digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan...

174
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL (Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo) SKRIPSI Oleh: SANTI WIDIYANTI K6408052 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Transcript of digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan...

Page 1: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL

DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL

(Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo)

SKRIPSI

Oleh:

SANTI WIDIYANTI

K6408052

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Santi Widiyanti

NIM : K6408052

Jurusan/Program Studi : PIPS/Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “EFEKTIVITAS PENERAPAN

PENDIDIKAN MORAL DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL

(Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo)” ini benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 10 Juli 2012

Yang Membuat Pernyataan

Santi Widiyanti

Page 3: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL

DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL

(Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo)

Oleh:

SANTI WIDIYANTI

K6408052

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 4: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Pada hari : Jum‟at

Tanggal : 13 Juli 2012

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Dr. Winarno, S.Pd, M.Si.

NIP. 19710813 199702 1 001

Pembimbing II

Moh. Muchtarom, S.Ag., M.S.I.

NIP. 19740724 200501 1 002

Page 5: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dr. Triyanto, S.H., M.Hum.

Sekretaris : Rini Triastuti, S.H., M.Hum.

Anggota I : Dr. Winarno, S.Pd, M.Si.

Anggota II : Moh. Muchtarom, S.Ag., M.S.I.

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd

NIP. 19600727 198702 1 001

Page 6: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Santi Widiyanti. EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL

DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL (Studi Pada Anak Yatim di

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan

Joho Kabupaten Sukoharjo). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) strategi pendidikan

moral dalam membentuk disiplin moral yang diajarkan pengasuh pada anak yatim

yang memiliki perbedaan usia dan jenjang pendidikan, (2) efektivitas penerapan

pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim, dan (3)

faktor yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk

disiplin moral pada anak yatim.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Strategi penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi ganda terpancang. Sumber

data adalah informan, peristiwa atau aktivitas dan dokumen. Teknik pengambilan

sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data dan penyusunan

data adalah wawancara, observasi dan analisis dokumen. Peneliti menggunakan

triangulasi data dan metode untuk mendapatkan data yang valid. Sedangkan

teknik analisis data menggunakan model interaktif dengan mengikuti langkah-

langkah berikut: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data dan

(4) kesimpulan. Prosedur penelitian ini mengikuti langkah-langkah: (1) persiapan,

(2) pengumpulan data, (3) analisis data, dan (4) penyusunan laporan penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) Strategi

penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yakni, modeling

keteladanan/contoh, pembiasaan / habituasi, pemberian materi, strategi

pendekatan individu, bimbingan personal, dan menciptakan lingkungan yang

kondusif, (2) Berdasarkan indikator efektivitas penerapan pendidikan moral dalam

membentuk disiplin moral, dapat dikatakan belum efektif dilihat dari indikator

input, process, output dan outcome yang belum tercapai sesuai dengan tujuan awal

dari pendidikan moral , (3) faktor yang menjadi kendala sulitnya penerapan

pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral berasal dari peserta didik,

guru sebagai fasilitator, dan sarana prasarana.

Page 7: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRACT

Santi Widiyanti. EFFECTIVENESS OF THE IMPLEMENTATION OF MORAL

EDUCATION IN SHAPING THE MORAL DISCIPLINE (Studies in Orphan at Orphanage Orphan "Miftahul Jannah" Pangin Hamlet Joho Village Sukoharjo

District). Thesis. Surakarta : Faculty of Teacher Training and Education Sebelas

Maret University. July 2012.

The purposes of this study are to determine: (1) strategies of moral education in shaping the moral discipline which teaches caregivers to orphans

who have different ages and levels of education, (2) the effectiveness of the implementation of moral education in shaping the moral discipline of the

orphans, and (3) factor is a constraint application of moral education in shaping the moral discipline of the orphans.

This research used descriptive qualitative method. The research strategy

used in this researh is a embedded strategy fixed. The sources of the data were

informants, document and the event or activity. The sampling technique was

purposive sampling. The techniques of collection and arranging the data were

interviews, observation and document analysis. The researcher used triangulation

of data and methods to obtain valid data. While, the techniques of analyzing data

used using interactive model by following these steps: (1) collecting data, (2) data

reduction, (3) data display, and (4) conclusion. The research procedure were

these steps: (1) preparation, (2) data collection, (3) data analysis, and (4)

preparation of research reports.

Based on the result of the research, it can be concluded that: (1) Strategies implementation of moral education are exemplary modeling /

example, habituation and the provision of materials, strategic approach to

individual, personal guidance, and creating an enabling environment, (2) based on indicators of the effectiveness of the implementation of education moral in the form of moral discipline orphan, it can be seen to have effectively seen from the indicators of input, process, output and outcome, (3) factors into the difficulty of the application constraints derived from the moral education of orphan, teachers as facilitators, and infrastructure.

Page 8: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

MOTTO

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmeh dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih

baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang

siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih

mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”

(QS. An Nahl ayat 125)

Nabi saw bersabda,

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang

mulia."

(HR.Bukhari)

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk

mencoba,

karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar

membangun kesempatan untuk berhasil

(Mario Teguh)

Jika kamu ingin melakukan perubahan dalam hidupmu, mulailah

melakukan perubahan sekarang dari hal-hal terkecil, dan percayalah

Allah akan selalu menemani kemanapun kita pergi.

(Penulis)

Page 9: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

PERSEMBAHAN

Dengan penuh kasih, karya ini kupersembahkan untuk:

Bapak dan ibu tercinta, do’a, dukungan, dan kasih

sayangmu yang tanpa batas

Kakak dan Adik tersayang yang selalu membantuku

Keluarga baruku PPKn ‘08, dukungan dan

kebersamaan kita tidak akan kulupakan

Almamater

Page 10: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

banyak rahmat, nikmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga pada

waktu-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan

Pendidikan Ilmu Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, saran, dorongan dan perhatian

dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Dalam

kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati perkenankan penulis

menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakutas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

telah memberikan izin penyusunan skripsi.

2. Bapak Drs. Syaiful Bachri, M. Pd., selaku Ketua Jurusan PIPS, yang telah

menyetujui atas permohonan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Sri Haryati, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan yang telah memberikan pengarahan dan izin

penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Winarno, S. Pd, M. Si., selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa

sehingga memperlancar penulisan skripsi ini.

5. Bapak Moh. Muchtarom, S. Ag., M. Si., selaku pembimbing II yang juga telah

memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak H. Moryono H.I. selaku Penangung Jawab Harian Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin, Kelurahan Joho, Kabupaten

Sukoharjo yang telah memberikan izin, pengarahan dan bimbingan selama

penulis melakukan penelitian ini.

Page 11: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

7. Bapak H. Sunaryo, BA dan Bapak H. Mudjidi, S. Ag, S. Pd, selaku ustadz

bimbingan sikap perilaku anak dan ustadz akhlak terima kasih atas bantuan,

dukungan dan kerjasamanya.

8. Ibu Dra. Indiah Sri Maharsi (Wali Kelas 9F SMP Negeri 6 Sukoharjo), Ibu Sri

Lestari, S. Pd. (Wali Kelas 6 SD N Jetis IV Sukoharjo) dan Bapak Hadi

Prianto, S. Pd., M. Ag.(Guru BK MTsN Sukoharjo) yang telah memberikan

pengarahan, bimbingan dan informasi serta terima kasih atas bantuan dan

kerjasamanya.

9. Adik-adik Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, terima kasih atas

bantuan, kerjasama dan dukungannya.

10. Bapak dan Ibu tersayang yang senantiasa memberikan yang terbaik, kasih

saying dan semangat bagi penulis.

11. Sahabat-sahabatku tersayang terima kasih untuk dukungan, persahabatan dan

bantuannya.

12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi yang telah dikerjakan

ini masih jauh dari kesempurnaan maka saran dan kritik yang bersifat membangun

demi kesempurnaan ini akan senantiasa penulis harapkan untuk perbaikan di masa

mendatang.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

Page 12: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................. ...... i

HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... ii

HALAMAN PENGAJUAN.............................................................................. iii

HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v

HALAMAN ABSTRAK................................................................................... . vi

HALAMAN ABSTRACT............................................................................... .... vii

HALAMAN MOTTO.................................................................................. ...... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... . ix

KATA PENGANTAR.................................................................................. ..... x

DAFTAR ISI........................................................................................……….. xii

DAFTAR TABEL.........................................................................................…. xvi

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ....................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 9

1. Tinjauan Tentang Moral .......................................................... 9

a. Pengertian Moral ................................................................... 9

b. Obyek Moral ......................................................................... 12

c. Jenis Moral ............................................................................ 13

d. Nilai Moral ........................................................................... 14

e. Norma Moral......................................................................... 18

Page 13: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

2. Tinjauan Tentang Pendidikan Moral ....................................... 19

a. Pengertian Pendidikan .......................................................... 19

b. Pengertian Pendidikan Moral ............................................... 21

c. Tujuan Pendidikan Moral ..................................................... 22

d. Target/Substansi Pendidikan Moral ...................................... 23

e. Strategi Pendidikan Moral/Budi Pekerti ............................... 24

f. Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pendidikan

Moral .................................................................................... 25

3. Tinjauan Tentang Disiplin Moral ............................................. 26

a. Pengertian Disiplin ............................................................... 26

b. Cara-cara Menanamkan Disiplin .......................................... 27

c. Unsur-unsur Disiplin............................................................. 29

d. Aspek-aspek Disiplin ............................................................ 31

e. Kriteria Disiplin yang Efektif ............................................... 32

f. Evaluasi Disiplin ................................................................... 33

g. Pengertian Disiplin Moral .................................................... 34

4. Tinjauan Teori Moralitas .......................................................... 36

5. Tinjauan Tentang Anak Yatim ................................................ 45

a. Pengertian Anak .................................................................... 45

b. Pengertian Anak Yatim ........................................................ 46

6. Tinjauan Tentang Efektivitas ................................................... 48

a. Efektivitas Pendidikan Moral ............................................... 48

b. Indikator Efektivitas ............................................................. 50

B. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 53

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ...................................................... 54

C. Sumber Data ................................................................................... 55

D. Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... 58

E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 58

F. Validitas Data ................................................................................. 61

Page 14: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

G. Analisis Data .................................................................................. 63

H. Prosedur Penelitian ......................................................................... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................. 67

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian .................................................. 89

1. Strategi Penerapan Pendidikan Moral Di Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah” ................................................ 89

2. Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral Dalam

Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim Di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” .................................. 96

3. Faktor Yang Menjadi Kendala Sulitnya Penerapan

Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral

Pada Anak Yatim Di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” .................................................................... 119

C. Temuan Studi ................................................................................... 136

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan ...................................................................................... 152

B. Implikasi ........................................................................................... 154

C. Saran ............................................................................................... 155

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 157

LAMPIRAN

Page 15: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Enam Tahap Perkembangan Moral Kohlberg ............................... 40

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................ 53

Tabel 3. Daftar Penanggung Jawab Harian .................................................. 77

Tabel 4. Daftar Ustadz Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ....... 77

Tabel 5. Data Anak Yatim yang Berasrama dan Tidak Berasrama di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ........................................ 78

Tabel 6. Data Anak Yatim Berdasarkan Tingkat Pendidikan Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah ......................................... 78

Tabel 7. Data Anak Yatim Berasrama Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” .......................................................................................... 79

Tabel 8. Jadwal Kegiatan Harian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” .......................................................................................... 80

Tabel 9. Rencana dan hasil dari Indikator Input .......................................... 106

Tabel 10. Rencana dan hasil dari Indikator Prosess ...................................... 110

Tabel 11. Rencana dan Hasil daari Indikator Output ..................................... 114

Tabel 12. Rencana dan Hasil dari Indikator Outcome ................................... 117

Tabel 13. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Input ................ 125

Tabel 14. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Process ............ 129

Tabel 15. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Output .............. 132

Tabel 16. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Outcome .......... 135

Page 16: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pikir ........................................................................... 52

Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif .................................................... 65

Gambar 3. Denah Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ................ 68

Gambar 4. Struktur Organisasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” ....................................................................................... 72

Page 17: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Informan ............................................................................ 161

Lampiran 2 Pedoman Wawancara ................................................................ 163

Lampiran 3 Pedoman Observasi ................................................................... 166

Lampiran 4 Catatan Lapangan Hasil Wawancara ......................................... 167

Lampiran 5 Catatan Lapangan Hasil Observasi ............................................ 176

Lampiran 6 Trianggulasi Data ...................................................................... 202

Lampiran 7 Trianggulasi Metode .................................................................. 210

Lampiran 8 Biodata Pribadi .......................................................................... 195

Lampiran 9 Susunan Pengurus Kamar Anak Yatim ..................................... 201

Lampiran 10 Jadwal Aktivitas Harian Anak ................................................... 205

Lampiran 11 Jadwal Kegiatan Ba‟da Ahar ..................................................... 206

Lampiran 12 Jadwal Azan Masjid Nurul Imam .............................................. 207

Lampiran 13 Jadwal Regu Piket Putra ............................................................ 208

Lampiran 14 Pembagian Piket Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” 212

Lampiran 15 Surat Pemberitahuan Kepada Ketua RT .................................... 220

Lampiran 16 Surat Pemberitahuan Libur Lebaran Kepada Keluarga ............. 221

Lampiran 17 Gambar Kegiatan penelitian ...................................................... 222

Lampiran 18 Laporan Nilai Kegiatan Anak Yatim ......................................... 224

Lampiran 19 Rapor Nilai Kegiatan Anak Yatim ........................................... 225

Lampiran 20 Tata Tertib Anak Asuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” ..................................................................................... 228

Lampiran 21 Tata tertib Melaksanakan Ibadah di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” ..................................................................... 232

Lampiran 22 Surat Ijin Keluar Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” 233

Lampiran 23 Buku Catatan Pelanggaran ......................................................... 235

Lampiran 24 Daftar Absensi Santri Panti Asuhan Anak Yatim ..................... 237

Lampiran 25 Catatan Peristiwa Harian Anak Yatim....................................... 241

Lampiran 26 Absensi Ustadz Dalam Memberikan Materi Kegiatan Ba‟da

Page 18: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

Ashar Panti Asuhan Anak AYtim “Miftahul Jannah” ............... 243

Lampiran 27 Kartu Kasus (Catatan Kejadian) Madrasah Tsanawiyah Negeri

(MTsN) Sukoharjo ..................................................................... 245

Lampiran 28 Data Anak Asuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” 250

Lampiran 29 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Pembantu

Dekan 1 FKIP UNS ................................................................... 252

Lampiran 30 Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin Penyusunan

Skripsi ........................................................................................ 253

Lampiran 31 Surat Permohonan Ijin Research / Try Out Kepada Rektor

UNS .......................................................................................... 254

Lampiran 32 Permohonan Surat Pengantar Ijin Penelitian Kepada Bupati

Sukoharjo ................................................................................... 255

Lampiran 33 Surat Ijin Penelitian .................................................................. 256

Lampiran 34 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di SD Negeri

Jetis 04 Sukoharjo ...................................................................... 257

Lampiran 35 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di SMP

Negeri 6 Sukoharjo ................................................................... 258

Lampiran 36 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di MTsN

Sukoharjo ................................................................................... 259

Lampiran 37 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah” ................................................. 270

Page 19: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-

hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan

bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945

dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi

kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi

penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,

tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak

kekerasan, diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan serta memperoleh

pendidikan yang layak termasuk pendidikan moral.

Anak-anak baik yang masih memiliki orang tua yang lengkap maupun

yatim adalah manusia masa depan yang dilahirkan oleh setiap ibu, yang “hitam

putihnya” juga tidak terlepas dari pengaruh orang lain di lingkungan sekitarnya,

terutama orang tua bagi anak yang masih memiliki orang tua maupun keluarga

dan kerabat dekat. Namun, keadaan tersebut akan lain jika salah satu atau kedua

orang tua meninggal, maka akan terasa sekali kepincangan dalam hidupnya.

Karena itu, anak yatim juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain

seusianya. Mereka adalah generasi masa depan yang berkualitas. Hari depan

bangsa kita semuanya tergantung pada mereka. Karenanya, untuk membentuk

dirinya menjadi manusia yang tangguh dalam menghadapi tantangan persaingan

pada era globalisasi serta arus informasi dan komunikasi yang akan datang, hak-

hak mereka harus dipenuhi secara bertahap.

Sejak seorang anak lahir ke dunia, ia sudah memiliki hak asasi, yakni hak

untuk memperoleh kasih sayang, kesehatan, pendidikan, serta bimbingan moral

dari orang tuanya. Pemeliharaan seorang anak tidaklah cukup hanya dengan

nafkah lahirnya saja tanpa memperhatikan aspek pendidikan dan moralitas sang

anak. Terlebih bagi anak yatim yang tidak memiliki orang tua lagi. Hak anak

Page 20: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

untuk mendapatkan pendidikan juga merupakan hal yang amat penting, terutama

bagi anak yatim. Mendidik anak yatim dengan baik adalah membimbing dan

mengarahkan mereka kepada hal-hal yang baik lagi bermanfaat, dan memelihara

serta memperingatkan mereka agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang merusak.

Secara fungsional pendidikan digolongkan kepada pendidikan untuk diri sendiri,

dalam keluarga, serta masyarakat, dimana pendidikan tersebut melibatkan

berbagai pihak yang secara bersama-sama bertanggung jawab bagi terwujudnya

manusia yang berperilaku baik dan buruk. Untuk itu pendidikan nasional

diharapkan membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat

melaksanakan pembangunan nasional dengan baik.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem pendidikan Nasional pasal 1 dijelaskan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Hal ini juga sejalan dengan isi dari Pasal 9 ayat (1) Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa “Setiap anak berhak

memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya

dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Secara fungsional

pendidikan digolongkan menjadi pendidikan untuk diri sendiri, pendidikan dalam

keluarga dan juga masyarakat, dimana pendidikan melibatkan berbagai pihak

secara bersama-sama, bertanggung jawab bagi terwujudnya manusia yang

berperilaku baik, beriman dan bermoral. Oleh sebab itu pendidikan nasional

diharapkan membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat

melaksanakan pembangunan nasional lebih baik.

Pendidikan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat

dipisahkan. Pendidikan moral memberi arti penting dalam masa perkembangan

anak dan remaja, khususnya dalam perkembangan sikap dan perilaku, untuk itu

hendaknya pendidikan diberikan sejak dini guna memberikan arah dan penentu

pandangan hidupnya. Pendidikan moral dan agama anak yatim ini termasuk

Page 21: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

perkara yang wajib mendapatkan perhatian khusus dari para pengasuh panti

asuhan. Diharapkan mereka tidak menjadi unsur perusak atau akar kesengsaraan

dalam umat dengan menularkan benih-benih kerusakan akhlak mereka dalam

pergaulan dengan umat lainnya.

Menurut Nurul Zuriah (2007: 22) “Pendidikan Moral adalah suatu

program pendidikan yang mengorganisasikan dan meyederhanakan sumber-

sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologi untuk

tujuan pendidikan”. Jadi dalam pendidikan moral nilai-nilai moral yang diajarkan

disesuaikan dengan tahapan perkembangan psikologi anak sehingga anak dapat

memahami nilai-nilai moral tersebut.

Masalah-masalah moral yang terjadi sekarang ini jauh lebih kompleks

dibandingkan dengan masalah-masalah moral yang terjadi pada masa-masa

sebelumnya. Merebaknya isu-isu moral di kalangan remaja seperti meningkatnya

pemberontakan remaja atau dekadensi etika atau sopan santun. Kasus pelanggaran

moral telah terjadi bahkan dari tingkat sekolah dasar. Seorang anak Sekolah Dasar

Negeri 27 Pemecutan Denpasar pada tahun 2005 terlibat perkelahian hingga

menewaskan temannya dan menyebabkannya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara

(Anonim. 2005 dikutip dalam http://www.ypha.or.id). Bulan Januari tahun 2007

di Kediri, seorang siswa kelas VI SD menjadi tersangka tunggal kasus

pembunuhan murid Taman Kanak-kanak dan menyebabkannya masuk Lapas

Kediri. (Anonim. 2007 dikutip dalam http://www.antara.com). Pada bulan Juni

tahun 2006, di pasar Tabanan, Denpasar siswa Sekolah Dasar terlibat dalam

kasus-kasus pencurian uang dari plangkiran (tempat ibadah Agama Hindu) dengan

alasan untuk membayar uang sekolah (Tempo, 13 Juni 2006).

Kasus-kasus tersebut memang tidak terjadi pada anak yatim di panti

asuhan namun mungkin kebiasaan-kebiasaan kurang patuh terhadap aturan seperti

ketidakdisiplinan tidur saat pelajaran, suka membolos yang menjadi masalah

moral yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas dan dikhawatirkan

akan menjadi masalah moral yang jauh lebih komplek di kemudian hari. Oleh

karena tidak adanya orang tua yang memberikan pembinaan moral dan

Page 22: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

pemeliharaan kepada anak-anak yatim tersebut, maka biasanya anak-anak tersebut

dibina di panti asuhan.

Panti asuhan adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh

pemerintah maupun masyarakat yang betujuan untuk membantu atau memebrikan

bantuan terhadap individu, kelompok masyarakat dalam upaya memenuhi

kebutuhan kehidupan sosial yang dapat befungsi sosial. Panti asuhan memegang

peranan penting dalam perkembangan anak karena panti asuhan merupakan

lingkungan pertama dan utama yang bertanggung jawab serta sebagai pengganti

peran dari orang tua kandung mereka. Panti asuhan memiliki fungsi sebagai

keluarga dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi anak baik fisik,

mental dan sosial.Oleh sebab itu panti bertanggung jawab untuk kesejahteraan

jasmani, rohani dan sosialnya. Sebagaimana dijelaskan mengenai pengasuhan

anak dalam Depsos RI (1994: 2), bahwa:

Asuhan anak-anak, pertama-tama dan terutama menjadi kewajiban dan

tanggung jawab orang tua, akan tetapi bila sudah tidak ada dan tidak

diketahui adanya, atau nyata-nyata tidak mampu melaksanakan hak dan

kewajiban maka Panti Sosial Asuhan Anak (PSSA) atau rumah yatim piatu

dapat menggantikan sementara fungsi keluarga dalam meningkatkan dan

mengembangkan potensi anak baik fisik, mental dan sosial.

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” merupakan salah satu panti

asuhan anak yatim di Kabupaten Sukoharjo. Terdapat 60 anak asuh di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang menimba ilmu di berbagai tingkat

pendidikan. Beberapa anak masih belajar di berbagai Sekolah Dasar (SD) di

Kecamatan Sukoharjo, dan sebagian kecil Sekolah Menengah Pertama (SMP)

baik di sekolah yang berbasis agama maupun umum. Selain itu ada juga yang

telah duduk di bangku Sekolah Menegah Atas (SMA). Dalam hal pendidikan,

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” menfasilitasi pendidikan anak yatim

sampai pada perguruan tinggi. Panti asuhan juga memberikan pendidikan akhlak

dan moralitas serta pendidikan agama untuk membangun toleransi, kebersamaan

dan disiplin.

Perbedaan usia dan jenjang pendidikan mengakibatkan semakin beragam

pula masalah moral yang dihadapi karena kondisi lingkungan yang dihadapi juga

Page 23: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

berbeda. Keadaan seperti ini yang memungkinkan mereka mudah terpengaruh

oleh hal-hal yang bersifat negatif, Padahal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” sudah terdapat peraturan tata tertib yang berlaku bagi anak sejak mereka

masuk dan mulai tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.

Mengingat sebagian besar anak asuh yang tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim

“Mitahul Jannah” adalah mereka yang sudah menginjak usia sekolah mulai dari

sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas sangat

dipengaruhi oleh berbagai faktor keinginannya untuk bertindak yang cenderung

bebas, yang memungkinkan mudahnya terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat

negatif, khususnya pergaulan di luar panti. Oleh sebab itu, diperlukan adanya

pendidikan moral yang efektif guna mengatasi berbagai permasalah moral

sekarang ini.

Kondisi moral anak-anak di panti asuhan mentaati peraturan atau tata

tertib panti asuhan, kebiasaan berdoa, kepedulian untuk membantu teman yang

sakit atau terkena musibah, berkata jujur, menepati janji, selalu bangun tepat

waktu, beribadah tertib, dan selalu mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan di

panti. Kegiatan atau aktivitas harian anak panti dibuatkan jadwal sedemikian rupa

sehingga anak tetap dapat mengikuti kegiatan panti dan tidak lupa tugas-tugas

sekolah mereka. Sedangkan pendidikan khusus tentang sikap moral atau budi

pekerti mereka lakukan seminggu sekali pada hari minggu. Anak asuh di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” sebagian tinggal di panti (berasrama) dan

sisanya tinggal bersama keluarga tetapi ketika panti memiliki kegiatan anak-anak

tersebut akan datang.

Anak panti asuhan juga dapat kembali ke lingkungan keluarga mereka

masing-masing (ibu, kakek, nenek atau pamannya) yang masih ada. Anak yang

ingin pulang harus meminta izin kepada pengasuh mereka dan keluarga yang

menjemput harus datang ke panti. Jadi anak tidak dibiarkan pulang sendiri dan

ketika saatnya kembali ke panti keluarga mereka akan mengantarkannya. Hal ini

dilakukan sebagai pengawasan terhadap anak panti selain itu untuk menjalin

komunikasi yang positif dan harmonis antara pihak keluarga dengan anak panti.

Page 24: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Ustadz H. Sunaryo, BA (pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”) menyampaikan bahwa “Panti bertanggung jawab terhadap segala sesuatu

yang dibutuhkan anak termasuk kaitannya dengan sekolah, termasuk mengambil

raport dan biaya pendidikan”. Pihak panti rutin mengadakan kunjungan ke sekolah

dimana anak-anak tersebut bersekolah. Guru di salah satu sekolah pernah

menyampaikan kepada pengasuh bahwa anak asuhnya sering tidur di kelas,

beberapa datang terlambat dan tidak mengerjalan PR.

Pembinaan moral menuju terbentuknya kedisiplinan moral berfokus pada

kedudukan anak, dimana mereka berada dalam proses berkembang atau menjadi

kearah kematangan dan kemandirian. Upaya mencapai kematangan tersebut,

diperlukan bimbingan karena masih kurangnya pemahaman tentang diri dan

lingkungannya. Menurut Soegeng Prijodarminto (1992: 15) menyatakan bahwa,

“Disiplin yang lahir dari rasa sadar, rasa insaf akan membuat seseorang itu

melaksanakan hal-hal yang tertib, teratur lancar tanpa orang lain harus

mengarahkan, menyuruh, mengawasi atau menertibkan”. Disiplin merupakan

kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan mentaati

peraturan-peraturan dan hukum yang berlaku dalam suatu lingkungan tertentu.

Perilaku disiplin anak harus senantiasa berlangsung dalam interaksi

individu maupun dengan lingkungannya. Bagi seorang anak asuh, pembinaan

disiplin harus mulai dikembangkan dari hidup disiplin bersama di dalam panti,

karena hal itu merupakan langkah awal dalam berpijak agar mereka selalu

memperhatikan, merancang dan mengarahkan segala sesuatu dengan baik.

Pendidikan moral yang baik dalam membentuk disiplin moral yang harus

ditanamkan pada diri anak yatim sehingga mereka memiliki kepribadian dan

kesadaran yang hakiki.

Pendidikan moral yang diterima oleh anak yatim di Panti asuhan diberikan

oleh pengasuh dan pengurus panti dengan memberikan contoh-contoh disiplin

yang baik ternyata belum efektif. Tujuannya adalah agar anak di panti dapat

mencontoh apa yang dilakukan pengasuh dan pengurusnya. Akan tetapi, karena

perbedaan usia tersebut maka banyak anak di panti yang belum bisa

menerimanya. Efektivitas pendidikan moral yang diberikan oleh Panti Asuhan

Page 25: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih perlu dipertanyakan lagi mengingat masih

adanya anak panti yang mengantuk saat pelajaran, datang terlambat ke sekolah,

tidak mengerjakan PR, terkadang ada juga yang membolos (pulang sebelum jam

pelajaran usai).

Dengan memperhatikan beberapa hal yang telah dipaparkan di atas, maka

peneliti tertarik dan berusaha untuk mengungkap lebih dalam lagi mengenai

“Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin

Moral (Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho kabupaten Sukoharjo)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yang

diajarkan pengasuh pada anak yatim yang memiliki perbedaan usia dan

jenjang pendidikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh

Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo?

2. Bagaimana efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin

moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah”

Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo?

3. Faktor apa saja yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam

membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mendeskripsikan dan menganalisis:

1. Strategi penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yang

diajarkan pengasuh pada anak yatim yang memiliki perbedaan usia dan

jenjang pendidikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh

Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.

Page 26: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

2. Efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral

pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah” Dukuh

Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.

3. Faktor apa saja yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam

membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini memberikan sumbangan bagi bidang studi PPKN

dalam mengimplementasikan mata kuliah yang berhubungan dengan pendidikan

moral seperti mata kuliah Pendidikan Nilai. Sehingga membentuk kaum akademis

yang memiliki perasaan sosial untuk turut serta membantu anak yatim dalam

menumbuhkan nilai-nilai moral.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pihak Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo

dalam meningkatkan pendidikan moral khususnya dalam membentuk disiplin

moral pada anak yatim.

b. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi pendidik pendidikan moral

dalam meningkatkan penerapan pendidikan moral supaya menjadi lebih

efektif.

c. Memberikan motivasi bagi anak yatim agar mempunyai disiplin moral

terhadap pribadinya dan memberikan gambaran kepada masyarakat tentang

pola atau sistem kedisiplinan moral.

Page 27: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan tentang Moral

a. Pengertian Moral

Moral dari segi etimologi berasal dari bahasa latin yaitu “Mores” yang

berasal dari suku kata “Mos”. Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat,

watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang menjadi sebagai kebiasaan

dalam bertingkah laku yang baik, susila. Moralita berarti mengenai kesusilaan

(kesopanan, sopan-santun), dapat diartikan bahwa orang yang susila adalah

orang yang baik budi bahasanya. Dalam bahasa Arab, moral dikenal dengan

istilah “akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 575) “Moral merupakan ajaran tentang

baik buruk yang diterima umum mengenai akhlak, akhlak dan budi pekerti,

kondisi mental yang mempengaruhi seseorang menjadi tetap semangat, berani

dan disiplin”.

Dalam Webster’s New World Dictionary of the American Language

yang dikutip oleh Cheppy HC (1995: 221) dikatakan bahwa “Moral adalah

sesuatu yang berkaitan, atau ada hubungannya, dengan kemampuan

menentukan benar-salahnya sesuatu tingkah laku”. Jadi dapat dipahami bahwa

istilah moral pada hakikatnya menunjukkan kepada ukuran-ukuran yang telah

diterima oleh sesuatu komunitas.

Sedangkan N. Driyarkara S. J dalam bukunya Percikan Filsafat, yang

dikutip Bambang Daroeso (1988: 22) menyatakan bahwa “Moral atau

kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia”.

Dalam jurnal pendidikan dan kebudayaan Masganti Sit (2010: 3)

dinyatakan bahwa:

Kata moral selalu dipandang memiliki makna yang tumpang tindih

dengan akhlak, etika, budi pekerti, dan nilai. Namun pada hakekatnya

ada beberapa perbedaan diantara kelima istilah ini. Akhlak

menekankan perbuatan baik yang dilakukan dalam berhubungan

Page 28: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

dengan Allah, manusia, dan alam untuk mencari keridhaan Allah.

Etika adalah bagian dari filsafat yang membicarakan perbuatan baik

dan buruk. Budi pekerti dipandang adalah kumpulan tata karma yang

dipandang baik dalam budaya tertentu. Nilai merupakan rujukan dalam

menentukan keputusan dalam melakukan suatu perbuatan. Sedangkan

moral adalah perbuatan baik yang mensejahterakan kehidupan

manusia. Persamaan kelima istilah ini terletak pada inti

pembicaraannya tentang perbuatan terpuji yang seharusnya dilakukan

manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Menurut Sjarkawi (2006: 28) “Moral diartikan sebagai sarana untuk

mengukur benar-tidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia”. Sedangkan

menurut James Rachels (1999: 19) “Morality is, at the very least, the effort to

guide one’s conduct by reason-that is, to do what there are the best reason for

doing-while giving equal weight to the interests of each individual who will be

affected by one’s conduct

Inti dari kutipan di atas singkatnya moralitas adalah upaya menuntut

tingkah laku seseorang dengan akal budi -yang dilakukan adalah akal budi

yang paling baik- sedangkan yang manrik perhatian di antara manusia ialah

siapa yang berpura-pura dengan tingkah lakunya.

D. A. Wila Hulky B. A dalam Bambang Daroeso (1988: 22)

mengatakan bahwa kita dapat memahami moral dengan tiga cara yaitu:

1) Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan diri

pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai

yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam

lingkungannya.

2) Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup,

dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok

manusia di dalam lingkungan tertentu.

3) Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik

berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.

Pribadi yang terdidik secara moral adalah “Seseorang yang belajar (di

sekolah atau dimanapun juga) untuk hidup dalam satu cara yang

merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk mengembangkan norma-

norma dan cita-cita sosial” (Cheppy HC, 1988: 110-111). Menurut Herimanto

dan Winarno (2010: 141) moral adalah “ Salah satu bagian dari nilai moral,

Page 29: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

manusia yang bermoral tindakannya senantiasa didasari nilai-nilai moral yang

melakukan perbuatan atau tindakan moral”.

Menurut Dewey pengertian moral dalam pendidikan moral hampir

sama dengan rasional, dimana penalaran moral disiapkan sebagai prinsip

berfikir kritis untuk sampai pada pilihan dan penilaian moral yang dianggap

sebagai pikiran dan sikap terbaiknya (Nurul Zuriah, 2009: 22). Sedangkan

menurut M. Sukanta AS (2007: 67) moral adalah “Suatu kode etik yang dapat

menentukan baik dan buruknya secara umum yang berlaku dalam

masyarakat”.

Dalam jurnal pendidikan oleh Halim yang mengutip pakar ilmu-ilmu

sosial dalam Sabar Budi Raharjo (2010: 233) dinyatakan bahwa akhlak atau

moral mempunyai empat makna yaitu:

1) Moral adalah sekumpulan kaidah perilaku yang diterima dalam

satu zaman atau sekelompok orang.

2) Moral adalah sekumpulan kaidah perilaku yang dianggap baik

berdasarkan kelayakan bukan berdasarkan syarat.

3) Moral adalah teori akal tentang kebaikan dan keburukan, menurut

filsafat.

4) Tujuan-tujuan kehidupan yang mempunyai warna humanism yang

kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial.

Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang

digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, kehendak, pendapat atau

perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

Seseorang yang belajar (di sekolah atau dimanapun juga) untuk hidup

dalam satu cara yang merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk

mengembangkan norma-norma dan cita-cita sosial (Cheppy HC, 1988: 110-

111). Sedangkan Ronald Durhka menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang

matang secara moral (Morally Nature Person) yakni:

1) Who holds correct moral position and acts in acoord with such

position.

2) The knowledge of these do‟s and don‟t‟s right and rong.

3) The character and will to act in accord with sub 2.

4) Know best what would or should.

5) Mature moral reason. (Hamid Darmadi, 2009: 30-31)

Page 30: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Kesimpulan dari kutipan di atas bahwa seseorang yang matang secara

moral adalah orang yang bertindak sesuai dengan aturan yang ada. Dalam hal

ini berarti orang tersbut sudah menjadi pribadi yang terdidik secara moral.

Higgins dan Gilingan mengemukakan ciri orang bermoral ialah selalu

merasakan adanya moral bases and (tuntutan dan keharusan moral) untuk

selalu bertanggung jawab terhadap atau akan adanya: “1) Needs and welfare of

individual and others, 2) the involpment and implication of the self and

consequences of outher, 3) intrinsic value of social relationships” (Hamid

Darmadi, 2009: 31).

Inti dari kutipan di atas bahwa ciri orang yang bermoral adalah orang

yang selalu bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan kesejahteraan individu

dan masyarakat, bertanggung jawab terhadap perkembangan dan implikasi diri

dan konsekuensi dari masyarakat serta bertanggung jawab terhadap nilai

intrinsic dari hubungan sosial. Nilai intrinsik yang dimaksud disini adalah nilai

dari suatu nilai moral dan norma dalam kehidupan secara umum. Orang

dikatakan bermoral apabila orang tersbut tidak melanggar nilai-nilai dan

norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral

memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan

dengan baik buruknya tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang

berupa sekumpulan kaidah perilaku. Orang dikatakan bermoral apabila orang

tersebut tidak melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam

masyarakat berdasarkan tiga kemampuan yaitu disiplin atau kewajiban,

mengajar dan otonomi diri. Sehingga orang dikatakan memiliki moral apabila

orang tersebut dapat menentukan obyek moral dan kematangan moral yang

terbentuk melalui perkembangan moral yang dimilik masing-masing individu

dalam menjalani kehidupannya.

b. Obyek Moral

Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa yang

akan dikerjakan. Ia telah menentukan sikap, mana yang harus dilaksanakan,

mana yang tidak boleh dilaksanakan. Bambang Daroeso (1988: 25)

Page 31: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

mengatakan dalam diri manusia ada dua suara, yaitu: “Suara hati yang

mengarah ke kebaikan, dan suara was-was yang mengajak ke keburukan”.

Dalam melakukan perbuatannya manusia didorong oleh tiga unsur,

antara lain:

1) Kehendak yaitu pendorong pada jiwa manusia yang memberi

alasan pada manusia utnuk melakukan perbuatan.

2) Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan

perbuatan dalam segala situasi dan kondisi.

3) Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah

yang memberikan corak dan warna perbuatan tersebut. (Bambang

Daroeso, 1988: 26).

