EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ZEOLIT DAN BAWANG...

60
1 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ZEOLIT DAN BAWANG PUTIH SEBAGAI PENGHAMBAT KERUSAKAN KIMIA PADA JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA PROSES PENYIMPANAN SKRIPSI THERESA DWIASTUTI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PERTERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Transcript of EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ZEOLIT DAN BAWANG...

1

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ZEOLIT DAN BAWANG PUTIH

SEBAGAI PENGHAMBAT KERUSAKAN KIMIA

PADA JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA

PROSES PENYIMPANAN

SKRIPSI

THERESA DWIASTUTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PERTERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

2

RINGKASAN

THERESA DWIASTUTI. D24053111. 2009. Efektivitas Penggunaan Zeolit dan

Bawang Putih sebagai Penghambat Kerusakan Kimia pada Jagung dan Dedak

Padi selama Proses Penyimpanan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc.

Jagung dan dedak padi merupakan bahan pakan yang sering digunakan dalam

industri pakan, terutama industri pakan unggas. Namun suplai dari kedua bahan

tersebut masih tergolong fluktuatif dalam segi kuantitas dan kontinuitas terutama

disebabkan oleh musim. Untuk mencegah kelangkaan bahan baku pada musim

tertentu, industri pakan menyimpan bahan baku dalam jumlah besar agar proses

produksi dapat terus berjalan untuk memenuhi permintaan konsumen. Penyimpanan

bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan mutu dari komoditi yang disimpan

dengan cara menghindari, mengurangi atau menghilangkan berbagai faktor yang

dapat menurunkan kualitas dan kuantitas.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas dari zeolit dan

bawang putih sebagai penghambat kerusakan kimia yang terjadi pada jagung dan

dedak padi selama penyimpanan. Zeolit merupakan penyerap air yang baik dan

bawang putih memiliki zat alisin yang bersifat sebagai anti bakteri dan antioksidan.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola

faktorial 4 x 5 dengan 3 ulangan. Perlakuan pada penelitian ini adalah P0 (Jagung /

dedak padi), P1 (P0 + 1% Zeolit), P2 (P0 + 1% Bawang putih) dan P3 (P0 + 1% Anti

jamur komersial). Penelitian ini dilakukan selama delapan minggu. Peubah yang

diamati dalam penelitian ini adalah kadar air, aktivitas air, bahan organik dan

ketengikan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisa Ragam (ANOVA),

hasil berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Hasil dari penelitian

ini menunjukan bahwa penambahan 1% zeolit dan bawang putih pada jagung nyata

(P<0,05) menghambat aktivitas air, sedangkan pada dedak padi secara nyata

menghambat peningkatan kadar air. Bahan organik jagung dan dedak padi tidak

menunjukan penurunan yang siginfikan. Ketengikan belum dapat dihambat oleh

penambahan zeolit dan bawang putih.

Kesimpulan penelitian ini adalah penambahan 1% zeolit dan bawang putih

dapat menghambat beberapa faktor penyebab kerusakan kimia, yaitu kadar air,

aktivitas air dan bahan organik. Fungsi penghambatan tersebut setara dengan anti

jamur komersial.

Kata-kata kunci: aktivitas air, bawang putih, kadar air, ketengikan, zeolit

3

ABSTRACT

Effectiveness of Zeolite and Garlic Utilization to Prevent

The Chemical Damage at Corn and Rice Bran

During Storage Process

T. Dwiastuti, E.B. Laconi, A.D. Lubis

Corn and rice bran are the main feedstuff on feed industry but the supply still

fluctuative on value and price, mainly caused by the season. Cause of that reason,

many livestock industry storage corn and rice brand to maintain continuity of the

production process. The aim of this experiment was to study the effectiveness of

zeolite and garlic as a chemical damage prevention on corn and rice bran during the

storage. This experiment used a completely randomized design, with the factorial

model (4 x 5) and 3 replication, respectively. The treatments were P0 (Corn or Rice

Bran), P1 (P0 + 1% of Zeolite), P2 (P0 + 1% of Garlic) P3 (P0 + 0.15% of

commercial anti mold). The experiment was conducted for 8 weeks. Variable

observed are moisture, water activity, organic matter, and rancidity. The data were

analyzed by Analysis of Variance (ANOVA), and differences among treatments were

examined by Duncan’s new multiple range test. The results showed that the addition

of zeolite and garlic on corn significantly (P<0,05) prevent the increasing of water

activity. Whereas on rice bran the addition significantly (P<0,05) prevent the

increasing of moisture. Corn and rice bran organic matter not showed significant

decreasing. The rancidity cannot be blockaged by the addition of zeolite and garlic.

In conclusion the addition of 1% zeolite and 1% garlic can prevent some chemical

damage factor, such as moisture, water activity and organic matter. This function

comparable to commercial anti mold.

Keywords: garlic, moisture, rancidity, water activity, zeolit

4

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ZEOLIT DAN BAWANG PUTIH

SEBAGAI PENGHAMBAT KERUSAKAN KIMIA

PADA JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA

PROSES PENYIMPANAN

THERESA DWIASTUTI

D24053111

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PERTERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

5

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ZEOLIT DAN BAWANG PUTIH

SEBAGAI PENGHAMBAT KERUSAKAN KIMIA

PADA JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA

PROSES PENYIMPANAN

Oleh

THERESA DWIASTUTI

D24053111

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan

Komisi Ujian Lisan pada tanggal 29 Juni 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc

NIP. 19610916 198703 2 002 NIP. 19670103 199303 1 001

Dekan Ketua Departemen

Fakultas Peternakan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Institut Pertanian Bogor Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc

NIP. 19670107 199103 1 003 NIP. 19670506 199103 1 001

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Januari 1987 di Kisaran, Kabupaten

Asahan Sumatera Utara. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari

pasangan Bapak Benedictus Rudy Bunadi Tanoto dan Ibu Vincentia Riyanti

Quartini.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD PPR

Panglima Polim Rantau Prapat, Sumatera Utara. Pendidikan menengah Pertama

diselesaikan di SMPK Santo Yosef Surabaya, Jawa Timur pada tahun 2002, dan

pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMUK St. Louis I

Surabaya, Jawa Timur. Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor

pada tahun 2005, melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai

mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), dan masuk mayor program studi Ilmu

Nutisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan mengambil minor

Pengembangan Usaha Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen pada tahun 2006.

Selama menempuh pendidikan terakhir, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa

Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter) sebagai anggota Biro Khusus Magang

pada periode 2006-2007, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas

Peternakan, sebagai anggota Biro Olahraga pada periode 2007-2008, pengurus Unit

Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) sebagai

anggota Biro Olahraga. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam banyak kepanitiaan

kegiatan-kegiatan di IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis berkesempatan

magang di Kebun Binatang Surabaya, pada tahun 2007, dan di Kandang Closed

Housed Charoen Pokphand, Unit Lapang Cikabayan, pada tahun 2008. Penulis juga

berkesempatan memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada

tahun 2008.

7

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa Yang Maha

Kuasa atas segala berkat dan karunia yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “Efektivitas Penggunaan Zeolit dan

Bawang Putih Sebagai Penghambat Kerusakan Kimia Pada Jagung dan Dedak Padi

Selama Proses Penyimpanan”.

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis pada

bulan September Hingga Desember 2008 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor. Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas zeolit

dan bawang putih dalam menghambat kerusakan kimia pada jagung dan dedak padi

saat disimpan secara curah (bulk storage) selama 8 minggu. Penulisan skripsi ini

diharapkan dapat memberi informasi mengenai fungsi zeolit dan bawang putih

sebagai penghambat kerusakan kimia pada jagung dan dedak padi, kepada industri-

industri peternakan terkait. Penyusunan skripsi ini berdasarkan pada hasil penelitian

yang telah dilakukan oleh penulis.

Besar harapan penulis untuk sumbangan ide dan pemikiran berupa kritik,

ataupun saran yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan penulisan

selanjutnya. Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca

Bogor, Juni 2009

Penulis

8

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN……………………………………………………………… ii

ABSTRACT………………………………………………………………… iii

RIWAYAT HIDUP………………………………………………………… vi

KATA PENGANTAR……………………………………………………… vii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….. viii

DAFTAR TABEL………………………………………………………….. x

DAFTAR GAMBAR……………………………………………….............. xi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xii

PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1

Latar Belakang……………………………………………………... 1

Perumusan Masalah………………………………………………… 1

Tujuan………………………………………………………………. 2

TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………...…. 3

Jagung (Zea mays)…………………………………………………... 3

Penyimpanan Jagung dan Permasalahannya………………... 3

Dedak Padi…………………………………………………………. 4

Penyimpanan Dedak Padi dan Permasalahannya…………… 5

Penyimpanan Bahan……………………………………………….... 6

Kadar Air dan Aktivitas Air………………………………………… 8

Kerusakan Kimia……………………………………………………. 9

Ketengikan………………………………………………….. 10

Bawang Putih (Allium sativum)…………………………………….. 12

Zeolit …………………..…………………………………………… 14

METODE…………………………………………………………………… 16

Lokasi dan Waktu…………………………………………………... 16

Materi……………………………………………………………….. 16

Bahan Pakan………………………………………………… 16

Zat Penghambat Kerusakan………………………………… 16

Peralatan……………………………………………………. 16

Bahan Kimia………………………………………………... 16

Tempat Penyimpanan……………………………………….. 16

Rancangan…………………………………………………………... 17

Rancangan Percobaan………………………………………. 17

Perlakuan…………………………………………………… 18

Peubah……………………………………………………… 18

Analisis Data……………………………………………….. 19

Prosedur…………………………………………………………….. 19

HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………. 23

9

Keadaan Umum Penelitian…………………………………………. 23

Ketengikan…………………………………………………………. 24

Jagung……………………………………………………………… 25

Kadar Air…………………………………………………... 25

Aktivitas Air……………………………………………….. 26

Bahan Organik……………………………………………... 28

Dedak Padi………………………………………………………… 29

Kadar Air………………………………………………….. 29

Aktivitas Air……………………………………………….. 32

Bahan Organik……………………………………………... 33

Hubungan Antar Peubah yang Diamati……………………………. 35

Jagung……………………………………………………… 35

Dedak Padi………………………………………………… 36

KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 37

Kesimpulan…………………………………………………………. 37

Saran……………………………………………………………….. 37

UCAPAN TERIMAKASIH………………………………………………. 38

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 39

LAMPIRAN……………………………………………………………….. 42

10

DAFTAR TABEL-

Nomor Halaman

1. Kandungan Nutrien Jagung Kuning dan Dedak Padi………………… 6

2. Kandungan Kimia Bawang Putih……………………………………... 13

3. Rataan Suhu dan Kelembaban Mingguan Selama Penyimpanan……... 23

4. Hasil Organoleptik Ketengikan……………………………………….. 24

5. Hasil Analisa Kadar Air Jagung (%)…………………………………. 25

6. Hasil Analisa Aktivitas Air Jagung…………………………………… 27

7. Hasil Analisa Bahan Organik Jagung (%)…………………………….. 29

8. Hasil Analisa Kadar Air Dedak Padi (%)……………………………... 30

9. Hasil Analisa Aktivitas Air Dedak Padi……………………………... 32

10. Hasil Analisa Bahan Organik Dedak Padi (%)……………………….. 34

11

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Jagung dan Morfologi….…………………………………………… 3

2. Dedak Padi dan Morfologi….……………………………………… 5

3. Peta Stabilitas Bahan sebagai Fungsi dari AW……………………... 9

4. Tahap Reaksi Hidrolisis Lemak…………………………………….. 10

5. Tahap Reaksi Oksidatif Lemak…………………………………….. 11

6. Bawang Putih………………………………………………………. 12

7. Perubahan Kimiawi dalam Bawang Putih…………………………. 13

8. Zeolit dan Struktur…..……………………………………………... 15

9. Peletakan Sampel dalam Ruangan Penyimpanan…………………... 17

10. Bagan Penambahan Zat Penghambat Kerusakan pada

Masing-masing Perlakuan………………………………………….. 18

11. Bagan Proses Pembuatan Bubuk Bawang Putih…………………… 20

12. Grafik Persamaan Regresi Bahan Organik dan Kadar Air

Jagung……………………………………………………………… 35

13. Grafik Persamaan Regresi Aktivitas Air dan Kadar air

Dedak Padi………………………………………………………… 36

12

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rataan Suhu dan Kelembaban selama Penyimpanan….…………… 43

2. Keadaan Awal Sampel…………………………………………....... 43

3. Keadaan Sampel Setelah Penyimpanan 8 Minggu…………………. 43

4. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Kadar Air

Jagung………………………………………………………………. 43

5. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kadar Air

Jagung (α=0,05)…………………………………………………….. 43

6. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kadar Air

Jagung (α=0,01)…………………………………………………….. 44

7. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Aktivitas Air

Jagung………………………………………………………………. 44

8. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air

Jagung (0,05)…………………………………………………..……. 44

9. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Bahan Organik

Jagung………………………………………………………………. 45

10. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Kadar Air

Dedak Padi…………………………………………………….......... 45

11. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kadar Air

Dedak Padi (0,05)…………………………………………………… 45

12. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kadar Air

Dedak Padi (α=0,05)………………………………………………… 45

13. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Aktivitas Air

Dedak Padi………………………………………………………….. 46

14. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air

Dedak Padi (α=0,05)………………………………………………… 46

15. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air

Dedak Padi (α=0,01)………………………………………………… 46

16. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air

Dedak Padi (α=0,05)………………………………………………… 46

17. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Bahan Organik

Dedak Padi………………………………………………………….. 47

13

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan faktor penting industri peternakan. Jagung dan dedak padi

merupakan bahan baku pakan yang diperlukan dalam jumlah besar dan bahan baku

utama bagi industri peternakan unggas di Indonesia. Namun kontinuitas suplai

jagung dan dedak padi masih tergolong fluktuatif, dalam hal produksi, kontinuitas

dan persaingan penggunaannya dengan manusia. Manajemen pakan yang masih

lemah yang dicirikan dengan masih tingginya kerusakan dan kehilangan juga

menyebabkan mekanisme penawaran dan permintaan pakan tidak menguntungkan

bagi peternak. Dalam mencegah kekurangan bahan baku pada musim tertentu,

industri pakan umumnya menyimpan bahan baku dalam jumlah besar agar proses

produksi dapat terus berjalan, walaupun persediaan di pasar menurun.

