Ect Terapi Lingkungan
-
Upload
afifah-d-wulan-pratiwi -
Category
Documents
-
view
15 -
download
4
description
Transcript of Ect Terapi Lingkungan
KEPERAWATAN JIWA
ELECTROCONVULSIVE THERAPHY (ECT) dan TERAPI
LINGKUNGAN
Di Susun Oleh Kelompok 6 :
Afifah Dyah W.P (010215A003)
Florentina Dwi H (010215A025)
Dwi Nurhartini (010215A017)
I Kadek Suparianto (010215A029)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
TERAPI LINGKUNGAN
A. Definisi
Terapi lingkungan berasal dari bahasa Prancis yang artinya perencanaan ilmiah dari
lingkungan dengan tujuan yang bersifat terapeutik atau kegiatan yang mendukung
kesembuhan. Pengertian lainnya adalah tindakan dengan memanipulasi dan memodifikasi
unsur yang sudah ada pada lingkungan yang sangat berpengaruh positif pada fisik dan psikis
seseorang dan dapat mendukung proses penyembuhan pada pasien.
Terapi lingkungan adalah suatu tindakan penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa
melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap penyembuhan
pasien ganguan jiwa.
B. Karakteristik Terapi Lingkungan
Agar tujuan yang kita harapkan dapat tercapai dengan hasil yang maksimal dan sesuai
harapan maka diperlukan lingkungan bersifat terapeutik untuk mendorong terjadinya proses
penyembuhan. Lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik, antara lain:
1. Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkan
2. Pasien merasa nyaman dan senang atau tidak merasa takut dengan lingkungan
3. Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah dipenuhi
4. Lingkungan rumah sakit yang bersih
5. Menciptakan lingkungan yang aman dari terjadinya luka akibat impuls-impuls pasien
6. Personal dari lingkungan rumah sakit menghargai pasien sebagai individu yang
memiliki hak, dan kebutuhan serta menerima perilaku pasien sebagai respons adanya
stress
7. Lingkungan yang dapat mengurangi larangan dan memberikan kesempatan pada pasien
menentukan pilihan dan membentuk perilaku baru
C. Tujuan Terapi Lingkungan
1. Meningkatkan pengalaman positif pasien gangguan mental/psikologis.
2. Membantu individu dalam meningkatkan harga diri.
3. Meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain.
4. Menumbuhkan sikap percaya pada orang lain.
5. Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat dan mencapai perubahan kesehatan yang
positif/optimal
D. Lingkungan Fisik
Aspek terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang merupakan
bagian eksternal kehidupan rumah sakit. Settingnya meliputi :
1. Lingkungan Fisik Tetap
Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal maupun internal. Bagian
eksternal meliputi struktur luar rumah sakit, yaitu lokasi dan letak gedung sesuai dengan
program pelayanan kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa masyarakat. Berada di
tengahtengah pemukiman penduduk atau masyarakat sekitarnya serta tidak diberi pagar
tinggi. Hal ini secara psikologis diharapkan dapat membantu memelihara hubungan
terapeutik pasien dengan masyarakat. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk tetap
mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan terisolasi.
Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan rumah tinggal
yang dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi tertutup, WC, dan ryang makan.
Masingmasing ruangan tersebut diberi nama dengan tujuan untuk memberikan stimulasi
pada pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, merangsang memori dan
mencegah disorientasi ruangan.
Setiap ruangan harus dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal terapi
aktivitas kelompok, jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan khusus misalnya
rapat ruangan.
2. Lingkungan Fisik Semi Tetap
Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggaan meliputi lemari, kursi, meja,
peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dsb. Semua perlengkapan diatur sedemikian
rupa sehingga memungkinkan pasien bebas berhubungan satu dengan yang lainnya serta
menjaga privasi pasien.
3. Lingkungan Fisik Tidak Tetap
Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal individu serta sangat
dipengaruhi oleh social budaya.
E. Lingkungan Psikososial
Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan pasien
berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil keputusan serta toleransi terhadap
tekanan eksternal.
Beberapa prinsip yang perlu diyakini petugas kesehatan dalam berinteraksi dengan
pasien:
1. Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan, mengubah
tingkah laku pasien.
2. Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah laku
partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan belajar.
3. Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai anggota
kelompok dan pasien dapat mengikuti atau mengisi kegiatan.
4. Kegiatan seharihari mendorong interaksi antara pasien.
5. Mempertahankan kontak dengan lingkungan misalnya adanya kalender harian dan
adanya papan nama dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan.
