Ekokes Kelompok 5 Fix Print

download Ekokes Kelompok 5 Fix Print

of 24

Transcript of Ekokes Kelompok 5 Fix Print

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mencapai pelayanan kesehatan yang optimal diperlukan anggaran pelayanan kesehatan yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran tersebut dialokasikan kepada program pelayanan kesehatan, baik yang bersifat kuratif, promotif, maupun rehabilitative. Peningkatan anggaran tersebut harus diikuti dengan peningkatan efisiensi penggunaan dana agar pelaksanaanya dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna. Dengan menyadari keterbatasan dana yang ada, timbul gagasan untuk melakukan analisis biaya dari pelaksanaan program kesehatan. Efisiensi merupakan prinsip dan cara berfikir secara ekonomis. Nampaknya untuk pelayanan kesehatan sudah saatnya untuk berfikir lebih ekonomis, walaupun disadari bahwa program kesehatan merupakan proyek pelayanan social yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Analisis biaya juga dipergunakan untuk menentukan prioritas dari beberapa jenis pelayanan untuk perencanaan kesehatan di masa datang, dimana pilihan tersebut lebih rasional, objektif, dan kuantitatif. Rasionalitas dari keputusan yang diambil dalam suatu program merupakan langkah yang mutlak harus diperhitungkan dalam manajemen. Berlatar belakang seperti di atas maka dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai konsep biaya produksi, klasifikasi biaya, perhitungan biaya produksi (total cost), perhitungan biaya satuan rata-rata, pentarifan, BEP dan CRR yang akan dikaitkan dengan pengaplikasiannya di dalam pelayanan kesehatan. Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya mahasiswa kesehatan masyarakat dalam penerapan ilmu ekonomi dalam industri penyediaan jasa kesehatan di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep biaya produksi? 2. Bagaiaman bentuk klasifikasi biaya produksi? 3. Bagaimana cara perhitungan biaya produksi total? 4. Bagaiaman perhitungan biaya produksi rata-rata? 5. Apa yang dimaksud dengan pentarifan dan bagaiamana penentuannya? 6. Apa yang dimaksud dengan BEP (Break Even Point) dan CRR (Cost Recovery Rate)? 1.3 Tujuan Penulisan Mempelajari aplikasi biaya produksi dalam jasa pelayanan kesehatan 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mempelajari konsep biaya produksi 2. Mempelajari bentuk klasifikasi biaya produksi 3. Mempelajari cara perhitungan biaya produksi total 4. Mempelajari perhitungan biaya produksi rata-rata 5. Mempelajari pentarifan dan cara penentuannya 1.3.1 Tujuan Umum

6. Mempelajari BEP (Break Even Point) dan CRR (Cost Recovery Rate)

1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Biaya Produksi Untuk menghasilkan suatu produk (output) tertentu diperlukan sejumlah input. Dari sudut pandang produsen, biaya adalah nilai dari sejumlah input (faktor produksi) yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk (output). Output atau produk bisa berupa jasa pelayanan atau bisa juga berupa barang. Di sektor kesehatan misalnya Rumah Sakit dan Puskesmas, produk yang dihasilkan berupa jasa pelayanan kesehatan. Untuk menghasilkan pelayanan pengobatan di Rumah Sakit, produksi) yang antara lain diperlukan sejumlah input (faktor berupa obat, alat kedokteran, tenaga dokter, perawat, gedung dan 2.1.1Pengertian Biaya

sebagainya. Dengan demikian biaya pelayanan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dapat dihitung dari nilai (jumlah unit X harga) obat, alat kedokteran, tenaga dokter, perawat, listrik, gedung dan sebagainya yang digunakan untuk menghasilkan pelayanan kesehatan. Biaya juga sering diartikan sebagai nilai dari suatu pengorbanan untuk memperoleh suatu output tertentu jika dianalisis dari sudut pandang konsumen. Pengorbanan itu bisa berupa uang, barang, tenaga, waktu maupun kesempatan. Dalam analisis ekonomi nilai kesempatan untuk memperoleh sesuatu yang hilang karena melakukan suatu kegiatan juga dihitung sebagai biaya kesempatan (opportunity cost). Apapun wujud semuanya harus ditransformasikan ke dalam nilai uang. yang disebut dengan biaya biaya pengorbanan tersebut, dalam perhitungan

2.1.2 Pengertian ProduksiMenurut Ahyari (2002) produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan baku dan dana agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Menurut Setiaji (2008) Produksi adalah penciptaan atau penambahan faedah, bentuk, waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga lebih bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Daripengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa produksi adalah kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan (Utility) suatu barang dan jasa. 2.1.3Pengertian Biaya Produksi Biaya produksi merupakan sebagian keseluruhan faktor yang dikorbankan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk hingga produk tersebut sampai di tangan konsumen (Widjajanta, Widyaningsih, 2007). Jadi biaya produksi merupakan pengertian biaya yang dilihat dari sudut pandang produsen, sehingga biaya produksi dapat diartikan sebagai besarnya biaya atau pengorbanan yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk mendapatkan faktor produksi yang nantinya bisa digunakan untuk menghasilkan output yang berupa jasa pelayanan ataupun berupa barang. 2.2 Klasifikasi Biaya Klasifikasi biaya adalah penggolongan atau proses mengelompokkan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih punya arti atau lebih penting.

2

2.2.1 Klasifikasi Biaya Menurut Hubungannya dengan Skala Produksia. Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang dalam periode waktu tertentu jumlahnya tetap, tidak bergantung pada jumlah pelayanan yang dihasilkan. Contohnya: nilai dari gedung rumah sakit yang digunakan (biaya gedung yang digunakan tidak berubah baik ketika pelayanannya meningkat maupun menurun), nilai dari peralatan kedokteran, nilai tanah tempat berdirinya rumah sakit.

Gambar 2.1 Kurva Biaya Tetap

b. Biaya VariabelBiaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah pelayanan yang diberikan. Dalam hal ini jika semakin banyak jumlah pelayanan yang diberikan, semakin besar pula jumlah biaya variabelnya. Contohnya: biaya obat, biaya makan pasien (biaya obat dan biaya makan pasien termasuk ke dalam biaya variabel karena banyaknya pelayanan yang diberikan) biaya tersebut secara langsung dipengaruhi oleh

Gambar 2.2 Kurva Biaya Variabel Apabila kurva biaya tetap dan biaya variabel dihubungkan, maka akan didapat biaya total, sehingga grafiknya sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kurva Biaya Total 2.2.2 Klasifikasi Biaya Menurut Hubungannya dengan Fungsi dan Aktivitas Sumber Biaya

a.

Biaya Langsung / Direct Cost Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu

yang dibiayai. Biaya langsung di rumah sakit merupakan biaya yang dikeluarkan pada unitunit yang langsung melayani pasien. Yang termasuk biaya langsung misalnya biaya yang dikeluarkan untuk unit rawat inap dan rawat jalan baik berupa gaji tenaga medis, obat obatan, dan sebagainya.

3

b.

Biaya Tak Langsung / Indirect Cost / Overhead Factory Cost Biaya tak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Di

rumah sakit, biaya tak langsung termasuk biaya yang dikeluarkan di sistem penunjang misalnya biaya yang dikeluarkan untuk honor satpam rumah sakit. 2.2.3 Klasifikasi Biaya Menurut Lama Penggunaan Obyek

a.

