Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

22
EKOLOGI BURUNG PEMAKAN BUAH DAN PERANANNYA SEBAGAI PENYEBAR BIJI Oleh: Ruhyat Partasasmita 361020121 – BIO E-mail: [email protected] Abstrak Makalah ini membahas cara menganalisis komponen-komponen ekologi yang berhubungan dengan burung-burung pemakan buah yang berperan penyebaran biji-bijian dari tumbuhan berbuah di hutan dan sekitarnya. Rangkaian mekanisme perubahan habitat akibat gangguan oleh manusia dan terjadi secara alami, serta pengembalian oleh bantuan burung-burung pemakan buah. Kontribusi burung-burung pemakan buah terhadap suksesi tumbuhan hutan sangat dipengaruhi oleh karakter burung itu sendiri yaitu berat tubuh burung, kemampuan terbang, morfologi paruh, struktur alat pencernaan serta enzim pencernaannya. Strategi penanganan buah pada saat makan juga sangat berperan terhadap keberhasilan buah disebarkan apakah burung menangani di tempat pohon buah berada atau jauh dari tempat pohon buah tersebut, cara penanganan dengan cara ditelah seluruhnya atau dimuntahkan setelah diambil daging buahnya. Komponen tumbuhan yang dapat disebarkan lebih cenderung banyak yang mempunyai nilai menguntungkan untuk burungnya dengan bentuk, ukuran, warna dan kandungan nutrisi yang proporsional dengan kebutuhan burung. Kemampuan burung menyeleksi sesuai dengan kebutuhan berdasarkan penampakan karakteristik buah menghasilkan preferensi burung terhadap buah tertentu. Biji-biji buah yang disebarkan burung dapat tumbuh subur setelah secara tidak langsung diproses dalam saluran pencernaan dan dicampur dengan campuran feses yang lainnya.

Transcript of Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

Page 1: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

EKOLOGI BURUNG PEMAKAN BUAH DAN PERANANNYA

SEBAGAI PENYEBAR BIJI

Oleh:

Ruhyat Partasasmita361020121 – BIO

E-mail: [email protected]

Abstrak Makalah ini membahas cara menganalisis komponen-komponen

ekologi yang berhubungan dengan burung-burung pemakan buah yang berperan penyebaran biji-bijian dari tumbuhan berbuah di hutan dan sekitarnya. Rangkaian mekanisme perubahan habitat akibat gangguan oleh manusia dan terjadi secara alami, serta pengembalian oleh bantuan burung-burung pemakan buah. Kontribusi burung-burung pemakan buah terhadap suksesi tumbuhan hutan sangat dipengaruhi oleh karakter burung itu sendiri yaitu berat tubuh burung, kemampuan terbang, morfologi paruh, struktur alat pencernaan serta enzim pencernaannya. Strategi penanganan buah pada saat makan juga sangat berperan terhadap keberhasilan buah disebarkan apakah burung menangani di tempat pohon buah berada atau jauh dari tempat pohon buah tersebut, cara penanganan dengan cara ditelah seluruhnya atau dimuntahkan setelah diambil daging buahnya. Komponen tumbuhan yang dapat disebarkan lebih cenderung banyak yang mempunyai nilai menguntungkan untuk burungnya dengan bentuk, ukuran, warna dan kandungan nutrisi yang proporsional dengan kebutuhan burung. Kemampuan burung menyeleksi sesuai dengan kebutuhan berdasarkan penampakan karakteristik buah menghasilkan preferensi burung terhadap buah tertentu. Biji-biji buah yang disebarkan burung dapat tumbuh subur setelah secara tidak langsung diproses dalam saluran pencernaan dan dicampur dengan campuran feses yang lainnya.

Page 2: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

I. PENDAHULUAN

Kawasan hutan tropika memiliki komunitas yang kompek dari hewan dan

tumbuhannya. Sebagai contoh, macam-macam bentuk interaksi antara hewan

vertebrata pemakan buah dan spesies-spesies tumbuhan buah ditemukan pada

kawasan tersebut (Levey et al. 1994, Herrera, 1989). Hewan-hewan pemakan

buah dan penyebaran biji tumbuhan yang dimakannya telah banyak dikaji dan

dipublikasikan khsususnya penyebaran oleh mamalia, yang secara khusus telah

dikonsentrasikan pada hewan kelompok primata dan kelelawar pemakan buah

(Lambert 1998; 1999; 2000; 2001, Lambert & Garber 1998, Garber & Lambert

1998, Oliveira-Filho & Galetti 1996, Jordano, 2000), fruit-eating bat (Galetti &

Morellato 1994) and sun bear (McConkey & Galetti, 1999), sedangkan kajian

mengenai penyebaran biji oleh burung sangat sedikit sekali dan hanya

terkonsentrasi pada satu familia, sebagai contoh familia Pycnonotidae (Fukui,

1995). Demikian pula dengan komponen aspek-aspek ekologi dari burung

pemakan buah tersebut.

Penyebaran biji merupakan suatu proses kunci dalam dinamika populasi

vegetasi alami dan pemulihan vegetasi setelah mengalami perubahan baik

karena pengaruh alam itu sendiri maupun dampak kerusakan karena kegiatan

manusia (Corlett, 2001), sebagai contoh karena penebangan hutan yang tidak

terkendali yang mengakibatkan terbukanya lahan yang luas, dan tidak dikelola

dengan baik pasca penebanganya. Peningkatan kerusakan hutan dan

fragmentasi habitat menyebabkan banyak spesies hewan termasuk burung-

burung pemakan buah harus bermigrasi temporal untuk menjaga kelulusan

hidunya. Perubahan komposisi komponen habitat berupa jenis-jenis tumbuhan

yang berimplikasi langsung perubahan ketersediaan sumberdaya buah, akan

merubah pula komposisi burung-burung yang memanfaatkanya yang sekaligus

akan merubah jenis burung yang mendiami habitat tersebut. Apabila banyak

berpindah dari habitat yang mengalami perusakan tersebut adalah hewan

pemakan buah, maka akan berdampak terhadap keterbatasan penyebaran biji

buah yang dihasilkan oleh tumbuhan, hal ini pula yang menyebabkan masalah

Page 3: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

yang sangat serius untuk suksesi secara alami (Corlett, 1998). Suksesi hutan

dengan campur tangan manusia melalui usaha reboisasi sangat membutuhkan

biaya yang sangat besar, dan sampai sekarang belum ada usaha reboisasi yang

berhasil untuk menghutankan kembali hutan yang telah ditebang habis.

