Ekokes 5 Biaya Produksi
-
Upload
efira-dwitama-ananda -
Category
Documents
-
view
91 -
download
8
description
Transcript of Ekokes 5 Biaya Produksi
4
BAB 2
ISI
2.1 Konsep biaya produksi
1.1.1.Pengertian biaya
Sebelum kita membahas tentang konsep biaya produksi, kita perlu
mengetahui suatu realita bahwa kegiatan produksi dan biaya adalah hal yang
tidak terpisahkan. Biaya memiliki pengaruh terhadap tingkat suatu produksi.
Perusahaan harus dapat menentukan strategi produksi yang tepat untuk dapat
memproduksi output pada biaya terendah. Produksi berlangsung dengan jalan
mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output). Masukan merupakan
pengorbanan biaya yang tidak dapat dihindarkan untuk melakukan kegiatan
produksi.
Beberapa pengertian tentang biaya :
a. Biaya menurut The Committee on Cost Concepts-American Accounting
Association dalam Bambang (1992), merupakan suatu peristiwa/kejadian
yang diukur berdasarkan nilai uang, yang timbul atau mungkin akan timbul
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
b. R.G. LIPSEY Cs dalam Bambang (1992), berpendapat bahwa biaya bagi
perusahaan-perusahaan yang memproduksi sesuatu merupakan harga
faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan outputnya.
c. Prof. Dr. R. Slot dalam Bambang (1992), juga mengemukakan batasan
yang hampir sama, biaya merupakan nilai uang alat-alat produksi yang
dikorbankan rumah tangga perusahaan pada proses produksinya.
Dari beberapa pengertian di atas pada dasarnya konsep biaya terbagi menjadi
dua yaitu :
1) Biaya konsumen (biaya ekonomi) yaitu biaya dalam pengertian ekonomi
ialah semua beban yang harus ditanggung untuk menyediakan suatu barang
agar siap dipakai oleh konsumen.
2) Biaya Produsen yaitu semua beban yang harus ditanggung oleh produsen
5
untuk menghasilkan suatu produksi, sehingga biaya produksi adalah
beban yang harus ditanggung oleh produsen dalam bentuk uang untuk
menghasilkan suatu barang.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa biaya yang dimaksud
oleh produsen adalah biaya produksi.
1.1.2.Beberapa pengertian tentang biaya produksi
Setiap pengusaha harus dapat menghitung biaya produksi agar dapat
menetapkan harga pokok barang yang dihasilkan, untuk menghitung biaya
produksi terlebih dahulu harus dipahami pengertiannya. Dalam kegiatan
produksi untuk mengubah input menjadi output, perusahaan tidak hanya
menentukan input apa saja yang diperlukan, tetapi juga harus
mempertimbangkan harga dari input-input tersebut yang merupakan biaya
produksi dari output. Biaya produksi sebenarnya cerminan dari produksi. Bila
produksi merujuk kepada sejumlah input yang dipakai dan jumlah fisik output
yang dihasilkan, biaya produksi merujuk kepada biaya perolehan output
tersebut (nilai uangnya) (Sugiarto, 2007). Istilah “biaya produksi” seringkali
digunakan untuk analisis perhitungan biaya produksi. Oleh karena itu, sebelum
kita membahas lebih lanjut mengenai biaya produksi dan bagaimana cara
pengambilan keputusan dalam menerima atau menolak suatu pesanan khusus
maka perlu dibahas mengenai pengertian biaya produksi. Berikut adalah
definisi yang dikutip dari berbagai sumber :
a) Biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang
dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan
bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-
barang yang diproduksi perusahaan tersebut (Sukirno, 2005).
b) Menurut Sutrisno (2001: 3) biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan
untuk mengolah bahan baku menjadi produk selesai. Biaya ini dikeluarkan
oleh departemen produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
c) Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang digunakan dalam proses
6
produksi untuk menghasilkan barang atau jasa (Soeharno, 2009).
d) Menurut Mulyadi (2004: 14) biaya produksi merupakan biaya-biaya yang
terjadi untu mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk
dijual.
Dari beberapa definisi di atas kita dapat menyimpulkan bahwa biaya produksi
adalah suatu pengorbanan atau penyerahan sumber-sumber daya atau ekonomi
yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi
untuk tujuan tertentu di masa mandatang.
1.1.3.Konsep biaya produksi
Pada dasarnya pengertian biaya dalam ilmu ekonomi adalah biaya
kesempatan (Rahardja, dkk, 2008). Konsep ini tetap dipakai dalam analisis biaya
produksi. Berkaitan dengan konsep tersebut, kita mengenal mengenai biaya
eksplisit (explicit cost) dan biaya implisit (implisit cost), biaya eksplisit adalah
biaya yang secara eksplisit terlihat, terutama pada laporan keuangan. Biaya
listrik, telepon, dan air, demikian juga upah buruh atau gaji karyawan merupakan
contoh dari biaya ekslisit. Sedangkan biaya implisit adalah biaya kesempatan
(opportunity).
2.2 Klasifikasi Biaya Produksi
Klasifikasi biaya produksi adalah proses pengelompokan secara
sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam
golongan –golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat
memberi informasi yang lebih penting
Biaya dapat digolongkan menurut:
a. Pembagian Biaya Berdasarkan Pengaruhnya pada Skala Produksi
b. Pembagian Biaya Berdasarkan Lama Penggunaannya
c. Pembagian Biaya berdasarkan Fungsi atau Aktifitas Sumber Biaya
Uraian dari masing-masing penggolongan biaya di atas adalah sebagai berikut:
1) Pembagian biaya berdasarkan pengaruhnya pada skala produksi
a. Biaya tetap (fixed cost = FC)
7
Biaya yang nilainya secara relatif tidak dipengaruhi oleh be-
sarnya jumlah produksi (output). Biaya ini harus tetap dikeluarkan
walaupun tidak ada pelayanan. Contoh FC adalah nilai dari gedung
yang digunakan, nilai dari peralatan (besar) kedokteran, ataupun ni-
lai tanah. Nilai gedung dimasukan dalam FC sebab biaya gedung
yang digunakan tidak berubah baik ketika pelayanannya meningkat
maupun menurun, demikian pula dengan alat kedokteran. Biaya ste-
toskop relatif tetap, baik untuk memeriksa dua pasien maupun sepu-
luh pasien. Artinya biaya untuk memeriksa dengan suatu alat pada
dua pasien sama dengan biaya untuk memeriksa sepuluh pasien.
Dengan demikian biaya alat adalah tetap dan tidak berubah
meskipun jumlah pasien yang dilayani berubah.
b. Biaya variabel (variabel cost = VC)
Biaya yang nilainya dipengaruhi oleh banyaknya output. Con-
toh yang termasuk dalam VC adalah biaya obat, biaya makan, biaya
alat tulis kantor, biaya pemeliharaan. Biaya obat dan makanan di-
masukan dalam VC karena jumlah biaya tersebut secara langsung
dipengaruhi oleh banyaknya pelayanan yang diberikan. Biaya obat
dan makanan untuk melayani dua pasien akan berbeda dengan biaya
obat dan makanan untuk melayani sepuluh pasien, dengan demikian
besarnya biaya obat atau makanan akan selalu berpengaruh secara
langsung oleh banyaknya pasien yang dilayani.
Pada umumnya besar volume produksi sudah direncanakan
secara rutin oleh sebab itu, VC sering juga disebut dengan biaya
rutin. Dalam praktek sering kali dialami kesulitan untuk
membedakan secara tegas apakah suatu biaya termasuk FC atau
VC. Contoh dalam menentukan gaji pegawai misalnya gaji pegawai
dimasukan dalam FC atau VC. Gaji pegawai terkadang tidak
dipengaruhi oleh besarnya output terutama pada fasilitas
pemerintah.
8
Dalam praktek misalnya, penambahan (kenaikan gaji) atau
pengurangan gaji pegawai terutama pada fasilitas pemerintah, tidak
semudah seperti penurunan dan penambahan output pelayanan.
Berdasarkan teori, biaya pegawai sebenarnya dipengaruhi oleh
besarnya output. Sebuah poliklinik misalnya jika pasien rawat jalan
naik pada jumlah tertentu perlu ditambah tenaga sehingga besar
biaya pegawai akan berubah seiring dengan bertambahnya jumlah
pasien. Oleh sebab itu ada yang mengelompokan gaji pegawai
sebagai semi variable cost (SVC).
c. Total cost
Jumlah dari fixed cost ditambah variabel cost.
2) Pembagian biaya berdasarkan lama penggunaannya
a. Biaya investasi
Biaya yang masa kegunaannya dapat berlangsung untuk waktu
yang relatif lama. Biasanya waktu untuk biaya investasi ditetapkan
lebih dari satu tahun. Batas satu tahun ditetapkan atas dasar kebi-
asaan merencanakan dan merealisasi anggaran untuk jangka waktu
satu tahun. Biaya investasi ini biasanya berhubungan dengan pem-
bangunan atau pengembangan infrastruktur fisik dan kapasitas pro-
duksi (alat produksi). Contoh yang termasuk dalam biaya investasi
antara lain biaya pembangunan gedung, biaya pembelian mobil, bi-
aya pembelian peralatan besar dan sebagainya.
Beberapa instansi, penetapan apakah suatu biaya termasuk bi-
aya investasi atau tidak dilakukan dengan melihat harga (nilai) su-
atu barang. Pada umumnya besar biaya investasi sudah ditetapkan
sebelumnya. Misalnya, jika batas yang ditentukan adalah Rp.
100.000,- maka barang yang nilainya kurang dari Rp. 100.000,-
tidak termasuk dalam biaya investasi, meskipum penggunaannya
dapat lebih dari satu (biaya tersebut dimasukan dalam biaya opera-
sional).
9
Biaya investasi dihitung dari nilai barang investasi yang dise-
tahunkan (AIC atau biaya depresiasi atau biaya penyusutan). Nilai
barang investasi dalam analisis biaya harus memperhitungkan (1)
harga satuan (nilai awal barang) masing-masing jenis barang inves-
tasi, (2) lama pemakaian barang tersebut, (3) laju inflasi (tingkat
bunga bank) dan (4) umur ekonomis barang tersebut.
Biaya penyusutan (depreciation cost), adalah biaya yang timbul
akibat terjadinya pengurangan nilai barang investasi (asset) sebagai
akibat penggunaannya dalam proses produksi. Setiap barang inves-
tasi yang dipakai dalam proses produksi akan mengalami penyusu-
tan nilai, baik karena makin usang atau karena mengalami
kerusakan fisik. Nilai penyusutan barang investasi, seperti gedung,
kendaraan, dan peralatan, disebut sebagai biaya penyusutan.
Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menghi-
tung penyusutan adalah metode penyusutan garis lurus (straight line
method) dimana jumlah historis yang sama dikurangi setiap tahun.
Pada umumnya analisis biaya dilakukan untuk satu kurun waktu ter-
tentu, misalnya satu tahun anggaran, maka untuk itu perlu dicari ni-
lai biaya investasi setahun, sehingga biaya investasi itu dapat diga-
bung dengan biaya operasional.
Nilai biaya investasi satu tahun ini disebut nilai tahunan biaya
investasi (Annualized Investment Cost = AIC). Besarnya nilai tahu-
nan dari biaya investasi tersebut dipengaruhi oleh nilai uang (in-
flasi) serta waktu pakai dan masa hidup suatu barang investasi.
b. Biaya operasional (operasional cost)
Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan dalam su-
atu proses produksi dan memiliki sifat habis pakai dalam kurun
waktu yang relatif singkat (kurang dari satu tahun). Contoh yang
termasuk dalam biaya operasional antara lain biaya obat, biaya
makan, gaji pegawai, air dan listrik.
10
Konsep yang sering dipakai secara bersamaan dengan biaya op-
erasional yaitu biaya pemeliharaan (mantainance cost). Biaya
pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperta-
hankan nilai suatu barang investasi agar dapat terus berfungsi, mis-
alnya biaya pemeliharaan gedung dan pemeliharaan kendaraan. An-
tara biaya operasional dan biaya pemeliharaan dalam praktek sering
disatukan menjadi biaya operasional dan pemeliharaan (operational
and mantainance cost).
Biaya operasional dan pemeliharaan, dengan sifatnya yang
habis pakai pada umumnya dikeluarkan secara berulang karena itu
biaya pemeliharaan sering disebut sebagai biaya berulang (recurrent
cost). Contoh biaya operasional seperti biaya pegawai (gaji), biaya
obat dan bahan medis, biaya listrik dan air, biaya bahan kantor
(ATK), biaya telepon, biaya pemeliharaan barang investasi. Untuk
biaya listrik dan air, biaya bahan kantor (ATK), biaya telepon, biaya
pemeliharaan barang investasi dikenal dengan sebutan overhead
atau biaya umum. Contoh biaya pemeliharaan seperti biaya yang
dikeluarkan untuk mempertahankan nilai suatu barang agar terus
berfungsi, misalnya biaya pemeliharaan gedung, biaya pemeli-
haraan alat medis dan pemeliharaan kendaraan.
c. Biaya total (total cost = TC)
Jumlah dari biaya investasi ditambah biaya operasional.
3) Pembagian Biaya berdasarkan Fungsi atau Aktifitas Sumber Biaya.
a. Biaya langsung (direct cost)
Biaya yang dibedakan pada sumber biaya yang mempunyai fungsi
(aktifitas) langsung terhadap output. Contoh : gaji perawat, biaya
obat-obatan, biaya peralatan medis.
b. Biaya tidak langsung (indirect cost)
Biaya yang dibebankan pada sumber biaya yang mempunyai fungsi
penunjang (aktivitas tak langsung) terhadap output. Contohnya
11
adalah gaji bagian administrasi, gaji direktur, biaya ATK, TU, biaya
peralatan non medis.
c. Total cost
Penjumlahan dari direct cost ditambah indirect cost.
Disamping itu juga terdapat pengklasifikasian biaya produksi
yang lain yaitu :
1. Unit cost
Biaya yang dihitung untuk menghasilkan satu satuan produk
(misalnya satu jenis pelayanan). Secara sederhana unit cost dapat
diartikan sebagi biaya per unit produk atau biaya per pelayanan.
Unit cost didefinisikan sebagai hasil pembagian antara total
cost yang dibutuhkan dengan jumlah unit produk yang di-
hasilkan.
Dalam menghitung unit cost harus ditetapkan terlebih dahulu
besaran produk (cakupan pelayanan). Unit cost sering kali
disamakan dengan biaya rata-rata (average cost). Tinggi rendahnya
unit cost suatu produk tidak saja dipengaruhi oleh besarnya TC
tetapi juga dipengaruhi oleh besarnya pelayanan. Makin tinggi utili-
tas dengan demikian makin besar jumlah outputakan semakin kecil
unit cost pelayanan.
2. Incremental cost
Biaya yang timbul akibat adanya pertambahan atau penguran-
gan output, biasanya merupakan hasil dari kegiatan produksi atau
operasi. Incremental cost juga merupakan biaya yang terjadi sebagai
akibat dari suatu keputusan. Incremental cost diukur dari berubah-
nya IC karena suatu keputusan, oleh sebab itu sifatnya bisa variabel,
bisa juga fixed. Contohnya adalah penambahan biaya total produksi
karena keputusan manajemen untuk penambahan tenaga kerja dan
bahan baku.
12
3. Marginal cost
Kenaikan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan sebagai ak-
ibat kenaikan satu output, perbedaanya dengan incremental cost
adalah terletak pada aspek yang memberi perubahan pada total cost,
jika pada incremental cost perubahan total cost dipengaruhi oleh pe-
rubahan keputusan, pada marginal cost perubahan total cost dipen-
garuhi oleh penambahan satu unit produk atau selanjutnya. Con-
tohnya adalah perusahaan harus menambah anggaran biaya pro-
duksi dikarenakan adanya penambahan permintaan dari orderer
yang sebelumnya memesan.
4. Recurring cost (biaya terulang)
Biaya yang besarnya sama yang harus dibayarkan lagi dengan
adanya tambahan suatu aktivitas yang menghasilkan produk (out-
put) yang sama. Setiap penambahan 1 unit output, biaya yang di-
tanggung berulang atau bertambah sebesar biaya per unitnya. Con-
tohnya adalah mesin photocopy digunakan atau tidak, perusahaan
akan membayar uang sewa mesin photocopy sebesar Rp. 1 juta per
bulannya.
5. Unrecurring cost (biaya tak berulang)
Biaya yang hanya muncul satu kali, artinya tidak ada sesuatu
yang ditambahkan setelah biaya ini dikeluarkan. Contohnya adalah
biaya yang dikeluarkan untuk membeli tanah.
6. Sunk cost
Biaya yang telah dikeluarkan atau diterima sebelum
terjadinya suatu keputusan. Contoh dari sunk cost ialah biaya yang
dikeluarkan untuk rapat dan penelitian.
2.3 Perhitungan Biaya Produksi (Total Cost)
Sebagai produsen, perusahaan harus mengetahui cara menghitung biaya
produksi untuk mengetahui laba atau rugi suatu perusahaan (usaha yang
dilakukan), roda produksi perusahaan setiap harinya memproduksi barang dan
13
jasa yang dinikmati konsumen. Biaya peluang (opportunity cost) adalah
pengorbanan yang dilakukan sesorang karena mengambil sebuah pilihan.
Pada dasarnya, analisis mengenai biaya produksi perusahaan perlu
dibedakan menjadi 2 (dua) jangka waktu yaitu :
a. Jangka Pendek, yaitu jangka waktu perusahaan dapat menambah salah satu
faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, dengan kata lain,
dalam analisis dimisalkan bahwa sebagian dari berbagai faktor produksi
yang digunakan dianggap tetap jumlahnya.
b. Jangka Panjang, yaitu jangka waktu dimana semua faktor produksi dapat
mengalami perubahan, yaitu jumlahnya dapat ditambah apabila perubahan
itu memang diperlukan. Dalam jangka panjang perusahaan dapat menam-
bah semua faktor produksi atau input yang akan digunakannya. Oleh
karena itu, biaya produksi tidak perlu lagi dibedakan antara biaya tetap dan
biaya berubah. Selain itu, dalam jangka panjang tidak ada biaya tetap, se-
mua jenis biaya yang dikeluarkan merupakan biaya berubah yang berarti
bahwa perusahaan bukan saja menambah tenaga kerja tetapi juga menam-
bah jumlah mesin dan peralatan produksi lainnya.
Dalam menghitung besarnya total cost maka ada 3 (tiga) komponen yang
perlu diperhatikan dimana total cost dapat dihitung seberapa besar total biaya
yang merupakan biaya asli masing-masing pusat biaya dengan menggunakan
rumus :
a. Biaya Tetap (Fixed Cost/FC)
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah dalam jangka
pendek ketika kuantitas output berubah, yang termasuk biaya ini adalah
pembelian mesin, mendirikan bangunan, pebrik, sewa ruangan took, dan
penyusutan mesin.
