Ebola

1
Virus dapat diisolasi terutama dari darah pasien yang sakit parah dan prosedur ini harus dilakukan dengan hati-hati di dalam laboratorium dengan biosafety level 4 (BSL-4) dan instalasi harus benar-benar terjamin keamanannya sehingga populasi disekeliling laboratorium dan/atau personel di laboratorium terhindar dari penularan penyakit. Selain itu, pengiriman sampel ke laboratorium BSL-4 harus menerapkan sistem rantai dingin. Diagnosa untuk mendeteksi keberadaan virus Ebola dapat dilakukan dengan beberapa metode uji sepertiEnzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) yang dapat mendeteksi antigen virus dan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang dapat mendeteksi RNA virus. Isolasi virus juga dapat dilakukan dengan menemukan sel vero atau vero E6. Virus Ebola pada manusia dapat diperoleh dari sampel darah terutama pada stadium akut serta dapat juga diperoleh dari bilasan tenggorokan, urin, semen, air mata, dan cairan tubuh lainnya serta kulit. Uji serologis penting dilakukan terutama pada tahap akhir dari penyakit. Uji serologi seperti ELISA dan Indirect Immunofluorescence Assay (IFA) digunakan untuk mendeteksi adanya Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin A (IgA). Uji netralisasi tidak dapat diandalkan untuk mendeteksi virus Ebola, karena konsekuensi dari misdiagnosis (termasuk diagnosis positif palsu ) yang sangat tinggi. Mikroskop elektron dapat di gunakan untuk melihat virus di jaringan karena virus ini bersifat pleomorfik, panjang, filamentous dan bercabang sehingga morfologinya dapat menyerupai huruf U, huruf B atau melingkar. Sampel dari kulit juga dapat diambil dengan cara biopsi pada saat postmortem, karena pada kulit juga banyak ditemukan antigen dari virus Ebola. Sampel kulit yang diambil dapat disimpan di dalam larutan formalin untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara imunohistokimia. Konsentrasi tinggi dari virus Ebola pada primata dapat ditemukan di hati, limpa, paru dan nodus limpatikus. Pada kelelawar, virus Ebola dapat di temukan di hati dan limpa. Diagnosa terhadap penyakit Ebola juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan postmortem yang ditandai dengan ditemukan pendarahan berupa petekiae, ecchymoses dan perdarahan di berbagai organ tubuh hewan seperti di ginjal, gastrointestinal, pleura, perikardial, dan rongga peritoneum. Selain itu, terjadi pembengkakan pada hati dan limpa serta khususnya di hati akan terjadi retikulasi dan berwarna pucat. Lesi umum yang mungkin terjadi adalah pneumonia interstisial, nefritis, dan ruam makulopapula. Sumber: Acha PN, Szyfres B. 2003. Zoonoses and Communicable Diseases Common to Man and Animals. Third Edition. Volume III. USA : Pan American Health Organization. [CFSPH] The Center for Food Security and Public Health. 2009. Viral Hemorrhagic Fevers-Ebola and Marburg . Iowa: Iowa State University. Soejoedono RR. 2004. Zoonosis. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

description

ebola

Transcript of Ebola

Page 1: Ebola

Virus dapat diisolasi terutama dari darah pasien yang sakit parah dan prosedur ini harus dilakukan dengan hati-hati di dalam laboratorium dengan biosafety level 4 (BSL-4) dan instalasi harus benar-benar terjamin keamanannya sehingga populasi disekeliling laboratorium dan/atau personel di laboratorium terhindar dari penularan penyakit. Selain itu, pengiriman sampel ke laboratorium BSL-4 harus menerapkan sistem rantai dingin.Diagnosa untuk mendeteksi keberadaan virus Ebola dapat dilakukan dengan beberapa metode uji sepertiEnzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) yang dapat mendeteksi antigen virus dan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang dapat mendeteksi RNA virus. Isolasi virus juga dapat dilakukan dengan menemukan sel vero atau vero E6. Virus Ebola pada manusia dapat diperoleh dari sampel darah terutama pada stadium akut serta dapat juga diperoleh dari bilasan tenggorokan, urin, semen, air mata, dan cairan tubuh lainnya serta kulit. Uji serologis penting dilakukan terutama pada tahap akhir dari penyakit. Uji serologi seperti ELISA dan Indirect Immunofluorescence Assay (IFA) digunakan untuk mendeteksi adanya Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin A (IgA). Uji netralisasi tidak dapat diandalkan untuk mendeteksi virus Ebola, karena konsekuensi dari misdiagnosis (termasuk diagnosis positif palsu ) yang sangat tinggi.Mikroskop elektron dapat di gunakan untuk melihat virus di jaringan karena virus ini bersifat pleomorfik, panjang, filamentous dan bercabang sehingga morfologinya dapat menyerupai huruf U, huruf B atau melingkar. Sampel dari kulit juga dapat diambil dengan cara biopsi pada saat postmortem, karena pada kulit juga banyak ditemukan antigen dari virus Ebola. Sampel kulit yang diambil dapat disimpan di dalam larutan formalin untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara imunohistokimia.Konsentrasi tinggi dari virus Ebola pada primata dapat ditemukan di hati, limpa, paru dan nodus limpatikus. Pada kelelawar, virus Ebola dapat di temukan di hati dan limpa. Diagnosa terhadap penyakit Ebola juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan postmortem yang ditandai dengan ditemukan pendarahan berupa petekiae, ecchymoses dan perdarahan di berbagai organ tubuh hewan seperti di ginjal, gastrointestinal, pleura, perikardial, dan rongga peritoneum. Selain itu, terjadi pembengkakan pada hati dan limpa serta khususnya di hati akan terjadi retikulasi dan berwarna pucat. Lesi umum yang mungkin terjadi adalah pneumonia interstisial, nefritis, dan ruam makulopapula. Sumber:Acha PN, Szyfres B. 2003. Zoonoses and Communicable Diseases Common to Man and Animals. Third Edition. Volume III. USA : Pan American Health Organization.[CFSPH] The Center for Food Security and Public Health. 2009. Viral Hemorrhagic Fevers-Ebola and Marburg. Iowa: Iowa State University.Soejoedono RR. 2004. Zoonosis. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB.