edukasi Psikiatri.docx

14
09. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi No. ICPC II: P74Anxiety Disorder (anxiety state) No. ICD X: F41.2 Mixed Anxiety and Depression Disorder Masalah Kesehatan Gan!an yan ditandai o"e# adanya e$a"a%e$a"a anxietas (&e'e asan) dan depresi sa a* dan asin% asin e$a"a tida& en!n$!&&an ran&aian e$a"a yan '!&!p erat ! dapat ditea&&annya s!at! dianosis tersendiri. +nt!& e$a"a anxietas* e erapa e$a"a a!tono i& #ar!s dite !&an* ,a"a!p!n tida& ter!s ener!s* di sa pin rasa 'e as ata! er"e i#an. Hasil Anamnesis (Subjectie! -e"!#an iasanya pasien datan denan &e"!#an /isi& seperti: na/as pende&0'epat* e"isa#* an!an tid!r* !da# "e"a#* $ant!n erde ar* an!an "a !n* diare* at sa&it &epa"a yan disertai denan rasa 'e as0&#a,atir er"e i#an. All" dan Aut" Anamnesis tambahan# 1. Adanya e$a"a seperti inat da"a e"a&!&an a&ti itas0se anat yan en!r!n* e sedi#0 !r!n* na/s! a&an er&!ran ata! enin&at er"e i#an* s!"it er&onse &eper'ayaan diri yan en!r!n* pesi istis. 2. -e"!#an iasanya serin ter$adi* ata! er"ans!n "a a* dan terdapat stresor .Menyin&ir&an ri,ayat penya&it /isi& dan pen!naan 3at (a"&o#o"* te a&a!* dan "ain%"ain) $a%t"r &isi%" 1. Adanya /a&tor io"ois yan e penar!#i* antara"ain #ipera&ti itas siste noradreneri&* /a&tor eneti&. 2. Ciri &epri adian tertent! yan i at!r dan tida& /"e&si e"* seperti 'iri &epri adian dependen* s&i3oid* anan&asti&* 'e as en#indar. .Adanya stresor &e#id!pan. Hasil 'emeri%saan $isi% dan 'enunjang Sederhana ( bjectie! Pe eri&saan Fisi& espirasi enin&at* te&anan dara# dapat enin&at* da ses!ai &e"!#an /isi&nya. Pe eri&saan pen!n$an 5a oratori! dan pen!n$an "ainnya tida& dite !&an adanya t yan er a&na. Pe eri&saan "a oratori! ert!$!an !nt!& enyin&ir&an dianosis andin ses!ai &e"!#an /isi&nya. 'enega%an Diagn"sti% (Assessment! Dianosis -"inis Dianosis &"inis ditea&&an erdasar&an ana nesis dan pe eri&sa -riteria dianosis erdasar&an ICD 16* yait!:

description

edukasi Psikiatri.docx

Transcript of edukasi Psikiatri.docx

09. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi No. ICPC II: P74Anxiety Disorder (anxiety state) No. ICD X: F41.2 Mixed Anxiety and Depression Disorder Masalah Kesehatan Gangguan yang ditandai oleh adanya gejala-gejala anxietas (kecemasan) dan depresi bersama-sama, dan masing-masing gejala tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk dapat ditegakkannya suatu diagnosis tersendiri. Untuk gejala anxietas, beberapa gejala autonomik harus ditemukan, walaupun tidak terus menerus, di samping rasa cemas atau khawatir berlebihan. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Biasanya pasien datang dengan keluhan fisik seperti: nafas pendek/cepat, berkeringat, gelisah, gangguan tidur, mudah lelah, jantung berdebar, gangguan lambung, diare, atau bahkan sakit kepala yang disertai dengan rasa cemas/khawatir berlebihan.

Allo dan Auto Anamnesis tambahan: 1. Adanya gejala seperti minat dalam melakukan aktivitas/semangat yang menurun, merasa sedih/murung, nafsu makan berkurang atau meningkat berlebihan, sulit berkonsentrasi, kepercayaan diri yang menurun, pesimistis. 2. Keluhan biasanya sering terjadi, atau berlangsung lama, dan terdapat stresor kehidupan.3. Menyingkirkan riwayat penyakit fisik dan penggunaan zat (alkohol, tembakau, stimulan, dan lain-lain)

Faktor Risiko 1. Adanya faktor biologis yang mempengaruhi, antara lain hiperaktivitas sistem noradrenergik, faktor genetik. 2. Ciri kepribadian tertentu yang imatur dan tidak fleksibel, seperti ciri kepribadian dependen, skizoid, anankastik, cemas menghindar. 3. Adanya stresor kehidupan.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Respirasi meningkat, tekanan darah dapat meningkat, dan tanda lain sesuai keluhan fisiknya.

Pemeriksaan penunjang Laboratorium dan penunjang lainnya tidak ditemukan adanya tanda yang bermakna. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding sesuai keluhan fisiknya.

Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis berdasarkan ICD 10, yaitu:adanya gejala-gejala kecemasan dan depresi yang timbul bersamasama, dan masing-masing gejala tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk dapat ditegakkannya suatu diagnosis tersendiri. 1. Gejala-gejala kecemasan antara lain: Kecemasan atau khawatir berlebihan, sulit berkonsentrasi Ketegangan motorik: gelisah, sakit kepala, gemetaran, tegang, tidak dapat santai Aktivitas autonomik berlebihan: palpitasi, berkeringat berlebihan, sesak nafas, mulut kering,pusing, keluhan lambung, diare. 2. Gejala-gejala depresi antara lain: Suasana perasaan sedih/murung. Kehilangan minat/kesenangan (menurunnya semangat dalam melakukan aktivitas) Mudah lelah Gangguan tidur Konsentrasi menurun Gangguan pola makan Kepercayaan diri yang berkurang Pesimistis Rasa tidak berguna/rasa bersalahDiagnosis Banding 1. Gangguan Cemas (Anxietas) Organik 2. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat 3. Gangguan Depresi 4. Gangguan Cemas Menyeluruh 5. Gangguan Panik 6. Gangguan Somatoform Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan 1. Non-farmakologi a. Konseling dan edukasi pada pasien dan keluarga Karena gangguan campuran cemas depresi dapat mengganggu produktivitas pasien, keluarga perlu memahami bahwa hal ini bukan karena pasien malas atau tidak mau mengerjakan tugasnya, melainkan karena gejala-gejala penyakitnya itu sendiri, antara lain mudah lelah serta hilang energi. Oleh sebab itu, keluarga perlu memberikan dukungan agar pasien mampu dan dapat mengatasi gejala penyakitnya. Gangguan campuran anxietas dan depresi kadang-kadang memerlukan pengobatan yang cukup lama, diperlukan dukungan keluarga untuk memantau agar pasien melaksanakan pengobatan dengan benar, termasuk minum obat setiap hari. b. Intervensi Psikososial Lakukan penentraman (reassurance) dalam komunikasi terapeutik, dorong pasien untuk mengekspresikan pikiran perasaan tentang gejala dan riwayat gejala. Beri penjelasan adanya pengaruh antara faktor fisik dan psikologis, termasuk bagaimana faktor perilaku, psikologik dan emosi berpengaruh mengeksaserbasi gejala somatik yang mempunyai dasar fisiologik. Bicarakan dan sepakati rencana pengobatan dan follow-up, bagaimana menghadapi gejala, dan dorong untuk kembali ke aktivitas normal. Ajarkan teknik relaksasi (teknik nafas dalam) Anjurkan untuk berolah raga teratur atau melakukan aktivitas yang disenangi serta menerapkan perilaku hidup sehat. Ajarkan untuk selalu berpikir positif dan manajemen stres dengan baik. 2. Farmakologi: Untuk gejala kecemasan maupun depresinya, diberikan antidepresan dosis rendah, dapat dinaikkan apabila tidak ada perubahan yang signifikan setelah 2-3 minggu: fluoksetin 1x10-20 mg/hari atau sertralin 1x25-50 mg/hari atau amitriptilin 1x12,5-50 mg/hari atau imipramin1-2x10-25 mg/hari. Catatan: amitriptilin dan imipramin tidak boleh diberikan pada pasien dengan penyakit jantung, dan pemberian berhati-hati untuk pasien lansia karena efek hipotensi ortostastik (dimulai dengan dosis minimal efektif). Pada pasien dengan gejala kecemasan yang lebih dominan dan atau dengan gejala insomnia dapat diberikan kombinasi Fluoksetin atau sertralin dengan antianxietas benzodiazepin. Obat-obatan antianxietas jenis benzodiazepin yaitu: diazepam 1x2-5 mg atau lorazepam 1-2x0,5-1 mg atau klobazam 2x5-10 mg atau alprazolam 2x 0,250,5mg. Setelah kira-kira 2-4 minggu benzodiazepin ditappering-off perlahan, sementara antidepresan diteruskan hingga 4-6 bulan sebelum di tappering-off. Hatihati potensi penyalahgunaan pada alprazolam karena waktu paruh yang pendek. Kriteria Rujukan Pasien dapat dirujuk setelah didiagnosis mengalami gangguan ini, terutama apabila gejala progresif dan makin bertambah berat yang menunjukkan gejala depresi seperti pasien menolak makan, tidak mau merawat diri, ada ide/tindakan bunuh diri; atau jika tidak ada perbaikan yang signifikan dalam 2-3 bulan terapi. Prognosis Pada umumnya prognosis gangguan ini adalah bonam. Referensi 1. Kaplan and Sadock, Synopsis of psychiatry, 7th edition, William and Wilkins. 2. Departemen Kesehatan RI.Pedoman penggolongan dan diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia III, cetakan pertama, 1993. 3. World Health Organization. Diagnostic and management guidelines for mental disorders in primary care: ICD-10 chapter V, primary care version. Seattle: Hogrefe & Huber Publishers. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri, 2012.

