EFEK PEMBERIAN KOMBINASI WHEY KEFIR DAN...
Transcript of EFEK PEMBERIAN KOMBINASI WHEY KEFIR DAN...
EFEK PEMBERIAN KOMBINASI WHEY KEFIR DAN TOMAT(Solanum lycopersicum)TERHADAP EKSPRESI IL-4 DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI TRACHEA
PADA TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL ASMA YANG DIINDUKSI OVALBUMIN DAN
LIPOPOLISAKARIDA
SKRIPSI
Oleh: OVIANTI DWI ANTARI
135130100111027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
i
EFEK PEMBERIAN KOMBINASI WHEY KEFIR DAN TOMAT(Solanum lycopersicum)TERHADAP EKSPRESI IL-4 DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI TRACHEA
PADA TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL ASMA YANG DIINDUKSI OVALBUMIN DAN
LIPOPOLISAKARIDA
SKRIPSI
Oleh: OVIANTI DWI ANTARI
135130100111027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
EFEK PEMBERIAN KOMBINASI WHEY KEFIR DAN TOMAT (Solanum
lycopersicum) TERHADAP EKSPRESI IL-4 DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI TRACHEA PADA TIKUS
(Rattus norvegicus) MODEL ASMA YANG DIINDUKSI OVALBUMIN
DAN LIPOPOLISAKARIDA
Oleh:
OVIANTI DWI ANTARI NIM. 135130100111027
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal 31 Mei 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Djoko Winarso, drh., MS NIP. 19530605 198403 1 001
drh. Dahliatul Qosimah, M.Kes NIP. 19820127 201504 2 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni´am, drh., DES NIP. 19600903 198802 2 001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ovianti Dwi Antari
NIM : 135130100111027
Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan
Penulis Skripsi berjudul:
Efek Pemberian Kombinasi Whey Kefir dan Tomat (Solanum
Lycopersicum) terhadap Ekspresi IL-4 dan Gambaran Histopatologi
Trachea pada Tikus (Rattus Norvegicus) Model Asma yang diinduksi
Ovalbumin dan Lipopolisakarida
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak
menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan tertulis di
daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan,
makasaya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang,
Yang menyatakan,
(Ovianti Dwi Antari)
NIM. 135130100111027
iv
EFEK PEMBERIAN KOMBINASI WHEY KEFIR DAN TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP EKSPRESI IL-4 DAN GAMBARAN
HISTOPATOLOGI TRACHEA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL ASMA YANG DIINDUKSI OVALBUMIN
DAN LIPOPOLISAKARIDA
ABSTRAK
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas, bersifat reversibel diakibatkan oleh berbagai faktor seperti alergen, infeksi saluran napas, cuaca dan lingkungan. Induksi hewan model asma dilakukan dengan pemberian ovalbumin (OVA) yang di perparah dengan lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Phorphyromonas gingivalis. Kombinasi whey kefir dan tomat yang mengandung antioksidan seperti vitamin C berfungsi sebagai penangkal radikal bebas asma, probiotik sebagai imunomodulator dan senyawa peptida yang berperan sebagai antiinflamasi dan antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi whey kefir dan tomat terhadap ekspresi IL-4 dan histopatologi trachea tikus model asma. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok A (kelompok tikus sehat), kelompok B (positif asma) dan kelompok C,D,E (kelompok terapi). Ovalbumin diberikan sebanyak 3 kali pada hari ke 1,14 dan 21 dengan injeksi OVA I dan OVA II secara intraperitoneal dengan dosis 10µg/ml dan OVA III secara inhalasi dengan dosis 1 mg/ml selama 20 menit. Injeksi LPS secara intrasulkuler sebanyak 1 µg/ml diberikan pada hari ke 10 dan 11. Terapi kombinasi whey kefir dan tomat diberikan dengan dosis bertingkat 1 ml/ 200g BB, 1,5 ml/200g BB dan 2 ml/200g BB. Analisa kuantitatif ekspresi IL-4,rata-rata jumlah sel radang dan sel goblet trachea dilakukan dengan uji ANOVA
5% dan analisa kualitatif melalui pengamatan histopatologi trachea meliputi struktur susunan epitel, sel goblet dan sel radang menggunakan mikroskop pada perbesaran 400 x dan 1000x. Hasil penelitian didapatkan bahwa pemberian whey kefir dan tomat mampu menurunkan presentase IL-4, memperbaiki struktur susunan epitel trachea serta penurunan sel goblet dan sel radang pada tikus model asma. Dosis terapi terbaik yaitu 1,5 ml/200 g BB. Kesimpulan penelitian ini yaitu kombinasi whey kefir dan tomat dapat digunakan sebagai terapi tikus model asma.
Kata kunci: Asma, Whey Kefir, Tomat, IL-4 dan Trachea
v
THE EFFECT OF COMBINATION OF WHEY KEFIR AND TOMATO (Solanum lycopersicum) ON EXPRESSION OF IL-4 AND TRACHEA HISTOPATHOLOGY IN RATS (Rattus norvegicus) AS ANIMAL MODEL OF ASTHMA
THAT INDUCED BY OVALBUMIN AND LIPOPOLYSACCHARIDE
ABSTRACT
Asthma is a chronic inflammatory in respiratory tract, reversible, caused by various factor such as allergens, infection of respiratory tract,weather and environment. Asthma is not only attack human, but animals too. Induction of animal model of asthma is using ovalbumin (OVA) and compunded with lipopolysaccharide (LPS) from bacteria Phorphyromonas gingivalis. The combination of tomato and whey kefir containing antioxidants such as vitamin C that have a function to against free radical, probiotic as imunomodulator and peptide compound that act as antiinflamation and antimicrobial. This research aims to know the effect of giving a combination of whey kefir and tomatoes toward the expression of IL-4 and histopathology of the trachea of rat as a animal model of asthma. The method on this research using randomized design with 5 group. Group A (healthy rat), Group B (asthma group) and Group C, D, E (therapy group). OVA were given 3 time on day 1, 14 and 21. OVA I and OVA II given by intraperitoneal injection with dose 10 µg/ml and OVA 3 is given by inhalation with dose 1 mg/ml. Injection of LPS did in intrasulculer as much as 1 µg/ml and given on day 10 and 11. Combination of whey kefir and tomatoes are given with dose 1 ml/200 g BW, 1.5 ml/200 g BW and 2 ml/200 g BW. Quantitative analyzed of IL-4 expression, inflammatory cell and goblet cell were analyzed using ANOVA test with and qualitative analyzed by observation of histopathology trachea include structure of trachea epithelium, goblet cell and inflammatory cell using microscope with 400x and 1000x magnification. The results showed that whey kefir and tomato were able to decrease IL-4 percentage, improve the structure of tracheal epithelial and decrease goblet cell and inflammatory cell in rats as animal model of asthma. The best therapy dose is 1.5 ml / 200 g BW. The conclusion of this research is the combination of whey kefir and tomato can be used as therapy in rats as animal model of asthma Key words: Asthma, Whey Kefir, Tomato, IL-4 and Trachea
vi
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Efek Pemberian Kombinasi
Whey Kefir dan Tomat (Solanum Lycopersicum) terhadap Ekspresi IL-4 dan
Gambaran Histopatologi Trachea pada Tikus (Rattus Norvegicus) Model Asma
yang diinduksi Ovalbumin dan Lipopolisakarida Shalawat beriring salam semoga
tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam penyusunan Skripsi ini tidak lepas akan adanya bantuan serta
dukungan moril dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis berterima kasih
kepada yang terhormat:
1. Dr. Djoko Winarso,drh.,MS selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan, fasilitas, kesabaran dan waktu nya.
2. Drh. Dahliatul Qosimah, M. Kes. selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, fasilitas, kesabaran dan waktu nya.
3. Drh.Indah Amalia A., M. Si dan Dhita Evi Aryani, S.Farm,Apt. selaku dosen
penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang sangat
membangun.
4.
Universitas Brawijaya.
5. drh Dyah Ayu Oktavianie A.P. M.Biotech selaku Wakil Dekan I Bidang
Akademik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
6. Zuhronu Feradatul, Lia Aulia, Ridho Windarsyah dan Dwi Mutiara Sari
selaku teman seperjuangan PKM.
7. Segenap keluarga Ayahanda Armon, Ibunda Petria Meiza, Kakak dan Adik
penulis yang tiada henti memberikan kasih sayang, mendoakan dan memberi
semangat kepada penulis.
8. Segenap keluarga kelas CAVITAS 2013 C dan SIADU atas dukungan serta
semangat yang tiada henti.
vii
9. Orang-orang tersayang khususnya Addy Rachmad Nurcahyo, Fastri Prisma
10. Teman- teman BPI BPH BEM Koordinative dan adik adik kementrian Public
relation yang telah memberikan waktu, pikiran, tenaga dan semangat yang
tiada henti.
11. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya angkatan 2013 yang telah memberikan semangat dan
saran yang membangun.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan
proposal ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan
laporan praktek kerja lapangan ini. Oleh karena itu, penulis sangat menerima kritik
atau saran yang membangun. Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat
karena pengalaman adalah guru terbaik.
Malang, Mei 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii ABSTRAK ............................................................................................................ iv ABSTRACT ............................................................................................................ v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ........................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4 1.3 Batasan Masalah .................................................................................. 4 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6 2.1 Asma .................................................................................................... 6 2.2 Tomat ................................................................................................... 9
2.3 Whey Kefir ........................................................................................ 11 2.4 Tikus ................................................................................................... 12 2.5 Interleukin-4 (IL-4) ............................................................................ 14 2.6 Trachea............................................................... ................................ 15 2.7 Ovalbumin .......................................................................................... 17 2.8 Lipopolisakarida ................................................................................. 18 BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN ............... 21
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................... 21 3.2 Hipotesa Penelitian ............................................................................ 26
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 27 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 27 4.2 Bahan dan Alat Penelitian .................................................................. 27 4.2.1 Bahan Penelitian ......................................................................... 27 4.2.2 AlatPenelitian ............................................................................... 27 4.3 Sampel Penelitian............................................................................... 27
4.4 Rancangan Penelitian......................................................................... 28 4.5 Variabel Penelitian ............................................................................. 29 4.6 Tahapan Penelitian ............................................................................. 30
4.6.1 Pembuatan Whey Kefir dan Tomat ............................................. 30 4.6.2 Preparasi Hewan Coba ................................................................. 31 4.6.3 Hewan Model Asma................................................ .................... 31 4.6.4 Pemberian Terapi Kombinasi Whey Kefir dan Tomat ................ 32 4.6.5 Pengambilan Organ Trachea ........................................................ 33
ix
4.6.2 Pembuatan Preparat Histopatologi ............................................... 33 4.6.3 Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)..........................................35 4.6.4 Metode Imunohistokimia ............................................................. 35 4.6.5 Analisis Data ................................................................................ 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 38
5.1 Efek Kombinasi Whey Kefir dan Tomat terhadap Ekspresi Interleukin 4 (IL-4) Trachea Tikus Model Asma ................................ 39
5.2 Efek Kombinasi Whey Kefir dan Tomat terhadap Gambaran Histopatologi Trachea Tikus Model Asma ......................................... 46
BAB VI PENUTUP ............................................................................................. 55 6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 55 6.2 Saran .................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 56 LAMPIRAN ......................................................................................................... 63
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 2.1 Kandungan Gizi Setiap100 g Tomat ........................................................... 10 4.1 Rancangan Penelitian .................................................................................. 28 5.1 Presentase Area Ekspresi IL-4 Trachea ...................................................... 42 5.2 Jumlah Sel Radang pada Trachea ............................................................... 48 5.3 Jumlah Sel Goblet padaTrachea .................................................................. 49 7.1 Komposisi Larutan ...................................................................................... 69 12.1 Rataan Ekspresi IL-4 ................................................................................... 76 12.2 Uji Deskriptif .............................................................................................. 78 12.3 Uji Homogenitas ......................................................................................... 78 12.4 Uji Normalitas Data .................................................................................... 79 12.5 ANOVA ...................................................................................................... 79 12.6 BNJ .............................................................................................................. 80 12.7 Presentasi IL-4 ............................................................................................ 81 13.1 Rataan Jumlah Sel Radang .......................................................................... 82 13.2 Uji Deskriptif .............................................................................................. 83 13.3 Uji Homogenitas ......................................................................................... 83 13.4 Uji Normalitas Data .................................................................................... 84 13.5 ANOVA ...................................................................................................... 84 13.6 BNJ .............................................................................................................. 85 13.7 Presentasi IL-4 ............................................................................................ 86 14.1 Rataan Jumlah Sel Goblet ........................................................................... 87 14.2 Uji Deskriptif .............................................................................................. 88 14.3 Uji Homogenitas ......................................................................................... 88 14.4 Uji Normalitas Data .................................................................................... 89 14.5 ANOVA ...................................................................................................... 89 14.6 BNJ .............................................................................................................. 90 14.7 Presentasi IL-4 ............................................................................................ 91
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Mekanisme Asma .......................................................................................... 8 2.2 Rattus norvegicus .......................................................................................... 13 2.3 Histologi Trachea .......................................................................................... 16 2.4 Histologi Dinding Trachea ............................................................................ 16 2.5 Histologi Epitel Pada Trachea ....................................................................... 17 5.1 Ekspresi IL-4 pada Trachea ......................................................................... 40 5.2 Gambaran Histopatologi Trachea ................................................................. 47 5.3 Sel Radang pada Histopatologi Trachea ....................................................... 48 5.4 Sel Goblet pada Histopatologi Trachea......................................................... 49
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Sertifikat Laik Etik ......................................................................... 63 Lampiran 2. Rancangan Penelitian ..................................................................... 64 Lampiran 3. Kerangka Operasional .................................................................... 65 Lampiran 4. Perhitungan Dosis ........................................................................... 66 Lampiran 5. Pembuatan Whey Kefir dan Tomat ................................................ 67 Lampiran 6. Hasil Uji Vitamin C Titrasi (jacobs) .............................................. 68 Lampiran 7. Komposisi Larutan ......................................................................... 69 Lampiran 8. Metode Imunohistokimia ................................................................ 70 Lampiran 9. Pembuatan Histologi Organ Trachea .............................................. 72 Lampiran 10. Pewarnaan Hematoksilin-eosin .................................................... 73 Lampiran 11. Dokumentasi Kegiatan ................................................................. 74 Lampiran 12. Uji Statistik Ekspresi IL-4 ............................................................ 76 Lampiran 13. Uji Statistik Rataan Jumlah Sel Radang ....................................... 82 Lampiran 12. Uji Statistik Rataan Jumlah Sel Goblet ........................................ 87
xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
AA : Asam Arakidonat AlOH3 : Alumunium Hidroksida ANOVA : Analysis of Variance BB : Berat Badan BNF : Buffer Neutral Formalin CD 14 : cluster of differentiation 14 COX : siklooksigenase DAB : diaminobenzidin DW : diionize water IgE : immunoglobulin E IL-4 : interleukin-4 kg : kilogram LBP : Lypopolisacharide Binding Protein LPS : Lipopolisakarida µ : mikro
: mikrogram mg : miligram MQ : milique NaCl :Natrium klorida NFkB : nuclear factor kappa B NK : Natural Killer OVA : Ovalbumin PBS : Phosphate Buffer Saline PGD2 : Prostaglandin D2 PGE2 : Prostaglandin E2 PGF2a : Prostaglandin F2a PGH2 : Prostaglandin H2 PGI2 : Prostasiklin PKC : Protein Kinase C RAL : Rancangan Acak Lengkap Th1 : T helper 1 Th2 : T helper 2 TK : Tyrosin Kinase TLR : Tool like receptor TXA2 : Tromboksan A2 VCAM : Vascular Cell Adhesion Molecule
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dengan tanda utama
berupa obstruksi saluran napas reversibel akibat kontraksi otot polos bronkus,
hipersekresi mukus, dan edema mukosa (Leveno, 2009). Karakteristik asma berupa
batuk, suara napas yang abnormal, dan sesak napas yang timbul akibat alergen,
infeksi dan stimulus berupa obat, latihan, stres, emosi, refluks gastroesofagus pada
mikroaspirasi, dan polusi udara (Tambayong, 2000). Menurut DEPKES RI (2007),
asma mempunyai dampak buruk meliputi penurunan kualitas hidup dan
produktivitas, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan
bahkan kematian. Oemiati (2010) menyatakan bahwa asma merupakan salah satu
penyakit yang termasuk dalam lima besar penyebab kematian di dunia dengan
variasi antara 5-30% (berkisar 17,4%).
Menurut Michel dalam Nugroho (2006), prevalensi asma di seluruh dunia
dan frekuensi perawatan pasien di RS atau kunjungan ke emergensi akibat asma
mengalami peningkatan. Hal ini diduga akibat meningkatnya kontak dengan
alergen berupa asap dan debu kendaraan. Selain itu rendahnya kondisi
sosioekonomi menyulitkan pemberian tempat yang baik. Van dalam Nugroho
(2006) menyatakan bahwa menurut perkiraan WHO terdapat sekitar 100-150 juta
penduduk di dunia menderita asma dan diperkirakan jumlahnya terus bertambah
sekitar 180.000 setiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia perkiraan jumlah
2
penduduk yang menderita asma adalah sekitar 2-7%. Asma tidak hanya di derita
oleh manusia tetapi asma juga dapat menyerang hewan. Menurut Bonagura (2008),
saat ini belum ada data yang pasti untuk angka kejadian asma pada hewan.
Prevalensi dari penyakit saluran pernafasan bagian bawah pada kucing dewasa
mencapai 1% dari populasi kucing di dunia dan pada kucing jenis Siamase
prevalesnsi nya mencapai 5%.
Berdasarkan data prevalensi di atas terlihat bahwa angka kejadian asma
cukup tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya. Sehingga dibutuhkan
pengobatan asma yang efektif untuk menekan kejadian asma tersebut. Pengobatan
asma pada saat ini menggunakan golongan obat pengontrol asma berupa anti-
inflamasi dan obat pelega napas seperti bronkodilator. Contoh dari obat pengontrol
asma yaitu kortikosteroid inhalasi, kortikosteroid sistemik dan teofilin yang
mempunyai beragam efek samping yang merugikan seperti kandidiasis orofaring,
disfonia, batuk karena iritasi saluran pernapasan atas, mual, nyeri kepala, diuresis,
aritmia jantung dan kejang (Wahyuni, 2013). Oleh sebab itu diperlukan alternatif
pengobatan asma, salah satunya adalah menggunakan kombinasi whey kefir dan
tomat.
Kandungan gizi di dalam buah tomat diantaranya yaitu vitamin C dan
likopen. Menurut Wirakusumah (2007), vitamin C berfungsi dalam pembentukan
kolagen, sintesis karnitin, metabolisme zat besi, meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap infeksi, mencegah kanker dan sebagai antioksidan. Novita dan Etria
(2015), menyatakan bahwa likopen merupakan karotenoid pigmen merah terang
yang banyak ditemukan dalam buah tomat berfungsi sebagai antioksidan, yaitu
3
penangkal radikal bebas yang bermanfaat bagi kesehatan. Whey kefir menurut Patel
dalam Fardiaz (2012), adalah produk susu fermentasi yang mengandung asam
organik, peptida dan eksopolisakarida. Menurut Chalid dan Hartiningsih (2013),
peptida susu fermentasi mempunyai sifat fungsional sebagai antioksidan,
antitrombotik, antihipertensi, hipokolesterolemia, opioid, mineral binding,
antimikroba dan mempunyai aktivitas sebagai immunomodulator.
Interleukin-4 (IL-4) merupakan sitokin utama dalam patogenesis respons
alergi. Hal tersebut berhubungan dengan sekresi IgE oleh sel plasma. Respons imun
yang dimediasi oleh IgE ditingkatkan oleh IL-4 melalui kemampuannya
memperbaiki reseptor IgE di permukaan sel. Reseptor tersebut antara lain reseptor
D23) pada limfosit B dan sel
mononuklear, serta reseptor IgE dengan afinitas tinggi terhadap sel mast dan
basofil. Aktivasi sel mast tergantung IgE yang dirangsang oleh IL-4 ini mempunyai
peran yang penting dalam perkembangan reaksi alergi tipe cepat. Mekanisme lain
dimana IL-4 menyebabkan obstruksi saluran napas adalah melalui induksi gen
musin dan hipersekresi mukus. Interleukin-4 meningkatkan ekspresi eotaksin dan
sitokin inflamasi yang lain dari fibroblas yang akan menyebabkan inflamasi dan
airway remodeling (Surjanto dan Purnomo, 2008).
Kombinasi whey kefir dan tomat yang mengandung vitamin C yang
berfungsi sebagai penangkal radikal bebas asma dan mengandung senyawa peptida
yang berperan sebagai antiinflamasi diharapkan dapat digunakan sebagai terapi
asma dan dapat mengurangi ekspresi IL-4 serta memperbaiki kerusakan
histopatologi trachea.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah kombinasi whey kefir dengan tomat yang diberikan pada tikus (Rattus
norvegicus) model asma dapat menurunkan ekspresi Interleukin-4 (IL-4)?
2. Apakah kombinasi whey kefir dengan tomat dapat memperbaiki histopatologi
jaringan trachea tikus (Rattus norvegicus) model asma?
1.3 Batasan Masalah
Didasari oleh rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka penelitian
ini dibatasi pada :
1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan strain
wistar berumur 8-12 minggu dengan berat badan sekitar 150-250 gram. Tikus
ini diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM
Yogyakarta.
2. Induksi asma pada tikus dilakukan dengan injeksi ovalbumin dan diperparah
dengan lipopolisakarida (LPS) bakteri Phorphyromonas gingivalis. Pemberian
ovalbumin dilakukan sebanyak tiga kali dengan dua kali injeksi
intraperitoneum sebanyak 10 µg/ml dan satu kali secara inhalasi sebanyak 1
mg/ml. Pemberian LPS dilakukan secara injeksi intrasulkuler pada sulkus
gingivalis rahang kanan atas sebanyak 1 µg/ml.
3. Tomat yang digunakan pada penelitian ini adalah 600g tomat merah yang
diblender dan didapat ekstraknya sebanyak 300 ml. Kandungan vitamin C pada
5
ekstrak tomat dan whey kefir diukur kadarnya di Laboratorium Sentral Ilmu
Hayati Universitas Brawijaya.
4. Kefir yang digunakan pada penelitian ini yaitu bagian kefir yang lapisan paling
bawah berupa whey kefir . Whey kefir mempunyai karakteristik lebih encer
dan bening kemudian dicampurkan dengan ekstrak tomat (Solanum
lypopersicum L.).
5. Pemberian terapi kombinasi whey kefir dan tomat pada hewan coba dimulai
pada hari ke-22. Ada tiga kelompok hewan coba yang diberikan terapi secara
per oral dengan dosis pemberian masing masing sebesar 1 ml/200 g BB, 1,5
ml/ 200 g BB dan 2 ml/200 g BB.
6. Variabel yang diamati dalam penilitian ini adalah ekspresi IL-4 trachea dengan
metode Imunohistokimia (IHK) dan histopatologi trachea dengan pewarnaan
Hematoxylin eosin (HE).
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi whey kefir dan tomat terhadap
ekspresi IL-4 tikus (Rattus norvegicus) model asma.
2. Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi whey kefir dan tomat terhadap
histopatologi trachea tikus (Rattus norvegicus) model asma.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan informasi tentang pemanfaatan
whey kefir dan tomat (Solanum lypopersicum L.) sebagai terapi penyakit asma.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asma
Asma merupakan penyakit kronik saluran napas yang ditandai oleh
hiperaktivitas bronkus, yaitu kepekaan saluran napas terhadap berbagai rangsangan.
Manifestasi dari asma adalah penyempitan saluran napas dengan berbagai gejala
mulai dari batuk, rasa berat di dada, suara napas yang abnormal, dan sesak napas.
Gejala ini timbul biasanya bila ada faktor pencetus yang merangsang saluran napas.
Penyakit asma mengenai semua umur, tetapi terbanyak ditemukan pada anak-anak
dan dewasa muda (Graha, 2008). Menurut Somantri (2007), asma adalah gangguan
pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasm periodik (kontraksi spasme pada
saluran napas). Serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik,
metabolisme, kimia, alergen, dan sebagainya. Faktor penyebab yang sering
menimbulkan asma yaitu alergen berupa debu, spora jamur, dan tepung sari
rerumputan ; iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan; infeksi saluran napas
terutama yang disebabkan oleh virus; perubahan cuaca yang ekstrim; aktivitas yang
berlebihan,lingkungan,emosi,dan obat-obatan.
Menurut Nelson dalam Yasmin (2011), asma berhubungan dengan lokus
yang pro-alergik dan proinflamatori. Inflamasi yang terjadi pada saat asma
mengakibatkan kontriksi saluran pernafasan ketika terpapar alergen. Obstruksi
bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus
mengakibatkan batuk, rasa sesak di dada. Penyempitan saluran napas terjadi karena
7
lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan mukosa
bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Selain sel mast, sel lain
yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel
epitel jalan napas, neutrofil, platelet, limfosit dan monosit.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,
nervus vagus dan epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag
akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk
ke dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi. Mediator
inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma,
melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel
inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrin. Keadaan ini
menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus
(Yasmin, 2011).
Asma akibat alergi bergantung kepada respons yang dikendalikan oleh
limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE
yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma
bersifat airborne. Alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam
periode waktu tertentu agar mampu menimbulkan gejala asma. Namun di lain kasus
terdapat pasien yang sangat responsif, sehingga sejumlah kecil alergen masuk ke
dalam tubuh sudah dapat mengakibatkan eksaserbasi penyakit yang jelas (Somantri,
2007).
8
Adanya alergen, infeksi maupun irritant pada tubuh akan merangsang
terbentuknya IgE dan menstimuli keluarnya sel mast dan mengakibatkan timbul nya
berbagai respon gejala asma seperti yang terlihat pada skema (gambar 2.1)
dibawah ini.
Gambar 2.1 Mekanisme Asma (Lewis, Heitkemper, Dirksen, 2000 dalam
Mardhiah, 2011).
Obat yang dapat dipakai untuk penderita asma adalah berupa
glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh teofilin, kromones, atau leukotrien.
-agonist inhalasi. Pemilihan obat untuk
asma tergantung dari tingkat keparahan asma. Obat-obatan untuk asma tersebut
9
memiliki efek samping seperti glukokortikosteroid inhalasi yang dapat
menyebabkan kandidiasis orofaringeal, iritasi pada bagian saluran napas atas dan
dapat memberikan efek sistemik menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas
osteoblast. Glukokortikosteroid oral dapat menimbulkan hipertensi, diabetes,
penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma, obesitas
dan kelemahan (GINA, 2005; Mardhiah, 2011).
2.2 Tomat
Tomat termasuk tanaman sayuran dalam famili Solanaceae. Tanaman tomat
tergolong tanaman semusim. Tanaman ini berumur pendek yang hanya satu kali
berproduksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat merupakan tanaman perdu atau
semak yang menjalar pada permukaan tanah dengan panjang mencapai ± dua meter
(Firmanto, 2011).
Berikut merupakan taksonomi dari tomat menurut Christine (2014):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Famili :Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum lycopersicum Mill
Kandungan yang terdapat dalam buah tomat meliputi alkaloid solanin
(0,007%), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, biflavonoid, protein, lemak,
gula (fruktosa, glukosa), adenin, trigonelin, kolin, tomatin, mineral (Ca, Mg, P, K,
10
Na, Fe, sulfur, klorin), vitamin (B1, B2, B6, C, E, niasin), histamin, dan likopen
(Dalimartha, 2007).
