515 0.816 0.665 -1.61 2.59

324.22 260.49 260.591 -0.101 17.060 -0.06 22.41 Dengan adanya pengembangan data menjadi seperti tertera pada tabel di atas, maka Sb dapat segera dicari, dimana hasilnya ditemukan sebesar:

Sb = )41.22(20

06.17

= 2.448

06.17

= 0.195

Selain dicari dengan rumus seperti di atas, Sb dapat pula dicari melalui jalan lain dengan rumus yang dapat dituliskan sebagai berikut:

Sb = ∑ 2

2

i

e

xs

Bila kita hendak menggunakan rumus ini, maka perlu

terlebih dulu mencari nilai 2eS yang dapat dicari dengan

membagi nilai total 2ie dengan n-2. Jadi 2

eS dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

Page 191: Ekonometrika Modul

59

2es =

2

2

−∑n

ei

Agar rumus ini dapat langsung digunakan, tentu

terlebih dulu harus mencari nilai total 2ie yang dapat dicari

melalui rumus berikut ini: Rumus mencari nilai total 2

ie : ∑ 2

ie = ∑∑ − 222ii xby

Dengan memasukkan nilai komponen rumus yang

telah didapatkan melalui hitungan-hitungan terdahulu, maka nilai 2

ie dapat diketahui, yaitu:

2ie = 64.16 – 2.1019 (22.41)

= 64.16 – 47.1040 = 17.056 Hitungan di atas telah memastikan bahwa nilai 2

ie adalah sebesar 17,056. Dengan diketemukannya nilai

2ie ini maka nilai 2

es pun dapat diketahui melalui hitungan sebagai berikut:

2es =

2

2

−∑n

ei

=

222056.17−

=

20056.17

= 0.8528

Page 192: Ekonometrika Modul

60

Karena nilai 2

es merupakan salah satu komponen untuk mencari nilai Sb, maka dengan ditemukannya nilai

2es sebesar 0,8528 tentu saja nilai Sb pun dapat diketahui,

yaitu:

Sb = ∑ 2

2

i

e

xs

= 41.22

8528.0

= 0.195 Hitungan dengan rumus ini ternyata menghasilkan

nilai Sb yang sama besar dengan hitungan menggunakan rumus yang pertama, yaitu nilai Sb sebesar 0,195. Dengan diketahuinya nilai Sb, maka nilai statistik t (baca: t hitung) dapat ditentukan, karena rumus mencari t hitung adalah:

t =

bsb

Jadi, nilai t hitung variabel X adalah sebesar: t =

195.04498.1

= 7.4348

Penghitungan nilai t dengan cara yang dilakukan di atas, menunjukkan bahwa nilai statistik t sebesar

Page 193: Ekonometrika Modul

61

7,4348. Angka tersebut umumnya disebut pula sebagai nilai t hitung. Besarnya angka t hitung ini yang menentukan signifikan tidaknya variabel X dalam mempengaruhi variabel Y. Cara menentukan signifikan tidaknya nilai t tersebut adalah melalui pembandingan antara nilai t hitung dengan nilai t tabel. Nilai t tabel sebenarnya telah ditentukan pada tabel t student yang telah ditetapkan oleh para penemunya. Karena untuk menentukan signifikan tidaknya nilai t hitung adalah melalui upaya membandingkan dengan nilai t tabel, maka dapat diketahui bahwa, jika nilai t hitung > t tabel, maka signifikan. Jika nilai t hitung < t tabel, maka tidak signifikan.

Dengan menggunakan contoh data di atas, seandainya kita menggunakan derajat kesalahan yang ditolerir adalah 5 % (baca: α = 0,05), dan karena jumlah observasi adalah sebanyak 22 (baca: n=22), maka degree of freedom (df) sama dengan sebesar n-k = 20, karena jumlah k adalah 2, yaitu 1 parameter a dan 1 parameter b, maka nilai t tabelnya adalah sebesar 1,725. (Lihat data t tabel di halaman lampiran).

Nilai t tabel yang besarnya 2,086, sudah tentu angka tersebut lebih kecil dibanding dengan nilai t hitung yang besarnya 7,4348. Atas dasar itu dapat dipastikan bahwa variabel X (budep) signifikan mempengaruhi Y (inflasi).

Gambaran pengujian nilai t dapat disimak melalui

gambar di bawah ini:

Page 194: Ekonometrika Modul

62

Daerah diterima

Daerah Ditolak Daerah Ditolak

-t α/2; (n-k-1) t α /2; (n-k-1)

-1,725 1,725

Gb.3.1. Daerah Uji t

Gambar di atas menunjukkan pengujian nilai t dua arah atau two sided atau two tail test. Kutub sebelah kiri bertanda negatif. Nilai t hitung bertanda negatif yang nilainya lebih kecil dari nilai –2.806 berada pada daerah ditolak. Kutub sebelah kanan yang bertanda positif berguna sebagai pembatas nilai t hitung yang lebih kecil dari 1,725 berarti berada di daerah tolak. Tanda -t α/2 atau t α/2 memberikan arti bahwa masing-masing kutub mempunyai daerah distribusi tolak sebesar 2,5%. Jumlah dari keduanya mencerminkan α = 5%.

Jika pengujian nilai t menggunakan pengujian satu arah atau one tail test, maka daerah tolak hanya ada pada salah satu kutub saja. Bilai nilai t hitungnya negatif, maka daerah tolak berada pada sebelah kiri kurva, sedang bila nilai t hitungnya positif, maka daerah tolak berada pada sisi sebelah kanan. Probabilitas daerah tolak tidak lagi terbagi menjadi dua dengan porsi masing-masing 2,5%, tetapi telah penuh sebesar 5%.

Page 195: Ekonometrika Modul

63

Interpretasi Hasil regresi Setelah tahapan analisis regresi dilakukan sesuai

dengan teori-teori yang relevan, langkah terpenting berikutnya adalah menginterpretasi hasil regresi. Interpretasi yang dimaksudkan disini adalah mengetahui informasi-informasi yang terkandung dalam hasil regresi melalui pengartian dari angka-angka parameternya. Dengan mengambil hitungan dari contoh kasus di atas, maka hasil analisis regresi atas pengaruh variabel suku bunga (Budep) (X) terhadap tingkat inflasi di Indonesia selama 22 bulan mulai dari Januari 2001 hingga Oktober 2002 (Inflasi) (Y) dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

Inflasi = -9,5256 + 1,4498 Budep + e

thit = (7,4348) Persamaan di atas menginformasikan bahwa variabel Budep signifikan mempengaruhi variabel Inflasi. Terbukti dari nilai thit variabel Budep sebesar 7,4348 lebih besar dibanding nilai ttabel, pada α=5% dengan d.f. sebanyak 20, yang besarnya 1,725. Nilai b Budep yang besarnya 1,4498 menginformasikan bahwa setiap Budep meningkat 1%, maka Inflasi akan mengalami peningkatan sebesar 1,4498%. Sebaliknya, apabila Budep turun sebesar 1% maka Inflasi juga akan mengalami penurunan sebesar 1,4498%. Perlu diingat bahwa nilai b juga mencerminkan tingkat elastisitas variabel X. Karena nilai b (1,4498) lebih besar dari angka 1 (satu), maka dapat dipastikan bahwa variabel Budep sangat elastis15. Artinya, besarnya tingkat perubahan yang terjadi pada Budep akan

15 Standar elastisitas dapat diketahui dari: jika E>1 = elastis, E=1 =uniter elastis, E<1 = inelastis.

Page 196: Ekonometrika Modul

64

mengakibatkan tingkat perubahan yang lebih besar pada variabel Y (Inflasi). Koefisien Determinasi (R2)

Pembahasan hasil regresi di atas menunjukkan seberapa besar nilai a, b, dan t. Nilai a menjelaskan tentang seberapa besar faktor-faktor yang bersifat tetap mempengaruhi inflasi, sedangkan nilai b mencerminkan tingkat elastisitas variabel X. Nilai t sendiri mempertegas signifikan tidaknya variabel X dalam mempengaruhi Y. Dari beberapa nilai yang didapatkan tersebut, belum diperoleh keterangan tentang berapa besar pengaruh X (budep) terhadap Y (inflasi).

Sebagai ilustrasi, seandainya Y (inflasi) diibaratkan dengan gelas, dan variabel X (Budep) sebagai air, maka hitungan-hitungan yang dilakukan di atas belum mampu memberikan informasi tentang seberapa banyak air yang ada dalam gelas tersebut. Untuk memperoleh keterangan banyaknya isi (air) yang ada dalam gelas, atau seberapa besar pengaruh X (Budep) terhadap Y (Inflasi), maka perlu dilakukan penghitungan koefisien determinasi, yang biasa disimbolkan dengan R2 (baca: R square).

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu (0<R2<1). Nilai R2 yang mendekati 0 (nol) menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati angka 1 (satu) menunjukkan variabel-variabel independen memuat hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Page 197: Ekonometrika Modul

65

Dengan kalimat lain dapat dijelaskan bahwa koefisien determinasi (R2) adalah angka yang menunjukkan proporsi variabel dependen yang dijelaskan oleh variasi variabel independen. Juga, dapat digunakan sebagai ukuran ketepatan dalam menentukan prediktor. Artinya, R2 menunjukkan seberapa besar sumbangan X terhadap Y. Untuk menentukan koefisien determinasi (R2) pada regresi linier sederhana, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

R2 = ( ) ] [ ( )[ ]⎥

⎥⎦

⎢⎢⎣

∑−∑∑−∑

∑∑−∑2222 YYnXXn

YXXYn

Rumus ini jika digunakan untuk menghitung data yang telah tersedia di atas, maka akan menghasilkan nilai sebagai berikut:

R2 = ] [ ( )[ ]⎥

⎥⎦

⎢⎢⎣

−−

−22 49,260)48,148.3(22)22,324()53,800.4(22

)49,260(22,324)4,871.3(22

R2 = ] [[ ]⎥

⎥⎦

⎢⎢⎣

52,411.106,49373,714 = ⎥

⎤⎢⎣

⎡57,3720,22

73,714x

R2 = ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡05,83473,714 = 0,857

Angka koefisien determinasi (R2) yang besarnya 0,857 ini bila ditulis dalam bentuk prosentase sama dengan 85,7%. Angka tersebut menjelaskan bahwa determinasi atau sumbangan variabel Bunga deposito

Page 198: Ekonometrika Modul

66

(budep) terhadap inflasi adalah sebesar 87,5%. Artinya, sumbangan faktor-faktor lain (selain Budep) terhadap Inflasi hanya sebesar 14,3%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Budep merupakan prediktor yang baik untuk menaksir Inflasi.

Analisis regresi pada dasarnya adalah menjelaskan

berapa besar pengaruh tingkat signifikansi variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen. Meskipun hasil regresi seperti tertera pada persamaan di atas telah dapat diinterpretasi, dan dapat menunjukkan inti tujuan analisis regresi, namun bukan berarti bahwa tahapan analisis telah selesai hingga di sini. Hasil regresi di atas masih perlu dipastikan apakah besarnya nilai thit ataupun angka-angka parameter telah valid ataukah masih bias.

Jika nilai-nilai tersebut sudah dapat dipastikan valid atau tidak bias, memang analisis regresi dapat berhenti di

Bantuan dengan SPSS • R2 (baca: R square) atau koefisien determinasi dapat dilihat

dalam output hasil regresi dengan SPSS pada tabel model summary.

• Misalkan angka R2 menunjukkan angka 0.734 menunjukkan arti bahwa determinasi dari variabel bebas terhadap variabel terikat adalah sebesar 73,4%.

• Ibarat air dalam gelas, variabel terikat (Y) adalah gelasnya dan air adalah variabel bebasnya (X). Terkait dengan angka 0,734 maka air dalam gelas adalah sebanyak 73,4% dari gelas tersebut.