01. Skizofrenia Residual Masalah Kesehatan Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang foundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inapropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Skizofrenia residual adalah skizofrenia yang diawali dengan gejala positif, namun minimal dalam waktu satu tahun terakhir telah timbul gejala negatif.

Faktor Risiko Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab Skizofrenia, yaitu pendekatan biologis ( meliputi faktor genetik dan faktor biokimia), dan pendekatan psikodinamik.1. Faktor GenetikSemakin dekat hubungan genetis antara penderita skizofrenia dan anggota keluarganya, semakin besar kemungkinannya untuk terkena skizofrenia.2. Faktor BiokimiaHipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya penerimaan dopamine dalam otak.3. OtakSekitar 20-35% penderita skizofrenia mengalami beberapa bentuk kerusakan otak. Gejala klinis:Pembagian skizofrenia menjadi subtipe berdasarkan gejala-gejala yang menonjol. Secara garis besar gejala skizofrenia, menurut DSM-IV, dibagi menjadi dua, yaitu :1. Gejala Positif: Halusinasi (auditorik; mendengar suara-suara yang mengomentari atau bercakap-cakap tentang dirinnya, visual,olfaktorik, gustatorik, taktil) Waham (biasa dalam bentuk waham kejar, cemburu, bersalah, kebesaran, keagamaan, somatik, waham dikendalikan, siar pikiran, penarikan pikiran, waham menyangkut diri sendiri, dll). (2,4,6) Perilaku aneh (dalam berpakaian, perilaku sosial, seksual, agresif, perilaku berulang) Gangguan proses pikiran (inkoherensi, noologismus, tangensialitas, sirkumtansial, bicara kacau, dll). (2,4,6)2.Gejala Negatif: Afek yang tumpul/datar (ekspresi wajah tidak berubah, penurunan spontanitas gerak, hilangnya gerakan ekspresif, kontak mata yang buruk, afek yang tidak sesuai, tidak adanya modulasi suara) Alogia (kemiskinan bicara, kemiskinan isi bicara, penghambatan dan peningkatan latensi respon) Tidak ada kemauan, apati (bersikap acuh tak acuh) Anhedonia (tidak suka berhubungan sosial, tidak suka dalam hubungan pertemanan) Atensional impairmen (pecahnya perhatian)

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang Laboratorium dan penunjang lainnya tidak ditemukan adanya tanda yang bermakna. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding sesuai keluhan fisiknya.