Kesimpulannya bahwa obyek moral adalah tingkah laku manusia,

perbuatan manusia, baik secara individual maupun secara kelompok. Dimana

perbuatan yang akan dilakukan merupakan obyek yang ada dalam suara hati

manusia yaitu mana yang boleh dilaksanakan dan mana yang tidak boleh

dilaksanakan. Obyek tersebut diwujudkan dengan cara melakukan perbuatan

secara sadar dalam segala situasi dan kondisi.

c. Jenis Moral

Menurut Kant (Lili Tjahjadi, 1991: 48) moralitas dibagi dalam dua

jenis yaitu “Moralitas heteronom maupun moralitas otonom”. Hal itu

dijelaskan sebagai berikut:

1) Moralitas Heteronom

Moralitas heteronom adalah sikap dimana kewajiban ditaati dan

dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena

sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku itu sendiri, misalnya

karena maua mencapai tujuan yang diinginkannya atau karena perasaan

takut pada penguasa yang memberi kewajiban itu. Sikap semacam ini,

menurut Kant, menghancurkan nilai moral.

2) Moralitas Otonom

Moralitas otonom adalah kesadaran manusia akan kewajibannya yang ia

taati sebagai sesuatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai

sebagai sesuatu yang baik. Di dalam moralitas otonom, orang mengikuti

dan menerima hukum lahiriah bukan lantaran mau mencapai tujuan yang

Page 32: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

diinginkannya atau karena takut terhadap penguasa pemberi hukum itu,

melainkan karena itu dijadikan kewajibannya sendiri berkat nilainya yang

baik. Bagi Kant, moralitas ini merupakan prinsip tertinggi moralitas.

Jadi menurut Kant moralitas dibagi menjadi dua yaitu moralitas

heteronom dan moralitas otonom. Akan tetapi, moralitas otonom merupakan

prinsip tertinggi moralitas karena kesadaraan mentaati kewajiban didasarkan

pada keyakinan bahwa sesuatu itu baik bukan karena takut atau paksaan dari

penguasa sehingga moralitas otonom adalah moralitas yang hakiki dari

tindakan manusia.

Sedangkan menurut W. Poespoprodjo (1986: 103) moralitas dibagi

menjadi:

1) Moralitas intrinsik memandang perbuatan menurut hakikatnya

bebas lepas dari setiap hukum positif, apakah perbuatan itu baik

atau buruk pada hakikatnya, bukan apakah seorang telah

memerintahkannya atau melarangnya.

2) Moralitas ekstrinsik adalah moralitas yang memandang perbuatan

sebagai sesuatu yang diperintahkannya atau dilarang oleh

seseorang yang kuasa atau oleh hukum positif, baik dari manusia

asalnya maupun dari Tuhan.

Berdasarkan uraian di atas maka jenis moral dibagi menjadi dua yaitu

moralitas heteronom atau ekstrinsik dan moralitas otonom atau intrinsik.

Moralitas heteronom atau ekstrinsik merupakan sikap dalam melaksanakan

perbuatan (kewajiban) karena diperintahkan atau dilarang oleh seseorang dan

akan menghancurkan nilai moral. Sedangkan moralitas otonom atau intrinsic

merupakan kesadaran manusia untuk melaksanakan perbuatan (kewajiban)

karena diyakini bahwa itu baik tanpa diperintah atau dilarang seseorang.

d. Nilai Moral

Nilai atau value (bahasa Inggris) atau valere (bahasa latin) berarti

berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu

hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan

dapat menjadi obyek kepentingan. Hamid Darmadi (2009: 27-28) berpendapat

“Nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standar logika (benar-

Page 33: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

salah), estetika (baik-buruk), etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan

haram-halal) serta acuan dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan”.

Nilai atau “value” (bahasa Inggris) termasuk dalam bidang kajian

filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata

benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth) atau kabaikan

“goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam

menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi,

2009: 67)

Pandangan lain dalam Dictionary of Sosiology and Related Sciences,

yang dikutip oleh Hamid Darmadi (2009: 67) dikatakan bahwa “Nilai adalah

kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan

manusia”.

Nilai dianggap sebagai keharusan suatu cita yang menjadi dasar bagi

keputusan yang diambil oleh seseorang. Nilai-nilai itu merupakan

bagian kenyataan yang tidak dapat dipisahkan atau diabaikan. Setiap

orang bertingkah laku sesuai dengan seperangkat nilai, baik nilai yang

sudah merupakan hasil pemikiran yang tertulis maupun belum.

(Sjarkawi, 2006: 29)

Selanjutnya Bambang Daroeso (1988: 20) berpendapat bahwa nilai

adalah “Suatu penghargaan atau kualitas terhadap sesuatu, yang dijadikan

dasar penentu tingkah laku seseorang, karena sesuatu hal itu menyenangkan

(pleasant), memuaskan (satisfying), menarik (interest), berguna (useful),

menguntungkan (profitable), suatu sistem keyakinan (belief).”

K. Bertens (2007: 141) mengemukakan bahwa nilai mempunyai ciri,

antara lain:

1) Nilai berkaitan dengan subyek: kalau tidak ada subyek yang

menilai, maka tidak ada nilai juga.

2) Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subyek ingin

membuat sesuatu.

3) Nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subyek pada

sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek

pada dirinya.

Menurut K. Bertens (2007: 139) nilai adalah “Sesuatu yang menarik

bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang

disukai dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik”. Sedangkan menurut

Page 34: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Herimanto dan Winarno (2010: 128) nilai merupakan “Sesuatu yang

diharapkan (das solen) dan sesuatu yang baik yang dicitakan manusia”.

Pada dasarnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai seperti apa yang

ada dan bagaimana hubungan nilai itu dengan manusia. Penggolongan nilai

beraneka ragam tergantung pada sudut pandang penggolongan nilai tersebut.

Menurut Notonegoro (Hamid Darmadi, 2009: 68) membagi nilai

menjadi tiga macam:

1) Nilai material; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan

jasmani dan manusia atau kebutuhan material ragawi manusia.

2) Nilai vital; segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat

mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3) Nilai kerohanian; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani

manusia, nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam

yaitu:

a) Nilai kesabaran; bersumber pada akal (ratio, budi, cipta)

manusia.

b) Nilai keindahan atau estetis; bersumber pada unsur perasaan

(estrthis, gevoel, rasa) manusia.

c) Nilai kebaikan atau nilai moral; bersumber pada unsur

kehendak (will, wollen, karsa) manusia.

d) Nilai religious; merupakan nilai kerohanian tertinggi dan

mutlak.

Nilai dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri karena kedua

istilah tersebut memiliki kaitan satu dengan lainnya. Bahkan dalam konteks

tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Nilai moral

menurut Sjarkawi (2006: 29) adalah “Segala nilai yang berhubungan dengan

konsep baik dan buruk”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai moral adalah

suatu nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian

terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai moral, tetapi

nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik dan

buruk sehingga terdapat ciri-ciri terkait dengan nilai moral.

Nilai moral tidak terpisahkan dari jenis nilai lainnya. Setiap nilai dapat

dikatakan memperoleh suautu “bobot moral”, bila diikutsertakan dalam

tingkah laku moral. Menurut K. Bertens (2007: 143-147) nilai moral

Page 35: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

mempunyai empat ciri yaitu “Berkaitan dengan tanggung jawab kita, berkaitan

dengan hati nurani, mewajibkan, dan bersifat formal”.

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita

Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab.

Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak

bersalah, karena ia bertangung jawab. Suatu nilai moral hanya bisa

diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang sepenuhnya menjadi

tanggung jawab orang yang bersangkutan.

2) Berkaitan dengan Hati Nurani

Mewujudkan nilai moral merupakan “imbauan” dari hati nurani. Salah

satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan

“suara” hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang

nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.

3) Mewajibkan

Nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa ditawar-

tawar. Nilai-nilai moral harus diakui dan direalisasikan, tidak bisa diterima

bila seseorang acuh terhadap nilai ini.

4) Bersifat Formal

Nilai moral bersifat formal ini diartikan bahwa kita merealisasikan nilai-

nilai moral dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu “tingkah

laku moral”. Nilai-nilai moral tidak memiliki “isi” tersendiri, terpisah dari

nilai-nilai lain dan tidak ada nilai moral yang murni terlepas dari nilai-nilai

lain.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang akan mengetahui

baik buruknya tindakan yang ia lakukan apabila ia sudah memiliki

pengetahuan atau pemahaman tentang moral, dan seseorang akan mempunyai

rasa cinta terhadap perbuatan yang baik ketika mereka memiliki perasaan

moral, sehingga setelah seseorang memiliki pengetahuan dan perasaan moral

maka ia akan mampu melakukan keputusan dan perasaan moralnya kedalam

perilaku nyata yang berupa tindakan moral. Tindakan moral adalah tindakan

Page 36: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

manusia yang muncul melalui pertimbangan rasional yang mandiri, sehingga

selalu dilakukan secara sadar, bebas, bukan paksaan, dan dengan demikian ia

pasti disiplin atas peraturan maupun kebiasaan sebagai sesuatu yang pasti

dilakukan dan menjadikannya sebagai bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

dirinya.

e. Norma Moral

Herimanto dan Winarno (2010: 131) menyatakan bahwa “Norma

adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai

tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, dan

beritngkah laku sehingga terbentuk masyarakat yang tertib, teratur, dan

aman.” Sedangkan Sjarkawi (2006: 29) berpendapat bahwa “Norma berarti

ukuran, garis pengarah, dan aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian”.

Norma adalah tatanan aturan hukum (arti luas), jadi sesuatu yang

sudah memiliki kekuatan normatif atau kekuatan lain (dianut dan

diterima serta dilaksanakan masyarakat, kekuatan keilmuan sebagai

teori atau dalil handal yang kebenarannya terbukti atau diterima, atau

(Krischenbaum dalam Hamid Darmadi, 2009: 128)

Dengan demikian norma pada dasarnya memberikan batasan

bagaimana seharusnya manusia berperilaku yang sesuai dengan norma. Norma

bisa berbentuk tertulis maupun tidak tertulis, dalam bentuk tertulis norma

dapat berupa aturan tata tertib, papan pengumuman, kode etik, sedangkan

dalam bentuk lisan norma dapat berbentuk anjuran, larangan, pantangan yang

diakui oleh banyak orang.

Menurut Herimanto dan Winarno (2010: 132) norma yang berlaku di

masyarakat secara umum dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu “Norma

agama, norma moral, norma kesopanan, dan norma hukum”.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Norma agama adalah peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan

larangan yang berasal dari Tuhan.

2) Norma moral/kesusilaan adalah peraturan kaidah hidup yang bersumber

dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.

Page 37: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

3) Norma kesopanan adalah peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan

hidup antar manusia.

4) Norma hukum adalah peraturan/kaidah diciptakan oleh kekuasaan resmi

atau negara yang sifatnya mengikat dan memaksa. (Herimanto dan

Winarno, 2010: 132)

Norma moral/kesusilaan adalah norma yang hidup dalam masyarakat

yang dianggap sebagai peraturan dan dijadikan pedoman dalam

bertingkah laku. Norma moral dipatuhi oleh seseorang agar terbentuk

akhlak pribadi yang mulia. Pelanggaran atas norma moral ada

sanksinya yang bersumber dari dalam diri pribadi. Jika melanggar, ia

merasa menyesal dan merasa bersalah.(Herimanto dan Winarno, 2010:

133)

Sjarkawi (2006: 34) menyatakan bahwa “Norma moral adalah

memandang bagaimana manusia harus hidup agar manjadi baik sebagaimana

manusia”. Sedangkan Bambang Daroeso (1988: 27) menyatakan bahwa

“Norma moral merupakan landasan perbuatan manusia, yang sifatnya

tergantung pada tempat, waktu dan keadaan”. Sehingga norma moral ini dapat

berubah-ubah sesuai waktu, tempat dan kebiasaannya.

Berdasarkan paparan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa norma

merupakan kaidah/patokan yang digunakan manusia sebagai pedoman dalam

bertingkah laku. Sedangkan norma noral adalah kaidah/patokan yang

dijadikan manusia sebagai tolak ukur untuk menentukan baik buruknya

perilaku manusia dan untuk menjadikan seseorang menjadi bermoral maka

diperlukan suatu pendidikan yang dapat memperbaiki moral tersebut.

2. Tinjauan tentang Pendidikan Moral

a. Pengertian Pendidikan

Secara etimologis kata „pendidikan‟ berasal dari kata dasar „didik‟

yang mendapat imbuhan awalan dan akhiran pe-an. Berubah menjadi kata

kerja „mendidik‟ yang berarti membantu anak untuk menguasai aneka

pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai yang diwarisi dari keluarga dan

masyarakatnya.

Page 38: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Menurut M.J. Langeveld pendidikan diartikan sebagai “Pemberian

pembimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada mereka yang

masih memerlukan yang berlangsung dalam pergaulan”. (Rachmat Djatun

dkk, 2009: 25-26). John Dewey mengartikan pendidikan adalah “ Suatu

proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental baik secara

intelektual maupun emosional ke arah alam dan sesama manusia. (Arif

Rohman, 2009: 6).

Menurut Sudardja pendidikan adalah:

Upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup dengan

baik dalam masyarakatnya, mampu meningkatkan dan

mengembangkan kualitas hidupnya sendiri serta berkontribusi secara

bermakna dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup

masyarakat dan bangsanya. (Sabar Budi Raharjo, 2010: 231)

Dalam jurnal ilmu pendidikan oleh Masganti Sit (2010: 2) dinyatakan

bahwa “Kajian filosofis tentang pendidikan juga telah memunculkan berbagai

rumusan tujuan pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan

sarana menyempurnakan perkembangan potensi-potensi manusia termasuk

perkembangan moral”.

Menurut Arif Rohman (2009: 10) pendidikan adalah:

1) Pendidikan berwujud aktivitas interaktif yang sadar dan terencana.

2) Dilakukan oleh minimal dua orang, satu pihak berfungsi sebagai

fasilitator dan dinamisator sedang pihak lainnya sebagai subyek

yang berupaya mengembangkan diri.

3) Proses dicapai melalui penciptaan suasana belajar dan proses

pembelajaran.

4) Terdapat nilai yang diyakini kebenarannya sebagai dasar aktivitas.

5) Memiliki tujuan baik dalam rangka mengembangkan segenap

potensi internal individu anak.

6) Puncak pencapaian tujuan adalah kedewasaan, baik secara fisik,

psikologik, sosial, emosional, ekonomi, moral dan spiritual pada

anak.

Sementara itu Azyumardi Azra memberikan pengertian bahwa

pendidikan merupakan “Suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan

generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan

hidup secara efektif dan efisien”. (Sabar Budi Raharjo, 2010: 231).

Page 39: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Sedangkan Carter V. Good dalam bukunya „Dictionary of Education‟

membedakan pengertian pendidikan dalam dua hal: “(1) Pedagogy is the art,

practice, or profession of teching. (2) Pedagogy is the systematized learning

or instruction concerning principles and methods of teaching and of student

control and guidance.” (Arif Rohman, 2009: 6)

Inti dari kutipan di atas membedakan pengertian pendidikan dalam dua

hal yang pertama pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi pengajaran.

Sedangkan yang kedua pendidikan adalah ilmu yang sistematis atau

pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode

mengajar, pengawasan dan pembimbingan siswa.

Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa:

Pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan nilai

moral (kekuatan batin, karakter), fikiran (intellect) dan tumbuh anak

yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat

memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan

anak-anak yang kita didik selaras. (Zaim Elmubarok, 2008: 2)

Berdasarkan pendapat di atas maka pendidikan merupakan usaha sadar

yang bertujuan untuk mendewasakan manusia dengan cara memberi bantuan

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar dapat menghadapi

peranannya dimasa yang akan datang, sehingga manusia dapat menolong

dirinya sendiri dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi.

b. Pengertian Pendidikan Moral

Menurut Nurul Zuriah (2007: 22) “Pendidikan Moral adalah suatu

program pendidikan yang mengorganisasikan dan meyederhanakan sumber-

sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologi

untuk tujuan pendidikan”. Jadi dalam pendidikan moral nilai-nilai moral yang

diajarkan disesuaikan dengan tahapan perkembangan psikologi anak sehingga

anak dapat memahami nilai-nilai moral tersebut

Sedangkan Hamid Darmadi (2007: 56-57) menjelaskan bahwa:

Pandidikan moral dapat diartikan sebagai suatu konsep kebaikan

(konsep yang bermoral) yang diberikan atau diajarkan kepada peserta

didik (generasi muda dan masyarakat) untuk membentuk budi pekerti

luhur, berakhlak mulia dan berperilaku terpuji seperti terdapat dalam

Page 40: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Pancasila dan UUD 1945. Dalam menyajikan pendidikan moral, guru

diharapkan membantu peserta didik mengembangkan dirinya, baik

secara keilmuan maupun secara mental spiritual keagamaan.

Adanya panutan nilai, moral, dan norma dalam diri manusia dan

kehidupannya akan sangat menentukan totalitas diri individu atau jati diri

manusia, lingkungan sosial, dan kehidupan individu sendiri. Pendidikan moral

sangat penting artinya dengan adanya pendidikan moral dapat memperbaiki

moral anak yatim agar mereka mengetahui perbuatan mana yang baik dan

mana yang buruk, maka pembentukan karakter kewarganegaraan (civic

disposition) yang memiliki disiplin terhadap perilaku sangat diperlukan

sebagai usaha untuk membina dan mengembangkan nilai yang dianggap baik

sehingga akan membentuk karakter hidup setiap individu agar menjadi warga

yang baik.

Ki Hajar Dewantara dalam Nurul Zuriah (2007: 125) mengatakan

bahwa:

Pengajaran budi pekerti/moral tidak lain adalah mendukung

perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin dari sifat kodratinya

menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Sedangkan

syarat pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara disebut

dengan metode ngerti, ngrasa, nglakoni (menyadari, menginsafi, dan

melakukan).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan moral adalah suatu program pendidikan yang mengorganisasikan

sumber moral untuk membentuk budi pekerti luhur, berakhlak mulia dan

berperilaku terpuji.

c. Tujuan Pendidikan Moral

Tujuan pendidikan moral menurut Dreeben dalam Nurul Zuriah (2007:

22) adalah “Jika tujuan pendidikan moral akan mengarahkan seseorang

menjadi bermoral, yang penting adalah bagaimana seseorang dapat

menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat”.

Sedangkan tujuan pendidikan moral menurut Hamid Darmadi (2009:

51) adalah “Menghargai dan menghormati manusia sebagai manusia serta

Page 41: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

memperlakukan menusia sebagai manusia merupakan kewajiban manusiawi

setiap manusia”.

Frakena dalam Sjarkawi (2006: 49) mengemukakan ada lima tujuan

pendidikan moral antara lain:

1) Mengusahakan suatu pemahaman “pandangan moral” atau cara-cara moral

dalam mempertimbangan tindakan-tindakan dan penetapan keputusan apa

yang seharusnya dilakukan, seperti membedakan hal estetika, legalitas

atau pandangan tentang kebijaksanaan.

2) Membantu mengembangkan kepercayaan atau pengadopsian satu atau

beberapa prinsip umum yang fundamental, idea tahu nilai sebagai suatu

pijakan atau landasan untuk pertimbangan moral dalam menetapkan suatu

keputusan.

3) Membantu mengembangkan kepercayaan pada dan atau mengadopsi

norma-norma konkret, nilai-nilai, kebaikan seperti pada pendidikan moral

tradisional yang selama ini dipraktikan.

4) Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang

secara moral baik dan benar.

5) Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau

kebebasan mental spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat

seseorang menjadi pengkritik terhadap ide-de dan prinsip-prinsip, dan

aturan-aturan umum yang sedang berlaku.

Jadi pada intinya tujuan pendidikan moral ialah untuk

mengembangkan warga negara yang mampu bertanggung jawab dan

berdisiplin secara moral dan sebagai upaya mentransmisikan nilai-nilai moral

dan spiritual yang diperlukan oleh anak.

d. Target/Substansi Pendidikan Moral

Target/substansi dari pendidikan moral pada umumnya dapat

diarahkan untuk:

1) Membina dan menanamkan nilai moral dan norma.

2) Meningkatkan dan memperluas tatanan nilai keyakinan seseorang

atau kelompok.

Page 42: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

3) Membina dan meningkatkan jati diri/kualitas diri

manusia/masyarakat/ bangsa.

4) Menangkal, memperkecil dan meniadakan hal/nilai moral

naïf/negatif.

5) Membina dan mengupayakan terlaksananya dunia yang

diharapkan.

6) Mengklarifikasikan dan mengoperasionalkan nilai moral dan

norma dasar.

7) Mengklarifikasi dan atau mengkaji menilai diri keberadaan nilai

moral dan norma dalam diri manusia dan atau kehidupannya.

(Hamid Darmadi, 2009: 130)

Berdasarkan pendapat di atas yang menjadi target/substansi pendidikan

moral adalah pembentukan manusia yang memiliki jati diri/kualitas yang

memiliki nilai moral dan melaksanakan nilai moral dan norma dasar dalam

kehidupannya.

e. Strategi Pendidikan Moral/Budi Pekerti

Winarno (2003: 8-9) menyatakan bahwa “Penerapan pendidikan

moral/budi pekerti dapat dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian

dalam kehidupan sehari-hari melalui keteladanan, kegiatan spontan, teguran,

pengkondisian lingkungan dan kegiatan rutin.”

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Keteladanan/contoh

Kegiatan pemberian contoh/teladan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan

oleh pengawas, kepala sekolah, staf administrasi di sekolah yang dapat

dijadikan model bagi peserta didik.

2) Kegiatan spontan

Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada

saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui

sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti meminta sesuatu

dengan berteriak, mencoret dinding.

3) Teguran

Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan

mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru

dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.

Page 43: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

4) Pengkondisian lingkungan

Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana

fisik. Contoh penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan

mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, aturan/tata

tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga setiap

peserta didik mudah membacanya.

5) Kegiatan rutin

Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara

terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah

berbaris masuk ruang kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan,

mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan

kelas/belajar.

Jadi strategi pendidikan moral dapat dilakukan melalui pemberian

keteladanan/contoh, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian lingkungan dan

kegiatan rutin. Dari berbagai strategi pendidikan tersebut anak dapat melihat

dan mengamati dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak diperlukan

penekanan materi. Straregi pendidikan semacam ini efektif untuk mencapai

pembelajaran sikap.

f. Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pendidikan Moral

Menurut Cheppy HC (1995: 295) faktor-faktor yang mempengaruhi

penerapan pendidikan moral, yaitu “Masalah peranan guru, dan masalah

proses belajar mengajar”.

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Masalah peranan guru

Guru pendidikan moral harus mempunyai ketrampilan, pengetahuan, dan

kemampuan yang dibutuhkan dalam tugas-tugas profesionalnya.

2) Masalah proses belajar-mengajar

Dalam proses belajar mengajarnya, seorang guru harus dapat menyusun

materi dan program yang dapat terima dengan mudah oleh peserta didik

dan mampu menarik minat peserta didik sehingga pendidikan moral yang

diterapkan berhasil.

Page 44: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan pendidikan moral antara

lain:

1) Peserta didik, yang sejatinya memiliki tingkat kesadaran dan perbedaan

perkembangan kesadaran moral yang tidak merata maka perlu dilakukan

identifikasi yang berujung pada sebuah pengertian mengenai kondisi

perkembangan moral dari peserta didik itu sendiri.

2) Nilai-nilai (moral) Pancasila, berdasarkan tahapan kesadaran dan

perkembangan moral manusia maka perlu diketahui pula tingkat tahapan

kemampuan peserta didik. Hal ini penting mengingat dengan tahapan dan

tingkatan yang berbeda itu pula maka semua nilai-nilai moral yang

terkandung dalam pendidikan moral tersebut memiliki batasan-batasan

tertentu untuk dapat tertanam pada kesadaran moral peserta didik.

3) Guru sebagai fasilitator, apabila kita kembali mengingat teori

perkembangan moral manusia dari Kohlberg dengan 4 dalilnya maka guru

seyogyanya adalah fasilitator yang memberikan kemungkinan bagi siswa

untuk memahami dan menghayati nilai-nilai pendidikan moral itu.

4) Prasarana, yaitu segala sesuatu penunjang kesuksesan peserta didik dalam

proses pembelajaran seperti perpustakaan, buku pelajaran wajib maupun

penunjang, ruang kelas yang nyaman, laboratorium dan sarana ibadah.

(Sylvie, 2006:1)

Dengan memperhatikan empat hal di atas maka proses perkembangan

moral manusia yang berjalan dalam jalur pendidikan tentu akan berjalan

sesuai dengan tahapan perkembangan moral pada tiap diri manusia. Tahapan

perkembangan moral dapat dibandingkan antara individu yang satu dengan

individu yang lain bila faktor-faktor yang mempengaruhi perkembanngan

moral yang dihadapi masing-masing individu itu sama.

3. Tinjauan tentang Disiplin Moral

a. Pengertian Disiplin

Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple” yakni seseorang

yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Menurut

Page 45: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Sylvia Rimm (2003: 47) menyatakan bahwa tujuan disiplin adalah

“Mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang

merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka sangat bergantung

kepada disiplin diri. Diharapkan disiplin diri mereka akan membuat hidup

mereka bahagia, berhasil, dan penuh kasih sayang.”

Menurut Emile Durkheim (1986: 176) menyatakan bahwa

Hanya melalui disiplin sajalah kita dapat mengajar anak untuk

mengendalikan keinginan-keinginannya, membatasi segala macam

seleranya, menetapkan sasaran-sasaran aktivitasnya. Pembatasan

merupakan syarat kebahagiaan dan kesehatan moral. Tentu saja

pembatasan yang diperlukan berbeda-beda menurut waktu dan tempat

dan berbeda pula untuk setiap tahap dalam kehidupan.

Tujuan seluruh disiplin ialah membentuk perilaku sedemikian rupa

hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya,

tempat individu itu diidentifikasikan (Elizabeth B. Hurlock, 2005: 82).

Jadi pada intinya disiplin adalah mengajarkan anak untuk

mengendalikan keinginannya dalam bentuk pembatasan-pembatasan sesuai

dengan waktu dan tempat dalam rangka menetapkan aktivitas tertentu.

b. Cara-cara Menanamkan Disiplin

Kedisiplinan diri pada anak sudah terbentuk, apabila anak sudah dapat

bertingkah laku sesuai dengan pola tingkah laku yang baik. Anak sudah

mengenal kedisiplinan yang baik apabila anak tanpa hukuman sudah dapat

bertingkah laku dan memilih perbuatan-perbuatan yang diharapkan oleh

lingkungannya. Menurut Elizabeth B. Hurlock (2005: 93), “Cara menanamkan

disiplin yaitu cara menanamkan kedisiplinan otoriter, cara menanamkan

kedisiplinan permitif, cara menanamkan kedisiplinan demokratis”.

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Cara menanamkan kedisiplinan otoriter

Menanamkan perilaku yang diinginkan dengan peraturan keras dalam

mengendalikan dengan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman

terutama hukuman badan atau sama sekali tidak adanya persetujuan,

Page 46: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

pujian atau tanda-tanda penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar

yang diharapkan.

2) Cara menanamkan kedisiplinan permitif

Dengan menggunakan sedikit disiplin, biasanya tidak membimbing anak

ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan

hukuman. Dalam hal ini, anak sering tidak diberi batas-batas atau kendala

yang mengatur apa saja yang boleh dilakukan.

3) Cara menanamkan kedisiplinan demokratis

Metode penanaman disiplin dengan menggunakan penjelasan, diskusi dan

penalaran untuk membantu anak untuk mengerti mengapa perilaku tertentu

diharapkan, sehingga lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari

pada aspek hukumannya. Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan

penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan.

Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman

badan.

Jadi disiplin dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu secara otoriter,

permitif dan demokratis. Akan tetapi disiplin sebaiknya dilakukan dengan cara

yang terlalu otoriter, tetapi juga tidak terlalu memperbolehkan semuanya

(permisif). Dalam menanamkan disiplin kepada anak orang tua harus

menjelaskan secara lengkap apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh

dilakukan, mengapa hal itu boleh atau tidak., apa dampaknya jika dilakukan

atau tidak dilakukan dan sebagainya.

Dari uraian di atas dijelaskan berbagai cara dalam menanamkan

kedisiplinan dan acuan dasar perilaku dalam menjalankan kedisiplinan.

Kedisiplinan pada anak dapat juga ditanamkan dengan memberikan tata tertib

yang mengatur hidup anak. Tata tertib yang disertai pengawasan dan

pemberian pengertian pada setiap pelanggaran, tentunya akan menimbulkan

rasa keteraturan dan disiplin diri. Tingkah laku anak yang berarti dan

bertujuan, harus dibimbing oleh orang tua, guru, pembimbing atau orang

dewasa lainnya. Tingkah laku anak supaya menjadi teratur maka perlu adanya

Page 47: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

pengertian baik melalui nasehat dan pengarahan sehingga tercapai tingkah

laku yang wajar dan serasi.

c. Unsur-unsur Disiplin

Menurut Elizabeth B. Hurlock (2005: 84-93) disiplin yang mampu

mendidik anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan

kelompok sosial harus mempunyai empat unsur pokok: “peraturan, hukuman,

penghargaan, dan konsistensi.”

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Peraturan

Peraturan sebagai pedoman perilaku atau pola yang ditetapkan (mungkin

orang tua, guru, dan teman bermain) untuk tingkah laku. Tujuannya ialah

membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi

tertentu. Peraturan memiliki dua fungsi yaitu:

a) Peraturan memiliki nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan

pada anak perlaku yang disetujui anggota kelompok tersebut.

b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.

Banyaknya peraturan yang ada sebagai pedoman perilaku anak bervariasi

menurut situasi, usia anak, sikap orang yang mendisiplin, cara teknik

menanamkan disiplin dan banyak faktor lainnya.

Peraturan bertindak sebagai dasar konsep moral dan konsep moral

sebaliknya bertindak sebagai dasar kode moral. Dari konsep moral umum

atau nilai moral anak mengembangkan kode moral.

2) Hukuman

Hukuman diberikan kepada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan

atau pelanggaransebagai ganjaran atau pembalasan. Hukuman memiliki

tiga fungsi dalam perkembangan moral anak yaitu:

a) Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan

oleh masyarakat.

b) Hukuman ialah mendidik, mereka dapat belajar bahwa tindakan

tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman.

Page 48: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

c) Hukuman memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak

diterima masyarakat.

3) Penghargaan

Penghargaan diberikan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan

peraturan yang berlaku. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi

dapat berupa kata-kata pujian, senyuman atau tepukan dipunggung.

Penghargaan mempunyai tiga fungsi, yaitu:

a) Penghargaan mempunyai nilai mendidik, bila suatu tindakan disetujui

anak akan merasa hal itu baik.

b) Penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku

yang disetujui secara sosial.

c) Penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui

secara sosial, dan tidak adanya penghargaan akan melemahkan

keinginan untuk mengulang perilaku ini.

Jenis penghargaan yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan

anak. Bentuk penghargaan antara lain dengan penerimaan sosial, hadiah,

dan perilaku yang istimewa.

4) Konsistensi

Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi harus

menjadi ciri semua aspek disiplin. Harus ada konsistensi dalam peraturan

yang digunakan sebagai pedoman perilaku, kosistensi dalam pengajaran

dan pemaksaan peraturan, konsistensi dalam hukuman yang diebrikan

kepada mereka yang tidak menyesuaikan standar, dan konsistensi dalam

penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan. Konsistensi mempunyai

tiga fungsi, yaitu:

a) Konsistensi memiliki nilai mendidik yang besar, bila bila peraturannya

konsisten maka akan memacu proses belajar karena nilai

pendorongnya.

b) Konsistensi memiliki nilai motivasi yang kuat.

c) Konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang

yang berkuasa.

Page 49: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Sedangkan menurut Soegeng Prijodarminto (1992: 24) berpendapat

bahwa:

Terdapat unsur pokok yang membentuk disiplin, pertama sikap yang

telah ada pada diri manusia dan sistem nilai budaya yang ada di dalam

masyarakat, sikap atau attitude merupakan unsur yang hidup di dalam

jiwa manusia yang harus mampu bereaksi terhadap lingkungannya,

dapat berupa tingkah laku atau pemikiran. Sedangkan sistem nilai

budaya yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman atau penuntun

kehidupan manusia.

Dari uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa unsur-unsur

disiplin merupakan segala sesuatu yang membentuk atau terdapat dalam

disiplin itu sendiri meliputi peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi.

Kesimpulannya bahwa disiplin itu ada karena empat unsur di atas. Bila salah

satu unsur tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya maka disiplin

moral yang berkembang pada anak bukan disiplin moral yang telah mencapai

standar. Hal ini mengakibatkan perkembangan disiplin moral dalam rangka

mencapai kematangan moral sulit untuk tercapai.

d. Aspek-aspek Disiplin

Disiplin akan membuat diri anak tahu membedakan hal-hal apa saja

seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan, yang tidak

sepatutnya dilakukan karena merupakan hal yang dilarang. Menurut Soegeng

Prijodarminto (1992:23) ada tiga aspek disiplin:

1) Sikap mental (mental attitude), yang merupakan sikap taat dan

tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan, pengendalian

pikiran dan pengendalian watak.

2) Pemahaman yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma,

kriteria, dan standar yang sedemikian rupa, sehingga pemahaman

tersbut menmbuhkan pengertan yang mendalam atau kesadaran,

bahwa ketaatan akan aturan, norma, kriteria dan standar tadi

merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan (sukses).

3) Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukan kesungguhan hati,

untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.

Dari ketiga uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa

kedisiplinan tidak dapat dipisahkan dari berbagai aspek seperti mental,

pemahaman terhadap aturan perilaku, norma, kriteria, dan standar perilaku

Page 50: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

serta sikap yang wajar terhadap peraturan yang ada. Ketiga aspek tersebut

mempengaruhi proses pembentukan kedisiplinan.

e. Kriteria Disiplin yang Efektif

Pada dasarnya kedisiplinan mendorong individu untuk bekerjasama

antara yang satu dengan yang lain. Dalam menegakan kedisiplinan metode

hukuman dan pemberian hadiah tidak efektif membawa perubahan yang

positif berjangka panjang dalam perilaku anak. Disiplin yang efektif

didasarkan pada pengajaran yang memungkinkan pendidik untuk memandang

sifat anak yang kurang sesuai sebagai kesempatan untuk mengadakan

perubahan dan pertumbuhan yang baik.

Menurut Jane E. Allen dan Marilyn Cheryl (2005: 26) menyatakan

bahwa “Ada tiga kriteria untuk menentukan disiplin yang efektif yaitu disiplin

harus menunjukkan sikap yang terhormat, disiplin harus efektif dalam jangka

waktu yang lama dan disiplin harus mengajarkan kecakapan hidup yang

berharga utnuk membentuk karakter yang baik”. Selanjutnya akan dijelaskan

tiga kriteria disiplin yang efektif sebagai berikut:

1) Disiplin harus menunjukan sikap yang terhormat

Penanaman kedisiplinan pada diri anak didasarkan contoh dan model

pengajaran dari orang dewasa sangat penting bagi anak untuk belajar

tentang rasa hormat. Rasa hormat adalah unsur yang penting bagi

hubungan yang sehat. Rasa hormat harus ditunjukan pada anak setiap saat,

sehingga anak merasa dihargai oleh orang dewasa. Dengan demikian anak

akan meniru tingkah laku dan belajar kehidupan orang dewasa.

2) Disiplin harus efektif dalam jangka panjang

Banyak orang berpendapat bahwa metode hukuman merupakan metode

yang paling efektif untuk menanamkan kedisiplinan. Pada dasarnya

metode ini efektif tetapi hanya dalam waktu yang singkat. Pada waktu

jangka panjang hukuman tidak efektif. Hukuman bersifat satu yaitu

dengan menempatkan anak sebagai makhluk yang selalu diarahkan,

dibimbing dan dibenarkan, sehingga pengambilan keputusannya tidak

mendorong mereka memiliki rasa percaya diri, kerjasama dan tingkah laku

Page 51: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

yang positif di masa depan. Menurut Jane E. Allen dan Marilyn Cheryl

(2005: 26) “Anak yang mendapatkan hukuman akan membuat salah satu

dari empat keputusan yaitu resentment (marah, dendam, benci, sebal),

rebellion (berontak), revenge (balas dendam) dan retreat (menarik diri)”.

3) Disiplin harus mengajarkan kecakapan hidup

Kecakapan hidup merupakan kecakapan dan kemampuan yang diperlukan

untuk mengatur hidup, emosi, hubungan dan aktivitas lainnya. Disiplin

harus berisi kecakapan hidup seperti membantu menyiapkan makanan,

membersihkan rumah, mencuci piring, mencabut rumput dan berbagai

kegiatan yang lain. Orang dewasa (orang tua, guru, pengasuh dan lain-lain)

dapat membuat jadwal tugas utnuk mengatur kegiatan anak. Hal ini

dimaksudkan agar anak menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Dari uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa kedisiplinan

dapat diterapkan pada anak secara efektif dengan memperlakukan anak

dengan baik menghindari hukuman secara fisik dan mengajarkan anak tentang

kecakapan hidup sehingga mendorong mereka memiliki rasa percaya diri,

kerjasama dan tingkah laku yang positif dimasa depan.

f. Evaluasi Disiplin

Disiplin tidak boleh dievaluasi berdasarkan hasil langsungnya, dan

juga tidak boleh dievaluasi dengan melihat perilaku moral anak itu saja.

Menurut Elizabeth B. Hurlock (2005: 97-98) ada 3 kriteria yang dapat

digunakan untuk mengevaluasi disiplin: “pengaruh disiplin pada perilaku,

pengaruh sikap anak pada mereka yang berwenang terhadap disiplin, dan

pengaruh disiplin pada kepribadian anak”.