Page 199: Ekonometrika Modul

67

sini saja. Tetapi, jika nilai-nilai belum dapat dipastikan valid, maka perlu dilakukan langkah-langkah analisis lanjutan untuk menjadikan parameter-parameter tersebut menjadi valid. Validitas (ketidakbiasan) informasi dari nilai-nilai hasil regresi dapat diketahui dari terpenuhinya asumsi-asumsi klasik, yaitu jika data variabel telah terbebas dari masalah Autokorelasi, tidak ada indikasi adanya heteroskedastisitas, maupun tidak terjadi multikolinearitas atau saling berkolinear antar variabel. Bahasan Asumsi Klasik akan dibahas tersendiri. -000- Tugas:

1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas! 2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian

bab ini! 3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan regresi linier sederhana!

b. Coba tuliskan model regresi linier sederhana! c. Coba uraikan arti dari notasi atas model yang

telah anda tuliskan! d. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap

pada konstanta! e. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap

pada koefisien regresi! f. Jelaskan kegunaan standar error Sb! g. Jelaskan kegunaan nilai t! h. Coba uraikan bagaimana menentukan nilai t

yang signifikan! i. Jelaskan Apa yang dimaksud dengan

koefisien determinasi!

Page 200: Ekonometrika Modul

68

BAB IV

REGRESI LINIER BERGANDA

Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengetahui kegunaan dan spesifikasi model

Menjelaskan hubungan antar variabel Mengaitkan data yang relevan dengan teori

Mengembangkan data Menghitung nilai parameter

Mengetahui arti dan fungsi parameter Menentukan signifikan tidaknya variabel bebas

Menentukan determinasi model Menjelaskan tahapan-tahapan regresi

Membaca hasil regresi Menyebutkan asumsi-asumsi.

Membedakan dengan regresi linier sederhana

Page 201: Ekonometrika Modul

69

BAB IV

REGRESI LINIER BERGANDA Pengertian Regresi linier Berganda

Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang regresi linier dengan 2 (dua) variabel (yaitu variabel Y dan X) atau biasa disebut dengan single linier regression. Pada bab ini jumlah variabel yang digunakan akan ditambah menjadi lebih banyak, yaitu satu variabel Y dan jumlah variabel X nya lebih dari 1 (satu) variabel. Artinya, variabel X bisa berjumlah 2, 3, atau lebih. Jumlah X yang lebih dari satu tersebut terkenal dengan istilah Regresi Linier Berganda atau multiple linier regression.

Bertambahnya jumlah variabel X hingga lebih dari satu sangat memungkinkan, karena dalam keilmuan sosial semua faktor-vaktor atau variabel-variabel saling berkaitan satu dengan lainnya. Sebagai misal, munculnya inflasi tentu tidak hanya dipengaruhi oleh bunga deposito (budep) saja seperti yang telah diterangkan di atas, tetapi sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor lain seperti perubahan nilai tukar (kurs), jumlah uang beredar, kelangkaan barang, dan lain-lain.

Sebagaimana dalam teori inflasi, inflasi dapat digolongkan sebagai inflasi karena tarikan permintaan dan inflasi desakan biaya. Inflasi tarikan permintaan terjadi apabila masyarakat banyak memegang uang. Tentu secara singkat dapat diartikan bahwa terdapat jumlah kelebihan jumlah uang beredar yang ada di masyarakat. Selain itu dapat pula disebabkan ekspektasi masyarakat akibat adanya perubahan nilai tukar uang. Seperti yang pernah terjadi di Indonesia dalam kurun waktu pertengahan Juni

Page 202: Ekonometrika Modul

70

1997 hingga 2003, gerakan lonjakan inflasi ternyata terjadi pula pada gerakan lonjakan nilai tukar rupiah (IDR) terhadap dollar Amerika Serikat (USD). Inflasi desakan biaya mempunyai sebab yang hampir serupa. Inflasi jenis ini terjadi akibat melonjaknya harga-harga faktor produksi. Kalau ditelusuri, melonjaknya harga-harga faktor produksi dapat disebabkan banyak hal seperti semakin langkanya jenis barang, tuntutan kenaikan gaji pekerja, semakin mahalnya ongkos transportasi, atau bisa juga disebabkan oleh adanya perubahan nilai tukar mata uang juga. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa pemicu terjadinya inflasi desakan biaya karena perubahan pada sisi supply, sedang inflasi tarikan permintaan disebabkan perubahan pada sisi demand.

Berbagai alasan yang dijelaskan di atas, maka untuk semakin memperjelas perihal terjadinya inflasi, dapat dicoba menambah satu variabel penduga (X2) yaitu Kurs, yang menggambarkan nilai tukar IDR terhadap USD, pada kurun waktu yang sama dengan data sebelumnya yaitu antara Januari 2001 hingga Oktober 2002. Karena jumlah variabel X tidak lagi satu melainkan sudah dua, maka analisa yang akan digunakan adalah analisa regresi linier berganda. Dengan bertambahnya variabel Kurs sebagai variabel penduga, maka data yang dianalisis pun bertambah hingga menjadi sebagai berikut:

Page 203: Ekonometrika Modul

71

X1 (Budep)

Y (Inflasi)

X2 (Kurs)

13.06 8.28 9433.2513.81 9.14 9633.7813.97 10.62 10204.713.79 10.51 11074.7514.03 10.82 11291.1914.14 12.11 11294.314.39 13.04 10883.5714.97 12.23 8956.5915.67 13.01 9288.0515.91 12.47 10097.9116.02 12.91 10554.8616.21 12.55 10269.4216.19 14.42 10393.8215.88 15.13 10237.4215.76 14.08 9914.2615.55 13.3 9485.8215.16 12.93 9115.0514.85 11.48 8688.6514.22 10.05 8964.713.93 10.6 8928.4113.58 10.48 8954.4313.13 10.33 9151.73

324.22 260.49 216816.7

Perubahan model dari bentuk single ke dalam bentuk multiple mengalami beberapa perubahan, meliputi: 1) jumlah variabel penjelasnya bertambah, sehingga spesifikasi model dan data terjadi penambahan. 2) rumus penghitungan nilai b mengalami perubahan, 3) jumlah degree of freedom dalam menentukan nilai t juga berubah.

Page 204: Ekonometrika Modul

72

Model Regresi Linier Berganda Penulisan model regresi linier berganda merupakan pengembangan dari model regresi linier tunggal. Perbedaannya hanya terdapat pada jumlah variabel X saja. Dalam regresi linier tunggal hanya satu X, tetapi dalam regresi linier berganda variabel X lebih dari satu. Model regresi linier umumnya dituliskan sebagai berikut: Populasi: Y = A + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+ BnXn + e Atau Y = B0 + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+ BnXn + e Sampel : Y = a + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b nXn + e Atau Y = b0 + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b

nXn + e Perlu diingat bahwa penulisan model sangat

beragam. Hal ini dapat dimengerti karena penulisan model sendiri hanya bertujuan sebagai teknik anotasi untuk memudahkan interpretasi. Penulisan cara di atas adalah bentuk model yang sering dijumpai dalam beberapa literatur. Notasi model seperti itu tentu berbeda dengan notasi model Yale16. Apabila kita ingin menganalisis pengaruh Budep dan Kurs terhadap Inflasi dengan mengacu model Yale, maka notasi model menjadi seperti berikut: Populasi: Y = B1.23 + B12.3X2i + B13.2X3i + e Sampel : Y = b1.23 + b12.3X2i + b13.2X3i + e 16 G.U. Yale, On the Theory of Correlation for any Number of Variables, Treated by a new System of Notation, Preceeding of Royal Society, A, Vol.79, 1970.

Page 205: Ekonometrika Modul

73

Notasi model Yale ini mempunyai spesifikasi dalam menandai variabel terikat yang selalu dengan angka 1. Untuk variabel bebas notasinya dimulai dari angka 2, 3, 4, dan seterusnya.17 Notasi b1.23 berarti nilai perkiraan Y kalau X2 dan X3 masing-masing sama dengan 0 (nol). Notasi b12.3 berarti besarnya pengaruh X2 terhadap Y jika X3 tetap. Notasi b13..2 berarti besarnya pengaruh X3 terhadap Y jika X2 tetap. Penulisan model dengan simbol Y untuk variabel dependen, dan X untuk variabel independen, saat ini mulai ada penyederhanaan lagi, yang intinya untuk semakin memudahkan interpretasi. Berdasar pada keinginan mempermudah dalam mengingat variabel yang akan dibahas, maka notasi model dapat pula ditulis sebagai berikut:

Inflasi = b0 + b1Budep + b2 Kurs + ε ............................... (Pers.f.2) Penulisan dengan gaya seperti ini ternyata sekarang lebih disukai oleh penulis-penulis saat ini, karena memberikan kemudahan bagi para pembacanya untuk tidak mengingat-ingat arti dari simbol X yang dituliskan, tetapi cukup dengan melihat nama variabelnya. Dengan pertimbangan tersebut maka cara ini nanti juga akan banyak digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Penghitungan Nilai Parameter

Penggunaan metode OLS dalam regresi linier berganda dimaksudkan untuk mendapatkan aturan dalam 17 Penulisan model seperti ini ditemui pula dalam buku-buku karya Gujarati

Page 206: Ekonometrika Modul

74

mengestimasi parameter yang tidak diketahui. Prinsip yang terkandung dalam OLS sendiri adalah untuk meminimalisasi perbedaan jumlah kuadrat kesalahan (sum of square) antara nilai observasi Y dengan Y . Secara matematis, fungsi minimalisasi sum of square ditunjukkan dalam rumus:

∑ 2e (b0, b1,b2) = ∑=

−n

nYY

1

2)ˆ(

= ∑=

−−−n

n

XbXbbY1

222110 )(

Untuk mendapatkan estimasi least square b0, b1,b2 minimum, dapat dilakukan melalui cara turunan parsial (partially differentiate) dari formula di atas, sebagai berikut:

0

2

be

∂∑ = ∑ ∑ ∑−++ YXbXbnb 2222 22110

1

2

be

∂∑ = ∑∑ ∑ ∑ −++ YXXXbXbXb 12122

1110 2222

2

2

be

∂∑ = ∑∑ ∑∑ −++ YXXbXXbXb 222221120 2222

Jadikan nilai-nilai turunan parsial di atas menjadi sama dengan 0 (nol), dengan cara membagi dengan angka 2, hingga menjadi: ∑∑ ++ 22110 bXbXnb = ∑Y

∑ ∑ ∑ ∑=++ YXbXXbXbX 122112

101

Page 207: Ekonometrika Modul

75

∑ ∑ ∑∑ =++ YXbXbXXbX 222212102

Untuk menyederhanakan rumus paling atas dilakukan pembagian dengan n, sehingga memperoleh rumus baru sebagai berikut:

YXbXbb =++ 22110

22110 XbXbYb −−=

Kalau kita notasikan:

YYy −=

111 XXx −=

222 XXx −=

maka b1 dan b2 dapat dicari dengan rumus:

b1 = ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑

−2

2122

21

212221

)())(())(())((

xxxxxxyxxyx

b2 = ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑

−2

2122

21

211212

)())(())(())((

xxxxxxyxxyx

Telah dikemukaan di atas bahwa pencarian nilai b pada single linier berbeda dengan multiple linier. Perbedaan ini muncul karena jumlah variabel penjelasnya bertambah. Semakin banyaknya variabel X ini maka kemungkinan-kemungkinan yang menjelaskan model juga mengalami pertambahan. Dalam single linier kemungkinan perubahan variabel lain tidak terjadi, tetapi dalam multiple linier hal itu terjadi. Misalnya, Jika terjadi

Page 208: Ekonometrika Modul

76

perubahan pada X1, meskipun X2 konstan, akan mampu merubah nilai harapan dari Y. Begitu pula, perubahan pada X2, meskipun X1 konstan, akan mampu merubah nilai harapan dari Y. Perubahan yang terjadi pada X1 atau X2 tentu mengakibatkan perubahan nilai harapan Y atau E(Y/X1,X2) yang berbeda. Oleh karena itu pencarian nilai b mengalami perubahan.

