Ekokes Atp Wtp Edit
-
Upload
ratna-indah-pertiwi -
Category
Documents
-
view
876 -
download
17
Transcript of Ekokes Atp Wtp Edit
Laporan Praktikum
Mata Kuliah Ekonomi Kesehatan
Pengukuran Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP)
pada Pedagang Keliling untuk Penetapan Tarif Pelayanan
Puskesmas
Disusun oleh:
Lilis Muntamah G1B008012
Resti Yudiarti G1B008032
Tri Wulan Nurmanita G1B008050
Desi Mirantika G1B008064
Ainurrofik G1B008114
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATANJURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rasionalisasi tarif puskesmas sangat diperlukan agar pemberian subsidi
oleh pemerintah dapat tepat sasaran. Tarif puskesmas sekarang yang sangat
murah karena adanya subsidi pemerintah ini dinilai kurang efektif karena
subsidi tersebut dinikmati juga oleh orang yang mampu (kaya), selain itu
dengan penetapan tarif yang rasional akan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam keanggotaan JPKM, sebab selama ini ketidakberhasilan
program JPKM karena penetapan tarif puskesmas yang belum rasional.
Sektor kesehatan sebagai industri mempunyai ciri khas tersendiri, yang
tidak dimiliki oleh sektor lainnya, diantaranya mempunyai sifat bukan profit
motive (nirlaba), consumer ignorance, sehat dan pelayanan kesehatan sebagai
hak, padat karya, eksternalitas, mixoutputs, kejadian penyakit yang tidak
terduga, upaya kesehatan sebagai konsumsi dan investasi, dan restriksi
berkompetisi (Alimin, 2001).
Untuk mendapatkan patokan tarif yang wajar dan terjangkau maka kita
harus memperhitungkan unit cost dan jumlah biaya pengembangan yang
digunakan oleh pihak penyedia pelayanan kesehatan. Hal ini penting dilakukan
karena tingkat kemampuan dan kemauan masyarakat membeli pelayanan
kesehatan di Indonesia sangat bervariasi dan belum ada data yang akurat
mengenai hal itu.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mempelajari dan mengukur kemampuan membayar dan kemauan membayar
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a) Mempelajari dan mengukur tingkat kemampuan membayar masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas.
b) Mempelajari dan mengukur tingkat kemauan membayar masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas.
c) Menganalisis tingkat kemampuan dan kemauan membayar masyarakat
dalam menetapkan tarif pelayanan kesehatan di puskesmas dengan
memperhatikan beberapa faktor.
C. Manfaat
1. Mengetahui tingkat kemampuan membayar masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan di puskesmas.
2. Mengetahui tingkat kemauan membayar masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan di puskesmas.
3. Mengetahui tingkat kemampuan dan kemauan membayar masyarakat
dalam menetapkan tarif pelayanan kesehatan di puskesmas dengan
memperhatikan beberapa faktor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat
penting di Indonesia. Puskesmas merupakan unit yang strategis dalam
mendukung terwujudnya perubahan status kesehatan masyarakat menuju
peningkatan kesehatan masyarakat yang optimal. Puskesmas yang telah
didirikan di hampir setiap pelosok tanah air memiliki peranan yang penting
dalam pembangunan masyarakt Indonesia yang sehat dan menuju Indonesia
sehat (Alwi, 2008).
Di Indonesia, pelayanan kesehatan dasar belum dimanfaatkan secara
maksimal. Sebagian besar masyarakat lebih memilih menggunakan pelayanan
dari praktek dokter dan praktek tenaga kesehatan.hal cukup memperihatinkan
karena pemerintah telah mengeluarkan banyak dana untuk meningkatkan
kualitas dari pelayanan kesehatan dasar (puskesmas) namun pemanfaatannya
belum bisa maksimal. Berdasarkan data susenas tahun 2002 menunjukan
bahwa dari masyarakat yang berobat jalan hanya 15,17% yang memanfaatkan
puskesmas, 4,79% yang memanfaatkan puskesmas pembantu, dan hanya 6,62
yang memanfaatkan rawat inap di puskesmas (Profil Kesehatan Dinas
Kesehatan Propinsi Sumatera Utara(2004), dalam alwi (2008).