Hubungan keberadaan burung pemakan buah pada habitat tropika

merupakan topik khusus yang sangat menarik untuk dikaji sebab pada

beberapa abad terakhir pengaruh manusia telah banyak menurunkan kekayaan

avifauna, tetapi disisi lain kekayaan flora berlimpah, yang merupakan suatu

model yang nyata di masa sekarang dan yang akan datang di sebagian besar

daerah tropika. Kehilangan agen penyebar biji akan menjadi masalah yang

penting yang mengancam keanekaragaman vegetasi sebagai akibat perusakan

hutan dalam waktu yang sangat panjang. Kebanyakan burung hutan yang

sangat tergantung pada ketersediaan buah yang merupakan bagian penting dai

komponen makanannya. Ketersediaan buah di hutan sangat rentan sekali

berubah dalam produkltivitasnya apabila terjadi deforestasi dan pembalakan

(Leighton 1982), dan mempengaruhi perubahan phenologi tumbuhan.

Pemulihan kerusakan vegetasi secara nyata membutuhkan bantuan

agen-agen penyebar biji, yang mana dapat dilakukan oleh burung-burung.

Dengan kata lain, burung-burung telah diketahui sebagai agen penyebar biji

untuk vegetasi hutan ( Karr et al., 1992). Untuk contoh, jenis-jenis tumbuhan di

semak belukar dan hutan sekunder di Hongkong sebagian besar disebarkan

oleh burung (Corlett, 1996). Oleh karena itu, preferensi buah pada burung-

burung pemakan buah secara positif mempengaruhi regenerasi komunitas-

komunitas tumbuh-tumbuhan di hutan (Herrera et al 1994). Sebagai tambahan,

phenologi produksi buah juga dapat sangat mempengaruhi komposisi burung

(Herrera, 1988). Penyebaran biji merupakan tahap terakhir dalam siklus

reproduksi tumbuhan, tetapi juga merupakan tahap awal dalam proses

pebaharuan dan “recruitment” populasi tumbuhan.

Page 4: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

II. IDENTIFIKASI MASALAH

Pada kajian paper ini dimaksudkan untuk menganalisis dan memahami

pengertian yang mendasar tentang keanekaragaman burung pemakan buah

dan kontribusinya dalam penyebaran biji sebagai salah satu fungsi dari

komponen ekosistem, serta memahami beberapa komponen ekologi penyebar

biji antara burung-tumbuhan. Ada beberapa komponen yang dapat dianalisis

untuk menjawab permasalahan yaitu:

a. Apakah jenis burung dan kelimpahannya berhubungan dengan

fluktuasi ketersediaan buah (dalam tahap suksesi hutan)?

b. Apakah burung melakukan pemilihan jenis makanan berdasarkan

penampakannya?

c. Apakah burung menyukai jenis tumbuhan tertentu untuk aktivitas

hidupnya?

d. Bagaimana nasib biji yang dimakan burung?

III. ANALISIS

Permasalahan lingkungan hutan diberbagai daerah di Asia termasuk di

Indonesia lebah banyak disebabkan oleh manusia. Sebagai contoh perubahan

kawasan hutan menjadi tata guna lahan lain telah terjadi secara besar-besaran

di Asia tenggara, khususnya pada di pulau Jawa dan Bali yang telah dimulai ada

abab ke-16. Penebangan hutan di pulau Jawa dan Bali mencapai puncaknya

pada akhir abab ke-19 setelah pengelolaan yang intensif berlangsung selama

empat dasawarsa di bawah sistem tanaman paksa di zaman Belanda. Waktu itu

penutupan vegetasi di Jawa yang terutama terdiri dari hutan hujan yang kaya,

telah sangat berkurang, dan saat ini penutupan hutan primer diperkirakan

tinggal 2,3% atau kurang (Van Balen, 1999). Sedangkan menurut perkiraan FAO

(Food and Agriculture Organization), penyusutan luas hutan yang dinyatakan

dalam persen (%) luas hutan yang semula ada adalah di Jawa 90,5 %,

Sumatera 59 %, Nusa Tenggara 74,5 %, Kalimantan 38,8 %, Sulawesi 49,6 %,

Page 5: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

dan rata-rata untuk Indonesia 54,4 %, tidak termasuk Maluku dan Irian Jaya

(Soemarwoto, 2001). Kebanyakan kerusakan hutan disebabkan banyak hutan di

dibuka dengan beberapa alasan yaitu konversi hutan menjadi lahan pertanian

dan perkebunan seperti kopi, tembakau, kayu manis, lada dan teh untuk

diekspor ke negara-negara eropa yang dilaksanakan oleh pemerintah koloniah

belada pada tahun 1830 – 1870. Demikian pula setelah pemerintah kolonial

Belanda, konversi hutan menjadi tata guna lahan pertanian seperti sawah

semakin banyak, seiring dengan peningkatan yang tinggi populasi manusia.

Sebagai tambahan penyebab kerusakan hutan adalah terjadinya kebakaran

hutan pada tahun 1997. Beberapa hutan di Indonesia hancur terbakar, sebagai

hasil dari berbagai peristiwa tersebut di atas tampak banyak bukaan lahan yang

tidak terkelola dan hanya berupa semak belukar.

Perubahan lahan bukaan yang hanya ditumbuhi oleh beberapa jenis

tumbuhan semak menjadi hutan kembali sangat membutuhkan hewan yang

berperan dalam penyebar biji. Peranan agen penyebar biji sangat memegang

peranan penting seperti kelompok burung pemakan buah. Untuk memahami

mekanisme kontribusi burung-burung pemakan buah dalam penyebar biji dapat

dianalisis seperti pada tabel 1.

Page 6: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

Hutanprimer

Hutansekunder

Kerusak an hutan

- sistemperlandang an

berindah- penebang an hutan

-k ebak aran hutan

Penyebaranbij i

T um buhanbuah

k uantitatif burungpem ak an buah

- Keanek arag am an- k elim pahan

- distribusi

Phenolog itum buhan

buah

Kesediaanbuah

Pref erensibuah &

pem indahanbuah

Karak teristik buah

-penam pak an bentuk ,uk uran, w arna,

k em atang an-Kandung an nutrisi

lem ak ,protein

Kuantitas buah

-Kek ayaan-k elim pahan

perilak u m ak an

-peng g unaanm ak anan

-selek si buahDaerahj elaj ah

Kem am puanperk ecam bahan

(g erm ination)

Sem ak

BurungKarak teristik burung

pem ak an buah

Gambar 1. Diagram alir analisis mekanisme kontribusi burung-burung pemakan

buah dalam suksesi tumbuhan hutan

IV DISKUSI

Berdasarkan analisis di atas beberapa komponen yang akan dibicarakan

dalam bab ini mencakup habitat dan penggunaannya, keanekaan burung dan

perilaku makannya, karakteristik buah yang dimanfaatkan burung pemakan

buah preferensi makan dan penyebaran biji.