F. Peran Perawat
1. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
a. Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana yang akrab,
menyenangkan, saling menghargai di antara sesame perawat, petugas kesehatan, dan
pasien.
b. Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari bendabenda atau keadaan-
keadaan yang menimbulkan terjadinya kecelakaan/luka terhadap pasien atau
perawat.
c. Menciptakan suasana yang nyaman
d. Pasien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya sendiri dan orang lain
seperti yang biasa dilakukan di rumahnya. Misalnya membereskan kamar.
2. Penyelenggaraan proses sosialisasi :
a. Membantu pasien belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercayai orang lain,
sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain.
b. Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ideide, perasaan dan perilakunya
secara terbuka sesuai dengan aturan di dalam kegiatankegiatan tertentu.
c. Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatankegiatan atau kemampuan yang
baru, dan dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya pada waktu
yang luang.
3. Sebagai teknis perawatan
Fungsi perawat adalah memberikan/memenuhi kebutuhan dari pasien,
memberikan obatobatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat dan perilaku-
perilaku yang menonjol/menyimpang serta mengidentifikasi masalahmasalah yang
timbul dalam terapi tersebut.
4. Sebagai leader atau pengelola
Perawat harus mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan terapeutik yang
mendukung penyembuhan dan memberikan dampak baik secara fisik maupun secara
psikologis kepada pasien.
G. Jenis-Jenis Kegiatan Terapi Lingkungan
1. Terapi rekreasi
Terapi rekreasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan pada waktu luang, bertujuan
agar pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan juga
mengembangkan kemampuan hubungan social. Di dalam ruang perawatan yang bertugas
sebagai pemimpin terapi adalah perawat, dimana perawat harus menyesuaikan kegiatan
dengan tingkat umur pasien. Contohnya, kegiatan yang banyak mengeluarkan seperti
bulu tangkis, berenang, basket, dan lain-lain diberikan kepada pasien dengan tingkatan
umur remaja, sedangkan untuk kegiatan yang tidak banyak mengeluarkan tenaga seperti
bermain catur, karambol, kartu, dan sebagainya dapat diberikan kepada pasien dengan
tingkatan umur dewasa (orangtua).
2. Terapi kreasi seni
Dalam terapi ini perawat berperan sebagai leader dan bekerja sama dengan orang
lain yang ahli dalam bidangnya karena harus disesuaikan dengan bakat dan minat,
beberapa diantaranya adalah :
a. Dance therapy/menari;
Terapi yang menggunakan bentuk ekspresi non verbal dengan gerakan tubuh dengan
tujuan mengkomunikasikan tentang perasaan dan kebutuhan pasien.
b. Terapi music
Suatu terapi yang dilakukan melalui music dengan tujuan untuk memberikan
kesempatan kepada para pasien dalam mengekspresikan perasaannya seperti
kesepian, sedih, dan bahagia.
c. Terapi menggambar/melukis
Terapi menggambar/melukis dapat memberikan kesempatan pada pasien untuk
mengekspresikan tentang apa yang sedang terjadi pada dirinya. Selain itu terapi ini
juga dapat membantu menurunkan keteganggan dan pasien dapat memusatkan pikiran
pada kegiatan.
d. Literatur/biblio therapy
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan wawasan diri pasien dan merupakan cara
untuk mengeksprasikan perasaan/pikiran sesuai dengan norma yang ada. Kegiatan
dalam terapi ini dapat berupa membaca seperti novel, buku-buku, majalah, dan
kemudian bahan bacaan didiskusikan bersama oleh para pasien.
3. Pet therapy
Pet therapy bertujuan menstimulasi respon pasien yang tidak mampu melakukan
hubungan interaksi dengan orang lain dan biasanya mereka merasa kesepian, dan
menyendiri. Terapi menggunakan sarana binatang yang dapat memberikan respon
menyenangkan kepada pasien dan sering kali digunakan pada pasien anak dengan
autistic.
4. Plant therapy
Terapi ini mengajarkan pasien untuk memelihara mahluk hidup dan membantu
pasien membina hubungan yang baik antar pribadi yang satu dengan yang lain. Objek
yang digunakan dalam terapi ini adalah tanaman/tumbuhan.
H. Terapi Lingkungan pada Kondisi Khusus
1. Pasien rendah diri( low self esteem), depresi (depression), dan bunuh diri ( suicide)
a. Syarat lingkungan secara psikologis harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :
1) Ruangan aman dan nyaman
2) Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri atau
orang lain.
3) Alat-alat medis, juga obat-obatan serta jenis cairan medis di lemari pastikan dalam
keadaan terkunci
4) Ruangan yang dipakai harus dilantai 1 dan ruangan tersebut mudah di pantau oleh
petugas kesehatan
5) Ruangan harus ditata agar menarik dengan cara menenmpelkan gambar-gambar
yang cerah dan gambar-gambar yang meningkatkan gairah hidup pasien
6) Warna dinding harus cerah
7) Harus adanya bacaan ringan, lucu dan memotivasi hidup.