BIAYA TOTAL (TC) = BIAYA TETAP (FC) + BIAYA VARIABEL (VC)
14
b. Biaya Variabel (Variable Cost/VC)
Biaya yang jumlahnya berubah ketika jumlah barang yang diproduksi
berubah, yang tergolong biaya variabel adalah biaya pembelian bahan
mentah atau bahan dasar yang digunakan untuk produksi. Semakin tinggi
produksi, semakin banyak bahan mentah yang dibutuhkan.
c. Biaya Total (Total Cost/TC)
Biaya yang dibayar perusahaan untuk membeli berbagai input (barang atau
jasa) untuk keperluan produksi. Biaya produksi total atau biaya total
didapat dari menjulahkan biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel
(variable cost).
Cara penentuan biaya pembuatan produk :
1. Biaya historis adalah penentuan biaya produk dengan mengumpulkan se-
mua biaya yang telah terjadi dan diperhitungkan setelah operasi pembuatan
produk selesai.
2. Biaya sebelum pembuatan adalah suatu cara penentuan biaya pembuatan
produk sebelum produk tersebut dibuat. Biaya ini terbagi menjadi dua,
yaitu :
a. Biaya anggaran yaitu suatu biaya yang berdasarkan kegiatan masa lalu
dan perkiraan kegiatan pada masa yang direncanakan.
b. Biaya standar yaitu suatu biaya yang berdasarkan standar-standar pelak-
sanaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.4 Biaya Satuan (Unit Cost), Unit cost actual dan Unit cost normatif
Unit cost adalah hasil dari total biaya dibagi jumlah unit pelayanan.
Sebagai contoh adalah sulit membandingkan biaya AC dari dua rumah sakit
yang berbeda kalau luas lantainya sangat berbeda. Cara terbaik adalah membagi
total biaya AC dengan luas lantai sehingga didapat biaya AC per kaki persegi
(cost of air conditioning per square foot). Konsep ini berlaku untuk semua
pengukuran efisiensi. Masalah lain yang harus lebih dahulu diatasi adalah jenis
satuan pengukuran. Adalah sulit membandingkan biaya x-ray per pasien (cost
15
of X-ray service per patient) dengan biaya x-ray per-tindakan (cost of x-ray
service per iteration) (Pena &Ndiaye, 2002).
Biaya satuan adalah biaya yang diperlukan atau dikeluarkan untuk
menghasilkan satu satuan produk (barang atau jasa). Dalam analisis biaya
rumah sakit untuk perhitungan biaya satuan perlu diketahui secara rinci jenis-
jenis produk/jenis pelayanan yang dihasilkan oleh unit-unit produksi. Dalam hal
ini ada unit-unit produksi yang produknya bersifat homogeny misalnya; unit
rawat jalan, unit rawat inap. Ada pula yang unit produksinya bersifat heterogen
misalnya; unit kamar operasi, unit laboratorium, unit radiologi, dan lain-lain.
Dengan diketahuinya biaya satuan menggambarkan besarnya biaya pelayanan
yang dikeluarkan secara nyata untuk menghasilkan suatu produk pelayanan
yang diberikan kepada pasien serta dapat digunakan dalam menetapkan tarif.
Biaya satuan diperoleh dengan cara membagi biaya total (Total Cost=TC)
dengan jumlah output atau total produksi (Quantity=Q) atau TC/Q. Dari
pengertian ini biaya satuan dipengaruhi oleh besarnya biaya total yang
mencerminkan tinggi rendahnya fungsi produksi di unit pelayanan tersebut
serta tingkat utilisasi-nya. Makin tinggi tingkat utilisasi maka makin besar juga
jumlah Q dan makin kecil jumlah biaya satuan suatu pelayanan. Sebaliknya
makin rendah tingkat utilisasi-nya maka makin kecil jumlah Q dan akan
semakin besar jumlah biaya satuan suatu pelayanannya.
Perhitungan biaya satuan pada unit produksi yang bersifat heterogen,
maka masing-masing jenis pelayanan pada unit tersebut perlu diberikan nilai
bobot tertentu yang disebut sebagai relative value unit (RVU). Perhitungan nilai
RVU yaitu total biaya pada unit bersangkutan dialokasikan kemasing-masing
jenis pelayanan proporsional terhadap RVU dan jumlah pelayanan
bersangkuatan. Setelah diperoleh hasilnya maka biaya satuan untuk jenis
pelayanan tersebut dapat dihitung. (Gani, 1997)
a. Biaya Satuan Actual
Biaya satuan diperoleh dari suatu hasil perhitungan berdasarkan atas pengeluaran
16
nyata untuk menghasilkan produk pada suatu kurun tertentu, disebut biaya satuan
actual dengan rumus : TC/Q
b. Biaya Satuan Normative
Biaya satuan yang secara normative dihitung untuk menghasilkan suatu jenis
pelayanan kesehatan menurut standar baku disebut biaya satuan normative.
Besarnya biaya satuan normative ini terlepas dari apakah pelayanan tersebut
dipergunakan pasien atau tidak. Dalam menghitung menghitung biaya satuan
normative, smeua biaya di unit produksi tertentu diklasifikasikan kembali
menjadi biaya tetap dan biaya variable. Biaya normative dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
UC : Unit Cost
TFC : Total Fix Cost (biaya tetap total)
TVC : Total Variabel Cost (biaya variabel total)
Unit produksi yang biaya satuannya dihitung dengan menggnakan biaya satuan
normative juga disebut dengan unit produk homogen, misalnya unit rawat jalan
dan unit rawat inap.
2.5 Pengertian Tarif
Pengertian tarif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:1011)
mendefinisikan tarif sebagai (daftar) harga (sewa, ongkos, dsb). Jadi tarif dapat
berarti harga yang sudah ditentukan oleh perusahaan dengan berbagai
pembebanan biaya didalamnya, yang disajikan dalam daftar yang ditujukan
untuk pelanggan atau konsumen.
Peranan tarif dalam pelayanan kesehatan memang amat penting. Untuk
dapat menjamin kesinambungan pelayanan, setiap sarana kesehatan harus
dapat menetapkan besarnya tarif yang dapat menjamin total pendapatan yang
UC = (TFC/kapasitas + TVC/output)
17
lebih besar daripada total pengeluaran. Penyelenggaraan upaya kesehatan
termasuk pembiayaan menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, adanya tarif
biaya pelayanan dibenarkan, asalkan setiap institusi pelayanan kesehatan tetap
menjalankan fungsi sosial bagi masyarakat yang tidak mampu. Di Indonesia,
untuk meningkatkan kesehatan rakyatnya yang sebagian besar tidak mampu,
Pemerintah menenentukan tarif yang rendah dan bahkan gratis untuk beberapa
pelayanan kesehatan. Rumah Sakit sebagai salah satu lembaga pelayanan
kesehatan agar tetap eksis dalam memberikan pelayanan baik bagi golongan
yang mampu dan kurang mampu, agar dapat mengambil langkah yang bijak
seperti dengan adanya subsidi silang dari satu pelayanan kesehatan ke
pelayanan yang lain sehingga misi sosial Rumah Sakit dapat tetap berjalan.