Selama proses penyimpanan sering terjadi kerusakan yang dapat menurunkan

kualitas bahan baku. Kerusakan yang terjadi, antara lain kerusakan kimiawi yang

disebabkan oleh reaksi-reaksi kimia dalam bahan, kerusakan fisik akibat kesalahan

penanganan dan kerusakan biologis akibat serangan mikroorganisme. Pencegahan

penurunan kualitas bahan baku yang disimpan dapat dilakukan dengan mengontrol

metode dan lingkungan penyimpanan juga dengan menambahkan zat aditif. Zat aditif

yang ditambahkan dapat membantu mengurangi atau mencegah kerusakan yang

terjadi selama penyimpanan. Zat aditif yang dapat digunakan dan banyak terdapat di

alam saat ini, antara lain mineral Zeolit yang bersifat absorben terhadap air dan

bawang putih (Allium sativum) yang memiliki zat allicin dan mineral selenium, yang

bersifat antioksidan dan anti bakteri. Selain bahan-bahan yang tersedia di alam, saat

ini banyak bahan-bahan komersial yang dapat membantu mencegah terjadinya

kerusakan, antara lain anti jamur dan anti oksidan. Namun harga bahan-bahan

tersebut relatif mahal.

Perumusan Masalah

Jagung dan dedak padi merupakan salah satu bahan pakan utama yang

digunakan dalam industri pakan terutama dalam formulasi pakan unggas. Namun

kedua bahan tersebut masih bermasalah dengan kontinuitas dan kualitas bahan.

Umumnya industri pakan menyimpan (stok) jagung dan dedak padi dalam jumlah

14

yang besar, untuk menghindari fluktuasi penyediaan sehingga proses produksi dalam

industri dapat terus berjalan untuk memenuhi permintaan dari konsumen.

Penyimpanan yang kurang baik akan menyebabkan penurunan kualitas bahan,

hal tersebut disebabkan oleh adanya kerusakan yang terjadi pada bahan, akibat

kontrol penyimpanan yang kurang baik. Kerusakan yang mungkin terjadi selama

penyimpanan adalah kerusakan kimia, biologis, dan fisik. Faktor yang

mempengaruhi terjadinya kerusakan pada bahan selama penyimpanan, antara lain

suhu, kelembaban ruangan, dan keadaan awal bahan.

Banyak cara yang dapat digunakan untuk mencegah kerusakan, antara lain

dengan mengontrol kondisi ruang dan metode penyimpanan serta menambahkan zat

aditif yang dapat menghambat kerusakan. Zat penghambat banyak terdapat di

pasaran dengan berbagai merk komersial namun harganya relatif mahal dan dapat

berimbas terhadap harga pakan. Alternatif dalam menghindari masalah tersebut dapat

dilakukan dengan menggunakan zat aditif yang masih banyak terdapat di alam zat

dan dapat digunakan untuk mencegah kerusakan. Contoh zat yang dapat digunakan

ialah zeolit, batuan alami dengan kemampuan absorben dan bawang putih yang

memiliki zat allicin dan selenium yang bersifat anti oksidan, selain banyak terdapat

di alam, diharapkan harganya cukup terjangkau.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menganalisa efektivitas Zeolit dan Bawang Putih

(Allium sativum) dalam menghambat kerusakan kimia yang terjadi pada jagung dan

dedak padi, selama 8 minggu penyimpanan dibandingkan dengan anti jamur

komersial.

15

TINJAUAN PUSTAKA

Jagung (Zea mays)

Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

terpenting, selain gandum dan padi. Jagung merupakan komoditas pokok kedua

setelah beras, selain merupakan bahan pangan, jagung juga merupakan bahan baku

pakan yang penting. Jagung biasanya digunakan sebagai sumber karbohidrat utama

di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di

Amerika Serikat. Penduduk yang tinggal di beberapa daerah di Indonesia (misalnya

di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok.

Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak

(hijauan maupun tongkolnya), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung

jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung

tongkolnya).

Gambar 1. Jagung dan Morfologi (www.litbang.deptan.go.id)

Bahan utama yang digunakan dari jagung ialah bijinya. Biji jagung kaya akan

karbohidrat, sebagian besar berada di bagian endospermium. Kandungan karbohidrat

dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati

umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin.

Penyimpanan Jagung dan Permasalahannya

Penyimpanan bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan mutu dari

komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, mengurangi atau menghilangkan

berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi (Sidih,

1996). Penyimpanan dilakukan setelah panen dan pengeringan. Musim panen jagung

16

di setiap wilayah di Indonesia tidak merata sepanjang tahun. Pada saat panen, terjadi

kelebihan produksi jagung karena belum tersedianya sarana penyimpanan yang baik

dan biasanya jagung tersebut diekspor. Namun pada saat paceklik, penyediaan bahan

baku jagung sangat susah sehingga sering melakukan impor (Sidih, 1996).

Daya simpan jagung berbeda-beda tergantung pada kandungan air bahan.

Bahan yang kadar airnya rendah relatif lebih tahan lama untuk disimpan

dibandingkan dengan bahan yang berkadar air tinggi (Hall, 1970). Kadar air yang

aman untuk penyimpanan ialah dibawah 13% (Syarief dan Halid, 1992). Dalam

penyimpanan akan terjadi peningkatan atau penurunan kadar air bahan, hal tersebut

tergantung dari suhu dan kelembaban udara disekeliling tempat penyimpanan. Batas

kadar air maksimum yang aman untuk penyimpanan bijian berpati antara 13 - 14%

(Standar SNI). Kerusakan yang terjadi pada bahan makanan yang disimpan dalam

kondisi buruk terdiri dari kerusakan kimiawi, kerusakan enzimatis, dan kerusakan

biologis (Syarief dan Haryadi, 1984).

Selama penyimpanan, jagung dapat terserang oleh serangga, mikroorganisme,

dan tikus, namun serangga dan jamur merupakan penyebab kerusakan utama. Selain

melukai biji, serangga biasanya sekaligus menyebarkan jamur dengan cara

membawa spora jamur pada permukaan tubuhnya. Selain itu, aktivitas metabolisme

serangga dapat menyebabkan kenaikan kadar air substrat yang selanjutnya memacu

pertumbuhan cendawan (Mus et al., 2002). Pencemaran jagung terjadi pada saat

penyimpanan, juga terjadi karena jamur menyerang tanaman di lapangan. Ada tujuh

spesies jamur yang ditemukan pada jagung di lapangan, rumah petani, dan gudang

penyimpanan, yaitu Diplodia sp., Fusarium sp., Pennicillium sp., Cladosporium sp.,

Rhizopus sp., Aspergillus spp., dan Trichoderma sp. Dari ketujuh spesies cendawan

tersebut yang dominan adalah Aspergillus spp (Mus et al., 2002) sebab kandungan

nutrien dalam jagung merupakan komposisi optimal bagi pertumbuhan Aspergillus

spp.

Dedak Padi

Dedak padi merupakan hasil samping proses penggilingan padi dan hasil

ikutan pengolahan padi (Oriza Sativa) menjadi beras. Menurut deskripsi FAO, yang

dimaksud dengan “Rice Bran” adalah hasil samping penggilingan padi yang tersusun

oleh lapisan-lapisan luar butir beras (kernel) dan lembaga. Pemanfaatan dedak padi

17

di Indonesia hanya terbatas pada pakan ternak dan beberapa industri pembuatan kue,

hal ini sangat disayangkan, mengingat dedak dapat dimanfaatkan secara lebih

maksimal. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai ekonomisnya adalah dengan

mengekstrak minyak dedak (DSN, 2001).

Gambar 2. Dedak Padi dan Morfologi (www.litbang.deptan.go.id)

Penyimpanan Dedak Padi dan Permasalahannya

Salah satu sifat terpenting dari dedak adalah ketidakstabilan minyak dalam

dedak. Dalam proses penggilingan padi enzim pemecah minyak lipase dan minyak

dilepaskan dari sel-sel sehingga bercampur. Keadaan itu menyebabkan pemecahan

lemak secara cepat dan pembentukan asam-asam lemak bebas. Masa penyimpanan

dapat berpengaruh terhadap kadar asam lemak bebas dedak padi, jika waktu

penyimpanan terlalu lama akan terjadi kenaikan kadar air yang menyebabkan terjadi

ketengikan hidrolisis (Jamila, 2007). Apabila dedak disimpan tanpa inaktifasi lipase

maka lemak secara cepat menghasilkan asam-asam lemak bebas yang kemudian

teroksidasi sehingga mengakibatkan lemak menjadi tengik dan tidak dapat dimakan.

Apabila kadar air dedak tinggi maka akan tumbuh jamur yang dapat menghasilkan

racun yang dapat membahayakan kesehatan ternak.

Dedak padi mudah mengalami ketengikan disebabkan kandungan minyaknya

yang tinggi (6-10%), terutama ketengikan oksidatif. Dedak padi mentah yang

dibiarkan pada suhu kamar selama 10-12 minggu dapat dipastikan 75-80% lemaknya

berupa asam lemak bebas yang sangat mudah tengik (Maulana, 2007). Dedak halus

mengandung 13,6% protein; 8% serat kasar; 9,6% lemak; dan energi 16390 Kcal

(Busro, 2005). Kandungan nutrien jagung dan dedak padi dapat dilihat pada Tabel 1.

18

Tabel 1. Kandungan Nutrien Jagung Kuning dan Dedak Padi

Sumber : NRC (1994)

Penyimpanan Bahan

Karakteristik bahan hasil olahan biji-bijian yang erat kaitannya dengan

penyimpanan, yaitu kadar air bahan, daya tumbuh bahan pasca panen, aktifitas

respirasi bahan selama penyimpanan, densitas atau kerapatan bahan dalam tempat

penyimpanan, sudut curah, dan beberapa sifat-sifat fisik lainnya. Kadar air yang

aman untuk penyimpanan ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis dan

ekonomis. Pertimbangan teknis, yaitu tingkat kadar air yang setimbang dengan

kondisi lingkungannya (suhu dan kelembaban relatif) dan ambang batas aktifitas air

yang aman terhadap kemungkinan berbagai penyebab kerusakan. Menyimpan bijian

pada kondisi kadar air yang setimbang dengan lingkungan dinilai lebih efisien secara

ekonomis dibandingkan dengan menyimpan pada tingkat kadar air yang setara

dengan aktifitas air yang aman dari kerusakan. Secara ekonomi, penyimpanan ini

akan menyebabkan penurunan kualitas yang lebih sedikit sehingga kerugian yang

terjadi dapat diminimalkan. Menurut Hall (1970) beberapa metode penyimpanan

bahan baku secara modern adalah sebagai berikut:

1. Penyimpanan secara terbuka di lantai, atau pada tempat tertentu

Kandungan Nutrisi Bahan Makanan Jagung Kuning Dedak Padi

Energi (kkal/kg)

Protein Kasar (%)

Protein dapat tercerna (%)

Lemak Kasar (%)

Serat Kasar (%)

Kalsium (%)

Phosphor tersedia (%)

Asam Linoleat (%)

Methionin (%)

Sistin (%)

Lysine (%)

Histidin (%)

Triptophan (%)

Threonin (%)

Arginin (%)

Iso Leusin (%)

Leusin (%)

Phanilalanin (%)

Valin (%)

3329

8,6

7,8

3,8

2,5

0,01

0,13

1,9

0,2

0,1

0,2

0,2

0,1

0,4

0,4

0,5

1,0

0,5

0,4

1900

13

7,7

13

12

0,06

0,9

3,4

0,2

0,1

0,5

0,3

0,2

0,4

0,5

0,4

0,8

0,4

0,6

19

2. Penyimpanan pada silo atau gudang

3. Penyimpanan pada kontainer

4. Penyimpanan di kantong-kantong secara terbuka

5. Penyimpanan dalam kantong yang sudah ditutup secara permanen.

Penyimpanan bahan pada ruangan terbuka menyebabkan bahan cepat

mengalami penurunan daya simpan dan kualitas karena pengaruh fluktuasi

lingkungan (suhu dan kelembaban). Selain itu, ruangan terbuka dapat mencemari

bahan baik pencemaran mikro misalnya mikroba maupun pencemaran makro,

misalnya serangga (Robi’in, 2007).

Pada keadaan kadar air setara dengan kelembaban relatif kesetimbangan (RHS)

70 % atau Aw 0,70 pada suhu 27-300C, keadaan ini masih dalam batas aman untuk

penyimpanan bahan yang berasal dari biji-bijian. Kadar air aman simpan umumnya

sekitar 13-14% sedangkan kadar air aman dari gangguan kerusakan, yaitu setara

dengan Aw 0,62 sekitar 11-12% (Syarief dan Halid, 1993). Kesuksesan

penyimpanan tergantung pada kontrol serangan serangga dan mempertahankan

tingkat kadar air, mulai dari kehilangan sampai perpindahan cairan yang dapat terjadi

secara signifikan (Champ and Highley, 1987).

