Edisi Februari 2018 Suplemen Majalah SAINS...

8
Edisi Februari 2018 Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Transcript of Edisi Februari 2018 Suplemen Majalah SAINS...

�Edisi Februari 2018Suplemen Majalah SAINS Indonesia

� Edisi Februari 2018 Suplemen Majalah SAINS Indonesia

�Edisi Februari 2018Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Agrotek

Rona gembira terpancar dari wajah Devi Maharani. Bagi penggiat usaha kecil dan menengah (UKM) olahan berbasis

cabai dan bawang itu, kunjungan istri Wakil Presiden, Mufidah Jusuf Kalla ke Bogor menjadi berkah tersendiri. Selain karena produknya diborong istri orang nomor dua di Indonesia itu, momen tersebut membuka jalan bagi produk industri kecil yang dirintisnya memasuki pasar yang lebih luas.

Pertemuan Mufidah dengan para penggiat ekonomi kreatif di Kota Bogor, awal Januari lalu, menjadi ajang mempromosikan produk berskala kecil dan menengah asal kota hujan ke pasar nasional bahkan luar negeri. Peluang naik kelas, dari industri kecil menjadi industri menengah atau besar, pun makin terbuka.

Mengusung brand atau merek Dapur Cihuuyy, Devi mulai merintis usahanya sejak tahun 2015. Pemilik Resto Dapur Cihuuyy itu memulai usahanya dengan memproduksi olahan daging dan sambal aneka varian. Namun saat itu pengembangan usahanya terkendala daya simpan produk yang terbatas.

Titik terang muncul di tahun 2017 bersamaan dengan penjaringan tenant atau mitra untuk Program Inkubator Teknologi yang diselenggarakan oleh Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian, Balitbangtan, Kementan. Wanita yang gemar mengeksplorasi aneka masakan Sunda itu mengajukan diri menjadi salah seorang pengadopsi teknologi Balitbangtan. Serupa tapi tak sama, teknologi yang dipilih pun berkaitan dengan bahan baku aneka cabai dan bawang.

Wanita penggemar sambal itu mengadopsi teknologi olahan minyak aneka bawang dan cabai, pasta dan irisan kering bawang merah yang dihasilkan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) Balitbangtan. Tidak sampai setahun, proses alih teknologi berlangsung, Devi telah mampu menjual produknya hingga ratusan paket tiap bulannya.

“Tidak ada air mata dan aroma yang menyengat saat iris bawang, tinggal tuangkan dikit, rasa masakan jadi enak” ujar salah satu pelanggannya.

Produk Olahan Bawang Dan Cabai Siap Tembus Pasar Ekspor

Pertemuan dengan Mufidah Jusuf Kalla menginspirasi penggiat usaha kecil menengah Kota Bogor menembus pasar ekspor.

� Edisi Februari 2018 Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Agrotek

Devi memang rajin merangkum berbagai testimoni pelanggan terkait produk olahan bawang dan cabai. Pelanggan lainnya menambahkan, kalau mau yang segar, tinggal rendam irisan bawang merah kering dengan sedikit air hangat, diulek dengan bahan lainnya, jadi sambal seperti biasanya.

Atasi Gejolak Harga Teknologi ini memang dihasilkan untuk

menjadi solusi atas naik turunnya harga produk pertanian segar. Layaknya penyakit tahunan, gejolak harga cabai atau bawang selalu terjadi dan mirisnya turut melambungkan angka inflasi. Padahal bawang dan cabai merupakan komoditas unggulan petani yang diusahakan secara intensif.

Hingga tahun 2017, kondisi yang selalu meresahkan kaum Ibu ini mendapat perhatian khusus Menteri Pertanian. Untuk mengatasi kelangkaan dan lonjakan harga, Kementerian Pertanian pun mencanangkan gerakan tanam (gertam) 10 juta bibit cabai.

Sejatinya angka pertumbuhan produksi pun menunjukkan tren positif sepanjang 2011-2014. Tahun 2015 terjadi sedikit penurunan pada produksi bawang merah dan bawang putih yakni 1,55 % dan 10,33 %. Sedangkan

cabai besar maupun rawit tetap berada pada pertumbuhan yang meningkat yakni 3,61 % dan 8,69 %.

Lalu apa penyebab gejolak harga kedua komoditi tersebut? Jawabannya bukan karena rendahnya produktivitas tetapi karena karakteristik dari kedua komoditas tersebut yang mudah rusak

(perishable) dan sangat bertumpu pada musim. Persoalannya, kedua komoditas tersebut merupakan kelompok rempah yang tidak bersubtitusi saat menjadi bumbu penyedap makanan ataupun obat tradisional.

Jadi, teknologi pengolahanlah yang bisa menjadi satu-satunya solusi dengan mempertinggi daya simpan. Produk olahanpun menjadi subtitusi tanpa menghilangkan karakter produk segar itu sendiri.