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Pengaruh disiplin pada perilaku

Kesenjangan antara pengetahuan moral dan perilaku moral kadang-kadang

tidak terelakkan. Akan tetapi bila anak menunjukkan kemajuan yang

progresif dalam perilaku mereka dengan meningkatnya usia dan bila

kesenjangan antara pengetahuan moral dan perilaku moral berkurang maka

Page 52: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

secara bertahap mendekati tingkat tertinggi dari perilaku moral dan

mendekati kematangan moral.

2) Pengaruh sikap anak pada mereka yang berwenang terhadap disiplin

Anak peka terhadap sikap adil orang tua, guru, dan orang lain yang

berwenang. Anak yang merasa bahwa disiplin yang diterimanya adil dan

bahwa kendala perilaku mereka perlu demi kebaikan mereka sendiri, lebih

mempunyai sikap positif terhadap para pendisiplin dibandingkan anak

yang merasa bahwa yang berwenang bersikap jahat atau mau membalas

dendam.

3) Pengaruh disiplin pada kepribadian anak

Bila anak merasa bahwa mereka dibatasi atau dihukum secara tidak adil,

dan bila mereka merasa uaha mereka untuk mentaati peraturan tidak

dihargai karena mereka jarang mendapat penghargaan dan pujian maka

konsep diri akan terpengaruh. Bila anak merasa yakin bahwa mereka telah

menjadi korban perlakuan yang tidak adil, hal ini seringkali berakibat

gangguan kepribadian yang serius.

Berdasarkan ketiga kriteria yang digunakan dalam mengevaluasi

disiplin moral maka evaluasi disiplin moral tidak bisa dilakukan dengan

pengamatan langsung dan sekali. Melainkan perlu dilihat dari berbagai aspek

yang berkaitan dengan penerapan pengetahuan disiplin moral yaitu tentang

perubahan perilaku anak, sikap anak terhadap pendisiplin dan perubahan

kepribadian anak. Bila anak telah memenuhi ketiga kriteria tersebut maka

dapat dikatakan bahwa anak tersebut telah memiliki disiplin moral.

g. Pengertian Disiplin Moral

Menurut Emile Durkheim (1986: 178) menyatakan bahwa “Disiplin

moral tidak hanya menunjang hidup moral dalam arti sebenarnya, melainkan

pengaruhnya berlangsung secara terus menerus. Disiplin moral berperan besar

dalam pembentukan watak dan kepribadian pada umumnya”. Dalam

kenyataanya, unsur paling hakikat dari watak adalah kemampuan

mengendalikan diri yang memungkinkan kita mengendalikan nafsu,

Page 53: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

keinginan, dan kebiasaan-kebiasaan kita dan mengatur menurut kaidah yang

berlaku.

Disiplin moral adalah mengendalikan diri (menjaga moral) tidak

menyakiti dan tidak merugikan makhluk lain. Menjaga diri untuk tidak

melakukan pembunuhan, pencurian, perzinahan, pembicaraan yang

tidak benar; dan menjaga diri untuk tidak bermabuk-mabukan; inilah

disiplin moral yang akan selalu dihargai oleh siapapun juga. Seseorang

yang mempunyai kecakapan intelektual memang akan dipuji; tetapi

seseorang yang mempunyai disiplin moral akan dihargai.(YM Bhikkhu

Sri Pannavaro Mahathera, 2010: 1)

Menurut Penuatua D. Todd Christofferson (2009: 105) mengatakan

bahwa:

Disiplin moral merupakan penerapan hak pilihan yang konsisten untuk

memilih yang benar karena hal itu adalah benar, bahkan ketika hal itu

sulit. Hal itu menolak kehidupan yang mementingkan diri sendiri,

berpihak pada mengembangkan karakter yang layak untuk respek dan

kebesaran sejati. Akar kata disiplin terdiri dari kata “disciple [murid],”

yang menyarankan pada pikiran kenyataan bahwa kesepadanan

merupakan disiplin yang ideal yang membentuk seseorang yang bajik

dan unggul secara moral.

Disiplin moral mengajarkan kita untuk tidak bertindak sesuai dengan

keinginan-keinginan yang hanya bersifat sesaat, yang mengakibatkan tingkah

laku kita hanya setaraf dengan kecenderungan-kecenderungan alamiah belaka

(Emile Durkheim, 1986: 178). Sedangkan menurut Penuatua D. Todd

Christofferson (2009: 107) “Disiplin moral adalah disiplin diri yang

berlandaskan standar-standar moral”.

Menurut YM Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera (2010: 1) “Untuk

mempunyai disiplin moral diperlukan pengendalian diri, pengendalian diri

memerlukan ketekunan, kesabaran, semangat dan keuletan. Tanpa keuletan,

tanpa ketekunan dan kesabaran; seseorang akan gagal mengendalikan dirinya

sendiri”.

Dengan memperhatikan pengertian di atas maka disiplin menuntun

pada berkurangnya kebebasan untuk setiap orang. Disiplin moral adalah

disiplin yang keluar dari hati nurani untuk mengendalikan diri (menjaga

moral) untuk melakukan kebenaran berdasarkan standar-standar moral.

Page 54: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

4. Tinjauan Teori Moralitas

Menurut L. Kohlberg (1995: 231-234) mengemukakan ada tiga

tingkat perkembangan moral, yakni “Tingkat prakonvensional, tingkat

konvensional, dan tingkat sesudah konvensional”.

Hal tersebut dapt dijelaskan sebagai berikut:

1) Tingkat Pra-Konvensional

Pada tingkatan ini anak mengakui adanya aturan-aturan dan baik

buruknya mulai mempunyai arti baginya, tetapi hal itu semata-mata

dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilai tentang baik buruknya

perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar. Motivasi untuk

penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan atas akibat atau

konsekuensi yang dibawakan oleh perilaku si anak: hukuman atau

ganjaran, hal yang pahit atau menyenangkan. Pada tingkatan ini terdiri dari

dua tahapan yaitu:

a) Punisment and obedience orientation (orientasi hukuman dan

kepatuhan). Pada tahap ini perbuatan anak didasarkan pada otoritas

orang tua, guru dan atas hukuman yang akan menyususl apabila ia

tidak patuh.

b) Instrument-relativist orientation (orientasi relativis instrumental). Pada

tahap ini perbuatan dianggap baik jika ibarat isntrumrn (alat) dapat

memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang

lain. Dalam tahap ini anak mulai menyadari adanya kepentingan orang

lain, tetapi hubungan antara manusia dianggap seperti hubungan orang

di pasar (hubungan timbale balik).

2) Tingkat Konvensional

Pada tingkatan ini perbuatan-perbuatan mulai dinilai atas dasar

norma-norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Disini

anak mulai menyesuaikan penilaian dan perilakuanya dengan harapan

orang lain atau kode yang berlaku dalam kelompok sosialnya. Anak tidak

hanya menyesuaikan diri tetapi juga setia kepadanya, berusaha

mewujudkan secara aktif, menunjukkan ketertiban dan berusaha

Page 55: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

mewujudkan secara aktif, menjunjung ketertiban dan berusaha

mengidentifikasikan diri mereka yang mengusahakan ketertiban sosial.

Dua tahap dalam tingkatan ini adalah:

a) Tahap interpersonal corcodance atau “good boy-nice girl” orientation

(penyesuaian dengan kelompok dan orientasi menjadi anak manis).

Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang membuat senang

orang lain atau menolong orang lain dan yang mendapat persetujuan

mereka. Supaya diterima dan disetujui orang lain seseorang harus

berperilaku “manis” (good boy-nice girl), artinya ia adalah

sebagaimana diharapkan oleh orang tua, guru dan sebagainya. Ia ingin

bertingkah laku secara “wajar”, artinya menurut norma-norma yang

berlaku. Jika ia menyimpang dari norma-norma kelompoknnya ia

merasa malu dan bersalah, sehingga anak mengetahui betapa

pentingnya maksud dari suatu perbuatan itu.

b) Tahap law and order, orientation (orientasi hukum dan ketertiban).

Paham “kelompok” dimana anak harus menyesuaikan diri disini

diperluas: dari kelompok akrab (artinya, orang-orang yang dikenal oleh

anak secara pribadi) ke kelompok yang lebih abstrak, seperti suku

bangsa, Negara, agama. Tekanan diberikan pada aturan-aturan tetap,

otoritas dan pertahanan ketertiban sosial. Pada tahap ini perilaku yang

baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan

mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi ketertiban itu

sendiri. Orang yang melanggar ketertiban sosial jelas bersalah.

3) Tingkat Pasca-Konvensional

Tingkat ini disebut juga sebagai tingkat otonom. Pada tingkat ketiga ini

hidup bermoral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi

atas dasar prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Norma-norma yang

berlaku dalam masyarakat tidak dengan sendirinya berlaku, tetapi harus

dinilai atas dasar prinsip-prinsip yang mekar dari kebebasan pribadi.

Tingkat ketiga ini mempunyai dua tahap antara lain:

Page 56: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

a) Social contract orientation (orientasi kontral sosial legalistis). Dalam

tahap ini disadari bahwa relativisme nilai-nilai dan pendapat-pendapat

pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha untuk mencapai konsesus.

Disamping ada yang disetujui dengan cara yang demokratis, baik

buruknya tergantung pada nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi.

Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus kemungkinan

untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi demi kegunaan sosial

(berbeda dengan pandangan kaku tentang law and order dalam tahap

4). Selain bidang hukum, persetujuan bebas dan perjanjian adalah

unsure pengikat bagi kewajiban.

b) The universal ethical principle orientation (orientasi prinsip etika yang

universal). Dalam tahap ini orang mengatur tingkah laku dan penilaian

moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang mencolok adalah

bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara universal.

Pada dasarnya prinsip-prinsip ini menyangkut keadilan, kesediaan

membantu satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat untuk

martabat manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar prinsip-

prinsip ini akan mengalami penyesalan yang mendalam. Dalam proses

perkembangan moral reasoning dengan enam tahapannya dapat

digambarkan sebagai berikut:

(1) Perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke

tahap berikutnya.

(2) Dalam perkembangan moral orang tidak memahami cara berfikir

dari tahap yang lebih dari dua tahap diatasnya.

(3) Dalam perkembangan moral, seseorang secara kognitif tertarik

pada cara berfikir dari satu tahap di atas tahapnya sendiri. Anak

dari tahap 2 merasa tertarik kepada tahap 3. Berdasarkan inilah

Kohlberg percaya bahwa moral reasoning dapat dan mungkin

dikembangkan.

(4) Dalam perkembangan moral, perkembangan hanya akan terjadi

apabila diciptakan suatu diequilibrium kognitif pada diri si anak

Page 57: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

didik. Seseorang yang sudah mapan dalam satu tahap tertentu harus

diusik secara kognitif sehingga ia terangsang untuk memikirkan

kembali prinsip yang sudah dipegangnya. Kalau ia tetap tentram

dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak mungkin ada

perkembangan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan enam tahap

perkembangan moral menurut Kohlberg di bawah ini:

Ting

kat

Tahap Konsep Moral

I Moralitas pra-

konvensional

(usia 4-10 tahun)

Tahap 1:

Memperhatikan

ketaatan dan hukum

Tahap 2:

Memperhatikan

pemuasan kebutuhan

1. Anak menentukan keburukan

berdasarkan tingkat hukuman

akibat keburukan tersebut;

2. Perilaku baik dihubungkan dengan

penghindaran diri dari hukuman;

3. Perilaku baik dihubungkan dengan

pemuasan keinginan dan kebutuhan

sendiri tanpa mempertimbangkan

kebutuhan orang lain.

II Moralitas

Konvensional

(usia 10-13 tahun)

Tahap 3:

Memperhatikan “citra

anak baik”

Tahap 4:

Memperhatikan

hukum dan peraturan

1. Anak dan remaja berperilaku sesuai

dengan aturan dan patokan moral

agar memperoleh persetujuan orang

dewasa, bukan untuk menghindari

hukuman;

2. Perbuatan baik dan buruk dinilai

berdasarkan tujuannya. Jadi, ada

perkembangan kesadaran terhadap

aturan.

1. Anak dan remaja memiliki sikap

terhadap wewenang dan peraturan;

2. Hukum harus ditaati semua.

Page 58: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

III Moralitas Pasca-

Konvensional

(usia 13 tahun ke atas)

Tahap 5:

Memperhatikan hak

perseorangan

Tahap 6:

Memperhatikan

prinsip-prinsip etik

1. Remaja dan dewasa mendefinisikan

(mengartikan) perilaku baik sebagai

hak pribadi sesuai dengan aturan

dan patokan sosial;

2. Perubahan hukum dan aturan dapat

diterima jika diperlukan untuk

mencapai hal-hal yang paling baik;

3. Pelanggaran hukum dan aturan

dapat terjadi karena alasan-alasan

tertentu.

1. Keputusan mengenai perilaku sosial

didasarkan atas prinsip moral

pribadi yang bersumber dari hukum

universal yang selaras dengan

kebaikan umum dan kepentingan

orang lain;

2. Keyakinan terhadap moral pribadi

dan nilai-nilai tetap melekat

meskipun sewaktu-waktu

berlawanan dengan hukum yang

dibuat untuk mengekalkan aturan

sosial.

Tabel 1. Enam Tahap Perkembangan Moral Kohlberg

Perkembangan moral akan dipengaruhi oleh sejumlah variabel

antesenden yaitu, lingkungan sosial, perkembangan kognitif

kemampuan menempatkan diri pada posisi ornag lain (empati) dan

konflik kognitif. Oleh sebab itu tugas pendidikan moral ialah

menciptakan stimulus kognitif dan mengembangkan empati (Udin

Saripudin W.MA, 1989: 31)

Udin Saripudin W.MA (1989: 35) menyatakan bahwa “Teori

perkembangan moral mempunyai implikasi pada pendidikan moral. Hal ini

Page 59: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

terutama tertuju pada masalah bagaimana proses pendidikan moral dapat

memberikan kemudahan bagi perkembangan moralitas individu”.

Jika melihat perkembangan moral manusia di atas, maka tentu akan

ada sebuah proses yang tidak lepas dari perkembangan moral itu sendiri.

Proses yang dimaksud adalah yang disebut dengan pendidikan. Pendidikan

moral sangat diperlukan bagi manusia, karena melalui pendidikan ini

perkembangan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik, serasi sesuai

dengan norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri. Sehingga

pendidikan moral sangat penting diberikan kepada anak yatim agar mereka

menghargai diri sendiri sebagai manusia yang bermoral. Dimana dengan

adanya pendidikan moral yang efektif akan membawa perubahan sikap yang

positif anak yatim di Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah”, sebaliknya

pendidikan moral yang kurang efektif membawa perubahan yang negatif bagi

anak yang dapat melakukan penyimpanan terhadap tingkah lakunya.

Sedangkan menurut Emile Durkheim (1990: 13-80) “Unsur-unsur

Moralitas adalah: Semangat disiplin, ikatan pada kelompok-kelompok sosial,

dan otonomi penentu nasib sendiri”. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Semangat disiplin

Pada dasarnya moralitas adalah suatu disiplin. Semua disiplin mempunyai

tujuan ganda yaitu mengembangkan suatu keteraturan tertentu dalam

tindak tanduk manusia dan memberinya suatu sasaran tertentu yang

sekaligus juga membatasi cakrawalanya. Disiplin bisa mengembangkan

dan membatasi sikap yang lebih mengutamakan hal-hal yang merupakan

kebiasaan. Disiplin bisa mengatur dan memaksa. Disiplin bisa menjawab

sesuatu yang terulang dan bertahan lama dalam hubungan antar manusia

Karena hubungan sosial mempunyai unsur-unsur yang bersifat umum dan

karena hal-hal yang sama dari lingkungan sekitar selalu terulang secara

periodik. Maka wajarlah bila cara-cara bertindak tertentu selalu terulang

secara teratur. Keteraturan relatif dari berbagai situasi dimanapun berada.

Itulah yang menunjukkan keteraturan relatif dari tingkah laku kita.Manfaat

praktis pembatasan yang dikenakan oleh disiplin tidak langsung kelihatan

Page 60: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

jelas. Membatasi seseorang, menempatkan hambatan pada jalan

perkembangan kebebasan seseorang, tetapi pembatasan itu merupakan

syarat untuk kebahagiaan dan kesehatan moral seseorang. Dalam

kenyataannya, manusia diciptakan untuk hidup dalam lingkungan

tertentudan terbatas, betapapun luasnya lingkungan itu. Seluruh kegiatan

hidup ditujukan pada penyesuaian diri terhadap lingkungan tersebut.

Hidup berarti menyesuaikan diri dengan dunia fisik di sekitar kita dan

dengan dunia sosial dimana kita menjadi anggotanya. Fungsi disiplin

adalah untuk menjamin ditaatinya batas-batas yang ada dilingkungan

hidup manusia.Jika batas yang sangat signifikan itu tidak ada dan kekuatan

moral yang mengelilingi kita tidak dapat lagi mengendalikan nafsu, maka

karena tidak Jadi disiplin berguna bukan hanya demi kepentingan

masyarakat sebagai suatu sasaran mutlak tapi juga demi kesejahteraan

individual. Melalui disiplin, seseorang belajar mengendalikan keinginan.

Dengan demikian disiplin sangat membantu perkembangan suatu hal yang

amat penting bagi diri pribadi. Kemampuan untuk membatasi berbagai

keinginan dan mengendalikan diri sendiri. Suatu kecakapan yang kita

peroleh dalam pendidikan disiplin moral merupakan syarat mutlak bagi

tumbuhnya kemampuan individu untuk bertanggungjawab.

2) Ikatan pada kelompok-kelompok sosial

Di luar individu tidak ada sesuatu yang lain selain kelompok yang

dibentuk dari kesatuan individu-individu yakni masyarakat. Karena

itu,tujuan moral adalah sasaran yang menyangkut masyarakat. Bertindak

secara moral adalah bertindak demi kepentingan bersama. Selain individu

hanya ada satu kesatuan psikis, satu makhluk moral yang dapat

diamatisecara empiris yaitu masyarakat. Oleh karena itu, hanya

masyarakatlah yang menjadi tujuan tingkah laku moral. Masyarakat tidak

bisa direduksi menjadi kumpulan individu semata. Sebab jika kepentingan

pribadi masing-masing orang secara terpisah tidak mempunyai nilai moral,

maka semua kepentingan betapapun banyaknya tidak akan mempunyai

nilai moral.Dalam menyatukan diri pribadi dengan masyarakat, setiap

Page 61: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

orang juga harus mempunyai kepentingan. Jika masyarakat semata-mata

hanya merupakan sesuatu yang berbeda dengan individu, maka keterikatan

seperti itu hanya bisa dimengerti bila manusia mau merelakan hakikatnya

untuk menjadi sesuatu yang bukan dirinya sendiri. Sebab dalam

kenyataannya, mengaitkan diri dengan makhluk lain berarti menyatukan

diri bahkan siap menggantikan makhluk tersebut apabila keterikatan

sampai pada waktu titik yang menuntut pengorbanan. Sebagaimana halnya

moralitas yang membatasi dan memaksa manusia untuk memenuhi

tuntutan alamiah. Masyarakat juga memaksa manusia untuk

merealisasikan diri sendiri dalam memenuhi komitmen dan ketaatannya.

Moralitas hanya menyuruh manusia melakukan apa yang ditentukan oleh

hakikatnya sebagai manusia. Untuk menjadi manusia sejati, harus

mengaitkan diri dengan sumber utama kehidupan moral dan mental yang

menjadi ciri utama manusia. Sumber itu tidak berada dalam diri manusia

melainkan dalam masyarakat. Masyarakat merupakan penghasil dan

penyimpan semua kekayaan peradaban.Unsur kedua dari moralitas ini

mengandung pengertian jika ingin menjadi makhluk moral, maka manusia

harus mengabdikan dirinya pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri. Ia

harus menyatu dengan masyarakat betapapun rendahnya tingkat persatuan

itu.

3) Otonomi penentu nasib sendiri

Otonomi penentuan nasib sendiri memungkinkan prinsip-prinsip moral

tetap mempunyai sifat khasnya. Meskipun manusia hidup dalam

keterbatasan, dan dalam batas-batas tertentu manusia tetap pasif bila

menyangkut kaidah-kaidah yang memerintah. Namun sikap pasif tersebut

sekaligus berubah menjadi sikap aktif. Melalui bagian aktif inilah manusia

secara bebas menghendakinya. Manusia menginginkan sifat bebas karena

mengetahui alasan dari keberadaanya. Hal ini bukanlah konformitas pasif

yang bisa mengerdilkan kepribadian manusia tapi adalah kepatuhan

pasif,yaitu menyetujui tanpa mengetahui sebab dan pertimbangannya.

Meskipun manusia buta dalam menjalankan perintah yang tidak diketahui

Page 62: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

arti dan kepentingannya, tetapi paling tidak mengerti mengapa harus

berperan sebagai alat yang buta. Dan itulah yang disebut kebebasan

dalamberinisiatif untuk setiap tindakan. Untuk bertindak secara moral,

tidak cukup hanya dengan menghormati disiplin dan keterikatan pada

kelompok sosial. Lebih dari itu, entah karena rasa hormat pada kaidah atau

karena pengabdian padacita-cita kolektif, manusia harus mempunyai

pengetahuan dan kesadaran yang jelas dan lengkap mengenai

perbuatannya. Kesadaran tersebut memberi otonomi kepada tingkah laku

manusia yang untuk selanjutnya akan dibutuhkan oleh kesadaran umum

dari setiap makhluk moral yangsejati. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa otonomi penentuan nasib sendiri adalah pengertian mengenai

moralitas. Moralitas tidak hanya menyangkut berbagai tindakan yang

disengaja dan tidak disengaja menurut cara-cara tertentu yang umumnya

dituntut oleh moralitas itusendiri

Menurut W. Poespoprodjo (1986: 114-115) menyatakan bahwa

“Positivisme moral adalah teori yang mengatakan bahwa semua moralitas itu

konvensional, bahwasanya tidak terdapat perbuatan yang menurut hakikatnya

baik atau buruk ditunjuk tiga sumber konvensi: adat kebiasaan, Negara dan

Dekrit Tuhan”.

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Adat Kebiasaan

Pendapat ini dipegang oleh para filsuf seperti Spencer, Nietzche, Comte,

dan Marx. Adat kebiasaan bisa mendapatkan kekuatan hukum dan member

moralitas ekstrinsik pada jenis perbuatan yang berbeda sifatnya. Tetapi

tidak semua moralitas dapat didasarkan atas adat kebiasaan karena

sementara adat kebiasaan tidak dapat dihapuskan dan beberapa jenis

perbuatan tidak pernah dapat dijadikan adat kebiasaan. Satu-satunya alasan

untuk itu adalah bahwa perbuatan-perbuatan ini, baik atau buruk, tidak

bergantung pada adat kebiasaan apa pun, dan adat kebiasaan bukanlah

sumber semua moralitas.

Page 63: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

2) Negara

Hobbes dan Rousseau berkata bahwa sebelum pembentukan negara tidak

terdapat moralitas, moralitas adalah ketaatan (penaatan) atau ketidaktaatan

(penaatan) kepada hukum sipil. Negara dapat memberikan moralitas

ekstrinsik kepada jenis perbuatan jenis perbuatan yang berbeda sifatnya,

tetapi tiada negara yang dapat sepenuhnya semau-maunya dalam hukum-

hukumnya. Terdapat perbuatan-perbuatan yang setiap negara harus

memerintahkannya, dan terdapat perbuatan-perbuatan lain yang setiap

negara harus melarangnya, karena kehidupan manusia sendiri menuntut

hal ini. Perbuatan ini telah bermoral atau tidak bermoral sebelum ada

negara.

3) Dekrit Tuhan

Meskipun moralitas bergantung kepada kehendak Tuhan, juga Tuhan tidak

dapat sepenuhnya semau-mau-Nya dalam hal yang Dia kehendaki.

Kehendaknya bergantung pada intelek-Nya, sedangkan baik intelek

maupun kehendak-Nya bergantung kepada esensi-Nya. Tuhan tidak dapat

berlawanan dengan diri-Nya sendiri. Oleh karena Dia sendiri tidak dapat

berbuat menurut cara yang berlawanan dengan essensi-Nya yang tak

terbatas, Dia juga tidak dapat, memerintahkan atau mengizinkan makhluk-

Nya berbuat seperti itu.

5. Tinjauan tentang Anak Yatim

a. Pengertian Anak

Anak merupakan generasi pewaris dan penerus pembangunan bangsa,

yang akan menentukan baik buruknya kelangsungan warisan pembangunan

yang diringgalkan pendahulunya. Karena itu, anak seharusnya diberikan

kesempatan yang luas untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan masa

pertumbuhannya menuju kedewasaan dan kemandirian.

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan anak menyebutkan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum

Page 64: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan”.

Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Hak-hak Anak

dinyatakan anak-anak seperti juga halnya dengan orang dewasa memiliki hak

hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus

dan kerawanannya, maka hak-hak anak diperlukan dan diperhatikan secara

khusus.

Adapun hak-hak pokok anak, antara lain sebagai berikut;

1) Hak untuk hidup yang layak: setiap anak memiliki hak untuk kehidupan

yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk

makanan, tempat tinggal, dan keperawatan kesehatan.

2) Hak untuk berkembang: setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang

secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan,

bermain, bebas mengeluarkan pendapat memilih agama, mempertahankan

keyakinannya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang

secara maksimal sesuai potensinya.

3) Hak untuk dilindungi: setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala

bentuk tindakan kekerasan.

4) Hak untuk berperan serta: setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam

masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berekspresi,

kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu

perkumpulan.

5) Hak untuk memperoleh pendidikan.

Jadi anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun termasuk

anak yang masih dalam kandungan yang memiliki hak-hak yang dilindungi

oleh Negara dan kedua orang tua. Hak-hak anak dilakukan secara khusus

karena anak masih dalam perawatan yang khusus.

b. Pengertian Anak Yatim

Kata “anak yatim” merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “anak”

dan “yatim”. Istilah “anak” dalam bahasa Arab disebut waladun dan jamaknya

aulâdun yang berasal dari akar kata walada – yalidu – wilâdatan - maulidan.

Page 65: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Dalam bahasa Indonesia, anak berarti keturunan. Secara etimologis, kata

“yatim” merupakan kata serapan dari bahasa Arab yutma – yatama – yatma

yang berarti infirâd (kesendirian). Anak yatim berarti anak di bawah umur

yang kehilangan ayah yang bertanggung jawab dalam perbelanjaan dan

pendidikannya, belum baligh (dewasa), baik ia kaya atau miskin, laki-laki atau

perempuan.

Pasal 1 ayat (10) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan anak menyebutkan bahwa “Anak asuh adalah anak yang diasuh

oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan,

perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu

orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar”.

Menurut Ahsin Sakho Muhammad (2011: 1) “Anak yatim adalah

manusia yang masih kecil yang masih sangat membutuhkan perhatian, kasih

sayang, support dari orang lain. Seorang anak kecil sebagaimana biasa ingin

diperhatikan dan dimanjakan oleh kedua orang tuanya”.

Sedangkan menurut Abdul Kadir Bin Usman (2011:1) menyatakan

bahwa “anak yatim adalah anak kecil yang belum dewasa yang ditinggal mati

ayahnya, sementara ia masih belum mampu mewujudkan kemashlahatan yang

akan menjamin masa depannya”.

Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak pasal 38 menyebutkan bahwa:

1) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, dilaksanakan

tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,

budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi

fisik dan/atau mental.

2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan

melalui kegiatan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan

secara berkesinambungan, serta dengan memberikan bantuan biaya

dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh kembang anak secara

optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi

agama yang dianut anak.

Dalam ajaran Islam, pemeliharaan seorang anak tidaklah cukup hanya

dengan nafkah lahirnya saja tanpa memperhatikan aspek pendidikan dan

moralitas sang anak. Terlebih bagi anak yatim yang tidak memiliki orang tua

Page 66: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

lagi. Al-Marâghiy dalam Abdul Kadir bin Usman (2011: 1) menjelaskan

bahwa “Perintah berbuat baik pada anak yatim adalah dengan cara

memperbaiki pendidikannya dan menjaga hak miliknya agar jangan sampai

tersia-sia”.

Dengan memperhatikan pendapat di atas perlu dingat bahwa anak-anak

yatim juga merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu umat atau bangsa.

Apabila akhlak mereka rusak, maka akibatnya akan merambat kepada seluruh

umat atau bangsa, sebab perbuatan mereka yang tidak baik merupakan akibat

dari buruknya sistem pendidikan yang mereka tempuh, dan tentu saja hal ini

akan berimbas pada terciptanya krisis akhlak di kalangan umat atau bangsa.

Karenanya, kita harus menyadari bahwa anak yatim juga merupakan saudara

kita. Kita patut bersyukur jika kita masih memiliki orang tua lengkap yang

dapat mendidik kita dan membiayai pendidikan kita. Dan manifestasi dari

syukur itu adalah dengan memperhatikan dan berbelas kasih pada anak yatim

serta memperhatikan segala keperluan mereka agar mereka tidak merasa

ditelantarkan.

6. Tinjauan tentang Efektivitas

a. Efektivitas Pendidikan Moral

Efektivitas berasal dari kata efektif, yang berarti mempunyai nilai

efektif, pengaruh atau akibat, dapat juga diartikan sebagai kegiatan yang bisa

memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas

adalah keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan

derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai.

Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan dan disebabkan

oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat

keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan. Efektivitas

adalah tercapainya apa yang telah direncanakan atau dapat diartikan sebagai

pengukuran dalam arti pengukuran terhadap tercapainya sasaran/tujuan yang

telah ditentukan sebelumnya.

Page 67: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Marbun (2003: 71) menyatakan bahwa “Efektivitas (effectiveness)

adalah suatu besaran atau angka utnuk menunjukkan sampai seberapa jauh

sasaran (target) tercapai”.

Sedangkan E. Mulyasa (2005: 82) menyatakan bahwa:

Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan

tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas adalah bagiamana suatu

organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya

dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Hasil yang semakin

mendekati tujuan yang telah ditetapkan menunjukkan semakin tinggi

tingkat efektivitasnya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu

hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan yang

dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan pencapaian

tujuan dilakukannya tindakan untuk mancapai suatu tujuan. Efektivitas dapat

diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujtuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha

atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang

dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses pencapaian tujuan tersebut

merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program atau kegiatan menurut

wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut (dalam hal ini tujuan pendidikan

moral untuk membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan

Yatim “Miftachul Jannah” Dukuh Pangin, Kelurahan Joho, Kabupaten

Sukoharjo).

Jadi berdasarkan pengertian mengenai pendidikan moral dan

efektivitas yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa

efektivitas pendidikan moral adalah keefektifan pembinaan moral yang

diberikan dimana pendidikan moral ini merupakan pembinaan yang membawa

belajar peserta didik menjadi efektif yang di dalamnya terdapat pemanfaatan

potensi yang dapt digunakan sebagai sarana utnuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Adapun tujuan tersebut yakni membentuk disiplin moral pada anak

yatim atau dapat diartikan juga sebagai suatu proses sampai sejauh mana

pencapaian tujuan menanamkan nilai-nilai moral yang telah ditetapkan

Page 68: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

sebelumnya atau keberhasilan yang dicapai dari program penanaman konsep

kebaikan untuk membentuk budi pekerti dan akhlak mulia pada diri individu

sehingga memiliki disiplin moral.

b. Indikator Efektivitas

Indikator efektivitas menurut E. Mulyasa (2005: 84-85) adalah

“indikator input, indikator process, indikator output, dan indikator outcome”.

1) Indikator input: indikator input ini meliputi karakter guru, fasilitas,

perlengkapan, dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen.

2) Indikator process: indikator process meliputi perilaku administratif,

alokasi waktu guru, dan alokasi peserta didik (anak yatim di Panti Asuhan

Yatim “Miftachul Jannah”)

3) Indikator output: indikator output ini berupa hasil-hasil yang berhubungan

dengan bentuk perolehan pendidikan peserta didik (anak yatim di Panti

asuhan Yatim “Miftachul Jannah”) dan dinamikanya, hasil-hasil yang

berhubungan dengan pembinaan moral, dan hasil-hasil yang berhubungan

dengan perubahan sikap, serta hasil-hasil yang berhubungan dengan

keadilan dan kesamaan.

4) Indikator outcome: indikator ini meliputi jumlah anak panti yang memiliki

disiplin moral di sekolah di mana anak tersebut mendapatkan pendidikan

formalnya dan juga anak panti yang melakukan pelanggaran terhadap

disiplin moral.

Jadi efektivitas penerapan pendidikan moral dapat dilihat dengan

memperhatikan indikator efektivitas itu sendiri. Keempat indikator di atas

digunakan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas penerapan pendidikan

moral, outcome yang dihasilkan besar dengan sedikit input maka semakin

tinggi tingkat efektivitas pendidikan moral dan begitu pula sebaliknya dengan

banyaknya input yang diberikan kepada anak tetapi outcome yang dihasilkan

sedikit maka tingkat efektivitasnya semakin rendah.

Page 69: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

B. Kerangka Berpikir

Pendidikan moral sangat penting bagi pembentukan dan perkembangan

kepribadian seseorang. Pendidikan moral perlu diarahkan menuju upaya-upaya

terencana untuk menjamin moral setiap manusia yang diarahkan menjadi warga

Negara yang cinta akan bangsa dan tanah airnya, serta dapat menciptakan dan

memelihara ketentraman dan kerukunan masyarakat dan bangsa dikemudian hari.

Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah” di Dukuh Pangin Kelurahan Joho

Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu panti asuhan yang menerapkan dan

memberikan pendidikan moral pada setiap anak yatim yang menjadi anggota dari

panti tersebut. Kegiatan pendidikan moral yang ada di panti ini diberikan dengan

model-model pendidikan moral yang merupakan strategi dalam menyampaikan

nilai-nilai moral kepada anak yatim. Penerapan pendidikan moral ini bertujuan

untuk mengurangi perilaku anak yatim yang tidak sesuai dengan moral yang ada

dalam masyarakat serta dapat membentuk watak atau karakter anak yatim agar

memiliki watak sebagai manusia yang mempunya disiplin moral. Untuk dapat

mengetahui efektivitas penerapan pendidikan moral, dapat dilihat dari bagaimana

pendidikan itu berhasil membentuk watak disiplin moral pada diri anak yatim dan

dapat diketahui dengan menggunakan indikator dari efektivitas itu sendiri.

Penerapan pendidikan moral yang efektif akan mengakibatkan perubahan-

perubahan yang terjadi setelah anak yatim mempelajarinya. Penerapan pendidikan

moral ini harus mencapai tujuan yang semaksimal mungkin yaitu dapat

membentuk anak yatim menjadi manusia yang bermoral dan berakhlak mulia.

Namun dalam pelaksanaanya mengalami beberapa hambatan dari faktor internal

dan eksternal.

Pendidik di panti dalam memberikan pendidikan moral juga harus

membangkitkan dan memotivasi anak yatim agar lebih memahami pendidikan

moral, agar perilaku moral mereka sesuai dengan norma-norma yang ada,

sehingga dari proses pendidikan moral dengan metode yang digunakan oleh

pendidik dipanti asuhan pembina pendidikan moral akan mempengaruhi

pemahaman anak yatim mengenai nilai dan norma-norma moral yang ada di

masyarakat yang pada akhirnya juga mempengaruhi keberhasilan dalam

Page 70: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

membentuk pribadi anak yatim yang memiliki disiplin terhadap dirinya sendiri

terutama dalam perilakunya kearah yang lebih baik lagi. Oleh karena itu

penerapan pendidikan moral yang diberikan panti asuhan sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan tujuan dari pembinaan moral anak yatim yaitu membentuk

warga panti asuhan anak yatim menjadi manusia yang bermoral sehingga tidak

ada perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang ada di masyarakat.

Secara sistematis hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir

Penerapan

pendidikan moral

anak yatim

Tujuan membentuk

manusia yang bermoral

Disiplin moral

anak yatim

Efektivitas penerapan

pendidikan moral

Indikator

efektivitas

Faktor Penghambat

Unsur-unsur

disiplin moral

Page 71: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang sesuai

dengan permasalahan yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini

penulis memilih lokasi penelitian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo. Hal ini diambil dengan

pertimbangan:

a. Penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti lainnya.

b. Adanya kemajemukan usia dan tingkat pendidikan sehingga pola pendidikan

moral yang digunakan juga berbeda.

c. Adanya keterbukaan dari pihak panti asuhan sehingga memudahkan di dalam

melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan enam (6) bulan yang dimulai pada bulan

Januari 2012 sampai dengan bulan Juni 2012. Kegiatan tersebut dapat

digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan Tahun 2012

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

1. Pengajuan Judul

2. Penyusunan Proposal

3. Ijin Penelitian

4. Pengumpulan Data

5. Analisis Data

6. Penyusunan Laporan

Page 72: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Bentuk Penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam

menyusun penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu masalah dengan

pemecahan masalah tersebut. Menurut H. B. Sutopo (2002: 110-111) bentuk

penelitian dibedakan menjadi “Penelitian eksploratif kualitatif, penelitian

deskriptif kualitatif dan penelitian eksplanasi kualitatif”. yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy

J. Moleong (2008: 4) mengenai penelitian kualitatif adalah sebagai berikut,

“Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati”.

Mengenai penelitian kualitatif Kirk dan Miller dalam Lexy J. Moleong

(1995: 3) berpendapat bahwa “Penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam

ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental tergantung pada pengamatan

terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-

orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya”.

Dalam penelitian ini bentuk yang digunakan adalah bentuk penelitian

deskriptif kualitatif karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat,

pencatatan dokumen maupun arsip yang lebih dari angka dan frekuensi yang

terdapat di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.

2. Strategi Penelitian

Pada setiap penelitian diperlukan sebuah strategi agar tujuan yang telah

direncanakan dapat tercapai. Menurut H. B. Sutopo (2002: 112) menyatakan

bahwa “Di dalam penelitian kualitatif dikenal adanya studi kasus tunggal dan

studi kasus ganda, kemudian keduanya masih dibedakan dengan jenis penelitian

terpancang ataupun holistik”.