8) Memutar music yang ceria, televise dan film komedi
9) Menyiapkan lemari khusus untuk menyimpan barang-barang pribadi pasien
b. Syarat lingkungan social adaalah sebagai berikut :
1) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas atau perawat menyapa pasien
sesering mungkin.
2) Petugas memberikan penjelasan setiap akan dilakukannya kgiatan keperawatan
atau tindakan medis lainnya
3) Menerima pasien apa adannya dan tidak boleh mengejek atau merendahkan
pasien.
4) Meningkatkan harga diri pasien
5) Membantu melakukan penilaian dan berusaha meningkatkan hubungan social
secara bertahap
6) Membantu pasien dalam melakukan interaksi dengan keluargannya.
7) Mengikutsertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan dan tidak boleh
membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangan.
2. Pasien dengan amuk
a. Syarat lingkungan fisik sebagai berikut :
1) Ruangan yang aman, nyaman dan cukup mendapatkan pencahayaan
2) Menempatkan satu pasien dalam satu kamar, bila sekamar lebih dari satu
orang jangan di gabung antara yang lemah dan kuat.
3) Terdapatnya jendela yang beruji dengan pintu dari besi terkunci
4) Adanya kebijakan dan prosedur tertulis tentang protocol pengikatan dan
pengasingan secara aman, serta protocol cara pelepasan pengikatan.
b. Syarat lingkungan psikososial adalah sebagai berikut :
1) Komunikasi terapeutik, sikap yang bersahabat disertai perasaan empati
2) Observasi pasien paling sedikit tiap 15 menit
3) Jelaskan tujuan dilakukannya pengikatan atau pengekangan secara berulang-
ulang
4) Penuhi kebutuhan fisik dari pasien
5) Libatkan peran keluarga
6) Pasien merasa aman dan pasien tidak merasa takut
7) Dilakukan di lingkungan rumah sakit atau bangsal yang bersih
8) Tingkah laku harus dikomunikasikan dengan jelas dengan tujuan untuk
mempertahankan atau mengubah tingkah laku pasien
ECT (Electro Convulcive Terapy)
A. Definisi Electro Convulcive Terapy (ECT)
Pengertian ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk
terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada
pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall.
ECT adalah pengobatan gangguan kejiwaan yang menggunakan arus listrik singkat pada
otak dengan menggunakan mesin khusus dimana pasien di anastesi terlebih dahulu dan akan
menimbulkan efek convulsi karena relaksasi otot.
Electro Convulsive Therapy adalah Sistem Pengobatan (terapi) berupa pemberian
rangsangan listrik pada otak untuk pasien pada rumah sakit jiwa. Terapi rangsangan listrik
terbukti lebih manjur dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan Indikasi.
B. Indikasi Electro Convulcive Terapy (ECT)
1. Pasien dengan penyakit depresif mayor yang tidak berespon terhadap antidepresan atau
yang tidak dapat meminum obat. Gangguan efek yang berat: pasien dengan gangguan
bipolar, atau depresi menunjukan respon yang baik dengan ETC. pasien dengan gejala
vegetative yang jelas cukup berespon. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk pasien
depresi dengan gejala psikotik.
2. Pasien dengan bunuh diri akut yang cukup lma tidak menerima pnegobatan untuk
mencapaiefek terapeutik, pasien dengan ini tidak mungkin menunggu antidepresan.
3. Ketika efek samping ECT yang diantisipasi kurnag dari efek samping yang berhubungan
dengan blok jantung dan selama kehamilan.
4. Gangguan skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe exited memberikan
respon yang baik dengan ECT. Cobalah antipsikotonik terlrbih dahulu , tetapi jika
kondisinya mengancam kehidupan (delyrium byperexcited), segera lakukan ECT. Pasien
psikotik akut (terutama tipe skizoaktif) yang tidak berespon pada medikasi saja mungkin
akan membaik jika ditambah ECT, tetapi pada sebagian besar skizofrenia (kronis), ECT
tidak terlalu berguna(Tomb, 2004).
C. Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi yang mutlak ,pertimbangan resiko prosedur dengan bahaya yang
akan terjadi jika pasien tidak diterapi. Penyakit neurologic bukan suatu kontraindikasi.
1. Resiko sangat tinggi:
a. Peningkatan tekanan intracranial (karena tumor otak, infeksi system saraf pusat),
ECT dengan singkat meningkatkan tekanan SSP dan resiko herniasi tentorium.
b. Infark miokard :ECT sering menyebabkan aritmia berakibat fatal jika terdapat
kerusakan otot jantung, tunggu hingga enzim dan EKG stabil.
