Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

12
Policy Paper Dana Otonomi Khusus Efektivitas Pengelolaan dan Istimewa Heru Cahyono Tim Penyusun: R. Siti Zuhro Dini Suryani Dian Aulia Nyimas Latifah Letty Aziz Mardyanto Wahyu Tryatmoko Yusuf Maulana

Transcript of Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

Page 1: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

Policy Paper

Dana Otonomi KhususEfektivitas Pengelolaan

dan Istimewa

Heru Cahyono

Tim Penyusun:

R. Siti Zuhro

Dini Suryani

Dian Aulia

Nyimas Latifah Letty Aziz

Mardyanto Wahyu Tryatmoko

Yusuf Maulana

Page 2: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

Policy Paper

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DAN ISTIMEWA

Tim Penyusun:

Nyimas Latifah Letty AzizR. Siti Zuhro

Heru CahyonoDini SuryaniDian Aulia

Yusuf MaulanaMardyanto Wahyu Tryatmoko

Pusat Penelitian Politik (P2 Politik) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Jakarta, 2019

Editor:

Nyimas Latifah Letty Aziz

Page 3: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

Diterbitkan oleh:

Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik - LIPI) Gedung Widya Graha LIPI, Lt. XI dan IIIJl. Jend. Gatot Subroto KAV-10, Jakarta 12710 - INDONESIATlp./fax : 021 - 520 7118 | Website: www.politik.lipi.go.id Twitter: @PolitikLIPI

ISBN: 978-602-5991-19-6

Desain Cover dan Isi: Anggih Tangkas Wibowo

iv + 6 hlm; 21 x 29,7 cm | Cetakan I, 2019

© Pusat Penelitian Politik - LIPI, 2019

Policy Paper

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS

DAN ISTIMEWA

Tim Penyusun:

Nyimas Latifah Letty Aziz R. Siti ZuhroHeru CahyonoDini SuryaniDian AuliaYusuf MaulanaMardyanto Wahyu Tryatmoko

Editor:

Nyimas Latifah Letty Aziz

Page 4: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

iiiPolicy Paper - Daftar Isi

DAFTAR ISI

Policy Paper

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DAN ISTIMEWA

Daftar Isi ............................................................................................................ iii

Kata Pengantar ................................................................................................. iv

Pendahuluan ..................................................................................................... 1

Kondisi Existing dan Problematika .......….………....................................... 2

Rekomendasi Kebijakan ................................................................................ 5

Page 5: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

Policy Paper - Kata Pengantariv

KATA PENGANTAR

Pada prinsipnya, setiap daerah otonomi diberikan kewenangan dalam pengelolaan fiskalnya. Namun, untuk daerah otsus dan istimewa memiliki skema pengelolaan keuangan yang berbeda, yakni melalui skema dana otsus dan dana istimewa. Selain

itu, pengelolaan dana otsus di Aceh, Papua, dan Papua Barat dinilai oleh berbagai kalangan memiliki efek positif yang minimal terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Padahal pemberian dana otsus memiliki jangka waktu yang terbatas dengan kisaran 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan pemberian dana istimewa baru diberikan pada tahun 2013. Tentunya pemberian dana otsus dan istimewa ini tidak hanya sekadar pemberian dari APBN tanpa adanya feedback. Tapi justru akar permasalahannya yaitu penyalahgunaan dana tersebut sehingga tujuan dan sasaran menjadi kurang efektif.

Policy paper ini khusus membahas tentang problematika pengelolaan dana otsus dan istimewa, tidak hanya memaparkan aspek politik, tetapi juga aspek administrasinya (kewenangan fiskal). Dari berbagai problematika yang terjadi dalam pengelolaan dana otsus dan istimewa menemukan suatu solusi sehingga efektivitas dalam pengelolaan dana otsus dan istimewa dapat terwujud.

Semoga kehadiran policy paper ini dapat memberikan kemanfaatan yang luas baik bagi pemerintah maupun pemerintah daerah dan para stakeholdes terkait dalam upaya mewujudkan tujuan esensial otonomi khusus dan istimewa dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal secara substantif.