Dalam setiap 100 gram tomat menurut Pracaya (1998), memiliki kandungan
vitamin C yang cukup tinggi yaitu sebanyak 25 mg, niasin 0,7 mg, vitamin A
sebanyak 1000 IU, vitamin B1 sebanyak 50 μg, vitamin B2 sebanyak 40 μg,
sebagaimana tercantum pada (tabel 2.1)
Tabel 2.1 Kandungan gizi setiap 100 gram tomat
Kandungan Gizi Jumlah Air 0,3 g Protein 1 g Lemak 0,1 g Karbohidrat 4 g Serat 0,6 g Abu 1 g Kalori 21 kal Kapur 15 mg Fosfor 30 mg Besi 0,4 mg Vitamin A 1000 IU Vitamin B1 50 μg Vitamin B2 40 μg Vitamin C 25 mg Niasin 0,7 mg
Sebagai sumber vitamin A dan vitamin C serta mineral lainnya, tomat
bermanfaat untuk mencegah pembentukan batu dalam saluran kencing, diet,
membantu penyembuhan sakit liver, tuberkulosis, asma serta penyembuhan sendi
tulang yang keseleo dan sakit bisul (Rukmana, 1994). Vitamin C yang terdapat
dalam tomat cukup banyak. Fungsi vitamin C menurut Wirakusumah (2007) yaitu
berfungsi dalam pembentukan kolagen, sintesis karnitin, metabolisme zat besi,
11
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, mencegah kanker dan sebagai
antioksidan yang sangat penting.
- karoten adalah suatu karotenoid
pigmen merah terang yang banyak ditemukan dalam buah tomat dan buah-buahan
lain yang berwarna merah. Zat ini berfungsi sebagai antioksidan, yaitu penangkal
radikal bebas yang bermanfaat bagi kesehatan. Buah tomat mensintesis likopen
dalam jumlah banyak selama pemasakan, yaitu mencapai 90% dari fraksi
karotenoid total (Salunkhe et al., 1991; Novita dan Etria 2015).
2.3 Whey Kefir
Kefir adalah produk fermentasi susu yang mengandung probiotik yang
sangat berguna bagi kesehatan tubuh. Kefir merupakan susu fermentasi yang
mengandung alkohol 0,5% - 1%. Bakteri yang menyebabkan terbentuknya alkohol
adalah Sacharomycfes kefir dan Torula kefir. Kefir seperti halnya yoghurt,
merupakan produk susu hasil fermentasi, yang berasa asam, alkoholik, dan karbonat
(Simatupang, 2011).
Kadar asam laktat kefir berkisar 0,8-1,1%, alkohol 0,5-2,5%, sedikit gas
karbondioksida, kelompok vitamin B serta diasetil dan asetaldehid. Komposisi dan
kadar nutrisi kefir adalah air 89,5%, lemak 1,5%, protein 3,5%, abu 0,6%, laktosa
4,5% dengan nilai pH 4,6. Komponen dan komposisi ini bervariasi, bergantung
pada jenis mikrobia starter, suhu, lama fermentasi, serta bahan baku yang
digunakan. Bahan baku susu yang berkadar lemak tinggi menghasilkan kefir
dengan kadar lemak yang tinggi, dan sebaliknya penggunaan susu skim
menghasilkan kefir dengan kadar lemak yang rendah. Banyak sedikitnya asam
12
laktat dan alkohol dalam kefir sangat dipengaruhi oleh kadar laktosa bahan baku,
jenis mikrobia starter, dan lama fermentasi (Litbang Pertanian, 2007).
Kefir memiliki kandungan laktosa yang lebih rendah dari susu murni
sehingga kefir sangat bermanfaat bagi penderita lactose intolerant atau tidak tahan
terhadap laktosa, karena laktosanya telah dicerna menjadi glukosa dan galaktosa
oleh enzim laktase dari mikrobia dalam biji kefir. Di samping itu, kefir juga
dipercaya oleh sebagian masyarakat dapat menyembuhkan beberapa penyakit
metabolisme seperti diabetes, asma, dan jenis tumor tertentu, walaupun penelitian
secara ilmiah tentang hal itu belum dilakukan (Litbang Pertanian, 2007).
2.4 Hewan Coba Tikus (Rattus norvegicus) Model Asma
Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagai hewan
percobaan pada berbagai penelitian. Tikus putih tersertifikasi diharapkan lebih
mempermudah para peneliti dalam mendapatkan hewan percobaan yang sesuai
dengan kriteria yang dibutuhkan. Kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti dalam
menentukan tikus putih sebagai hewan percobaan, antara lain kontrol pakan,
kontrol kesehatan, perkawinan, jenis (strain), umur, bobot badan, jenis kelamin,
silsilah genetik (Widiartini, dkk., 2013).
Lebih dari 90% hewan coba yang digunakan dalam penelitian adalah
binatang pengerat, terutama mencit (Mus musculus L.) dan tikus (Rattus
norvegicus). Hal ini disebabkan karena secara genetik, manusia dan kedua hewan
uji tersebut mempunyai banyak sekali kemiripan. Jenis tikus yang paling umum
digunakan adalah jenis albino galur Sprague Dawley dan galur Wistar (gambar
2.2). Jika dibandingkan dengan tikus betina, tikus jantan lebih banyak digunakan
13
karena tikus jantan menunjukkan periode pertumbuhan yang lebih lama (Husaeni,
2008).
Berikut merupakan taksonomi tikus (Rattus norvegicus) menurut
Rukmanasari (2010):
Kingdom : Animalia
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Gambar 2.2 Tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) (Husaeni, 2008).
Tikus putih digunakan sebagai hewan model asma karena memiliki
keuntungan yang paling besar dibanding spesies lain, diantaranya adalah karena
IgE merupakan antibodi terhadap alergi yang utama pada tikus putih. Tikus putih
secara tipikal meningkatkan dominasi Th2 pada respon imun, dan menginduksi
parameter respon alergi seperti IgE spesifik alergen, Airway Hyperresponsiveness
(AHR) dan meningkatkan inflamasi eosinofilik pada jalan nafas (Shin et al., 2009;
Rachmadian, 2011).
14
2.5 Interleukin 4 (IL-4)
IL-4 adalah glikoprotein 18-20 kD terdiri dari 153 asam amino yang
diproduksi oleh sel T, sel mast dan sel basofil. Produksi IL-4 cepat dan bersifat
transient, dapat dideteksi dalam 1-5 jam dan ekspresinya hilang setelah 24-48 jam.
Efek IL-4 yang paling penting adalah perkembangan sel Th2 dan memerintahkan
sel B untuk memproduksi IgE dan IgG4 sedangkan pada endotel IL-4 meningkatkan
ekspresi VCAM-1 (Sudarmini, 2006).
Interleukin 4 (IL-4) merupakan stimulus utama produksi IgE dan
perkembangan Th2 dari sel CD4+ naif. IL-4 merupakan sitokin penanda Th2. IL-4
merangsang sel B meningkatkan produksi IgG dan IgE serta ekspresi MHC-II. IL-
4 merangsang isotip sel B dalam pengalihan IgE, diferensiasi sel T naif ke subset
Th2. IL-4 mencegah aktivasi makrofag yang diinduksi IFN-
Iris, 2009).
Interleukin (IL)-4 merupakan salah satu sitokin kunci pada asma dan pada
patogenesis reaksi alergi lainnya. Ekspresi IL-4 berperan dalam menstimulasi
diferensiasi sel T CD4 naif menjadi sel Th2, proliferasi atau ekspansi klonal sel Th2,
menstimulasi perubahan limfosit-B dalam memproduksi IgE, meningkatkan
-B dan sel fagosit mononuklear, serta
-4 mampu
menstimulasi fibroblas untuk memproduksi eotaxin dan sitokin-sitokin pro-
inflamasi yang menyebabkan terjadinya remodeling saluran nafas serta
meningkatkan ekspresi Vascular Cell Adhesion Molecule 1 (VCAM-1) pada
endotel vaskuler. Melalui interaksi VCAM-1, IL-4 secara langsung menyebabkan
15
migrasi limfosit-T, monosit, eosinofil, dan basofil ke daerah inflamasi. Interleukin
(IL)-4 juga mampu menghambat apoptosis limfosit-T. Persistensi dan aktivasi
limfosit-T menimbulkan umpan balik positif dengan semakin meningkatnya
produksi IL-4 diikuti peningkatan diferensiasi dan ekspansi klonal sel Th2
(Runiawan, dkk., 2010).
2.6 Trachea
Trachea berarti pipa udara. Trachea dapat juga dijuluki sebagai
eskalatormuko-siliaris karena silia pada trachea dapat mendorong benda asing yang
terikat zat mukus kearah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan
(Permata, 2011). Trachea merupakan tabung berongga yang terdiri cincin kartilago.
Trachea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas
ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks lalu membelah menjadi dua
bronkus utama pada karina (Paniselvam, 2011).
Menurut Eroschenko (2005), gambaran dari histologi trachea yaitu dinding
trachea (gambar 2.4) terdiri dari mukosa, submukosa, kartilago hialin, dan
adventitia. Trachea (gambar 2.3) dikelilingi oleh cincin kartilago hialin yang
berbentuk C. Kartilago hialin dikelilingi oleh jaringan ikat perikondrium yang
menyatu dengan submukosa pada salah satu sisi dan adventitia di sisi lainnya.
Banyak saraf, pembuluh darah dan jaringan lemak yang terletak di adventitia.
Ruang pada kartilago hialin bagian posterior diisi dengan muskulus trachealis.
Muskulus trachealis terletak pada jaringan ikat. Sebagian dari serat muskulus
trachealis masuk ke perikondrium yang menutupi ruang kartilago hialin. Lumen
trachea dilapisi oleh epitel pseudotrafied kolumnar bersilia (gambar 2.5) dengan
16
sel goblet. Lamina propia mengandung serat jaringan ikat, difus jaringan limfatik,
nodul limfatik yang soliter. Di bawah lamina propia terdapat membran elastis
longitudinal yang memisahkan lamina propia dari submukosa yang berisi jaringan
ikat longgar. Pada submukosa ditemukan kelenjar tubuloasinar seromukosa trachea
yang mengeksretori kelenjar melewati lamina propia ke lumen trachea. Pada
mukosa terdapat lipatan mukosa sepanjang dinding posterior trachea.
Gambar 2.3 Trachea dengan potongan melintang, pewarnaan hematoksilin eosin (HE) dengan perbesaran 100x.
Gambar 2.4 Dinding trachea sectional view , pewarnaan HE, dengan perbesaran 400x.
17
Gambar 2.5 Epitel pseudotrafied kolumnar bersilia pada trachea, pewarnaan HE, dengan perbesaran 1000x.
Secara fungsional trachea termasuk sistem pernapasan bagian konduksi atau
penghantar gas. Akan tetapi fungsi trachea tidak hanya tempat penghantaran gas
saja tetapi memiliki fungsi lainnya, seperti proteksi terhadap alergen, bakteri, dan
bahan iritan (Ajie, 2015). Adanya paparan ovalbumin dan LPS akan mengakibatkan
aktivasi sel-sel inflamasi dan memicu reaksi fagositosis oleh makrofag dan neutrofil
yang akan menghasilkan radikal bebas (Pertiwi, 2014). Radikal bebas tersebut
dapat memicu kerusakan sel pada alat pernafasan, baik trachea dan pulmo. Hal ini
dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan Yunianto, dkk. (2014) dimana paparan
asap anti nyamuk bakar yang merupakan salah satu faktor peningkatan kadar
radikal bebas dalam tubuh menyebabkan terjadinya erosi epitel dan silia pada
trachea.
2.7 OvalbuminOvalbumin merupakan protein yang terdapat dalam putih telur, larut dalam
air dan menggumpal bila dipanaskan atau bila dijenuhkan dengan larutan amonium
sulfat (Sumardjo, 2009). Ovalbumin adalah salah satu jenis alergen berupa alergen
makanan protein putih telur yang bertanggung jawab terhadap terjadinya reaksi
18
alergi dan menyebabkan pengeluaran immunoglobulin. Ovalbumin dapat
mengaktivasi jenis-jenis leukosit yaitu basofil, eosinofil, monosit, limfosit dan
neutrofil (Juwita, 2015). Ovalbumin (OVA) yang berasal dari telur ayam
merupakan alergen yang sering digunakan untuk menginduksi inflamasi pada
pulmo dan alergi di hewan laboratorium tikus (Kumar et al., 2008).
Ovalbumin sebagai alergen akan masuk ke dalam tubuh lalu ditangkap oleh
Antigen Presenting Cell (APC). Kemudian diproses dan dipresentasikan ke sel T
CD4+ atau sel Th0. Sel Th0 akan berdiferensiasi menjadi CD4+ Th1 dan sel CD4+
Th2. Kerja dua sel tersebut bersinergi, dimana sel CD4+ Th2 berperan sebagai respon
imun humoral yang akan mensekresikan antibodi (IgE). Sedangkan sel CD4+ Th1
berperan dalam respon imun seluler yang akan menghasilkan sitokin pro inflamasi
seperti IL- -2, IL- . Ovalbumin melalui sel CD4+ Th2 memicu
produksi sel mast, paparan ovalbumin berikutnya akan menimbulkan degranulasi
sel mast yang akan memproduksi lipid mediator (termasuk histamin) sehingga
timbul alergi inflamasi pada saluran nafas yang akan bermanifestasi sebagai asma
alergi (Rachmadian, 2011).
2.8 Lipopolisakarida
Lipopolisakarida (LPS) adalah kapsul dari bakteri gram negatif yang
mempunyai komponen antigen berupa O antigen, R core antigen, Lipid A antigen
(Manuaba, 2001). Antigen O merupakan polimer yang tersusun dari 4-5
monosakarida, dengan salah satu ujung dari rantainya terpapar pada permukaaan
bakteri, ujung lainnya berikatan dengan core. Core berikatan dengan lipid A. Lipid
A merupakan fosfolipid dengan basis glukosamin. Lipid A merupakan bagian LPS
19
yang bersifat toksik, dimana gugus fosfat pada posisi C1 dan C4 menentukan
toksisitasnya. Struktur core pada LPS berbeda pada setiap spesies bakteri
(Appelmelk, 2000; Purba, 2012). LPS dapat ditemukan pada permukaan bakteri
gram-negatif dan memiliki banyak sekali efek biologis yang dapat menginduksi
penyakit periradikuler. LPS memiliki antigen nonspesifik yang tidak dapat
dinetralkan dengan sempurna oleh antibodi. Antigen LPS akan mengaktifkan
kaskade komplemen melalui jalur klasik maupun alternatif. Ketika LPS dilepas dari
dinding sel, LPS disebut sebagai endotoksin. Endotoksin dari bakteri
Porphyromonas gingivalis mampu berdifusi melintasi dentin (Walton dan
Mahmoud, 2008).