Biaya Investasi (Investment Cost) Biaya investasi adalah biaya yang kegunaannya dapat berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan

mempunyai nilai yang cukup besar. Biasanya batasan waktu untuk biaya investasi ditetapkan lebih dari 1 (satu) tahun. Batas satu tahun ditetapkan atas dasar kebiasaan bahwa anggaran direncanakan dan direalisir untuk satu tahun. Biaya investasi ini biasanya berhubungan dengan pembangunan atau pengembangan infrastruktur fisik dan kapasitas produksi. Contoh yang termasuk dalam biaya investasi antara lain biaya pembangunan gedung rumah sakit, perijinan, biaya pembelian ambulan, biaya pembelian peralatan besar dan sebagainya. Dalam perhitungan biaya investasi satu tahun, yang digunakan adalah biaya depresiasi. Biaya depresiasi merupakan biaya yang muncul ketika membeli barang modal untuk operasional perusahaan. Penyusutan atau depresiasi adalah proses pengalokasian biaya tetap menjadi biaya selama masa pemanfaatan dengan cara rasional dan sistematis. Karena biaya tetap yang digunakan akan cenderung semakin menurun baik fisik maupun fungsinya. Adapun metode dari perhitungan biaya penyusutan ada 5 macam, yaitu : metode garis lurus, metode saldo menurun, metode angka-angka tahun, metode masukan input dan metode masukan output. Pada makalah ini yang digunakan sebagai salah satu contoh adalah dengan metode garis lurus. Metode garis lurus membebankan jumlah beban penyusutan yang sama dari depresiasi untuk setiap periode akuntansi selama usia kegunaan biaya tersebut. Ditentukan dengan cara mengurangkan nilai sisa dari biaya awal dan membaginya dengan jumlah tahun dari perkiraan usia. Oleh karena kemudahannya, maka metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan. Dengan tahunan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu: a. (Cost - NilaiResidu) : Umur Misalkan nilai sebuah alat radiologi tahun 2005 senilai Rp 35.000.000,00 dan masa manfaat ditentukan 10 tahun dengan nilai sisa Rp 2.000.000,00, besarnya penyusutan tahun 2006 dapat dihitung sebagai berikut: (35.000.000-2.000.000)/10 = Rp 3.300.000,00. Per tahun. b. DitentukanPersentase (%) Penyusutan Kemudian penyusutan tahunan diperoleh dengan cara mengalikan % tersebut dengan cost yang disusutkan sebagai berikut : 1) Prosentase penyusutan tahunan = 100% :umur, jadi = 100% : 10 = 10%. 2) Dihitung penyusutan = 10% x (35.000.000 2.000.000) = Rp 3.300.000,00. b. Biaya Operasional (Operasional Cost) Biaya operasional adalah biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan dalam suatu proses produksi dan memiliki sifat habis pakai dalam kurun waktu yang relative singkat (kurang dari satu tahun). Contoh yang termasuk dalam biaya operasional antara lain biaya makan pasien, gaji tenaga medis di rumah sakit, dan sebagainya. metode ini penyusutan

4

c.

Biaya Pemeliharaan (Maintenance Cost) Biaya pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan nilai suatu barang agar terus berfungsi. Misalnya biaya pemeliharaan gedung rumah sakit, pemeliharaan

investasi

kendaraan rumah sakit dan sebagainya. Antara biaya operasional dan pemeliharaan dalam praktek sering disatukan menjadi biaya operasional dan pemeliharaan. Biaya operasional dan pemeliharaan dengan sifatnya yang habis pakai dikeluarkan secara berulangulang. Karena itu biaya operasional dan pemeliharaan sering juga disebut sebagai biaya berulang (recurrent cost).

2.3

Perhitungan Biaya Produksi (Total Cost) Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan. Biaya

total berarti pula total pengeluaran terendah yang diperlukan untuk memproduksi setiap tingkat output. Biaya total akan meningkat ketika kuantitas dari barang yang diproduksi juga meningkat. Dalam makalah ini dicontohkan tiga jenis perhitungan biaya produksi yang beberbeda klasifikasi namun hasil perhitungan akhirnya tetap sama, adapun perhitungannya sebagai berikut:

2.3.1

Berdasarkan Skala Produksi TC = FC + VC Dalam ilmu ekonomi biaya tetap merupakan biaya yang nilainya secara relatif tidak dipengaruhi oleh

besarnya jumlah produksi (output). Biaya ini harus dikeluarkan, walaupun tidak ada produksi. Jika biaya tetap ini digabungan dengan biaya variabel merupakan arti dari biaya total.

2.3.2

Berdasarkan hubungannya dengan fungsi dan aktivitas sumber biaya TC = IDC + DC Biaya langsung adalah biaya yang dipergunakan untuk memproses produksi suatu produk secara

langsung (SDM langsung dan BHP langsung). Sedangkan biaya tidak langsung merupakan biaya yang dipergunakan untuk menunjang keberhasilan produksi suatu produk tertentu (di luar SDM langsung dan BHP langsung). 2.3.3 Berdasarkan Lama Penggunaannya TC = IC + OC + MC Pada perhitungan ini untuk menentukan biaya produksi total ditentukan oleh tiga hal ,yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan. Tabel 2.1 Rincian Biaya Total berdasarkan klasifikasi di Ruang VIP Cendrawasih RS.X Tahun 2006

5

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Unsur Biaya Depresiasi Alat Medis Depresiasi Alat Non Medis Depresiasi Gedung Biaya Makan Pegawai Gaji Direksi dan Staf Gaji Petugas Ruang VIP Pengembangan SDM Alat Rumah Tangga dan Bahan Kebersihan Alat Tulis Kantor Listrik Ruang VIP Air Ruang VIP Bahan Medis Habis Pakai Makan Pasien Biaya Bahan Linen Insentif Jasa Medis dan Perawatan Pemeliharaan Gedung dan Alat Rumah Tangga Laundry Kebersihan Ruang Direksi dan Staf Biaya Air Ruang Direksi dan Staf Listrik Ruang Direksi dan Staf Biaya Telepon Insentif Direksi dan Staf

Biaya (Rp) 2.770.556 27.397.200 18.536.000 5.424.400 117.746.298 170.551.668 9.000.000 16.255.900 1.005.600 68.342.852 27.142.400 10.276.800 114.182.000 6.257.500 126.329.743 13.580.000 14.670.600 918.000 504.000 723.072 2.160.130 41.745.592

FC/VC FC FC FC FC FC FC FC VC VC VC VC VC VC VC VC VC VC VC VC VC VC VC

DC/IDC DC DC DC DC IDC DC IDC IDC IDC DC DC DC DC DC DC IDC DC IDC IDC IDC IDC IDC

IC/MC/OC IC IC IC OC OC OC IC OC OC OC OC OC OC OC OC MC OC OC OC OC OC OC

Total Cost (Biaya Produksi Total)

795.520.311

2.4

Perhitungan Biaya Satuan Rata-rata(Average Cost) Average cost atau Unit Cost (UC=AC) adalah biaya yg dihitung untuk setiap satu satuan produk

pelayanan. Biaya tersebut diperoleh dari biaya total dibagi dengan jumlah produk. Tinggi rendahnya biaya satuan suatu produk dipengaruhi oleh besarnya biaya total dan besarnya produk / layanan. Adapun jenis biaya satuan ada 2 yaitu: 1. Biaya satuan Aktual : Biaya yg dikeluarkan unit produksi pelayanan kesehatan untuk menghasilkan satu output berdasarkan besaran produk pelayanan kesehatan. Rumus: UCa = TC/Q ac

6

2. Biaya satuan normatif : Biaya yg diperlukan untuk menghasilkan 1 jenis pelayanan kesehatan menurut standar baku dengan melihat kapasitas dan utilisasinya. Rumus : UCn = TFC/Q cap + TVC/Q ac Keterangan : UCa : Unit cost actual UCn : Unit cost normatif TC : Total cost TFC : Total Fix Cost TVC: Total Variabel Cost Q cap : Kapasitas Kuantitas Output Q ac : kuantitas aktual

Gambar 2.4 Kurva AVC,ATC, AFC Biaya tetap rata-rata (AFC) berbentuk menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Berbentuk demikian karena menggambarkan semakin besar biaya produksi semakin kecil biaya tetap rata-ratanya. Kurva AVC, AC mendekati berbentuk huruf U karena mencerminkan kegiatan produksi dipengaruhi oleh hukum hasil lebih yang semakin berkurang, yaitu pada waktu produksi masih sangat rendah pertambahan sejumlah tertentu biaya produksi akan menyebabkan pertambahan yang besar terhadap jumlah produksi tetapi bila produksi telah menjadi semakin banyak sejumlah tertentu biaya produksi akan menimbulkan pertambahan produksi yang semakin sedikit. Berikut ini contoh perhitungan biaya satuan di ruang VIP Cendrawasih RS.X. Sebelum melakukan perhitungan pada masing-masing kegiatan diperlukan data hasil aktivitas di RS.X dan ruang VIP Cendrawasih dengan hasil identifikasi sebagai berikut : Tabel 2.2 Aktivitas Ruang VIP RS.X Tahun 2006 No. 1. 2. 3. Jenis aktivitas Jumlah pasien VIP Jumlah kamar VIP Jumlah hari rawat VIP Jumlah 1.111 17 1.672