Jakarta, Januari 2019

Editor

Page 6: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

1Policy Paper - Efektivas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

A. PENDAHULUAN

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah memiliki tujuan politik dan ekonomi. Tujuan

politiknya adalah untuk memperkuat dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pemerintahan daerah baik aparatnya maupun masyarakatnya dalam rangka mempertahankan integrasi nasional. Tujuan ekonominya adalah untuk memberikan pelayanan publik (pendidikan, kesehatan, dan peningkatan kesejahteraan) secara profesional, efektif dan efisien.

Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi persoalan geografi sehingga rentang kendali (span of control) yang jauh antara pusat dan daerah menjadi kendala. Untuk mengatasi persoalan rentang kendali tersebut maka pada tahun 1999 dikeluarkanlah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang diawali dengan pembentukan daerah otonom dan penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sebagaimana dalam konsep negara kesatuan bahwa kekuasaan pemerintahan berada di pusat sehingga makin sentralistik pemerintahan di suatu negara, maka makin sedikit urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah. Sebaliknya, makin desentralistik pemerintah suatu negara maka akan makin luas pula urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia mengakui dan menghormati adanya sistem pemerintahan daerah otonomi khusus (otsus) dan istimewa. Selain daerah khusus Ibukota Jakarta, ada tiga daerah lain yang berstatus otsus, yakni Aceh, Papua Barat dan Papua, serta satu daerah istimewa, yakni Yogyakarta. Keputusan pemberian status tersebut merupakan hasil keputusan politik yang dilatarbelakangi oleh pertimbangan politik untuk menjaga kesatuan NKRI. Hal yang membedakan daerah otonomi biasa dan otonomi khusus adalah adanya dana tambahan khusus atau yang dikenal dengan dana otonomi khusus (otsus). Dana otsus diambil dari 2 persen Dana Alokasi Umun Nasional (DAUN). Dana otsus tersebut ditujukan untuk akselerasi pembangunan dan terciptanya kesejahteraan masyarakat. Sementara dana istimewa yang baru digelontorkan tahun 2013 tidak ditentukan jumlah besarannya, tergantung pada keuangan pemerintah pusat (APBN). Besarnya dana yang digelontorkan pemerintah pusat kepada daerah otsus dan istimewa pada kenyataannya belum diikuti dengan kesiapan daerah berkenaan dengan kesiapan perencanaan, kelembagaan, sumber daya manusia (SDM) dan pengawasan.

Policy Paper

EFEKTIVAS PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DAN ISTIMEWA

Page 7: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

Policy Paper - Efektivas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa2

Realitas lainnya bahwa meski pemerintah daerah (pemda) adalah subsistem dari pemerintahan nasional, namun sinergi dan harmonisasi antara kebijakan pusat dan daerah kurang tampak. Di tataran praksis munculnya beberapa permasalahan dalam pengelolaan dana otsus dikarenakan minimnya sinergi, koordinasi, bimbingan dan pengawasan antarjenjang pemerintahan (korbinwas pusat-provinsi-kabupaten/kota), dan juga disebabkan oleh faktor-faktor yang ada di daerah itu sendiri. Dengan demikian, setelah hampir 17 tahun dana otsus untuk Papua (2002-2019), 11 tahun dana otsus untuk Aceh, dan 10 tahun dana otsus untuk Papua Barat, serta 6 tahun untuk dana istimewa bagi Yogyakarta (2013-2019), kemajuan pembangunan daerah, khususnya di Papua/Papua Barat dan Aceh belumlah terlalu menggembirakan. Bahkan kecenderungan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan daerah meningkat seiring dengan minimya dan/atau absennya inovasi yang dilakukan pemda, menurunnya komitmen untuk menyukseskan otsus dan pola relasi pusat-daerah yang kurang harmonis.