Salah satu faktor resiko yang dapat memperparah keadaan asma yaitu
paparan lipopolisakarida (LPS). Sumber bakteri gram negatif yang berpotensi
memproduksi lipopolisakarida (LPS) adalah Porphyromonas gingivalis. Bakteri
Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri rongga mulut yang menyebabkan
adanya plak gigi dan periodontitis (Schwartz, 2002; Utomo, 2006; Kuswantoro,
2012).
Injeksi LPS pada hewan coba dan manusia dapat menimbulkan tanda dan
gejala demam, hipotensi dan pelepasan mediator inflamasi. Monosit atau makrofag,
netrofil dan sel endotel berperan dalam respon terhadap infeksi dan mempunyai
reseptor terhadap endotoksin. Suatu protein di dalam plasma dikenal dengan
lipopolysacharide binding protein (LBP), dengan berat molekul 55 kDa dan
disintesis oleh hepatosit berperan penting dalam metabolisme LPS. LBP terdapat
dalam 2 bentuk, bentuk terlarut dan dalam ikatan dengan reseptor LPS yaitu CD14.
20
Ketika LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor
dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme.
Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan
CD14 di permukaan sel maupun CD14 terlarut. Selanjutnya kompleks CD14-LPS
menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui CD (PKC), suatu faktor
transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks
LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like
resceptor-2 (TLR2) (Appelmelk, 2000; Purba, 2012).
21
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Pengaruh induksi alergen : Variabel Kendali(Tikus)
: Pengaruh pemberian terapi : Variabel Bebas (Alergen)
: Patomekanisme :Variabel Bebas (Terapi)
: Menghambat : Variabel Tergantung
Tikus
OVA 3
Kombinasi Whey Kefir dan Tomat
Imunitas Spesifik
Aktivasi Sel T
Th 2
Aktivasi Sel B
Ig E
Sel Mast
pelepasan mediator inflamasi
Inflamasi dan hiperaktivitas saluran napas
Perubahan Histopatologi Trachea
IL-4
Imunitas non spesifik
OVA 1
OVA 2
LPS
Bakteri Asam Laktat
Vit. C, Likopen, Peptida Bioaktif
22
Asma terjadi karena adanya induksi alergen. Pada penelitian ini alergen
yang digunakan adalah ovalbumin dan lipopolisakarida. Ovalbumin di injeksikan
sebanyak tiga kali dengan dua kali secara intra peritoneum dan satu kali secara
inhalasi. Injeksi ovalbumin yang pertama akan mengaktifkan sistem imun non
spesifik. Selanjutnya injeksi ovalbumin yang kedua mengakibatkan jumlah alergen
di dalam tubuh semakin banyak lalu ditangkap oleh antigen presenting cell (APC)
seperti makrofag alveolar dan sel dendritik dan mengaktifkan sistem imun spesifik.
Sedangkan pemberian ovalbumin yang ke tiga akan mengaktifkan sel Th2.
Ketika alergen masuk ke dalam tubuh dan ditangkap oleh APC, sel APC
akan berikatan dengan MHC kelas II di permukaan membran sel hospes dengan
reseptor di permukaan sel T lalu mengaktivasi sel T. Sel T naif yang terpapar
dengan antigen akan berkembang menjadi sel Th0 lalu berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 akan mengaktifkan makrofag
sedangkan sel Th2 akan menghasilkan sitokin seperti IL-4 yang akan membantu
aktivasi sel B untuk menghasilkan sel memori dan antibodi berupa Ig E.
Menurut Sari (2013), Ig E akan berikatan dengan reseptor Fc pada sel mast
dan menghasilkan pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin,
leukotrien dan sitokin. Inflamasi dapat diakibatkan oleh metabolisme asam
arakidonat. Menurut Guilemany, et al. (2008), adanya asam arakidonat (AA) yang
dimetabolisme melalui siklooksigenase (COX) akan menghasilkan prostaglandin
(PGD2, PGE2, PGF2a) yang menyebabkan bronkokontriksi, vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler. Sedangkan AA yang dimetabolisme melalui
jalur lipooksigenase (LO) akan menghasilkan leukotrin (LT) A4. Dalam beberapa
23
sel, LTA4 dapat diubah menjadi LTB4 oleh hidrolase LTA4 atau ke LTC4 oleh
sintase LTC4. LTC4 dibawa keluar sel dan kemudian dimetabolisme menjadi LTD4
dan LTE4. LTC4, LTD4, dan LTE4 membentuk leukotrien cysteinyl disebut (Cys-
LTs), yang merupakan bronkokontriksi kuat yang meningkatkan pembentukan
edema dan merupakan kemotaktik untuk eosinofil.
Lepasnya mediator inflamasi mengakibatkan terjadinya kontraksi otot
polos saluran napas, edema, peningkatan sekresi mukus sehingga terjadi sumbatan
jalan napas dan inflamasi pada saluran pernafasan (Sari, 2013).
Mediator inflamasi akan menyebabkan terbentuknya Reactive Oxygen
Species (ROS) yang akan mengakibatkan ketidakseimbangan jumlah antioksidan
dengan radikal bebas sehingga terjadi stres oksidatif. ROS akan mengakibatkan
lepasnya inhibisi NFkB oleh penghambat NFkB, dan terjadi perpindahan NFkB dari
sitoplasma ke dalam inti protein. ROS menyebabkan penambahan fosfat pada IkB
sehingga ikatan NFkB-IkB terlepas. Terlepasnya ikatan ini menyebabkan NFkB
berpindah ke dalam inti sel secara otomatis NFkB kemudian berikatan dengan
NFkB binding domain. NFkB merangsang banyak gen antara lain; molekul adesi
ICAM-1, VCAM-1, P selectin; molekul sitokin seperti IL-1, IL-2, IL-6, IL-9 TNFa,
TNFb (Rohman, 2006).
IL-4 akan merangsang vascular cell adhesion molecule (VCAM)-1 pada
endotel vaskuler. Melalui interaksi VCAM-1, IL-4 secara langsung menyebabkan
migrasi limfosit T, monosit, basofil dan eosinofil ke daerah inflamasi. Interleukin-
4 juga menghambat apoptosis eosinofil dan menyebabkan inflamasi eosinofilik
dengan merangsang kemotaksis dan aktivasi eosinofil melalui peningkatan ekspresi
24
eotaksin sehingga merangsang inflamasi pada pasien asma (Surjanto dan Purnomo,
2008).
Adanya paparan LPS akan memperparah keadaan asma akibat terjadinya
modulasi infamasi pada saluran pernafasan (Renanda, dkk.,2012). Lipopolisakarida
(LPS) akan membentuk ikatan dengan LBP. Adanya aktivasi sistem imun seluler
dan humoral akan membentuk LPS antibody (LPSab) yang akan berikatan dengan
reseptor cluster of differentiation (CD) 14 (Mangayun, 2016). Kompleks CD14-LPS
menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuclear factor kappa B
(NFkB), tyrosin kinase (TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang
menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel (Purba, 2012).
Kombinasi whey kefir dan tomat yang mengandung antioksidan seperti
vitamin C berfungsi sebagai penangkal radikal bebas asma, probiotik sebagai
imunomodulator dan senyawa peptida yang berperan sebagai antiinflamasi dan
antimikroba dimana kombinasi ini bersifat sinergis dan diharapkan dapat digunakan
sebagai terapi asma.
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa mengganggu
fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Vitamin A
(betakaroten), vitamin C, vitamin E, dan senyawa fitokimia merupakan contoh
antioksidan sekunder yang berperan mengikat radikal bebas dan mencegah
amplifikasi senyawa radikal (Fitriana, 2016).
Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi utama yaitu
sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan dapat memberikan atom hidrogen
25
secara cepat ke radikal lipida atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara
turunan radikal antioksidan tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding
radikal lipida. Fungsi kedua yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan
pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Anatriera, 2009).
Bakteri probiotik yang terkandung dalam whey kefir memiliki aktivitas
imunomodulator. Menurut Tan dan Rahardja (2007), imunomodulator adalah
senyawa tertentu yang dapat meregulasi sistem imun dengan tujuan menormalkan
atau membantu mengoptimalkan sistem imun. Imunomodulator terbagi menjadi
imunostimulator dan imunosupresor. Imunostimulator adalah senyawa yang dapat
meningkatkan respon imun. Imunostimulator dapat mereaktivasi sistem imun
dengan berbagai cara seperti meningkatkan jumlah dan aktivitas sel T, NK-cells
dan makrofag serta melepaskan interferon dan interleukin.
Kumpulan bakteri asam laktat yang hidup telah terbukti menginduksi
sitokin proinflamasi secara in vitro, faktor nekrosis tumor (TNF), dan IL 6, serta
mengaktifkan produksi makrofag dan fagositosis pada tikus yang mencerminkan
stimulasi imunitas nonspesifik (Mandal, 2011).
Bakteri asam laktat yang terkandung dalam whey kefir dan tomat mampu
bertindak se
NF- uksi protease menjadi terhambat dan kerusakan jaringan tidak
terjadi (Anggraini, dkk., 2012).
Menurut Kusumaningtyas (2013), peptida bioaktif dapat berfungsi sebagai
antimikroba, penghambat angiotensin-converting enzyme, antioksidan,
immunomodulator, antiinflamasi dan pengawet makanan atau pakan. Sebagai
26
antimikroba, peptida bioaktif yang diperoleh dari susu terutama yang berasal dari
kasein, pada bakteri gram negatif peptida tersebut berikatan pada bagian
lipopolisakarida, membuat pori pada membran luar kemudian menimbulkan
kondensasi sitoplasma sehingga sel bakteri menjadi rusak.
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis penelitian ini yaitu :
Kombinasi whey kefir dan tomat yang diberikan pada tikus (Rattus novergicus)
model asma dapat menyebabkan turunnya ekspresi IL-4 serta memperbaiki
kerusakan histopatologi trachea.
27
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret Juli 2016 di Laboratorium Hewan
Coba, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, Laboratorium Khesima Medika RSIA Malang dan
Laboratorium Biokimia Universitas Brawijaya Malng.
4.2 Bahan dan Alat Penelitian
4.2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan saat penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan strain Wistar yang memiliki berat badan sekitar 150-200 g dengan umur 8-
12 minggu, ovalbumin (Sigma-Aldrich), LPS1435/1449 dari bakteri Porphyromonas
gingivalis, NaCl fisiologis, AlOH3, PBS, akuades, formalin, antibodi primer (Rat
Monoclonal Anti IL-4), antibodi sekunder (Rabbit Anti Rat Ig G), etanol (70%,
80%, 90%, absolut), xylol, praraffin, pewarna Hematoxylin eosin, xylol, whey kefir,
tomat (Solanum lycopersicum L.).
4.2.2 Alat Penelitian
Alat yang digunakan saat penelitian ini yaitu bak pemeliharaan hewan coba,
tempat makan dan minum tikus, timbangan, sentrifugator, jas laboratorium, kain
untuk handling tikus, spuit 1ml, spuit 3 ml, alat bedah, cawan petri, baker glass,
cover glass, gelas objek, pot organ, lemari pendingin, Omron Compare Compressor
Nebulizer, tisu, sarung tangan, glove, masker, incubator, vortex, mikroskop
(Olympus BX51).
28
4.3 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hewan coba berupa tikus
putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang mempunyai berat badan 150-
250 dengan umur 8 12 minggu yang didapatkan dari Unit Pengembangan Hewan
Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta.
4.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dimana tikus
dibagi menjadi 5 kelompok secara acak yang masing masing kelompok
beranggotakan 4 tikus. Kelompok A merupakan kelompok tikus yang negatif asma,
tidak diberikan perlakuan apapun, kelompok B merupakan kelompok positif asma
yang diberikan ovalbumin dan LPS, kelompok C, D, E merupakan kelompok tikus
yang diberikan OVA dan LPS lalu di terapi dengan kombinasi whey kefir dan tomat
dengan dosis yang berbeda-beda.
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian
Kelompok
Keterangan Variabel yang diamati
Ekspresi IL-4 dan Histopatologi Trachea
Ulangan 1 2 3 4
Kelompok A
(Kontrol negatif)
Tanpa perlakuan
Kelompok B
(Kontrol positif)
Pemberian ovalbumin dan LPS
Kelompok C
Pemberian ovalbumin dan LPS serta diberi whey kefir dan tomat sebanyak 1 ml/ 200g BB
29
Kelompok D
Pemberian ovalbumin dan LPS serta diberi whey kefir dan tomat sebanyak 1,5 ml/ 200 g BB
Kelompok E
Pemberian ovalbumin dan LPS serta diberi whey kefir dan tomat sebanyak 2 ml/ 200 g BB
Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan
jumlah sampel ditentukan dengan rumus Frederer (Kurniandari, 2016):
t (n-1) 15
Keterangan :
t = Jumlah kelompok perlakuan
n = Jumlah ulangan yang diperlukan
Pada penelitian ini menggunakan 5 kelompok tikus, maka jumlah ulangan yang
diperlukan menurut rumus Frederer yaitu
5 (n-1) 15
5n - 5 15
5n 20
n 4
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 5 macam kelompok perlakuan
diperlukan jumlah ulangan minimal 4 kali dalam setiap kelompok sehingga total
hewan coba yang dibutuhkan adalah 20 ekor.
4.5 Variabel Penelitian
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu :
Variabel bebas : dosis kombinasi Whey Kefir dan Tomat, OVA dan LPS
Variabel tergantung : Histopatologi Trachea dan Ekspresi IL-4
30
Variabel kontrol : Tikus (Rattus norvegicus) strain Wistar (jenis kelamin,
umur, berat badan) lingkungan, suhu, pakan.
4.6 Tahapan Penelitian
4.6.1 Pembuatan Whey kefir dan Sari Tomat
Kefir dibuat dengan cara mencampur 50 gram bibit kefir dengan 1 liter susu
segar kemudian diinkubasi selama 1-2 hari sampai terbentuk gumpalan kefir. Ada
3 lapisan kefir yang terbentuk yaitu grain kefir, kefir prima dan whey kefir. Grain
kefir merupakan lapisan paling atas, kefir prima merupakan lapisan yang berada
dibagian tengah dan berwarna putih serta kental, lalu whey kefir merupakan lapisan
paling bawah yang lebih bening dan encer. Lapisan kefir yang diambil adalah
bagian whey kefir. Dilakukan penyaringan pada grain kefir yang nantinya bisa di
manfaatkan sebagai bibit kefir. Selanjutnya saring lapisan whey kefir sehingga
didapatkan cairan bewarna bening. Whey kefir yang dihasilkan sebanyak 300 ml.