Tabel 2.3 Perhitungan Biaya Satuan Rata-Rata di Ruang VIP RS.X Tahun 2006

7

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Unsur Biaya Depresiasi Alat Medis Depresiasi Alat Non Medis Depresiasi Gedung Biaya Makan Pegawai Gaji Direksi dan Staf Gaji Petugas Ruang VIP Pengembangan SDM Alat Rumah Tangga dan Bahan Kebersihan Alat Tulis Kantor Listrik Ruang VIP Air Ruang VIP Bahan Medis Habis Pakai Makan Pasien Biaya Bahan Linen Insentif Jasa Medis dan Perawatan Pemeliharaan Gedung dan Alat Rumah Tangga Laundry Kebersihan Ruang Direksi dan Staf Biaya Air Ruang Direksi dan Staf Listrik Ruang Direksi dan Staf Biaya Telepon Insentif Direksi dan Staf

Biaya (Rp) 2.770.556 27.397.200 18.536.000 5.424.400 117.746.298 170.551.668 9.000.000 16.255.900 1.005.600 68.342.852 27.142.400 10.276.800 114.182.000 6.257.500 126.329.743 13.580.000 14.670.600 918.000 504.000 723.072 2.160.130 41.745.592 795.520.311

Hari rawat 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672 1.672

UC (Rp) 1.657,03 16.385,89 11.086,12 3.244,26 70.422,43 102.004,59 5.382,78 9.722,43 601,44 40.874,91 16.233,49 6.146,41 68.290,67 3.742,52 75.556,07 8.122,01 8.774,28 549,04 301,44 432,46 1.291,94 24.967,46 475.789,6 6 Unit Cost

Total Cost Aktual UCa = TC/Q = Rp. 795.520.311 / 1.672 = Rp.475.789,66

Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa biaya satuan aktual yang harus dikeluarkan oleh ruang VIP di RS.X per hari rawat inap sebesar Rp.475.789,66. Berdasarkan tabel rincian biaya total berdasarkan klasifikasi di Ruang VIP Cendrawasih RS.X Tahun 2006 diketahui biaya tetap sebesar Rp. 351.426.122 dan biaya variabel sebesar Rp. 444.094.189.

8

Diasumsikan kapasitas hari rawat VIP sebesar 6205 hari rawat, maka biaya satuan normatif dapat dihitung sebagai berikut : Unit Cost Normatif UCn = TFC/Q cap + TVC/Q ac = Rp. 351.426.122/6205 + Rp. 444.094.189/1672 = Rp. 56.635,95 + Rp. 265.606,57 = Rp. 322.242,52 Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa biaya satuan normatif yang diperlukan oleh ruang VIP di RS.X per hari rawat inap menurut kapasitas dan utilisasinya sebesar Rp. 322.242,52. 2.5 Pentarifan

2.5.1 Pengertian TarifPengertian tarif tidak sama dengan harga, sekalipun keduanya menunjuk pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen. Pengertian tarif lebih terkait pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh jasa pelayanan, sedangkan pengertian harga lebih terkait pada pengertian biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh barang. Tarif dalam rumah sakit merupakan suatu elemen yang amat esensial bagi rumah sakit yang tidak dibiayai penuh oleh pemerintah atau pihak ketiga. Rumah sakit swasta, baik yang bersifat mencari laba maupun yang nirlaba harus mampu mendapatkan biaya untuk membiayai segala aktifitasnya dan untuk dapat terus memberikan pelayanan kepada masyarakat sekitarnya. Rumah sakit pemerintah yang tidak mendapatkan dana yang memadai untuk memberikan pelayanan secara cuma-cuma kepada masyarakat, juga harus menentukan tarif pelayanan. Di Indonesia, baik RS umum ataupun RS perusahaan atau RS swasta, harus mencari dana yang memadai untuk membiayai pelayanannya. menetapkan suatu tarif pelayanan. 2.5.2Kebijakan Tarif Pelayanan Penetapan tarif pelayanan rumah sakit akan sangat bervariasi tergantung dari sifat rumah sakit itu sendiri. Terlebih lagi jika dikaji bahwa rumah sakit juga memiliki misi sosial, khususnya RSU dan rumah sakit pemerintah lain, yang di dalam penetapan tarif tidak hanya bergantung pada revenue requirement. Pertimbangan kondisi komunitas di sekitarnya atau komunitas yang menjadi target Hal ini terkait dengan pelayanan seringkali sangat dominan di dalam penetapan tarif rumah sakit. Jadi semua rumah sakit di Indonesia, harus mampu

fungsi sosial dan aspek komoditas umum (publik) pada berbagai pelayanan kesehatan.Oleh karenanya sering kita saksikan bahwa tarif rumah sakit umum ditetapkan oleh Peraturan Daerah, yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dengan maraknya arus swastanisasi, banyak rumah sakit pemerintah diswadanakan. Salah satu komponen penting dari swadana adalah penetapan tarif, dengan tujuan mencapai cost recovery yang memadai. Rumah sakit swadana perlu bersaing dengan RS swasta yang lebih leluasa menetapkan tarif dan mempunyai keharusan penyediaan tempat tidur bersubsidi (kelas III) yang lebih besar. Jika RS swasta nirlaba diharuskan menyediakan 25% tempat tidurnya untuk masyarakat yang kurang mampu, maka di RS Swadana diharuskan tersedia 50% TT untuk golongan ekonomi lemah. Sementara RS

9

Swadana juga diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan dan memberikan subsidi silang kepada masyarakat yang tidak mampu. Pemberlakuan tarif bagi pasien institusi pelayanan kesehatan berarti masyarakat juga ikut menanggung biaya produksi pelayanan kesehatan, namun sebetulnya pendapatan dari diberlakukannya tarif pelayanan kesehatan tersebut juga untuk digunakan atau dikembalikan kepada masyarakat berupa : a. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan b. Pengembangan dan perluasan pelayanan kesehatan c. Terjadinya kesinambungan pelayanan kesehatan Kebijakan sebagai berikut : a. Alternatif terbaik untuk memobilisir sumber daya tambahan b. Berbagai alternative dalam mengalokasikan sumber daya Penentuan tarif pelayanan kesehatan sangatlah komplek.Hal ini disebabkan banyaknya variable atau faktor yang perlu dipertimbangkan.Menurut Gani (1993), ada 8 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan tarif sebagai berikut : a. Jenis produk pelayanan kesehatan yang diberikan. Produk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh institusi pelayanan kesehatan masing jenis pelayanan. sangat bervariasi jenisnya. Masalah pokoknya berada pada perbedaan biaya satuan untuk masing penetapan tarif pelayanan kesehatan hendaknya realistis dan mempertimbangkan keterbatasan sumber daya. Keterbatasan sumber daya memerlukan 2 kebijakan,

b. Motivasi sosial dan motivasi ekonomi.Dalam hal ini diharapkan pelayanan kesehatan yang diberikan tetap memberikan fungsi sosial tetapi mendapatkan biaya produksi sehingga tidak merugi. Salah satu strategi yang dipakai dengan melakukan subsidi silang yaitu memperoleh Profit dari pelayanan kelas VIP dan kelas I serta memberikan subsidi kepada pasien kelas III c. Biaya satuan (unit cost) masing masing jenis pelayanan d. Tingkat utilisasi Misalnya untuk rawat inap, apabila BOR memang rendah, memperburuk tingkat kenaikan tarif akan penggunaan tempat tidur di Rumah Sakit bersangkutan. Sebaliknya

kenaikan tarif pada BOR yang tinggi tidak berpengaruh pada utilisiasi, sejauh kenaikan tersebut masih dalam batas kemauan dan kemampuan pasien.