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model tunggal

terpancang. H.B. Sutopo (2002: 41-42) menjelaskan bahwa “Dalam penelitian

kualitatif bentuk penelitian terpancang (embedded research) adalah penelitian

Page 73: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

kualitatif yang menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan

dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitinya sebelum peneliti ke lapangan

studinya”.

Dalam penelitian ini, peneliti sudah menentukan fokus pada variabel

tertentu. Tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan variabel fokusnya

(pilihannya) dan sifatnya yang holistik sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap

diusahakan pada posisi saling berkaitan dengan bagian-bagian konteks

keseluruhannya guna menemukan makna yang lengkap. Sehingga dalam

penelitian ini menggunakan strategi ganda terpancang sebab objek penelitiannya

adalah Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah”, SD Negeri Jetis IV, SMP Negeri

6 Sukoharjo dan MTsN Sukoharjo, serta pembahasan masalah hanya terpancang

pada perumusan masalah yang telah diuraikan di depan pada bab pendahuluan

yaitu tentang efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin

moral pada Anak Yatim di Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah” Dukuh

Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.

C. Sumber Data

Pendapat tentang sumber data dalam penelitian kualitatif menurut Lofland

dalam Lexy J. Moleong (1995: 112), “Sumber data utama dalam penelitain

kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya data tambahan seperti dokumen

dan lain-lain”. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya ke dalam

kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik.

Sumber data yang digunakan dalm penelitian ini meliputi data yang berupa

informan, peristiwa atau aktivitas, serta dokumen dan arsip, lebih lanjut dijelaskan

sebagai berikut:

1. Informan

Informan dalam penelitian kualitatif sering disebut dengan responden yaitu

yang memberikan informasi dalam penelitian yang digunakan sebagai sumber

data. Dengan sumber data ini maka akan diperoleh informasi, pernyataan, maupun

kata-kata yang diperoleh dari informan yang disebut dengan data primer yaitu

orang yang tahu dan dapat dipercaya serta mengetahui secara mendalam data-data

yang diperlukan, atau sering disebut informan kunci (key informan). Menurut

Page 74: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

H.B. Sutopo (2002: 50) informan adalah “Sumber data yang berupa manusia di

dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan”. Informan

diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sesuatu yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti.

Informan adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang

akan dikaji serta mengetahui secara mendalam tentang data-data yang diperlukan

sehingga akan diperoleh informasi tentang permasalahan yang akan dikaji.

Adapun informan yang memberikan data adalah:

a. Pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah”

1) H. Muryono H. I.

Dengan menanyakan pada informan tentang bagaimana efektivitas penerapan

pendidikan moral yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim, kemudian

menanyakan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sulitnya penerapan

pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho

Kabupaten Sukoharjo.

b. Pendidik Pendidikan Moral di Panti Asuhan “Miftahul Jannah”

1) H. Sunaryo, BA

2) H. Mudjidi, S.Ag, S.Pd

Pada informan ini peneliti menanyakan mengenai strategi pendidikan moral

yang diberikan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dalam

membentuk disiplin moral pada anak yatim, mengenai efektivitas penerapan

pendidikan moral dalam membentuk disiplin serta faktor yang menjadi

kendala penerapan pendidikan moral. Pendidik pendidikan moral sangat

mengetahui bagaimana pendidikan moral di laksanakan.

c. Santriwan/wati Panti Asuhan Yatim “Miftahul Jannnah”

1) Eko Wahyono

2) Pamungkas Adi Madesa

3) Ilham Taufiqurrohman

Page 75: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Pada santriwan/wati ini peneliti menanyakan mengenai efektif atau tidak

pendidikan moral yang diberikan panti asuhan kepada mereka, kemudian

menanyakan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sulitnya anak yatim

dalam penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada

anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim Miftachul Jannah Dukuh Pangin

Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.

d. Guru BK, Wali Kelas

1) Dra. Indiah Sri Maharsi (Wali Kelas Pamungkas A./ SMP N 6 Sukoharjo)

2) Sri Lestari, S.Pd. (Wali Kelas Ilham Taufiqurohman / SD N Jetis IV)

3) Hadi Prianto, S.Pd., M.Ag (Guru BK Eko Wahyono / MTs N Sukoharjo)

Guru disini yang dimaksudkan adalah guru yang mengajar dan mengetahui

sikap disiplin yang ditunjukkan oleh anak panti asuhan pada saat berada di

sekolah. Peneliti akan menanyakan mengenai sikap disiplin anak yatim yang

berkaitan dengan efekrivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk

disiplin moral. Sekolah yang menjadi tujuan penelitian adalah SD N Jetis IV,

SMP N 6 Sukoharjo dan MTs N Sukoharjo.

2. Peristiwa atau Aktivitas

Menurut H.B. Sutopo (2002: 51), “Dari pengamatan pada peristiwa atau

aktivitas, peneliti bisa mengetahui bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti

karena menyaksikan sendiri secara langsung”. Aktivitas yang peneliti amati

adalah kegiatan atau aktivitas dari kegiatan bimbingan untuk penerapan

pendidikan moral di Panti Asuhan Yatim “Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin

Kelurah Joho Kabupaten Sukoharjo.

3. Dokumen dan Arsip

Menurut H.B. Sutopo (2002: 54), “Dokumen dan arsip merupakan bahan

tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu”. Dalam

mengkaji dokumen tidak hanya mencatat apa yang tertulis, tetapi juga berusaha

menggali dan menangkap makna yang tersirat dalam dokumen tersebut.

Page 76: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Adapun dokumen dan arsip yang digunakan sebagai sumber data adalah:

a. Data Jumlah anak yatim yang berada di Panti Asuhan

b. Skala penilaian sikap bulanan anak yatim

c. Absensi kegiatan bimbingan

d. Pembagian tugas piket anak yatim di panti asuhan

D. Teknik Sampling (Cuplikan)

Dalam penelitian kualitatif sample ditentukan oleh peneliti sendiri dengan

mempertimbangkan bahwa sampel untuk mengetahui masalah yang diteliti jujur,

sapat dipercaya dan datanya bersifat obyekatif. Sugiyono (2010: 300) menyatakan

bahwa “Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan

adalah purposive sampling dan snowball sampling”. Purposive Sampling adalah

teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yang

dianggap paling tahu tentang apa yang kita teliti atau penguasa dari lembaga yang

kita teliti.

Menurut Goetz & Le Compte dalam H. B. Sutopo (2002: 185) “Purposive

Sampling yaitu teknik mendapatkan sampel dengan memilih individu-individu

yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat

dipercaya untuk menjadi sumber data”.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik

pengambilan sampel sumber data, diambil dengan memilih peserta didik di Panti

Asuhan Yatim “Miftachul Jannah” di Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten

Sukoharjo sebanyak 17 anak, koordinator panti asuhan, pembina panti dan

pembimbing/pengasuh pendidikan moral yang dianggap mengetahui informasi

dan masalah yang berkaitan dengan penelitian, dengan populasi seluruh anak

Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah”. Teknik ini digunakan untuk menangkap

kedalaman data yang akan digali dari informan kunci.

Page 77: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2010 : 224) mengatakan “ Teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama

dari penelitian adalah mendapatkan data”.

Peneliti akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan

dengan mengetahui teknik pengumpulan data. Oleh karena itu perlu diperhatikan

teknik pengumpulan data yang dipergunakan sebagai alat pengambiil data. Dalam

penelitian ini teknik pengumpulan data yang diperlukan antara lain:

1. Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik untuk mendekati sumber informasi

dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasatkan pada

tujuan penelitian.

Wawancara dalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan

secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup seperti di dalam

penelitian kuantitatif, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur atau sering

disebut sebagai teknik “wawancara mendalam”, karena peneliti merasa

“tidak tau apa yang belum diketahuinya” dengan demikian wawancara

dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open-ended”, dan mengarah

pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara

formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang

banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian

informasinya secara lebih jauh dan mendalam. (H.B. Sutopo, 2002: 59).

Pedoman wawancara merupakan daftar pertanyaan yang digunakan

sebagai petunjuk dan pedoman peneliti untuk mengkaji permasalahan yang dikaji.

(dapat dilihat pada lampiran 2).

Wawancara dalam penelitian ini menggunakan cara antara lain:

a. Menggunakan metode diskusi yaitu antara informan dengan peneliti.

b. Peneliti memberikan pertanyaan kepada informan mengenai pokok

permasalahan.

c. Informan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.

d. Peneliti memberikan feedback atas jawaban dari informan mengenai

permasalahan yang belum jelas.

e. Informan kembali menjelaskan feedback dari peneliti.

Page 78: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

f. Sebelum mengakhiri wawancara, peneliti kembali menegaskan jawaban yang

diberikan oleh informan serta peneliti menanyakan kembali jawaban yang

peneliti belum pahami.

g. Wawancara diakhiri setelah peneliti benar-benar mendapatkan data yang

dianggap peneliti dapat mendukung penelitiannya.

2. Observasi

H. B. Sutopo (2002: 64) bahwa observasi adalah “Menggali data dari

sumber yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman

gambar”. Sedangkan menurut Nasution dalam Sugiyono (2010: 310) menyatakan

bahwa “Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya

dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang

diperoleh melalui observasi”.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi berperan pasif

terlibat langsung dalam kegiatan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo dengan mencatat berbagai

hal yang dianggap perlu untuk mendukung penelitian ini. Observasi yang

dilakukan peneliti dengan mengamati kondisi dan perilaku dalam hal ini anak

yatim yang diwawancara. Sedangkan teknik observasi yang digunakan peneliti

yaitu dengan mengamati fenomena yang ada hubungannya dengan penelitian

secara nyata dan mendalam dengan menggunakan pedoman observasi. (dapat

dilihat pada lampiran 3). Pengamatan yang dilakukan di tempat yang terkait serta

mengungkap fenomena-fenomena yang ada hubungannya dengan penelitian

secara nyata dan mendalam di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

3. Analisis Dokumen

H.B Sutopo (2002: 69) berpendapat bahwa “Dokumen dan arsip

merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif”.

Dalam penelitian, peneliti mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau

arsip dan tentang maknanya yang tersirat. Analisis dokumen yaitu teknik

pengumpulan data dengan mempelajari dokumen. Dokumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagi sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji,

menafsirkan, bahkan untuk meramalkan kejadian atau peristiwa yang akan datang.

Page 79: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Peneliti melakukan analisis mengenai efektivitas penerapan pendidikan

moral melalui dokumen yang ada dan yang dianggap penting yang mendukung

hasil penelitian. Adapun dokumen yang digunakan antara lain data jumlah anak

yatim , skala penilaian bulanan anak yatim, absensi kegiatan bimbingan, jurnal

kegiatan bimbingan dan pembagian tugas anak yatim pengasuh di panti asuhan.

F. Validitas Data

Sugiyono (2010: 363) menyatakan bahwa “Validitas merupakan derajat

ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat

dilaporkan oleh peneliti.

Validitas data adalah keabsahan data yang diperoleh di dalam penelitian

atau suatu data yang diikuti keabsahannya. Penguji data dilakukan dengan

triangulasi data untuk menjamin kemantapan dari data penelitian ini. Data yang

telah dikumpulkan, diolah , diuji kesahihannya melalui teknik pemeriksaan

tertentu. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yaitu, antara lain

berupa teknik trianggulasi dan review informan.

1. Trianggulasi

H.B Sutopo (2002: 78) menyatakan bahwa “Trianggulasi merupakan cara

yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam peningkatan

validitas dalam peningkatan kualitatif”. Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 241)

“Trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada”.

Menurut Patton dalam H.B. Sutopo (2002: 78-83) trianggulasi ada 4

(empat) macam yakni “Trianggulasi data, trianggulasi metode, trianggulasi

peneliti, dan trianggulasi teori”.

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Trianggulasi data atau trianggulasi sumber, artinya data yang sama atau

sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber yang

berbeda.

Page 80: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

b. Trianggulasi metode, jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti

dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik dan

metode yang berbeda.

c. Trianggulasi peneliti, yaitu hasil penelitian baik data atau simpulan mengenai

bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa

peneliti.

d. Trianggulasi teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan

perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.

Dalam hal tujuan trianggulasi, menurut Susan Stainback yang dikutip oleh

Sugiyono (2010: 330) menyatakan bahwa “The aim is not determine the truth

about some social phenomenon, rather the purpose of triangulation is to increase

one’s understanding of what ever is being investigated”.

Inti dari kutipan di atas tujuan dari trianggulasi bukan untuk mencari

kebenaran tentang beberapa fenomena yang ada, tetapi lebih pada peningkatan

dan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan dalam penelitian

tersebut sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi data dan

trianggulasi metode. Yang dimaksud dengan trianggulasi data disini diartikan

bahwa peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan data yang sama. Cara ini mengarahkan kepada peneliti agar

melakukan pengumpulan data harus menggunakan beragam data yang tersedia,

dalam arti data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali

dari beberapa sumber yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan

cara mencari data dari informan. Sedangkan trianggulasi metode disini dialkukan

peneliti dalam mengumpulkan data dengan metode yang berbeda-beda antara lain

dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan analisis dokumen yang

berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

Page 81: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

2. Review Informan

H.B Sutopo (2002: 83) menyatakan bahwa:

Cara ini merupakan usaha pengembangan validitas penelitian yang sering

digunakan oleh peneliti kualitatif. Pada waktu peneliti sudah mendapatkan

data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya walaupun

mungkin masih belum menyeluruh, maka unit-unit laporan yang

disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informan pokok (key

informan).

Dalam penelitian ini review informan dilakukan setelah peneliti sudah

mendapatkan data dari narasumber dan sudah berusaha menyusun data tersebut

walaupun belum menyeluruh. Peneliti akan mengkomunikasikan ulang dengan

sumber data yang memberikan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftachul Jannah” untuk mengetahui apakah yang telah diteliti merupakan

sesuatu yang dapat disetujui oleh mereka atau tidak. Setelah data tersebut cukup

lengkap kemudian peneliti menyusun sajian data.

G. Analisis Data

Menurut H.B Sutopo (2002: 94), “Analisis dalam penelitian kualitatif

terdiri dari empat komponen pokok yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian

data, dan penarikan simpilan dengan verikasinya”. Sedangkan menurut Sugiyono

(2010: 335), menyebutkan bahwa:

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,

dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke

dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih

mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan dapat membuat

kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri semdiri maupun orang lain.

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 16), “Analisis terdiri

dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian

data, penarikan kesimpulan atau verifikasi”.

1. Reduksi Data

H.B. Sutopo (2002: 91) menyatakan bahwa “Reduksi data merupakan

proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote

yang berlangsung pelaksanaan penelitian”. Sedangkan mattew B. Miles dan A.

Page 82: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Michael Huberman (1992: 16) mengatakan bahwa “Reduksi data diartikan sebagai

proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan

transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

Menurut Sugiyono (2010: 338) “Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-

hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya”. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran

yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila perlu.

2. Penyajian Data

Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 17),

“Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan”.

Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 249) “Penyajian data bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan

sejenisnya”. Akan tetapi sajian data yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dalam teks yang bersifat

naratif.

Sajian data merupakan suatu rakitan dari organisasi informasi, deskripsi

dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat

dilakukan. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat

meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan

kegiatan, dan juga tabel sebagai pendukung narasinya (H.B. Sutopo, 2002:

93)

Dalam penelitian ini sajian data dari informasi deskripsi dalam bentuk

narasi kalimat, gambar/skema dan jaringan kerja di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftachul Jannah”. Penyajian data dalam bentuk tersebut akan memberikan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

H.B. Sutopo (2002: 93) menyatakan bahwa “Penarikan kesimpulan tidak

akan terjadi sampai pada proses pengumpulan data berakhir, simpulan perlu

diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan”.

Kesimpulan akhir diperoleh bukan hanya sampai pada akhir pengumpulan data

Page 83: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang berupakan penggulangan dengan

melihat kembali field note (data mentah) agar kesimpulan yang diambil lebih kuat

dan bisa dipertanggungjawabkan.

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 19) menyatakan

bahwa “Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi

sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah

pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum

yang disebut analisis”.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

Berdasarkan pendapat di atas, maka penarikan simpulan dalam penelitian

Berdasarkan pendapat di atas, maka penarikan simpulan dalam penelitian

ini dapat dilakukan sampai pada proses pengumpulan data berakhir agar benar-

benar bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, penarikan kesimpulan merupakan

proses lanjutan sesudah reduksi data dan penyajian data.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Mengurus perijinan penelitian.

b. Menyusun protocol penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data

dan menyusun jadwal kegiatan penelitian.

Gambar 2: Analisis Data Model Interaktif

(Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992: 20)

Pengumpulan

Data Penyajian

Data

Reduksi

Data Kesimpulan-kesimpulan:

Penarikan/Verifikasi

Page 84: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

2. Pengumpulan Data

a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan observasi, wawancara

mendalam, dan mencatat serta merekam dokuman.

b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul.

c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.

3. Analisis Data

a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian.

b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross check

kan dengan temuan lapangan.

c. Setelah dapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan proses

verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang

dianggap lebih ahli.

d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.

4. Penyusunan Laporan Penelitian

a. Penyusunan laporan awal.

b. Review laporan: pertemuan di adakan dengan mengundang kurang lebih 2

orang yang cukup memahami penelitian untuk mendiskusikan laporan yang

telah disusun sementara.

c. Perbaikan laporan sesuai dengan rekomendasi hasil diskusi.

d. Penyusunan laporan akhir.

Page 85: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Deskripsi lokasi penelitian merupakan tahapan dimana peneliti

memperoleh data di lapangan yaitu di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”, SD N Jetis 4 Sukoharjo, MTSN Sukoharjo, dan SMP N 6 Sukoharjo

yang dikumpulkan, kemudian peneliti mendeskripsikan data tersebut sehingga

dapat disajikan secara sistematis. Aspek-aspek yang dideskripsikan dapat

dijabarkan sebagai berikut: 1. Letak geografis Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah”, 2. Sejarah singkat berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah”, 3. Visi, misi, motto dan kegiatan terprogram Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 4. Dasar dan tujuan berdirinya Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 5. Struktur organisasi Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah”, 6. Keadaan Penanggung Jawab Harian, Ustadz, dan Anak

Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 7. Jadwal kegiatan Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” , 8. Keadaan Umum SMP Negeri 6

Sukoharjo, 9. Keadaan Umum MTsN Sukoharjo. Aspek-aspek tersebut akan

dijabarkan sebagai berikut:

1. Letak Geografis Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Panti Asuhan “Miftahul Jannah” merupakan panti asuhan yang berada di

bawah IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Muhammadiyah Cabang

Sukoharjo berlokasi di Komplek Masjid Nurul Imam tepatnya berada di

Kecamatan Sukoharjo. Secara geografis terletak di pinggir kota dan dekat dengan

daerah industri. Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” menempati areal

seluas + 1.900 m2, sedangkan 400 m

2 digunakan untuk masjid. Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah” ini terletak di Dukuh Pangin RT 2 RW 7

Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo. Tanah tersebut merupakan wakaf H.

Moryono, H.I. yang dimulai dengan pembangunan masjid Nurul Imam, sedangkan

pengembangan panti asuhan berada di bawah IPHI Muhammadiyah.

Page 86: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Lokasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” berbatasan dengan:

a. Sebelah Timur : Sawah

b. Sebelah Barat : Sawah

c. Sebelah Utara : Sawah

d. Sebelah Selatan : Perumahan Penduduk

Denah Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Gambar 3. Denah Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Parkir

Sawah

Kantor

Tangga

Kamar Tidur Putra

Ruang Belajar Ruang

Makan

Kamar Mandi Putra

Tangga

Gudang Kamar Tidur Putri

Kamar Mandi Putri

Masjid Nurul Imam

Page 87: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” merupakan tempat

penampungan dan penyantunan bagi anak yatim dengan tujuan untuk memberikan

pelayanan dan pelindungan bagi anak yatim agar mereka dapat hidup sesuai

dengan hak-hak mereka sebagai anak dan dapat hidup secara normatif serta agar

mereka mampu bertahan hidup sehingga kedepannya mereka dapat diterima di

masyarakat dan hidup sebagai manusia yang bermoral.

2. Sejarah Singkat Berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ada berdasarkan ide dari

Bapak H. Moryono H. I. Pada tahun 2006 H. Moryono HI merupakan salah satu

pengurus Panti Asuhan “Aisyah” di Ngreni, Boyolali. Panti Asuhan “Aisyah” ini

sudah berdiri secara baik dan maju, anak asuhnya sudah berskala nasional karena

berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu anak asuhnya juga banyak

yang sudah menjadi pengusaha sukses dan menjadi donator tetap di panti.

Pertama-tama H. Moryono H. I. mendirikan masjid Nurul Imam kemudian

berinisiatif untuk mendirikan panti asuhan di Sukoharjo. Bapak memiliki tanah

tetapi tidak ada dana untuk membangun. Akhirnya H. Moryono HI

mengumpulkan pengurus IPHI-Muhammadiyah Cabang Sukoharjo untuk

bersama-sama mendirikan panti asuhan dan pada tanggal 26 Juni 2011 ditetapkan

berdiri Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah” yang berada di Desa Pangin

RT 02/07 Jetis Sukoharjo dengan 20 anak yatim di asrama.

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” pada awal berdirinya

memiliki kendala dalam mencari anak yatim. Hal ini disebabkan karena anak

yatim di Kabupaten Sukoharjo belum terdata dan keluarga dari anak yang masih

masih mampu untuk merawat. Sekarang jumlah anak yatim 62 meliputi anak

berasrama dan tidak berasrama (santunan luar), untuk anak yang berasrama

berjumlah 17 anak dan sisanya masuk dalam santunan luar. Anak yatim yang

berasrama terdapat biodata pribadi anak (dapat dilihat lampiran 8). Rencananya

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” akan dijadikan panti asuhan modern

yang berbasis agama dan teknologi. Pada saat ini panti asuhan masih dalam proses

Page 88: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

pembangunan sarana dan prasarannya. Hal ini dilakukan pihak panti untuk

mengimbangi pesatnya arus informasi dan globalisasi.

3. Visi, Misi, Moto dan Kegiatan Terprogram Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah”

a. Visi

Terwujudnya anak yatim yang sholeh dan sholehah, mandiri dan berguna bagi

agama, bangsa, dan negara.

b. Misi

Pantinya Para Pemimpin:

1) Mendidik anak untuk belajar menjadi pemimpin bagi teman temannya dan

diri sendiri.

2) Mendidik anak untuk bertanggung jawab terhadap kemandirian pribadi

dan berkelompok.

3) Mengajarkan anak untuk 24 jam bersama Nabi sebagai suri tauladan dalam

hidup dan kehidupan.

4) Menjadikan anak ceria dan bangga di tengah tanggung jawab dan amanah

hidup dalam asuhan panti

5) Mengelola, mendidik, melindungi dan mengarahkan anak asuh menjadi

insan yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara.

6) Meningkatkan dan mengembangkan minat dan bakat anak asuh sehingga

mandiri dalam segala hal.

7) Mendorong menumbuhkembangkan kreatifitas dan kemajuan hidup anak

yatim di lingkungan masyarakat dan sekolah.

8) Mengurangi beban negara mengenai anak yatim terlantar dan

meningkatkan kualitas hidup anak yatim.

c. Motto

1) Beriman

2) Berprestasi

3) Mandiri

4) Disiplin

Page 89: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

d. Kegiatan Terprogram

1) Setoran hafalan surat pendek dan doa setiap pagi sampai sarapan pagi

2) Latihan melaksanakan sholat tahajud setiap hari kamis pukul 03.30.

3) Latihan berpuasa setiap hari senin dan kamis.

4) Mendengarkan tausiyah atau kultum pada hari senin dan jum‟at setelah

sholat maghrib.

5) Pelajaran BTA setiap kamis malam jum‟at (khusus anak yang belum bisa

baca iqro)

6) Privat baca iqro setiap sore jam 15:45 -16:15 (setelah sholat ashar)

7) Konsultasi massal seputar ilmu fiqih anak dan remaja bersama Ustadz

Agus setiap rabu malam sebelum belajar malam

8) Naturalisasi bahasa arab, inggris, kromo inggil, jurnalistik, dunia olah raga

dan wawasan islam setiap pagi menemani mandi dan sarapan pagi.

4. Dasar dan Tujuan Berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”

Setiap bentuk organisasi resmi pasti mempunyai dasar atau landasan

hukum, tujuan dan fungsi berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

adalah sebagai berikut:

a. Landasan atau dasar hukum, yaitu:

1) Landasan Idiil: Pancasila

2) Landasan Struktural: UUD 1945

3) Landasan Operasional: Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak.

b. Maksud dan tujuan berdirinya, antara lain:

1) Pulihnya kepercayaan diri serta timbulnya kemandirian dan tanggung

jawab terhadap masa depan diri anak.

2) Memberikan pelayanan dengan berbagai fasilitas yang ada kepada anak

yatim sehingga tidak tertinggal dalam pertumbuhan dan perkembangan

baik fisik maupun psikis.

Page 90: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

3) Membantu mengembalikan kepribadian anak yatim sesuai dengan norma

atau tatanan nilai yang obyektif.

4) Mengarahkan agar anak yatim tersebut dapat menjadi orang yang berguna

dalam kehidupan masyarakat dengan cara wajar serta menjadi orang

berpartisipasi aktif dalam pembangunan.

5. Struktur Kepengurusan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Gambar 4: Struktur Organisasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Keterangan:

1) Pelindung

a) Camat Sukoharjo : Gondang Rejono, S. Sos

b) Lurah Joho : Prawoto

c) Ketua RT 2 RW 7 Dk. Pangin

Secara garis besar bertugas:

a) Memberikan kebijakan perlindungan terhadap anak yatim.

b) Mendorong eksistensi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.

c) Memfasilitasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dalam

kegiatan untuk anak yatim.

Pelindung

Penasehat

Ketua

Bendahara Sekretaris

Identifikasi Pengembangan

Pendidikan Keamanan

Page 91: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

2) Penasehat

a) H. Anis Sugito, BA

b) Drs. H. Abdul Rosyid Muchtar

c) Drs. H. Mahfud

Secara garis besar bertugas:

a) Memberikan pertimbangan terhadap kegiatan untuk anak yatim.

b) Memfasilitasi dan menjembatani segala kegiatan Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah”.

c) Mendorong eksistensi dan kemajuan panti.

3) Ketua

a) H. Anwar Fauzi, SKM

b) H. Mudjidi. S.Pd.

c) Drs. Sugiyarto, S. Pd.

Secara garis besar bertugas:

a) Penanggung jawab pelaksanaan keguatan.

b) Memimpin rapat dan menentukan kebijakan berdasarkan kesepakatan

musyawarah mufakat.

c) Melakukan koordinasi dengan pihak terkait dengan kegiatan Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah”.

d) Mengkoordinir semua kegiatan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”.

4) Bendahara

a) H. Moryono Ismo H

b) H. Banu Widodo, S.TP.

c) Hj. Supadmi. S.Pd.

Secara garis besar bertugas:

a) Mencatat keluar/masuknya keuangan.

b) Mengumpulkan setiap dokumen yang berhubungan dengan transaksi

keuangan.

c) Melaporkan pertanggungjawaban penggunaan keuangan.

Page 92: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

5) Sekretaris

a) H. Imroni Sholeh

b) H. Suparlan

c) Bp/Sdr. Sukadi

Secara garis besar bertugas:

a) Mendokumentasikan setiap kegiatan.

b) Membuat dan mengagendakan surat.

c) Bersama bendahara membuat laporan.

d) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.

6) Identifikasi

a) H. Taqwim, BBA, S.Pd.

b) H. Suradi MS.

Secara garis besar bertugas:

a) Mendata dan mancari anak yatim di sekitar panti asuhan untuk dimasukan

dalam anggota panti

b) Melakukan tindak lanjut terhadap anak yang mau masuk panti.

c) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.

7) Pengembangan Pendidikan

a) Drs. Muhammad Bardan

b) Drs. H. Nuri Hartono

c) H. Muhtaruddin, S.Ag.

d) H. P. Suyanto, BA.

e) Bp. Madyo Purnomo

Secara garis besar bertugas:

a) Melaksanakan tugas mengajar mingguan yang terjadwal ba‟da ashar.

b) Melaksanakan kegiatan study tour ke panti asuhan modern yang lain

sebagai pengembangan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.

c) Mendatangkan guru bimbingan belajar utnuk membantu anak belajar

pelajaran sekolah.

d) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.

Page 93: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

8) Keamanan

a) Bp. Subandi

b) Bp. Budi

c) Bp. Giyono

Secara garis besar bertugas:

a) Menjaga lingkungan panti dari segala macam gangguan.

b) Mengawasi keamanan panti.

c) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.

9) Rumah Tangga

a) Drs. Wahid Umar Santoso

b) Bp. Harsono

c) Hj. Sri Suharti

d) Hj. Sumarni, S. TP.

e) Hj. Umi Histoni

f) HJ. Sunarti Sunaryo

g) Hj. Sugini Sunardi

h) Hj. Endang Widyaningsih, S. Pd.

i) Hj. Sri Rahayu Suroso

j) Hj. Endang Budi Hastuti, S. Pd.

Secara garis besar bertugas:

a) Menyediakan makanan untuk anak yatim.

b) Menjaga kebersihan lingkungan sekitar dapur.

c) Mengurus kebutuhan sehari-hari anak.

10) Penyalur/Pelanjut

a) H. Suradi MS.

b) H. Moryono

c) Drs. H. Sugiarto CK

d) H. Suharto. BR

e) H. Sukadi, BA.

f) H. Sukisno, SE.

Page 94: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Secara garis besar bertugas:

a) Menerima dana dan melanjutkannya untuk masing-masing kegiatan seijin

bendahara.

b) Mengalokasikan dana yang telah diperoleh untuk dibagikan untuk masing-

masing bagian.

c) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.

6. Keadaan Penanggung Jawab Harian, Ustadz, dan Anak Yatim di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

a. Penanggung Jawab Harian

Penanggung jawab harian adalah petugas yang memiliki kewajiban

mengawasi dan memberikan arahan kepada anak yatim dalam melaksanakan

kegiatan sehari-hari termasuk jadwal kegiatan bimbingan. Penanggung jawab

harian di panti bertanggung jawab pada anak selama 24 jam serta memberikan

izin kepada anak asuh yang akan izin meninggalkan panti asuhan. Penanggung

jawab harian melaksanakan peran orang tua secara langsung dalam

melaksanakan kewajiban-kewajiban di panti sesuai dengan tanggungg jadwal

dan jadwal kegiatan anak selain itu berkaitan dengan hak-hak anak di panti

seperti uang saku, makan, istirahat.

Anak yatim juga memiliki tanggung jawab yang sama terhadap

kepengurusan kamar dan lingkungan panti. Pihak pengurus juga membuat

susunan pengurus kamar harian bagi anak yatim sehingga anak memiliki

tanggung jawab masing-masing. (untuk lebih jelas lihat lampiran 9). Anak

yatim tersebut bertempat tinggal di panti dan mengikuti segala peraturan

harian (untuk lebih jelas lihat lampiran 10) yang ada di panti. Pelaksana harian

juga mengatur jadwal kegiatan anak yatim kegiatan di Panti Asuhan Anak

yatim “Miftahul Jannah”. Jumlah pelaksana harian di Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” terdiri dari 3 penanggung jawab harian yaitu:

Page 95: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Tabel 3. Daftar Penanggung Jawab Harian

No. Nama Tanggung Jawab

1. H. Moryono, HI Ketua Pengasuh & Bendahara

2. Bagus Setyawan Pengasuh Pa

3. Tina Kusuma Pengasuh Pi

4. Hj. Naryo Unit Dapur

5. E.S. Yuniati Unit Dapur

Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

b. Ustadz

Ustadz adalah petugas yang memberikan bimbingan sopan santun / perilaku

anak, al-qur‟an dan tarjamah, tarikh (sejarah nabi), ibadah/muamalah, akhlaq,

umum dan bahasa arab serta bimbingan umum yang memberikan materi

terjadwal satu kali dalam satu minggu dengan alokasi waktu 1½ jam. (untuk

lebih jelas silahkan lihat lampiran 11). Kegiatan bimbingan ini dilakukan

ba‟da ashar. Selain itu untuk menunjang prestasi belajar anak asuh, Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” juga memberikan bimbingan pelajaran

umum di sekolah yang diberikan ba‟da isya‟ oleh guru bimbingan pelajaran

umum di luar panti dan biasanya diberikan menjelang ujian semester. Adapun

ustadz yang memberikan materi bimbingan di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” berdasarkan materi yang disampaikan antara lain:

Tabel 4. Daftar Ustadz Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

No. Nama Materi Kegiatan/Bimbingan

1. H. Sunaryo, BA Sopan Santun / Perilaku Anak

2. Drs. H. Suparno ZD, M. Ag. Al-Qur‟an dan Tarjamah

3. H. Taqwim, BBA., S.Pd. Ibadah / Muamalah

4. Drs. H. Suparman Tarikh (Sejarah Nabi)

5. H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. Akhlaq

6. H. Anwar Fauzi, SKM. Umum

7. H. P. Suyatno Bahasa Arab & Bimbingan Belajar

Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Page 96: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

c. Anak Yatim

Daftar Anak Yatim berjumlah 62 anak yang terdiri dari berbagai jenjang usia

dan pendidikan, asal daerah, dan berbagai sekolah. Anak yatim tersebut juga

ada yang berasrama dan ada juga yang tidak berasrama. Anak yatim yang

berasrama di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” berjumlah 17 anak.

Anak yatim yang tidak berasrama masuk dalam santunan luar berjumlah 45

anak, setiap kegiatan yang terdapat di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”, pihak panti akan memberitahu untuk datang ke panti. Anak yatim

yang termasuk dalam santunan luar setiap bulan akan mendapatkan biaya dari

panti. Berikut daftar anak yatim yang berasrama sebagai berikut:

Tabel 5. Data Anak Yatim yang Berasrama dan Tidak Berasrama di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

No. Keterangan Berasrama Tidak Berasrama Jumlah

1. Laki-laki 12 21 33

2. Perempuan 5 24 29

Jumlah 17 45 62

Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” terdiri dari

jenjang pendidikan yang berbeda-beda mulai dari belum sekolah SD, SMP,

SMA dan SKB baik di sekolah negeri maupun swasta yang meliputi anak

yang berasrama maupun yang tidak berasrama (santunan luar). Berdasarkan

tingkat pendidikan formal yang ditempuh anak yatim di panti asuhan disajikan

dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 6. Data Anak Yatim Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Keterangan

Tingkat Pendidikan

Jumlah SD SMP SMA SKB

Belum

Sekolah

1. Laki-laki 17 14 - 1 1 33

2. Perempuan 11 15 2 1 - 29

Jumlah 28 29 2 2 1 62

Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Page 97: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Tabel 7. Data Anak Yatim Berasrama Panti Asuhan Anak “Miftahul Jannah”

No. Nama Mulai Asrama

1. Bayu Budi Sulistyo 5 Juli 2011

2. Eko Wahyono 5 Juli 2011

3. Ilham Taufiqurrahman 5 Juli 2011

4. Pamungkas Adi Madesa 5 Juli 2011

5. Rio Rivaldi 31 Juli 2011

6. Rotama 5 Juli 2011

7. Wisnu Saloka 5 Juli 2011

8. Sri Mulyono 5 Agustus 2011

9. Abib Armaulana 5 Juli 2011

10. Fresti Dwi Cahyo 25 Februari 2012

11. Rehan Tri Priansah 5 Juli 2011

12. Diki 25 Februari 2012

13. Dwi Wulandari 5 Juli 2011

14. Eva Rini Asih 5 Juli 2011

15. Puput Resi Madesa 5 Juli 2011

16. Intan Mulyasari 5 Juli 2011

17. Fatiah Dian Febrian 25 Februari 2012

Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Anak juga memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan sehari-hari

termasuk dalam kepengurusan kamar anak yatim mengenai pembagian tugas

pokok pengurus kamar. Selain itu anak juga memiliki tugas sebagai kepungurusan

dan tanggung jawab terhadap teman-teman dengan jabatan dan bagian

berdasarkan tugasnya masing-masing. (untuk lebih jelas dapat dilihat lampiran

13).

7. Jadwal Kegiatan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Jadwal kegiatan harian anak dibuat untuk mingguan dan harian. Jadwal

aktivitas harian anak dilaksanakan pagi hari setelah bangun tidur dan pada siang

Page 98: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

hari setelah pulang dari sekolah. Sedangkan hal tersebut berbeda dengan hari

minggu karena anak tidak berangkat ke sekolah jadi jadwal hariannya juga

berbeda (untuk lebih jelas lihat lampiran 9).Adapun jadwal kegiatan bimbingan

sebagai berikut:

Tabel 8. Jadwal Kegiatan Harian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

No Waktu Aktivitas Petugas

1 03.40 - 04.00 Bangun tidur, etika bangun & bersuci Pengasuh

2 04.00 - 04.30 Menata kasur-selimut & berangkat ke

masjid

Pengasuh

3 04.30 – 05.30 Aktivitas masjid, sholat subuh, Qiro‟atul

Qur‟an & iqro‟

Pengasuh

4 05.30 – 06.30 Piket, hobby, menyiapkan sepeda &

mandi

Ketua Piket

5 06.30 – 07.00 Do‟a pagi, sarapan pagi & berangkat

sekolah

Ketua Piket

6 07.00 – 14.00 Sekolah Ketua Piket

7 13.00 – 13.30 Pulang sekolah, sholat Dzuhur dan makan

siang

Ketua Piket

8 13.30 – 14.45 Istirahat & tidur siang Ketua Piket

9 14.45 – 15.00 Bangun tidur, bersuci, ke masjid Pengasuh

10 15.00 – 16.00 Aktivitas masjid, Sholat Ashar & Piket Pengasuh

11 16.00 – 16.45 Kegiatan terprogram Ketua Piket

12 16.45 – 17.15 Mandi – ke masjid Ketua Piket

13 17.15 – 18.15 Pembinaan akhlak, sholat maghrib &

Qiro‟atul Qur‟an

Ketua Piket

14 18.15 – 18.45 Makan sore & A‟iliyah (kekeluargaan) Ketua Piket

15 18.45 – 19.30 Ke masjid, aktivitas masjid & sholat isya‟ Ketua Piket

16 19.30 – 20.30 A‟iliyah (kekeluargaan) – belajar malam Pengasuh

17 20.30 – 21.00 Amal Mahmudah – bersuci Pengasuh

18 21.00 – 03.40 Tidur malam Pengasuh

Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Jadwal kegiatan anak asuh setiap hari ada dengan tujuan agar anak terbiasa

untuk bersikap disiplin terhadap waktu dan dapat melaksanakan tugasnya untuk

hari itu. Anak asuh juga memiliki jadwal kegiatan di masjid. Selain piket

membersihkan masjid juga azan bagi anak laki-laki. Pengurus panti membuat

jadwal azan bagi anak yatim sebagai bentuk pendidikan agama dan kesadaran

untuk datang ke masjid. (untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 10).