Habitat dan penggunaannya

Hutan primer, hutan sekunder dan semak merupakan habitat bagi

burung, karena di semua tempat tersebut ditemukan berbagai jenis burung.

Pengertian habitat itu sendiri adalah kawasan yang terdiri dari berbagai

komponen, merupakan kesatuan fisik dan biotik, dipergunakan sebagai tempat

hidup serta berbiak satwa liar (Alikodra,1990), namun tidak semua satwa

menggunakan satu tipe habitat untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya

sebagai contohnya burung pipit, habitat untuk mencari makannya adalah di

Page 7: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

sawah dan habitat untuk bertelur adalah di pohon-pohon yang ada di

pekarangan atau daerah ekoton.

Habitat terdiri dari kumpulan gugus-gugus sumberdaya yang didefinisikan

sebagai tipe komunitas tumbuhan berbeda. Gugus-gugus habitat lebih besar

dari satu daerah jelajah individu burung, dan individu-individu dalam satu

kelompok menempati habitat yang sama. Sedangkan individu-individu kelompok

lain menempati habitat yang berbeda, yang berpengaruh terhadap penyebaran

gugus-gugus habitat (Hunter dkk, 1992). Beberapa tumbuhan dalam gugus

sumberdaya dimanfaatkan oleh burung sebagai pakan atau perlindungan.

Gugus-gugus sumberdaya (pakan), ketika terjadi pada skala kecil bahkan lebih

kecil dari 200 m2, dapat berpengaruh langsung terhadap taktik perilaku secara

individu (Hunter dkk, 1992).

Bentuk tumbuh tumbuhan merupakan bagian dominan dari habitat hutan,

dan juga lingkungan fisik yang menyediakan berbagai macam substrat pakan,

tempat sarang serta tempat berlindung secara fisiologis. Beberapa burung hutan

memakan langsung material tumbuhan, seperti buah-buahan dan bunga.

Menurut Gentry (1990 dalam Hunter dkk, 1992), di daerah hutan tropik, 50-80%

tumbuhan hutan tropik penyebaran dilakukan oleh burung-burung sebagai agen

utamanya. Tumbuhan yang terdapat di habitat merupakan faktor penting, karena

beberapa bagian dari tumbuhan seperti biji, buah, bunga dan jaringan vegetatif

menjadi sumber pakan.

Keberadaan burung di suatu habitat sangat kaitan yang erat dengan

faktor -faktor fisik lingkungan seperti tanah, air, temperatur, cahaya matahari

serta faktor–faktor biologis yang meliputi vegetasi dan satwa lainnya (Welty dan

Baptista, 1988). Penggunaan habitat oleh burung berubah-ubah tergantung

penampakan habitat yang menyediakan makanan. Pengubahan aktivitas makan

pada struktur vertikal di bagian tanaman sangat dipengaruhi oleh penyebaran

pakan di pohon tersebut. Nurwatha (1994) dari hasil penelitiannya burung cabe-

cabe, cinenen kelabu dan sriganti menggunakan lapisan tajuk yang berbeda

pada habitat taman kota yang berbeda, karena ketersediaan pakan pada

ketinggian tumbuhan yang berbeda.

Page 8: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

Perubahan vegetasi dalam suatu habitat, dapat mempengaruhi burung-

burung yang hidup didalamnya, baik mengenai komposisi komunitas maupun

kebiasan hidunya. Lambert (1992) mempelihatkan perubahan komposisi akibat

adanya perubahan komposisi dan tingkah laku mencari makan beberapa jenis

burung akibat adanya perubahan habitat. Perubahan habitat ini terjadi di hutan

dataran rendah yang telah diubah menjadi areal terbuka oleh adanya

penebangan hutan. Ada areal terbuka, beberapa spesies burung mengalami

perubahan strata tempat mencari makannya dan luas daerah jelajahnya

bertambah. Hal serupa ditemukan pula oleh Hadiprayitno (1999) di Gunung

Tangkuban Parahu Jawa Barat pada habitat pinus yang berbeda usia serta

hutan campuran, yang menunjukkan perbedaan jumlah kekayaan jenis serta

kelimpahan individu burungnya.

Kehadiran suatu burung pada suatu habitat merupakan hasil pemilihan

karena habitat tersebut sesuai untuk kehiduannya. Pemilihan habitat ini akan

menentukan burung pada lingkungan tertentu. Hidup dalam lingkungan yang

khusus itu akan memberikan berbagai penamalan yang dapat meningkatkan

perbedaan perilaku pada berbagai jenis burung dalam menggunakan

habitatnya. Tidak ditemukannya suatu jenis hewan termasuk burung di suatu

habitat menurut Krebs dan Davis (1978) disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya yaitu ketidakcocokan habitat, perilaku (seleksi habitat), kehadiran

jenis hewan lain (predator, parasit dan pesaing) dan faktor kimia-fisika

lingkungan yang berada di luar kisaran toleransi jenis burung yang

bersangkutan.

Ketersediaan pakan dalam habitat yang ditempati merupakan salah satu

faktor utama bagi kehadiran populasi burung. Burung tidak memanfaatkan

seluruh habitatnya, melainkan ada seleksi terhadap beberapa bagian dari

habitat tersebut yang digunakan sesuai dengan kebutuhannya (Wiens, 1992).

Pengaruh keterbatasan pakan pada burung dapat terjadi secara tidak langsung,

yaitu ketika kompetitor merampas seluruh daerah atau sebagian dari suplai

makanan (Hunter dkk, 1992). Potensi sumberdaya, seperti ketersediaan pakan

di habitat yang ditempati, merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran

Page 9: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

populasi burung (Wiens, 1992), sehingga lahan pertanian, dan bahkan kawasan

kampus serta daerah pemukiman penduduk dapat menjadi habitat penting,

apabila di daerah tersebut ketersediaan makanan berlimpah. Misalnya, sejenis

burung betet jawa sering ditemukan di lingkungan kebun percobaan IPB

darmaga (Partasasmita, 1998, 1999, 2000), kakatua kecil Nymphicus

hollandricus (Kerr) di Australia sering ditemukan di daerah pertanian gandum

karena daerah tersebut menyediakan jenis makanan yang disukainya (Jones,

1987). Hal ini juga berkaitan dengan adanya kemampuan burung untuk memilih

habitat yang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya untuk kebutuhan

hidupnya (Wiens, 1992).