e. ATP (Ability To Pay) dan WTP (Willingness To Pay) serta ada tidaknya consumer surplusKalau tarif yang berlaku dibawah ATP dan WTP berarti adanya consumer surplus, sehingga kenaikan tarif masih bisa diterima masyarakat. f. Kebijakan dan kemampuan memberikan subsidi. Kalau subsidi terbatas, pemerintah bisa memberlakukan tarif tinggi untuk pelayanan Kelas VIP, Kelas I dan membatasi pemberian subsidi untuk pelayanan kelas III. g. Besarnya surplus penerimaan yang direncanakan (profit)

10

h. Tarif dan mutu pelayanan pesaingKenaikan tarif pada suatu fasilitas bisa menyebabkan pindahnya pasien ke fasilitas lain, kalau mutunya sama. Penetapan tarif merupakan basic survival bagi sebuah rumah sakit. Hidup matinya rumah sakit pada umumnya bergantung dari tarif pelayanan yang ditetapkan dan tingkat utilisasi pelayanan tersebut. Ada tiga hal penting di dalam mempertahankan kehidupan rumah sakit dengan penetapan tarif yaitu: 1. Memenuhi Total Kebutuhan Biaya, TKB (Total Financial Requirement) sebuah rumah sakit. TKB tidak lain adalah besarnya biaya yang dibutuhkan sebuah rumah sakit untuk dapat bertahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam perakteknya, tiap rumah sakit dapat mempertahan kehidupannya dari dua sumber utama yaitu dari penerimaan fungsional (jasa pelayanan) dan dari sumbangan atau penerimaan lain. Total kebutuhan biaya sebuah rumah sakit sangat bervariasi dari satu rumahsakit dengan rumah sakit lainnya. Bahkan dua rumah sakit dengan jumlah tempat tidur yang sama, tidak selalu mempunyai kebutuhan biaya total yang sama besarnya.Hal itu sangat bergantung pada: a. Jenis pelayanan yang diberikan. Rumah sakit umum memberikan pelayanan yang berbeda dengan rumah sakit khusus dan karena kebutuhan tenaga dan kebutuhan alat dan bahan medis akan sangat berbeda. b. Jenis rumah sakit (umum, swasta nirlaba, swasta berorientasi laba, eksklusif). Rumah sakit nirlaba tidak selalu dapat menetapkan tarif lebih murah dari rumah sakit berorientasi laba. Efisiensi internal rumah sakit seringkali jauh lebih tinggi pada rumah sakit berorientasi laba ketimbang RSU. c. Lingkungan sosial ekonomi. Rumah sakit di daerah mempunyai kebutuhan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan rumah sakit di kota. Biaya karyawan dan biaya makananseringkali lebih murah di daerah, akan tetapi biaya bahan atau alat medis bisa jadilebih tinggi di daerah, karena masalah transportasi dan kelangkaan pembeli. d. Ciri khusus rumah sakit atau bagian tertentu. Ada rumah sakit yang hanya memberikan pelayanan kepada golongan tertentu seperti RS Glenn Eagles dan RS Kusta. Keduanya mempunyai ciri khusus yang sangat bertolak belakang dari segi filosofi pelayanan dan masyarakat yang dilayani. 2. Tujuan yang kedua adalah mematuhi peraturan pemerintah. Di belahan dunia manapun, rumah sakit sarat dengan peraturan pemerintah yang bertujuan memproteksi rakyat banyak dari kesulitan mendapatkan pelayanan rumah sakit (in-equity) yang dinilai esensial atau kebutuhan pokok. Di Indonesia, pelayanan kesehatan belum dimasukkan sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok. 3. Mampu bersaing dengan rumah sakit lain. Dalam beberapa hal dapat dilihat bahwa ada rumah sakit umum dan ada rumah sakit swasta yang membagi pangsa pasar. Dalam prakteknya, RSU dan RS swasta bisa menjadi pesaing satu dengan yang lainnya.

11

2.5.3Tujuan Penetapan Tarif (Pentarifan) Rumah sakit dapat digolongkan menurut kepemilikannya yaitu rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Salah satu bentuk rumah sakit swasta adalah rumah sakit keagamaan. Pada fakta yang ada saat ini rumah sakit keagamaan menetapkan tarif yang lebih tinggi dibandingkan rumah sakit pemerintah. Hal ini dikarenakan rumah sakit keagamaan tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah ataupun dari masyarakat baik yayasan agama maupun yayasan kemanusiaan lainnya. Dipandang dari masyarakat pengguna rumah sakit keagamaan saat ini bukan lagi menjadi tempat berobat bagi masyarakat miskin. Dengan latar belakang kepemilikian tersebut, tarif dapat diterapkan dengan berbagai tujuan sebagai berikut : a. Penetapan tarif untuk pemulihan biaya Tarif dapat ditetapkan untuk pemulihan biaya rumah sakit. Keadaan ini terutama terjadi pada rumah sakit pemerintah yang semakin lama subsidinya semakin berkurang. Pada masa lalu kebijakan swadana rumah sakit pemerintah pusat ditetapkan berdasarkan pemulihan biaya. Oleh karena itu, muncul pendapat yang menyatakan bahwa kebijakan swadana berkaitan dengan naiknya tarif rumah sakit. b. Penetapan tarif untuk subsidi silang Dalam manajemen rumah sakit diharapkan ada kebijakn agar masyarakat ekonomikuat dapat meringankan pembiayaan pelayanan rumah sakit bagi masyarakat ekonomi lemah. Dengan konsep subsidi silang ini maka tarif bangsal VIP atau kelas I harus berada diatas unit cost agar surplusnya dapat dipakai untuk menutupi kekurangan pada bangsal kelas III. Selain subsidi silang berbasis ekonomi, subsidi silang ini juga bisa diterapkan antar unit/instalasi yang ada di rumah sakit. Misalnya, pada IRD (Instalasi Rawat Darurat) mempunyai potensi sebagai instalasi yang mendatangkan kerugian. Oleh karena itu perlu bantuan dari instalasi lainnya yag berpotensi untuk mendatangkan keuntungan, untuk menutupi kerugian tersebut, misalnya instalasi farmasi. Namun pada kenyataannya penerapan tarif dengan tujuan subsidi silang ini sulit dilakukan karena tarifnya akan jauh lebih tinggi dari tarif rumah sakit pesaingnya. Apabila rumah sakit memaksakan untuk melakukan subsidi silang dari atrif-tarif yang ada dikhawatirkan akan terjadi penurunan mutu pelayanan rumah sakit dalam jangka panjang dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak mempunyai tujuan untuk subsidi silang.

c. Penetapan tarif untuk peningkatan akses pelayananAda suatu kondisi dimana sebuah rumah sakit berdiri dengan misi untuk melayani masyarakat miskin. Oleh karena itu pemilik rumah sakit tersebut mempunyai kebijakan untuk menetapkan tarif serendah mungkin, agar masyarakat miskin memiliki akses yang lebih baik. Namun, perlu diperhatikan bahwa akses tinggi belum menjamin mutu pelayanan yang lebih baik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mutu pelayanan rumah sakit pemerintah rendah dikarenakan terbatasnya subsidi yang diberikan sehingga tarif rumah sakit menjadi rendah dengan sistem birokratif yang sulit. Kegagalan pemerintah memberikan subsidi cukup bagi biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit yang mempunyai tarif rendah menyebabkab mutu pelayanan rumah sakit semakin rendah secara berkesinambungan.

