Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

23

Click here to load reader

Transcript of Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

Page 1: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

ACARA III

EVALUASI BILANGAN PEROKSIDA DAN TITIK ASAP

MINYAK GORENG

A. Pendahuluan

1. Latar belakang

Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai

dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan

kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua

berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk.

Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam

lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2% pada saat pengapalan.

Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5%

FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan

rendemen minyak 22,1% - 22,2% (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas

1,7% - 2,1% (terendah). Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan

menjadi dua arti, pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur

dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan

dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur

angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit

berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan

spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air,

kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.

Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku

industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu

keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih

diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh

banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk

pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan

dan pengangkutan.

Page 2: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

2. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara “Evaluasi Bilangan Peroksida dan

Titik Asap Minyak Goreng” ini adalah :

1. Menentukan bilangan peroksida dan titik asap pada minyak goreng.

2. Mengetahui pengaruh bilangan peroksida dan titik asap terhadap

kualitas minyak goreng.

B. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan bahan

Minyak goreng yang mengandung asam lemak esensial atau asam

lemak tak jenuh jamak, bila digunakan untuk menggoreng (suhu 150-

180oC), maka asam lemak esensial atau asam lemak tidak jenuhnya akan

mengalami kerusakan (teroksidasi oleh udara dan suhu tinggi). Demikian

pula beta-karoten (provitamin A) yang terkandung dalam minyak goreng

tersebut akan mengalami kerusakan. Selama digunakan untuk menggoreng

sifat fisio-kimia minyak akan berubah, semakin lama digunakan semakin

banyak perubahan yang terjadi. Misalnya minyak tersebut akan semakin

kotorakibat terbentuknya warna coklat (reaksi browning) , semakin kental

(akibat terjadinya polimerisasi asam-asam lemak) dan kadar peroksidanya

bertambah.Minyak jelantah yang digunakan untuk menggoreng bahan

makanan berprotein, akan menurunkan nilai gizi proteinnya bahkan

minyak jelantah yang sudah terlalu lama digunakan dapat membahayakan

kesehatan tubuh, karena banyak mengandung senyawa peroksida (radikal)

serta asam lemak tidak jenuh trans (Muchtadi, 2009).

Minyak jelantah (bahasa Inggris: waste cooking oil) adalah minyak

limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya

minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini

merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya,

dapat di gunakan kembali untuk keperluaran kuliner akan tetapi bila

ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-

senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses

penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang

Page 3: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit

kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi

berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak

jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek

kesehatan manusia dan lingkungan, kegunaan lain dari minyak jelantah

adalah bahan bakar biodisel (Anonim, 2011).

Minyak goreng yang baik memiliki titik asap yang cukup tinggi

yaitu tidak kurang dari 215 derajat celcius. Namun bila minyak tersebut

digunakan secara berulang-ulang, titik asapnya akan menurun sehingga

senyawa akrolein semakin cepat terbentuk.

Selain membentuk akrolien yang menyebabkan gatal dan batuk,

menggoreng pada suhu di atas titik asap juga akan mengubah asam lemak

tak jenuh pada minyak menjadi asam lemak jenuh yang akan menambah

kolesterol dalam darah. Itu sebabnya minyak goreng sebaiknya tidak Anda

pakai secara berulang-ulang. Maksimal tiga kali dipakai dan setelah itu,

jelantah atau minyak goreng bekas itu harus segera dibuang (Anonim,

2011).

Minyak kelapa sawit berasal dari pulp buah pohon kelapa,

umumnya tumbuh di Malaysia, barat dan Afrika Tengah dan Indonesia.

Minyak dipisahkan dengan berbagai cara termasuk dengan merebus

buahnya, sentrifugasi dan pressing. Dalam industri, minyak sawit

digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya, pembuatan sayuran dan untuk

beberapa tujuan non-pangan, misalnya, oleokimia, dan produk lainnya.

Baru-baru ini Malaysia Palm Oil (MPOB) telah memperkenalkan produk

minyak sawit baru yang dikenal sebagai Red Palm Oil (RPO), yang

digunakan sebagai minyak nabati. Ini adalah semi padat pada suhu biasa

(70-90 ° F). Asam lemak utama di Red Palm Oil adalah Asam palmitat dan

oleat. Ditemukan bahwa Red Palm Oil merupakan sumber β-karoten untuk

memerangi kekurangan vitamin A (Fazllulah, 2004).

Minyak sawit (Crude Palm Oil) adalah salah satu jenis trigliserida

yang banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan gliserin dan asam

lemak, disamping minyak inti sawit (Crude Palm Hemel Oil), minyak

Page 4: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

kelapa kopra (Crude Coconut Oil). Masing-masing trigliserida tersebut

diatas memiliki spesifikasi yang berbeda-beda dan dapat dipilih sebagai

bahan baku sesuai dengan produk asam lemak yang ingin dihasilkan dari

proses hidrolisa (Yusuf, 2004).

2. Tinjauan Teori

Jika lemak atau minyak dipanaskan sampai suhu tertentu, dia akan

mulai mengalami dekomposisi, menghasilkan kabut berwarna biru atau

menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan

lemak dan minyak mulai berasap pada suhu diatas 200oC. Umumnya,

minyak nabati mempunyai titik asap lebih tinggi daripada lemak hewani.

Dekomposisi trigliserida menghasilkan sejumlah kecil gliserol, dan asam

lemak. Gliserol mengalami dekomposisi lebih lanjut menghasilka senyawa

yang dinamakan akrolein. Proses dekomposisi ini tidak dapat berlangsung

balik (irreversible) dan sewaktu mengguanakan lemak atau minyak untuk

menggoreng hendaknya suhu penggorengan agar selalu dibawah titik asap.

Titika asap bermanfaat dalam menentukan lemak atau minyak yang sesuai

untuk keperluan menggoreng. Pemanasan ulang lemak atau minyak atau

terdapatnya bagian-bagian makanan yanag hangus akan menurunkan titik

asap. Pemanasan ulang juga akan mengakibatkan akumulasi substansi

yang akan memberikan flavour yang tidak disukai pada makananya

(Gaman dan Sherrington, 1992).

Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa

gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng

ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai

terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa

gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak

jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap makin baik mutu

minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar

gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik

asapnya akan turun karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena

itu untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak

Page 5: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya.

Pada umumnya suhu penggorengan adalah 177-221°C (Winarno, 1991).

Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh

panas, sehingga lemak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah

kecil peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat

mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan

berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B).

Peroksida juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor

yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam

bahan pangan (lebih besar dari 100) akan bersifat sangat beracun dan tidak

dapat dimakan, disamping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang

tidak enak (Ketaren, 1986).

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi

akibat adanya asam – asam lemak berantai pendek akibat kerusakan

minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh

persenyawaan beta ionone (Ketaren, 1986).

Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang

telah mengalami oksidasi. Untuk menentukan bilangan peroksida dari

produk C1499 , dengan 30ml campuran aseton dan kloroform (3:2) yang

akan dialirkan gas nitrogen selama 2 menit untuk menggantikan udara

pada Erlenmeyer. Kemudian dimasukkan KI jenuh sebanyak 1 ml dengan

pipet tetes, ditutup dan dikocok selama 1 menit. Dibiarkan selama 5 menit

dalam ruangan gelap. Ditambahkan air destilat kira – kira 200 ml,

kemudian dititrasi larutan tersebut dengan larutan 0,01 N Na2S2O3

menjadi larutan kuning pucat. Kemudian ditambahkan amilum sebagai

indicator menjadi larutan warna hitam keungguan, dititrasi lagi dengan

larutan 0,01 Na2S2O3 sampai menjadi larutan putih bening. Kemudian

dihitung bilangan peroksidanya. Untuk produk C1499 bilangan peroksida

di PT. SOCI Medan maksimal 1 mg.eq (Anonim, 2011).