B. KONDISI EXISTING DAN PROBLEMATIKA Sehubungan dengan kondisi yang ada dan problematika yang muncul dari pengelolaan dana otsus dan istimewa ditinjau dari tiga aspek yakni, kapasitas kelembagaan, relasi antara lembaga (eksekutif dan legislatif ), dan peran elite lokal secara mikro dan makro. Sepanjang digelontorkannya dana otsus dan

istimewa, secara kapasitas kelembagaan yang ada di daerah otsus dan istimewa masihlah kurang. Salah satu persoalannya adalah bahwa kualitas sumber daya politisi dan elite lokal rendah. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh dalam pemahaman dan kemampuan tentang birokrasi pemerintahan, pembuatan regulasi dan pengawasan apalagi saat ini proses pelaporan dan kegiatan perkantoran sudah berbasis teknologi informasi. Sebagaimana yang terjadi di Aceh, eksekutif dan legislatif hampir sebagian dikuasai oleh mantan GAM yang boleh jadi sangat paham ilmu perang, tetapi tidak dengan ilmu administrasi dan birokrasi.

Sementara itu, di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan juga terkendala dengan persoalan sumber daya manusia (SDM). Begitu pula yang terjadi di Papua dan Papua Barat. Adanya pemahaman bahwa dana otsus sebagai “tebusan darah” atau uang ganti rugi atas konflik yang terjadi di Aceh dan Papua/Papua Barat. Akibatnya, kapasitas dan kapabilitas SDM tidaklah menjadi prioritas utama, yang penting menduduki jabatan di pemerintahan sehingga bisa mengontrol kepentingannya/kelompoknya bisa berjalan. Namun ini berdampak pada proses pembangunan di daerah otsus. Dalam hal ini, Bappeda menjadi kewalahan untuk menangani dan merancang program-program yang dibiayai dana otsus yang besar. Dilihat dari segi pendidikan kualitas mereka yang terlibat dalam dana otsus rendah. Sementara secara kuantitas jumlah SDM-nya pun terbatas. SDM yang terbatas

Page 8: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

3Policy Paper - Efektivas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

proposal yang masuk banyak, tidak semua proposal dapat dipenuhi. Daftar tunggunya mencapai dua tahun. Lamanya daftar tunggu menjadi masalah dalam penyerapan dana istimewa. Di pihak lain pemerintah provinsi pun kesulitan menggunakan dana istimewa karena dana tersebut turun secara bertahap dari pusat. Seringkali pemerintah provinsi tidak mampu menyerap dana aspirasi secara maksimal karena dana tersebut baru turun menjelang akhir tahun anggaran dan penyerapan dana tersebut tidak banyak dirasakan masyarakat DIY. Dengan sistem yang sentralistik dana istimewa lebih banyak digunakan untuk kepentingan keraton

Relasi antara pemerintah pusat dan daerah baik eksekutif maupun legislatif merupakan kunci penting dalam kesuksesan desentralisasi. Kondisi yang terjadi di daerah otsus dan istimewa sepanjang digelontorkannya dana otsus dan istimewa belumlah memiliki rencana induk (master plan) dan program pembangunan yang terencana dengan tahapan dan target yang jelas. Berkenaan dengan hal tersebut disebabkan kapasitas kelembagaan lokal yang lemah, kurang baiknya relasi antarlembaga pemerintah (eksekutif-legislatif ) dalam melaksanakan dan mengawasi program-program pembangunan, dan peran elite lokal yang berebut kekuasaan dalam pengelolaan dana otsus dan istimewa.

Dalam hal ini dana otsus menjadi semacam dana bancakan yang diperebutkan oleh para politisi, khususnya para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Adanya pemahaman bahwa dana otsus semacam

di provinsi menjadi makin berkurang dengan banyaknya aparatur sipil negara yang diperbantukan ke daerah/kota akibat adanya pemekaran. Keadaan yang sama juga dialami kabupaten/kota. Bukan saja mengalami kesulitan dalam menyusun program, melainkan juga dalam menguasai teknologi sistem informasi keuangan daerah (SIAKAD) yang berbasis IT (online). Pengelolaan dana pun masih dilakukan secara offline.