B. Tarif Pelayanan Kesehatan
Tarif atau price adalah harga dalam nilai uang yang harus dibayar oleh
konsumen untuk memperoleh atau mengkonsumsi suatu komoditi yaitu barang
dan jasa. Pengertian tarif tidak sama dengan harga. Sekalipun keduanya
menunjuk pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen, tetapi
pengertian tarif ternyata lebih terkait pada besarnya biaya yang harus
dikeluarkan untuk memperoleh jasa pelayanan, sedangkan harga lebih terkait
pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh barang.
Peranan tarif dalam pelayanan kesehatan amatlah penting. Untuk dapat
menjamin kesinambungan pelayanan, setiap sarana kesehatan harus dapat
menentukan besarnya tarif yang dapat menjamin total pendapatan yang lebih
besar dari total pengeluaran. Saat ini, sebagai akibat dari mulai berkurangnya
pihak-pihak yang mau menyumbang dana pada pelayanan kesehatan (misal
rumah Sakit dan Puskesmas), maka sumber keuangan utama kebanyakan
sarana hanyalah dari pendapatan saja. Hal ini menjelaskan bahwa kecermatan
menetapkan besarnya tarif memegang peranan yang amat penting. Apabila tarif
itu terlalu rendah, dapat menyebabkan total pendapatan (income) yang rendah
pula, yang apabila ternyata juga lebih rendah dari total pengeluaran (expenses),
pasti akan menimbulkan kesulitan keuangan (Azwar, 1996).
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan tarif yaitu :
1. Biaya satuan adalah informasi yang menggambarkan besarnya biaya
pelayanan per pasien (besar pengorbanan faktor produksi untuk
menghasilkan pelayanan).
2. Tingkat kemampuan masyarakat, salah satu persyaratan dalam penetapan
tarif adalah mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat diukur
dengan cara melihat ATP (ability to pay) serta WTP (willingness to pay)
masyarakat.
3. Tarif pelayanan pesaing yang setara
Meskipun telah menghitung biaya satuan dari tingkat kemampuan
masyarakat, Puskesmas maupun Rumah Sakit perlu juga membandingkan
tarif pelayanan pesaing setara, misalnya : poliklinik swasta, praktek bidan
swasta, dokter praktek swasta (Gani, 1993).
C. Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP)
1. Pengertian ATP
Kemampuan membayar kesehatan (ability to pay) atau dikenal
dengan ATP, yaitu besarnya dana yang sebenarnya dapat dialokasikan untuk
membiayai kesehatan yang bersangkutan, nilai ini merupakan ATP per
kapita penduduk , sehingga tidak langsung identik dengan WTP yang
berdasarkan rumah tangga.
Dua batasan ATP yang dapat digunakan sebagai berikut:
a. ATP 1
Besarnya kemampuan membayar yang setara dengan 5 % dari
pengeluaran non makanan. Batasan ini didasarkan bahwa pengeluaran
untuk non makanan dapat diarahkan untuk keperluan lain , termasuk
untuk kesehatan.
b. ATP 2
Besarnya kemampuan membayar yang setara dengan jumlah
pengeluaran untuk konsumsi alkohol dan tembakau ,sirih dan pesta atau
upacara keagamaan. Batasan ini didasarkan kepada pengeluaran yang
sebenarnya dapat digunakan secara lebih efesien dan efektif untuk
kesehatan. Misalnya dengan mengurangi pengeluaran alkohol,
tembakau dan sirih untuk kesehatan .