Page 99: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

8. Keadaan Umum SMP Negeri 6 Sukoharjo

a. Profil Sekolah

Nama Sekolah : SMP Negeri 6 Sukoharjo

NSS : 210103.11.04.084/29-5-1991

Alamat : Jl. Perkutut-Bedingin-Banmati, Sukoharjo 57512

Telepon : (0271)7003653

E-mail : [email protected]

SK Pendirian : SK Perubahan Nama menjadi SMP:0259/o/1994

tanggal 5 oktober 1994

Website : smpn6.netau.net

b. Sejarah Keberadaan SMP Negeri 6 Sukoharjo

Bila dilihat sekilas mengenai keberadaan SMP Negeri 6 Sukoharjo, orang

akan berpendapat bahwa SMP Negeri 6 Sukoharjo adalah masih muda bila

didasari urutan nomor sekolah-sekolah negeri di Kabupaten Sukoharjo, karena

di Kabupaten Sukoharjo khususnya di wilayah kecamatan Sukoharjo ada 7

buah sekolah negeri setingkat SMP, yaitu : SMP Negeri 1 Sukoharjo, SMP

Negeri 2 Sukoharjo, SMP Negeri 3 Sukoharjo, SMP Negeri 4 Sukoharjo, SMP

Negeri 5 Sukoharjo, SMP Negeri 6 Sukoharjo, dan SMP Negeri 7 Sukoharjo.

Tetapi bila ditelusuri dari keberadaannya sebagai lembaga pendidikan

khususnya jenjang pendidikan sekolah menengah pertama sebenarnya SMP

Negeri 6 Sukoharjo merupakan lembaga pendidikan lanjutan menengah yang

paling awal/pertama kali lahir di wilayah kabupaten Sukoharjo, karena secara

kelembagaan lembaga pendidikan ini didirikan 2 tahun setelah Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia.

Adapun riwayat keberadaan lembaga pendidikan ini bernama “Sekolah

Pertukangan Negeri (SPtKN) 2 tahun, didirikan tahun 1947, dengan kondisi

sebagai berikut:

1) Jumlah siswa sebanyak : 45 orang

2) Jumlah kelas : 2 kelas ; jurusan bagian kayu

3) Jumlah guru : 6 orang ; jumlah pegawai 2 orang

4) Gedung/Ruang kelas : menumpang di rumah penduduk

Page 100: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

5) Lokasi Sekolah : Kel. Jetis, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo

6) Kepala Sekolah : pertama kali Bp. Mari kemudian diganti oleh Bp. Wiryo

Pada tahun 1950 SPtKN 2 tahun namanya diubah menjadi Sekolah Tehnik

Pertama (STP) 2 tahun, dimana pada tahun 1953 pemerintah membangunkan

satu unit sekolah baru untuk STP 2 tahun Sukoharjo yang berlokasi di Jalan

Jenderal Sudirman No. 76 Sukoharjo (sekarang ditempati Kantor BPD Kab.

Sukoharjo), terdiri dari 6 buah lokal membujur ke utara ke jalan Jenderal

Sudirman yang terperinci sebagai berikut : sebuah ruang teori, sebuah ruang

praktek, sebuah ruang menggambar, sebuah ruang untuk Kepala Sekolah dan

para guru dan pegawai, sebuah ruang untuk urusan murid, dan sebuah ruang

untuk gedung perlatan.

Dengan menempati gedung yang baru di lokasi yang baru pula, lembaga

pendidikan ini semakin dipercaya baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

Pada tahun 1956 pemerintah meningkatkan statusnya dari STP 2 tahun diubah

menjadi Sekolah Tehnik Negeri (STN) 3 tahun, dengan 2 jurusan yaitu mesin

dan gedung, dan membuka sekolah baru yaitu Sekolah Kerajinan Negeri

(SKN) 2 tahun, jurusan bagian besi dan bagian kayu yang gedungnya

menumpang pada STN. Perkembangan berikutnya pada tahun 1964 terjadi

lagi perubahan yaitu :

1) STN 3 tahun diubah menjadi ST 1 Sukoharjo, dengan jurusan Bangunan

Gedung dan Mesin

2) SKN 2 tahun diubah menjadi ST 2 Sukoharjo, dengan jurusan Bagian

Mesin.

Keberadaan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan

tehnik ini berlangsung sampai tahun 1991. mulai saat itu lembaga

pendidikan ini tidak lagi dipersiapkan menyelenggarakan pendidikan

kejuruan, tetapi mulai difungsikan untuk menyelenggarakan pendidikan

umum tingkat menengah pertama. Dalam masa transisi nama SMP 6

berubah-ubah yaitu:

Page 101: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

a) Tahun 1991 dari ST 1 Sukoharjo diubah menjadi SMP Negeri 5

Sukoharjo

b) Tahun 1993 dari SMP Negeri 5 Sukoharjo berubah menjadi SMP

Negeri 7 Sukoharjo sehubungan dengan berdirinya satu unit baru

Sekolah Menengah Pertama yang berlokasi di kelurahan Bulakan, yang

kemudian disebut SMP Negberi 5 Sukoharjo

c) Tahun 1997 berdasarkan SK. Mendikbud RI No. 034/c/1997 tanggal 7

Maret 1997 yang menyebutkan bahwa alih fungsi ST 1 Sukoharjo

menjadi SMP Negeri 6 Sukoharjo dengan alamat Jl. Jenderal Sudirman

No. 76 Sukoharjo.

Laju perkembangan kota Sukoharjo menyebabkan persil pekarangan di Jl.

Jenderal Sudirman No. 76 yang terletak di tepi Jalan raya yang sangat ramai

dan berdekatan dengan pasar kota Sukoharjo tempat dimana selama hampir

setengah abad digunakan ST 1 (sekarang SMP Negeri 6 Sukoharjo) menurut

hasil penelitian ternyata tidak baik lagi digunakan untuk kegiatan proses

belajar mengajar, sehingga mulai tahun ajaran 1999/2000 SMP Negeri 6

Sukoharjopindah ke lokasi yang baru, yaitu di Jl. Perkutut, Kel. Banmati, Kec.

Sukoharjo, Kab. Sukoharjo, kurang lebih 5 km dari lokasi lama dari arah

selatan, sampai sekarang.

c. Visi dan Misi SMP Negeri 6 Sukoharjo

1) Visi : Berprestasi, Beriman dan Berbudaya

2) Misi :

a) Mengintensifkan KBM, BK dan Ekstrakurikuler

b) MengintensifkanPendidikan Keagamaan

c) Menanamkan nilai-nilai budaya sehingga memiliki budi pekerti yang

luhur

d) Menerapkan manajemen partisipasif dengan melibatkan seluruh warga

sekolah

e) Menanamkan jiwa patriotisme agar menjadi warga negara yang

demokratis dan bertanggung jawab

Page 102: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

f) Menjadikan sekolah sebagai sumber informasi dan pusat kebudayaan

(Regional Centre)

d. Perkembangan SMP Negeri 6 Sukoharjo

Semenjak terjadi alih fungsi dari ST 1 menjadi SMP Negeri 6 Sukoharjo,

perkembangan SMP Negeri 6 Sukoharjo cukup menggembirakan. Dari tahun

ke tahun ada kemajuan bila ditinjau dari animo calon siswa yang

mendaftarkan diri pada setiap tahun ajaran baru, jumlah kelas dan jumlah

siswa, jumlah guru dan jumlah karyawan, presentasi kelulusan setiap akhir

tahun pelajaran, termasuk juga fasilitas untuk kelancaran kegiatan belajar

mengajar. Selama sepuluh tahun terakhir perkembangan SMP Negeri 6

Sukoharjo sebagai berikut:

1) Keadaan animo calon siswa baru dan jumlah siswa yang diterima dalam

kegiatan penerimaan siswa baru sangat memuaskan, karena jumlah

pendaftar selalu melebihi daya tampung yang tersedia, bahkan kadang-

kadang mencapai tiga kali lipat.

2) Keadaan guru dan karyawan SMP Negeri 6 Sukoharjo dari tahun ke tahun

mengalami perubahan baik dari segi jumlah maupun tingkat

kependidikannya. Sejalan dengan program pemerintah dalam upaya

peningkatan mutu pendidikan nasional, sehingga tidak sedikit guru-guru

SMP Negeri 6 Sukoharjo yang mengikuti program peningkatan

kemampuan guru baik melelui penataran/training, tugas belajar yang

dibiayai pemerintah maupun studi lanjut dengan biaya mandiri.

3) Sejak awal keberadaannya SMP Negeri 6 Sukoharjo telah diberi

kewenangan untuk menyelenggarakan Ujian Akhir Nasional secara

mandiri dan selama ini SMP Negeri 6 Sukoharjo mampu melaksanakan

kewenangan tersebut dengan baik dan sukses. Sukses Pelaksanaan :

Penyelenggaraan Ujian Akhir Sekolah maupun Ujian Akhir Nasional

berjalan lancar dan mengacu pada pedoman baik yang dierbitkan oleh

pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, petunjuk

pelaksanaan dari pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan

Page 103: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Kabupaten (khususnya Kab. Sukoharjo) maupun program kerja tahunan

SMP Negeri 6 Sukoharjo, sehingga EBTA/EBTANAS (dulu), Ujian

Sekolah dan Ujian Nasional (sekarang) dapat berjalan lancar, tanpa

kendala yang berarti. Sukses Hasil : Hasil akhir penyelenggaraan Ujian

Akhir Sekolah maupun Ujian Nasional SMP Negeri 6 Sukoharjo sejak

pertama kali tahun pelajaran 1993/1994 sebagai penyelenggara

EBTA/EBTANAS sangat memuaskan bagi peserta Ujian Akhir maupun

sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tingkat sekolah

menengah pertama, karena semua peserta ujian akhir yang terdaftar

berhasil lulus 100% kecuali :

(a) Tahun pelajaran 1997/1998, lulus=99,26% dari 270 peserta tidak lulus

2 orang .

(b) Tahun pelajaran 1998/1999, lulus=99,45% dari 182 peserta tidak lulus

1 orang.

(c) Tahun pelajaran 2004/2005, lulus=99,51% dari 204 peserta tidak lulus

1 orang.

Penyebab ketidak lulusan peserta ujian karena mengundurkan diri setelah

daftar nominasi tetap peserta ujian akhir disyahkan oleh jajaran

Departemen Pendidikan Nasional yang berwenang.

e. Kondisi Fisik

Kondisi fisik SMP Negeri 6 Sukoharjo baik tanah maupun gedung cukup

memadai dan selalu diusahakan untuk peningkatan kuantitas maupun kualitas.

Bangunan gedung baik untuk fasilitas proses kegiatan belajar mengajar

maupun perkantoran dibangun di atas tanah seluas 10000m2. nomor persil :

11.16.0402.4.00004, Sertifikat Hak Pakai atas nama SMP Negeri 6 Sukoharjo,

dengan ijin bangunan No. : 503/277/1/1998. Terdiri dari :

1) 18 ruang untuk ruang kelas

2) 1 unit untuk ruang perpustakaan

3) 2 unit untuk ruang ketrampilan

4) 1 unit ruang guru

5) 1 unit ruang tata usaha yang dilengkapi gudang

Page 104: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

6) 1 unit ruang kerja pembantu kepala sekolah

7) 1 unit ruang kantor Kepala Sekolah berdampingan dengan ruang tamu

8) 1 unit ruang untuk kegiatan bimbingan karir

9) 1 unit ruang kesenian (gamelan)

10) 1 unit tempat sepeda murid

11) 1 unit tempat sepeda guru

12) beberapa unit kamar kecil dan wc untuk siswa dan untuk guru

13) Sebagai sarana ibadah juga telah dibangun Masjid berukuran induk 6x6 m,

dan dilengkapi dengan tempat wudzu dan gudang untuk menyimpan

inventaris alat-alat peribadahan

14) 1 unit aula berukuran 10x40 m yang baru dalam taraf penyelesaian. Serta

bangunan lain yang belum disebutkan satu persatu.

f. Kinerja Semua Komponen SMP Negeri 6 Sukoharjo

Kinerja semua komponen SMP Negeri 6 Sukoharjo yang dilandasi

kesungguhan, kecermatan, kekompakan dan kerukunan serta profesionalisme

membuahkan hasil yang memuaskan diantaranya :

1) Dari 44 orang guru dan pegawai yang berstatus PNS mendapat Piagam

Tanda Kehormatan Satya Lencaya Karya Satya dari Presiden Republik

Indonesia, 30 tahun, 20 tahun, atau 10 tahun sejumlah 27 orang.

2) Dalam pelaksanaan proses KBM, Pengelolaan Proses Administrasi

Pendidikan Administrasi Sekolah berjalan dengan baik yang dibuktikan

dengan hasil penilaian dari Badan Administrasi Sekolah Tahun 2005/2006,

propinsi Jawa Tengah dinyatakan terakreditasi dengan predikat

memuaskan (A).

9. Keadaan Umum MTsN Sukoharjo

a. Profil Sekolah

Nama Sekolah : Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN Sukoharjo)

Alamat : Jl. K.H. Agus Salim No. 48 Sukoharjo

Telepon : (0271) 591114

E-mail : [email protected]

Page 105: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Website : www.mtsn-skh.sch.id

b. Sejarah MTS Negeri Sukoharjo

Pada awal berdirinya, madrasah ini bernama Madrasah Tsanawiyah Negeri

Bekonang Fillial 3 Sukoharjo. Didirikan pada tanggal 1984, dengan

mengambil lokasi di Jl. Seram No. 14 (Barat Kodim Sukoharjo Kota).

Tepatnya menumpangn pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Sukoharjo

dengan masuk siang mulai jam 13.00 sampai dengan 17.15.

Pendaftaran peserta didik baru dimulai tanggal 15 Juni 1984. Setelah

Madrasah berjalan hampir satu tahun, yang tepatnya tanggal 14 Mei 1985,

dengan Surat Keputusan No: WK/5.c/1088/Ts/Fill/85. MTs Negeri Bekonang

Fillial 3 resmi menjadi Fillial (Kelas Jauh) dari MTs Negeri Bekonang. Dan

baru pada tahun pelajaran 1985/1986 dengan serah terima jabatan antara

Kepala MTs Negeri Bekonang Fillial 3 Sukoharjo (Sutardi DS,BA) dengan

Kepala MTs Negeri Bekonang (Drs. H. Lukman Suryani), dengan Was

Panda'is Wil Sukoharjo dan (Bp. Muchsan Harsono,BA) dan Bp. Tulus

Sukoyo (Kepala Seksi RUA Islam Kantor Depag Kab.Sukoharjo), sebagai

saksi timbang terima tersebut.

Perkembangan menggembirakan terjadi pada tahun 1992/1993 setelah Kantor

Departemen Agama mengizinkan lokasinya yang bertempat di Jl.Veteran

No.100 dipakai untuk MTs Negeri Fillial 3 Sukoharjo untuk kegiatan belajar

mengajar selama 3 tahun, terhitung dari tahun 1992/1993 sampai dengan tahun

1994/1995. Dan pada tahun 1995 mendapat SK Penegrian sehingga

mengalami perubahan nama dari MTs Negeri Fillial 3 Sukoharjo, menjadi

MTs Negeri Sukoharjo. Dan tahun 1996/1997 MTs Negeri Sukoharjo yang

semula bertempat di Jl.Veteran No 100 Sukoharjo ini pindah ke Jl.KH. Agus

Salim No 48 Sukoharjo, tepatnya disebelah barat lapangan kelurahan Joho

Kecamatan Sukoharjo.

Sejak saat itu pergantian pimpinan madrasah dapat diurutkan sebagai berikut :

1) Tahun 1986 - 2000 dipimpin oleh Bapak Drs. Abu Bahri

Page 106: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

2) Tahun 2001 - 2004 dipimpin oleh Bapak suranto, BA

3) Tahun 2004 - 2007 dipimpin oleh Bapak Drs. Sutadi, M.Pd

4) Tahun 2007 sampai sekarang dipimpin oleh Bapak drs. Ahmadi, M.Pd.I

c. Visi dan Misi MTS Negeri Sukoharjo

1) Visi: Mewujudkan Madrasah yang unggul di bidang IMTAQ dan IPTEK

2) Misi:

a) Mengembangkan fitroh siswa agar menjadi muslim yang berakhlak

mulia memiliki aqidah islamiyah yang benar dan kuat serta memiliki

wawasan nasionalisme yang kuat.

b) Mengembangkan potensi dasar anak untuk dapat berfikir kritis,

obyektif, rasional, sistematis dalam upaya penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam rangka mempersiapkan siswa

melanjutkan ke tingkat jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

c) Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam mewujudkan keahlian

anak dalam menghadapi era pasar bebas.

d) Menumbuh kembangkan dan mendorong rasa peka menghafal bagi

anak untuk surat-surat, ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist sebagai bekal

dan landasan hidup.

e) Menanamkan jiwa dan semangat disiplin, tertib, rajin belajar dan etos

kerja yang tinggi, untuk mewujudkan manusia yang berkualitas.

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah efektivitas

penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral di Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah” di Dukuh Pangin, Kelurahan Joho, Kabupaten

Sukoharjo. Efektivitas merupakan suatu yang dikendaki atau merupakan akibat

yang dikerjakannya dan merupakan suatu pengukuran terhadap tercobanya atau

sasaran akan tujuan yang ditentukan sebelumnya. Tujuan pendidikan moral di

panti adalah membentuk disiplin moral (bersumber dari hati nurani) anak,

sehingga muncul konsistensi sikap disiplin pada anak bukan karena takut pada

hukuman tetapi karena suatu kewajiban. Anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim

Page 107: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Piatu “Miftahul Jannah” terdiri dari usia dan jenjang pendidikan yang berbeda

sehingga kemampuan masing masing anak untuk melaksanakan disiplin juga

berbeda.

Dalam penerapan pendidikan moral berkaitan erat dengan (1) strategi

penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral, (2) efektivitas

penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral, dan (3) faktor yang

menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral

pada anak yatim untuk mempermudah pengkajian permasalahan maka penulis

memilih data yang benar-benar dapat dipakai dalam memecahkan permasalahan,

sehingga data-data tersebut dapat menjawab rumusan masalah.

1. Strategi Penerapan Pendidikan Moral di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah”

Pelaksanaan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” diaplikasikan dalam kegiatan bimbingan sopan santun dan perilaku anan

serta bimbingan akhlak. Penerapan bimbingan sopan santun dan perilaku anak

serta akhlak ini dimaksudkan sebagai dasar untuk memperbaiki perilaku dan sikap

dari anak yatim yang selama ini kurang mendapatkan bimbingan dari orang tua

maupun keluarga terdekat sehingga memiliki sikap disiplin baik dalam lingkungan

panti maupun di sekolah.

Pendidikan moral pada hakikatnya memiliki strategi, metode dan model

pendidikan moral yang secara umum dapat dilihat pada kajian teori. Salah satu

unsur penting dan memegang peranan dalam pendidikan moral adalah

penggunaan strategi pendidikan moral yang tepat dan bervariasi, sehingga mampu

meningkatkan kematangan moral peserta didik.

Strategi pendidikan moral dimaksudkan sebagai pemikiran tentang

bagaimana cara menyampaikan nilai-nilai moral kepada peserta didik. Suatu

strategi pendidikan moral ini mencakup teori atau cara pandang tentang

bagaimana seseorang berkembang secara moral dan serangkaian prinsip untuk

membantu perkembangan moral serta dapat membantu dalam melaksanakan

Page 108: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

pendidikan moral. Adapun strategi pendidikan moral yang digunakan Panti

Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah” sebagai berikut:

a. Modeling keteladanan/contoh

Strategi pendiidkan moral yang digunakan pengasuh dalam

memberikan materi pendidikan moral dengan menggunakan keteladanan. Hal

ini berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan bahwa

“Pendidikan yang digunakan para pengasuh dalam memberikan materi

pendidikan moral yaitu melalui keteladanan/contoh dalam kehidupan sehari-

hari dengan begitu anak dapat melihat secara langsung”. (Catatan Lapangan

1). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo,

BA yang mengatakan bahwa “Strategi yang digunakan dalam mengajar

pendidikan moral dengan keteladanan. Dengan menceritakan kisah Nabi, dari

situ dapat diambil kebaikan-kebaikan sifat Nabi yang bisa diambil sebagai

contoh maupun teladan dalam berperilaku”. (Catatan Lapangan 2).

Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S. Ag.,

S.Pd. mengatakan bahwa:

Strategi pendidikan moral yang digunakan dengan keteladanan yang

dicontohkan pengasuh dan ustadz di panti. selain itu kita (pengasuh

dan ustadz) saling mengingatkan untuk selalu menjaga sikap dan

akhlak. Selanjutnya untuk mengetahui perilaku dan sikap disiplin anak

yatim bisa dilihat dari absensi kehadiran dalam kegiatan bimbingan.

(Catatan Lapangan 3).

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di lapangan pada hari

Kamis tanggal 12 April 2012 pukul 16.00 pelaksanaan bimbingan akhlak, H.

Mudjidi, S.Ag., S.Pd. dalam memberikan materi pembelajaran menjaga

perilaku disiplin dan tutur katanya. Strategi ini menuntut peran pengasuh

utnuk berseikap yang baik yang dapat ditiru oleh anak yatim, dan juga anak

yatim harus mampu mengambil keteladanan dari para pengasuh. Perilaku yang

dapat dijadikan teladan oleh anak yatim dari pengasuh antara lain misalnya

dalam menyelesaikan masalah secara adil, menghargai pendapat anak yatim,

Page 109: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

mengkritik orang lain secara santun, mau mendengarkan pendapat, ide, dan

saran-saran dari orang lain. Harapannya perilaku dan sikap disiplin dari anak

yatim dapat berubah dengan adanya keteladanan dari pengasuh. Jadi sebagai

seorang pengasuh harus menjaga tutur katanya, berhati-hati dalam bertindak

dan berperilaku, supaya tidak tertanamkan nilai-nilai negatif dalam diri anak

yatim.

Strategi keteladanan yang diberikan pengasuh dalam mengajarkan

pendidikan moral dengan cara memberikan contoh keteladanan kepada anak

yatim, agar sikap dan perilaku dari pengasuh ini dapat menjadikan panutan

anak yatim. Hal ini sesuai dengan apa yang apa yang dikatakan oleh Ki Hajar

Dewantara bahwa guru atau pendidik dituntut menjadi figur yang yang Ing

ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani. Yang

berarti bahwa sikap pemimpin (guru) harus mampu memberi teladan, memberi

contoh, menjadi motivator, dalam penanaman moral kepada peserta didiknya

sehingga mampu melahirkan peserta didik yang bermoral baik.

b. Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi

Kegiatan bimbingan di kelas dilakukan secara rutin, konsisten dan

terjadwal setiap minggu di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.

Bimbingan atau materi yang diberikan meliputi materi sikap, al-qur‟an ddan

tarjamah, tarikh (sejarah nabi), ibadah / muamalah, akhlak, umum dan bahasa

arab. (Jadwal kegiatan dapat dilihat pada lampiran 11). Dalam hal ini juga

kegiatan rutin sehari-hari meliputi berdoa sebelum dan sesudah kegiatan,

mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas,

kamar mandi dan lingkungan panti serta belajar. Hal ini berdasarkan

wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan bahwa “Kegiatan pendidikan

moral di sini (Panti Asuhan Anak Yatim) dilakukan secara rutin setiap satu

minggu sekali dan kegiatan sehari-hari seperti membersihkan kelas, kamar

mandi dan belajar yang selalu diawali dan diakhiri dengan berdoa”. (Catatan

Lapangan 1). Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA

mengatakan bahwa:

Page 110: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

“Strategi yang digunakan dalam mengajarkan pendidikan moral

dengan mengikutsertakan anak dalam kegiatan rutin panti seperti

membersihkan kelas dan kamar mandi karena kebersihan sebagian dari

iman, kemudian mengucapkan salam kepada orang lain dan kegiatan

harian terjadual di panti”. (Catatan Lapangan 2).

Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd.

mengatakan bahwa “Dalam pendidikan moral strategi yang digunakan dengan

kegiatan rutin sehari-hari dan kegiatan terjadwal di kelas setiap satu minggu

untuk satu materi”. (Catatan Lapangan 3).

Strategi Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi akan membantu

peserta didik (anak yatim) membiasakan hidup secara teratur dalam

kesehariannya. Dengan hidup teratur akan menjadikan hidup yang berkualitas

dan bermanfaat. Selain itu strategi ini dimaksudkan untuk mengembangkan

kualitas disiplin peserta didik dalam mengikuti rutinitas Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” salah satunya melalui jadwal azan bagi santriwan

panti asuhan (untuk lebih jelas lihat lampiran 12). Selain itu melalui jadwal

piket putra (untuk lebih jelas lihat lampiran 13) merupakan pembiasaan /

habituasi dalam melaksanakan tata tertib piket. Strategi ini juga bertujuan

untuk meningkatkan efektivitas anak yatim untuk menghadapi berbagai

peraturan di luar panti asuhan.

c. Strategi Pendekatan Individu

Strategi pendekatan individu digunakan pengasuh untuk membantu

memecahkan masalah yang bersifat pribadi dan tidak dapat diselesaikan secara

kelompok. Strategi ini guru mengenal dan melakukan pendekatan individu

kepada anak utnuk menggali permasalahan yang dihadapi anak. Cara tersebut

dilakukan melalui bimbingan perseorangan setelah maslah tersebut berhasil

diselesaikan secara pribadi dan akan dijadikan contoh bagi anak yang lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan

bahwa “Strategi pendidikan moral yang digunakan pengasuh melalui strategi

pendekatan individu sehingga ustadz dapat memahami masing-masing

individu”. (Catatan Lapangan 1). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil

wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa:

Page 111: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

“Strategi pendidikan moral yang digunakan melalui pendekatan

individu tujuannya ketika pembelajaran secara kelompok dilakukan

anak yatim yang satu akan melihat dan belajar dari anak yatim yang

lain. Sedangan untuk bimbingan perseorangan digunakan untuk

menggali dan mengenali anak dalam melihat suatu sikap disiplin

karena tidak ada pengaruh dari orang lain”. (Catatan Lapangan 2).

Hal serupa juga disampaikan H. Mudjidi, S. Ag., S. Pd. mengatakan

bahwa “Strategi dalam pembelajaran moral yang digunakan melalui

pembelajaran perseorangan dan kelompok.”. (Catatan Lapangan 3).

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di panti pada hari

Kamis tanggal 15 April 2012 pukul 16.30 strategi ini fokus utamanya terletak

pada bagaimana peserta didik (anak yatim) memahami kebutuhan dan

memecahkan masalah baik pribadi maupun kelompok dalam masalah apapun

itu. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama di panti asuhan juga

digunakan bimbingan perseorangan maupun kelompok. Strategi ini fokus

utamanya terletak pada bagaimana memahami kebutuhan orang lain dari pada

upaya menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan tersebut ketika berkonflik

dengan orang lain. Di Panti Asuhan “Miftahul Jannah” para pengasuh

berusaha memberikan solusi yang terbaik dalam membantu memecahkan

masalah yang dihadapi oleh anak yatim, baik yang berifat pribadi maupun

masalah yang bersifat umum/kelompok.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti di lapangan

dapat disimpulkan pembelajaran strategi bimbingan perseorangan dan

kelompok ini sangat efektif untuk pembelajaran pendidikan moral karena

selain pendekatan individu juga perlu adanya kerja sama dalam kelompok

untuk menciptakan tanggung jawab dan disiplin pada tiap-tiap anggota

kelompok.

Strategi ini juga bisa diberikan oleh pembimbing dari masing-masing

anak yatim melalui bimbingan perseorangan (individu) yang diberikan dengan

cara face to face. Anak yatim sebagai peserta didik bisa menceritakan semua

masalah yang sedang mereka alami kepada pembimbing mereka masing-

masing, dan tugas dari seorang pembimbing memberikan arahan dan nasehat

Page 112: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

serta berusaha memberikan solusi terbaik kepada anak yatim atas masalah

yang sedang mereka alami. Dalam arti pembimbing memberikan contoh yang

baik bagaimana anak yatim harus bertindak (keteladanan) dan harus bersikap

disiplin dengan tindakan yang sudah mereka ambil.

d. Bimbingan Personal

Strategi pendidikan moral dalam bimbingan personal ini dilakukan

apabila pengasuh maupun ustadz mengetahui anak bersikap yang kurang baik.

Jadi ustadz akan memberikan memberitahu peserta didik (anak) bila perbuatan

tersebut tidak baik, sehingga anak lebih mudah untuk memahami sesuai

dengan usia mereka. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan H. Moryono H

I selaku pengasuh harian anak yang menyampaikan bahwa “Dalam

memberikan pendidikan moral bapak biasanya melakukan dengan bimbingan

personal ketika anak melakukan perbuatan yang kurang baik.”. (Catatan

Lapangan 1). Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA selaku

ustaz bimbingan sopan santun dan perilaku anak di panti Asuhan Anak yatim

“Miftahul Jannah” yang mengatakan bahwa “Berhubung sikap itu berkaitan

dengan tingkah laku yang dapat dilihat maka ketika anak melakukan sikap

yang kurang baik maka pemberitahuan atau pembelajaran itu akan bapak

sampaikan pada saat itu juga”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga

disampaikan H. Mudjidi, S. Ag, S. Pd mengatakan bahwa “Strategi yang saya

gunakan juga melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat personal yang biasa

dilakukan anak sehingga anak akan lebih mudah dalam menyerap

pembelajaran”. (Catatan Lapangan 3).

Strategi bimbingan personal semacam ini dirasa pengasuh maupun

ustadz sebagai stretegi yang paling terkesan di hati anak-anak karena mereka

akan mengingat pemberitahuan yang disampaikan ustadz dan tidak melukai

perasaan mereka. Kesan yang mendalam dari teguran sang ustaz maupun

pengasuh akan mereka ingat. Dan akan lahir sikap disiplin yang bersumber

dari hati nurani mereka sehingga sikap disiplin yang mereka laksanakan

berdasarkan suatu kewajiban bukan takut kepada hukuman.

e. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif

Page 113: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Suasana Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikondisikan

sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik contoh penyediaan tempat

sampah agar anak disiplin ketika membuang sampah di tempat sampah,

slogan-slogan doa tujuannya agar anak selalu membaca doa ketika akan

melakukan aktivitas serta aturan dan tata tertib ditempelkan mengenai

pembagian piket (untuk lebih jelas lihat lampiran 14) pada tempat yang

strategis sehingga setiap peserta didik (anak yatim) mudah membacanya. Hal

ini berdasarkan wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan bahwa:

“Kami (pihak panti) mengatur sedemikian rupa lingkungan panti

terutama sarana fisik yang akan membantu anak dalam melaksanakan

tata tertib diselaraskan dengan sarana yang ada di panti seperti

menempelkan tata tertib dan doa agar anak membacanya sehingga

mengikuti tata tertib maupun doa yang ditempel tersebut”. (Catatan

Lapangan 1).

Hal serupa juga disampaikan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa

“Pemberian materi dikelas tidak mungkin berhasil tanpa adanya dukungan

kondisi lingkungan, jadi untuk membantu anak kami mengatur kondisi panti

sedemikian rupa”. (Catatan Lapangan 2). Berdasarkan wawancara dengan H.

Mudjidi, S. Ag., S.Pd. selaku ustaz bimbingan akhlak mengatakan bahwa

“Untuk membantu siswa dalam menerapkan sikap disiplin yang bersumber

dari nurani mereka bukan karena hukuman kami menempelkan slogan-slogan

dan doa-doa agar mereka selalu ingat dan menjadi kebiasaan sehari-hari yang

baik”. (Catatan Lapangan 3).

Dengan lingkungan yang kondusif akan mendukung penerapan teori

yang telah diajarkan oleh pengasuh. Berawal dari mereka melihat doa-doa dan

slogan-slogan yang menarik akan mempengaruhi mereka untuk membaca dan

akhirnya setiap hari akan melaksanakan marupakan strategi yang digunakan

oleh pengasuh dan ustaz untuk melatih peserta didik (anak yatim) bersikap

disiplin yang berasal dari nurani (moral).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pendidikan moral

yang digunakan pengasuh maupun ustadz pendidikan moral di Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” dalam memberikan pendidikan moral tidak semua

Page 114: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

strategi pendidikan moral digunakan yaitu kegiatan spontan dan teguran . Jadi

strategi yang digunakan meliputi yakni dengan modeling keteladanan/contoh yang

diberikan ustadz maupun pengasuh panti asuhan, pembiasaan /habituasi dan

pemberian materi dilakukan untuk menciptakan siswa yang terbiasa dalam

melaksanakan sikap disiplin baik di dalam maupun di luar panti, strategi

pendekatan individu, bimbingan personal untuk mengatasi masalah personal anak

biasanya dilakukan oleh H. Moryono H.I., dan menciptakan lingkungan yang

kondusif yang terprogram dalam kegiatan sehari-hari Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah”. Kenyataan yang ada di lapangan strategi pendidikan moral

yang digunakan ustazd di panti asuhan tidak semuanya digunakan padahal jika

strategi-strategi tersebut digunakan akan membantu dalam penerapan pendidikan

moral kepada anak yatim. Karena semua strategi pendidikan moral tersebut saling

menunjang dan menutupi kelemahan strategi lainnya.

Kemudian berdasarkan apa yang peneliti lihat selama di lapangan, Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” juga menggunakan pembinaan dengan

wawasan pendidikan moral pancasila. Dengan adanya pendidikan moral pancasila

ini diharapkan warga negara mempunyai tingkah laku, keyakinan, motivasi,

kehendak sesuai dan layak dengan sila-sila pancasila, serta bersikap hidup

manusia pancasila. Strategi ini dapat dilihat dari kegiatan rutin anak yatim selama

di panti. Kegiatan piket tersebut seperti piket masjid dan asrama. Dari kegiatan

piket ini dapat memupuk kerjasama antara anak yatim yang satu dengan yang

lainnya sehingga akan tercipta kehidupan yang rukun. Kemudian dengan adanya

kegiatan pembinaan agama dan kegiatan sholat berjamaah setiap hari seperti yang

peneliti lihat pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 di masjid Nurul Imam ini

dapat mengembangkan tingkat iman dan taqwa mereka. Selain itu pihak panti

asuhan telah menyelesaikan laporan administrasi kepada ketua RT berupa surat

laporan data yang bertempat tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”.

2. Efektivitas Penerapan pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin

Moral Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Janah”

Page 115: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Efektivitas suatu hal dapat dilihat dari berhasil tidaknya program yang

telah dijalankan dari apa yang telah direncanakan sebelumnya untuk mengukur

efektivitas dapat menggunakan indikator efektivitas. Adapun indikator efektivitas

adalah “Indikator input, indikator process, indikator output, dan indikator

outcome”.

Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Indikator input: indikator input ini meliputi karakteristik guru pendidikan

moral, fasilitas, perlengkapan, materi pendidikan dan metode pendidikan.

b. Indokator process: indikator proses meliputi perilaku administrasi, alokasi

waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik.

c. Indikator output: indikator dari output ini berupa hasil-hasil dalam bentuk

perolehan peserta didik dan dinamikanya sistem sekolah, hasil-hasil yang

berhubungan dengan prestasi belajar dan hasil-hasil yang berhubungan dengan

perubahan sikap.

d. Indikator outcome: indikator ini meliputi tingkat kedisiplinan siswa di panti

dan di sekolah.

Pembahasan mengenai Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral dalam

Membentuk Disiplin Moral pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” akan dikaji sebagai berikut. Berdasarkan hasil wawancara

dengan pengasuh pendidikan moral khusunya yang mengajar akhlaq dengan H.

Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Penerapan pendidikan moral di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” diberikan sejak berdirinya Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah”, hal ini dilakukan untuk membina sikap disiplin

anak yatim yang biasa hidup bebas di rumah tidak mempunyai aturan”. (Catatan

Lapangan 3).