Penegakan Diagnostik (Assessment) Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik untuk Skizofrenia Residual (F20.5) adalah sebagai berikut:Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut harus dipenuhi semua:1. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek yang tumpul, sikap pasif dan ketidaan inisiatif, kemiskinan dalam kualitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk. (2,8)2. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.3. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia4. Tidak terdapat dimentia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronik atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebutPenatalaksanaan Komprehensif (Plan) 1. Farmakoterapi Trifluooperazine, Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek samping sedatif lemah digunakan terhadap sindron psikosis dengan gejala dominan apatis,menarik diri, afek tumpul, kehilangan minat dan inisiatif,hipoaktif, waham, halusinasi, dll. Mekanisme obat antipsikosis tipikal adalah memblokade dopamine pada reseptor pascasinaptik neuron diotak, kususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 reseptor antagonis), sehingga efektif untuk geala positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal disamping berafinitas terhadap Dopamine D2 Reseptor juga terhadap Serotonin 5 HT2 Reseptor, sehingga efektif juga untuk gejala negatif. 2. Psikoterapi dan Sosioterapi (konseling dan edukasi)Skizofrenia dapat berupa kondisi yang sangat mengkhawatirkan dan dapat berhubungan dengan penurunan fungsi sosial, sehingga diperlukan dukungan, nasehat, dan pendidikan yang baik. Terapi pendekatan psikologi keluarga yang utama berfokus pada membangun ikatan yang baik dengan pasien. Pelatihan kemampuan sosial juga diperlukan karena dapat meningkatkan kompetensi sosial dan menolong fungsi adaptasi dalam komunitas.

Prognosis Sekitar 10% pasien skizofrenia akan berhasil bunuh diri. Sebagian besar beresiko pada orang muda yang mempunyai pendidikan tinggi dan bagi orang yang menderita penyakit. Jenjang usia pada penderita skizofrenia biasa sekitar 10 tahun lebih pendek dibanding usia orang pada umumnya. Hal ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya tindakan bunuh diri, meningkatnya jumlah perokok, sosial ekonomi dan kecelakaan. Faktor-faktor dengan prognosis yang baik pada skizofrenia adalah:1. Wanita2. Status menikah3. Onset pada umur tua4. Onset sakitnya secara tiba-tiba5. Merespon baik terhadap pengobatan6. Tidak adanya gejala negatif7. Riwayat premorbid yang baik8. Waktu yang pendek dari sakitnya sampai pengobatan9. Penyakitnya dipengaruhi oleh pikiran pasien sendiri atau masalah keluargaReferensi 1. Kaplan and Sadock, Synopsis of psychiatry, 7th edition, William and Wilkins. 2. Departemen Kesehatan RI.Pedoman penggolongan dan diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia III, cetakan pertama, 1993. 3. World Health Organization. Diagnostic and management guidelines for mental disorders in primary care: ICD-10 chapter V, primary care version. Seattle: Hogrefe & Huber Publishers. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri, 2012.

02. Skizofrenia Hebefrenik Masalah Kesehatan Skizofrenia Hebefrenik adalah perilaku yang khas, regresi, primitive, afek tidak sesuai dengan karakteristik umumnya, wajah dungu, tertawa aneh, menangis dan menarik diri secara ekstrim (Mary C. Towsend dalam Novy Helena C, 1998 : 143). Skizofrenia Hebefrenik adalah Percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi. (Ann Isaac, 2004 : 153).Hasil Anamnesis (Subjective) Seseorang yang menderita skizofrenia herbefrenik, disebut juga disorganized type atau kacau balau yang ditandai dengan gejala-gejala antara lain sebagai berikut1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa maksudnya. 2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan. 3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri. 4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu kesatuan. 5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai satu kesatuan. 6. Gangguan proses berfikir7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial Allo dan Auto Anamnesis tambahan:Gejala-gejala pencetus respon biologis : 1. Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan. 2. Lingkungan : lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasisasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan. 3. Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan kendali diri(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan gejala.

Faktor PresipitasiFaktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi : 1. Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak. 2. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu. 3. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku.

Faktor PredisposisiBeberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti pada harga diri rendah antara lain : 1. Faktor Genetis Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu. Diduga letak gen skizofrenia ada dikromosom no. 6 dengan kontribusi genetik tambahan no. 4, 8, 15 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigot peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofreia maka peluangnya menjadi 35%. 2. Faktor Neurologis Ditemukan bahwa korteks prefrotal dan korteks limbik pada klien skizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmiter yang ditemukan tidak normal khususnya dopamine, serotonine, dan glutamat. 3. Studi Neurotransmiter Skizofrenia diduga juga disebkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmiter dopamine yang berlebihan. 4. Teori Virus Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dapat menjadi factor predispossisi skizofrenia. 5. Psikologis Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang Laboratorium dan penunjang lainnya tidak ditemukan adanya tanda yang bermakna. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding sesuai keluhan fisiknya.

