EBCR - Sandry

23
EVIDENCE-BASED CASE REPORT Studi Intervensi: Efektivitas Azithromycin Dalam Mencegah Eksaserbasi Akut Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Oleh: Sandry Tri Sumarni 0706259835 Pembimbing: dr. Telly Kamelia, SpPD

description

Medis, Kedokteran

Transcript of EBCR - Sandry

EVIDENCE-BASED CASE REPORTStudi Intervensi:

Efektivitas Azithromycin Dalam Mencegah Eksaserbasi Akut Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Oleh:

Sandry Tri Sumarni 0706259835

Pembimbing:

dr. Telly Kamelia, SpPD

Modul Praktik Klinik Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2011

PERSETUJUAN PEMBIMBINGPembimbing: dr. Telly Kamelia, SpPD

Divisi: Pulmonologi Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM

Judul Makalah: Efektivitas Azithromycin Dalam Mencegah Eksaserbasi Akut Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Jakarta, 2011

Dr. Telly Kamelia, SpPD

(Pembimbing)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tugas makalah pribadi ini yang berbentuk evidence based case report saya susun tanpa tindakan plagiarism sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Indonesia.Apabila dikemudian hari ternyata saya terbukti melakukan tindakan plagiarism, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan siap menerima sanksi yang dijatuhkan Universitas Indonesia kepada saya.

Jakarta, . 2011

Sandry Tri Sumarni

Evidence Based Case Report

Efektivitas Azithromycin Dalam Mencegah Eksaserbasi Akut

Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Pembimbing : dr. Telly Kamelia, SpPD

ILUSTRASI KASUS

Ny. H, 40 tahun, datang ke IGD Rumah Sakit Umum Tangerang (RSUT) dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 3 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Sesak dirasakan muncul secara tiba tiba dan dirasakan sepanjang hari, tidak membaik dengan istirahat dan semakin berat dengan aktivitas. Pasien merasakan napasnya terengah engah. Sesak dirasakan semakin memberat selama 3 hari ini. Pasien menyangkal sering terbangun malam hari karena sesak dan tidur lebih nyaman menggunakan lebih dari dua bantal. Pasien juga menyangkal adanya riwayat kaki bengkak ataupun nyeri dada. Selain itu, 2 bulan SMRS pasien mengeluhkan batuk berdahak. Dahak berwarna putih kekuningan, tidak disertai dengan darah. Batuk semakin hari dirasakan semakin memberat dan dahak dirasakan bertambah banyak. Pasien sudah berobat ke puskesmas di dekat rumah untuk menangani batuknya, pasien diberi obat batuk hitam namun setelah obat tersebut habis batuk pada pasien tidak sembuh. Keringat malam, penurunan berat badan dan demam disangkal oleh pasien. Sejak kecil, pasien mengaku sering terserang batuk dan pilek. Pasien menyangkal adanya hipertensi, diabetes mellitus, asma, riwayat sakit paru, riwayat sakit jantung, ginjal, dan riwayat sakit kuning. Di dalam keluarga pasien juga tidak didapatkan anggota keluarga pasien yang menderita asma, alergi, sakit paru, jantung, hipertensi, dan diabetes mellitus.

Pasien saat ini sudah menikah, tinggal di Tangerang bersama suami dan 2 orang anaknya. Saat ini pasien adalah ibu rumah tangga dan suami pasien sebagai buruh bangunan. Sebelumnya pasien sempat menjadi penjual kue yang berdagang di pinggir jalan besar dan selalu terkana debu serta asap kendaraan bermotor. Pasien melakukan kegiatan tersebut selama kurang lebih 5 tahun. Lalu pasien berhenti berjualan dikarenakan semakin lama hasil yang didapat hampir sama dengan modal pasien. Pasien menyangkal adanya riwayat merokok, alkohol, promiskuitas dan IVDU (Intra Vena Drug User). Sehari hari pasien memasak menggunakan kompor dengan bahan bakar minyak tanah. Namun, dikarenakan kondisi keuangan yang sulit dan harga minyak tanah yang mahal, pasien cukup sering memasak menggunakan kayu api. Suami pasien adalah seorang perokok. Selama di rumah bisa merokok sebanyak 6 8 batang perhari dan pasien selalu terkena asap rokok dari suaminya setiap hari.

Dari pemeriksaan fisis pasien didapatkan kesadaran pasien compos mentis dengan keadaan umum tampak sakit ringan. Tanda vital pasien didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 120 x/menit, Suhu 36,3C dan Pernapasan pasien 28 x/menit. Berat badan pasien adalah 43 kg dengan tinggi badan pasien 155 cm, didaptkan IMT pasien adalah 17kg/m2 (underweight). Dari pemeriksaan dada didaptkan adanya penggunaan otot bantu pernapasan yaitu m.sternokleidomastoideus dan perbandingan diameter anteroposterior dengan transversal adalah 1 : 1. Pada pemeriksaan paru didapatkan adanya wheezing pada kedua lapang paru. Dari analisa gas darah pasien didapatkan peningkatan pCO2 (55,67 mmHg) dan penurunan pO2 (25,70 mmHg). Pada pemeriksaan rontgen thoraks terdapat peningkatan corakan bronkovaskuler pada kedua paru. Diagnosis pada pasien ini adalah PPOK dengan eksaserbasi akut. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah ipratropium bromide 0,025% dan fenoterol Hbr 0,1% serta injeksi methylprednisolone 62,5 mg. Dilakukan inhalasi sebanyak 3 kali terhadap pasien dan direncakan untuk memberikan pengobatan secara oral. Obat yang diberikan adalah Aminofilin 3 x 200 mg dan OBH syrupn 3 x CI. Pasien bertanya apakah ada obat yang bisa mencegah terjadinya serangan sesak lagi terhadap pasien?PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah merupakan penyakit paru progresif yang ditandai dengan adanya hambatan pada aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Dan dapat dicegah serta di obati. PPOK berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu terhadap partikel atau gas yang berkontribusi terhadap derajat penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh obstruksi saluran napas kecil (bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema).1 PPOK selain dipengaruhi oleh faktor genetik, dipengaruhi juga oleh faktor risiko lainnya seperti semakin banyaknya jumlah perokok (terutama pada usia muda) dan meningkatnya pencemaran udara di dalam ruangan ataupun di luar ruangan. Seiring dengan majunya tingkat perekonomian dan perindustrian, terutama otomotif, jumlah kendaraan bermotor juga ikut meningkat sehingga polusi udara semakin tinggi dengan adanya gas buang dari kendaraan bermotor.2

Hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2001, didapatkan jumlah perokok di Indonesia sebanyak 55,7% penduduk. Dari angka tersebut, didapatkan 92% perokok menyatakan bahwa memiliki kebiasaan merokok di rumah saat sedang berkumpul bersama dengan anggota keluarganya yang lain sehingga anggota keluarga nya dapat dikategorikan sebagai prokok pasif. Hubungan antara rokok dan PPOK adalah berupa dose response.2

Hasil survai penyakit tidak menular yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL pada tahun 2004 dinyatakan bahwa PPOK merupakan penyumbang angka kesakitan yang menempati urutan pertama (35%) yang diikuti oleh asma bronkial, kanker paru, dan lainnya. Survai tersebut dilakukan di lima rumah sakit provinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera Selatan).2

Tujuan penatalaksanaan pada PPOK adalah bertujuan untuk mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, meningkatkan toleransi latihan, meningkatkan status kesehatan, mencegah dan menangani komplikasi, mencegah dan menangani eksaserbasi, serta munurunkan kematian.2 Tatalaksana adalah tergantung dari derajat PPOK dan berupa tatalaksana non famakologi dan farmakologi. Terapi yang umum digunakan adalah brokodilator, antiiflamasi, antibiotika, antioksidan dan mukolitik. Beberapa terapi ditujukan sebagai terapi pemeliharaan.PPOK merupakan penyakit yang terus berkembang secara perlahan lahan dan gejalanya sering memburuk dari waktu ke waktu dan dapat membatasi kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan rutin terutama apabila saat terjadi eksaserbasi akut.3 Gejala eksaserbasi akut pada PPOK ditandai dengan sesak yang bertambah, produksi sputum meningkat dan terjadinya perubahan warna sputum. Sampai saat ini belum ada penyebab pasti timbulnya eksasebasi akut pada PPOK. Namun, diduga disebabkan oleh infeksi, polusi udara, kelelahan atau apabila telah timbulnya suatu komplikasi. Sampai saat ini terapi yang umum digunakan adalah terapi dengan tujuan pemeliharaan dan masih belum ditemukan pengobatan yang dapat mencegah eksaserbasi akut pada PPOK. Namun saat ini antibiotic golongan macrolide dengan derivatnya dikatakan mampu mencegah eksaserbasi akut pada PPOK. Macrolide adalah golongan obat yang memiliki efek imunomodulator, antiinflamasi, dan antibakteri.4 Untuk itu, penulis ingin mengetahui efektivitas dari azithromycin dalam mencegah ekaserbasi akut pada PPOK.PERTANYAAN KLINIS