Keanekaan burung dan perilaku makanannya

a. Keanekaan burung dalam berbagai tipe habitat

Kekayaan spesies dan struktur komunitas burung berbeda dari suatu

wilayah dengan wilayah yang lainnya (Karr, 1976 dalam Johnsingh dan Joshua,

1994). Keanekaan spesies di suatu wilayah dietentukan oleh berbagai faktor.

Keanekaan spesies mempunyai sejumlah komponen yang dapat memberi reksi

secara berbeda-beda terhadap faktor geografi, perkembangan dan fisik (Odum,

1994). Keanekaan spesies kecil terdapat pada komunitas daerah dengan

lingkungan yang ekstrim seperti daerah kering, tanah miskin apalagi bekas

kebakaran atau letusan gunung merapi, sedangkan keanekaan yang tinggi

biasanya terdapat pada lingkungan yang optimum.

Keanekaan jenis burung di suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor – faktor

sebagai berikut :

1. 1. Ukuran luas habitat. Semakin luas habitatnya, cenderung semakin

tinggi keanekaan jenis burungnya.

2. 2. Struktur dan keanekaan jenis vegetasi. Di daerah yang keanekaan

jenis tumbuhannya tinggi maka keanekaan jenis hewannya termasuk

burung , tinggi pula. Hal ini disebabkan karena setiap jenis hewan

hidupnya bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu

(Ewusie,1990).

Page 10: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

3. 3. Keanekaan dan tingkat kualitas habitat secara umum di suatu lokasi

(Gonzales,1993). Semakin majemuk habitatnya cenderung semakin

tinggi keanekaan jenis burungnya.

4. 4. Pengendali ekosistem yang dominan. Keanekaan jenis burung

cenderung rendah dalam ekosistem yang terkendali secara fisik dan

cenderung tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi

(Odum,1994)

Keanekaan spesies hewan termasuk burung dipengaruhi oleh tingkat

ketersediaan makanan. Keanekaan spesies yang lebih tinggi berarti rantai-rantai

pakangan yang lebih panjang dan lebih banyak kasus dari simbiosis

(mutualisme, parasitisme, dan komensalisme), sehingga mengurangi rantai

makanan tersebut menjadi lebih mantap (Heddy, 1994; Odum, 1994). Pada

umumnya habitat dapat mengalami perubahan kondisi musiman dalam struktur

dan ketersediaan makanan. Konsep suksesi dapat menjelaskan respons satwa

terhadap perubahan habitat, yaitu setiap tingkatan suksesi berkaitan erat

dengan komposisi satwa liar yang menempatinya (Alikodra,1990).

Glue (1971 dalam Welty dan Baptista, 1988) mendapatkan jenis-jenis

burung dominan yang berbeda pada tiap tahapan suksesi proses reklamasi

suatu lahan basah. Tiga tahun setelah selesai reklamasi, jenis burung yang

dominan adalah Anthus pratensis. Duabelas tahun kemudian, ketika lahan

tersebut telah berubah menjadi bentangan lumpur yang lembek, jenis burung

yang dominan adalah Emberiza schoeniculus. Burung junggit kuning (Montacilla

flava) mendominansi saat lahan telah menjadi bentangan lumpur yang keras, 19

tahun setelah reklamasi. Selanjutnya ketika lahan tersebut telah berubah

menjadi padang rumput, jenis burung yang mendominansi adalah Alanda

arvensis. Perbedaan keanekaragaman burung juga terjadi berdasarkan tingkat

usia dari tumbuhan di kawasan hutan Gunung Tangkuban Parahu yaitu pada

hutan pinus yang berusia < 5 tahun jenis yang ditemukan 6 spesies dengan

lebih didominasi oleh spesies burung Megalurus palustris; hutan pinus berusia

6-10 tahun ditemukan 7 spesies dengan lebih didominasi oleh spesies burung

Zosterops palpebrosus; hutan pinus berusia 11-15 tahun ditemukan 13 spesies

Page 11: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

dengan lebih didominasi oleh spesies burung Zosterops palpebrosus dan

Lanius schach ; hutan pinus berusia >15 tahun ditemukan 21 spesies dengan

lebih didominasi oleh spesies burung Zosterops palpebrosus dan Parus major

(Hadiprayitno, 1999).

Perubahan struktur habitat terjadi secara alami (kebakaran) atau akibat

aktivitas manusia (penebangan) yang telah banyak dilaporkan oleh banyak

peneliti berdasarkan perhitungan populasi burung akibat kebakaran. Perubahan

komposisi dan keanekaragaman burung tampak pada beberapa peristiwa

kebakaran hutan yang dapat menurunkan jumlah keanekagaman burung yang

menempatinya. Sebagai contoh pada bekas kebakaran dari hutan pinus berusia

> 15 tahun di kawasan hutan Gunung Tangkuban Parahu mengalami penurunan

jumlah spesies yang mendiaminya dari 21 spesies menjadi 12 spesies. Hal

serupa juga ditemukan di kawasan hutan Acer saccharum di kaki Gunung

Applachia menunjukkan penurunan kelimpahan burung-burung Empidonax

minimus, Vireo olivaceus, dan Dendroica caeruscens yang mempunyai

kepadatan 1,2 - 1,7 pasang/ha, ternyata setelah mengalami penebangan

populasi burungnya menurun menjadi 0,4 pasang /ha.

b. Hubungan karakteristi burung pemakan buah dengan buah

Dari beranekaragam burung yang memanfaatkan habitat sebagai tempat

hidup, berdasarkan feeding guild dapat dikategorikan ada kelompok burung

sebagai pemakan buah yang sekaligus kadang-kadang berperan sebagai

penyebar biji. Kelompok spesies burung tersebut mempunyai karakteristik yang

berbeda dari kelompok spesies yang lainnya. Massa tubuh adalah merupakan

sebuah faktor utama yang menentukan dari intensitas “frugivory”. Kepentingan

yang relatip dari makanan buah berhubungan erat dengan massa tubuh

(Herrera, 1984). Burung Acrocephalus, hanya sekali-kali mengkonsumsi buah

yang berukuran sedang dengan komposisi antara 30-70% dari volume diet,

ukuran tubuh yang kecil seperti Sylvia dan Erithacus memakan buah yang

berukuran yang kecil pula. Ukuran tubuh mempengaruhi intensitas frugivory

dengan membatasi jumlah maksimum dari buah-buahan dan jumlah maksimum

Page 12: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

dari massa bubur yang dapat diproses dalam usus, dimana kapasitas usus

berhubungan erat dengan massa tubuh. Sebagai contoh buah Prunus mahaleb

adalah 1,5 untuk Phoenicurus ochrusus (16,0 g), 9.0 untuk Turdus vircivorus

(107,5 g), dan 21,0 untuk Columba palumbus (460,0 g) (Jordano dan Schupp,

2000). Jumlah dari buah yang dikonsumsi per kunjungan burung “frugivorous”

telah ditemukan berhubungan erat dengan massa tubuh dalam sejumlah

penggunaan. Karena itu ukuran tubuh tersendiri mempunyai batasan yang lebih

tinggi pada jumlah maksimum yang potensial dari benih yang diberikan

frugivores dapat disebarkan setelah dimakan.