Guna mengetahui seberapa besar kontribusi X1 terhadap perubahan Y, tentu perlu untuk melakukan kontrol pengaruh dari X2. Begitu pula, untuk mengetahui kontribusi X2, maka perlu juga melakukan kontrol terhadap X1. Dari sini dapat timbul pertanyaan, bagaimana caranya mengontrolnya? Untuk menjawabnya, perlu ilustrasi secara konkrit agar mudah dipahami. Misalnya kita hendak mengontrol pengaruh linier X2 ketika melakukan pengukuran dampak dari perubahan X1 terhadap Y, maka dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Tahap pertama: lakukan regresi Y terhadap X2. Y = b0 + b2 X2 + e1 Dimana e1 merupakan residual, yang besarnya: e1 = Y – b0 – b2X2 = Y- Y Tahap kedua: lakukan regresi X1 terhadap X2 X1 = b0 + b2 X2 + e2 Dimana e1 merupakan residual, yang besarnya:

Page 209: Ekonometrika Modul

77

e2 = X1 – b0 – b2X2 = X1- X Tahap ketiga: lakukan regresi e1 terhadap e2 e1 = a0 + a1e2 +e3 Besarnya a1 pada tahap ketiga inilah yang

merupakan nilai pasti atau net effect dari perubahan satu unit X1 terhadap Y, atau menunjukkan kemiringan (slope) garis Y atas variabel X1.

Logika dari teori tersebut yang mendasari rumus yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien regresi parsial (partial regression coefficients) (baca: b1, b2). Dengan memanfaatkan data yang telah tersedia, kita dapat pula menentukan nilai b1 variabel Budep maupun b2 variabel Kurs. Pencarian koefisien regresi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang telah ditentukan di atas. Guna mempermudah dalam memasukkan angka-angka ke dalam rumus, maka data yang ada perlu diekstensifkan sesuai dengan kebutuhan rumus tersebut. Hasil ekstensifikasi dari beberapa rumus yang dicari sebagai berikut:

∑ ∑∑ −=nX

Xx2

121

21

)(

∑ ∑∑ −=nX

Xx2

222

22

)(

nYX

YXyx ∑ ∑∑ ∑ −=))((

)( 111

nYX

YXyx ∑ ∑∑ ∑ −=))((

)( 222

Page 210: Ekonometrika Modul

78

nXX

XXxx ∑ ∑∑ ∑ −=))((

)( 212121

Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut di

atas, maka nilai total masing-masing komponen rumus yang dikembangkan adalah tertera sebagai berikut:

X1 Y X2 ∑ 2

1x ∑ 22x ∑ yx1 ∑ yx2 ∑ 21xx

324.22 260.49 216,816.70 22.40 14,318,503.69 32.48 7,274.46 2,227.72

Berdasarkan data-data yang tertera dalam tabel di

atas, maka nilai b0, b1, dan b2 dapat ditentukan, melalui pencarian menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

Rumus untuk mencari nilai b1 (pada model multiple regression) adalah:

b1= ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑

−2

2122

21

212221

)())(())(())((

xxxxxxyxxyx

Rumus untuk mencari nilai b2 (pada model multiple

regression) adalah:

b2 = ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑

−2

2122

21

211212

)())(())(())((

xxxxxxyxxyx

Rumus untuk mencari nilai b0 (pada model multiple regression) adalah:

22110 XbXbYb −−=

Dengan menggunakan rumus pencarian b1 di atas, maka diketahui bahwa nilai b1 adalah:

Page 211: Ekonometrika Modul

79

b1 = ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑

−2

2122

21

212221

)())(())(())((

xxxxxxyxxyx

= 2)72,227.2()70,503.318.14)(41,22()72,227.2)(64,274.7()70,503.318.14)(49.32(

−−

=40,736.962.492,667.877.32002,861.205.1621,185.208.465

−−

=52,931.914.31519,324.002.449

b1 = 1,421

Dengan menggunakan rumus pencarian b2 di atas, maka diketahui bahwa nilai b2 adalah:

b2 = ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑

−2

2122

21

211212

)())(())(())((

xxxxxxyxxyx

= 2)72.227.2()70,503.318.14)(41.22()72,227.2)(49.32()41.22)(64,274.7(

−−

= 40,736.962.492,667.877.320

62,378.7268,024.163−

= 52,931.914.315

06,646.90

= 0,0002869 atau dapat ditulis dengan 2,869E-04

Dengan menggunakan rumus pencarian b0 di atas, maka diketahui bahwa nilai b0 adalah:

22110 XbXbYb −−=

Page 212: Ekonometrika Modul

80

= 11,84-1,421(14,73)-0,0002869(9.855,30) = 11,84-20,93,2,827 = -11,917

Nilai dari parameter b1 dan b2 merupakan nilai dari suatu sampel. Nilai b1 dan b2 tergantung pada jumlah sampel yang ditarik. Penambahan atau pengurangan akan mengakibatkan perubahan rentangan nilai b. Perubahan rentang nilai b1 dan b2 diukur dengan standar error. Semakin besar standar error mencerminkan nilai b sebagai penduga populasi semakin kurang representatif. Sebaliknya, semakin kecil standar error maka keakuratan daya penduga nilai b terhadap populasi semakin tinggi. Perbandingan antara nilai b dan standar error ini memunculkan nilai t, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

bSbt =

dimana: b = nilai parameter Sb = standar error dari b. Jika b sama dengan 0 (b=0) atau Sb bernilai sangat besar, maka nilai t akan sama dengan atau mendekati 0 (nol). Untuk dapat melakukan uji t, perlu menghitung besarnya standar error masing-masing parameter ( baik b0, b1, b2), seperti diformulakan Gujarati (1995:198-199) sebagai berikut:

3)(21 2

221

22

21

212121

22

22

21

0 −⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

−++= ∑

∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑

nE

xxxxxxXXxXxX

nSb

Page 213: Ekonometrika Modul

81

3)())((

2

221

22

21

22

1 −−= ∑

∑ ∑ ∑∑

nE

xxxxx

Sb

3)())((

2

221

22

21

21

2 −−= ∑

∑ ∑ ∑∑

nE

xxxxx

Sb

Rumus-rumus di atas, dapat kita masuki dengan

angka-angka yang tertera pada tabel, hanya saja belum semuanya dapat terisi. Kita masih memerlukan lagi angka untuk mengisi rumus ∑ 2e . Untuk dapat mengisi rumus tersebut, perlu terlebih dulu mencari nilai e. Nilai e adalah standar error yang terdapat dalam persamaan regresi. Perhatikan persamaan regresi: Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + e

atau Inflasi = b0 + b1Budep + b2 Kurs + e Secara matematis, dari persamaan regresi di atas nilai e dapat diperoleh, dengan cara mengubah posisi tanda persamaan hingga menjadi:

e = Y- (b0 + b1X1 + b2 X2)

Dengan memasukkan nilai b0, b1, b2, yang telah didapatkan, dan X1i, X2i, yang ada pada data, maka nilai total e dapat terlihat pada tabel berikut:

Page 214: Ekonometrika Modul

82

X1 Y X2 B0 B1 B2 e e^2 13.06 8.28 9433.25 -11.933 1.421 0.000287 -1.05 1.1113.81 9.14 9633.78 -11.933 1.421 0.000287 -1.31 1.7313.97 10.62 10204.70 -11.933 1.421 0.000287 -0.23 0.0513.79 10.51 11074.75 -11.933 1.421 0.000287 -0.33 0.1114.03 10.82 11291.19 -11.933 1.421 0.000287 -0.42 0.1814.14 12.11 11294.30 -11.933 1.421 0.000287 0.71 0.5014.39 13.04 10883.57 -11.933 1.421 0.000287 1.40 1.9714.97 12.23 8956.59 -11.933 1.421 0.000287 0.32 0.1015.67 13.01 9288.05 -11.933 1.421 0.000287 0.01 0.0015.91 12.47 10097.91 -11.933 1.421 0.000287 -1.10 1.2116.02 12.91 10554.86 -11.933 1.421 0.000287 -0.95 0.9016.21 12.55 10269.42 -11.933 1.421 0.000287 -1.50 2.2416.19 14.42 10393.82 -11.933 1.421 0.000287 0.37 0.1315.88 15.13 10237.42 -11.933 1.421 0.000287 1.56 2.4315.76 14.08 9914.26 -11.933 1.421 0.000287 0.77 0.6015.55 13.3 9485.82 -11.933 1.421 0.000287 0.41 0.1715.16 12.93 9115.05 -11.933 1.421 0.000287 0.71 0.5014.85 11.48 8688.65 -11.933 1.421 0.000287 -0.18 0.0314.22 10.05 8964.70 -11.933 1.421 0.000287 -0.80 0.6313.93 10.6 8928.41 -11.933 1.421 0.000287 0.18 0.0313.58 10.48 8954.43 -11.933 1.421 0.000287 0.55 0.3013.13 10.33 9151.73 -11.933 1.421 0.000287 0.98 0.96

324.22 260.49216816.70 -11.933 1.421 0.000287 0.09 15.90

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai total nilai e adalah sebesar 0.09, sedangkan total nilai e2 adalah sebesar 15,90. Berdasarkan angka yang didapatkan tersebut, maka standar error b0, b1, b2, dapat dicari menggunakan rumus yang ada hingga hasil penghitungannya tertera sebagai berikut:

Page 215: Ekonometrika Modul

83

Mencari Sb0.

3)(21 2

221

22

21

212121

22

22

21

0 −⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

−++= ∑

∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑

ne

xxxxxxXXxXxX

nSb

32290,15

)72,227.2()69,503.318.14)(40,22()72,227.2)(3,855.9)(74,14(2)40,22()3,855.9()69,503.318.14()74,14(

221

2

22

−⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

−++

=

1990,15

40,736.962.466.482.734.32004,946.228.64722,413.643.175.232,932.946.110.3

221

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

−++

= 19

90,1526,746.771.31550,399.361.639.4

221

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+

= )84,0()69,14045.0( +

= 3,84 (0,84) = 3,226 Mencari Sb1.

3)())((

2

221

22

21

22

1 −−= ∑

∑ ∑ ∑∑

ne

xxxxx

Sb

=19

9,15)72,227.2()69,503.318.14)(40,22(

69,503.318.142 ⎥

⎤⎢⎣

⎡−

= )84,0(26,746.771.315

69,503.318.14

Page 216: Ekonometrika Modul

84

= )84.0(045,0

= 0,213 x 0,84 = 0,179 Mencari Sb2:

3)())((

2

221

22

21

21

2 −−= ∑

∑ ∑ ∑∑

ne

xxxxx

Sb

=19

9,15)72,227.2()69,503.318.14)(40,22(

40,222 ⎥

⎤⎢⎣

⎡−

= )84,0(26,746.771.315

40,22

= )84.0(000000070,0

= 0,000266 x 0,84 = 0,000223 Setelah diketahui semua nilai standar error (Sb0, Sb1, Sb2) melalui penggunaan rumus-rumus di atas, maka nilai t untuk masing-masing parameter dapat diperoleh, karena nilai t merupakan hasil bagi antara b dengan Sb. Pencarian nilai t mempunyai kesamaan dengan model regresi linier sederhana, hanya saja pencarian Sb nya yang berbeda. Pencarian masing-masing nilai t dapat dirumuskan sebagai berikut: Mencari nilai statistik tb0:

Page 217: Ekonometrika Modul

85

0

00

bb S

bt =

Mencari nilai statistik tb1:

1

11

bb S

bt =

Mencari nilai statistik tb2:

2

22

bb S

bt = ;

Dengan menggunakan rumus-rumus di atas, maka nilai tb0 adalah:

226,3

917,110

−=bt = -3,694

dan nilai tb1 adalah:

179,0421,1

1 =bt =7,938

sedangkan nilai tb2 adalah:

0002234,00002869,0

2 =bt = 1,284

dengan diketahuinya nilai t hitung masing-masing parameter, maka dapat digunakan untuk mengetahui signifikan tidaknya variabel penjelas dalam mempengaruhi variabel terikat. Untuk dapat mengetahui apakah signifikan atau tidak nilai t hitung tersebut, maka perlu membandingkan dengan nilai t tabel. Apabila nilai t hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka variabel penjelas tersebut signifikan. Sebaliknya, jika nilai

Page 218: Ekonometrika Modul

86

t hitung lebih kecil darit tabel, maka variabel penjelas tersebut tidak signifikan.