12

d. Penetapan tarif untuk penigkatan mutu pelayanan Di berbagai rumah sakit pemerintah daerah, kebijakan penetapan tarif pada bangsal VIP dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk peningkatan mutu pelayanan bagi pasien dan kepuasan kerja bagi dokter spesialis. Sebagai contoh, bangsal VIP dibangun untuk mengurangi waktu kerja dokter spesialis di rumah sakit swasta. Terlalu lamanya waktu yang dipergunakan dokter spesialis pemerintah bekerja di rumah sakit swasta dapat mengurangi mutu pelayanan. e. Penetapan tarif untuk tujuan lain Beberapa tujuan lain dari penetapan tarif yaitu, mengurangi pesaing, memaksimalkan pendapatan, meminimalkan penggunaan serta menciptakan corporate image. Penetapan tarif untuk mengurangi pesaing dapat dilakukan untuk mencegah adanya rumah sakit baru yang akan menjadi pesaing. Dengan cara ini, rumah sakit yang sudah terlebih dahulu beroperasi mempunyai strategi untuk agar tarifnya tidak sama dengan terif rumah sakit baru. Penetapan tarif untuk memaksimalakn pendapatan dapat dilakukan pada pasar rumah sakit yang cenderung dikuasai satu rumah sakit (monopoli). Tanpa kehadiran pesaing dalam suasana pasar dengan demand tinggi, maka tarif dapat ditetapkan setinggi mungkin, sehingga dapat meningkatkan surplus secara maksimal. Pada tujuan penetapan tarif untuk meminimalkan penggunaan pelayanan, tarif dapat ditetapkan secara tinggi. Sebagai contoh tarif periksa umum pada rumah sakit pemerintah ditetapkan jauh lebih tinggi dibandingkan pelayanan serupa pada puskesmas. Dengan cra ini maka fungsi rujukan dapat ditingkatkan, sehingga masyarakat hanya menggunakan rumah sakit pada kondisi yang perlu saja. Penetapan tarif dengan tujuan corporate image adalah penetapan tarif yang ditujukan untk meningkatkan citra sebagai rumah sakit golongan masyarakat kelas atas. Sebagai contoh, beberapa rumah sakit dijakarta menetapkan tarif bangsal super VIP dengan nilai yang sangat tinggi. Hal tersebut seolah-olah menimbulkan kesan pada masyarkat pengguna sebagia rumah sakit dengan citra paling mewah. 2.5.4Proses Penetapan Tarif Setiap pelayanan jasa, pasti tidak akan terlepas dari biaya yang harus dikeluarkan untuk memperolehnya. Biaya tersebut biasa disebut dengan tarif. Tarif merupakan hal yang sangat esensial bagi sebuah industri jasa pelayanan dan dalam penetapan tarif tersebut diperlukan suatu proses serta pendekatan yang sesuai agar tidak terjadi kesalahan yang dapat merugikan suatu institusi. Rumah sakit, sebagai industrii penyedia jasa pelayanan kesehatan juga tidak akan terlepas dari penetapan tarif. Pemilik rumah sakit dapat berupa lembaga swasta, perorangan, ataupun pemerintah.Misi dan tujuan rumah sakit swasta dan pemerintah tentu dapat berbeda. Rumah sakit swasta dapat berupa rumah sakit profit ataupunnon profit. Dengan perbedaan tersebut, maka proses penetapan tarif dapat berbeda pula. Pada bagian ini akan dibahas mengenai perbedaan penetapan tarif rumah sakit swasta dengan rumah sakit pemerintah. 1. Penetapan Tarif Rumah Sakit dengan Menggunakan Pendekatan Perusahaan Pada perusahaan, penetapan tarif mungkin menjadi keputusan yang sukup sulit dilakukan karena informasi mengenai biaya produksi mungkin tidak tersedia.Di sektor rumah sakit, keadaannya lebih parah karena informasi mengenai unit cost misalnya, masih sangat jarang.Teknikteknik penetapan tarif pada perusahaan sebagian besar berlandaskan informasi biaya produksi dan

13

keadaan pasar, baik monopoli, oligopoli, maupun persaingan sempurna. Teknik-teknik tersebut antara lain: a. Full cost pricing Secara teoritis, cara ini merupakan cara yang paling sederhana dalam penetapan tarif, namun membutuhkan informasi mengenai biaya produksi. Pada dasarnya, penetapan tarif sesuai cara ini adalah dengan menambahkan unit cost dengan keuntungan. Melalui cara ini, analisis biaya merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Teknik penetapan tarif ini dikritik karena pertama, sering mengabaikan faktor demand. Dengan berbasis pada unit cost, maka diasumsikan tidak ada pesaing atau demand-nya sangat tinggi. Dengan asumsi ini, maka pembeli seakan-akan dipaksa menerima jalur produksi yang menimbulkan biaya walaupun mungkin tidak efisien. Dengan demikian teknik ini mengabaikan faktor kompetisi.Kedua, membutuhkan penghitungan biaya yang rumit dan tepat.Cara ini membutuhkan modal yang besar sebagai gambaran utnuk mengembangkan sistem akuntansi yang baik.

b. Kontrak dan cost plusTarif rumah sakit dapat ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya pada perusahaan asuransi, ataupun konsumen yang tergabung dalam satu organisasi.Dalam kontrak tersebut, penghitungan tarif juga berbasis pada biaya dengan tambahan surplus sebagai keuntuntungan bagi rumah sakit. Akan tetapi saat ini, penghitungan tarif kontrak masih sering menimbulkan perdebatan: Apakah rumah sakit mendapatkan keuntungan dari kontrak tersebut atau justru malah merugi atau memberikan subsidi. Tarif kontrak ini dapat memaksa rumah sakit menyesuaikan tarifnya sesuai dengan kontrak yang ditawarkan perusahaan asuransi kesehatan.Dengan demikian, masalah efisiensi menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan. c. Target rate of return pricing Cara ini merupaka modifikasi dari metode full-cost yang telah dijelaskan di atas.Misalnya, tarif ditentukan oleh direksi harus mempunyai10% keuntungan. Dengan demikian, apabila biaya produksi suatu pemeriksaan darah Rp 5.000,00, maka tarifnya harus sebesar Rp 5.500,00 agar memberi keuntungan 10%. Walaupun cara ini masih dikritik karena masih berbasis pada unit cost, tapi faktor demand dan pesaing telah diperhitungkan. Pada saat melakukan investasi, seharusnya telah diproyeksikan demand dan pesaingnya sehingga direksi mampu menetapkan target tertentu. Dalam teknik ini, dibutuhkan beberapa kondisi antara lain, pertama, rumah sakit harus dapat menetapkan tarif sendiri tanpa harus menunggu persetujuan pihak lain.; kedua, rumah sakit harus dapat memperkirakan besar pemasukan yang benar; dan ketiga, rumah sakit harus mempunyai pandangan jangka panjang terhadap kegiatannya. d. Acceptance pricing Teknik ini digunakan apabila pada pasar terdapat satu rumah sakit yang dianggap sebagai panutan (pemimpin) harga. Rumah sakit lain akan mengikuti polapentarifan yang digunakan oleh rumah sakit tersebut. Keadaan ini memang dapat timbul karena rumah sakit tidak menginginkan adanya perang tarif dan mereka enggan saling merugikan.Walaupun mungkin tidak ada komunikasi formal, tapi ada saling pengertian antar rumah sakit.Jadi, hal ini bukan merupakan sebuah kartel.Pada situasi ini, dapat muncul rumah sakit yang menjadi pemimpin harga. Rumah