Sasaran buah yang berbeda antara frugivorous menunjukkan

ecomorfologi yang kuat khususnya pada morfologi sayap, ukuran bentuk atau

karakteristik paruh dan morfologi sistem pencernaan (Jordano, 1994) Sekali

buah direnggut, pada karakteristi paruh yang berbeda, ukuran mulut dan bentuk

antara frugivores mempunyai konsekuensi yang sangat penting untuk benih

bagian luar dan pemencaran benih. Dua penanganan yang mendasar,

mengunyah dan melumatkan merupakan gambaran yang nyata oleh burung

frugivorous dalam pengaruhnya terhadap nasib biji.

Struktur disgesti pada beberapa burung frugivorous terspesialisasi dan

telah banyak didokumentasikan (Forbes, 1980; Wetmore, 1914; Wood, 1924;

dalam Herrera, 1984); tipe pada burung , sebuah oesopagus, yang dapat atau

tidak dapat melebar dalam sebuah kumpulan, menyambung dalam sebuah

perut dengan glandular proventiculus dan muscular ventriculus.

c. Perlaku burung dalam merespons ketersediaan sumberdaya

Kebanyakan hasil penelitian perilaku burung terfokus dalam pemilihan

habitat, dimana burung mempunyai kemampuan untuk memilih habitat yang

sesuai dengan kebutuhannya dalam suatu situasi tanpa pesaing, perilaku

penggunaan habitat olrh burung biasanya berbeda. Sebagai contoh, burung

Parus caeruleus dapat sintas (“survived”) dalam hutan konifer pada saat burung

Parus ater yang merupakan pesaing, tidak berada pada habitat yang sama.

Page 13: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

Spesies-spesies hewan yang berbeda dalam suatu hutan umumnya

berkaitan dengan tingkatan kanopi yang berbeda pula, yang menimbulkan suatu

stratifikasi vertikal hewan sebagaimana yang terdapat pada tanaman. Hewan

juga bergerak secara horizontal untuk menghasilkan pola tiga dimensi yang

kompleks. Penggunaan habitat oleh burung berubah-ubah tergantung

penampakan habitat yang menyediakan makanan. Berubahnya aktivitas makan

pada struktur vertikal di suatu pohon sangat dipengaruhi oleh penyebaran pakan

di pohon tersebut. Hasil penelitian Nurwatha (1994) terhadap burung cabe-cabe

(Dicaeum trochileum (Sparrman)), cinenen kelabu (Orthotomus sepium

Temminck) dan srigunting (Dicrurus leucophaeus Vieillot) menunjukkan bahwa

burung-burung tersebut menggunakan lapisan tajuk yang berbeda pada habitat

taman kota, tergantung di lapisan mana terdapatnya ketersediaan makanan di

habitat tersebut dijumpai.

Ketersediaan pakan dalam habitat yang ditempati merupakan salah satu

faktor utama bagi kehadiran populasi burung. Burung tidak memanfaatkan

seluruh habitatnya, melainkan melakukan seleksi terhadap beberapa bagian

dari habitat tersebut yang digunakan sesuai dengan kebutuhannya (Wiens,

1992). Pengaruh keterbatasan pakan pada burung dapat terjadi secara tidak

langsung, yaitu apabila pesaing merampas sebagian atau seluruh gugus

makanan atau suplai makanannya (Hunter dkk, 1992). Hewan termasuk

burung mempunyai kebebasan untuk memilih pakan sehingga lama waktu

mencari makan di setiap gugus dapat bervariasi. Hewan akan tetap tinggal di

dalam suatu gugus pakan sepanjang laju perolehan bersih belum maksimum.

Hewan akan meninggalkan suatu gugus pakan dan mengunjungi gugus pakan

berikutnya yang memberi perolehan bersih lebih baik (Huntingford, 1984) .

Suatu pemangsa akan menghabiskan waktu mencari makan untuk

menemukan atau menangani mangsa secara intuitif dengan “trade off”.

Pengertian “trade off” adalah jika pemangsa tersebut hanya memilih jenis

mangsa terbaik yang menghasilkan laju pemangsaan makanan (“rate of food

intake”) yang tinggi per satuan waktu penanganan, tetapi membutuhkan waktu

yang relatif lama untuk menemukan jenis mangsa tadi. Secara total predator

Page 14: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

yang tidak selektif dalam mendapatkan mangsa akan menghabiskan waktu

pencarian yang sedikit, tetapi menghasilkan laju pemangsaan yang rendah

(Krebs dan Davis, 1978). Proses penanganan makanan sangat ditentukan oleh

ukuran, bentuk dan kematangan buah. Pada buah-buah yang berukuran lebih

kecil dengan lebar mulut serta berdaging yang relaltif lunak secara keseluruhan

ditelan untuk burung burung pemakan buah yang besar seperti rangkong dan

kasuari. Tetapi buah-buah yang mempunyai lapisan jeli pada bagian daging

buahnya dimuntahkan seperti ada burung kelompok Deceide.

Potensi sumberdaya, seperti ketersediaan pakan di habitat yang

ditempati, merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung

(Wiens, 1992), sehingga lahan pertanian, dan bahkan kawasan kampus serta

daerah pemukiman penduduk dapat menjadi habitat penting, apabila di daerah

tersebut ketersediaan makanan berlimpah. Misalnya, sejenis burung kakatua

kecil Nymphicus hollandricus (Kerr) di Australia sering ditemukan di daerah

pertanian gandum karena daerah tersebut menyediakan jenis makanan yang

disukainya (Jones, 1987). Hal ini juga berkaitan dengan adanya kemampuan

burung untuk memilih habitat yang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya

untuk kebutuhan hidupnya (Wiens,1992; Krebs dan Davis, 1978).