Jadi dalam hal ini Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

menerapkan pendidikan moral sesuai dengan tujuan dari Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” sendiri yaitu untuk memberikan perlindungan dan

pendidikan bagi anak yatim, dan kurang mampu agar dapat menjadi anak yang

sholeh dan sholehah sebagai anak yang hidup di masyarakat secara normatif

sebagai anak yang bermoral. Sehingga pendidikan moral dikatakan efektif apabila

Page 116: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

anak yatim yang tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” memiliki

sikap disiplin yang memang bersumber dari kesadaran moral bukan adanya faktor

eksternal tapi internal dari dalam diri mereka. Untuk mengetahui efektivitas

penerapan pendidikan moral dapat diukur dengan menggunakan indikator

efektivitas, jadi efektif atau tidaknya pendidikan moral dapat dilihar dari tercapai

tidaknya indikator efektivitas tersebut. Adapun indikator efektivitas penerapan

pendidikan moral antara lain:

a. Indikator Input

Indikator input ini mencakup:

1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral

Dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” guru disebut

sebagai pengasuh/ustadz. Pengasuh mempunyai peran yang sangat penting

dalam memberikan pendidikan dan bimbingan bagi anak yatim, dalam hal

ini pengasuh harus bisa memberikan motivasi kepada anak yatim agar

terjadi proses interaksi belajar yang kondusif. Pengasuh harus siap menjadi

mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, sehingga pengasuh

akan menjadi tokoh atau teladan yang akan dilihat dan ditiru tingkah

lakunya oleh peserta didiknya dalam hal ini anak yatim, tidak hanya itu

saja melainkan juga harus menjadi motivator dalam menanamkan nilai-

nilai moral. Pendidikan moral yang diberikan di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” diberikan melalui kegiatan bimbingan sopan santun dan

perilaku anak dan akhlak.

Pengasuh dalam memberikan pendidikan moral tidak berdasarkan

silabus. Hal ini berdasarkan kenyataan di lapangan yang peneliti lihat

pengasuh tidak membuatnya. Hal ini dikarenakan pendidikan di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” merupakan pendidikan nonformal

jadi tidak seperti halnya sekolah formal yang menggunakan silabus dalam

mengajar. Akan tetapi untuk setiap pengasuh pada masing-masing materi

memiliki jadwal sekali dalam seminggu sebagai bentuk tanggung jawab

pengasuh dalam memberikan bimbingan moral kepada anak yatim.

Page 117: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan H.

Moryono H. I. mengatakan bahwa “Jika pengasuh/ustadz yang

memberikan materi Ba‟da ashar berhalangan hadir kadang jamnya

digantikan dengan jam pelajaran lain kadang juga kosong”. Sedangkan

berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa

“Jika saya berhalangan hadir, saya memberitahu Mas Bagus (penanggung

jawab harian) untuk digantikan materi lain kadang juga kosong dan saya

biasanya tidak menggantinya dengan hari lain karena setiap ba‟da ashar

ada pemberian materi yang lain”. (Catatan Lapangan 2). Hal ini juga

dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.

mengatakan bahwa “Kadang saya tidak mengisi materi akhlaq karena ada

pekerjaan lain di luar panti, tidak ada jam pengganti untuk mengajar

materi ini di hari dan jam lain”. (Catatan Lapangan 3).

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada hari

Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.30 di ruang kelas, pengasuh

pendidikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” kurang

antusias dalam memberikan materi pada anak yatim khususnya dalam

memberikan materi pendidikan moral. Hal tersebut dapat dilihat dari

pengasuh materi sikap di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

yang sedang ada kepentingan tidak mengisi materi pendidikan sikap

(moral) sehingga pada jam pelajaran tersebut kosong dan tidak ada jam

lain atau hari lain untuk menggantikan pemberian materi sikap (moral)

yang waktunya hanya 1 minggu sekali. Tingkat pendidikan ustadz yang

mengajarkan pendidikan moral terdiri dari berbagai tingkatan sekolah

mulai dari SMA, Strata-1 hal ini mengakibatkan penguasaan materi untuk

masing-masing ustadz juga berbeda.

Ini berarti bahwa pengasuh kurang antusias terhadap perubahan

perilaku anak yatim dan kurangnya waktu untuk bimbingan sikap dan

akhlaq sehingga membuat tidak efektifnya penerapan pendidikan moral di

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Selain itu, ustadz yang

memberikan materi juga tidak memberikan materi karena ada acara yang

Page 118: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

lain. Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran di panti menjadi

terhambat.

2) Fasilitas

Fasilitas yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” menurut pengasuh dan peserta didik (anak yatim) dapat dikatakan

baik, hal tersebut dapat dilihat dari fasilitas kelas yang digunakan untuk

bimbingan kegiatan pendidikan moral yaitu berupa meja, papan tulis,

spidol masih layak untuk digunakan. Namun pada kenyataannya Panti

Asuhan “Miftahul Jannah” masih dalam proses pembangunan sehingga

dengan keterbatasan fasilitas kegiatan belajar mengajar dilaksanakan

dengan duduk di lantai (lesehan). Hal ini disampaikan oleh H. Moryono H.

I. mengatakan bahwa “Pendidikan ba‟da ashar (termasuk materi sikap dan

akhlaq) biasanya dilaksanakan di ruang tidur karena anak merasa nyaman,

padahal juga terdapat ruang belajar”. (Catatan Lapangan 1).

Berdasarkan wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan

bahwa “Fasilitas di panti cukup lumayan terdapat papan tulis, spidol,

penghapus, meja hanya saja tidak terdapat kursi sehingga anak-anak duduk

di bawah (lantai) padahal lantainya dingin, yang saya takutkan anak-anak

akan mudah sakit akan lebih baik jika diberi alas duduk”. (Catatan

Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.

mengatakan bahwa “Fasilitasnya cukup memadai dan dapat digunakan

semaksimal mungkin sehingga akan membantu proses pembelajaran,

tetapi suasana pembangunan yang sedang berjalan sangat mengganggu”.

(Catatan Lapangan 3).

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, fasilitas

pendukung kegiatan pembelajaran memadai sudah terdapat 2 buah papan

tulis, 3 buah spidol, penghapus dan meja yang masih baru dan layak untuk

digunakan. Selain itu kondisi ruang kelas juga nyaman dan terang (untuk

lebih jelas dapat dilihat lampiran 17). Akan tetapi kondisi lantai yang

Page 119: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

begitu dingin tanpa adanya alas duduk yang memadai mengakibatkan anak

sering flu.

Jadi peneliti menyimpulkan bahwa fasilitas sebagai pendukung

pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih

kurang karena beberapa fasilitas yang mengganggu pelaksanaan

pembelajaran. Akan tetapi pada dasarnya kondisi ruang kelas sudah

nyaman dan sangat mendukung proses pembelajaran tetapi ketika

pembangunan berjalan akan menimbulkan kebisingan dan mengganggu

konsentrasi siswa.

3) Perlengkapan

Perlengkapan dalam kegiatan bimbingan pendidikan moral dapat

dikatakan kurang, karena tidak memiliki LCD pribadi. Padahal dengan

adanya LCD dapat membantu dalam penerapan pendidikan moral

misalnya dengan diputarkannya film-film motivasi dan mendidik yang

dapat menumbuhkan semangat anak yatim untuk menjadikan sikap

disiplin yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan wawancara H. Moryono H.

I. mengatakan bahwa “Pada dasarnya perlengkapan disini sudah memadai

untuk pendidikan moral, tapi akan jauh lebih baik jika ada LCD yang

memudahkan dalam pembelajaran pemutaran film”. (Catatan Lapangan

1).

Berdasarkan wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan

bahwa “Perlengkapan yang tersedia di panti dalam mendukung kegiatan

pembelajaran sudah memadai, sudah tersedia televisi dan VCD sebagai

pengganti LCD untuk kegiatan pemutaran film-film motivasi”. (Catatan

Lapangan 2). Hal ini sesuai dengan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag.,

S.Pd. mengatakan bahwa “Dalam pemutaran film-film motivasi dengan

menggunakan televisi dan VCD”. (Catatan Lapangan3).

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada hari

Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.00 pada saat bimbingan sikap

yang disampaikan oleh Muhammad Tri Wibowo menggunakan kaset VCD

dan memutarkan yang berisi perbandingan sikap anak yang disiplin dan

Page 120: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

tidak disiplin beserta dampak yang ditimbulkan. Peserta didik (anak yatim)

mengamati dengan seksama dan dibeberapa kesempatan pemutaran kaset

ustadz menerangkan sikap disiplin.

4) Materi Pembelajaran

Peran pengasuh sebagai pengajar harus bisa menjadi fasilitator bagi

peserta didiknya dalam menerima materi yang disampaikan, tetapi bukan

hanya sekedar pengajar melainkan juga sebagai pendidik. Sebagai

pengasuh hendaknya tetap mengaitkan materi-materi pembelajaran

pendidikan moral dengan kondisi lingkungan yang ada, agar anak yatim

dapat menerapkan hasil belajarnya tersebut ke dalam lingkungannya tidak

hanya pandai teori.

Penerapan materi pendidikan moral dikembangkan tidak mengacu

pada materi pokok yang ada dalam silabus. Dalam Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” pengasuh penidikan moral dalam memberikan

materi tidak menggunakan materi yang sesuai dengan silabus, pengasuh

memberikan materi sesuai dengan apa yang ingin disampaikan pengasuh,

sebab disini setiap pengasuh tidak membuat silabus tidak seperti

pendidikan formal, sehingga tidak ada yang dijadikan acuan. Hal ini dapat

dilihat dari hasil wawancara dengan H. Moryono, H I selaku pengasuh dan

penanggung jawab harian mengatakan bahwa

Mengenai silabus Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

tidak membuat karena Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” ini bukan seperti pendidikan formal yang ada melainkan

merupakan pendidikan informal yang berperan sebagai pengganti

keluarga yang telah meninggal dunia. (Catatan Lapangan 1).

Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan

bahwa “Mengenai silabus saya tidak pernah membuat”. (Catatan Lapangan

2). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S. Ag.,

S.Pd. mengatakan bahwa “Dulu ketika saya mengajar saya membuat

silabus, tapi kesininya saya sudah tidak membuat”. (Catatan Lapangan 3).

Page 121: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Jadi dapat dsimpulkan bahwa mengenai materi pembelajaran

belum efektif, sebab belum disusun secara terprogram. Padahal sebagai

sub sistem pendidikan nasional seharusnya Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” yang menyelenggarakan pendidikan nonformal dalam

memberikan materi pendidikan moral harusnya diprogram secara teratur,

agar jelas materi apa saja yang akan diberikan kepada peserta didik (anak

yatim) dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik.

Sumber buku yang digunakan oleh pengasuh pendidikan moral di

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ada yang menggunakan

lebih dari sumber dan ada juga yang tidak memakai buku pedoman (acuan)

atau buku paket. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan H.

Moryono H I selaku pengasuh atau penangung jawab harian pmengatakan

bahwa “Untuk sumber buku yang digunakan tidak hanya 1 buku

tergantung dari pengasuh”. (Catatan Lapangan 1).

Namun berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA

mengatakan bahwa “Dalam mengajar saya tidak memakai buku pedoman

atau buku paket”. (Catatan Lapangan 2). Berdasarkan hasil wawancara

dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Buku yang saya

gunakan tidak hanya 1 buku ada buku tentang akhlaq dan agama”.

(Catatan Lapangan 3).

Berdasarkan observasi pada hari Kamis tanggal 12 April 2012 dan

hari Minggu tanggal 15 April 2012, pada saat ustadz memberikan materi

kepada peserta didik (anak yatim) membawa satu buku mengenai materi

yang diajarkan. Ustadz tidak membawa bahan materi yang lain yang

berkaitan. Selain itu ustadz juga tidak memiliki silabus yang digunakan

untuk menyusun rencana pembelajaran.

Jadi dapat disimpulkan bahwa mengenai materi pembelajaran

kurang efektif dilihat dari sumber buku yang digunakan masih ada

beberapa pengasuh yang tidak menggunakan buku pedoman dalam

mengajar. Kemudian seperti yang peneliti lihat di lapangan sumber buku

tersebut hanya menjadi pegangang pengasuh saja, anak yatim tidak

Page 122: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

diberikan kopiannya, sehingga akan sulit bagi anak yatim untuk dapat

memahami apa yang diajarkan oleh pengasuh. Pemberian materi

pendidikan moral tidak hanya memberikan materi saja tetapi sebagai

seorang pengasuh harus memberikan pemahaman kepada anak yatim agar

mudah dimengerti dan dipahami sehingga diharapkan perilaku disiplin

anak yatim dapat berubah.

5) Metode Pembelajaran

Metode dapat diartikan sebagai model atau pendekatan

pembelajaran yang tepat untuk memperlancar kegiatan pembelajaran.

Untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik

diperlukan suatu metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran

yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan materi

pelajaran yang akan dikuasai oleh peserta didik (anak yatim). Pemilihan

metode mengajar yang akan digunakan harus dapat membantu kelancaran

dan kefektifan kegiatan belajar mengajar. Sedangkan kegiatan bimbingan

di luar kelas biasanya dilakukan dengan permainan kelompok yang

dibimbing oleh pengasuh selaku pembimbing dari anak yatim. Kegiatan di

luar kelas ini bertujuan untuk melihat seberapa disiplin anak tersebut

ketika berada di luar kelas melalui berbagai tata tertib dan kegiatan harian

anak yatim. Kegiatan bimbingan di luar kelas juga digunakan untuk

menghilangkan rasa jenuh karena sebagian besar kegiatan bimbingan

untuk anak yatim dilaksanakan di dalam kelas. Pembelajaran di dalam

kelas maupun di luar kelas harus mampu menumbuhkembangkan berbagai

kemampuan anak yatim.

Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral pada anak yatim

tidaklah mudah, apalagi sasarannya pada anak yatim yang sejak awal tidak

pernah mendapatkan bimbingan dari orang tua, sehingga dibutuhkan

seorang pengasuh yang berkompetensi untuk dapat memilih model

pembelajaran dan metode yang cocok agar anak yatim tertarik dan mudah

memahami materi yang diberikan serta agar tidak membosankan. Seperti

hasil wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Dalam

Page 123: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

penyampaian materi tergantung dari bagaimana pengasuh

menyampaikannya agar anak yatim dapat memahami apa yang diajarkan”.

(Catatan Lapangan 1). Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H.

Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Cara penyampaian materi oleh

pengasuh mempengaruhi tingkat pemahaman anak yatim dan saya selalu

melakukan inovasi pembelajaran yang dilakukan di dalam dan di luar

kelas”. (Catatan Lapangan 2).Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil

wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. yang mengatakan bahwa:

Dalam memberikan materi juga tergantung dari bagaimana cara

pengasuh menyampaikan materi tersebut. Saya memberikan materi

kepada anak yatim tidak hanya menggunakan metode ceramah dan

tanya jawab saja tetapi dengan membuka materi sebelum mengajar

dengan menyanyi lagu islami dan memberikan kata kunci dari

materi yang akan saya sampaikan. Hal ini agar anak yatim tidak

merasa bosan. (Catatan Lapangan 4).

Dengan memberikan kata kunci pada saat menerangkan materi

seperti yang dilakukan H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. diharapkan dapat

membantu anak yatim agar mereka mengerti dan paham maksud dari

materi yang diberikan pengasuh. Namun kenyataan di lapangan yang

peneliti lihat tidak semua pengasuh dalam mengajar memberikan kata

kunci dari materi yang mereka berikan kepada anak yatim.

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan kegiatan

belajar mengajar atau kegiatan bimbingan di dalam Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan

bimbingan belajar mengajar di dalam kelas dan di luar kelas. Kegiatan

bimbingan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang

dilakukan di dalam kelas menggunakan metode ceramah, diskusi dan

tanya jawab. Kegiatan bimbingan pendidikan moral sendiri biasanya

dilakukan di dalam kelas. Keberhasilan untuk menanamkan nilai-nilai

moral melalui pendidikan moral dipengaruhi juga dari cara penyampaian

seorang pengasuh sendiri.. Hal inilah yang akan mendukung terciptanya

ketrampilan intelektual, sosial, dan personal yang didasarkan pada logika,

Page 124: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

inspirasi, kreativitas, moral, dan sikap secara komprehensif antara guru

dalam hal ini pengasuh dan peserta didik (anak yatim).

Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator input di atas adalah sebagai

berikut:

Tabel 9. Rencana dan hasil dari Indikator Input

No Indikator Input Rencana Hasil

1 Karakteristik

guru (pengasuh)

pendidikan

moral

Pengasuh

pendidikan moral

diwajibkan mengisi

materi bimbingan

kepada anak yatim

Pengasuh tidak mengisi

materi dalam kegiatan

bimbingan akhlaq

(pendidikan moral), dengan

kata lain sering kosong.

2 Fasilitas Meja, kursi, papan

tulis, spidol

Belum terdapat kursi,

pembelajaran dilaksanakan

dengan duduk di lantai

(lesehan)

3 Perlengkapan Menggunakan LCD Tidak adanya LCD dan

kurangnya sarana

prasarana penunjang

pendidikan moral seperti

alat peraga.

4 Materi

Pembelajaran

Menggunakan

sumber buku dan

silabus

Buku hanya sebagai

pegangan pengasuh, anak

yatim (peserta didik) hanya

dijelaskan materinya saja

tanpa diberikan fotokopian

materi yang diajarkan dan

ada pengasuh yang tidak

menggunakan buku

pedoman atau buku paket

dalam memberikan materi

5 Metode

Pembelajaran

Bervariasi Ceramah, tanya jawab,

diskusi kelompok, sama

untuk semua usia.

b. Indikator Process

Indikator proses ini mencakup:

1) Perilaku Administratif Guru

Perilaku adalah sikap dan tindakan nyata yang ada pada diri

manusia yang merupakan tanggapan atas perilaku yang telah dilakukan

Page 125: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

manusia tersebut. Perilaku administratif guru merupakan suatu tindakan

atau suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh guru untuk membantu,

melayani, mengarahkan, ataupun mengatur semua kegiatan yang ada untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guru dalam Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” disebut sebagai pengasuh atau ustadz, sedangkan

anak yatim sebagai peserta didiknya. Pengasuh harus mempunyai

kemampuan untuk memberikan motivasi kepada anak yatim untuk belajar

giat dan menanamkan kepercayaan kepada anak yatim untuk mempelajari

sesuatu sesuai dengan minat dan kemampuannya berdasarkan tata tertib

dan peraturan yang ada di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

yang harus dikembangkan.

Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan

bahwa “Pada dasarnya ustadz pendidikan moral telah memiliki kualitas

yang sangat bagus, tetapi karena kesibukan masing-masing ustadz jadi

sering kosong”. (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan oleh

H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Saya berusaha untuk tetap mengisi

bimbingan walau terkadang berbenturan dengan kegiatan di luar. Selain itu

ketika saya bisa hadir untuk mengajar, sikap dan materi sudah saya

persiapan agar menarik dan mudah dipahami”. (Catatan Lapangan 2).

Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.

mengatakan bahwa:

Dalam pembelajaran saya selalu memberikan motivasi kepada anak

untuk selalu mengembangkan bakat yang diminati dan

melaksanakan tata tertib yang ada di panti. Dalam mengarahkan

anak saya selalu memberikan kepercayaan kepada mereka untuk

dapat menjadi insan yang berkualitas dan saya berusaha untuk

dapat memberikan contoh yang baik kepada anak-anak. (Catatan

lapangan 3).

Berdasarkan wawancara di atas pengasuh hendaknya menjadi

contoh dan motivator dalam penanaman nilai-nilai moral dan menjadi suri

teladan dalam aplikasi pendidikan moral. Jadi berhasil tidaknya suatu

proses pendidikan juga dipengaruhi oleh pengasuh yang ada. Pengasuh

pendidikan moral harus memberikan contoh atau teladan yang baik kepada

Page 126: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

semua anak yatim dan harus pandai memilih strategi dalam memberikan

materi khususnya materi pendidikan moral agar menarik dan mudah

dipahami anak yatim.

2) Alokasi Waktu Guru

Alokasi waktu guru merupakan waktu yang digunakan guru untuk

menyampaikan materi kepada anak didik. Waktu yang digunakan harus

memadai sehingga dapat digunakan secara efektif. Alokasi waktu yang

digunakan untuk pendidikan moral 1½ jam. Hal tersebut dapat dilihat

berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan bahwa

“Waktu untuk pendidikan moral 1½ jam”. (Catatan Lapangan 1). Menurut

hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Untuk

waktu pendidikan moral khususnya bimbingan sikap 1½ jam, manurut

saya kurang karena 1 minggunya hanya 1 kali”. (Catatan Lapangan 2).

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi,

S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Waktu untuk pembinaan akhlaq 1½ jam

untuk 1 kali pertemuan, menurut saya waktu tersebut kurang karena anak

yatim membutuhkan waktu yang sedikit lebih banyak agar anak yatim

paham dan mengerti materi yang saya ajarkan”. (Catatan Lapangan 3).

Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu yang diberikan kepada

pengsuh pendidikan moral dirasa masih kurang, apalagi berdasarkan

kenyataan yang peneliti lihat di lapangan pengasuh kadang tidak mengisi

pada saat jam bimbingan karena ada halangan tugas di luar panti.

Sedangkan waktu untuk pembinaan agama untuk pengasuh kurang karena

jumlah anak yatim yang banyak membutuhkan waktu yang banyak pula

agar anak yatim paham dan mengerti yang diajarkan.

3) Alokasi Waktu Peserta Didik

Alokasi waktu peserta didik dalam pembelajaran pendidikan moral

di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dirasakan sudah cukup

bagi anak yatim hanya saja waktu tersebut tidak efektif bagi mereka

Page 127: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

karena anak yatim sendiri yang membuat waktu tersebut tidak efektif, hal

tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara (anak yatim) Eko Wahyono,

yang mengatakan bahwa “Saya terkadang tidak ikut kegiatan bimbingan

karena malas, saya sedikit sulit memahami apa yang diajarkan oleh

ustadz”. (Catatan Lapangan 4).

Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan

Pamungkas Adi Madesa mengatakan bahwa “Kadang waktu bimbingan

saya ketiduran di kamar karena saya kecapekan mengerjakan tugas

sekolah”. (Catatan Lapangan 5). Hal serupa juga dikatakan oleh Ilham

Taufiqurohman pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 mengatakan

bahwa “Kadang saya malas mengikuti kegiatan bimbingan, karena saya

ketiduran di kamar, biasanya saya dibangunin, selain itu saya mengikuti

kegiatan ekstrakurikuler di sekolah terkadang saya ijin untuk tidak

mengikuti kegiatan ba‟da ashar tersebut”. (Catatan Lapangan 6).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di lapangan

terhadap alokasi waktu peserta didik karena alokasi waktu yang diberikan

pada waktu yang digunakan untuk istirahat. Ketika anak memiliki jam

tambahan di sekolah sampai pukul 03.00 dan sampai di panti harus

mengikuti kegiatan bimbingan pendidikan moral kembali akan sulit bagi

siswa untuk dapat menerima pelajaran. Selain itu terkadang ustaz tidak

datang dalam bimbingan, pikiran anak menjadi terpola setiap hari bahwa

ustaz tidak datang dan menimbulkan rasa malas untuk mengikuti

pendidikan moral. Anak juga memiliki waktu untuk pulang ke rumah

dengan membawa izin dari pihak panti asuhan. Sedangkan untuk hari libur

lebaran pihak panti juga memberikan surat liburan hari raya kepada

keluarga yang masih ada. Surat pengantar liburan hari raya berisi

himbauan kepada wali anak untuk tetap menjaga kualitas keimanan anak

yatim.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu alasan

anak yatim malas mangikuti bimbingan karena mereka tidak mengerti

materi apa yang diberikan ustadz, hal ini disebabkan karena usia anak

Page 128: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

yatim yang masih kecil itu sendiri ada yang masih TK. Hal ini

menyebabkan kesadaran mereka untuk belajar masih sangat rendah. Selain

itu proses pembelajaran pendidikan moral yang dilakukan ba‟da ashar

kurang efektif karena pada jam tersebut anak baru bangun tidur siang dan

beberapa anak belum pulang sekolah karena mengikuti kegiatan

ekstrakurikuler. Perilaku administrasi pengajar / ustadz pendidikan moral

juga kurang karena masih terdapat ustadz yang tidak mengisi materi tanpa

keterangan dan membiarkan kosong.

Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator proses di atas adalah sebagai

berikut:

Tabel 10. Rencana dan hasil dari Indikator Prosess

No Indikator Proses Rencana Hasil

1 Perilaku

Adminisrasi

Memberikan metode

pembelajaran yang

bervariasi

Metode yang digunakan

pengasuh bervariasi, tetapi

mengenai model kurang

bervariasi

2 Alokasi waktu

Guru

Direncanakan 1½ jam Untuk pendidikan moral

(khususnya bimbingan

sikap) dirasa kurang

karena 1 minggunya

hanya 1 kali pertemuan

dan itu dan itu pun kadang

ustaz tidak mengisi karena

ada tugas kantor dan tidak

diganti pada waktu atau

hari yang lain.

Sedangkangkan untuk

pendidikan moral

(khususnya pembinaan

akhlaq) sudah cukup

namun ada beberapa ustaz

yang merasa waktu

tersebut kurang

3 Alokasi waktu

peserta didik

Direncanakan 1½ jam Belum cukup karena 1½

jam itu untuk bimbingan

selama 1 minggu untuk 1

kali pertemuan. Namun

anak yatim sendiri yang

membuat waktu tersebut

tidak cukup (belum

Page 129: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

maksimal) karena anak

yatim sendiri yang tidak

mengikuti kegiatan

bimbingan tersebut karena

malas.

c. Indikator Output

Indikator output ini mencakup:

1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil yang tampak dari kegiatan menggali

ilmu dan ketrampilan. Prestasi belajar bisa dinilai dari tiga aspek yaitu

aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Selain itu perkembangan mental

dan sikap dari anak yatim juga harus menjadi perhatian pembimbingan dan

ustadz. Oleh karena itu penilaian pada ranah afektif perlu dilakukan secara

serius. Sehingga prestasi belajar yang diperoleh dapat benar-benar

menunjukkan perubahan ke arah positif pada semua aspek. Baik itu

perubahan pengetahuan, sikap maupun skill. Penerapan pendidikan moral

tidak hanya melihat pada aspek kecerdasan kognitif saja melainkan juga

perlu memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Sebab penerapan

pendidikan moral sendiri bertujuan untuk mengembangkan watak maupun

karakter dari anak yatim kearah yang lebih baik agar menjadi manusia

yang bermoral dan hidup normatif di dalam masyarakat.

Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan

bahwa:

Hasil dari pembelajaran di panti asuhan meliputi aspek kognitif,

afektif dan psikomotor dengan nilai (BB) Baik sekali, (B) Baik, (C)

Cukup dan (K) Kurang. Penilaiannya meliputi beberapa macam

termasuk ketaatan dan kedisiplinan. Dengan adanya laporan nilai

kegiatan anak ini nantinya akan terlihat hasil dari pembelajaran.

(Catatan Lapangan 1).

Hal serupa juga disampaikan oleh H. Sunaryo, BA selaku ustadz

bimbingan sopan santun dan perilaku anak yang menyampaikan bahwa:

Page 130: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

Anak-anak sudah tinggal di panti memiliki nilai dan prestasi yang

baik dalam materi sopan santun, hal ini dapat dilihat dalam

Laporan Nilai Kegiatan Anak sopan santun minimal memperoleh

nilai (B) Baik. Hal yang berbeda dapat dilihat pada anak yang baru

saja masuk panti, mereka cenderung bebas dan seenaknya sendiri.

Biasanya saya akan melakukan bimbingan ekstra pada pada anak

tersebut (tambahan bimbingan), sehingga anak tersebut dapat

mengikuti sopan santun anak yang lain. (Catatan Lapangan 2).

Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. “Hasil

dari pendidikan moral yang diajarkan di panti asuhan dapat kita lihat

sekarang, hanya pada anak yang usianya masih kecil kesadaran mereka

belum muncul tapi hanya mengikuti kakak-kakak saja”. (Catatan

Lapangan 3).

Dalam penilaian mengenai prestasi belajar khususnya dalam hal

penilaian sikap dari perilaku peserta didik dalam hal ini adalah anak yatim

dilakukan oleh pembimbing dari masing-masing anak yatim dengan

memperhatikan beberapa kriteria yang pada hasil akhirnya penilaian

tersebutlah yang menentukan apakah anak yatim sudah dirasa cukup untuk

mendapatkan pembinaan selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” yang dilihat dari berbagai aspek kegiatan bimbingan, salah

satunya pendidikan moral. Penilaian tersebut juga dilakukan oleh ustaz

melalui absensi anak yatim dalam mengikuti kegiatan bimbingan selama di

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftshul Jannah”. Kemudian untuk melihat

prestasi belajar anak yatim dari segi ketrampilan dapat dilihat dari hasil

karya anak yatim sendiri selama mereka mengikuti kegiatan bimbingan

ketrampilan.

2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap yang Konsisten

Indikator output yang lain mencakup perubahan perilaku atau sikap

dari anak yatim setelah mereka menerima pelajaran dari ustadz. Belajar

sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan

penting dalam membentuk pribadi dan perilaku disiplin individu. Sebab

belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku peserta

didik. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh

Page 131: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh perubahan dalam sikap

disiplinnya. Sehingga dalam hal ini peran pendidikan moral baik dalam

sekolah formal maupun nonformal sangat penting dalam membentuk

kepribadian peserta didik yang memiliki moral, berbudi pekerti dan

berakhlak mulia, sebab peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual

setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki

kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Berdasarkan

wawancara dengan H. Moryono, H I selaku penanggung jawab harian di

panti “Anak pada dasarnya sudah memiliki sikap disiplin hanya saja

penerapan hanya terbatas ketika ada pengasuh dan ustadz” (Catatan

Lapangan 1).

Hal serupa juga disampaikan H. Sunaryo, BA selaku ustadz

bimbingan sopan santun dan perilaku anak “Sikap anak dapat dilihat dari

keikutsertaannya dalam semua kegiatan bimbingan di panti, misalnya

dalam kegiatan sholat dan kegiatan bimbingan lainnya masih saja ada yang

tidak ikut, padahal tidak sedang berhalangan tetapi karena malas” (Catatan

Lapangan 2).

Hal serupa juga disampaikan H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd menyatakan

bahwa:

Perubahan sikap belum begitu terlihat pada diri anak, anak masih

bimbang dan ragu dalam melaksanakan peraturan. Akan tetapi

secara sikap anak sudah tertib. Seiring kedewasaan umur dan pola

piket mereka akan mengakibatkan timbulnya sikap konsisten pada

anak. Kalau untuk saat ini belum terlihat sikap konsisten pada

anak. Anak masing terkadang menaati peraturan terkadang juga

melanggar peraturan yang lain. (Catatan Lapangan 3).

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa anak

belum secara konsisten memiliki sikap disiplin. Anak pada suatu waktu

menaati peraturan dan pada peraturan yang lain mereka masih melanggar.

Pendidikan moral yang diberikan kepada peserta didik dalam hal ini anak

yatim bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan karakter atau

watak dari peserta didik yang berkaitan dengan hati nurani sebagai bentuk

kesadaran diri untuk bertindak. Untuk mengetahui apakah anak yatim telah

Page 132: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

memiliki disiplin moral atau belum dapat dilihat dari sikap dan perilaku

yang ditunjukkannya dalam kehidupan sehari-harinya baik selama mereka

di panti asuhan maupun saat mereka berada di sekolah. Ini menandakan

bahwa sikap dan perilaku dari anak yatim sendiri belum menunjukkan

disiplin moral karena anak yatim sendiri bertindak tidak karena kewajiban

kewajiban. Selain itu juga dapat dilihat dari skor pelanggaran siswa di

masing-masing sekolah dimana anak yatim tersebut bersekolah.

Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator output di atas adalah sebagai

berikut:

Tabel 11. Rencana dan Hasil daari Indikator Output

No Indikator

Output

Rencana Hasil

1 Hasil yang

berhubungan

dengan prestasi

belajar

Mencapai aspek

kognitif, afektif, dan

psikomotor

Kurang maksimal dalam

mencapai aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik

karena faktor dari anak yatim

(sebagai peserta didik)

sendiri yang memiliki usia

yang masih sangat kecil, dan

ustaz yang memberikan

materi tidak disesuaikan

dengan kemampuan, usia dan

jenjang pendidikan anak

yatim, dan diberikan secara

bersama-sama

2 Hasil yang

berhubungan

dengan

perubahan

sikap

Mencapai tujuan

pembelajaran

pendidikan moral

Kurang maksimal dalam

mencapai tujuan

pembelajaran pendidikan

moral, karena masih adanya

anak yatim yang memiliki

catatan pelanggaran di panti.

d. Indikator Outcome

Indikator outcome ini meliputi:

1) Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”

Pendidikan moral yang dilaksanakan bertujuan untuk menjadikan

peserta didik menjadi anak yang bermoral dan memiliki disiplin yang

Page 133: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

tinggi terhadap peraturan yang ada. Oleh karena itu perlu dilihat sejauh

mana anak melaksanakan tata tertib yang terdapat di panti sebelum melihat

pelaksanaan tata tertib di sekolah. Berdasarkan wawancara dengan H.

Moryono, HI yang mengatakan bahwa “Tingkat kedisiplinan anak dalam

melaksanakan tata tertib cukup untuk usia mereka. Hanya saja terkadang

pengaruh teman di sekolah yang mengajaknya untuk bermain pada jam

istirahat pulang sekolah”. (Catatan Lapangan 1).

Berbeda dengan yang disampaikan H. Sunaryo, BA yang

mengatakan bahwa “Anak cenderung kurang disiplin bila ada kegiatan

pembelajaran, ada beberapa anak yang tidak hadir tetapi dalam sopan

santun anak sangat baik”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga

disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd yang mengatakan bahwa

“Masalah kedisiplinan anak masih kurang, ketika pembelajaran saya masih

terdapat anak yang tidak hadir apalagi anak yataim ayang masuk santunan

luar”. (Catatan Lapangan 3).

Hal tersebut sesuai dengan observasi yang dilakukan peneliti di

lapangan pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.00 dimana

masih terdapat anak yang tidak mengikuti kegiatan pembelajaran

bimbingan sikap, ini menunjukkan bahwa beberapa anak tidak memiliki

sikap disiplin terhadap peraturan, dan beberapa lagi yang datang dalam

pembelajaran hanya tidur saja. Hal ini menunjukkan kesadaran anak untuk

melaksanakan disiplin hanya faktor dari luar bukan kesadaran dari dalam

dirinya untuk bersikap disiplin.

Dari wawancara dan observasi tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih

kurang dalam melakukan sikap disiplin karena anak yatim masih ada yang

melanggar tata tertib panti dan beberapa yang melaksanakan karena takut

pada pengasuh. Anak yatim yang melanggar tata tertib akan diberikan

hukuman sesuai dengan kesalahan yang mereka lakukan. Hukuman yang

diberikan adalah dengan hafalan surat dan do‟a sehari-hari.

2) Tingkat Kedisiplinan Anak di Sekolah

Page 134: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

Target terakhir pendidikan nonformal juga berbeda dengan

pendidikan formal (sekolah), dalam pendidikan nonformal adalah

bagaimana peserta didik dapat menerapkan hasil pendidikannya dalam

dunia sosial kemasyarakatan. Berbeda dengan pendidikan formal (sekolah)

yang target akhirnya jumlah lulusan untuk melanjutkan ke jenjang

pendidikan berikutnya.

Peserta didik (anak yatim) dikatakan mandiri dan mempunyai

disiplin apabila mereka mempunyai disiplin terhadap dirinya berdasarkan

kesadaran yang muncul dari dalam hati, bukan karena hukuman yang ada.

Tingkat kedisiplinan anak dapat dilihat berdasarkan wawancara dengan

Dra. Indiah Sri Maharsi selaku wali kelas Pamungkas Adi Madesa (SMP

Negeri 6 Sukoharjo) mengatakan bahwa “Pamungkas anak yang tertib, dan

tidak memiliki perbedaan sikap disiplin dengan teman-temannya yang lain

dan tidak memiliki catatan dengan guru BK. Hanya saja anak ini agak

pendiam, tapi lumayan pandai”. (Catatan Lapangan 7).

Hal serupa juga disampaikan oleh Sri Lestari, S. Pd selaku wali

kelas Ilham Taufiqurohman (SD Negeri Jetis IV) mengatakan bahwa

“Ilham anak yang pandai, mudah bergaul, tertib dan sopan kepada orang

lain. Dia cukup disiplin, tetapi terkadang sering ketiduran di kelas”.

(Catatan Lapangan 8). Berdasarkan wawancara dengan Hadi Prianto

selaku Guru Bimbingan Konseling (MTsN Sukoharjo) mengatakan bahwa:

“Eko Wahyono pada dasarnya anak yang cukup disiplin akan tetapi

pada hari Jum‟at tanggal 9 Maret 2012 dia merokok di sekolah.

Tindakan sekolah memberikan teguran dan membuat surat

pernyataan untuk tidak mengulangi lagi. Saya belum menghubungi

pihak panti karena anak tersebut baru kali ini melakukan

pelanggaran tata tertib”. (Catatan Lapangan 9).

Berdasarkan observasi di SD N Jetis 4 dan SMP N 6 Sukoharjo

masih terdapat anak yang melanggar tata tertib di sekolah seperti bermain

saat pelajaran, makan saat pelajaran dan mengantuk saat pelajaran. Pada

dasarnya anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah cukup

disiplin ketika berada di sekolah.

Page 135: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa outcome

yang diharapkan dari pendidikan moral yang telah diterapkan di Panti

asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” belum optimal. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat kesadaran anak untuk bersikap disiplin mulai

ada dan terbawa ke luar panti. Hanya saja terkadang pengaruh lingkungan

terutama teman sekolah sangat besar untuk melakukan pelanggaran tata

tertib.

Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator outcome di atas adalah

sebagai berikut:

Tabel 12. Tabel Rencana dan Hasil dari Indikator Outcome

No Indikator

Outcome

Rencana Hasil

1 Tingkat

Kedisiplinan

Anak di Panti

Asuhan Anak

Yatim “Miftahul

Jannah”

Mencapai

kedisiplinan tanpa

melanggar tata teta

tertib panti yang ada

Kurang maksimal dalam

mencapai tingkat

kedisiplinan, terdapat anak

yang masih melanggar dan

masuk dalam buku catatan

pelanggaran (lihat lampiran

23)

2 Tingkat

Kedisiplinan

Anak di Sekolah

Melaksanakan

semua tata tertib di

sekolah dan

memiliki sikap

disiplin.