Ada empat tipe kerusakan bahan pakan yang disimpan pada kondisi yang

buruk, yaitu a) kerusakan fisik dan mekanik, yaitu kerusakan yang terjadi jika bahan

tidak ditangani secara hati-hati waktu kegiatan panen, transportasi, pengolahan, dan

penyimpanan. b) kerusakan kimiawi, meliputi kerusakan bahan akibat reaksi kimia

atau reaksi pencoklatan non enzimatis yang merusak partikel karbohidrat, penurunan

kandungan vitamin, dan asam nukleat. c) kerusakan enzimatik, yaitu terjadi akibat

kerja beberapa enzim, seperti protease, amylase, dan lipase, misalnya pemecahan

molekul lemak, seperti asam lemak bebas dan glycerol oleh enzim lipolitik dan

aktivitas enzim proteolitik memecah protein menjadi polipeptida dan asam amino

(Syarief dan Haryadi, 1984). d) kerusakan biologi terjadi akibat serangan serangga,

binatang pengerat, burung, dan mikroorganisme selama penyimpanan (Syamsu,

1997).

20

Kadar Air dan Aktivitas Air

Air merupakan nutrien paling sederhana yang terdapat di dalam pakan

walaupun begitu bila air sudah berada di dalam tubuh air mempunyai peranan yang

sangat luas. Air sangat berpengaruh terhadap perubahan baik kimiawi maupun fisik

bahan (DeMau, 1989). Ketaren (1986) menyatakan bahwa adanya air pada bahan

berlemak menyebabkan reaksi hidrolisa yang menimbulkan ketengikan. Selain itu air

juga berfungsi menyelimuti lemak dari kontak langsung dengan oksigen sehingga

dapat menghambat terjadinya reaksi oksidasi dan tidak terjadi ketengikan oksidatif

(Purnomo, 1995).

Kadar air merupakan banyaknya air terikat dan air bebas yang terkandung

dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air juga

salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan karena air dapat

mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air

dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan

tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir

untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan

(Winarno, 1997). Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa kadar air yang aman

untuk penyimpanan ditentukan berdasarkan tingkat kadar air yang setimbang dengan

kondisi lingkungannya (suhu dan kelembaban realtif) dan ambang batas aktivitas air

yang aman terhadap kemungkinan penyebab kerusakan. Perubahan kelembaban

udara ruang penyimpanan juga berpengaruh terhadap penguapan dan absorpsi air

dalam kemasan. Bila kelembaban udara ruang menurun maka akan terjadi penurunan

kadar air, sebaliknya bila kelembaban ruang meningkat maka akan terjadi

peningkatan kadar air (Wiraatmadja et al., 1995).

Jumlah air bebas di dalam bahan yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba

dikenal dengan istilah aktivitas air (Winarno, 1991). Aktivitas air juga merupakan

aktivitas kimia dari air yang merupakan ukuran dalam menentukan kemampuan air

membantu proses kerusakan bahan (Adnan, 1982).

21

Gambar 3. Peta Stabilitas Bahan Sebagai Fungsi dari Aw (Labuza, 1971)

dalam Winarno (1991)

Gambar 3 memperlihatkan gambaran kerusakan pangan. Pada Gambar 3,

terdapat pembagian tiga daerah isotherm, yaitu daerah I, (Aw dibawah 0,25), daerah

II (Aw 0,25-0,80), dan daerah III (Aw diatas 0,80). Daerah paling stabil ialah daerah

II sebab kerusakan yang terjadi pada daerah II dapat dicegah. Namun pada daerah II

oksidasi dan hidrolisa lemak meningkat, hal ini disebakan oleh keaktifan katalis

meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas air (Winarno, 1991). Pada daerah I

merupakan daerah dengan oksidasi lemak terbesar, seiring dengan rendahnya

aktivitas air, hal tersebut disebabkan oleh banyak terjadinya radikal bebas dan air

tidak dapat lagi menjadi barier kontak lemak dengan oksigen. Pada daerah III

kerusakan mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis berjalan dengan cepat. Hal tersebut

disebabkan oleh sifat air bebas yang diperlukan oleh reaksi-reaksi tersebut

(Alamsyah, 2004).

Kerusakan Kimia

Proses kimiawi yang dapat terjadi dalam penyimpanan pakan adalah terjadi

perubahan atau kerusakan kandungan lemak dari pakan tersebut. Faktor-faktor yang

mempengaruhi dalam mempercepat kerusakan lemak dari pakan adalah kandungan

minyak, kontak dengan udara, cahaya, temperatur ruangan, kadar air bahan, dan

adanya katalis (Patterson, 1989). Kerusakan bijian dan bahan makanan pada

penyimpanan dengan kondisi temperatur dan kadar air tinggi, terutama disebabkan

oleh meningkatnya aktivitas enzim lipase dalam hidrolisis lemak (Pomeranz, 1974)

lemak dipecah menjadi asam lemak bebas dan glicerol (Kaced et al., 1984).

22

Kerusakan kimiawi meliputi kerusakan bahan makanan akibat reaksi kimia

ataupun reaksi pencoklatan non enzimatis yang merusak karbohidrat, penurunan

kandungan vitamin, dan asam nukleat. Umumnya kerusakan tersebut terjadi akibat

suhu yang tinggi ataupun pengeringan yang spontan (Syarief dan Haryadi, 1984).

Harapan utama ialah tidak terjadinya perubahan terhadap kandungan nutrisi selama

penyimpanan sebab kandungan nutrisi sangat penting dalam penyusunan ransum dan

aplikasinya.

Ketengikan

Ketengikan yang terjadi pada bahan yang mengandung minyak dan lemak yaitu

ketengikan hidrolisis dan ketengikan oksidasi yang berbeda dalam mekanismenya

(Gunawan dan Tangendjaja, 1986). Kondisi iklim panas dan lembab meningkatkan

gejala ketengikan yang terdiri atas dua jenis, yaitu :

1. Ketengikan hidrolitik yang dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme terhadap

lemak menyebabkan proses hidrolisis sederhana lemak menjadi asam lemak, di-

gliserida, mono-gliserida, dan gliserol. Ketengikan hidrolitik tidak

mempengaruhi nilai nutrisi.

2. Peroksidasi lemak menyebabkan pembentukan radikal bebas pada ikatan tak jenuh

akibat pemisahan hidrogen dari asam lemak tak jenuh, yang menurunkan nilai

energi lemak. Reaksi dipercepat dengan kehadiran mineral-mineral yang terdapat

dalam oksigen.

Ketengikan hidrolisis merupakan akibat reaksi antara bahan pakan dengan air.

Pada penyimpanan terlalu lama menyebabkan terjadinya kenaikan kandungan air

biasanya terjadi ketengikan hidrolisis, akan tetapi ketengikan ini tidak selamanya

terjadi bersamaan dengan ketengikan yang lain (Hattab, 1977). Tahap reaksi

hidrolisis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tahap Reaksi Hidrolisis Lemak (Ketaren, 1986)

Trigliserida Air Gliserol Asam Lemak

αH2C-O-CO-R H2C-OH

βH2C-O-CO-R + 3H2O = H2C + 3R-CO-OH

αH2C-O-CO-R H2C-OH

23

Akibat yang ditimbulkan dari reaksi hidrolisis adalah terjadinya perubahan bau

dan rasa dari minyak atau lemak, yaitu timbulnya rasa tengik (Djatmiko dan

Pandjiwidjaja, 1984). Sebagai ilustrasi, dedak padi yang mempunyai kandungan

minyak yang tinggi mudah terhidrolisis oleh enzim lipase bebas. Hidrolisis

diakibatkan oleh reaksi antara lipase dan minyak di dalam dedak padi yang

menghasilkan asam lemak bebas (Gunawan dan Tangendjaja, 1986). Kadar asam

lemak bebas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan

yaitu sebelum penyimpanan sebesar 16.5% dan setelah dua bulan penyimpanan

sebesar 80.7% . Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim lipase sangat tinggi

sehingga hampir seluruh minyak dapat terhidrolisa dalam waktu dua bulan

penyimpanan.

Ketengikan oksidasi yang umum dijumpai yaitu reaksi oksidasi pada ikatan

rangkap dari asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh mempunyai ikatan

rangkap yang mempengaruhi reaksi ini menyebabkan lemak menjadi keras dan

kental. Peroksida merupakan hasil antara yang biasanya dipakai sebagai ukuran

tingkat ketengikan (Kaced et al., 1984). Peningkatan bilangan peroksida

menunjukkan bahwa lemak dalam bahan telah menjadi tengik. Ketengikan oksidatif

ialah reaksi dimana laju reaksi meningkat sejalan dengan meningkatnya waktu

penyimpanan. Ketengikan oksidatif terutama dipengaruhi oleh kontak langsung

antara lemak dengan oksigen dan air tidak lagi menjadi barrier bagi lemak

(Purnomo, 1995). Reaksi ini biasanya terjadi pada Aw rendah (< 0,3). Tahap reaksi

oksidatif dalam bahan terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahap Reaksi Oksidatif Lemak (Winarno, 1991)

Lama penyimpanan akan meningkatkan oksidasi lemak dedak padi yang

ditunjukkan dengan bertambahnya bilangan peroksida (Syamsu, 2000). Nilai

As. Lemak tidak jenuh Radikal Bebas

R1-C-C=C-C-R2 R1-C-C=C-C-R2 + H2

R1-C-C=C-C-R2 + R1-C-C=C-C-R2 R1-C-C=C-C-R2 + R1-C-C=C-C-R2

O-O+ O-OH

Peroksida Hidroperoksida Radikal Bebas

24

peroksida di atas 10 dianggap tidak aman dan mengindikasikan terjadinya ketengikan

pakan. Hal ini terjadi bila komponen cita rasa dan bau yang mudah menguap

terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh.

Komponen-komponen tersebut menyebabkan bau dan cita rasa yang tidak diinginkan

dalam lemak dan minyak, serta produk-produk yang mengandung lemak dan minyak.

Bawang Putih (Allium sativum)

Bawang putih adalah herba semusim berumpun yang memiliki ketinggian

sekitar 60cm. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang di daerah pegunungan

yang cukup mendapat sinar matahari. Ciri-ciri bawang putih ialah batangnya batang

semu dan berwarna hijau, bagian bawahnya bersiung-siung, bergabung menjadi umbi

besar berwarna putih, tiap siung terbungkus kulit tipis dan jika diiris baunya sangat

tajam, daunnya berbentuk pita (pipih memanjang) dan berakar serabut. Bunganya

berwarna putih.

Gambar 6. Bawang Putih (www.litbang.deptan.go.id)

Winarno dan Koswara (2002) menyatakan bahwa bawang putih mengandung

asam amino sistein yang merupakan penentu komponen bioaktif bawang putih.

Sistein teralkalisasi dan kemudian mengalami oksidasi akan menghasilkan protein

aliin. Aliin merupakan prekursor tak berwarna dan tak berbau pada bawang putih,

namun apabila bawang putih diiris atau dihancurkan maka akan timbul aktifitas suatu

enzim yaitu allinase. Enzim allinase ini mengkonversi aliin menjadi alisin, senyawa

yang memberi bau khas bawang putih. Mekanisme perubahan zat allicin terlihat pada

Gambar 7.

25

Penuaan alami

Jalur Biokonversi

Pemecahan Sel Alisin

Jalur Dekomposisi

Dekomposisi Cepat

Panas + Pelarut Organik

Gambar 7. Perubahan Kimiawi dalam Bawang Putih (Amagase et al., 2001)

Bawang putih mengandung minyak atsiri yang bersifat anti bakteri dan anti

septik, kandungan alisin dan aliin berkaitan dengan daya anti kolesterol. Umbi

bawang putih mengandung kalsium, saltivine, diasulphide, belerang, protein, lemak,

fosfor, besi, dan vitamin. Nurjanah (2007) melaporkan bahwa umbi bawang putih

mengandung α-glutamylcysteins dalam jumlah banyak bahan ini kemudian

dihidrolisis maupun dioksodasi membentuk alliin. Saat terjadi pemotongan maupun

penggilingan bawang putih, enzim akinase dengan cepat menguraikan alliin.

Kandungan kimia bawang putih terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Kimia Bawang Putih

Komponen Jumlah

Bahan kering (%) 83,09

Protein kasar (%) 16,78

Serat kasar (%) 0,42

Lemak kasar (%) 4,11

Beta-N (%) 58,61

Abu (%) 3,17

Ca (%) 0,26

P available (%) 0,38

Na (%) 0,07

Energi (kal/g) 3.344

Sumber: Hastuti (2008)

Polisakarida, Protein,

Enzim, As amino,

γ-glutamilsistein,

S-alilsistein,Sulfoksida

Aliin + Alinase

Komponen sulfur

Larut Air:

S-alilsistein

S-alilmerkaptosistein

Asam amino

Komponen Sulfur

Larut Minyak:

Dialil sulfida

Dialil disulfida

Dialil trisulfida

Ayone, Vinilditin

Pemecah Sel

Alicin

26

Paavo Airola, seorang ahli gizi dan pendiri The International Academy of

Biological Medicine dalam Winarno dan Koswara (2002) telah berhasil menemukan

dan mengisolasikan sejumlah komponen aktif dari bawang putih, diantaranya:

1. Alisin, zat aktif yang mempunyai daya bunuh bakteri dan daya anti radang

2. Aliin, suatu asam amino yang bersifat antibiotik

3. Allitiamin, suatu sumber ikatan-ikatan biologi yang aktif serta vitamin B1

4. Antihemolytic faktor, faktor anti lesu atau anti kekurangan sel-sel darah merah

5. Selenium, suatu mikro mineral yang merupakan faktor antioksidan

6. Germanium, seperti selenium merupakan mineral anti kanker ampuh yang dapat

menghambat dan memusahkan sel-sel kanker dalam tubuh

7. Antioksidan, anti racun atau pembersih darah dari racun-racun bakteri atau polusi

logam-logam berat

Berdasarkan zat komponen aktif dari bawang putih tersebut, bawang putih

banyak digunakan sebagai aditif dalam ransum. Menurut Hastuti (2008), 7,5% bubuk

bawang putih dari total ransum memperlihatkan bobot badan akhir yang tinggi

dibandingkan dengan pemberian 2% piperazine. Wiryawan (2005) menemukan

bahwa penggunaan 2,5% bubuk bawang putih dalam ransum menurunkan koloni

bakteri Salmonella typhimurium secara nyata.