BB Pascapanen, Balitbangtan, melalui tim peneliti handalnya diantaranya Ira Mulyawanti STP, MSi dan Ermi Sukasih, S.Pt, M.Si telah menghasilkan teknologi yang kini cukup hits. Dengan menjadikan bawang dan cabai dalam bentuk olahan berbentuk minyak cabai dan bawang maupun irisan bawang, mampu memperpanjang daya simpan produk hingga 6 bulan – 1 tahun dalam suhu ruang.

Meski telah melewati proses pengolahan namun dari sisi kandungan nutrisi, rasa dan aroma sangat mendekati bawang maupun cabai segar. Proses pengolahannya terbilang sederhana, namun perlu penanganan yang cukup ulet. Keuletan itulah yang ditunjukkan Devi, salah satu adopter teknologi Balitbangtan.

Morina Pasaribu/Setia Lesmana

�Edisi Februari 2018Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Agrotek

Multiguna dan bernilai ekonomi tinggiTanaman aren (Arenga pinnata) memiliki

banyak manfaat, baik sebagai bahan pangan, sumber energi, hingga berperan dalam konservasi lingkungan. Nyaris semua bagian tanamannya bernilai ekonomi tinggi.

Tanaman aren tipe dalam, yang sebagian besar tersebar di sentra-sentra aren tanah air, biasa disadap pada umur 10 tahun. Tanaman ini mampu menghasilkan nira 20 liter/hari atau setara dengan 2,5 kg gula atau 1,4 liter bioetanol berkadar 90%.

Batangnya mengandung tepung sebagai sumber karbohidrat atau energi terbarukan. Buahnya yang lebih dikenal dengan nama kolang-kaling, sangat disukai semua kalangan, khususnya sebagai hidangan buka puasa. Bahkan daunnya pun dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas pembungkus olahan makanan.

Deteksi Varietas Genjah

Umur pemeliharaan aren hingga menghasilkan nira memakan waktu yang cukup lama. Itulah mengapa perkembangan komoditas ini relatif lambat dibandingkan dengan kelapa sawit yang mulai menghasilkan pada umur sekitar 3 tahun. Aren tipe dalam baru berproduksi pada umur 8–11 tahun, ketika tanaman menjulang 15 meter. Sedangkan aren genjah berproduksi perdana pada umur 4 – 5 tahun dengan tinggi hanya 3 – 4 meter.

Fakta itu mendorong kegiatan pemuliaan aren diarahkan untuk menghasilkan aren yang genjah atau cepat berproduksi, pohon yang pendek, dan hasil nira yang tinggi. Untuk percepatan kegiatan pemuliaan aren tersebut, maka identifikasi potensi genetik dari aren melalui pendekatan marka molekuler sudah

Kit Pendeteksi Dini Kegenjahan Aren

isti

mew

a

� Edisi Februari 2018 Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Agrotek

saatnya untuk dilakukan. Cara ini lebih cepat dibandingkan dengan metode konvensional dalam mendeteksi kegenjahan aren berdasarkan fenotipe dan umur mulai produksi aren yang butuh waktu bertahun-tahun.

Balitbangtan melalui penelitinya di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) berhasil mengembangkan sebuah kit untuk mendeteksi kegenjahan aren dengan menggunakan marka simple sequence repeat (SSR). Kit ini bermanfaat dalam seleksi atau deteksi tanaman aren berdasarkan kegenjahan secara cepat melalui analisis sampel pada biji dan fase bibit.

Menurut inventornya, Dr. Puji Lestari, kit yang diciptakan ini tidak main-main karena memiliki tingkat presisi dalam penentuan kegenjahan aren mencapai 80 – 85%. Jumlah sampel yang harus diujikan pun sedikit saja, sehingga biaya yang harus dikeluarkan menjadi lebih murah.

Puji menjelaskan, alat pendeteksi tersebut berbasis teknologi sekuensing genom atau pengurutan genom yakni proses atau teknik penentuan urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA atau genom. Urutan tersebut dikenal sebagai sekuens genom yang merupakan informasi paling mendasar suatu gen berupa identitas maupun fungsi genom dengan cara membandingkan dengan framen genom lainnya.

Produsen Utama DuniaMenurut Puji, 60% populasi aren dunia

ada di Indonesia. Saat ini luas areal aren di Indonesia mencapai 60.482 hektar, dengan jumlah tanaman produktif mencapai 100 – 150 ribu pohon per hektar. Indonesia pernah menjadi produsen gula putih utama dunia. Puncaknya, tahun 1930-an, industri gula Indonesia menghasilkan 3 juta ton dari 179 pabrik gula. Sebanyak 2,4 juta ton gula diekspor.

Semoga saja dengan diciptakannya kit ini akan membangkitkan minat petani untuk mengusahakan aren, sekaligus mendorong pengembangan aren menjadi komoditas yang potensial dan prospektif mendukung program swasembada gula dan bioenergi nasional.

Kania Tresnawati/Setia Lesmana

�Edisi Februari 2018Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Agrotek

�Edisi Februari 2018Suplemen Majalah SAINS Indonesia

� Edisi Februari 2018 Suplemen Majalah SAINS Indonesia