Kurang maksimal dalam

mencapai tujuan sikap

disiplin. Terdapat anak

yang melanggar tata tertib

di sekolah dan masuk

dalam buku catatan

pelanggaran di sekolah.

Sesuai dengan indikator dari efektivitas penerapan pendidikan moral di

atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” dikatakan kurang efektif sehingga masih ada anak yatim

yang belum terbentuk sebagai pribadi yang terdidik secara moral yang

mempunyai disiplin moral. Pribadi yang terdidik secara moral adalah seseorang

yang belajar (di sekolah atau dimanapun juga) untuk hidup dalam satu cara yang

merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk mengembangkan norma-norma

dan cita-cita sosial. Maksudnya bahwa pribadi yang terdidik secara moral adalah

seseorang yang telah belajar untuk bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang

Page 136: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

ada dan menjadi sadar dan bahagia dengan tindakan-tindakan dan nilai-nilainya.

Tetapi kenyataannya masih ada anak yatim yang belum terbentuk disiplin

moralnya yang merupakan kewajiban anak yatim sendiri untuk bersikap disiplin

terhadap tata tertib dan aturan yang ada di sekolah dan di panti ini berarti bahwa

mereka tidak mempunyai disiplin terhadap dirinya sendiri dan orang-orang di

sekitarnya.

Efektivitas bisa dilihat dengan perbandingan tingkat pencapaian dengan

tujuan yang telah disusun sebelumnya. Ini dapat dilihat di Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” sendiri dari indikator input, process, output dan

outcomes belum sesuai dengan yang diharapkan. Mengenai penerapan kegiatan

bimbingan pendidikan moralnya tidak seperti halnya pendidikan formal pada

umumnya (sekolah), sebab Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah” sendiri

merupakan yayasan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal bagi anak

yatim sehingga terdapat perbedaan dengan pendidikan formal pada umunya dalam

kegiatan belajar mengajarnya. Adapun perbedaannya yaitu dalam pendidikan

nonformal umunya tidak dibagi atas jenjang, waktu penyampaian materi

diprogram lebih pendek, usia siswa atau peserta didik tidak perlu sama, para

peserta didik umumnya berorientasi studi jangka pendek. Bila anak panti tersebut

ingin bertemu keluarga yang masih ada bisa meminta izin kepada penanggung

jawab harian terbatas hari minggu atau hari libur dengan meminta surat izin

(untuk lebih jelas silahkan lihat lampiran 22).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas penerapan

pendidikan moral dapat juga dilihat dari aspek pengetahuan, sikap dan perilaku

anak yatim setelah mendapatkan pendidikan moral di panti. Adapun mengenai

pengetahuan anak yatim mengenai pendidikan moral sendiri belum efektif, hal ini

dikarenakan jenjang usia dan tingkat pendidikan yang berbeda sehingga tingkat

serapan masing-masing anak juga berbeda. Kemudian mengenai sikap dan

perilakunya juga belum efektif, hal ini dapat dilihat dari pada saat kegiatan

bimbingan kadang ada yang tidak ikut bimbingan dengan alasan malas atau

ketiduran, kemudian masih ada anak yatim yang tidak disiplin di sekolah.

Page 137: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

3. Faktor yang Menjadi Kendala Sulitnya Penerapan Pendidikan yang

Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Dalam pelaksanaan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral

mengalami berbagai kendala. Kendala dalam pelaksanaannya terbagi dalam

indikator input, process, output dan outcome.

a. Indikator Input

Indikator input ini mencakup:

1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral

Pengasuh dalam memberikan pendidikan moral tidak berdasarkan

silabus. Hal ini berdasarkan kenyataan di lapangan yang peneliti lihat

pengasuh tidak membuatnya. Hal ini menjadikan kendala dalam penerapan

pendidikan moral yaitu tidak adanya acuan atau patokan pembelajaran

pendidikan moral. Akan tetapi untuk setiap pengasuh pada masing-masing

materi memiliki jadwal sekali dalam seminggu sebagai bentuk tanggung

jawab pengasuh dalam memberikan bimbingan moral kepada anak yatim.

Karakteristik guru pendidikan moral yang menjadi kendala adalah

semangat dan motivasi guru dalam memberikan pendidikan moral masih

sangat kurang.

Guru sebagai fasilitator yang membantu anak yatim dalam

memahami dan menghayati nilai-nilai moral kurang berkompeten. Hal ini

berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan bahwa:

“Faktor yang mempengaruhi penerapan pendidikan moral adalah cara

penyampaian ustaz dalam memberikan materi. Bahan ajar yang

diberikan ustadz kurang terstruktur, stretegi pembelajaran yang

diberikan sama untuk semua anak baik yang sudah remaja maupun

yang masih anak-anak”. (Catatan Lapangan 1).

Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA

mengatakan bahwa “Penyampaian materi kepada anak saya lakukan

Page 138: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

dengan strategi yang sama tanpa memandang usia mereka, saya anggap

mereka sudah paham dengan apa yang saya jelaskan”. (Catatan Lapangan

2). Sedangkan menurut hasil wawancara dengan Eko Wahyono

mengatakan bahwa “Ustaz dalam memberikan materi membosankan dan

saya biasanya langsung mengantuk terkadang materi minggu lalu diulang

kembali”. (Catatan Lapangan 4). Hal serupa juga disampaikan oleh Ilham

Taufiqorohman yang mengatakan bahwa “Ustaz sering menyampaikan

materi yang sama secara berulang-ulang setiap minggunya”. (Catatan

Lapangan 6).

Ini berarti bahwa pengasuh kurang antusias terhadap perubahan

perilaku anak yatim dan kurangnya waktu untuk bimbingan sikap dan

akhlaq sehingga membuat tidak efektifnya penerapan pendidikan moral di

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Selain itu, ustadz yang

memberikan materi juga tidak memberikan materi karena ada acara yang

lain. Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran di panti menjadi

terhambat. Jadi intinya seorang pendidik tidak dilihat dari bagaimana

kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi dilihat dari

bagaimana pendidik menyampaikan materi dan melaksanakan

pembelajaran yang menarik dan dapat dimengerti oleh peserta didiknya.

2) Fasilitas

Fasilitas yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” menurut pengasuh dan peserta didik (anak yatim) dapat dikatakan

baik, hal tersebut dapat dilihat dari fasilitas kelas yang digunakan untuk

bimbingan kegiatan pendidikan moral yaitu berupa meja, papan tulis,

spidol masih layak untuk digunakan. Namun pada kenyataannya Panti

Asuhan “Miftahul Jannah” masih dalam proses pembangunan sehingga

dengan keterbatasan fasilitas kegiatan belajar mengajar dilaksanakan

dengan duduk di lantai (lesehan).

Berdasarkan wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan

bahwa “Fasilitas di panti cukup lumayan terdapat papan tulis, spidol,

penghapus, meja hanya saja tidak terdapat kursi sehingga anak-anak duduk

Page 139: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

di bawah (lantai) padahal lantainya dingin, yang saya takutkan anak-anak

akan mudah sakit akan lebih baik jika diberi alas duduk”. (Catatan

Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.

mengatakan bahwa “Fasilitasnya cukup memadai dan dapat digunakan

semaksimal mungkin sehingga akan membantu proses pembelajaran,

tetapi suasana pembangunan yang sedang berjalan sangat mengganggu”.

(Catatan Lapangan 3).

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, fasilitas

pendukung kegiatan pembelajaran memadai sudah terdapat 2 buah papan

tulis, 3 buah spidol, penghapus dan meja yang masih baru dan layak untuk

digunakan. Selain itu kondisi ruang kelas juga nyaman dan terang (untuk

lebih jelas dapat dilihat lampiran 17). Akan tetapi kondisi lantai yang

begitu dingin tanpa adanya alas duduk yang memadai mengakibatkan anak

sering flu.

Jadi peneliti menyimpulkan bahwa fasilitas sebagai pendukung

pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih

kurang sehingga mengganggu pelaksanaan pembelajaran dan menjadi

faktor kendala penerapan pendidikan moral. Akan tetapi pada dasarnya

kondisi ruang kelas sudah nyaman dan sangat mendukung proses

pembelajaran tetapi ketika pembangunan berjalan akan menimbulkan

kebisingan dan mengganggu konsentrasi siswa.

3) Perlengkapan

Perlengkapan merupakan segala sesuatu penunjang kesuksesan

dalam penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”, seperti perpustakaan, buku pelajaran penunjang, ruang kelas yang

nyaman. Perlengkapan dalam kegiatan bimbingan pendidikan moral dapat

dikatakan kurang, karena tidak memiliki LCD pribadi. Padahal dengan

adanya LCD dapat membantu dalam penerapan pendidikan moral

misalnya dengan diputarkannya film-film motivasi dan mendidik yang

dapat menumbuhkan semangat anak yatim untuk menjadikan sikap

disiplin yang lebih baik. Akan tetapi perlengkapan pendidikan moral di

Page 140: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikatakan kurang, hal

ini seperti hasil wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan bahwa

“Untuk sarana masih banyak yang dalam proses pembangunan jadi

sebagian belum jadi seperti perpustakaan seruang dengan ruang kelas,

buku-buku bacaan dan pendamping masih kurang”. (Catatan Lapangan 1).

Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA

mengatakan bahwa “Panti asuhan belum memiliki ruang perpustakaan,

rencananya nanti di lantai 2 yang sekarang masih dibangun, belum ada

LCD juga”. (Catatan Lapangan 2). Sedangkan menurut hasil wawancara

dengan H. Mudjidi, S. Ag., S. Pd mengatakan bahwa “Sarana prasarana

masih kurang terutama LCD karena terhambat proses pembangunan yang

masih belum selesai sehingga menghambat proses belajar mengajar”.

(Catatan Lapangan 3).

Jadi intinya bahwa perlengkapan dalam penerapan pendidikan

moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” terkendala proses

pembangunan yang belum selesai selain itu belum tersedianya LCD.

Mewujudkan sikap disiplin moral yang baik pada diri anak yatim tidaklah

mudah karena menyangkut kebiasaan hidup mereka yang biasanya hidup

bebas tanpa aturan. Sehingga disini dibutuhkan keahlian dari seseorang

ustaz untuk memilih metode yang tepat agar apa yang diajarkan dapat

diterima oleh anak yatim.

4) Materi Pembelajaran

Penerapan materi pendidikan moral dikembangkan tidak mengacu

pada materi pokok. Dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

pengasuh penidikan moral dalam memberikan materi tidak menggunakan

materi yang sesuai dengan silabus, pengasuh memberikan materi sesuai

dengan apa yang ingin disampaikan pengasuh, sebab disini setiap

pengasuh tidak membuat silabus tidak seperti pendidikan formal, sehingga

tidak ada yang dijadikan acuan. Sedangkan untuk sumber buku yang

digunakan oleh pengasuh pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” ada yang menggunakan lebih dari sumber dan ada juga

Page 141: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

yang tidak memakai buku pedoman (acuan) atau buku paket. Hal ini dapat

dilihat dari hasil wawancara dengan H. Moryono, H I selaku pengasuh dan

penanggung jawab harian mengatakan bahwa

Mengenai silabus Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

tidak membuat karena Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” ini bukan seperti pendidikan formal yang ada melainkan

merupakan pendidikan informal yang berperan sebagai pengganti

keluarga yang telah meninggal dunia. Untuk sumber buku yang

digunakan tidak hanya 1 buku tergantung dari pengasuh. (Catatan

Lapangan 1).

Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan

bahwa “Mengenai silabus saya tidak pernah membuat, sedangkan dalam

mengajar saya tidak memakai buku pedoman atau buku paket ”. (Catatan

Lapangan 2). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi,

S. Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Dulu ketika saya mengajar saya

membuat silabus, tapi kesininya saya sudah tidak membuat. Buku yang

saya gunakan tidak hanya 1 buku ada buku tentang akhlaq dan agama”.

(Catatan Lapangan 3).

Jadi dapat dsimpulkan bahwa mengenai materi pembelajaran

belum disusun secara terprogram. Padahal sebagai sub sistem pendidikan

nasional seharusnya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang

menyelenggarakan pendidikan nonformal dalam memberikan materi

pendidikan moral harusnya diprogram secara teratur, agar jelas materi apa

saja yang akan diberikan kepada peserta didik (anak yatim) dan

disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Selain itu sumber buku

yang digunakan masih ada beberapa pengasuh yang tidak menggunakan

buku pedoman dalam mengajar. Kemudian seperti yang peneliti lihat di

lapangan sumber buku tersebut hanya menjadi pegangang pengasuh saja,

anak yatim tidak diberikan kopiannya, sehingga akan sulit bagi anak yatim

untuk dapat memahami apa yang diajarkan oleh pengasuh. Hal tersebut

yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk

disiplin moral di Panti Asuhan anak Yatim “Miftahul Jannah”.

5) Metode Pembelajaran

Page 142: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

Metode dapat diartikan sebagai model atau pendekatan

pembelajaran yang tepat untuk memperlancar kegiatan pembelajaran.

Untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik

diperlukan suatu metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran

yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan materi

pelajaran yang akan dikuasai oleh peserta didik (anak yatim).

Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral pada anak yatim tidaklah

mudah, apalagi sasarannya pada anak yatim yang sejak awal tidak pernah

mendapatkan bimbingan dari orang tua, sehingga dibutuhkan seorang

pengasuh yang berkompetensi untuk dapat memilih model pembelajaran

dan metode yang cocok agar anak yatim tertarik dan mudah memahami

materi yang diberikan serta agar tidak membosankan. Anak juga memiliki

jenjang usia dan pendidikan yang berbeda Seperti hasil wawancara dengan

H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Dalam penyampaian materi

tergantung dari bagaimana pengasuh menyampaikannya agar anak yatim

dapat memahami apa yang diajarkan”. (Catatan Lapangan 1). Kemudian

berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa

“Cara penyampaian materi oleh pengasuh mempengaruhi tingkat

pemahaman anak yatim dan saya selalu melakukan inovasi pembelajaran

yang dilakukan di dalam dan di luar kelas”. (Catatan Lapangan 2).Hal ini

juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag.,

S.Pd. yang mengatakan bahwa:

Dalam memberikan materi juga tergantung dari bagaimana cara

pengasuh menyampaikan materi tersebut. Saya memberikan materi

kepada anak yatim tidak hanya menggunakan metode ceramah dan

tanya jawab saja tetapi dengan membuka materi sebelum mengajar

dengan menyanyi lagu islami dan memberikan kata kunci dari

materi yang akan saya sampaikan. Hal ini agar anak yatim tidak

merasa bosan. (Catatan Lapangan 4).

Dengan memberikan kata kunci pada saat menerangkan materi

seperti yang dilakukan H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. diharapkan dapat

membantu anak yatim agar mereka mengerti dan paham maksud dari

materi yang diberikan pengasuh. Namun kenyataan di lapangan yang

Page 143: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

peneliti lihat tidak semua pengasuh dalam mengajar memberikan kata

kunci dari materi yang mereka berikan kepada anak yatim.

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan kegiatan

belajar mengajar atau kegiatan bimbingan di dalam Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” dilaksanakan dengan metode yang sama untuk

semua anak sehingga daya serap anak terhadap materi yang diajarkan oleh

ustadz berbeda. Hal ini menjadi kendala penerapan pendidikan moral

dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim.

Adapun tabel kendala dan upaya mengatasi kendala dari indikator input di atas

adalah sebagai berikut:

Tabel 13. Kendala dan Upaya Mengatasi dari Indikator Input

No Indikator Input Kendala Upaya Mengatasi

1 Karakteristik

guru (pengasuh)

pendidikan

moral

Motivasi dan semangat

guru dalam memberikan

materi kurang antusias

sehingga terkadang

pembelajaran

dikosongkan.

Adanya absensi

kehadiran guru dalam

memberikan materi

ba‟da ashar serta

teguran kepada guru.

2 Fasilitas Belum terdapat kursi,

pembelajaran dilaksanakan

dengan duduk di lantai

(lesehan) mengakibatkan

anak sering flu.

Pembelian kursi, kalau

belum ada dana bisa

dilakukan dengan

pembelian karpet

untuk alas duduk anak.

3 Perlengkapan Tidak adanya LCD dan

kurangnya sarana

prasarana penunjang

pendidikan moral seperti

alat peraga.

LCD dapat diganti

dengan VCD yang

telah tersedia di kantor

untuk pemutaran film-

film motivasi

4 Materi

Pembelajaran

Anak yatim hanya

dijelaskan materinya saja

tanpa diberikan fotokopian

materi yang diajarkan dan

ada pengasuh yang tidak

menggunakan buku

pedoman atau buku paket

dalam memberikan materi

Pemberian fotocopi

materi yang diajarkan

kepada anak yatim

akan membantu anak

untuk meresapi apa

yang dijelaskan guru.

5 Metode

Pembelajaran

Dengan perbedaan jenjang

usia dan pendidikan

mengakibatkan daya serap

anak terhadap materi yang

Ustadz dalam

memberikan materi

dengan metode yang

berbeda-beda sesuai

Page 144: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

diajarkan tidak sama. dengan usia dan

tingkat pendidikan

anak yatim.

b. Indikator Process

Indikator proses ini mencakup:

1) Perilaku Administratif Guru

Guru dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” disebut

sebagai pengasuh atau ustadz, sedangkan anak yatim sebagai peserta

didiknya. Pengasuh harus mempunyai kemampuan untuk memberikan

motivasi kepada anak yatim untuk belajar giat dan menanamkan

kepercayaan kepada anak yatim untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan

minat dan kemampuannya berdasarkan tata tertib dan peraturan yang ada

di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang harus

dikembangkan.

Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan

bahwa “Pada dasarnya ustadz pendidikan moral telah memiliki kualitas

yang sangat bagus, tetapi karena kesibukan masing-masing ustadz jadi

sering kosong”. (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan oleh

H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Saya berusaha untuk tetap mengisi

bimbingan walau terkadang berbenturan dengan kegiatan di luar. Selain itu

ketika saya bisa hadir untuk mengajar, sikap dan materi sudah saya

persiapan agar menarik dan mudah dipahami”. (Catatan Lapangan 2).

Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.

mengatakan bahwa:

Dalam pembelajaran saya selalu memberikan motivasi kepada anak

untuk selalu mengembangkan bakat yang diminati dan

melaksanakan tata tertib yang ada di panti. Dalam mengarahkan

anak saya selalu memberikan kepercayaan kepada mereka untuk

dapat menjadi insan yang berkualitas dan saya berusaha untuk

dapat memberikan contoh yang baik kepada anak-anak. (Catatan

lapangan 3).

Berdasarkan wawancara di atas pengasuh hendaknya menjadi

contoh dan motivator dalam penanaman nilai-nilai moral dan menjadi suri

teladan dalam aplikasi pendidikan moral. Jadi berhasil tidaknya suatu

Page 145: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

proses pendidikan juga dipengaruhi oleh pengasuh yang ada. Pengasuh

pendidikan moral harus memberikan contoh atau teladan yang baik kepada

semua anak yatim dan harus pandai memilih strategi dalam memberikan

materi khususnya materi pendidikan moral agar menarik dan mudah

dipahami anak yatim.

2) Alokasi Waktu Guru

Waktu yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada

anak didik dilaksanakan ba‟da ashar di ruang belajar. Waktu yang

digunakan harus memadai sehingga dapat digunakan secara efektif.

Alokasi waktu yang digunakan untuk pendidikan moral 1½ jam. Akan

tetapi terkadang ustadz yang mmeberikan materi pendidikan moral datang

terlambat sehingga pembelajaran molor antara 30-60 menit. Hal tersebut

dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono, H I

mengatakan bahwa “Waktu untuk pendidikan moral 1½ jam, tetapi ustadz

sering datang terlambat untuk memberikan materi kepada anak”. (Catatan

Lapangan 1). Menurut hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA

mengatakan bahwa “Untuk waktu pendidikan moral khususnya bimbingan

sikap 1½ jam, manurut saya kurang karena 1 minggunya hanya 1 kali,

selain itu saya biasanya agak molor saat datang karena ada acara di luar”.

(Catatan Lapangan 2).

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi,

S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Waktu untuk pembinaan akhlaq 1½ jam

untuk 1 kali pertemuan, menurut saya waktu tersebut kurang karena anak

yatim membutuhkan waktu yang sedikit lebih banyak agar anak yatim

paham dan mengerti materi yang saya ajarkan”. (Catatan Lapangan 3).

Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu yang diberikan kepada

pengsuh pendidikan moral dirasa masih kurang, apalagi berdasarkan

kenyataan yang peneliti lihat di lapangan pengasuh kadang tidak mengisi

pada saat jam bimbingan karena ada halangan tugas di luar panti.

Sedangkan waktu untuk pembinaan agama untuk pengasuh kurang karena

jumlah anak yatim yang banyak membutuhkan waktu yang banyak pula

Page 146: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

agar anak yatim paham dan mengerti yang diajarkan. Hal ini menjadi

kendala penerapan pendidikan moral dilihat dari segi alokasi waktu guru.

3) Alokasi Waktu Peserta Didik

Alokasi waktu peserta didik dalam pembelajaran pendidikan moral

di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dirasakan sudah cukup

bagi anak yatim hanya saja waktu tersebut tidak efektif bagi mereka

karena anak yatim sendiri yang membuat waktu tersebut tidak efektif, hal

tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara (anak yatim) Eko Wahyono,

yang mengatakan bahwa “Saya terkadang tidak ikut kegiatan bimbingan

karena malas, saya sedikit sulit memahami apa yang diajarkan oleh

ustadz”. (Catatan Lapangan 4). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil

wawancara dengan Pamungkas Adi Madesa mengatakan bahwa “Kadang

waktu bimbingan saya ketiduran di kamar karena saya kecapekan

mengerjakan tugas sekolah”. (Catatan Lapangan 5). Hal serupa juga

dikatakan oleh Ilham Taufiqurohman pada hari Minggu tanggal 15 April

2012 mengatakan bahwa “Kadang saya malas mengikuti kegiatan

bimbingan, karena saya ketiduran di kamar, biasanya saya dibangunin,

selain itu saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah terkadang

saya ijin untuk tidak mengikuti kegiatan ba‟da ashar tersebut”. (Catatan

Lapangan 6).

Selain itu terkadang ustaz tidak datang dalam bimbingan, pikiran

anak menjadi terpola setiap hari bahwa ustaz tidak datang dan

menimbulkan rasa malas untuk mengikuti pendidikan moral. Kendala

penerapan pendidikan moral yaitu kurang pandainya anak yatim dalam

membegi waktu antara belajar, bermain dan tidur siang sehingga terkadang

pada jam belajar ba‟da ashar justru mereka masih tertidur karena masih

mengantuk.

Adapun tabel kendala dan upaya mengatasinya dari indikator prosess di

atas adalah sebagai berikut:

Page 147: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

Tabel 14. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Prosess

No Indikator Proses Kendala Upaya Mengatasi

1 Perilaku

Adminisrasi

Guru dalam

memberikan materi

tidak menggunakan

strategi yang

bervariasi

Guru dalam menggunakan

strategi dalam

memberikan materi secara

bervariasi.

2 Alokasi waktu

Guru

Dalam memberikan

materi guru sering

datang terlambat

sehingga yang

seharusnya 1½ jam

berkurang 30-60

Menit.

Adanya absensi yang

mencatat kehadiran guru,

selain itu adanya saran

dari penanggung jawab

harian agar guru shalat

ashar di masjid panti saja.

3 Alokasi waktu

peserta didik

Waktu 1½ jam yang

dimiliki anak yatim

sering molor karena

tertidur.

Pihak panti harus

memperketat jadwal

kegiatan sehari-hari anak

agar anak dapat mengikuti

sesuai jadwal yang telah

ada di panti.

c. Indikator Output

Indikator output ini mencakup:

1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil yang tampak dari kegiatan menggali

ilmu dan ketrampilan. Prestasi belajar bisa dinilai dari tiga aspek yaitu

aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Penerapan pendidikan moral tidak

hanya melihat pada aspek kecerdasan kognitif saja melainkan juga perlu

memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Sebab penerapan

pendidikan moral sendiri bertujuan untuk mengembangkan watak maupun

karakter dari anak yatim kearah yang lebih baik agar menjadi manusia

yang bermoral dan hidup normatif di dalam masyarakat. Ustadz tidak

secara rutin membuat nilai hasil belajar siswa yang seharusnya diberikan

setiap bulannya, hal ini mengakibatkan semangat anak untuk belajar

Page 148: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

menjadi berkurang. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I

mengatakan bahwa:

Hasil dari pembelajaran di panti asuhan meliputi aspek kognitif,

afektif dan psikomotor dengan nilai (BB) Baik sekali, (B) Baik, (C)

Cukup dan (K) Kurang. Penilaiannya meliputi beberapa macam

termasuk ketaatan dan kedisiplinan. Dengan adanya laporan nilai

kegiatan anak ini nantinya akan terlihat hasil dari pembelajaran.

Akan tetapi ustadz tidak secara rutin membuat penilaian bulanan.

(Catatan Lapangan 1).

Hal serupa juga disampaikan oleh H. Sunaryo, BA selaku ustadz

bimbingan sopan santun dan perilaku anak yang menyampaikan “Anak-

anak sudah tinggal di panti memiliki nilai dan prestasi yang baik dalam

materi sopan santun, hal ini dapat dilihat dalam Laporan Nilai Kegiatan

Anak sopan santun minimal memperoleh nilai (B) Baik. (Catatan

Lapangan 2)

Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. “Hasil

dari pendidikan moral yang diajarkan di panti asuhan dapat kita lihat

sekarang, hanya pada anak yang usianya masih kecil kesadaran mereka

belum muncul tapi hanya mengikuti kakak-kakak saja”. (Catatan

Lapangan 3).

Dalam penilaian mengenai prestasi belajar khususnya dalam hal

penilaian sikap dari perilaku peserta didik dalam hal ini adalah anak yatim

dilakukan oleh pembimbing dari masing-masing anak yatim dengan

memperhatikan beberapa kriteria yang pada hasil akhirnya penilaian

tersebutlah yang menentukan apakah anak yatim sudah dirasa cukup untuk

mendapatkan pembinaan selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” yang dilihat dari berbagai aspek kegiatan bimbingan, salah

satunya pendidikan moral. Penilaian tersebut juga dilakukan oleh ustaz

melalui absensi anak yatim dalam mengikuti kegiatan bimbingan selama di

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Kemudian untuk melihat

prestasi belajar anak yatim dari segi ketrampilan dapat dilihat dari hasil

karya anak yatim sendiri selama mereka mengikuti kegiatan bimbingan

Page 149: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

ketrampilan. Akan tetapi masih terdapat anak yang sering tidak mengikuti

kegiatan belajar hal ini mengakibatkan prestasi belajar mereka kurang.

2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap yang Konsisten

Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh

pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh perubahan dalam sikap

disiplinnya. Sehingga dalam hal ini peran pendidikan moral baik dalam

sekolah formal maupun nonformal sangat penting dalam membentuk

kepribadian peserta didik yang memiliki moral, berbudi pekerti dan

berakhlak mulia, sebab peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual

setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki

kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Sikap yang

dimiliki anak hanya ketika ustadz tersebut memberikan materi

pembelajaran di kelas dan anak akan mengulang kesalahan yang sama

besuk paginya. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I selaku

penanggung jawab harian di panti “Anak pada dasarnya sudah memiliki

sikap disiplin hanya saja penerapan hanya terbatas ketika ada pengasuh

dan ustadz” (Catatan Lapangan 1).

Hal serupa juga disampaikan H. Sunaryo, BA selaku ustadz

bimbingan sopan santun dan perilaku anak “Sikap anak dapat dilihat dari

keikutsertaannya dalam semua kegiatan bimbingan di panti, misalnya

dalam kegiatan sholat dan kegiatan bimbingan lainnya masih saja ada yang

tidak ikut, padahal tidak sedang berhalangan tetapi karena malas” (Catatan

Lapangan 2).

Hal serupa juga disampaikan H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd menyatakan

bahwa:

Perubahan sikap belum begitu terlihat pada diri anak, anak masih

bimbang dan ragu dalam melaksanakan peraturan. Akan tetapi

secara sikap anak sudah tertib. Seiring kedewasaan umur dan pola

piket mereka akan mengakibatkan timbulnya sikap konsisten pada

anak. Kalau untuk saat ini belum terlihat sikap konsisten pada

anak. Anak masing terkadang menaati peraturan terkadang juga

melanggar peraturan yang lain. (Catatan Lapangan 3).

Page 150: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa anak

belum secara konsisten memiliki sikap disiplin. Anak pada suatu waktu

menaati peraturan dan pada peraturan yang lain mereka masih melanggar.

Hal ini menunjukkan masih adanya rasa takut pada diri anak untuk

melaksanakan tata tertib karena adanya pengasuh atau ustadz sehingga

sikap disiplin yang dimiliki anak karena perasaan takut. Hal ini menjadi

kendala penerapan pendidikan moral yang ditunjukkannya dalam

kehidupan sehari-harinya baik selama mereka di panti asuhan maupun saat

mereka berada di sekolah. Ini menandakan bahwa sikap dan perilaku dari

anak yatim sendiri belum menunjukkan disiplin moral karena anak yatim

sendiri bertindak tidak karena kewajiban kewajiban. Selain itu juga dapat

dilihat dari skor pelanggaran siswa di masing-masing sekolah dimana anak

yatim tersebut bersekolah.

Adapun tabel kendala dan upaya mengatasinya dari indikator output di

atas adalah sebagai berikut:

Tabel 15. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Output

No Indikator

Output

Kendala Upaya Mengatasi

1 Hasil yang

berhubungan

dengan

prestasi belajar

Kurang maksimal dalam

mencapai aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik

karena faktor dari anak

yatim (sebagai peserta

didik) sendiri yang

memiliki usia yang masih

sangat kecil, dan ustadz

yang memberikan materi

tidak disesuaikan dengan

kemampuan, usia dan

jenjang pendidikan anak

yatim, dan diberikan

secara bersama-sama

Adanya pendekatan

personal kepada anak

agar dalam memberikan

materi dapat disesuaikan

dengan usia dan jenjang

pendidikan anak

sehingga dalam melihat

prestasi belajar anak

juga lebih mendalam.

2 Hasil yang

berhubungan

dengan

perubahan

sikap

Belum tumbuhnya

kesadaran dalam diri anak

dalam melaksanakan tata

tertib yang ada di panti

maupun di sekolah bukan

didasarkan kewajiban

Guru memberikan

pengertian, motivasi dan

semangat kepada anak

untuk melaksanakan tata

tertib itu berdasarkan

pada kewajiban.

Page 151: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

mereka.

d. Indikator Outcome

Indikator outcome ini meliputi:

1) Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”

Pendidikan moral yang dilaksanakan bertujuan untuk menjadikan

peserta didik menjadi anak yang bermoral dan memiliki disiplin yang

tinggi terhadap peraturan yang ada. Oleh karena itu perlu dilihat sejauh

mana anak melaksanakan tata tertib yang terdapat di panti sebelum melihat

pelaksanaan tata tertib di sekolah. Guru sebagai teladan bagi anak yatim di

panti tidak memberikan contoh yang baik dimana ketika jadwal mengajar

ustadz tidak datang mengajar. Berdasarkan wawancara dengan H.

Moryono, HI yang mengatakan bahwa “Tingkat kedisiplinan anak dalam

melaksanakan tata tertib cukup untuk usia mereka. Hanya saja terkadang

ustadz yang seharusnya memberikan materi tidak datang tanpa

meninggalkan materi agar anak dapat belajar sendiri”. (Catatan Lapangan

1).

Berbeda dengan yang disampaikan H. Sunaryo, BA yang

mengatakan bahwa “Anak cenderung kurang disiplin bila ada kegiatan

pembelajaran, ada beberapa anak yang tidak hadir tetapi dalam sopan

santun anak sangat baik”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga

disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd yang mengatakan bahwa

“Masalah kedisiplinan anak masih kurang, ketika pembelajaran saya masih

terdapat anak yang tidak hadir apalagi anak yatim yang masuk santunan

luar”. (Catatan Lapangan 3).

Hal tersebut sesuai dengan observasi yang dilakukan peneliti di

lapangan pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.00 dimana

masih terdapat anak yang tidak mengikuti kegiatan pembelajaran

bimbingan sikap, ini menunjukkan bahwa beberapa anak tidak memiliki

Page 152: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

sikap disiplin terhadap peraturan, dan beberapa lagi yang datang dalam

pembelajaran hanya tidur saja. Hal ini menunjukkan kesadaran anak untuk

melaksanakan disiplin hanya faktor dari luar bukan kesadaran dari dalam

dirinya untuk bersikap disiplin.

Dari wawancara dan observasi tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih

kurang dalam melakukan sikap disiplin karena anak yatim masih ada yang

melanggar tata tertib panti. Selain itu kehadiran ustadz dalam kegiatan

bimbingan juga tidak disiplin hal ini mengakibatkan proses pembelajaran

moral yang dilakukan bada‟ ashar mengalami kendala.

2) Tingkat Kedisiplinan Anak di Sekolah

Target terakhir pendidikan nonformal juga berbeda dengan

pendidikan formal (sekolah), dalam pendidikan nonformal adalah

bagaimana peserta didik dapat menerapkan hasil pendidikannya dalam

dunia sosial kemasyarakatan. Berbeda dengan pendidikan formal (sekolah)

yang target akhirnya jumlah lulusan untuk melanjutkan ke jenjang

pendidikan berikutnya. Pada dasarnya beberapa anak yatim sudah

memiliki sikap disiplin di sekolah. Akan tetapi masih terdapat anak yang

memiliki sikap disiplin dan kurangnya kunjungan pihak panti untuk

mengetahui kondisi anak di sekolah.

Tingkat kedisiplinan anak dapat dilihat berdasarkan wawancara

dengan Dra. Indiah Sri Maharsi selaku wali kelas Pamungkas Adi Madesa

(SMP Negeri 6 Sukoharjo) mengatakan bahwa “Pamungkas anak yang

tertib, dan tidak memiliki perbedaan sikap disiplin dengan teman-

temannya yang lain dan tidak memiliki catatan dengan guru BK. Hanya

saja anak ini agak pendiam, tapi lumayan pandai”. (Catatan Lapangan 7).

Hal serupa juga disampaikan oleh Sri Lestari, S. Pd selaku wali kelas

Ilham Taufiqurohman (SD Negeri Jetis IV) mengatakan bahwa “Ilham

anak yang pandai, mudah bergaul, tertib dan sopan kepada orang lain. Dia

cukup disiplin, tetapi terkadang sering ketiduran di kelas”. (Catatan

Page 153: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

Lapangan 8). Berdasarkan wawancara dengan Hadi Prianto selaku Guru

Bimbingan Konseling (MTsN Sukoharjo) mengatakan bahwa:

“Eko Wahyono pada dasarnya anak yang cukup disiplin akan tetapi

pada hari Jum‟at tanggal 9 Maret 2012 dia merokok di sekolah.

Tindakan sekolah memberikan teguran dan membuat surat

pernyataan untuk tidak mengulangi lagi. Saya belum menghubungi

pihak panti karena anak tersebut baru kali ini melakukan

pelanggaran tata tertib”. (Catatan Lapangan 9).

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa outcome

yang diharapkan dari pendidikan moral yang telah diterapkan di Panti

asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih memiliki kendala yaitu

pengaruh teman-teman di sekolah selain itu kurangnya komunikasi yang

inten antara sekolah dengan pihak panti asuhan mengakibatkan problem

anak di sekolah tidak sampai pada panti asuhan sebagai wali anak. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat kesadaran anak untuk bersikap disiplin mulai

ada dan terbawa ke luar panti. Hanya saja terkadang pengaruh lingkungan

terutama teman sekolah sangat besar untuk melakukan pelanggaran tata

tertib.

Adapun tabel kendala dan upaya mengatasinya dari indikator outcome

di atas adalah sebagai berikut:

Tabel 16. Tabel Rencana dan Kendala dari Indikator Outcome

No Indikator Outcome Kendala Upaya mengatasi

1 Tingkat

Kedisiplinan Anak

di Panti Asuhan

Anak Yatim

“Miftahul Jannah”

Sikap ustadz yang

memberikan materi

pendidikan moral

tidak disiplin

mengenai kehadiran

dalam memberikan

materi ba‟da ashar.

Ustadz sebagai contoh

dan teladan anak

menunjukkan sikap

disiplin mengenai

kehadiran kepasa anak

sehingga anak akan

mencontoh apa yang

dilihatnya.

2 Tingkat

Kedisiplinan Anak

di Sekolah

Lingkungan sekolah

mempengaruhi sikap

anak yatim di sekolah

dan kurangnya

kunjungan yang

dilakukan pihak panti

asuhan.

Panti asuhan

melakukan kunjungan

rutin ke sekolah

dimana anak tersebut

menerima pelajaran

sebulan sekali.

Page 154: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

B. Temuan Studi

Berdasarkan data penelitian yang dipaparkan di atas, peneliti menemukan

beberapa temuan studi yaitu:

1. Strategi Penerapan Pendidikan Moral yang Digunakan Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah”

Strategi penerapan pendidikan moral yang digunakan Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” antara lain:

a. Modeling keteladanan/contoh

Strategi pendidikan moral yang digunakan pengasuh dalam

memberikan materi pendidikan moral dengan menggunakan keteladanan dan

penguatan positif negatif. Pengasuh selalu menjaga perilaku disiplin dan tutur

katanya. Strategi ini menuntut peran pengasuh sebagai strategi yang baik

yang dapat ditiru oleh anak yatim, dan juga anak yatim harus mampu

mengambil keteladanan dari para pengasuh. Perilaku yang dapat dijadikan

teladan oleh anak yatim dari pengasuh antara lain misalnya dalam

menyelesaikan masalah secara adil, menghargai pendapat anak yatim,

mengkritik orang lain secara santun, mau mendengarkan pendapat, ide, dan

saran-saran dari orang lain. Harapannya perilaku dan sikap disiplin dari anak

yatim dapat berubah dengan adanya keteladanan dari pengasuh. Jadi sebagai

seorang pengasuh harus menjaga tutur katanya, berhati-hati dalam bertindak

dan berperilaku, supaya tidak tertanamkan nilai-nilai negatif dalam diri anak

yatim.