C. Metodologi

1. Alat

a. Pipet tetes

Page 6: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

b. Pipet 20 ml

c. Pipet 1 ml

d. Buret 50 ml

e. Gelas ukur 100 ml

f. Gelas piala 200 ml

g. Hot plate

h. Termometer

i. Neraca analitik

j. Erlenmeyer 250 ml

2. Bahan

a. Minyak sawit

b. Asam asetat glacial

c. Kloroform

d. KI jenuh

e. Aquadest

f. Na-tiosulfat 0,01 N

3. Cara Kerja

a. Penentuan Bilangan Peroksida

Dibuat penetapan untuk blanko

Ditambahkan 0,5 ml indikator amilum

Dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat 0,01N

Ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, didiamkan selama 2 menit di dalam ruang gelap sambil digoyang

Ditambahkan 30 ml aquadest

Ditambahkan 30 ml pelarut (60% asam asetat glacial + 40% kloroform), dikocok sampai semua sampel minyak larut

Ditimbang 5 gr sampel minyak ke dalam Erlenmeyer 250 ml

Page 7: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

b. Penentuan Titik Asap

D. Hasil dan Pembahasan

Pembahasan:

Praktikum acara III Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik Asap

Minyak Goreng, dilakukan dengan menggunakan 4 buah sampel, yaitu

minyak sawit baru, minyak sawit bekas (coklat), minyak sawit bekas (hitam)

dan minyak sawit baru yang ditambah air panas. Penentuan bilangan

peroksida dilakukan dengan menimbang sejumlah sampel (5 gr) yang

ditambahkan 30 ml pelarut (terdiri atas 60% asam asetat glacial dan 40%

kloroform) dan kemudian dikocok hingga seluruh minyak larut. Selanjutnya

ditambahkan 0,5 ml kalium iodide jenuh, diamkan selama 2 menit dalam

ruangan gelap, tambahkan 30 ml aquades. Kelebihan iod selanjutnya dititrasi

dengan Na-thiosulfat 0,01 N.

Metode iodometri, merupakan cara yang sering digunakan untuk

menentukan bilangan peroksida berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida

dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada

reaksi ini kemudian dititrasi dengan Na-Thiosulfat (Ketaren, 1986).

Praktikum yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat

kerusakan minyak. Minyak atau lemak sangat rentan terhadap kerusakan,

terutama ketengikan, hidrolisis dan oksidasi. Ketengikan disebabkan oleh

autooksidasi radikal asam emak tidak jenuh dalam lipid. Dengan keberadaan

oksigen, radikal bebas akan membentuk peroksida aktif yang selanjutnya

akan berubah menjadi hidroperoksida yang bersifat tidak stabil dan mudah

Ditaruh ke dalam gelas piala 200 ml

Dipanaskan minyak di atas hot plate

Dicatat waktu mulai terbentuknya asap

Diambil 100 ml sampel minyak

Page 8: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon lebih pendek yang

menyebabkan bau tengik pada minyak (Winarno, 1997).

Bilangan peroksida didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam

setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukan

tingkat kerusakan lemak atau minyak (Rohman, 2007).

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang

dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan

asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang),

bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus

berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat

serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren, 1986).

Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator dan peringatan

bahwa minyak akan berbau tengik. Pembentukan peroksida akan bertambah

dengan bertambahnya derajat ketidakjenuhan, pembentukan peroksida ini

mempunyai korelasi dengan tipe dan jumlah radikal bebas dalam lemak.

Akumulasi peroksida juga bergantung dari tipe radikal bebas yang

dihasilkan, suhu iridiasi, dan penyimpanan (Wibowo, 2008). Selain itu

perlakuan panas maupun penambahan air pada minyak sawit juga diketahui

dapat meningkatkan angka peroksida yang mengindikasikan minyak

mengalami hidrolisis dan menjadi rusak.

Minyak sawit yang ditambah air akan memiliki angka peroksida lebih

tinggi daripada minyak sawit yang diberi perlakuan panas. Hal ini

disebabkan karena kerusakan oleh hidrolisis lebih besar daripada kerusakan

oleh panas, sebab saat ditambahkan air akan terjadi oksidasi juga hidrolisis

sekaligus. Semakin lama sampel yang telah ditambah air ini dibiarkan terlalu

lama, maka akan terjadi oksidasi secara cepat karena komponen lemak telah

terpecah menjadi komponen yang lebih sederhana dan dan tidak stabil.

Minyak jelantah (bahasa Inggris: waste cooking oil) adalah minyak

limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya

minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini

merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya,

dapat di gunakan kembali untuk keperluaran kuliner [1] akan tetapi bila

Page 9: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-

senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses

penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang

berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit

kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi

berikutnya (Anonim, 2011).