Mukti (2001) menyebutkan bahwa untuk mengetahui kemampuan
membayar masyarakat dapat dilihat dari dari sisi pengeluaran untuk
keperluan yang bersifat tersier seperti: pengeluaran rekreasi, sumbangan
kegiatan sosial, dan biaya rokok. Kemampuan masyarakat membayar biaya
pelayanan kesehatan dapat dilihat dari pengeluaran tersier non pangan (Gani
dkk, 1997).
Susilowati dkk. (2001) berpendapat bahwa, kemampuan membayar
biaya pelayanan kesehatan dapat diukur dari keseluruhan biaya yang
dikeluarkan untuk konsumsi kebutuhan di luar kebutuhan dasar. Dalam hal
ini antara lain minuman atau makanan jadi, minuman beralkohol, tembakau,
rokok, sirih, serta pengeluaran pesta yang diukur setahun. Kemampuan
untuk membayar berhubungan dengan tingkat pendapatan dan biaya jasa
pelayanan lain yang dibutuhkan masyarakat untuk hidup.
Mendukung formula diatas batasan ATP yang di pakai oleh negara-
negara di dunia yang sudah menjadi rekomendasi WHO yang di sampaikan
oleh Xu, et. al (2005) adalah 5% dari kapasitas membayar rumah tangga
atau dalam rumus :
ATP = 5% X CTP
CTP = Kapasitas Membayar yang di peroleh dari pengeluaran non pangan di
tambah dengan pengeluaran pangan non esensial.
Formula ini merupakan formula yang di rekomendasikan sebagai
batasan kemampuan membayar rumah tangga. Kapasitas membayar rumah
tangga atau Disposible Income merupakan sebuah nilai yang dapat dipakai
sebagai dasar untuk melihat kemampuan membayar masyarakat. Batasan ini
dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dari suatu negara
(Kikihariyadi, 2008).
2. Pengertian WTP
Departemen Kesehatan Indonesia menyatakan bahwa kemauan
membayar kesehatan (Willingness to pay ), atau dikenal dengan WTP, yaitu
besarnya dana yang mau dibayarkan keluarga untuk kesehatan. Data
pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan didalam data susenas dapat
digunakan sebagai proksi terhadap WTP.
Menurut Susenas (2000), kemauan membayar kesehatan atau dikenal
dengan WTP, yaitu besarnya dana yang mau dibayarkan keluarga untuk
kesehatan. WTP dipengaruhi oleh karakteristik ekonomi, karakteristik sosial
demografi dan karakteristik dari barang itu sendiri.
Perbedaan tarif akibat adanya perbedaan kemauan dan kemampuan
membayar dapat dilihat pada penjelasan berikut (Yudariansyah, 2006):
a. Tarif lebih kecil dari ATP dan WTP
Apabila terjadi kondisi ini maka kemampuan masyarakat sangat
baik, karena tarif yang diberlakukan ternyata lebih kecil dari daya beli
masyarakat. Pada kondisi ini masyarakat mampu membeli jasa atau
barang yang ditawarkan tanpa memikirkan untuk mencari alternatif lain.
b. Tarif hampir sama dengan ATP dan WTP
Pada kondisi ini pemakai jasa berkemampuan hampir sama dengan
tarif yang diberlakukan, tidak semua masyarakat mampu membeli jasa
atau barang tersebut, ada kemungkinan sebagian masyarakat yang
mengunakan alternatif lain seperti sumur.
c. Tarif lebih besar dari ATP dan WTP
Apabila terjadi kondisi seperti ini maka kemampuan dari
masyarakat sangat jelek, karena tarif yang diberlakukan ternyata lebih
besar dari daya beli masyarakat, maka sebagian besar masyarakat tidak
mampu membeli barang atau jasa yang ditawarkan.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Deskripsi Sasaran
Praktikum pengukuran ATP dan WTP kelompok mengambil 40 data
responden pada kelompok sasaran yaitu pedagang keliling dari beberapa
daerah. Pengambilan data dilakukan tanggal 18 Nopember 2010-1 Desember
2010. Sebanyak 6 orang responden dari Ciamis, 11 responden dari Puwokerto,
9 responden dari Cilongok, 6 responden dari Tegal dan 8 responden dari
Pekalongan.