Karena nilai tb1 adalah sebesar 7,938, yang berarti lebih besar dibanding nilai tabel pada α=5% dengan df 19 yang besarnya 2,093, maka dapat dipastikan bahwa variabel budep secara individual signifikan mempengaruhi inflasi. Sedangkan nilai tb2 yang besarnya 1,284 adalah lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel pada α =5% dengan df 19 yang besarnya 2,093, maka dapat dipastikan bahwa variabel Kurs secara individual tidak signifikan mempengaruhi inflasi.

Pengujian kedua nilai t dapat dijelaskan dalam bentuk gambar sebagai berikut:

Daerah diterima

7,938 Daerah ditolak t α /2; (n-k-1) (+) 2,093 Gb.3.2. Daerah Uji t Variabel Budep

Daerah diterima Daerah ditolak 1,284 t α /2; (n-k-1) (+) 2,093 Gb.3.2. Daerah Uji t Variabel Kurs

Page 219: Ekonometrika Modul

87

Bantuan dengan SPSS Tahapan-tahan yang dilalui untuk melakukan regresi linier berganda dengan penghitungan-penghitungan nilai a, b, Sb di atas, dapat dilakukan dengan bantuan SPSS dengan tahapan sebagai berikut:

• Pastikan data SPSS sudah siap • Lakukan regresi, caranya: pilih Analyze, Reression, Linear

• Masukkan variabel Y ke kotak variabel dependen, dan variabel X1 dan X2 ke kotak variabel Independen, kemudian klik OK.

Page 220: Ekonometrika Modul

88

• Hasil regresi akan tampak dalam output regression yang menunjukkan tabel: model summary (memuat R2), ANOVA (memuat nilai F), Coefficient (memuat nilai t).

Model Summary

.867a .752 .726 .9148Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), X2, X1a.

ANOVAb

48.261 2 24.130 28.836 .000a

15.899 19 .83764.160 21

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X2, X1a.

Dependent Variable: Yb.

Page 221: Ekonometrika Modul

89

Coefficientsa

-11.933 3.511 -3.399 .0031.421 .195 .840 7.298 .000

2.869E-04 .000 .136 1.177 .254

(Constant)X1X2

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Ya.

Catatan: • Nilai a, b1, b2, antara hitungan manual dengan hitungan

SPSS terdapat sedikit perbedaan angka di belakang koma. Ini disebabkan oleh pembulatan angka saat penghitungan.

• Angka 2.869E-04 dibaca 0,0002869

Page 222: Ekonometrika Modul

90

Koefisien Determinasi (R2)

Disamping menguji signifikansi dari masing-masing variabel, kita dapat pula menguji determinasi seluruh variabel penjelas yang ada dalam model regresi. Pengujian ini biasanya disimbolkan dengan koefisien regresi yang biasa disimbolkan dengan R2. Uraian tentang koefisien determinasi sedikit banyak telah disinggung pada single linier regression. Pada sub bahasan ini hanya menambah penjelasan-penjelasan agar menjadi lebih lengkap saja.

Koefisien determinasi pada dasarnya digunakan untuk mengkur goodness of fit dari persamaan regresi, melalui hasil pengukuran dalam bentuk prosentase yang menjelaskan determinasi variabel penjelas (X) terhadap variabel yang dijelaskan (Y). Koefisien determinasi dapat dicari melalui hasil bagi dari total sum of square (TSS) atau total variasi Y terhadap explained sum of square (ESS) atau variasi yang dijelaskan Y. Dengan demikian kita dapat mendefinisikan lagi R2 dengan arti rasio antara variasi yang dijelaskan Y dengan total variasi Y. Rumus tersebut adalah sebagai berikut:

TSSESSR =2

Total variasi Y (TSS) dapat diukur menggunakan

derajat deviasi dari masing-masing observasi nilai Y dari rata-ratanya. Hasil pengukuran ini kemudian dijumlahkan hingga mencakup seluruh observasi. Jelasnya:

TSS = ∑=

−n

tt YY

1

2)(

Page 223: Ekonometrika Modul

91

Nilai explained sum of square (ESS) atau variasi

yang dijelaskan Y didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ESS = ∑−

−n

tt YY

1

2)ˆ(

Jadi, rumus di atas dapat pula dituliskan menjadi

sebagai berikut:

∑∑

−= 2

22

)()ˆ(

YYYY

R

dimana:

Y (baca: Y cap) adalah nilai perkiraan Y atau estimasi garis regresi.

Y (baca: Y bar) adalah nilai Y rata-rata. Y cap diperoleh dengan cara menghitung hasil

regresi dengan memasukkan nilai parameter dan data variabel. Penghitungan nilai Y cap menjadi penting untuk dilakukan agar mempermudah kita dalam menggunakan rumus R2 yang telah ditentukan di atas. Sebagai contoh menghitung Y cap, berikut ini dihitung nilai Y cap pada observasi 1. Hasil regresi adalah: Y = -11,917 + 1,421 (X1) + 0,0002869(X2) Jika observasi nomor 1 (satu) kita hitung, dimana X1= 13,06 dan X2 = 9.433,25, maka nilai =1Y -11,917 + 1,421 (13,06) + 0,0002869(9.433,25) = 9,438

Page 224: Ekonometrika Modul

92

Hasil hitungan Y cap individual maupun total, beserta ekstensinya diperlukan untuk menyesuaikan dengan rumus mencari R2. Hasil perhitungan dan pengembangan data selengkapnya tertera dalam tabel sebagai berikut:

X1 Y X2 B0 B1 B2 Y YY −ˆ 2)ˆ( YY − YY − 2)( YY −

13.06 8.28 9433.25 -11.933 1.421 0.000287 9.348 -2.493 6.214 -3.561 12.67713.81 9.14 9633.78 -11.933 1.421 0.000287 10.471 -1.370 1.876 -2.701 7.29313.97 10.62 10204.70 -11.933 1.421 0.000287 10.862 -0.978 0.957 -1.221 1.49013.79 10.51 11074.75 -11.933 1.421 0.000287 10.856 -0.985 0.969 -1.331 1.77014.03 10.82 11291.19 -11.933 1.421 0.000287 11.259 -0.581 0.338 -1.021 1.04114.14 12.11 11294.30 -11.933 1.421 0.000287 11.416 -0.424 0.180 0.269 0.07314.39 13.04 10883.57 -11.933 1.421 0.000287 11.654 -0.187 0.035 1.200 1.43914.97 12.23 8956.59 -11.933 1.421 0.000287 11.925 0.085 0.007 0.390 0.15215.67 13.01 9288.05 -11.933 1.421 0.000287 13.015 1.174 1.379 1.170 1.36815.91 12.47 10097.91 -11.933 1.421 0.000287 13.588 1.748 3.054 0.630 0.39616.02 12.91 10554.86 -11.933 1.421 0.000287 13.876 2.035 4.142 1.070 1.14416.21 12.55 10269.42 -11.933 1.421 0.000287 14.064 2.223 4.943 0.710 0.50316.19 14.42 10393.82 -11.933 1.421 0.000287 14.071 2.230 4.975 2.580 6.65415.88 15.13 10237.42 -11.933 1.421 0.000287 13.586 1.745 3.045 3.290 10.82115.76 14.08 9914.26 -11.933 1.421 0.000287 13.322 1.482 2.196 2.240 5.01515.55 13.3 9485.82 -11.933 1.421 0.000287 12.901 1.061 1.125 1.460 2.13015.16 12.93 9115.05 -11.933 1.421 0.000287 12.240 0.400 0.160 1.090 1.18714.85 11.48 8688.65 -11.933 1.421 0.000287 11.678 -0.163 0.027 -0.361 0.13014.22 10.05 8964.70 -11.933 1.421 0.000287 10.862 -0.979 0.958 -1.791 3.20613.93 10.6 8928.41 -11.933 1.421 0.000287 10.439 -1.401 1.964 -1.241 1.53913.58 10.48 8954.43 -11.933 1.421 0.000287 9.949 -1.891 3.577 -1.361 1.85113.13 10.33 9151.73 -11.933 1.421 0.000287 9.366 -2.474 6.121 -1.511 2.282

324.22 260.49 216816.70 -11.933 1.421 0.000287 260.747 0.256 48.243 -0.001 64.160

Dengan menggunakan angka-angka yang terdapat dalam tabel di atas, maka nilai R2 dapat ditentukan. Adapun rumus untuk mencari nilai R2 adalah sebagai berikut:

∑∑

−= 2

22

)()ˆ(

YYYY

R

Page 225: Ekonometrika Modul

93

dengan demikian nilai R2 dari model yang ada adalah sebesar:

R2 = 160,64243,48

R2 = 0,751 Nilai R2 sebesar 0,751 tersebut menunjukkan arti bahwa determinasi variabel Budep (X1) dan Kurs (X2) dalam mempengaruhi inflasi (Y) adalah sebesar 75,1%. Nilai sebesar ini mengindikasikan bahwa model yang digunakan dalam menjelaskan variabel Y cukup baik, karena mencapai 75,1%. Sisanya sebesar 24,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model. Uji F

Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa dalam regresi linier berganda variabel penjelasnya selalu berjumlah lebih dari satu. Untuk itu, maka pengujian tingkat signifikansi variabel tidak hanya dilakukan secara individual saja, seperti dilakukan dengan uji t, tetapi dapat pula dilakukan pengujian signifikansi semua variabel penjelas secara serentak atau bersama-sama. Pengujian secara serentak tersebut dilakukan dengan teknik analisis of variance (ANOVA) melalui pengujian nilai F hitung yang dibandingkan dengan nilai F tabel. Oleh karena itu disebut pula dengan uji F.

Pada prinsipnya, teknik ANOVA digunakan untuk menguji distribusi atau variansi means dalam variabel penjelas apakah secara proporsional telah signifikan menjelaskan variasi dari variabel yang dijelaskan. Untuk memastikan jawabannya, maka perlu dihitung rasio antara

Page 226: Ekonometrika Modul

94

variansi means (variance between means) yang dibandingkan dengan variansi di dalam kelompok variabel (variance between group). Hasil pembandingan keduanya itu (rasio antara variance between means terhadap variance between group) menghasilkan nilai F hitung, yang kemudian dibandingkan dengan nilai F tabel. Jika nilai F hitung lebih besar dibanding nilai F tabel, maka secara serentak seluruh variabel penjelas yang ada dalam model signifikan mempengaruhi variabel terikat Y. Sebaliknya, jika nilai F hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai F tabel, maka tidak secara serentak seluruh variabel penjelas yang ada dalam model signifikan mempengaruhi variabel terikat Y. Atau secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut:

)();1(; knkFF −−≤ α berarti tidak signifikan atau H0 diterima

)();1(; knkFF −−> α berarti signifikan atau H0 ditolak

H0 diterima atau ditolak, adalah merupakan suatu keputusan jawaban terhadap hipotesis yang terkait dengan uji F, yang biasanya dituliskan dalam kalimat sebagai berikut: H0 : b1 = b2 = 0 Variabel penjelas secara serentak tidak

signifikan mempengaruhi variabel yang dijelaskan.

H0 : b1 ≠ b2 ≠ 0 Variabel penjelas secara serentak signifikan mempengaruhi variabel yang dijelaskan.

Karena uji F adalah membandingkan antara nilai F hitung dengan nilai F tabel, maka penting untuk mengetahui bagaimana mencari nilai F hitung ataupun nilai F tabel.