Pencatatan atas jumlah waktu yang digunakan beberapa jenis burung

untuk berada pada beberapa tempat di pohon, mengungkapkan adanya pola

yang khas (MacArthur,1959). Burung – burung dari spesies yang berbeda akan

bervariasi distribusi spasialnya sesuai dengan aktivitas makannya. Sebagai

contoh, burung Dendroica tigrina menghasilkan 70 % waktunya di daerah pucuk

luar. Sebaliknya, Dendroica coronata melewatkan 50 % waktunya di daerah

antara lapisan bawah dan permukaan tanah dengan waktu selebihnya di bagian

lain dari pohon tersebut. Sedangkan Dendroica castanea melewatkan sekitar 50

% waktunya di daerah pusat atau tengah pohon dari cabang ke bagian lapisan

luar daun. Pembagian daerah makan dalam suatu habitat hutan yang

strukturnya beragam, memungkinkan jenis – jenis burung mengeksploitasi

macam – macam makanan yang berbeda. Jenis makanan yang berbeda

Page 15: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

ditemukan pada tempat yang berbeda dalam suatu pohon dan burung-burung

mencarinya di tempat dimana dapat ditemui makanannya yang lazim

Karakteristik Tumbuhan buah yang dimanfaat burung pemakan buah

Menurut Karr (dalam Hunter dkk, 1992) bentuk tumbuh tumbuhan

(“growth form”) yang merupakan unsur dominan suatu habitat hutan, mengubah

lingkungan fisik dan menyediakan beraneka macam substrat yang dapat

digunakan sebagai makanan, tempat bersarang serta tempat berlindung.

Beberapa jenis burung hutan memakan langsung materi tumbuhan, yang

umumnya berupa buah-buahan dan bunga. Ketersediaan sumberdaya makanan

berupa buah-buahan sangat jarang terjadi secara terus menerus sepanjang

tahun, karena proses sangat dipangaruhi oleh musim. Walaupun demikian,

ketesediaannya sangat dibutuhkan oleh burung-burung pemakan buah.

Beberapa penelitian telah banyak dilakukan untuk mengenai phenologi

pada produksi buah, perlindung external dari buah, warna buah, ukuran buah

dan biji, dan karakteristik nutrisi dapa daging buah (Corlett, 1998).

a. a. phenologi

Pola-pola phenologi tumbuhan buah di daerah tropik bervariasi dan

kompleks. Ketersediaan buah maksimum di daerah temperate cenderung terjadi

di musim dingin (bulan November-Januari), bertepatan dengan gelombang dari

bagian burung pemakan buah migran dari Palaearctic (Corlett, 1998). Untuk

kebanyakan Asia tropik, musiman turun hujan, merupakan faktor ecologi yang

utama dari pada temperatur. Keteraturan siklus tahunan masih jelas pada

tingkat komunitas, tetapi suatu keanekaragaman lebih besar pada pola-pola

secara phenologi dan lebih bervariasi dalam tahunan daripada bagian utara

lainnya. Ketersediaan buah secara maksimum tampak kurang mencolok

(Borges, 1993 dalam Corlett, 1998). Tetapi untuk beberapa jenis tumbuhan

tertentu tampak sangat mencolok ketersediaannya antara musim kemarau

dengan musim hujan (Partasasmita, 1998)

Page 16: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

Dalam hubungannya musiman bagian tengah tropika Asia (kebanyakan

dari Sumatra, kalimantan dan semenanjung malaysia), tidak ada regulasi musim

panas dan musim dingin yang menyingkronkan dengan phenologi tumbuhan,

walaupun hampir seluruh studi-studi mendeteksi disiklus tahunan di tingkat

komunitas. Sebagai akibatnya hewan-hewan frugivory apabila tidak tersedia

makanan yang cukup makan mencari jenis tumbuhan yang lain. Burung

frugivory dalam Asia tropik tidak menurut musim, harus mempunyai makanan

yang sangat flesibel atau mencari makan dalam daerah yang sangat luas

(Leighton dan Leighton, 1983). Bagaimanapun, tidak seluruh spesies buah

mempunyai phenologi berbuah supra-annual. Berbuah dengan kontinyu pada

tingkat individu adalah sangat jarang, terjadi diantara pioneer, tetapi kurang

lebih siklus regulasi tahunan atau dua tahunan adalah tidak umum, seperti

beberapa kali berbuah dalam satu tahun, dengan individu tumbuhan

menyinkronkan atau tidak pada tingkat populasi.

b. b. Warna

Beberapa burung mempunyai penglihatan tetrakromatik dan dapat

membedakan permukaan warna dalam kisaran ultraviolet (300-400 nm) dari

spektrumPenglihatan trikromatik tipe manusia tampak dibatas untuk primata,

meliputi kemungkinan seluruh monyek dunia lama dan apes. Seluruh mamalia

lainnya tampak dichromat atau jika nokturnal buta warna. Ini diduga bahwa

trikromat dalam primata berevolusi sebagai suatu adaptasi untuk frugivory,

membuat lebih mudah mendeteksi buah-buahan yang berlatar belakang daun-

daunan (Osario dan Vorobyev, 1996 dalam Corlett, 1998, Schmidt, 2002).

Buah-buahan yang pada umumnya dikonsumsi oleh burung adalah yang

cenderung masih muda seperti biji gandum, jagung dan padi, sedangkan

sebagaian besar burung pemakan buah mengkonsumsi buah yang hampir

matang atau matang, dimakan ketika hitam kemudian sering dideskripsikan

seperti merah atau oranye dalam literatur. Paling banyak buah matang, buah-

buahan berdaging adalah hitam atau merah (Corlett, 1996). Bagaimanapun,

proporsi coklat, kuning dan buah-buah hijau mungkin lebih rendah daripada

Page 17: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

pada kondisi matang. Hewan mamalia memakan buah-buah tersebut adalah

khususnya warna yang lebih pucat daripada buah-buahan yang diambil

kebanyakan oleh burung (Leighton dan Leighton, 1983). Hal senada ditemukan

oleh Suryadi (1994) bahwa warna makanan burung rangkong lebih dominan

merah dan ungu, demikian pula dengan kelompok burung colombidae

(Partasasmita dkk, 2001; 2002). Demikian pula dengan Schmidt (2002)

menemukan bahwa warna yang dipilih burung lebih banyak buah berwarna

merah oleh pada burung isap madu hijau dan isap madu paruh pendek baik

pada yang muda mauun yang dewasa .

c. c. Ukuran buah dan Biji

Massa buah dan biji lebih bervariasi daripada lima urutan dari besarnya

kedua belah garis katulistiwa Singapura (Corlett dan Lucas, 1990 dalam Corlett,

1998) dan tepian tropika di Hong Kong (Corlett, 1995). Buah-buahan terkeciil di

daerah oriental mempunyai massa segar sekitar 5 mg sementara terbesar

sekitar 1 kg (Corlett, 1998). Suryadi (1994) menemukan karakteristik, berat buah

beringin yang dimakan rangkong berkisar 0,08 – 15,3 gr dengan ukuran 5,43 –

30 mm, demikian pula dengan buah yang dimakan Ptinolopus (Partasasmita

dkk, 2001; 2002).