Semakin lama minyak digunakan, berarti terjadi pemanasan secara

terus-menerus. Pemanasan akan menyebabkan polimerisasi yang

mengakibatkan tekstur minyak menjadi kental. Secara visual polimerisasi

pasca pemanasan terus menerus ini juga akan menyebabkan minyak

mengental dan berangsur-angsur berubah warna menjadi coklat dan

menghitam. Pemanasan yang terus menerus akan mengakibatkan bilangan

peroksida semakin meningkat karena minyak mengalami dekomposisi asam

lemak, menyebabkan ketidakjenuhannya semakin meningkat yang berarti

minyak semakin rusak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi bilangan peroksida antara lain

derajat ketidakjenuhan dan tipe serta jumlah radikal bebas. Perlakuan

pemanasan dan penambahan air juga akan berpengaruh terhadap bilangan

peroksida. Semakin lama minyak digunakan, maka bilangan peroksida juga

akan semakin meningkat dan minyak semakin rusak.

Tabel 3.1 Penentuan Titik Asap Minyak Goreng

Page 10: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

Sumber : Laporan Sementara

Pembahasan:

Percobaan penentuan titik asap ini menggunakan empat jenis sampel

yaitu minyak sawit A, minyak sawit bekas (coklat), minyak sawit bekas

(hitam) dan minyak sawit yang ditambah air panas. Perbedaan jenis sampel

ini dimaksudkan untuk mengetahui titik asap pada beberapa perlakuan

minyak. Salah satu parameter mutu minyak goreng ditentukan oleh titik

asapnya.

Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa

gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng

Kel. Sampel Suhu Waktu (menit)

1, 3, 9Miyak sawit baru A 164 oC 51

13, 17, 21

2, 4, 10 Minyak sawit bekas (coklat)

≥150 oC 4214, 18, 22

5, 7, 11 Minyak sawit bekas (hitam)

150 oC 4015, 19, 23

6, 8, 12 Minyak sawit+air panas

83 oC10

16, 20, 24 95 oC

Page 11: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai

terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal

pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh

atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap makin baik mutu minyak

goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol

bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan

turun karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk

menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya

dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada

umumnya suhu penggorengan adalah 177-221°C (Winarno, 1991).

Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis

kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan

diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat

nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu

terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam

lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan

turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih

rendah. Ketiga sifat ini penting dalam penentuan mutu lemak yang

digunakan sebagai minyak goreng (Winarno, 2002).

Penentuan titik asap dilakukan dengan mengambil 100 ml sampel

minyak yang ditaruh dalam gelas piala. Sampel minyak kemudian

dipanaskan diatas hot plate dan diamati suhunya hingga mulai terbentuk

asap. Dari tabel 3.1 diatas dapat diketahui bahwa titik asap tertinggi

didapatkan dengan sampel minyak sawit baru yaitu sebesar 164oC dengan

waktu yang juga paling lama dibandingkan dengan sampel lainnya yaitu

selama 51 menit. Selanjutnya diikuti oleh minyak sawit bekas (coklat)

sebesar 150oC selama 42 menit, minyak sawit bekas (hitam) dengan titik

asap yang sama dengan waktu 40 menit dan yang terakhir minyak sawit

ditambah air panas yang memiliki titik asap 83oC dan 95oC dalam waktu 10

menit.

Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik asap maka

mutu minyak semakin baik. Sesuai teori, minyak yang diberikan perlakuan

Page 12: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

panas atau sudah digunakan serta penambahan air akan mengakibatkan

menurunnya mutu minyak sehingga titik/suhu saat terbentuknya asap juga

akan menurun.

Minyak goreng yang baik memiliki titik asap yang cukup tinggi yaitu

tidak kurang dari 215 derajat celcius. Namun bila minyak tersebut

digunakan secara berulang-ulang, titik asapnya akan menurun sehingga

senyawa akrolein semakin cepat terbentuk.