Zeolit

Zeolit berasal dari kata Zein yang dalam bahasa Yunani, yang artinya membuih

dan lhitos, yang artinya batu. Hal tersebut sesuai dengan sifat Zeolit yang dapat

berbuih apabila dipanaskan hingga suhu 1000C (Sidih, 1996). Pada dasarnya,

molekul zeolit terdiri atas tetrahedral SiO4 dan AlO4 yang diikat dengan oksigen

membentuk pollihedral yang berongga (Sidih, 1996). Struktur zeolit yang berongga

ini menyebabkan zeolit dapat menyerap air atau zat lain dan bersifat reversible

(Sidih, 1996).

Zeolit alam sangat melimpah dan merupakan mineral yang digunakan secara

luas didunia (Suhandy et al., 2000). Potensi penggunaan zeolit terutama disebabkan

oleh sifat fisik dan kimia yang dimilikinya. Zeolit adalah golongan mineral

aluminosilikat terhidrat, dengan kation alkali dan alkali tanah yang mengisi mengisi

rongga-rongga kerangka aluminosilikat.

27

Gambar 8. Zeolit dan Struktur (www.litbang.deptan.go.id)

Ada dua cara aktifasi zeolit, yaitu secara fisik dan kimia (Sryanto dan Husaini,

1991). Saat zeolit dipanaskan 300-4000 C selama beberapa jam air akan keluar dan

zeolit dapat berfungsi sebagai pengabsorbsi yang efektif (Mumpton dan Fishman,

1977 dalam Murni, 1993). Daya serap zeolit terhadap air dan kation dapat

ditingkatkan melalui aktifasi.

Bekti (2002) menyebutkan bahwa zeolit dapat menurunkan kandungan logam

berat bersifat toksik yang dapat menimbulkan pencemaran atau rusaknya lingkungan

dibandingkan dengan beberapa pengering lainnya, seperti aluminium oksida dan

silika gel. Dalam bidang industri, zeolit merupakan penyerap air yang paling baik.

Pemakaian zeolit terus berkembang dan mulai banyak dimanfaatkan sebagai pakan

tambahan (feed additive) dalam bidang perternakan dan perikanan (Ramon, 2006).

Penggunaan zeolit dapat dicampur langsung dengan bahan, seperti debu, karena

zeolit dapat merusak kulit dan aktivitas serangga yang akhirnya dapat mengakibatkan

kematian (Sidih, 1996). Hasil penelitian tentang zeolit menunjukkan bahwa zeolit

dapat berpengaruh positif terhadap produksi ternak (Ramon, 2006). Murni (1993)

menyatakan bahwa 2,5% Zeolit dapat mencegah produksi aflatoksin selama

penyimpanan 4 minggu serta menurunkan kadar air pakan.

28

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September

hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor.

Materi

Bahan Pakan

Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini ialah jagung kuning giling

yang diperoleh dari agen bahan pakan di Bogor dan dedak padi yang diperoleh dari

penggilingan padi di Bogor.

Zat Penghambat Kerusakan

Zat penghambat kerusakan yang digunakan pada penelitian ini adalah bawang

putih (Allium sativum), mineral zeolit dan anti jamur Dermitox® sebagai

pembanding.

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah karung plastik,

thermohigrometer, Aw meter, oven, eksikator, labu Erlenmeyer gelap bertutup, labu

Erlenmeyer Assa, timbangan analitik, timbangan, penangas, gelas piala, gelas ukur,

dan alat tulis.

Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini ialah BaCl2, sebagai

kalibrator Aw meter, KI, asam asetat pekat, alkohol 95%, khlorofom, larutan tio

0,02N (Na2S2O3), aquadest, dan tepung kanji.

Tempat Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan di gudang Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Pakan, Fakultas Peternakan Lantai 1. Ruangan penyimpanan terlebih dahulu

dibersihkan dan didisinfektan, agar mengurangi pengaruh kontaminasi dari

29

lingkungan sekitar. Bahan diletakkan dalam ruang penyimpanan menggunakan alas

kayu agar bahan tidak menjadi lembab sebab bersentuhan langsung dengan lantai,

seperti terlihat pada Gambar 9.

a b c

Gambar 9 (a,b,c). Peletakan Sampel dalam Ruangan Penyimpanan

Rancangan

Rancangan Percobaan

Untuk mengetahui efektivitas pemberian zat penghambat kerusakan yang

berbeda terhadap jagung dan dedak padi selama penyimpanan, digunakan analisis

statistika metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 4 x 5

dengan 3 ulangan. Faktor dalam penelitian ini ialah perlakuan (penambahan zat

penghambat) dan lama penyimpanan (minggu)

Model matematik yang digunakan adalah (Steel and Torrie, 1997):

Yijk = µ + Ai + Bj + AiBj + εijk

Keterangan:

Yijk : Variabel respon

µ : Nilai rataan umum

Ai : Pengaruh lama penyimpanan minggu ke-i

Bj : Pengaruh pemberian zat penghambat kerusakan –j

AiBj : Pengaruh interaksi lama penyimpanan minggu ke-i dengan

pemberian zat penghambat kerusakan -j

εijk : Galat percobaan karena pengaruh perlakuan lama penyimpanan

minggu ke-I dan pemberian zat penghambat kerusakan j, dan

ulangan ke-k.

30

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah dengan menambahkan

bubuk bawang putih, serbuk zeolit, dan anti jamur komersial pada dedak padi dan

jagung yang sudah digiling, penambahan diberikan dalam bentuk bubuk, yang

kemudian dicampur merata pada masing-masing bahan. Bahan yang digunakan

masing-masing sebanyak 1 kg dan setiap bahan akan disimpan selama delapan

minggu, setiap dua minggu periode penyimpanan diamati kerusakan yang terjadi.

Komposisi perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah:

P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol)

P1 = P0 + 1% Zeolit

P2 = P0 + 1% Bawang Putih

P3 = P0 + 0.15% Anti jamur Komersial (Dermitox®)

Sistematika pemberian perlakuan terlihat pada Gambar 10.

Ditambahkan

Disimpan (minggu)

Gambar 10. Bagan Penambahan Zat Penghambat Kerusakan pada Masing-

Masing Perlakuan.

Peubah

Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Kadar air bahan, dianalisis menurut metode analisa proksimat (AOAC, 1995).

Jagung / Dedak Padi

(Masing-masing 1 kg)

Bawang Putih

(1%)

Zeolit

(1%)

Anti Jamur Komersial

(0,15)

4 6 8 2

31

2. Aktivitas air bahan, dihitung menggunakan Awmeter.

3. Kandungan Bahan Organik Bahan, dianalisis menurut metode analisa proksimat

(AOAC, 1995).

4. Pengukuran ketengikan secara organoleptik dan mengukur kadar bilangan

peroksida bahan (Departemen Perindustrian, 1986).

5. Suhu dan kelembaban ruangan penyimpanan juga diamati, karena suhu dan

kelembaban akan berpengaruh terhadap kadar air dan juga aktivitas air bahan

selama penyimpanan, dianalisis menggunakan Thermohygrometer.

Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode Rancangan Acak

Lengkap (RAL) pola faktorial, diolah menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA),

dan jika terdapat hasil yang berbeda nyata maka akan dilanjutkan uji jarak Duncan

(Steel and Torrie, 1997).

Prosedur

Persiapan Sampel

Persiapan sampel diawali dengan penyediaan jagung kuning giling dan dedak

padi yang diperoleh dari supplier bahan pakan di Bogor. Awalnya sampel akan diuji

kadar air, dan aktivitas airnya untuk mengetahui keadaan awal bahan, setelah itu,

dikeringkan dengan kering udara (dijemur) hingga kadar airnya ± 13%, hal tersebut

sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar air yang aman untuk

penyimpanan bahan adalah 13,5-14% (Syarief dan Halid, 1993).

Bahan yang sudah dikeringkan dipisah, masing-masing 1 kg. Penggilingan

bahan bertujuan untuk memperluas permukaan bahan, setelah itu, bahan dicampur

dengan zat penghambat kerusakan sebanyak 1% dari bobot bahan yang terdapat

dalam karung, hal tersebut merujuk kepada Sidih (1996) bahwa penambahan 1%

zeolit dapat menurunkan kadar air dan aktivitas air secara signifikan dan hasil

penelitian Yusawisana (2002), pemberian bawang putih hingga taraf 0,6% tidak

berpengaruh terhadap kerusakan lemak ransum. Kemudian sampel dimasukkan ke

dalam karung-karung plastik yang telah tersedia, yang sebelumnya telah diautoclaf

untuk menghilangkan pengaruh ketidaksterilan karung pada bahan. Bahan pengemas

yang digunakan ialah karung plastik dari bahan polipropilen.

32

Persiapan Zat Penghambat Kerusakan dan Perlakuan

Zeolit diperoleh dari agen mineral di Jakarta, dalam bentuk bubuk, dan telah

diaktivasi. Bawang putih, dibuat menjadi bubuk, dengan prosedur sesuai dengan

Gambar 11.

1

Gambar 11. Bagan Proses Pembuatan Bubuk Bawang Putih (Hastuti, 2008)

Penyimpanan

Sampel yang telah dipisahkan ke dalam perlakuan dan ulangan disimpan di

dalam gudang yang akan terus dikontrol suhu dan kelembabannya. Penempatan

jagung diacak, menggunakan tabel acak Steel and Torrie (1997) hal tersebut

bertujuan mengurangi eror data yang terjadi akibat salah penempatan, serta

meratakan perlakuan dan penyimpanan. Penyimpanan dalam bentuk curah saat ini

sedang digemari di industri pakan, selain mudah, efisien, juga lebih mudah dalam

penanganan. Namun kekurangan penyimpanan dalam bentuk curah ialah voluminous

dan meningkatkan serangan serangga terhadap bahan sebab tidak ada penghalang.

Kontrol Suhu dan Kelembaban Ruangan

Suhu dan kelembaban udara ruang penyimpanan diamati menggunakan

thermohigrometer yang dapat mengukur suhu dan kelembaban sekaligus. Suhu dan

kelembaban diamati setiap hari dan pengukuran dilakukan tiga kali dalam sehari,

yaitu pukul 07.00, pukul 12.00, dan pukul 17.00. Perbedaan waktu ini diharapkan

dapat mewakili perubahan suhu yang terjadi dan mendapatkan rataan suhu harian.

Analisa Kadar Air (AOAC, 1995)

Pengamatan kadar air dan aktivitas air jagung dilakukan dua minggu sekali.

Setiap selesai satu periode penyimpanan, jagung dikeluarkan dari kemasan,

Bawang Putih

Pengirisan

(2-3mm) Pengupasan

Bubuk

Bawang Putih

Pengayakan

(40mesh)

Pengeringan

Oven (600C) selama

10 jam

Penghalusan

Persiapan

Pembubukan

33

ditimbang, diaduk hingga homogen, setelah itu diambil sampel, kemudian dianalisis.

Analisa kadar air dilakukan dengan mengeringkan cawan dalam lemari pengering,

sekitar 1 jam, kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15 menit, kemudian

ditimbang (x). Ambil sampel (y) dan dimasukkan kedalam cawan. Masukkan ke

dalam alat pengering pada temperatur 1050C selama 6-8 jam, kemudian dinginkan

dalam eksikator selama 15 menit dan timbang hingga beratnya konstan (z).

Penentuan kadar air menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar air (% BK) = (𝒙+𝒚−𝒛)

𝒀 x 100%

Analisa Aktivitas Air

Aktivitas air jagung diukur dengan menggunakan Aw meter, yang sebelumnya

sudah dikalibrasi dengan menggunakan larutan BaCl2, selama 3 jam. Larutan BaCl2

memiliki nilai aktivitas air sebesar 0,9 (Syarief dan Halid, 1993). Sampel jagung

dimasukan kedalam wadah, kemudian wadah ditutup dengan Aw meter. Sampel

jangan terlalu banyak, agar tidak mengganggu alat. Pembacaan skala Aw meter

dilakukan setelah 3 jam pengukuran. Aktivitas air ditentukan dengan rumus:

Aw = Skala + [(suhu-200C) x 0.002]

Analisa Perubahan Kandungan Bahan Organik Bahan (AOAC, 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven 105°C selama beberapa jam,

kemudian dinginkan dalam eksikator dan berat awal ditimbang (x). Timbang sampel

bahan dengan berat kira-kira 5g (y), masukkan ke dalam cawan porselin. Pijarkan

sampel tersebut di atas nyala api pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi,

kemudian masukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu 400 - 600°C. Sesudah

sampel abu berwarna putih, angkat sampel dinginkan dalam eksikator, timbang (z).

Kadar Abu (%) = 𝒁−𝑿

𝒀 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

Bahan Organik (%BO) = Bahan Kering (BK) – Kadar Abu

Organoleptik Ketengikan

Sampel yang akan diamati, ditimbang, kemudian dikeluarkan dari karung

penyimpan. Setelah itu sampel dihomogenkan. 100 gr sampel diambil, kemudian

dianalisa dengan mencium aroma sampel. Perubahan bau yang terjadi setiap

minggunya diberi skor 1-3 (Tidak Tengik, Tengik, dan Sangat Tengik).