Page 227: Ekonometrika Modul

95

Nilai F hitung dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

)/()1()1/(

2

2

knRkRF

−−−

=

Sedangkan nilai F tabel telah ditentukan dalam tabel.

Yang penting untuk diketahui adalah bagaimana cara membaca tabelnya. Seperti yang telah dituliskan pada pembandingan antara nilai F hitung dan nilai F tabel di atas, diketahui bahwa F tabel dituliskan Fα;k-1; (n-k). Arti dari tulisan tersebut adalah:

• Simbol α menjelaskan tingkat signifikansi (level of significance) (apakah pada α =0,05 atau α =0,01 ataukah α =0,10, dan seterusnya).

• Simbol (k-1) menunjukkan degrees of freedom for numerator.

• Simbol (n-k) menunjukkan degrees of freedom for denominator.

Guna melengkapi hasil analisis data yang dicontohkan di atas, kita dapat menghitung nilai F berdasarkan rumus. Nilai F dari model tersebut ternyata besarnya adalah:

)/()1(

)1/(2

2

knRkRF

−−−

=

= )322/()751,01(

)13/()751,0(−−

= 0131.03755.0 = 28.66

Page 228: Ekonometrika Modul

96

Dari hasil penghitungan di atas diketahui bahwa nilai F hitung adalah sebesar 28,66. Nilai ini lebih besar dibanding dengan nilai F tabel pada α = 0,05 dengan (k-1) = 2, dan (n-k) = (22-3) = 19 yang besarnya 3,52. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel Budep dan Kurs secara serentak signifikan mempengaruhi inflasi. Dengan demikian, maka null hyphothesis ditolak. Daerah penolakan atau penerimaan hipotesis dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Daerah diterima Daerah ditolak F(α; k-1; n-k) F F0,05;2;19; 3,52

Gb.3.2. Daerah Uji F

-000- Tugas:

1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas! 2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian

bab ini! 3. Lakukanlah perintah-perintah di bawah ini:

a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan regresi linier berganda!

b. Coba tuliskan model regresi linier berganda! c. Coba uraikan arti dari notasi atas model yang

telah anda tuliskan! d. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap

pada konstanta!

Page 229: Ekonometrika Modul

97

e. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap pada koefisien regresi!

f. Coba sebutkan perbedaan-perbedaan antara model regresi linier sederhana dengan model regresi linier berganda!

g. Jelaskan mengapa rumus untuk mencari nilai b pada model regresi linier erganda berbeda dengan model regresi linier sederhana!

h. Coba jelaskan apakah pencarian nilai t juga mengalami perubahan! kenapa?

i. Coba uraikan bagaimana menentukan nilai t yang signifikan!

j. Jelaskan apa kegunaan nilai F! k. Bagaimana menentukan nilai F yang

signifikan? l. Jelaskan apakah rumus dalam mencari

koefisien determinasi pada model regresi linier berganda berbeda dengan regresi linier sederhana! kenapa?

m. Jelaskan bagaimana variabel penjelas dapat dianggap sebagai prediktor terbaik dalam menjelaskan Y!

Page 230: Ekonometrika Modul

98

BAB V

UJI ASUMSI KLASIK

Tujuan Pengajaran: Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengerti apa yang dimaksud dengan uji asumsi klasik

Mengerti item-item asumsi Menjelaskan maksud item-item asumsi

Menyebutkan nama-nama asumsi yang harus dipenuhi Mengerti apa yang dimaksud dengan autokorelasi

Mengerti apa yang dimaksud dengan Multikolinearitas Mengerti apa yang dimaksud dengan Heteroskedastisitas

Mengerti apa yang dimaksud dengan Normalitas Menjelaskan timbulnya masalah-masalah dalam uji

asumsi klasik Menjelaskan dampak dari autokorelasi,

heteroskedastisitas, multikolinearitas, normalitas Menyebutkan alat deteksi dari masalah-masalah tersebut

Menggunakan sebagian alat-alat deteksi Menjelaskan keterkaitan asumsi-asumsi

Menjelaskan konsekuensi-konsekuensi dari Asumsi

Page 231: Ekonometrika Modul

99

BAB V

UJI ASUMSI KLASIK

Di muka telah disinggung, baik dalam regresi linier sederhana maupun dalam regresi linier berganda, bahwa dalam kedua regresi linier tersebut perlu memenuhi asumsi-asumsi seperti yang telah di uraikan dalam kedua bahasan tersebut. Munculnya kewajiban untuk memenuhi asumsi tersebut mengandung arti bahwa formula atau rumus regresi diturunkan dari suatu asumsi tertentu. Artinya, tidak semua data dapat diperlakukan dengan regresi. Jika data yang diregresi tidak memenuhi asumsi-asumsi yang telah disebutkan, maka regresi yang diterapkan akan menghasilkan estimasi yang bias. Jika hasil regresi telah memenuhi asumsi-asumsi regresi maka nilai estimasi yang diperoleh akan bersifat BLUE, yang merupakan singkatan dari: Best, Linear, Unbiased, Estimator.

Best dimaksudkan sebagai terbaik. Untuk memahami arti Best, perlu kembali kepada kesadaran kita bahwa analisis regresi linier digunakan untuk menggambarkan sebaran data dalam bentuk garis regresi. Dengan kata lain, garis regresi merupakan cara memahami pola hubungan antara dua seri data atau lebih. Hasil regresi dikatakan Best apabila garis regresi yang dihasilkan guna melakukan estimasi atau peramalan dari sebaran data, menghasilkan error yang terkecil. Perlu diketahui bahwa error itu sendiri adalah perbedaan antara nilai observasi dan nilai yang diramalkan oleh garis regresi. Jika garis regresi telah Best dan disertai pula oleh kondisi tidak bias (unbiased), maka estimator regresi akan efisien.

Linear mewakili linear dalam model, maupun linear dalam parameter. Linear dalam model artinya model yang digunakan dalam analisis regresi telah sesuai dengan

Page 232: Ekonometrika Modul

100

kaidah model OLS dimana variabel-variabel penduganya hanya berpangkat satu. Sedangkan linear dalam parameter menjelaskan bahwa parameter yang dihasilkan merupakan fungsi linear dari sampel. Secara jelas bila diukur dengan nilai rata-rata.

Unbiased atau tidak bias, Suatu estimator dikatakan unbiased jika nilai harapan dari estimator b sama dengan nilai yang benar dari b. Artinya, nilai rata-rata b = b. Bila rata-rata b tidak sama dengan b, maka selisihnya itu disebut dengan bias.

Estimator yang efisien dapat ditemukan apabila ketiga kondisi di atas telah tercapai. Karena sifat estimator yang efisien merupakan hasil konklusi dari ketiga hal sebelumnya itu.

Asumsi-asumsi seperti yang telah dituliskan dalam bahasan OLS di depan, adalah asumsi yang dikembangkan oleh Gauss dan Markov, yang kemudian teori tersebut terkenal dengan sebutan Gauss-Markov Theorem. Serupa dengan asumsi-asumsi tersebut, Gujarati (1995) merinci 10 asumsi yang menjadi syarat penerapan OLS,18 yaitu: Asumsi 1: Linear regression Model. Model regresi

merupakan hubungan linear dalam parameter. Y = a + bX +e

Untuk model regresi Y = a + bX + cX2 + e Walaupun variabel X dikuadratkan, ini tetap merupakan regresi yang linear dalam parameter sehingga OLS masih dapat diterapkan. Asumsi 2: Nilai X adalah tetap dalam sampling yang

diulang-ulang (X fixed in repeated sampling).

18 Dari sepuluh asumsi di atas tidak semuanya perlu diuji. Sebagian cukup hanya diasumsikan, sedangkan sebagian yang lain memerlukan test.

Page 233: Ekonometrika Modul

101

Tepatnya bahwa nilai X adalah nonstochastic (tidak random).

Asumsi 3: Variabel pengganggu e memiliki rata-rata nol (zero mean of disturbance). Artinya, garis regresi pada nilai X tertentu berada tepat di tengah. Bisa saja terdapat error yang berada di atas garis regresi atau di bawah garis regresi, tetapi setelah keduanya dirata-rata harus bernilai nol.

Asumsi 4: Homoskedastisitas, atau variabel pengganggu e memiliki variance yang sama sepanjang observasi dari berbagai nilai X. Ini berarti data Y pada setiap X memiliki rentangan yang sama. Jika rentangannya tidak sama, maka disebut heteroskedastisitas

Asumsi 5: Tidak ada otokorelasi antara variabel e pada setiap nilai xi dan ji (No autocorrelation between the disturbance).

Asumsi 6: Variabel X dan disturbance e tidak berkorelasi. Ini berarti kita dapat memisahkan pengaruh X atas Y dan pengaruh e atas Y. Jika X dan e berkorelasi maka pengaruh keduanya akan tumpang tindih (sulit dipisahkan pengaruh masing-masing atas Y). Asumsi ini pasti terpenuhi jika X adalah variabel non random atau non stochastic.

Asumsi 7: Jumlah observasi atau besar sampel (n) harus lebih besar dari jumlah parameter yang diestimasi. Bahkan untuk memenuhi asumsi yang lain, sebaiknya jumlah n harus cukup besar. Jika jumlah parameter sama atau bahkan lebih besar dari jumlah observasi, maka persamaan regresi tidak akan bisa diestimasi.

Page 234: Ekonometrika Modul

102

Asumsi 8: Variabel X harus memiliki variabilitas. Jika nilai X selalu sama sepanjang observasi maka tidak bisa dilakukan regresi.

Asumsi 9: Model regresi secara benar telah terspesifikasi. Artinya, tidak ada spesifikasi yang bias, karena semuanya telah terekomendasi atau sesuai dengan teori.

Asumsi 10. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas. Jelasnya kolinear antara variabel penjelas tidak boleh sempurna atau tinggi.

Penyimpangan masing-masing asumsi tidak

mempunyai impak yang sama terhadap regresi. Sebagai contoh, adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya asumsi multikolinearitas (asumsi 10) tidak berarti mengganggu, sepanjang uji t sudah signifikan. Hal ini disebabkan oleh membesarnya standar error pada kasus multikolinearitas, sehingga nilai t, b, Sb, menjadi cenderung kecil. Jika nilai t masih signifikan, maka multikolinearitas tidak perlu diatasi. Akan tetapi, jika terjadi penyimpangan pada asumsi heteroskedastisitas atau pada autokorelasi, penyimpangan tersebut dapat menyebabkan bias pada Sb, sehingga t menjadi tidak menentu. Dengan demikian, meskipun nilai t sudah signifikan ataupun tidak signifikan, keduanya tidak dapat memberi informasi yang sesungguhnya. Untuk memenuhi asumsi-asumsi di atas, maka estimasi regresi hendaknya dilengkapi dengan uji-uji yang diperlukan, seperti uji normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, atupun multikolinearitas.

Secara teoretis model OLS akan menghasilkan estimasi nilai parameter model penduga yang sahih bila dipenuhi asumsi Tidak ada Autokorelasi, Tidak Ada Multikolinearitas, dan Tidak ada Heteroskedastisitas.

Page 235: Ekonometrika Modul

103

Apabila seluruh asumsi klasik tersebut telah terpenuhi maka akan menghasilkan hasil regresi yang best, linear, unbias, efficient of estimation (BLUE).

A. Uji Autokorelasi A.1. Pengertian autokorelasi

Dalam asumsi klasik telah dijelaskan bahwa pada model OLS harus telah terbebas dari masalah autokorelasi atau serial korelasi. Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Sifat autokorelasi muncul bila terdapat korelasi antara data yang diteliti, baik itu data jenis runtut waktu (time series) ataupun data kerat silang (cross section). Hanya saja masalah autokorelasi lebih sering muncul pada data time series, karena sifat data time series ini sendiri lekat dengan kontinyuitas dan adanya sifat ketergantungan antar data. Sementara pada data cross section hal itu kecil kemungkinan terjadi.

Asumsi terbebasnya autokorelasi ditunjukkan oleh nilai e yang mempunyai rata-rata nol, dan variannya konstan. Asumsi variance yang tidak konstan menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai suatu observasi berdampak pada observasi lain. Sebagai ilustrasi, misalnya kita mengamati perubahan inflasi apakah dipengaruhi oleh suku bunga deposito ataukah tidak. Bisa saja perubahan bunga deposito pada waktu tertentu, juga dialami oleh perubahan tingkat inflasi pada waktu yang sama. Kalau saja terjadi autokorelasi dalam kasus semacam ini, maka menjadi tidak jelas apakah inflasi betul-betul dipengaruhi oleh perubahan bunga

Page 236: Ekonometrika Modul

104

deposito ataukah karena sifat dari kecenderungannya sendiri untuk berubah.

Telah jelas bagi kita bahwa autokorelasi akan muncul apabila ada ketergantungan atau adanya kesalahan pengganggu yang secara otomatis mempengaruhi data berikutnya. Jika terdapat ketergantungan, dalam bahasa matematisnya dituliskan sebagai berikut:

E(ui, uj) ≠ 0; i ≠ j Sebaliknya, jika tidak terdapat ketergantungan atau

tidak adanya kesalahan pengganggu yang secara otomatis mempengaruhi data berikutnya maka masalah autokorelasi tidak akan muncul. Hal seperti itu dalam bahasa matematisnya dituliskan sebagai berikut:

E(ui, uj) = 0; i ≠ j

A.2. Sebab-sebab Autokorelasi

Terdapat banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah autokorelasi, namun dalam pembahasan ini hanya mengungkapkan beberapa faktor saja antara lain:

1. Kesalahan dalam pembentukan model, artinya, model yang digunakan untuk menganalisis regresi tidak didukung oleh teori-teori yang relevan dan mendukung.

2. Tidak memasukkan variabel yang penting. Variabel penting yang dimaksudkan di sini adalah variabel yang diperkirakan signifikan mempengaruhi variabel Y. Sebagai misal kita ingin meneliti faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya inflasi. Secara teoritik, banyaknya Jumlah Uang Beredar (JUB) mempunyai kaitan kuat dengan terjadinya inflasi. Alur berfikirnya seperti ini, semakin banyak JUB maka daya beli

Page 237: Ekonometrika Modul

105

masyarakat akan meningkat tentu akan pula diikuti dengan permintaan yang meningkat pula, Jika jumlah penawaran tidak mampu bertambah, tentu harga akan meningkat, ini berarti inflasi akan terjadi. Nah, tidak dimasukkannya JUB sebagai prediktor, sangat besar mengandung kecenderungan terjadinya autokorelasi.

3. Manipulasi data. Misalnya dalam penelitian kita ingin menggunakan data bulanan, namun data tersebut tidak tersedia. Kemudian kita mencoba menggunakan triwulanan yang tersedia, untuk dijadikan data bulanan melalui cara interpolasi atau ekstrapolasi. Contohnya membagi tiga data triwulanan tadi (n/3). Apabila hal seperti ini dilakukan, maka sifat data dari bulan ke satu akan terbawa ke bulan kedua dan ketiga, dan ini besar kemungkinan untuk terjadi autokorelasi.

4. Menggunakan data yang tidak empiris. Jika data semacam ini digunakan, terkesan bahwa data tersebut tidak didukung oleh realita. Misalnya pengaruh periklanan terhadap penjualan. Kalau dalam penelitian menggunakan data biaya periklanan bulan ke n dan data penjualan bulan ke n, besar kemungkinan akan terjadi autokorelasi. Secara empirik, upaya periklanan bulan ke n tidak akan secara langsung berdampak pada bulan yang sama, tetapi besar kemungkinan akan berdampak pada bulan berikutnya, jaraknya bisa 1 bulan, 2 bulan, atau lebih. Seharusnya data penjualan yang digunakan adalah data penjualan bulan ke n+1 atau n+2 tergantung dampak empiris tadi. Penggunaan data pada bulan yang sama dengan mengabaikan empiris seperti ini disebut juga sebagai Cobweb Phenomenon.

Page 238: Ekonometrika Modul

106

A.3. Akibat Autokorelasi

Uraian-uraian di atas mungkin saja mengajak kita untuk bertanya tentang apa dampak dari autokorelasi yang timbul. Pertanyaan seperti ini tentu saja merupakan sesuatu yang wajar, karena kita tentu mempunyai pilihan apakah mengabaikan adanya autokorelasi ataukah akan mengeliminasinya.

Meskipun ada autokorelasi, nilai parameter estimator (b1, b2,…,bn) model regresi tetap linear dan tidak bias dalam memprediksi B (parameter sebenarnya). Akan tetapi nilai variance tidak minimum dan standard error (Sb1, Sb2) akan bias. Akibatnya adalah nilai t hitung akan menjadi bias pula, karena nilai t diperoleh dari hasil bagi Sb terhadap b (t = b/sb). Berhubung nilai Sb bias maka nilai t juga akan bias atau bersifat tidak pasti (misleading). A.4. Pengujian Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, yaitu masalah lain yang timbul bila kesalahan tidak sesuai dengan batasan yang disyaratkan oleh analisis regresi. Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain melalui: 1. Uji Durbin-Watson (DW Test).

Uji Durbin-Watson yang secara populer

digunakan untuk mendeteksi adanya serial korelasi dikembangkan oleh ahli statistik (statisticians) Durbin dan Watson. Formula yang digunakan untuk mendeteksi terkenal pula dengan sebutan Durbin-Watson d statistic, yang dituliskan sebagai berikut:

Page 239: Ekonometrika Modul

107

∑=

=

=

=−−

= nt

tt

nt

ttt

u

uud

2

2

2

21

ˆ

)ˆˆ(

atau dapat pula ditulis dalam rumus sebagai berikut:

).

1(2 21

t

tt

eee

d ∑ −−=

Dalam DW test ini terdapat beberapa asumsi penting yang harus dipatuhi, yaitu:

• Terdapat intercept dalam model regresi. • Variabel penjelasnya tidak random

(nonstochastics). • Tidak ada unsur lag dari variabel dependen

di dalam model. • Tidak ada data yang hilang. • ttt ερυυ += −1

Langkah-langkah pengujian autokorelasi menggunakan uji Durbin Watson (DW test) dapat dimulai dari menentukan hipotesis. Rumusan hipotesisnya (H0) biasanya menyatakan bahwa dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif. Misalnya: terdapat autokorelasi positif, atau, terdapat autokorelasi negatif.

Bertolak dari hipotesis tersebut, maka perlu mengujinya karena hipotesis sendiri merupakan jawaban sementara yang masih perlu diuji. Terdapat beberapa standar keputusan yang perlu dipedomani ketika menggunakan DW test, yang semuanya menentukan lokasi dimana nilai DW berada. Jelasnya adalah sebagai berikut:

Page 240: Ekonometrika Modul

108

DW < dL = terdapat atokorelasi positif dL< DW <dU = tidak dapat disimpulkan (inconclusive) dU > DW >4-dU = tidak terdapat autokorelasi 4-dU < DW <4-dL = tidak dapat disimpulkan (inconclusive) DW > 4-dL = terdapat autokorelasi negatif Dimana DW = Nilai Durbin-Watson d statistik dU = Nilai batas atas (didapat dari tabel) dL = Nilai batas bawah (didapat dari tabel)

Ketentuan-ketentuan daerah hipotesis pengujian DW dapat diwujudkan dalam bentuk gambar sebagai berikut:

Tidak ada Inconclusive Autokorelasi Inconclusive Korelasi Korelasi (+) (-) 0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4

Gambar 3.3.: Daerah Uji Durbin Watson

Page 241: Ekonometrika Modul

109

Dalam pengujian autokorelasi terdapat kemungkinan munculnya autokorelasi positif maupun negatif. Karena adanya masalah korelasi dapat menimbulkan adanya bias pada hasil regresi.

Bantuan dengan SPSS Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dengan DW test, tahapannya dilakukan seperti pada tahapan regresi, hanya saja dilanjutkan dengan mengaktifkan kunci lainnya. Lengkapnya tahapan tersebut adalah sebagai berikut: • Pilih Analyze, Regression, Linear • Masukkan variabel Y ke kotak Variabel

Dependen, dan variabel X1 dan X2 ke dalam kotak Variabel Independen

• Klik pada kotak pilihan Statistik (bawah) • Aktikan Durbin-Watson pada kolom Residual • Klik Continue, kemudian klik OK.

Page 242: Ekonometrika Modul

110

Maka SPSS akan menampilkan hasil regresinya. Kolom Durbin-Watson akan tampak dalam tabel Model Summary, kolom paling kanan.

Model Summaryb

.867a .752 .726 .9148 .883Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), X2, X1a.

Dependent Variable: Yb.

Bantuan dengan SPSS

Catatan:

Page 243: Ekonometrika Modul

111

Dengan menggunakan derajat kesalahan (α)=5%, dengan sampel 22 observasi, dengan predictor sebanyak 2 maka batas atas (U) adalah sebesar 1,54 sedang batas bawah (L) adalah sebesar 1,15. Karena nilai DW hasil regresi adalah sebesar 0,883 yang berarti lebih kecil dari nilai batas bawah, maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil regresi tersebut belum terbebas dari masalah autokorelasi positif. Dengan kata lain, Hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat masalah autokorelasi dapat ditolak, sedang hipotesis nol yang menyatakan terdapat masalah autokorelasi dapat diterima. Uraian di atas dapat pula dijelaskan dalam bentuk gambar sbb:

Korelasi (+) inkonklusif tidak ada autokorelasi inkonklusif Korelasi (-)

0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4 1,15 1,54 2,46 2,85

Gambar. Daerah Uji Durbin Watson

Page 244: Ekonometrika Modul

112

2. Menggunakan metode LaGrange Multiplier (LM).

LM sendiri merupakan teknik regresi yang memasukkan variabel lag. Sehingga terdapat variabel tambahan yang dimasukkan dalam model. Variabel tambahan tersebut adalah data Lag dari variabel dependen. Dengan demikian model dalam LM menjadi sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1+ β2 X2 + β3 Yt-1+ β4 Yt-2 + ε

Variabel Yt-1 merupakan variabel lag 1 dari Y. Variabel Yt-2 merupakan variabel lag 2 dari Y.

Lag 1 dan Lag 2 variabel Y dimasukkan dalam model ini bertujuan untuk mengetahui pada lag berapa problem otokorelasi muncul. Lag sendiri merupakan rentang waktu. Lag 1 menunjukkan adanya kesenjangan waktu 1 periode, sedang lag 2 menunjukkan kesenjangan waktu 2 periode. Periodenya tergantung pada jenis data apakah data harian, bulanan, tahunan. Lag 1 data harian berarti ada kesenjangan satu hari, lag 2 kesenjangan 2 hari dan seterusnya.

Sebagai kunci untuk mengetahui pada lag berapa autokorelasi muncul, dapat dilihat dari signifikan tidaknya variabel lag tersebut. Ukuran yang digunakan adalah nilai t masing-masing variabel lag yang dibandingkan dengan t tabel, seperti yang telah dibahas pada uji t sebelumnya. Misalnya variabel Yt-1 mempunyai nilai t signifikan, berarti terdapat masalah autokorelasi atau pengaruh

Page 245: Ekonometrika Modul

113

kesalahan pengganggu mulai satu periode sebelumnya. Jika ini terjadi, maka untuk perbaikan hasil regresi perlu dilakukan regresi ulang dengan merubah posisi data untuk disesuaikan dengan kurun waktu lag tersebut.

Terdapat beberapa alat uji lain untuk mendeteksi autokorelasi seperti uji Breusch-Godfrey, Uji Run, Uji Statistik Q: Box-Pierce dan Ljung Box, dan lain-lain, namun uji-uji tersebut tidak dibahas di sini, mengingat tulisan ini masih berlingkup atau bersifat pengantar.