Menurut Febrisiantosa, dkk. (2013), pembuatan kefir dilakukan dengan cara
menambahkan starter kefir pada susu segar. Menurut Malghales, et al. (2010),
pembuatan whey kefir dilakukan dengan cara sebanyak 500 mL whey dipasteurisasi
pada suhu 83 85oC selama 30 menit, kemudian didiamkan sampai suhu mencapai
27oC, kemudian diinokulasi dengan 5% vtv kultur starter bulk kefir secara aseptik,
lalu diinkubasi (28oC selama 20 jam). Selanjutnya kefir diperam selama 24 jam,
dengan suhu 4 oC, lalu dilakukan penyaringan menggunakan kain saring ukuran 100
mesh untuk memisahkan whey kefir dan starter kefir.
Untuk pembuatan ekstrak tomat, digunakan tomat merah. Sebanyak 600 gram
tomat dicuci sampai bersih lalu diblender sampai halus kemudian disaring dan
31
ampasnya dibuang. Ekstrak tomat yang didapatkan adalah sebanyak 300 ml.
Menurut Tambunan (2015), sari buah merupakan cairan jernih atau agak jernih,
tidak difermentasi, diperoleh dari pengepresan buah-buahan yang telah matang dan
masih segar. Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan. Pada dasarnya sari buah dibuat
dengan cara penghancuran daging buah dan kemudian ditekan.. Selanjutnya cairan
disaring, dimasukkan ke dalam botol.
Setelah mendapatkan sari tomat, selanjutnya whey kefir dan sari tomat di
campur dengan perbandingan 1:1 lalu diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang
sampai keluar cairan bening kemudian saring lagi campuran tersebut.
4.6.2 Preparasi Hewan Coba (Rattus norvegicus)
Tikus yang akan digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan
aklimatisasi dan adaptasi selama tujuh hari di laboratorium dengan cara
ditempatkan pada sebuah kandang kelompok berupa plastik. Aklimatisasi bertujuan
untuk menyeragamkan cara hidup dan makanan hewan coba yang digunakan dalam
penelitian. Selama diaklimatisasi tikus diberi makan berupa pelet dan minum
adlibitum (Jamilah, 2015).
4.6.3 Hewan Model Asma
Induksi asma pada penelitian ini menggunakan ovalbumin (OVA) dan LPS.
Pemberian OVA dilakukan sebanyak tiga kali dengan pemberian pertama dan
kedua dilakukan secara intraperitoneal dan pemberian ketiga dilakukan secara
inhalasi menggunakan bantuan nebulizer. Pemberian OVA I (Sigma-Aldrich)
diinjeksikan s
32
(phosphate buffer saline) pada hari ke-0 dan ovalbumin (OVA II) diinjeksikan lagi
pada hari ke-14. Injeksi lipopolisakarida (LPS) dilakukan secara intrasulkuler
sebanyak s gingiva rahang kanan atas tikus pada hari ke 10 dan 11.
Fungsi dari penginjeksian LPS adalah sebagai agen infeksi rongga mulut dan
memodulasi respon imun sehingga gejala asma menjadi lebih parah.
Lipopolisakarida yang digunakan pada penelitian ini adalah LPS1435/1450 yang
berasal dari bakteri Porphyromonas gingivalis (Astarte Biologics). Pemberian
ovalbumin yang ketiga dilakukan secara inhalasi pada hari ke-21 menggunakan
tabung transparan yang dihubungkan dengan Omron Compare Compressor
Nebulizer. Perlakuan pemicu asma dilakukan dengan nebulasi OVA dalam NaCl
steril dengan dosis dari 1 mg/mL selama 20 menit. Tikus yang dipaparkan OVA
akan menunjukkan adanya gejala hiperresponsif pada saluran pernafasannya.
Menurut Rachmadian (2011), pemberian ovalbumin akan mengaktifkan Th2
sehingga memicu produksi sel mast, paparan ovalbumin berikutnya akan
menimbulkan degranulasi sel mast yang akan memproduksi lipid mediator
(termasuk histamin) sehingga timbul alergi inflamasi pada saluran nafas yang akan
bermanifestasi sebagai asma alergi.
4.6.4 Pemberian Terapi Kombinasi Whey Kefir dan Tomat
Pemberian terapi kombinasi Whey Kefir dan Tomat dilakukan pada hari ke-
22 pada kelompok tikus C,D, dan E. Setiap kelompok tikus diberikan terapi secara
per oral menggunakan sonde dengan jumlah berbeda beda setiap kelompok.
Masing-masing tikus pada kelompok C diberikan kombinasi whey kefir dan tomat
dengan dosis 1 ml/ 200 g BB, kelompok D 1,5 ml/ 200 g BB dan kelompok E 2
33
ml/ 200 g BB. Pemberian kombinasi whey kefir dan tomat dilakukan selama 14
hari secara berturut-turut.
4.6.5 Pengambilan Organ Trachea
Euthanasi pada tikus kelompok B (positif asma) dilakukan pada hari ke-21
sedangkan tikus kelompok A (negatif), C, D, dan E euthanasi dilakukan pada hari
ke-35. Prosedur pembedahan tikus menurut Pratomo (2013), yaitu tikus di
euthanasi dengan cara cervical dislocation (dislokasi leher), dengan guillotine
ataupun dengan eter. Posisikan tikus pada papan bedah menggunakan pin. Bedah
mulai dari bagian perut menggunakan gunting. Ambil dan pisahkan masing organ
pernafasan. Cucilah organ dengan aquades hingga bersih. Kemudian masukkan
trachea dalam larutan formalin.
4.6.6 Pembuatan Preparat Histopatologi
Menurut Muntiha (2001), pembuatan preparat histopatologi membutuhkan
bahan-bahan berupa potongan jaringan hewan yang telah difiksasi dengan Buffer
Neutral Formalin (BNF) 10%, larutan, ethanol absolute, xylol, parafin, glyserin
99,5 %, albumin, larutan hematoksilin, lithium carbonat, larutan eosin, DPX, dan
larutan dekalsifikasi (untuk jaringan tulang). Alat yang dibutuhkan adalah talenan,
pisau scalpel, pinset, saringan, tissue casset, mesin processor otomatis, mesin
vaccum, mesin bloking, freezer (-20 °C), mesin microtom, pisau microtom, water
bath 46 °C, kaca obyek, kaca penutup, rak khusus untuk pewarnaan, oven 60°C.
Setelah jaringan organ yang berada di dalam larutan fiksatif matang, jaringan
ditiriskan lalu dipotong menggunakan pisau scalpel dengan ketebalan 0,3 - 0,5 mm
34
dan disusun ke dalam tissue cassette, kemudian sejumlah tissue cassette
dimasukkan ke dalam keranjang khusus. Keranjang yang berisi jaringan organ
dimasukkan ke dalam mesin processor otomatis. Selanjutnya jaringan mengalami
proses dehidrasi bertahap: ethanol 70% (2 jam) ethanol 80% (2 jam) ethanol 90 %
(2 jam) ethanol absolut (2 jam) ethanol absolut (2 jam) xylol (2 jam) xylol (2 jam)
parafin cair (2 jam) parafin cair(2jam). Selanjutnya keranjang yang berisi tissue
cassette dikeluarkan untuk dilakukan proses berikutnya (Muntiha, 2001).
Setelah proses dehidrasi dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan
penghilangan udara atau proses vakum selama 30 menit dari jaringan dengan
menggunakan mesin vakum yang di dalammya terdapat tabung untuk menyimpan
keranjang yang diisi parafin cair dengan temperatur (59 - 60°C). Keranjang
diangkat, tissue cassette dikeluarkan dan disimpan pada temperatur 60°C untuk
sementara waktu sebelum pencetakan dilakukan dengan parafin cair (Muntiha,
2001).
Mencetak blok paraffin diawali dengan menghangatkan cetakan dari bahan
stainles steel di atas api bunsen, lalu dimasukkan jaringan ke dalam setiap cetakan
sambil diatur dan sedikit ditekan. Kemudian tuang parafin cair yang telah
dipanaskan pada suhu 60°C ke dalam jaringan sampai seluruh jaringan terendam
parafin dan biarkan membeku di atas mesin pendingin. Selanjutnya blok parafin
dilepas dari cetakan dan disimpan difreezer (-20°C) sebelum dilakukan
pemotongan. Blok parafin yang mengandung jaringan dipotong dengan
menggunakan mesin mikrotom dengan ketebalan berkisar 3 - 4 pm. Letakkan
potongan di atas permukaan air dalam waterbath bersuhu 46° C kemudian
35
diletakkan di atas kaca obyek yang telah diolesi ewith, yang berfungsi sebagai
bahan perekat . Kaca obyek dengan jaringan di atasnya disusun di dalam rak khusus
dan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 60°C sampai preparat siap untuk
diwarnai (Muntiha, 2001).
4.6.7 Pewarnaan Hemaktosilin Eosin (HE)
Preparat yang akan diwarnai diletakkan pada rak khusus lalu dicelupkan
secara berurutan ke dalam larutan dengan waktu sebagai berikut : xylol 3 menit,
xylol 3 menit, ethanol absolute 3 menit, ethanol absolut 3 menit, ethanol 90% 3
menit, ethanol 80% 3 menit, bilas dengan air keran 1 menit, larutan hematoksilin 6-
7 menit, bilas dengan air keran 1 menit, larutan pembiru 1 menit, air keran 1 menit,
larutan eosin 1 - 5 menit, bilas dengan air keran 1 menit, ethanol 80 % 10 celupan,
ethanol 90 % 10 celupan, ethanol absolut 10 celupan, ethanol absolut 1 menit, xylol
3 menit, xylol 3 menit, xylol 3 menit. Preparat diangkat satu persatu dari larutan
xylol dalam keadaan basah, diberi satu tetes cairan perekat, ditutup dengan kaca
penutup dan diberi label. Hasil pewarnaan dapat dilihat di bawah mikroskop
(Muntiha, 2001).
4.6.8 Metode Imunohistokimia
Pewarnaan imunohistokimia memiliki 3 tahapan yang harus dilakukan, yaitu
preparasi gelas obyek yang digunakan untuk penempelan preparat atau sediaan
histologis, pembuatan neufren (agen penempel) untuk membantu proses afixing
preparat ke gelas obyek dan prosedur pewarnaan imunohistokimia itu sendiri.
Pewarnaan imunohistokimia meliputi beberapa tahap preparasi, antara lain
preparasi gelas obyek, pelapisan (coating) gelas obyek dengan neufron (agen
36
penempel), penempelan preparat irisan pada gelas obyek dan prosedur pewarnaan
imunohistokimia yaitu dengan memilih preparat irisan yang paling bagus (Samson
dan Jems, 2014).
Pewarnaan imunohistokimia diawali dengan proses deparafinasi
menggunakan silol III, II, I masing-masing selama 5 menit. Kemudian lakukan
proses rehidrasi menggunakan alkohol absolut III, II, I 95%, 90%, 85%, 80%,
70% masing masing selama 5 menit lalu diionize water (DW)/milique (MQ) selama
10 - 15 menit. Penghilangan peroksidase endogen dengan menggunakan substrat
metanol (50 ml) yang dicampur dengan H2O2 (0,5 ml) atau 3 % H2O2 dalam metanol
(dicampur sesaat sebelum gelas obyek dimasukkan) dengan cara dicelup dan
dibiarkan selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan menggunakan
mikropipet: (a) DW/MQ seban -10 menit (2 kali) dilanjutkan
pencucian dengan menggunakan (b) PBS seban -10 menit (2
kali). Keringkan permukaan sediaan di sekitar jaringan menggunakan kertas tisu
dengan tetap menjaga jaringan untuk tidak kering, kemudian dibuat lingkaran
pembatas di sekitar jaringan dengan menggunakan hydrophobic marker (Samson
dan Jems, 2014).
Setelah itu sediaan disejajarkan secara mendatar dalam kotak yang lembab.
Jaringan pada slide yang telah dibatasi dengan hydrophobic marker, selanjutnya
ditetesi normal serum 10% dalam PBS (agar memblok antigen non spesifik dan
tidak mengacaukan reaksi), kotak kemudian ditutup rapat dan diinkubasi pada suhu
370C selama 30-60 menit. Lalu cuci dengan menit sebanyak
tiga kali. Selanjutnya diberikan antibodi primer berupa Rat Monoclonal Anti IL-4
37
sebanyak 50- selama 1 malam.
Penggunaan antibodi primer tersebut disesuaikan dengan senyawa atau bahan
bioaktif yang akan dideteksi Kemudian cuci lagi dengan menggunakan PBS (100
beri antibodi sekunder berupa
Rabbit Anti Rat Ig G sebanyak 50-
suhu 370C selama 30-60 menit (tahap ini berlangsung dalam suasana gelap, tidak
boleh ada cahaya), lalu cuci dengan
(Samson dan Jems, 2014).
Tahapan visualisasi dilakukan dengan menggunakan (3,3-diaminobenzidine)
DAB sebanyak 10 mg dalam tris buffer (50 cc) yang dicampur dengan H2O2 (50
kemudian ditutup selama 25 menit. Bahan bioaktif yang terdeteksi akan terwarnai
coklat. Kemudian cuci dalam DW/MQ (stopping point) selama 10-15 menit.
Tahapan counterstain dilakukan menggunakan hematoksilin DW/MQ.
Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol 70%, 80%, 85%, 90%, 95%,
lalu bagian bawah gelas obyek dilap tisu (untuk menghindari terjadinya
pengenceran), dilanjutkan ke alkohol absolut I, II, III, bagian bawah gelas obyek
dilap tisu lagi, clearing (silol I, II, III) dan mounting. Untuk selanjutnya sediaan
histologis siap diamati di bawah mikroskop dan direkam dengan menggunakan foto
digital (Samson dan Jems, 2014).
4.6.9 Analisis Data
Pada penelitian ini dilakukan analisis data menggunakan analisis kuantitatif
statistik dan kualitatif deskriptif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk melihat
38
ekspresi IL-4 serta rata-rata jumlah sel goblet dan sel radang pada trachea dengan
menggunakan Microsoft Office Excel dan SPSS untuk Windows dengan uji
analysis of variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Tukey dengan
untuk mengetahui perbedaan ragam antar kelompok tikus. Sedangkan untuk analisa
data dari pengamatan histopatologi trachea digunakan analisis kualitatif deskriptif
menggunakan mikroskop Olympus Bx51 dngan perbesaran 400 x dan analisa
kuantitatif dengan perbesaran 1000x. Pengamatan histopatologi trachea meliputi
kerusakan epitel, sel goblet dan sel radang. Hasilnya dibandingkan dengan histologi
trachea normal.
39
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Efek Kombinasi Whey Kefir dan Tomat terhadap Ekspresi Interleukin 4
(IL-4) Trachea Tikus Model Asma
Pewarnaan imunohistokimia dilakukan pada organ trachea tikus model
asma untuk melihat ekspresi dari interleukin 4 (IL-4). Ekspresi IL-4 dapat dilihat
dari terbentuknya warna kecoklatan pada bagian sitoplasma trachea. Berikut ini
dapat dilihat ekspresi IL-4 hasil dari pewarnaan imunohistokimia pada trachea tikus
model asma yang diterapi dengan whey kefir dan tomat.
A B
C D
40
Gambar 5.1. Ekspresi IL-4 pada trachea tikus model asma yang diinduksi oleh ovalbumin dan lipopolisakarida dengan metode Imunohistokimia (potongan melintang, perbesaran 400x)
Keterangan: (A) Tikus kontrol negatif asma; (B) Tikus positif asma; (C) Tikus terapi asma dengan volume terapi 1ml/ 200 g BB/hari; (D) Tikus terapi asma dengan volume terapi 1,5ml/200 g BB /hari; (E) Tikus terapi asma dengan volume terapi 2ml/200 g BB/hari.
( ) Ekspresi IL-4.
Hasil ekspresi IL-4 pada trachea diamati dengan metode imunohistokimia
ditunjukkan dengan adanya warna kecoklatan pada sitoplasma. Hasil pengamatan
pada kelompok tikus kontrol negatif (gambar 5.1 A) menunjukkan masih adanya
ekspresi IL-4 pada bagian epitel trachea. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam
keadaan normal, IL-4 didalam tubuh akan tetap ada namun dalam jumlah yang
sedikit. IL-4, diproduksi oleh sel T, sel mast, dan basofil . IL-4 merupakan sitokin
antiinflamasi yang menstimulasi respon imun humoral untuk melawan patogen
ekstraseluler. Reseptor IL-4 dapat dideteksi pada permukaan sel hemopoetik,
fibroblast, sel epitel, otot, neuroblast, dan sel stroma (Paramitha dan Darmana,
2014). Secara fungsional IL-4 berperan dalam mengatur proliferasi sel, apoptosis,
dan ekspresi berbagai gen pada berbagai jenis sel, termasuk limfosit, makrofag,
fibroblas, serta epitel dan sel endotel (Luzina, et al., 2012).
E
41
Pada tikus kontrol positif asma (gambar 5.1 B) didapatkan hasil yaitu
terjadinya peningkatan ekspresi IL-4 jika dibandingkan dengan tikus kelompok
negatif. Banyaknya jumlah ekspresi IL-4 pada kelompok positif asma diakibatkan
oleh induksi ovalbumin dan lipopolisakarida pada kelompok ini. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Pertiwi (2014), pemberian ovalbumin dan LPS dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan epitel bronkus tikus. Ovalbumin dan LPS
menginduksi aktivasi makrofag, neutrofil, dan sel Th2 di dalam tubuh hewan coba.
Hal tersebut merangsang proliferasi sel B menjadi sel plasma untuk memproduksi
IgE. Ovalbumin dan LPS di dalam darah akan ditangkap oleh IgE yang berikatan
dengan reseptor sel mast. Sel mast akan mengalami degranulasi dengan melepas
mediator inflamasi berupa histamin, leukotrien, prostaglandin. Aktivasi sel-sel
inflamasi akibat paparan Ovalbumin dan LPS memicu reaksi fagositosis yang
menghasilkan radikal bebas. Sedangkan kelompok negatif asma merupakan
kelompok tikus yang sehat sehingga ekspresi IL-4 nya rendah. Kelompok tikus
negatif asma dan kelompok tikus positif asma digunakan sebagai pembanding pada
kelompok tikus terapi C,D, dan E sehingga nantinya dapat diketahui apakah terjadi
peningkatan atau penurunan ekspresi IL-4 pada ketiga kelompok terapi tersebut.
Pengukuran kadar ekspresi IL-4 diawali dengan pengambilan gambar
preparat trachea hasil pewarnaan imunohistokimia dengan 5 sudut pandang pada
perbesaran 400x dengan menggunakan mikroskop lalu kadar IL-4 diukur
menggunakan software ImmunoRatio. Hasil yang didapatkan dari pengukuran
dijumlahkan dan dicari rata-rata nya (Tabel 5.1). Kemudian data yang didapatkan
42
dilakukan pengujian statistik menggunakan one way ANOVA dan dilanjutkan
Lampiran 12).
Tabel 5.1 Presentase area ekspresi IL-4 trachea
Kelompok Rata-rata Ekspresi IL-4
Peningkatan Ekspresi IL-4
terhadap kontrol negatif
Penurunan Ekspresi IL-4
terhadap kontrol positif
Kontrol negatif 30,87±11,13a - - Kontrol positif 74,11±10,96d 140,071% - Terapi 1 ml/200gBB 57,47±2,67c - 22,453% Terapi 1,5 ml/200g BB
40,1±4,26ab - 45,89%
Terapi 2 ml/200g BB
50,53±16,61bc - 32,37%
Dari hasil analisa uji lanjutan BNJ pada tabel 5.1 didapatkan hasil bahwa
ekspresi IL-4 pada kelompok kontrol negatif berbeda nyata (p<0,05) dengan
kelompok kontrol positif dan kelompok terapi C dan E. Tetapi ekspresi dari IL-4
dari kelompok kontrol negatif tidak berbeda secara signifikan dengan tikus
kelompok terapi D. Hasil dari terapi whey kefir dan tomat yang diberikan pada tikus
model asma hasil induksi ovalbumin dan lipopolisakarida tidak memberikan
perbedaan yang signifikan pada kelompok D yang diberikan terapi whey kefir dan
tomat sebanyak 1,5 ml/200 g BB dengan kelompok E yang diberikan terapi whey
kefir dan tomat sebanyak 2 ml/200 g BB. Untuk kelompok C dan E hasil ekspresi
IL-4 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sedangkan ekspresi IL-4 pada
kelompok kontrol positif berbeda nyata dengan semua keelompok perlakuan.
Ekspresi IL-4 pada tikus kelompok negatif asma menunjukkan ekspresi IL-4 yang
paling rendah yaitu sebanyak 30,87±11,13 µg/ml. Rata-rata ekspresi IL-4 dari tikus
43
kelompok negatif asma ini dapat dijadikan sebagai acuan apakah terjadi penurunan
ataupun peningkatan ekspresi IL-4 pada kelompok perlakuan lainnya.
Pada kelompok kontrol positif asma terlihat terjadinya peningkatan ekspresi
IL-4 sebanyak 140,071 % . Tingginya ekspresi IL-4 pada tikus kontrol positif asma
disebabkan karena pemberian ovalbumin dan lipopolisakarida akan menginduksi
respon imun tubuh. Pengaruh yang signifikan paparan dari adanya LPS yang
diberikan akan menginduksi respon imun melalui jalur Th2 yang selanjutnya akan
memproduksi sitokin diantaranya IL-4, IL-6, IL-9, IL-13. Sitokin IL-4 akan
menyebabkan diferensiasi sel B menjadi sel plasma dan sel memori. Sel plasma
akan memproduksi IgE untuk mengaktivasi sel mast. Sel mast akan mengalami
degranulasi dengan melepas mediator inflamasi (Kuswantoro, dkk. 2012).
Pada kondisi asma, IL-4 mampu menstimulasi fibroblas untuk
memproduksi eotaksin dan sitokin-sitokin pro-inflamasi yang menyebabkan
terjadinya remodeling saluran nafas serta meningkatkan ekspresi VCAM-1 pada
endotel vaskuler. Melalui interaksi VCAM-1, IL-4 secara langsung menyebabkan
migrasi limfosit-T, monosit, eosinofil, dan basofil ke daerah inflamasi. Interleukin
(IL)-4 juga mampu menghambat apoptosis limfosit-T. Persistensi dan aktivasi
limfosit-T (sel Th2) ini menimbulkan umpan balik positif dengan semakin
meningkatnya produksi IL-4 diikuti peningkatan diferensiasi dan ekspansi klonal
sel Th2 (Condro, dkk., 2010).
Ekspresi IL-4 pada kelompok C yang diberikan terapi whey kefir dan tomat
sebanyak 1 ml/200 g BB mengalami penurunan jika dibandingan dengan ekspresi
IL-4 pada kelompok B yang merupakan kelompok positif asma. Hasil yang sama
44
juga didapatkan pada kelompok D yang diberikan terapi whey kefir dan tomat
sebanyak 1,5 ml/200 g BB dan kelompok E yang diberikan terapi whey kefir dan
tomat sebanyak 2 ml/200 g BB. Penurunan ekspresi IL-4 pada kelompok C adalah
sebesar 22,453%, 45,89% pada kelompok D dan 32,37 % pada kelompok E. Dari
hasil ini didapatkan bahwa dosis 1,5 ml/200 g BB merupakan dosis terbaik dalam
penurunan ekspresi IL-4 yaitu sebanyak 45,89%. Sedangkan kelompok E yang
merupakan kelompok tikus terapi dengan dosis 2 ml/200 g BB memiliki ekspresi
IL-4 dibawah kelompok D. Hal ini disebabkan karena pada kelompok E dosis
vitamin C lebih tinggi yaitu sebanyak 0,376 mg. Menurut Subandi (2000), dosis
optimal vitamin C pada tikus dengan rata-rata berat badan 150-200 gram C adalah
0,2 mg/g BB dan pemberian vitamin C diatas dosis tersebut efektivitasnya justru
menurun. Jati (2008) menyatakan bahwa, besar konsentrasi antioksidan yang
ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi,
aktivitas antioksidan grup fenolik akan berkurang bahkan antioksidan tersebut
dapat menjadi prooksidan. Sedangkan menurut Sayuti dan Yenrina (2015), asam
askorbat (vitamin C) dapat bersifat sebagai prooksidan. Asam ini menaikan
penyerapan zat besi di usus dan dapat mereduksi secara in vitro Fe3+ menjadi Fe2+
yang nantinya berfungsi dalam reaksi fenton.
Penurunan ekspresi IL-4 pada kelompok terapi disebabkan oleh kandungan
yang terdapat pada kombinasi whey kefir dan tomat yaitu berupa vitamin C,
likopen, bakteri asam laktat (BAL), dan peptida bioaktif. Vitamin C atau L-asam
askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air. Vitamin C adalah salah satu
antioksidan sekunder yang memiliki kemampuan menangkap radikal bebas dan
45
mencegah terjadinya reaksi berantai. Mekanisme kerja antioksidan sekunder adalah
dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara
menangkap radikal bebas (free radical scavenger). Akibatnya radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler. Asam askorbat menangkap secara efektif
sekaligus O2 * (anion superoksida) dan 1O2 (Singlet oksigen). Asam askorbat dapat
memutus reaksi radikal yang dihasilkan melalui lipid peroksidasi. Pada konsentrasi
rendah, asam ini bereaksi secara langsung pada fase cair dengan radikal peroksil
lalu berubah menjadi askorbil sedikit reaktif. Pada konsentrasi tinggi, asam ini tidak
bereaksi (Sayuti dan Yenrina, 2015).
Likopen atau yang sering disebut sebagai -carotene adalah suatu
karotenoid pigmen merah terang, suatu fitokimia yang banyak ditemukan dalam
buah tomat dan buah-buahan lain yang berwarna merah. Likopen merupakan suatu
antioksidan yang sangat kuat dan berfungsi sebagai peredam singlet oksigen serta
deaktifator radikal bebas. Kemampuannya mengendalikan singlet oksigen (oksigen
dalam bentuk radikal bebas) 100 kali lebih efisien daripada vitamin E atau 12500
kali dari pada gluthation (Maulida dan Zulkarnaen, 2010). Likopen sebagai
antioksidan mampu meredam spesies oksigen reaktif sehingga mengurangi
oksidatif pada lipid (termasuk membran dan lipoprotein), protein, dan DNA.
Penambahan likopen pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi
autooksidasi. Reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk
dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru. Likopen
bereaksi dengan radikal bebas peroksil atau hidroksil yang terbentuk dari
46
hidroperoksida yang berasal dari lipid, sehingga tidak berbahaya lagi untuk tubuh.
Dengan demikian kandungan radikal bebas dapat dikurangi (Novita, dkk., 2010).
Bakteri asam laktat dapat meningkatkan sistem imun seluler berupa
peningkatan produksi sitokin interferon gamma, IL-12, IL-10, sel Th serta
meningkatkan imun humoral diantaranya peningkatan immunoglobulin (Ig) A,
IgE, IgG, dan IgM (Astawan, dkk., 2011). Kumpulan bakteri asam laktat yang
hidup telah terbukti menginduksi sitokin proinflamasi secara in vitro, faktor
nekrosis tumor (TNF), dan interleukin 6, serta mengaktifkan produksi makrofag
dan fagositosis pada tikus yang mencerminkan stimulasi imunitas nonspesifik
(Mandal, 2011).
Bakteri asam laktat yang terkandung dalam whey kefir dan tomat mampu
bertindak sebagai anti
NF- i terhambat (Anggraini, 2012). Selain itu
penghambatan NF-
dalam inflamasi, termasuk didalamnya interleukin 1 (IL-1), IL-6, IL-8, dan COX-2
(Sinuhaji, 2015).
5.2 Efek Kombinasi Whey Kefir dan Tomat terhadap Gambaran
Histopatologi Trachea Tikus Model Asma
Pada penelitian ini parameter yang diamati adalah susunan struktur epitel,
sel goblet dan sel radang pada trachea. Hasil yang didapatkan yaitu gambaran
histopatologi trachea pada setiap kelompok perlakuan menunjukkan adanya
perbedaan (gambar 5.2).