Penegakan Diagnostik (Assessment) Skizofrenia Hebefrenik (PPDGJ III, Kode F 20.1)a) Memenuhi kriteria umum diagnosa skizofreniab) Ditegakan pada usia remaja atau dewasa muda (15-25 tahun)c) Kepribadian premorbid menunjukan ciri-ciri khas pemalu dan senang menyendiri.Untuk meyakinkan diperlukan pengamatan selama 2-3 bulan untuk memastikan gambaran lihat yang bertahan, antara lain perilaku yang tidak bertanggungjawab dan tidak dapat di ramalkan, kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan perilaku tanpa tujuan dan perasaan :- Afek dangkal dan tidak wajar- Proses fikir mengalami disorganisasi dan topik pembicaraan tidak menentu (inkoheren)- Gangguan afektif dan dorongan kehendak serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham biasanya ada tetapi tidak menonjol.Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Skizofrenia merupakan penyakit yang cenderung berlanjut (kronis atau menahun) maka terapi yang diberikan memerlukan waktu relative lama berbulan bahkan sampai bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan. terapi yang di maksut adalah : 1. Psikofarma Obat anti psikotik yang sering disebut dengan neuroleptik ditujukan untuk menghilangkan gejala skizofrenia. Golongan psikofarma yang sering digunakan di Indonesia (2001) terbagi dua golongan typical dan golongan atypical. kelebihan obat atypical antara lain : Dapat menghilangkan gejala positif dan negatif, memulihkan fungsi koqnitif, efek samping Extra pyramidal symptoms. 2. Electro Convulsive Terapy Electro Convulsive Terapy diberikan kepada penderita skizofrenia kronik. Tujuannya adalah memperpendek serangan skizofrenia, mempermudah kontak dengan penderita, namun tidak dapat mencegah serangan ulang (Maramis, 2004). 3. Psiko religius Menurut Larson, penelitian yang termuat dalam Religious commitment and Health menyatakan bahwa agama amat penting dalam pencegahan agar seorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penderitaan dan mempercepat penyembuhan. 4. Psikososial Agar tumbuh kembang anak sehat baik fisik, psikologik, social dan spiritual, hendaknya diciptakan rumah tangga yang sehat dan bahagia agar supaya kepribadian anak menjadi matang dan kuat sehingga tidak mudah jatuh sakit. Dalam hal ini N. Stinnet J.De frain mengemukakan enam criteria membina keluarga yang sehat dan bahagia yaitu : Ciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. Adakan waktu bersama dalam keluarga. Ciptakan hubungan yang baik antar anggota keluarga. Keluarga sebagai unit social yang terkecil ikatannya harus erat dan kuat, jangan longgar dan rapuh. Harus saling menghargai sesama anggota keluarga. Bila keluarga mengalami krisis, maka prioritas utama adalah keutuhan keluarga dan bila diperlukan berkonsultasi dengan ahlinya.Konseling & EdukasiPendekatan yang dilakukan dalam pencegahan skizofrenia dapat bersifat eklektik holistik yang mencakup empat pilar yaitu :1. organobiologis,2. psikoedukatif, 3. sosial budaya,4. psikoreligiusUpaya pencegahan yang dilakukan pada masing-masing pilar dimaksudkan untuk menekan seminimal mungkin munculnya skizofrenia dan kekambuhanya. 1) Organobiologis Bila ada silsilah keluarga menderita skizofrenia sebaiknya menikah dengan keluarga yang tidak memiliki silsilah skizofrenia. Walaupun dalam keluarga tidak ada sil-silah menderita skizofrenia sebaiknya tidak menikah dengan yang tidak memiliki silsilah skizofrenia dan merupakan keluarga jauh. Sebaiknya penderita atau bekas penderita skizofrenia tidak saling menikah. 2) Psikoedukatif Beberapa sikap yang harus diperhatikan orang tua dalam membina mental-emosional dan mental-intelektual anak yaitu: Sikap pertama adalah kemampuan untuk percaya pada kebaikan orang lain. Sikap kedua adalah sikap terbuka. Sikap ketiga adalah anak mampu menerima kata tidak atau kemampuan pengendalian diri terhadap hal-hal yang mengecewakan, kalau tidak anak akan sulit bergaul dan belajar di sekolah.3) Perawatan skizofrenia oleh keluarga beberapa hal penting yang harus dilakukan keluarga dalam upaya penyesuaian diri dengan kehadiran skizofrenia dalam system mereka dan cara mengatasinya. a. Aktif mencari informasi atau psikoedukasi. Informasi-informasi yang akurat tentang skizofrenia, gejala-gejalanya, kemungkinan perjalanan penyakitnya, berbagai bantuan medis dan psikologis yang dapat meringankan gejala skizofrenia merupakan sebagai informasi vital yang sangat dibutuhkan keluarga. b. Keluarga perlu memiliki Sikap yang tepat adalah SAFE ( Sense of humor, Accepting the illness, family balance, Expectations which are realistic ). c. Support group bila mana keluarga menghadapi skizofrenia dalam keluarga mereka seorang diri, beban itu akan terasa sangat berat, namun bila keluarga keluarga yang sama-sama memiliki anggota keluarga skizofrenia bergabung bersama maka beban mereka akan terasa lebih ringan dan saling menguatkan, d. Family therapy (Object relations family therapy) Family therapy dapat menjadi bagian dari rangkaian upaya membantu keluarga agar sebagai suatu system meningkat kohensivitasnya dan lebih mampu melakukan penyesuaian diri. Keluarga harus membantu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri si penderita seperti melibatkan dalam kegiatan sehari-hari dan mereka harus sabar dan menerima kenyataan. e. Keluarga harus tetap bersikap menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan penderita. Tindakan kasar, bentakan atau mengucilkan malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar. f. Keluarga menanggung beban dan tanggung jawab merawat anggota keluarga yang sakit, Sikap keluarga terhadap penderita dapat ditentukan dengan apa yang disebut EE (Emitional Expresion) yang terdiri atas kritikan atau komentar negative, emosional over involvement, permusuhan terhadap penderita, ketidak puasan dan kehangatan.Referensi 1. Kaplan and Sadock, Synopsis of psychiatry, 7th edition, William and Wilkins. 2. Departemen Kesehatan RI.Pedoman penggolongan dan diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia III, cetakan pertama, 1993. 3. World Health Organization. Diagnostic and management guidelines for mental disorders in primary care: ICD-10 chapter V, primary care version. Seattle: Hogrefe & Huber Publishers. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri, 2012.