B. Uji Normalitas

Tujuan dilakukannya uji normalitas adalah untuk

menguji apakah variabel penganggu (e) memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dapat dilakukan sebelum ataupun setelah tahapan analisis regresi. Hanya saja pengalaman menunjukkan bahwa pengujian normalitas yang dilakukan sebelum tahapan regresi lebih efisien dalam waktu. Sangat beralasan kiranya, karena jika asumsi normalitas data telah dipenuhi terlebih dulu, maka dampak yang mungkin akan ditimbulkan dari adanya ketidaknormalan data seperti bias pada nilai t hitung dan nilai F hitung dapat dihindari. Sebaliknya, bila dilakukan analisis regresi terlebih dulu, dimana nilai t dan F baru diketahui, yang kemudian baru dilakukan normalitas data, sedangkan ternyata hasilnya tidak normal maka analisis regresi harus diulang lagi. Pengujian normalitas ini berdampak pada nilai t dan F karena pengujian terhadap keduanya diturunkan dari asumsi bahwa data Y atau e berdistribusi normal.

Page 246: Ekonometrika Modul

114

Beberapa cara dapat dilakukan untuk melakukan uji normalitas, antara lain:

1) Menggunakan metode numerik yang membandingkan nilai statistik, yaitu antara nilai median dengan nilai mean. Data dikatakan normal (simetris) jika perbandingan antara mean dan median menghasilkan nilai yang kurang lebih sama. Atau apabila nilai mean jika dikurangi nilai median menghasilkan angka nol. Cara ini disebut ukuran tendensi sentral (Kuncoro, 2001: 41).

2) Menggunakan formula Jarque Bera (JB test), yang rumusnya tertera sebagai berikut:

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ −+=

24)3(

6

22 KSnJB

dimana: S = Skewness (kemencengan) distribusi data K= Kurtosis (keruncingan) Skewness sendiri dapat dicari dari formula sebagai

berikut: [ ][ ]32

23

()(

μ

μ

−=

XEXES

Kurtosis dapat dicari dengan formula sebagai berikut:

[ ]22

4

)()(

μ

μ

−=

XEXEK

Page 247: Ekonometrika Modul

115

Bantuan dengan SPSS SPSS dapat digunakan untuk melihat nilai Mean, Median, Modus, Skewness, Kurtosis, dan lain-lain. Caranya dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

• Pilih Analyze, Descriptive Statistic, Frequencies • Pindahkan variabel yang mau dicari nilainya (sebelah kiri) ke

kotak Variables (sebelah kanan) • Kilik Statistik (bawah) • Aktifkan pilihan yang ada dalam kotak Dispersion,

Distribution, Central Tendency • Kemudian klik Continue, dan OK.

Page 248: Ekonometrika Modul

116

3) Mengamati sebaran data, dengan melakukan hitungan-hitungan berapa prosentase data observasi dan berada di area mana. Untuk menentukan posisi normal dari sebaran data, langkah awal yang dilakukan adalah menghitung standar deviasi. Standar deviasi dapat dicari melalui rumus sebagai berikut:

nvDDv

SD ∑ −=

)(

Standar deviasi ini digunakan untuk menentukan rentang deviasi dari posisi simetris data. Untuk mempermudah, kita dapat memberinya nama: SD1 yang berarti rentang pertama, di sebelah

kiri dan sebelah kanan dari posisi tengah-tengah (simetris).

SD2 yang berarti rentang kedua di sebelah kiri dan sebelah kanan posisi tengah-tengah (simetris)

• Maka SPSS akan menampakkan output sebagai berikut: Statistics

22 22 220 0 0

11.8405 14.7373 9855.3027.3727 .2202 176.0515

12.1700 14.6200 9774.02008.28a 13.06a 8688.65a

1.7479 1.0329 825.75483.0552 1.0670 681871.1

-.099 .009 .363.491 .491 .491

-.494 -1.424 -1.096.953 .953 .9536.85 3.15 2605.658.28 13.06 8688.65

15.13 16.21 11294.30260.49 324.22 216816.66

ValidMissing

N

MeanStd. Error of MeanMedianModeStd. DeviationVarianceSkewnessStd. Error of SkewnessKurtosisStd. Error of KurtosisRangeMinimumMaximumSum

Y X1 X2

Multiple modes exist. The smallest value is showna.

Page 249: Ekonometrika Modul

117

SD3 yang berarti rentang ketiga di sebelah kiri dan sebelah kanan posisi tengah-tengah (simetris).

Penentuan area ini penting, karena sebaran data yang dikatakan normal19 apabila tersebar sebagai berikut: Sebanyak 68% dari observasi berada pada area SD1 Sebanyak 95% dari sisanya berada pada area SD2 Sebanyak 99,7% dari sisanya berada pada area SD3 Untuk memperjelas maksud dari uraian di atas, kita dapat melihatnya pada gambar berikut ini

-SD3 -SD2 -SD1 vD SD1 SD2 SD3

68% observasi

95% observasi sisa

99,7% observasi sisa

Dalam pengujian normalitas mempunyai dua kemungkinan, yaitu data berdistribusi normal atau tidak normal. Apabila data telah berdistribusi normal maka tidak ada masalah karena uji t dan uji F dapat dilakukan (Kuncoro, 2001: 110). Apabila data tidak normal, maka 19 Gujarati, Basic Econometrics, third edition, McGraw-Hill, Inc. 1995.

Page 250: Ekonometrika Modul

118

diperlukan upaya untuk mengatasi seperti: memotong data yang out liers, memperbesar sampel, atau melakukan transformasi data.

Data yang tidak normal juga dapat dibedakan dari tingkat kemencengannya (skewness). Jika data cenderung menceng ke kiri disebut positif skewness, dan jika data cenderung menceng ke kanan disebut negatif skewness. Data dikatakan normal jika datanya simetris. Lihat gambar berikut:

Positif Skewness Normal

Negatif Skewness Langkah transformasi data sebagai upaya untuk

menormalkan sebaran data dapat dilakukan dengan merubah data dengan nilai absolut ke dalam bilangan logaritma20. Dengan mentransformasi data ke bentuk logaritma akan memperkecil error sehingga kemungkinan timbulnya masalah heteroskedastisitas juga menjadi sangat kecil (Setiaji, 2004: 18). 20 Kuncoro, 2001, juga Setiaji, 2004, mengatakan hal yang sama. Bahwa transformasi dapat dilakukan dengan logaritma.

Page 251: Ekonometrika Modul

119

Sebagai penjelas dari uraian di atas, maka ada

baiknya kalau kita ikuti contoh soal sebagai berikut: Misalnya kita memiliki jumlah observasi sebanyak 30 sampel, dari penghitungan berat badan orang dewasa yang rata-ratanya ditemukan 46 kg, dengan standar deviasi (SD) 5 kg. Untuk menentukan normal tidaknya data sampel tersebut, dapat diketahui dari sebaran datanya. Misalnya dari data tersebut diketahui bahwa 20 dari data observasi (68% X 30) 10 orang di antaranya mempunyai berat badan yang berkisar antara 41-46 kg., dan 10 orang lainnya dengan berat 46-51 kg. Dan 4 orang mempunyai berat badan antara 36-41 kg, serta 5 orang berat badannya berkisar antara 51-56, dan satu orang beratnya kurang dari 36 kg, maka data dapat dikatakan normal. Dengan demikian bila diwujudkan dalam bentuk diagram sebaran data akan tampak sebagai berikut:

36 41 46 51 56

C. Uji Heteroskedastisitas

C.1. Pengertian Heteroskedastisitas

Sebagaimana telah ditunjukkan dalam salah satu asumsi yang harus ditaati pada model regresi linier,

Page 252: Ekonometrika Modul

120

adalah residual harus homoskedastis, artinya, variance residual harus memiliki variabel yang konstan, atau dengan kata lain, rentangan e kurang lebih sama. Karena jika variancenya tidak sama, model akan menghadapi masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya (Kuncoro, 2001: 112). Padahal rumus regresi diperoleh dengan asumsi bahwa variabel pengganggu (error) atau e, diasumsikan memiliki variabel yang konstan (rentangan e kurang lebih sama). Apabila terjadi varian e tidak konstan, maka kondisi tersebut dikatakan tidak homoskedastik atau mengalami heteroskedastisitas (Setiaji, 2004: 17).

Masalah heteroskedastisitas lebih sering muncul dalam data cross section dari pada data time series (Kuncoro, 2001: 112; Setiaji, 2004: 17). Karena dalam data cross section menunjukkan obyek yang berbeda dan waktu yang berbeda pula. Antara obyek satu dengan yang lainnya tidak ada saling keterkaitan, begitu pula dalam hal waktu. Sedangkan data time series, antara observasi satu dengan yang lainnya saling mempunyai kaitan. Ada trend yang cenderung sama. Sehingga variance residualnya juga cenderung sama. Tidak seperti data cross section yang cenderung menghasilkan variance residual yang berbeda pula.

C.2. Konsekuensi Heteroskedastisitas

Analisis regresi menganggap kesalahan (error) bersifat homoskedastis, yaitu asumsi bahwa residu atau deviasi dari garis yang paling tepat muncul serta random sesuai dengan besarnya variabel-variabel independen (Arsyad, 1994:198). Asumsi regresi linier yang berupa

Page 253: Ekonometrika Modul

121

variance residual yang sama, menunjukkan bahwa standar error (Sb) masing-masing observasi tidak mengalami perubahan, sehingga Sb nya tidak bias. Lain halnya, jika asumsi ini tidak terpenuhi, sehingga variance residualnya berubah-ubah sesuai perubahan observasi, maka akan mengakibatkan nilai Sb yang diperoleh dari hasil regresi akan menjadi bias. Selain itu, adanya kesalahan dalam model yang dapat mengakibatkan nilai b meskipun tetap linier dan tidak bias, tetapi nilai b bukan nilai yang terbaik. Munculnya masalah heteroskedastisitas yang mengakibatkan nilai Sb menjadi bias, akan berdampak pada nilai t dan nilai F yang menjadi tidak dapat ditentukan. Karena nilai t dihasilkan dari hasil bagi antara b dengan Sb.

Jika nilai Sb mengecil, maka nilai t cenderung membesar. Hal ini akan berakibat bahwa nilai t mungkin mestinya tidak signifikan, tetapi karena Sb nya bias, maka t menjadi signifikan. Sebaliknya, jika Sb membesar, maka nilai t akan mengecil. Nilai t yang seharusnya signifikan, bisa jadi ditunjukkan menjadi tidak signifikan. Ketidakmenentuan dari Sb ini dapat menjadikan hasil riset yang mengacaukan.

C.3. Pendeteksian Heteroskedastisitas

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti uji grafik, uji Park, Uji Glejser, uji Spearman’s Rank Correlation, dan uji Whyte menggunakan Lagrange Multiplier (Setiaji, 2004: 18)21.

Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji grafik, dapat dilakukan dengan membandingkan sebaran 21 Ditunjukkan pula oleh Gozali, 2001.

Page 254: Ekonometrika Modul

122

antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya, yang output pendeteksiannya akan tertera berupa sebaran data pada scatter plot. Dengan menggunakan alat bantu komputer teknik ini sering dipilih, karena alasan kemudahan dan kesederhanaan cara pengujian, juga tetap mempertimbangkan valid dan tidaknya hasil pengujian.

Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji Arch, dilakukan dengan cara melakukan regresi atas residual, dengan model yang dapat dituliskan

uYbae ++= 22 ˆ . Dari hasil regresi tersebut dihitung nilai R2. Nilai R2 tadi dikalikan dengan jumlah sampel (R2 x N). Hasil perkalian ini kemudian dibandingkan dengan nilai chi-square (χ2) pada derajat kesalahan tertentu. Dengan df=1 (ingat, karena hanya memiliki satu variabel bebas). Jika R2 x N lebih besar dari chi-square (χ2) tabel, maka standar error mengalami heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika R2 x N lebih kecil dari chi-square (χ2) tabel, maka standar error telah bebas dari masalah heteroskedastisitas, atau telah homoskedastis.