Berdasarkan ilustrasi kasus dari Ny, H, 40 tahun yang telah dijabarkan di atas, maka disusun pertanyaan sebagai berikut :

Apakah azithromycin efektif dalam mencegah eksaserbasi akut pada pasien penyakit paru obstruktif kronik?P : Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik

I : Azithromycin 1 x 250 mg setiap hari

C : Placebo

O : Mencegah Eksaserbasi Akut pada PPOK

METODE

Pencarian dilakukan di Pubmed, New England Journal Medicine (NEJM) dan MedScape pada tanggal 25 September 2011. Pencarian dilakukan dengan menggunakan kata kunci yang sama pada setiap jurnal yaitu Azithromycin for Prevention of Exacerbation of COPD. Setelah mendapatkan beberapa jumlah artikel pada setiap sumber, akan dilakukan penapisan melalui judul dan abstract pada setiap artikel. Pada tahap ini akan digunakan kriteria eksklusi yaitu : studi diagnosi, prognosis dan etiologi, artikel yang berupa review dan percobaan yang menggunakan hewan sebagai subjek nya. Setelah di lakukan penapisan judul dan abstrak menggunakan kriteria eksklusi tersebut, selanjutnya dilakukan penapisan jika terdapat artikel yang sama dari setiap sumber. Dari hasil penapisan tersebut akan dilakukan lagi penapisan terhadap jurnal yang dapat diunduh secara full text. Setelah itu, penulis akan membaca sejumlah jurnal yang dapat dibaca full text dan akan memutuskan jurnal yang dapat digunakan dalam menyusun Evidence-Based Case Report ini. Alur pencarian akan ditampilkan melalui flow chart. Tabel 1. Strategi Pencarian Jurnal di Pubmed, NEJM dan MedScape (25 September 2011)SumberStrategi PencarianHasil

PubmedAzithromycin for Prevention of Exacerbation of COPD6

NEJMAzithromycin for Prevention of Exacerbation of COPD4

MedscapeAzithromycin for Prevention of Exacerbation of COPD18

Critical Appraisal (The Evidence)Kriteria

V

A

L

I

D

I

T

YDesain PenelitianRandomized Controlled Trial

Jumlah Subjek Penelitian1142 orang

Setting17 situs yang terkait dengan 12 pusat kesehatan di Amerika

Seleksi+

Standarisasi+

Blinding+

Sufficient Follow UpFollow up dilakukan selama 1 tahun

Kelengkapan Data+

Validity Score8

R

E

L

E

V

A

N

C

EDomain+

Determinant+

Measurement Outcome+

Relevance Score3

Power+

Outcome+

Level of Evidence1b

OutcomeTotal

ExacerbationNo Exacerbation

Azithromycin(+)317253570

(-)380192572

Total6974451142

Control Event Rate (CER) : 380/572 = 66%Experimental Event Rate (EER) : 317/570 = 55%

Relative Risk Reduction (RRR) = CER EER = 66 55 = 16%

CER

66

Absolute Risk Reduction (ARR) = CER EER = 66 55 = 11%

Number Needed to Treat (NNT) = 1/ARR = 1/11% = 100/11 = 9 orang ( untuk mencegah eksaserbasi akut pada pasien PPOK dibutuhkan 9 orang untuk mengkonsumsi azithromycin.

DISKUSI

Penyakit PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini berkembang dengan perlahan lahan dan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang terutama apabila terjadi eksaserbasi akut. Eksaserbasi akut sampai saat ini belum jelas faktor pencetusnya dandapat timbul kapan saja. Pasien PPOK dengan disertai eksaserbasi akut akan memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien PPOK yang tidak disertai dengan eksaserbasi akut. Selain itu penurunan fungsi paru terjadi secara cepat dan kualitas hidup juga mengalami penurunan. Walaupun beberapa obat pemeliharaan seperti inhalasai glukortikoid, -2 agonis kerja lama, dan antikolinergik dan menurunkan frekuensi eksaserbasi akut pada pasien PPOK, namun kemungkinan terjadinya eksaserbasi akut masih mencapai 2 kali setiap tahunnya.4

. Dari penelitian yang dilakukan Richard et al, dengan peserta berjumlah 1142 orang yang dibagi ke dalam 2 kelompok (570 peserta mendapatkan azithromycin 1 zx 250 mg selama 1 tahun dan 572 orang mendapatkan placebo 1 x sehari selama 1 tahun) didapatkan perbedaan bermakna (P = 0.01) antara kelompok yang mendapatkan azithromycin dengan kelompok yang mendapatkan placebo.