Dalam keanekaragaman pemilihan institusi pelayanan kesehatan yang
ada di negara berkembang termasuk Indonesia, tarif yang ada seringkali
besarnya jauh di bawah unit cost yang sesungguhnya atau tidak sesuai dengan
kemampuan membayar masyarakat sehingga di satu sisi masyarakat tidak
mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
Untuk dapat menetapkan tarif pelayanan yang dapat menjamin total
pendapatan yang lebih rendah dari total pengeluaran, banyak faktor yang perlu
diperhitungkan, secara umum dapat dibedakan atas 6 (enam) macam, yaitu :
1. Biaya investasi (investment cost)
Biaya investasi yang terpenting adalah biaya pembangunan gedung,
pembelian peralatan medis dan non medis, serta biaya pendidikan dan
pelatihan tenaga pelaksana. Tergantung dari besarnya biaya investasi, break
even point, jangka waktu pengembalian modal (return of investment) serta
perhitungan masa kadaluarsa (depreciation period) maka tarif pelayanan
masing-masing sarana kesehatan dapat berbeda.
2. Biaya kegiatan rutin (operational cost)
18
Untuk sebuah laboratorium, biaya kegiatan rutin yang dimaksud mencakup
semua biaya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan. Jika
ditinjau dari kepentingan pemakai jasa pelayanan, maka biaya kegiatan rutin
ini dapat dibedakan atas dua, yaitu:
a. Biaya untuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan (direct cost). Mencakup tindakan yang dilakukan
dan peralatan yang digunakan. Semakin sulit tindakan dan semakin
canggih peralatan, maka tarif pelayanan kesehatan tersebut umumnya
lebih tinggi.
b. Biaya untuk kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan kebu-
tuhan pelayanan kesehatan (indirect cost). Ke dalam biaya ini terma-
suk gaji karyawan, pemeliharaan bangunan dan peralatan, pemasan-
gan rekening listrik, air dan sebagainya.
3. Biaya rencana pengembangan
Biaya ini mencakup rencana perluasan bangunan, penambahan peralatan,
penambahan jumlah dan peningkatan pengetahuan serta keterampilan atau
rencana penambahan jenis pelayanan.
4. Besarnya target keuntungan
Hal ini tergantung dari filosofi yang dianut pemilik laboratorium, besarnya
target keuntungan yang diharapkan tersebut sangat bervariasi.
5. Tingkat kemampuan masyarakat
Diukur dengan cara melihat ATP (Ability to Pay) serta WTP (Willingness to
Pay) masyarakat. Bila masyarakat mempunyai kemampuan membayar rendah
dan tingkat utilisasi selama ini rendah, maka sulit bagi sarana kesehatan untuk
menaikkan tarif, apalagi lokasi tidak mendukung (misalnya di daerah terpen-
cil). Setiap penyesuaian tarif, juga harus memperhitungkan seberapa besar
kelompok masyarakat yang kemungkinan tidak akan mampu membeli
pelayanan kesehatan yang menjadi haknya. Tapi bagaimanapun juga, upaya
mobilisasi dana tidak boleh mengganggu aksesibilitas pelayanan kesehatan.
Sebaliknya bila masyarakat masih memiliki consumer surplus maka diharap-
19
kan kenaikan tarif dengan mempertimbangkan berapa kemampuan dan ke-
mauan membayar masyarakat.
6. Pesaing
Meskipun telah menghitung biaya satuan dan tingkat kemampuan masyarakat,
sarana kesehtaan perlu juga membandingkan tarif pelayanan pesaing yang se-
tara.
2.6 Pengertian Break Event Point
1.1.1. Pengertian Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan
dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan
tidak menderita kerugian. Break Event Point (BEP) menurut para ahli :
a. Definisi analisa break even menurut Schmidgall, Hayes, dan Ninemeier
(2002) adalah “Break even analysis is a management tool that can help
restaurant managers examine the relationship between various costs,
revenues and sales volume. It allows to determine revenue required at any
desired profit level that called Cost-Volume-Profit (CVP) analysis” (p.
169)”. Dengan kata lain memiliki arti : analisa titik impas adalah suatu alat
manajemen yang dapat membantu manajer restoran untuk melihat
hubungan antara bermacam-macam biaya, pendapatan dan volume
penjualan. Melalui analisa titik impas, manajer juga dapat menentukan
jumlah pendapatan yang diperlukan pada suatu tingkat pencapaian laba
yang diinginkan yang juga biasa disebut Analisis Biaya-Volume-Laba
b. Menurut Syahrul dan Muhammad Afdi Nizar (2000; 114) disebutkan
bahwa: “Break Event Point (titik impas) adala titik yang menunjukkan
tingkat dimana penjualan sama dengan biaya, sehingga pendapatan
sebelum bunga dan pajak sama dengan nol.”
c. Menurut Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Juliaty (2002; 140) disebutkan
bahwa: “Titik impas (Break Event Point) adalah titik dmn total biaya sama
20
dengan total penghasilan.”
Dari berbagai pengertian Break Event Point diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa Break Event Point atau titik impas adalah suatu titik yang menunjukkan
total penghasilan sama dengan total biaya, sehingga pendapatan sebelum bunga
dan pajak dalam satu periode adalah nol.
1.1.2.Analisis Break Event Point (BEP)
a. Menurut Mulyadi (1993, 230) Analisa break even adalah suatu cara untuk
mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita
rugi, tetapi juga belum memperoleh laba yang dengan kata lain labanya
sama dengan nol.
b. Menurut Matz, Usry, dan Hammer (1991, p. 202), Analisa break even
merupakan suatu analisa yang digunakan untuk menentukan tingkat
penjualan dan bauran produk yang diperlukan agar semua biaya yang
terjadi dalam periode tersebut dapat tertutupi, yang mana analisa tersebut
dapat menunjukkan suatu titik dimana perusahaan tidak memperoleh laba
ataupun menderita rugi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Analisis Break Event Point (BEP)
Analisis yang dilakukan ialah analisis break even point, yaitu suatu analisis atau
cara atau teknik yang digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui pada
tingkat atau jumlah produksi dan penjualan berapakah perusahaan tidak akan
mengalami kerugian ataupun memperoleh keuntungan.