D. Uji Multikolinieritas D.1. Pengertian Multikolinearitas

Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana terjadi korelasi linear yang ”perfect” atau eksak di antara variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model. Tingkat kekuatan hubungan antar variabel penjelas dapat ditrikotomikan lemah, tidak berkolinear, dan sempurna. Tingkat kolinear dikatakan lemah apabila masing-masing variabel penjelas hanya mempunyai sedikit sifat-sifat yang sama. Apabila antara variabel penjelas memiliki banyak sifat-sifat yang sama dan serupa sehingga hampir tidak dapat lagi dibedakan tingkat pengaruhnya terhadap

Page 255: Ekonometrika Modul

123

Y, maka tingkat kolinearnya dapat dikatakan serius, atau perfect, atau sempurna. Sedangkan Tidak berklinear jika antara variabel penjelas tidak mempunyai sama sekali kesamaan.

Sebagai gambaran penjelas, dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Y Y

X2 X2

X1 X1

Gb.Tidak berkolinear Gb. Berkolinear lemah

Y

X1 X2

Gb. Berkolinear sempurna

D.2. Konsekuensi Multikolinearitas Pengujian multikolinearitas merupakan tahapan

penting yang harus dilakukan dalam suatu penelitian, karena apabila belum terbebas dari masalah multikolinearitas akan menyebabkan nilai koefisien regresi (b) masing-masing variabel bebas dan nilai standar error-nya (Sb) cenderung bias, dalam arti tidak dapat ditentukan kepastian nilainya, sehingga akan

Page 256: Ekonometrika Modul

124

berpengaruh pula terhadap nilai t (Setiaji, 2004: 26). Logikanya adalah seperti ini, jika antara X1 dan X2 terjadi kolinearitas sempurna sehingga data menunjukkan bahwa X1=2X2, maka nilai b1 dan b2 akan tidak dapat ditentukan hasilnya, karena dari formula OLS sebagaimana dibahas terdahulu,

b1 = ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑ ∑

−2

2122

21

212221

)())(())(())((

xxxxxxyxxyx

akan menghasilkan bilangan pembagian, 00

1 =b , sehingga

nilai b1 hasilnya tidak menentu. Hal itu akan berdampak pula pada standar error Sb akan menjadi sangat besar, yang tentu akan memperkecil nilai t. D.3. Pendeteksian Multikolinearitas

Terdapat beragam cara untuk menguji multikolinearitas, di antaranya: menganalisis matrix korelasi dengan Pearson Correlation atau dengan Spearman’s Rho Correlation, melakukan regresi partial dengan teknik auxilary regression, atau dapat pula dilakukan dengan mengamati nilai variance inflation factor (VIF). Cara mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dengan menghitung nilai korelasi antar variabel dengan menggunakan Spearman’s Rho Correlation dapat dilakukan apabila data dengan skala ordinal (Kuncoro, 2001: 114). Sementara untuk data interval atau nominal dapat dilakukan dengan Pearson Correlation. Selain itu metode ini lebih mudah dan lebih sederhana tetapi tetap memenuhi syarat untuk dilakukan.

Pengujian multikolinearitas menggunakan angka korelasi dimaksudkan untuk menentukan ada tidaknya multikolinearitas. Mengacu pendapat Pindyk dan

Page 257: Ekonometrika Modul

125

Rubinfeld22, yang mengatakan bahwa apabila korelasi antara dua variabel bebas lebih tinggi dibanding korelasi salah satu atau kedua variabel bebas tersebut dengan variabel terikat. Juga pendapat Gujarati (1995:335) yang mengatakan bahwa bila korelasi antara dua variabel bebas melebihi 0,8 maka multikolinearitas menjadi masalah yang serius. Gujarati juga menambahkan bahwa, apabila korelasi antara variabel penjelas tidak lebih besar dibanding korelasi variabel terikat dengan masing-masing variabel penjelas, maka dapat dikatakan tidak terdapat masalah yang serius. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa apabila angka korelasi lebih kecil dari 0,8 maka dapat dikatakan telah terbebas dari masalah multikolinearitas.

Dalam kaitan adanya kolinear yang tinggi sehingga menimbulkan tidak terpenuhinya asumsi terbebas dari masalah multikolinearitas, dengan mempertimbangkan sifat data dari cross section, maka bila tujuan persamaan hanya sekedar untuk keperluan prediksi, hasil regresi dapat ditolerir, sepanjang nilai t signifikan.

Tugas: 1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas! 2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian

bab ini! 3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan asumsi klasik!

b. Sebutkan apa saja asumsi-asumsi yang ditetapkan!

c. Coba jelaskan mengapa tidak semua asumsi perlu lakukan pengujian!

22 Lihat Kuncoro, 2001:146

Page 258: Ekonometrika Modul

126

d. Jelaskan apa yang dimaksud dengan autokorelasi!

e. Jelaskan kenapa autokorelasi timbul! f. Bagaimana cara mendeteksi masalah

autokorelasi? g. Apa konsekuensi dari adanya masalah

autokorelasi dalam model? h. Jelaskan apa yang dimaksud dengan

heteroskedastisitas! i. Jelaskan kenapa heteroskedastisitas timbul! j. Bagaimana cara mendeteksi masalah

heteroskedastisitas? k. Apa konsekuensi dari adanya masalah

heteroskedastisitas dalam model? l. Jelaskan apa yang dimaksud dengan

multikolinearitas! m. Jelaskan kenapa multikolinearitas timbul! n. Bagaimana cara mendeteksi masalah

multikolinearitas? o. Apa konsekuensi dari adanya masalah

multikolinearitas dalam model? p. Jelaskan apa yang dimaksud dengan

normalitas! q. Jelaskan kenapa normalitas timbul! r. Bagaimana cara mendeteksi masalah

normalitas? s. Apa konsekuensi dari adanya masalah

normalitas dalam model? t. Bagaimana cara menangani jika data ternyata

tidak normal?

Page 259: Ekonometrika Modul

127

DAFTAR PUSTAKA

Djarwanto, Pangestu Subagyo, 2000, “Statistik Induktif”, Edisi 4, BPFE Yogjakarta.

Ghozali, Imam, 2001, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, BP Undip, Semarang

Gujarati,Damodar N., 1988, “Basic Econometrics” Second Edition, McGraw-Hill Book Company.

Gujarati,Damodar N., 1999, “Essentials of Econometrics”, Second Edition, Irwin McGraw Hill.

Hill, Carter, William E. Griffiths, George G. Judge, 1997, “Undergraduate Econometrics”, John Wiley & Sons, Inc.

Johnston, Jack, and John DiNardo, 1997, “Econometric Methods” Fourth Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.

Kuncoro, Mudrajad, 2001, “Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi”, UPP AMP YKPN, Yogjakarta

Salvatore, Dominick, 1996, “Managerial Economics in a Global Economy”, International Edition, Third Edition, McGraw-Hill, inc.

Santoso, Singgih, 2001, “Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik”, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Setiaji, Bambang, 2004, “Module Ekonometrika Praktis”, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Supranto, J., 1983, “Ekonometrik”, Buku Satu, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Page 260: Ekonometrika Modul

128

Regresi Logit

Page 261: Ekonometrika Modul

129

X1 Y X1 X12 Y2 XY

13.06 8.28 13.06 170.5636 68.5584 108.1368 13.81 9.14 13.81 190.7161 83.5396 126.2234 13.97 10.62 13.97 195.1609 112.7844 148.3614 13.79 10.51 13.79 190.1641 110.4601 144.9329 14.03 10.82 14.03 196.8409 117.0724 151.8046 14.14 12.11 14.14 199.9396 146.6521 171.2354 14.39 13.04 14.39 207.0721 170.0416 187.6456 14.97 12.23 14.97 224.1009 149.5729 183.0831 15.67 13.01 15.67 245.5489 169.2601 203.8667 15.91 12.47 15.91 253.1281 155.5009 198.3977 16.02 12.91 16.02 256.6404 166.6681 206.8182 16.21 12.55 16.21 262.7641 157.5025 203.4355 16.19 14.42 16.19 262.1161 207.9364 233.4598 15.88 15.13 15.88 252.1744 228.9169 240.2644 15.76 14.08 15.76 248.3776 198.2464 221.9008 15.55 13.3 15.55 241.8025 176.89 206.815 15.16 12.93 15.16 229.8256 167.1849 196.0188 14.85 11.48 14.85 220.5225 131.7904 170.478 14.22 10.05 14.22 202.2084 101.0025 142.911 13.93 10.6 13.93 194.0449 112.36 147.658 13.58 10.48 13.58 184.4164 109.8304 142.3184 13.13 10.33 13.13 172.3969 106.7089 135.6329

324.22 260.49 324.22 4800.525 3148.48 3871.398

Page 262: Ekonometrika Modul

130

t = bs

b = 195.0

4498.1 = 7.4348

Penemuan nilai b di sini penting untuk menentukan nilai B.

Nilai b sendiri merupakan perkiraan tungga dari parameter B, yaitu koefisien regresi sebenarnya (Y = A + BX + e). Perbedaan antara nilai b dan B disebabkan adanya fluktuasi sampling. Nilai B sendiri besarnya adalah sama dengan nilai rata-rata b, karena nilai rata-rata b adalah pemerkira tak bias. Ingat E(b) = B. Permasalahannya adalah nilai b yang dihasilkan dengan perhitungan di atas adalah nilai b individual, maka kita perlu menguji apakah B berada pada interval atau tidak. Untuk menguji tingkat kepercayaannya maka kita perlu mengukur interval kepercayaan (confidence interval) apakah B berada di antara batas atas dengan batas bawah interval atau tidak. Kalau berada pada interval tersebut, maka dipastikan bahwa B mempunyai tingkat kepercayaan yang baik (reliabel), jika tidak, maka B tidak reliabel.

Pengukuran berdasarkan interval kepercayaan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

P (b-d ≤ B ≤ b +d) = 1-α

Persamaan ini dapat dibaca: probabilita interval antara (b-d) dan (b+d) akan memuat nilai B sebesar (1- α ).

Atau digambarkan sebagai berikut:

(b-d) interval (b+d) batas bawah batas atas dimana: (b-d) = batas keyakinan bawah atau nilai batas bawah (b+d) = batas keyakinan atas atau nilai batas atas (1-α ) = koefisien keyakinan (confidence coefficient) atau

tingkat keyakinan (confidence level).

Page 263: Ekonometrika Modul

131

Simbol α sendiri disebut sebagai tingkat signifikansi (level of significance) yang diartikan juga sebagai besarnya kesalahan yang ditolerir di dalam membuat keputusan. Seandainya ditentukan bahwa tingkat keyakinannya sebesar 95%, maka kesalahan yang ditolerir adalah yang kurang dari 5% atau 0,05. Angka ini didapat dari rumus 1-α tersebut (1 - 95% = 5% atau 0,05). Dengan demikian, dengan menggunakan persamaan di atas kita dapat menginterpretasi bahwa kemungkinan nilai B berada pada interval adalah sebesar 95%. Penghitungan seperti tersebut digunakan untuk menentukan apakah nilai B menerima atau menolak hipotesis (H0).

Banyak sekali konsep-konsep ekonomi yang dirumuskan

dalam model matematis, seperti pengukuran GNP, tingkat Inflasi, uang beredar, dan lain-lain. Penggunaan model matematis seperti itu dimaksudkan untuk mendefinisikan hubungan antara berbagai variabel-variabel ekonomi yang saling mempengaruhi. Karena dalam pengukuran ekonomi diwujudkan dalam bentuk angka-angka maka ekonometrika bersifat kuantitatif, Dengan demikian, untuk dapat melakukan pengukuran kegiatan ekonomi, maka diperlukan alat analisisnya yang berupa gabungan dari teori ekonomi, matematika, dan statistika.