B. Deskripsi Kesulitan Pengambilan Data
Kesulitan dalam pengambilan data dari responden yang bekerja sebagai
pedagang keliling antara lain yaitu kesibukan responden dalam melayani
pembeli sehingga kita harus menunggu dalam waktu yang cukup lama untuk
wawancara. Terkadang responden tidak bersedia diwawancara karena harus
mengejar setoran, tapi baru mau diwawancara jika membeli dagangannya.
Sebagian besar responden adalah laki-laki, sehingga kurang mengetahui secara
pasti pengeluaran yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
C. Pembagian Tugas dalam Tim
Tabel 3.1 Pembagian Tugas dalam Tim
No Nama Waktu Tempat Pembagian Kerja1 Lilis
Muntamah18 Nopember- 1 Desember 2010
Cilongok Pengambilan data responden
12-Des-10 Kampus FKIK Analisa data dan penyusunan laporan
2 Resti Yudiarti
18 Nopember- 1 Desember 2010
Ciamis dan Purwokerto
Pengambilan data responden
12-Des-10 Kampus FKIK Analisa data dan penyusunan laporan
3 Tri Wulan Nurmanita
18 Nopember- 1 Desember 2010
Tegal dan Purwokerto
Pengambilan data responden
12-Des-10 Kampus FKIK Pengambilan data responden
4 Desi Mirantika
18 Nopember- 1 Desember 2010
Pekalongan Pengambilan data responden
12-Des-10 Kampus FKIK Analisa data dan penyusunan laporan
5 Ainurrofik 18 Nopember- 1 Desember 2010
Tegal dan Purwokerto
Pengambilan data responden
12-Des-10 Kampus FKIK Analisa data dan penyusunan laporan
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
A. Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid Laki-laki 31 77.5 77.5 77.5
Perempuan 9 22.5 22.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Sumber: Data praktikum terolah
Berdasarkan pengambilan data di lapangan diperoleh sebanyak 77,5%
responden laki-laki dan 22,5% responden perempuan.
Tabel 4.2 Pendidikan Terakhir Responden
Pendidikan Terakhir Responden
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid SD 24 60.0 60.0 60.0
SMP 10 25.0 25.0 85.0
SMA 6 15.0 15.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Sumber: Data praktikum terolah
Berdasarkan pengambilan data di lapangan diperoleh responden dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 60%, SMP sebanyak 25% dan SMA sebanyak 15%.
Tabel 4.3 Jumlah Keluarga Responden
Jumlah Keluarga Responden
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent
Valid 1 1 2.5 2.5 2.5
2 2 5.0 5.0 7.5
3 9 22.5 22.5 30.0
4 17 42.5 42.5 72.5
5 6 15.0 15.0 87.5
6 3 7.5 7.5 95.0
7 2 5.0 5.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Sumber: Data praktikum terolah
Berdasarkan data diatas, sebagian besar responden memiliki anggota
keluarga sebanyak 4 orang (42,5%).
B. ATP
Tabel 4.4 Kemampuan Membayar Responden
Statistics
Kemampuan membayar responden
N Valid 40
Missing 0
Mean 39127.5625
Std. Deviation 57692.65927
Minimum 8175.00
Maximum 381325.00
Sumber: Data praktikum terolah
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa rata-rata kemampuan
responden membayar pelayanan kesehatan yaitu sebesar Rp 39.127,-.
Kemampuan membayar terendah yaitu sebesar Rp 8175,- dan kemampuan
membayar tertinggi yaitu sebesar Rp 381.325,-.