1.1.3.Asumsi dan Keterbatasan dalam Break Event Point
Menurut Mulyadi (2002; 260-261) asumsi yang mendasari analisis impas
adalah:
a. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.
Biaya tetap akan selalu konstan dalam kisar volume yang dipakai dalam
perhitungan impas, sedangkan biuaya variable berubah sebanding dengan
perubahan volume penjualan.
b. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat
kegiatan. Jika dalam usaha menaikkan volume penjualan dilakukan penu-
21
runan harga jual atau memberikan potongan harga, maka hal ini akan
mempengaruhi hubungan biaya, volume, dan laba.
c. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relative konstan. Penambahan
fasilitas produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan
mempengaruhi hubungan biaya, volume, dan laba.
d. Harga factor-faktor produksi dianggap tidak berubah. Jika harga bahan
baku dan tariff upah menyimpang terlalu jauh disbanding dengan data yang
dipakai sebagai dasar perhitungan impas, maka hal ini akan mempengaruhi
biaya, volume, dan laba.
e. Efisiensi produksi dianggap tidk berubah. Apabila terjadi penghematan bi-
aya karena adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih ren-
dah atau perubahan metode produksi, maka hal ini akan mempengaruhi bi-
aya, volume, dan laba.
f. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
g. Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah.
Sedangkan menurut Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Juliaty (2002; 141)
asumsi-asumsi yang mendasari dan keterbatasa yang dimiliki analisis break
even point adalah:
a. Biaya-biaya yang berkaitan dengan tingkat penjualan saat ini, cukup akurat
dapat dipisahkan dalam elemen biaya variable dan biaya tetap.
b. Analisis ini berasumsi bahwa biaya tetap akan senatiasa tetap selama peri-
ode yang dipengaruhi oleh keputusan yang telah diambil.
c. Biaya variable berubah secara langsung (proporsional) dengan penjualan
selama periode yang dipengaruhi oleh keputusan yang telah diambil.
d. Analisis tersebut dibatasi pada situasi dimana kondisi ekonomi dan kondisi
lainnya diasumsikan relative stabil.
e. Merupakan pedoman pengambilan keputusan.
1.1.4.Perhitungan BEP (Break Event Point)
Perhitungan BEP dapat dilakuan dengan rumus :
22
QBEP(u) = TFC / (P-AVC)
Keterangan :
QBEP(u) : Tingkat output dimana keadaan titik impas terjadi
TFC : Biaya tetap total
P : Tarif per unit
AVC : Biaya variabel per unit
QBEP(sales) = TFC / [1-(AVC/P)]
Keterangan :
QBEP(sales) : Tingkat penjualan dimana keadaan titik impas terjadi
TFC : Biaya tetap total
P : Tarif per unit
AVC : Biaya variabel per unit
1.1.5.Jenis Break Even Point (BEP)
a) Break Even Chart
Suatu peta yang menggambarkan grafik yang terdiri atas kurva jumlah
seluruh biaya (tetap dan variabel) dan kurva pendapatan pada tiap tingkatan
produksi, perpotongan kedua kurva adalah “titik kembali pokok” (titik
yang berpotongan dari 2 garis lurus yang sama besar wilayahnya).
b) Break Even Equation
Suatu persamaan yang dinyatakan dengan rumus :
Penjualan pada titik kembali pokok = FC
1- Pct VC
Keterangan :
FC = biaya tetap
Pct VC = Persentase biaya variabel terhadap penjualan
c) Break Even Function
Fungsi kembali pokok yang dirumuskan sebagai berikut :
FC . S = ( 1 – VC )
Keterangan :
23
S = Jumlah penjualan
FC = Biaya tetap
VC = Rasio biaya variabel terhadap jumlah penjualan yang diharapkan.
2.7 Cost Recovery Rate
Cost Recovery Rate adalah nilai dalam persen yang menunjukkan besarnya
kemampuan pelayanan kesehatan menutup biayanya (cost) dibandingkan
dengan penghasilan yang didapatkan (revenue). Proses ini menghasilkan
seberapa besar subsidi yang dikeluarkan kepada pasien. Berikut ini cara
perhitungan untuk mengetahui CRR:
Cost Recovery Rate =
CRR per unit =
CRR per pasien =
Tujuan dari perhitungan CRR dapat digunakan sebagai indikator kinerja
keuangan sebuah perlayanan kesehatan dalam mengidentifikasi keadaan untung
atau ruginya pelayanan kesehatan. Dalam pelaksanaannya, CRR berfokus pada
kemampuan pelayanan kesehatan menutup biaya operasionalnya, jika dalam
perhitungan CRR didapat hasil melebihi seratus persen, maka hasil tersebut
memiliki arti bahwa pelayanan kesehatan tersebut telah mampu menutup biaya
operasionalnya dengan penghasilan yang didapat dari pasien atau konsumen,
selain itu nilai surplus tersebut menyatakan keuntungan yang didapat oleh
pelayanan kesehatan tersebut, jika terjadi defisit atau tidak sampai seratus
persen, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pelayanan kesehatan tersebut
merugi.
2.8 Perhitungan biaya penyusutan (Depreciation)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya mengenai biaya investasi dan
24
biaya penyusutan, dimana biaya penyusutan (depreciation cost), adalah biaya
yang timbul akibat terjadinya pengurangan nilai barang investasi (asset) sebagai
akibat penggunaannya dalam proses produksi. Setiap barang investasi yang
dipakai dalam proses produksi akan mengalami penyusutan nilai, baik karena
makin usang atau karena mengalami kerusakan fisik. Untuk menghitung biaya
tersebut di atas harus diketahui terlebih dahulu umur ekonomis dari peralatan
tersebut.
Turunnya nilai modal dilakukan dengan pengurangan nilai penyusutan
yang sama besar sepanjang umur ekonomis dari peralatan. Contohnya adalah
sebagai berikut.