Ukuran buah dan biji berinteraksi dengan karakteristik dari penyebar

yang potensial, dengan ukuran buah paling kritis untuk banyak burung jika buah

harus ditelan seluruhnya (Leighton dan Leighton, 1983). Buah yang sangat kecil

(<8 mm diameter tengah) dapat tersedia untuk seluruh vertebrata pemakan

buah, walaupun hewan-hewan besar dapat menemukan mereka tidak ekonomis

untuk dipanen, kerapatan buah yang rendah atau kelompok mengijinkan

pengambilan beberapa buah per gigitan (Welch et al.,1997 dalam Corlett, 1998).

Buah-buah kecil (8-13 mm) secara potensial dapat tersedia untuk seluruh tetapi

beberapa spesies burung kecil sekali, seperti burung kata mata dan “flower-

peckers”. Buah-buahan yang lebih besar dapat ditelan seluruhnya oleh spesies

burung yang lebih progresif. Diameter tengah dari 22 mm mungkin tidak

termasuk seluruh tetapi rangkong, merpati buah (Ducula, Ptilinopus), dan

Page 18: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

beberapa ayam-ayaman terbesar, Cuckoos, jalak-jalakan, tulung tumpuk dan

gagak. Diameter-diameter diatas 30 mm mungkin diluar seluruh burung tetapi

rangkong-rangkongan dan merpati buah, buah-buah seperti it masih dapat

dipanen oleh kebanyakan mamalia pemakan buah. Hanya buah-buahan paling

besar tidak dapat diterima untuk frugivory mamalis kecil, seperti kelelawar buah,

karena ukuran itu sendiri.

Buah-buahan dari yang sebuah dapat patuk adalah secara potensial

dapat diterima untuk burung-burung yang terlalu kecil untuk menelan mereka

seluruhnya, atau kelelawar sangat kecil untuk membawa mereka. Seandainya

biji-bijian adalah kecil, ini mungkin berhasil dalam penyebaran biji. Buah ara

adalah contoh paling penting dan walaupun lebih besar buah ara secara umum

menarik frugivory yang lebih besar, kejadian buah-buah arah yang lebih besar

dimakan oleh burungburung kecil (Leighton dan Leighton, 1983). Perilaku

makan vertebrata paling umum terhadap diameter buah ara 20 mm (Ficus

drupacea) di Thailand adalah Flowerpecker paruh tebal yang sangat kecil,

Dicaeum agile, dan hanya rangkong terlihat menelan buah ara secara

keseluruhan (Brockelman, 1982 dalam Corlett, 1998).

Ukuran biji sangat berpengaruh kuat terhadap kisaran yang luas dari

vertebrata. Ukuran diatas ambang dimana biji-bijian secara teratur dijatuhkan,

diludahkan atau dimutahkan tanpa melewati lambung adalah dalam kisaran 3-5

mm untuk hewan-hewan sebesar monyet (Corlett dan Lucas, 1990 dalam

Corlett, 1998), dan rangkong (Leighton, 1982), betet jawa (Partasasmita, 1998),

walaupun banyak hewan-hewan lebih kecil menelan dan membuah melalui

feses lebih banyak biji-bijian. Secara umum, lebih sedikit spesies yang secara

teratur membuang melalui fesesnya dan mungkin lebih dekat jaraknya untuk

disebar. Biji-bijian kecil mungkin juga menghidari dari predator biji, seperti

beberapa burung, yang mana kerusakan biji terjadi dalam mulut tetapi

sebaliknya mungkin lebih rentan dihancurkan dalam lambung. Biji-bijian kecil

juga mungking menerima penyebaran sekunder (atau menderita predasi) dari

semut dan paling tidak beberapa spesies ara Asia, biji-bijian secara individu

diselimuti eksocarp kaya lemak yang sintas melalui burung pemakan buah dan

Page 19: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

meningkat ketertarikan untuk semut (Kaufmann et al., 1991 dalam Corlett,

1998).

d. d. Kimia buah

Menurut Corlett (1996), komponen utama dari karakteristik 153 spesies

buah di Hong Kong (30% dari total tumbuhan buah berdaging) didominasi oleh

suatu kecenderungan dari buah-buahan berbiji tunggal yang tipis, lapisan

daging buah yang kaya lemak sampai buah-buahan berbiji banyak dengan

banyak mengandung air, daging buah kaya gula. Burung-burung mengkonsumsi

tipe buah dalam kisaran yang luas, kecuali yang terlalu besar untuk ditelan dan

terlalu keras untuk di patuk sedikit-sedikit. Analisis kandungan gula dalam 58

spesies buah menunjukkan bahwa burung-burung pemakan buah

mengkonsumsi paling banyak buah mengandung banyak hexosa sementara

mamalia memakan speseis yang kaya hexosa dan sukrosa (Ko et al., 1998

dalam Corlett, 1998).

Tidak ada bukti bahwa distribusi bimodal dari karakter-karakter yang

dinyatakan secara tidak langsung oleh pembagian dari tipe buah kedalam kaya

gula dan kaya lemak di dalam literatur frugivory daerah oriental (Leighton dan

Leighton, 1993), metabolit sekunder membantu lebih dari satu fungsi adaptasi

dalam buah berdaging matang dukungan untuk beberapa hipotesis ekslusif

pemilihan buah berdaging oleh burung (Cipollini, 2001).

Buah ara (Ficus spp.) kadang-kadang diperlakukan sebagai tipe buah

yang berbeda, dengan kandungan serat yang tinggi dan nilai nutrisi yang rendah

(Raemaekers, 1984 dalam Corlett, 1998). Delapan daging buah tanpa biji, hasil

analisis spesies ara di Hong Kong mempunyai kisaran yang sama dari

kandungan nutrisi sampai buah-buah kaya gula yang lainnya: berdasarkan

massa kering, 45-71 total larutan kabohidrat, 9-25% serat, 2-11% protein dan 1-

6% lemak (Corlett, 1996). Kemampuan beberapa burung frugivory untuk hidup

hampir sepenuhnya pada ara seperti merpati hijau dan rangkong) diduga

bahwa mereka tercukupi secara nutrisi (Kinnaird dkk, 1992) dan ada bukti

bahwa mereka adalah suatu sumber yang baik khususnya dari kalsium.