Masalah lain yang dihadapi adalah ketidaksiapan regulasi. Penyusunan regulasi Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tidak berjalan yang pada akhirnya berdampak pada beberapa hal. Pertama, program-program yang tidak tepat sasaran karena kurangnya panduan regulasi. Kedua, dengan adanya reformasi struktural, program pun menjadi tidak terarah. Ketiga, kepercayaan rakyat pada pemerintah rendah karena pengawasan tidak berjalan dengan baik. Manfaat dana otsus yang harusnya dirasakan masyarakat menjadi tidak terasa dan menjadi permainan bagi para elite lokal.

Dibandingkan dengan Aceh dan Papua Barat, SDM di Yogyakarta jauh lebih baik. Mereka lebih terdidik dan lebih mampu mengelola dana istimewa. Meskipun demikian, tidak berarti dana tersebut sudah terkelola dengan baik. Di Yogyakarta dana istimewa dikelola dalam bentuk program dan kegiatan oleh SKPD teknis DIY dan SKPD teknis kabupaten/kota. Dalam prakteknya masyarakat juga dapat mengajukan proposal kegiatan untuk dibiayai dana istimewa tersebut ke masing-masing SKPD baik di DIY, kabupaten/kota maupun melalui pemerintah desa. Tetapi, karena jumlah

Page 9: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

Policy Paper - Efektivas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa4

dana kompensasi (atau disebut dana diyat) atas kerugian moral dan material selama terjadinya konflik di Aceh antara mereka dan pemerintah. Begitu pula yang terjadi di Papua dan Papua Barat bahwa dana otsus dipahami sebagai/semacam “uang tebusan darah” atas kesediaan mereka untuk menuntut berpisah dari NKRI.

Perebutan pengelolaan dan penggunaan dana otsus oleh para elite lokal menjadi tak terhindarkan dan menjadi pemeo siapa kuat dia dapat seolah menjadi semacam pembenaran. Dalam konteks yang lebih besar perebutan dana otsus terjadi di antara penguasa provinsi dan kabupaten. Masing-masing pihak memiliki argumentasi politik dan hukum yang berkisar di dalam kata desentralisasi. Di satu pihak desentralisasi diklaim berada di provinsi, di pihak lain diklaim berada di kabupaten. Di sini terjadi tarik-menarik kepentingan dengan alasan pembenaran untuk kesejahteraan rakyat.

Banyaknya paket-paket proyek pembangunan sengaja dibuat di bawah ketentuan perlunya tender. Proyek-proyek pembangunan didominasi oleh proyek yang nilainya di bawah seratus juta rupiah. Dengan besaran anggaran seperti itu, sulit diharapkan adanya proyek-proyek strategis yang bisa mempercepat tumbuhnya perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Proyek-proyek tersebut tidak memiliki daya ungkit dan peningkatan perekonomian. Sebab, infrastruktur seperti jalan dan jembatan yang dibutuhkan sebagai sarana pergerakan penduduk ke pusat-pusat ekonomi dan pelayanan publik memerlukan anggaran yang besar. Di sini

kita bisa mendapatkan gambaran betapa kentalnya peran politik mikro para elite daerah. Sebab, proyek bukan didesain untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Praktik makelar proyek pun tumbuh subur. Kondisi tersebut membuat persaingan antarelite lokal dalam memperebutkan proyek menjadi tak terelakkan. Lebih dari itu, pengawasan pun menjadi sulit mengingat jumlah proyek yang sangat banyak sementara jumlah pengawas terbatas.

Jauh dari cita-cita perjuangan ketika mereka masih berkonflik dengan pemerintah, para mantan kombatan GAM berubah menjadi oligarki baru yang menguasai pemerintah daerah, baik di legislatif maupun eksekutif. Mereka tidak hanya menguasai politik, tetapi juga jaringan ekonomi. Perselingkuhan yang menjurus ke korupsi antara politik dan ekonomi di kalangan mantan kombatan terlihat dalam distribusi proyek yang berpusat di antara mereka. Mereka pun tumbuh menjadi kelas menengah baru yang disegani. Sebaliknya, rakyat bukan saja tidak mendapatkan keuntungan, melainkan juga harus menerima dampak negatif akibat persaingan antarelite dalam memperebutkan kue otsus. Hal tersebut juga dirasakan oleh pejabat birokrasi yang karena jabatannya terpaksa berada di pusaran tersebut.