14

sakit yang lainmengikutinya. Masalah akan timbul apabila pemimpin harga mengubah tarifnya. Para pengikutnya harus mengevaluasi apakah akan mengikuti perubahan tersebut atau tidak. 2. Penetapan Tarif dengan Melihat Pesaing Struktur pasar rumah sakit saat ini menjadi semakin kompetitif.Hubungan antar rumah sakit dalam penetapan tarif dapat menjadi saling mengintip.Penetapan tarif benar-benar dilakukan berbasis pada analisis pesaing dan demand.Dalam metode ini, biaya yang menyesuaikan dengan tarif. Terdapat dua metode, yaitu: (1)Penetapan tarif di tas pesaing, dan (2) Penetapan tarif di bawah pesaing. Dengan melihat berbagai macam teknik penetapan tarif di perusahaan swasta, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain, tujuan penetapan tarif harus diyakini secara jelas, dan tarif harus ditetapkan dengan berbasis pada tujuan; struktur pasar dan demand; informasi kualitatif juga perlu dicari untuk membantu menentukan tarif; pendapatan total dan biaya total harus dievaluasi dalam berbagai tingkat hargadengan asumsi-asumsi yang perludan penetapan tarif harus melibatkan partisipasidan bagian akuntansi, pemasaran, dan unit-unit pelakssana fungsional. 3. Penetapan Tarif pada Organisasi Pemerintah Pada berbagai sektor termasuk kesehatan, pemerintah masih mempunyai kewajiban mengatur tarif.Kewajiban ini ditujukan untuk menjamin terjadinya pemerataan pelayanan rumah sakit.Untuk itu, pemerintah merasa perlu menegaskan bahwa antara lain gaji, berbagai komponen biaya penyelenggaraan rumah sakit tetap disubsidi, investasi, dan penelitian

pengembangan.Dengan demikian, rumah sakit pemerintah mendapat pengaruh langsung dari pertauran-peraturan atau norma-norma pemerintah.Dengan latar belakang ini, jika dpandang dari sudut ekonomi manajerial, maka rumah sakit pemerintah berbeda dengan swasta dalam beberapa hal. Pertama: rumah sakit pemerintah merupakan miliki masyarakat sehingga direksi rumah sakit harus bertanggung awab kepada pemimpin politik daerah ataupun nasional, dan bertanggung jawab pula kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Pusat, atau Daerah. Keadan ini menyebabkan keputusankeputusan manajemen rumah sakit pemerintah sering kali menjadi lamban karena harus menunggu persetujuan pihak-pihak berwenang.Contoh kalasik yaitu penetapan tarif rumah sakit daerah yang harus membutuhkan persetujuan Bupati dan DPRD. Kedua: rumah sakit pemerintah cenderung lebih besar dibanding dengan swasta, misalnya di Jakarta dan Surabaya, ruamh sakit terbesar adalah milik pemerintah pusat dan daerah. Besar dalam segi ukuran juga sering disertai dengan kepemimpinan dalam teknologi kedokteran. Dengan disubsidinya investasi dan biaya-biaya penelitian pengembangan,rumah sakit pemerintah terutama runah sakit pendidikan mempunyai peluang untuk memonopoli segmen pelayanan tertentu tanpa mempertimbangakan biaya investasi. Dengan demikian, biaya investasi tidak diperhitungkan dalam pentarifan sehingga lebih murah dibanding swasta. Ketiga: Rumah sakit pemerintah cenderung mempunyai overhead cost yang tinggi. Hal ini terutama karena biaya gaji yang tinggi akibat besarnya jumlah pegawai tetap, akan tidak disertai dengan prodduktivitas yang tinggi. Akibatnya, dalam proses pentarifan seringkali biaya sumber daya manusia tidak diperhitungkan.

15

Berbasis perbedaan dengan rumah sakit swasta, maka proses penetapan tarif dalam rumah sakit pemerintah harus memperhatikan berbagai isu, yaitu isu sosial dan amanat rakyat, isu ekonomi, dan isu politik. Sebenarnya rumah sakit keagamaan atau sosial yang tidak mencari keuntungan juga mengahaddapi berbagai isu yang serupa, misalnya, bagaimana isu melayani kaum dhuafa bagi rumah sakit islam atau menjalankan pelayanan berdasarkan Kasih bagi orang miskin pada rumah sakit Katolik. 4. Penetapan Tarif dengan Pendekatan Biaya Menurut Hasbullah Thabrany Penetapatan tarif berdasarkan pendekatan biaya dapat menggunakan rumus sebagai berikut: P x Q = TFC + (UVC x Q) + DI Keterangan : P = tarif /harga Q = volume pelayanan terjual TFC = total fixed cost UVC = variable cost per unit DI = desired income Contoh penetapan tarif pada rumah sakit swasta : Unit Swasta Kelas I TFC = Rp 20.000.000 per kamar (AIC) UVC = Rp 100.000 per hari per kamar Q = 300 (kira-kira 80% BOR) DI = Rp 5.000.000 P x 300 = 20.000.000 + (300 x Rp 100.000) + 5.000.000 P = Rp 183.333 Dibulatkan = Rp 180.000 - Rp 200.000 Selain perhitungan tersebut penentuan tarif juga bisa didapatkan dari rumus berikut ini: Tarif = UC norm + a UC norm = besarnya biaya satuan normatif pada tiap output a = Konstanta : - Profit yang diharapkan - Kemampuan masyarakat - Kebijakan subsidi - Tarif pesaing Dengan menggunakan contoh tersebut diatas perhitungan tarif dengan rumus ini adalah sebagai berikut: Unit Swasta Kelas I TFC = Rp 20.000.000 UVC = Rp 100.000 per hari per kamar Q = 300 (kira-kira 80% BOR) DI = Rp 5.000.000 Maka : UC norm = AFC + UVC

16

= (Rp 20.000.000 / 300) + Rp 100.000 = Rp 166.666,67 a = DI / Q = Rp 5.000.000 / 300 = Rp 16.666,67 Jadi : Tarif untuk kelas I = UC norm + a = Rp 166.666,67 + Rp 16.666,67 = Rp 183.333 Dibulatkan = Rp 180.000 - Rp 200.000 Dari perhitungan diatas dapat diketahui besar tarif perawatan adalah Rp 180.000 untuk kelas I, meskipun telah memenuhi faktor utama yaitu kebutuhan biaya, akan tetapi harus di periksa apakah tarif tersebut berada dalam lingkup peraturan yang berlaku. Jika lebih tinggi dari tarif yang dibolehkan, maka tentu saja tarif tersebut harus diturunkan lagi. Demikian juga pada pasar dengan tingkat persaingan yang cukup tinggi, harus diperhitungkan dengan tarif dari pesaing lain. 2.6 BEP dan CRR

2.6.1 Titik Impas atau Break Even Point (BEP)a. Pengertian BEP Break Even point atau BEP merupakan suatu titik atau keadaan dimana organisasi di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Hal tersebut dapat terjadi bila organisasi dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume pemakaian pelayanan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Apabila pendapatan yang diterimatidak cukup untuk menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka organisasi tersebut menderita kerugian. Dan sebaliknya akan memperoleh memperoleh keuntungan, bila pendapatan yang diterima melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus di keluarkan.

b. Manfaat Break Even PointAnalisis Break Even secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume pemakaian pelayanan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penerimaan tertentu. Analisis Break Even dapat membantu pimpinan dalam mengambil keputusan mengenai hal-hal sebagai berikut:

a. Jumlah pelayanan minimal yang harus dipertahankan agar rumah sakit tidak mengalami kerugian. b. Jumlah pelayanan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu. c. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume pemakaian pelayananterhadap keuntungan yang diperoleh d. Alat perencanaan untuk menghasilkan laba

e. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume pelayanan, serta hubungannya dengankemungkinan memperoleh laba menurut tingkat pelayanan yang bersangkutan

f. Mengevaluasi laba dari organisasi secara keseluruhan 17

g. Mengganti sistem laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti.c. Asumsi Dasar Dalam Break Even PointTitik impas atau pulang pokok adalah suatu keadaan dimana penerimaan total organisasi dari penjualan outputnya adalah sama dengan biaya total produksi. Atau dengan kata lain titik impas adalah suatu keadaan dimana rumah sakit sebagai firma tidak mengalami kerugian ataupun keuntungan rugi atau laba firma adalah nol. Secara matematis titik impas dapat kita nyatakan sebagai suatu keadaan dimana TR = TC Dalam penggunaan teknik analisis titik impas digunakan beberapa asumsi dasar sebagai berikut : 1. Tarif setiap jenis pelayanan diasumsikan konstan pada berbagai tingkatan volume pemakaian. Asumsi ini diperlukan untuk menggambarkan penerimaan dalam bentuk garis lurus. 2. Semua elemen biaya produksi dapat dikelompokkan kedalam kelompok biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel mempunyai variabilitas terhadap output yang diproduksi bukan terhadap kegiatan lain di luar produksi. 3. Harga faktor produksi (seperti upah pegawai, harga kapital, dll) diasumsikan konstan pada berbagai tingkatan kegiatan produksi. Asumsi ini diperlukan untuk menggambarkan biaya dalam bentuk garis lurus. 4. Kapasitas yang dimiliki firma adalah tidak berubah, karena perubahan kapasitas yang dimiliki rumah sakit dapat merubah pola hubungan antara biaya penerimaan dan laba. Asumsi ini menunjukkan bahwa analisis titik impas hanya kita gunakan dalam periode jangka pendek. 5. Tingkat efisiensi dari rumah sakit tidak berubah, karena program efisiensi yang sangat berhasil ataupun sebaliknya tingkat pemborosan yang luar biasa akan berpengaruh terhadap pola hubungan biaya penerimaan dan laba.