C. WTP
Tabel 4.5 Kemauan Membayar Responden
Statistics
Tarif rawat jalan yang diinginkan responden
Tarif rawat inap yang diinginkan responden
N Valid 40 40
Missing 0 0
Mean 11370.97 365555.56
Median 5000.00 125000
Std. Deviation 15201.408 53267.632
Minimum 1500 10000
Maximum 80000 2000000
Sumber: Data praktikum terolah
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui rata-rata kemauan membayar
responden untuk tarif rawat jalan yaitu sebesar 11370,97,- sedangkan untuk
rawat inap yaitu sebesar Rp 365555.56,-. Kemauan membayar tertinggi untuk
tarif rawat jalan yaitu sebesar Rp 80.000,- sedangkan untuk rawat inap yaitu
sebesar Rp. 2.000.000,-.
BAB V
PEMBAHASAN
Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar
jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal.
Pendekatan yang digunakan dalam analisis ATP didasarkan pada alokasi biaya
untuk pelayanan dari pendapatan rutin yang diterimanya. Dengan kata lain
ability to pay adalah kemampuan masyarakat dalam membayar ongkos
pelayanan kesehatan yang dilakukannya.
Penetapan tarif pelayanan kesehatan harus memperhatikan kemampuan
masyarakat dalam membayar pelayanan kesehatan selain memperhatikan dari
jumlah unit cost dan profit agar dapat menjangkaunya. Susenas 1998,
menunjukkan bahwa kemampuan membayar rumah tangga untuk kesehatan per
bulan adalah Rp.41.000,- sekitar 12,2% dari total pengeluaran rumah-tangga
(dinilai sebagai Ability to Pay/ATP). Kemampuan membayar (Abilty to
Pay/ATP) diperkirakan sebesar 2,5 kali kebutuhan biaya rawat jalan, namun
hanya merupakan 7,2% dari kebutuhan rawat inap (Pedoman JPKM, 2004).
Dibandingkan dengan hasil praktikum yang diperoleh ATP pada responden
lebih kecil (Rp 39.127,-) dari ATP yang ada pada data susenas 1998
(Rp.41.000,-). (Depkes RI, 2004).
Perbedaan ATP antara responden dengan data Susenas disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
1. Besar penghasilan
2. Kebutuhan pelayanan kesehatan
3. Total biaya pelayanan kesehatan
4. Prosentase penghasilan yang digunakan untuk pelayanan kesehatan
Selain memperhatikan ATP (Kemampuan membayar) dalam penetapan
tarif pelayanan kesehatan juga harus memperhatikan besar kemauan
masyarakat untuk membayar pelayanan kesehatan (WTP), karena jika tarif
tidak sesuai dengan jumlah kemauan membayar masyarakat maka pelayanan
tersebut tidak akan dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Analisis
data hasil praktikum menunjukkan rata-rata kemauan membayar responden
untuk tarif rawat jalan yaitu sebesar Rp 11.370,97,- dan untuk rawat inap yaitu
sebesar Rp 365.555.56,-.
Perbedaan WTP antara responden dengan data Susenas disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
1. Produk yang ditawarkan/disediakan oleh penyedia jasa pelayanan
kesehatan
2. Kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan yang disediakan
3. Utilitas pengguna terhadap pelayanan kesehatan
4. Perilaku pengguna dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
Hasil data praktikum kemampuan dan kemauan membayar tarif rawat
jalan menunjukkan nilai ATP lebih besar dari WTP. Kondisi ini menunjukan
bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa
pelayanan kesehatan tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai
penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif
rendah (Anonim, 2009).
Berbeda dengan kemampuan dan kemauan membayar tarif rawat inap
menunjukkan nilai ATP lebih kecil dari WTP. Kondisi ini merupakan
kebalikan dari kondisi diatas, dimana keinginan pengguna untuk membayar
jasa tersebut lebih besar dari pada kemampuan membayarnya. Hal ini
memungkinkan terjadi bagi pengguna yang mempunyai penghasilan yang
relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga
keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung lebih
dipengaruhi oleh utilitas (Anonim, 2009).
Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek
utama dalam sistem pelayanan kesehatan. Aspek-aspek tersebut adalah:
1. Pengguna (User)
2. Penyedia layanan kesehatan (Provider)
3. Pemerintah (Regulator)
Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna
dalam hal ini dijadikan subyek yang menentukan nilai tarif yang diberlakukan
dengan prinsip sebagai berikut:
1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai
tarif yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok
masyarakat sasaran. Intervensi/campur tangan pemerintah dalam bentuk
subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi, dimana nilai tarif
berlaku lebih besar dari ATP, sehingga didapat nilai tarif yang besarnya sama
dengan nilai ATP.
2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan kesehatan, sehingga
bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka masih dimungkinkan
melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan kinerja pelayanan
(Anonim, 2009).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Berdasarkan hasil praktikum menunjukan rata-rata kemampuan
membayar responden yaitu sebesar Rp 39.127, 56,-.
2. Rata-rata kemauan membayar responden untuk tarif rawat jalan
yaitu sebesar Rp 11.370,97,- sedangkan untuk rawat inap yaitu
sebesar Rp 365.555,56,-.
3. Hasil data praktikum kemampuan dan kemauan membayar tarif
rawat jalan menunjukkan nilai ATP lebih besar dari WTP. Berbeda
dengan kemampuan dan kemauan membayar tarif rawat inap
menunjukkan nilai ATP lebih kecil dari WTP, dengan faktor yang
mempengaruhi ATP yaitu besar penghasilan, kebutuhan pelayanan
kesehatan, total biaya pelayanan kesehatan, prosentase penghasilan
yang digunakan untuk pelayanan kesehatan. WTP dipengaruhi
oleh produk yang ditawarkan/disediakan oleh penyedia jasa
pelayanan kesehatan, kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan
yang disediakan, utilitas pengguna terhadap pelayanan kesehatan
dan perilaku pengguna dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alimin. 2001. Analysis of ATP and WTP of the Community who Participated
in SSN and Non SSN Program at District of Jeneponto South Sulawesi.
(online http://www.searo.who.int/LinkFiles/National_Health_Accounts_
(N)_CS_23_Alimin_3.doc). Diakses tanggal 23 Nopember 2010.
Anonim. 2009. Ability to Pay (ATP)/ Willingness to Pay (WTP). (online
www.dardela.com). Diakses tanggal 12 Desember 2010.
Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga. Binarupa
Aksara. Jakarta.
Depkes RI. 2004. Pedoman Penetapan Premi JPKM. (online
http://www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Penetapan%20Premi
%20JPKM.pdf). Diakses tanggal 23 Nopember 2010.
Gani, A. 1993. Analisis Kebijakan Tarif dalam Pelayanan Kesehatan. Seminar
Optimalisasi Investasi Perorangan dan Kelompok di Bidang Kesehatan.
Hariyadi. 2008. Beberapa Dasar Kemampuan Membayar Masyarakat. (online
http://kihariyadi.blogspot.com/2008/02/beberapa-dasar-kemampuan-
membayar.html). Diakses tanggal10 Desember 2010.
Hasibuan, Alwi Mujahit. 2008. Pengaruh Pelayanan tenaga Kesehatan, Sarana dan
Prasaranan Puskesmas, serta Tarif Terhadap Permintaan Masyarakat
dalam Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kota Rantauprapat. Tesis
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Husain, Farid. 2008. Kebijakan Pelayanan Kesehatan Rujukan dalam Jamkesmas
Tahun 2008. (online http://www.jothi.or.id/root/files/userfiles/Presentasi
%20Dirjen%20Yanmed%20mengenai%20JAMKESMAS.pdf). Diakses
tanggal10 Desember 2010.
Yudariansyah, Hadi. 2006. Analisis Keterjangkauan Daya Beli Masyarakat
Terhadap Tarif Air Bersih (PDAM) Kota Malang (Studi Kasus Perumahan
Sawojajar). http://eprints.undip.ac.id/5263/1/Hadi.pdf. Diakses tanggal 23
Nopember 2010.
Lampiran