“Sebuah CT Scan dengan harga pokok Rp. 50.000.000,- menyusut
(depresiasi), umur ekonomis dari peralatan 5 tahun.” Hitunglah biaya
penyusutan
Perhitungan :
Biaya penyusutan = Harga barang / umur ekonomis barang
= Rp. 50.000.000,- / 5 tahun
= Rp. 10.000.000,-
Jadi, biaya penyusutan untuk sebuah CT scan setiap tahunnya adalah
10.000.000,-
25
BAB 3
STUDI KASUS
3.1 Contoh Perhitungan Biaya Produksi
3.1.1 Klasifikasi Biaya
No Unsur Biaya Biaya
Klasifikasi biayaKlasifikasi Biaya
Skala Produksi Lama Penggunaan
Fixed CostVariabel
Cost Direct CostIndirect
CostInvestment
CostOperational
Cost
1 Gedung 380.000.000/20 19.000.000 19.000.000 19.000.000
2 Alat medis 15.000.000/5 3.000.000 3.000.000 3.000.000
3Alat non medis 75.000.000/5 15.000.000 15.000.000 15.000.000
4Gaji direksi dan staf 100.000.000 100.000.000 100.000.000 100.000.000
5Gaji petugas rawat inap 180.000.000 180.000.000 180.000.000 180.000.000
6Biaya makan pegawai 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000
7 Laundry 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000
8Bahan medis habis pakai 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000
9 Listrik 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000
10. Air 20.000.000 20.000.000 20.000.000 20.000.000
11.Biaya bahan linen 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000
12. ATK 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
13.
Insentif jasa medis dan perawatan 125.000.000 125.000.000 125.000.000 125.000.000
14.
Insentif direksi dan staf 38.000.000 38.000.000 38.000.000 38.000.000
15.Pemeliharaan gedung 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000
16.Pemeliharaan Alat Medis 2.100.000 2.100.000 2.100.000 2.100.000
17.
Pemeliharaan Alat Non Medis 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
TOTAL 317.000.000 286.100.000 455.000.000 148.100.000 37.000.000 566.100.000
TOTAL COST
603.100.000 603.100.000 603.100.000
26
3.1.2 Perhitungan Biaya Penyusutan
a. Perhitungan Biaya Penyusutan Gedung
Biaya penyusutan tahunan gedung yang dikeluarkan oleh RS X dapat
menggunakan metode garis lurus yaitu (cost – nilai residu)/umur. Masa pakai
gedung yaitu selama 20 tahun. Nilai residu untuk gedung RS X dianggap 0 maka,
biaya penyusutan tahunan gedung X yaitu (Rp380.000.0000 – 0) : 20 tahun =
Rp19.000.000,00
b. Perhitungan Biaya Penyusutan Peralatan Medis
Biaya penyusutan tahunan peralatan medis yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit X
untuk pelayanan rawat inap dapat menggunakan metode garis lurus yaitu (cost –
nilai residu)/umur. Masa pakai peralatan medis yaitu selama 5 tahun. Nilai residu
untuk peralatan medis RS X dianggap 0 maka, biaya penyusutan tahunan peralatan
medis RS X yaitu (Rp15.000.0000 – 0) : 5 tahun = Rp3.000.000,00.
c. Perhitungan Biaya Penyusutan Peralatan Non Medis
Biaya penyusutan tahunan peralatan non medis yang dikeluarkan oleh Rumah
Sakit X untuk pelayanan rawat inap dapat menggunakan metode garis lurus yaitu
(cost – nilai residu)/umur. Masa pakai peralatan non medis yaitu selama 5 tahun.
Nilai residu untuk peralatan medis RS X dianggap 0 maka, biaya penyusutan
tahunan peralatan medis RS X yaitu (Rp75.000.0000 – 0) : 5 tahun =
Rp15.000.000,00
3.1.3 Perhitungan Biaya Satuan Rata-rata (Average Cost)
Berikut ini contoh perhitungan biaya satuan di pelayanan rawat inap RS.X.
Sebelum melakukan perhitungan pada masing-masing kegiatan diperlukan data hasil
aktivitas di RS.X dan pelayanan rawat inap dengan hasil identifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.2 Aktivitas Ruang Rawat Inap RS.X Tahun 2013
27
No. Jenis aktivitas Jumlah1. Jumlah pasien rawat inap 1.9892. Jumlah kamar rawat inap 303. Jumlah hari rawat inap 4.765
No. Unsur Biaya Biaya (Rp) Hari rawat UC (Rp)
1. Depresiasi Gedung 19.000.000 4.765 3.987,408
2. Depresiasi Alat medis 3.000.000 4.765 629,59
3. Depresiasi Alat non medis 15.000.000 4.765 3.147,95
4. Gaji direksi dan staf 100.000.000 4.765 20.986,36
5. Gaji petugas rawat inap 180.000.000 4.765 37.775,45
6. Biaya makan pegawai 6.000.000 4.765 1.259,18
7. Laundry 12.000.000 4.765 2.518,36
8 Bahan medis habis pakai 10.000.000 4.765 2.098,63
9. Listrik 60.000.000 4.765 12.591,82
10. Air 20.000.000 4.765 4.197,27
11. Biaya bahan linen 5.000.000 4.765 1.049,318
12. ATK 1.000.000 4.765 209,86
13. Insentif jasa medis dan perawatan
125.000.000 4.765 26.232,95
14. Insentif direksi dan staf 38.000.000 4.765 7.974,81
15. Pemeliharaan gedung 5.000.000 4.765 1.049,32
16. Pemeliharaan Alat Medis 2.100.000 4.765 440,71
17. Pemeliharaan Alat Non Medis
2.000.000 4.765 419,73
Total Cost 603.100.000 4.765 126.568,7
Tabel 3.3 Perhitungan Biaya Satuan Rata-Rata di Ruang Rawat Inap RS.X Tahun
2014
3.1.4 Perhitungan Biaya Satuan (Unit Cost)
a. Unit Cost Aktual
28
UCa = TC/Q
= Rp. 603.100.000 / 4.765
= Rp.126.568,7
Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa biaya satuan aktual yang harus
dikeluarkan oleh pelayanan rawat inap di RS.X per hari rawat inap sebesar Rp.
126.568,7
b. Unit Cost Normatif
Berdasarkan Tabel 3.1 yang menjelaskan rincian biaya total berdasarkan
klasifikasi di Pelayanan Rawat Inap RS.X Tahun 2013, diketahui biaya tetap sebesar
Rp. 317.000.000 dan biaya variabel sebesar Rp. 286.100.000. Diasumsikan kapasitas
hari rawat inap sebesar 6.300 hari rawat, maka biaya satuan normatif dapat dihitung
sebagai berikut:
UCn = TFC/Q cap + TVC/Q ac
= Rp. 317.000.000 /6.300 + Rp. 286.100.000/4.765
= Rp. 50.317,46 + Rp. 60.041,97
= Rp. 110.359,43
Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa biaya satuan normatif yang
diperlukan oleh pelayanan rawat inap di RS.X per hari rawat inap menurut kapasitas
dan utilisasinya sebesar Rp. 110.359,43
3.1.5 Contoh Perhitungan BEP dan CRR
a. Perhitungan BEP
Titik impas (break even point) adalah sebuah titik dimana biaya atau
pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang sehingga tidak terdapat
kerugian atau keuntungan. BEP yang dapat dihitung dari ketersediaan data
yang ada dalam penelitian yaitu jumlah pasien yang dapat dilayani agar biaya
pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang.