Selain membentuk akrolien yang menyebabkan gatal dan batuk,

menggoreng pada suhu di atas titik asap juga akan mengubah asam lemak

tak jenuh pada minyak menjadi asam lemak jenuh yang akan menambah

kolesterol dalam darah. Itu sebabnya minyak goreng sebaiknya tidak Anda

pakai secara berulang-ulang. Maksimal tiga kali dipakai dan setelah itu,

jelantah atau minyak goreng bekas itu harus segera dibuang (Anonim, 2011)

Hasil praktikum yang didapat sudah sesuai dengan teori, dengan urutan

titik asap mulai tertinggi hingga terendah secara berurutan ialah minyak

sawit baru, minyak sawit bekas (coklat), minyak sawit bekas (hitam) dan

terakhir minyak sawit yang ditambah air panas. Namun untuk hasil titik asap

minyak sawit baru yang didapat masih dibawah titik asap dari referensi

(215oC) yaitu hanya 180oC. Hal ini kemungkinan diakibatkan sampel

minyak sawit baru sudah mengalami sedikit kerusakan, baik itu hidrolisi

maupun oksidasi, yang menyebabkan titik asapnya menurun, meskipun

masih tergolong cukup tinggi.

Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas.

Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun,

karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu, untuk menekan

terjadinya hidrolisis pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan

pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya suhu

penggorengan adalah 177-221oC. Menurut Winarno(1997), lemak dapat

terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak dengan adanya air. Reaksi ini

dipercepat dengan adanya asam, basa, dan enzim. Hidrolisis sangat

menurunkan mutu minyak goreng. Minyak yang telah terhidrolisis akan

Page 13: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

menurun smoke point-nya, bahan-bahan menjadi cokelat dan lebih banyak

menyerap minyak.

Gambar.3.1 Reaksi pembentukan asam lemak dan gliserol.

Waktu terjadinya titik asap juga menjadi indikator mutu suatu jenis

minyak. Semakin lama waktu yang diperlukan suatu minyak untuk

mencapai titik asapnya, maka berarti mutu minyak tersebut semakin baik.

Minyak bekas telah mengalami pemanasan berulang dimana hal ini akan

menyebabkan terjadinya penurunan titik asap sehingga menurunkan kualitas

minyak. Pemanasan berulang juga akan mengakibatkan perubahan oksidatif

dan hidrolitik pada lemak dan mengakibatkan akumulasi substansi yang

akan memberikan flavour yang tidak disukai pada makanannya.

E. Kesimpulan

Dari praktikum “Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik Asap Minyak

Goreng” yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan:

1. Kualitas dari minyak goreng dapat dinilai dari angka peroksida dan titik

asap-nya.

2. Semakin tinggi angka peroksida maka kualitas minyak semakin buruk.

3. Semakin tinggi titik asap minyak maka kualitas minyak semakin baik.

4. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik asap, maka

kualitas minyak semakin baik.

Page 14: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi bilangan peroksida antara lain derajat

ketidakjenuhan, tipe dan jumlah radikal bebas, serta perlakuan pemanasan

dan penambahan air.

6. Pencapaian titik asap tertinggi terdapat pada minyak sawit baru yaitu pada

suhu 180oC dengan waktu 51 menit, sedangkan titik asap terendah terdapat

pada minyak sawit ditambah air panas pada suhu 83oC dan 95oC dengan

waktu 10 menit.

7. Titik asap terbesar sampai terendah terdapat pada minyak sawit baru,

diikuti oleh minyak sawit bekas (coklat), minyak sawit bekas (hitam) dan

terakhir minyak sawit ditambah air panas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. http://library.usu.ac.id/. Diakses tanggal 26 Mei 2011.

Anonim. 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_jelantah. Diakses tanggal 26 Mei 2011.

Anonim. 2011. http://id.shvoong.com/. Diakses tanggal 26 Mei 2011.

Gaman, P. M. Dan K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,

Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. UGM Press. Yogyakarta.

Khan, Bangash Fazlullah. 2004. Effects of Irradiation on the Storage Stability of

Red Palm Oil. Journal of the Chinese Chemical Society.

Page 15: Egdp Acara 3 Xaxa n Tifa

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Muchtadi. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Alfabeta. Bandung.

Pasaribu, Nurhida. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara.

Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007. Analisis Makanan, UGM Press,

Yogyakarta.

Ritonga, Yusuf. 2004. Pengaruh Bilangan Asam Terhadap Hidrolisa Minyak

Kelapa Sawit. Universitas Sumatera Utara.

Wibowo, Panji. 2008. Penentuan Bilangan Peroksida Asam Miristat Dari Unit

Fraksinasi di PT. Soci Medan.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13863/1/09E00354.pdf

(Diakses tanggal 26 Mei 2011).

Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.