2. Resiko sedang:
a. Osteoatritis berat, osteoporosis, atau fraktur yang baru, siapkan selama terapi
(pelemas otot) dan ablasio retina.
b. Penyakit kardiiovaskuler (hipertensi, angina,aneurisma, aritmia), berikan
premedikasi dengan hati-hati, dokter spesialis jantung hendaknya ada disana.
c. Infeksi berat, cedera serebrovaskuler, kesulitan bernafas yang kronis, ulkus peptic
akut,feokromasitoma (Tomb,2004).
D. Efek samping ECT
1. Kematian, angka kematian yang disebabkan ECT adalah bervariasi antara 1-1000 dan 1-
10000 pasien. Resiko ini sama dengan resiko karena pemberian anastesi umum.
Kematian biasanya karena komplikasi kardiovaskuler.
2. Efek sistemik, pada pasien dengan gangguan jantung, dapat terjadi aritmia jantung
sementara. Aritmia jantung ini terjadi karena bradikardia post ictal yang sementara dan
dapat juga terjadi karena hiperaktifitas simpathetik sewaktu kejang atau saat pasien sadar
kembali. Dilaporkan pula adanya reaksi toksis dan alergi terhadap pbat yang digunakan
untuk prosedur ECT premedikasi, tetapi frekwensinya sangat jarang.
3. Efek cerebral, pada pemberian ECT bilateral dapat terjadi amnesia dan acute confusion.
Fungsi memeori akan membaik kembali 1-6bulan setelah ECT, tetapi ada pasien yang
melaporkan tetap mengalami gangguan memori.
E. Peran perawat
1. Peran perawat dalam persiapan klien sebelum tindakan ECT:
a. Anjurkan pasien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk menidentifikasi adanya kelainan.
c. Siapkan surat persetujuan tindakan.
d. Klien dipuasakan 4-6jam sebelum tindakan.
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang mungkin dipakai
klien.
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi.
g. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT.
h. Jika klien mengunakna obata anti depresan, antipsikotik, sedative hipnotik, dan
antikonvulsan, harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya diberikan
beberpa hari sebelumnya karena beresiko organic.
i. Premedikasi dengan injeksi SA (sulfatatropin) 0,6-1,2 mg setengah jam sebelum
ECT. Pemberian antikolinergik ini mengendalikan aritmia vegal dan menurunkan
sekresi gastrointestinal.
2. Persiapan alat
a. Perlengkapan dan peralatan terapi, termasuk pasta dan gel elektroda, bantalan, kasa,
alcohol, saling electrode electroselogram (EEG), dan kertas grafik.
b. Peralatan untuk memantau, termasuk EKG dan elektroda EKG.
c. Manset tekanan darah, stimulator sarat perifer, dan oksimeter denyut nadi.
d. Stetoskop
e. Palu reflek
f. Peralatan intravena
g. Penahan gigitan dengan wadah individu.
h. Pelbet dengan kasur yang keras dan bersisi pengaman serta dapat meninggikan
bagian kepala dan kaki.
i. Peralatan penghisap lender.
j. Peralatan ventilasi, termasuk slang, masker, ambu bag, peralatan jalan nafas oral, dan
peralatan intubasi dengan system pemberian oksigen yang dapat memberikan
tekanan oksigen positif. Obat untuk keadaan darurat dan obat lain sesuai
rekomendasi star anastesi.
3. Prosedur pelaksanaan
Menurut pendapat Stuart (2007) berikut prosedur pelaksanaan terapi kejang listrik:
a. Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur
b. Dapatkan persetujuan tindakan
c. Pastikan status puasa pasien setelah tengah malam
d. Minta pasien untuk melepaskan perhiasan, alat bantu yang dikenakan
e. Pakaiakan baju yang longgar dan nyaman
f. Kosongkan kandung kemih pasien
g. Berikan obat praterapi
h. Pastikan obat dan peralatan yang diperlukan sudah tersedia dan siap pakai
i. Bantu pelaksanaan ECT.
1) Tenangkan pasien
2) Dokter atau ahli anastesi memberikan oksigen untuk menyiapkan pasien bila
terjadi apnea karena relaksan otot.
3) Berikan obat
4) Psang spatel lidah yang diberi bantalan untuk melindungi gigi pasien
5) Pasang elektoda. Kemudian berikan syok.
j. Pantau pasien selama masa pemulihan.
DAFTAR PUSTAKA
Nasir & Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori. Jakarta : Salemba Medika.
Copel, Linda Carman. 2007. Kesehatan Jiwa & Psikiatri. edisi 2. Jakarta : EGC.
Townsend, Mary C. 2010. Diagnosis Keperawatan Psikiatri. Jakarta : EGC.
Videbeck,Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.