Gambar 2. Proporsi Peserta yang Bebas dari Eksaserbasi Akut PPOK Selama 1 Tahun4Hal ini menunjukkan bahwa azithromycin dapat mengurangi frekuensi eksaserbasi akut pada pasien PPOK. Frekuensi eksaserbasi pada kelompok yang mendapatkan azithromycin adalah 1.48 eksaserbasi tiap individu per tahun dengan median time eksaserbasi pertama adalah 266 hari, sedangkan pada kelompok yang mendapatkan placebo frekuensi eksaserbasi adalah 1.83 per individu setiap tahunnya dengan median time terjadi eksaserbasi adalah 174 hari.4

Gambar 3. Diagram Kejadian Eksaserbasi Akut pada Pasien PPOK Berdasarkan Penelitian Richard et al.Kekurangan dari penelitian ini adalah efek samping yang ditimbulkan oleh azithromycin. Efek samping utama adalah timbulnya gangguan pendengaran pada 142 peserta yang mendapat azithromycin. Selain efek samping pada sistem pendengaran, efek samping yang timbul adalah kolonisasi nasofaring dan adanya resistensi terhadap macrolide.4KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Richard et al, penulis dapat menyimpulkan bahwa penggunaan azithromycin 1 x 250 mg selama 1 tahun dapat menurangi terjadinya eksaserbasi akut pada pasien PPOK walaupun terdapat beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti gangguan pendengaran, kolonisasi nasofaring dan resistensi terhadap macrolide.

Pada kasus Ny. H, 40 tahun tersebut di atas, azithromycin dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam jangka waktu satu tahun. Namun demikian, untuk mencegah timbulnya efek samping, dapat dilakukan pemeriksaan pendengaran, dahak dan resistensi terhadap azithromycin secara berkala sehingga keamanan penggunaan azithromycin dapat di evaluasi pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease Updated 2009. Medical Communication Resources. 2009.

2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011.

3. Anonim. What Is COPD?. Di unduh dari http://www.nhlbi.nih.gov/ pada tanggal 30 September 2011, pukul 19.52 WIB,4. Richard et al. Azithromycin for Prevention of Exacerbation of COPD. The New England Journal of Medicine.2011 Vol 365: 689 97.Abstrak

Latar Belakang : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang terus berkembang secara perlahan dan mempengaruhi kualitas hidup seseorang terutama saat terjadi eksaserbasi akut. Antibiotik golongan macrolide dengan derivatnya Azithromycin saat ini dikatakan mampu mencegah eksaserbasi akut pada PPOK namun efektivitasnya masih belum dapat dibuktikan.

Tujuan : Mengetahui efektivitas azithromycin dalam mencegah eksaserbasi akut pada PPOK.

Metode : Mencari literature menggunakan media elektronik dan akses internet melalui Pubmed, NEJM, dan MedScape menggunakan keywords yang seuai untuk mendapatkan artikel yang relevance dengan tujuan penulis.

Hasil : Richard et al melaporkan hasil yang diperoleh pada kejadian eksaserbasi akut pasien PPOK yang mendapatkan azithromycin adalah (P = 0.01, 95% CI 0.72 0.95). Terdapat penurunan kejadian eksaserbasi akut pada pasien PPOK yang menggunakan azithromycin dengan P < 0.01 dan 95% CI = 0.05 - 0.09

Kesimpulan : Penggunaan azithromycin selama 1 tahun pada pasien dengan PPOK mampu menurunkan kejadian eksaserbasi akut dibandingkan dengan pasien yang tidak menerima azithromycin.

Azithromycin for Prevention of Exacerbation of COPD

Kriteria Eksklusi :

Studi diagnosis, prognosis, dan etiologi

Review

Animal

Medscape

( 18 )

NEJM

( 4 )

Pubmed

( 6 )

Screening Title and Abstract

1

1

1

Filtering Double

1

Full Text Available

1

1 Useful Article

Reading Full Text

Tanggal dilakukan pencarian : 25 September 2011

Gambar 1. Flow Chart Strategi Pencarian