Pada kasus diatas, harga per hari inap Rp. 150.000,00, maka nilai BEP
dalam unit:
QBEP(u) = TFC / (P-AVC)
29
= Rp. 317.000.000 / (Rp.150.000 – Rp. 60.041,97)
= Rp. 317.000.000 / Rp. 89.958,03
= 3.523,8 ~ 3.524 hari inap
Sedangkan untuk BEP dalam penjualan (sales):
QBEP(sales) = TFC / [1-(AVC/P)]
= Rp. 317.000.000 / [1 – (Rp. 60.041,97/Rp.150.000)]
= Rp. 317.000.000 / [1 – 0,40]
= Rp. 317.000.000 / 0,60
= Rp. 528.333.333,33
Jadi, dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa pada ruang rawat inap di
RS.X mencapai titik impas jika ruang VIP nya telah terpakai sebanyak 3.524
hari rawat inap atau tingkat penjualannya telah menerima uang sebanyak Rp.
528.333.333,33
b. Perhitungan CRR
Contoh perhitungan CRR di ruang rawat inap RS.X sebagai berikut :
TR : Total Revenue = P x Q
= Rp 150.000 x 4.765
= Rp 714.750.000
Cost Recovery Rate = (TR/ TC) x 100 %
= (Rp 714.750.000/ Rp 603.100.000) x 100%
= 118,5%
Dari perhitungan tersebut diatas dapat diketahuai bahwa ruang rawat
inap di RS.X memiliki kemampuan keuangan yang baik karena CRR yang
diterima jauh melebihi 100%. Namun perhitungan CRR ini tidak bisa
diberlakukan untuk RS X secara keseluruhan karena perhitungan hanya
dilakukan pada unit ruang rawat inap RS.X.
3.2 Analisis Perhitungan
Berdasarkan klasifikasi biaya produksi, didapat total cost berdasar tiap
30
skala produksi, lama penggunaan, dan aktifitas produksi adalah sama sehingga
dapat dihitung unit cost actual. Unit cost actual merupakan hasil pembagian
Total cost dengan jumlah tindakan tahun 2010, dari perhitungan tersebut
didapat unit cost di kamar operasi sebesar Rp Rp 5.344.551,00. Jadi harga
aktual yang harus dibayarkan per pasien per hari rawat di rawat inap bagian
perawatan anak adalah Rp 5.344.551,00 dan tarif yang ditetapkan rumah sakit
untuk kelas perawatan VIP adalah Rp 8.028.000,00.
Dengan diketahui tarif tindakan appendiktomi akut yang sudah ditentukan
oleh RS. X, dapat dihitung BEP unit, dari perhitungan total fix cost dibagi
dengan price dikurangi AVC, didapat hasil bahwa rumah sakit harus melayani 2
pasien agar modalnya kembali (mencapai titik impas). CRR adalah nilai dalam
persen yang menunjukkan besarnya kemampuan rumah sakit untuk menutupi
biayanya dengan penerimaan dari pembayaran pasien yang dihitung dari
pembagian antara TR unit bersangkutan dengan TC unit bersangkutan dikali
100%.
Hasil perhitungan didapat CRR sebesar 150,2% yang berarti mengalami
surplus. Hasil CRR dapat memberi informasi bahwa rumah sakit mampu
menutupi biaya yang dikeluarkan 100% dan laba yang didapat rumah sakit
sebesar 50,2% per unit.
31
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Biaya bisa dilihat dari sudut pandang konsumen dan produsen. Biaya
Produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan
pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Dalam menganalisis biaya produksi
perlu dibedakan dalam dua jangka waktu, yaitu jangka waktu pendek dan jangka
waktu panjang. Biaya digolongkan dengan berbagai macam cara. Umumnya
penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan
penggolongan tersebut.
Tarif dapat berarti harga yang sudah ditentukan oleh perusahaan dengan berbagai
pembebanan biaya didalamnya. Dasar penetapan tarif meliputi Biaya investasi (in-
vestment cost), Biaya kegiatan rutin (operational cost), Biaya rencana pengembangan,
besarnya target keuntungan , tingkat kemampuan masyarakat dan pesaing.
Break Event Point atau titik impas adalah suatu titik yang menunjukkan total
penghasilan sama dengan total biaya atau kondisi di mana perusahaan tidak men-
galami untung dan tidak mengalami kerugian. Jadi dapat dikatakan bahwa perusahaan
yang mencapai titik break event point ialah prusahaan yang telah memiliki kesetaraan
antara modal yang dikeluarkan untuk proses produksi dengan pendapatan produk
yang dihasilkan. BEP ini digunakan untuk menganalisis proyeksi sejauh mana
banyaknya jumlah unit yang diproduksi atau sebanyak apa uang yang harus diterima
untuk mendapatkan titik impas atau kembali modal.
32
DAFTAR PUSTAKA
Anaonim,__,http://www.academia.edu/3931110/Klp_2_Makalah_analisis_biaya_fixAnonim, 2009, accessed online
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/jasa_pelaksana_pelayanan_di_rs_umum_daerah.pdf
Anonim, ______, http://eprints.uny.ac.id/7902/3/BAB%202-05412144074.pdf
dr. Louisia M, 2014, Penentuan jasa pelayanan laboratorium dalam persiapan
pemberlakuan BPJS di tahun 2014,
http://www.academia.edu/5981657/07._Penentuan_Jasa_Pelayanan_Laborat
orium_dalam_Persiapan_Pemberlakuan_BPJS_Kesehatan_di_Tahun_2014_-
_dr._Louisa_M
Nuraeni, Yuniar. 2012. Pengertian Break Even Point Menurut Para Ahli. Diakses pada
tanggal 21 Oktober 2014. https://ml.scribd.com/doc/76323840/Definisi-
Break - Even - Point >
Sadono Sukirno. 2000. Pengantar Mikroekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sulistyorini, Nily, Bendrong Moendiarso. 2012. Analisis Biaya Unit Pelayanan Otopsi
dengan Metode Distribusi Ganda. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia,
Vol. 14 No. 3. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK
Unair : Surabaya