6. Tingkat dan metode teknologi yang digunakan oleh rumah sakit tidak berubah. Perubahan tingkat danmetode teknologi yang digunakan rumah sakit dapat mempengaruhi pola hubungan antara biaya penerimaan dan laba.

7. Apabila rumah sakit menyediakan bermacam-macam jenis pelayanan (diversifikasi) maka komposisi jasayang ditawarkan diasumsikan tidak berubah. Perubahan komposisi ini akan berakibat berubahnya persentase laba kontribusi.

d. Komponen Break Even PointKomponen dalam analisis titik impas dapat disebutkan sebagai berikut :

0 1. Variabel Cost (biaya Variabel)Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan output, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Variabel costsering juga disebut sebagai biaya langsung atau elemen-elemen dari biaya bahan langsung, upah langsung, atau biaya produksi langsung yang dibebankan secara langsung dalam unit yang diproduksi.

1 2. Fixed Cost (biaya tetap)Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah selama periode tertentu, tetapi dapat berubah secara total dengan kondisi perubahan yang besar dari sebuah aktivitas atau volume. Atau, biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah jika adanya perubahan besar pada total output. Berdasarkan definisi tersebut, biaya tetap tdak berpengaruh langsung terhadap jumlah output. Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan.

18

2 3. Contribution margin (Marjin kontribusi)Marjin kontribution adalah hasil dari total penerimaan dikurangi dengan biaya variabelnya. Oleh sebab itu, marjin kontribusi merupakan kekuatan dari suatu produk dalam menghasilkan laba. Efisiensi perusahaan akan terlihat jelas pada marjin kontribusi. Semakin besar marjin kontribusi suatu jenis pelayanan, semakin kuatlah pelayanan tersebut untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Dengan menggunakan meode marjin kontribusi ini, titik impas tercapai apabila marjin kontribusi tersebut sama besarnya dengan total biaya tetap.

3 4. Margin of safety (Batas aman)Dalam analisis titik impas perlu juga kita mendapat pemahaman mengenai batas aman atau yang lebih dikenal dengan istilah margin of safety. Batas aman merupakan angka yang menunjukkan selisih antara jumlah output yang ditargetkan atau dproyeksikan dan tingkat output pada kondisi titik impas, dengan kata lain menggambarkan batas yang diijinkan boleh turun dari penjualan yang ditargetkan agar rumah sakit tidak mengalami kerugian. Jadi, apabila ternyata penurunan penjualan melebihi batas amannya, perusahaan akan menderita kerugian.

e. Penentuan Break Even PointTitik impas atau keadaan dimana penerimaan total dan biaya total adalah sama dapat ditentukan dengan tiga metode, yaitu: 1. Metode Grafik

2. Metode Aljabar 3. Metode Pendekatan Marjin Kontribusi.Dari ketiga metode penentuan titik impas, yang paling sering digunakan adalah penentuan titik impas dengan metode aljabar. Oleh karena itu yang digunakan dalam perhitungan BEP dalam makalah ini adalah dengan metode aljabar. Untuk menentukan titik impas dengan metode aljabar digunakan kembali fungsi biaya dan fungsi penerimaan. Pada teori penerimaan telah dibahas bahwa penerimaan total adalah keseluruhan penerimaan yang diterima oleh perusahaan dari penjualan outputnya kepada konsumen. Penerimaan total (Total Revenue) ini secara matematis dituliskan sebagai berikut : TR = Q. P dimana : Q = jumlah kuantitas output yang dijual P = tarif output per unit Sementara pada teori biaya dibedakan menjadi biaya total (Total Cost), biaya tetap total (Total Fixed Cost), dan biaya variabel total (Total Variable Cost). TVC didapatkan dengan mengalikan biaya variabel ratarata per unit (AVC) dengan jumlah output yang diproduksi, atau TVC = AVC. Q Biaya total adalah hasil penjumlahan dari biaya variabel total dan biaya tetap total, atau TC = TFC + TVC TC = TFC + (AVC.Q) Karena titik impas adalah keadaan dimana penerimaan total sama besar dengan biaya total, maka : TR = TC Q.P = TFC + TVC

19

Q.P = TFC + (AVC.Q) sehingga rumus BEP unit:

QBEP(u) = TFC / (P-AVC)Keterangan : QBEP(u) TFC P AVC : Tingkat output dimana keadaan titik impas terjadi : Biaya tetap total : Tarif per unit : Biaya variabel per unit Q = TFC / Laba Kontribusi Rumus di atas dapat digunakan untuk mencari kuantitas output dimana titik impas terjadi. Rumus diatas dapat diubah menjadi :

Dengan demikian rumus titik impas di atas dapat diubah menjadi :

QBEP(sales) = TFC/(1-AVC/P)Keterangan : QBEP(sales) TFC P AVC terjadi. Pada contoh rumah sakit X, diasumsikan biaya variabel per kasus $1,000 ; biaya tetap $100,000 ; tarif per kasus $2,400 ; maka nilai BEP dalam unit = $100,000 .= 71.4 kasus $100,000 .= $172,414 $2,400 $1,000 Sedangkan nilai BEP dalam penjualan = 1 ($1,000 / $2,400) Berdasar Tabel Rincian Biaya Total berdasarkan klasifikasi di Ruang VIP Cendrawasih RS.X Tahun 2006 (hari inap ruang VIP 1672 hari) perhitungan BEP dapat dihitung sebagai berikut : Tabel 2.4 Perhitungan Pendapatan dan Biaya di Ruang VIP Cendrawasih RS.X Tahun 2006 Pendapatan Hari inap 1672 hari @Rp.1.500.000 Total Pendapatan Biaya Tetap Alat Medis Alat Non Medis Gedung Biaya Makan Pegawai Rp. Rp. Rp. 2.770.556 27.397.200 18.536.000 Rp.2.508.000.00 0 : Tingkat penjualan dimana keadaan titik impas terjadi : Biaya tetap total : Tarif per unit : Biaya variabel per unit

Rumus kedua ini dapat digunakan untuk mencari tingkat penjualan atau penerimaan dimana titik impas

20

Gaji Petugas Ruang VIP Gaji Direksi dan Staf Pengembangan SDM Jumlah Biaya Variabel : Alat Rumah Tangga dan Bahan Kebersihan Alat Tulis Kantor Listrik Ruang VIP Air Ruang VIP Bahan Medis Habis Pakai Makan Pasien Biaya Bahan Linen Insentif Jasa Medis dan Perawatan Pemeliharaan Gedung dan Alat Rumah Tangga Laundry Kebersihan Ruang Direksi dan Staf Biaya Air Ruang Direksi dan Staf Listrik Ruang Direksi dan Staf Biaya Telepon Insentif Direksi dan Staf Jumlah Total Biaya

Rp.