34

Analisa Kadar Bilangan Peroksida Bahan (Departemen Perindustrian, 1986)

Analisa bilangan peroksida ini menunjukkan tingkat ketengikan yang terjadi

pada bahan setelah disimpan. Analisa ini dimulai dengan mengambil beberapa gram

sampel, yang timbang dalam tabung Erlenmeyer 300 ml bertutup. Lalu tambahkan

campuran 20 ml asam asetat pekat, 25 ml alkohol 95%, dan 55 ml khloroform.

Setelah larut, tambahkan 1 g KI dan biarkan di dalam tempat gelap, selama 30 menit

sambil terus dicampur. Setelah itu, tambahkan 50 ml aquadest, dan titar

menggunakan mikrobiuret, dengan larutan tio (N2S2O3) 0,02 N standar, dengan kanji

sebagai indikator, lakukan penetapan blangko. Bilangan peroksida dinyatakan

dengan mg oksigen/1000gr minyak. Rumus untuk mencari bilangan peroksida:

Bilangan Peroksida (meq/100g minyak) = 𝒂−𝒃 𝒙 𝑵 𝒙 𝟖

𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒂𝒘𝒂𝒍 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒍𝒆 x 100%

Keterangan:

a = volume (ml) larutan tio 0,02N untuk blangko

b = volume (ml) larutan standar larutan tio 0,02N untuk contoh

N = Normalitas larutan standar tio (N2S2O3) 0,02N

8 = Faktor Koreksi (konstanta)

35

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Penyimpanan merupakan salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu

terkait dengan waktu yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga komoditi

yang disimpan dengan cara menghindari, menghilangkan berbagai faktor yang dapat

menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut (Syamsu, 2003). Penyimpanan

jagung dan dedak padi pada penelitian ini dilakukan selama 8 minggu, dalam

keadaan terbuka (curah) dalam gudang. Penyimpanan selama 8 minggu merupakan

batas kadaluarsa dari bahan-bahan hasil pertanian, seperti jagung dan dedak padi

(Syarief dan Halid, 1993). Pengamatan suhu dan kelembaban pada waktu yang

berbeda diharapkan mewakili perubahan suhu yang terjadi setiap harinya. Suhu

ruangan selama penyimpanan tertinggi 280C dan terendah 26,6

0C sedangkan untuk

kelembaban tertinggi 87% dan terendah 81%. Data suhu yang diperoleh (Tabel 3)

telah sesuai dengan rekomendasi yang menyatakan suhu batas aman penyimpanan

berkisar antara 27-300C (Syarief dan Halid, 1993).

Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Mingguan Selama Penyimpanan

(Oktober-Desember 2008)

Minggu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 Rataan

Suhu (0C) 27,67 28,00 27,67 28,00 26,60 27,40 27,20 27,57 27,58 ± 0,71

Kelembaban (%) 87 82 83 81 82 85 85 87 83,79 ±3,70

Kelembaban selama penyimpanan lebih tinggi dari yang disarankan untuk batas

aman penyimpanan, yaitu kurang dari 70% (Syarief dan Halid, 1993). Kelembaban

yang cukup tinggi tersebut diakibatkan oleh cuaca saat penyimpanan sering hujan

sehingga keadaan ruang penyimpanan menjadi lembab. Kelembaban yang tinggi

berpengaruh terhadap kondisi sampel yang disimpann terutama pada peningkatan

kadar air dan aktivitas air bahan (Wiraatmadja et al, 1995). Kelembaban yang tinggi

menyebabkan banyak terdapat uap air diudara yang mengakibatkan mudah

diserapnya uap air oleh bahan, yang memiliki sifat adsorb air, yang digunakan untuk

respirasi.

36

Ketengikan

Ketengikan dapat diartikan sebagai kerusakan atau perubahan bau dan rasa

dalam bahan. Ketengikan diakibatkan oleh reaksi-reaksi yang menyerang lemak

bahan (Syarief dan Halid, 1993). Ketengikan pada lemak akan menurunkan nilai gizi

bahan, hal tersebut disebabkan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak serta asam-

asam lemak esensial dalam bahan akan rusak. Peningkatan kadar air dan reaksi

lemak dengan air selama penyimpanan menyebabkan terjadinya ketengikan hidrolisis

(Winarno, 1997).

Tabel 4. Hasil Organoleptik Ketengikan

Perlakuan Bahan Minggu ke- Minggu ke-

0 2 4 6 8

0 2 4 6 8

P0

Jagung

TT TT TT TT T

Dedak

Padi

TT TT TT T ST

P1 TT TT TT TT TT TT TT TT TT ST

P2 TT TT TT TT T TT TT T T ST

P3 TT TT TT TT T TT TT TT T ST

Keterangan : TT : Tidak Tengik, T : Tengik, ST : Sangat Tengik

P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol)

P1 = P0 + 1% Zeolit

P2 = P0 + 1% Bawang Putih

P3 = P0 + 0,15% Anti jamur Komersial (Dermitox®)

Hasil penelitian menunjukkan secara organoleptik terjadi ketengikan pada

dedak padi (Tabel 4). Saat awal percobaan jagung dan dedak padi masih dalam

keadaan segar, belum menunjukkan bau yang tengik. Ketengikan lebih cepat terjadi

pada dedak padi. Berdasarkan Tabel 4, dedak padi mulai mengalami ketengikan pada

minggu ke-4 penyimpanan dan menjadi sangat tengik pada minggu ke-8, hal tersebut

disebabkan oleh ketidakstabilan kandungan lemak dalam dedak padi (Jamila, 2007).

Pada jagung bau mulai berubah pada minggu ke-8. Jagung mengandung sangat

sedikit lemak sehingga reaksi yang terjadi pada lemak jarang terjadi dibandingkan

dengan dedak padi.

Bilangan peroksida yang mencerminkan ketengikan oksidatif pada penelitian

ini belum terdeteksi, hal tersebut menunjukkan tidak terjadinya reaksi oksidatif, dan

tidak terbentuknya radikal bebas bahan selama penyimpanan. Peningkatan kadar air

juga dapat menghambat laju oksidasi lemak, yaitu melindungi lemak dari kontak

langsung dengan oksigen (Purnomo, 1995). Lama Penyimpanan memberikan

pengaruh terhadap ketengikan, semakin lama bahan disimpan, bahan akan menjadi

semakin tengik sedangkan penambahan bawang putih, zeolit, dan anti jamur

37

komersial yang diberikan pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh terhadap

ketengikan yang terjadi.

Jagung

Kadar Air

Kadar air merupakan presentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan berat basah dan berat kering bahan (Syarief dan Halid, 1993).

Kadar air merupakan salah satu karakteristik peranan air dalam bahan. Peningkatan

kadar air dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban yang tinggi dan kondisi tersebut

dapat mendukung terjadinya ketengikan yang disebabkan hidrolisa lemak oleh

mikroorganisme.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada kadar air jagung, perlakuan

yang diberikan tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap perubahan

kadar air jagung, hal tersebut disebabkan oleh ukuran partikel jagung yang besar,

sehingga luas permukaannya lebih sempit, hal ini menyebabkan jagung menjadi

kurang resposif terhadap perlakuan yang diberikan. Demikian juga dengan interaksi

antara lama penyimpanan dan perlakuan. Namun lama penyimpanan sendiri

memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap perubahan kadar air

jagung. Hal tersebut menunjukkan semakin lama jagung disimpan, terjadi perubahan

pada kadar air jagung.

Tabel 5. Hasil Analisa Kadar Air Jagung (%)

Perlakuan Minggu ke-

Rataan 0 2 4 6 8

P0 12,34 ± 1,23 17,19 ± 4,96 15,80 ± 0,58 14,62 ± 0,19 16,37 ± 0,16 15,26 ± 1,88

P1 13,48 ± 0,21 14,04 ± 0,14 15,59 ± 0,77 14,84 ± 0,35 16,72 ± 0,54 14,93 ± 1,28

P2 13,09 ± 0,03 15,95 ± 2,24 17,17 ± 1,09 15,10 ± 0,28 16,86 ± 0,23 15,63 ± 1,64

P3 12,62 ± 0,61 14,01 ± 0,13 15,79 ± 0,33 15,34 ± 0,17 12,42 ± 3,52 14,04 ± 1,53

Rataan 12,88 ± 0,50aA 15,30 ± 1,55B 16,09 ± 0,73B 14,98 ± 0,31bB 15,59 ± 2,13B

Keterangan: Superksrip dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Superskrip dengan huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol)

P1 = P0 + 1% Zeolit

P2 = P0 + 1% Bawang Putih

P3 = P0 + 0,15% Anti jamur Komersial (Dermitox®)

Awal penyimpanan (minggu ke-0) menunjukkan nilai kadar air paling rendah

(12,88%), jika dibandingkan dengan minggu-minggu selanjutnya. Nilai kadar air

jagung saat awal penyimpanan telah sesuai seperti yang disebutkan literatur bahwa

38

batas aman kadar air untuk penyimpanan bahan-bahan hasil pertanian ialah dibawah

13 – 14% (Syarief dan Halid, 1993), hal tersebut menunjukkan bahwa jagung yang

digunakan dalam keadaan yang baik untuk disimpan. Keadaan awal suatu bahan

sebelum disimpan sangat penting diperhatikan sebab keadaan awal bahan tersebut

menunjukkan kualitas dan menentukan daya simpan bahan tersebut terutama untuk

bahan-bahan hasil pertanian, yang cepat bereaksi terhadap udara sekitar.

Kadar air jagung secara nyata meningkat pada minggu ke-6 (14,98%) hal

tersebut menunjukkan bahwa pada minggu ke-6 terjadi absorbsi uap air dari udara

oleh bahan. Terjadinya peningkatan kadar air jagung pada minggu ke-6 selaras

dengan peningkatan suhu dan kelembaban ruangan pada minggu ke-6 (Tabel 3). Suhu

dan kelembaban udara sangat mempengaruhi kadar air bahan sebab peningkatan

kelembaban udara ruangan penyimpanan menghasilkan uap air yang banyak di udara

sehingga mudah diserap oleh bahan.

Peningkatan kadar air yang sangat nyata (P<0,01) terlihat mulai minggu ke-2

penyimpanan jagung. Kemudian kadar air bertahan, tidak meningkat hingga minggu

ke-8 (Tabel 5). Peningkatan kadar air tersebut menunjukkan bahwa kadar air jagung

akan meningkat setelah jagung disimpan, namun selama penyimpanan tidak terjadi

peningkatan kadar air terlihat pada minggu ke-2 hingga ke-8. Perubahan kadar air

yang tidak nyata tersebut menunjukkan tidak terjadinya aktivitas atau reaksi-reaksi

dalam bahan serta aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan air sehingga

mempengaruhi kadar air jagung.

Aktivitas Air

Aktivitas air (Aw) merupakan jumlah air bebas dalam bahan yang tersedia

untuk pertumbuhan mikroba (Winarno, 1991). Aktivitas air sangat dipengaruhi oleh

kelembaban relatif (Hall, 1980). Aktivitas air di atas 0,8, laju kerusakan

mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatik berjalan dengan cepat (Alamsyah, 2004).

Hasil analisis ragam menunjukkan lama penyimpanan dan perlakuan yang

diberikan tidak berpengaruh terhadap aktivitas air jagung. Namun interaksi antara

lama penyimpanan dengan perlakuan memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05)

terhadap perubahan aktivitas air bahan.

39

Tabel 6. Hasil Analisa Aktivitas Air Jagung

Perlakuan Minggu ke-

Rataan 0 2 4 6 8

P0 0,76 ± 0,00a 0,78 ± 0,00bc 0,80 ± 0,01ef 0,80 ± 0,01ef 0,80 ± 0,01ef 0,79 ± 0,01

P1 0,76 ± 0,00a 0,77 ± 0,00ab 0,79 ± 0,00cd 0,80 ± 0,01ef 0,81 ± 0,01f 0,79 ± 0,02

P2 0,76 ± 0,00a 0,76 ± 0,01a 0,79 ± 0,00cd 0,81 ± 0,00f 0,81 ± 0,01f 0,79 ± 0,03

P3 0,76 ± 0,00a 0,78 ± 0,01cd 0,79 ± 0,01cd 0,79 ± 0,00de 0,81 ± 0,00f 0,79 ± 0,02

Rataan 0,76 ± 0,00 0,77 ± 0,01 0,79 ± 0,01 0,80 ± 0,01 0,81 ± 0,01

Keterangan: Superksrip dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol)

P1 = P0 + 1% Zeolit

P2 = P0 + 1% Bawang Putih

P3 = P0 + 0,15% Anti jamur Komersial (Dermitox®)

Kontrol (P0) menunjukkan aktivitas air meningkat mulai minggu ke-2 dan

kembali meningkat pada minggu ke-4, setelah itu tidak terjadi perubahan yang nyata

(P>0,05) pada minggu ke-6 dan minggu ke-8, seperti yang terlihat pada Tabel 6, hal

tersebut menunjukkan semakin lama jagung disimpan tanpa penambahan aditif akan

meningkatkan aktivitas air. Peningkatan aktivitas air jagung selaras dengan

peningkatan kelembaban ruangan penyimpanan (Tabel 3). Pada penambahan 1%

zeolit (P1) aktivitas air meningkat pada minggu ke-4, kemudian meningkat kembali

pada minggu ke-6 setelah itu tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) hingga

minggu ke-8. Penambahan 1 % zeolit dapat mencegah peningkatan aktivitas air

hingga minggu ke-4, lebih lama dibandingkan dengan kontrol (P0), hal tersebut

berkaitan dengan sifat absorben pada zeolit yang dapat menyerap air sehingga air

bebas dalam jagung, yang merupakan air yang digunakan oleh mikroorganisme tidak

meningkat sehingga pertumbuhan mikroorganisme dalam jagung juga dapat ditekan.