47
Gambar 5.2 Gambaran histopatologi trachea tikus model asma yang diinduksi oleh ovalbumin dan lipopolisakarida dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 400x, potongan melintang.
Keterangan: (A) Tikus kontrol negatif asma; (B) Tikus positif asma; (C) Tikus terapi asma dengan volume terapi 1ml/ 200 g BB/hari; (D) Tikus terapi asma dengan volume terapi 1,5ml/200 g BB /hari; (E) Tikus terapi asma dengan volume terapi 2ml/200 g BB/hari.
( ) sel goblet, ( ) sel radang, ( ) kerusakan struktur susunan epitel (erosi epitel)
A
D
B
C
E
48
Gambar 5.3 Sel radang pada histopatologi trachea tikus model asma yang
diinduksi oleh ovalbumin dan lipopolisakarida dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 1000x.
Keterangan: (A) Tikus kontrol negatif asma; (B) Tikus positif asma; (C) Tikus terapi asma dengan volume terapi 1ml/ 200 g BB/hari; (D) Tikus terapi asma dengan volume terapi 1,5ml/200 g BB /hari; (E) Tikus terapi asma dengan volume terapi 2ml/200 g BB/hari.
( ) sel radang Tabel 5.2 Jumlah rata rata sel radang pada trachea
Kelompok Rata-rata Jumlah Sel Radang
Kontrol negatif 2,1±0,53 a Kontrol positif 7,7±1,17b Terapi 1 ml/200 g BB 6,6±0,58 b Terapi 1,5 ml/ 200 g BB 2,7±0,38 a Terapi 2 ml/ 200 g BB 3,5±0,68 a
A B C
D E
49
Gambar 5.4 Sel goblet pada histopatologi trachea tikus model asma yang diinduksi oleh ovalbumin dan lipopolisakarida dengan pewarnaan hematoksilin eosin, perbesaran 1000x
Keterangan: (A) Tikus kontrol negatif asma; (B) Tikus positif asma; (C) Tikus terapi asma dengan volume terapi 1ml/ 200 g BB/hari; (D) Tikus terapi asma dengan volume terapi 1,5ml/200 g BB /hari; (E) Tikus terapi asma dengan volume terapi 2ml/200 g BB/hari.
( ) sel radang Tabel 5.3 Jumlah rata-rata sel goblet pada trachea
Kelompok Rata-rata Jumlah Sel Goblet
Kontrol negatif 1,9±0,52a Kontrol positif 6±0,16 b Terapi 1 ml/200 g BB 4,7±1,03 b Terapi 1,5 ml/ 200 g BB 2,5±0,25 a Terapi 2 ml/ 200 g BB 3,2±0,58 a
Gambaran histopatologi dari kelompok negatif asma (gambar 5.2 A)
merupakan gambaran histopatologi trachea dari tikus yang normal. Terlihat struktur
epitel yang tersusun rapi, utuh, rapat, dan kompak disertai jumlah sel goblet yang
A B C
D E
50
sedikit. Menurut Ovalle and Nahirney (2013), dinding trachea terdiri dari empat
lapisan yaitu mukosa, submukosa, kartilago hialin dan adventitia. Lapisan mukosa
trachea terdiri dari epitel berlapis semu kolumnar bersilia dengan sel goblet. Epitel
ini menempel langsung dengan membran basalis yang memisahkan epitel dengan
lamina propria. Lamina propria terdiri dari jaringan ikat longgar, jaringan limfoid
dan nodul limfatik. Lapisan submukosa terdiri kelenjar submukosa. Kartilago hialin
terikat dengan jaringan ikat fibroelastis yang menyatu dengan perikondrium.
Kartilago hialin berfungsi menjaga trachea agar tidak runtuh. Sedangkan lapisan
adventitia terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Histopatologi pada kelompok
negatif asma dapat dijadikan acuan adanya kerusakan maupun perbaikan yang
terjadi pada kelompok perlakuan lainnya.
Histopatologi organ trachea dalam keadaan asma terdapat perubahan sel dan
abnormalitas struktur karena terjadi inflamasi. Hasil pengamatan histopatologi dari
kelompok kontrol positif asma (gambar 5.2 B) menunjukkan adanya erosi epitel,
hiperplasia sel goblet dan sel radang yang cukup banyak. Menurut Wadsworth, et
al.(2012) dalam Pertiwi (2014) menyatakan bahwa saat terjadi asma, seluruh
saluran pernapasan akan mengalami perubahan struktur termasuk pada epitel
trakea. Asma akan menyebabkan kerusakan epitel yang diakibatkan oleh antigen
yang menempel pada lumen sehingga memicu infiltrasi sel-sel inflamasi. Sari
(2013) menyatakan bahwa adanya induksi alergen pada keadaan asma akan
menyebabkan lepasnya mediator inflamasi sehingga mengakibatkan terjadinya
kontaksi otot polos saluran napas, edema, peningkatan sekresi mukus sehingga
terjadi sumbatan jalan napas dan inflamasi pada saluran pernafasan.
51
Menurut Rachim (2013), mekanisme pertahanan pada trachea dimulai dari
gerakan silia yang berfungsi untuk mengeluarkan antigen. Adanya paparan antigen
secara berlebihan akan menyebabkan kerusakan pada silia sehingga antigen akan
menempel pada epitel dan menyebabkan deskuamasi epitel. Hiperplasia
(peningkatan jumlah) sel goblet merupakan mekanisme pertahanan dimana mukus
yang dihasilkan oleh sel goblet berfungsi dalam pengeluaran antigen serta
melindungi epitel dari penempelan antigen. Sehingga semakin banyaknya jumlah
sel goblet maka jumlah mukus yang dihasilkan akan meningkat dan perlindungan
terhadap epitel akan lebih baik. Hadirnya sel radang merupakan mekanisme
kekebalan sel. Adanya antigen yang masuk akan merusak epitel trachea dan
menggertak infiltrasi sel radang pada jaringan. Hal ini sesuai dengan gambaran
histopatologi trachea kelompok kontrol positif asma, dimana epitel trachea
mengalami kerusakan, susunan nya yang tidak rapi dan kompak serta adanya
peningkatan jumlah sel goblet dan sel radang jika dibandingkan dengan kelompok
negatif asma.
Paparan ovalbumin dan LPS dapat menyebabkan aktivasi sel-sel inflamasi,
serta metabolisme asam arakidonat (AA) yang dapat dibentuk melalui jalur
siklooksigenase (COX) dan jalur lipooksigenase (LO). AA dimetabolisme melalui
COX dalam prostaglandin G2 dan setelah proses peroksidasi dalam PGH2 diubah
menjadi prostaglandin (PGD2, PGE2, PGF2a), prostasiklin (PGI2), dan
tromboksan (TXA2). Prostaglandin dapat menyebabkan bronkokontriksi,
vasodilatasi serta kontraksi otot polos. Metabolisme AA melalui jalur LO akan
menghasilkan tiga bentuk LO; 5, 12, dan 15. AA akan dirubah menjadi leukotrin
52
(LT) A4 oleh 5-LO yang nantinya dapat membentuk leukotrien cysteinyl (Cys-
LTs). Cys-LTs merupakan bronkokontriksi sehingga terjadi peningkatan
pembentukan edema dan merupakan kemotaktik untuk eosinofil (Multazar, 2012).
Selain itu pemberian ovalbumin dan LPS juga dapat memicu reaksi
fagositosis yang menghasilkan radikal bebas. Menurut Daulay (2011), radikal bebas
akan menginisiasi peroksidasi lipid secara langsung terhadap asam lemak
polyunsaturated dinding sel. Sehingga terjadinya peroksidasi lipid membran sel.
Pada peroksida lipid akan terbentuk dalam rantai yang makin panjang dan dapat
merusak organisasi membran sel. Peroksidasi ini akan mempengaruhi fluiditas
membran, cross-linking membran, struktur dan fungsi membrane serta
menyebabkan kerusakan jaringan.
Hasil pengamatan histopatologi trachea pada kelompok C (gambar 5.2 C)
yang merupakan kelompok terapi dengan dosis whey kefir dan tomat sebanyak 1
ml/200 g BB/hari yaitu terlihat struktur epitel mulai mengalami perbaikan serta
jumlah sel radang (tabel 5.2) dan sel goblet (tabel 5.3) yang lebih sedikit
dibandingkan kelompok positif asma. Gambaran histopatologi organ trachea
kelompok D (gambar 5.2 D) yang merupakan kelompok terapi dengan dosis whey
kefir dan tomat sebanyak 1.5ml/ 200 g BB/hari menunjukkan perbaikan epitel
berupa struktur epitel pseudotrafied kolumnar yang kompak serta adanya infiltasi
sel radang berkurang dan paling sedikit dibandingkan dengan kelompok perlakuan
yang lain. Hasil dari histopatologi trachea kelompok D mendekati gambaran
histopatologi kelompok negatif asma. Hal ini menunjukkan bahwa whey kefir dan
tomat dengan dosis 1,5 ml/ 200 g BB merupakan dosis terbaik dalam memperbaiki
53
gambaran histopatologi trachea tikus model asma. Sedangkan gambaran
histopatologi organ trachea kelompok E (gambar 5.2 E) yang merupakan
kelompok terapi dengan dosis whey kefir dan tomat sebanyak 2 ml/200 g BB/hari
menunjukkan perbaikan gambaran histopatologi trachea namun tidak sebaik
gambaran histopatologi kelompok D. Hal ini dikarenakan pemberian vitamin C
dengan dosis yang lebih tinggi pada kelompok ini dibandingkan kelompok D akan
menyebabkan hilangnya efek antioksidan dari vitamin C dan vitamin C akan
berperan sebagai prooksidan.
Adanya perbaikan gambaran histopatologi trachea pada tikus kelompok
terapi dikarenakan kandungan yang terdapat pada whey kefir dan tomat yaitu
berupa vitamin C dan likopen yang berperan sebagai antioksidan dan bakteri asam
laktat (BAL) yang berperan sebagai imunomodulator. Antioksidan secara umum
didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah
proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat
menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi
lipid. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada
senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat
dihambat. Vitamin C sebagai antioksidan berfungsi untuk mengikat O2 (Sayuti dan
Yenrina, 2015). Berkurangnya kadar radikal bebas dalam tubuh akan mempercepat
proses perbaikan struktur histopatologi trachea dan melindungi kerusakan epitel
serta jaringan trachea agar tidak semakin parah.
Selain itu BAL dan jamur yang terkandung dalam whey kefir dan tomat
dapat berperan sebagai antibakteri maupun antijamur serta mengaktifkan makrofag.
54
Stimulasi imun BAL adalah melalui komponen dinding sel, yaitu peptidoglikan
yang menginduksi permukaan mukosa serta merangsang makrofag memproduksi
interleukin, meningkatkan aktivitas proliferasi sel limfosit. Limfosit T akan
melepaskan interferon, kembali mengaktifkan makrofag dan limfosit B dalam
memproduksi antibodi. Antibodi yang dihasilkan ini merupakan respon mekanisme
humoral dalam mekanisme kekebalan spesifik (Febiyanti, 2011).
Bakteri asam laktat yang berada dalam sistem pencernaan tidak langsung
masuk ke dalam sirkulasi dan kemudian ke saluran pernafasan. Sebaliknya, BAL
memiliki tindakan imunomodulator yang mempengaruhi fungsi sel kekebalan yang
bermigrasi ke daerah inflamasi di saluran pernafasan (Mortaz, et al., 2013).
Peptida yang terdapat dalam whey kefir dan tomat tergantung dari jenis
bakteri asam laktat nya. L. johnsonii spp. menghasilkan peptida berupa lactacin F.,
L. casei spp. menghasilkan lactocin, L. lactis spp. menghasilkan lactoccin G.,
Lactococcus lactis var cremoris menghasilkan lactococcin MN, Lactococcus lactis
spp. menghasilkan nisin, Leuconostoc spp. menghasilkan leucocin H., L. plantarum
spp menghasilkan plantaricin (Zacharof and Lovitt, 2012). Peptida tersebut dapat
berperan sebagai antimikroba dengan mengganggu potensial membran bakteri
patogen, destabilitas membran sitoplasma, sehingga sel menjadi tidak kuat.
Ketidakstabilan membran mampu memberikan dampak pembentukan lubang pada
membran sel bakteri patogen sehingga gradien potensial membran berubah dan
terjadi pelepasan molekul interseluler, serta masuknya substansi ekstraseluler. Hal
ini dapat menghambat pertumbuhan sel bakteri patogen dan mampu menyebabkan
kematian sel bakteri (Fauziah, dkk.,2014)
55
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan yaitu:
1. Pemberian terapi kombinasi whey kefir dan tomat dapat menurunkan
ekspresi IL-4 pada tikus model asma yang diinduksi oleh ovalbumin dan
lipopolisakarida dengan dosis terbaik yaitu 1,5 ml/200 g BB dengan
penurunan ekspresi IL-4 sebesar 45,89%
2. Pemberian terapi kombinasi whey kefir dan tomat dapat memperbaiki
gambaran histopatologi struktur epitel trachea, pengurangan sel goblet dan
sel radang pada tikus model asma yang diinduksi oleh ovalbumin dan
lipopolisakarida dengan dosis terbaik yaitu 1,5 ml/200 g BB.
6.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui efek samping
dari kombinasi whey kefir dan tomat (Solanum lypopersicum) sebagai terapi
asma.
2. Sebaiknya dilakukan pengaplikasian kombinasi whey kefir dan tomat
(Solanum lypopersicum) sebagai terapi asma pada hewan lainnya.
56
DAFTAR PUSTAKA
Ajie, R.B. 2015. Pengaruh Perbedaan Waktu Paparan Asap Pembakaran Bahan Organik Terhadap Gambaran Histopatologi Trakea Tikus Putih (Rattus novergicus) Jantan Galur Sprague dawley [Skrispsi]. Universitas Lampung.
Anatriera, R.A. 2009. Aktivitas Spesifik Katalase Jaringan Ginjal Tikus Yang Diinduksi Hipoksia Hipobarik Akut Berulang [Skripsi]. Universitas Indonesia.
Anggraini, S., Masdiana C. Padaga dan Dyah A. Oktavianie. 2012. Pengaruh Terapi Bakteri Asam Laktat Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)yang Terpapar Indometasin Terhadap Aktivitas Protease, Jumlah Mikroflora dan Gambaran Histopatologi Duodenum [Skripsi]. Universitas Brawijaya.