5.424.400

Rp. 170.551.668 Rp. 117.746.298 Rp. 9.000.000 Rp. 351.426.122 Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. 16.255.900 1.005.600 68.342.852 27.142.400 10.276.800 6.257.500 13.580.000 14.670.600 918.000 504.000 723.072 2.160.130

Rp. 114.182.000 Rp. 126.329.743

Rp. 41.745.592 Rp. 444.094.189

Rp. 795.520.311 Pada kasus diatas, harga per hari inap Rp. 1.500.000,00 ; maka nilai BEP dalam unit : QBEP(u) = TFC / (P-AVC) = Rp. 351.426.122 / (Rp.1.500.000 Rp. 265.607) = Rp. 351.426.122 / Rp. 1.234.393 = 284,69 ~ 285 hari inap Sedangkan untuk BEP dalam penjualan (sales) : QBEP(sales) = TFC / [1-(AVC/P)] = Rp. 351.426.122 / [1 (Rp. 265.607/Rp.1.500.000)] = Rp. 351.426.122 / [1 0,18] = Rp. 351.426.122 / 0,82 = Rp. 428.568.441,46 Jadi dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa pada ruang VIP di RS.X mencapai titik impas jika ruang VIP nya telah terpakai sebanyak 285 hari rawat inap atau tingkat penjualannya telah menerima uang sebanyak Rp. 428.568.441,46

2.6.2 Cost Recovery Rate (CRR)Cost Recovery Rate (CRR), yaitu nilai dalam persen yang menunjukkan seberapa besar kemampuan Rumah Sakit menutup biayanya (Cost) dibandingkan dengan penerimaan dari retribusi pasien (Revenue). Perhitungannya adalah :

21

CRR Total = CRR per unit =

Total revenue X 100% Total Cost Total revenue unit yang bersangkutanX 100% Total Cost unit yang bersangkutan

Tujuan dari perhitungan CCR dapat digunakan sebagai indikator kinerja keuangan rumah sakit serta mengidentifikasi keadaan untung atau ruginya rumah sakit. Idealnya CRR di suatu organisasi adalah >1 atau > 100%, Jika CRR =1 atau 100% berarti organisasi tersebut belum memperoleh keuntungan secara finansial, tidak ada selisih antara pendapatan dengan dengan pengeluaran (wulandari, 2003). Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan badan layanan umum Pasal 1, yang disebut BLU (Badan Layanan Umum) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Persyaratan rumah sakit yang ingin menjadi BLU, antara lain harus memiliki cost recovery rate atau anggaran yang bisa diperoleh dari pelayanan sebesar 60 persen, rumah sakit harus memiliki rencana bisnis dan neraca yang siap diaudit serta memiliki peraturan atau hospital by law. Penetapan CRR dari pemerintah sebesar 60 % ini tentunya pihak rumah sakit termasuk ke dalam kategori rugi, walaupun demikian penetapan angka tersebut dari pemerintah, sehingga penetapan 60% tersebut menunjukkan bahwa pemerintah sipa untuk memberikan subsidi. Sehingga hal ini masih termasuk sesuatu yang layak jika CRR 60% diberlakukan pada kelas pelayanan bawah (misal kelas III) sehingga nantinya terjadi subsidi pemerintah bagi masyarakat miskin untuk menggunakan pelayanan rumah sakit, namun hal ini akan menjadi tidak layak bila CRR 60% diberlakukan pada kelas VIP karena dengan adanya standard CRR yang rendah pada kelas VIP berarti masyarakat kelas atas akan ikut mendapatkan subsidi dari pemerintah. Contoh perhitungan CRR di ruang VIP RS.X sebagai berikut Diketahui :

-

Total revenue unit VIP = Rp.2.508.000.000 Total Cost unit VIP = Rp. 795.520.311 Tarif pasien VIP = Rp. 1.500.000,00 Unit cost VIP = Rp 128.935,44 CRR unit VIP = Rp.2.508.000.000X 100% Rp. 795.520.311 = 315,27 % Dari perhitungan tersebut diatas dapat diketahuai bahwa ruang VIP di RS.X memiliki kemampuan keuangan yang baik karena CRR yang diterima jauh melebihi 100%. Namun perhitungan CRR ini tidak bisa diberlakukan untuk RS Dr. Soeselo secara keseluruhan karena perhitungan hanya dilakukan pada unit VIP cenderawasih RS.X. BAB III KESIMPULAN

3. 1 Kesimpulan

22

Biaya produksi merupakan keseluruhan faktor yang dikorbankan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk hingga produk tersebut sampai di tangan konsumen. Faktor yang dikorbankan dapat berupa biaya langsung (cost) maupun biaya kesempatan (opportunity cost). Klasifikasi terhadap biaya produksi dapat dilakukan dengan meninjau hubungannya terhadap skala produksi, fungsi dan aktivitas sumber biaya, lama penggunaan obyek produksi. Penghitungan biaya produksi total dilakukan berdasarkan bentuk klasifikasi biaya yang digunakan. Sedangkan untuk Biaya produksi satuan rata-rata dapat dihitung menggunakan dua cara, yaitu biaya rata-rata aktual dan normatif. Tarif adalah sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen untuk memperoleh jasa pelayanan. Besarnya penentuan tarif (pentarifan) pada suatu institusi dipengaruhi oleh tujuan pentarifan yang ditetapkan oleh institusi tersebut. Penetapan Tarif dapat dilakukan dengan Menggunakan Pendekatan Perusahaan, melihat pesaing, aturan pada institusi pemerintah dan pendekatan biaya. Break Even point atau BEP merupakan suatu titik atau keadaan dimana organisasi di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan Metode Grafik, Metode Aljabar, dan Metode Pendekatan Marjin Kontribusi. Sedangkan Cost Recovery Rate (CRR), adalah nilai dalam persen yang menunjukkan seberapa besar kemampuan Rumah Sakit menutup biayanya (Cost) dibandingkan dengan penerimaan dari retribusi pasien (Revenue). DAFTAR PUSTAKA anonim. 2010. Pengertian jenis dan macam kegiatan ekonomi dan arti, definisi distribusi dan konsumsi ilmu pendidikan ekonomi dasar. http://organisasi.org/pengertian_jenis_macam_kegiatan_ekonomi_arti_definisi_produksi_distribusi_dan_konsumsi_il mu_pendidikan_ekonomi_dasar.[29 September 2011 9:01 am] Anonim. 2010. Biaya produksi dan penerimaan. http://blog.binadarma.ac.id/dedi1968/wpcontent/uploads/2010/10/mikro-6-beaya-produksi-dan-penerimaan.pdf .[19 September 2011 12;48 pm] anonim. 2010. Pengertian biaya dalam ekonomi kesehatan. http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=10&sqi=2&ved=0CFIQFjAJ&url=http%3A%2F %2Filib.ugm.ac.id%2Fjurnal%2Fdownload.php%3FdataId%3D9104&rct=j&q=pengertian%20biaya %20dalam%20ekonomi%20kesehatan&ei=7OFyTqTpKMqxrAfbtpnPCg&usg=AFQjCNFHMQgCvp0-WmoBuXUX3vgMAd2jA&cad=rja [19 September 2011 12;48 pm] Gani, Ascobat. 1993.Analisis Kebijakan Tarif dalam Pelayanan Kesehatan, Seminar Perorangan dan Kelompok di Bidang Pelayanan Kesehatan. Jakarta. Harnanto.1991.Akuntansi Biaya: Perhitungan Harga Pokok Produk. Penerbit BPFE-Yogyakarta. Permendagri tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan badan layanan umum Rosyidi, Suherman. 2009.Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Samuelson, Paul. 2001.Ilmu Mikro Ekonomi. Jakarta: PT Medis Global Edukasi. Sukirno,Sadono. 2006.Ekonomi Mikro. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Trisnantoro, Laksono.2006. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah Sakit. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta Thabrany, Hasbullah.1999. Penetapan Tarif Rumah Sakit, Jurnal Manajemen dan Administrasi Rumah Sakit Indonesia. Program Pascasarjana Universitas Indonesia Nomor 1 Volume 1. h. 5-16. Jakarta. Widjajanta, Bambang., Widyaningsih, Aristanti. 2007.Mengasah Kemampuan Ekonomi. Bandung: Citra Praya. Optimalisasi Investasi

23

Wulandari RD. 2003. Analisa Cost Recovery rate sebagai Dasar Cost Containment.Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Volume 1, No 2. Surabaya: Sudama Sehat dengan Program Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan, Program Pascasarjana Universitas Airlangga http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH015f/83478406.dir/doc.pdf September 2011 12;48 pm http://eprints.undip.ac.id/17554/1/Hendadi_Setiaji.pdf diakses tanggal 29 September 2011 10:05 am www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2006/09/21/brk,20060921-84473,id.html diakses 18 Oktober 16:11 pm diakses tanggal 19

24