Page 20: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

Preferensi dan penyebaran biji

a. Preferensi

Setiap organisme untuk melangsungkan kehidupannya memerlukan

makanan, dan setiap makanan yang dimakan oleh hewan dapat ditinjau dari

dua aspek yaitu aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kuantitatif mencakup

kelimpahannya di habitat dan aspek kualitatif meliputi ukuran, warna,

palatabilitas, nilai gizi dan daya cernanya (Krebs dan Davis, 1978).

Preferensi terhadap jenis makanan tertentu diduga dipengaruhi oleh

warna, berat dan besar ukuran makanan, produktivitas jenis makanan, dan

kandungan nutrisi makanan tersebut. Demikian pula bagi bangsa burung, berat

dan ukuran tubuh serta bentuk paruh dan sistem pencernaannya merupakan

faktor-faktor yang berperan menentukan pola hidup dan jenis makanannya

(Wiens, 1992). Burung akan lebih memilih makanan yang bernilai gizi paling

tinggi per satuan waktu penanganan. Kelimpahan yang tinggi dari jenis pakan

yang kurang disukai tidak akan berpengaruh, kecuali apabila kelimpahan jenis

pakan yang lebih disukai sangat rendah (Huntingford, 1984).

Hubungan antara jenis-jenis makanan yang dikonsumsi berbagai jenis

burung dengan ketersediaannya di lingkungan dapat memperlihatkan fenomena

beralih preferensi (“switching of preference”). Misalnya, apabila ketersediaan

suatu jenis makanan di lingkungan rendah, maka jenis makanan itu

penggunaannya juga relatif rendah (tidak menampakkan preferensi), tetapi

apabila ketersediaannya meningkat, maka hewan akan memperlihatkan

preferensi yang tinggi terhadap jenis makanan tersebut (Smith, 1990).

b. Penyebaran biji

Banyak jenis tumbuhan di hutan tropis bergantung kepada jenis burung

pemakan biji dalam penyebaran biji-bijinya. Hilangnyanya jenis burung ini

karena pengaruh terfragmentasinya hutan, akan berpengaruh terhadap jangka

waktu yang lama bagi banyak jenis-jenis pohon (Howe dan smallwood, 1982;

Terbor, 1986 dalam Muchtar, 1997). Jenis-jenis yang membantu penyerbukan

dan penyebaran biji beberapa jenis tanaman tertentu, antara lain jenis-jenis

Page 21: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

burung madu (Nectarinidae), burung jantung (Nectarinidae), burung-burung dari

suku Anatidae, Columbidae, Turdidae, Corvidae dan Sittidae (Welty dan

Baptista, 1988).

Di hutan sekunder dan shrubland, hampir 200 spesies tumbuhan berbiji

dan 80% mempunyai buah segar, dimana 85% dari tumbuhan tersebut

didistribusikan oleh burung (Corlett, 1996), antara lain Lantana camara, Sapium

discolor, Litsea sp, Ficus sp, Kelapa sawit (Partasasmita, 1998), benalu-

benaluan, (Reid, 1990). Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa spesies

burung yang menjadi agen antara lain Zoopterops, Lonchura, Streptopelia,

Pycnonotus, Dicaeum, Megalaima, Ducula, Psittacula (Partasasmita, 1998;

Partasasmita dkk, 2002), dan rangkong (Partasasmita dan Adriantoro, 2000).

Kepadatan burung frugivora dan pergerakannya sering dihubungkan

secara dekat dengan kelimpahan buah–buahan lokal (Levey,1988). Perubahan

musiman dalam persediaan buah–buahan mempengaruhi aktivitas burung.

Pada saat persediaaan buah menurun, burung pemakan buah Redcapped

Manakin (Pipra mentalis) berhenti berkembang biak, menghabiskan waktu untuk

mengumpulkan makanan dan memakan lebih banyak serangga

(Worthington,1982). Burung ini juga bergerak sepanjang hutan untuk mencari

tempat dimana terdapat buah yang melimpah (Martin dan Karr,1986; Levey,

1988). Akhirnya, migrasi altitudinal dari burung Manakin ini dan jenis burung

pemakan buah lainnya bergantung pada perubahan musiman persediaan buah

– buahan. Morfologi dan tingkah laku burung tergantung pada penampakan,

persediaan dan distribusi buah–buahan di pohon dan semak dan kualitas

nutrisinya.

Tujuh puluh persen spesies tanaman di Selandia Baru kemungkinan

dibantu penyebarannya oleh burung. Kepunahan pada burung akhir–akhir ini

mengancam masa depan tanaman yang penyebarannya bergantung pada

burung, hal ini memperlihatkan hubungan yang dekat antara burung pemakan

buah–buahan dan tanaman yang buahnya dimakan oleh burung - burung tadi.

Beberapa spesies burung dapat dibuktikan bahwa buah yang dimakan biji yang

dibuang dapat tumbuh kembali, seperti jenis burung Kasuari, dan kelompok

Page 22: Ekologi Burung Pemakan Buah Dan

burung Zospterops, sedangkan kebanyakan jenis burung pemakan buah yang

lainnya sengat sedikit informasi mengenai nasib biji yang dimakanannya.

V. V. PENUTUP

Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan berdasarkan

analisis diagram dalam menjawab permasalahan yang ditemukan yaitu :

1. 1. Burung-burung pemakan buah sangat beranekaragam jenisnya

dan kelimpahannya sangat berkaitan erat dengan phenologi dari

tumbuhan buah. Demikian pula dengan kondisi tingkatan usia dari

komunitas tumbuhan di habitat yang menyediakan tumbuhan

tersebut.

2. 2. Terdapat hubungan antara pengunaan beberapa jenis tumbuhan

tertentu karena mempunyai bentuk, ukuran dan warna buah yang

sangat mencolok dan proporsional dengan ukuran paruh burung

pemakannya.

3. 3. berdasarkan penampakan vertikal dan horizontal burung –burung

memanfaatkan tempat sesuai dengan kebutuhannya, sehingga

ditemukan burung yang lebih banyak mengunakan bagian tertentu

dari tumbuhan lebih lama di banding jenis burung yang lainnya.

4. 4. Biji-bijian burung pemakan buah banyak yang dapat tumbuh

apabila yang dimuntahkan oleh burung dalam keadaan utuh ataupun

yang dibuang bersamaan dengan selamat dari proses pencernaan.