Astawan, M., T. Wresdiyati, I.I. Arief dan D. Febiyanti. 2011. Potensi Bakteri Asam Laktat Probiotik Indigenus Sebagai Antidiare dan Imunomodulator. J. Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XXII No. 1 Th. 2011.
Baratawidjaja, K.G. dan Rengganis Iris. 2009. Imunologi Dasar edisi VIII. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Bonagura, J.D. and David C.T.2008. Kirk's Current Veterinary Therapy XIV. USA. Saunders Elsavier.
Chalid, S.Y., F.Hartiningsih. 2013.Potensi Dadih Susu Kerbau Fermentasi Sebagai
Antioksidan dan Antibakteri. Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung, 2013
Christine. 2014. Formulasi Sediaan Krim Cair Tangan Dan Badan Menggunakan Sari Tomat (Solanum lycopersicum) Sebagai Bahan Pelembab [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara.
Condro, R., H.M.S Chandra Kusuma dan T. Wahyu. 2010. Peran Ekspresi Interleukin (IL)-4 dalam Apoptosis Epitel Bronkiolus Mencit Asma.Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 26, No. 2, Agustus 2010
Dalimartha, S. 2007. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid Ketiga. Jakarta. Trubus Agriwidya.
Daulay, M. 2011. Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Jumlah, Morfologi Dan Motilitas Sperma Serta Kadar Malondialdehyde (MDA) Testis Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus L) Yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal [Thesis]. Universitas Sumatera Utara.
57
DEPKES RI.2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma . Jakarta.
Departemen Kesehatan RI
Eroschenko, V.P. 2005. Difiore's Atlas of Histology with Functional Correlations Eleventh Edition. USA. Lippincott Williams & Wilkins.
Fardiaz, D. dan Lilik E. R.2012. Pengaruh Whey Kefir Susu Kambing Terhadap
Hidrofobisitas Bakteri E. Coli O157:H7, S. Typhi Dan Khamir C.
Albicans. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Hasil Ternak, Maret 2012, Hal 12-
18
Fauziah, P.N., J. Nurhajati, Chrysanti. 2014. Daya Antibakteri Filtrat Asam Laktat dan Bakteriosin Lactobacillus bulgaricus KS1 dalam Menghambat Pertumbuhan Klebsiella pneumoniae Strain ATCC 700603, CT1538, dan S941. MKB, Volume 47 No. 1, Maret 2014.
Febiyanti, D. 2011. Potensi Bakteri Asam Laktat Probiotik Indigenus Sebagai Antidiare Danimunomodulator Pada Tikus Percobaan [Skripsi]. Insititut Pertanian Bogor.
Febrisiantosa, Andi, Bagus P.P., Irma I.A. dan Yantyati W. 2013. Karakteristik Fisik, Kimia, Mikrobiologi Whey Kefir dan Aktivitasnya Terhadap Penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE). J. Teknol dan Industri Pangan Vol. 24 No. 2 Th. 2013.
Firmanto, B.H. (2011). Sukses Bertanam Tomat Secara Organik. Bandung. Angkasa.
Fitriana, A. 2016. Gambaran Asupan Vitamin Sebagai Zat Antioksidan Atlet Sepakbola di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar Jawa Tengah di Salatiga [Skripsi].Universitas Muhammadiyah Semarang.
Graha, C.2008. Terapi Untuk Anak Asma. Jakarta. Elex Media Komputindo.
Guilemany, J.M., Ferrer J.R., and Mullol J. 2008. Pathogenesis of Chronic Rhinosinusitis and Nasal Polyposis. In: Current Alergy and Asthma Reports. Current Medicine Group LLC Spain; 8:219 226.
Husaeni, R.K. 2008. Efek Ekstrak Air Buah Tin (Ficus carica L.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus L.) yang diinduksi Aloksan Monohidrat [Thesis]. Institut Teknologi Bandung.
Jamilah, U. 2015. Pengaruh Infusa Daun Murbei (Morus Alba L.)Terhadap Gambaran Histologi Hipokampus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Model
58
Diabetes Melitus Kronis Yang Diinduksi Aloksan [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Jati, S.H. 2008. Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Daunsalam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) Pada Hati Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (Ccl4) [Skripsi]. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Juwita, N. 2015. Uji Efektivitas Antialergi Ekstrak Etanol Daun Nimba (Azadirachta indica A. Juss.) pada Mencit yang Diinduksi dengan Ovalbumin (Abstr). USU.
Kumar R. K., Herbert C. and Foster P. S. 2008. ovalbumin challenge model of asthma in mice. Curr Drug Targets 9, 485 494
Kurniandari, N. 2016. Pengaruh Perlakuan Treadmill Terhadap Profil Lipid Mencit (Mus musculus) Obesitas [Skripsi]. Universitas Negeri Lampung.
Kusumaningtyas, E. 2011. Peran Peptida Susu Sebagai Antimikroba Untuk Meningkatkan Kesehatan. WARTAZOA, 23(2) Th. 2013.
Kuswantoro, B., Aulanni'am dan D.A. Oktavianie. 2012. Studi Paparan Lipopolisakarida pada Tikus (Rattus norvegicus) Model Asma Terhadap Aktivitas Protease dan Gambaran Histopatologi Sel Epitel Bronkiolus [Skripsi]. Universitas Brawijaya.
Leveno, K.J. 2009. Obstetri Williams:Panduan Ringkas,Ed 21. Jakarta. EGC.
Litbang pertanian. 2007. Kefir, Susu Fermentasi dengan Rasa Menyegarkan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.29.No.2.2007
Malghales, K.T., Pereira G.V.M., Dias D.R. and Schwan R.F. 2010. Microbial Communities and Chemical Changes During Fermentation of Surgary Brazilian Kefir. World J Microbiol Biotechnol 26: 1241-1250. DOI: 10.1007/s11274-009-0294-x.
Mandal, V., and Mandal, N.C. (2011). New Health Potentials of Orally Consumed Probiotic Microorganisms. Berlin : Springer.
Mangayun, E. I. 2016. Penilaian Kadar Interleukin 1 Beta Dan Kortisol Bebas Pada Sepsis Sebagai Marker Prognostic [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret.
Manuaba, I.B.G., 2001. Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi, dan KB. Jakarta : EGC.
59
Mardhiah. 2011. Efektivitas Olahraga Penapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara.
Maulida, D., N. Zulkarnaen. 2010. Ekstraksi Antioksidan ( Likopen ) dari Buah Tomat dengan Menggunakan Solven Campuran, n Heksana, Aseton, dan Etanol [Thesis]. Universitas Diponegoro.
Multazar, A. 2012. Ekspresi Cyclooxygenase-2 (COX-2) Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Di RSUP H. Adam Malik Medan [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara.
Muntiha, M. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi dari Jaringan Hewan dengan Pewarnaan Hematoksilin Dan Eosin (H&E). Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001.
Novita, M. dan S. Etria. 2015. Kandungan Likopen Dan Karotenoid Buah Tomat (Lycopersicum pyriforme)Pada Berbagai Tingkat Kematangan: Pengaruh Pelapisan Dengan Kitosan Dan Penyimpanan. Jurnal Teknologi Dan Industri Pertanian Indonesia Vol. , No. 1, 2015.
Novita, M., J. Mangimbulude dan F.S. Rondonuwu. 2010. Karakteristik Likopen Sebagai Antioksidan. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains UKSW.
Nugroho, S.2006.Terapi Pernapasan Pada Penderita Asma. Yogyakarta.
Universitas Negeri Yogyakarta
Oemiati, R., Marice S. dan Qomariah. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Penyakit Asma Di Indonesia. Media Litbang Kesehatan Volume
XX Nomor 1 Tahun 2010
Ovalle, W.K. and P.C. Nahirney. 2013. Netter's Essential Histology. Philadelphia. Elsevier Saunders.
Paniselvam, D. 2011. Gambaran Tindakan Trakeostomi di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan Tahun 2008 2009 [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara.
Paramitha, D. dan E. Dharmana. 2014. Pengaruh Pemberian Tiga Jenis Kombinasi Herbal A, B dan C Terhadap Kapasitas Produksi Interferon Gamma (Ifn-
-4) pada Mencit BALB/C [Thesis]. Universitas Diponegoro.
Pertiwi,H.O.M.,Aulanni'am dan Herawati. 2014. Aktivitas Protease dan Gambaran Histopatologi Epitel Bronkus Akibat Pengaruh Terapi Ekstrak Daun Putri
60
Malu (Mimosa pudica Linn.) Terhadap Hewan Tikus (Rattus norvegicus) Model Asma [Skripsi]. Universitas Brawijaya
Pracaya. 1998. Bertanam Tomat. Yogyakarta: Kanisius.
Pratomo, I. 2013.Prosedur Tetap Pembedahan Hewan Uji. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Purba, D.B.P. 2012. Kadar Procalcitonin sebagai marker dan hubungannya dengan derajat keparahan sepsis [Skripsi].USU.
Rachim, M. 2013. Studi Histopatologi Manfaat Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Pernafasan Ayam Broiler [Skripsi]. Insitut Pertanian Bogor.
Rachmadian, O.D. 2011. Pengaruh Ekstrak Etanol Propolis Terhadap Hitung Sel Mast Intestinal Pada Tikus Putih (Rattus norvegius) Model Asma Alergi [Skripsi]. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.
Renanda, R., Aulanni'am dan Dyah K.W. 2012. Kadar Secretory Imunoglobulin-E (s-IgE) dan Gambaran Histopatologi Otot PolosBronkiolus Pada Hewan Model Tikus (Rattus norvegicus) AsmaYang Terpapar Lipopolisakarida [Skripsi]. Malang. Universitas Brawijaya.
Rohman, M.S., E.K. Rastini, D. Sarbini, Titi A.W., Widodo dan D. Sargowo. 2006. Penghambatan Aktifasi NFkB Oleh CAPE (Caffeic Acid Phenethyl Ester),Komponen Aktif Madu Lebah (Human Umbilical Vein Endothelial Cells) yang Dipapar LDL Teroksidasi. Jurnal Kedokteran BrawijayaVol. XXII, No.1, April 2006.
Rukmana, R. 1994. Tomat & Cherry. Yogyakarta. Kanisius.
Rukmanasari, R. 2010. Efek Ekstrak Kulit Terong Ungu (Solanum melongena L.) Terhadap Kadar LDL dan HDL Darah Tikus Putih [Skripsi]. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret.
Runiawan, C.S., H.M.S. Chandra Kusuma dan Teguh Wahyu S.2010. Peran Ekspresi Interleukin (IL)-4 dalam Apoptosis Epitel Bronkiolus Mencit Asma. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 26, No. 2, Agustus 2010.
Samson, E. dan A. Jems. 2014. Ekspresi Immunoglobulin A (Ig A) Pada Usus Halus Tikus Putih (Rattus norvegicus). Seminar Nasional Basic Science VI F-MIPA UNPATTI
Sari, C.Y.I. 2013. Inflamasi Alergi pada Asma. CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013.
Sayuti, K. dan R. Yenrina. 2015. Antioksidan, Alami dan Sintetik. Padang. Andalas University Press.
61
Simatupang, I. 2011. Perbandingan Konsentrasi Starter Biji Kefir Dan Lama Inkubasi Pada Susu Kambing Dengan Susu Sapi Berpengaruh Terhadap Kadar Asam Laktat, Alkhohol, Protein dan Organoleptik [Skripsi].Universitas Sumatera Utara.
Sinuhaji, A.H. 2015. Ekspresi p53 pada Endometrioma Dibandingkan Karsinoma Ovarium Tipe 1[Skripsi]. Universitas Sumatera Utara.
Somantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Subandi. 2000. Efek Antioksidan (Vitamin C) terhadap Jumlah dan Fungsi Makrofag Alveoli serta Kadar SOD Jaringan Paru Tikus yang Dipapar dengan Asap Rokok Kronis. [Tesis]. Universitas Brawijaya Malang.
Sudarmini, M. 2006. Hubungan Imunoterapi Dosis Eskalasi Terhadap Perubahan Rasio IL-4/IFN-Y dan Perbaikan Gejala Klinik Penderita Rinitis Alergi [Thesis].Universitas Diponegoro.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. EGC : Jakarta.
Surjanto, E. dan J. Purnomo. 2008. Mekanisme Seluler dalam Patogenesis Asma dan Rinitis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta. EGC.
Tambunan, R.Z. 2015. Aktivitas Antioksidan Sari Buah Tomat Kaya Antioksidan Lycopene Sebagai Agen Kemopreventif Penyakit Kanker Menggunakan Sari Buah Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) Sebagai Pengawet [Skripsi].Universitas Sumatera Utara.
Tan, H. T. dan Rahardja (2007). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Penerbit PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.
Wahyuni, A.S. 2013. Model Perilaku Adherensi (Adherence) dan Kaitannya dengan Kualitas Hidup Pasien Asma di Kota Medan [Skripsi].Universitas Sumatera Utara.
Walton, R.E. dan Mahmoud. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta. EGC.
Widiartini, W.,Eka S.,Ana S.,Ita M.R. dan Eko P. 2013. Pengembangan Usaha Produksi Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Tersertifikasi Dalam Upaya Memenuhi Kebutuhan Hewan Laboratorium. Universitas Diponegoro.
62
Wirakusumah, E.S.2007. Jus Buah & Sayuran: 148 Resep Jus untuk Menjaga Kesehatan dan Kebugaran Anda. Jakarta: Penebar Swadaya
Yasmin. 2011. Profil Penderita Asma pada Anak di Rumah Sakit Haji Adam Malik Tahun 2009 [Skripsi].Universitas Sumatera Utara.
Yunianto, I.,F.R. Yanti, F. Wulaningrum. 2014. Evaluasi Aktivitas Antioksidan Daun Sirsak (Annona muricata L.) pada Sistem Respirasi Mencit (Mus musculus) Terpapar Asap Anti Nyamuk Bakar Sebagai Bahan Ajar Biologi SMA Kelas XI. Jurnal BIOEDUKATIKA Vol. 2 No. 2 Halaman 23-27.
Zacharof, M.P. and R.W. Lovitt. 2012. Bacteriocins Produced by Lactic Acid Bacteria. APCBEE Procedia 2 ( 2012 ) 50 56.