03. Skizofrenia Paranoid Masalah Kesehatan skizofrenia paranoid. Jenis ini ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi, dan tidak ada perilaku pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kebesaran atau waham kejar, jalannya penyakit agak konstan (Kaplan dan Sadock, 1998). Pikiran melayang (Flight of ideas) lebih sering terdapat pada mania, pada skizofrenia lebih sering inkoherensi (Maramis, 1998). Kriteria waktunya berdasarkan pada teori Townsend (1998), yang mengatakan kondisi klien jiwa sulit diramalkan, karena setiap saat dapat berubah.Skizofrenia paranoid adalah salah satu dari beberapa jenis skizofrenia, yaitu suatu penyakit mental yang kronis di mana seseorang kehilangan kontak dengan kenyataan/ realitas (psikosis). Gambaran umum dari skizofrenia paranoid adalah adanya delusi (waham) dan mendengar hal-hal yang tidak nyata.Penderita dengan skizofrenia paranoid, kemampuan mereka dalamberpikir dan berfungsi dalam kehidupan sehari-hari mungkin lebih baik dibandingkan dengan jenis lain dari skizofrenia. Mereka mungkin tidak memiliki banyak masalah dengan emosi, ingatan, konsentrasi. Namun, skizofrenia paranoid adalah suatu kondisi serius, sering seumur hidup yang dapat menyebabkan banyak komplikasi, termasuk perilaku bunuh diri.Faktor Risiko 1. Pengaruh Genetik2. Usia3. Social4. Obat5. Psikologis

Faktor Predisposisi1. Biologi2. Psikologis3. Genetic4. sosiokultural

Tanda dan GejalaPada skizofrenia paranoid gambaran utama yang menonjol adalah:1. Waham kejar atau waham kebesaran, misalnya kelahiran luar biasa (excited birth), urusan penyelamat bangsa, dunia dan agama, seperti misalnya kenabian atau mesias, perubahan tubuh atau halusinasi yang mengandung isi kerajaan/kebesaran.2. Halusinasi pendengaran halusinasi, seperti mendengar suara-suara3. Delusi, seperti percaya rekan kerja ingin meracuni AndaDelusi (waham) dan halusinasi adalah gejala yang membuat skizofrenia paranoid paling berbeda dari jenis lain dari skizofrenia.