Penambahan 1% bawang putih memberikan perubahan aktivitas air yang sama

dengan penambahan 1% zeolit. Aktivitas air jagung mulai meningkat pada minggu

ke-4, kemudian kembali meningkat pada minggu ke-6, pada minggu ke-8

perubahannya tidak berbeda nyata (P>0,05). Perubahan aktivitas air jagung pada

penambahan 1% bawang putih dipengaruhi oleh kandungan bawang putih, yaitu anti

oksidan dan anti bakteri (Winarno dan Koswara, 2002) kandungan bawang putih

tersebut mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Pada penambahan 0,15% anti

jamur komersial aktivitas secara nyata (P<0,05) meningkat pada minggu ke-2, dan

kembali meningkat pada minggu ke-6 dan mencapai aktivitas air tertinggi pada

minggu ke-8, hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan 0,15% anti jamur

40

komersial belum dapat mengambat peningkatan aktivitas air jagung, jika

dibandingkan dengan aditif lainnya.

Kisaran nilai Aw pada jagung pada penelitian ini ialah 0,76 - 0,81 kisaran nilai

Aw yang diperoleh berada pada daerah II dan III dalam peta Labuza, yang

menunjukkan stabilitas bahan dalam fungsi Aw (Winarno, 1991) pada Aw. Pada

daerah II merupakan Aw optimal untuk pertumbuhan mikroorganisme (Kapang dan

Khamir) serta terjadi peningkatan aktivitas enzim sedangkan nilai Aw pada daerah III

merupakan keadaan optimal untuk tumbuhnya bakteri dan keadaan puncak dari

beberapa reaksi kima yang dapat merusak bahan. Hal tersebut dipengaruhi oleh

peningkatan kelembaban ruangan pada minggu ke-7 dan 8.

Kelembaban ruangan yang semakin tinggi meningkatkan penyerapan air oleh

bahan sehingga meningkatkan kandungan air bebas (Aw) dan air terikat dalam bahan

(KA). Peningkatan aktivitas menyebabkan peningkatan pertumbuhan

mikroorganisme dalam bahan yang dapat mempercepat terjadinya ketengikan. Hal

tersebut disebabkan oleh mikroorganisme menghidrolisa lemak yang terkandung

dalam bahan dan menyebabkan bahan menjadi cepat tengik (Yusawisana, 2002).

Bahan Organik

Bahan organik merupakan kandungan esensial suatu bahan yang menunjukkan

kualitas nutrisi suatu bahan. Bahan organik terdiri atas karbohidrat, lemak, dan

protein (Al-Ambony, 2007). Selain itu, bahan organik merupakan panduan dalam

menyusun dan menentukan kandungan nutrisi dalam formulasi ransum. Bahan

organik sangat mudah terurai secara kimiawi dan biologis. Termasuk dalam bahan

organik ialah karbohirat, protein, serat, dan lemak.

Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan yang diberikan, lama

penyimpanan serta interaksi antara lama penyimpanan dengan perlakuan yang

diberikan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap perubahan bahan organik

jagung. Hal tersebut menunjukkan kerusakan atau penguraian yang terjadi pada

bahan organik jagung tidak besar.

41

Tabel 7. Hasil Analisa Bahan Organik Jagung (%)

Perlakuan Minggu ke-

Rataan 0 2 4 6 8

P0 98,81± 0,18 98,75 ± 0,09 98,13 ± 0,47 97,94 ± 1,34 98,71 ± 0,12 98,47 ± 0,40

P1 98,63 ± 0,05 98,59 ± 0,03 98,04 ± 0,35 98,53 ± 0,15 98,60 ± 0,03 98,48 ± 0,25

P2 98,76 ± 0,12 98,77 ± 0,04 98,21 ± 0,48 98,27 ± 0,05 98,78 ± 0,04 98,56 ± 0,29

P3 98,66 ± 0,04 98,49 ± 0,01 97,95 ± 0,50 98,39 ± 0,18 98,48 ± 0,06 98,39 ± 0,27

Rataan 98,72 ± 0,08 98,65 ± 0,13 98,08 ± 0,11 98,28 ± 0,25 98,64 ± 0,13

Keterangan : P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol)

P1 = P0 + 1% Zeolit

P2 = P0 + 1% Bawang Putih

P3 = P0 + 0,15% Anti jamur Komersial (Dermitox®)

Kecenderungan bahan organik setelah bahan disimpan ialah menurun, namun

penurunan yang terjadi pada bahan organik jagung tidak nyata. Dapat dikatakan

bahwa jagung yang disimpan masih dalam keadaan yang baik dan dapat digunakan

sebagai bahan pakan.

Penurunan bahan organik terjadi akibat penguraian bahan organik menjadi

substrat yang digunakan oleh mikroorganisme yang tumbuh di dalam bahan tersebut,

pada kontrol penurunan bahan organik disebabkan oleh tidak adanya pelindung pada

bahan, seperti zat aditif lainnya sehingga memudahkan terjadinya penguraian pada

bahan. Penguraian bahan organik mempengaruhi kadar air bahan sebab reaksi

penguraiannya menghasilkan air. Penguraian bahan organik ini diikuti juga oleh

penguraian beberapa substrat, yaitu terjadi penurunan pada serat kasar hal tersebut

juga dipengaruhi oleh kandungan serat kasar jagung yang rendah (2,5%) dan lemak

kasar. Penguraian lemak kasar dalam bahan merupakan cerminan bahwa banyak

lemak yang diuraikan oleh mikroorganisme sedangkan protein kasar pada bahan

setelah disimpan cenderung meningkat (Lampiran 2). Hal tersebut mungkin

disebabkan oleh protein dalam tubuh mikroorganisme yang ikut teranalisis dalam

bahan. Penguraian bahan organik dan substrat-substratnya mengakibatkan turunnya

kualitas nutrisi dari suatu bahan.

Dedak Padi

Kadar Air

Kadar air merupakan faktor penting dalam penyimpanan karena air merupakan

hasil dari banyak reaksi yang terjadi di dalam bahan selama penyimpanan, termasuk

juga reaksi-reaksi yang menyebabkan kerusakan pada bahan. Kadar air dalam bahan

42

ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan tersebut. Kadar air yang tinggi

mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak

sehingga akan terjadi perubahan pada bahan (Winarno, 1997).

Tabel 8. Hasil Analisa Kadar Air Dedak Padi (%)

Keterangan: Superksrip dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol)

P1 = P0 + 1% Zeolit

P2 = P0 + 1% Bawang Putih

P3 = P0 + 0,15% Anti jamur Komersial (Dermitox®)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan dan

interaksi antara perlakuan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata

(P<0,05) terhadap kadar air dedak padi. Pada kontrol (P0) kadar air dedak padi

meningkat pada minggu ke-2 dan kadar air dapat tetap bertahan hingga minggu ke-6,

kemudian terjadi peningkatan pada minggu ke-8. Peningkatan kadar air yang terjadi

disebabkan oleh pada kontrol, bahan tidak ditambahkan zat aditif apapun sehingga

bahan dengan mudah dapat menyerap air dari udara, selain sifat absorbs bahan

tersebut juga, ukuran partikel dedak padi yang lebih kecil dibandingkan dengan

jagung sehingga mudah menyerap air.

Kadar air dedak padi dengan penambahan 1% zeolit (P1) meningkat pada

minggu ke-2 dan kembali meningkat pada minggu ke-8. Perubahan kadar air tersebut

disebabkan oleh sifat absorben zeolit sehingga air dalam bahan diserap oleh zeolit

dan bahan tetap kering (Murni, 1993). Namun pada minggu ke-8 terjadi peningkatan

yang cukup nyata (P<0,05) dibandingkan saat kadar air minggu ke-6, Hal tersebut

menunjukkan fungsi penghambatan zeolit mulai menurun pada minggu ke-6 hingga

minggu ke-8 sehingga air terserap oleh bahan bukan oleh zeolit yang ditambahkan.

Pada penambahan 1% bawang putih (P2) kadar air meningkat pada minggu ke-2,

namun kemudian perubahan kadar air cukup stabil , dilihat dari hasil analisis sidik

ragam, dimana tidak terjadinya perubahan yang nyata (P>0,05) terhadap

peningkatannya, hal tersebut menunjukkan bahwa bawang putih cukup stabil dalam

Perlakuan Minggu ke-

Rataan 0 2 4 6 8

P0 11,73 ± 1,06a

10,57 ± 0,85a

12,21 ± 0,22a

10,55 ± 0,51a

15,95 ± 0,36bc

15,66 ± 0,82b

16,29 ± 0,33bcd

16,28 ± 0,24 bcd

16,46 ± 0,68bcd

17,82 ± 0,27bcd

18,36 ± 0,48bcd

18,78 ± 2,18cd

17,16 ± 2,21bcd

15,82 ± 1,57b

16,37 ± 1,42bcd

16,55 ± 1,12bcd

19,04 ± 0,12d

18,88 ± 2,85d

17,01 ± 1,23bcd

22,69 ± 3,99e

16,07 ± 2,69

P1 15,75 ± 3,20a

P2 16,05 ± 2,30

P3 16,97 ± 4,41b

Rataan 11,27 ± 0,84 16,05 ± 0,30 17,86 ± 1,01 16,48 ± 0,55 19,41 ± 2,38

43

mencegah peningkatan kadar air dedak padi. Fungsi penghambatan bawang putih

tersebut juga terkait dengan fungsi bawang putih yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri (Winarno dan Koswara, 2002) sehingga aktivitas

mikroorganisme yang menghasilkan air dapat terhambat.

Kadar air paling tinggi terlihat pada penambahan anti jamur komersial (P3)

pada minggu ke-8 (22,69%), peningkatan kadar air pada P3 setiap minggunya juga

lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal tersebut menunjukkan

bahwa anti jamur komersial (0,15%) belum dapat menghambat peningkatan kadar

air, seperti pada perlakuan lainnya (1% zeolit dan 1% dedak padi). Kisaran nilai

kadar air pada dedak padi satelah dianalisis ialah (10,55% - 22,69%). Pada awal

penyimpanan dedak padi, kadar air dedak telah berada pada batas aman

penyimpanan menurut Syarief dan Halid (1993), yaitu dibawah 13-14%. Namun

setelah disimpan, terjadi peningkatan yang nyata (P<0,05) sehingga bahan tidak lagi

aman untuk disimpan sebab akan terjadi banyak kerusakan.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap kadar air dedak padi ialah penambahan 1% zeolit (P1) dan 0,15%

(P3) anti jamur komersial. Zeolit memiliki sifat absorben air yang dapat mengikat air

dari udara, juga mengikat air dari bahan sehingga bahan dapat tetap kering. Hal

tersebut ditunjukkan pada Tabel 8, zeolit dapat menghambat peningkatan kadar air

pada minggu ke-2 hingga ke-6 sedangkan anti jamur komersial dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme, jika mikroorganisme tumbuh pada bahan, aktivitas

mikroorganisme dapat menghasilkan air sehingga meningkatkan kadar air. Fungsi

penghambat anti jamur komersial sama dengan zeolit, dimana dapat menghambat

peningkatan kadar air pada minggu ke-2 hingga minggu ke-6, namun masih kadar air

pada penambahan 0,15% (P3) anti jamur komersial lebih tinggi dibandingkan dengan

penambahan 1% (P1) zeolit..

Peningkatan kadar air dipengaruhi oleh kelembaban nisbi udara disekitarnya

(Winarno dan Fardiaz, 1973). Banyaknya air yang terbentuk adalah akibat reaksi dari

mikroorganisme yang muncul pada bahan dan juga akibat kelembaban yang tinggi

pada ruangan sebab mikroorganisme menguraikan bahan organik yang terkandung

dan reaksi penguraian tersebut menghasilkan air. Peningkatan kadar air juga dapat

meningkatkan volume bahan (Yusawisana, 2002).

44

Aktivitas Air

Aktivitas air merupakan salah satu faktor penting dalam penyimpanan bahan

sebab aktivitas air berhubungan erat dengan pertumbuhan mikroorganisme dalam

bahan, yang berpengaruh kurang baik. Mikroorganisme yang tumbuh dapat

menguraikan substrat-substrat yang berguna dan juga dapat mempercepat terjadinya

ketengikan akibat peningkatan kadar air yang disebabkan oleh reaksi dari

mikroorganisme tersebut. Hasil analisis ragam pada dedak padi menunjukkan bahwa

perlakuan yang diberikan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata

(P<0,05) dan sangat nyata (P<0,01) terhadap perubahan ativitas air dedak padi.

Sedangkan interaksi antar lama penyimpanan dan perlakuan tidak memberikan

pengaruh nyata (P<0,05).