Hal ini sesuai dengan apa yang apa yang dikatakan oleh Ki Hajar

Dewantara (Nurul Zuriah, 2008: 113) bahwa “Guru atau pendidik dituntut

menjadi figur yang yang Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso,

tutwuri handayani”. Yang berarti bahwa sikap pemimpin (guru) harus mampu

memberi teladan, memberi contoh, menjadi motivator, dalam penanaman

moral kepada peserta didiknya. Dalam arti pembimbing memberikan contoh

Page 155: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

yang baik bagaimana anak yatim harus bertindak (keteladanan) dan harus

bersikap disiplin dengan tindakan yang sudah mereka ambil.

b. Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi

Strategi kegiatan rutin akan membantu peserta didik (anak yatim)

membiasakan hidup secara teratur dalam kesehariannya. Dengan hidup teratur

akan menjadikan hidup yang berkualitas dan bermanfaat. Tujuan seluruh

disiplin ialah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai

dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu

diidentifikasikan (Elizabeth B. Hurlock, 2005: 82).

Selain itu strategi ini dimaksudkan untuk mengembangkan kualitas

disiplin peserta didik dalam mengikuti rutinitas Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah”. Strategi ini juga bertujuan untuk meningkatkan efektivitas

anak yatim untuk menghadapi berbagai peraturan di luar panti asuhan.

c. Strategi Pendekatan Individu

Di Panti Asuhan “Miftahul Jannah” para pengasuh berusaha

memberikan solusi yang terbaik dalam membantu memecahkan masalah yang

dihadapi oleh anak yatim, baik yang berifat pribadi maupu masalah yang

bersifat umum/kelompok. Metode yang digunakan pengasuh untuk membantu

memecahkan masalah yang bersifat pribadi berbeda degan cara memecahkan

masalah yang bersifat umum/kelompok. Cara tersebut dilakukan melalui

bimbingan perseornagan maupun bimbingan kelompok.

Menurut Cheppy HC (1988: 29), “Strategi ini menekankan pada

pentingnya aspek perhatian dan berkaitan dengan keputusan mengenai

konflik-konflik moral”. Artinya bahwa strategi ini fokus utamanya terletak

pada bagaimana memahami kebutuhan orang lain dari pada upaya

menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan tersebut ketika berkonflik dengan

orang lain.

d. Bimbingan Personal

Strategi pendidikan moral dalam kegiatan spontan ini dilakukan

apabila pengasuh maupun ustaz mengetahui anak bersikap yang kurang baik.

Page 156: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

Jadi ustaz akan memberikan memberitahu peserta didik (anak) bila perbuatan

tersebut tidak baik, sehingga anak lebih mudah untuk memahami sesuai

dengan usia mereka.

Strategi kegiatan spontan semacam ini dirasa pengasuh maupun ustaz

sebagai stretegi yang paling terkesan di hati anak-anak karena mereka akan

mengingat pemberitahuan yang disampaikan ustaz dan tidak melukai perasaan

mereka. Kesan yang mendalam dari teguran sang ustaz maupun pengasuh

akan mereka ingat. Dan akan lahir sikap disiplin yang bersumber dari hati

nurani mereka sehingga sikap disiplin yang mereka laksanakan berdasarkan

suatu kewajiban bukan takut kepada hukuman.

e. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif

Suasana Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikondisikan

sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik contoh penyediaan tempat

sampah agar anak disiplin ketika membuang sampah di tempat sampah,

slogan-slogan doa tujuannya agar anak selalu membaca doa ketika akan

melakukan aktivitas serta aturan dan tata tertib ditempelkan pada tempat yang

strategis sehingga setiap peserta didik (anak yatim) mudah membacanya.

Kemudian berdasarkan apa yang peneliti lihat selama di lapangan, Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” juga menggunakan pembinaan dengan

wawasan pendidikan moral pancasila. Hal ini sesuai deng pendapat Bambang

Daroeso (1988: 53), “Dengan adanya pendidikan moral pancasila ini diharapkan

warga negara mempunyai tingkah laku, keyakinan, motivasi, kehendak sesuai dan

layak dengan sila-sila pancasila, serta bersikap hidup manusia pancasila”. Strategi

ini dapat diluhat dari kegiatan rutin anak yatim selama di panti. Kegiatan piket

tersebut seperti piket masjid dan asrama.

2. Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral

Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

Efektivitas penerapan pendidikan moral dapat diukur dengan

menggunakan indikator dari efektivitas. Adaapun indikator efektivitas penerapan

pendidikan moral mencakup:

Page 157: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

a. Indikator Input

Indikator Input mencakup:

1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral

Berdasarkan data yang didapat peneliti di lapangan, guru

pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” kurang

antusias dalam memberikan pendidikan moral pada peserta didiknya, hal

ini dapat dilihat dari kehadiran ustaz dalam memberikan materi bimbingan

kepada anak yatim, meskipun tidak mengisi materi bimbingan seharusnya

diganti pada hari dan jam yang lain, tetapi pada kenyataannya tidak

diganti. Hal ini membuktikan bahwa input yang mendukung efektivitas

penerapan pendidikan moral masih belum maksimal.

Sedangkan Carter V. Good dalam bukunya „Dictionary of

Education‟ membedakan pengertian pendidikan dalam dua hal: “(1)

Pedagogy is the art, practice, or profession of teching. (2) Pedagogy is the

systematized learning or instruction concerning principles and methods of

teaching and of student control and guidance.” (Arif Rohman, 2009: 6).

Inti dari kutipan di atas membedakan pengertian pendidikan dalam

dua hal yang pertama pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi

pengajaran. Sedangkan yang kedua pendidikan adalah ilmu yang

sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan

metode-metode mengajar, pengawasan dan pembimbingan siswa.

2) Fasilitas

Fasilitas kelas yang digunakan untuk pembelajaran pendidikan

moral yang berupa meja, papan tulis, spidol masih sangat layak untuk

digunakan tetapi untuk alas duduk tidak ada. Selain itu fasilitas ruang

kelas juga masih dalam proses pembangunan, untuk saat ini ruang kelas

bergabung menjadi satu dengan perpustakaan. Hal ini dapat menyebabkan

kurangnya konsentrasi anak dalam menerima pendidikan.

3) Perlengkapan

Perlengkapan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

dikatakan masih kurang yaitu belum adanya LCD yang dapat membantu

Page 158: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

anak yatim dalam memahami materi yang diajarkan, misalnya dengan

adanya LCD dapat diputarkan film-film yang meningkat semangat anak

yatim untuk bersikap disiplin dan memahami materi yang disampaikan

oleh ustadz., apalagi dengan faktor usia dan jenjang pendidikan yang

berbeda. Hal ini yang membuat ustaz harus pandai dalam menentukan

metode pembelajaran yang tepat. Kemudian kurangnya alat peraga yang

menunjang dalam penerapan pendidikan moral.

4) Materi Pembelajaran

Materi yang diberikan ustaz tidak didasarkan pada silabus, padahal

walaupun pendidikan yang diberikan di Panti Asuhan merupakan

pendidikan nonformal harusnya didasarkan pada silabus juga agar materi

disusun secara terprogram. Selain materi yang diberikan oleh pengasuh

kepada anak yatim selama di dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”, ustadz juga harus memberikan contoh kasus-kasus yang ada di

lingkungan sekitar. Kemudian untuk mendukung keberhasilan penerapan

pendidikan moral juga diperlukan kerjasama dari seluruh ustadz, pengasuh

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, orang tua atau keluarga

(jika masih ada) dari anak yatim yang sering menjenguk anak yatim

selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” untuk sama-sama

membenahi sikap disiplin anak yatim, memberikan motivasi untuk mau

merubah sikap disiplinnya kearah yang lebih baik agar dapat memiliki

sikap disiplin dalam dirinya serta untuk menjadikan mereka sebagai

manusia yang bermoral.

Hal ini seperti apa yang dikatakan Oong Komar (2006: 198)

mengatakan bahwa “Sub sistem pendidikan nonformal dalam materi

pendidikannya diprogram secara teratur”. Kemudian mengenai materi

pembelajaran khususnya bimbingan budi pekerti tidak mempunyai sumber

buku acuan, hanya berupa cerita keteladanan Nabi dan ada juga ustaz

pembinaan akhlak yang tidak mamakai buku acuan dalam memberikan

materi. Sehingga hal ini menjadi salah satu kendala bagi anak yatim untuk

memahami dan mengerti makna dari perilaku dan sikap disiplin yang baik

Page 159: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

tidak hanya praktik melainkan mereka juga perlu memiliki pengetahuan

teori dari materi tersebut.

5) Metode Pembelajaran

Metode yang digunakan guru pendidikan moral bervariasi yaitu

metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi, tetapi yang sering digunakan

dengan ceramah.

Hal ini sesuai dengan cara menanamkan kedisiplinan menurut

Elizabeth B. Hurlock (2005: 93) yaitu cara menanamkan kedisiplinan

demokratis:

Metode penanaman disiplin dengan menggunakan penjelasan,

diskusi dan penalaran untuk membantu anak untuk mengerti

mengapa perilaku tertentu diharapkan, sehingga lebih menekankan

aspek edukatif dari disiplin dari pada aspek hukumannya. Disiplin

demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan

penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak

pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan.

Hal ini sesuai dengan teori untuk membantu anak mengerti dan

memahami perilaku yang diharapkan melalui metode yang digunakan guru

pendidikan moral melalui metode ceramah, tanya jawab dan diskusi

sehingga aspek edukatif dari disiplin daripada aspek hukumannya. Ini akan

membantu dalam penanaman nilai moral tanpa ada paksaan (hukuman)

sehingga muncul kesadaran dari dalam diri anak.

b. Indikator Process

Indikator Process mancakup:

1) Perilaku Administrasi Guru

Metode yang digunakan ustaz bervariasi hanya saja dalam

menerangkan materi ustaz tidak memperhatikan kemampuan pemahaman

anak yatim sebagai peserta didiknya, yang sebagian ada yang belum bisa

membaca dan menulis, semua dianggap mempunyai kemanpuan berfikir

yang sama, sehingga penerapan pendidikan moral dalam membentuk

disiplin moral belum efektif.

Menurut Sudardja pendidikan adalah:

Page 160: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

Upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup

dengan baik dalam masyarakatnya, mampu meningkatkan dan

mengembangkan kualitas hidupnya sendiri serta berkontribusi

secara bermakna dalam mengembangkan dan meningkatkan

kualitas hidup masyarakat dan bangsanya. (Sabar Budi Raharjo,

2010: 231)

2) Alokasi Waktu Guru

Alokasi waktu untuk bimbingan moral sangat kurang yaitu hanya

1½ jam setiap minggunya, itu pun hanya 1 kali pertemuan. Udin Saripudin

W.MA (1989: 35) menyatakan bahwa “Teori perkembangan moral

mempunyai implikasi pada pendidikan moral. Hal ini terutama tertuju

pada masalah bagaimana proses pendidikan moral dapat memberikan

kemudahan bagi perkembangan moralitas individu”. Sedangkan untuk

pembinaan akhlak juga kurang karena untuk pembinaan sikap sendiri 1

minggu 1 kali pertemuan tetapi dengan ustaz yang sama setiap minggunya.

3) Alokasi Waktu Peserta Didik

Alokasi waktu peserta didik dalam pembelajaran pendidikan moral

di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dirasa masih kurang

karena faktor dari peserta didik sendiri, seperti malas dan ketika ada

bimbingan tidak ikut dengan alasan sedang piket.

Ki Hajar Dewantara dalam Nurul Zuriah (2007: 125) mengatakan

bahwa:

Pengajaran budi pekerti/moral tidak lain adalah mendukung

perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin dari sifat

kodratinya menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum.

Sedangkan syarat pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar

Dewantara disebut dengan metode ngerti, ngrasa, nglakoni

(menyadari, menginsafi, dan melakukan).

c. Indikator Output

Indikator Output mencakup:

1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar

Prestasi belajar peserta didik dalam segi psikomotor terutama sikap

disiplin anak masih kurang maksimal. Hal ini sesuai dengan masih adanya

Page 161: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik baik di panti maupun di

sekolah.

Sedangkan Hamid Darmadi (2007: 56-57) menjelaskan bahwa:

Pandidikan moral dapat diartikan sebagai suatu konsep kebaikan

(konsep yang bermoral) yang diberikan atau diajarkan kepada

peserta didik (generasi muda dan masyarakat) utnuk membentuk

budi pekerti luhur, berakhlak mulia dan berperilaku terpuji seperti

terdapat dalam Panacasila dan UUD 1945. Dalam menyajikan

pendidikan moral, guru diharapkan membantu peserta didik

mengembangkan dirinya, baik secara keilmuan maupun secara

mental spiritual keagamaan.

2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap

Indikator ouput salah satunya mencakup perubahan perilaku atau

sikap sebagai hasil dari proses belajar dalam hal ini pembelajaran

pendidikan moral, yang pada kenyataannya belum mencapai tujuan

maksimal, hal ini terbukti masih ada anak yatim yang masih melakukan

sikap kurang disiplin (melanggar tata tertib) baik di panti maupun di

sekolah. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Imanuel Kant

dalam K. Bertens (1997: 235) mengenai teori etika deontologi imperatif

kategoris yang berisi bahwa “Kehendak yang baik, jika bertindak karena

kewajiban”. Hal ini juga terjadi pada anak yatim mereka bertindak karena

bukan kewajibannya sebagai peserta didik, akan tetapi karena rasa takut

pada hukuman atau orang yang membuat hukuman itu.

d. Indikator Outcome

Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” dan di sekolah dapat dilihat dari sikap disiplin yang ditunjukkan

peserta peserta didik (anak yatim) setelah menerima pendidikan moral berasal

dari perasaan takut kepada pengasuh dan ustaz yang telah membuat peraturan

yang ada bukan karena kewajiban anak yatim untuk mentaati peraturan yang

ada di panti.

Page 162: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

Hal ini sesuai dengan teori Kant mengenai jenis moralitas dalam (Lili

Tjahjadi, 1991: 48) yang menyatakan bahwa:

Moralitas heteronom adalah sikap dimana kewajiban ditaati dan

dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena

sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku itu sendiri, misalnya

karena mau mencapai tujuan yang diinginkannya atau karena perasaan

takut pada penguasa yang memberi kewajiban itu.

Keluaran yang diharapkan dari pendidikan moral di Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah” adalah peserta didik yang memiliki disiplin

yang dilaksanakan berdasarkan kesadaran akan kewajiban yang berasal dari

hati bukan karena takut pada hukuman. Hal di atas menunjukkan bahwa sikap

disiplin yang ada pada anak yatim adalah sikap disiplin yang berasal dari

perasaan takut terhadap hukuman sehingga efektivitas penerapan pendidikan

moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih kurang.

3. Faktor yang Menjadi Kendala Penerapan Pendidikan Moral Dalam

Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah”

a. Indikator Input

Indikator input ini mencakup:

1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral

Pengasuh kurang antusias terhadap perubahan perilaku anak yatim

dan kurangnya waktu untuk bimbingan sikap dan akhlaq sehingga

membuat tidak efektifnya penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Selain itu, ustadz yang memberikan

materi juga tidak memberikan materi karena ada acara yang lain. Hal ini

mengakibatkan proses pembelajaran di panti menjadi terhambat. Jadi

intinya seorang pendidik tidak dilihat dari bagaimana kemampuannya

mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi dilihat dari bagaimana pendidik

menyampaikan materi dan melaksanakan pembelajaran yang menarik dan

dapat dimengerti oleh peserta didiknya.

2) Fasilitas

Page 163: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

Fasilitas yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” menurut pengasuh dan peserta didik (anak yatim) dapat dikatakan

baik, hal tersebut dapat dilihat dari fasilitas kelas yang digunakan untuk

bimbingan kegiatan pendidikan moral yaitu berupa meja, papan tulis,

spidol masih layak untuk digunakan. Namun pada kenyataannya Panti

Asuhan “Miftahul Jannah” masih dalam proses pembangunan sehingga

dengan keterbatasan fasilitas kegiatan belajar mengajar dilaksanakan

dengan duduk di lantai (lesehan).

Bambang Daroeso (1988: 27) menyatakan bahwa “Norma moral

merupakan landasan perbuatan manusia, yang sifatnya tergantung pada

tempat, waktu dan keadaan”. Dalam penerapan pendidikan moral

tergantung pada sarana dan prasaran seperti teori di atas juga

menyampaikan tergantung pada tempat, waktu dan keadaan. Pada

dasarnya sarana dan prasarana pendukung dari penerapan pendidikan

moral menjadi tempat yang mempengaruhi pendidikan moral.

3) Perlengkapan

Perlengkapan merupakan segala sesuatu penunjang kesuksesan

dalam penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah”, seperti perpustakaan, buku pelajaran penunjang, ruang kelas yang

nyaman. Perlengkapan dalam kegiatan bimbingan pendidikan moral dapat

dikatakan kurang, karena tidak memiliki LCD pribadi. Padahal dengan

adanya LCD dapat membantu dalam penerapan pendidikan moral

misalnya dengan diputarkannya film-film motivasi dan mendidik yang

dapat menumbuhkan semangat anak yatim untuk menjadikan sikap

disiplin yang lebih baik. Akan tetapi perlengkapan pendidikan moral di

dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikatakan kurang.

4) Materi Pembelajaran

Penerapan materi pendidikan moral dikembangkan tidak mengacu

pada materi pokok. Dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

pengasuh penidikan moral dalam memberikan materi tidak menggunakan

materi yang sesuai dengan silabus, pengasuh memberikan materi sesuai

Page 164: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

dengan apa yang ingin disampaikan pengasuh, sebab disini setiap

pengasuh tidak membuat silabus tidak seperti pendidikan formal, sehingga

tidak ada yang dijadikan acuan. Sedangkan untuk sumber buku yang

digunakan oleh pengasuh pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” ada yang menggunakan lebih dari sumber dan ada juga

yang tidak memakai buku pedoman (acuan) atau buku paket.

5) Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran yang digunakan hendaknya disesuaikan

dengan tujuan dan materi pelajaran yang akan dikuasai oleh peserta didik

(anak yatim). Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral pada anak yatim

tidaklah mudah, apalagi sasarannya pada anak yatim yang sejak awal tidak

pernah mendapatkan bimbingan dari orang tua, sehingga dibutuhkan

seorang pengasuh yang berkompetensi untuk dapat memilih model

pembelajaran dan metode yang cocok agar anak yatim tertarik dan mudah

memahami materi yang diberikan serta agar tidak membosankan. Anak

juga memiliki jenjang usia dan pendidikan yang berbeda.

b. Indikator Process

Indikator proses ini mencakup:

1) Perilaku Administratif Guru

Pelaksanaan pendidikan moral terdapat beberapa kendala, antara

lain dari peserta didik sendiri (anak yatim) yang sangat berpengaruh besar

terhadap keberhasilan penerapan pendidikan moral, yang sebagian dari

anak yatim ada yang belum bersekolah. Hal inilah yang membuat ustaz

kesulitan dalam menerapkan pendidikan moral. Karena tingkat pendidikan

dan usia anak yatim yang berbeda-beda. Kemudian dari segi ustaz sendiri

sebagai fasilitator, kurang kompeten. Ki Hajar Dewantara mengatakan

bahwa:

Pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan

nilai moral (kekuatan batin, karakter), fikiran (intellect) dan tumbuh anak

yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agardapat memajukan

kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang

kita didik selaras. (Zaim Elmubarok, 2008: 2)

Page 165: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

2) Alokasi Waktu Guru

Waktu yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada

anak didik dilaksanakan ba‟da ashar di ruang belajar. Waktu yang

digunakan harus memadai sehingga dapat digunakan secara efektif.

Alokasi waktu yang digunakan untuk pendidikan moral 1½ jam. Akan

tetapi terkadang ustadz yang mmeberikan materi pendidikan moral datang

terlambat sehingga pembelajaran molor antara 30-60 menit.

Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu yang diberikan kepada

pengsuh pendidikan moral dirasa masih kurang, apalagi berdasarkan

kenyataan yang peneliti lihat di lapangan pengasuh kadang tidak mengisi

pada saat jam bimbingan karena ada halangan tugas di luar panti.

Sedangkan waktu untuk pembinaan agama untuk pengasuh kurang karena

jumlah anak yatim yang banyak membutuhkan waktu yang banyak pula

agar anak yatim paham dan mengerti yang diajarkan. Hal ini menjadi

kendala penerapan pendidikan moral dilihat dari segi alokasi waktu guru.

3) Alokasi Waktu Peserta Didik

Peserta didik di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang

memiliki jenjang pendidikan dan usia yang berbeda-beda mengakibatkan

daya serap mereka terhadap teori yang diajarkan juga berbeda sehingga

sikap disiplin yang diterapkan oleh anak juga berbeda tergantung pada

jenjang usia. Hal ini dapat dilihat dari alasan peserta didik dalam

melaksanakan sikap disiplin, mulai dari takut pada hukuman yang

diberikan pengasuh sampai pada untuk mendapatkan persetujuan (pujian)

dari orang lain.

Hal ini sesuai dengan tahapan perkembangan moral menurut L.

Kohlberg (1995: 231-234) mengemukakan ada tingkat perkembangan

moral, yakni:

Tingkat Pra-Konvensional, tingkat Konvensional dan tingkat

Pasca-Konvensional. Dalam tingkat Pra-Konvensional (usia 4-10

tahun) anak menentukan keburukan berdasarkan tingkat hukuman

akibat keburukan tersebut. Sedangkan tingkat Konvensional (usia

10-13 tahun) anak dan remaja berperilaku sesuai dengan

mendapatkan persetujuan orang dewasa.

Page 166: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

Berdasarkan uraian di atas maka tingkat perkembangan moral

peserta didik (anak yatim) pada tingkat konvensional, hal ini juga

didukung oleh usia peserta didik yang belum mencapai usia dewasa.

Sehingga dalam penerapan pendidikan moral disesuaikan dengan usia

mereka agar mereka dapat menerima materi yang di ajarkan.

c. Indikator Output

Indikator output ini mencakup:

1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil yang tampak dari kegiatan menggali

ilmu dan ketrampilan. Prestasi belajar bisa dinilai dari tiga aspek yaitu

aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Penerapan pendidikan moral tidak

hanya melihat pada aspek kecerdasan kognitif saja melainkan juga perlu

memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Sebab penerapan

pendidikan moral sendiri bertujuan untuk mengembangkan watak maupun

karakter dari anak yatim kearah yang lebih baik agar menjadi manusia

yang bermoral dan hidup normatif di dalam masyarakat. Ustadz tidak

secara rutin membuat nilai hasil belajar siswa yang seharusnya diberikan

setiap bulannya, hal ini mengakibatkan semangat anak untuk belajar

menjadi berkurang.

2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap yang Konsisten

Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh

pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh perubahan dalam sikap

disiplinnya. Sehingga dalam hal ini peran pendidikan moral baik dalam

sekolah formal maupun nonformal sangat penting dalam membentuk

kepribadian peserta didik yang memiliki moral, berbudi pekerti dan

berakhlak mulia, sebab peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual

setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki

kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Sikap yang

dimiliki anak hanya ketika ustadz tersebut memberikan materi

Page 167: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

149

pembelajaran di kelas dan anak akan mengulang kesalahan yang sama

besuk paginya.

Anak pada suatu waktu menaati peraturan dan pada peraturan yang

lain mereka masih melanggar. Hal ini menunjukkan masih adanya rasa

takut pada diri anak untuk melaksanakan tata tertib karena adanya

pengasuh atau ustadz sehingga sikap disiplin yang dimiliki anak karena

perasaan takut. Hal ini menjadi kendala penerapan pendidikan moral yang

ditunjukkannya dalam kehidupan sehari-harinya baik selama mereka di

panti asuhan maupun saat mereka berada di sekolah. Ini menandakan

bahwa sikap dan perilaku dari anak yatim sendiri belum menunjukkan

disiplin moral karena anak yatim sendiri bertindak tidak karena kewajiban

kewajiban. Selain itu juga dapat dilihat dari skor pelanggaran siswa di

masing-masing sekolah dimana anak yatim tersebut bersekolah.

d. Indikator Outcome

Indikator outcome ini meliputi:

1) Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul

Jannah” dan di Sekolah

Peserta didik di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang

memiliki jenjang pendidikan dan usia yang berbeda-beda mengakibatkan

daya serap mereka terhadap teori yang diajarkan juga berbeda sehingga

sikap disiplin yang diterapkan oleh anak juga berbeda. Hal ini dapat dilihat

dari alasan peserta didik dalam melaksanakan sikap disiplin, mulai dari

takut pada hukuman yang diberikan pengasuh sampai pada untuk

mendapatkan persetujuan (pujian) dari orang lain. Hal ini sesuai dengan

tahapan perkembangan moral menurut K. Bertens (1995: 231-234)

mengemukakan ada tingkat perkembangan moral, yakni:

Tingkat Pra-Konvensional, tingkat Konvensional dan tingkat

Pasca-Konvensional. Dalam tingkat Pra-Konvensional (usia 4-10

tahun) anak menentukan keburukan berdasarkan tingkat hukuman

akibat keburukan tersebut. Sedangkan tingkat Konvensional (usia

10-13 tahun) anak dan remaja berperilaku sesuai dengan

mendapatkan persetujuan orang dewasa.

Page 168: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

150

Tingkat perkembangan moral peserta didik (anak yatim) pada

tingkat konvensional, hal ini juga didukung oleh usia peserta didik yang

belum mencapai usia dewasa. Sehingga dalam penerapan pendidikan

moral disesuaikan dengan usia mereka agar mereka dapat menerima materi

yang di ajarkan.

4. Kaitan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral Dengan

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang

memuat pendidikan moral memiliki tugas untuk menjadikan anak manusia

bermoral baik dan manusiawi. Ada beberapa tokoh atau pakar yang

mengembangkan pembelajaran nilai moral dengan tujuan membentuk watak atau

karakter anak.

Menurut Dasim Budimansyah (2007) mengatakan “Pentingnya mata

pelajaran PKn diberikan di sekolah adalah dalam rangka membina sikap dan

perilaku siswa sesuai dengan nilai moral pancasila dan UUD 1945 serta

menangkal berbagai pengaruh negatif yang datang dari luar baik yang berkaitan

dengan masalah ideology maupun budaya”. Pendapat lain diungkapkan Winarno

(2008: 78) “Dalam klasifikasi filsafat, nilai moral (nilai kebaikan) adalah yang

menjadi fokus dan bahan bagi pelajaran PKn”. Salah satu pendidikan yang

diberikan Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah adalah pendidikan moral

yang merupakan muatan dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dalam mata

pelajaran PKn salah satu ruang lingkupnya adalah norma, hukum dan peraturan,

meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang

berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum

dan peradilan internasional. Salah satu kompetensi dasarnya siswa diharapkan

mampu menerapkan norma-norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang

berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berarti

pendidikan moral tidak hanya diajarkan melalui satu mata pelajaran saja,

melainkan terintegrasi dalam berbagai mata pelajaran yang ada. Salah satu mata

Page 169: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

151

pelajaran yang menanamkan pendidikan moral adalah Pendidikan

Kewarganegaraan.

Dengan berbekal sikap disiplin yang diberikan Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” yang ada pada diri seorang anak akan berpengaruh terhadap

aspek kepribadian anak yang positif lainnya. Aturan yang diterapkan kepada anak

akan membatasi anak untuk bisa menahan diri dan tidak bersifat impulsive. Anak

akan belajar bahwa tidak semua keinginan-keinginannya itu selalu bisa terpenuhi,

mengingat apa yang menjadi keinginannya selalu ada batasnya. Anak juga akan

memiliki komitmen atas apa yang dilakukannya, taat pada aturan dan tidak

bersikap semaunya sendiri. Manfaat lainnya yang diperoleh adalah anak akan

belajar untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk.

Pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral di Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” merupakan salah satu pendidikan non-formal yang

memberikan materi tentang nilai-nilai moral yang terdapat dalam kehidupan

sehari-hari. Panti asuhan memberikan pendidikan moral setiap satu minggu sekali

terjadwal selama 1½ jam, yang efektif hanya satu jam saja. Hal ini mengakibatkan

penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

belum efektif terbukti dengan masih adanya pelanggaran tata tertib yang

dilakukan anak baik di sekolah maupun di panti. Anak yatim bernama Eko

Wahyono merokok di sekolah, sedangkan Ilham Taufiqurohman terlambat pulang

ke panti.

Elizabeth B. Hurlock (1978: 82) mengemukakan bahwa disiplin berasal

dari kata yang sama dengan ”disciple” yakni seorang yang belajar dari atau secara

sukarela mengikuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin

dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke

hidup yang lebih berguna dan bahagia. Dengan kata lain displin merupakan cara

masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui oleh masyarakat. Lebih

lanjut Hurlock menyatakan bahwa seluruh tujuan disiplin adalah membentuk

perilaku sedemikian rupa sehingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang

ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan.

Page 170: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

152

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang dikumpulkan peneliti di lapangan dan analisis yang

telah dilakukan oleh peneliti maka dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab

perumusan masalah yang ada. Adapun kesimpulan penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Strategi penerapan pendidikan moral yang diterapkan di Panti Asuhan Anak

Yatim “Miftahul Jannah” yakni: (a) Modeling keteladanan/contoh, (b)

Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi, (c) Strategi Pendekatan

Individu, (d) Bimbingan Personal, dan (e) Menciptakan Lingkungan yang

Kondusif.

2. Efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral

pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” belum

efektif, hal ini dapat dilihat dari:

a. Indikator input meliputi:

1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral

Karakteristik guru pendidikan moral kurang antusias dalam

memberikan pendidikan moral pada peserta didiknya.

2) Fasilitas

Fasilitas ruang kelas yang digunakan untuk memberikan pembelajaran

pendidikan moral masih kurang nyaman karena masih bergabung

menjadi satu dengan perpustakaan yang masih dalam proses

pembangunan.

3) Perlengkapan

Perlengkapan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih

kurang yaitu LCD yang membantu anak yatim dalam memahami

materi yang diajarkan, misalnya dengan adanya LCD dapat diputarkan

film-film tentang disiplin yang dapat memberikan semangat kepada

anak yatim umtuk mengubah perilaku disiplinnya.

Page 171: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

153

4) Materi Pembelajaran

Materi yang diberikan oleh ustadz tidak didasarkan pada silabus

kemudian mengenai materi pembelajaran akhlak tidak mempunyai

sumber buku acuan, hanya berupa cerita keteladanan Nabi.

5) Metode Pembelajaran

Metode yang digunakan ustaz pendidikan moral sama untuk usia dan

jenjang pendidikan yang berbeda.

b. Indikator process berupa alokasi waktu yang digunakan untuk pendidikan

moral. Waktu yang diberikan untuk pendidikan akhlak dan sikap masing-

masing 1½ jam dalam satu minggu sehingga ketika ustaz berhalangan

hadir dalam memberikan materi kepada anak yatim tidak ada waktu yang

lain untuk mengganti. Hal ini menyebabkan ustadz merasa kesulitan

memberikan materi kepada anak yatim agar anak yatim mengerti dan

memahami materi yang diberikan ustaz.

c. Indikator output dan outcome berupa hasil yang berhubungan dengan

perubahan sikap disiplin anak yatim. Adapun salah satu tujuan dari

penerapan pendidikan moral adalah agar anak yatim dapat meningkatkan

disiplin yang bersumber dari hati dan dari kewajibannya untuk

melaksanakan disiplin bukan karena takut pada hukuman. Akan tetapi,

dalam kenyataannya masih ada anak yatim yang seharusnya datang ke

panti (santunan luar) untuk mengikuti bimbingan dengan alasan malas

tidak datang. Selain itu masih ada anak yang melanggar tata tertib sekolah

(merokok dan mengatuk di kelas). Hal ini menunjukkan masih kurnagnya

kesadaran anak yatim untuk mengikuti pendidikan moral yang diadakan

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Jadi dalam hal ini, tujuan

dari penerapan pendidikan moral belum mencapai hasil maksimal, karena

hasil yang berhubungan dengan perubahan disiplin anak belum tercapai

secara maksimal.

Page 172: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

154

3. Faktor yang menjadi kendala sulitnya penerapan pendidikan moral di Panti

Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” antara lain:

a. Peserta didik yang mempunyai karakteristik berbeda mengenai kesadaran,

usia dan tingkat pendidikan (personal anak).

b. Guru sebagi fasilitator yang membantu anak memahami dan menghayati

nilai-nilai moral yang kurang kompeten.

c. Sarana prasarana kurang nyaman karena sebagian masih dalam proses

pembangunan.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan atas jawaban yang telah dirumuskan berkaitan

dengan efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membenruk disiplin moral,

maka implikasi dirumuskan sebagai berikut:

1. Strategi pendidikan moral yang digunakan dalam menunjang penerapan

pendidikan moral yakni: (a) modeling keteladanan/contoh, (b) pembiasaan /

habituasi dan pemberian materi, (c) strategi pendekatan individu, (d)

bimbingan personal, dan (e) menciptakan lingkungan yang kondusif. Pendidik

dalam mengajarkan pendidikan moral kepada anak yatim belum mengunakan

semua strategi pendidikan moral yang ada yaitu dengan strategi pembelajaran

kelompok. Dengan adanya hal tersebut dimungkinkan anak yatim tidak

memiliki kerjasama antar anggota serta proses penerapan pendidikan moral

dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim belum dapat tercapai

dengan maksimal.

2. Penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral di Panti Asuhan

Anak Yatim “Miftahul Jannah” dapat dikatakan belum sepenuhnya efektif.

Hal ini mengakibatkan beberapa anak yatim belum memahami apa yang telah

dijelaskan oleh pendidik. Guru pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim

“Miftahul Jannah” dalam memberikan materi disesuaikan dengan kemampuan

peserta didiknya agar apa yang telah diajarkan dapat diterima dan diamalkan

oleh anak yatim dan dapat tercapai tujuan pendidikan moral secara maksimal.

Page 173: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

155

3. Faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam

membentuk disiplin moral yakni: (1) Peserta didik yang mempunyai

karakteristik berbeda mengenai kesadaran, usia dan tingkat pendidikan

(personal anak), (2) Guru sebagai fasilitator yang membantu anak memahami

dan menghayati nilai-nilai moral yang kurang kompeten, dan (3) Sarana

prasarana kurang nyaman karena sebagian masih dalam proses pembangunan,

Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran yang dilaksanakan kurang

memperhatikan anak sebagai subyek pendidikan, sehingga anak yatim belum

dapat mencapai tujuan pembelajaran dalam rangka membentuk disiplin moral.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti

dapat mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”:

a. Dalam menggunakan strategi pendidikan moral disarankan menggunakan

semua strategi agar dapat menunjang strategi lainnya sehingga dapat

membantu dalam membentuk disiplin moral peserta didik.

b. Perlu adanya penambahan waktu dalam pemberian materi pendidikan

moral.

c. Perlu adanya komunikasi yang interaktif antara pengasuh dengan pihak

sekolah untuk mengetahui sejauh mana anak melaksanakan apa yang

menjadi kewajibannya untuk melaksanakan aturan tata tertib di sekolah.

2. Bagi ustadz pendidikan moral:

a. Untuk ustadz disarankan lebih memposisikan diri sebagai orang tua tidak

hanya mengawasi saja tetapi benar-benar memeriksa dan mengarahkan

anak yatim yang mengalami kesulitan dalam belajar.

b. Perlu adanya inovasi dalam pembelajaran pendidikan moral tujuannya

agar siswa mampu memahami materi pelajaran dan tidak membosankan.

c. Perlunya penerapan strategi pembelajaran untuk anak yang memiliki

jenjang usia yang berbeda, karena untuk anak yang masih kecil sulit untuk

menyerap materi yang diajarkan.

Page 174: digilib.uns.ac.id/Efekti... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Surakarta, commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN : Santi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

156

3. Bagi anak yatim sebagai peserta didik hendaknya bersikap disiplin dalam

kehidupan baik di panti maupun di sekolah sehingga dapat meningkatkan

kualitas diri sendiri, serta lebih giat dan sabar dalam mengikuti semua

kegiatan bimbingan yang ada di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”

khususnya dalam kegiatan pendidikan moral.

4. Bagi keluarga, hendaknya memberikan waktu dan kepercayaannya kepada

Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” untuk mendidik mereka secara

tepat, mematuhi aturan berkunjung yang ada di panti.

5. Bagi guru sebagai orang tua anak di sekolah perlu melakukan komunikasi

yang interaktif dengan pihak panti mengenai anak karena ketika di sekolah

pihak panti tidak mengetahui kondisi anak. Guru hendaknya memberikan

ruang dan posisi yang sama antara anak yang berasal dari panti dengan yang

lainnya agar anak dapat menjalankan fungsinya sebagai siswa secara efektif

6. Bagi Prodi PPKn, hendaknya hasil penelitian ini digunakan sebagai

sumbangan dalam mata kuliah bidang studi PPKn yang berhubungan dengan

pendidikan moral agar dapat membentuk mahasiswa-mahasiswi yang

mempunyai rasa kemanusiaan dan rasa disiplin khususnya dalam menghadapi

masalah anak yatim yang tidak hanya menjadi tanggung jawab dari

pemerintah dan yayasan sosial saja.

7. Bagi pemerintah hendaknya memberikan jaminan sosial kepada anak yatim

sehingga mereka dapat melanjutkan pendidikannya. Serta melalui program-

program pemerintah menjadikan anak yatim bermanfaat bagi negara bukan

menjadi beban negara.