Gambaran penyertanya meliputi:

1. Kegelisahan, kecemasan tak berfokus.2. kemarahan3. emosi datar4. kekerasan5. Banyak berargumentasi (berdebat)6. Merasa diri penting atau memandang orang lain rendah.7. Pikiran dan perilaku bunuh diri8. Sebagai tambahan, waham cemburu dapat pula ditemukan.9. Kadang ditemukan kebingungan tentang identitas jenis atau ketakutan bahwa dirinya diduga oleh orang lain sebagai orang-orang homoseksual.10. Onset tipe ini cenderung timbul dalam usia yang lebih lanjut dibandingkan dengan tipe lainnya, dan ciri-cirinya lebih stabil dalam jangka panjang. Apabila seseorang penderita skizofrenia tipe paranoid mempunyai keluarga yang menderita skizofrenia biasanya anggota keluarganya menderita skizofrenia tipe paranoid.11. Dengan skizofrenia paranoid, mereka cenderung akan terpengaruh oleh masalah mood (perasaan) atau masalah dengan pemikiran, konsentrasi dan perhatian.12. Halusinasi suara. Sebuah halusinasi pendengaran adalah persepsi suara suara dimana tidak ada orang lain yang ikut mendengar. Suara mungkin suara tunggal atau suara banyak orang. Suara-suara mungkin berbicara baik kepada mereka atau satu sama lain. Suara-suara tersebut biasanya tidak menyenangkan. Suara suara tersebut dapat membuat kritik berkelanjutan dari apa yang penderita pikirkan atau lakukan, atau membuat komentar kejam tentang kesalahan nyata atau kesalahan khayalan dari penderita. Suara juga dapat memerintahkan penderita melakukan hal-hal yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain. Bila seseorang memiliki skizofrenia paranoid, suara-suara tampak nyata. Penderita mungkin berbicara atau berteriak pada suara tersebut.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang Penegakan Diagnostik (Assessment) Kriteria Diagnostik Skizofrenia Paranoid:1. Waham kejar.2. Waham besar.3. Waham cemburu.4. Halusinasi yang berisi kejaran atau kebesaran.Kunci diagnosis ini adalah adanya waham. Waham kejaran adalah yang paling umum, namun pasien dapat mengalami waham kebesaran, di mana mereka memiliki rasa yang berlebihan mengenai pentingnya, kekuasaan, pengetahuan, atau identitas diri mereka. Waham lain yang disebutkan terdahulu, seperti merasa dikejar atau dimata-matai, juga dapat terlihat jelas.Halusinasi pendengaran yang jelas dan nyata dapat rnenyertai waham. Para pasien yang menderita skizofrenia paranoid sering kali mengalami ideas of reference; mereka memasukkan berbagai peristiwa yang tidak penting ke dalam kerangka waham dan mengalihkan kepentingan pribadi mereka ke dalam aktivitas tidak berarti yang dilakukan orang lain. Contohnya, mereka mengira bahwa potongan percakapan yang tidak sengaja mereka dengar adalah percakapan tentang diri mereka, bahwa sering munculnya orang yang sama di suatu jalan yang biasa mereka lalui berarti mereka sedang diawasi, dan bahwa apa yang mereka lihat di televisi atau baca di majalah dengan satu atau lain cara merujuk pada mereka. Para individu yang mengalami skizofrenia paranoid selalu cemas.argumentatif, marah, dan kadang kasar. Secara emosional mereka responsive, meskipun mereka kaku, formal, dan intens kepada oranglain. Mereka juga lebih sadar dan verbal disbanding para pasien skizofrenia tipe lain. Bahasa yang mereka gunakan meskipun penuh rujukan pada delusi, tidak mengalamai disorganisasi. Bila ada pasien skizofrenia yang mengalami masalah hukum, biasanya mereka dari kelompok yang menderita subtipe paranoid.Diagnosis Klinis Diagnosis Banding KomplikasiPenatalaksanaan Komprehensif (Plan) Konseling & EdukasiKriteria Rujukan Sarana Prasarana Prognosis Referensi 1. Kaplan and Sadock, Synopsis of psychiatry, 7th edition, William and Wilkins. 2. Departemen Kesehatan RI.Pedoman penggolongan dan diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia III, cetakan pertama, 1993. 3. World Health Organization. Diagnostic and management guidelines for mental disorders in primary care: ICD-10 chapter V, primary care version. Seattle: Hogrefe & Huber Publishers. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri, 2012.