Tabel 9. Hasil Analisa Aktivitas Air Dedak Padi

Perlakuan Minggu ke-

Rataan 0 2 4 6 8

P0 0,74 ± 0,00 0,77 ± 0,01 0,77 ± 0,14 0,76 ± 0,03 0,80 ± 0,01 0,77 ± 0,02aA

P1 0,74 ± 0,00 0,79 ± 0,01 0,78 ± 0,00 0,78 ± 0,02 0,79 ± 0,01 0,78 ± 0,02

P2 0,74 ± 0,00 0,79 ± 0,01 0,79 ± 0,00 0,79 ± 0,01 0,80 ± 0,00 0,78 ± 0,02bB

P3 0,74 ± 0,00 0,79 ± 0,01 0,79 ± 0,01 0,78 ± 0,00 0,80 ± 0,01 0,78 ± 0,02

Rataan 0,74 ± 0,00aA 0,79 ± 0,01bB 0,78 ± 0,01bB 0,78 ± 0,01bB 0,80 ± 0,01cC

Keterangan: Superksrip dengan huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Superskrip dengan huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol)

P1 = P0 + 1% Zeolit

P2 = P0 + 1% Bawang Putih

P3 = P0 + 0,15% Anti jamur Komersial (Dermitox®)

Aktivitas air (Aw) dedak padi meningkat pada minggu ke-2 dan nilai aktivitas

air tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05) hingga minggu ke-6. Namun terjadi

peningkatan yang sangat nyata (P<0,01) pada minggu ke-8, hal tersebut menunjukkan

belum tumbuhnya mikroorganisme pada awal penyimpanan. Namun pada minggu ke-

6 mulai tumbuh mikroorganisme, yaitu serangga (Tribolium castaneum) sehingga

terjadi peningkatan aktivitas air yang digunakan oleh mikroorganisme untuk

berkembang (Winarno, 1991). Kontrol (P0) memiliki nilai aktivitas air yang sangat

nyata lebih rendah (P<0,01) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Nilai aktivitas

air tertinggi pada penambahan 1% bawang putih. Hal tersebut menunjukkan bahwa

pada dedak padi, bahan yang tidak ditambah aditif (P0) dapat mencegah peningkatan

aktivitas air sedangkan penambahan 1% bawang putih (P1) memiliki nilai aktivitas

45

air paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Pada dedak padi, fungsi anti

bakteri dan antioksidan pada bawang putih tidak dapat bekerja secara optimal

sehingga peningkatan aktivitas air dedak padi tidak dapat dicegah.

Kisaran nilai Aw dedak padi yang diperoleh ialah 0,74 – 0,80, kisaran nilai ini

berada pada daerah II pada peta Labuza (Winarno, 1991) sama separti jagung, pada

kisaran daerah II merupakan Aw optimal untuk pertumbuhan mikroorganisme

(kapang dan khamir) dan Aw puncak untuk reaksi hidrolisis yang terjadi. Hal

tersebut selain mengakibatkan terjadinya peningkatan Aw juga menyebabkan

terjadinya ketengikan hidrolisis pada bahan.

Secara kimiawi, dedak padi lebih cepat menyerap air dibandingkan dengan

jagung, hal tersebut disebabkan oleh beberapa kandungan nutrisi dari dedak padi

yang lebih besar dibandingkan dengan jagung sehingga lebih cepat bereaksi terhadap

uap air di udara. Namun kandungan nutrisi dedak padi tersebut juga mengakibatkan

dedak padi cepat rusak karena digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan.

Pada penelitian Rahmatika (unpublished) menunjukkan bahwa jumlah

mikroorganisme yang tumbuh maupun serangga yang menyerang lebih banyak pada

dedak padi dibandingkan dengan jagung.

Bahan Organik

Bahan organik merupakan kandungan esensial suatu bahan yang mencerminkan

kualitas nutrisi bahan tersebut. Bahan organik pada dedak padi (Tabel 10) tidak

mengalami perubahan yang signifikan selama penyimpanan dan penambahan zat

aditif, hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadinya penguraian bahan organik

yang nyata pada dedak padi selama penyimpanan. Selain itu, substrat-substrat dalam

bahan organic (protein, lemak dan serat) tidak terurai. Nilai bahan organik yang

diperoleh setelah analisis cenderung menurun setiap minggunya pada penambahan

zat aditif maupun pada kontrol (Tabel 10).

Bahan organik dedak padi tidak mengalami perubahan yang nyata. Hasil

analisis menunjukkan pada kontrol (P0) bahan organik dedak padi cukup stabil

setiap minggunya, dengan kata lain penguraian yang terjadi sangat sedikit. Hal

tersebut menunjukkan bahwa bahan organik dedak padi tidak diuraikan baik oleh

mikroorganisme maupun akibat reaksi-reaksi dalam bahan.

46

Tabel 10. Hasil Analisa Bahan Organik Dedak Padi (%)

Perlakuan Minggu ke-

Rataan 0 2 4 6 8

P0 88,20 ± 0,18 88,43 ± 0,27 88,21 ± 0,40 87,88 ± 0,16 87,16 ± 0,39 87,98 ± 0,50

P1 88,49 ± 0,26 88,15 ± 0,47 87,98 ± 0,66 87,24 ± 0,29 87,60 ± 0,02 87,89 ± 0,48

P2 91,80 ± 6,24 88,43 ± 0,13 88,17 ± 0,12 87,74 ± 0,18 87,20 ± 0,30 88,67 ± 1,81

P3 86,21 ± 3,19 88,22 ± 0,13 88,20 ± 0,34 87,68 ± 0,39 87,10 ± 0,10 87,48 ± 0,85

Rataan 88,68 ± 2,32 88,31 ± 0,14 88,14 ± 0,11 87,64 ± 0,28 87,27 ± 0,23

Keterangan : P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol)

P1 = P0 + 1% Zeolit

P2 = P0 + 1% Bawang Putih

P3 = P0 + 0,15% Anti jamur Komersial (Dermitox®)

Penambahan 1% zeolit (P1) bahan organik dedak padi menunjukan perubahan

yang cukup stabil, namun memiliki kecenderungan menurun setiap minggunya,

seperti yang ditampilkan pada Tabel 10, hal tersebut disebabkan bukan karena

penguraian mikroorganisme, namun akibat dari reaksi yang terjadi dalam bahan.

Penambahan 1% bawang putih (P2) juga menunjukkan penurunan kandungan bahan

organik, seperti yang terlihat pada Tabel 10, hal tersebut mungkin diakibatkan oleh

reaksi kima yang terjadi pada bawang putih sehingga bahan organik dalam dedak

padi ikut terurai. Penambahan 0,15% anti jamur komersial menunjukkan terjadinya

peningkatan pada bahan organik dedak padi hingga minggu ke-4, namun kembali

menurun pada minggu ke-6 hingga ke-8, hal tersebut menunjukkan anti jamur

komersial dapat mempertahankan bahan organik dedak padi pada hingga minggu ke-

4 dan fungsi penghambatan tersebut mulai berkurang pada minggu ke-6. Hal tersebut

juga dicerminkan tidak terjadinya penguraian pada protein dan serat kasar dedak

padi (Lampiran 1 & 2). Namun lemak kasar dedak padi cenderung menurun. Hal

tersebut diakibatkan oleh reaksi hidrolisa yang terjadi pada lemak, yang

menyebabkan ketengikan terjadi pada dedak padi (Tabel 4). Perbedaan yang tidak

nyata pada bahan organik dedak padi menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi

pada dedak padi belum begitu besar.

47

Hubungan Antar Peubah yang Diamati

Jagung

Peubah yang mempunyai korelasi signifikan (P<0,05) pada jagung adalah

antara kadar air dengan bahan organik dengan derajat korelasi 49,8%, namun

korelasinya bersifat negatif. Korelasi negatif, berarti kenaikan kadar air diikuti

dengan penurunan bilangan organik atau sebaliknya. Namun, derajat hubungan

korelasi antar peubah tersebut masih rendah sehingga korelasinya belum sangat

mempengaruhi satu sama lain. Korelasi tersebut disebabkan saat bahan organik

diuraikan (menurun) reaksi penguraian bahan organik menghasilkan air yang

menyebabkan peningkatan kadar air pada jagung.

Gambar 12. Grafik Persamaan Regresi Kadar Air dan Bahan Organik Jagung

Korelasi antara kadar air dan bahan organik pada jagung memiliki persamaan

regresi, sebesar y = -0,048x + 99,24. Persamaan regresi tersebut dapat diartikan

bahwa setiap peningkatan satu satuan kadar air (%) terjadi penurunan 0,048%

terhadap bahan organik. Penurunan yang terjadi seperti yang terlihat pada Gambar

12. Penurunan bahan organik tersebut disebabkan saat kadar air jagung meningkat

menyebabkan kerusakan pada bahan, akibat dari reaksi-reaksi bahan terhadap air,

juga akibat aktivitas mikroorganisme dalam bahan. Hal tersebut menyebabkan

terjadinya penguraian bahan organik jagung menjadi substrat, terutama untuk

digunakan oleh mikroorganisme untuk tumbuh.

97.8097.9098.00

98.1098.2098.3098.4098.5098.6098.7098.8098.90

10.00 15.00 20.00 25.00 30.00

% B

ahan

Org

anik

% Kadar Air

48

Dedak Padi

Peubah pada dedak padi yang memiliki korelasi signifikan (P<0,05) adalah

antara kadar air dan aktivitas air dengan derajat korelasi 84,6%. Korelasi

menunjukkan saat kadar air meningkat, diikuti juga dengan peningkatan aktivitas air.

Hal tersebut disebabkan saat kadar air yang merupakan kandungan air bebas dan air

terikat dalam bahan meningkat menyebabkan semakin banyak tersedianya air bebas

(Aw) pada bahan yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme

(Winarno, 1991). Selain itu, peningkatan aktivitas air menyebabkan banyak

mikroorganisme yang tumbuh pada bahan tersebut, hal tersebut juga dapat

menyebabkan peningkatan kadar air akibat reaksi dari mikroorganisme yang tumbuh.

Gambar 13. Grafik Persamaan Regresi Kadar Air dan Aktivitas Air Dedak

Padi

Hubungan kadar air dan aktivitas air pada dedak padi memiliki persamaan

regresi, yaitu y = 0,005x + 0,683. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa saat

terjadi peningkatan satu satuan kadar air (%) maka aktivitas air juga ikut meningkat

sebesar 0,005 satuan. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas air merupakan air bebas

yang terkandung dalam bahan dan air bebas bahan merupakan salah satu kandungan

air bahan (kadar air) yang terdiri atas air bebas, yang digunakan oleh

mikroorganisme untuk tumbuh (Winarno, 1991) dan air terikat dalam bahan (Syarief

dan Halid, 1993). Oleh sebab itu, peningkatan kadar air diikuti dengan peningkatan

aktivitas air.

0.73

0.74

0.75

0.76

0.77

0.78

0.79

0.8

0.81

0.82

10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00

Akt

ivit

as A

ir

% Kadar Air

49

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan 1% zeolit dapat menghambat peningkatan aktivitas air pada

jagung dan kadar air pada dedak padi sedangkan penambahan 1% bawang putih

menghambat peningkatan aktivitas air pada jagung. Fungsi penghambatan kerusakan

kimia 1% zeolit dan 1% bawang putih tersebut memiliki kemampuan yang setara

dengan anti jamur komersial. Kerusakan jagung dan dedak padi yang terjadi selama

penyimpanan sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban ruangan penyimpanan

serta keadaan awal bahan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap perbedaan dosis penggunaan

zeolit dan bawang putih serta melakukan beberapa metode penyimpanan berbeda

dalam melihat efektivitas penghambatan kerusakan kimia yang terjadi selama

penyimpanan jagung dan dedak padi serta penerapan pada ternak untuk melihat

pengaruh serta palatabilitas bahan. Perlu dilakukan metode lain untuk penentuan

tingkat ketengikan serta analisa lemak kasar selama penelitian untuk melihat

ketengikan yang terjadi.

50

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa atas

segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Pada kesempatan ini, dengan segala hormat, penulis mengucapkan terima

kasih yang besar dan dalam kepada papa, mama, kakak, dan koko tercinta yang

selalu memberikan dukungan berupa doa, kasih sayang, semangat, moral dan materiil

kepada penulis.

Dengan penuh rasa hormat penulis berterima kasih kepada Dr. Ir. Erika B.

Laconi, MS. selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi yang selalu

mendorong, membimbing, memberi masukan dan doa selama penulisan dan selama

belajar di Departemen INTP, Fakultas Peternakan, Institut pertanian Bogor. Terima

kasih kepada Dr. Ir. Ahmad D. Lubis, M.Sc. selaku pembimbing skripsi atas

bimbingan dan masukannya selama penulisan skripsi. Terima kasih kepada Ir. Abdul

Djamil Hasjmy, MS. selaku penguji seminar atas saran dan kritik yang telah

diberikan. Tak lupa juga terima kasih penulis sampaikan kepada Zakiah Wulandari

STp, MSi dan Ir. Lidy Herawaty, MS selaku dosen penguji sidang.

Terima kasih kepada seluruh staff laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan para

mahasiswa Pascasarjana atas bantuan dan pengarahannya selama penelitian. Kepada

seluruh staff Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, dan civitas Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Kepada teman-teman penelitian (Rahmatika

M.S dan Siti Rohmah), atas kerjasama dan jerih payahnya. Kepada seluruh teman

INTP 42 untuk kebersamaan dan persahabatannya, buat seluruh mahasiswa INTP

atas dukungannya. Juga kepada teman-teman Wisma Stevia, kamar 312 serta seluruh

teman-teman IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Terakhir penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan

baik. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Juni 2009

Penulis

51

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1982. Aktifitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Agritech.

Yogyakarta.

Ahsani, E. 2006. Karakteristik standar mikroskopis bahan pakan sumber protein

sebagai alternatif pengujian kualitas bahan pakan. Skripsi. Fakultas

Perternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Alamsyah, A.T. 2004. Perubahan bilangan peroksida tepung tulang kaki ayam

broiler selama penyimpanan dalam bahan pengemas yang berbeda. Skripsi.

Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Al-Ambony, A.Y.K. 2007. Ilmu Pakan/Nutrisi Hewan. www.multiply.com

[15 September 2008]

Amagase, H., B.L. Betesch., H. Matsuura., S.S. Kasuga dan Y. Itakura. 2001. Intake

of garlic and its bioactive component. J.Nutr. 131 : 9558-9628.

AOAC (Association of Official Analitical Chemist. 1995. Official Method of

Analysis of The Association. Washington DC

Bekti, P. 1992. Penyisihan logam tembaga (Cu) Menggunakan media zeolit dengan

sistem batch. Abstr. Vol. 3 (3). Universitas Malang.

Busro, M Rozikin. 2005. Efektifitas stabilitasi dedak padi dengan pemanasan

ekstrusif.http://abstraksita.fti.itb.ac.id/?abstraksi=1&details=1&id=744&tahu

n=2005. [15 September 2008].

Champ, B.R and E. Highley. 1987. Bulk handling and storage of grain in the humid

tropics. Proceedings of an International Workshop. Malaysia.

Departemen Perindustrian. 1986. Penuntun Praktikum Khusus. Sekolah Menengah

Analis Kimia. Bogor.

Dewan Standarisasi Nasional (DSN). 2001. Dedak Padi Bahan Baku Pakan.

[26/06/2006].

Djatmiko, B dan A. Pandjiwidjaja. 1984. Teknologi Minyak dan Lemak I. Jurusan

Teknologi Industri. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Gunawan dan B. Tangendjaja. 1986. Pengaruh kadar asam lemak bebas dalam

ransum terhadap pertumbuhan ayam pedaging. Ilmu dan Peternakan 2 (4) :

159 – 162.

Hall, C. W. 1980. Drying. Handling and Storage of food Grain in Tropical and

Subtropical Areas. FAO. Rome.

Hastuti, R.P. 2008. Pengaruh penggunaan bubuk bawang putih (Allium sativum)

dalam ransum terhadap performa ayam kampung yang diinfeksi cacing

Ascaridia galli. Skripsi. Fakultas Perternakan. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Hattab, S. 1977. Ketengikan (rancidity) ransum makanan ternak dan akibatnya.

Warta Pertanian. 7 (41) Indian Council of Agricultural Research, New Delhi.

52

Jamila. 2007. Asam lemak bebas dedak padi yang ditambahkan butylated

hydroxytoleun dan calsium propionat selama penyimpanan. Buletin Nutrisi

dan Makanan Ternak. 6 (1). www. indonetwork.or.id [15 September 2008].

Kaced. Hoseney. R.C and E. Varrino-Marston. 1984. Factors affecting rancidity in

ground pearl millet (Pennisetum americanum L. Leeke). Cereal Chem. 61

(2) : 187- 192.

Maulana, M. R. 2007. Uji pemalsuan dedak padi menggunakan sifat fisik bahan.

Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muis, A., S. Pakki, dan H. Talanca. 2002. Inventarisasi dan identifikasi cendawan

yang menyerang biji/benih jagung di Sulawesi Selatan. Hasil Penelitian

Hama dan Penyakit. Balai Penelitian Jagung Sulawesi. Sulawesi.

Mumpton, F. A. dan P. H. Fishman. 1977. The aplication of natural zeolit in animal

scienes and agricultural. J. Anim. Sci. 45 (5): 1188-1203.

Murni, R. 1993. Penggunaan zeolit untuk meningkatkan daya simpan ransum dan

pengaruhnya terhadap kandungan aflatoksin serta kadar nutrient. Disertasi.

Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

National Research Council(NRC). 1994. Nutrient Requirements of Poultry. USDA,

Washington, DC.

Nur, M.A dan H.S. Rukmini. 1985. Isolasi dan sifat-sifat protein dedak sebagai

bahan pangan manusia. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurjanah, S. 2007. Pengaruh pemberian bawang putih dalam ransum terhadap

organ dalam serta histopatologi usus dan hati ayam kampung yang diinfeksi

telur Ascaridia galli. Skripsi. Fakultas perternakan. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Patterson, H. B. W. 1989. Handling and Storage of Oilseed, Oils Fats and Meal.

Elsevier Applied Science. London and New York.

Pomeranz, Y. 1974. Biochemical, Functional and Nutritive Change During Storage.

In :Storage of Cereal Grain and Their Product. Am. Assoc. of Cereal

Chemist, St. Paul. Minnesota.

Pribadi, S. H. 2008. Pemanfaatan Hasil Ikutan Pertanian Untuk Pakan Ternak.

http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id [15 September 2008]

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.

Universitas Indonesia. Jakarta.

Robi’in. 2007. Perbedaan bahan kemasan dan periode simpan dan pengaruhnya

terhadap kadar air jagung dalam ruang simpan terbuka. Buletin Teknik

Pertanian 12 (1).

Schultz, H.W., E.A. Day and R.O. Sinnhuber. 1962. Simposium on Food : Lipid

and Their Oxidation. The AVI Publishing Co, Inc. Westport.

Sidih. 1996. Studi penambahan garam dapur dan zeolit pada penyimpanan jagung.

Skripsi. Fakultas Perternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

53

Steel, R.G.D., and J.H. Torrie. 1997. Principles and Procedures of Statistics a

Biometrical Approach, 3rd

ed. McGraw-Hill, Inc. Singapore.

Syamsu, J. A. 1997. Upaya meningkatkan daya simpan dedak padi dengan

penambahan zeolit dan kapur selama periode penyimpanan. Tesis. Program

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syamsu, J. A. 2000. Pengaruh waktu penyimpanan dan jenis kemasan terhadap

kualitas dedak padi. Bul.Nutrisi dan Makanan Ternak. 1 (2) : 75-84.

Syamsu, J. A. 2003. Jurnal Protein. 19 : 1331-1337. www.siauwlielie.tripod.com

[21 Juni 2008]

Syarief , R. dan Y. Haryadi. 1984. Technical Background : Grain Storage in

Tropical Condition, ASEAN-EEC Regional Training Course on Grains

Postharvest Technology Indonesia. Jakarta.

Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan dan Pusat

Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Winarno, F. G. dan S. Fardiaz. 1973. Dasar Teknologi Pangan. Fakultas Teknik

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Winarno, F. G., A. F. S. Boediman, T. Silitonga dan B. Soewardi. 1985. Limbah

Pertanian. PT. Metro Pos Jakarta. Jakarta

Winarno, F. G. 1988. Teknologi pengolahan jagung, teknologi pasca panen jagung.

Dalam : Subandi, M. Syam, dan A. Wijono (Eds). Jagung. Badan Penelitian

dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Bawang, Komponen Bioaktif dan Produk

Olahannya. M. Brio Press. Bogor

Wiraatmadja, S., E. Prihatiningsih dan D. Sumangat. 1995. Studi pembuatan selai

jambu mete (Anacardum occideltale L): pengaruh jenis kemasan dan suhu

penyimpanannya. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wiryawan, K. G., S. Suharti dan M. Bintang. 2005. Kajian anti bakteri temulawak,

jahe, dan bawang putih terhadap Samonella typhimurium serta pengaruh

bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging. Media

Peternakan 28 (2) : 52-62

Yusawisana, S. 2002. Uji kerusakan lemak ransum ayam broiler yang menggunakan

CPO (Crude Palm Oil) dengan penambahan antioksidan alami bawang putih

(Allium sativum) selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

54

LAMPIRAN

55

Lampiran 1. Rataan Suhu dan Kelembaban Harian selama Penyimpanan

Waktu Minggu Rataan

Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8

07.00 27,00 27,92 27,88 27,83 25,50 27,17 27,00 27,50 27,23 ± 0,80

12.00 27,79 28,67 27,75 28,00 28,33 27,50 27,17 28,00 27,90 ± 0,50

17.00 27,70 28,17 27,80 28,00 27,00 28,00 27,50 27,00 27.65 ± 0,45

Lampiran 2. Kondisi Awal Sampel

Sampel KA CP SK LK Beta-N KA CP SK LK Beta-N

Jagung 12,88 7,37 3,89 2,94 72,92 Dedak

Padi 11,27 10,07 12,23 6,57 59,86

Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, FAPET, IPB (2008)

Lampiran 3. Kondisi Sampel Setelah Penyimpanan 8 minggu

Jagung KA CP SK LK Beta-N KA CP SK LK Beta-N

P0 16,37 7,98 2,33 1,54 71,78

19,04 9,38 19,45 3,28 48,85

P1 16,72 7,81 2,68 1,50 71,29 Dedak 18,88 11,49 16,37 4,58 48,68

P2 16,86 7,86 2,05 1,48 71,75 Padi 17,01 10,78 17,41 3,54 51,26

P3 12,42 7,59 2,76 1,10 76,13 22,69 10,67 18,56 3,75 44,33 Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, FAPET, IPB (2008)

Keterangan: P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol)

P1 = P0 + 1% Zeolit

P2 = P0 + 1% Bawang Putih

P3 = P0 + 0.15% Anti jamur Komersial (Dermitox®)

Lampiran 4. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Kadar Air

Jagung

SK db JK KT Fhit Pvalue F0,05 F0,01

Perlakuan (A)

Minggu (B)

Kombinasi (AB)

Galat

3

4

12

40

20,95

73,12

49,35

92,54

6,98

18,28

4,11

2.31

3,02*

7,09**

1,78

0,04

0,00

0,09

3,18

2,78

2,18

5,84

4,60

3,06

Total 59 235,96

Keterangan : * = Berbeda Nyata (P<0,05)

** = Berbeda Sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 5. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kadar Air Jagung

(α=0,05)

Minggu (B) N Superskrip

a b

0 12 12,88

2 12 15,30 15,30

8 12 15,59 15,59

4 12 16,09 16,09

6 12 17,77

56

Lampiran 6. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kadar Air Jagung

(α=0,01)

Minggu (B) N Superskrip

A B

0 12 12,88

6 12 15,01

2 12 15,30

8 12 15,59

4 12 16,09

Lampiran 7. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Aktivitas Air

Jagung

SK Db JK KT Fhit P value F0,05 F0,01

Perlakuan (A)

Minggu (B)

Kombinasi (AB)

Galat

3

4

12

20

0,01

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

99,78**

0,87

3,04*

0,00

0,47

0,01

3,18

2,78

2,18

5,84

4,60

3,06

Total 39 0,01

Keterangan : * = Berbeda Nyata (P<0,05)

** = Berbeda Sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 8. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air Jagung

(α=0,05)

Kombinasi

(AB) Ulangan

Superskrip

a b c d e f

0 2 0,76

1 2 0,76

2 2 0,76

3 2 0,76

6 2 0,77

5 2 0,77 0,77

4 2 0,78 0,78

7 2 0,79 0.79

9 2 0,79 0.79

10 2 0,79 0,79

11 2 0,79 0,79

15 2 0,80 0,80

8 2 0,81 0,81

12 2 0,81 0,81

13 2 0,81 0,81

16 2 0,81 0,81

14 2 0,81

18 2 0,81

19 2 0,81

17 2 0,82

57

Lampiran 9. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Bahan Organik

Jagung

SK db JK KT Fhit P value F0,05 F0,01

Perlakuan (A)

Minggu (B)

Kombinasi (AB)

Galat

3

4

12

40

3,30

0,41

0,88

5,53

0,83

0,14

0,07

0,14

5,98**

1,00

0,54

0,00

0,41

0,88

3,18

2,78

2,18

5,84

4,60

3,06

Total 59 10,13

Keterangan : * = Berbeda Nyata (P<0,05)

** = Berbeda Sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 10. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Kadar Air

Dedak Padi

SK db JK KT Fhit P value F0,05 F0,01

Perlakuan (A)

Minggu (B)

Kombinasi (AB)

Galat

3

4

12

40

449,13

12,59

57,31

89,75

112,28

4,20

4,78

2,24

50,05**

1,87

2,13*

0,00

0,15

0,04

3,18

2,78

2,18

5,84

4,60

3,06

Total 59 608,76

Lampiran 11. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kadar Air Dedak Padi

(α=0,05)

Perlakuan (A) N Supeskrip

a b

1 15 15,75

2 15 16,05 16,05

0 15 16,07 16,07

3 15 16,97

Lampiran 12. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Kadar Air Dedak Padi

(α=0,05)

Kombinasi

(AB) Ulangan

Superskrip

a b c d e

3 3 10,55

1 3 10,57

0 3 11,73

2 3 12,21

5 3 15,66

13 3 15,82

4 3 15,95 15,95

7 3 16,28 16,28 16,28

6 3 16,29 16,29 16,29

14 3 16,37 16,37 16,37

8 3 16,46 16,46 16,46

15 3 16,55 16,55 16,55

58

18 3 17,00 17,00 17,00

12 3 17,16 17,16 17,16

9 3 17,82 17,82 17,82

10 3 18,36 18,36 18,36

11 3 18,78 18,78

17 3 18,88

16 3 19,04

19 3 22,69

Lampiran 13. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Aktivitas Air

Dedak Padi

SK Db JK KT Fhit P value F0,05 F0,01

Perlakuan (A)

Minggu (B)

Kombinasi (AB)

Galat

3

4

12

20

0,01

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

27,18**

2,96*

0,96

0,00

0,06

0,51

3,18

2,78

2,18

5,84

4,60

3,06

Total 39 0,02

Keterangan : * = Berbeda Nyata (P<0,05)

** = Berbeda Sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 14. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air Dedak

Padi (α=0,05)

Perlakuan (A) N Superskrip

a b

0 10 0,77

1 10 0,79 0,78

3 10 0,78 0,78

2 10 0,78

Lampiran 15. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air Dedak

Padi (α=0,01)

Perlakuan (A) N Superskrip

A B

0 10 0,77

1 10 0,78 0,78

3 10 0,78 0,78

2 10 0,78

Lampiran 16. Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Aktivitas Air Dedak

Padi (α=0,05)

Minggu (B) N Superskrip

a b c

0 8 0,74

6 8 0,76

4 8 0,78

59

2 8 0,79

8 8 0,80

Lampiran 17. Analisis Ragam Perlakuan dan Minggu terhadap Bahan

Organik Dedak Padi

SK db JK KT Fhit P value F0,05 F0,01

Perlakuan (A)

Minggu (B)

Kombinasi (AB)

Galat

3

4

12

40

10,86

15,83

38,85

101,67

3,62

3,76

3,24

2,54

1,42

1,48

1,27

0,25

0,23

0,27

3,18

2,78

2,18

5,84

4,60

3,06

Total 59 166,41

60