Sulit dielakkan bahwa aroma korupsi dan penyalahgunaan wewenang kekuasaan menjadi tumbuh subur di Aceh. Dana otsus ditengarai pula digunakan para elite lokal untuk kepentingan politiknya, seperti pemenangan pilkada. Ini jelas memengaruhi kredibilitas

Page 10: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

5Policy Paper - Efektivas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

kepemimpinan elite lokal. Sebab, hal tersebut bertolak belakang dengan cita-cita yang diperjuangkan mereka ketika berkonflik dengan pemerintah. Empat puluh delapan triliun dana otsus yang digelontorkan pemerintah pusat hingga 2016 tidak berpengaruh signifikan pada kesejahteraan rakyat Aceh. Kekecewaan rakyat pada partai Aceh (PA) pun tampak dengan turunnya kredibilitas mereka di mata rakyat. Hal ini terlihat dari penurunan hasil pemilu legislatif yang diperoleh PA, seperti di tingkat provinsi dari 48% tahun 2009 menjadi 32% tahun 2014.

C. REKOMENDASIBerkenaan dengan berbagai persoalan dalam pengelolaan dana otsus dan istimewa, maka tim merekomendasikan sebagai berikut:

1. Masalah transparansi, akun-tabilitas, dan partisipasi rakyat menjadi catatan penting untuk diperhatikan pemerintah pusat khususnya. Sebagai pihak pemberi dana otsus dan istimewa seharusnya penggelontoran dana itu diikuti dengan regulasi dan perbaikan secara substansial birokrasi daerah dan kualitas pengawasannya. Kualitas dan kuantitas SDM pemerintah daerah harus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan.

2. Pemerintah pusat, khususnya DPOD (Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah) yang diketuai Wapres bisa berperan maksimal dalam mengawal penggunaan

dana otsus dan istimewa. Sebab, kurang efektifnya peran DPOD hanya akan menunjukkan ketidakmampuan pemerintah pusat.

3. Desentralisasi fiskal asimetris yang diberikan kepada daerah harus dibarengi dengan perbaikan kapasitas kelembagaan birokrasi lokal dan pengawasan yang efektif. Dengan meningkatkan kapasitas manajemennya, aparatur pemerintah diharapkan dapat menciptakan insentif guna meningkatkan pelayanan publik.

4. Perlu dibuat pedoman regulasi tentang relasi antara provinsi dan daerah berkenaan dengan dana otsus sebagai acuan penting bagi daerah dalam membuat wewenang distribusi dan pengelolaan dana otsus dan istimewa. Demikian juga petunjuk teknisnya. Petunjuk teknis tersebut harus dibuat semudah mungkin karena kualitas pendidikan aparatur di daerah umumnya masih rendah.

5. Penggelontoran dana otsus seharusnya juga didasarkan pada kesiapan daerah, khususnya kesiapan regulasi, birokrasi, dan aparaturnya. Pemberiannya dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan hasil evaluasinya. Daerah-daerah yang menunjukkan kemampuan dalam pengelolaan dana otsus dan istimewa secara bertahap dapat ditingkatkan besarannya. Hal ini penting agar hak-hak rakyat tidak dibajak oleh para elite lokal.

Policy paper ini disarikan dari Nyimas Latifah Letty Aziz & R. Siti Zuhro (eds). 2018. Politik Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Page 11: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

Policy Paper - Efektivas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa6

Page 12: Efektivitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa

Pusat Penelitian Politik (P2 Politik) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gedung Widya Graha LIPI, Lt. XIJl. Jend. Gatot Subroto KAV-10, Jakarta 12710 - INDONESIATlp. / fax : 021 - 520 7118 | Website: www.politik.lipi.go.id Twitter: @PolitikLIPI

Policy Paper Efektivitas Pengelolaan DanaOtonomi Khusus dan Istimewa

Diterbitkan oleh: